• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Petani

2.11. Konservasi Tanah dan Air secara Berkelanjutan

2.11.1. Metode Vegetatif Konservasi Tanah dan Air

Teknik konservasi tanah dan air dapat dilakukan secara vegetatif dalam bentuk pengelolaan tanaman berupa pohon atau semak, baik tanaman tahunan

maupun tanaman setahun dan rumput-rumputan. Teknologi ini sering dipadukan dengan tindakan konservasi tanah dan air secara pengelolaan (Sinukaban, 1989).

Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat: (1) memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah, (2) penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi, (3) disamping itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi. Fungsi lain daripada vegetasi berupa tanaman kehutanan yang tak kalah pentingnya yaitu memiliki nilai ekonomi sehingga dapat menambah penghasilan petani (Hamilton, 1997).

Metode vegetatif merupakan metode yang menggunakan tanaman dan sisa-sisa tanaman yang bertujuan untuk: (1) melindungi tanah terhadap daya perusak butir-butir hujan; (2) melindungi tanah terhadap daya perusak aliran air di atas permukaan tanah; (3) menurunkan kecepatan aliran dengan meningkatkan tahanan hidrolik pada saluran sehingga akan sangat mengurangi daya rusak dan abrasi dari aliran. Jika kecepatan aliran dapat dikurangi, maka sedimen dapat diendapkan; dan (3) memperbaiki kapasitas infiltrasi dan penahanan air yang langsung mempengaruhi besarnya aliran permukaan.

Teknik pengelolaan tanah dan tanaman yang termasuk dalam metode vegetatif ini adalah: (a) Penanaman tanaman penutup tanah, (b) Penanaman dalam strip (strip cropping), (c) Pergiliran tanaman dengan tanaman pupuk hijau atau tanaman penutup tanah (Conservation rotation), (d) Pemanfaatan sisa tanaman (crop residue management), dan (e) Tanaman lorong (Alley cropping) .

Tanaman Penutup Tanah

Tanaman penutup tanah adalah tanaman yang khusus ditanam untuk mengurangi daya rusak butir hujan dan aliran permukaan sehingga dapat melindungi tanah dari ancaman kerusakan karena erosi, menambah bahan organik tanah dan melakukan transpirasi yang mengurangi kadar air tanah yang berlebihan.

Tanaman yang digunakan sebagai penutup tanah harus memenuhi syarat-syarat: (1) mudah diperbanyak, terutama dengan biji; (2) mempunyai sistem

perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi yang berlebihan terhadap tanaman pokok tetapi malah mampu menekan pertumbuhan gulma; (3) pertumbuhannya cepat dan banyak menghasilkan daun dan toleran terhadap pemangkasan; (4) tahan terhadap serangan hama dan penyakit dan kekeringan; (5) sesuai dengan fungsinya untuk reklamasi tanah.

Tanaman penutup tanah yang paling banyak digunakan adalah dari jenis Leguminosa, karena dapat menambah nitrogen tanah dan perakarannya tidak menyebabkan kompetisi yang berat terhadap tanaman pokok. Secara umum, tanaman penutup tanah dapat digolongkan dalam:

1) Tanaman penutup tanah rendah; jenis rumput-rumputan dan tanaman merambat atau menjalar. Jenis ini dapat digunakan pada pola tanam rapat, barisan dan juga untuk penggunaan perlindungan khusus seperti tebing, talud terras, dinding saluran draenase dan irigasi.

2) Tanaman penutup tanah sedang; berupa semak. Umumnya digunakan pada pola pertanaman teratur diantara barisan tanaman utama, barisan pagar, sebagai sumber mulsa atau pupuk hijau diluar tanaman utama.

3) Tanaman penutup tanah tinggi; jenis pohon-pohonan. Tanaman ini digunakan pada pertanaman teratur diantara barisan tanaman utama dan di dalam barisan, digunakan untuk reboisasi dan sebagai cover tebing.

4) Tumbuhan rendah alami. Umumnya diterapkan pada perkebunan terutama perkebunan karet.

5) Tanaman atau rumput pengganggu yang tidak disukai.

Strip Cropping

Merupakan suatu sistem bertanam dimana beberapa jenis tanaman ditanam dalam strip-strip yang berselang-seling pada sebidang tanah dan disusun memotong lereng atau menurut garis kontur. Ada tiga tipe strip cropping, yaitu: (a) strip cropping menurut kontur dengan urutan pergiliran tanaman yang tepat; (b) strip cropping lapangan yang terdiri atas strip tanaman yang lebarnya seragam yang disusun melintang arah lereng; (c) strip cropping berpenyangga yang terdiri atas strip rumput atau leguminosa yang dibuat di antara strip tanaman pokok menurut kontur.

Strip cropping umumnya diterapkan pada tanah-tanah dengan klasifikasi kemampuan tanah kelas II-IV, dengan kelerengan 6-15%. Lebar strip antara 20-50 m tergantung dari curah hujan, sifat tanah, topografi dan jenis tanaman yang digunakan.

Pergiliran Tanaman

Pergiliran tanaman adalah sistem penanaman berbagai tanaman secara bergilir dalam urutan waktu tertentu pada satu bidang tanah. Pergiliran merupakan suatu cara yang penting dalam sistem konservasi tanah dan mempunyai peranan mengurangi atau menghindarkan terhadap bahaya erosi dan penting artinya dalam meningkatkan produksi tanaman. Pada tanah-tanah berlereng, pergiliran sangat efektif untuk pencegahan erosi. Pergiliran tanaman dapat memperbaiki sifat fisika dan kesuburan tanah jika sisa atau potongan tanaman gilir dijadikan mulsa atau dibenamkan, sehingga mempertinggi kemampuan tanah menahan dan menyerap air, mempertinggi stabilitas agregat dan kapasitas infiltrasi tanah

Pergiliran tanaman dengan menggilirkan antara tanaman pangan dan tanaman penutup tanah/pupuk hijau adalah salah satu cara penting dalam konservasi tanah. Pergiliran tanaman mempengaruhi lamanya pergantian penutupan tanah oleh tajuk tanaman. Selain berfungsi sebagai pencegahan erosi, pergiliran tanaman memberikan keuntungan-keuntungan lain seperti:

1. Pemberantasan hama penyakit, menekan populasi hama dan penyakit karena memutuskan si klus hidup hama dan penyakit atau mengurangi sumber makanan dan tempat hidupnya

2. Pemberantasan gulma, penanaman satu jenis tanaman tertentu terus menerus akan meningkatkan pertumbuhan jenis-jenis gulma tertentu 3. Mempertahankan dan memperbaiki sifat-sifat fisik dan kesuburan tanah,

jika sisa tanaman pergiliran dijadikan mulsa atau dibenamkan dalam tanah akan mempertinggi kemampuan tanah menahan dan menyerap air, mempertinggi stabilitas agregat dan kapasitas infiltrasi tanah dan tanaman tersebut adalah tanaman leguminosa akan menambah kandungan nitrogen tanah, dan akan memelihara keseimbangan unsur hara karena absorpsi unsur dari kedalaman yang berbeda

Pemanfaatan sisa tanaman (Crop residue management)

Penggunaan sisa tanaman untuk konservasi tanah dapat dalam bentuk mulsa atau pupuk hijau. Mulsa mengurangi erosi dengan cara meredam energi hujan yang jatuh sehingga tidak merusak struktur tanah, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan mengurangi daya kuras aliran permukaan. Mulsa sebagai sumber energi akan meningkatkan kegiatan biologi tanah dan dalam proses perombakannya akan terbentuk senyawa-senyawa organik yang penting dalam pembentukan struktur tanah.

Pengaruh mulsa selain mengurangi erosi juga mempengaruhi suhu tanah dan aerasi. Suhu tanah maksimum pada kedalaman 5 cm turun 6-12oC, dan pada kedalaman 10 cm turun 4-6oC, sedangkan suhu minimum rata-rata naik 1oC. Dengan menurunnya suhu maksimum, maka kecepatan perombakan bahan organik akan menurun, hal ini penting karena menurunnya kadar bahan organik dapat mempengaruhi laju erosi.

Pemanfaatan sisa-sisa panen sebagai sebagai pupuk juga telah dilakukan sebagian petani di beberapa daerah sejak jaman dulu. Sisa-sisa panen yang dibiarkan atau ditinggalkan di lahan pertanian mempunyai banyak fungsi dalam menunjang usaha tani, diantaranya adalah sebagai mulsa yang dapat menghindarkan pengrusakan permukaan tanah oleh energi hujan, mempertahankan kelembaban tanah mengurangi penguapan, sisa panen lambat laun akan terdekomposisi terjadi mineralisasi yaitu perubahan bentuk organik menjadi anorganik sehingga unsur hara yang dilepaskan akan menjadi tersedia untuk tanaman, disamping itu asam-asam organik yang dihasilkan dapat berfungsi sebagai bahan pembenah tanah atau soil conditioner.

Tanaman Lorong (Alley cropping)

Tanaman lorong adalah suatu bentuk usahatani agroforestry dimana tanaman semusim atau pangan ditanam di antara lorong-lorong yang ada di antara barisan pagar tanaman pohonan. Pertanaman lorong sangat tepat dilakukan baik pada lahan usaha tani yang datar maupun berlereng. Pada lahan berlereng, barisan tanaman harus ditanam menurut kontur agar dapat mencegah erosi.

Efektivitas tanaman lorong sangat ditentukan oleh jenis tanaman yang digunakan, jarak tanam dan kemiringan. Tanaman lorong mampu menahan

kehilangan tanah sampai dengan 93% dan kehilangan air hingga 83% dibandingkan dengan pertanaman semusim. Selain itu efektivitasnya didukung karena terbentuknya terras alami yang mencapai ketinggian 25-30 cm pada dasar tanaman pagar.