• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan Serap Rumput Laut Gracilaria sp. terhadap Nitrogen Hasil Buangan Limbah Budidaya Udang Windu Penaeus monodon dalam Sistem Polikultur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kemampuan Serap Rumput Laut Gracilaria sp. terhadap Nitrogen Hasil Buangan Limbah Budidaya Udang Windu Penaeus monodon dalam Sistem Polikultur"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

KEMAMPUAN SERAP RUMPUT LAUT Gracilaria sp.

TERHADAP NITROGEN HASIL BUANGAN LIMBAH

BUDIDAYA UDANG WINDU Penaeus monodon DALAM

SISTEM POLIKULTUR

HEDRA AKHRARI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

KEMAMPUAN SERAP RUMPUT LAUT Gracilaria sp. TERHADAP

NITROGEN HASIL BUANGAN LIMBAH BUDIDAYA UDANG WINDU

Penaeus monodon DALAM SISTEM POLIKULTUR

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah di sebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2013

(3)

ABSTRAK

HEDRA AKHRARI. Kemapuan Serap Rumput Laut Gracilaria sp. terhadap Nitrogen Hasil Buangan Limbah Budidaya Udang Windu Penaeus monodon

dalam Sistem Polikultur. Dibimbing oleh IRZAL EFFENDI dan ERINA SULISTIANI.

Polikultur merupakan salah satu sistem produksi budidaya yang memelihara dua atau lebih organisme dalam satu wadah budidaya. Untuk meningkatkan produksi rumput laut Gracilaria sp. dan udang windu Penaeus monodon dapat diterapkan dengan pengembangan sistem polikultur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan serap rumput laut terhadap amoniak, nitrit, dan nitrat hasil buangan limbah budidaya udang windu dalam sistem polikultur. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan padat penebaran udang windu 0, 8, 16 dan 24 ekor/0,27 m2 + 30 g/0,27 m2 rumput laut. Media air tidak dilakukan pergantian selama penelitian untuk memastikan tidak adanya limbah udang windu yang terbuang. Hasil penelitian menunjukkan penyerapan N tertinggi terjadi pada perlakuan 16 ekor/0,27 m2 sebesar 0,266 (µmol/g)x103/hari dengan peningkatan laju pertumbuhan harian sebesar 2,63%. Semakin besar penyerapan N limbah budidaya udang maka laju pertumbuhan rumput laut akan semakin tinggi. Hasil penelitian menunjukkan rumput laut dapat menghilangkan konsentrasi amoniak, nitrit, dan nitrat sebesar 61,08, 58,68, dan 62,04%. Selama penelitian rumput laut dapat menjaga kisaran konsentrasi amoniak sebesar 0,006-0,028 mg/L dan nitrit 0,001-0,012 mg/L yang masih dalam kondisi baik untuk budidaya udang windu.

(4)

ABSTRACT

HEDRA AKHRARI. Capabilities of seaweed Gracilaria sp. to absorb of nitrogen as disposal of Peneaus monodon shrimp culture in polyculture system. Under supervised of IRZAL EFFENDI and ERINA SULISTIANI

Polyculture system is one of aquaculture production system that maintained two commodity or more in one some container. To increase the seaweed

Gracilaria sp. and tiger shrimp Penaeus monodon production can be applied with developing the polyculture system. The goal of research is to assess a capability of seaweed Gracilaria sp. to absorb ammonia, nitrite and nitrate as disposal of

Penaeus monodon in polyculture system. The research used a randomized design, on the stocking density of Penaeus monodon within treatment 0, 8, 16 and 24 ind/0.27 m2. During the research, culture container weren’t replaced for ensure that the Peneaus monodon excretion weren’t wasted. The result show that the highest absorption of N (nitrogen disposal) on 16 ind/0,27 m2 with 0.266 (µmol/g)x103/days within daily growth rated 2.63 percent. On this treatment, that shown the high value of disposal absorbed equal within the seaweed growth rated. The result shown that, seaweed has ability to removed ammonia, nitrite and nitrate concentrations amount 61.08, 58.68 up to 62.04 percent. During conducted research, seaweed shown abilities to maintained the ammonia concentration amount 0.006-0.028 mg/L and the nitrate 0.001-0.012 mg/L which is a good condition and proper to tiger shrimp culture.

(5)

KEMAMPUAN SERAP RUMPUT LAUT Gracilaria sp

TERHADAP NITROGEN HASIL BUANGAN LIMBAH

BUDIDAYA UDANG WINDU Penaeus monodon DALAM

SISTEM POLIKULTUR

HEDRA AKHRARI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Mayor Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Kemampuan Serap Rumput Laut Gracilaria sp. terhadap Nitrogen Hasil Buangan Limbah Budidaya Udang Windu

Penaeus monodon dalam Sistem Polikultur Nama : Hedra Akhrari

NRP : C14070079

Disetujui Pembimbing 1

Ir. Irzal Effendi, M.Si NIP. 19640330 198903 1 003

Pembimbing II

Ir. Erina Sulistiani, M.Si NIP. 19680308 200701 2 002

Mengetahui,

Kepala Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Sukenda, M.Sc NIP. 19671013 199302 1 001

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan karunia-Nya. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah SAW yang telah membimbing kita semua ke dalam ajaran agama Islam. Atas rahmat dan karunia-Nya, Penulis mampu menyelesaikan penulisan hasil penelitian

dengan judul “Kemampuan Daya Serap Rumput Laut Gracilaria sp. terhadap Nitrogen Hasil Buangan Limbah Budidaya Udang Windu Penaeus monodon

dalam Sistem Polikultur”. Penulisan hasil penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini, terutama kepada :

1. Ayah dan Ibu serta kakak-kakakku tersayang yang telah mendoakan, mendukung, dan terus mengajari banyak hal tentang arti kehidupan dan semangat untuk terus maju.

2. Ir. Irzal Effendi, M.Si dan Ir. Erina Sulistiani, M.Si sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada Penulis dengan penuh kesabaran.

3. Prof. Dr. Ir. Daniel Djokosetiyanto selaku Dosen Penguji.

4. Dr. Widanarni selaku Pembimbing Akademik yang telah memberi arahan dengan penuh kesabaran.

5. Dr. Sukenda sebagai Ketua Departemen Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya.

6. Dr. Alimuddin sebagai Ketua Program Studi Departemen Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya.

7. Staf pengajar Departemen Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya dan Staf Tata Usaha yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

8. Pak Samsul, Mas Yus, Mas Iwan, dan Mas Dede yang telah banyak membantu Penulis selama melakukan penelitian di SEAMEO-BIOTROP. 9. Yunika, Nie Sukma, Kresna Yusuf, dan Wahyu yang telah membantu

(8)

Semoga karya tulis ini dapat berguna, baik bagi Penulis maupun semua pihak yang membacanya, Terima kasih.

Bogor, Maret 2013

(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada 24 Januari 1989 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari Ayah Fauzi Berry dan Ibu Tince. Pendidikan formal yang dilalui Penulis adalah SDN Pancoran 01 Pagi lulus 2001, SLTP 115 Jakarta lulus 2004 dan SMA 38 Jakarta lulus 2007. Pada tahun yang sama, Penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan, Penulis pernah melakukan praktek lapangan akuakultur (PLA) dengan judul laporan “Pembenihan Arwana Super red

(Scleropages formosus) di PT. ARAWANA INDONESIA Cimanggis,

Depok”. Penulis juga pernah menjadi Asisten Mata Kuliah Metode Observasi Bawah Laut 2009-2010 (S1) dan Manajemen Budidaya Air Payau dan Marikultur 2010-2011 (D3) dan (S1). Selain itu Penulis juga aktif di organisasi Fisheries Diving Club-Institut Pertanian Bogor (FDC-IPB) tahun 2007-2012 dan menjabat sebagai pengurus Peralatan FDC-IPB (2008-2010) dan sebagai pengurus Pendidikan dan Pelatihan Selam (2010-2011).

Selama di FDC Penulis pernah mengikuti beberapa kegiatan diantaranya menjadi peserta Sail Bunaken (Guinnes Book of Record) pada 2009, Simulasi dan Monitoring Terumbu Karang di Pulau Pramuka (2008) sebagai Tim Ikan,

“Eksepedisi Zooxhaantellae X Biak-Numfor, Papua” (2009), dan “Eksepedisi Zooxhaantellae XI Kepulauan Kayoa-Guraici, Halsel” (2011).

Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu

(10)

DAFTAR ISI

2.5.1 Pertumbuhan Bobot Biomassa Rumput Laut dan Udang Windu... ... 6

2.5.10 Tingkat Konsumsi Oksigen ... 9

2.5.11 Produksi Oksigen ... 10

2.6 Analisis Data ... 10

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12

3.1 Hasil ... 12

(11)

DAFTAR PUSTAKA ... ... 34

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Pengaruh padat tebar udang windu Penaeus monodon terhadap beberapa parameter pengamatan yang dipelihara secara polikultur dengan rumput laut Gracilaria sp.. ... 12

2. Perkiraan nitrogen dalam air yang dikeluarkan oleh udang windu (Penaeus monodon) (mg/L)pada padat tebar udang windu 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 yang dipelihara dengan rumput laut (Gracilaria sp.) 30 g

pada sistem polikultur ... 13

3. Pengurangan konsentrasi amoniak, nitrat, dan nitrit pada padat tebar udang windu (Penaus monodon) 8, 16, dan 24 ekor/0,27m2 yang dipelihara dengan rumput laut (Gracilaria sp.) 30 g pada sistem polikultur ... 14

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema proses penelitian budidaya polikultur rumput laut (Gracilaria

sp.) dengan padat tebar udang windu (Penaeus monodon) 0, 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 ... 4

2. Sistem pemeliharaan rumput laut (Gracilaria sp.) dengan udang windu (Penaeus monodon) secara polikultur ... 5

3. Daya serap nitrogen oleh rumput laut (Gracilaria sp.) yang dipelihara dengan padat tebar udang windu (Penaeus monodon) 0, 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 pada sistem polikultur ... 15

4. Pertumbuhan bobot biomassa per sampling rumput laut (Gracilaria sp.) yang dipelihara dengan padat tebar udang windu (Penaeus monodon) padat tebar 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 yang dipelihara dengan rumput laut (Gracilaria sp.) 30 g pada sistem polikultur ... 18

7. Tingkat kelangsungan hidup udang windu (Penaus monodon) pada padat tebar 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 yang dipelihara dengan rumput laut (Gracilaria sp.) 30 g pada sistem polikultur. ... 19

8. Konversi pakan (FCR) udang windu (Penaus monodon) pada padat tebar 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 yang dipelihara dengan rumput laut (Gracilaria sp.) pada sistem polikultur ... 20

9. Perubahan konsentrasi nitrat pada budidaya polikultur dengan padat tebar berbeda udang windu (Penaeus monodon) 0, 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 yang dipelihara dengan rumput laut (Gracilaria sp.) 30 g .. 22

10. Perubahan konsentrasi nitrit pada budidaya polikultur dengan padat tebar berbeda udang windu (Penaeus monodon) 0, 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 yang dipelihara dengan rumput laut (Gracilaria sp.) 30 g .. 23

(14)
(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Prosedur pengukuran kadar nitrat pada media pemeliharan rumput laut (Gracilaria sp.) yang dipelihara dengan udang windu (Penaeus monodon) secara polikultur dengan padat tebar 0, 8, 16, 24 ekor/0,27 m2 udang windu + 30 g rumput laut selama 30 hari ... 37

2. Prosedur pengukuran kadar nitrit pada media pemeliharan rumput laut (Gracilaria sp.) yang dipelihara dengan udang windu (Penaeus monodon) secara polikultur dengan padat tebar 0, 8, 16, 24 ekor/0,27 m2 udang windu + 30 g rumput laut selama 30 hari ... 38

3. Prosedur pengukuran kadar amoniak pada media pemeliharan rumput laut (Gracilaria sp.) yang dipelihara dengan udang windu (Penaeus monodon) secara polikultur dengan padat tebar 0, 8, 16, 24 ekor/0,27 m2 udang windu + 30 g rumput laut selama 30 hari ... 39

4. Standar pengukuran nitrogen pada rumput laut (Gracilaria sp.) (Kjeldahl Method) (Aoac,1980) ... 40

5. Hasil data amoniak, nitrat, dan nitrit pada penelitian pendahuluan budidaya monokultur udang windu sebagai data pendukung penelitian utama. ... 41

6. Analisis statistik laju pertumbuhan harian (%) rumput laut (Gracilaria

sp.) yang dipelihara dengan udang windu (Penaus monodon) secara polikultur dengan padat tebar 0, 8, 16 dan 24 ekor/0,27 m2 udang windu + 30 g rumput laut selama 30 hari. ... 42

7. Analisis statistik laju pertumbuhan harian (%) udang windu (Peneaus monodon) yang dipelihara dengan rumput laut (Gracilaria sp.) secara polikultur dengan padat tebar 0, 8, 16 dan 24 ekor/0,27 m2 udang windu + 30 g rumput laut selama 30 hari. ... 43

8. Analisis statistik kelangsungan hidup (%) udang windu (Peneaus monodon) yang dipelihara dengan rumput laut (Gracilaria sp.) secara polikultur dengan padat tebar 0, 8, 16 dan 24 ekor/0,27 m2 udang windu + 30 g rumput laut selama 30 hari ... 44

9. Analisis statistik rasio pemberian pakan (%) udang windu (Peneaus monodon) yang dipelihara dengan rumput laut (Gracilaria sp.) secara polikultur dengan padat tebar 0, 8, 16 dan 24 ekor/0,27 m2 udang windu + 30 g rumput laut selama 30 hari. ... 45

(16)

11. Produksi oksigen rumput laut (Gracilaria sp.) pada siang hari ... 47

12. Pertumbuhan bobot biomassa (g) udang windu (Penaeus mondon) pada padat tebar udang windu 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 yang dipelihara dengan rumput laut (Gracilaria sp.) 30 g pada sistem polikultur. ... 48

13. Contoh perhitungan laju penyerapan rumput laut ... 49

14. Pertumbahan bobot rumput laut (Gracilaria sp.) yang dipelihara dengan udang windu (Penaus monodon)secara polikultur dengan padat tebar 0, 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 + 30 g rumput laut selama 30 hari ... 50

15. Tingkat konsumsi oksigen udang windu (Penaeus monodon) selama 6 jam ... 51

16. Foto alat-alat yang dipergunakan selama masa penelitian Foto Peta Lokasi dan Rumah Kaca tempat penelitian rumput laut (Gracilaria sp.) yang dipelihara dengan udang windu (Penaus monodon) secara polikultur dengan padat tebar 0, 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 + 30 g rumput laut selama 30 hari. ... 52

17. Foto Peta Lokasi dan Rumah Kaca tempat penelitian Foto Peta Lokasi dan Rumah Kaca tempat penelitian rumput laut (Gracilaria sp.) yang dipelihara dengan udang windu (Penaus monodon) secara polikultur dengan padat tebar 0, 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 + 30 g rumput laut

(17)

I. PENDAHULUAN

Rumput laut Gracilaria sp. merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan budidaya. Permintaan yang semakin meningkat mengakibatkan sistem budidaya rumput laut ini terus berkembang. Dalam memenuhi peningkatan permintaan produksi rumput laut dipacu melalui pengembangan pola budidaya polikultur. Menurut Anggadiredja (2006), dengan pola tradisional, rumput laut

Gracilaria sp. dapat ditanam secara polikultur dengan udang windu karena keduanya memerlukan kondisi perairan yang sama untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Rumput laut Gracilaria sp. mempunyai sifat hidup yang toleran terhadap lingkungan, Menurut Hoyle (1975) dalam Patadjai (1993), Gracilaria sp. merupakan tanaman daerah tropika dan subtorpika, dapat hidup pada salinitas 5 sampai 43 ppt, kisaran pH 6 sampai 9, perairan yang tenang dengan substrat berlumpur, sehingga Gracilaria bisa dibudidayakan di tambak.

Sebagaimana diketahui bahwa, kegiatan budidaya tambak udang menghasilkan juga limbah nitrogen (N) dan fosfor (P). Limbah yang dihasilkan udang windu, terutama dari sisa pakan, feses, dan hasil aktivitas metabolisme. Pada feed convertion ratio (FCR) 1,2-1,5 dengan protein pakan 40%, maka potensi limbah budidaya udang akan mencapai sekitar 48-70 kg N per ton produksi udang (Sakdiah 2009). Pakan merupakan sumber protein, lemak, karbohidrat, dan mineral dalam menunjang pertumbuhan udang windu. Namun, tidak semua pakan yang diberikan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan udang. Sekitar 17% digunakan untuk pertumbuhan, sekitar 20% lagi dikeluarkan sebagai feses dan urin, kemudian 48% diekskresikan dan hilang sebagai energi udang windu, serta 15% tidak terkonsumsi (Harowitz & Harowitz 2000).

(18)

Gracilaria sp. dapat membentuk biomassa sebanyak 16,9 kg dengan memanfaatkan keluaran limbah N udang vaname sebanyak 15,36 gram.

Polikultur merupakan suatu cara memelihara dua jenis atau lebih organsime pada wadah yang sama. Polikultur bertujuan meningkatkan efisiensi dalam kegiatan budidaya dengan pemeliharaan organisme yang saling memberi keuntungan satu sama lain yang disebut dengan simbiosis mutualisme (integrated multi-trophic) (Zhou et al. 2006). Rumput laut mempunyai peran ekologis dalam wadah pemeliharaan budidaya, yaitu mampu dalam menyerap nitrogen dalam bentuk NH3 dan NO3 melalui thallus, serta mampu berfotosintesis yang dapat

menghasilkan oksigen.

Telah banyak pembudidaya dalam melakukan budidaya rumput laut secara polikultur dengan udang windu, tetapi kapasitas kemampuan rumput laut (Gracilaria sp.) dapat menyerap limbah udang windu (Penaeus monodon) masih belum banyak diketahui. Manfaat dari penelitian ini sebagai acuan pengembangan sistem budidaya polikultur rumput laut Gracilaria sp. dan udang windu Penaeus

monodon dalam meningkatkan produksi. Penelitian ini bertujuan untuk

(19)

II. BAHAN DAN METODE

2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca (Green house), Laboratorium Kultur Jaringan, SEAMEO BIOTROP, pada Oktober sampai November 2011.

2.2 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) terdiri dari empat perlakuan padat tebar udang windu 0, 8, 16 dan 24 ekor/0,27 m2 masing-masing diulang sebanyak 3 kali. (Steel dan Torie 1993):

Yij = µ + σi + εij

Keterangan:

Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-I dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah dari pengamatan

σi = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i

εij = Galat pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Desain penelitian ini merupakan skala laboratorium dengan kondisi lingkungan homogen. Pada penelitian ini dilakukan 2 tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

2.3 Penelitian Pendahuluan

(20)

2.4 Penelitian Utama

Proses penelitian utama dilaksanakan selama 30 hari dengan empat perlakuan yang diulang sebanyak tiga kali. Rumput laut Gracilaria sp. dipelihara dalam sistem monokultur dan polikultur bersama udang windu (Penaus monodon). Berikut adalah empat perlakuan yang dilakukan:

Perlakuan A. Padat tebar 0 ekor/0,27 m2 udang windu (Penaeus monodon) + 30

Skema proses yang berlangsung didalam penelitian ini digambarkan pada Gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Skema proses penelitian budidaya polikultur rumput laut (Gracilaria

sp.) dengan padat tebar udang windu (Penaeus monodon) 0 ekor, 8 ekor, 16 ekor, dan 24 ekor/0,27 m2.

Pengambilan komoditas budidaya rumput laut (Gracilaria sp.) dan udang windu

(21)

2.4.1 Persiapan Ruangan, Wadah, dan Air

Penelitian ini dilaksanakan pada ruangan tertutup yang dapat ditembus cahaya matahari, yakni rumah kaca (green house). Penelitian dilakukan di ruangan tertutup agar tidak dipengaruhi oleh air hujan. Pada rumah kaca tersebut disiapkan meja dari kayu dilapisi karpet platik sebagai alas akuarium berukuran 392x100x75 cm. Akuarium yang digunakan sebelumnya dilakukan pencucian terlebih dahulu hingga bersih, lalu ditiriskan. Media pemeliharaan menggunakan air laut yang berasal dari ancol dengan salinitas 35 sampai 40 ppt dicampur dengan air tawar sehingga media bersalinitas 30 ppt. Selama proses pemeliharaan tidak dilakukan proses pergantian air. Berikut Gambar 2 proses pemeliharaan rumput laut dan udang windu secara monokultur dan polikultur.

Gambar 2. Sistem pemeliharaan rumput laut (Gracilaria sp.) dengan udang windu (Penaeus monodon) secara polikultur.

2.4.2 Persiapan Rumput Laut dan Udang Windu

Sebelum diberi perlakuan, untuk rumput laut diadaptasikan terlebih dahulu terhadap kondisi laboratorium selama tiga minggu sedangkan untuk udang windu diadaptasikan selama dua hari. Selama proses adaptasi, lingkungan wadah pemeliharaan dibuat optimal dengan suhu air dipertahankan pada kisaran 26-30 oC

dan salinitas 28-30 ppt.

2.4.3 Proses Pemeliharaan

(22)

dan nitrit untuk mengetahui konsentrasi awal. Penanaman rumput laut dilakukan dengan metode on bottom (tebar dasar), dimana bibit ditebar di dasar akuarium/tambak. Penebaran dengan cara ini punya keuntungan yaitu biaya murah, penanaman maupun pengelolaannya lebih mudah dan juga dapat menjadi shelter bagi udang windu yang memilki kebiasaan hidup beraktifitas di dasar. Waktu penebaran dilakukan pada pagi hari sebelum matahari meninggi agar rumput laut tidak mengalami kekeringan dikarenakan terkena sinar matahari secara langsung. Setelah rumput laut ditebar di dalam media akuarium baru kemudian dimasukkan udang windu secara bertahap yang dilakukan penimbangan bobot terlebih dahulu. Pemberian pakan udang dilakukan sebanyak 4 kali sehari, yaitu pada pukul 07.00, 12.00, 17.00, dan 22.00. Pakan yang diberikan sebanyak 20% dari biomassa udang per hari. Pakan buatan yang diberikan berupa pelet komersil dengan kandungan protein 40%. Pada penelitian ini tidak dilakukan penyiponan dan pergantian air agar sisa metobolisme udang tetep didalam wadah budidaya.

2.5 Pengamatan

2.5.1 Pertumbuhan Bobot Biomassa Rumput Laut dan Udang windu

(23)

dilakukan sama seperti rumput laut, yaitu pada awal pemeliharaan dan setiap 10 hari sekali sampai masa pemeliharaan selesai.

2.5.2 Laju Pertumbuhan

Perhitungan laju pertumbuhan harian berfungsi untuk mengetahui seberapa besar persentase pertumbuhan harian rata-rata selama masa pemeliharaan berlangsung. Laju pertumbuhan harian rumput laut dan udang windu ditentukan dengan menggunakan rumus (Effendi 1997):

SGR = {(ln Wt– ln Wo)/t} x 100%

Keterangan :

SGR = laju pertumbuhan rumput laut/udang (% per hari) Wt = bobot rata-rata rumput laut/udang pada hari ke-t (g)

Wo = bobot rata-rata rumput laut/udang pada awal (g)

t = lama pemeliharaan

2.5.3 Tingkat Kelangsungan Hidup

Untuk menghitung data kelangsungan hidup diukur dengan cara menghitung jumlah total udang windu di awal dan jumlah total udang windu yang masih hidup diakhir masa pemeliharaan serta mengamati jumlah udang yang mati disetiap harinya selama masa pemeliharaan. Kelangsungan hidup udang selama masa pemeliharaan digunakan perhitungan dengan rumus sebagai berikut (Effendie 1997):

SR = (Nt/No) x 100%

Keterangan :

SR = kelangsungan hidup udang

Nt = jumlah udang di akhir pemeliharaan (ekor)

No = jumlah udang di awal pemeliharaan (ekor)

2.5.4 Parameter Kualitas Air

Kualitas air yang diamati meliputi salinitas menggunakan refraktometer, suhu menggunakan termometer batang ,pH menggunakan pH-meter yang diukur setiap hari, DO menggunakan DO-meter, sedangkan untuk amoniak menggunakan metode indofenol dengan spektrofotometer (λ=640 nm), nitrat menggunakan

(24)

dilakukan pengukuran setiap 10 hari sekali di Labroratorium Air dan Udara SEAMEO BIOTROP. Khusus untuk pengukuran suhu dilakukan tiga kali dalam sehari, yaitu pagi, siang, dan sore hari. Parameter kualitas air tersebut diukur untuk mengetahui kondisi media budidaya selama proses penelitian. Sedangkan untuk nitrat, nitrit, dan amoniak sebagai indikator ketersedian unsur hara yang ada dalam media budidaya yang dihasilkan oleh udang windu. Metode dan cara untuk pengukuran kandungan nitrat, nitrit dan amoniak dapat dilihat pada Lampiran 1, 2, dan 3.

2.5.5 Retensi Nitrogen

Pengukuran retensi nitrogen dilakukan dengan melakukan uji proksimat. Uji proksimat terhadap rumput laut dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan. Analisis yang dilakukan kadar protein dan kadar air saja, ini dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan nitrogen dan air yang terdapat pada rumput laut sehingga akan diketahui berapa besar daya serap rumput laut terhadap nitrogen. Analisis proksimat dilakukan dengan metode Kjeldahl (Lampiran 4). Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, institut Petanian Bogor. Nilai retensi nitrogen pada rumput laut dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut :

Retensi N (g) = jumlah N di akhir – jumlah N di awal

2.5.6 Penyerapan Nitrogen

Mengetahui penyerapan nitrogen oleh rumput laut maka dilakukan perhitungan sebagai berikut : jumlah nitrogen rumput laut dapat diketahui melalui analisis proksimat kadar protein, lalu nilai nitrogen yang terkandung dalam rumput laut dilakukan perhitungan sebaga berikut (Zhou et al. 2006) :

Penyerapan Nitrogen = LPH (%/hari) x N tissue rumput laut (g/100 g) 100

2.5.7 Jumlah Nitrogen Terlarut

(25)

kadar protein dalam pakan. Perhitungan yang digunakan berdasarkan Schryver et al. (2008) adalah :

N dalam air = Bobot udang x FR x Kadar protein x N dalam protein x 75% Keterangan :

N dalam protein = seperenambelas dari kadar protein 75% = nitrogen dari pakan yang terbuang ke air

(25 % terserap tubuh udang)

2.5.8 Nutrient Removal (NR) atau Penghilangan Nutrien

Nutrien seperti amoniak, nitrit, dan nitrat akan terjadi pengurangan atau hilang di dalam media air selama masa proses pemeliharaan. Jumlah nutrien yang hilang dapat dihitung dengan rumus (Zhou et al. 2006) :

NR = 100% x (konsentrasi n kontrol – konsentrasi n polikultur) konsentrasi n kontrol

Ketrangan:

NR = Nutrien Removal

konsentrasi nutrien kontrol = konsentrasi nutrien monokultur udang windu

n = nutrien

2.5.9 Rasio Konversi Pakan (FCR)

Rasio konversi pakan merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang diberikan terhadap pertambahan biomassa udang pada waktu tertentu, untuk mengetahui konversi pakan yang diberikan selama masa pemeliharaan digunakan rumus (Zonneveld et al. 1991):

FCR = F/(Bt-Bo)

Keterangan :

FCR = rasio pemberian pakan

Bt = biomassa udang pada saat akhir pemeliharaan (g)

Bo = biomassa udang pada saat awal pemeliharaan (g)

F = jumlah pakan

2.5.10 Tingkat Konsumsi Oksigen

(26)

0,299 g/ekor. Pengujian dilakukan dengan tiga ulangan. Jumlah oksigen terlarut dalam toples diukur setiap dua jam sekali selama 6 jam menggunakan DO meter.

Tingkat konsumsi oksigen dihitung dengan rumus sebagai berikut : TKO = DOt – DOo

Keterangan :

TKO = tingkat konsumsi oksigen DOt = oksigen terlarut akhir

DOo = oksigen terlarut awal

2.5.11 Produksi Oksigen

Pengukuran produksi oksigen dilakukan untuk mengetahui seberapa besar peran rumput laut dalam menyuplai oksigen pada saing hari di dalam perairan. Hal pertama yang dilakukan dalam proses pengukuran produksi oksigen oleh rumput laut adalah dengan melakukan pengukuran bobot rumput laut sebesar 15 g. Kemudian rumput laut dimasukkan ke dalam toples bening/kaca yang ditutup rapat. Toples yang terisi rumput laut disimpan di tempat terbuka yang terkena sinar matahari langsung agar terjadi fotosintesis. Pengujian dilakukan dengan tiga ulangan. Jumlah oksigen terlarut dalam toples diukur setiap satu jam sekali selama 6 jam menggunakkan DO meter.

(27)
(28)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil

Hasil penelitian salama masa pemeliharaan 30 hari diperoleh beberapa data parameter uji sebagai berikut (Tabel 1).

Tabel 1. Pengaruh padat tebar udang windu Penaeus monodon yang dipelihara secara polikultur dengan rumput laut Gracilaria sp. terhadap beberapa parameter pengamatan.

Hasil penelitian mengindikasikan bahwa semua parameter yang dilakukan uji statistika menunjukkan pengaruh nyata (p<0,2). Pada Tabel 1, menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan padat penebaran udang windu dalam sistem polikultur memberikan nutrien tambahan pada media pemeliharaan dengan konsentrasi yang berbeda. Konsentrasi N dalam air yang berbeda memberikan pengaruh terhadap penyerapan N oleh rumput laut yang berimplikasi terhadap pertumbuhan rumput laut dan udang windu yang berbeda.

3.1.1 Nitrogen yang di Keluarkan Udang Windu (Penaus monodon)

(29)

perlakuan 24 ekor/0,27 m2 udang windu (Tabel 1). Perlakuan 24 ekor/0,27 m2 memiliki padat tebar yang paling tinggi, sehingga nitrogen dalam air akan lebih banyak dibandingkan pada perlakuan yang lain.

Tabel 2. Perkiraan nitrogen dalam air yang dikeluarkan oleh udang windu (Penaeus monodon) (mg/L)pada padat tebar udang windu 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 yang dipelihara dengan rumput laut (Gracilaria sp.) 30 g pada sistem polikultur.

3.1.2 Nutrient Removal (NR) atau Penghilangan Nutrien

Nutrient Removal merupakan hilangnya nutiren pada media budidaya. Mengetahui jumlah konsentrasi nutrien yang hilang maka harus dilakukan penelitian pendahuluan untuk mengetahui data acuan sebagai data kontrol (Lampiran 5). Pada penelitian ini menunjukkan terjadinya pengurangan nutrien pada unsur nitrogen yaitu berupa konsentrasi amoniak, nitrat, dan nitrit. Pengurangan konsentrasi amoniak dan nitrat yang paling besar terjadi pada perlakuan 24 ekor/0,27 m2 udang windu + 30 g/0,27 m2 rumput laut sebesar

61.08% untuk konsentrasi amoniak dan 62,04% untuk konsentrasi nitrat (Tabel 3), Sedangkan untuk pengurangan konsentrasi nitrit terbesar terjadi pada perlakuan 16 ekor/0,27 m2 udang windu sebesar 62,19%. Pada perlakuan 8 ekor/0,27 m2 udang windu memiliki pengurangan terkecil untuk semua unsur nitrogen, amoniak sebesar 24,18%, nitrat sebesar 13,93%, dan untuk nitrit sebesar 36,29%.

(30)

Tabel 3. Pengurangan konsentrasi amoniak, nitrat, dan nitrit pada padat tebar udang windu (Penaus monodon) 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 yang dipelihara dengan rumput laut (Gracilaria sp.) 30 g pada sistem polikultur.

Padat tebar (ekor/0,27 m2)

Kualitas air

Amoniak (NH3) Nitrat (NO3) Nitrit (NO2)

8 24,18% 13,93%, 36,29% 16 49,7% 47,98% 62,19% 24 61,08% 62,04% 58,68%

3.1.3 Penyerapan Nitrogen

Budidaya udang windu dapat menghasilkan limbah budidaya yang cukup tinggi dan rumput laut dapat berperan dengan baik sebagai penyerap nitrogen dalam memanfaatkan sebagai sumber nutiren dan menjaga kualitas air. Pada penelitian ini terjadi penyerpan nitrogen oleh rumput laut. Penyerapan ini dilihat dari hasil laju pertumbuhan harian rumput laut dan konsentrasi nitrogen rumput laut pada awal dan akhir penelitian. Pada setiap perlakuan yang diberi udang windu menghasilkan penyerapan nitrogen yang tidak berbeda jauh. Penyerapan tertinggi dihasilkan pada perlakuan 16 ekor/0,27 m2 udang windu + 30 g/0,27 m2

rumput laut sebesar 0,2662x103 µmol/gram per hari, dikuti perlakuan 24 ekor/0,27 m2 udang windu sebesar 0,2494x103 µmol/gram per hari dan perlakuan 8 ekor/0,27 m2 udang windu sebesar 0,2186x103 µmol/gram per hari.

(31)

Gambar 3. Daya serap nitrogen oleh rumput laut (Gracilaria sp.) yang dipelihara dengan padat tebar udang windu (Penaeus monodon) 0, 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 pada sistem polikultur.

3.1.4 Pertumbuhan Rumput Laut

Dari hasil pengamatan selama masa pemeliharaan menunjukkan, pertumbuhan bobot biomassa rumput laut untuk semua perlakuan terus mengalami pertumbuhan hingga akhir masa pemeliharaan. Perlakuan 16 ekor/0,27 m2 memiliki pertumbuhan yang paling tinggi, sedangkan yang paling rendah, yaitu perlakuan 0 ekor/0,27 m2.

Berikut adalah grafik hubungan padat tebar udang windu yang berbeda terhadap pertumbuhan bobot biomassa rumput laut pada setiap sampling yang dipelihara secara polikultur, terdapat pada Gambar 4.

(32)

Gambar 4. Pertumbuhan bobot biomassa per sampling rumput laut (Gracilaria

sp.) yang dipelihara dengan padat tebar udang windu (Penaeus monodon) 0, 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 pada sistem polikultur.

Pada Gambar 5 ditunjukkan laju pertumbuhan harian sampai akhir masa penelitian. Hasil dari penelitian menunjukkan perlakuan 16 ekor/0,27 m2 udang

windu memiliki laju pertumbuhan harian paling tinggi sebesar 2,63%, kemudian perlakuan 24 ekor/0,27 m2 udang windu sebesar 2,55% dan perlakuan 8 ekor/0,27 m2 udang windu sebesar 2,21%. Perlakuan yang memiliki laju pertumbuhan

harian terendah, yaitu perlakuan 0 ekor/0,27 m2 udang windu sebsear 1,44%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa nilai laju pertumbuhan harian berbeda nyata antar perlakuan (p<0.2) (Lampiran 5), hal ini memperlihatkan bahwa penambahan udang windu dengan jumlah padat tebar yang berbeda pada budidaya rumput laut berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan rumput laut.

Berikut grafik hubungan laju pertumbuhan harian rumput laut terhadap padat tebar udang windu yang berbeda pada pemeliharaan secara polikultur dan monokultur selama 30 hari masa penelitian, terdapat pada Gambar 5.

(33)

Gambar 5. Laju pertumbuhan harian (%) rumput laut (Gracilaria sp.) yang dipelihara dengan padat tebar udang windu (Penaeus monodon) 0, 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 pada sistem polikultur.

3.1.5 Laju Pertumbuahan Harian Udang Windu

Nilai laju pertumbuhan harian udang windu sampai masa penelitian berakhir berkisar antara 4,87% hingga 6,60%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan padat penebaran udang windu yang dipelihara dengan rumput laut secara polikultur memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan harian udang windu (p<0.2) (Lampiran 6). Nilai laju pertumbuhan harian semakin menurun dengan meningkatnya padat tebar udang windu (Gambar 6). Laju pertumbuhan harian tertinggi ada pada perlakuan 8 ekor/0,27 m2 udang windu + 30 g/0,27 m2 rumput laut sebesar 6,60%, kemudian perlakuan 16 ekor/0,27 m2

udang windu sebesar 4,92% dan yang terendah ada pada perlakuan 24 ekor/0,27 m2 udang windu dengan nilai laju pertumbuhan harian sebesar 4,87%.

Berikut grafik hubungan laju pertumbuhan harian udang windu terhadap padat tebar udang windu yang berbeda pada pemeliharaan secara polikultur dengan rumput laut selama 30 hari masa penelitian, terdapat pada Gambar 6.

(34)

Gambar 6. Laju pertumbuhan harian (%) udang windu (Penaeus monodon) pada padat tebar 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 yang dipelihara dengan rumput laut (Gracilaria sp.) 30 g pada sistem polikultur.

3.1.6 Tingkat Kelangsungan Hidup

Pengaruh padat penebaran udang windu yang dipelihara dengan rumput laut secara polikultur terhadap tingkat kelangsungan hidup udang windu dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 menunjukkan selama masa pemeliharaan tingkat kelangsungan hidup udang windu berkisar antara 91,7% hingga 75%. Hasil tingkat kelangsungan hidup tertinggi terjadi pada perlakuan 8 ekor/0,27 m2 udang windu + 30 g/0,27 m2 rumput laut dan terendah perlakuan 24 ekor/0,27 m2 udang windu. Hasil uji statistika pada selang kepercayaan 80%, menunjukkan perlakuan 8 ekor/0,27 m2 udang windu berbeda nyata dengan perlakuan 24 ekor/0,27 m2 udang windu, namun tidak berbeda nyata terhadap perlakuan 16 ekor/0,27 m2 udang windu. Perlakuan 16 ekor/0,27 m2 udang windu dan 24 ekor/0,27 m2 udang windu saling tidak berbeda nyata (Lampiran 7).

Berikut grafik hubungan tingkat kelangsungan hidup udang windu terhadap perbedaan padat tebar udang windu yang dipelihara secara polikultur dengan rumput laut selama 30 hari masa penelitian, terdapat pada Gambar 7.

(35)

Gambar 7. Tingkat kelangsungan hidup udang windu (Penaus monodon) pada padat tebar 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 yang dipelihara dengan

rumput laut (Gracilaria sp.) 30 g pada sistem polikultur.

3.1.7 Rasio Pemberian Pakan (FCR)

Pengaruh perbedaan padat tebar udang windu yang dipelihara dengan rumput laut secara polikultur terhadap rasio konversi pakan (FCR) dapat dilihat pada Gambar 8. Selama masa pemeliharaan 30 hari nilai FCR udang windu yang dipelihara dengan rumput laut secara polikultur berkisar antara 3,04-2,46. Hasil rasio pemberian pakan terendah pada perlakuan 8 ekor/0,27 m2 udang windu + 30 g/0,27 m2 rumput laut sebesar 2,46, lalu diikuti perlakuan 24 ekor/0,27 m2 udang windu sebesar 3,02 dan tertinggi perlakuan 16 ekor/0,27 m2 dengan nilai rasio pemberian pakan sebesar 3,04. Hasil nilai rasio pemberian pakan ini dapat dikatakkan, bahwa untuk perlakuan 8 ekor/0,27 m2 udang windu menghasilkan 1 kg udang windu diperlukkan 2,46 kg pakan. Hasil uji statistika pada selang kepercayaan 80% menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan padat penebaran 8 ekor/0,27 m2 udang windu, 16 ekor/0,27 m2 udang windu, dan 24 ekor/0,27 m2

udang windu (Lampiran 8).

Berikut grafik hubungan rasio pemberian pakan udang windu terhadap perbedaan padat tebar udang windu yang dipelihara secara polikultur dengan rumput laut selama 30 hari masa penelitian, terdapat pada Gambar 8.

(36)

Gambar 8. Konversi pakan (FCR) udang windu (Penaus monodon) pada padat tebar 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 yang dipelihara dengan rumput laut (Gracilaria sp.) pada sistem polikultur.

3.1.8 Fisika-Kimia Perairan

(37)

Tabel 4. Salinitas, suhu, pH, dan intensitas cahaya media pemeliharaan udang windu (Penaus monodon) dengan padat tebar 0, 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 yang dipelihara dengan rumput laut (Gracilaria sp.) 30 g pada

Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi nitrat untuk semua perlakuan memiliki pola perubahan konsentrasi nitrat yang sama dan nilai yang tidak berbeda jauh antara perlakuan. Pada sampling pertama hari ke-10 semua perlakuan mengalami peningkatan yang tidak terlalu tinggi berbeda dengan sampling hari ke-20 yang peningkatannya cukup tinggi. Peningkatan konsentrasi nitrat yang cukup tinggi ini dapat menyebabkan bloomingnya fitoplankton pada media budidaya. Kemudian pada sampling terakhir hari ke-30 konsentrasi nitrat mengalami penurunan pertama selama masa pemeliharaan berlangsung. Konsentrasi nitrat selama penelitian berkisar antara 0,02 mg/L hingga 0,84 mg/L yang tertinggi pada perlakuan 8 ekor/0,27 m2udang windu pada saat sampling kedua hari ke-20 dan yang terendah terjadi pada sampling hari ke-10 perlakuan 8 ekor/0,27 m2 udang windu.

(38)

Gambar 9. Perubahan konsentrasi nitrat pada budidaya polikultur dengan padat tebar berbeda udang windu (Penaeus monodon) 0, 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 yang dipelihara dengan rumput laut (Gracilaria

sp.) 30 g.

Konsentrasi nitrit pada penelitian ini berkisar anatar 0,002 mg/L sampai 0,012 mg/L. Hasil dari penelitian ini konsentrasi nitrit tertinggi terdapat pada perlakuan 24 ekor/0,27 m2 udang windu saat sampling pertama hari ke-10 dan kemudian yang terendah terjadi saat sampling kedua hari ke-20 pada perlakuan 0 ekor/0,27 m2 udang windu. Pada setiap sampling selama masa pemeliharaan perlakuan 24 ekor/0,27 m2 udang windu selalu memiliki konsentrasi nitrit tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Konsentrasi nitrit yang dihasilkan pada penelitian ini cenderung lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi amoniak dan nitrat. Hal ini sangat wajar karena konsentrasi nitrit biasanya ditemukan dalam jumlah sangat sedikit, lebih sedikit daripada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen.

Pemeliharaan rumput laut dengan perbedaan padat tebar udang windu yang dipelihara secara polikultur memiliki konsentrasi nitrit yang fluktuasinya naik turun untuk setiap perlakuan, hal ini berbeda dengan pemeliharaan rumput laut secara monokultur yang memiliki konsentrasi nitrit yang semakin lama semakin turun. Berikut grafik perubahan nilai konsentrasi nitrit pada media budidaya selama masa pemeliharaan 30 hari terhadap perbedaan padat tebar

(39)

udang windu yang dipeliharaan dengan rumput laut secara polikultur, terdapat pada Gambar 10.

Gambar 10. Perubahan konsentrasi nitrit pada budidaya polikultur dengan padat tebar berbeda udang windu (Penaeus monodon) 0, 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 yang dipelihara dengan rumput laut (Gracilaria sp.)

30 g.

Hasil dari pengamatan terhadap pola perubahan konsentrasi amoniak dalam media budidaya rumput laut yang dipelihara secara polikultur dengan perbedaan padat tebar udang windu menghasilkan nilai konsentrasi amoniak berkisar antara 0,006 mg/L sampai 0,028 mg/L. Kisaran amoniak yang dihasilkan masih berada pada kondisi yang aman untuk kehidupan udang windu. Konsentrasi amoniak tertinggi terjadi pada perlakuan 24 ekor/0,27 m2 udang windu pada sampling terakhir hari ke-30. Untuk sampling pertama hari ke-10 nilai konsentrasi amoniak pada perlakuan padat tebar udang windu memiliki nilai konsentrasi amoniak yang tidak berbeda jauh setiap perlakuannya, ini berbeda dengan saat sampling kedua dan ketiga. Pada sampling terakhir untuk perlakuan yang diberi udang windu hanya perlakuan 24 ekor/0,27 m2 udang windu yang mengalami peningkatan sedangkan untuk perlakuan 8 ekor/0,27 m2 udang windu dan 16 ekor/0,27 m2 udang windu mengalami penurunan nilai konsentrasi amoniak. Perlakuan 0 ekor/0,27 m2 udang windu memiliki nilai konsentrasi amoniak yang cukup stabil atau tidak mengalami perubahan yang terlalu nyata.

(40)

Berikut grafik perubahan nilai konsentrasi amoniak pada media budidaya selama masa pemeliharaan 30 hari terhadap perbedaan padat tebar udang windu yang dipeliharaan dengan rumput laut secara polikultur, terdapat pada Gambar 11.

Gambar 11. Perubahan konsentrasi amoniak pada budidaya polikultur dengan padat tebar berbeda udang windu (Penaeus monodon) 0, 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 yang dipelihara dengan rumput laut (Gracilaria

sp.) 30 g.

Hasil dari pengamatan terhadap pola perubahan kadar oksigen terlarut dalam media budidaya rumput laut yang dipelihara secara polikultur dengan perbedaan padat tebar udang windu menghasilkan nilai kadar oksigen terlarut antara 4,23 mg/L sampai 7,37 mg/L. Pola kadar oksigen untuk perlakuan rumput laut dengan udang windu memiliki perubahan pola yang sama dengan fluktuasi naik turun. Hal ini berbeda dengan perlakuan pemeliharaan rumput laut secara monokultur yang memiliki pola kadar oksigen terlarut yang lebih konstan. Hasil dari penelitian ini selama masa pemeliharaan rumput laut dengan perbedaan padat tebar udang windu secara polikultur untuk setiap perlakuannya masih memiliki kadar oksigen terlarut yang stabil dengan perubahan yang tidak terlalu drastis. Kadar oksigen terlarut tertinggi terjadi pada sampling kedua hari ke-20 dengan kadar oksigen terlarut sebesar 7,73 mg/L untuk perlakuan 24 ekor/0,27 m2 udang windu dan terendah pada sampling pertama sebesar 4,23 mg/L.

Pada sistem polikultur rumput laut dengan udang windu, rumput laut dapat berfungsi sebagai penyuplai oksigen untuk kebutuhan udang windu pada media

(41)

air. Produksi oksigen oleh rumput laut terjadi pada siang hari ketika rumput laut terkena oleh sinar matahari. Berikut grafik perubahan nilai kadar oksigen terlarut pada media budidaya selama masa pemeliharaan 30 hari terhadap perbedaan padat tebar udang windu yang dipeliharaan dengan rumput laut secara polikultur, terdapat pada Gambar 12.

Gambar 12. Perubahan kadar oksigen terlarut pada budidaya polikultur dengan padat tebar berbeda udang windu (Penaeus monodon) 0, 8, 16, dan 24 ekor/0,27 m2 yang dipelihara dengan rumput laut (Gracilaria sp.) 30 g.

3.2 Pembahasan

Unsur utama bagi pertumbuhan rumput laut adalah karbon (C). Unsur ini dapat diperoleh dari karbon dioksida (CO2) yang sangat banyak terlarut dalam air,

(42)

nitrogen yang dikeluarkan oleh udang windu (Tabel 1). Pada perlakuan 8 ekor/0,27 m2 memiliki buangan nitrogen yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain sebesar 0,14 mg/L. Menurut Sakdiah (2009) menyatakan nilai ekskresi TAN dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain suhu, bobot, kadar nutrisi, salinitas, dan kadar TAN.

Kekurangan nitrogen dalam perairan dapat menghambat pertumbuhan tanaman akuatik, walaupun unsur hara lain berada dalam jumlah yang melimpah (Hunter 1970 dalam Patadjai 1993). Sebab itulah, penanaman rumput laut pada budidaya udang windu dengan kandungan nitrogen yang berlimpah sangat menguntungkan, disatu sisi rumput laut membutuhkan N yang cukup untuk pertumbuhan dan disisi lain rumput laut (Gracilaria sp) diharapkan dapat mengurangi pencemaraan N-organik yang terjadi pada proses budidaya udang windu. Menurut Syah et al. (2006) menunjukkan beban limbah budidaya udang berupa sisa pakan, ekskresi, dan feses yang berada dalam air dapat mencapai 61,77-77,25 kg N per ton produksi udang pada tingkat FCR 1,69-2,14 dan akan meningkat seiring dengan meningkatnya produktivitas udang.

Penyerapan dan penyimpanan nitrogen oleh rumput laut dilakukan diseluruh tubuh atau diseluruh bagian thallus rumput laut dan kemudian disimpan pada dinding sel. Berdasarkan Tabel 1, menunjukkan bahwa N dalam air pada perlakuan 24 ekor/0,27 m2 memiliki konsentrasi yang lebih tinggi tetapi penyerapan N rumput laut pada perlakuan 16 ekor/0,27 m2 yang memiliki nilai lebih tinggi. Hal ini diduga pada perlakuan 16 ekor/0,27 m2 merupakan kondisi maksimum kemampuan rumput laut dalam menyerap N di dalam air. Ketika padat tebar udang windu ditingkatkan melebihi 16 ekor/0,27 m2 dengan tujuan memberikan buangan yang lebih banyak lagi sebagai sumber nutrien untuk rumput laut, hal ini tidak akan berpengaruh karena kemampuan serap rumput laut telah mengalami kondisi optimal.

(43)

penyimpanan N oleh rumput laut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya oleh konsentrasi N anorganik terlarut di media air dan juga dipengaruhi oleh fluktuasi ekologis N dalam jaringan tumbuhan dan kecepatan pertumbuhan.

Salah satu yang diserap oleh rumput laut adalah nitrogen dalam bentuk amoniak. Amoniak merupakan sumber nitrogen utama bagi tanaman akuatik (Dawes 1981). Amoniak (NH3) merupakan produk akhir utama dalam pemecahan

protein pada budidaya udang maupun hewan akuatik lainnya. Udang mencerna protein pakan dan mengekskresikan amoniak melalui insang dan feses. Perubahan nilai konsentrasi amoniak terus mengalami peningkatan hingga akhir. Hal ini cukup wajar karena dengan seiring waktu konsentrasi amoniak akan semakin berakumulasi. Pada awal pemeliharaan rumput laut dapat berperan dengan baik dalam menyerap amoniak, ini terlihat dari perubahan peningkatan amoniak yang rendah pada sepuluh hari pertama dibandingkan sepuluh hari berikutnya (Gambar 11). Menurut Patadjai (1993) dan Sukmarumaeti (2002), bahwa nitrogen dalam bentuk amoniak yang paling utama diserap oleh rumput laut. Semakin tinggi kemampuan rumput laut menyerap amoniak di media budidaya, maka semakin besar nilai pertumbuhannya. Hal ini dapat dilihat dari pertambahan bobot tertinggi selama masa pemeliharaan terjadi pada sepuluh hari pertama (Gambar 4).

Nitrat adalah bentuk nitrogen utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Kandungan nitrat yang didapat pada penelitian ini berkisar antara 0,02-0,84 mg/L. Kadar nitrat yang lebih dari 0,2 mg/L dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan, selanjutnya menstimulir pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara pesat (blooming) (Effendie 2003). Nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik (Effendie 2003). Namun, konsentrasi yang dianjurkan harus kurang dari 100 mg/L (Pillay 2004). Konsentrasi nitrat selama penelitian cenderung mengalami peningkatan walaupun pada sampling terakhir konsentrasinya mengalami penurunan. Hal ini diduga karena proses penyerapan nitrat oleh rumput laut belum terjadi secara optimal pada 20 hari pertama tapi terjadi secara optimal pada 10 hari terakhir.

(44)

Nitrosomonas yang bersifat lebih berbahaya bagi udang. Pada 10 hari pertama konsentrasi amoniak dan nitrat cenderung rendah dibandingkan kandungan nitrit. Hal ini disebabkan proses nitrifikasi yang terjadi dan penyerapan yang dilakukan oleh rumput laut belum optimal. Pada umumnya, rumput laut tidak menyerap nitrit secara langsung. Akan tetapi rumput laut dapat menyerap nitrit dengan terlebih dahulu mereduksi nitrit menjadi amoniak. Gracilaria lebih menyukai amoniak dan nitrat dibandingkan dengan nitrit (Begon et al.1990).

Pada awal pemeliharaan ketika udang dimasukkan ke dalam media budidaya akan terlihat peningkatan konsentrasi amoniak hingga 10 hari pertama. Kemudian akan terjadi peningkatan konsentrasi nitrit karena mulai terjadi proses nitrifikasi oleh bakteri Nitrosomonas. Setelah lebih dari 10 hari, akan terlihat peningkatan konsentrasi nitrat dan penurunan konsentrasi nitrit pada media budidaya karena terjadi proses nitrifikasi oleh bakteri Nitrobacter. Setelah lebih dari 20 hari, sistem akan stabil dan proses nitrifikasi akan berlanjut secara alami (Nelson 2008).

Rumput laut dapat mengurangi atau menghilangkan nutrien amoniak, nitrit, dan nitrat di wadah pemeliharaan Tabel 3, pada pemeliharaan rumput laut dengan 24 ekor/0,27 m2 udang windu memiliki kemampuan menghilangkan

(45)

Pemeliharaan rumput laut secara polikultur dengan udang windu memberikan laju pertumbuhan rumput laut sebesar 2,63%, hasil ini lebih baik dibandingkan dengan pemeliharaan rumput laut secara monokultur sebesar 1,44%. Hal ini disebabkan, nitrogen yang dihasilkan dari metabolisme udang windu mampu diserap oleh rumput laut untuk mendukung pertumbuhannya. Pertumbuhan dan biomassa dapat tercapai dengan baik bila rumput laut tercukupi oleh nitrogen. Laju pertumbuhan rumput laut hingga akhir masa penelitian menunjukkan perlakuan 16 ekor/0,27 m2 udang windu memiliki laju pertumbuhan tertinggi dibandingkan perlakuan 0 ekor/0,27 m2 udang windu, 8 ekor/0,27 m2 udang windu dan perlakuan 24 ekor/0,27 m2 udang windu yaitu sebesar 2,63%. Dari hasil uji statistik (Lampiran 1) menunjukkan bahwa perbedaan padat tebar udang berpengaruh nyata (P<0.2) terhadap laju pertumbuhan rumput laut. Laju pertumbuhan harian rumput laut yang dihasilkan masih tergolong rendah, yaitu perlakuan A (1,44%), B (2,21%), kemudian C (2,63%), dan D (2,55%), tetapi masih berada dalam kisaran normal bila dibandingkan dari hasil penelitian Hendrajat dan Mangampa (2007) dengan laju pertumbuhan 2,3%. Perbedaan pertumbuhan yang dihasilkan dikarenakan sistem budidaya yang digunakan.

Hasil laju pertumbuhan rumput laut yang kurang optimal juga disebabkan oleh intensitas cahaya yang tidak mencukupi selama masa penelitiaan. Penelitian dilaksanakan di kota Bogor memiliki kecenderungan cuaca yang mendung dan intensitas hujan yang cukup tinggi. Masa pemeliharaannya juga dilakukan pada musin penghujan yaitu bulan November, sehingga menyebabkan intensitas cahaya menjadi kurang optimal. Intensitas cahaya selama masa penelitian berkisar 1430-26800 lux meter (Tabel 1). Walaupun ketersedian unsur hara mencukupi dalam perairan bila intensitas cahaya rendah akan menyebabkan pertumbuhan rumput laut menjadi terhambat. Pertumbuhan rumput laut merupakan perubahan biomassa yang memerlukan cahaya matahari untuk membentuk sel dari substansi abiotik melalui proses fotosintesis. Menurut Nyabakken (1992), laju fotosintesis akan tinggi bila tingkat intensitas cahaya tinggi.

(46)

laut berperan penting dalam menentukan jumlah konsentrasi oksigen dalam perairan. Hadirnya rumput laut ini, perairan akan menjadi lebih jernih dan secara signifikan akan meningkatkan oksigen terlarut. Pada masa pemeliharaan juga dilakukan penelitian tambahan yaitu produksi suplai oksigen yang dihasilkan oleh rumput laut. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rumput laut Gracilaria sp. dapat menyuplai oksigen terlarut sebesar 1,33 mg/L selama 6 jam pemeliharaan (Lampiran 11).

Konsentrasi oksigen terlarut di media budidaya pada semua perlakuan selama pemeliharaan berkisar antara 4,23-7,37 ppm. Ketersedian oksigen terlarut di dalam media digunakan untuk respirasi dan proses nitrifikasi. Nitrifikasi merupakan proses oksidasi amoniak menjadi nitrit dan nitrat, sehingga ketersedian oksigen terlarut akan memperngaruhi ketersedian nitrit dan nitrat di perairan. Hasil penelitian menunjukkkan kandungan nitrit dan nitrat fluktuasinya naik turun. Hal ini sangat mungkin saja terjadi karena selama masa pemeliharaan oksigen terlarut di media mengalami kondisi yang sama, yaitu berubah-ubah.

Konversi pakan (FCR) merupakan indikator untuk mengetahui efektifitas pakan dan merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menggambarkan jumlah pakan yang dapat dimanfaatkan oleh organisme budidaya. Berdasarkan Gambar 8 terlihat dengan padat tebar lebih kecil menghasilkan FCR yang lebih rendah sebesar 2,46 dibandingkan padat tebar yang lebih tinggi, yaitu sebesar 3,02. Hal ini menunjukkan bahwa untuk menghasilkan pertumbuhan yang sama dibutuhkan jumlah pakan yang lebih sedikit, karena pakan yang diberikan banyak terserap oleh udang windu untuk pertumbuhan. Kondisi ini disebabkan sebagai akibat dari kepadatan rendah dan kondisi lingkungan yang lebih baik. Ikan mempunyai kemampuan memanfaatkan makanan dengan baik dibandingkan dengan kepadatan yang cukup tinggi, karena makanan merupakan faktor luar yang mempunyai peranan di dalam pertumbuhan (Syahid et al. 2006). Hasil penelitian menunjukkan nilai FCR berpengaruh nyata (p>0.2) terhadap budidaya polikultur rumput laut dengan padat tebar udang windu yang berbeda.

(47)

sisa metabolisme udang windu tersebut. Keberadaan rumput laut Gracilaria sp. menjadi sangat menguntungkan dengan meningkatnya N diperairan. Dari hasil penelitian ini rumput laut Gracilaria sp. dapat secara baik dalam menjaga konsentrasi N di wadah pemeliharaan. Hal ini dapat dilihat dari konsentrasi N berupa amoniak dan nitrit (Gambar 10 dan 11), walaupun tidak dilakukan pergantian air pada akuarium tapi masih dalam konsentrasi yang dapat di toleran bagi udang windu selama masa penelitian.

Kemampuan rumput laut dalam menyerap nutrien secara tidak langsung berdampak baik bagi kehidupan udang windu. Daya serap rumput laut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap kondisi kualitas lingkungan di perairan. Wadah pemeliharaan yang mendukung berimplikasi pada kematian yang rendah dan pertumbuhan yang baik atau optimal. Hasil yang didapat selama massa pemliharaan, kelangsungan hidup udang windu pada perlakuan padat tebar 8 ekor/0,27 m2 udang windu memberikan kelangsungan hidup yang paling tinggi yaitu sebesar 91,7%. Walaupun kemampuan serap rumput laut terhadap nitrogen pada perlakuan 8 ekor/0,27 m2 lebih kecil dibandingkan perlakuan polikultur

(Gambar 3), tetapi kondisi kualitas air pada perlakuan 8 ekor/0,27 m2 masih lebih

baik, ini terlihat dari konsentrasi amoniak dan nitrit yang dominan lebih rendah dibandingkan perlakuan 16 ekor/0,27 m2 dan 24 ekor/0,27 m2 (Gambar 10)

(Gambar 11).

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pada sistem polikultur rumput laut

(48)

memanfaatkan makanan, unsur hara dan ruang gerak, sehingga akan mempengaruhi laju pertumbuhan ikan tersebut.

Pertumbuhan rumput laut dan udang windu juga didukung oleh kondisi lingkungan seperti suhu, salinitas, dan pH. Hasil pengukuran menunjukkan selama pemeliharaan berlangsung suhu air berkisar antara 23-29,5 0C, hal ini tidak memberi indikasi negatif terhadap pertumbuhan thallus, karena menurut pengamatan Santika (1985) masih dalam kisaran yang layak bagi pertumbuhan rumput laut.

Selama pengamatan salinitas berkisar antara 30-34 ppt (Tabel 4), keadaan ini masih dalam batas toleransi, karena jenis Gracilaria sp. mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap salinitas sangat tinggi, yaitu antara 15-35 ppt (Santika 1985). Selama penelitian salinitas cenderung meningkat. Peningkatan salinitas disebabkan terjadinya penguapan yang tinggi. Air akan menguap sehingga air budidaya menjadi berkurang dan terjadi pengendapan garam-garam di dasar.

Nilai pH air laut umumnya bersifat basa. Selama pengamatan nilai pH dalam kondisi yang cukup tinggi, yaitu berkisar antara 7,9-9,2. Nilai pH ini masih dalam kondisi toleran bagi kehidupan udang windu maupun rumput laut

Gracilaria sp., tetapi tidak memberikan kondisi yang optimal bagi rumput laut maupun udang windu. Sesuai dengan pendapat Santika (1985) bahwa algae jenis

(49)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa rumput laut Gracilaria

sp. dapat menyerap N terlarut hasil limbah budidaya udang windu sebesar 0,2662 (µmol/g)x103/hari dan mengurangi konsentrasi amoniak 61%, nitrat 62%, dan nitrit 58% di perairan dalam sistem polikultur. Semakin tinggi rumput laut menyerap N maka pertumbuhan rumput laut semakin besar. Kehadiran rumput laut dapat memperbaiki kualitas air berupa pengurangan konsentrasi amoniak dan nitrit dalam menunjang produktivitas udang windu Penaeus monodon dengan tingkat kelangsungan hidup berkisar 75-91,7% dan laju pertumbuhan harian berkisar 4,87-6,60%.

4.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan dilakukan penelitian lanjutan pada skala lapangan/aplikasi secara massal dengan menggunakan penelitian ini sebagai acuan untuk mengetahui secara pasti efisiensi budidaya polikultur rumput laut dengan udang windu. Untuk tujuan produksi budidaya polikultur dengan komoditas rumput laut (gracilaria sp.) dengan udang windu (Penaus monodon)

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja JT. 2006. Rumput laut, pembudidayaan, pengolahan, dan pemasaran komoditas perikanan potensial. Penebar Swadaya. Jakarta. 147 hlm.

Anonimous. 1993. Pedoman tekhnis pembenihan ikan bandeng. Departemen Pertanian. Penelitian dan Pengembangan Perikanan Jakarta. Hal 37.

Begon M, Harper J, Townsend CR. 1990, Ecology, populations and communities, Blackwell Scientific Publication, London.

Boyajian G, Carriera LH. 1997. Phytoremediation: a clean transition from laboratory to marketplace. Nature Biotechnology. Volume, 15 February 1997. P. 127-128.

Dawes CJ. 1981, Marine botany, A Wiley Interscience Publications. John Wiley and Sons, New York.

Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara.

Effendi H. 2003. Telah kualitas air bagi pengelola sumberdaya dan lingkungan perairan. Kanasius. Jakarta.

Harowitz A, Harowitz S. 2000. Microorganisme and feed management in aquaculture. Advocate, 33-36 hlm.

Hendrajat EA, Mangampa M. 2007. Pengaruh kepadatan rumput laut Gracilaria verrucosa terhadap pertumbuhan dan sintasan udang vannamei Litopenaeus vannamei. Laporan hasil penelitian.Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Maros. Hlm 69-72.

Hunter WD. 1970. Aquatic Productivity. McMillan Publ. Co. Inc. New York. 302p.

Mangampa M, Pantjara B. 2008. Polikultur udang windu (Penaeus monodon),

rumput laut (Gracilaria Verrucosa) dan bandeng (Chanos chanos) di lahan marginal. Prosiding seminar dan konfrensi nasional bidang budidaya perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas brawijaya, 1: 160-165.

Nelson RL. 2008. Aquaponic equipment: the biofilter.

http://wwww.aquaponicsjournal.com/docs/aquaponic-Equipment-the-BioFilter.pDrajat bebas[21 Februari 2012].

(51)

Patadjai RS. 1993. Pengaruh TSP terhadap pertumbuhan dan kualitas rumput laut

Gracilaria gigas Harv. [tesis]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pillay TVR. 2004. Aquaculture and the environment, Second Edition. UK: Blackwell Publishing.

Sakdiah M. 2009. Pemanfaatan limbah total nitrogen udang vanamei (Litopeneus vanamaei) Oleh rumput laut (Gracilaria Verrucosa) pada sistem budidaya polikultur. [tesis]. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Santika II. 1985. Budidaya rumput laut. Workshop budidaya laut proyek pengembangan tehnik budidaya laut Lampung. Dirjen Perikanan Deptan. Jakarta.

Schryver P, Crab R, Defoirdt T, Boon N, Verstraete W. 2008. The basics of bio-flocs technology : the added value for aquaculture. Aquaculture 277:125-137.

Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan prosedur statistika: Suatu pendekatan biometrik. Edisi Kedua. PT. Gramedia. Jakarta.772 hlm.

Sukmarumaeti. 2002. Pembenahan air buangan untuk meningkatkan produksi udang windu (Penaeus monodon Fab.) [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Syah R, suwoyo HS, Undu MC, Makmur. 2006. Pendugaan Nutrient budget

tambak intensif udang, Litopenaeus vannamei. J. Riset Akuakultur 1(2):181-202.

Syahid M, Subhan A, Armando R. 2006. Budidaya udang organik secara polikultur. Penebar Swadaya. Jakarta, 75 hlm.

Zhou Y, Hongsheng Y, Haiyan H, Ying L, Mao Y, Hua Z, Xinling X, Fusui Z. 2006. Bioremediation potential of the macroalga Gracilaria lemaneiformis

(rhodophyta) integrated into fed fish culture in coastal waters of north China. Aquaculture 252:264-276.

(52)
(53)

Lampiran 1. Prosedur pengukuran kadar nitrat pada media pemeliharan rumput laut (Gracilaria sp.) yang dipelihara dengan udang windu (Penaeus monodon) secara polikultur dengan padat tebar 0, 8, 16, 24 ekor/0,27 m2 udang windu + 30 g rumput laut selama 30 hari.

Penetapan kadar nitrat (NO3) dalam air metoda Brucin sulfat dengan

spektrofotometer (APHA 4500-NO3--E)

1. Sampel uji sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam tabung pereaksi

2. Larutan NaCl 30% ditambahkan sebanyak 0.5 ml dan 2.5 ml H2SO4(pa), dan

0.3 ml brucin ditambahkan kemudian kocok perlahan lahan dan dipanaskan di atas penangas air T=<950C selama 20 menit, diangkat dan didinginkan

3. Prosedur di atas dikerjakan juga pada sampel blanko

4. Larutan tersebut di ukur pada spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm

5. Kurva kalibrasi dibuat pada 0, 0,025, 0,50, 1,0, 2,0 mg/L NO3--N dikerjakan

(54)

Lampiran 2. Prosedur pengukuran kadar nitrit pada media pemeliharan rumput laut (Gracilaria sp.) yang dipelihara dengan udang windu (Penaeus monodon) secara polikultur dengan padat tebar 0, 8, 16, 24 ekor/0,27 m2 udang windu + 30 g rumput laut selama 30 hari.

Penetapan kadar nitrit (NO2) dalam air metoda asam sulfanilat dengan

spektrofotometer (APHA 4500-NO2--F)

1. Sampel uji sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam labu ukur

2. Asam sulfanilat sebanyak 1 ml ditambahkan, dikocok dan kemudian selama 2-8 menit

3. Nafhtil ethytlen diaminedihidroklorida ditambahkan sebanyak 1 ml, dikocok dan kemudian dibiarkan selama 10 menit

4. prosedur di atas juga dilakukan pada sampel blanko

(55)

Lampiran 3. Prosedur pengukuran kadar amoniak pada media pemeliharan rumput laut (Gracilaria sp.) yang dipelihara dengan udang windu (Penaeus monodon) secara polikultur dengan padat tebar 0, 8, 16, 24 ekor/0,27 m2 udang windu + 30 g rumput laut selama 30 hari.

1. Sampel uji sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam labu ukur

2. Kemudian ditambahkan larutan phenol 10 % konsentrasi 10 g phenol, Na-nitropruisida konsentrasi 1 g Na-nitrop, Na-citrat konsentrasi 50 g Na-citrat, 2,5 g NaOH, kocok dan biarkan selama 10 menit.

3. Prosedur di atas dilakukan pada sampel blanko

(56)

Lampiran 4. Standar pengukuran nitrogen pada rumput laut (Gracilaria sp.) (Kjeldahl Method) (AOAC,1980)

Reagen yang digunakan :

6. Indikator (larutan 80 ml 0,1% metilen merah dalam 95% ethanol dengan 20 ml 0.1% larutan BCG dalam ethanol 95% atau 0.08 gram MR+0.02 gram

Methylene Blue dalam 100 ml ethanol) Prosedur kerja yang dilakukan :

1. Sampel sebanyak 0,2-0.3 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl

2. Campuran selenium ditambahkandan dicampur dengan 20 ml H2SO4

3. Kemudian ditempatkan di saluran pencampuran sampai larutan menjadi jernih 4. Secara hati-hati tambahkan air akuades sampai tanda ukur (120ml)

5. Setiap 5 ml sampel diambil dengan pipet dan ditambahkan pada alat penyaring 6. Larutan NaOH 10 ml ditambahkan ke alat ukur dan dibilas dengan air akuades 7 Tabung Erlenmeyer 100 ml terdiri dari 5 ml asam boric dengan indikator dan

ditempatkan dibawah outlet kondensoner sampai 30 ml

(57)

Lampiran 5. Hasil data amoniak, nitrat, dan nitrit pada penelitian pendahuluan budidaya monokultur udang windu sebagai data pendukung penelitian utama.

(58)

Lampiran 6. Analisis statistik laju pertumbuhan harian (%) rumput laut

Analisis ragam laju pertumbuhan harian rumput laut (Gracilaria sp.)

Sumber kergaman Jumlah kuadrat Drajat bebas

Uji tukey laju pertumbuhan harian rumput laut

Perlakuan N Subset for alpha = 0.2

(59)

Lampiran 7. Analisis statistik laju pertumbuhan harian (%) udang windu

Analisis ragam laju pertumbuhan harian udang windu (Penaus monodon)

Sumber kergaman Jumlah kuadrat Drajat bebas

Uji tukey laju pertumbuhan harian udang windu

Perlakuan N Subset for alpha = 0.2

(60)

Lampiran 8. Analisis statistik kelangsungan hidup (%) udang windu (Peneaus

Analisi ragam kelangsungan hidup udang windu (Penaus monodon)

Sumber

Uji Tukey Kelangsungan Hidup Udang Windu

Perlakuan N Subset for alpha = 0.2

Gambar

Gambar 1 dibawah ini.
Tabel 1. Pengaruh padat tebar udang windu Penaeus monodon yang dipelihara
Gambar 3. Daya serap nitrogen oleh rumput laut (Gracilaria sp.) yang
Gambar 4. Pertumbuhan bobot biomassa per sampling rumput laut (Gracilaria
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat salinitas media pemeliharaan terhadap konsentrasi akumulasi logam Pb dalam tubuh udang windu (Penaeus

Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh udang windu terdapat perbedaan pada setiap perlakuan akibat dari perbedaan konsentrasi partikel lumpur (Tabel 2).. Diantara semua

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji dinamika plankton pada budidaya udang windu ( Penaeus monodon ) semi intensif di tambak beton. Penelitian dilakukan

Data rasio konsentrasi RNA/DNA dianalisis menggunakan t-test dari program Statistix Versi 3,0 untuk mengetahui perbedaan antara udang windu tumbuh cepat dengan kontrol serta

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Limbah Nitrogen Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) oleh Rumput Laut (Gracilaria verrucosa) pada Sistem

Performa pertumbuhan udang windu (Penaeus monodon) yang dibudidayakan bersama rumput laut (Gracilaria sp.) dengan padat tebar yang berbeda menerapkan sistem

Berdasarkan hasil tersebut menunjukan bahwa dari setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam budidaya tambak polikultur udang windu dan bandeng di Desa Simpang

Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan, sintasan, dan produksi udang windu masing-masing 12,06 g/ekor, 80,36%, 1938,3 kg/ha, dan nila merah masing-masing : 311,53 g/ekor,