• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN ASUPAN ENERGI, ZAT GIZI, DAN INDEKS MASSA TUBUH ANTARA SEBELUM DENGAN SELAMA PUASA RAMADAN PADA ANGGOTA MILITER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERBEDAAN ASUPAN ENERGI, ZAT GIZI, DAN INDEKS MASSA TUBUH ANTARA SEBELUM DENGAN SELAMA PUASA RAMADAN PADA ANGGOTA MILITER"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

24

PERBEDAAN ASUPAN ENERGI, ZAT GIZI, DAN INDEKS MASSA TUBUH ANTARA

SEBELUM DENGAN SELAMA PUASA RAMADAN

PADA ANGGOTA MILITER

Endah Citra Perwiranti1, Setiawan2, Ronny Lesmana2, Gaga Irawan Nugraha2

1Program Studi Ilmu Kedokteran Dasar, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia 2Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Biologi Sel, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia

Abstract

The influence of Ramadan fasting on nutrient intake and body mass index has been extensively studied. However, the effects of Ramadan fasting on nutrient and body mass index in military personnel has not been documented, although they are expected to be fit even during Ramadan fasting. This analytical, comparative study was performed in 31 Moslem male military personnel subjects aged 19-33 years. The nutrient intake and body mass index were measured 2 days before and every week of Ramadan. To analyze the difference of normal data distributions using ANOVA Repeated Measurement and paired t-test, if the data were not normal distribution then analyzed using Friedman and Wilcoxon test. The analyzed data show decreased energy intake on the first week (27,9%), second week (12,0%), third week (11,1%), and fourth week (16,9%) during Ramadan fasting (p<0,001). Data also show decreased body mass index (BMI) on the first week (1,9%), second week (2,6%), third week (3,1%) and fourth week (3,4%) during Ramadan fasting (p<0,001). The conclusion of this study revealed that Ramadan fasting caused significant changes in nutrient intake, physical activity, body composition and physical fitness in military personnel.

Keywords: body mass index, nutrient intake, Ramadan fasting

(2)

25

PENDAHULUAN

Mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam, akan berpuasa dari makan dan minum, merokok, berhubungan seksual sepanjang hari sejak imsak (menjelang fajar) hingga matahari terbenam selama bulan Ramadan.1 Di Indonesia umat muslim berpuasa sekitar 14 jam per hari. Kondisi puasa ini akan menimbulkan perubahan dalam tubuh, antara lain: Perubahan asupan energi, komposisi asupan energi, dan indeks massa tubuh. Oleh karena terdapat kecenderungan asupan tinggi karbohidrat, protein dan lemak pada bulan puasa, maka kelebihan energi tersebut akan disimpan sebagai trigliserida dalam jaringan adiposa.2,3

Selain indeks massa tubuh yang mengalami perubahan selama bulan puasa Ramadan terdapat pula perubahan aktifitas fisik pada masyarakat pada umumnya dan anggota militer pada khususnya. Indeks massa tubuh (IMT) merupakan besaran yang valid untuk mengukur status gizi seseorang. Pengukuran berat badan dan tinggi badan dilakukan sebelum menghitung indeks massa tubuh. Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan menggunakan rumus: berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m2).

Berdasarkan indeks massa tubuh kita dapat menentukan apakah seseorang obesitas atau tidak. Akan tetapi IMT tidak dapat menggambarkan perbedaan berat badan yang disebabkan oleh faktor yang berbeda, sedangkan penambahan berat badan dapat disebabkan oleh penambahan massa otot, lemak ataupun air.4 Standar indeks massa tubuh dibedakan berdasarkan jenis kelamin, ras, dan usia seseorang.5, 6 Klasifikasi IMT untuk orang Asia yang dikeluarkan oleh Western Pacific Region of WHO

(WPRO) tahun 2000 adalah sebagai berikut: Kategori kurang (IMT < 18,5 kg/m2), normal (IMT 18,5 – 22,9 kg/m2 ), lebih (IMT 23 – 24,9 kg/m2), Obesitas I (IMT 25 – 29,9 kg/m2), Obesitas II (IMT ≥ 30 kg/m2).5, 7, 8

Naik atau turun berat badan seseorang tergantung keseimbangan energi. Keseimbangan energi tergantung asupan energi dan energy expenditure (kebutuhan energi). Ketidakseimbangan antara asupan energi dan energy expenditure dapat menyebabkan balance energy positif maupun negatif. Asupan energi yang berlebih dibandingkan

energy expenditure akan menyebabkan terjadi penumpukan lemak tubuh (positive balance energy). Sebaliknya pada kondisi asupan energi lebih sedikit

dibandingkan energy expenditure akan

menyebabkan balance energi negatif sehingga terjadi penurunan berat badan. Besar kebutuhan energi total atau Total Energy Expenditure (TEE) tergantung dari Basal Metabolic Rate (BMR),

Thermic Effect of Food (TEF) dan Thermic Effect of

Physical Activity (TEA). Secara rumus maka dapat dituliskan: TEE = BMR + TEF + TEA.

Basal Metabolic Rate (BMR) merupakan energi yang diperlukan untuk berlangsungnya proses-proses fisiologis dan biokimiawi di dalam tubuh, yaitu melaksanakan fungsi tubuh normal seperti mengatur peredaran darah, pernafasan, dan lain-lain, dalam keadaan tidak melakukan apapun. BMR hanya diukur pada saat pasien istirahat dan terbaring, tetapi bukan dalam keadaan tidur, temperatur lingkungan moderat dan konstan, serta dilakukan 12 jam setelah makan atau setelah melakukan latihan fisik. BMR merupakan komponen terbesar yang mempengaruhi energy expenditure, yakni sebesar 60-75%. Satuan untuk BMR adalah kJ/jam/kgBB atau kkal/jam/kgBB.

Selain BMR, besar TEE juga tergantung dari

Thermic Effect of Food (TEF) yang akan meningkat tergantung jumlah dan jenis makanan yang dimakan. Hal ini karena TEF menyangkut jumlah energi yang digunakan untuk mengabsorbsi, memproses zat gizi, berikut penyimpanan hingga diubah menjadi energi. Efek pemanasan dari tiap zat gizi berbeda-beda, akan tetapi jumlah energi yang dibutuhkan dari campuran makanan besarnya kira-kira 10% dari BMR. Adapun Thermic Effect of Physical Activity

(TEA) merupakan komponen energy expenditure

yang sifatnya bervariasi tergantung aktifitas fisik seseorang, durasi dan intensitas latihan. Besarnya sangat bervariasi, sekitar 10% BMR pada pasien yang terbaring di rumah sakit/aktivitas sangat ringan sampai >100% BMR pada aktivitas yang sangat berat.9

Keseimbangan energi juga tergantung besar asupan energi. Asupan energi diperoleh dari makanan dan minuman penghasil energi. Zat gizi sumber energi berupa karbohidrat, lemak, dan protein. Faktor-faktor yang berpengaruh dari asupan makanan adalah kuantitas, porsi per kali makan, kepadatan energi dari makanan yang dimakan, kebiasaan dan pola makan, frekuensi makan dan jenis makanan.

Untuk menilai asupan makanan dapat dilakukan berbagai metode, antara lain: Recall 24 jam, yakni dilakukan pencatatan dan penilaian asupan makanan dalam 24 jam terakhir; Record, yakni mencatat makanan yang telah dikonsumsi; Weighting, yakni dengan menimbang makanan yang akan dikonsumsi; dan Food frequency questionnaire/FFQ, yakni bertujuan mengetahui kebiasaan makanan yang dikonsumsi. Semua metode bermanfaat untuk mengevaluasi pola makan serta menilai asupan makanan.10, 11

(3)

26

wanita muda yang diteliti pada seminggu sebelum, minggu pertama, kedua, dan keempat puasa. Hal ini terjadi meski perkiraan asupan energi, karbohidrat, protein, dan lemak hanya mengalami penurunan yang tidak signifikan namun mengalami perubahan pola asupan makan serta aktivitas secara umum kurang lebih sama.12

Pada saat berpuasa menurut beberapa ahli termasuk kondisi semi starvasi. Hal ini dapat disebabkan oleh konsumsi dan absorbsi makanan yang tidak adekuat, dimana sistem organ tidak dapat memperoleh karbohidrat, lemak, dan protein dalam jumlah yang mencukupi. Kadar glukosa darah mencapai puncaknya sekitar satu jam setelah makan, kemudian akan menurun seiring dengan oksidasi atau pengubahan glukosa menjadi bentuk cadangan sumber energi oleh jaringan. Dua jam setelah makan, kadar glukosa darah akan kembali ke rentang puasa. Penurunan glukosa darah ini menyebabkan kadar insulin serum menurun dikarenakan pankreas mengurangi sekresi insulin. Hati merespon sinyal hormon ini dengan memulai mengurangi cadangan glikogen dan melepaskan glukosa ke dalam aliran darah.2

Dalam kondisi puasa, hati akan

mempertahankan kadar glukosa darah. Hal itu dikarenakan glukosa adalah sumber energi utama untuk jaringan, misalnya otak dan susunan saraf, dan merupakan satu-satunya sumber energi bagi sel darah merah. Oleh karena cadangan glikogen dalam hati terbatas, maka hati akan menggunakan mekanisme lainnya yang dikenal sebagai glukoneo-genesis untuk menghasilkan glukosa darah. Mekanisme ini menggunakan sumber-sumber karbon berupa laktat, gliserol dan asma amino sebagai bahan bakar. Laktat adalah produk glikolisis di dalam sel darah merah dan otot yang sedang bekerja; gliserol diperoleh dari liposis triasilgliserol adipose; dan asam amino dihasilkan melalui pemecahan protein otot. Bila puasa berkepanjangan, glukoneogenesis menjadi lebih penting sebagai sumber glukosa darah.2 Berkaitan dengan hal itu pada penelitian yang dilakukan Heilbronn terhadap orang yang berpuasa selang sehari selama 22 hari, oksidasi lemak akan meningkat dan berakibat terjadinya kehilangan massa lemak secara signifikan meski tanpa intervensi aktifitas fisik.13

Triasilgliserol adiposa merupakan sumber energi yang utama selama keadaan puasa. Tidak hanya menghasilkan gliserol untuk glukoneogenesis, triasilgliserol juga menghasilkan asam lemak, yang secara kuantitatif merupakan sumber energi utama bagi tubuh. Asam lemak tidak saja dioksidasi secara langsung oleh berbagai jaringan tubuh tetapi juga diubah di hati menjadi badan keton yang kemudian dioksidasi oleh jaringan lain.2

Sewaktu kadar insulin darah menurun dan kadar glukagon darah meningkat, triasilgliserol adiposa dimobilisasi melalui proses lipolisis. Triasilgliserol diubah menjadi asam lemak dan gliserol yang kemudian masuk ke dalam aliran darah. Sebagian besar asam lemak yang masuk ke dalam hati diubah menjadi badan keton, bukan dioksidasi secara sempurna. Proses perubahan asam lemak menjadi asetil KoA menghasilkan energi (ATP) dalam jumlah cukup besar sehingga mendorong reaksi-reaksi di dalam hati di bawah kondisi ini. Asetil KoA diubah menjadi badan keton, asetoasetat dan  -hidroksibutirat, yang dilepas ke dalam darah. 2

Untungnya, perubahan metabolik yang terjadi selama puasa dalam waktu lama akan mempertahankan protein otot. Akan tetapi glukosa tetap dibutuhkan sebagai sumber energi untuk sel darah merah dan otak terus menggunakan glukosa dalam jumlah terbatas. Glukosa tersebut dioksidasi menjadi energi dan digunakan sebagai sumber karbon untuk sintesis neurotransmiter. Selain itu, jaringan adiposa juga terus memecah simpanan triasilgliserolnya yang menjadi sumber energi utama bagi tubuh. Oleh karena itu, besarnya jumlah jaringan adiposa dalam tubuh menjadi penentu utama seberapa lama seseorang dapat berpuasa. Akan tetapi glukosa masih dapat digunakan sampai tingkat tertentu, bahkan selama puasa jangka panjang. Walaupun degradasi protein otot berlangsung lebih lambat daripada periode awal puasa, seseorang tetap kehilangan cadangan proteinnya selama berpuasa.2

Pada saat puasa Ramadan perubahan jadwal makan dan minum disertai pula perubahan pola tidur, yang biasanya lebih pendek dan lebih larut.1, 14 Kondisi puasa lebih dari 12 jam per hari ini dapat menyebabkan asupan makanan saat bulan Ramadan lebih sedikit bila dibandingkan bulan-bulan yang lain. Perubahan pola asupan energi waktu makan dan jumlah asupan makanan pada puasa Ramadan menyebabkan perubahan berat badan dan komposisi tubuh.10, 12, 15 Beberapa hal yang membedakan puasa Ramadan dibandingkan puasa ataupun metode diet lainnya adalah selama puasa Ramadan tidak terjadi malnutrisi yang disebabkan pembatasan asupan makanan secara berlebihan, meski Husain melaporkan penurunan asupan kalori selama Ramadan.16 Tidak ada pembatasan baik maupun jumlah makanan yang dikonsumsi selama iftar sampai dengan sahur, meski saat iftar disunahkan berbuka puasa dengan yang manis untuk mengatasi hipoglikemia sedangkan makan malam dilakukan kemudian.

(4)

27

pemaksaan atau perintah seorang dokter sehingga

bagian hipothalamus yang disebut ”lipostat” akan mengontrol pengaturan tubuh secara bertahap karena lipostat memaknai puasa Ramadan sebagai sesuatu yang normal terjadi.17

Pada saat berpuasa Ramadan anggota militer khususnya anggota Kompi Tank Yonkav 4/ Tank sebagai salah satu satuan tempur di tubuh TNI cenderung mengurangi porsi latihan meski tetap melakukan pekerjaan harian yang biasa dilakukan di luar bulan Ramadan. Hal ini sesuai dengan pendapat beberapa peneliti yang menemukan pada saat puasa Ramadan terdapat kecenderungan penurunan aktivitas fisik.10, 15, 16

Penurunan aktivitas fisik selama puasa Ramadan akan mempengaruhi kebutuhan energi seseorang. Akan tetapi pada saat puasa Ramadan terdapat kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan manis atau tinggi karbohidrat. tinggi lemak, dan tinggi protein meskipun frekuensi makan dan jumlah asupan makanan menurun.18 Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan Frost dan Pirani yang meneliti orang dewasa muda, menemukan peningkatan asupan kalori, lemak, karbohidrat, dan protein selama puasa Ramadan.19 Meski demikian, banyak peneliti menemukan bahwa meskipun komposisi makanan mengandung karbohidrat, protein dan lemak tinggi, namun pada akhir bulan Ramadan didapatkan penurunan berat badan yang bermakna.12, 20, 21

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur : perubahan asupan energi, zat gizi, dan indeks massa tubuh selama puasa Ramadan pada anggota militer.

METODE

Subjek

Subjek penelitian adalah 31 anggota Kompi Tank Batalyon Kavaleri 4/Tank berbadan sehat berusia 19-33 tahun yang beragama Islam dan melaksanakan puasa Ramadan sebulan penuh. Subjek penelitian telah menyetujui dan mengisi

lembar informed consent dan mendapatkan

penjelasan tentang penelitian sebelumnya. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian analitik komparatif (pre-post desain). Penelitian ini melibatkan anggota militer yang akan menjalani puasa Ramadan pada tanggal 1 sampai dengan 30 September 2008. Subjek akan diteliti selama 5 kali, yaitu 2 hari sebelum puasa Ramadan dan selanjutnya seminggu sekali sepanjang bulan Ramadan. Sebelum puasa Ramadan dimulai, akan dilakukan pemeriksaan fisik, pengukuran berat badan, tinggi badan, pencatatan asupan makanan (dietary recall

24 jam). Data-data yang diperoleh akan dikonversikan untuk mendapatkan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebelum dan seminggu sekali selama

bulan Ramadan. Dari data asupan makanan juga dilakukan penghitungan asupan energi dan komposisi kandungan zat gizi. Data yang didapatkan dalam ukuran gram kemudian dianalisis dengan program “Nutri Survey”.

Tinggi Badan diukur 3 kali menggunakan

microtoise, dicatat sampai 0,5 cm dan dihitung rata-ratanya. Berat badan diukur diukur 3 kali menggunakan timbangan digital, dicatat sampai 1 angka di belakang koma dan dihitung rerata-nya. Dari data tinggi badan dan berat badan dihitung indeks massa tubuh. Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan menggunakan rumus: berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m2).

Analisis Data

Semua data yang diperoleh kemudian dicatat dalam formulir khusus. Data yang telah dikumpulkan diedit, diverifikasi, dan dikoding, kemudian dimasukkan ke dalam komputer. Pengolahan data dengan cara komputerisasi menggunakan program “SPSS for Windows versi 13” dan “Microsoft Excel 2007”. Kemudian data disajikan dalam bentuk tekstular, tabular, atau diagram. Data kemudian akan dianalisis sebagai berikut:

1. Uji normalitas data dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji homogenitas tidak dilakukan karena subjek penelitian berasal dari kelompok yang sama.

2. Apabila data berdistribusi normal maka analisis dilanjutkan dengan uji parametrik (ANOVA

Repeated measurement) kemudian Paired T-test.

3. Apabila distribusi data tidak normal maka analisis dilanjutkan dengan uji non-parametrik (Friedman) kemudian uji Wilcoxon.

HASIL

Data karakteristik fisik fisiologis anggota militer tercantum pada tabel 1 berikut ini. Data tabel 1 menunjukkan bahwa indeks massa tubuh anggota militer dalam batas normal. Data sebaran asupan energi, jumlah asupan karbohidrat, protein, dan lemak serta indeks massa tubuh sebelum dan selama puasa Ramadan pada anggota militer tercantum pada tabel 2. Data tabel 2 menunjukkan hampir pada setiap variabel data terdapat data yang tidak berdistribusi normal, sehingga untuk mengetahui besar perbedaan tiap variabel secara keseluruhan dilakukan uji Friedman (p<0,05) dan uji Wilcoxon sebagaimana tercantum dalam tabel 3, kecuali data indeks massa tubuh menggunakan uji ANOVA

Repeated measurement (p<0,05) dan uji-t

(5)

28

Perubahan asupan karbohidrat, protein, dan lemak sebelum dan selama puasa Ramadan pada anggota militer akan tampak lebih jelas dengan melihat data gambar 1. Gambar menunjukkan komposisi asupan karbohidrat, protein dan lemak yang lebih besar besar pada sebelum puasa Ramadan dibandingkan dengan selama puasa Ramadan. Rata-rata asupan energi, karbohidrat, protein, dan lemak pada minggu pertama puasa Ramadan sangat menurun, kemudian mengalami peningkatan pada minggu kedua puasa Ramadan. Data tabel 3 menunjukkan terdapat perbedaan asupan energi, karbohidrat, protein, dan lemak serta indeks massa tubuh yang bermakna (p<0,001) antara sebelum dengan selama puasa Ramadan pada anggota militer. Asupan energi, karbohidrat, protein, dan lemak menurun secara bermakna pada setiap minggu selama puasa dibandingkan dengan sebelum puasa Ramadan (p<0,05), kecuali jumlah asupan protein dan jumlah asupan lemak pada minggu 2 dan ke-3 puasa Ramadan.

Penelitian ini juga menunjukkan indeks massa tubuh lebih besar pada sebelum puasa dibandingkan dengan selama puasa Ramadan. Setiap minggu selama puasa Ramadan indeks massa tubuh semakin

menurun dibandingkan dengansebelumpuasa

Ramadan.

Sebaran kategori indeks massa tubuh disampaikan pada tabel 4 dan gambar 2. Data tabel 4 dan gambar 2 menunjukkan peningkatan persentase subjek dengan IMT kategori normal dan penurunan persentase subjek dengan IMT kategori lebih dibandingkan dengan sebelum puasa yang terjadi sejak minggu ke-1 puasa Ramadan.

Tabel 1 Karakteristik fisik fisiologis anggota militer

Karakteristik Rata-rata

(SD) Median Rentang

Umur (th) (3,6)24,2 23 19 – 33

Tinggi badan

(cm) 167,8 (3,8) 168,1 161,3 - 175,8

Berat badan

(kg) (5,6)65,5 65,0 57,0 - 77,5

Indeks massa

tubuh (2,0)23,3 23,4 19,7 - 27,7

Gambar 1 Asupan karbohidrat, protein, dan lemak sebelum dan selama puasa Ramadan pada anggota

militer

Sebelumpu asa

Minggu

1puasa Minggu 2 puasa

Minggu 3

(6)

29

Gambar 2 Kategori indeks massa tubuh sebelum dan selama puasa Ramadan pada anggota militer

Tabel 2 Sebaran asupan energi, karbohidrat, protein, dan lemak serta indeks massa tubuh sebelum

dan selama puasa Ramadan pada anggota militer

Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan kemaknaan p<0,05 * menunjukkan data tidak berdistribusi normal

Variabel Sebelum Waktu pengamatan

puasa Minggu 1 puasa Minggu 2 puasa Minggu 3 puasa Minggu 4 puasa

Asupan Energi (kkal)

Rata-rata (SD) (475,5)2694,6 (518,3)1886,1 (368,2)2307,8 (403,8)2328,9 (480,0)2206,3

Median 2548,4 1942,2 2157,4 2157,4 2170,3

Rentang 1871,6 – 3758,4 811,9 – 3224,4 1534,9 – 3325,8 1821,6 – 3282,3 1436,0 – 3678,0 Uji Normalitas

(p) 0,06 0,06 0,00 * 0,00 * 0,00 *

Asupan KH (gram)

Rata-rata (SD) 370,7 (72,4) 263,9 (88,5) 291,4 (54,7) 323,7 (92,9) 315,3 (113,1)

Median 395,8 241,6 285,7 283,2 310,8

Rentang 217,8 – 489,6 131,2 – 474,2 147,8 – 436,3 147,8 – 515,8 32,2 – 652,6 Uji Normalitas

(p) 0,07 0,09 0,00 * 0,00 * 0,00 *

Asupan Protein (gram)

Rata-rata (SD) 97,9 (20,0) 64,9 (24,8) 88,0 (27,5) 86,7 (19,5) 80,1 (22,1)

Median 94,4 64,1 88,1 88,1 73,9

Rentang 60,7 – 158,8 12,0 – 110,2 41,5 – 128,1 50,2 – 125,9 32,6 – 125,9

Uji Normalitas

(p) 0,20 0,02 * 0,00 * 0,01 * 0,02 *

Asupan Lemak (gram)

Rata-rata (SD) 86,9 (34,6) 62,6 (18,7) 92,3 (24,0) 61,8 (27,8) 61,8 (27,8)

Median 82,2 62,2 84,1 56,2 56,2

Rentang 18,9 – 171,6 18,1 – 113,7 46,5 – 147,3 3,8 – 121,2 3,8 – 121,2

Uji Normalitas

(p) 0,06 0,00 * 0,04 * 0,07 0,20

Indeks Massa Tubuh (kg/m2)

Rata-rata (SD) 23,3(2,0) 22,8(2,0) 22,7(2,0) 22,5(2,1) 22,5(2,1)

Median 23,4 22,7 22,6 22,4 22,3

Rentang 19,7–27,7 19,1–26,9 18,8– 6,8 18,7–26,7 18,6–26,7

Uji Normalitas

(7)

30

Tabel 3 Perbedaan asupan energi, karbohidrat, protein, dan lemak serta indeks massa tubuh antara sebelum

dengan selama puasa Ramadan pada anggota militer

Variabel

Perbedaan Sebelum & Sesudah

Puasa

Perbedaan tiap minggu selama puasa dibandingkan dengan sebelum puasa Ramadan

0-10-20-30-4

Asupan Energi

(kkal) p1< 0,001 Rata-rata (%)p3 <0,001-27,9 0,003-12,0 0,002-11,1 <0,001-16,9

Asupan KH

(g) p1< 0,001 Rata-rata (%)p3 <0,001-25,1 <0,001-18,3 0,015- 8,4 0,003-13,3 Asupan

Protein (g) p1< 0,001 Rata-rata (%)p3 <0,001-33,5 0,164-6,0 0,058-7,8 <0,001-16,9

Asupan

Lemak (g) p1< 0,001 Rata-rata (%)p3 0,007-15,6 0,33628,8 0,3279,8 0,007-14,5

Indeks Massa

Tubuh(kg/m2) p2< 0,001 Rata-rata (%)p4 <0,001-1,9 <0,001-2,6 <0,001-3,1 <0,001-3,4 Keterangan: 0 = sebelum puasa Ramadan 3 = minggu 3 puasa Ramadan

1 = minggu 1 puasa Ramadan 4 = minggu 4 puasa Ramadan 2 = minggu 2 puasa Ramadan ∆ = ((X1-X0)/X0)*100%;

p1 menggunakan uji non parametrik Friedman

p2 menggunakan uji parametrik ANOVA Repeated measurement

p3 menggunakan uji non parametrik Wilcoxon

p4 menggunakan uji parametrik t-berpasangan

Tabel 4 Sebaran kategori indeks massa tubuh sebelum dan selama puasa ramadan pada anggota militer

Kategori IMT Sebelum Jumlah (%)

puasa Minggu 1 Puasa Minggu 2 Puasa Minggu 3 Puasa Minggu 4Puasa

Kurang < 18,5 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0)

Normal 18,5-22,9 13(41,9) 18(58,1) 18(58,1) 18(58,1) 18(58,1)

Lebih 23-24,9 13(41,9) 8(25,8) 8(25,8) 8(25,8) 8(25,8)

Obesitas I 25-29,9 5(16,1) 5(16,1) 5(16,1) 5(16,1) 5(16,1)

Obesitas II ≥ 30 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0)

Total N (%) 31(100) 31(100) 31(100) 31(100) 31(100)

DISKUSI

Dari hasil penelitian ditemukan perbedaan asupan energi, yang berasal dari penurunan jumlah asupan karbohidrat, protein, dan lemak selama puasa Ramadan dibandingkan dengan sebelum puasa Ramadan pada anggota militer secara bermakna dengan uji Friedman (p<0,05), disertai penurunan rata-rata asupan energi selama puasa Ramadan.

Terjadinya penurunan asupan energi, yang berasal dari jumlah asupan karbohidrat, protein, dan lemak pada anggota militer selama puasa Ramadan dibandingkan dengan sebelum puasa Ramadan karena saat berpuasa pola dan frekuensi asupan energi yang berasal dari jumlah asupan karbohidrat, protein, dan lemak menurun. Hal ini diperkuat oleh Al-Hourani yang menemukan bahwa pada puasa Ramadan terdapat perubahan pola asupan energi. Demikian pula menurut Husain (1987) bahwa puasa Ramadan menyebabkan perubahan frekuensi makan

yang lebih sedikit dari biasanya sehingga asupan energi dan zat gizi menurun.

Akan tetapi dari hasil penelitian didapatkan memasuki minggu ke-2 puasa hingga minggu ke-4 puasa jumlah asupan karbohidrat, protein, dan lemak meningkat secara bertahap dibandingkan minggu pertama puasa, meski secara jumlah total tetap lebih kecil dibandingkan dengan sebelum puasa Ramadan. Hal ini menunjukkan telah terjadi proses adaptasi pada anggota militer selama puasa Ramadan terhadap perubahan pola asupan dan frekuensi makan yang menurun selama puasa Ramadan.

(8)

31

Berdasarkan uraian di atas dapat menjelaskan

penurunan asupan energi, jumlah asupan karbohidrat, protein, dan lemak selama puasa Ramadan dibandingkan dengan sebelum puasa Ramadan pada anggota militer.

Hasil penelitian menemukan pula perbedaan indeks massa tubuh pada saat puasa Ramadan dibandingkan sebelum puasa Ramadan pada anggota militer (p<0,05 dengan ANOVA Repeated measurement).

Terjadinya penurunan indeks massa tubuh selama puasa Ramadan tersebut disebabkan pada saat berpuasa terjadi perubahan pola asupan makanan serta jenis makanan yang dikonsumsi. Demikian pula halnya dengan penelitian yang dilakukan Beltaifa (2002) yang menemukan bahwa meskipun komposisi makanan mengandung karbohidrat, protein, dan lemak tinggi, namun pada akhir bulan Ramadan didapatkan penurunan berat badan yang bermakna karena frekuensi makan menurun. Penurunan berat badan secara langsung akan menyebabkan indeks massa tubuh menurun. Penurunan indeks massa tubuh pada anggota militer menyebabkan jumlah subjek yang termasuk kategori indeks massa tubuh lebih (overweight) pada saat sebelum puasa Ramadan menurun sedangkan jumlah subjek dengan kategori indeks massa tubuh normal meningkat selama puasa Ramadan.

Akan tetapi penurunan indeks massa tubuh saja tidak dapat menggambarkan perbedaan komposisi tubuh. Perubahan yang terjadi selama puasa Ramadan dapat mempengaruhi massa lemak, otot, dan cairan tubuh, tetapi kemungkinan kecil sekali mempengaruhi massa tulang. Penurunan massa otot selama puasa Ramadan dapat terjadi berkaitan dengan penurunan aktifitas fisik dalam waktu yang relatif lama sebagaimana dikatakan Astrand dan Rodahl (2008). Penurunan cairan tubuh selama puasa Ramadan berkaitan dengan penurunan asupan cairan saat berpuasa. Hal ini sesuai dengan penelitian Leiper yang menemukan pada bulan puasa Ramadan terjadi penurunan asupan cairan secara bermakna. Terlebih lagi pemeriksaan komposisi tubuh dilakukan pada sore hari sekitar jam 14.00 sampai dengan 16.00 WIB sehingga kemungkinan telah terjadi dehidrasi dapat terjadi.24

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa penurunan indeks massa tubuh selama puasa dibandingkan dengan sebelum puasa Ramadan pada anggota militer terjadi karena penurunan asupan energi,jumlah asupan karbohidrat, protein, dan lemak yang diserti dengan penurunan rata-rata asupan selama ramadan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ash-Shiddiqieqy, MH. 1992. Pedoman Puasa. Cetakan 13. Jakarta: Bulan Bintang.

2. Hoffer, L. John. 2006. Metabolic

Consequences of starvation. Dalam Shills. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins: p200-10.

3. Kurpad, AV. 2005. Undernutrition, Blackwell Science.

4. Dulloo, AG. , Jackquet, J., Montani, JP. 2002. Pathways from weight fluctuations to metabolic diseases: focus on maladaptive thermogenesis during catch-up fat. Int J Obes Relat Metab Disord, 26 Suppl 2, S46-57.

5. CDC. 2000. National Center for Health Statistics in collaboration with the National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion. [diunduh 12 Desember

2015]. Tersedia dari:

http://www.cdc.gov/growthcharts.

6. Hammond, Kathleen. 2004. Dietary and Clinical Assessment. Dalam Krause’s Food Nutrition, & Diet Therapy. 11th Ed. Saunders : p407-17.

7. Anuurod E, Shiwahn K, Nogi A, Kitajima K, Enlihmaa B, Shimonoik, and Yamane Y. 2003. The new BMI criteria for Asians by the

regional office for the western pacific religion of WHO are suitable for screening of overweight to prevent metabolic syndrome in elder Japanese workers. J Occup health. 45(6):335-343.

8. WHO-WPRO. 2000. The Asia-Pasific

perspective: Redefining obesity and its treatment: Health Communications. Australia Pty Limited.

9. Poehlman, Eric T. Horton, Edward S. 1998. Energy Needs: Assessment and requirements in Human. Dalam Shills. Edisi 9. Lippincott Williams & Wilkins:96-7

10. Khan, A, Khattak M. A .K. 2002. Islamic fasting: an effective strategy for prevention and control of obesity. Pakistan J of Nutri. 1(4):185-7.

11. Bray GA. 2007. The metabolic syndrome and obesity. 1st ed. New Jersey: Humana Press. 12. Gibson, Rosalind.S. 1990. Principles of

Nutritional Assessment. Edisi 9. Oxford University Press: p267-281.

(9)

32

14. Heilbronn, Leonie K. Smith, Steven R. Martin, Corby K. Anton, Stephen D. and Ravussin, Eric. 2005. Alternate-day fasting in nonobese subjects: Effects on body weight,body composition, and energy metabolism. Am J Clin Nutr; 81:69 –73.

15. Azizi, Fereidoun. 2002. Impact of Ramadan Fasting on Metabolism Research in Islamic Fasting and Health. 186 Annuals of Saudi Med, 22(1):3-4.

16. Meckel, Y., Ismaeel, A. & Eliakim, A. 2008. The effect of the Ramadan fast on physical performance and dietary habits in adolescent soccer players. Eur J Appl Physiol, 102(6):651-7.

17. Husain, R, Duncan, M.T., Cheah,S.H., Chang S.L., 1987. Effects of fasting in Ramadan on Tropical Asiatic Moslems. British J of Nutri. 58:41-8.

18. Gharbi, M. Akrout, M and Zouari, B. 2003. Food intake during and outside Ramadan. East Mediterr Health J, 9(1-2):131-40.

19. Frost G, Pirani S. 1987. Meal frequency and nutritional intake during Ramadan: a pilot study. Hum Nutri Appl Nutr. 41(1):47-50. 20. Beltaifa, L., Bouguerra, R., Ben Slama, C.,

Jabrane, H., El-Khadhi, A., Ben Rayana, M. C. & Doghri, T. 2002. Food intake, and anthropometrical and biological parameters in adult Tunisians during fasting at Ramadan. East Mediterr Health J, 8(4-5):603-11.

21. Shariatpanahi, Z. V., Shariatpanahi, M. V., Shahbazi, S., Hossaini, A. & Abadi A. 2008. Effect of Ramadan fasting on some indices of insulin resistance and components of the metabolic syndrome in healthy male adults. Br J Nutri, 100(1):147-51.

Gambar

Gambar 1 Asupan karbohidrat, protein, dan lemak sebelum dan selama puasa Ramadan pada anggota militer
Gambar 2 Kategori indeks massa tubuh sebelum dan selama puasa Ramadan pada anggota militer
Tabel 4  Sebaran kategori indeks massa tubuh sebelum dan selama puasa ramadan pada anggota militer

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dan proporsi spermatozoa Y hasil pemisahan semen domba lokal dengan beberapa fraksi albumen telur dan lama penyimpanan

Ironi antara pembangunan infrastruktur dan keadaan di wilayah lokal menunjukkan ketimpangan antara pusat dan daerah terutama pada aspek sosio- kultural dalam

Sebagai kerangka pemikiran pembinaan kemampuan tulis baca al- Qur‟an orangtua diarahkan untuk dapat membantu meningkatkan kemampuan anak dalam hal membaca al- Qur‟an secara

Error t-Statistic Prob... Variable Coefficient

Manisan Sawi merupakan manisan jenis sayuran, manisan jenis ini relative baru dikembangkan oleh masyarakat Cianjur. Proses pembuatannya hampir sama dengan pembuatan

Penelitian dari Dewi (2012) menunjukkan bahwa kurang optimalnya implementasi TIK dalam surveilans anemia pada kehamilan serta masih belum optimalnya ketrampilan

Demikian juga dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Rizqi Aditya (2011) yaitu skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Promosi, Kualitas Jasa dan Citra Produk

l= Panjang elektroda yang ditanam(m) d= Diameter batang elektroda pentanahan(m) Jadi sistem pentanahan yang dipakai untuk Rumah Mewah ini menggunakan elektroda batang