• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Modal Sosial dalam Keluarga dan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan terhadap Karakter Kesadaran dan Kontrol Diri Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Modal Sosial dalam Keluarga dan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan terhadap Karakter Kesadaran dan Kontrol Diri Anak"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODAL SOSIAL DALAM KELUARGA DAN PENGASUHAN

PENERIMAAN-PENOLAKAN TERHADAP KARAKTER

KESADARAN DAN KONTROL DIRI ANAK

FADHILAH MUKHLISHOH

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Modal Sosial dalam Keluarga dan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan terhadap Karakter Kesadaran dan Kontrol Diri Anak adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

(4)

ABSTRAK

FADHILAH MUKHLISHOH. Pengaruh Modal Sosial dalam Keluarga dan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan terhadap Karakter Kesadaran dan Kontrol Diri Anak. Dibimbing oleh TIN HERAWATI dan ALFIASARI.

Kaburnya nilai-nilai kebaikan pada anak usia sekolah terjadi akibat kesadaran diri yang rendah dan juga ketiadaan kontrol dalam diri anak untuk membentengi diri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan orang tua, dan pengaruhnya terhadap karakter kesadaran dan kontrol diri anak. Kerangka contoh penelitian adalah keluarga lengkap dengan anak pertama usia sekolah (10-12 tahun) yang tinggal di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Contoh diambil secara acak sebanyak 50 keluarga untuk dilakukan wawancara terhadap ibu dan anak dengan kuesioner. Modal sosial dalam keluarga diukur dengan instrumen Coleman dan Hoffer (1987), gaya pengasuhan dengan

Parental Acceptance-Rejection Questionnaire (PARQ). Sementara karakter diukur menggunakan instrumen yang dikembangkan dari Borba (2001). Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa semakin lama pendidikan formal ayah maka semakin tinggi karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak. Sementara itu, semakin lama pendidikan formal ibu maka semakin tinggi kontrol diri anak dan semakin rendah perilaku kekerasan ayah. Semakin jauh selisih usia orang tua maka semakin rendah perilaku pengabaian dari orang tua. Karakter kesadaran dan kontrol diri berhubungan dengan tingkat kedekatan orang tua-anak, perilaku afektif ayah, dan pengasuhan penolakan. Analisis regresi menunjukkan bahwa karakter kesadaran diri dan kontrol diri dipengaruhi oleh lama pendidikan ayah, modal sosial dalam keluarga, dan pengasuhan penolakan orang tua.

Kata kunci: anak usia sekolah, modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan, pengasuhan penolakan

ABSTRACT

FADHILAH MUKHLISHOH. The Influence of Social Capital within Family and

Parental Acceptance-Rejection on Characters of Conscience and Self Control of Children.

Supervised by TIN HERAWATI and ALFIASARI.

The decreasing values of kindness among school-age children could be caused by their low conscience and self-control. The aims of this study was to analyze social capital within family, parental acceptance-rejection, and its influence on the character of conscience and self control of the school-age children. Samples frames of this research were the family with the first child is in school-age (10-12 years) who lived in the Situ Gede Village. This research involved 50 samples was randomly taken and interviewed by the questionnaire. The level of social capital within family was measured by instrument that was adopted from Coleman and Hoffer (1987), parenting style measured by Parental Accetance-Rejection Questionnaire (PARQ), the characters was measured by adopted

questionnaire from Borba (2001). The results showed that longer father’s formal

education is significant correlated with higher character of conscience and self control of the child. Meanwhile, longer mother’s formal education is significant correlated with

higher child’s self control and lower father’s violent behavior. Longer age differences between paternal age is significant correlated with lower parental’s neglect behaviour. Characters of conscience and self control correlated with the level of parental closeness,

father’s affective behavior, and parental rejection. Regression analysis showed that the characters of conscience and self control of the child are influenced by father's formal education, social capital within family, and parental rejection.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

PENGARUH MODAL SOSIAL DALAM KELUARGA DAN PENGASUHAN

PENERIMAAN-PENOLAKAN TERHADAP KARAKTER

KESADARAN DAN KONTROL DIRI ANAK

FADHILAH MUKHLISHOH

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Modal Sosial dalam Keluarga dan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan terhadap Karakter Kesadaran dan Kontrol Diri Anak

Nama : Fadhilah Mukhlishoh

NIM : I24090053

Disetujui oleh

Dr. Tin Herawati, S.P., M.Si Pembimbing I

Alfiasari, S.P., M. Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc

Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya kepada penulis. Shalawat serta salam juga terjunjung kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Sehingga atas Ridho Allah, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Modal Sosial dalam Keluarga dan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan terhadap Karakter Kesadaran dan Kontrol Diri Anak”. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak sehingga penulis ingin menyampaikan rasa hormat serta menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dr. Tin Herawati, S.P., M.Si. dan Ibu Alfiasari, S.P., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan motivasi, saran, arahan dan bimbingannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Ibu Megawati Simanjuntak, S.P., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik atas dukungan dan nasehatnya bagi perkembangan akademik penulis semasa perkuliahan di departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen.

3. Ibu Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si selaku dosen pemandu seminar hasil penelitian, yang telah memberikan saran dan membantu memperlancar jalannya seminar.

4. Ibu Neti Hernawati, S.P., M.Si dan Ibu Dr. Ir. Lilik Noor Yulianti, MFSA selaku dosen penguji sidang skripsi yang telah memberikan saran bermanfaat demi penyempurnaan skripsi ini.

5. Pihak kelurahan Situ Gede atas kerjasamanya yang telah bersedia memberikan data Kepala Keluarga dan izin melakukan penelitian di Kelurahan Situ Gede.

6. Kementerian Agama RI yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sebagai penerima Beasiswa Utusan Daerah (BUD) di Institut Pertanian Bogor.

7. Almarhumah mama’ yang telah melahirkan penulis, Ayahanda Porianto, Ibunda Tina Rosmala, adik-adik tercinta Khoirul Umam, Fahry Naufal, dan Gunawan Ar-ridho serta seluruh keluarga besar atas kasih sayang, doa, semangat, motivasi, nasehat, dan pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis selama ini.

8. Keluarga besar CSS Mora IPB khususnya angkatan 46 atas kebersamaan dan motivasinya, keluarga besar Pesantren Darul Arafah Raya, dan teman-teman seperjuangan IKK 46 khususnya Asilah, Nanda Fira Pratiwi, dan Susanti Kartikasari atas suka duka yang telah dilalui dalam kebersamaan selama di IPB.

9. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas doa, bantuan, dan motivasi yang mendukung kelancaran penyusunan skripsi ini. Demikian ucapan terima kasih dipersembahkan dengan penuh ketulusan. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan ilmu yang bermanfaat.

Bogor, September 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 6

Desain, Lokasi, dan Waktu 6

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 6

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 7

Pengolahan dan Analisis Data 8

Definisi Operasional 10

HASIL 12

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 12

Karakteristik Anak dan Karakteristik Keluarga 12

Modal Sosial dalam Keluarga 14

Pengasuhan Peneriman-Penolakan 16

Karakter anak 18

Hubungan Karakteristik Anak dan Karakteristik Keluarga dengan Modal Sosial dalam Keluarga, Pengasuhan Penerimaan-Penolakan, dan Karakter Kesadaran dan Kontrol Diri 18 Hubungan Modal Sosial dalam Keluarga dengan Pengasuhan

Penerimaan-Penolakan dan Karakter Anak 20

Hubungan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dengan Karakter Kesadaran

Diri dan Kontrol Diri 20

Pengaruh Modal Sosial dalam Keluarga dan Pengasuhan

Penerimaan-Penolakan terhadap Karakter Kesadaran Diri dan Kontrol Diri 21

PEMBAHASAN 22

SIMPULAN DAN SARAN 24

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 28

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis data, variabel, skala data, contoh dan kategori data 7 2 Jumlah pertanyaan dan hasil uji reliabilitas instrumen 10 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik anak dan karakteristik

keluarga 13

4 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua 13 5 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orang tua 14 6 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata skor dimensi modal sosial

dalam keluarga 14

7 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelompok/organisasi orang tua 16 8 Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaan-penolakan

orang tua 16

9 Sebaran contoh berdasarkan karakter kesadaran diri dan kontrol diri 18 10 Koefisien korelasi antara karakteristik anak dan karakteristik keluarga

dengan modal sosial dalam keluarga, pengasuhan

penerimaan-penolakan, dan karakter anak 19

11 Koefisien korelasi antara modal sosial dalam keluarga dengan pengasuhan penerimaan-penolakan dan karakter anak 20 12 Koefisien korelasi antara pengasuhan penerimaan-penolakan dengan

karakter kesadaran diri dan kontrol diri 21

13 Hasil analisis regresi linier berganda pada kakteristik anak, karakteristik keluarga, modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan terhadap karakter kesadaran dan kontrol diri 21

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan, dan karakter kesadaran diri dan kontrol diri

anak usia sekolah 5

2 Kerangka teknik pengambilan contoh 6

3 Sebaran tingkat kedekatan ibu dengan anak berdasarkan jumlah

saudara kandung contoh 18

4 Sebaran selisih usia ayah dan ibu berdasarkan pengasuhan penolakan

dimensi perilaku pengabaian 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin 29

2 Sebaran contoh berdasarkan usia 29

3 Sebaran contoh berdasarkan jenjang kelas 29

(11)

11 Sebaran contoh berdasarkan uang saku 30 12 Sebaran contoh berdasarkan kategori modal sosial dalam keluarga 30 13 Sebaran contoh berdasarkan kategori pengasuhan

penerimaan-penolakan orang tua 30

14 Sebaran contoh berdasarkan kategori karakter anak 31 15 Sebaran contoh berdasarkan jawaban tingkat kedekatan orang tua

dengan anak 31

16 Sebaran contoh berdasarkan jawaban tingkat kedekatan keluarga

dengan tetangga 32

17 Sebaran contoh berdasarkan jawaban tingkat kepercayaan keluarga

dengan tetangga 32

18 Sebaran contoh berdasarkan jawaban perilaku afektif orang tua 32 19 Sebaran contoh berdasarkan jawaban perilaku kekerasan orang tua 33 20 Sebaran contoh berdasarkan jawaban perilaku pengabaian orang tua 34 21 Sebaran contoh berdasarkan perilaku tidak menerima anak yang

dilakukan orang tua 34

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sedang menghadapi krisis multidimensi yang mengakar pada menurunnya kualitas moral bangsa. Hal ini ditandai dengan semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk berupa rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, rendahnya rasa tanggung jawab individu, dan membudayanya ketidakjujuran. Fenomena tersebut mengindikasikan menurunnya kualitas karakter pada anak yang menimbulkan resiko terhadap kehidupan anak di masa mendatang (Lickona 1992). Menurut Hastuti (2009), keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat dan langsung dimana kegiatan harian anak dan interaksi anak berlangsung secara intensif.

Interaksi sosial yang dibangun anak dengan lingkungan akan menjadi faktor penting dalam pembentukan modal sosial dalam keluarga. Teori ekologi Bronfenbrenner mengidentifikasi empat sistem lingkungan, mulai dari lingkungan yang terdekat dan berinteraksi secara langsung dengan anak sampai lingkungan yang sangat luas, yaitu mikrosistem, mesosistem, eksosistem, dan makrosistem. Perspektif ekologi mengungkapkan seorang anak dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial yang langsung (immediate sosial and physical environment), yaitu orang tua, saudara, sekolah, tetangga, kemudian lingkungan luar lain yang lebih luas (Bronfenbrenner 1979). Sementara itu, teori pembelajaran sosial-kognitif dari Bandura menyatakan bahwa individu tidak hanya dipengaruhi oleh proses reinforcement eksternal yang disediakan lingkungan, tetapi juga oleh harapan, reinforcement, pikiran, rencana, dan tujuan oleh proses internal dari self. Dasar (komponen) self adalah material self, social self, spiritual self, dan pure ego. Aspek kognitif yang aktif dari individu sangat penting selama proses pembelajaran, agar anak dapat berfikir dan mengantisipasi pengaruh dari lingkungan.

Modal sosial dalam keluarga melalui keterlibatan pengasuhan orang tua menunjukkan bagaimana stimulus yang akan diberikan orang tua kepada anak, sehingga akan memengaruhi pembentukan kepribadian dan karakter anak (Schikendanz 1995). Menurut Rohner (1986), pengasuhan terdiri atas pengasuhan penerimaan (parental acceptance) dan pengasuhan penolakan (parental rejection). Megawangi (2009) menyatakan bahwa kesalahan praktek pengasuhan orang tua seperti kurang menunjukkan ekspresi kasih sayang, baik secara verbal maupun fisik, kurang meluangkan waktu yang cukup buat anaknya selama di rumah, dan bersikap kasar secara verbal maupun fisik akan membuat anak merasa tidak berguna, minder, dan mengadopsi sifat tersebut sehingga berpotensi menjadi anak yang kasar juga di masa dewasanya.

(14)

2

baik di usia sekolah merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan, khususnya dari dalam keluarga dan kaitannya dengan pemanfaatan modal sosial di dalam keluarga.

Perumusan Masalah

Penyalahgunaan narkoba merupakan salah satu dampak krusial yang terjadi akibat kesadaran diri yang rendah akan bahaya narkoba, juga ketiadaan kontrol untuk membentengi diri sehingga terjerat narkoba. Peredaran gelap narkoba di Indonesia semakin meningkat sejak tahun 2003. Penelitian yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2006 mengungkapkan sebanyak 8500 siswa sekolah dasar di Indonesia mulai mengonsumsi bahkan sudah kecanduan narkoba, dimana sekitar 40 persen anak mengonsumsi narkoba pada umur 11 tahun. Kemampuan ekonomi, pengawasan yang kurang dari orang tua, dan ketidaktaatan ibadah meningkatkan kerentanan penyalahgunaan narkoba. Selain permasalahan narkoba, resiko lain yang dihadapi anak adalah kecanduan game online, tawuran, dan bullying.

Partisipasi keluarga pada area tempat tinggal yang buruk akan berimplikasi buruk terhadap kualitas modal sosial dalam keluarga dan rendahnya kualitas anak, sehingga mengakibatkan tingginya level depresi dan tindakan kasar pada anak (Sampson 1997). Sikap setiap anggota keluarga dalam bertutur kata, mengekspresikan harapan, tuntutan, kritikan satu sama lain, menanggapi dan memecahkan masalah, serta mengungkapan perasaan dan emosi, secara langsung maupun tidak langsung akan dipelajari dan ditiru oleh anak (Puspitawati 2009). Agar modal sosial yang ada dalam lingkungan keluarga tidak berkembang menjadi hal yang buruk, maka perlu diperkuat dengan penanaman nilai-nilai kebaikan, yang dinternalisasikan melalui karakter kesadaran diri dan karakter kontrol diri sebagai karakter yang mampu mengontrol anak dalam menjalankan hubungan sosial. Kesadaran diri dan kontrol diri merupakan elemen penting yang mengindikasikan karakter seseorang (Borba 2001). Rendahnya kontrol diri yang dimiliki anak dapat menghambat perkembangan moral anak.

(15)

3 Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh modal sosial dalam keluarga dan pengasuhan penerimaan-penolakan terhadap karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan, karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak.

2. Menganalisis hubungan karakteristik anak dan karakteristik keluarga dengan modal sosial dalam keluarga

3. Menganalisis hubungan karakteristik anak, karakteristik keluarga, dan modal sosial dalam keluarga dengan pengasuhan penerimaan-penolakan

4. Menganalisis pengaruh karakteristik anak, karakteristik keluarga, modal sosial dalam keluarga, dan pengasuhan penerimaan-penolakan terhadap karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak

KERANGKA PEMIKIRAN

Keluarga sebagai suatu sistem unit sosial menggambarkan keterlibatan individu untuk saling berhubungan dan saling memengaruhi satu sama lain (Megawangi1999). Hal ini berkaitan dengan yang diungkapkan oleh Amato (1988) dalam Ferguson (2004) yaitu definisi modal sosial dalam keluarga adalah hubungan antarindividu dalam keluarga yang menjadi fasilitas untuk melakukan tindakan tertentu. Menurut Winter (2000), peraturan yang ada di dalam keluarga khususnya yang diterapkan pada praktek pengasuhan akan menciptakan berbagai norma keluarga. Pengasuhan memberikan pengaruh penting pada perkembangan nilai yang mendefinisikan modal sosial, seperti hubungan timbal balik, yaitu saling mendukung dan melengkapi, saling percaya, dan membangun kerjasama yang baik.

Hardinsyah (2007) menyatakan bahwa pengembangan modal sosial bermanfaat bagi optimalisasi tumbuh kembang anak dan anggota keluarga. Menurut Coleman dan Hoffer (1987), modal sosial dalam keluarga ditunjukkan dari lima dimensi modal sosial dalam keluarga yang mencakup dukungan dan perhatian yang diberikan orang tua kepada anak. Selain itu, Shulver (2011) menyatakan bahwa jumlah organisasi atau kelompok yang diikuti orang tua dapat menjadi indikator modal sosial dalam keluarga, yang dapat diakses dari lingkungan tempat bekerja, lingkungan tempat tinggal, keluarga besar, dan pengaruh dari media. Modal sosial dalam keluarga melalui keterlibatan pengasuhan orang tua menunjukkan bagaimana stimulus yang akan diberikan orang tua kepada anak, sehingga akan memengaruhi pembentukan kepribadian dan karakter anak (Schikendanz 1995).

(16)

4

Menurut Belsky (1984) dalam Lestari (2010), faktor utama yang memengaruhi proses pengasuhan adalah karakteristik dan kepribadian anak, pengalamanan psikologis orang tua, dan dukungan sosial. Karakteristik anak seperti jenis kelamin dan usia memberikan reaksi yang berbeda terhadap pengasuhan yang diberikan orang tua (Guhardja et al 1992 dalam Putri 2012). Selain itu, menurut Permatasari (2011), faktor-faktor yang berhubungan dengan pengasuhan penerimaan-penolakan adalah usia anak, jenis kelamin, besar keluarga, usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, dan nilai budaya. Kedua orang tua yang bekerja mengindikasikan dimilikinya modal sosial yang lebih baik, berupa tersedianya akses yang lebih tinggi terhadap institusi dan keluarga lain dibandingkan keluarga dengan satu orang tua saja yang bekerja (Astone et al 1999). Selain itu juga Coleman (1988) menyatakan saudara kandung berperan sebagai kompetitor anak dalam mendapatkan ketersediaan waktu dan perhatian orang tua, dalam membangun hubungan timbal balik dalam keluarga, dan berpengaruh terhadap prestasi akademik anak di sekolah.

Fagan (1995) menyatakan faktor sosial ekonomi berhubungan erat dengan tingkat stress yang tinggi dalam keluarga, perilaku kekerasan, dan akhirnya berpengaruh terhadap kualitas karakter anak. Sejalan dengan hal ini, Sunarti (2004) mengatakan anak yang diasuh dengan pengasuhan penolakan berdampak terhadap rendahnya perkembangan sosial anak. Keterampilan sosial dan emosi membutuhkan karakter yang baik, khususnya karakter kesadaran dan kontrol diri agar anak memiliki kecakapan dalam membangun hubungan interpersonal. Snygg dan Combs (1949) dalam Suryabrata (1966) meyakini bahwa semua tingkah laku manusia ditentukan dan berhubungan dengan pengalaman yang dialami oleh seseorang secara sadar. Kesadaran merupakan sebab dari tingkah laku, artinya bahwa apa yang difikir dan dirasa oleh orang itu menentukan apa yang akan dikerjakannya.

(17)

5 5

(18)

6

METODE

Desain, Lokasi, dan Waktu

Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi yang berjudul “Metode Sosialisasi Nilai-nilai Karakter pada Keluarga Pedesaan

melalui Praktek Pengasuhan Positif”. Desain yang digunakan dalam penelitian ini

adalah cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di kelurahan Situ Gede yang dipilih secara purposive sebagai representasi wilayah perdesaan dalam kategori sub urban area. Secara geografis, sub urban area merupakan suatu wilayah yang lokasinya berdekatan dengan pusat kota, yang berfungsi sebagai daerah permukiman penduduk. Pada wilayah sub urban, nilai-nilai tradisional yang sebelumnya dianut oleh masyarakat diduga mengalami transisi ke nilai-nilai modern. Selain itu juga mengindikasikan adanya perubahan praktek pengasuhan dan modal sosial dalam keluarga yang ikut dipengaruhi oleh transisi nilai-nilai yang terjadi di wilayah sub urban. Secara keseluruhan penelitian ini dilakukan selama sembilan bulan yang meliputi persiapan, observasi, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data serta penulisan laporan hasil penelitian. Waktu pengambilan data primer dilaksanakan pada bulan April 2013 hingga Mei 2013.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Populasi penelitian ini adalah keluarga lengkap yang mempunyai anak pertama usia sekolah dasar di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Kerangka contoh penelitian ini adalah keluarga lengkap yang mempunyai anak pertama usia 10-12 tahun dan masih duduk di kelas 4-6 SD. Jumlah contoh yang diambil dalam penelitian ini ditentukan secara purposive karena merupakan bagian dari Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi tahun 2013 yang mengambil sample sebanyak 50 keluarga. Pengambilan contoh dilakukan di empat dari sepuluh RW yang juga dipilih secara purposive dengan pertimbangan wilayah yang memiliki keluarga dengan anak pertama usia 10-12 tahun terbanyak di Kelurahan Situ Gede. Pemilihan contoh pada empat RW terpilih diambil secara simple random sampling sehingga didapatkan 50 keluarga contoh. Adapun kerangka teknik pengambilan contoh dapat dilihat pada Gambar 2.

(19)

7 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara secara langsung dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya. Data primer meliputi karakteristik anak, karakteristik keluarga, modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan, karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak (Tabel 1). Sementara itu, data sekunder merupakan gambaran umum lokasi penelitian di Kelurahan Situ Gede.

Tabel 1 Jenis data, variabel, skala data, contoh dan kategori data Jenis data Variabel Skala Data Kategori data

Primer Karakteristik anak

 usia rasio Berdasarkan sebaran data  jenis kelamin nominal Dikategorikan menjadi :

1. Laki-laki 2. Perempuan

 jumlah saudara kandung rasio Berdasarkan sebaran data Primer Karakteristik keluarga 4. Tamat SMA/ sederajat (12 tahun) 5. Tamat PT/Akademik (> 12 tahun)  status pekerjaan nominal 1. Tidak bekerja

 pendapatan orang tua rasio 1. <Rp.500.000

2. Rp.500.000-Rp.999.900 3. Rp.1.000.000-Rp.2.499.900 4. Rp.2.500.000-Rp.4.999.900 5. >Rp.5.000.000

pendapatan per-kapita rasio 1. < Rp278 530

(20)

8

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh selanjutnya diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry, cleaning, analisis, dan interpretasi data. Tahapan editing yaitu pengecekan terhadap data-data yang telah dikumpulkan melalui pengisian kuesioner. Coding yaitu pemberian kode tertentu terhadap jawaban responden untuk memudahkan analisis. Data yang telah di-coding kemudian di-scoring. Setelah itu data di-entry untuk diolah yang sebelumnya telah di-cleaning agar tidak ada kesalahan. Semua data diolah menggunakan Microsoft Excel for Windows dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS. Data terkumpul kemudian diolah dengan analisis deskriptif dan inferensia (uji korelasi Pearson dan uji regresi).

Analisis deskriptif digunakan untuk melihat sebaran karakteristik anak (usia, jenis kelamin, dan jumlah saudara kandung), karakteristik keluarga (usia ayah dan ibu, lama dan jenjang pendidikan ayah dan ibu, status dan jenis pekerjaan ayah dan ibu, pendapatan orang tua, pendapatan perkapita keluarga, tipe dan besar keluarga, dan kepemilikan aset keluarga), modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan, karakter kesadaran diri, dan kontrol diri anak. Sementara itu, analisis inferensia yang digunakan adalah uji korelasi untuk melihat hubungan antara karakteristik anak, karakteristik keluarga, modal sosial dalam keluarga dengan pengasuhan penerimaan-penolakan. Selain itu juga digunakan uji regresi untuk melihat pengaruh karakteristik anak, karakteristik keluarga, modal sosial dalam keluarga, dan pengasuhan penerimaan-penolakan terhadap karakter kesadaran diri dan karakter kontrol diri anak.

Jumlah pertanyaan yang berbeda pada setiap dimensi variabel dikompositkan dengan mentransformasi nilai/skor yang telah didapatkan menjadi skor indeks. Indeks persentase pada variabel modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan, dan karakter kesadaran diri dan kontrol diri dihitung dengan rumus :

Y =

x 100%

Kemudian, skor indeks yang dicapai tersebut dimasukkan kedalam kategori kelas yang sesuai. Indeks skor modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan, karakter kesadaran diri, dan kontrol diri dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu rendah (<33.3%), sedang (33.3%-66.6%), dan tinggi (>66.6%).

Instrumen pengukuran modal sosial dalam keluarga diacu dan dimodifikasi dari Coleman & Hoffer (1987) dan Shulver (2011). Data modal sosial dalam keluarga mengukur lima dimensi modal sosial dalam keluarga dengan pertanyaan terbuka dan tertutup serta jumlah pertanyaan perdimensi yang berbeda-beda :

(21)

9 b. Dimensi pengawasan orang tua terhadap aktifitas anak diukur dengan menghitung jumlah keberagaman orang di sekitar anak yang diketahui dan dikenal orang tua, yang terdiri dari lima pertanyaan terbuka.

c. Dimensi kualitas pertetanggaan diukur dengan melihat tingkat kedekatan keluarga dengan tetangga dan tingkat kepercayaan keluarga dengan tetangga, dengan menggunakan skala Likert yang masing-masing terdiri dari 10 dan 4 pernyataan tertutup.

d. Dimensi kelompok orang tua (parenting group) diukur dengan mengetahui jumlah keberagaman dan jenis kelompok ataupun organisasi yang diikuti ayah dan ibu, yang masing-masing terdiri dari satu pertanyaan terbuka. Pengasuhan penerimaan-penolakan diukur menggunakan Parental Acceptance Rejection Questionnaire (PARQ) yang dikembangkan Rohner (1986). Data pengasuhan penerimaan-penolakan mengukur empat dimensi pengasuhan yang dilakukan orang tua, yaitu perilaku afeksi, perilaku kekerasan, perilaku pengabaian, dan perilaku tidak menerima anak. Pengasuhan penerimaan-penolakan dalam penelitian ini diukur dengan melihat persepsi anak atas pengasuhan yang diterima dari orang tuanya. Pengukuran pengasuhan dibedakan berdasarkan dua perlakuan yaitu perlakuan ayah dan perlakuan ibu terhadap anak : a. Pengasuhan penerimaan dimensi perilaku afektif ayah dan ibu diukur menggunakan skala Likert yang masing-masing terdiri dari 20 pernyataan tertutup.

b. Pengasuhan penolakan dibedakan menjadi tiga dimensi, yaitu perilaku kekerasan, perilaku pengabaian, dan perilaku tidak menerima anak yang diukur menggunakan skala Likert dan pernyataan tertutup. Dimensi perilaku kekerasan (hostility/agression) ayah dan ibu masing-masing terdiri dari 15 pernyataan. Dimensi perilaku pengabaian (indifference/neglect) ayah dan ibu masing-masing terdiri dari 15 pernyataan. Dimensi perilaku tidak menerima anak (undifferentiated rejection) ayah dan ibu masing-masing terdiri dari 10 pernyataan.

(22)

10

Tabel 2 Jumlah pertanyaan dan hasil uji reliabilitas instrumen Jenis

data Dimensi

Jumlah pertanyaan/

pernyataan

Skala data* Cronbach’s alpha

Primer Modal sosial dalam keluarga

Tingkat kedekatan ayah dengan anak 14 item ordinal (1-4) 1= hampir Tingkat kedekatan ibu dengan anak 14 item 0.694 Tingkat kedekatan keluarga dengan tetangga 10 item 0.751

Tingkat kepercayaan keluarga dengan tetangga 4 item ordinal (1-4) 1= sangat

Keberagaman orang disekitar anak yang dikenal orang tua

5 item rasio -

Keberagaman kelompok/organisasi yang diikuti orang tua

2 item rasio -

Primer Pengasuhan Penerimaan-Penolakan

Perilaku afektif ayah 20 item ordinal (1-4) 1= hampir

Perilaku afektif ibu 20 item 0.873

Perilaku kekerasan ayah 15 item 0.872 Perilaku kekerasan ibu 15 item 0.855 Perilaku pengabaian ayah 15 item 0.755 Perilaku pengabaian ibu 15 item 0.784 Perilaku tidak menerima anak yang dilakukan ayah 10 item 0.825 Perilaku tidak menerima anak yang dilakukan ibu 10 item 0.805 Primer Karakter anak

Keterangan : * skor dibalik untuk pernyataan negatif

Definisi Operasional

Karakteristik anak adalah ciri-ciri pada anak sulung yang memiliki keluarga inti yang lengkap, meliputi nama, tempat tanggal lahir, usia, jenis kelamin, kelas, dan jumlah saudara kandung.

Usia anak adalah tahapan perkembangan anak kelas 4, 5 dan 6 SD yang berada di usia 10-12 tahun.

Jenis kelamin anak adalah penggolongan secara spesifik untuk membedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan.

(23)

11 Lama pendidikan orang tua adalah lamanya pendidikan formal tertinggi yang

ditempuh oleh ayah dan ibu dalam satuan tahun

Jenjang pendidikan orang tua adalah tingkatan pendidikan formal tertinggi yang ditempuh oleh ayah dan ibu serta ditandai dengan adanya tanda tamat sekolah atau ijazah.

Status pekerjaan orang tua adalah kondisi yang menerangkan bahwa ayah dan ibu memiliki pekerjaan atau tidak memiliki pekerjaan baik tetap maupun tidak tetap.

Jenis pekerjaan orang tua adalah klasifikasi pekerjaan ayah dan ibu yang dikelompokkan menjadi petani, buruh serabutan, pegawai swasta, wiraswasta, PNS, jasa angkutan, IRT, dan lainnya.

Pendapatan per kapita orang tua adalah penjumlahan pendapatan ayah dan ibu, baik dari pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan dibagi dengan jumlah keluarga inti yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.

Tipe keluarga adalah jenis keluarga yang dibedakan menjadi keluarga inti dan keluarga luas.

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga inti dan anggota keluarga lainnya yang tinggal dalam satu rumah yang dikelompokkan menjadi

keluarga kecil (≤4 orang), sedang (5-7 orang), dan besar (≥8 orang).

Kepemilikan aset keluarga adalah sumberdaya fisik keluarga yang mempunyai nilai tukar yang diukur dari status kepemilikan rumah, ternak, alat elektronik, kendaraan, mebel, alat rumah tangga, dan lahan perkebunan. Modal sosial dalam keluarga adalah perhatian dan dukungan langsung yang

diberikan orang tua kepada anak baik secara fisik maupun verbal, yang ditunjukkan dari kualitas hubungan orang tua dengan anak, minat orang dewasa kepada anak, pengawasan orang tua terhadap aktifitas anak, kualitas pertetanggaan, dan kelompok orang tua.

Kelompok orang tua (parenting groups) adalah partisipasi orang tua terhadap kelompok atau organisasi baik formal maupun informal

Gaya pengasuhan adalah pengasuhan yang diberikan orang tua kepada anak dengan membedakan antara pengasuhan penerimaan dan pengasuhan penolakan orang tua terhadap anak.

Pengasuhan penerimaan adalah perilaku afektif ayah dan ibu terhadap anak, baik fisik maupun verbal yang ditunjukkan dalam bentuk perhatian, pujian, sikap penuh kehangatan, serta kepedulian orang tua terhadap kebutuhan dan keinginan anak.

Pengasuhan penolakan adalah perilaku kekerasan, perilaku pengabaian, dan perilaku tidak menerima anak baik secara fisik maupun verbal yang dilakukan oleh ayah dan ibu terhadap anak.

Perilaku kekerasan adalah pengasuhan penolakan yang dicirikan dengan penggunaan perkataan (verbal) dan perbuatan (fisik) yang kasar dan agresif seperti memukul, membentak, menghukum, meremehkan dan mengecilkan keberadaan anak.

Perilaku pengabaian adalah pengasuhan penolakan yang dicirikan dengan sikap acuh, membatasi diri, dan ketiadaan perhatian ayah dan ibu terhadap kebutuhan anak.

(24)

12

dicintai, tidak dihargai, bahkan kehadiran anak tidak dikehendaki oleh orang tua.

Karakter adalah respon anak terhadap situasi tertentu secara bermoral, yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata baik perkataan maupun perbuatan, yang meliputi karakter kesadaran diri dan karakter kontrol diri.

Karakter kesadaran diri adalah tindakan yang menunjukkan bahwa anak dapat membedakan perkataan maupun perbuatan yang benar dan salah, menyadari dan mengakui kesalahan, menepati janji, tidak memakai barang orang lain tanpa izin, jujur, dan dapat dipercaya.

Karakter kontrol diri adalah tindakan yang menunjukkan bahwa anak berani mengatakan tidak terhadap hal yang salah, memilih untuk melakukan tindakan maupun perkataan yang sesuai dengan perilaku moral, serta mengatur dan mengontrol emosi dengan baik.

HASIL

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terletak di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Secara geografis, kelurahan Situ Gede memiliki wilayah yang berbatasan dengan Kecamatan Kemang dibatasi sungai Cisadane di sebelah utara, Kecamatan Bogor Barat yang dibatasi sungai Sindang Barang di sebelah selatan, Kelurahan Bubulak di sebelah timur, dan Desa Cikarawang kecamatan Dramaga di sebelah barat. Kelurahan Situ Gede terdiri dari 10 RW dan 34 RT dengan luas wilayah pemukiman 11.245 Ha. Jumlah penduduk kelurahan Situ Gede sebanyak 8428 jiwa, terdiri dari 4325 jiwa laki-laki dan 4103 jiwa perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga 2297 jiwa. Secara umum keadaan topografi Kelurahan Situ Gede merupakan dataran rendah dan daerah yang dilewati aliran sungai.

Ditinjau dari segi agama, mayoritas penduduk kelurahan Situ Gede beragama Islam dan sisanya beragama Kristen dengan jumlah masjid dan mushola masing-masing 10 dan 4 unit. Kelurahan Situ Gede memiliki 5 unit SD dengan jumlah siswa sebanyak 1443 orang. Mayoritas penduduk laki-laki sebanyak 650 orang dan perempuan sebanyak 652 orang menamatkan pendidikannya pada jenjang SMA. Mayoritas penduduk laki-laki bekerja sebagai buruh migran sebanyak 870 orang dan mayoritas penduduk perempuan bekerja sebagai buruh tani sebanyak 139 orang. Penduduk di kelurahan Situ Gede didominasi oleh suku sunda. Keberagaman organisasi di kelurahan Situ Gede mencakup Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan (LKD dan LK), LKMD, LPM, PKK, Karang Taruna, Rukun tetangga (RT), dan Rukun Warga (RW).

Karakteristik Anak dan Karakteristik Keluarga

(25)

13 14 tahun. Berdasarkan program wajib belajar, baik ayah maupun ibu sebagian besar sudah menempuh pendidikan diatas 9 tahun. Jenjang pendidikan tertinggi pada ayah paling banyak (50%) adalah tamat SMA, sedangkan jenjang pendidikan tertinggi pada ibu paling banyak (42%) adalah tamat SMP. Berdasarkan BKKBN (2005), lebih dari separuh keluarga (58%) termasuk dalam kategori keluarga kecil

(≤4 orang). Tiga dari lima keluarga (64%) merupakan keluarga inti, dengan rata-rata berjumlah empat anggota keluarga, sedangkan sisanya (36%) masih tinggal bersama keluarga besar. Tabel 3 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan karakteristik anak dan karakteristik keluarga.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik anak dan karakteristik keluarga

Variabel Min Max Rata-rata ± SD

Karakteristik Anak

Usia anak (tahun) 10 12 10.7 ± 0.8 Jumlah saudara (sibling) 0 3 0.9 ± 0.9 Uang saku anak (Rp) 2 000 30 000 10 740 ± 5267.6

Karakteristik Keluarga

Usia ayah (tahun) 29 52 38.1 ± 4.4

Usia ibu (tahun) 29 46 34.3 ± 3.9

Lama pendidikan ayah (tahun) 2 12 9.7± 2. 8 Lama pendidikan ibu (tahun) 6 12 9.5 ± 2.2 Pendapatan orang tua (Rp) 400 000 30 000 000 2 575 000 ± 4225387. Pendapatan per-kapita (Rp) 66 667 10 000 000 637583.33 ± 1371093.5 Besar keluarga (orang) 3 9 4.90 ± 1.5

Empat dari lima anak (80%) memiliki saudara kandung, sedangkan sisanya (20%) merupakan anak tunggal. Status kepemilikan saudara kandung paling banyak adalah dua bersaudara (64%). Pendapatan orang tua berkisar antara Rp400 000 sampai dengan lebih dari Rp30 000 000 dengan rata-rata Rp2 565 000. Pendapatan orang tua terbesar (66%) berada pada kisaran antara Rp1 000 000 sampai dengan Rp2 499 900 (Tabel 4). Pendapatan per kapita menunjukkan posisi keluarga pada garis kemiskinan Kota Bogor tahun 2010. Berdasarkan garis kemiskinan Kota Bogor tahun 2010, empat dari lima keluarga (78%) dikategorikan menjadi keluarga yang tidak miskin, karena memiliki pendapatan per kapita di atas Rp278 530.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua Kategori Persentase (%)

<Rp.500.000 2

Rp.500.000-Rp.999.900 12

Rp.1.000.000-Rp.2.499.900 66

Rp.2.500.000-Rp.4.999.900 14

>Rp.5.000.000 6

Total 100

(26)

14

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orang tua Kategori pekerjaan orang tua Persentase (%)

Ayah Ibu

Petani 0 0

Buruh serabutan 16 0

Pegawai swasta 18 0

Wiraswasta/ pedagang 36 10

PNS 6 0

IRT 0 82

Jasa angkutan (supir/ojek) 16 0

Lainnya 8 8

Total 100 100

Sementara itu dari segi kepemilikan aset, lebih dari separuh keluarga contoh (52%) masih tinggal di rumah milik orang tua ataupun saudara. Hanya sedikit keluarga contoh yang memiliki hewan ternak, dan sebanyak 16% keluarga contoh beternak ayam. Seluruh keluarga contoh (100%) memiliki televisi, hp dan tempat tidur. Sebanyak 76% keluarga contoh memiliki radio/dvd, 70% memiliki sepeda motor, 64.5% memiliki mebel, dan 59.5% memiliki alat elektronik rumah tangga.

Modal Sosial dalam Keluarga

Coleman dan Hoffer (1987) membagi dimensi modal sosial dalam keluarga menjadi struktur keluarga; kualitas hubungan orang tua dengan anak, minat atau perhatian orang dewasa yang diberikan kepada anak yang dilihat dari tingkat kedekatan orang tua dengan anak; pengawasan orang tua terhadap aktifitas anak yang dilihat dari jumlah keberagaman orang yang diketahui dan dikenal orang tua; perubahan keluarga luas serta dukungan keluarga; dan kualitas pertetanggan yang dilihat dari tingkat kedekatan keluarga dengan tetangga dan tingkat kepercayaan keluarga dengan tetangga. Berdasarkan dimensi tersebut, penelitian ini tidak mengukur dimensi struktur keluarga dan perubahan serta dukungan terhadap keluarga luas. Dimensi modal sosial dalam keluarga yang memiliki skor paling tinggi menunjukkan pemanfaatan modal sosial dalam keluarga yang paling banyak dilakukan oleh keluarga. Tabel 6 menunjukkan perbandingan rata-rata skor tiga dimensi modal sosial dalam keluarga yang diteliti dalam penelitian. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata skor dimensi modal sosial dalam

keluarga

Dimensi Min (%) Max (%) Rata-rata ± SD (%) Tingkat kedekatan ayah dengan anak 16.7 92.9 62.3±12.1 Tingkat kedekatan ibu dengan anak 40.5 97.6 66.2±13.7 Tingkat kedekatan keluarga dengan tetangga 26.7 93.3 63.6±17.1 Tingkat kepercayaan keluarga dengan tetangga 50.0 91.7 63.0±10.1

(27)

15 membutuhkan nasehat (36%), dan ayah melakukan aktifitas bersama anak (30%). Sedangkan kedekatan ibu dengan anak ditunjukkan dengan ibu menghabiskan waktu luang bersama anak di rumah (60%), ibu menghadiri pertemuan yang diselenggarakan oleh pihak sekolah (58%), dan ibu melakukan aktifitas bersama anak (52%). Namun jika dibandingkan, tingkat kedekatan ibu dengan anak lebih tinggi (rata-rata skor 66.2) dibandingkan tingkat kedekatan ayah dengan anak (rata-rata skor 62.3). Hal ini dikarenakan ibu lebih sering berada di rumah karena mayoritas ibu (82%) merupakan ibu rumah tangga.

Pengawasan orang tua terhadap aktifitas anak ditunjukkan dengan perhatian dan minat orang tua untuk mengetahui siapa saja yang berinteraksi dengan anak, yang memungkinkan memberikan pengaruh dalam kehidupan anak. Keberagaman orang disekitar anak ditinjau dari banyaknya teman sekolah, teman bermain anak, sahabat anak, nama orang tua dari teman anak yang diketahui orang tua, dan jumlah keluarga luas yang tinggal dalam satu rumah bersama anak. Keberagaman orang di sekitar anak jika diurutkan dari yang paling banyak diketahui dan dikenal orang tua adalah nama orang tua dari teman-teman anak (rata-rata 20 orang), teman sekolah anak (rata-rata 18 orang), teman bermain disekitar rumah (rata-rata 11 orang), sahabat dekat anak (rata-rata 4 orang), dan anggota keluarga luas yang tinggal serumah dengan anak (rata-rata 1 orang).

Kualitas hubungan keluarga dengan tetangga berpotensi membangun modal sosial yang baik di lingkungan pertetanggan. Sebanyak 50 persen keluarga memiliki tingkat kedekatan dengan tetangga pada kategori sedang. Hal ini ditunjukkan dengan keluarga terkadang memberikan makanan kepada tetangga di sekitar rumah (70%), keluarga selalu terlibat untuk membantu tetangga yang terkena musibah (52%), dan melibatkan diri di acara ritual kebudayaan (42%). Partisipasi keluarga dalam mengikuti kegiatan di sekitar rumah masih kurang maksimal. Orang tua terutama ibu lebih banyak berada di dalam rumah karena banyak yang masih memiliki anak balita. Namun, dalam partisipasi acara seperti memberikan bantuan pada tetangga yang terkena musibah; gotong royong membersihkan lingkungan tempat tinggal keluarga; dan acara-acara tahunan; keluarga cenderung berpartisipasi dalam hal sumbangan dana saja daripada melibatkan diri secara langsung.

Kedekatan keluarga dengan lingkungan pertetanggaan menumbuhkan kepercayaan orang tua terhadap lingkungan sekitar. Hasil penelitian menunjukkan persentase terbanyak keluarga (64%) memiliki tingkat kepercayaan dengan tetangga pada kategori sedang. Hal ini dilihat dari keluarga setuju bahwa lingkungan di sekitarnya menanamkan nilai-nilai kebaikan pada anak (80%), tidak memengaruhi kejahatan sosial yang dilakukan seseorang (84%), aman sebagai tempat bermain anak (68%), dan mendukung tumbuh kembang anak (66%). Selain itu, keluarga menganggap tingkah laku anak yang buruk banyak dipengaruhi oleh lingkungan bermain anak, sehingga kualitas lingkungan pergaulan anak yang dipercayai keluarga hanya sebatas lingkungan rumah terdekat saja. Sementara itu orang tua tidak terlalu mempercayai anak dan tidak memberi keleluasaan pada anak untuk bermain terlalu jauh dari rumah.

(28)

16

(59%) mengikuti kelompok/organisasi, sedangkan sisanya (41%) tidak mengikuti kelompok/organisasi apapun. Rata-rata orang tua mengikuti 2 jenis kelompok, dimana ibu (82%) lebih banyak mengikuti kelompok/organisasi dibandingkan ayah (36%). Jumlah kelompok yang diikuti ayah adalah 6 jenis kelompok, dengan mayoritas kelompok terbanyak yang diikuti ayah adalah pengajian (16%), sisanya mengikuti ronda/ kerja bakti, paguyuban, LPM, Partai, dan PNPM, sedangkan jumlah kelompok yang diikuti ibu adalah 10 jenis kelompok, dengan mayoritas kelompok terbanyak yang diikuti ibu adalah pengajian (66%), sisanya mengikuti arisan, paguyuban, PKK, anggota koperasi, Kader, PNPM, kelompok tani, pengurus TPA, dan persatuan istri TNI. Tabel 7 menunjukkan keberagaman kelompok yang diikuti oleh ayah dan ibu contoh.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelompok/organisasi orang tua no Jenis kelompok/organisasi yang diikuti orang tua

Ayah Persentase (%) Ibu Persentase (%) bahwa gaya pengasuhan terdiri atas pengasuhan penerimaan (parental acceptance) dan pengasuhan penolakan (parental rejection). Pengasuhan dengan penerimaan dan penolakan mencerminkan kehangatan dan penolakan yang diberikan orang tua kepada anak, dan dapat dirasakan sendiri oleh anak. Pengasuhan penolakan (parental rejection) dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu perilaku kekerasan (hostility/agression), perilaku pengabaian (indifference/ neglect), dan perilaku tidak menerima anak (undifferentiated rejection) yang dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaan-penolakan orang tua

Dimensi Min

Perilaku afektif ibu 45.0 98.3 73.2±13.8 Pengasuhan

penolakan

Perilaku kekerasan ayah

2.2 57.8 20.9±15.1

Perilaku kekerasan ibu 0 55.6 20.7±13.8 Perilaku pengabaian ayah 4.4 51.1 24.1±13.1 Perilaku pengabaian ibu 0 53.3 20.6±13.6 Perilaku tidak menerima anak yang dilakukan

ayah 0 63.3 10.8±12.3

(29)

17 Pengasuhan penerimaan dimensi perilaku afektif menunjukkan bahwa perilaku afektif ibu (rata-rata skor 73.2) mempunyai skor yang lebih tinggi dibandingkan perilaku afektif ayah (rata-rata skor 65.8). Lebih dari separuh ayah (54%) yang melakukan perilaku afektif berada pada kategori sedang. Hal ini dikarenakan pada usia sekolah, baik ayah maupun ibu masih memberikan perhatian yang besar kepada anaknya, karena anak masih memerlukan pengawasan dan komunikasi yang baik dari orang tuanya. Perilaku afektif ayah ditunjukkan dengan sikap ayah yang selalu berusaha membuat anak bahagia dan senang (60%), menyayangi anak dan membuatnya merasa diinginkan (56%), dan memperlakukan anak dengan baik dan lembut (54%), sedangkan perilaku afektif ibu ditunjukkan oleh ibu menyayangi anak (74%), ibu berusaha membuat anak bahagia dan senang (66%), dan ibu memperlakukan anak dengan baik dan lembut (62%). Perilaku afektif ayah yang lebih rendah dibandingkan perilaku afektif ibu disebabkan ayah jarang berada di rumah, sehingga terbatas untuk melakukan pembicaraan yang terlalu lama dengan anak. Namun, walaupun tidak memiliki keleluasaan waktu yang banyak seperti ibu, ayah tetap memberikan dukungan dan perhatian kepada anak dengan memanfaatkan waktu sebaik mungkin saat berada di rumah.

Pengasuhan penolakan dimensi perilaku kekerasan menunjukkan bahwa perilaku kekerasan ayah (rata-rata skor 20.9) mempunyai rata-rata skor yang lebih tinggi dibandingkan perilaku kekerasan ibu (rata-rata skor 20.7). Tujuh dari sepuluh ayah (78%) maupun ibu (76%) yang melakukan perilaku kekerasan berada pada kategori rendah. Perilaku kekerasan ayah maupun ibu berada pada kategori rendah karena orang tua tidak dengan mudah memukul, membuat takut, berteriak, memarahi anak, mempermalukan anak di depan orang lain, dan memberi hukuman atas kesalahan anak. Orang tua lebih memilih untuk menasehati anak daripada memberikan hukuman fisik kepada anak. Sementara itu, pengasuhan penolakan dimensi perilaku pengabaian menunjukkan bahwa perilaku pengabaian ayah mempunyai rata-rata skor yang lebih tinggi dibandingkan perilaku pengabaian ibu. Tujuh dari sepuluh ayah (70%) maupun empat dari lima ibu (82%) yang melakukan perilaku pengabaian berada pada kategori rendah. Hal ini dikarenakan orang tua tidak pernah melupakan hal penting yang seharusnya diingat dan dilakukan untuk anak, tidak membatasi diri untuk bertemu dengan anak, dan tidak pernah meminta orang lain untuk menggantinya mengasuh anak.

Pengasuhan penolakan dimensi perilaku tidak menerima anak yang dilakukan ibu mempunyai rata-rata skor yang lebih tinggi dibandingkan perilaku tidak menerima anak yang dilakukan ayah. Sembilan dari sepuluh ayah (92%) maupun ibu (98%) yang melakukan perilaku tidak menerima anak berada pada kategori rendah. Hal ini dikarenakan orang tua tidak pernah memperlihatkan ketidakpedulian kepada anak, orang tua tidak menganggap anak seseorang yang menyusahkan baginya, dan tidak pernah mengatakan bahwa orang tua malu memiliki anak.

(30)

18

Karakter anak

Karakter berasal dari bahasa Yunani, dari kata “charassein”, artinya memberi goresan atau mengukir (Bohlin et al 2001). Seseorang bisa disebut

“orang yang berkarakter” jika tingkah laku yang ditunjukkannya sesuai dengan

kaidah moral (Wynne 1991). Berdasarkan hasil penelitian, baik karakter kesadaran diri (76%) maupun karakter kontrol diri (66%) berada pada kategori tinggi. Dimensi karakter kesadaran diri (rata-rata skor 77.9) mempunyai rata-rata skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan karakter kontrol diri anak (rata-rata skor 71.8). Karakter kesadaran diri yang tinggi ditunjukkan dengan kesadaran anak untuk mengetahui dan dapat membedakan barang milik sendiri dengan tidak mengambil barang milik orang lain dengan sengaja, meminta izin jika meminjam barang, mengembalikan barang orang lain tanpa ditegur terlebih dahulu, sadar atas pentingnya sekolah dengan tidak membolos, dan sadar untuk bersikap jujur dengan tidak berbohong kepada orang tua. Sementara itu, karakter kontrol diri yang tinggi ditunjukkan dengan anak dapat mengontrol dirinya untuk tidak bermain curang saat bermain, mengontrol emosinya untuk menyela pembicaraan orang lain, dan mengontrol emosinya untuk tidak melawan saat dinasehati/dimarahi orang tuanya. Tabel 9 menunjukkan perbandingan rata-rata skor karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan karakter kesadaran diri dan kontrol diri

Dimensi Min Max Rata-rata ± SD

Kesadaran diri (conscience) 55 98.3 77.9 ±11.4

Kontrol diri (self control) 26.7 96.7 71.8± 13.9

Hubungan Karakteristik Anak dan Karakteristik Keluarga dengan Modal Sosial dalam Keluarga, Pengasuhan Penerimaan-Penolakan, dan

Karakter Kesadaran dan Kontrol Diri

Hasil penelitian pada Tabel 10 menunjukkan terdapat hubungan antara karakteristik anak dan karakteristik keluarga dengan modal sosial dalam keluarga. Jumlah saudara kandung yang dimiliki anak berhubungan positif signifikan dengan tingkat kedekatan ibu dengan anak pertama (p<0.05). Artinya, semakin banyak jumlah saudara yang dimiliki anak, maka semakin besar pula tingkat kedekatan ibu dengan anak. Namun dalam penelitian ini, kedekatan ibu dengan anak mencapai nilai tertinggi pada batasan saat anak memiliki satu saudara kandung (dua bersaudara), dan kedekatan ibu dengan anak akan menurun seiring bertambahnya jumlah saudara kandung setelah adik pertama (Gambar 3).

(31)

19 Pada karakteristik keluarga, lama pendidikan ibu berhubungan negatif signifikan dengan pengasuhan penolakan dimensi perilaku kekerasan ayah (p<0.05). Hal ini berarti semakin lama pendidikan yang ditempuh ibu, maka semakin rendah perilaku kekerasan yang dilakukan ayah terhadap anak. Sementara itu, jarak usia ayah dan ibu berhubungan negatif sangat signifikan dengan pengasuhan penolakan dimensi perilaku pengabaian orang tua (p<0.01). Artinya, semakin tinggi perbedaan usia antara ayah dan ibu maka akan semakin rendah perilaku pengabaian yang dilakukan orang tua kepada anak. Pada penelitian ini, perbedaan usia ayah dan ibu paling dekat adalah seumuran dan paling jauh adalah 19 tahun. Namun pada penelitian ini, proporsi terbanyak perilaku pengabaian berada pada kategori rendah saat selisih usia ayah dan ibu berada di rentang usia antara 10 tahun sampai 19 tahun (Gambar 4).

Gambar 4 Sebaran selisih usia ayah dan ibu berdasarkan pengasuhan penolakan dimensi perilaku pengabaian

Pada karakteristik keluarga, lama pendidikan ayah berhubungan positif sangat signifikan dengan karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak (p<0.01). Hal ini berarti semakin lama pendidikan yang ditempuh ayah, maka semakin baik karakter kesadaran diri dan karakter kontrol diri anak. Sementara itu lama pendidikan ibu berhubungan positif signifikan dengan karakter kontrol diri anak (p<0.01). Hal ini berarti semakin lama pendidikan yang ditempuh ibu, maka semakin baik karakter kontrol diri anak (Tabel 10).

Tabel 10 Koefisien korelasi antara karakteristik anak dan karakteristik keluarga

dengan modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan, dan karakter anak

Hubungan antar variabel

Modal sosial dalam keluarga Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Karakter

(32)

20

Keterangan :

TKD A = Tingkat kedekatan ayah dengan anak, TKD B = Tingkat kedekatan ibu dengan anak, TKD Ttg = Tingkat kedekatan keluarga dengan tetangga, TKP Ttg = Tingkat kepercayaan keluarga dengan tetangga, ACC A=Perilaku afektif ayah, ACC B= Perilaku afektif ibu, HOS A= Perilaku kekerasan ayah, HOS B= Perilaku kekerasan ibu, NEG A=Perilaku pengabaian ayah, NEG B= Perilaku pengabaian ibu, UN.ACC A= Perilaku tidak menerima anak oleh ayah, UN. ACC B= Perilaku tidak menerima anak oleh ibu, consc= karakter kesadaran diri, selfc=karakter kontrol diri

Keterangan : *=signifikan pada p<0.05 **= signifikan pada p<0.01

Hubungan Modal Sosial dalam Keluarga dengan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dan Karakter Anak

Berdasarkan hasil penelitian, Tabel 11 menunjukkan modal sosial dalam keluarga dimensi tingkat kedekatan ayah dengan anak dan tingkat kedekatan ibu dengan anak berhubungan positif signifikan dengan pengasuhan penerimaan dimensi perilaku afektif ayah dan ibu (p<0.01), sebaliknya baik tingkat kedekatan ayah dengan anak maupun tingkat kedekatan ibu dengan anak berhubungan negatif signifikan dengan pengasuhan penolakan dimensi pengabaian ayah dan ibu (p<0.01). Hal ini berarti semakin tinggi tingkat kedekatan ayah dan ibu dengan anak maka akan semakin tinggi pula perilaku afektif yang dilakukan orang tua, sedangkan semakin tinggi tingkat kedekatan ayah dan ibu dengan anak maka akan semakin rendah pula perilaku pengabaian yang dilakukan orang tua. Sementara itu, modal sosial dalam keluarga dimensi tingkat kedekatan ibu dengan anak berhubungan positif signifikan dengan karakter kesadaran diri (p<0.05). Hal ini berarti semakin tinggi tingkat kedekatan ibu dengan anak maka akan semakin tinggi karakter kesadaran diri anak. Peran ibu melalui keberadaannya di rumah menyebabkan anak lebih merasa dekat dan nyaman dengan ibu, sehingga sikap yang ditunjukkan ibu dalam kesehariannya akan mudah ditiru oleh anak.

Tabel 11 Koefisien korelasi antara modal sosial dalam keluarga dengan pengasuhan penerimaan-penolakan dan karakter anak

TKD Ayah = Tingkat kedekatan ayah dengan anak, TKD Ibu = Tingkat kedekatan ibu dengan anak, TKD Ttg = Tingkat kedekatan keluarga dengan tetangga, TKP Ttg = Tingkat kepercayaan keluarga dengan tetangga, ACC A=Perilaku afektif ayah, ACC B= Perilaku afektif ibu, HOS A= Perilaku kekerasan ayah, HOS B= Perilaku kekerasan ibu, NEG A=Perilaku pengabaian ayah, NEG B= Perilaku pengabaian ibu, UN.ACC A= Perilaku tidak menerima anak oleh ayah, UN. ACC B= Perilaku tidak menerima anak oleh ibu

Keterangan : *=signifikan pada p<0.05 **= signifikan pada p<0.01

Hubungan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dengan Karakter Kesadaran Diri dan Kontrol Diri

(33)

21 Tabel 12 Koefisien korelasi antara pengasuhan penerimaan-penolakan dengan

karakter kesadaran diri dan kontrol diri Hubungan antar variabel Pengasuhan penerimaan perilaku afektif ayah .300* .153

perilaku afektif ibu .121 -.042 Pengasuhan penolakan perilaku kekerasan ayah -.562** -.681**

perilaku kekerasan ibu -.513** -.607** perilaku pengabaian ayah -.419** -.403** perilaku pengabaian ibu -.442** -.479** perilaku tidak menerima anak yang dilakukan ayah -.455** -.515** perilaku tidak menerima anak yang dilakukan ibu -.504** -.560**

Keterangan : *=signifikan pada p<0.05 **= signifikan pada p<0.01

Pengaruh Modal Sosial dalam Keluarga dan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan terhadap Karakter Kesadaran Diri dan Kontrol Diri

Hasil uji regresi pada Tabel 13 menunjukkan sebesar 51.2 persen lama pendidikan ayah ( =0.296, p=0.027) dan tingkat kedekatan keluarga dengan tetangga ( =0.408, p=0.004) berpengaruh positif signifikan terhadap karakter kesadaran diri, sedangkan pengasuhan penolakan orang tua ( =-0.416, p=0.003) berpengaruh negatif signifikan terhadap karakter kesadaran diri. Sementara itu, sebesar 50.8 persen tingkat kedekatan keluarga dengan tetangga ( =0.313,p=0.024) berpengaruh positif signifikan dengan karakter kontrol diri, sebaliknya pengasuhan penolakan orang tua ( =-0.584, p=0.000) berpengaruh negatif signifikan terhadap karakter kontrol diri. Sisanya sebesar 48.8 persen untuk karakter kesadaran diri dan 49.2 persen untuk karakter kontrol diri dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian.

Tabel 13 Hasil analisis regresi linier berganda pada kakteristik anak, karakteristik keluarga, modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan terhadap karakter kesadaran dan kontrol diri

Tingkat kedekatan ayah dengan anak (skor indeks) -.121 .521 -.089 .640 Tingkat kedekatan ibu dengan anak (skor indeks) .397 .068 .173 .419 Tingkat kedekatan keluarga dengan tetangga (skor indeks) .408** .004 .313* .024 Tingkat kepercayaan keluarga dengan tetangga (skor indeks) -.173 .174 -.037 .771 Pengasuhan penerimaan orang tua (skor indeks) -.044 .800 -.106 .545 Pengasuhan penolakan orang tua (skor indeks) -.416** .003 -.584** .000

R2 .671 .668

Adj R2

.512 .508

F 4.212 4.157

Sig. .000a .000a

(34)

22

PEMBAHASAN

Hurlock (1990) mendefinisikan perkembangan sebagai serangkaian perubahan progresif yang terjadi akibat proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik, yang ditunjang oleh faktor lingkungan melalui proses belajar dan pengalaman. Menurut teori psikososial Erik Erickson, anak usia 6-11 tahun berada pada tahapan industry vs inferiority. Jika anak berhasil melewati tahap perkembangan ini maka anak akan memiliki kompetensi pada dirinya. Kompetensi yang dilihat dalam hal ini adalah karakter kesadaran diri dan kontrol diri yang baik. Menurut Borba (2001), karakter kesadaran diri akan menjaga anak untuk tetap berperilaku dalam koridor moral dan dapat memutuskan mana yang benar dan salah. Sementara itu, karakter kontrol diri akan membantu anak untuk selalu mempertimbangkan baik dan buruk dari setiap tindakan yang dilakukan. Pada usia sekolah, sesuai dengan tugas perkembangannya, anak cenderung lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, membangun hubungan persahabatan dengan teman sebaya, dan melakukan aktifitas yang beragam dengan lingkungan sekitar. Hal ini sesuai pula dengan tahapan perkembangan moral menurut Kohlberg (1975) dimana pada anak dengan rentang usia 8.5 hingga 14 tahun, anak harus beradaptasi untuk memenuhi harapan lingkungan.

Kecenderungan anak yang lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah memerlukan pengawasan yang lebih baik dari orang dewasa. Hasil penelitian menunjukkan keluarga dengan lama pendidikan ayah dan ibu yang tinggi serta tingginya pengasuhan penerimaan yang dimanifestasikan lewat perilaku afektif ayah dan ibu berpeluang untuk meningkatkan karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak. Peran dari ibu yang mendorong pada terbentuknya karakter kesadaran diri anak diinvestasikan melalui tingginya tingkat kedekatan ibu dengan anak. Terbentuknya karakter kesadaran diri pada anak didapatkan dengan menjadikan ibu sebagai role model sehari-hari karena ibu senantiasa lebih sering berada di rumah. Sementara itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa peran dari ayah yang mendorong pada terbentuknya karakter kesadaran diri anak diinvestasikan melalui tingginya perilaku afektif ayah dan lamanya pendidikan ayah. Putri (2012) menyatakan bahwa tingkat pendidikan ayah berhubungan dengan kelekatan pada dimensi komunikasi. Berkaitan dengan hal ini, Guhardja et al (1992) menyebutkan keefektifan komunikasi dalam keluarga akan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tua. Sejalan dengan penelitian Rahayu (2012) yang menjelaskan bahwa ayah yang memiliki pendidikan tinggi cenderung lebih menggunakan komunikasi yang conversation-orientation, dimana komunikasi ayah dengan anak berada pada kelekatan yang tinggi. Oleh karena itu, ayah lebih mudah untuk mengajarkan prinsip-prinsip karakter kesadaran diri dan kontrol diri kepada anak.

(35)

23 dapat menurunkan pengasuhan penolakan dimensi perilaku kekerasan ayah. Ibu dapat memiliki pemahaman yang lebih baik tentang cara mendidik anak lewat pendidikan yang ditempuhnya. Menurut West (2001), istri sangat berpengaruh dalam menentukan seberapa besar keterlibatan suami dalam pengasuhan anak.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat kedekatan ayah dan ibu dengan anak memberikan hubungan yang negatif pada perilaku pengabaian ayah dan ibu. Semakin baik pengasuhan penerimaan melalui perilaku afektif ayah maupun ibu menunjukkan bahwa orang tua mengetahui pentingnya pengasuhan pada anak usia sekolah. Hal ini menyebabkan perilaku pengabaian cenderung tidak dilakukan orang tua mengingat contoh merupakan anak pertama yang harus menjadi teladan yang baik untuk adik-adiknya. Selain itu, pemberian hukuman saat memarahi anak justru akan semakin menurunkan karakter anak. Oleh karenanya, orang tua perlu mempertimbangkan terlebih dahulu setiap tindakan yang dilakukan kepada anak saat anak melakukan sesuatu yang tidak baik.

Sementara itu, hasil penelitian menunjukkan semakin banyak jumlah saudara kandung yang dimiliki anak akan meningkatkan kedekatan ibu dengan anak. Hal ini bertentangan dengan penelitian Asih (2012) yang menyatakan besar keluarga berpengaruh negatif terhadap interaksi orang tua dengan anak. Besar keluarga yang tinggi membuat keluarga membagi sumberdaya yang dimiliki kepada banyak orang, sehingga waktu yang ada untuk melakukan interaksi personal dengan anak akan semakin terbatas. Namun, dalam penelitian ini kedekatan ibu dengan anak mencapai nilai tertinggi saat anak memiliki satu saudara kandung saja, dan akan menurun seiring pertambahan jumlah saudara kandung lebih dari satu orang. Anak pertama ikut berperan untuk menjaga dan mengawasi adik-adiknya, sehingga ibu lebih sering memberikan pengertian kepada anak sulungnya akan tanggung jawab yang dipikul sebagai anak pertama. Selain itu, orang tua menyadari bahwa di usia sekolah dasar, anak masih membutuhkan perhatian dan dukungan yang penuh dalam keluarga.

Kualitas hubungan yang dimiliki orang tua dapat menunjukkan kemampuan ayah kepada anak dalam membangun hubungan antara dua orang, bekerjasama dengan ibu dalam mengasuh anak, dan dukungan emosional yang diberikan kepada anak menjadi hubungan yang positif terhadap kesejahteraan anak (Amato 1998). Modal sosial dalam keluarga yang paling tinggi dimiliki keluarga yaitu tingkat kedekatan ibu dengan anak dan kedekatan keluarga dengan tetangga. Hal ini dikarenakan pada usia sekolah, orang tua masih memberikan perhatian yang penuh untuk mendorong dan menguatkan nilai-nilai kebaikan sebagai bekal anak memasuki usia remaja. Intensitas kedekatan keluarga dengan tetangga menjadi teladan bagi anak untuk belajar berinteraksi dengan orang lain dan melatih kemampuan hubungan interpersonal anak.

(36)

24

semakin tinggi pengasuhan penolakan yang dilakukan oleh orang tua justru akan menurunkan karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak. Selain sebagai teladan bagi anak, seorang ayah juga berperan sebagai pendisiplin dan pengontrol anak.

Adapun keterbatasan penelitian ini adalah selisih usia antara anak dengan saudara kandungnya tidak disamaratakan. Penelitian juga tidak memperhitungkan selisih lamanya pendidikan ayah dan ibu. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat melihat bagaimana persepsi orang tua terhadap karakter anak dan mengukur interaksi komunikasi antara anak dengan lingkungan keluarga luas yang tidak diukur dalam penelitian ini.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Indeks kepemilikan modal sosial dalam keluarga pada wilayah sub urban rata-rata sudah diatas 60 persen untuk keempat dimensi modal sosial dalam keluarga, dengan tingkat kedekatan ibu lebih tinggi dibandingkan ayah. Partisipasi orang tua dalam mengikuti kelompok atau organisasi lebih banyak diikuti oleh ibu. Pengasuhan penerimaan dimensi perilaku afektif ibu lebih tinggi dibandingkan ayah. Sementara itu, pengasuhan penolakan dimensi perilaku kekerasan dan perilaku pengabaian lebih besar dilakukan oleh ayah, sedangkan perilaku tidak menerima anak lebih besar dilakukan oleh ibu. Pengasuhan penolakan dimensi perilaku pengabaian merupakan pengasuhan penolakan yang paling banyak dilakukan oleh orang tua. Indeks karakter anak memiliki nilai rata-rata diatas 70 persen, dengan karakter kesadaran diri lebih tinggi dibandingkan karakter kontrol diri. Karakteristik keluarga berupa besarnya selisih usia orang tua berpotensi menurunkan perilaku pengabaian orang tua sebagai bentuk dari pengasuhan penolakan. Selain itu, lamanya pendidikan ibu turut memberikan dampak terhadap menurunnya perilaku kekerasan ayah.

Pemanfaatan modal sosial yang baik, khususnya kedekatan ibu dengan anak pertama dan kedekatan keluarga dengan tetangga memiliki hubungan dengan karakter kesadaran diri anak. Tingkat kedekatan ibu dengan anak pertama yang memiliki satu adik, lebih tinggi dibandingkan anak yang memiliki adik lebih dari satu orang. Semakin tinggi tingkat kedekatan orang tua dengan anak akan mendukung terbentuknya praktek pengasuhan yang memberikan kehangatan kepada anak, dan menurunkan perilaku pengabaian terhadap anak. Pengasuhan penerimaan-penolakan memiliki hubungan dengan terbentuknya karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak usia sekolah. Hasil uji pengaruh menunjukkan bahwa modal sosial dalam keluarga dan pengasuhan penolakan memiliki pengaruh terhadap karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak.

Saran

Gambar

Gambar  1    Kerangka pemikiran modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan, dan karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak usia sekolah
Gambar 2 Kerangka teknik pengambilan contoh
Tabel 1 Jenis data, variabel, skala data, contoh dan kategori data
Tabel 2 Jumlah pertanyaan dan hasil uji reliabilitas instrumen
+5

Referensi

Dokumen terkait

Untuk meningkatkan penjualan produk sebuah perusahaan diperlukan strategi dan pendekatan yang sesuai dengan kebutuan perusahaan dan dapat menembus tujuan

Problem yang sering dirasakan adalah apabila alat yang ingin dipakai tidak dapat dilayani (beban tersedia untuk tiap grup terlampau kecil).Untuk mengatasinya, maka di

Armada penangkapan ikan di wilayah Perairan Kabupaten Sukabumi dapat dibedakan menjadi perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan kapal motor. Sejalan dengan

Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari aktivitas ekonomi. Tiada hari yang dilalui manusia tanpa berurusan dengan persoalan ekonomi. Dalam konteks ekonomi,tujuan

merupakan sediaan salep yang digunakan pada mata. Pada pembuatan salap mata harus diberikan  perhatian khusus. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Bagaimana hasil penerapan analisis jalur untuk melihat besarnya pengaruh pengetahuan dan motivasi terhadap sikap Wanita Usia Subur

Dan dari hasil analisis kejadian refluks gastroesofagus didapat data bahwa responden bayi yang disendawakan dengan metode over your shoulder menunjukan tidak ada

(1) sebaiknya petugas di Perpustakaan Umum Kota Solok agar lebih meningkatkan pengawasan terhadap pengunjung untuk mencegah terjadinya kerusakan terhadap