• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Inhibisi Terhadap Siklooksigenase, Kadar Pati dan Fenolik Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) Aksesi Sukabumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas Inhibisi Terhadap Siklooksigenase, Kadar Pati dan Fenolik Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) Aksesi Sukabumi"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS INHIBISI TERHADAP SIKLOOKSIGENASE,

KADAR PATI DAN FENOLIK TEMULAWAK (Curcuma

xanthorrhiza Roxb.) AKSESI SUKABUMI

ANDINI SETYANTI PUTRI

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Inhibisi Terhadap Siklooksigenase, Kadar Pati dan Fenolik Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Aksesi Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ANDINI SETYANTI PUTRI. Aktivitas Inhibisi Terhadap Siklooksigenase, Kadar Pati dan Fenolik Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Aksesi Sukabumi. Dibimbing oleh HASIM DANURI dan WARAS NURCHOLIS.

Curcuma xanthorrhiza Roxb. atau temulawak adalah tanaman obat yang memiliki banyak khasiat, termasuk antiinflamasi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis aktivitas inhibisi terhadap siklooksigenase-2 (COX-2) pada ekstrak rimpang temulawak aksesi Sukabumi dan menganalisis korelasinya terhadap kadar pati dan fenolik. Ekstraksi menggunakan maserasi dengan etanol 70%. Kadar pati dianalisis dengan metode Luff-Scohrl dan kadar fenolik ditentukan dengan Folin-Ciocalteu. Kadar pati relatif lebih tinggi pada temulawak varietas Cursina (P>0.05) yaitu sebesar 23.05%±3.49 dan kadar fenolik relatif lebih tinggi (P>0.05) pada temulawak aksesi Sukabumi dengan kadar 81.16 mg/g±19.68. Kedua ekstrak temulawak dapat menghambat aktivitas COX-2. Aktivitas penghambatan tertinggi (P>0.05) pada temulawak aksesi Sukabumi dengan nilai penghambatan sebesar 55.35%. Berdasarkan analisis korelasi, komponen fenolik memiliki aktivitas penghambatan terhadap COX-2, sementara pati akan mengurangi aktivitas penghambatan terhadap COX-2.

Kata kunci: antiinflamasi, kadar pati, siklooksigenase-2, temulawak, total fenolik

ABSTRACT

ANDINI SETYANTI PUTRI. The Inhibitory Activity Against Cyclooxygenase, Starch, and Phenolic Level on Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Sukabumi Accession. Supervised by HASIM DANURI and WARAS NURCHOLIS

Curcuma xanthorrhiza Roxb. known as temulawak is widely used as herbal medicinal plant that has many benefits, including antiinflammation. The objectives of this research were to evaluate inhibitory activity of temulawak Sukabumi accession toward cyclooxygenase-2 (COX-2) and to analyze its correlation with starch and phenolic level. The extraction method used maseration with ethanol 70%. The starch level was analyzed using Luff-scohrl’s method, and the phenolic level was determined using the Folin-Ciocalteu’s. The starch level is relatively higher (P>0.05) on temulawak Cursina variety were 23.05%±3.49, while the phenolic level is relatively higher (P>0.05) on temulawak Sukabumi accession were 81.16 mg/g±19.68. Both of temulawak extracts showed inhibitory activity against COX-2. The highest activity (P>0.05) on temulawak Sukabumi accession with inhibition value of 55.35%. Based on analysis of corelation, the phenolic compound has antiinflammation activity, while starch will reduce antiinflammation activity.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biokimia

AKTIVITAS INHIBISI TERHADAP SIKLOOKSIGENASE,

KADAR PATI DAN FENOLIK TEMULAWAK (Curcuma

xanthorrhiza Roxb.) AKSESI SUKABUMI

ANDINI SETYANTI PUTRI

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Aktivitas Inhibisi Terhadap Siklooksigenase, Kadar Pati dan Fenolik Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) Aksesi Sukabumi

Nama : Andini Setyanti Putri NIM : G84090054

Disetujui oleh

Dr drh Hasim Danuri, DEA Pembimbing I

Waras Nurcholis, SSi Msi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, MAppSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung di Pusat Studi Biofarmaka, LPPM-IPB yang dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka dari bulan Desember 2012 hingga April 2013. Skripsi ini berjudul Aktivitas Inhibisi Terhadap Siklooksigenase, Kadar Pati dan Fenolik Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) Aksesi Sukabumi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. drh. Hasim Danuri, DEA sebagai pembimbing utama, dan Bapak Waras Nurcholis, S.Si.,M.Si sebagai pembimbing kedua yang telah memberikan kritik, saran, arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga, Rega, Cholila, sahabat, keluarga Aisyah, keluarga Homeschooling dan teman-teman Biokimia 46 serta berbagai pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu mendukung penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Bahan dan Alat 2

Prosedur Penelitian 3

Prosedur Analisis Data 6

HASIL 6

Ekstrak dan Kadar Air Temulawak 6

Kadar Pati Simplisia Rimpang Temulawak 8

Kadar Fenolik Ekstrak Rimpang Temulawak 8

Aktivitas Inhibisi COX-2 9

Analisis Korelasi Pati, Fenolik, dan Aktivitas Antiinflamasi 9

PEMBAHASAN 10

Ekstrak Rimpang Temulawak 10

Kadar Pati dan Fenolik Rimpang Temulawak 10

Aktivitas Antiinflamasi dan Korelasi Terhadap Pati dan Fenolik 12

SIMPULAN 13

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 17

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Format Micro plate inhibisi COX-2 6

2 Rendemen (%) ekstrak rimpang temulawak 7

3 Kadar air (%) rimpang temulawak segar 7

4 Kadar air simplisia temulawak (%) 8

5 Kadar pati temulawak Sukabumi dan Cursina 8

6 Kadar fenolik temulawak Sukabumi dan Cursina 9

7 Aktivitas Inhibisi temulawak Sukabumi, Cursina dan diklofenak 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rendemen Ekstrak Rimpang Temulawak 17

2 Kadar Air Simplisia Temulawak 17

3 Kadar Pati Rimpang Temulawak 17

4 Kadar Fenolik Ekstrak Rimpang Temulawak 18

(11)

PENDAHULUAN

Inflamasi atau peradangan adalah respon yang menguntungkan pada saat terjadi kerusakan jaringan dan masuknya benda asing yang mengawali perbaikan struktur dan fungsi jaringan. Inflamasi ditandai dengan adanya panas, kemerahan, pembengkakan, rasa nyeri, dan kehilangan fungsi jaringan. Namun inflamasi yang berkepanjangan dapat berkontribusi pada berbagai patogenesis penyakit. Respon inflamasi yang tidak semestinya dapat menyebabkan kehilangan jaringan atau fungsi organ seperti penyakit bronkhitis kronis, emfisema, asma, glomerulonefritis, infraksi miokardial dan cedera iskemia reperfusi (Lawrence et al. 2002).

Pengobatan yang selama ini dilakukan umumnya menggunakan obat-obatan sintetik. Golongan obat yang digunakan antara lain adalah non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) dan inhibitor selektif siklooksigenase-2 (COX-2). Obat-obatan ini umumnya bekerja dengan menghambat sintesis siklooksigenase dan produk leukotriena, mencegah terbentuknya radikal oksigen dan enzim lisosomal, mencegah agregasi neutrofil, adhesi dan kemotaksis (Suleyman et al. 2007). Menurut Ray et al. 2002 Non-aspirin, non-steroidal anti inflamatory drugs (NANSAIDs) memiliki efek kompleks yang meningkatkan resiko penyakit jantung koroner. Inhibitor selektif COX-2 meningkatkan resiko infraksi miokardial. Dosis tinggi dari beberapa NSAIDs seperti diklofenak dan ibuprofen berhubungan dengan resiko kejadian vaskular (Kearney et al. 2006). Oleh karena itu perlu dikembangkan obat tradisional yang berasal dari bahan alami sehingga efek negatif dari obat-obatan tersebut dapat diminimalisir. Salah satu bahan alam tersebut adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) (Kasiran 2008).

Temulawak merupakan tanaman asli Indonesia, banyak ditemukan terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Bali, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan (Rahardjo 2010). Kandungan zat yang terdapat pada rimpang temulawak terdiri atas kurkuminoid, pati, protein, lemak (fixed oil), selulosa, mineral, dan minyak atsiri (Afifah dan Tim Lentera 2003). Minyak esensial temulawak memiliki aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus mutans (Hertiani et al. 2011). Ekstrak kasar polisakarida temulawak dapat menstimulasi sistem imun dengan meningkatkan fagositosis makrofag (Kim et al. 2007). Kurkumin adalah senyawa flavonoid turunan dari heptanoid, senyawa ini merupakan senyawa polifenol yang paling aktif (Anand 2012). Kurkumin merupakan salah satu komponen fenolik. Senyawa fenolik yang umumnya terdapat dalam bahan alam antara lain asam fenolat, flavonoid, tanin, stilben, kurkuminoid, koumarin, lignan, dan kuinon. komponen fenolik memiliki sifat sebagai pencegah kanker (seperti antioksidan, antikarsinogenik, antimutagenik, dan antiinflamasi) serta berkontribusi menginduksi kejadian apoptosis (Huang et al. 2010).

(12)

2

(2012) ekstrak etanol rimpang temulawak dapat meningkatkan kadar HDL secara signifikan. Temulawak memiliki aktivitas inflamasi dengan mengurangi diameter peradangan dan jumlah sel radang (Daryanani 2006). Berdasarkan hasil penelitian yang telah disebutkan, dapat diketahui bahwa ekstrak temulawak memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi.

Senyawa aktif yang berperan sebagai antiinflamasi diantaranya adalah pati dan senyawa fenolik (Nurcholis 2008, Said 2007). Untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi dari ekstrak temulawak ini, dapat diketahui dengan menganalisis aktivitas penghambatan temulawak terhadap sikloooksigenase-2. Enzim siklooksigenase merupakan enzim kunci yang dibutuhkan untuk mengkonversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin endoperoksidase H2 (Dong et al. 2011). Terdapat dua bentuk isoform siklooksigenase, yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1 mengkatalisis pembentukan prostaglandin sitoprotektif di berbagai jaringan, COX-2 dapat diinduksi oleh faktor pertumbuhan, agen proinflamasi, endotoksin, mitogen dan agen tumor dan dapat menginduksi proses patologi seperti inflamasi (Suleyman et al. 2007).

Temulawak yang digunakan pada penelitian ini adalah temulawak aksesi Ciemas, Sukabumi dan temulawak varietas Cursina 3. Temulawak aksesi Sukabumi yang digunakan pada penelitian ini, dilaporkan memiliki aktivitas inhibisi terhadap siklooksigenase-2 tertinggi dibandingkan dengan temulawak aksesi Ngawi, Karanganyar, dan Wonogiri (Ambarsari et al. 2011). Selain itu, temulawak varietas Cursina 3 yang digunakan dalam penelitian ini merupakan temulawak yang memiliki kadar kurkuminoid dan xanthorhizol tertinggi dalam ekstrak dibandingkan dengan kedua nomor harapan temulawak lainnya (temulawak Cursina 1 dan 2) (Rahardjo dan Nur 2007).

Temulawak telah diketahui dapat berfungsi sebagai antiinflamasi. Namun belum diketahui aktivitas antiinflamasi terhadap penghambatan siklooksigenase serta korelasinya terhadap kandungan pati dan fenolik pada temulawak aksesi Ciemas, Sukabumi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menganalisis aktivitas antiinflamasi dari temulawak asal Sukabumi terhadap penghambatan siklooksigenase secara in vitro dengan metode Colorimetric COX Inhibitor Screening Assay serta korelasinya terhadap kandungan pati dan fenolik yang dibandingkan dengan temulawak varietas Cursina. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aktivitas antiinflamasi temulawak aksesi Sukabumi serta korelasinya terhadap kadar pati dan fenolik, sehingga dapat diketahui komponen aktif yang berperan sebagai antiinflamasi.

METODE

Bahan dan Alat

(13)

3

kontrol positif dalam uji inhibisi COX-2, kit COX inhibitor screening assay No. 560131 (Cayman Chem Com 2011), akuades, aquatridestilata (E. Merck), DMSO (E. Merck), etanol absolut (E. Merck), etanol 70%, eter, etanol 10%, HCl±25%, NaOH 45%, peraksi Luff-Scohrl, KI 30%, H2SO4 4N, Na2S2O3.5H2O 0.1 N, amilum 2 %, reagen Folin-Ciocalteu, natrium karbonat 7.5%, alumunium foil, dan metanol (E. Merck).

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ELISA reader (Lab System Multiscan Ascent), spektrofotometer, pipet mikro (Socorex), neraca digital, shaker (Labnet Orbit 1000), mikroplate, vial, spatula, neraca analitik, kertas saring Whatman tipe 4, vorteks, pipet tetes, pipet Mohr, tip, gegep, hot plate (Maspion), dan alat alat gelas (Pyrex) seperti corong, labu takar, buret, gelas ukur, gelas piala, labu Erlenmeyer, dan tabung reaksi.

Prosedur Penelitian Preparasi Sampel

Pembuatan Serbuk. Sampel dimasukkan ke dalam penggiling selama 5-10 menit hingga menjadi serbuk halus berukuran 100 mesh, kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik dan disimpan ditempat kering.

Ekstraksi Rimpang Temulawak (BPOM 2005). Maserasi merupakan ekstraksi menggunakan pelarut etanol 70% dengan perbandingan simplisia dan pelarut adalah 1:10 yang direndam 24 jam sambil sesekali diaduk. Ekstrak dipisahkan, dan proses diulang 3 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. ekstrak yang didapat diuapkan pelarutnya dengan vakum rotari evaporator hingga diperoleh ekstrak pekat.

Analisis Kadar Pati Simplisia Temulawak (Fardiaz 1989)

Prinsip Pengujian Kadar Pati Simplisia Temulawak. Penetapan kadar pati ini menggunakan metode Luff-Scohrl. Pati dihidrolisis menggunakan asam dan panas sehingga menghasilkan monomer-monomer gula, kemudian gula yang terbentuk direaksikan dengan pereaksi metode Luff-Scohrl selanjutnya ditentukan jumlahnya sebagai kadar pati dalam sampel.

Preparasi Sampel (Filtrat). Serbuk simplisia temulawak sebanyak 3 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas piala 250 mL. Gelas piala yang berisi serbuk simplisia tersebut ditambahkan akuades sebanyak 50 mL kemudian diaduk selama 1 jam. Suspensi serbuk temulawak yang diperoleh kemudian disaring dengan kertas saring Whatman tipe 4 dan ditambahkan dengan akuades sampai volume filtrat 250 mL. Untuk menghilangkan kandungan lemak pada sampel, pati yang tersisa pada kertas saring dicuci 5 kali dengan 10 mL eter. Eter dibiarkan menguap dari sisa pati pada kertas saring kemudian dicuci kembali menggunakan 150 mL alkohol 10% untuk menghilangkan lebih lanjut karbohidrat yang terlarut.

(14)

4

dibuat dengan 25 g CuSO4.5H2O, 100 mL H2O, 50 g asam sitrat, 50 mL H2O, 388 g Na2CO3.10H2O dan diencerkan sampai volume 1 L dan dihomogenkan.

Penetapan Kadar Pati. Sebanyak 25 mL filtrat diambil dan dicampurkan dengan 25 mL larutan Luff-Scohrl pada labu erlenmeyer 200 mL. Campuran tersebut dikocok sampai homogen. Labu erlenmeyer berisi campuran tersebut dipanaskan pada suhu mendidih selama 10 menit. Tepat pada waktu 10 menit, labu erlenmeyer didinginkan dengan cepat pada bak es untuk menghentikan reaksi yang terjadi. Ke dalam labu erlenmeyer tersebut ditambahkan 10 mL KI 30% dan 25 mL H2SO4 4N. Kemudian campuran yang diperoleh dititrasi dengan larutan tio (Na2S2O3.5H2O 0.1 N) menggunakan indikator 1 mL amilum 2 %. Volume tio (Na2S2O3.5H2O) yang digunakan dicatat digunakan sebagai volume sampel.

Dilakukan pula titrasi untuk penatapan volume blanko. Blanko dibuat dengan 25 mL akuades dan 25 mL larutan Luff-Scohrl. Hasil analisis pati ini diperoleh dari perhitungan % glukosa. Kadar (%) glukosa yang diperoleh kemudian dikonversi menjadi kadar pati dengan faktor konversi 0.91. Adapun rumus perhitungan kadar pati adalah sebagai berikut:

% pati = ( . lanko- .sampel) N Na2 2O3 glukosa .filtrat

mg contoh

×100%

Penentuan Kadar Fenolik Total (Singleton dan Rossi 1965)

Sebanyak 5-10 mg ekstrak sampel ditimbang dan dilarutkan dalam labu takar 25 mL. Kemudian diambil 2 mL sampel, ditambahkan 1 mL Na2CO3 dan diinkubasikan dalam suhu ruang selama 5 menit. Kemudian ditambahkan 0.5 mL reagen Folin-Ciocalteu 0.5 N dan 5 mL air. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang, di ruang gelap selama satu jam. Larutan diukur serapannya pada panjang gelombang 725 nm. Sebagai standar digunakan asam tanat dalam konsentrasi 0 ppm, 10 ppm, 30 ppm, 50 ppm, 70 ppm dan 100 ppm. Kadar fenolik total dinyatakan ekuivalen asam tanat dalam miligram per gram ekstrak (mg/g ekstrak).

Uji Aktivitas Inhibisi Terhadap COX-2 (Cayman Chem Com 2011)

Ekstrak rimpang temulawak diuji daya inhibisnya dengan teknik ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay) menggunakan COX Inhibitor Screening Assay Kit.

Penyiapan Sampel Uji. Sampel yang digunakan adalah ekstrak etanol temulawak (Curcuma xantorrhiza Roxb.) aksesi Sukabumi dan varietas Cursina. Konsentrasi larutan yang digunakan adalah 100 ppm, dibuat dengan melarutkan 1 mg sampel dalam 10 mL metanol.

(15)

5

ruang. Larutan background lalu diencerkan 100 kali dengan mencampurkan 0.01 mL larutan background dengan 0.99 mL buffer EIA.

Larutan Aktivitas Awal COX-2 100%. Sebanyak 0.95 mL buffer reaksi dicampurkan dengan 0.01 mL larutan heme, dan 0.01 mL COX-2. Kemudian ditambahkan 0.02 mL buffer reaksi dan dihomogenisasi. Larutan tersebut diinkubasi 10 menit pada suhu 370 C. Reaksi diinisiasi dengan ditambahkannya larutan asam arakhidonat 0.01 mL pada semua larutan lalu dihomogenisasi dan diinkubasi 2 menit pada suhu 370 C. Sebanyak 0.05 mL HCl dan 0.01 mL SnCl2 ditambahkan ke dalam campuran kemudian diinkubasi 5 menit dalam suhu ruang. Larutan tersebut diencerkan 100 kali dengan mencampurkan 0.01 mL larutan aktivitas awal COX-2 100% dengan 0.99 mL buffer EIA, kemudian diambil 0.05 mL dan ditambahkan 0.95 mL buffer EIA.

Larutan Inhibitor COX-2 (ekstrak etanol rimpang temulawak).

Sebanyak 0.95 mL buffer reaksi, 0.01 mL heme dan 0.01 mL COX-2 dicampurkan dalam vial dan ditambahkan 0.02 mL sampel ekstrak rimpang temulawak lalu dihomogenkan. Larutan tersebut diinkubasi 10 menit pada suhu 370 C. Reaksi diinisiasi dengan ditambahkan larutan asam arakhidonat 0.01 mL pada vial lalu dihomogenisasi dan diinkubasi 2 menit pada suhu 370 C. Sebanyak 0.05 mL HCl dan 0.01 mL SnCl2 ditambahkan ke dalam campuran kemudian diinkubasi 5 menit dalam suhu ruang dan diencerkan 2000 kali.

Pembuatan Standar Prostaglandin (PG). Standar PG yang telah diliofilisasi dilarutkan ke dalam 1 mL buffer EIA sehingga konsentrasi larutan menjadi 10 ng/mL (bulk standard). Sebanyak 0.8 mL buffer EIA dimasukkan ke dalam vial 1 dan 0.5 mL buffer EIA dimasukkan ke dalam vial 2-8. Sebanyak 0.2 mL bulk standar (10 ng/mL) dipindahkan ke dalam vial satu dan dicampurkan secara menyeluruh. Secara berurutan, standar diencerkan dengan memindahkan sebanyak 0.5 mL dari vial dua ke vial tiga dan dicampurkan secara menyeluruh. Perlakuan tersebut diulang untuk vial 4-8. Konsentrasi masing-masing standar yang diperoleh adalah 2000 p, 1000, 500, 250, 125, 62.5, 31.3, dan 15.6 (pg/mL).

Uji Aktivitas Penghambatan COX-2. e anyak 100 μL buffer (Enzyme Immuno Assay) EIA dimasukkan pada well Non Spesific Binding (NSB). Kemudian 50 μL buffer EIA pada well B0. Larutan standar prostaglandin ditambahkan se anyak 50 μL pada masing-masing well S1-S8. Well BC diisi dengan 50 μL larutan background, sebanyak 50 μL larutan aktivitas awal COX-2 diisi dengan larutan inhibitor COX-2. Tahap berikutnya, setiap sumur ditambahkan prostaglandin asetilkolinesterase (PG AchE tracer) kecuali pada sumur Total Activity (TA) dan Blk (Blanko), setiap sumur ditambahkan 50 μL antiserum prostaglandin kecuali sumur TA dan NSB kemudian plat ditutup dan diinkubasi 18 jam pada suhu ruang.

(16)

6

Keterangan:

Blk : blanko BC2 : background COX-2

NSB : non specific binding % : 100% initial activity B0 : maksimum binding H : COX inhibitor samples S1-S8 : standar TA : Aktivitas total.

Gambar 1 Format Micro plate inhibisi COX-2

Penentuan Persentase Inhibisi

Nilai % inhibisi adalah persentase enzim yang mampu dihambat oleh sampel dengan konsentrasi 100 ppm. Nilai %inhibisi diperoleh dari besarnya konsentrasi prostaglandin yang mampu dihambat oleh ekstrak. Nilai konsentrasi prostaglandin ditentukan dengan mencari nilai x pada persamaan garis fungsi logaritma dari kurva standar prostaglandin.

Y = a + b ln (x) (fungsi ln) Keterangan: a dan b = konstanta

X = [prostaglandin] pg/mL

Y = %b/b0

Prosedur Analisis Data

Analisis statistik terhadap aktivitas siklooksigenase menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), yaitu dengan uji analysis of varian (ANOVA)

pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α=0.05. Data dianalisis dengan program perangkat lunak Statistical Programme for Social Science (SPSS) PASW 18.0.

HASIL

Ekstrak dan Kadar Air Temulawak

(17)

7

temulawak varietas Cursina memiliki rendemen sebesar 12.58%±1.16. Hasil uji statistik menunjukkan rendemen temulawak aksesi Sukabumi memiliki rendemen yang lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan temulawak varietas Cursina. Hal ini menunjukkan temulawak aksesi Sukabumi mengandung kadar metabolit larut etanol yang lebih tinggi dibandingkan dengan temulawak varietas Cursina.

Hasil analisis kadar air rimpang temulawak segar ditunjukkan pada Gambar 3. Temulawak aksesi Sukabumi memiliki kadar air rimpang segar sebesar 73.64%±2.67 dan temulawak varietas Cursina sebesar 65.72%±6.89. Kadar air rimpang temulawak segar tertinggi pada temulawak aksesi Sukabumi, namun berdasarkan uji statistik kadar air kedua rimpang temulawak tersebut sama (P>0.05). Kadar air rimpang segar ini menunjukkan besarnya air yang digunakan tumbuhan sebagai substrat fotosintesis, sehingga tingginya kadar air akan mempengaruhi metabolit yang terbentuk. Semakin tinggi kadar air, maka metabolit yang dihasilkan akan semakin banyak.

Hasil analisis kadar air simplisia ditunjukkan pada Gambar 4. Temulawak Cursina mengandung kadar air yang lebih besar dibandingkan dengan temulawak aksesi Sukabumi yaitu 20.44%±3.59 dan 16.14%±4.89, namun secara statistik kadar air simplisia temulawak aksesi Sukabumi dan varietas Cursina sama (P>0.05). Nilai kadar air simplisia akan menjadi faktor koreksi untuk analisis kadar pati.

Gambar 2 Rendemen (%) ekstrak rimpang temulawak

Gambar 3 Kadar air (%) rimpang temulawak segar

(18)

8

Gambar 4 Kadar air simplisia temulawak (%)

Kadar Pati Simplisia Rimpang Temulawak

Pati merupakan komponen terbesar dari rimpang temulawak dan pati memiliki pengaruh terhadap aktivitas antiinflamasi. Hasil analisis kadar pati simplisia temulawak Sukabumi dan Cursina dapat dilihat pada Gambar 5. Temulawak aksesi Sukabumi mengandung kadar pati sebesar 18.66%±6.47 dan varietas Cursina mengandung kadar pati sebesar 23.05%±3.49 namun secara statistik kadar pati simplisia temulawak aksesi Sukabumi dan varietas Cursina sama (P>0.05). Tinggi rendahnya kadar pati dapat mempengaruhi aktivitas antiinflamasi dari temulawak.

Kadar Fenolik Ekstrak Rimpang Temulawak

Komponen fenolik merupakan salah satu metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tumbuhan. Komponen fenolik memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi. Gambar 6 menunjukkan kadar fenolik total temulawak. Kadar fenolik total temulawak aksesi Sukabumi lebih tinggi dibandingkan dengan temulawak Cursina. Temulawak aksesi Sukabumi mengandung 81.16 mg/g±19.68 dan temulawak Cursina mengandung senyawa fenolik sebesar 65.01 mg/g±1.66, namun secara statistik kadar fenolik pada kedua sampel temulawak tersebut sama (P>0.05). Tingginya kadar fenolik berpotensi memiliki aktivitas antiinflamasi yang tinggi.

Gambar 5 Kadar pati temulawak Sukabumi dan Cursina

(19)

9

Gambar 6 Kadar fenolik temulawak Sukabumi dan Cursina

Aktivitas Inhibisi COX-2

Aktivitas penghambatan COX-2 ditunjukkan pada Gambar 7. Aktivitas inhibisi COX-2 terbesar pada diklofenak sebagai kontrol positif dengan nilai penghambatan 80.54%±4.93. Nilai %inhibisi COX-2 temulawak aksesi Sukabumi memiliki nilai penghambatan 55.35%±42.71 dan temulawak Cursina memiliki nilai penghambatan 17.37%±10.88. Berdasarkan uji statistika nilai persentase inhibisi temulawak aksesi Sukabumi sama dengan diklofenak dan varietas Cursina (P>0.05), namun persentase inhibisi temulawak varietas Cursina jauh lebih kecil dibandingkan dengan diklofenak (P<0.01). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antiinflamasi diantara kedua sampel temulawak lebih tinggi pada temulawak aksesi Sukabumi.

Analisis Korelasi Pati, Fenolik, dan Aktivitas Antiinflamasi

Analisis korelasi dilakukan dengan menggunakan program SPSS PASW 18.0. Berdasarkan analisis korelasi Pearson dengan (Tabel 1) menunjukkan bahwa aktivitas inhibisi berbanding lurus dengan kadar fenolik (nilai korelasi positif) dan berbanding terbalik dengan kadar pati (nilai korelasi negatif). Selain itu kadar pati berbanding terbalik dengan kadar fenolik. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antiinflamasi dipengaruhi oleh metabolit sekunder dan metabolit primer. Semakin tinggi metabolit sekunder maka aktivitas inflamasi akan semakin tinggi dan hal ini berbanding terbalik dengan tingginya metabolit primer.

Gambar 7 Aktivitas Inhibisi temulawak Sukabumi, Cursina dan diklofenak

(20)

10

Tabel 1 Analisis korelasi kadar pati, kadar fenolik dan persentase inhibisi

Persentase Inhibisi Kadar pati Kadar fenolik

Persentase inhibisi

Pearson Correlation 1 -,924 ,919

Sig. (2-tailed) ,076 ,081

Kadar pati Pearson Correlation -,924 1 -,995

**

Sig. (2-tailed) ,076 ,000

Kadar fenolik

Pearson Correlation ,919 ,995** 1 Sig. (2-tailed) ,081 ,000

**. Korelasi berbeda nyata pada taraf uji 0.01 (2-tailed).

PEMBAHASAN

Ekstrak Rimpang Temulawak

Hasil rendemen yang diperoleh dari temulawak aksesi Sukabumi lebih tinggi (P<0.05) dari pada ekstrak temulawak varietas Cursina. Sembiring et al. (2006) mengekstraksi temulawak dengan pelarut etanol 70% memperoleh rendemen sebesar 16.65%–32.49%. Rendemen yang didapatkan pada penelitian ini lebih sedikit dibandingkan dengan yang didapatkan oleh Sembiring et al. (2006). Perbedaan hasil rendemen yang diperoleh dapat disebabkan beberapa hal yaitu ukuran simplisia, waktu, kepolaran pelarut, suhu, dan pengadukan (Sari et al. 2013, Paryanto & Bambang 2006, Sembiring et al. 2006).

Penelitian ini menggunakan maserasi dengan etanol. Metode ini digunakan karena merupakan metode yang lebih praktis dan efisien serta menghasilkan kadar kurkuminoid yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode refluks dan sonikasi (Mujahid et al. 2012). Etanol digunakan karena mudah didapatkan, non-toksik, dan sifat kepolarannya lebih kecil dari air (indeks kepolaran P’ 4.3) (Sari 2012).

Berdasarkan analisis kadar air rimpang segar, kadar air rimpang segar temulawak aksesi Sukabumi sama dengan temulawak varietas Cursina (P>0.05). Kadar air rimpang segar temulawak yang didapatkan oleh Adzkiya (2006) memiliki nilai yang hampir sama yaitu berkisar 74% untuk temulawak yang dipanen pada umur 9 bulan setelah masa tanam. Nilai kadar air yang terdapat pada tanaman bergantung pada umur tanaman dan ketersediaan air dari lingkungan (Adzkiya 2006). Tingginya kadar air mempengaruhi laju fotosintesis. Fotosintesis memanfaatkan energi matahari untuk mensintesis karbohidrat dan asam amino dari air, karbondioksida, nitrat dan sulfat (Heldt 2005). Oleh karena itu tinggi rendahnya kadar air akan mempengaruhi metabolit yang terbentuk.

Kadar Pati dan Fenolik Rimpang Temulawak

(21)

11

dapat berfungsi sebagai imunostimulan. Ekstrak kasar polisakarida ini mengandung 18.69% arabinosa, 14% galaktosa, 50.67% glukosa, 12.97% manosa, 2.73% ramnosa, dan 0.94% xilosa dengan berat molekul rata-rata 33 kDa.

Kadar pati kedua temulawak relatif sama. Paryanto dan Bambang (2006) mendapatkan kadar pati rimpang temulawak sebesar 60.09%. Sementara hasil penelitian Rahardjo dan Nur (2007) menyebutkan bahwa Cursina 3 yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar pati sebesar 51.88%. Kadar pati yang didapatkan oleh Paryanto dan Bambang (2006) jauh lebih besar dibandingkan dengan kadar pati yang didapatkan pada penelitian ini. Besarnya pebedaan kadar pati ini disebabkan karena perbedaan usia panen temulawak dan tempat tumbuh tanaman.

Paryanto dan Bambang (2006) menanam temulawak di Bekasi yang berada pada ketinggian 19 m dpl, sementara pada penelitian ini temulawak ditanam pada ketinggian 550 dpl. Menurut Rukmana (2006) rimpang yang dihasilkan dari dataran rendah kandungan patinya lebih tinggi dibandingkan dengan rimpang dari dataran tinggi. Selain itu, kadar metabolit pada temulawak dipengaruhi oleh usia tanam (Rosiyani 2010). Ferry et al. (2009) menyatakan bahwa kadar pati akan semakin tinggi seiring dengan pertambahan usia tanaman hingga mencapai umur 11 bulan setelah tanam, dan mulai menurun pada umur 13-15 bulan setelah tanam. Penentuan kadar pati pada percobaan ini dilakukan dengan menggunakan metode Luff-Schroll. Metode ini digunakan karena bersifat spesifik terhadap gula pereduksi (Moreno dan Rafael 2012).

Komponen fenolik merupakan salah satu metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tumbuhan. Metabolit sekunder diperlukan oleh tumbuhan secara struktural maupun sebagai proteksi (Stalikas 2007). Komponen fenolik memiliki sifat sebagai antiinflamasi (Huang et al. 2010). Kadar fenolik total pada temulawak Sukabumi tidak berbeda dengan temulawak Cursina (P>0.05). Hasil penelitian Nurcholis et al. (2012) menyebutkan bahwa total fenolik Curcuma xanthorrhiza dalam pelarut etanol adalah 424.3±2.2 mg TAE/g. Kadar fenolik total yang didapat lebih kecil dari pada hasil penelitian Nurcholis et al. (2012). Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan tempat tumbuh temulawak. Sintesis komponen fenolik dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Boudet 2007). Penentuan kadar fenolik total dilakukan dengan metode Folin-Ciocalteu. Metode ini umum digunakan untuk penentuan total fenol, metode ini bersifat spesifik, bekerja dengan mereduksi fenol (Roura et al. 2006).

(22)

12

kebutuhan yang sama untuk perlindungan dan pertahanan serta pertumbuhannya sehingga mensintesis komponen fenolik dan pati dalam kadar yang sama besar.

Aktivitas Antiinflamasi dan Korelasi Terhadap Pati dan Fenolik

Aktivitas antiinflamasi ekstrak rimpang temulawak diketahui dengan melihat aktivitas penghambatan kerja enzim siklooksigenase-2 yang mengkatalisis konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin (Dong et al. 2011). Prostaglandin merupakan mediator lipid yang menginduksi terjadinya inflamasi dan rasa nyeri (Simmons et al. 2004). Aktivitas antiinflamasi kurkumin selain melalui penghambatan siklooksigenase-2 secara in vitro, kurkumin dapat menghambat produksi proinflamasi interlukin-8 dan 1, monosit kemotatik protein-1, dan tumor nekrosis faktor- (Anand et al. 2012). Secara in vivo kurkumin dapat menghambat inflamasi yang diinduksi oleh karagenan (Patimah 2010) dan meregulasi peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR)-γ yang merupakan reseptor antiinflamasi pada nukleus (Siddiqui et al. 2006).

Diklofenak yang merupakan kontrol positif memiliki aktivitas penghambatan terbesar dibandingkan dengan kedua sampel temulawak. Diklofenak merupakan obat antiinflamasi non-steroid bekerja dengan menghambat tahapan asam arakhidonat cascade, baik menghambat dari jalur siklooksigenase maupun jalur lipoksigenase, hal ini akan mereduksi pembentukan prostaglandin dalam jumlah besar (Latif et al. 2012). Penggunaan diklofenak sebagai kontrol positif disebabkan karena diklofenak cukup banyak digunakan sebagai obat antiinflamasi (Kearney et al. 2006).

Ekstrak rimpang temulawak aksesi Sukabumi memiliki aktivitas penghambatan siklooksigenase-2 yang sama dengan diklofenak (P>0.05). Sementara aktivitas penghambatan pada temulawak varietas Cursina lebih rendah (P<0.01) dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan karena kadar pati yang lebih tinggi (P<0.05) pada temulawak varietas Cursina. Pati dapat berperan sebagai imunostimulan (Kim et al. 2007). Pati secara signifikan meningkatkan fagositosis dari makrofag dan menghasilkan NO, H2O2, TNF-, dan PGE2 dengan menginduksi inducible nitric oxide synthase (iNOS) dan siklooksigenase-2 (Kim et al. 2007). Oleh karena itu tingginya kadar pati menyebabkan peningkatan aktivitas siklooksigenase-2, sehingga aktivitas penghambatan ekstrak temulawak terhadap siklooksigenase-2 menurun.

Kadar pati yang tinggi akan menghasilkan kadar fenolik yang rendah. Pati merupakan metabolit primer yang berperan dalam metabolisme tanaman, sementara komponen fenolik merupakan metabolit sekunder yang memiliki fungsi khusus ekologi. Arah sintesis metabolit tumbuhan yang dihasilkan pada tanaman bergantung pada kondisi tumbuhan itu sendiri. Tumbuhan muda akan lebih banyak mensintesis metabolit primer yang digunakan untuk pertumbuhan tumbuhan. Sementara ketika tumbuhan dalam keadaan tercekam atau kebutuhan metabolit primer sudah terpenuhi maka tumbuhan akan lebih banyak mensintesis metabolit sekunder (Heldt 2005). Oleh karena itu kadar pati berbanding terbalik dengan kadar fenolik.

(23)

13

turunan asam ferulat, yang mengandung 2 molekul asam ferulat yang dihubungkan dengan metilen dan struktur -diketon (Huang et al. 2010). Tingginya kadar fenolik menunjukkan kadar kurkuminoid yang tinggi, sehingga meningkatkan aktivitas penghambatan siklooksigenasase-2, sementara tingginya kadar pati akan menurunkan aktivitas penghambatan siklooksigenase-2.

SIMPULAN

Temulawak aksesi Sukabumi memiliki aktivitas penghambatan terhadap siklooksigenase-2 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan temulawak varietas Cursina dengan nilai penghambatan sebesar 55.35%. Komponen temulawak yang berperan sebagai antiinflamasi adalah komponen fenolik, sementara pati akan mengurangi aktivitas temulawak sebagai antiinflamasi.

DAFTAR PUSTAKA

Adzkiya MAZ. 2006. Pola akumulasi kurkuminoid rimpang induk temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) pada berbagai masa tanam dan perlakuan budidaya tanam. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Afifah E, Tim Lentera. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak Rimpang Penyembuh Aneka Penyakit. Jakarta (ID): AgroMedia Pustaka.

Anand V et al. 2012. ‘Curcumin’ a therapeutic approach: a review [ulas balik]. Spatula DD 2(2):117-125.

Ambarsari L, Waras N, Latifah KD, Min R, Lina S, Eka IKP. 2011. Laporan Akhir Hibah Kompetitif Penelitian Strategis Unggulan Nasional: Potensi nanokurkuminoid berbasis bahan baku terstandar secara genetik dan metabolit untuk meningkatkan nilai tambah biodiversitas lokal demi kemandirian bangsa. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.41.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fotofarmaka. Jakarta (ID): BPOM RI.

Boudet AM. 2007. Evolution and current status of research in phenolic compounds [ulas balik]. Photochemistry 68:2722-2735.

Cahyono B, Muhammad DKH, Leenawaty L. 2011. Pengaruh proses pengeringan rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) terhadap kandungan dan komposisi kurkuminoid. Reaktor 13(3):165-171.

Daryanani CP. 2006. Efek anti-inflamasi rimpang temulawak (Curcumae rhizoma) terhadap dermatitis alergika dengan hewan coba mencit [tesis]. Jakarta (ID): Universitas Kristen Maranatha.

(24)

14

cyclooxygenase-2 is a sequence homodimer that functions as a conformational heterodimer. J. Biol. Chem. 286 (21):19035-19046.

Fardiaz D. 1989. Analisa Pangan. Bogor (ID): PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Heldt HW. 2005. Plant Biochemistry.3rd Ed. London (GB): Elsevier.

Huang WY, Yi ZC, Yanbo Z. 2010. Natural phenolic level from medicinal herbs and dietary plants: potential use for cancer prevention. Nutr. Cancer 62(1):1-20.

Hertiani T, Sylvia UTP, Irami DKI, Dian A, Budi P. 2011. Effect of Indonesian medicinal plants essential oils on Streptococcus mutans biofilm. Indonesian J.Pharm 22(3):174-181.

Karima NA. 2012. Pengaruh ekstrak etanol rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap kadar HDL (high density lipoprotein) pada tikus putih hiperlipidemia [tesis]. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Kasiran. 2008. Peningkatan penyedian bahan baku obat alami bersumber dari temulawak: penelitian produksi temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) melalui penggunaan ukuran bibit yang berbeda. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 11(3):270-275.

Kearney PM, Colin B, Jon G, Heather H, Jonathan RE, Carlo P. 2006. Do selective cyclo-oxygenase-2 inhibitors and traditional non-steroidal anti-inflammatory drugs increase the risk of artherotrombosis? Meta-analysis of randomised trials. BMJ 332:1302-1309.

Kim AJ, Yeon OK, Jae SS, Jae KH. 2007. Immunostimulating activity of crude polysaccaride extract isolated from Curcuma xanthorrhiza Roxb. Biosci. Biotechnol. Biochem 71(6):1428-1438.

Kristina NN, Nurliani B, Mono R, Irenga D, Susi P, Wawan L, Totong S, Suryatna, Hendra, Ramdhan. 2010. Laporan Teknis Penelitian Tahun Anggaran 2010 Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik: Evaluasi 15 aksesi temulawak berdasarkan indikator geografis untuk meningkatkan produksi >20%. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Latif HAA, Sawsan SM, Gihan FA, Marwa E. 2012. Pharmacological study of the

effect of curcumin, diclofenac sodium alone and in combination against hepatotoxicity-induced experimentally in rats. Spatula DD 2(2): 95-100. Lawrence T, Derek AW, Derek WG. 2002. Anti-inflammatory lipid mediators and

insight into the resolution of inflamation [ulas balik]. Nature 2:787-795. Moreno J, Rafael P. 2012. Enological Chemistry. Oxford (GB): Academic Press. Mujahid R, Awal PKD, Nita S. 2012. Maserasi sebagai alternatif ekstraksi pada

penetapan kadar kurkuminoid simplisia temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb). Tawangmangu (ID): Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu.

Nurcholis W. 2008. Profil senyawa penciri dan bioaktivitas tanaman temulawak pada agrobiofisik berbeda [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nurcholis W, Bambang PP, Edy DP, Takeshi K, Toshisada S. 2012. Antioxidant,

cytotoxic activities and total phenolic content of four Indonesian medicinal plants. Valensi 2(4):501-510.

(25)

15

Patimah R. 2010. Efek antiinflamasi infusa rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg) Rosacea) pada tikus putih jantan [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Qader SW, Mahmood AA, Lee SC, Nigar N, Mazatulikhma MZ, Salehhuddin H. 2011. Antioxidant, total phenolic content and cytotoxicity evaluation of selected Malaysian plants. Molecules 16:3433-3443.

Rahardjo M. 2010. Penerapan SOP budidaya untuk mendukung temulawak sebagai bahan baku obat potensial. Prespektif 9(2):78-93.

Rahardjo M, Nur A. 2007. Pengaruh pemupukan organik terhadap produksi dan mutu tiga nomor harapan temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) di Cibinong Bogor. Bul. Littro. XVIII(1):29-38.

Ray WA, Michael S, Kathi H, James RD, Marie RG. 2002. Non-steroidal anti-inflammatory drugs and risk of serious coronary heart disease: an observational cohort study. Lancet 359:118-123.

Roura E, Cristina AL, Ramon E, Rosa ML. 2006. Total polyphenol intake estimated by a modified folin-ciocalteu assay of urine. Clin. Chem.52(4):749-752.

Rosiyani L. 2010. Evaluasi perubahan metabolit pada tanaman temulawak dengan waktu tanam berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rukmana R. 2006. Temulawak: Tanaman Rempah dan Obat. Yogyakarta (ID):

Kanisius.

Said A. 2007. Khasiat dan Manfaat Temulawak. Jakarta (ID): Sinar Wadja Lestari. Sari DLN, Bambang C, Andri CK. 2013. Pengaruh jenis pelarut pada ekstraksi

kurkuminoid dari rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Chem. Info 1(1):101-107.

Sari NPK. 2012. Bioaktivitas antioksidan dan antiinflamasi in vitro serta kandungan kurkuminoid temulawak dan kunyit asal Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

em iring , Ma’mun, di IG. 2006. Pengaruh kehalusan ahan dan lama

ekstraksi terhadap mutu ekstrak temulawak. Bul. Littro XVII(2):53-58. Septiana AT, Hidayah D, Deddy M, Fransiska Z. 2006. Penghambatan oksidasi

LDL dan akumulasi kolesterol pada makrofag oleh ekstrak temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 17(3):221-226.

Siddiqui AM, Xiaoxuan C, Rongqian W, Weifeng D, Mian Z, Maowen H, Hank SH, Ping W. The anti-inflammatory effect of curcumin in an experimental model of sepsis in mediated by up-regulation of peroxisome proliferator activated receptor-[gamma]. Crit. Care Med. 34(7):1874-1882.

Simmons DL, Regina MB, Timothy HLA. 2004. Cyclooxygenase isoenzyme: the biology of prostaglandin synthesis and inhibition [ulas balik]. Pharmacol Rev. 56:387-347.

Singleton VL, Joseph AR. 1965. Colorimetry of total phenolics with phosphomolybdic-phosphotungstic acid reagents. Am. J. Enol. Victic 16(3):144-158.

Smith et al. 2000. Oxford Dictionary of : Biochemistry and Molecular Biology. New York (US): Oxford University Press Inc.

(26)

16

Süleyman H, Berna D, Yalçin K. 2007. Anti-inflammatory and side effects of cyclooxygenase inhibitors [ulas balik]. Pharmacological Report 59:247-258.

Sufiriyanto, Mohandas I. 2007. Efektivitas pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dan temulawak (Curcuma domestica) dan sebagai immunostimulator flu burung pada ayam niaga pedaging. Anim. Prod. 9(3):178-183.

Surveswaran S, Yi-Zhong C, Harold C, Mei S. 2007. Systematic evaluation of natural phenolic antioxidant from 133 Indian medicinal plants. Food Chem. 102:938-953.

(27)

17

LAMPIRAN

Lampiran 1 Rendemen Ekstrak Rimpang Temulawak

Sampel Bobot

Lampiran 2 Kadar Air Simplisia Temulawak

Sampel Kadar Padatan

Lampiran 3 Kadar Pati Rimpang Temulawak

(28)

18

Lampiran 4 Kadar Fenolik Ekstrak Rimpang Temulawak

Sampel A Rataan Contoh perhitungan penentuan kadar fenolik

(29)

19

Lampiran 5 Aktivitas inhibisi terhadap COX-2

Abs terkoreksi b %b/b0 [PG] []xfp [pg]-BC %inhb

cursina 1 0.45 0.46 75.28 518.81 1037626.8 1035000 5.96 cursina 3 0.49 0.50 81.96 449.82 899630.252 897003.7 18.50 cursina 2 0.26 0.24 42.54 791.17 1582345.5 1575191 27.64 ciemas 1 0.21 0.19 34.71 1033.33 2066652.44 2059498 5.39 ciemas 2 0.25 0.23 41.55 818.34 1636679.72 1629525 25.14 ciemas 3 0.52 0.50 89.21 160.87 321738.759 314584.3 85.55 diklofenak 0.44 0.42 75.90 253.37 506732.89 499578.4 77.05

Kurva Standar Prostaglandin

A. Cursina ul 1 dan ul 3, B. Cursina ul 2, Aksesi Sukabumi, Diklofenak Cara perhitungan penentuan % inhibisi

% ⁄ 0=( sampel lk) N lk

0 500 1000 1500 2000 2500

% B

/B

0

[Prostaglandin] (pg/mL)

(30)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Blitar, 25 Oktober 1991 dari ayah Setyo Budi Utomo dan Ibu Sri Muntiah. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 5 Bogor tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis meneruskan pendidikan di Departemen Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Selama masa perkuliahan, penulis mengikuti organisasi kampus sebagai bendahara umum BEM Tingkat Persiapan Bersama tahun 2009-2010, Staff Human and Resource Development Forum Komunikasi Muslim Alumni

Gambar

Gambar 1  Format Micro plate inhibisi COX-2
Gambar 2  Rendemen (%) ekstrak rimpang temulawak
Gambar 4  Kadar air simplisia temulawak (%)
Gambar 6  Kadar fenolik temulawak Sukabumi dan Cursina

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan lagu Mandarin sebagai media hiburan utama dalam program Radio mau tidak mau harus melibatkan penulisan judul lagu Mandarin dengan menggunakan abjad

Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik. Kelembaban ini akan menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri penyakit diantaranya

Pejabat Pengadaan Kegiatan Pembinaan dan Pengembangan Perikanan pada Dinas Perikanan Tahun Anggaran 2014, telah melaksanakan Proses Evaluasi Kualifikasi dan Penawaran dalam

pengembangan kelembagaan dan Bantuan Sosial (Bansos) Gugus Depan yang berpangkalan di SD dengan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka melalui Pusat Pendidikan dan Latihan

(2007) menyatakan ekstrak rayap mempunyai aktivitas CMC-ase ( Carboxy Methyl Cellulose ) yang tinggi yaitu 0,6961-0,7638 U/mg dan kombinasinya dengan mikroba cairan

Skripsi dengan judul “ Pembelajaran Group Investigation Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kompetensi Penataan Rambut siswa SMKN 1 Kalinyamatan Jepara ” telah

Tujuan dari penelitian ini untuk mempelajari karakteristik sarang pengeraman di habitat bertelur serta mempelajari tahapan perkembangan embrio burung Mamoa

Penulis berharap buku panduan ini juga dapat mendorong semangat mahasiswa UMN untuk terus berkarya dan tidak lupa untuk membagikan ilmunya melalui karya desain