• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat Desa Babakan Kabupaten Bogor terhadap Masalah Vektor dan Penyakit Demam Berdarah Dengue

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat Desa Babakan Kabupaten Bogor terhadap Masalah Vektor dan Penyakit Demam Berdarah Dengue"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

Bogor terhadap Masalah Vektor dan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Di bawah bimbingan UPIK KESUMAWATI HADI dan SUSI SOVIANA.

(2)

Village Bogor Regency to Vector and Dengue Haemorrhagic Fever Problem. Under direction of UPIK KESUMAWATI HADI and SUSI SOVIANA.

This research was carried out to know the level of knowledge and people behaviour of people in Babakan Village, Bogor Regency to vector and Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) problem. This research was done on February-October 2010. Two hundred and eighty seven people were selected randomly and become respondents to answer the questionnaire (modified of Health Department 2007). The respondent’s answer has got by direct interview. The question category were consisted of common data of respondent characteristic, knowledge to vector and DHF problem, preventive behaviour to DHF and type of public education expected by respondent. The data of DHF cases got from Cangkurawok Public Health Center and Farfa Clinic, while rainfall data got from Geophysic Climatology and Meteorology Department, Bogor. The result showed that DHF cases in Babakan Village occur all year round with the highest percentage (37%) which spread among population aged 19-40 years. The majority (68%) of Babakan Village society had bad level knowledge on the vector and DHF problem, 30% good enough and 2% very good. In addition, they were 53% of them belong to good enough behaviour against DHF control and prevention, 45% bad and 2% very good. The public health education of DHF expected by community in Babakan Village was through advertisement on TV media presented by public figure in the health society.

(3)

PENGETAHUAN DAN PERILAKU MASYARAKAT

DESA BABAKAN KABUPATEN BOGOR

TERHADAP MASALAH VEKTOR DAN PENYAKIT

DEMAM BERDARAH DENGUE

LAINIL WAFA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Bogor terhadap Masalah Vektor dan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Di bawah bimbingan UPIK KESUMAWATI HADI dan SUSI SOVIANA.

(5)

Village Bogor Regency to Vector and Dengue Haemorrhagic Fever Problem. Under direction of UPIK KESUMAWATI HADI and SUSI SOVIANA.

This research was carried out to know the level of knowledge and people behaviour of people in Babakan Village, Bogor Regency to vector and Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) problem. This research was done on February-October 2010. Two hundred and eighty seven people were selected randomly and become respondents to answer the questionnaire (modified of Health Department 2007). The respondent’s answer has got by direct interview. The question category were consisted of common data of respondent characteristic, knowledge to vector and DHF problem, preventive behaviour to DHF and type of public education expected by respondent. The data of DHF cases got from Cangkurawok Public Health Center and Farfa Clinic, while rainfall data got from Geophysic Climatology and Meteorology Department, Bogor. The result showed that DHF cases in Babakan Village occur all year round with the highest percentage (37%) which spread among population aged 19-40 years. The majority (68%) of Babakan Village society had bad level knowledge on the vector and DHF problem, 30% good enough and 2% very good. In addition, they were 53% of them belong to good enough behaviour against DHF control and prevention, 45% bad and 2% very good. The public health education of DHF expected by community in Babakan Village was through advertisement on TV media presented by public figure in the health society.

(6)

DESA BABAKAN KABUPATEN BOGOR

TERHADAP MASALAH VEKTOR DAN PENYAKIT

DEMAM BERDARAH DENGUE

LAINIL WAFA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat Desa Babakan Bogor terhadap Masalah Vektor dan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2011

(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(9)

Judul : Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat Desa Babakan Kabupaten Bogor terhadap Masalah Vektor dan Penyakit Demam Berdarah Dengue Nama : Lainil Wafa

NIM : B04070195

Disetujui, Pembimbing

Dr. Drh.Upik Kesumawati Hadi, MS. Dr. Drh. Susi Soviana, MSi

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui,

Dr. Nastiti Kusumorini

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(10)

Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang diambil dari penelitian ini adalah Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat Desa Babakan Kabupaten Bogor terhadap Masalah Vektor dan Penyakit Demam Berdarah Dengue yang dilakukan Februari sampai Oktober 2010.

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1 Ibu Dr.Drh.Upik Kesumawati Hadi, MS dan Ibu Dr.Drh. Susi Soviana, MSi yang senantiasa sabar membimbing penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2 Orang Tua tercinta, Bapak Humaidi dan Ibu Maryam yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, mendoakan dan memberikan motivasi kepada penulis.

3 Saudara-saudara tersayang Kak Luk, Kak Mi, Kak Iz dan Dek Na yang sabar mengingatkan penulis untuk tetap semangat.

4 Ibu Dr. Drh. Aryani Sismin Satyaningtijas M.Sc dan Ibu Dr. Drh. Retno Wulansari MS yang berkenan menguji penulis.

5 Teman-teman sepenelitian Dwi dan Isma yang selalu menemani dan memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

6 Tim nyamuk.com yang telah membantu perjalanan penelitian ini.

7 Teman-teman Gianuzzi 44 atas kebersamaannya selama belajar di FKH IPB.

8 Sahabat-sahabat (Tiwi, Uni Desi, Faiz, Risa, Andrini, Yasmin, Lina, A Fajar, Aep dll) yang selalu menemani penulis dalam keadaan suka maupun duka.

9 Teman-teman Pesantren Mahasiswa Al Ihya Darmaga yang telah menemani penulis dalam keseharian (Nurus, Olish, Deuis, Dewi, Atin, Heni, Ummi, Muna, dll).

10 Teman-teman FOKMA BAHUREKSO (Ayu, Nia, Aziz, Ghofir, Novan dll) atas persaudaraannya selama penulis menimba ilmu.

Serta teman-teman semua yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas kebaikan-kebaikannya kepada penulis, penulis ucapkan Jazakumulloh khoiron Jaza.

Bogor, Oktober 2011

(11)
(12)
(13)

No Teks Halaman

1 Karakteristik umum responden (Masyarakat Desa Babakan) ... 12 2 Kasus DBD di Puskesmas Cangkurawok dan Klinik Farfa

pada Januari-Desember 2010 ... 14 3 Data hasil pemeriksaan darah penderita DBD di Klinik Farfa

pada Januari-Desember 2010 ... 16 4 Jumlah kasus DBD berdasarkan kelompok usia di Klinik Farfa

(14)

No Teks Halaman

1 Wilayah penelitian Desa Babakan ... 10

2 Kaitan curah hujan dan kasus DBD pada tahun 2010 di Desa Babakan ... 15

3 Pengetahuan masyarakat mengenal penyakit DBD ... 18

4 Media pemberi informasi yang diperoleh responden mengenai penyakit DBD ... 18

12 Pengetahuan responden mengenai pencegahan penyakit DBD ... 22

13 Pengetahuan responden mengenai waktu yang cocok untuk pelaksanaan PSN ... 23

14 Tindakan yang dilakukan responden jika anggota keluarga menderita DBD ... 23

15 Tingkat pengetahuan responden terhadap penyakit DBD ... 24

16 Tingkat perilaku responden terhadap pencegahan penyakit DBD ... 25

17 Tempat penampungan air yang dikuras oleh responden pada 1 bulan terakhir ... 25

18 Waktu terakhir TPA dikuras oleh responden pada 1 bulan terakhir .... 26

19 Jenis perkumpulan yang sering diikuti responden ... 26

20 Kegiatan 3M plus/PSN di dalam perkumpulan yang diikuti responden ... 27

21 Responden yang pernah memperoleh penyuluhan langsung ... 28

(15)
(16)

No Teks Halaman

(17)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyamuk adalah serangga berukuran kecil, halus, langsing, kaki-kaki atau tungkainya panjang langsing, dan mempunyai bagian mulut untuk menusuk kulit dan menghisap darah. Nyamuk di Indonesia terdiri atas 457 spesies, di antaranya spesies Anopheles, 125 Aedes, 82 Culex, 8 Mansonia, sedangkan sisanya tidak termasuk menganggu (O’ Connor dan Sopa 1981). Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Selain dengue, Ae. aegypti juga merupakan pembawa virus yellow fever. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, Ae. aegypti merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus penyebaran dengue di desa dan kota (Hadi dan Koesharto 2006).

(18)

tersebut maka peran serta masyarakat dalam menangani DBD perlu digalakkan. Oleh karena itu, tingkat perilaku dan pengetahuan masyarakat dalam menyikapi DBD perlu dipelajari agar masyarakat bisa bersama-sama pemerintah mampu menangani DBD.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan perilaku masyarakat Desa Babakan Kabupaten Bogor, terhadap masalah vektor dan penyakit DBD.

1.3 Manfaat Penelitian

(19)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) disebut juga Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) karena disertai gejala demam dan perdarahan, sedangkan penyebabnya adalah virus yang tergolong virus dengue. Penyakit ini merupakan penyakit yang baru bagi Indonesia, yakni, baru pada tahun tujuh puluhan masuk ke Indonesia. Penyakit ini terus menyebar dengan cepat diantara masyarakat karena vektornya tersedia, yaitu Ae. aegypti dan Ae. albopictus dan masyarakat samasekali tidak mempunyai kekebalan terhadapnya. Pada saat itu DBD seringkali menyebabkan kematian karena perdarahan yang sulit dihentikan. Pada umumnya, DBD akan menyebabkan kematian sebanyak 5 %, dan akan terdapat lebih banyak di daerah urban (Slamet 1994).

DBD disebabkan oleh satu dari empat bahan antigenik (virus) yang dikenal serotipe 1-4 (DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4) dari genus Flavivirus, famili Flaviridae. Virus ini terdapat dalam darah penderita 1-2 hari sebelum demam. Virus ini terdapat dalam darah penderita (viremia) selama 4-7 hari. Infeksi dengan satu dari empat serotipe ini tidak menimbulkan kekebalan (protektif) silang. Orang yang tinggal di daerah endemik dapat tertular oleh empat jenis virus sepanjang waktu. Infeksi dengan satu serotipe virus akan menghasilkan reaksi kekebalan yang lama terhadap virus itu, tetapi tidak terhadap serotipe yang lain (Hadi 2011).

2.2 Virus DBD

(20)

Virus Dengue adalah virus dengan untaian tunggal, virus RNA (famili Flaviviridae) yang muncul dengan empat serotype antigen yang berbeda. Setiap serotype secara genetik memiliki perbedaan. Meskipun infeksi secara umum (terutama infeksi primer) simtomatik sama, seluruh tipe virus ini berhubungan dengan demam Dengue, dan demam adalah gejala minor. Infeksi primer menghasilkan imunitas jangka panjang terhadap infeksi sekunder dengan serotype lainnya. Hal ini meningkatkan dalam resiko kebanyakan hasil dari reaksi silang antibodi dan sel T yang meningkatkan tingkat infeksi dan secara langsung melibatkan patifisiologi DBD (Carrington et al. 2005).

Virus DBD termasuk ke dalam siklus tranmisi urban yang mencakup manusia dan Ae. aegypti di berbagai daerah tropis. Infeksi virus dengue tidak menunjukkan gejala dan kadang-kadang terjadi pendarahan yang hebat yang dikenal dengan demam berdarah dengue (DBD) atau demam shock sindrom (DSS). Jenis serotype virus DBD adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.

2.3 Vektor DBD

Sejauh ini di Indonesia dikenal dua jenis vektor DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus. Siklus normal infeksi DBD terjadi antara manusia – nyamuk Aedes – manusia. Dari darah penderita yang dihisap, nyamuk betina dapat menularkan virus DBD setelah melewati masa inkubasi 8-10 hari yang membuat virus mengalami replikasi (perbanyakan) dan penyebaran yang berakhir pada infeksi saluran kelenjar ludah sehingga nyamuk menjadi tertular selama hidupnya.

Sekali nyamuk tertular virus seumur hidupnya akan menjadi nyamuk yang infektif dan mampu menyebarkan virus ke inang lain ketika menghisap darah berikutnya. Nyamuk infektif ini juga dapat menularkan virus ke generasi berikutnya secara transovarial melalui telur, tetapi peranannya dalam melanjutkan transmisi virus pada manusia belum diketahui (Hadi 2011).

(21)

pada Ae. aegypti terdapat garis lengkung putih dan 2 garis pendek di bagian tengah, sedang pada Ae. albopictus terdapat garis putih di medial dorsal toraks. Selain itu Ae. albopictus secara umum berwarna lebih gelap daripada Ae. aegypti. Adapun untuk melihat perbedaan larva/jentik diperlukan diseccting microscope. Bagian yang paling jelas adalah perbedaan bentuk sisik sikat (comb scales) dan gigi pekten (pecten teeth), dan sikat ventral yang terdiri atas empat pasang rambut pada Ae. albopictus dan lima pasang pada Ae. aegypti.

Selama ini stadium pradewasa Ae. aegypti dikenal mempunyai kebiasaan hidup pada genangan air jernih pada bejana buatan manusia yang berada di dalam dan luar rumah, nyamuk dewasanya beristirahat dan aktif menggigit di siang hari di dalam rumah (endofilik-endofagik). Umumnya Ae. aegypti dan Ae. albopictus betina mempunyai daya terbang sejauh 50-100 meter. Nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus berbiak di dalam wadah (container breeding) dengan penyebaran di seluruh daerah tropis maupun subtropis. Tempat perkembangbiakan larva nyamuk Ae. aegypti adalah tempat-tempat yang digunakan oleh manusia sehari-hari seperti bak mandi, drum air, kaleng-kaleng bekas, ketiak daun dan lubang-lubang batu. Tipe-tipe kontainer baik yang kecil maupun yang besar yang mengandung air merupakan tempat perkembangbiakan yang baik bagi stadium pradewasa nyamuk Ae. aegypti. Hasil-hasil pengamatan entomologi menunjukkan bahwa Ae. aegypti menempati habitat domestik terutama penampungan air di dalam rumah, sedangkan Ae. albopictus berkembang biak di lubang-lubang pohon, drum, ban bekas yang terdapat di luar (peridomestik) (Wahid 2011).

(22)

2.4 Pengendalian Vektor DBD

Menurut Suroso dan Umar (1999) pemberantasan nyamuk Ae. aegypti sebagai vektor penular DBD dapat dilakukan dengan cara: a) fogging, yaitu

pengasapan untuk membunuh nyamuk dewasa; b) abatisasi, yaitu penaburan abate

dengan dosis 10 gr untuk 100 liter air pada tampungan air yang ditemukan jentik

nyamuk; c) penyuluhan dan penggerakan masyarakat dalam PSN (Pemberantasan

Sarang Nyamuk) dengan 3 M, yaitu menguras, menutup tampungan air dan

mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk.

Fogging (pengasapan nyamuk dewasa) dilakukan di dalam dan di luar rumah penduduk. Oleh karena itu perlu persiapan yang matang, sosialisasi, dan kerjasama dengan penduduk. Ketika dilakukan fogging seluruh peralatan yang ada di dalam rumah harus diamankan, dan orang-orangnya harus keluar rumah. Seluruh penampungan air yang ada di dalam rumah juga harus disikat, dikuras, dibersihkan, dan ditutup rapat agar tidak menjadi sasaran nyamuk dewasa bertelur dan berkembang biak (Hadi 2011).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi terjadinya peningkatan kasus, salah satu diantaranya dan yang paling utama adalah dengan memberdayakan masyarakat dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M ( Menguras-Menutup-Mengubur). Kegiatan ini telah diintensifkan sejak tahun 1992 dan pada tahun 2000 dikembangkan menjadi 3M Plus yaitu dengan cara menggunakan larvasida, memelihara ikan dan mencegah gigitan nyamuk. Sampai saat ini upaya tersebut belum menampakkan hasil yang diinginkan karena setiap tahun masih terjadi peningkatan angka kematian.

(23)

diterapkan daerah uji coba yaitu di Jakarta Timur dan memberikan hasil yang baik (DEPKES 2008).

2.5 Pengetahuan dan perilaku masyarakat

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni: (1) Tahu (know), (2) Memahami (Comprehension), (3) Aplikasi (Application), (4) Analisis (Analysis), (5) Sintesis (Synthesis), (6) Evaluasi (Evaluation).

Slamet (1998) mengemukakan bahwa perilaku terdiri dari tiga dasar yang meliputi: pertama, perilaku pengetahuan (knowing behaviour), kedua, perilaku sikap (feeling behaviour) dan ketiga, perilaku keterampilan (doing behaviour). Apabila pengertian perilaku ini lebih disederhanakan maka perilaku dapat dibagi menjadi 2 unsur yang saling berhubungan satu sama lain yaitu kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Proses perubahan perilaku atau penerimaan ide baru adalah hasil dari suatu proses yang kompleks yang biasanya memerlukan waktu yang lama. Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan dari 3 faktor yaitu : (1) Faktor-faktor predisposisi, yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya, (2) Faktor-faktor

(24)

Glanz et al. (1997) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain: (1) Perilaku kesehatan (health behaviour), yakni hal-hal yang berhubungan dengan tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Dalam hal ini termasuk juga tindakan untuk mencegah penyakit dan kebersihan perorangan. (2) Perilaku sakit (illness behaviour) yaitu segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan individu yang merasa dirinya sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau merasa dan mengenal rasa sakit yang ada pada diri-nya. Termasuk disini juga kemampuan atau pengetahuan individu tersebut untuk mengidentifikasi penyakitnya, penyebab penyakit serta usaha-usaha pencegahan penyakit.

Notoatmodjo (2007) mengemukakan bahwa perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respon dan stimulus. Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau praktis). Adapun stimulus atau rangsangan disini terdiri 4 unsur pokok, yakni: sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Dengan demikian secara lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup : (1) Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, dengan tingkat pencegahan penyakit, yakni : Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan. misalnya: (makan makanan yang bergizi dan olahraga), pencegahan penyakit. misalnya: (Tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria dan imunisasi), pencarian pengobatan seperti halnya berusaha mengobati sendiri penyakitnya, atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas moderen seperti puskesmas, mantri, dokter praktek dan sebagainya, dan pemulihan kesehatan (2) perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan (3) perilaku terhadap makanan dan (4) perilaku terhadap lingkungan kesehatan.

(25)

yang sehat (meliputi ventilasi, pencahayaan, lantai) dan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vektor).

2.6 Pengetahuan Sikap dan Perilaku Masyarakat terhadap Penyakit

Manalu & Rahmalina (2010) menyatakan pengetahuan masyarakat di Kabupaten Tangerang terhadap penyakit tuberculosis (TB) paru belum cukup baik, hal ini tercermin masyarakat belum mengetahui secara benar tanda-tanda TB paru. Adapun perilaku mencari pengobatan sudah cukup baik, umumnya penderita berobat ke fasilitas kesehatan (Puskesmas), hanya saja perilaku pencegahan penularan dan kepatuhan minum obat masih kurang.

Santoso & Budiyanto (2008) mengemukakan mengenai pengetahuan sikap dan perilaku masyarakat terhadap DBD di Kota Palembang, dari 6 kelurahan dengan jumlah responden keseluruhan 606 orang, sebanyak 51,7% responden mempunyai pengetahuan yang baik, sisanya (48,3%) pengetahuannya kurang. Sebanyak 50,2% responden mempunyai sikap yang masih buruk terhadap penyakit DBD. Adapun perilaku masyarakat terhadap pencegahan dan pengendalian vektor penyakit DBD tergolong baik (54,3%). Jika diuji statistik terhadap pengetahuan dan sikap serta pengetahuan dan perilaku, ternyata diketahui adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap serta pengetahuan dan perilaku. Pengetahuan yang rendah, akan membentuk masyarakat kepada sikap dan perilaku yang kurang baik terhadap penyakit DBD.

(26)

3 BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di wilayah permukiman padat penduduk lingkar kampus IPB Desa Babakan Darmaga Bogor Jawa Barat (Gambar 1) yang terdiri atas empat RW (I,VII,VIII dan IX). RW I dan VII (RT 01,02,03,04), RW VIII (RT 02), RW IX (01). Penelitian ini dilaksanakan pada Februari-Oktober 2010.

Gambar 1 Wilayah penelitian Desa Babakan.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diambil secara acak dari 287 responden menggunakan kuesioner dengan metode wawancara langsung. Peneliti mendatangi dari rumah ke rumah, mengemukakan maksud penelitian kepada warga yang bertempat tinggal di rumah tersebut. Peneliti meminta kesediaan kepada penghuni rumah untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Setelah adanya persetujuan di antara peneliti dan responden, data primer dapat diambil. Masing-masing pertanyaan yang terdapat pada kuesioner dibacakan oleh peneliti dan langsung dijawab oleh responden. Peneliti mengarahkan responden apabila jawaban

u

s

B

T

1: 20.000

(27)

responden kurang sesuai dengan maksud pertanyaan yang diinginkan. Kuesioner penelitian (Lampiran 1) ini bersifat tertutup dan tidak diperlihatkan kepada responden.

Kuesioner penelitian terbagi atas empat bagian yaitu data umum, pengetahuan terhadap vektor dan penyakit DBD, perilaku terhadap vektor dan penyakit DBD serta bentuk penyuluhan yang diharapkan responden. Data umum adalah data karakteristik responden yang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan serta hubungan responden dengan kepala keluarga. Adapun data sekunder mengenai kasus demam berdarah selama tahun 2010 diambil dari dua pelayanan kesehatan yang tersedia di daerah penelitian yaitu Puskesmas Cangkurawok dan Klinik Farfa, serta data curah hujan diambil dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kabupaten Bogor.

3.3 Analisis Data

(28)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Masyarakan Desa Babakan

Desa Babakan terdiri atas 4 Dusun, 9 RW (Rukun Warga) dan 35 RT (Rukun Tetangga), dengan jumlah keluarga miskin (Gakin) mencapai 398 KK yang merupakan 25% dari jumlah keluarga yang ada di Desa Babakan. Jumlah penduduk desa ini ±10.902 jiwa yang terdiri atas 5.196 jiwa laki-laki dan 5.706 jiwa perempuan, dengan keseluruhan 2.439 kepala keluarga. Data lengkap penduduk pada November 2009 dapat dilihat pada Lampiran 2.

Lebih dari 70% penduduk Desa Babakan menggantungkan hidupnya dari sektor perdagangan dan wirausaha, karena Desa Babakan ini terletak di sekitar tempat tinggal mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB).

4.2 Kondisi Sosial Masyarakat Desa Babakan

Sebagian besar penduduk Desa Babakan terdiri dari penduduk usia muda yang berusia kurang dari 27 tahun. Desa Babakan termasuk memiliki sarana pendidikan yang cukup banyak, yang terdiri atas 6 bangunan Taman Kanak-Kanak, 4 bangunan Sekolah Dasar, 2 bangunan SLTP/MTS dan 4 bangunan SLTA/SMK dan Institut Pertanian Bogor (IPB).

4.3 Karakteristik Umum Responden (Mayarakat Desa Babakan)

(29)

Tabel 1 Karakteristik umum responden (Masyarakat Desa Babakan)

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 287 responden, sebanyak 7% responden berusia kurang dari 20 tahun, 63,4% berusia 20-40 tahun dan 29,6% berusia lebih dari 40 tahun. Dilihat dari penggolongan usia ini responden mayoritas masih berada pada masa produktif. Responden banyak ditemui berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 77% dibandingkan dengan responden laki-laki sebanyak 23%. Hal ini dimungkinkan pada saat melakukan wawancara pada pukul 08.00-11.00 lebih banyak perempuan yang tinggal di rumah terutama wanita, sedangkan laki-laki sudah tidak berada di rumah karena sudah berangkat kerja.

(30)

berkorelasi positif terhadap pengetahuan dan perilakunya terhadap kesehatan individu dan kebersihan lingkungan disekitarnya.

Pekerjaan responden dalam penelitian ini, 33% responden berstatus sebagai mahasiswa, 28% sebagai ibu rumah tangga, 12% tidak bekerja, 4% PNS/TNI, 3% pegawai swasta, 10% wiraswasta, 2% buruh dan lain-lain sebanyak 8% yang terdiri dari guru, pensiunan, pelajar, pengajar dan tukang ojek.

Berdasarkan hubungan responden dengan kepala keluarga, 19% responden sebagai kepala keluarga, 32% sebagai istri, 10% sebagai anak, 37% sebagai anak kost dan 2% lain-lain yang terdiri sebagai cucu, pembantu maupun mertua. Sebagian besar hubungan responden dan kepala keluarga sebagai anak kost karena daerah penelitian ini banyak dibangun sebagai tempat kost.

4.4 Kasus DBD di Desa Babakan

Kasus DBD yang tercatat pada fasilitas kesehatan di sekitar daerah penelitian, berasal dari Puskesmas Cangkurawok dan Klinik Farfa (Swasta), disajikan pada Tabel 2, sedangkan data kaitan curah hujan dan banyaknya kasus DBD disajikan pada Gambar 2.

(31)

Puskesmas Cangkurawok dan Klinik Farfa merupakan fasilitas kesehatan terdekat di sekitar daerah penelitian. Tabel 2 menunjukkan jumlah kasus DBD yang diperoleh dari kedua fasilitas kesehatan selama tahun 2010. Jumlah kasus selama tahun 2010 di Puskesmas Cangkurawok berjumlah 13 kasus, sedangkan di Klinik Farfa sebanyak 154 kasus. Faktor yang menyebabkan sedikitnya jumlah kasus DBD yang tercatat di Puskesmas Cangkurawok dibandingkan Klinik Farfa kemungkinan karena fasilitas puskesmas kurang lengkap, jam kerja yang lebih sedikit, serta lokasi yang kurang strategis. Ditemukannya kasus DBD sepanjang tahun, dapat dipengaruhi karena pemberantasan vektor yang kurang tepat atau perilaku masyarakat terhadap kebersihan lingkungan yang masih buruk.

Hubungan curah hujan dan kasus DBD pada tahun 2010 di Desa Babakan, secara garis besar terlihat bahwa, curah hujan dapat mempengaruhi kasus DBD (Gambar 2). Semakin tinggi curah hujan, maka jumlah kasus DBD yang ditemukan juga bertambah banyak. Hal ini dikarenakan telur dari nyamuk Ae. aegypti mampu bertahan dalam keadaan kering, sehingga ketika curah hujan tinggi, telur tersebut dapat menetas. Namun demikian, korelasi antara curah hujan dan jumlah kasus DBD di Desa Babakan lemah (r=0,277). Hal tersebut dapat dipengaruhi pencatatan data pada dua pelayanan kesehatan (Puskesmas Cangkurawok dan Klinik Farfa) kurang lengkap.

.

(32)

Tabel 3 Data hasil pemeriksaan darah penderita DBD di Klinik Farfa pada

(33)

biasanya ada pendarahanatau hemolisis. Rata-rata nilai hematokrit pada penderita DBD, tidak jauh dari kisaran normal, namun masih ada penderita DBD yang nilai hematokritnya rendah (15%). Hal ini disebabkan keadaan individu yang anemis, karena kandungan eritrosit yang rendah nilai hematrokritnya juga rendah.

Adapun jumlah kasus DBD yang tercatat di Desa Babakan (Klinik Farfa) terbanyak diderita pada kelompok usia 19-40 tahun (Tabel 3). Kemungkinan hal ini disebabkan oleh aktifitas di luar yang tinggi sehingga potensi kontak dengan vektor lebih besar.

Tabel 4 Jumlah kasus DBD berdasarkan kelompok usia pada Klinik Farfa pada Januari- Desember 2010

Kelompok usia (tahun) Jumlah kasus DBD (orang)

0-4 41

5-≤14 34

15-≤18 7

19-40 57

(34)

4.5 Profil pengetahuan responden di Desa Babakan

Karakteristik individu yang relatif tidak berubah adalah umur, jenis kelamin, suku bangsa, pendidikan dan pekerjaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, proporsi tindakan terhadap pencegahan penyakit diharapkan cukup baik. Berdasarkan data yang diperoleh dari 287 responden, sebanyak 98% responden pernah mendengar penyakit DBD dan hanya 2% yang tidak mengetahuinya dan tidak pernah mendengarnya (Gambar 3).

.

Gambar 3 Pengetahuan masyarakat mengenal penyakit DBD.

Gambar di atas menjelaskan 98% responden yang pernah mendengar informasi tentang DBD, informasi terbanyak diperoleh dari media elektronik (televisi, radio dan film), kemudian orang dekat (Keluarga, teman, tetangga), media cetak (Surat kabar, majalah, brosur), pamong (Camat, Lurah, RW, RT), petugas kesehatan dan yang terakhir adalah kader (Posyandu, dasawisma) (Gambar 4).

Gambar 4 Media pemberi informasi yang diperoleh responden mengenai penyakit DBD.

(35)

penyakit DBD, dapat menambah sedikit banyak pengetahuan responden terhadap DBD. Enam puluh lima persen responden mempunyai pengalaman adanya anggota keluarga, sanak saudara, teman, tetangga, atau bahkan responden itu sendiri, pernah menderita demam berdarah dan sisanya (35%) responden tidak mempunyai pengalaman terjangkit penyakit DBD (Gambar 5).

Gambar 5 Pengalaman responden terkena DBD.

Pengetahuan responden terhadap penyakit DBD dibagi menjadi beberapa kategori yaitu pengetahuan responden tentang penyebab, penular, perilaku nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit DBD. Mengenai penyebab penyakit DBD, sebagian besar responden sebanyak 75% masih menjawab penyebab penyakit DBD adalah nyamuk. Seharusnya penyebab dari penyakit DBD adalah virus. Hal ini diperkirakan masih banyaknya responden yang masih terkelirukan antara penyebab dan penular dari penyakit DBD. Responden yang mampu mengetahui penyebab penyakit ini sebesar 11%, sedangkan selain nyamuk dan virus, responden menjawab DBD disebabkan oleh parasit sebanyak 1%, tidak tahu 9% dan lain-lain seperti kecapekan, kebersihan lingkungan, genangan air dan plasmodium sebanyak 4% (Gambar 6).

(36)

Gambar 7 menunjukkan sebanyak 93% responden mampu menjawab baik bahwa penular dari penyakit DBD adalah nyamuk dan 7% responden tidak tahu penular penyakit DBD. Serta tidak ada satupun responden yang menjawab bahwa lalat sebagai penular penyakit ini, namun ada 1 responden (0%) yang menjawab bahwa penular DBD melalui makanan.

Gambar 7 Pengetahuan responden mengenai penular penyakit DBD.

Gambar 8 menunjukkan nama nyamuk sebagai penular DBD. Responden yang mampu menjawab bahwa nyamuk adalah penular penyakit DBD, sebanyak 76% mampu menjawab dengan benar bahwa nyamuk Aedes aegypti adalah penularnya, 22% tidak tahu, serta masing-masing sebanyak 1% menjawab Anopheles dan nyamuk demam berdarah.

(37)

Pengetahuan mengenai perilaku nyamuk DBD, digolongkan menjadi 3 kategori yaitu berpengetahuan tingkat rendah, sedang dan tinggi. Responden dikategorikan berpengetahuan rendah ketika tidak tahu sama sekali perilaku nyamuk, berpengetahuan tingkat sedang ketika responden mampu menjawab 1-3 dari 5 jawaban yang benar (≤60%) dan berpengetahuan tingkat tinggi dengan 4-5 jawaban yang benar (>60%). Berdasarkan pada Gambar 7, 72% responden berpengetahuan tingkat sedang, 26% tingkat rendah dan 2% berpengetahuan tingkat tinggi mengenai perilaku nyamuk DBD.

Gambar 9 Pengetahuan responden terhadap perilaku nyamuk Aedes aegypti.

Siklus nyamuk berdarah (Aedes aegypti) adalah metamorfosis sempurna (telur-larva-pupa-dewasa). Sebanyak 55% responden menjawab dengan benar dan 40% responden tidak mengetahuinya. Adapun yang menjawab telur-dewasa sebesar 3%, beranak 1% dan lain-lain 1% yang terdiri dari bertelur/ bertelur-jentik saja (Gambar 10).

(38)

Berbagai upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk dapat mengendalikan penyakit DBD seperti aksi bersih lingkungan, fogging dan gerakan 3M (Menutup, Menguras TPA dan Mengubur kaleng bekas). Namun, tidak semua gerakan ini dilakukan seluruhnya oleh masyarakat. Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan 91% responden tahu tentang kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)/3M plus, sedangkan sisanya (9%) tidak pernah mendengar istilah tersebut. Informasi mengenai PSN/3M plus ini umumnya berasal dari media elektronik seperti TV, radio, dan film. Keterangan mengenai pengetahuan responden tentang PSN/3M plus disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 Pengetahuan responden mengenai PSN atau 3M plus.

Gambar 12 menunjukkan hampir seluruh responden yang telah diwawancarai, 98% menyatakan bahwa DBD dapat dicegah, 2% tidak mengetahuinya dan 0% (1) responden menyatakan bahwa DBD tidak dapat dicegah.

(39)

Gambar 13 menunjukkan keinginan responden mengenai diadakannya PSN. Dari jawaban responden dikelompokkan menjadi 7 bagian. Responden yang menjawab di bawah 1 minggu (0-7 hari) sebanyak 63%, responden yang menjawab 8-14 hari, kapan ada waktu, jika kotor dan lain-lain (bergantung dana, ketika musim hujan, sebelum terkena DBD dan jika kotor saja) masing-masing sebanyak 4%, sedangkan yang 1 bulan sebanyak 11% dan 10% menjawab lebih dari 1 bulan.

Gambar 13 Pengetahuan responden mengenai waktu yang cocok untuk pelaksanaan PSN.

Pada umumnya tindakan pertama kali yang dilakukan responden dalam menangani penyakit DBD yaitu membawa ke petugas kesehatan sebanyak 89% responden, 7% mengobati sendiri dengan berbagai cara diantaranya dengan membuat jus jambu biji, dan 4% responden menjawab lain-lain seperti melapor ke RT (Gambar 14).

(40)

Tabel 5 Tingkat pengetahuan responden terhadap penyakit DBD.

Skor Jawaban Jumlah Orang (n=287) Persentase (%)

>70% (Baik) 6 2

40-70% (Sedang) 85 30

<40% (Kurang) 196 68

Jumlah 287 100

Gambar 15 Tingkat pengetahuan responden terhadap penyakit DBD.

Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan masyarakat Desa Babakan terhadap penyakit DBD terbagi atas tiga kategori kurang (68%), sedang (30%) dan baik (2%). Jadi sebagian besar (68%) masyarakat tergolong kategori kurang (Tabel 4 dan Gambar 15).

4.6 Profil Perilaku Responden

Perilaku pencegahan yang dilakukan responden terhadap penyakit DBD terdiri atas pertanyaan mengenai perlindungan diri responden terhadap gigitan vektor (seperti menggunakan semprotan nyamuk) dan upaya yang telah dilakukan responden dalam memberantas sarang nyamuk (seperti membersihkan saluran air). Total seluruh jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas adalah 14 skor jawaban. Perilaku pencegahan responden dibagi menjadi 3 tingkatan. Responden yang berperilaku buruk (45%), berperilaku sedang (53%) dan sisanya (2%) responden berperilaku baik.yang disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 16.

(41)

Skor Jawaban Jumlah Orang Peresentase (%) >70% (Baik)

7 2

40-70% (Sedang)

151 53

<40% (Kurang)

129 45

Jumlah 287 100

Gambar 16 Tingkat perilaku responden terhadap pencegahan penyakit DBD.

Selain perilaku pencegahan yang telah dibagi pada 3 kriteria di atas, beberapa digram lingkaran di bawah ini juga menunjukkan perilaku responden terhadap tempat-tempat penampungan air. Gambar 17 menunjukkan bahwa 86% responden menyatakan bagian TPA yang berada di dalam rumah saja yang dikuras pada 1 bulan terakhir, 12% di dalam dan di luar rumah dan 2% tidak mengurasnya.

Gambar 17 Tempat penampungan air yang dikuras oleh responden pada 1 bulan terakhir.

(42)

dalam kurun waktu 1 bulan dan 1% responden yang menguras TPA nya lebih dari 1 bulan yang lalu sejak pengambilan data. Keterangan berdasarkan Gambar 18.

Gambar 18 Waktu terakhir TPA dikuras oleh responden pada 1 bulan terakhir.

Gambar 19 menunjukkan jenis perkumpulan yang diikuti responden. Jenis perkumpulan (arisan RT/RW/keluarga, PKK, keagamaan dan karang taruna) yang paling banyak diikuti adalah keagamaan, kemudian arisan, PKK dan yang paling sedikit diikuti adalah karang taruna.

Gambar 19 Jenis perkumpulan yang sering diikuti responden.

(43)

informasi, seperti pencegahan yang perlu dilakukan masyarakat terhadap DBD disajikan pada Gambar 20.

Gambar 20 Kegiatan 3M plus/PSN di dalam perkumpulan yang diikuti responden.

4.7 Kegiatan Penyuluhan yang Diharapkan Masyarakat

Promosi kesehatan atau penyuluhan bertujuan melakukan pemberdayaan sehingga orang mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap aspek-aspek kehidupan khususnya bidang kesehatan. WHO (1984) telah mendefinisikan bahwa promosi kesehatan adalah proses membuat orang mampu meningkatkan kontrol dan memperbaiki kesehatan mereka.

(44)

Gambar 21 Responden yang pernah memperoleh penyuluhan langsung.

Penyampaian informasi dengan metode penyuluhan langsung ini berturut-turut paling banyak disampaikan oleh petugas kesehatan, kader, tokoh masyarakat dan lain-lain meliputi mahasiswa dan dosen yang disajikan pada Gambar 22.

Gambar 22 Tokoh yang memberikan penyuluhan langsung kepada responden.

(45)

Gambar 23 Media yang paling disukai responden dalam penyampaian informasi DBD.

Ewles dan Simnett (1992) menyatakan bahwa media massa seperti televisi, radio, koran dan majalah dapat dijadikan sebagai media penyuluhan kesehatan.

Isi penyuluhan sebaiknya mencakup gejala khas DBD yaitu demam tinggi dan perdarahan terutama perdarahan kulit, serta apa yang harus dilakukan terhadap penderita DBD. Sosialisasi terhadap upaya pemberantasan DBD yang efektif dan efisien seperti PSN dan upaya perlindungan dini, seperti pemasangan kelambu pada saat anak tidur siang, kawat kasa pada lubang ventilasi udara, dan memakai penolak nyamuk (Teng dan Singh 2001).

Metode yang paling banyak diinginkan oleh responden untuk penyampaian informasi DBD adalah spot/sekias info kemudian wawancara interaktif (Gambar 24).

(46)

bidang keahliannya dan bintang film/artis untuk dapat menarik pendengar (Gambar 25).

Gambar 25 Tokoh yang paling cocok untuk menyampaikan pesan DBD.

Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar (68%) masyarakat Desa Babakan mempunyai tingkat pengetahuan yang kurang terhadap masalah penyakit DBD, dan 53% masyarakat memiliki perilaku yang tergolong katagori cukup (sedang) dalam mencegah dan mengendalikan penyakit DBD. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Hidayah (2009) mengenai tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik keluarga terhadap pencegahan DBD di Kelurahan Kramatpela Jakarta Selatan bahwa tidak adanya korelasi positif antara pengetahuan dan sikap terhadap praktiknya. Pengetahuan dan sikap yang baik tidak dapat mencerminkan praktik yang baik pula. Meskipun menurut Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

(47)

TB masih kurang. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya adalah pendidikan dan tingkat ekonomi yang masih rendah.

Masyarakat Indonesia belum menyadari akan pentingnya kebersihan lingkungan disekitar tempat tinggal mereka. Banyaknya perilaku masyarakat terhadap lingkungan yang kurang peduli diantaranya menimbun barang-barang bekas seperti kaleng, botol, maupun ban yang dapat menampung air ketika hujan. Hal tersebut sebagai media yang baik bagi perkembangbiakan nyamuk Ae. aegypti pada musim hujan.

Masalah lain adalah kebiasaan menampung air yang dilakukan oleh masyarakat Desa Babakan. Air dalam bak mandi juga dalam wadah-wadah selain bak mandi biasanya tidak sampai habis terpakai sehingga larva tetap berada di dasar tempat tersebut. Selain itu bila ada gerakan, larva akan bergerak ke bawah sehingga tidak terbuang pada saat air digunakan. Hal itu disebabkan penduduk lebih senang mandi menggunakan gayung daripada shower.

Sungkar (2002) menyatakan kebiasaan lain yang turut menghambat pemberantasan DBD adalah tidak menguras bak mandi secara teratur dan walaupun sebagian masyarakat telah menguras secara teratur, seringkali dengan cara yang salah. Pengurasan umumnya hanya dilakukan dengan mengganti air tanpa menyikat dinding bak mandi. Cara tersebut tidak efektif karena telur Ae. aegypti tetap melekat di dinding bak mandi. Womack (1993) menyatakan bahwa telur Ae. aegypti mampu bertahan hidup antara tiga bulan sampai satu tahun apabila berada pada keadaan kering atau tidak terkena sentuhan air, dan telur bisa menetas menjadi larva jika terendam oleh air.

(48)

5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Kasus DBD di Desa Babakan terjadi sepanjang tahun dengan persentase tertinggi (37%) diderita oleh penduduk usia 19-40 tahun. Sebagian besar (68%) masyarakat Desa Babakan mempunyai tingkat pengetahuan yang kurang terhadap masalah vektor dan penyakit DBD, 30% sedang, 2% baik. Selain itu, 53% masyarakat memiliki perilaku dalam mencegah dan mengendalikan vektor serta mencegah dan mengendalikan penyakit DBD dalam kategori sedang, 45% buruk dan 2% baik. Adapun bentuk penyuluhan yang paling diharapkan oleh masyarakat Desa Babakan adalah melalui media televisi dengan bentuk iklan layanan masyarakat yang disampaikan oleh petugas kesehatan masyarakat.

5.2 Saran

(49)

DAFTAR PUSTAKA

[DEPKES] Departemen Kesehatan Repubik Indonesia. 2008. Pelatihan Bagi Pelatih Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) Dengan Pendekatan Komunikasi Perubahan Perilaku (Communication For Behavioral Impact). Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian penyakit Dan Penyehatan Lingkungan.

[DEPKES] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Indonesia Prakarsai Pengendalian DBD. Jakarta: Badan Litbang dan Pegembangan Kesehatan.

[WHO] World Health Organitation. 1984. Health Promotion: A WHO Discussion Document on The Concepts and Principles. Jeneva: World Health Organitation.

Bahari DN. 2011. Kepadatan dan Perilaku Nyamuk Aedes (Diptera: Culicidae) di Desa Babakan Kabupaten Bogor [Skripsi].Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Carrington CVF, Foster JE, Pybus OG, Bennet SN, Holmes EC. 2005. Invasion And Maintenance Of Dengue Virus Type 2 And Type 4 In The Americas. J. Virol. 79: 14680-14687.

Ewles L, Simnett I. 1992. Promosi Kesehatan Petunjuk Praktis ed ke 2. Ova Emilia, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pr. Diterjemahkan dari: Promoting Health, A practical Guide Second edition.

Ganong WF. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Petrus Andrianto, penerjemah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Diterjemahkan dari: Review of Medical Physiology.

Glanz K, Lewis FM, Rimer BK. 1997. Health Behaviour and Health Education: Theory, Research and Practice. San Fransisco: Jossey-Bass.

Hadi UK, Koesharto FX. 2006. Nyamuk. Dalam Hama Pemukiman Indonesia. Bogor:Unit Kajian Pengendalian Hama dan Pemukiman (UKPHP).

Hadi UK. 2011. Penyakit tular vektor. http://upikke.staff.ipb.ac.id [9 Juli 2011].

Hidayah AN. 2009. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Praktek Keluarga tentang Pencegahan DBD di RW 09 Kelurahan Kramatpela Kecamatan Kebayoran Baru Jakarta Selatan [skripsi]. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah.

(50)

Levinson W. 2000. Medical Microbiology and Immunology. San Fransisco: McGraw Hill.

Manalu HSP, Rahmalina SP. 2010. Pengetahuan Sikap dan Perilaku Penderita TB Paru di Kabupaten Tangerang. J.Ekol.Kes. 9(2): 1200-12.

Notoatmodjo S. 2003. Kesehatan Masyarakat.Jakarta:Rineka Cipta.

Notoatmodjo S. 2007. Kesehatan Mayarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka cipta. O’ Connor CT, Sopa T. 1981. A Checklist of Mosquitoes of Indonesia. Jakarta: US

NAMRU -2.

Santoso, Budiyanto A. 2008. Hubungan Pengetahuan Sikap dan Perilaku (PSP) Masyarakat terhadap Vektor DBD di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan. J.Ekol.Kes. 7(2):732-739.

Sauri S. 2011. Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor mengenai Foodborne Disease [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Slamet JS. 1994. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada University pr.

Slamet RM. 1998. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangun. Yogyakarta : Gadjah Mada University pr.

Sungkar S. 2002. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.

Suroso T, Umar AI. 1999. “Epidemiologi dan Penanggulangan Penyakit DBD di

Indonesia Saat Ini”. Naskah Lengkap Pelatihan. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Teng AK, Singh S. 2001. Epidemiology and New Initiatives In The Prevention And Control Of Dengue In Malaysia. Dengue Bulletin. 25(7).

Wahid T. 2011. Studi Habitat Perkembangbiakan Larva Aedes (Diptera: Culicidae) di Desa Babakan Kabupaten Bogor [Skripsi].Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

(51)

Lampiran 1

KAJIAN PERILAKU DAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT DALAM PSN DEMAM BERDARAH

1. Tidak pernah sekolah 5. Akademi / Diploma 2. SD sederajat 6. Perguruan Tinggi 3. SLTP sederajat

7.Lainnya,sebutkan:………

4. SLTA sederajat

Pekerjaan :

1. PNS/TNI 4.Buruh

2. Pegawai swasta 5. Tidak bekerja 3. Wiraswasta 6.Lain-lain,

1. Tidak pernah sekolah 5. Akademi / Diploma 2. SD sederajat 6. Perguruan Tinggi

3. SLTP sederajat 7. Lainnya, sebutkan :………… 4. SLTA sederajat

(52)

Pekerjaan :

1. PNS/TNI 4.Buruh

2. Pegawai swasta 5. Tidak bekerja

3. Wiraswasta 6. Lain-lain, sebutkan

:………

Hubungan dengan KK : 1.Kepala Keluarga 2.Istri

3. Anak

4. Anggota Keluarga lain (sebutkan)……….

II. PENGETAHUAN DAN PERILAKU RESPONDEN

A. PENGETAHUAN

1. Apakah Saudara pernah mendengar/ mengetahui penyakit demam berdarah 1. Ya 2. Tidak (wawancara selesai) 2. Bila ya, dari mana Saudara mendengar/ mengetahuinya? (tanyakan satu persatu, jawaban boleh dari 1)

a. Petugas kesehatan 1. Ya 2. Tidak

b. Pamong (Camat, Lurah, RW, RT) 1. Ya 2.Tidak

c. Kader (Posyandu, dasawisma) 1. Ya 2. Tidak

d. Orang dekat (Keluarga, teman, tetangga) 1. Ya 2. Tidak

e. Media elektronik (TV, Radio, Film) 1. Ya 2. Tidak

4. Menurut Saudara, apakah penyebab penyakit DBD?

1. Kuman 4.Nyamuk

2. Virus 5. Tidak tahu

3. Parasit 6.Lain-lain :………

(53)

1. Nyamuk lanjut ke pertanyaan no.6

2. Lalat

3. Tidak tahu

4. Lain-lain (sebutkan)………lanjut ke no 11………..

6. Dapatkah Saudara menyebutkan nama nyamuk tersebut ?

1. Anopheles 4. Nyamuk demam berdarah (scor 1)

2. Aedes aegypti (scor 2) 5. Lain- lain (sebutkan)………

3. Culex 6. Tidak tahu

7. Sebutkan ciri- ciri /perilaku nyamuk demam berdarah! (jawaban tidak boleh dibacakan, jawaban boleh lebih dari 1)

1. Bintik-bintik putih/belang-belang

2. Menggigit pada siang hari

3. Banyak ditemukan di daerah pemukiman (perumahan)

4. Berkembang biak di air jernih

5. Tidak tahu

6. Lain-lain (sebutkan)………

8. Bagaimanakah cara/siklus perkembangbiakan ny amuk demam berdarah ? 1. Beranak 4. Tidak tahu

2. Telur-larva-pupa-dewasa (nyamuk) 5. Lain-lain (sebutkan)

3. Telur-dewasa (nyamuk)

9. Sebutkan beberapa tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti ! (Responden tidak boleh diarahkan, jawaban boleh lebih dari 1)

(54)

9. Batang bambu 1. Ya 2. Tidak

11. Apakah penyakit demam berdarah dapat dicegah ?

1. ya

2. Tidak

3. Tidak tahu ( lanjut ke pertanyaan no.13)

12. Bila Ya, apakah Saudara dapat menyebutkan cara- cara pencegahan demam berdarah?

(responden tidak boleh diarahkan, jawaban boleh lebih dari 1)

1. Menguras tempat penampungan air 1. Ya 2. Tidak

2. Menutup tempat penampungan air 1. Ya 2. Tidak

3. Mengubur barang bekas 1. Ya 2. Tidak

4. Menaburkan abate 1. Ya 2. Tidak

5. Memelihara ikan 1. Ya 2. Tidak

6. Menyemprot 1. Ya 2. Tidak

7. Lain- lain (sebutkan) ……….

13. Apakah Saudara pernah mengetahui tentang pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui kegiatan 3M atau 3M plus?

(55)

14. Bila Ya, darimana Saudara mendapat informasi tentang PSN? (Responden tidak boleh diarahkan, jawaban boleh lebih dari 1)

1. Petugas kesehatan 1. Ya 2. Tidak

2. Pamong (Camat, Lurah, RW, RT) 1. Ya 2. Tidak

3.Kader/ PKK (Posyandu, dasawisma) 1. Ya 2. Tidak

4. Orang lain (keluarga, teman, tetangga) 1. Ya 2. Tidak

5.Media elektronik (TV, Radio, Film) 1. Ya 2. Tidak

6. Media cetak (surat kabar, majalah, brosur dll) 1. Ya 2. Tidak

7. Lain- lain (sebutkan)………

15. kapan sebaiknya dilakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)?

1. Seminggu sekali 3. Kapan ada waktu

2. Sebulan sekali 4. Lain-lain(sebutkan)...

16. Tindakan apa yang seharusnya Saudara lakukan jika anggota keluarga menderita DBD?

1. Mengobati sendiri, (bagaimana?) ……….

2. Membawa ke petugas kesehatan

3. Lain- lain ……….

B. PERILAKU

17. Apa upaya yang sudah dilakukan oleh Saudara dan keluarga untuk melindungi diri dari gigitan nyamuk demam berdarah? (jawaban boleh lebih dari 1, masing- masing pernyataan dibacakan, dilanjutkan dengan observasi untuk konfirmasi)

1. pakai kelambu siang hari jika tidur siang 1. Ya 2. Tidak

2. menggunakan semprotan nyamuk 1. Ya 2. Tidak

3. mengolesi pakai repellent/ autan 1. Ya 2. Tidak

4. membakar obat nyamuk 1. Ya 2. Tidak

5. Lain- lain (sebutkan) ………

18. Kegiatan apa saja yang biasa Saudara/ anggota keluarga lakukan dalam melakukan pemberantasan sarang nyamuk (3M plus)? (masing- masing pernyataan dibacakan, dilanjutkan dengan observasi, jawaban boleh lebih dari 1)

1. Menguras bak mandi/ bak WC 1. Ya 2. Tidak

(56)

3. Menguburkan kaleng bekas, gelas/plastic bekas 1. Ya 2. Tidak

4. Menyimpan ban bekas, menutup drum, dll 1. Ya 2. Tidak

5. Membersihkan saluran air 1. Ya 2. Tidak

6. Mengumpulkan/membakar sampah yang berserakan 1. Ya 2. Tidak

7. Mengganti air vas bunga 1. Ya 2. Tidak

8. Mengganti minuman burung 1. Ya 2. Tidak

9. Memelihara ikan 1. Ya 2. Tidak

10.Menaburkan larvasida (abate) 1. Ya* 2. Tidak

11.Lain- lain (sebutkan)………

Ket :*) Jika Ya, dimana meletakkannya?...

19. Dalam 1 bulan terakhir apakah Saudara menguras tempat- tempat penampungan air (TPA) di dalam dan di luar rumah Saudara?

1. Ya, di dalam rumah saja

2. Ya, di dalam dan di luar rumah

3. Tidak (lanjut ke pertanyaan no. 20)

20. Kapan Saudara menguras TPA terakhir kalinya?

1. ………hari yang lalu.

2. Hari ini (bila TPA telah dikuras dalam 1 hari ini)

21. Perkumpulan mana yang sering Saudara ikuti?

1. Arisan RT/RW/keluarga 2. PKK

3. Keagamaan 4. Karang Taruna 5. Lain- lain (sebutkan) ………..

22. Apakah dalam perkumpulan sosial tersebut juga dilakukan penggerakan 3M plus/PSN?

1. Ya 2. Tidak

III. PERTANYAAN PENYULUHAN

23. Apakah Saudara pernah mendapatkan penyuluhan langsung tentang demam berdarah?

1. Ya 2. Tidak

24. Jika Ya, siapa yang memberikan penyuluhan? (jawaban boleh lebih dari 1, masing- masing pernyataan dibacakan)

(57)

2. Kader/ PKK 1. Ya 2. Tidak

3. Tokoh masyarakat/tokoh agama 1. Ya 2. Tidak

4. Lainnya (sebutkan) ………

25. Media apa yang paling Saudara senangi/kehendaki dalam penyampaian informasi demam berdarah?

1. Media cetak 2. Televisi

3. Radio 4. Penyuluhan langsung

5. Lain- lain (sebutkan) ……….

26. Jika melalui media elektronik (radio, TV), menurut Saudara, bagaimana seharusnya metode penyampaian pesan demam berdarah?

1. Spot (sekilas info) 4. Wawancara interaktif (talk show)

2. Sinetron/Sandiwara 5. Lain- lain (sebutkan) ………

3. Ceramah

27. Melalui media tersebut, menurut Saudara siapa tokoh yang paling cocok untuk menyampaikan pesan demam berdarah?

1. Tenaga kesehatan (nakes) 1. Ya 2. Tidak

2. Kader/PKK 1. Ya 2. Tidak

3. Tokoh masyarakat/agama 1. Ya 2. Tidak 4. Bintang film/artis 1. Ya 2. Tidak

5. Lainnya (ssebutkan) ………

Ket: **) : coret yang tidak perlu

(58)

Lampiran 2

Tabel 1. Laporan bulanan (bulan November 2009) jumlah penduduk Desa Babakan, Kecamatan Dramaga Bogor.

No Rincian Warga Negara RI Orang Asing Jumlah

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan L+P

1 Penduduk awal bulan ini 5195 5710 - - 5195 5710 10905

2 Kelahiran bulan ini 9 5 - - 9 5 14

3 Kematian bulan ini 5 3 - - 5 3 8

4 Pendatang bulan ini 3 3 - - 3 3 6

5 Pindah bulan ini 6 9 - - 6 9 15

(59)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyamuk adalah serangga berukuran kecil, halus, langsing, kaki-kaki atau tungkainya panjang langsing, dan mempunyai bagian mulut untuk menusuk kulit dan menghisap darah. Nyamuk di Indonesia terdiri atas 457 spesies, di antaranya spesies Anopheles, 125 Aedes, 82 Culex, 8 Mansonia, sedangkan sisanya tidak termasuk menganggu (O’ Connor dan Sopa 1981). Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Selain dengue, Ae. aegypti juga merupakan pembawa virus yellow fever. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, Ae. aegypti merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus penyebaran dengue di desa dan kota (Hadi dan Koesharto 2006).

(60)

tersebut maka peran serta masyarakat dalam menangani DBD perlu digalakkan. Oleh karena itu, tingkat perilaku dan pengetahuan masyarakat dalam menyikapi DBD perlu dipelajari agar masyarakat bisa bersama-sama pemerintah mampu menangani DBD.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan perilaku masyarakat Desa Babakan Kabupaten Bogor, terhadap masalah vektor dan penyakit DBD.

1.3 Manfaat Penelitian

(61)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) disebut juga Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) karena disertai gejala demam dan perdarahan, sedangkan penyebabnya adalah virus yang tergolong virus dengue. Penyakit ini merupakan penyakit yang baru bagi Indonesia, yakni, baru pada tahun tujuh puluhan masuk ke Indonesia. Penyakit ini terus menyebar dengan cepat diantara masyarakat karena vektornya tersedia, yaitu Ae. aegypti dan Ae. albopictus dan masyarakat samasekali tidak mempunyai kekebalan terhadapnya. Pada saat itu DBD seringkali menyebabkan kematian karena perdarahan yang sulit dihentikan. Pada umumnya, DBD akan menyebabkan kematian sebanyak 5 %, dan akan terdapat lebih banyak di daerah urban (Slamet 1994).

DBD disebabkan oleh satu dari empat bahan antigenik (virus) yang dikenal serotipe 1-4 (DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4) dari genus Flavivirus, famili Flaviridae. Virus ini terdapat dalam darah penderita 1-2 hari sebelum demam. Virus ini terdapat dalam darah penderita (viremia) selama 4-7 hari. Infeksi dengan satu dari empat serotipe ini tidak menimbulkan kekebalan (protektif) silang. Orang yang tinggal di daerah endemik dapat tertular oleh empat jenis virus sepanjang waktu. Infeksi dengan satu serotipe virus akan menghasilkan reaksi kekebalan yang lama terhadap virus itu, tetapi tidak terhadap serotipe yang lain (Hadi 2011).

2.2 Virus DBD

(62)

Virus Dengue adalah virus dengan untaian tunggal, virus RNA (famili Flaviviridae) yang muncul dengan empat serotype antigen yang berbeda. Setiap serotype secara genetik memiliki perbedaan. Meskipun infeksi secara umum (terutama infeksi primer) simtomatik sama, seluruh tipe virus ini berhubungan dengan demam Dengue, dan demam adalah gejala minor. Infeksi primer menghasilkan imunitas jangka panjang terhadap infeksi sekunder dengan serotype lainnya. Hal ini meningkatkan dalam resiko kebanyakan hasil dari reaksi silang antibodi dan sel T yang meningkatkan tingkat infeksi dan secara langsung melibatkan patifisiologi DBD (Carrington et al. 2005).

Virus DBD termasuk ke dalam siklus tranmisi urban yang mencakup manusia dan Ae. aegypti di berbagai daerah tropis. Infeksi virus dengue tidak menunjukkan gejala dan kadang-kadang terjadi pendarahan yang hebat yang dikenal dengan demam berdarah dengue (DBD) atau demam shock sindrom (DSS). Jenis serotype virus DBD adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.

2.3 Vektor DBD

Sejauh ini di Indonesia dikenal dua jenis vektor DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus. Siklus normal infeksi DBD terjadi antara manusia – nyamuk Aedes – manusia. Dari darah penderita yang dihisap, nyamuk betina dapat menularkan virus DBD setelah melewati masa inkubasi 8-10 hari yang membuat virus mengalami replikasi (perbanyakan) dan penyebaran yang berakhir pada infeksi saluran kelenjar ludah sehingga nyamuk menjadi tertular selama hidupnya.

Sekali nyamuk tertular virus seumur hidupnya akan menjadi nyamuk yang infektif dan mampu menyebarkan virus ke inang lain ketika menghisap darah berikutnya. Nyamuk infektif ini juga dapat menularkan virus ke generasi berikutnya secara transovarial melalui telur, tetapi peranannya dalam melanjutkan transmisi virus pada manusia belum diketahui (Hadi 2011).

(63)

pada Ae. aegypti terdapat garis lengkung putih dan 2 garis pendek di bagian tengah, sedang pada Ae. albopictus terdapat garis putih di medial dorsal toraks. Selain itu Ae. albopictus secara umum berwarna lebih gelap daripada Ae. aegypti. Adapun untuk melihat perbedaan larva/jentik diperlukan diseccting microscope. Bagian yang paling jelas adalah perbedaan bentuk sisik sikat (comb scales) dan gigi pekten (pecten teeth), dan sikat ventral yang terdiri atas empat pasang rambut pada Ae. albopictus dan lima pasang pada Ae. aegypti.

Selama ini stadium pradewasa Ae. aegypti dikenal mempunyai kebiasaan hidup pada genangan air jernih pada bejana buatan manusia yang berada di dalam dan luar rumah, nyamuk dewasanya beristirahat dan aktif menggigit di siang hari di dalam rumah (endofilik-endofagik). Umumnya Ae. aegypti dan Ae. albopictus betina mempunyai daya terbang sejauh 50-100 meter. Nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus berbiak di dalam wadah (container breeding) dengan penyebaran di seluruh daerah tropis maupun subtropis. Tempat perkembangbiakan larva nyamuk Ae. aegypti adalah tempat-tempat yang digunakan oleh manusia sehari-hari seperti bak mandi, drum air, kaleng-kaleng bekas, ketiak daun dan lubang-lubang batu. Tipe-tipe kontainer baik yang kecil maupun yang besar yang mengandung air merupakan tempat perkembangbiakan yang baik bagi stadium pradewasa nyamuk Ae. aegypti. Hasil-hasil pengamatan entomologi menunjukkan bahwa Ae. aegypti menempati habitat domestik terutama penampungan air di dalam rumah, sedangkan Ae. albopictus berkembang biak di lubang-lubang pohon, drum, ban bekas yang terdapat di luar (peridomestik) (Wahid 2011).

(64)

2.4 Pengendalian Vektor DBD

Menurut Suroso dan Umar (1999) pemberantasan nyamuk Ae. aegypti sebagai vektor penular DBD dapat dilakukan dengan cara: a) fogging, yaitu

pengasapan untuk membunuh nyamuk dewasa; b) abatisasi, yaitu penaburan abate

dengan dosis 10 gr untuk 100 liter air pada tampungan air yang ditemukan jentik

nyamuk; c) penyuluhan dan penggerakan masyarakat dalam PSN (Pemberantasan

Sarang Nyamuk) dengan 3 M, yaitu menguras, menutup tampungan air dan

mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk.

Fogging (pengasapan nyamuk dewasa) dilakukan di dalam dan di luar rumah penduduk. Oleh karena itu perlu persiapan yang matang, sosialisasi, dan kerjasama dengan penduduk. Ketika dilakukan fogging seluruh peralatan yang ada di dalam rumah harus diamankan, dan orang-orangnya harus keluar rumah. Seluruh penampungan air yang ada di dalam rumah juga harus disikat, dikuras, dibersihkan, dan ditutup rapat agar tidak menjadi sasaran nyamuk dewasa bertelur dan berkembang biak (Hadi 2011).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi terjadinya peningkatan kasus, salah satu diantaranya dan yang paling utama adalah dengan memberdayakan masyarakat dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M ( Menguras-Menutup-Mengubur). Kegiatan ini telah diintensifkan sejak tahun 1992 dan pada tahun 2000 dikembangkan menjadi 3M Plus yaitu dengan cara menggunakan larvasida, memelihara ikan dan mencegah gigitan nyamuk. Sampai saat ini upaya tersebut belum menampakkan hasil yang diinginkan karena setiap tahun masih terjadi peningkatan angka kematian.

(65)

diterapkan daerah uji coba yaitu di Jakarta Timur dan memberikan hasil yang baik (DEPKES 2008).

2.5 Pengetahuan dan perilaku masyarakat

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni: (1) Tahu (know), (2) Memahami (Comprehension), (3) Aplikasi (Application), (4) Analisis (Analysis), (5) Sintesis (Synthesis), (6) Evaluasi (Evaluation).

Slamet (1998) mengemukakan bahwa perilaku terdiri dari tiga dasar yang meliputi: pertama, perilaku pengetahuan (knowing behaviour), kedua, perilaku sikap (feeling behaviour) dan ketiga, perilaku keterampilan (doing behaviour). Apabila pengertian perilaku ini lebih disederhanakan maka perilaku dapat dibagi menjadi 2 unsur yang saling berhubungan satu sama lain yaitu kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Proses perubahan perilaku atau penerimaan ide baru adalah hasil dari suatu proses yang kompleks yang biasanya memerlukan waktu yang lama. Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan dari 3 faktor yaitu : (1) Faktor-faktor predisposisi, yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya, (2) Faktor-faktor

(66)

Glanz et al. (1997) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain: (1) Perilaku kesehatan (health behaviour), yakni hal-hal yang berhubungan dengan tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Dalam hal ini termasuk juga tindakan untuk mencegah penyakit dan kebersihan perorangan. (2) Perilaku sakit (illness behaviour) yaitu segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan individu yang merasa dirinya sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau merasa dan mengenal rasa sakit yang ada pada diri-nya. Termasuk disini juga kemampuan atau pengetahuan individu tersebut untuk mengidentifikasi penyakitnya, penyebab penyakit serta usaha-usaha pencegahan penyakit.

Notoatmodjo (2007) mengemukakan bahwa perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respon dan stimulus. Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau praktis). Adapun stimulus atau rangsangan disini terdiri 4 unsur pokok, yakni: sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Dengan demikian secara lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup : (1) Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, dengan tingkat pencegahan penyakit, yakni : Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan. misalnya: (makan makanan yang bergizi dan olahraga), pencegahan penyakit. misalnya: (Tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria dan imunisasi), pencarian pengobatan seperti halnya berusaha mengobati sendiri penyakitnya, atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas moderen seperti puskesmas, mantri, dokter praktek dan sebagainya, dan pemulihan kesehatan (2) perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan (3) perilaku terhadap makanan dan (4) perilaku terhadap lingkungan kesehatan.

Gambar

Tabel 2 Kasus DBD di Puskesmas Cangkurawok dan Klinik Farfa pada Januari-
Tabel 3 Data hasil pemeriksaan darah penderita DBD di Klinik Farfa pada Januari- Desember 2010
Tabel  4 Jumlah kasus DBD berdasarkan kelompok usia pada Klinik Farfa pada
Gambar 3  Pengetahuan masyarakat mengenal penyakit DBD.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tingkat keyakinan 85%, penelitian ini menunjukan variabel payout memiliki pengaruh signifikan terhadap perubahan laba satu tahun ke depan untuk industri

Utara terkhusus untuk sahabat tercinta penulis yang selalu mendukung dan banyak.. memberikan masukan Arnike Doya, Mia Rhamayani dan Ari

Berikut ini disajikan paparan deskriptif hasil tinjauan ahli media terhadap produk pengembangan bahan ajar berbasis multimedia interaktif pada mata pelajaran fikih. Data

PENGARUH ASIMETRI INFORMASI TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR PUBLIK YANG TERDAFTAR DI.. BURSA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dari penelitian yang

Bahkan juga menguatkan pendapat guru mereka yang lain sewaktu di Makkah, yakni Syekh Abdul Qadir al-Mandaili (berasal dari daerah Tapanuli Selatan), yang juga berpendapat

Briket arang merupakan arang (salah satu jenis bahan bakar) yang dibuat dari aneka macam bahan hayati atau biomassa misalnya kayu,ranting, daun- daunan, rumput,

Terjadinya penurunan asupan energi, yang berasal dari jumlah asupan karbohidrat, protein, dan lemak pada anggota militer selama puasa Ramadan dibandingkan dengan sebelum