• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi sumberdaya hutan terhadap pendapatan masyarakat di sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango: studi kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir, Kec. Caringin, Kab. Bogor, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontribusi sumberdaya hutan terhadap pendapatan masyarakat di sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango: studi kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir, Kec. Caringin, Kab. Bogor, Jawa Barat"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

(Studi Kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir

Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

LINDA SRI AGUSTINAWATI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

KONTRIBUSI SUMBERDAYA HUTAN TERHADAP

PENDAPATAN MASYARAKAT Di SEKITAR TAMAN

NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

(Studi Kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir

Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

LINDA SRI AGUSTINAWATI E14062932

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

Judul Penelitian : Kontribusi Sumberdaya Hutan Terhadap Pendapatan Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Nama Mahasiswa : Linda Sri Agustinawati NRP : E14062932

Departemen : Manajemen Hutan Fakultas : Kehutanan

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Handian Purwawangsa, S.Hut, M.Si NIP: 19790101 200501 1 003

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Hutan IPB,

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP : 19630401 199403 1 001

(4)

RINGKASAN

LINDA SRI AGUSTINAWATI.E14062932. Kontribusi Sumberdaya Hutan Terhadap Pendapatan Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango(Studi Kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) di bawah bimbingan HANDIAN PURWAWANGSA S.Hut, M.Si.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengukur dan membandingkan kontribusi sumberdaya hutan terhadap pendapatan rumah tangga masyarakat antara masyarakat Model Desa Konservasi (MDK) dan non Konservasi di daerah penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2010 dengan pemilihan responden menggunakan metode Purposive sampling. Jumlah responden yang diambil adalah 30 responden tiap desa sehingga keseluruhan berjumlah 60 responden. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan adalah dengan analisis regresi linear berganda program SPSS 11.0

Hasil penelitan menunjukan bahwa nilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan di Desa Cinagara adalah Rp. 3.163600 per tahun, jenis hasil hutan yang paling banyak dimanfaatkan adalah jenis hasil hutan kayu bakar dengan persentase 47% dari total nilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan. Nilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Pasir Buncir (Non MDK) adalah Rp. 3.559.000 per tahun. Jenis hasil hutan yang paling banyak yang dimanfaatkan adalah jenis hasil hutan kayu bakar dengan persentase 37,65% dari total. Kontribusi sumberdaya hutan terhadap pendapatan masyarakat Desa Cinagara (MDK) sebesar 20,27% sedangkan untuk Desa Pasir Buncir (Non MDK) sebesar 25,38%. Jika dilihat dari masing-masing nilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan baik Desa Cinagara (MDK) maupun Desa Pasir Buncir (Non MDK) perbedaannya tidak signifikan. Desa Cinagara sebagai Model Desa Konservasi masih memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya hutan dan karena desa tersebut masih mengandalkan hutan sebagai sumber penghasilan.

Karakteristik responden yang berpengaruh nyata terhadap nilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan adalah tingkat pendidikan dan pengahasilan masyarakat dari luar kawasan Taman Nasional Gunung Gede pangrango. Tingkat pendidikan responden lebih tinggi maka nilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan lebih rendah, sama halnya dengan penghasilan atau pendapatan masyarakat dari luar kawasan TNGP tinggi maka nilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan lebih rendah.

Kata kunci : Sumberdaya Hutan, Pendapatan, Pendapatan Masyarakat

(5)

SUMMARY

LINDA SRI AGUSTINAWATI.E14062932. Forest Resources Contribution To Income Communities Around the National Park of Mount Gede Pangrango (Case Study in the Village and Village of Sand Buncir Cinagara Caringin District, Bogor Regency, West Java) under Supervision of HANDIAN PURWAWANGSA S.Hut, M.Si.

 

This study generally aims to measure and compare the contribution of forest resources to the community household income between communities Model Village Conservation (MDK) and non-conservation in the buffer zone of Mount Gede National Park Pangrango and analyze the factors that influence it. This research was conducted in September-October 2010 with the selection of respondents using purposive sampling method. The number of respondents who were taken were 30 respondents per village so that the whole of 60 respondents. To know the factors that significantly affect the value of forest resources which are utilized by multiple linear regression analysis of SPSS 11.0.

Research results show the value of forest resources are utilized for the Village Cinagara Rp. 3.163600 per year.Type of forest is the most widely used type of wood forest products that have a percentage of 47% of the total. The value of forest resources which are utilized by the village of Sand Buncir (Non MDK) is Rp. 3.559 million per year, Type of forest is the most used is the type of wood forest products with a percentage of 37.65% of the total value of forest resources are utilized. The contribution of forest resources on public revenue for the Village Cinagara (MDK) constituted 20.27% while for the Village of Sand Buncir (Non MDK) amounted to 25.38%. When viewed from the respective forest resource values that utilized both Cinagara Village (MDK) and the Village of Sand Buncir (Non MDK) difference is not significant. Cinagara Village as Model Village Cinservation is expeected to help in the management of conservation forest, not all helpful in their management since these villages still rely on forest as a place of fulfillment needs.

Characteristics of respondents who had significant effect on the value of forest resources are exploited is the level of education and income people from outside the National Parks pangrango Gunung Gede. If the respondent education level higher then the value of forest resources are exploited is lower, as earnings or revenue if people from outside the region TNGP high then the value of forest resources are utilized lower.

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kontribusi Sumberdaya Hutan Terhadap Pendapatan Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi maupun lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2011

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Bogor pada tanggal 31 Agustus 1988 sebagai anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Wawang Tarwan dan Ibu Tuti Sutihat. Jenjang pendidikan yang dilalui nya adalah Sekolah Dasar MI Miftahul Huda, SLTP N 1 Cikoneng tahun 2000. Penulis lulus dari SMA N 3 Ciamis tahun 2006 dan pada tahun yang sama masuk IPB melalui jalur USMI. Selama satu tahun penulis mengikuti Tingkat Persiapan Bersama (TPB IPB) dan memilih Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan pada tahun kedua.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota Departemen Kewirausahaan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tahun 2007-2008, anggota Divisi Teather Masyarakat Roempoet (MR) tahun 2008-2009, ketua Kelompok Paduan Suara Fakultas Kehutan IPB tahun 2008-2010, anggota Komunitas Pecinta Tari Aceh IPB (Bungong Puteh) tahun 2009-sekarang. Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan kampus yakni, panitia Temu Manajer tahun 2008, panitia Kampanye Lingkungan “I Love My World Campaign” tahun 2008, Panitia Ospek Fakultas (Bina Corp Rimbawan) divisi Dana Usaha tahun 2009.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kontribusi Sumberdaya Hutan Terhadap Pendapatan Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)”. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia ke era penuh dengan kemajuan dan ilmu pengetahuan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya tulis ini, sehingga dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pembaca. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini Penulis ucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca, dunia pendidikan dan memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat.

Bogor, April 2011

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam lembaran ucapan ucapan terima kasih ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan masukan, dukungan dan semangat, baik selama penyusunan proposal, penelitian di lapangan, sampai selesainya skripsi ini. Rasa terimakasih yang tulus penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Handian Purwawangsa S.Hut, M.Si sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan, nasihat serta dukungan dalam penyusunan skipsi. 2. Ayah tercinta Wawang Tarwan dan Ibu tercinta Tuti Sutihat serta Adik-adiku

tersayang Lisa Noer Hilmawati, Muhamad Audia Rahman dan Ambia Ibnu Fazrin yang telah memberikan dukungan, semangat, nasihat, harapan, dan doanya setiap waktu.

3. Rizki Amelgia yang telah berkenan memberikan kepercayaan untuk mengambil data di lapangan dan dijadikan penelitian saya.

4. Masyarakat Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir atas kesediaannya dijadikan tempat penelitian.

5. Teman-teman satu pembimbing (Winanti Melia Rahayu dan Deden Kuswanda) yang telah membantu dalam pengambilan data di lapangan.

6. Sahabatku yang selalu memberikan motivasi serta dukungannya dalam segala hal (Noviandri Asmar, Radita Daneshwara, Sukesti Budiarti).

7. Seluruh Teman-teman MNH 43 yang selalu kompak dan membantu saya dalam penyusunan skripsi terutama (Nurazizah, Dian O, Yeni, Sifa, Anita, Linda Zakiah, Hania dan anggota PC-PC lainnya, Nesya, Andi, Yayat, Kris, Aris, Afwan, Sentot). Rida, Moya dan anak-anak kosan Andhika House terima kasih atas dukungannya.

8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian di lapangan dan dalam penulisan skripsi ini.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... ….i

DAFTAR ISI ... ...iv

DAFTAR TABEL ... ..vii

DAFTAR GAMBAR ... .viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ...ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1.2Permasalahan……….…... 1.2 Tujuan Penelitian ... ….3

1.3 Manfaat Penelitian ... ….4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Masyarakat Desa Hutan ... ….5

2.2 Interaksi Masyarakat Desa Hutan ... ….6

2.3 Ketergantungan Masyarakat Terhadap Hutan ... ….8

2.4 Model Desa Konservasi………..……… 2.5 Manfaat Hasil Hutan.. ... ...2

2.6 Pemanfaatan Terhadap Hasil Hutan ... ...14

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat.. ... ...17

3.2 Alat dan Sasaran Penelitian ... ...17

3.3 Jenis Data ... ...17

3.4 Metode Pengumpulan Data. ... ...19

3.5 Metode Pengambilan responden. ... ...19

3.6 Metode Analisis Data ... ...20

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir.. ... ..3

4.1.1 Letak Geografis dan Kondisi umum ... ...23

(11)

4.2 Hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.. ... ...30

4.2.8 Kondisi Sosial Ekonomi Daerah Penyangga ... ...35

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil.. ... ...37

5.1.1 Karakteristik Responden ... ...39

5.1.2 Nilai Sumberdaya Hutan ... ...40

5.1.3 Kontribusi SDH terhadap Pendapatan Masyarakat ... ...42

5.2 Pembahasan ... ...43

5.2.1 Umur Responden Terpilih ... ...44

5.2.2 Pendidikan Responden ... ...45

5.2.3 Jumlah Anggota Keluarga ... ...47

5.2.10 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Nilai SDH ... ...53

5.5.11 Persentase Karakter Responden Terhadap Nilai SDH ... ...72

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... ...74

6.2 Saran ... ...74

DAFTAR PUSTAKA ... ...75

(12)

DAFTAR TABEL

No.

1. Pengggunaan Lahan ………...

2. Sebaran Penduduk Cinagara dan Pasir Buncir berdasarkan Jenis Jenis Kelamin...

3. Sebaran Penduduk Desa Cinagara berdasarkan Pendidikan...…………. 4. Sebaran Penduduk berdasarkan Pekerjaan……….…… . 5. Jumlah Ternak Penduduk di Pasir Buncir………... 6. Kelompok Tani di Desa Cinagara……….. . 7. Sarana dan Prasarana yang Terdapat di Desa Pasir Buncir………...….. 8. Karakteristik Responden Desa Cinagara dan Pasir Buncir... 9. Nilai Kontribusi Sumberdaya Hutan……….. 10. Persentase Pendapatan dan Manfaat Hasil Hutan……….. 11. Uji Korelasi Karakteristik Responden Tehadap Nilai SDH………….. 12. Model Summary Desa Cinagara dan Pasir Buncir………. 13. Nilai Koefisien Desa Cinagara dan Pasir Buncir……….. 14. Tingkat Pendidikan terhadap Nilai SDH Desa Cinagara………... 15. Tingkat Pendidikan terhadap Nilai SDH Desa Pasir Buncir…………. 16. Tingkat Penghasilan dari terhadap Nilai SDH Desa Cinagara………… 17. Tingkat Penghasilan dari terhadap Nilai SDH Desa Pasir Buncir…….

Halaman 19

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Histogram untuk Umur Responden ..……….………...…… 2. Histogram untuk Pendidikan Formal Responden .….………...……… 3. Histogram untuk Jumlah Keluarga Responden .….………...………. 4 4. Histogram untuk Pekerjaan Responden ……….….………...……… 5. Histogram untuk Jarak Responden ….……….………...… 6. Histogram untuk Pendapatan Responden ……….………...………. 7. Histogram untuk Luas Lahan Responden ……..….………...……… No.

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No.

1. Karakteristik Responden Desa Cinagara………. 2. Karakteristik Responden Desa Pasir Buncir...…...

3. Penghasilan dari Dalam Kawasan TNGP Desa Cinagara... 4. Penghasilan dari Dalam Kawasan TNGP Desa Pasir Buncir………. 5. Penghasilan dari Luar Kawasan TNGP Desa Cinagara... 6. Penghasilan dari LuarKawasan TNGP Desa Pasir Buncir...

Halaman

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan sumberdaya alam dan memiliki ketergantungan yang sangat erat dengan manusia dan menjadi salah satu sumber pemenuh kebutuhan masyarakat. Hutan memiliki peranan penting dalam berkembangnya kehidupan masyarakat lokal, maka keberadaan hutan perlu dipertahankan secara optimal, adil, arif, bijaksana, terbuka, professional, serta bertanggung jawab dengan tetap menjaga kelestarian fungsinya.

Pemanfaatan hasil hutan dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu: manfaat tangible dan manfaat intangible. Manfaat tangible merupakan manfaat yang diperoleh dari sumberdaya alam berbentuk material yang dipungut dan dimanfaatkan langsung oleh masyarakat seperti kayu, getah, rotan, buah-buahan, kulit dan lain sebagainya. Manfaat intangible merupakan manfaat yang diperoleh dari sumberdaya alam tetapi tidak dirasakan secara langsung oleh masyarakat seperti rekreasi, hidrologi, pendidikan, penelitian, pengaturan iklim dan sebagainya. Berbagai manfaat tersebut merupakan aset nasional yang perlu dipertahankan sehingga pengelolaan suatu kawasan konservasi sangat dibutuhkan.

(16)

kehidupannya sangat tergantung terhadap keberadaan kawasan konservasi (Adriyana 2010)

Sejalan dengan salah satu kebijakan prioritas Kementrian Kehutanan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan sekaligus mengurangi tekanan terhadap kawasan konservasi maka Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam membuat program pembangunan desa model disekitar kawasan konservasi yang disebut dengan Model Desa Konservasi (MDK). Pengembangan MDK dimaksudkan untuk memperoleh contoh dalam pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan konservasi. Sedangkan tujuan pembangunan MDK adalah agar pengelolaan kawasan konservasi dapat dilakukan dengan baik sehingga berfungsi secara optimal dan lestari serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Model Desa Konservasi (MDK) adalah peluang masyarakat yang tinggal di sekitar hutan untuk terlibat aktif dalam pengelolaan kawasan dan mendapatkan akses yang aman dalam pemanfaatan kawasan sehingga dapat menjamin komitmen jangka panjang mereka untuk mendukung konservasi kawasan hutan. Model ini menekankan dua prinsip yaitu partisipatif dan kolaboratif. Pola pemberdayaan Model Desa Konservasi tersebut mempunyai tujuan agar masyarakat tidak merambah hutan dan mengurangi tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan. Dalam hal ini desa non-konservasi bukan berarti tidak akan membantu dalam kelestarian sumberdaya hutan. Perbedaan antara model desa konservasi dan non-konservasi adalah dalam hal keorganisasian penduduk dalam pengembangan desa agar tidak memanfaatkan sumberdaya hutan terutama di kawasan hutan konservasi.

(17)

1.2 Permasalahan

Sebagian besar penduduk desa sekitar hutan merupakan masyarakat miskin, karena sebagian besar dari mereka bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Dengan keadaan tersebut, kebutuhan hidup mereka sehari-hari sering dipenuhi dari hutan (Andryani 2002). Dalam hal ini, masyarakat Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir merupakan desa yang ada di sekitar hutan. Desa Cinagara termasuk ke dalam Model Desa Konservasi sedangkan Desa Pasir Buncir tidak termasuk kedalam Model Desa Konservasi. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk mengetahui tingkat ketergantungan kedua desa tersebut terhadap sumberdaya hutan, khususnya dalam hal sumber daya hutan yang dimanfaatkan dan kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga masyarakat. Berdasarkan pernyataan di atas perumusan masalah yang digunakan adalah :

1 Apa jenis sumberdaya yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Pasir Buncir dan Desa Cinagara ?

2 Bagaimana kontribusi pemanfaatan sumberdaya hutan terhadap pendapatan rumah tangga kedua desa ?

3 Apa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan?

1.3 Tujuan

1 Mengidentifikasi jenis-jenis sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Pasir Buncir dan Desa Cinagara.

2 Megukur kontribusi sumberdaya hutan terhadap pendapatan total rumah tangga masyarakat di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir.

(18)

1.4 Manfaat Penelitian

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Masyarakat Desa Hutan

Masyararakat desa hutan dapat didefinisikan sebagai kelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan aktivitas atau kegiatan yang berinteraksi dengan sumberdaya hutan untuk mendukung kehidupannya. Sedangkan desa hutan adalah wilayah desa yang secara geografis dan administratif berbatasan langsung dengan kawasan hutan atau kawasan sekitar hutan (Perhutani 2001).

Sebagian besar penduduk desa sekitar hutan miskin karena sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Dengan keadaan tersebut, kebutuhan hidup sehari-hari banyak dipenuhi dari hutan, misalnya: kebutuhan kayu bakar, papan, pakan ternak, dan bahan pangan sehingga ketergantungan masyarakat terhadap hutan sangat besar (Andryani 2002).

Admawidjaja (1991) menyatakan bahwa kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah di dalam melestarikan hutan harus selalu memperhatikan keberadaan penduduk di dalam dan sekitar hutan. Mereka memanfaatkan segala sumber penghidupan yang ada dalam hutan untuk mempertahankan eksistensi kelompoknya yang masih terbelakang yang tidak pernah mengenal keadaan di luar wilayahnya. Dalam kondisi sosial ekonomi yang sederhana, secara alamiah adalah penjaga dan pelestari lingkungan.

Berdasarkan pedoman Survei Sosial Ekonomi Kehutanan Indonesia (Kementrian Kehutanan 2000 dalam Dela Rosa 2004), permasalahan-permasalahan sosial ekonomi dalam pembangunan kehutanan didorong oleh ha-hal sebagai berikut.

1. Kondisi sosial ekonomi masyarakat khususnya masyarakat desa hutan akan sangat menentukan keberhasilan pelestarian dan pemanfaatan hutan. Persepsi, apresiasi, dan motivasi masyarakat di dalam dan sekitar hutan terhadap pelestarian hutan akan sangat menentukan keberhasilan pembangunan kehutanan secara berkelanjutan.

(20)

kemiskinan perlu ditingkatkan harkat dan kehidupan sosial ekonominya ke tingkat yang layak dan berada di atas garis kemiskinan. Umumnya mereka berada di desa-desa tertinggal di dalam dan sekitar hutan.

3. Masih terdapat sekitar 1 juta peladang berpindah yang merambah hutan, sehingga memerlukan upaya pembinaan kearah pertanian menetap dan usaha tani terpadu yang lebih produktif serta pemukiman masyarakat yang lebih layak.

4. Dalam pembangunan hutan yang berkelanjutan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa harus mendapat prioritas yang tinggi. dalam peranannya ikut mendorong dan mendukung program nasional pengentasan kemiskinan, pembangunan kehutanan menempatkan masyarakat di sekitar hutan sebagai salah satu sasaran utama.

5. Dalam kebijakan pembangunan sumberdaya manusia di sektor kehutanan harus diangkat sebagai salah satu kelompok sasaran (target group) yang akan dibina peningkatan kesejahteraan dan peran serta secara aktif dalam pengelolaan hutan yang lestari dan pembangunan hutan yang berkelanjutan.

Masyarakat desa hutan pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan masyarakat desa pada umumnya. Ciri khas dari masyarakat desa hutan adalah interaksi atau ketergantungannya terhadap hutan di sekitarnya, secara ekologi, ekonomi, maupun sosial karena kelangkaan sumberdaya (Hadipoernomo 1980 dalam Susetyaningsih 1992).

2.2 Interaksi Masyarakat Desa Sekitar Hutan dengan Sumberdaya Hutan Masyarakat memegang peranan penting terhadap kelestarian dan keseimbangan ekosistem. Sebuah ekosistem mencakup komponen makhluk hidup (manusia, hewan, jasad renik dan tumbuhan) dan lingkungan yang tidak hidup (udara, energi matahari, cahaya, air, tanah, angin, mineral dan lain sebagainya) yang keduanya saling berinteraksi dan berhubungan timbal balik (Manan 1998).

(21)

hidupnya bergantung pada sumber-sumber dasar yang terdapat di hutan seperti kayu bakar dan hasil hutan lainnya akan memberikan nilai tambah terutama bagi masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan (Mangandar 2000). Contoh kongkrit sistem sosial masyarakat dengan hutan menurut Susetyaningsih (1992) dapat dilihat dari ketergantungan masyarakat desa sekitar hutan akan sumber-sumber kehidupan dasar seperti air, kayu bakar, bahan pangan dari hutan. Pada saat populasi manusia belum padat, gambaran interaksi kedua sistem masih bisa diterima artinya masih berfungsi normal. Tetapi pada kondisi populasi manusia yang semakin padat, terutama masyarakat desa sekitar hutan semakin bertambah, maka gambaran interaksi kedua sistem cenderung timpang artinya sumberdaya hutan tidak mampu lagi menyediakan aliran bahan energi dan materi kepada sistem sosial. Apabila kondisi tersebut dibiarkan tanpa ada perubahan sikap dari sistem sosial masyarakat maka fungsi hutan sebagai pengatur lingkungan hidup yang baik mustahil akan tercapai.

Lebih lanjut Soekmadi (1987) dalam Mangandar (2000) menyatakan bahwa ada beberapa penyebab terjadinya keterkaitan (interaksi) yang cukup penting antara manusia dan sumberdaya hutan adalah sebagai berikut:

a. Tingkat pendapatan masyarakat di sekitar hutan rendah. b. Tingkat pendidikan yang rendah.

c. Rata–rata pemilikan lahan yang sempit dan kurang intensif pengelolaannya.

d. Laju pertumbuhan penduduk yang pesat dengan kepadatan yang cukup tinggi.

2.3 Ketergantungan Masyarakat terhadap Sumberdaya Hutan

(22)

Paradigma baru pengelolaan sumberdaya hutan saat ini lebih diarahkan pada sistem pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat, dimana masyarakat merupakan pelaku utama dalam pembangunan sumberdaya hutan. Pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat harus menjadi suatu strategi kunci dalam melihat permasalahan yang saling terkait antara kemiskinan daerah pedesaan, degradasi hutan dan pemerintahan yang demokratis. Sumberdaya hayati yang diperoleh masyarakat dari dalam hutan dapat dikelompokan menjadi dua kategori sesuai Primack (1993) :

a. Produktif yaitu suatu barang dan jasa yang diperjualbelikan di pasar. b. Konsumtif yaitu suatu barang dan jasa yang dikonsumsi sendiri atau tidak

dijual.

2.4 Model Desa Konservasi (MDK)

Menurut Departemen Kehutanan (2009) pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi sudah dilakukan sejak tahun 1993 oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) dan Taman Nasional (TN) melalui pengembangan daerah penyangga. Karena hasilnya belum maksimal, maka sejak tahun 2006 pola pemberdayaan masyarakat tersebut dirubah melalui Model Desa Konservasi (MDK). Pembangunan MDK merupakan upaya konkrit pemberdayaan masyarakat disekitar dan didalam kawasan konservasi yang dilakukan secara terintegrasi dengan pengelolaan kawasan konservasi. Pembangunan MDK meliputi 3 kegiatan pokok yaitu pemberdayaan masyarakat, penataan ruang/wilayah pedesaan berbasis konservasi dan pengembangan ekonomi pedesaan berbasis konservasi.

(23)

masyarakat dapat meningkat, tercipta berbagai aktivitas masyarakat untuk menambah pendapatan, potensi SDA yang ada dapat bernilai ekonomi melalui pengelolaan dengan teknologi yang sesuai, dan diharapkan roda perekonomian pedesaan dapat berputar. Dari aspek sosial, dengan pemberdayaan masyarakat melalui MDK pengetahuan dan keterampilan masyarakat dapat meningkat, masyarakat diharapkan dapat bersikap positif dan mendukung pengelolaan kawasan konservasi, kesehatan masyarakat dapat meningkat karena kondisi lingkungan pedesaan yang sehat dan diharapkan ketergantungan masyarakat terhadap kawasan berkurang.

Model Desa Konservasi (MDK) merupakan sebuah pendekatan baru yang dilakukan oleh Direktorat Jendral PHKA dalam pengelolaan kawasan konservasi. MDK melibatkan masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi. Model ini memberi peluang kepada masyarakat untuk mendapat akses yang aman untuk pemanfaatan kawasan sehingga dapat menjamin komitmen jangka panjang mereka untuk mendukung konservasi kawasan hutan. Model pemanfaatan ini bisa berbeda dari suatu kawasan ke kawasan lain tergantung pada kesepakatan dengan pihak yang berwenang dalam pengelolaan kawasan (Dini, 2009).

MDK diperkenalkan sebagai salah satu upaya menyelamatkan degradasi kawasan konservasi di Indonesia. Sebagian besar dari sekitar 22 juta hektar kawasan konservasi rusak karena beberapa faktor, antara lain : konversi lahan, kebakaran hutan, pembalakan liar (illegal logging), pasar illegal untuk spesies langka, serta tingginya laju pertumbuhan penduduk sehingga menyebabkan tingkat konsumsi hasil hutan semakin meningkat. Tujuan dari model desa konservasi itu sendiri adalah untuk menciptakan dan meningkatkan kapasitas masyarakat agar ketergantungan mereka terhadap kawasan hutan konservasi menjadi berkurang. MDK diharapkan dapat berdampak positif terhadap perlindungan, pengawetan serta pemanfaatan kawasan konservasi.

(24)

a Desa sekitar atau dalam kawasan konservasi

b Masyarakat mempunyai ketergantungan terhadap kawasan konservasi. c Desa dengan masyarakat miskin dan pendapatan rendah.

d Desa yang mempunyai potensi sumberdaya alam yang dapat dikembangkan di kawasan konservasi.

e Desa yang dapat dijadikan contoh bagi desa lain f Desa yang masyarakatnya berpendidikan rendah

g Bentuk kegiatan semaksimal mungkin berhubungan dengan kehutanan

2.5 Manfaat Hasil Hutan

Manfaat adalah pertambahan nilai pasar hasil tanaman, ikan serta barang lain karena perbaikan kualitas lingkungan (Huftscmidt et al 1987). Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun1999 tentang kehutanan pengertian hasil hutan adalah benda benda hayati, non-hayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan. Benda-benda non hayati berupa sumber air, udara bersih, dan lain-lain yang tidak termasuk benda-benda tambang. Jasa yang biasa diperoleh dari hutan adalah berupa jasa wisata, keindahan dan keunikan, perburuan dan lain-lain.

Beberapa manfaat kawasan konservasi dikategorikan oleh Dixon dan Sherman (1990) antara lain : manfaat rekreasi, perlindungan daerah aliran, proses-proses ekologis, keragaman hayati, pendidikan dan penelitian, manfaat-manfaat konsumtif, manfaat-manfaat non konsumtif serta nilai-nilai masa depan.

Pemanfaatan kawasan taman nasional secara umum mencakup kegiatan pemanfaatan atas potensi sumberdaya alam Taman Nasional adalah sebagai berikut:

a. Pemanfaatan kawasan sebagai sumber plasma nutfah, untuk selanjutnya plasma nutfah tersebut dibudidayakan dan dikembangkan di luar kawasan Taman Nasional antara lain untuk kepentingan budidaya jamur, budidaya tanaman obat, budidaya tanaman hias, penangkaran satwa dan lain-lain.

(25)

c. Pemanfaatan jasa wisata dan lingkungan yang mencakup pemanfaatan potensi wisata dan jasa lingkungan tanpa merusak fungsi kawasan taman nasional seperti pemanfaatan objek wisata untuk kegiatan pariwisata dan rekreasi alam, pemanfaatan air, pemanfaatan keindahan dan kenyamanan, pemanfaatan untuk penelitian dan pendidikan dan lain-lain.

Keberadaan kawasan konservasi masih belum dirasakan manfaatnya secara optimal, baik oleh masyarakat sekitar hutan dan masyarakat yang tinggal dalam kawasan hutan. Oleh karena itu, paradigma pemanfaatan sumberdaya alam hayati seharusnya tidak hanya dibatasi pada pemanfaatan jasa dan lingkungannya melainkan juga harus dimungkinkan pemanfaatan dalam bentuk lain secara riil yang mampu berkontribusi nyata terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan tidak mengganggu fungsi kawasan secara keseluruhan (Soekmadi 2005). 2.6 Pemanfaatan terhadap Hasil Hutan

Nilai adalah persepsi manusia yang merupakan harga sesuatu yang dinilai oleh setiap individu dan tergantung pada waktu dan tempat (Davis dan Jonhson 1987). Sedangkan penilaian diartikan sebagai pendugaan terhadap nilai dari sesuatu, kemudian dinyatakan harganya. Jenis nilai yang dimaksudkan secara umum adalah nilai pasar. Dalam keadaan dimana tidak ada pasar sama sekali untuk komoditi-komoditi dari jenis-jenis yang akan dinilai dan digunakan sebagai standar lain yaitu dengan substitusi atau nilai barang penggantinya (Duerr 1960). Dalam melakukan penilaian terhadap manfaat hutan, penilaian lebih banyak dilakukan untuk manfaat tidak langsung seperti nilai rekreasi dan fungsi hidrologis sedangkan manfaat langsung sebagian besar belum dinilai misalnya kayu bakar, tanaman obat, rumput-rumputan, tanaman hias dan hasil hutan lainya.

(26)

1 Metode Nilai Pasar

Metode nilai pasar adalah nilai atau angka rupiah yang ditetapkan untuk transaksi atau jual beli di pasar. Nilai yang dianggap standar adalah nilai pasar, yakni harga yang ditetapkan untuk penjual dan pembeli tanpa campur tangan pihak lain atau keadaan kompetisi sempurna.

2 Metode Nilai Relatif

Metode nilai relatif pada prinsipnya adalah menilai suatu barang yang belum ada pasarnya dengan membandingkan barang lain yang sudah ada diketahui harga pasarnya dan dalam penilaian tersebut apabila sekali sesuatu benda yang dinilai masyarakat atau sudah diketahui harga pasarnya maka nilai benda tersebut dapat diketahui.

3 Metode Biaya Pengadaan

Metode biaya perjalanan (travel cots method) sebagai salah satu teknik penilaian manfaat secara tidak langsung, pada dasarnya adalah pendekatan untuk menilai manfaat dari suatu barang dengan cara menghitung korbanan-korbanan yang dikeluarkan oleh konsumen agar dapat mengkonsumsi barang yang akan dikonsumsinya. Dalam hal manfaat barang dan jasa hutan jika digunakan untuk konsumsi sendiri, metode perjalanan dimodifikasi menjadi metode biaya pengadaan. Metode pengayaan ini pada prinsipnya menghitung berapa uang yang dikorbankan konsumen untuk memperoleh barang yang akan dikonsumsinya.

Terdapat lima karakteristik dari kawasan konservasi yang membuat penilaian ekonomi sumberdaya menjadi sulit (Dixon dan Sherman 1990) antara lain :

a. Tidak ada persaingan : Tidak ada kompetisi dalam mengkonsumsi jasa-jasa yang diberikan oleh kawasan konservasi.

b. Tidak ada pengecualian : Akses terbuka terhadap sumberdaya sering menyebabkan tidak adanya harga pasar terhadap sumberdaya tersebut kendati pun nilai aktualnya cukup besar.

(27)

d. Ketidakpastian : Kegagalan pasar terjadi karena infomasi yang tidak lengkap atau informasi yang tidak benar mengenai kelangkaan sumberdaya alam yang terdapat di dalam kawasan konservasi.

e. Tidak dapat diperbaharui : Seandainya suatu kawasan konservasi rusak, jelas akan memakan waktu berabad-abad untuk dapat mengembalikannya lagi sperti sediakala, sehingga suplai barang dan jasa menjadi tidak elastik yang menyebabkan nilai aktual dari kawasan konservasi tersebut sulit diukur.

Sedangkan James (1991) dalam Widiarso (2005) membuat klasifikasi nilai manfaat didasarkan atas sumber atau proses manfaat tersebut diperoleh, yaitu : 1 Nilai guna (use value) yaitu seluruh nilai manfaat yang diperoleh dari

penggunaan sumberdaya hutan seperti kayu bulat untuk keperluan industri pengolahan kayu, kayu bakar (energi), produksi tanaman pangan seperti perladangan, kebun, produksi ikan, produksi air untuk berbabagai keperluan seperti kebutuhan air rumah tangga, pertanian, pembangkit tenaga listrik dan ekowisata.

2 Nilai fungsi (function value) yaitu seluruh nilai manfaat yang diperoleh dari fungsi ekologi sumberdaya hutan, seperti pengendalian banjir, pencegahan industri air laut dan habitat satwa.

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di dua desa yaitu Desa Cinagara sebagai Model Desa Konservasi (MDK) dan desa Pasir Buncir sebagai Non Model Desa Konservasi (Non MDK) di wilayah sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. Pengumpulan data berlangsung selama dua bulan antara September – Oktober 2010.

3.2 Sasaran dan Alat Penelitian

Sasaran penelitian ini adalah masyarakat Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir yang merupakan desa-desa sekitar hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang memanfaatkan sumberdaya hutan. Alat-alat yang digunakan adalah :

1. Alat tulis 2. Kuisioner

3. Data monografi desa

4. Microsoft office word 2007, microsoft office excel 2007 dan SPSS 11 5. Alat dokumentasi berupa kamera

3.3 Jenis Data 1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden. Data yang diambil meliputi :

i) Data umum (karakteristik) rumah tangga : Nama, umur, jumlah anggota keluarga, status dalam keluarga, tingkat pendidikan, mata pencaharian, dan kepemilikan lahan.

ii) Sumberdaya hutan yang dimanfaatkan masyarakat.

2 Data Sekunder

(29)

 Keadaan umum lokasi, keadaan fisik, keadaan sosial ekonomi masyarakat.

 Keadaan tanah, topografi dan kelerengan lahan.

 Keadaan penduduk (umur, jenis kelamin, mata pencaharian, jumlah penduduk).

 Data sumber pendapatan.

3.4 Metode Pengumpulan Data

1 Teknik Observasi

Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan secara langsung terhadap berbagai kegiatan dan keadaan daerah objek penelitian, baik keadaan lapangan maupun kondisi masyarakat dalam kehidupan.

2 Teknik Wawancara

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara / tanya jawab secara langsung terhadap responden, baik masyarakat desa, tokoh masyarakat serta aparat desa setempat. Wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan / kuesioner terstruktur dan tidak terstruktur mengenai hal hal yang berhubungan dengan penelitian.

3 Studi Pustaka

Mencatat dan mempelajari studi literatur yang berkaitan dengan kegiatan penelitian dan mengumpulkan data-data dari instansi terkait.

3.5 Metode Pengumpulan Contoh

(30)

kegiatan penelitian dilakukan melalui informasi yang diperoleh dari masyarakat desa dan aparat desa yang bersangkutan. Penentuan responden sebagai unit contoh dilakukan secara acak dengan jumlah responden sebanyak 60 responden yang terdiri dari masyarakat Desa Cinagara sebagai Model Desa Konservasi (MDK) sebanyak 30 responden dan Desa Pasir Buncir sebagai Non-model Desa Konservasi (Non MDK) sebanyak 30 responden.

3.6 Metode Analisis

 Nilai manfaat sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dihitung dengan rumus.

Hkbi = | Vi x Hki x t |

Keterangan :

Hkbi = Nilai sumberdaya hutan yang diambil masyarakat dari hutan dalam satu bulan (Rp/bulan).

Vi = Jumlah sumberdaya hutan yang diperoleh masyarakat dalam satu kali pengambilan (Ikat, kg, ekor, m3, batang)

Hki = Harga manfaat sumberdaya hutan (Rp/ikat, Rp/kg, Rp/m3, Rp/batang).

t = Frekuensi pengambilan manfaat sumberdaya hutan dalam satu bulan.

Angka penggandaan yang digunakan untuk menentukan nilai total manfaat sumberdaya hutan dalam setahun adalah :

Hkb = Hkbi x 12

 Kontribusi sumberdaya hutan terhadap pendapatan total rumah tangga.

Untuk mengetahui persentase pendapatan masyarakat dari kegiatan pemanfaatn sumberdaya hutan terhadap total pendapatan masyarakat dihitung dengan menggunakan.

(31)

Keterangan :

dt : Persentase pendapatan dan manfaat hasil hutan. dp : Pendapatan dari manfaat hasil hutan.

dl : Pendapatan dari luar manfaat hasi hutan

 Analisis faktor – faktor yang mempengaruhi pemanfaatan sumberdaya

hutan.

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sumberdaya hutan yang diperoleh oleh masyarakat digunakan analisis regresi linier (Linear Regression Model). Analisis digunakan untuk meramalkan suatu variable (Variable Dependent) berdasarkan suatu variable atau beberapa lain (Variable Independent) dalam suatu persamaan linear. Model umum persamaan tersebut sebagai berikut :

Y = b0 + b1 X1 +……….+ bi Xi + e

Keterangan :

Y = Peubah tidak bebas yaitu dugaan nilai manfaat hasil hutan (Rp / kk / tahun).

b0 = Intercept.

bi = Koefisien regresi.

(32)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI

4.1 Kondisi Umum Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir

4.1.1 Letak Geografis dan Kondisi Umum

Desa Cinagara terletak di wilayah Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat dengan luas 496,515 ha. Desa Cinagara terletak di kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Desa Cinagara merupakan salah satu Model Desa Konservasi (MDK). Batas Desa Cinagara secara geografis adalah sebagai berikut :

 Sebelah Timur : Berbatasan dengan hutan dan perkebunan  Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Muara Jaya  Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Tangkil  Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Pasir Buncir

Desa Cinagara berjarak 5 km dari pusat pemerintahan kecamatan, 45 km dari pusat pemerintahan kota administratif, 32 km dari ibukota kabupaten dan 120 km dari ibukota provinsi. Desa Cinagara memiliki kondisi geografis yang berupa dataran tinggi dengan ketinggian rata-rata 629 meter dpl, memiliki curah hujan 5000 mm pertahun, suhu rata rata 20-25 ºC dan memiliki topografi yang bergelombang memanjang dari Barat ke Timur dengan kelerengan 45%.

Desa Pasir Buncir yang terletak di wilayah Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah kurang lebih 509 ha. Terbagi menjadi 5 RW dan 22 RT. Luas wilayah 509 ha tersebut terdiri dari 323 ha wilayah pemukiman, 45 ha wilayah persawahan dan 141 ha wilayah perkebunan. Dengan batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Pangrango (Hutan)  Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Ciburuy

 Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Cinagara  Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Wates Jaya

(33)

Dengan bentuk wilayah datar sampai berombak 25%, berombak sampai berbukit 50% dan berbukit sampai bergunung 25%. Penggunaan lahan Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Penggunaan lahan desa Cinagara dan Pasir Buncir

No Penggunaan Lahan

Desa Cinagara Desa Pasir Buncir

Luas

Sawah dan Ladang

Bangunan Umum

Sumber : Monografi desa Cinagara 2009

4.1.2 Kependudukan

Penduduk di Desa Cinagara berdasarkan data monografi tahun 2009 berjumlah 9.214 orang yang terdiri atas 5.004 orang laki laki dan 4.210 orang perempuan. Desa Pasir Buncir mempunyai penduduk berjumlah 6.825 orang dengan jumlah laki laki 3.564 orang dan perempuan 3.261 orang yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Sebaran penduduk Cinagara dan Pasir Buncir berdasarkan jenis kelamin.

No Jenis Kelamin

Jumlah Penduduk

Cinagara Pasir Buncir

1

Sumber : Monografi desa Cinagara 2009

(34)

sedangkan untuk berjenis kelamin perempuan didominasi oleh tingkat pendidikan belum sekolah yaitu 1270 jiwa. Secara rinci disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Sebaran penduduk Cinagara menurut tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk

Laki-laki Perempuan

a) Belum Sekolah

b) Masih Sekolah Dasar

c) Tamatan SD

d) SMP/SLTP

e) SMA/SLTA

f) Akademi/D1-D3

g) Sarjana (S1-S3)

h) Tidak Tamat SD

591

Jumlah 5004 4210

Total 9214

Sumber : Monografi desa Cinagara 2009

Berdasarkan jenis pekerjaan penduduk Desa Cinagara yang tercatat dalam monografi Desa tahun 2009, sekitar 2.332 orang yang memiliki mata pencaharian yang terbagi dalam beberapa jenis pekerjaan. Sedangkan untuk penduduk Pasir Buncir mayoritas adalah petani yaitu sebanyak 3.656 orang. Secara rinci distribusi jenis pekerjaan penduduk Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir dapat dilihat pada Tabel 4.

(35)

Tabel 4 Sebaran penduduk Cinagara dan Pasir Buncir menurut pekerjaan

No Mata pencaharian

Desa Cinagara Desa Pasir Buncir

Jumlah

Pengemudi Jasa

Pensiunan Purnawirawan

Sumber : Monografi desa Cinagara 2009

Tabel 5 Jumlah ternak Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir

Desa Cinagara Desa Pasir Buncir

No Jenis ternak Jumlah (ekor) Jumlah (ekor)

1

Jumlah 31.041 14.740

Sumber : Monografi desa Cinagara 2009

4.1.3 Kelompok Tani Desa Cinagar

(36)

Tabel 6 Kelompok tani di Desa Cinagara

No Nama

Kelompok Tani

Alamat Nama ketua Jumlah

Anggota

Anugrah Setia Wargi

Mandiri

6 Karya Mandiri Kp.Cinagara Muhdor Kelana 20 Pertanian

Sumber : Monografi desa Cinagara 2009

4.1.3 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana di Desa Cinagara, yaitu: masjid, fasilitas pendidikan dan kesehatan. Untuk sarana pendidikan berupa sekolah SD dan SMP. Sedangkan untuk sarana kesehatannya berupa, 1 Puskesmas dan 12 Posyandu dengan 2 Dokter dan 3 Bidan. Sarana dan Prasarana Desa Pasir Buncir terinci pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7 Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Pasir Buncir.

Jenis Ukuran Kondisi

Masjid

Kantor/ Balai Desa

TPA

(37)

4.2 Hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango 4.2.1 Sejarah Kawasan

Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) mempunyai arti penting dalam sejarah konservasi dan penelitian botani Indonesia. Kawasan ini merupakan kawasan pertama yang ditetapkan sebagai Taman Nasional di Indonesia yaitu berdasarkan Pengumuman Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980.

Landasan hukum status kawasan sejak pemerintah Hindia Belanda sampai kawasan ini menjadi Taman Nasional adalah sebagai berikut:

1 Besluit van den Gouvernur General van Nederlandsch Indie 17 Mei 1889 No. 50 tentang Kebun Raya Cibodas dan areal hutan di atasnya ditetapkan sebagai contoh flora pegunungan Pulau Jawa dan merupakan cagar alam dengan luas keseluruhan 240 ha. Selanjutnya dengan Besluit van den Gouvernur General van Nederlandsch Indie 11 Juni 1919 No 33 Staatblad No.392-15 yang memperluas areal dengan areal hutan di sekitar Air Terjun Cibeureum.

2 Tahun 1919 dengan Besluit van den Gouvernur General van Nederlandsch Indie 11 Juli No 83 Staatblad No. 392-11 menetapkan areal hutan lindung di lereng Gunung Pangrango dekat Desa Caringin sebagai Cagar Alam Cimungkat seluas 56 ha.

3 Sejak tahun 1925 dengan Besluit van den Gouvernur General van Nederlandsch Indie 15 Januari 1925 No 7 Staatblad 15 dan menarik kembali berlakunya peraturan tahun 1889, menetapkan daerah puncak Gunung Gede, Gunung Gumuruh, Gunung Pangrango serta DAS Ciwalen, Cibodas sebagai Cagar Alam Cibodas / Gunung Gede dengan luas 1.040 ha.

4 Daerah Situ Gunung, lereng Selatan Gunung Gede Pangrango dan bagian Timur Cimungkat, berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 461/Kpts/Um/31/1975 tanggal 27 November 1975 telah ditetapkan sebagai Taman Wisata dengan luas 100 ha.

(38)

6 Dengan diumumkannya 5 (lima) buah taman nasional di Indonesia oleh Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980, maka kawasan Cagar Alam Cibodas, Cagar Alam Cimungkat, Cagar Alam Gunung Gede Pangrango, Taman Wisata Situgunung dan hutan-hutan di lereng Gunung Gede Pangrango diumumkan sebagai kawasan TNGP dengan luas 15.196 ha.

7 Berdasarkan SK Menhut No 174/Kpts-II/tanggal 10 Juni 2003 kawasan TNGP diperluas menjadi 21.975 ha.

4.2.2 Letak dan Luas Kawasan

Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) secara geografis terletak di titik 106º 51’-107 º 02’ Bujur Timur dan 6 º 41’-6 º 51’ Lintang Selatan. TNGP yang awalnya memiliki luas 15.196 hektar dan terletak di 3 (tiga) wilayah kabupaten yaitu Cianjur (3.599,29 Ha), Sukabumi (6.781,98 ha) dan Bogor (4.514,73 ha), saat ini sesuai SK Menhut No. 174/Kpts-II/tanggal 10 Juni 2003 kawasan TNGP diperluas menjadi 21.975 ha. Sesuai ketentuan pasal 32 dan 33 dalam undang-undang No 5 tahun 1990, maka Zonasi di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terdiri dari Zona Inti (7.400 ha), zona rimba (6.848,30 ha) dan zona pemanfaatan (948,7 ha).

4.2.3 Iklim dan Hidrologi

Iklim di kawasan ini berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson termasuk tipe iklim A, dengan nilai Q berkisar antara 11.30%-33.30%. Suhu udara berkisar antara 10º-18º C. Kelembaban relatif sepanjang tahun berkisar dari 80%-90%. Daerah ini termasuk daerah terbasah di Pulau Jawa dengan rata-rata curah hujan tahunan 3.000-4.200 mm. Bulan basah terjadi pada bulan Oktober– Mei, dengan rata-rata curah hujan bulanan 200 mm. Bulan kering biasanya terjadi pada bulan Juni-September dengan rata-rata curah hujan bulanan kurang dari 100 mm.

(39)

4.2.4 Geologi dan Tanah

Geologi kawasan ini berupa batuan vulkanik seperti andesit, tuff, basalt, lava breksi, breksi mekanik dan proklastik.

Jenis tanahnya adalah:

1 Tanah regosol dan litosol terdapat pada lereng pegunungan yang lebih tinggi dan berasal dari lava dan batuan hasil kegiatan gunung berapi. Jenis tanah seperti ini sangat peka terhadap erosi.

2 Tanah asosiasi andosol dan regosol terdapat pada lereng gunung yang lebih rendah dan agak peka terhadap erosi. Jenis ini mengalami pelapukan lanjut. 3 Tanah latosol coklat terdapat pada lereng paling bawah. Tanah ini

mengandung liat dan lapisan subsoilnya gembur, mudah ditembus air, serta lapisan bawahnya yang mudah melapuk. Tanah seperti ini sangat subur dan dominan, serta agak peka terhadap erosi.

4.2.5 Topografi

Topografi kawasan ini bervariasi, terdiri dari lahan datar, dataran tinggi dan bukit sedang sampai terjal. Sekitar Kebun Raya Cibodas berada pada ketinggian 1.000 m dpl, puncak gunung gede berada pada ketinggian 2.985 m dpl sedangkan untuk puncak gunung pangrango berada pada ketinggian 3.019 m dpl. Kedua gunung ini dihubungkan oleh lereng dengan ketinggian 2.500 m dpl. Gunung Gede Pangrango termasuk dalam rangkaian jalur gunung berapi dari pulau Sumatera sampai Nusa Tenggara.

4.2.6 Flora

TNGP dikenal dan banyak dikunjungi karena memiliki potensi hayati yang tinggi, terutama keanekaragaman jenis flora. Pada kawasan ini hidup lebih dari 1.000 jenis flora, yang tergolong tumbuhan berbunga (Spermatophyta) sekitar 900 jenis, tumbuhan paku lebih dari 250 jenis, lumut lebih dari 123 jenis, ditambah berbagai jenis ganggang, Spagnum, jamur dan jenis-jenis Thalophyta lainnya.

(40)

1. Hutan Sub Montana

Zona ini merupakan batas terluar taman nasional yang mempunyai tinggi 1000-1500 m dpl. Sepesies di kawasan ini berupa jenis rasamala (Altingia excelsa). Hutan ini ditandai dengan tiga lapisan tajuk. Lapisan tajuk teratas didominasi oleh jenis Rasamala (Altingia excelsa). Tinggi tajuk teratas jenis tumbuhan ini dapat mencapai 60 m. Jenis lainnya yang menonjol berturut-turut adalah Saninten (Castanopsis argentea), dan Antidesma tentandrum. Lapisan tajuk kedua berupa jenis perdu dan semak diantaranya Ardisia fulginosa, Dichera febrifuga, Pandanus laizrox, Pinanga sp dan Lapotea stimulans. Pada lapisan tajuk ketiga terdapat berbagai jenis tumbuhan bawah, epifit, dan lumut antara lain Begonia, paku-pakuan, anggrek dan Lumut Merah (Sphagnum gedeanum).

2. Hutan Montana

Zona ini berada di ketinggian 1500-3000 m dpl dicirikan oleh adanya dominasi pohon bertajuk besar. Pohon pada lapisan atas mempunyai pertumbuhan yang jarang. Sedangkan lapisan tajuk tumbuhan bawah mempunyai pertumbuhan yang rapat. Lapisan tajuk tumbuhan bawah ini berupa semak rendah, sedang dan tinggi. Jenis tumbuhan yang mudah dikenal yaitu Puspa (Schima wallichii), tumbuhan berdaun jarum (Dacrycarpus imbricatus dan Podocarpus neriifolius), Jamuju (Podocarpus imbricatus), Rasamala (Altingia excelsa), dan Kiracun (Macropanax dispernum). Untuk jenis tumbuhan bawah berupa paku-pakuan, epifit, seperti Dendrobium sp, Arundinasp, Cymbiddum- spp dan Calanthe spp. 3. Hutan Sub Alpin

(41)

javanica) yang sangat terkenal di kalangan pecinta alam, karena bunganya terlihat tidak pernah layu

Taman nasional TNGP memiliki beberapa flora endemik yang langka dan beberapa tanaman introduksi. Jenis tumbuhan endemik dan langka antara lain anggrek Liparis bilobulata, Malaxis sagittata, Pachicentria varingiaefolia, dan Corrybas mucronatus, sedangkan tanaman yang diintroduksi antara lain Dendrobium jecobsoni, Agathis loranthifolia, Pinus merkusii dan Maesopsis emini. Tanaman introduksi tersebut sengaja dimasukkan oleh para peneliti ke dalam kawasan.

4.2.7 Fauna

Di tinjau dari potensi keanekaragaman satwa liarnya, TNGP merupakan kawasan yang memiliki jenis burung tertinggi di Pulau Jawa. Sekitar 53% atau 260 jenis dari 460 jenis burung di Jawa dapat ditemukan di kawasan ini. Disamping itu, 19 dari 20 jenis burung endemik di pulau Jawa hidup di kawasan ini.

Kawasan TNGP mempunyai beberapa jenis satwa, baik dari jenis primata, mamalia, burung, dan bermacam satwa kecil. Beberapa jenis satwa di kawasan TNGP sudah tergolong langka . Jenis satwa langka antara lain:

1. Jenis primata seperti Gibbon Jawa (Hylobates moloch) dan Surili Jawa (Dresbytis aygula),

2. Jenis mamalia seperti macan tutul (Panthera pardus), anjing hutan (Cuonalpinus), dan trenggiling (Manis javanica),

3. Jenis burung seperti alap-alap (Accipiter soloensis), betet (Lanios scaeh), dan kutilang (Pycnonotus aurigaster).

Jenis satwa yang populasinya masih banyak antara lain:

1. Jenis primata seperi kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dan Lutung (Presbytis cristata),

2. Jenis mamalia besar seperti kancil (Tragulus javanicus), babi hutan (Susschrofa spp), dan muncak (Muntiacus muntjak).

(42)

4.2.8 Kondisi Sosial Ekonomi Daerah Penyangga

(43)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil

5.1.1 Karakteristis Responden

Karakteristik responden yang diukur dalam penelitian ini adalah kelompok umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, jarak pemukiman responden ke Kawasan TNGP, pendapatan masyarakat dari luar kawasan TNGP, tingkat pekerjaan dan kepemilikan lahan. Data tentang karakteristik responden tersebut disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Karakteristik responden Desa Cinagara (MDK) dan Pasir Buncir (non MDK)

No Karakteristik Jumlah

(MDK) Tidak tamat/tamat SD SLTP/SMU

PT/Akademi

Jumlah anggota keluarga Kecil : < 5 orang Sedang : 5-7 orang Besar : > 7 orang Pekerjaan

Berhubungan dengan hutan Berhubungan tidak langsung Tidak berhubungan

6 Tingkat pendapatan per-bulan

<Rp 5.000.000,-

7 Kepemilikan lahan

(44)

5.1.2 Nilai Sumberdaya Hutan

Nilai sumberdaya hutan adalah nilai manfaat yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya hutan. Dari hasil penelitian di Desa Cinagara (MDK) dan Desa Pasir Buncir (Non MDK), jenis-jenis hasil hutan yang dimanfaatkan yaitu kayu bakar, buah-buahan, kayu pertukangan, lahan kosong di luar kawasan berhutan dan sebagian kecil masyarakat memanfaatkan getah pinus. Jenis hasil hutan yang paling dominan dikonsumsi adalah kayu bakar, karena 100 % responden terpilih mengambil kayu bakar di Kawasan TNGP. Berikut adalah tabel nilai manfaat sumberdaya hutan (Tabel 9).

Tabel 9 Nilai kontribusi sumberdaya hutan

Desa Jenis Sumberdaya Hutan Nilai Sumberdaya Hutan (Rp/tahun)

Persentase (%)

Cinagara

(MDK)

Kayu Bakar 1.506.000,00 47,60

Buah-buahan 331.733,33 10,49

Kayu Pertukangan 126.666,67 4,00

Lahan Kosong 124.000,00 3,92

Getah Pinus 1.075.200,00 33,99

Rata –Rata/rumah tangga 3.163.600 100,00

Pasir Buncir

(Non MDK)

Kayu Bakar 1.340.000,00 37,65

Buah-buahan 139.333,33 3,91

Kayu Pertukangan 21.333,33 0,60

Lahan Kosong 1.146.333,33 32,66

Getah Pinus 704.000,00 19,78

Bambu 192.000,00 5,39

Rata – Rata/rumah tangga 3.559.000 100,00

5.1.3 Kontribusi Sumberdaya Hutan Terhadap Pendapatan Masyarakat

(45)

kegiatan pengelolaan hasil hutan, kegiatan pertanian, upah kerja dan kegiatan lainnya yang dapat menambah penghasilan total rumah tangga. Sedangkan tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya hutan diukur dari kontribusi sumberdaya hutan dan kontribusi dari luar kawasan hutan.

Tabel 10 Persentase pendapatan dan manfaat hasil hutan

Desa Penghasilan Rata -Rata (Rp/tahun)

Total Rata - Rata

(Rp/tahun)

Persentase (%) Dari Dalam TNGP Dari Luar TNGP

Cinagara 3.163.600 12.440.200,00 15.603.800,00 20,27

Pasir Buncir 3.559.000 10.461.333,33 14.020.333,33 25,38

5.2 Pembahasan

5.2.1 Umur Responden Terpilih

Pengelompokan umur responden dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat sebaran umur masyarakat Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir. Dari data hasil penelitian, usia produktif kerja masyarakat Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir adalah pada umur 25-50 tahun. Umur responden akan berpengaruh terhadap kemampuan fisik untuk bekerja baik di sektor pertanian maupun non pertanian.

(46)
(47)
(48)

Gambar 3 Histogram untuk jumlah anggota keluarga

Mayoritas jumlah keluarga dari kedua desa tersebut, masuk dalam kategori keluarga sedang dengan jumlah anggota keluarga 5-7 orang. Terkait dengan hal tersebut jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi besar kecilnya pemanfaatan sumberdaya hutan.

5.2.4 Karakteristik Pekerjaan

Jenis pekerjaan responden akan mempengaruhi penghasilan total rumah tangga. Dari segi pekerjaan atau mata pencaharian utama masyarakat, terbagi kedalam tiga kategori yaitu kategori yang berhubungan langsung dengan hutan, kategori yang tidak berhubungan langsung dengan hutan dan kategori yang sama sekali tidak berhubungan dengan hutan. Berdasarkan data hasil penelitian, yang termasuk dalam kategori berhubungan langsung dengan hutan sebanyak 5 responden (16,67%) untuk Desa Cinagara dan 11 responden (26,67%) untuk Desa Pasir Buncir. Responden yang mempunyai keterkaitan tidak langsung dengan hutan sebanyak 2 orang (6,67%) untuk Desa Cinagara dan 3 orang (10%) untuk Desa Pasir Buncir yang pada umumnya adalah buruh tani non lahan TNGP dan juga karyawan serta masyarakat yang hanya menggunakan akses jalan hutan atau terkadang saja melakukan kegiatan di dalam hutan. Responden yang mempunyai pekerjaan tidak berhubungan dengan hutan yang bergerak dibidang perdagangan, PNS, dan wiraswasta sebanyak 23 orang (76,67%) untuk Desa Cinagara dan hanya 16 orang (53,33%) untuk Desa Pasir Buncir.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Kecil : <5 orang Sedang : 5 – 7  orang

Besar : >7 orang

Pers

en

tas

e

Kelas

Cinagara

(49)

Gambar 4 Histogram untuk tingkat pekerjaan. 5.2.5 Karakteristik Jarak

Aksesibilitas masyarakat ke hutan ditentukan oleh jarak yang harus ditempuh ke hutan. Jarak pada kedua desa didominasi jarak dekat dan sedang, untuk jarak jauh hanya beberapa responden. Jarak kurang dari 1 kilometer termasuk dalam kategori dekat sebanyak 13 orang ( 43,33%) begitujuga untuk desa Pasir Buncir. Jarak yang termasuk kategori sedang berkisar antara 1-2 kilometer sebanyak 13 orang (43,33%) untuk Desa Cinagara dan 15 orang (50%) untuk Desa Pasir Buncir. Sedangkan untuk jarak jauh lebih dari 2 Kilometer hanya 4 orang (13,33%) untuk Desa Cinagara dan 2 orang (6,67%) untuk Desa Pasir Buncir.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Berhubungan  dengan hutan

Berhubungan  tidak langsung

Tidak  berhubungan

Pers

en

tas

e

Kelas

Cinagara

(50)
(51)

Gambar 6 Histogram untuk tingkat pendapatan dari Luar Kawasan.

Sebaran pendapatan untuk Desa Cingara dan Desa Pasir Buncir mayoritas pendapatannya di atas Rp 10.000.000 per tahun. Jika dilihat dari pendapatan masing-masing desa tersebut, Desa Cinagara berada di atas UMR (Upah Minimum Regional) Kabupaten Bogor yaitu sekitar Rp 12.000.000 per tahun sedangkan untuk Desa Pasir Buncir, rata-rata pendapatan masyarakatnya di bawah UMR Kabupaten Bogor. Tingkat pendapatan masyarakat dari luar kawasan TNGP dipengaruhi oleh pekerjaan yang dimiliki oleh responden.

5.2.7 Karakteristik Kepemilkan Lahan

Berdasarkan Tabel 8, sebaran kepemilikan lahan hampir sama pada kedua desa yaitu didominasi lahan di bawah 0,25 ha, diikuti kisaran 0,25-0,5 ha dan terkecil lahan di atas 0,5 ha. Hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat hanya menggarap lahan milik TNGP sebesar 1-2 patok dimana satu patok luasnya 400 m². Kepemilikan lahan di bawah 0,25 ha sebanyak 22 orang (73,33%) pada Desa Cinagara dan 18 orang (60%) pada Desa Pasir Buncir , diikuti kisaran 0,25-0,5 ha sebanyak 6 orang (20%) pada Desa Cinagara dan 11 orang (36,67%) pada Desa Pasir Buncir dan terkecil lahan di atas 0,5 ha sebanyak 2 orang (6,67%) pada Desa Cinagara dan hanya 1 orang (3,33%) pada Desa Pasir Buncir.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Persenta

se

Kelas

Desa Cinagara

(52)
(53)

Karena jika jumlah kepemilikan lahan masyarakat besar maka jumlah pemanfaatan lahan garapan yang ada di kawasan TNGP semakin kecil. Sama halnya dengan faktor jarak.

Jika dilihat dari total pemanfaatan sumberdaya hutan menunjukan bahwa

dalam tingkat konsumsi sumberdaya hutan Desa Cinagara (MDK) lebih rendah jika dibandingkan dengan Desa Pasir Buncir (Non MDK). Namun, hal tersebut tidak menunjukan perbedaan yang mencolok karena Desa Cinagara yang dibentuk sebagai Model Desa Konservasi tidak menunjukan adanya perubahan dalam meminimalisir pemanfaatan sumberdaya hutan.

5.2.9 Kontribusi Sumberdaya Hutan Terhadap Pendapatan Masyarakat

Berdasarkan Tabel 10, kontribusi sumberdaya hutan terhadap pendapatan masyarakat Desa Cinagara sebesar 20,27 % sedangkan Desa Pasir Buncir sebesar 25,38 %. Berdasarkan hasil tersebut, konstribusi sumberdaya hutan yang dimanfaatkan terhadap penghasilan total rumah tangga masyarakat Desa Cinagara (MDK) persentasenya lebih rendah jika dibandingkan dengan Desa Pasir Buncir (Non MDK). Terlihat dari hasil tersebut, perbedaan antara Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir tidak terlalu signifikan karena kedua desa tersebut masih sama-sama memanfaatkan sumberdaya hutan. Pemanfaatan tersebut terkait dengan tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan. Menurut Ramelgia (2009) tingkat ketergantungan dibagi ke dalam beberapa kategori, antara lain : tidak tergantung (0% - <10%), relatif tergantung (10% - <20%), tergantung (20% - <40%), lebih tergantung (40% - <75%) dan sangat tergantung (75% - 100%). Jadi dapat disimpulkan bahwa antara Desa Cinagara sebagai Model Desa Konservasi (MDK) dan Desa Pasir Buncir sebagai Non Model Desa Konservasi, tingkat ketergantungannya termasuk kategori tergantung terhadap sumberdaya hutan.

(54)

kebutuhan. Dalam program MDK terdapat beberapa program untuk menunjang keberhasilan pola pemberdayaan masyarakat tersebut, seperti pemberian domba bergulir dan pemberian bibit pohon. Namun, program tersebut tidak terlihat hasilnya karena pihak pengelola TNGP menyerahkan program tersebut lagsung pada pejabat desa. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, program-program tersebut pernah disosialisasikan, akan tetapi pada kenyataannya masyarakat tidak merasakan adanya manfaat dari program-program yang telah dibentuk, hal ini tidak sesuai dengan tujuan program tersebut agar masyarakat bersama-sama mengelola program yang diberikan pihak pengelola TNGP untuk mendapatkan manfaat secara merata di kalangan masyarakat, sehingga masyarakat tetap menjaga kelestarian kawasan TNGP.

5.2.10 Fakkto-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Nilai Sumberdaya Hutan Desa Cinagara (MDK) dan Desa Pasir Buncir (non-MDK)

1. Uji Korelasi

Dari tujuh karakteristik responden Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir hanya dua karakter yang akan diuji dengan menggunakan pengujian regresi linear berganda, diduga dua karakter tersebut akan mempengaruhi nilai sumberdaya hutan yaitu tingkat pendidikan responden dan pendapatan dari luar kawasan TNGP. Pemilihan dua karakter tersebut karena dalam pengujian korelasi, karakter responden tersebut berpengaruh nyata terhadap nilai sumnberdaya hutan. Pada Desa Cinagara, tingkat pendidikan memiliki nilai p-value 0,014 < 0,05 dan tingakat pendapatan dari luar kawasan TNGP memiliki p-value 0,000 < 0,05. Pada Desa Pasir Buncir, tingkat pendidikan memiliki nilai p-value 0,000 < 0,05 dan tingkat pendapatan dari luar kawasan TNGP memiliki nilai p-value 0,000<0,05.

(55)

Tabel 11 Uji korelasi karakteristik responden terhadap nilai sumbedaya alam

Karakteristik responden

Tingkat Nyata dan Tidak Nyata Variabel (p-value) Nilai Sumberdaya Hutan

Desa Cinagara Desa Pasir Buncir

Umur 0,060 0,180

Pendidikan 0,040 0,000

Jumlah Anggota Keluaga 0,093 0,593

Pekerjaan 0,110 0,214

Jarak ke Kawasan TNGP 0,115 0,660

Penghasilan dari Luar TNGP 0,000 0,000

Kepemilikan Lahan 0,112 0,513

2. Uji Regresi

a. Koefisien Determinasi

Langkah pertama adalah menentukan koefisien determinasi yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel karakteristik responden tersebut menjelaskan nilai sumberdaya hutan terletak pada Tabel 12, nilai R Squer dikatakan baik jika nilai nya di atas 0,5 karena nilai R Squer bekisar antara 0 samapai 1.

Tabel 12 Model Summary(b) desa Cinagara dan desa Pasir Buncir

Desa R R Square Adjusted R Square Std. Error of the

Estimate

Cinagara 0,799(a) 0,638 0,612 0,53623

Pasir Buncir 0,878 (a) 0,772 0,755 0,37883

(56)

variabel–variabel tidak bebas tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan masyarakat dari luar kawasan.

b. Uji Masing-Masing Variabel Independen terhadap Variabel Dependen

Nilai uji ini dapat dilihat dari nilai p-value (sig) dan level of significant. Jika nilai p-value < level of significant maka masing-masing variabel tidak bebas tersebut mempengaruhi variabel dependen.Selain itu, pengujian ini menggunakan penerimaan dan penolakan hipotesis yaitu Ho1 = diduga tingkat pendidikan tidak mempengaruhi nilai sumberdaya hutan, Ha1 = diduga tingkat pendidikan mempengaruhi nilai sumberdaya hutan, Ho2 = diduga tingkat pendapatan masyarakat dari luar kawasan TNGP tidak mempengaruhi nilai sumberdaya hutan Ha2 = diduga tingkat pendapatan dari luar kawasan TNGP mempengaruhi nilai sumberdaya hutan. Seperti terlihat pada Tabel 13 berikut ini.

Tabel 13 Coefficients(a) Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir

Desa Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients T Sig.

B Std. Error Beta

Cinagara (Constant) 4.367 0.381 11.470 0.000

Pendidikan -0.208 0.177 -0.141 -1.175 0.003

PDL -0.864 0.138 -0.750 -6.251 0.000

Pasir

Buncir

(Constant)

4.345 0.263 16.513 0,000

Pendidikan -0.645 0.116 -0.560 -5.549 0.000

PDL -0.545 0.114 -0.484 -4.789 0.000

(57)

R-square untuk tingkat pendidikan 0,53 ( Desa Cinagara) dan 0,68 (Desa Pasir Buncir), artinya sebesar 53% (Desa Cinagara) dan 68% (Desa Pasir Buncir) secara signifikan nilai sumberdaya hutan dapat di definisikan atau diterangkan oleh tingkat pendidikan. R-square tingkat pendapatan dari Luar Kawasan TNGP 0,62 (Cinagara) dan 0,81 (Pasir Buncir), artinya 62% (Desa Cinagara) dan 81% (Desa Pasir Buncir) secara signifikan nilai sumberdaya hutan dapat diterangkan oleh tingkat pendapatan dari Luar Kawasan TNGP. Terlihat bahwa dari masing-masing persentase variabel tersebut, tingkat pendapatan dari Luar Kawasan TNGP lebih besar pengaruhnya terhadap nilai sumberdaya hutan jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan.

Berdasarkan Tabel 23 persamaan regresi Desa Cinagara dapat dirumuskan dengan Y = 4,37 – 0,208 (tingkat pendidikan) – 0,864 (tingkat pendapatan masyarakat dari luar kawasan) + e atau Y = 4,37 – 0,208 X1 – 0,864 X2 dan persamaan regresi Desa Pasir Buncir dapat dirumuskan dengan Y = 4,345 – 0,645 (tingkat pendidikan) – 0,545 (tingkat pendapatan masyarakat dari luar kawasan) + e atau Y = 4,345 – 0,645 X1 – 0,545 X2 + e Hubungan antar variabel tersebut adalah berbanding terbalik, maksudnya jika nilai variabel tidak bebas (tngkat pendidikan dan tingkat pendapatan dari luar kawasan TNGP) naik maka nilai dependen (nilai sumberdaya hutan) akan turun.

5.2.11 Persentase Karakteristik Responden terhadap Nilai Sumberdaya Hutan

5.2.11.1 Tingkat Pendidikan

(58)

Tabel 14 Tingkat pendidikan terhadap nilai sumberdaya hutan Desa Cinagara

Kelas Jumlah Responden Rata-Rata Nilai Manfaat

SDH (Rp/tahun) Persentase (%) Tidak tamat/tamat

SD 9 3.957.778 30

SLTP/SMA 20 2.993.778 60

PT/akademik 1 1.800.000 10

30 100

Tabel 15 Tingkat pendidikan terhadap sumberdaya hutan Desa Pasir Buncir

Kelas Jumlah Responden Rata-Rrata Nilai Manfaat

Hutan (Rp/tahun) Persentase (%) Tidak

tamat/tamat SD 8 4.110.000 26,67

SLTP/SMA 18 3.364.333 60,00

PT/akademik 4 2.518.000 13,33

30 100,00

Dari tabel di atas menunjukan jika tingkat pendidikan lebih tinggi maka tingkat konsumsi sumberdaya hutan lebih rendah karena tingkat penddikan akan mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam menyikapi perubahan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan membentuk seseorang dalam daya adaptasi terhadap perubahan yang ada. Tingkat pendidikan juga menentukan kelas sosial dalam masyarakat. Sehingga tingkat pendidikan akan berpengaruh besar dalam pemanfaatan sumberdaya hutan karena semakin tinggi tingkat pendidikan kemudahan dan peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak pun terbuka lebar dan pada akhirnya tidak ada yang merambah hutan.

5.2.11.2 Tingkat Penghasilan dari Luar Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

(59)

4.580.000 per tahun dan nilai sumberdaya hutan paling rendah adalah penghasilan lebih dari Rp. 10.000.000 per tahun sebesar Rp. 3.118.615 per tahun. Data hasil selengkapnya ada pada tabel di bawah ini.

Tabel 16 Tingkat penghasilan dari luar kawasan TNGP terhadap nilai sumberdaya hutan Desa Cinagara

Kelas Jumlah responden Rata-rata Nilai Manfaat

Hutan (Rp/tahun) Persentase (%)

< Rp 5.000.000 5 2.816.000 16.67

Rp 5.000.000 –Rp

10.000.000 12 2.752.308 40.00

> Rp 10.000.000 13 2.665.231 43.33

Total 30 100.00

Tabel 17 Tingkat penghasilan dari luar kawasan TNGP terhadap nilai sumberdaya hutan Desa Pasir Buncir

Kelas Jumlah responden Rata-rata nilai manfaat

hutan (Rp/tahun) Persentase (%)

< Rp 5.000.000 6 4.580.000 20.00

Rp 5.000.000 –Rp

10.000.000 11 3.226.182 36.67

> Rp 10.000.000 13 3.118.615 43.33

30 100.00

Gambar

Tabel 1  Penggunaan lahan desa Cinagara dan Pasir Buncir
Tabel 5  Jumlah  ternak Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir
Tabel 6   Kelompok tani di Desa Cinagara
Tabel 8  Karakteristik responden Desa Cinagara (MDK) dan Pasir Buncir  (non MDK)
+7

Referensi

Dokumen terkait