• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intensitas komunikasi petani daerah penyangga kawasan Taman Nasional dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan: kasus pada empat desa binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Intensitas komunikasi petani daerah penyangga kawasan Taman Nasional dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan: kasus pada empat desa binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Provinsi Jawa Barat"

Copied!
366
0
0

Teks penuh

(1)

KONSERVASI TANAH DAN AIR SECARA

BERKELANJUTAN

(Kasus Pada Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Provinsi Jawa Barat)

MOHAMAD IHSAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: Intensitas Komunikasi Petani Daerah Penyangga Kawasan Taman Nasional dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air Secara Berkelanjutan (Kasus Pada Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Provinsi Jawa Barat) adalah benar hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2009

(3)

ABSTRACT

MOHAMAD IHSAN: Farmer Intensity of Communication In Buffer Zone Area of National Park Sustainability of Land And Water Conservation (Case in Four Gunung Gede Pangrango National Park of West Java Province) Supervised by SUMARDJO And SUTISNA RIYANTO.

The aims of this study are to analysis farmer characteristic factors, environment factor and farmer intensity of communication that influence farmers behavior in sustainability land and waters conservation in buffer zone of Gunung Gede Pangrango National Park of conservation area. This research was done in four villages in buffer zone conservation area of Gunung Gede Pangrango National Park of West Java Province. It start since May until August 2007 with total sample are 120 respondents. Collecting primier data was done by observation and reinterview. In other that secondary data was collecting by documents and reports from the relevant institution. To analysis data were used SPSS program. Results of this research show that ages characteristic factors, experience level, and belonging mass media are real influence and significant into communication intensity. Environmental factors is real influence and significant into communication intensity. Beside that, environment factors in farmer business of technology variable of conservation, farmer business organization, and social culture value are real influence and significant into farmer behavior of knowledge aspect and action in sustainability land and waters conservation. Intensity of farmers communication is real influence and significant into farmers behavior (like knowledge, affective, and action) in buffer zone are of conservation area of Gunung Gede Pangrango National Park in sustainability land and waters conservation.

(4)

RINGKASAN

MOHAMAD IHSAN. Intensitas Komunikasi Petani Daerah Penyangga Kawasan Taman Nasional dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air Secara Berkelanjutan (Kasus pada Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Provinsi Jawa Barat). Dibimbing oleh SUMARDJO dan SUTISNA RIYANTO.

Taman nasional (TN) merupakan aset nasional dan internasional yang memiliki nilai manfaat penting bagi kehidupan umat manusia, Karena itu International Union For The Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) memberikan kriteria penetapannya yang berfungsi sebagai upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya lestari. Menyadari pentingnya peranan taman nasional dan daerah penyangga maka diduga faktor karakteristik petani, faktor lingkungan dan intensitas komunikasi sangat mempengaruhi perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air. Penelitian ini bertujuan: Menganalisis faktor karakteristik petani, faktor lingkungan dan intensitas komunikasi petani yang mempengaruhi perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Penelitian ini dilakukan di Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Provinsi Jawa Barat pada bulan Mei sampai Agustus 2007. Jumlah Sampel 120 responden. Pengambilan data primer dilakukan dengan pengamatan, wawancara, diskusi mendalam dan terarah sedangkan data sekunder diproleh melalui dokumen dan dari laporan instansi terkait.

Faktor karakteristik petani pada variabel umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, keikursertaan dalam kelompok, luas lahan garapan dan status kepemilikan lahan berpengaruh secara nyata terhadap intensitas komunikasi petani, sedangkan pada faktor lingkungan variabel teknologi usahatani konservasi, permodalan usahatani, keberadaan lembaga sosial dan organisasi sosial memberikan pengaruh nyata terhadap intensitas komunikasi petani. Kepemilikan media massa, tingkat pendapatan, dan permodalan usahatani konservasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap intensitas komunikasi petani.

Faktor karakteristik petani pada variabel tingkat pendidikan dan status kepemilikan lahan berpengaruh nyata terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan, Pada faktor lingkungan semua variabel berpengaruh nyata terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Faktor intensitas komunikasi petani pada variabel intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional, intensitas komunikasi dengan media massa dan intensitas komunikasi dengan penyuluhan memberikan pengaruh yang nyata terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP).

(5)

©Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

(6)

INTENSITAS KOMUNIKASI PETANI DAERAH PENYANGGA

KAWASAN TAMAN NASIONAL DALAM MELAKUKAN

KONSERVASI TANAH DAN AIR SECARA

BERKELANJUTAN

(Kasus Pada Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Provinsi Jawa Barat)

MOHAMAD IHSAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul : Intensitas Komunikasi Petani Daerah Penyangga Kawasan

Taman Nasional Dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air Secara Berkelanjutan (Kasus Pada Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Provinsi Jawa Barat)

Nama : Mohamad Ihsan

Nrp : P054050111

Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (KMP)

Disetujui: Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS Ir. Sutisna Riyanto, MS

Ketua Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi

Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(8)
(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang atas hidayah dan ridlho-Nya penulis mampu menyelesaikan tesis ini dengan judul: “Intensitas Komunikasi Petani Daerah Penyangga Kawasan Taman Nasional Dalam Melakukan Konservasi Tanah Dan Air Secara Berkelanjutan (Kasus Pada Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Provinsi Jawa Barat)

Taman nasional (TN) merupakan aset nasional dan internasional yang memiliki nilai manfaat penting bagi kehidupan umat manusia yang berfungsi sebagai perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lestari. Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan taman nasional dan daerah penyangga secara terpadu dan terintegrasi dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat yang terkait menjadi suatu keharusan dengan menerapkan berbagai metode dan penerapan teknologi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, salah satunya adalah menerapkan teknologi konservasi tanah dan air dalam melakukan usaha pertanian demi keberlangsungan dan keberlanjutan sumberdaya alam secara lestari.

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa perubahan dan kemajuan dalam segala bidang, tidak terkecuali dalam dunia pertanian. Kemajuan tersebut sangat memungkinkan untuk mempercepat proses penyebaran dan adopsi teknologi konservasi lahan, tanah dan air di masyarakat.

Maksud dan tujuan penulisan tesis ini, agar menjadi salah satu referensi dalam implementasi program-program pemanfaatan dan pengelolaan kawasan taman nasional dan daerah penyangga di sekitar pada umumnya dan pada Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) khususnya.

(10)

Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (KMP) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.(SPs. IPB).

Ucapan terima kasih juga yang tak terkira disampaikan kepada para guru dan dosen saya serta para sahabat karib saya, terutama saudara-saudaraku Muhammad Sukri Nasution, Bang Arman, Kang Ahmad Fahir, Muhammad Badri, Muhammad Alif, Kang Firmanto, Kang Haris, Mbak Selly, Mbak Fitri, Mbak Dian, Mbak Erni, dan teman-teman KMP khususnya angkatan 2005 yang telah membantu demi kelancaran proses perkuliahan dan penyelesaian penulisan tesis ini. Saudara-saudaraku yang terhimpun dalam keluarga besar mahasiswa Asal Nusa Tenggara Barat (NTB) antara lain Bang Hilman, Bang Ichin, Ustadz Aspar, Bang Basri, dan Pak Siraj. Rekan-rekan yang namanya yang tidak bisa saya sebut satu-persatu di sini. Serta ucapan terima kasih untuk staf Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) dan masyarakat di lokasi penelitian yang telah membantu dalam pengumpulan data dan informasi yang penulis butuhkan.

Akhirnya, Ucapan terima kasihpun tercurah kepada Kanda Muhammad Yusuf Halim sekeluarga, Paman Arifin, S.Ag sekeluarga di Kendari, Paman Drs. Alimudin sekelurga di Padang, Kanda Zakiuddin Usman S.Ag sekelurga, Ayunda Suhartini Halil, Adik-adikku tersayang Maksumhadi Kusuma, Sumiatun Hasanah dan Nurtijah Handayani. Serta terutama sekali hormat dan rasa bangga kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda H. Muhammad Halil Kasim Azhari (alm) yang dipanggil oleh Sang Khaliq di saat penyelesaian tugas akhir ini dan Ibunda Sumiati yang mata air kasihnya selalu mengalir serasa tak pernah kering. Hanya ucapan terima kasih yang tidak terhingga penulis panjatkan

Terima kasih juga disampaikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), PT. Newmont Nusa Tenggara dan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Damandiri) yang telah memberikan dana pendidikan dan penelitian dalam penyelesaian tesis ini.

Tentu saja, masih banyak kekurangan disana sini. Penulis sangat membuka kedua tangan untuk masukan-masukan dan kritikan-kritikan dari berbagai pihak demi perbaikan di masa depan. Semoga karya tulis (tesis) ini memberikan manfaat kepada pengembangan Ilmu Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan.

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak ketiga dari enam bersaudara, lahir di Dasan Baru Kecamatan Batukliang Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada tanggal 03 April 1981, dari pasangan Bapak H. Muhammad Halil Kasim Azhari (alm) dan Ibu Sumiati.

Pada tahun 1999 penulis lulus dari Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Kendari (MAN 1 Kota Kendari), lulus Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian dengan konsentrasi Ilmu Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian (PKP) Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo (Unhalu) tahun 2004. Tahun 2005 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs IPB) pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (KMP) pada Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) dengan Biaya sendiri, Pada tahun 2002 sampai tahun 2004 penulis sempat mengabdikan diri sebagai Tenaga Honorer Daerah pada kantor Walikota Kendari, pada tahun 2005 pernah bekerja pada Asuransi Jiwa Bringin Life PT. Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera dan pada tahun 2008 sampai sekarang bekerja pada PT. Enviro Protek

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Permasalahan ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian... 7

II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Karakteristik Petani ... 9

2.2 Faktor lingkungan yang mempengaruhi usahatani konservasi Tanah dan Air ... 14

2.3 Komunikasi ... 17

2.4 Intensitas Komunikasi ... 18

2.5 Pengaruh Lingkungan Terhadap Intensitas Komunikasi ... 21

2.6 Perilaku Petani (Pengetahuan, Sikap dan Tindakan) ... 27

2.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Petani ... 30

2.8 Hubungan antara Faktor Karakteristik dan Faktor Lingkungan ... 31

2.9 Pengaruh Karakteristik Petani dan Intensitas Komunikasi dengan Aspek Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan ... 32

2.10 Taman Nasional dan Pengelolaannya ... 33

2.11 Konservasi Tanah dan Air secara Berkelanjutan ... 34

2.12 Pembangunan Berkelanjutan ... 46

2.13 Kerangka Berpikir dan Hipotesis ... 48

III METODE PENELITIAN ... 53

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 53

3.2 Desain Penelitian ... 53

3.3 Populasi dan Sampel ... 54

3.4 Data dan Instrumen ... 54

3.5 Validitas dan Reliabilitas ... 55

3.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 57

3.7 Definisi Operasional ... 58

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 63

4.1 Sejarah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ... 63

4.2 Wilayah Penelitian ... 70

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 73

5.1 Karakteristik Petani ... 73

(13)

Tanah dan Air ... 85

5.4 Perilaku Petani dalam melakukan Konservasi Tanah dan Air ... 89

5.4.1 Pengetahuan Petani Tentang Konservasi Tanah dan Air ... ... 89

5.4.2 Sikap Petani Tentang Konservasi Tanah Dan Air... ... 90

5.4.3 Tindakan Petani Tentang Konservasi Tanah dan Air ... ... 90

5.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Petani daerah Penyangga Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) Dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air ... ... 91

5.5.1 Pengaruh Karakteristik Petani Terhadap Intensitas Komunikasi Petani ... 92

5.5.2 Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Intensitas Komunikasi Petani ... 98

5.6 Pengaruh Karakteristik Petani Terhadap Perilaku Petani Dalam Melakukan Konservasi Tanah Dan Air ... 101

5.7 Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Perilaku Petani dalam melakukan Konservasi Tanah dan Air ... 105

5.8 Pengaruh intensitas Komunikasi Petani Terhadap Perilaku Petani dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air ... 109

VI SIMPULAN DAN SARAN ... 113

6.1 Simpulan ... 113

6.2 Saran ... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 115

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1 Sebaran nilai reliabilitas pada setiap faktor ... 57

2 Sebaran wilayah dan jumlah penduduk di daerah sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango(TNGP) ... 67

3 Sebaran luas lahan daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) ... 68

4 Jumlah pengunjung Taman Nasional Gunung Gede Pangranggo (TNGP) untuk tujuan penelitian, pendidikan, rekreasi dan tujuan lainnya ... 69

5 Sebaran responden berdasarkan golongan umur ... 73

6 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan formal... 74

7 Sebaran responden berdasarkan pengalaman berusahatani... 75

8 Sebaran responden berdasarkan tingkat kepemilikan media massa ... 76

9 Sebaran responden berdasarkan keikutsertaan dalam kelompok ... 77

10 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan ... 78

11 Sebaran responden berdasarkan luas lahan garapan ... 79

12 Sebaran responden berdasarkan pada status lahan ... 79

13 Sebaran nilai rataan dan tingkat penilaian petani responden terhadap faktor lingkungan ... 80

14 Sebaran nilai rataan dan tingkat penilaian intensitas komunikasi petani ... 85

15 Sebaran nilai rataan dan tingkat penilaian perilaku petani... 89

16 Nilai koefisien regresi faktor karakteristik petani yang mempengaruhi Intensitas komunikasi petani ... ... 92

17 Nilai koefisien regresi faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku intensitas komunikasi petani. ... 98

18 Nilai koefisien regresi karakteristik yang mempengaruhi perilaku petani ... 102

19 Nilai koefesien regresi faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku petani ... 106

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman 1Model kerangka berpikir penelitian Intensitas komunikasi petani di

daerah penyangga kawasan taman nasional dalam melakukakan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di Taman

Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) ... 50

2 Model konseptual hipotesis pertama ... 51

3 Model konseptual hipotesis kedua ... 51

4 Model konseptual hipotesis ketiga ... 52

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman 1 Peta dan lokasi Taman Nasional Gunung Gede Pangranggo

(TNGP) dan Lokasi penelitian ... 120 2. Hasil uji validitas dan realibilitas ... 121 3 Hasil analisis statistik ... 127 4 Aktifitas kelompok tani, gerakan penghijuan, kondisi lahan pertanian

dan aktifitas ekonomi petani di daerah penyangga kawasan Taman

Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) ... 149 5 Kuesioner Penelitian ... 153

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Degradasi lahan menjadi permasalahan dunia yang penting di abad 21, karena berdampak terhadap penurunan produktivitas pertanian, kerusakan lingkungan, berpengaruh kepada keamanan pangan dan kualitas hidup serta terjadinya penurunan kualitas tanah (Eswaran dan Reich, 2001).

Adanya lahan kritis merupakan salah satu gambaran terjadinya degradasi lahan yang pada umumnya disebabkan oleh adanya kegiatan manusia yang secara langsung merusak daya dukung tanah atau lahan seperti pemanfaatan lereng bukit untuk lahan pertanian yang tidak sesuai dengan dengan kemampuan dan peruntukannya, tidak menerapkan teknologi konservasi, bahkan dapat juga berubah fungsi menjadi areal pemukiman.

Selanjutnya salah satu kegiatan yang juga dapat menambah jumlah lahan kritis yaitu Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian yang disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain.

(18)

banjir, kekeringan, dan tanah longsor merupakan contoh terganggunya keseimbangan alam dan merupakan reaksi alam untuk mencapai keseimbangan atas aksi yang dilakukan manusia.

Pembangunan pertanian berkelanjutan (agricultural sustainable development) merupakan strategi pembangunan jangka panjang untuk memenuhi permintaan pangan, serat dan komodititas lainnya termasuk jasa lingkungan. Mengingat sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang menampung sebagian besar angkatan kerja, maka sektor pertanian juga merupakan sumber pendapatan dari sebagian besar penduduk Indonesia. Peranannya yang besar tersebut secara langsung maupun tidak, memiliki dampak yang besar terhadap sumber daya alam khususnya sumber daya lahan, mengingat aktivitas pertanian memerlukan lahan persatuan nilai output yang lebih besar dibanding dengan aktivitas lainnya, Dengan demikian, kapasitas produksi sektor pertanian akan ditentukan oleh jenis, jumlah dan mutu dari sumber daya alam yang dimiliki.

Uffortd dan Giri (2003) dalam (Siahaan, 2006) menyatakan bahwa setiap pembangunan tidak terlepas dari adanya dampak yang merugikan, khususnya kepada lingkungan, berupa pencemaran, berkurangnya sumber daya alam secara tidak terkendali, rusaknya keragaman hayati (bio diversity), terjadinya berbagai ragam penyakit, banjir dan bencana-bencana alam yang bertabiat dari kerusakan lingkungan. Begitu banyaknya pengorbanan yang diminta oleh pembangunan pada sendi-sendi, khususnya nilai-nilai sosial budaya. Begitu sulitnya memulai dari mana kita melangkah untuk bergerak dan hal-hal apa yang sesungguhnya lebih layak dicapai oleh pembangunan.

(19)

Pemanfaatan jasa lingkungan hutan di kawasan taman nasional dapat dilakukan berdasarkan prinsip kelestarian, efisiensi, dan keadilan. Prinsip kelestarian menekankan bahwa pemanfaatan harus dapat mendorong terwujudnya kelestarian lingkungan, bukan justru merusak lingkungan. Prinsip efisiensi dilakukan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi secara keseluruhan, dengan memperhitungkan nilai jasa lingkungan dalam kegiatan ekonomi melalui pembayaran jasa lingkungan. Sedangkan jasa lingkungan secara adil dilakukan untuk terjadinya distribusi manfaat dan biaya pemanfaatan jasa lingkungan secara adil, melalui penerapan sistem imbal jasa dari penerima manfaat kepada penyedia jasa lingkungan dan juga dari pencemar kepada penyedia jasa lngkungan. (Sarbi. M.L, 2006).

Fungsi taman nasional yang merupakan salah satu bentuk kawasan pelestarian alam, menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah untuk perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber dayaalam hayati dan ekosistemnya. Secara lebih khusus, misi konservasi kawasan taman nasional meliputi: 1) terjaganya seluruh potensi yang dimiliki, terutama bagi sumber plasma nutfah, 2) Terjaganya kondisi alamiah contoh-contoh ekosistem pada tingkat kestabilan yang dinamis, 3) termanfaatkannya potensi kawasan secara lestari untuk dapat meningkatkan perekonomian daerah maupun nasional.

Pembangunan taman nasional mempunyai arti yang sangat luas dan strategis ditinjau dari aspek konservasi dan pengembangan wilayah (Sarbi. M.L, 2006) kerena taman nasional merupakan: (1) sumber plasma nutfah, (2). Penunjang keseimbangan ekosistem, (3) sarana latihan, pendidikan dan penelitian, (4). Sarana wisata/rekreasi dan (5) sistem penunjang pengembangan wilayah setempat. Sebagai salah satu kawasan pelestarian alam, fungsi kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) ini adalah :

(20)

2. Pengawetan keanekaragaman flora dan fauna, tipe ekosistem dan potensi ekologi lainya yang dimiliki sebagai potensi yang dapat dikembangkan untuk kepentingan pendidikan, ilmu penngetahuan, penelitian, ekonomi dan sosial budaya masyarakat.

3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam dan ekosistemnya bagi kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian, penunjang budidaya dan pariwisata alam.

Unsur-unsur sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya pada dasarnya saling tergantung antara satu dengan yang lainnya dan saling mempengaruhi sehingga kerusakan dan kepunahan salah satu unsur akan berakibat terganggunya ekosistem. Pembangunan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya merupakan upaya yang menyeluruh dan terpadu untuk meningkatkan peran kawasan dan sumberdaya alam hayati bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan.

Dalam konsep pembangunan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya telah ditetapkan kebijaksanaan pembangunan terpadu (Integrated Conservation Development Programe) dimana dalam merumuskan pembangunan konservasi dipadukan kepentingan dan manfaat dari seluruh unsur terkait, termasuk unsur masyarakat, khususnya masyarakat sekitar kawasan atau yang sering dikenal sebagai daerah penyangga (Buffer Zone).

Menyadari pentingnya peranan daerah penyangga, baik sebagai unsur pengaman maupun unsur potensi keberhasilan pembangunan konservasi itu sendiri, maka perlu dipikirkan secara khusus dan konsepsional kebijaksanaan untuk pengembangan daerah penyangga (Buffer Zone). Pengembangan daerah penyangga tidak terlepas dari aspek sosial ekonomi masyarakat sekitarnya, sebab kelestarian kawasan konservasi dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat sekitarnya terhadap kawasan tersebut. Oleh sebab itu pembentukan dan pengembangan daerah penyangga harus pula digali dari aspek sosial ekonomi masyarakat sekitarnya, terutama dalam hal penerapan kaidah-kaidah konservasi dalam pembangunan.

(21)

pembangunan akan dilihat juga dari aspek-aspek permasalahan yang ada dimasyarakat. Dalam hal ini tinjauan komunikasi berperan dalam pengambilan keputusan suatu proses pembangunan. Karena komunikasi mempengaruhi hubungan-hubungan sosial serta proses-proses yang berlangsung di dalamnya. Proses komunikasi yang terjadi dipengaruhi beberapa faktor ketepatan sumber maupun penerima, yaitu keterampilan berkomunikasi, sikap, pengetahuan, sistem sosial dan budaya sumber dan penerima (Berlo,1960).

Pembangunan dan komunikasi erat sekali hubungannya, dimana komunikasi dan informasi yang disalurkan lewat media khususnya media massa dapat memberi pengaruh terhadap pembangunan. Selain itu media massa dapat juga memotivasi dan menggerakkan warga masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan (Jahi, 1988). Dalam komunikasi dapat terjadi suatu proses interaksi (model interaksional) manusia sebagai suatu makhluk sosial yang bersifat aktif dimana perilaku yang terbentuk dipengaruhi oleh interaksi dengan orang lain.

Semakin majunya peradaban dalam masyarakat, semakin banyak tantangan yang dihadapi dalam mengkomunikasikan hal-hal baru dalam pembangunan yang mungkin masuk dalam sistem sosial masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan pola pikir masyarakat tidak akan bermakna jika tidak disebarluaskan dan dikomunikasikan kepada masyarakat luas yang menjadi sasaran teknologi tersebut dalam pembangunan.

1.2. Rumusan Permasalahan

Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai hilangnya potensi ketahanan dan keberlanjutan ekologi serta potensi ketahanan dan keberlanjutan sosial. Adapun ketahanan dan keberlanjutan ekologi mengacu kepada ketersediaan daya dukung tanah, air, udara, dan keanekaragaman kehidupan dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Sedangkan, ketahanan sosial mengacu kepada daya dukung kelembagaan sosial, baik pada aspek politik, ekonomi, dan budaya. Dengan demikian pengelolaan lingkungan hidup harus mengacu kepada upaya penguatan ketahanan dan keberlanjutan ekologi dan sosial.

(22)

baku mutu lingkungan yang berlaku, nasional dan lokal (tidak menimbulkan pencemaran udara, air, tanah), terjaganya keanekaragaman hayati (genetik, spesies, dan ekosistem).

Menurut Suripin (2004) salah satu penyebab semakin banyaknya tindakan dan perbuatan kita yang belum bersahabat dengan alam, sehingga alampun kurang bersahabat dengan kita salah satunya adalah disebabkan kurangnya informasi tentang pentingnya konservasi tanah dan konservasi sumberdaya alam pada umumnya.

Ekploitasi sumberdaya alam tanah, hutan dan air telah mengakibatkan semakin bertambahnya lahan kritis. Dampaknya akan mengubah tata air (siklus hidrologi) seperti banjir, kekeringan, serta meningkatkan laju erosi, dan sedimentasi. Untuk mengatasi proses erosi dan sedimentasi itu diperlukan teknik konservasi lahan, tanah dan air. Pengelolaan sumberdaya alam yang senantiasa memperhatikan kaidah konservasi (lahan, tanah dan air) merupakan solusi yang harus dijalankan oleh seluruh eleman masyarakat (stakeholder) dalam penggunaan setiap sumberdaya alam yang ada, baik yang ada di hulu maupun di hilir secara konprehensif.

Untuk mensinergikan semua elemen tersebut dalam menjalankan program dan pengembangan kawasan taman nasional dan daerah penyangga harus didukung dengan sistem kordinasi dan komunikasi yang efektif. Salah satunya adalah melalui interaksi dan intensitas komunikasi yang efektif diantara seluruh pengguna sumberdaya alam yang ada, sehingga akan ada perubahan pengetahuan, sikap dan tindakan petani dalam melakukan usahataninya yang bermakna bagi konservasi tanah dan air.

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:

1. Seberapa jauh pengaruh karakteristik petani dan faktor lingkungan terhadap intensitas komunikasi petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP)?

(23)

berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP)?.

3. Seberapa jauh faktor intensitas komunikasi mempengaruhi perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air seacara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP)?.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti pengaruh antara variabel-variabel karakteristik petani, faktor lingkungan, intensitas komunikasi dan perilaku petani (pada aspek pengetahuan, sikap dan tindakan) daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangranggo (TNGP) dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Sejalan dengan rumusan masalah di atas maka secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Menganalisis pengaruh faktor karakteristik petani dan faktor lingkungan terhadap intensitas komunikasi petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP).

2. Menganalisis pengaruh faktor karakteristik petani dan faktor lingkungan terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP).

3. Menganalisis pengaruh faktor intensitas komunikasi terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP).

1.4. Kegunaan Penelitian

(24)

informasi dan kajian bagi segenap pihak yang tertarik dengan masalah komunikasi dan pembangunan pertanian terutama pembangunan di bidang pelestarian alam dan terkhusus bagi pengelolaan kawasan taman nasional. Adapun penelitian diharapkan dapat memberikan kegunaan:

1. Memperkaya khasanah keilmuan tentang pemahaman karakteristik petani, faktor lingkungan, dan intenstitas komunikasi pengaruhnya terhadap perilaku petani daerah penyangga kawasan taman nasional dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan.

2. Secara akademis diharapkan dapat menghasilkan kerangka dasar yang mungkin untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi suatu teori, guna menambah referensi tentang komunikasi pembangunan pertanian dan pedesaan dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari dan berkelanjutan

3. Sebagai tambahan informasi kepada para pengambil kebijakan dalam merumuskan dan mendesain model kebijakan komunikasi pembangunan pertanian yang efektif khususnya bagi petani yang berada di daerah penyangga kawasan taman nasional dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP).

(25)

BAB II

TINJUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Petani

Karakteristik petani merupakan sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimiliki seseorang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya. Karakteristik tersebut terbentuk oleh faktor-faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Faktor biologis mencakup genetik, sistem syaraf dan sistem hormonal. Menurut Sampson (Rakhmat, 2001) faktor sosiopsikologis terdiri dari komponen-komponen kongnitif (intelektual) yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia, aspek konatif yang berhubungan dengan kebiasaan dan aspek afektif (faktor emosional)

Lionberger dan Gwin (1982) mengemukakan bahwa peubah-peubah yang penting dalam mengkaji masyarakat lokal diantaranya adalah peubah karakteristik individu. Karakteristik individu merupakan sifat atau ciri yang dimiliki seseoang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkunganya.

Menurut Bettinghaus (Wahyudi, 2004) demografis merupakan salah satu peubah yang sering digunakan untuk melihat kemampuan komunikasi seseorang dan juga kemampuan untuk memilih media. Sehubungan dengan perilaku komunikasi dan adopsi inovasi, ada beberapa peubah karakteristik sosial ekonomi yang berhubungan dengan perilaku komunikasi antara lain karakteristik demografi seperti umur, pendidikan, pengetahuan, dan pendapatan. Berdasarkan tinjauan diatas, karakteristik petani merupakan ciri-ciri atau sifat-sifat individual yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungan seseorang termasuk dalam perilaku komunikasi dan perilaku pelestarian hutan (Wahyudi, 2004).

2.1.1. Umur

(26)

Umur petani turut menentukan kecepatan dalam menyerap teknologi, menurut Feaster (Akib, 2002) ada suatu kecenderungan bahwa perbedaan umur akan menyebabkan terjadinya perbedaan sikap terhadap inovasi. Sementara menurut Rakhmat (2001) kelompok orang tua melahirkan pola perilaku yang pasti berbeda dengan kelompok anak-anak muda. Kemampuan mental tumbuh lebih cepat pada masa anak-anak sampai dengan puberitas dan agak lambat sampai awal dua puluhan serta merosot perlahan-lahan sampai tahun-tahun terakhir.

2.1.2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir petani, mereka yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat mengadopsi teknologi, sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah agak sulit untuk menerima teknologi dengan cepat (Soekartawi, 1988).

Selanjutnya Jahi (1988) dalam rangkumannya mengenai pendapat ilmuwan menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan dalam mendapatkan pengetahuan. Seorang yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi umumnya lebih menyadari kebutuhan akan informasi, sehingga menggunakan lebih banyak jenis informasi dan lebih terbuka terhadap media massa. Hal ini didukung dengan pandangan Rakhmat (2001) yang menduga bahwa orang yang berpendidikan rendah jarang membaca surat kabar, tetapi sering menonton televisi.

2.1.3. Pengalaman Berusahatani

Pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi, karena pengalaman tidak selalu lewat proses belajar formal dan selalu bertambah melalui rangkaian peristiwa yang pernah dihadapi oleh seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Secara psikologis seluruh pemikiran manusia, kepribadian, dan temperamen ditentukan oleh pengalaman indera. Pikiran dan perasaan bukan penyebab perilaku tetapi disebabkan oleh penyebab masa lalu (Rakhmat, 2001).

(27)

berkaitan dengan hutan terhadap perilaku komunikasi masyarakat terutama pada keterdedahan terhadap saluran interpersonal.

2.1.4. Kepemilikan Media Massa

Menurut Akib (2002) bahwa peranan utama yang dilakukan oleh media massa adalah membantu memperkenalkan perubahan sosial. Media massa dapat dimanfaatkan untuk merangsang pengambilan keputusan, memperkenalkan usaha modernisasi serta meenyampaikan program pembangunan nasional. Selanjutnya diperkuat oleh Rogers (Akib, 2002) media massa akan berperan efektif dalam menambah pengetahuan sedangkan komunikasi interpersonal umumnya lebih efekif dalam mengubah sikap petani.

2.1.5. Keikutsertaan dalam Kelompok

Menurut Mardikanto (1993) dalam Setiana (2005) yang dimaksud kelompok adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama sehingga terdapat hubungan timbal balik dan saling pengaruh-mempengaruhi serta saling memiliki kesadaran untuk saling tolong menolong. Selanjutnya menurut Gerungan dalam Setiana (2005) kelompok adalah satu kesatuan sosial yang terdiri dua atau lebih orang-orang yang mengadakan interaksi secara intensif dan teratur sehingga di antara mereka terdapat pembagian tugas, struktur, dan norma-norma tertentu yang khas bagi kesatuan tersebut. Selanjutnya dijelaskan bahwa salah satu ciri terpenting dalam kelompok adalah kesatuan sosial yang memiliki kepentingan dan tujuan bersama. Tujuan bersama hanya dapat tercapai apabila ada pola interaksi yang mantap dan masing individu memiliki perannya masing-masing dan menjalankan peran tersebut.

Departemen Pertanian RI dalam Setiana (2005) memberikan batasan bahwa kelompok tani adalah sekumpulan orang-orang tani atau petani, yang terdiri atas petani dewasa pria dan wanita mapun petani taruna atau pemuda yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada di lingkungan pengaruh dan pimpinan seorang kontak tani.

(28)

hubungan-hubungan. Reaksi tersebutlah yang meyebabkan tindakan seseorangan menjadi bertambah luas. Selanjutnya dijelaskan bahwa didalam memberikan reaksi tersebut ada suatu kecenderungan manusia untuk memberikan keserasian dengan tindakan-tindakan orang lain. Maka lahirlah dua hasrat atau keinginan dari individu tersebut. Kedua keinginan tersebut yaitu: Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya (yaitu masyarakat) dan keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekitarnya.

Untuk menghadapi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut, manusia menggunakan pikiran, perasaan, dan kehendaknya. Sehingga menimbulkan kelompok-kelompok sosial atau social group di dalam kehidupan manusia. Kelompok-kelompok sosial tersebut merupakan himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama. Hubungan tersebut antara lain menyangkut kaitan timbal-balik pengaruh-mempengaruhi dan juga suatu kesatuan untuk saling tolong menolong.

Selanjutnta menurut Asir. dkk (Arifin. 2001) peranan kelembagaan merupakan penentu kondisi permasalahan suatu daerah aliran sungai (DAS) apakah masih dalam kondisi normal atau telah mengalami perubahan. Dan berdampak negatif terhadap pelestarian sumber daya hutan, tanah dan air. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator diantaranya adalah faktor fisik (berkaitan dengan tingkat kelestarian) dan fakor sosial ekonomi dapat dilihat secara visual dilapangan banyak penduduk yang sangat menggantungkan kehidupan terhadap lahan.

2.1.6. Tingkat Pendapatan

(29)

menjadi lahan pertanian baru, hal ini menyebabkan terjadinya padang alang-alang yang luasnya jutaan hektar.

Lionberger dan Gwin (1982) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki kedudukan pada masyarakat pertanian lebih reaktif terhadap sesuatu gagasan dan cara-cara baru. Temuan di India misalnya menunjukkan bahwa penghasilan atau pendapatan berkorelasi rendah dengan indeks keterdedahan terhadap tiga media massa, yaitu; Radio, Film dan surat kabar. Hasil penelitian Wardhani (1994) memaparkan bahwa penghasilan atau pendapatan berhubungan dengan pengadaan dan pemanfaatan sumber informasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Soekartawi (1988) yang menyatakan bahwa petani yang berpenghasilan rendah lambat untuk melakukan difusi inovasi, sebaliknya petani yang berpenghasilan tinggi mampu untuk melakukan percobaan dan perubahan.

2.1.7. Luas Lahan Garapan

Soekartawi (1988) mengemukakan bahwa ukuran usahatani selalu berhubungan positif dengan adopsi inovasi. Banyak teknologi baru memerlukan skala operasi yang besar dan sumberdaya ekonomi yang tinggi untuk keperluan adopsi inovasi tesebut. Penggunaan teknologi pertanian yang lebih baik akan menghasilkan manfaat ekonomi yang memungkinkan perluasan usahatani selanjutnya.

Menurut hasil penelitian Shiddieqy (2001) dalamI (Wahyudi, 2004) mendapatkan bahwa luas lahan garapan berhubungan dengan perilaku komunikasi anggota kelompok tani dalam kekosmopolitan dan akses jaringan komunikasi lokal serta partisipasi sosial.

2.1.8. Status Kepemilikan Tanah

(30)

pengetahuan tentang pengolahan pertanian yang sesuai dengan kondisi lahan, ini agar dapat meningkatkan produktivitasnya.

Menurut Soekartawi (1988) telah dikenal baik bahwa pemilik-pemilik tanah mempunyai pengawasan yang lebih lengkap atas pelaksanaan usahataninya, bila dibandingkan dengan para penyewa. Para pemilik dapat membuat keputusan untuk mengadopsi inovasi sesuai dengan keinginannya tetapi penyewa harus sering mendapatkan persetujuan dari para pemilik tanah sebelum mencoba atau mempergunakan teknologi baru yang ia praktekkan. Konsekuensi tingkat adopsi biasanya lebih tinggi untuk pemilik usahatani daripada orang-orang yang menyewa. Tetapi perbedaan-perbedaan antara para pemilik mungkin sangat bervariasi secara lokal ataupun regional karena perbedaan-perbedaan dalam pengaturan penyewaan dan kebebasan yang menyetujui paara penyewa dalam pengambilan keputusan.

2.2. Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Usahatani Konservasi

Menurut Sumahadi (1993) Usahatani konservasi pada hakekatnya merupakan pendekatan usahatani terpadu yang menekankan pengembangan kombinasi teknik budidaya/usahatani lahan kering dengan teknik konservasi tanah (vegetatif, sipil teknik dan kimiawi) secara efektif untuk menjamin pemanfaatan lahan, air, vegetasi secara lestari dan menguntungkan. Namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi usahatani konservasi baik secara pisik maupun sosial yaitu:

2.2.1. Teknologi Usahatani Konservasi

(31)

diusahakan di DAS-DAS kritis, dan (5) terbatasnya sarana/prasarana pendukung penerapan teknologi konservasi.

Hal tersebut mensyaratkan bahwa teknologi usahatani konservasi yang ada sekarang masih belum memadai, hingga perlu diupayakan penemuan-pnemuan teknologi usahatani konservasi yang lebih sesuai, baik melalui kegiatan: (1) penelitian komponen-komponen teknologi yang dapat mendukung paket teknologi usahatani konservasi, maupun (2) penelitian pengembangan teknologi yang sudah ada guna memodifikasi teknologi tersebut sesuai dengan kondisi agro-fisik dan sosial ekonomi wilayah setempat. Kegiatan pencarian teknologi usahatani konservasi yang lebih sesuai di atas memang mutlak diperlukan, tetapi umumnya memerlukan waktu yang relatif lama.

2.2.2. Permodalan Usahatani Konservasi

Seperti sudah diketahui secara luas bahwa keterbatasan modal petani merupakan kendala penting pengembangan usahatani konservasi. Untuk mengatasi hal tersebut petani perlu diberikan kredit usahatani konservasi. Menurut Saragih (1993) masalahnya adalah bagaimana mekanisme pengadaan dana kredit dan lembaga keuangan yang bagaimana yang tepat untuk menyalurkan kredit tersebut.

(32)

Atas dasar keterangan diatas, maka lembaga-lembaga yang mungkin dapat dikembangkan untuk menjadi lembaga keuangan pedesaan yang menangani kredit usahatani konservasi adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Lembaga Dana dan Keuangan Pedasaan (LDKP) dan Koperasi dimana lembaga tersebut baik karena status kepemilikan maupun motivasi pendirian ditujukan untuk melayani masyarakat miskin di pedesaan.

2.2.3. Lembaga Sosial

Dalam rangka pengelolaan kawasan taman nasional dan daerah aliran sungai kritis sudah sering didengar istilah keterpaduan. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah pengelolaan kawasan taman nasional dan DAS yang merupakan satu kesatuan kegiatan, dimana di dalamnya terlihat berbagai unsur kelembagaan formal baik instansi pemerintah maupun nonpemerintah. Selanjutnya perlu diingat bahwa kemampuan aparat unsur kelembagaan tersebut (khsusnya pada tingkat daerah) baik dari segi kuantitas maupun kualitas masih sangat terbatas. Oleh karena itu keterpaduan antar lembaga hanya akan efektif apabila tuntunan kuantitas dan kualitas aparat unsur kelembagaan dapat ditingkatkan, baik melalui pendidikan/latihan, pembinaan informal maupun tambahan jumlah aparat.

2.2.4. Organisasi Usahatani Konservasi

(33)

2.2.5. Nilai Sosial Budaya

Nilai sosial budaya adalah suatu kesadaran dan emosi yang relatif lama hilangnya terhadap suatu obyek, gagasan atau orang, dan salah satu cirinya bahwa nilai itu merupakan unsur penting yang tidak dapat diremehkan oleh masyarakat penganutnya. Nilai sosial dijunjung tinggi oleh banyak orang karena berdasarkan konsensus masyarakat nilai itu menyangkut kesejahteraan bersama. Nilai itu merupakan petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku manusia (Sujarwo, 2004).

Selanjutnya Padmowihardjo (Sujarwo, 2004) mengatakan bahwa dalam kehidupan masyarakat, nilai sosial berfungsi: (1) sebagai alat untuk menetapkan harta sosial suatu masyarakat, (2) mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan bertingkah laku, (3) sebagai penentu dalam memenuhi peranan sosial manusia, (4) dan sebagai alat solidaritas di kalangan anggota masyarakat. Dimyati (Sujarwo, 2004) menambahkan lagi bahwa pola sikap dan perilaku seseorang anggota masyarakat banyak dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor antara lain adalah lingkungan alam, faktor keturunan, lingkungan sosial, pengalaman, pendidikan dan pengetahuan.

2.3. Komunikasi

Menurut Laswell (Effendy, 2001) memberikan definisi komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan effek tertentu. Paradigma Laswell menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsur yaitu S-M-C-R—E (Source, message, channel, receiver dan efec).

Definisi ini menunjukan bahwa yang dijadikan obyek komunikasi bukan saja pempampaian informasi tetapi juga pembentukan pendapat umum dan sikap publik yang sangat memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial. Definisi khusus Havland menyatakan bahwa komunikasi adalah proses merubah sikap perilaku orang lain.

(34)

proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka dan lain-lain.

Komunikasi merupakan sebuah proses sosial di masyarakat, proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai kehidupan bersama. Semakin majunya peradaban dalam masyarakat, semakin banyak tantangan yang dihadapi dalam mengkomunikasikan hal-hal baru yang mungkin masuk dalam sistem sosial masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan pola pikir masyarakat tidak akan bermakna jika tidak disebarluaskan dan dikomunuikasikan. Hal-hal baru itu kita kenal sebagai inovasi. Suatu inovasi yang bergerak positif kearah perubahan pada tatanan masyarakat perlu disebarluaskan hingga dapat diserap oleh masyarakat dan dijadikan perilaku. Proses penyebaran dan penyerapan ini disebut difusi.

Menurut Berlo (1960) model SMCR merujuk pada perspektif psikologis dalam peristiwa komuniksi meliputi: sumber (source), pesan (message), saluran (channel ), dan penerima (receiver) Model komunikasi Berlo (1960) berbeda dari model linear lainnya yang menekankan pada proses komunikasi diadik, Berlo lebih menekankan pada peran sumber (source) dan penerima (receiver) sebagai peubah penting dalam proses komunikasi. Model ini melintasi sekat pengkategorisasian bentuk komunikasi yang tidak membataskan diri pada komunikasi massa, namun juga pada komunikasi interpersonal dan bersifat merangsang penelitian

2.4. Intensitas Komunikasi

Intensitas komunikasi merupakan tingkat kedalaman penyampaian pesan dari individu sebagai anggota keluarga kepada yang lainnya (Djamarah, 2004). Intensitas komunikasi mencakup aspek-aspek seperti: kejujuran, keterbukaan, pengertian, percaya, yang mutlak diantara kedua belah pihak dan dukungan, Intensitas komunikasi dapat diukur dari apap-apa dan siapa yang dibicarakan, pikiran, perasaan, objek tertentu, orang lain atau dirinya sendiri.

(35)

waktu yang teramat sempit, ikut berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas komunikasi modern masa kini.

Selanjutnya dijelaskan bahwa model ini memperkenalkan unsur-unsur yang berperan dalam semua komunikasi insani. Komunikasi ini merupakan salah satu bentuk paling sederhana. Bila jumlah komunikator bertambah, jenis atau jumlah gangguan berubah, atau pesan yang disampaikan makin beraneka ragam, maka masalah komukasi menjaddi semakin rumit.

Menurut Mulyana (2004) Komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal dan nonverbal, segala perilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Selanjutnya dikatakan komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkitkan respons pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol, baik bentuk verbal (kata-kata) atau bentuk nonverbal (nonkata-kata) tanpa harus memastikan terlebih dahulu bahwa kedua pihak yang berkomunikasi punya sistem simbol yang sama.

Perilaku adalah segala tindakan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan (Depdiknas, 2001). Perilaku juga merupakan hasil interaksi antara faktor personal berupa instink individu dengan lingkungan psikologinya (Rakhmat, 2001). Berlo (1960) menyatakan bahwa perilaku komunikasi seseorang akan menjadi kebiasaan perilakunya. perilaku seseorang terbentuk karena adanya stimulus yang sering menimpannya dan respon terhadap stimulus baik secara verbal maupun nonverbal. Sementara itu menurut kamus besar komunikasi. Istilah perilaku komunikasi (Communication behavior) berarti tindakan atau kegiatan seseorang, kelompok atau khalayak, ketika terlibat dalam proses komunikasi.

(36)

Intensitas komunikasi merupakan bagian dari perilaku komunikasi, dapat didefinisikan sebagai tindakan atau respon seseoranng terhadap sumber dan pesan bila di tinjau dari pengertian model komunikasi linier. Pendekatan komunikasi interpersonal, komunikasi ditekankan pada konsep saling berbagi pengalaman (The sharring of experience) maka tindakan atau respon seseorang terjadi dalam kapasitasnya sebagai pelaku komunikasi (Tubbs dan Moss, 2001).

Halim (1992) menyatakan bahwa efektifitas komunikasi tatap muka didapatkan dari berbagai peluang individu untuk menyampaikan pesan dan mendapatkan umpan balik secara personal. Menurut Rakhmat (2001) Komunikasi interpersonal dapat dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan, komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Bentuk komunikasi interpersonal memiliki kelebihan sendiri. Sejalan dengan itu Havelock (Halim, 1992) mengemukakan bahwa pada komunikasi tatap muka dapat mengatasi keterbatasan-keterbatasan dalam menangkap dan memahami materi pesan, juga dapat membangkitkan minat, dan menyentuh tahap persuasi.

Pada kebanyakan orang, perilaku komunikasinya dapat diamati melalui kebiasaan berkomunikasi. Mengamati perilaku komunikasi, seyogyanya dipertimbangkan bahwa pada dasarnya seseorang akan melakukan penalaran sendiri. Menurut Devito (1997) tujuan dasar komunikasi antar manusia ialah mengenal diri sendiri dan orang lain serta membina hubungan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Memperkuat pendapat ini, Schramm (1982) menyatakan bahwa setiap komunikator maupun penerima mempunyai seperangkat tujuan dan penalaran sendiri-sendiri dan perlu mendapatkan penjelasan yang lebih sistematis dari pada yang dilakukan, selain itu perilaku komunikasi dapat dideskripsikan dalam porsi yang dapat dipertimbangkan yaitu sebagian sebagai permainan perilaku alat, dan sebagian lagi sebagai perilaku egosentris.

(37)

keumuman situsional. Adapun Rogers dan Shoemaker (1971) menyatakan bahwa peubah dalam perilaku komunikasi adalah partisipasi sosial, hubungan dengan sistem sosial, kontak dengan agen pembaharu, kekosmopolitan, keterbukaan/keterdedahan terhadap media massa, komunikasi interpersonal, lebih aktif dalam mencari informasi, pengetahuan tentang informasi, keterbukaan kepemimpinan dan memiliki hubungan yang tinggi antar sistem.

Ithiel de sola pool (1958) dalam (Onong. U. E, 2005) mengatakan bahwa Cara-cara komunikasi modern jarang sekali mengganti cara-cara yang sudah ada sebelumnya. Televisi tidak menyisihkan radio, radio tidak mematikan buku, penemuan percetakan tidak menghentikan kita menulis surat dengan tinta dan pena, dan guru-guru yang mengajar menulis dan membaca tidak membuat orang-orang menjadi kurang terlibat dalam percakapan.

Setiap cara baru berkomunikasi tertempatkan diatas yang lama. Mungkin saja ia mengambil alih fungsi tertentu, tetapi fungsi lainnya tertahan oleh cara yang terdahulu. Jadi, dalam sistem komunikasi di masyarakat yang sudah sangat maju. Terdapat interaksi yang rumit antara sistem media massa yang modern dan jaringan tradisional komunikasi mulut ke mulut yang bersifat pribadi. Masyarakat modern bukanlah masyarakat massa yang tanpa kepribadian, kehilangan norma dan nilai, serta bebas dari kelompok-kelompok primer. Ia dalah sistem yang merupakan jalinan yang terperinci secara teliti dari kelurga-keluarga, perkumpulan-perkumpulan, kelompok-kelompok ethis, organisasi-organisasi politik dan kelompok-kelompok persahabatan.

2.5. Pengaruh Lingkungan Terhadap Intensitas Komunikasi

Menurut Thoha (2004) bahwa komunikasi itu sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor, antaranya orang yang berkomunikasi, motivasinya, latar belakang pendidikannya, prasangka-prasangka pribadinya. Adapun sifat dari informasi yang datang sangat dipengaruhi oleh jumlah besar sedikitnya informasi yang diterima, cara penyajian, dan pemahaman informasi dan proses umpan balik.

(38)

ukuran dan model furnitur, warna hingga ke jarak antarpribadi saat berkomunikasi (Mulyana, 2004). Asumsi ini sejalan dengan rumusan Lewin bahwa perilaku (behavior) adalah sebagai fungsi dari orang (person) dan lingkungan (environment). Dengan rumus sederhana: B = f (P,E). Dalam rumus Lewin, Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan psikologis. Gudykunst dan Kim memasukan unsur lingkungan (environment influences) dalam model komunikasi antarbudaya atau tepatnya komunikasi dengan orang asing.

Selanjutnya Mulyana (2004) menambahkan dalam pandangannya, lingkungan yang mempengaruhi manusia terdiri dari lingkungan pisik, lingkungan waktu, dan lingkungan sosial (secara implisit lingkungan psikologis kita sebagai individu). Ketiganya saling mempengaruhi secara timbal-balik. Pekerjaan suatu komunitas dan cara mereka berinteraksi akan dipengaruhi oleh geografi tempat komunitas itu tinggal, apakah di pegunungan atau di dataran rendah, apakah dipantai atau dipedalaman. Budaya orang yang tinggal di pantai akan lebih cepat berubah karena pengaruh luar (kedatangan orang dari seberang laut) daripada orang yang tinggal di pedalaman. Mereka mungkin akan berbicara lebih keras dengan sesamanya karena suara meraka harus mengatasi suara angin dan ombak.

2.5.1. Intensitas Komunikasi Dengan Sesama Petani

Komunikasi antarpribadi didefinisikan sebagai pengiriman pesan di antara dua atau lebih individu (Liliweri, 2002). Ada pakar yang menyoroti komunikasi antarpribadi dalam konteks a dyadic (relasi dua orang). Dijelaskan bahwa meskipun terdapat kumpulan 3 orang atau lebih, dyads tetap penting karena dalam kelompok tiga individu (A,B,C) akan tetap muncul dyads antara A-B: A-C; dan B-C. Jadi, akan terbentuk 3 macam dyads dan demikian seterusnya apabila anggota kelompok semakin bertambah (Devito, 1997).

(39)

Frekuensi dan intensitas komunikasi dengan sesama masyarakat merupakan bagian dari komunikasi interpersonal yang berupa perilaku tatap muka. Perilaku ini pada dasarnya sudah mencakup perilaku mencari dan menyampaikan informasi secara bersamaan. Pada situasi komunikasi interpersonal, proses umpan balik sangat berkaitan dengan selang waktu yang mungkin ada dan mungkin tidak ada.

Saluran komunikasi interpersonal yang disampaikan secara tatap muka memiliki beberapa keunggulan, antara lain: 1) bersifat langsung, pribadi dan manusiawi, 2) teknik penyampaian fleksibel dan lebih rinci, 3) keterlibatan khalayak tinggi dan 4) umpan balik dapat langsung diproleh sehingga tingkat pemahaman pesan akan lebih tinggi. Sebaliknya, keterbatasan media interpersonal adalah keterbatas cakupan khalayak (DeVito, 1997).

Intensitas komunikasi dengan sesama petani merupakan bagian dari komunikasi interpersonal yang dapat berupa perilaku membicarakan informasi. Perilaku ini pada dasarnya sudah mencakup perilaku mencari dan menyampaikan informasi secara bersamaan. Pada situasi komunikasi interpersonal, dikenal umpan balik yang bercirikan kedua aspek mencari dan menyampaikan informasi. Menurut Gonzales (Jahi, 1988) pada komunikasi tatap muka umpan balik umumnya lebih segera. Di pihak lain, umpan balik memerlukan waktu jika partisipan-partisipan dalam suatu situasi komunikasi satu sama lain terpisah oleh suatu jarak.

(40)

Perilaku komunikasi khususnya intensitas komunikasi dengan sesama petani dalam rangka mencari dan menyebarkan informasi dipengaruhi oleh faktor situsional. (Halim, 1992) mengungkapkan bahwa komunikasi, kognisi, sikap, dan perilaku dapat dijelaskan secara lebih baik melalui pendekatan peubah situsional, khususnya mengenai kapan dan bagaimana orang berkomunikasi tentang masalah khusus yang situsional seperti tentang manfaat dan usaha pelestarian alam.

2.5.2. Intensitas Komunikasi dengan Pengelola Taman Nasioanl

Intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional penting diketahui, karena hal ini akan berkaitan dengan aktivitas pencarian maupun penyampaian informasi oleh anggota kelompok. Intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional dimaksudkan sebagai interaksi anggota dengan individu atau kelompok lain yang mempunyai keterkaitan pembinaan dengan anggota yang bersangkutan seperti penyuluh lapangan dan tokoh masyarakat lainnya. Menurut Soekanto (2001) kontak merupakan tahap pertama dari tejadinya interkasi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok, yang hanya mungkin terjadi apabila dipenuhinya dua syarat, yaitu: a) adanya kontak sosial (Social contact) dan b) adanya komunikasi.

Komunikasi yang terjadi pada saat intensitas komunikasi dengan pembina tidak hanya bersifat verbal, melainkan juga nonverbal. Komunikasi nonverbal menurut Devito (1997) memiliki tingkat kepercayaan antara 60 sampai 65 persen dari mana yang dikomunikasikan. Selain tersebut tingkat pemahaman komunikan terhadap pesan yang disampaikan komunikator (pembina) tergantung kepada persepsi tentang pesan verbal dan noverbal yang disampaikan, karena persepsi merupakan inti komunikasi (Mulyana, 2001).

(41)

2.5.3. Intensitas Komunikasi dengan Media Massa

Menurut Onong U. E (2004) Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa, jelasnya merupakan singkatan dari komunikasi media massa (mass media communication). Hal ini berbeda dengan pendapat ahli psikologi sosial yang menyatakan bahwa komunikasi massa tidak selalu dengan menggunkan media massa.

Sedangkan menurut Saverin dan Tankard (2004) yang dimaksud komunikasi masa adalah sebagian keterampilan, sebagian seni, dan sebagian ilmu. Keterampilan dalam pengertian bahwa ia meliputi teknik-teknik fundamental tertentu yang dapat dipelajari seperti memfokuskan kamera televisi, mengoperasikan tape recorder, atau mencatat ketika berwawancara. Seni dalam pengertian bahwa ia meliputi tantangan-tantangan kreatif seperti menulis skrip untuk program televisi, mengembangkan tata letak yang ektetis untuk iklan majalah, atau menampilkan teras berita yang memikat bagi sebuah kisah berita. Dan ilmu dalam pengertian bahwa ia meliputi prinsip-prinsip tertentu tentang bagaimana berlangsungnya komunikasi yang dapat dikukuhkan dan dipergunakan untuk membuat berbagai hal menjadi lebih baik).

Intensitas komunikasi dengan media massa bagian dari usaha mencari dan menyebarkan informasi di mana individu atau masyarakat mendapatkan informasi melalui media massa baik media cetak, maupun media elektronik. Intensitas komunikasi dengan media massa juga merupakan keterdedahan masyarakat terhadap media. Menurut Shore (Halim, 1992) keterdedahan adalah mendengarkan, melihat, membaca atau secara lebih umum mengalami dengan sedikitnya jumlah perhatian minimal pada pesan media.

(42)

didikotomikan ke dalam: (1) Sedikitnya pernah terdedah (minimalnya membaca surat kabar dalam seminggu) dan (2) Tidak terdedah.

2.5.4. Intensitas Penyuluhan

Menurut Syahyuti (2006) Penyuluhan pertanian (agricultural extenstion) diartikan sebagai suatu sistem pendidikan luar sekolah untuk para petani dan keluarganya dengan tujuan agar mereka mampu, sanggup, dan berswasembada memperbaiki kesejahteraan hidupnya sendiri serta masyarakatnya. Tujuan penyuluhan pertanian adalah mengembangkan petani dan keluarganya secara bertahap agar memiliki kemampuan intelektual yang semakin meningkat, perbendaharaan informasi yang memadai, serta mampu pula memecahkan serta memutuskan sesuatu yang terbaik untuk dirinya dan keluarganya. Seluruh aktivitas penyuluhan berpedoman pada asas pokoknya yaitu ”menolong petani agar ia mampu menolong dirinya sendiri”

Selanjutnya dijelaskan bahwa ada tiga hal yang menjadi obyek untuk diubah dalam kegiatan penyuluhan, yaitu pengetahuan (aspek kognitif), sikap (aspek afektif) dan keterampilan (aspek psikomotorik). Perubahan perilaku adalah tujuan akhir dari seluruh rangkaian kegiatan, yaitu bertambahnya perbendaharaan informasi, tumbuhnya keterampilan, serta timbulnya sikap mental dan motivasi yang lebih kuat sesuai dengan yang dikehendaki.

Khusus untuk penyuluhan dibidang pertanian, maka hal yang pokok yang dibicarakan adalah pencampuran pengetahuan dan keputusan sehingga faktor-faktor tanah, air, iklim, dan kapital dapat didayagunakan secara optimal. penyuluhan pertanian memformulasikan pengetahuan, dan mengajar petani untuk menjadi manajer di dalam usahanya sendiri (competent decision makers). Karena itulah, penyuluhan berperan penting dalam pembangunan pertanian. Ia menjadi bagian dari sistem, yakni sebagai aktor yang mempengaruhi petani dalam membuat keputusan.

(43)

penganalisis, organisatoris, pembimbing petani, dinamisator, teknisi dan jembatan penghubung antar lembaga penelitian dengan petani.

Menurut Slamet (Akib, 2002) menyebutkan penyuluhan pertanian sebagai ujung tombak pembangunan pertanian. Setidak-tidaknya bila dilihat dalam jajaran pemerintah yang menangani pertanian. Penyuluhan pertanian membawakan peranan yang penting dalam pembentukan sikap positif sehingga petani selanjutnya akan lebih giat dalam mengadopsi teknologi.

2.6. Perilaku Petani (Pengetahuan, Sikap dan Tindakan) 2.6.1. Pengetahuan

Menurut Kilbler (Zahid, 1997) Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai ingatan mengenai sesuatu yang bersifat spesifik atau umum, ingatan mengenai metode atau proses, ingatan mengenai pola, susunan atau keadaan. Selanjutnya Lahlry (Severin dan Tankard, 2005) memberikan definisi persepsi sebagai proses yang kita gunakan untuk menginterpretasikan data-data sensoris. Data sensoriks sampai kepada kita melalui lima indra kita. dan hasil penelitian telah mengidentifikasi dua jenis pengaruh dalam persepsi, yaitu pengaruh struktural dan pengaruh fungsional

Selanjutnya Berelson dan Steiner (1994) dalam menyatakan bahwa persepsi merupakan proses yang konpleks di mana orang memilih, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan respon terhadap suatu rangsangan kedalam situasi masyarakat dunia yang penuh arti dan logis. Bennett, dkk (1989). menyatakan bahwa persepsi merupakan aktivitas aktif yang melibatkan pembelajaran tingkah laku yang melibatkan aktivitas kognitif. Persepsi juga meliputi juga aktivitas pembuatan inferensi. Didalam bentuk-bentuk persepsi, sebuah rangsangan ditentukan sebagai salah satu kategori khusus berdasarkan informasi yang tidak lengkap. Akhirnya dapat ditarik pengertian bahwa inferensi-inferensi ini tidak selalu benar.

2.6.2. Sikap

(44)

kecondongan evaluatif terhadap suatu obyek atau subyek yang memiliki konsekuensi yakni bagaimana seseorang berhadap-hadapan denagan obyek sikap. Hal ini sejalan dengan pernyataan Meyrs (Sarwono, 2002) bahwa sikap adalah sesuatu atau seseorang yang ditunjukkan dalam kepercayaan, perasaan atau perilaku seseorang.

Konsep sikap yang telah dideskripsikan oleh Goldon Allport (Severin dan Tankard, 2005) mungkin adalah yang paling istimewa atau penting dalam psikologi sosial Amerika komtemporer. Allport menyebutkan bahwa istilah itu muncul untuk menggantikan istilah-istilah samar dalam psikologi seperti naluri, adat istiadat, tekanan sosial, dan sentimen.

Menurut Krech dkk. (Severin dan Tankard, 2005) sebuah sistem evaluasi positif atau negatif yang awet, perasaan-perasaan emosional, dan tendensi tindakan pro atau kontra terhadap sebuah obyek sosial. Allpot menambahkan bahwa sikap adalah kesiapan mental dan sistem syaraf, yang diorganisasikan melalui pengalaman, menimbulkan pengaruh langsung atau dinamis pada respons-respon seseorang terhadap semua obyek dan situasi terkait. lebih lanjt lagi Murphy dan Newcomb (Severin dan Tankard, 2005) menyebutkan bahwa sikap pada dasarnya adalah suatu cara pandang terhadap sesuatu.

Mar’at (1981) meyebutkan bahwa sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertenttu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek tersebut, selanjutnya memberikan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik dan buruk, positif negatif, menyenangkan tidak menyenangkan, setuju tidak setuju kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi tehadap obyek sikap.

(45)

2.6.3. Tindakan

Menurut Pouson (Mahmud, 1997). Konsep perilaku merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam psikologi modern, sikap merupakan mental kesediaan yang terorganisir melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh atas sesuatu yang dinamis terhadap respon seseorang, obyek dan situasi yang saling berhubungan. Dengan demikian sikap adalah kecenderungan seseorang dalam menjawab atau merespon orang lain, suatu ide atau keadaan dalam cara tertentu.

Sikap merupakan suatu yang abstrak, tak terlihat tidak terdengar, dan tidak tersentuh. Sikap hanya dapat diduga melalui apa yang dikatakan atau dilakukan seseorang. Cara ini menurut para psikologis disebut hypothctical construrs. Selanjutnya menurut Heubert Kelmen (Mahmud, 1997) syarat-syarat perubahan perilaku yang menentukan kepermanenan suatu perubahan adalah:

a) Kerelaan. Seorang merubah perilakunya hanya ia berharap dapat menerima reaksi yang menyenangkan dari orang lain atau karena ia berharap dapat terhindar dari hukuman.

b) Identifikasi. Seseorang mungkin mengubah perilakunya terhadap ide-ide baru karena menemukan kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain atau sesuatu kelompok yang mengemukakan ide tersebut. Petani yang bekerjasama dengan sesuatu kelompok diskusi mungkin menerima banyak ide kelompok tersebut karena ia menikmati hubungan yang ada dengan anggota-anggota kelompok tersebut dan karena dia menemukan kepuasan beroganisasi. Pemeliharaan hubungan tergantung apakah hubungan tersebut memuaskan masing-masing pihak. Walaupun perilaku dapat dikendalikan, hal ini bergantung pada hubungan antara orang yang mengarah dan orang atau kelompok yang diidentifikasikan. Jika hubungan ini berakhir dengan memuaskan maka perilaku dapat dirubah.

(46)

Perilaku merupakan suatu tidakan nyata (action) yang dapat dilihat atau diamati (Rogers dan Shoemaker,1989). Perilaku tersebut terjadi akibat adanya proses penyampaian pengetahuan suatu stimulus sampai pada penentuan sikap atau bertindak, dan hal ini dapat dilihat dengan menggunakan panca indera. Pola perilaku seseorang bisa saja berbeda satu sama lain, tetapi proses terjadinya adalah mendasar bagi semua individu, yakni dapat terjadi karena disebabkan, digerakkan, dan ditujukkan pada sasaran. Kast dan Rosenzweig (Suparta, 2001). Hal ini berarti bahwa perilaku itu tidak bisa secara spontan dan tanpa tujuan, melainkan harus ada sasaran baik ekplisit maupun inplisit

2.7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut para ahli perilaku individu dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Suparta (2001) menyatakan bahwa dalam pendekatan interaksionis perilaku individu secara umum dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Hasil penelitinya menunjukan bahwa kondisi situsional luar mempengaruhi sikap dalam dan selanjutnya sikap ini dapat mempengruhi perilaku terbuka. Perilaku dianggap sebagai hasil interaksi antara faktor-faktor yang terdapat didalam diri sendiri (karakteristik individu) dan faktor luar (faktor eksternal) proses interaksi itu sendiri terjadi pada kesadaran atau pengetahuan seseorang (Sarwono, 2002).

(47)

2.8. Hubungan antara Faktor Karakteristik dan Faktor Lingkungan

Menurut

Gambar

Gambar 1.  Model kerangka berpikir penelitian Intensitas komunikasi petani di daerah penyangga kawasan taman nasional dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Gambar 2. Model konseptual hipotesis kedua
Gambar 4 Model konseptual hipotesis ketiga
Tabel 1. Sebaran Nilai Reliabilitas Pada Setiap Faktor
+7

Referensi

Dokumen terkait

administratif, dan b) diperkirakan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. Pengakuan aset tetap pada awalnya diukur sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan adalah jumlah

Tingkat Kejadian Karies pada siswa kelas VII SMP Negeri 3 Fatuleu yaitu total 78 gigi berkaries yaitu, 55 responden yang menyikat gigi 1X dalam sehari sedangkan 8 gigi

sebagaimana fungsinya, media sebagai suatu alat unuk menyampaikan pesan- pesan komunikasi (informasi). Kegiatan ini dilakukan oleh komunikator untuk diampaikan kepada

Riap diameter rata-rata untuk masing-masing kelompok jenis adalah sebesar 0.556 cm/tahun untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae dan 0.539 cm/tahun untuk kelompok jenis Non

íò Persepsi Responden Tiap Variabel Penelitian ……… ëè.. Þò Hasil Uji Validitas dan

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa dalam penguasaan materi pembelajaran matematika melalui metode guided note taking pada siswa kelas

Untuk membatasi penelitian agar tidak keluar dari tujuan penulisan yang ingin dicapai, maka peneliti memberi batasan penelitian yaitu: hanya menjelaskan investasi Jepang

[r]