• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Pengucapan Mantra dalam Konteks Upacara Mandalabhisekam pada Masyarakat Hindu Tamil di Kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Deskriptif Pengucapan Mantra dalam Konteks Upacara Mandalabhisekam pada Masyarakat Hindu Tamil di Kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI DESKRIPTIF PENGUCAPAN MANTRA DALAM KONTEKS UPACARA

MANDALABHISEKAM PADA MASYARAKAT HINDU TAMIL DI KUIL SHRI

BALAJI VENKATESHWARA KOIL MEDAN

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

SANDRO BATUBARA

NIM: 080707019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

MEDAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI SARJANA

Judul:

STUDI DESKRIPTIF PENGUCAPAN MANTRA DALAM KONTEKS UPACARA

MANDALABHISEKAM PADA MASYARAKAT HINDU TAMIL DI KUIL SHRI

BALAJI VENKATESHWARA KOIL MEDAN

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

SANDRO BATUBARA NIM : 080707019

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Heristina Dewi, M.Pd Drs. Bebas Sembiring, M.Si. NIP: 196605271994032010 NIP: 195703131992031001

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang ilmu Etnomusikologi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

(3)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul Studi Deskriptif Pengucapan Mantra Dalam Konteks Upacara Mandalabhisekam Pada Masyarakat Hindu Tamil Di Kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan . Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan perekaman. Informan yang yang didapat di lapangan berjumlah empat orang,

terdiri dari satu orang pendeta dan tiga orang merupakan pengurus kuil yang mengetahui dan aktif mengikuti upacara di kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan.

Penelitian difokuskan kepada Mantra yang diucapkan pada saat upacara. Mantra dalam upacara Mandalabhisekam ini diucapkan dengan cara dinyanyikan dengan kata lain

yaitu tehknik chanting. Chanting merupakan tekhnik pengucapan doa atau mantra yang diucapkan dengan bernyanyi.

Proses pentranskripsian musik dilakukan dengan program Sibelius dan cakewalk yang hasilnya akan dituliskan kedalam notasi balok. Skripsi ini mendeskripsikan upacara

Mandalabhisekam dan dituliskan dengan sistematis.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena berkat dan

kemurahan-Nya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih Ya Bapa... atas

kebaikan-Mu kepada penulis. Skripsi ini berjudul Studi Deskriptif Pengucapan Mantra Dalam Konteks Upacara Mandalabhisekam Pada Masyarakat Hindu Tamil Di Kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang S-1 dan memperoleh gelar Sarjana Seni (S.Sn) pada Departemen

Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berisikan hasil

penelitian mengenai deskripsi upacara Mandalabhisekam, transkripsi ritem dan melodi mantra, serta

membahas fungsi dan tujuan dari upacara dan mantra dalam upacara Mandalabhisekam.

Selama proses penyusunan skripsi, penulis memperoleh bantuan yang luar biasa banyak dan

baik dari Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd, selaku pembimbing I dan Bapak Drs. Bebas Sembiring,

M.Si., selaku pembimbing II. Kedua pembimbing ini sangat membantu penulis selama penyelesaian

skripsi. Mereka juga memberikan banyak pelajaran kepada penulis terutama hal kesabaran,

keberanian dan kepandaian dalam penulisan skripsi ini. Saran dan arahan mereka membuat penulis

semakin termotivasi dan semakin semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan

Fakultas Ilmu Budaya, Ketua dan Sekretaris Departemen Etnomusikologi, serta seluruh dosen-dosen

dan pegawai di lingkungan Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya, yang telah

memberikan peluang, kesempatan dan kemudahan hingga sampai kepada tahap penyelesaian skripsi

ini.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Gopala Krishna Naidu yang

telah bersedia menjadi informan pangkal di saat penulis melakukan proses penelitian lapangan.

Ucapan terima kasih juga kepada informan pokok yaitu Bapak V. Hanumacharyulu yang memberikan

kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kuil dan juga sudah memberikan waktunya

(5)

Ucapan terima kasih kepada kedua orangtua saya tercinta, Bapak R. Batubara dan Mama E.

Silalahi. Terimakasih buat segala kerja keras dan kebaikan kalian sehingga saya bisa seperti

sekarang, terimakasih buat perhatian yang tak pernah putus-putus khususnya selama

pengerjaan skripsi ini, terimakasih buat motivasi-motivasi yang kalian berikan sehingga saya

tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih buat doa-doa yang kalian

panjatkan sehingga saya mendapatkan kekuatan dan penghiburan dari Tuhan. Penulis bangga

memiliki orangtua yang care seperti mereka. Secara khusus terima kasih buat doa-doa Bapak dan

Mama terutama kepada mama yang selalu setia mendoakan penulis. Mungkin sudah banyak

berlinang airmata di pipi mereka sepanjang membesarkan penulis hingga saat ini, tapi biarlah itu

semua dicukupkan ole Tuhan kepada mereka. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada

saudara-saudaraku yang ku sayangi yaitu lae dan kakakku Kel. Reynaldi Tambunan dan Haulian M K

Batubara, lae dan kakakku kel. Rizky Tambunan dan Doris K.H Batubara, lae Riko Aritonang dan

Roma S Batubara, kakakku Jojor M Batubara, kakakku Jelly E Batubara dan adikku Friska Batubara.

Terima kasih buat doa dan perhatian kalian semua sehingga membuat semangat bagi penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini. Kalian adalah bagian dari hidupku yang takkan pernah tergantikan sampai

kapanpun.

Terima kasih terkhusus juga buat dedek yang penulis sayangi dan cintai Reny Yulyati

Lumbantoruan yang selalu mengingatkan bahkan memotivasi penulis untuk mengerjakan skripsi ini.

Terima kasih de, walaupun terkadang merasa kesal melihat tingkahku yang aneh-aneh jika disaat

penat mengerjakan skripsi ini, tetapi dia tetap sabar dan selalu ikut membantu. Terima kasih juga buat

doa-doanya, perhatian dan pengertiannya selama ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kelompok kecilku yang sampai sekarang

belum ada nama, tetapi tetap kompak dan solid yaitu K Rina, Andro dan Pardon. Terima kasih buat

perhatian dan doa-doa kalian. Sampai kapanpun kalian tidak bisa terlupakanku karena melalui

kelompok inilah pengetahuan rohani penulis dapat semakin berkembang dan berkembang. Walaupun

kami bertiga terkadang usil dan nakal, tetapi k Rina selaku kakak rohani selalu sabar dan senyum

(6)

seperjuangan yang sudah saya anggap keluarga selama proses perkuliahan yaitu angkatan 2008 yaitu

Augusman Tafonao S.Sn., Yudhistira Siahaan S.Sn., Andro Hutabarat S.Sn., Pardon Simbolon S.Sn.,

Brian Harefa S.Sn., Marini Pratiwi Sinaga, Marliana Manik, Medina Hutasoit, Daniel Zai, Daniel

Sianturi, Mahyar Pane, Mario Sianipar, Nielson Sihombing, dan Rudi Silitonga. Terima kasih telah

menjadi saudara buatku. Tidak terasa sudah 4,5 tahun kita merasakan susah senang selama duduk

dibangku perkuliahan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepeda teman-teman satu kos yaitu

Daniel Sianturi, Zani Marbun, Bonggud Sidabutar, Erwin Simbolon, Erwin Sijabat, Reny

Lumbantoruan, dan Frita Pakpahan. Mereka adalah saudara seperjuangan merasakan bagaimana

enaknya anak kos. Terima kasih buat kalian semua.

Penulis mengucapkan beribu-ribu maaf apabila ada kata yang kurang berkenan dalam hati.

Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang sudah membantu penulis dalam

penyusunan skripsi ini, dan mohon maaf apabila ada nama yang lupa penulis cantumkan. Semoga

hasil penelitian dari skripsi ini dapat berguna bagi kebudayaan masyarakat Hindu Tamil, bagi

pembaca dan juga kepada peniliti berikutnya. Shalom!!!

Medan, Desember 2012

(7)

DAFTAR ISI

(8)

2.8 Aspek Kesejarahan Kuil Shri Balaji Venkateshwara di Kota Medan ... 27

2.9 Kuil Shri Balaji Venkateshwara ... ... 31

2.9.1 Aturan Sebelum Masuk ke Kuil ... ... 35

2.9.2 Larangan di Dalam Kuil ... ... 36

BAB III DESKRIPSI UPACARA MANDALABISHEKAM 3.1 Pengertian Upacara Mandalabhisekam ... ... 37

3.7.5 Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara Keagamaan ... 77

3.7.6 Fungsi Pengintegrasian Masyarakat ... ... 77

3.7.7 Fungsi Hiburan ... ... 78

BAB IV ANALISIS MUSIKAL PENGUCAPAN MANTRA PADA UPACARA MANDALABHISEKAM 4.1 Analisis Musik Pengucapan Mantra ... ... 79

4.2 Model Notasi ... ... 80

(9)

4.3.1.1 Tangga Nada Mantra 108 Kalasa Thirumanjana . ... 83

4.3.4.1 Frekuensi Pemakaian Nada Mantra 108 Thirumanjana ... ... 85

4.3.4.2 Frekuensi Pemakaian Nada Mantra Mohotsava ... ... 86

4.3.5 Jumlah Interval ... ... 86

4.3.5.1 Jumlah Interval Mantra 108 Kalasa Thirumanjana... 86

4.3.5.2 Jumlah Interval Mantra Kalyana Mohotsava... 87

4.3.6 Formula Melodik (Bentuk) ... ... 87

4.3.6.1 Analisis Bentuk, Frasa, dan Motif Pada Mantra 108 Kalasa Thirumanjana ... ... 88

4.3.6.2 Analisis Bentuk, Frasa, dan Motif Pada Mantra Kalyana Mohotsava ... ... 89

4.4.1 Gaya Musik Vokal Pada Mantra 108 Kalasa Thirumanjana ... 95

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.14 : Pendeta dan Bhakta mengelilingi Kuil serta memecahkan Kelapa... 64

Gambar 3.15 : Memukul Lonceng ... ... 64

Gambar 3.24 : Arak-arakan Dewa dan Dewi yang telah dikawinkan Simbolis .. ... 73

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

(12)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul Studi Deskriptif Pengucapan Mantra Dalam Konteks Upacara Mandalabhisekam Pada Masyarakat Hindu Tamil Di Kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan . Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan perekaman. Informan yang yang didapat di lapangan berjumlah empat orang,

terdiri dari satu orang pendeta dan tiga orang merupakan pengurus kuil yang mengetahui dan aktif mengikuti upacara di kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan.

Penelitian difokuskan kepada Mantra yang diucapkan pada saat upacara. Mantra dalam upacara Mandalabhisekam ini diucapkan dengan cara dinyanyikan dengan kata lain

yaitu tehknik chanting. Chanting merupakan tekhnik pengucapan doa atau mantra yang diucapkan dengan bernyanyi.

Proses pentranskripsian musik dilakukan dengan program Sibelius dan cakewalk yang hasilnya akan dituliskan kedalam notasi balok. Skripsi ini mendeskripsikan upacara

Mandalabhisekam dan dituliskan dengan sistematis.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Agama Hindu merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Penyebaran

agama Hindu di sumatera utara berasal daerah pantai barat sumatera utara yang dulunya

menjadi pintu gerbang perdagangan. Dari daerah inilah penyebaran agama Hindu dimulai

hingga menyebar ke kota Medan yang menjadi pusat ibukota sumatera utara, hingga

membentuk suatu kumpulan penganut agama hindu. Kumpulan dari orang-orang pemeluk

agama Hindu dalam satu lingkungan menyebut kumpulan mereka ini sebagai masyarakat

Hindu1

Upacara Mandalabhisekam merupakan upacara peresmian peletakan arca-arca dewa

umat Hindu (Bhakta

. Dalam menjalankan dan melaksanakan ajaran agama Hindu yang dianut, masyarakat

Hindu melaksanakan kegiatan ibadah rutin yang dilaksanakan setiap hari di kuil.

Oleh karena ajaran agama menganjurkan untuk beribadah di kuil, maka masyarakat

Hindu membangun Kuil sebagai tempat beribadah atau sembahyang untuk memuja Sang

Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). Satu Kuil tempat persembahyangan yang baru

dibangun dan terdapat di Medan adalah Shri Balaji Venkateshwara Koil. Dan pada saat

peresmian kuil ini, dilakukanlah upacara Mandalabhisekam sebagai syarat agar kuil tersebut

dapat dipergunakan sesuai dengan aturan agama Hindu.

2

1

Wawancara dengan Bapak Suba Thina Thayalan,SE pada tanggal 12 April 2012

) yang antara lain perwujudan dari dewa Wishnu (Shri Balaji

Venkateshwara), perwujudan Shri Padmawati, perwujudan Shri Aandaal, perwujudan dewa

Ganesha (Shri Wisnu Ganapathi), perwujudan Shri Garuda, dan perwujudan Shri Hanuman

(14)

simbolis sebagai persyaratan dalam upacara Mandalabhisekam. Upacara ini dilakukan

selama 13 hari, dimana selama 12 hari para Bhakta akan rutin mengadakan doa yang dimulai

pada pukul 18.00 hingga 20.00. Upacara berdoa tersebut dilakukan untuk

mendoakan segala persiapan menyambut pelaksanaan upacara Mandalabhisekam serta

mendoakan kesucian arca-arca dewa umat Hindu. Selama dalam rentang waktu mengadakan

upacara ini, semua Bhakta yang terlibat diharuskan agar menjaga kesuciannya dengan cara

tidak mengkonsumsi bahan yang berasal dari hewani melainkan menjadi vegetarian. Pada

rentang waktu selama 13 hari ini juga para Bhakta dapat mengadakan acara ucapan syukur

kepada dewa dengan cara mengadakan jamuan makan kepada seluruh Bhakta.

Dan pada hari ke-13, upacara Mandalabhisekam merupakan puncak upacara, setelah

upacara peletakan arca-arca dewa dilakukan, selanjutnya dilakukan dua tahap upacara pada

hari yang bersamaan. Tahap pertama dilakukan pada pukul 08.00 - 12.30 yaitu upacara 108

Kalasa Thirumanjana dan tahap ke-dua akan dilakukan pada jam 17.00 - 20.00 yaitu upacara

Kalyana Mohotsava.

Tahap pertama, upacara yang dilakukan adalah upacara 108 Kalasa Thirumanjana,

yaitu upacara memandikan Vigraha Dewa Wishnu (Shri Balaji Venkateshwara) yang terdapat

di kuil dengan menggunakan sarana / perlengkapan susu, susu masam, minyak sapi, madu, air

kelapa muda, serbuk kunyit, serbuk cendana berikut air yang disucikan dan didoakan dari 108

kalasa yang disediakan Bhakta. Dalam upacara ini pendeta yang berkedudukan sebagai

pemimpin upacara akan mengucapkan mantra yang ditujukan kepada dewa-dewa yang

diagungkan. Upacara ini dilakukan oleh 108 pasangan yang berasal dari Bhakta. Manfaat

upacara 108 Kalasa Thirumanjana bagi para Bhakta yaitu akan mengalami penyembuhan

dari cacat mental, penyakit kronis, dan dikaruniai keturunan.

Dengan berpartisipasi dalam upacara 108 Kalasa Thirumanjana, Dewa Wishnu (Shri

(15)

kekhawatiran serta kendala lain Bhakta sehari-hari seperti kedamaian hati, panjang umur,

tambah harta, kemakmuran lingkungan, keselamatan bagi para petani (Dhana Dhanya

Samruthi), harmonisasi keluarga, dan pekerjaan / usahanya sendiri.

Tahap kedua yaitu upacara Kalyana Mohotsava yang merupakan upacara perkawinan

simbolis arca perwujudan Dewa Wishnu (Shri Balaji Venkateshwara) dengan arca

perwujudan Shri Padmawati dan arca perwujudan Shri Aandaal yang dilakukan oleh pendeta

dan seluruh Bhakta. Dalam upacara ini Bhakta yang terdiri dari wanita bersuami atau anak

gadis dapat membawa hantaran untuk perkawinan (Varisai Taddu) berupa dua macam buah,

bunga atau kalung bunga, gelang tangan, serbuk kunkuman, daun sirih, dan pinang yang

ditempatkan pada sebuah talam. Hantaran ini nantinya akan dipersembahkan kepada dewa

yang mereka sembah. Pada akhir upacara ini, arca dewa-dewi yang telah dikawinkan secara

simbolis akan diarak kejalanan sesuai lokasi yang telah disepakati, untuk mengabarkan

kepada semua Bhakta bahwa perkawinan yang dilakukan telah terlaksana dan memberi

berkat kepada para Bhakta yang tidak dapat hadir dalam upacara itu.

Dalam pelaksanaan upacara ini, pendeta juga akan mengucapkan mantra3 yang

diucapkan dengan tekhnik Chanting4

3

Mantra adalah kata-kata atau doa yang diucapkan atau dinyanyikan oleh pemimpin upacara yaitu Pendeta dalam upacara keagamaan, memiliki arti dan terkadang rahasia sifatnya.

, yang berasal dari kitab suci Veda, dan diiringi oleh

instrument Nagasvharam yaitu sejenis alat musik yang tergolong kedalam aerofon (alat

musik tiup) sebagai instrument utama pembawa melodi, ditambah iringan Thavil yaitu alat

musik berbentuk barrel yang tergolong kedalam membranofon dan Sruthi box. Sruthi box

yang dipakai pada upacara ini merupakan sejenis alat musik yang tergolong kedalam

elektrofon yang berfungsi sebagai drone (nada yang dimainkan secara terus menerus). Musik

(16)

Pada saat arak-arakan, musik dipercaya berfungsi sebagai penjaga dan pembawa roh dewa

yang diarak ke arah yang ingin dituju.

Fungsi dari mantra ini dipercayai oleh Bhakta dapat menjadi sarana komunikasi

penyampai keinginan dan ucapan syukur kepada dewa yang diagungkan serta sarana untuk

meminta berkat kepada dewa. Dalam mengucapkan mantra para Bhakta akan dipimpin oleh

seorang Aiyere Swamy (pendeta) kemudian diikuti oleh Bhakta, dimana mantra yang

diucapkan ini berasal dari Veda (kitab suci agama Hindu). Selama proses ini berlangsung

selalu diiringi oleh instrument Nagasvharam, Thavil, dan Shruti box. Mantra pada upacara

Mandalabhisekam ini merupakan suatu penyajian yang menarik perhatian penulis, karena

penulis percaya bahwa mantra memiliki peran yang sangat penting dan dapat dikatakan

upacara ini tidak akan tercapai jika mantratidak diucapkan.

Disini yang menjadi objek penelitian penulis adalah mantra yang dibacakan dengan

tekhnik bernyanyi. Berangkat dari sinilah penulis ingin mengetahui dan meneliti berbagai

aspek yang terkait dengan teks mantra yang terdapat dalam pelaksanaan upacara

Mandalabhisekam, nilai religius mantra yang tercermin dari pelaksanaan upacara

Mandalabhisekam, dan bagaimana nilai sastra yang berkaitan dengan aspek teks mantra yang

digunakan dalam upacara tersebut.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis memakai beberapa skripsi terdahulu sebagai

bahan referensi, yaitu S, Jhonny Edwin.1995. Pirartenei pada Aktifitas Religius Masyarakat

Tamil di Shri Mariaman Kuil-Medan: Kajian Struktur Musik Dan Teks. Medan: USU ,

Purba,Destri Damayanti. 2011. Studi Deskriptif Musik Dalam Konteks Upacara Adhi Triwula

Pada Masyarakat Hindu Tamil Di Kuil Shri Singgamma Kali Koil Medan. Medan: USU dan

Simanjuntak, Rina Gustriani.2011. Studi Analisis Musikal dan Tekstual Pembacaan Kitab

Shri Guru Granth Sahib Ji Pada Upacara Pahila Parkas Dihara Masyarakat Sikh di

(17)

Hal-hal di atas tersebut yang menjadi dasar penulis sehingga memilihnya menjadi

tugas akhir dalam menyelesaikan studi di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya

USU Medan. Dengan demikian penulis memberi judul: “STUDI DESKRIPTIF

PENGUCAPAN MANTRA DALAM KONTEKS UPACARA MANDALABHISEKAM

PADA MASYARAKAT HINDU TAMIL DI KUIL SHRI BALAJI VENKATESHWARA

KOIL MEDAN”.

1.2 Pokok Permasalahan

Pokok-pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana deskripsi upacara Mandalabhisekam yang berlangsung di kuil Shri Balaji

Venkatheswara Koil?

2. Bagaimana struktur melodi mantra pada upacara Mandalabhisekam?

3. Bagaimana fungsi mantra dalam upacara Mandalabhisekam?

4. Bagaimana makna teks mantra pada upacara Mandalabhisekam?

1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan penelitian

Tujuan penulis mengadakan penelitian dan penulisan ini adalah :

1. Untuk mendeskripsikan dan mendokumentasikan upacara Mandalabhisekam pada

masyarakat Hindu Tamil di kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan.

2. Untuk mengetahui struktur melodi mantra yang dipakai dalam upacara

Mandalabhisekam.

3. Untuk mengetahui fungsi mantra yang dipakai dalam upacara Mandalabhisekam.

(18)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat penelitian adalah:

1. Memberikan informasi tentang jalannya upacara Mandalabhisekam pada masyarakat

Hindu Tamil di kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan.

2. Memberikan kajian musikologis mantra pada suatu upacara religi yang melibatkan

unsur-unsur musikal dalam disiplin ilmu Etnomusikologi secara khusus dan ilmu

pengetahuan secara umum.

3. Salah satu bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang memiliki

keterkaitan dengan topik penelitian.

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Konsep atau pengertian, merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. R.Merton

mendefinisikan: “Konsep merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati; konsep

menentukan antara variabel-variabel mana kita ingin menentukan hubungan empiris”

(Merton, 1963: hal.89).

Adapun konsep musik dalam konteks upacara Mandalabhisekam yang dimaksud penulis

adalah musik vokal yang dalam hal ini adalah pengucapan mantra.

Kata deskriptif adalah bersifat menggambarkan apa adanya (KBBI 2005:258).

Upacara dalam konteks agama menurut Koentjaraningrat (1992:252) disebut sebagai

kelakuan agama (perasaan cinta, hormat, bakti, tetapi juga takut, ngeri, dan lain sebagainya)

yang bertujuan untuk mencari hubungan dengan dunia gaib.

Istilah masyarakat dalam penulisan judul memiliki arti seperti yang dikemukakan oleh

Soerjono Soekanto (1983:106-107), yaitu sebagai asosiasi manusia yang ingin mencapai

(19)

organisasi-organisasi tertentu. Selain itu Soerjono Soekanto menambahkan bahwa istilah masyarakat

sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai, norma-norma, tradisi, kepentingan-kepentingan, dan

lain sebagainya. Oleh karena itu, maka pengertian masyarakat tak mungkin dipisahkan dari

kebudayaan dan kepribadian.

Upacara Mandalabhisekam merupakan upacara peresmian kuil yang memiliki

tahapan, antara lain peletakan arca-arca dewa umat Hindu (Bhakta) yang antara lain

perwujudan dari dewa wishnu (Shri Balaji Venkateshwara), perwujudan dari Shri

Padmawati, perwujudan Shri Aandaal, perwujudan dari dewa Ganesha (Shri Wisnu

Ganapathi), perwujudan dari Shri Garuda dan perwujudan Shri Hanuman yang telah

didoakan dan nantinya akan dimandikan (disucikan) serta dikawinkan secara simbolis

sebagai persyaratan dalam upacara Mandalabhisekam, yang bertujuan untuk meminta berkat,

rejeki, umur yang panjang serta kesembuhan dari penyakit.

Mantra adalah doa yang diucapkan dengan tekhnik bernyanyi, yang ditujukan kepada

Sang Hyang Widhi dan agar diberikan berkat yang berkelimpahan dan segala sesuatu yang

mereka butuhkan. Konsep tentang pengucapan mantra secara Etnomusikologi dikategorikan

sebagai musik vokal, yang berpedoman pada pengertian musik adalah kejadian bunyi atau

suara dapat dipandang dan dipelajari jika mempunyai kombinasi nada, ritem dan dinamika

sebagai komunikasi secara emosi estetika atau fungsional dalam suatu kebiasaan atau tidak

berhubungan dengan bahasa (Malm dalam terjemahan Takari 1993: 85

Teori merupakan alat yang terpenting dari suatu ilmu pengetahuan. Tanpa teori hanya

ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan.

Kecuali (1) menyimpulkan generalisasi-generalisasi dari fakta-fakta hasil pengamatan, teori )

1.4.2 Teori

5

(20)

itu juga; (2) memberi kerangka orientasi untuk analisa dan klasifikasi dari fakta-fakta yang

dikumpulkan dalam penelitian; (3) memberi ramalan terhadap gejala-gejala baru yang akan

terjadi; (4) mengisi lowongan dalam pengetahuan kita tentang gejala-gejala yang telah atau

sedang terjadi. Teori dapat digunakan sebagai landasan kerangka berfikir dalam membahas

permasalahan.

Dalam menyelesaikan tulisan ini, berpegang pada beberapa teori yang berhubungan

dengan judul di atas. Teori yang dimaksud sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat

(1977:30), yaitu bahwa pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen

serta pengalaman kita sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh

pengertian tentang suatu teori-teori yang bersangkutan. Dengan demikian teori adalah

pendapat yang dijadikan acuan dalam membahas tulisan ini.

Berikut ini teori-teori yang digunakan yaitu:

1. Untuk mengkaji upacara Mandalabhisekam, penulis menggunakan konsep

unsur-unsur pendukung upacara yang dikemukakan Koentjaraningrat (1985:168) bahwa

upacara keagamaan terbagi atas 4 komponen, yaitu : (a) tempat upacara, (b) saat

upacara, (c) benda-benda dan alat-alat upacara, (d) orang-orang yang melakukan

dan memimpin upacara.

2. Untuk mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan dan fungsi mantra

sebagai musik vokal pada upacara Mandalabhisekam, penulis mengacu kepada

teori penggunaan dan fungsi musik. Teori ini seperti yang dikemukakan oleh

Merriam (1964:219-222) mengatakan secara implisit bahwa penggunaan (uses)

dilakukan dalam konteks upacara, yang dapat dilihat saat itu juga, sedangkan

fungsi (function) mempunyai dampak yang lebih jauh dan dalam. Merriam

menawarkan ada sepuluh fungsi musik antara lain : (1) fungsi pengungkapan

(21)

perlambangan, (5) fungsi reaksi jasmani, (6) fungsi komunikasi, (7) fungsi

kesinambungan budaya, (8) fungsi yang berkaitan dengan norma sosial, (9) fungsi

pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan, (10) fungsi pengintegrasian

masyarakat, tetapi Merriam tidak mengadakan pembatasan, mungkin fungsinya

lebih dari sepuluh. Merriam membagi penggunaan musik kedalam 5 (lima)

kategori, yaitu: 1) Hubungan musik dengan kebudayaan material, 2) Hubungan

musik dengan kelembagaan sosial, 3) Hubungan musik dengan manusia dan alam,

4) Hubungan musik dengan nilai-nilai estetika, 5) hubungan musik dengan bahasa.

Penggunaan (uses) musik berhubungan dengan kebiasaan-kebiasaan (folkways)

memainkan musik tersebut, baik sebagai aktifitas yang berdiri sendiri atau dalam

aktifitas yang lain.

3. Berkaitan dengan musikologis, teori Weighted Scale dari William P.Malm

(1977;8) mengatakan bahwa ada beberapa karakteristik yang harus diperhatikan

ketika mendeskripsikan melodi, yaitu: (1) Scale (tangga nada), (2) Nada Dasar, (3)

Range (wilayah Nada), (4) Frequency of notes (jumlah nada-nada), (5) Prevalent

Intervals (interval yang dipakai), (6) Cadence Patterns (pola-pola kadensa), (7)

Melodic Formulas (Formula-formula melodi), (8) Contour (kontur).

4. Untuk melihat hubungan antara teks mantra dengan melodi, penulis menggunakan

teori Malm (1977:8) mengatakan apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel

(suku kata), gaya ini disebut silabis, sebaliknya bila suatu silabel dinyanyikan

dengan nada-nada yang berjumlah banyak disebut melismatis. Kedua teori ini

penulis gunakan untuk menganalisis melodi mantra.

5. Dalam hal transkripsi terhadap mantra, penulis berpedoman kepada teori Nettl

(1964:98) yang memberikan dua pendekatan yaitu :

(22)

b) Kita dapat menulis apa yang kita dengar tersebut di atas kertas, dan kita

mendeskripsikan apa yang kita lihat tersebut.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi

sasaran ilmu yang bersangkutan. Untuk meneliti upacara Mandalabhisekam ini, penulis

menggunakan metode penelitian kualitatif, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kirk

Miller dalam Moleong (1990:3) yang mengatakan:

“Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang

secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri

dan berhubungan dengan orang-orang dalam bahasa dan peristilahannya”.

Penelitian kualitatif dapat dibagi dalam empat tahap yaitu : tahap sebelum ke

lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data dan penulisan laporan. Pada tahap pra lapangan

penulis mempersiapkan segala macam kebutuhan yang diperlukan sebelum turun ke dalam

penelitian itu sendiri. Dalam bagian ini disusun rancangan penelitian ini, menjajaki/menilai

keadaan lapangan, memilih informan, perlengkapan penelitian, dan etika penelitian.

Selanjutnya pada tahap pekerjaan di lapangan seorang peneliti untuk mengumpulkan

data semaksimal mungkin. Dalam hal ini, penulis menggunakan alat bantu yaitu Handycam

merk Sony, kamera digital merk Canon, dan catatan lapangan. Pengamatan langsung

(menyaksikan) upacara Mandalabhisekam pada bulan Maret.

Sedangkan wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang dalam pelaksanaan

tanya jawabnya berlangsung seperti percakapan sehari-hari. Informan biasanya terdiri dari

mereka yang terpilih saja karena sifat-sifatnya yang khas. Biasanya mereka telah mengetahui

(23)

Dalam tahap menganalisis data penulis mengorganisasikan data yang telah terkumpul

dari catatan lapangan, foto, studi kepustakaan, rekaman, dan sebagainya ke dalam suatu pola

atau kategori. Dan sebagai hasil akhir dari menganalisis data adalah membuat laporan yang

dalam hal ini adalah penulisan skripsi.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Dalam tahapan ini penulis mencari, mempelajari, dan menggunakan literatur-literatur

yang berhubungan dan dapat membantu pemecahan permasalahan. Dari hasil studi

kepustakaan yang dilakukan penelitian upacara Mandalabhisekam dalam hubungannya

dengan mantra masih sulit didapat.

Tujuan dari studi kepustakaan ini adalah untuk mendapatkan konsep-konsep, teori,

serta informasi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pembahasan atau penelitian, dan

menambah wawasan penulis tentang kebudayaan masyarakat Tamil yang diteliti yang

berhubungan dengan kepentingan pembahasan atau penelitian.

1.5.2 Penelitian Lapangan

Sebagai acuan dalam mengumpulkan data di lapangan, penulis berpedoman kepada

tulisan Harja W. Bachtiar dan Koentjaraningrat dalam buku Metode-metode penelitian

masyarakat. Dalam buku ini tersebut dikatakan, bahwa pengumpulan data dilakukan melalui

kerja lapangan (field work) dengan menggunakan:

(1). Observasi (Pengamatan)

Dalam hal ini penulis mengadakan pengamatan langsung, hal ini sesuai dengan

pendapat Harja W. Bachtiar (1990:114-115), bahwa seorang peneliti harus melihat langsung

(24)

maka pengamat menghadapi persoalan bagaimana cara ia dapat mengumpulkan keterangan

yang diperlukan tanpa harus bersembunyi, tetapi juga tidak mengakibatkan perubahan oleh

kehadirannya pada kegiatan-kegiatan yang diamatinya.

Mengacu pada teori di atas penulis mengumpulkan keterangan yang diperlukan

dengan cara mengamati sasaran penelitian, misalnya tentang jalannya upacara, sarana yang

dipergunakan, pelaku upacara, dan masalah-masalah lain yang relevan dengan pokok

permasalahan, dan dalam pengamatan, penulis juga melakukan pencatatan data-data di

lapangan

sebagai laporan hasil pengamatan penulis. Dalam hal ini penulis terlebih dahulu mendapat

ijin dari pihak panitia upacara.

(2). Wawancara

Wawancara dalam suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan keterangan tentang

kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian mereka itu, merupakan

suatu pembantu utama dari metode observasi.

Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi secara lisan dari

para informan. Untuk ini penulis mengacu pada pendapat Koentjaraningrat (1990:129-155)

yang membagi tiga kegiatan wawancara yaitu : persiapan wawancara, teknik wawancara, dan

pencatatan data wawancara. Wawancara terdiri dari wawancara terfokus, wawancara bebas,

dan wawancara sambil lalu.

Dalam wawancara terfokus, pertanyaan tidak mempunyai struktur tertentu tetapi

selalu terpusat kepada pokok permasalahan lain. Wawancara sambil lalu, sifatnya hanya

untuk menambah data yang lain. Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan ketiga

wawancara ini serta terlebih dahulu membuat daftar pertanyaan dan mencatat secara langsung

(25)

(3). Perekaman

Dalam hal ini penulis melakukan perekaman dengan 2 cara :

1. Perekaman yang penulis lakukan yaitu perekaman audio dengan menggunakan

handycam merk Sony mini DVD. Perekaman ini sebagai bahan analisis tekstual dan

musikal.

2. Untuk mendapatkan dokumentasi dalam bentuk gambar digunakan kamera digital

merk Canon. Pengambilan gambar dilakukan setelah terlebih dahulu mendapat ijin

dari pihak panitia dan panitia pelaksana.

1.5.3 Kerja Laboratorium

Kerja laboratorium merupakan proses penganalisisan data-data yang telah didapat dari

lapangan. Setelah semua data yang diperoleh dari lapangan maupun bahan dari studi

kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan pembahasan dan penyusunan tulisan,

sedangkan untuk hasil rekaman dilakukan pentranskripsian dan selanjutnya dianalisa. Pada

akhirnya hasil dari pengolahan data dan penganalisaan disusun secara sistematis dengan

mengikuti kerangka penulisan.

Untuk menyajikan aspek kebudayaan, penulis mengacu dari antropologi, aspek

struktur musik dari musikologi, dan juga unsur sosial lainnya (sesuai dengan keperluan

pembahasan ini), sebagaimana ciri Etnomusikologi yang inter-disipliner dan keseluruhannya

dikerjakan di dalam laboratorium Etnomusikologi), sehingga permasalahannya yang

merupakan hasil laporan penelitian yang disusun dalam bentuk skripsi. Jika data yang dirasa

masih kurang lengkap, maka penulis melengkapinya dengan menjumpai informan kunci atau

(26)

1.6 Pemilihan Lokasi Penelitian

Sebagai lokasi penelitian, penulis memilih Kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil, yang

terletak di Jalan Bunga Wijaya Kesuma no. 25-A, kelurahan Padang Bulan selayang II, kec.

Medan Selayang, Medan. Lokasi penelitian ini ditetapkan dengan beberapa alasan yaitu :

1. Kuil Shri Balaji Venkateshwara merupakan kuil yang baru dibangun dan upacara

ini hanya dilakukan pada saat pembangunan suatu kuil baru maupun pemugaran

kuil jika dibutuhkan. Di sini penulis mendapat ijin dari pihak panitia upacara

Mandalabhisekam dan pendeta untuk menyaksikan dan mengikuti jalannya

upacara ini, sebagai sarana tempat penelitian penulisan.

2. Penulis mengikuti jalannya upacara di Kuil dari awal hingga akhir upacara, karena

pelaksanaan upacara ini sangat jarang dilakukan.

3. Tokoh-tokoh agama yang mengetahui tata cara upacara ini masih ada yang

berdomisili di Medan.

1.7 Pemilihan Narasumber (Informan)

Untuk pengumpulan data yang diperlukan, penulis memilih beberapa informasi yang

dapat memberikan informasi-informasi yang berhubungan dengan objek penelitian ini. Hal

ini didukung oleh pendapat Koentjaraningrat (1977:163-164) mengenai informan pangkal

dan informan pokok.

1. Informan pangkal adalah informan yang memberikan petunjuk kepada peneliti

tentang adanya individu lain dalam masyarakat yang dapat memberikan berbagai

keterangan yang diperlukan.

Untuk penelitian ini yang menjadi informan pangkal adalah :

1. Bapak Drs.Gopala Krishna Naidu, SH, yaitu yang telah memberikan

(27)

2. Anan Kumar, yaitu pengurus upacara yang memberikan informasi dan

akses.

2. Informan pokok (kunci) adalah informan yang ahli tentang sektor-sektor

masyarakat atau unsur-unsur kebudayaan yang ingin kita ketahui.

Dalam penelitian ini yang menjadi informan pokok adalah :

1. Bapak Suba Thina Thayalan,SE, yaitu penerjemah sekaligu narasumber.

2. Pendeta V.Hanumacharyulu, pada saat melakukan wawancara peneliti dan

narasumber mengalami hambatan dalam hal komunikasi sehingga dibantu

oleh Bapak Suba Thina Thayalan, namun komunikasi diantara

keduanyapun tidak berjalan dengan lancar sehingga peneliti dalam tulisan

ini memasukkan data yang berhasil diterjemahkan oleh Bapak Suba Thina

Thayalan, dimana ketepatan dan kekurang tepatan data yang didapat di

(28)

BAB II

TINJAUAN UMUM MASYARAKAT HINDU TAMIL DI KOTA MEDAN

2.1 Asal Usul Orang Tamil

Menurut S. Ramakrishan dalam Edwin (1995:15-16) bahwa orang Tamil merupakan

rumpun bangsa Dravida. Disebutkan bahwa bangsa Dravida mendiami negeri India kira-kira

1000 tahun Sebelum Masehi. Kulit mereka berwarna gelap (Hitam). Kemudian kurang lebih

3.500 tahun yang lalu negeri itu kedatangan bangsa dari Persia yaitu Aria (N. Daldjoeni,

1991). Kedatangan mereka diperkirakan melalui barat laut India, yaitu selat Kaiber. Bangsa

Aria berkulit putih dan berbahasa Sanskrit. Lalu bangsa Aria menyerang dan berhasil

menaklukkan bangsa Dravida sehingga terdesak kebahagian selatan India. Dari adanya ras

bekulit putih (Aria) dan berkulit hitam (Dravida) maka penduduk India adalah hasil

percampuran keduanya. Warna kulit ini dijadikan dasar penggolongan masyarakat yang

disebut Kasta. Semakin terang warna kulitnya maka semakin tingggi kastanya, demikian

juga sebaliknya.

Dalam penggolongan masyarakat (kasta) tersebut, ada tiga pendapat mengenai

bangsa-bangsa berkulit hitam tersebut yang sulit dimasukkan ke dalam klasifikasi ras umat

manusia (N. Daljoeni, 1991:131-132), yaitu;

1. Pada mereka tidak terdapat ciri-ciri bangsa negro, mereka juga tidak dapat

digolongkan ke dalam ras campuran seperti yang di Amerika, disebutkan kaum

Mulat (campuran ras putih dan hitam)

2. Mereka juga tidak dapat digolongkan ke dalam bangsa Negro yakni bangsa kerdil

berkulit seperti yang tersebar di Filipina dan Indonesia utara. Namun ada

kemiripan dengan Negrito, yakni selain pendek posturnya, hidung, pipi dan

(29)

3. Adapun bagian ketiga dan terpenting yaitu banyak diantara mereka mirip dengan

bangsa Aborigin di benua Australia.

Pada masa sekarang ada empat Negara bagian di India selatan yang termasuk ke

dalam rumpun bangsa Dravida. Keempat Negara bahagian itu tersebut memiliki sistem

budaya termasuk bahasa dan aksara yang berbeda-beda kecuali agama. Keempat Negara

bahagian itu adalah:

1. Tamil Nadu, bahasa yang dipakai adalah bahasa Tamil.

2. Andhra Pradesh, yang dipakai adalah bahasa Telugu.

3. Karnataka, yang dipakai adalah bahasa kannada atau Kanarese.

4. Kerala, bahasa yang dipakai adalah Malayalam.

2.2Kedatangan Orang Tamil ke Kota Medan dan Sekitarnya

Ada beberapa catatan yang menguraikan tentang kedatangan orang Tamil ke kota

Medan dan sekitarnya. Salah satu diantaranya berpendapat bahwa suku bangsa ini adalah

sebenarnya telah datang ke Indonesia ribuan tahun yang lalu. Menurut sejarah, ekspansi Raja

Iskandar Zulkarnain dari Macedonia ke India tahun 334-362 SM mengakibatkan bangsa India

cerai berai berai dan banyak melarikan diri karena ketakutan. Penduduk di lembah sungai

Indus lari ke bahagian selatan India dan banyak yang terus lari ke Nikobar, Andaman dan

pulau Sumatera (Brahma Putro, 1981:38). Pada dasarnya keterangan tersebut tidak

menjelaskan mengenai bangsa India beretnis Tamil, tapi yang pasti kedatangan mereka ke

pulau Sumatera banyak mempengaruhi budaya setempat seperti adat-istiadat, religi, bahasa

dan kesenian. Dari keterangan tersebut dapat diperkirakan bahwa bangsa India dan

masuknya agama yang mereka anut di Sumatera Timur khususnya Deli serdang sudah terjadi

(30)

Sejarah tentang kedatangan orang Tamil ke Deli Serdang dapat dipastikan pada abad I

Masehi. Keterangan tersebut didapat dari buku tua yang berjudul “Manimagelai’ karangan

pujangga sitesar yang aslinya terbit pada abad I Masehi dan sangat populer di India menurut

Brahma Putro dalam Edwin (1995:17). Dalam buku tersebut disebutkan bahwa orang-orang

India beretnis Tamil bersama rombongannya tiba di sebuah kampung yang bernama Haru

(sekarang menjadi Karo).

Gelombang terakhir kedatangan orang Tamil ke Kota Medan dan sekitarnya yaitu

pada tahun 1872 sebagai kuli kontrak perkebunan bersama dengan orang-orang Jawa yang

dipekerjakan pada waktu itu sekitar ratusan orang, menurut Brahma Putro dalam purba

(2011:31). Mereka di datangkan dari India selatan, Malaysia dan singapura untuk menutupi

kekurangan tenaga kerja perkebunan-perkebunan milik Belanda. Sebahagian orang Tamil

yang bekerja di perkebunan banyak melarikan diri ke Medan untuk mencari perlindungan

sewaktu Jepang berkuasa serta pada tahun 1946 sebahagian orang Tamil kembali ke negara

asalnya (Burju Matua N, 1990:20-22).

Pada tahun 2011-2012, jumlah orang Tamil yang tinggal di kota Medan diperkirakan

berjumlah 80.000 jiwa. Perkembangan jumlah orang Tamil ini dapat dikatakan cukup pesat,

dimana pada tahun 2003 jumlah orang Tamil yang ada di kota Medan masih berjumlah

30.000 jiwa, hal tersebut dijelaskan oleh Bapak Suba Thina selaku narasumber. Hal ini

dikarenakan pertambahan keturunan dari generasi muda orang Tamil yang sudah menikah

dan berkeluarga. Disamping itu juga orang Tamil dapat bertahan dan meneruskan kehidupan

mereka dengan berbagai profesi atau pekerjaan yang mereka geluti seperti berdagang dan

wirausaha.

Bagi orang Tamil yang sudah tinggal di kota Medan, mereka tetap menjalankan

kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan budayanya. Untuk melaksanakan kegiatan

(31)

melaksanakan upacara yang berkaitan dengan keagamaan. Salah satunya adalah kuil Shri

balaji Venkateshwara yang terletak di kec. Selayang II Medan. Hal ini dilakukan agar tradisi

serta ajaran agama yang mereka anut dapat dijalankan dan dilaksanakan sesuai dengan

kepercayaan mereka.

2.3 Masyarakat Hindu Tamil

Masyarakat Hindu Tamil merupakan penggabungan antara kata Hindu dan Tamil.

Hindu merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia dan di dunia. Tamil merupakan

suku atau etnis pendatang yang datang ke Indonesia pada abad ke IV dan memilihi menetap

di Indonesia. Penggabungan kata ini menjadi suatu identitas yang dipakai oleh kelompok

orang Tamil yang memeluk agama hindu di suatu kelompok masyarakat.

Mereka menyebutkan bahwa mereka merupakan masyarakat Hindu Tamil disamping

berada dalam suatu kelompok masyarakat, juga karena mereka merasa memiliki asau-usul

serta identitas yang sama. Hal ini terbukti dalam kelompok masyarakat Hindu Tamil yang

berada di kawasan pasar IV padang bulan Medan yang menjadi tempat penelitian dan

menjadi objek penelitian. Jadi dari penjabaran diatas dapat dikatakan bahwa sekumpulan

orang Tamil yang memeluk agama Hindu dan tinggal dalam suatu kawasan tertentu,

menyebut identitas mereka sebagai masyarakat Hindu Tamil.

2.4 Agama Hindu

Kata Hindu berasal dari sebutan orang Persia yang datang ke India. Mereka

menyebut sungai Shindu/Indus yang mengalir di daerah barat India sebagai sungai Hindu.

Ketika agama Islam masuk ke India, kata Hindu muncul kembali dalam bentuk Hindustan.

(32)

Sanatana Dharma (Sanskrit) yang berarti Kebenaran Abadi. Agama Hindu tidak mempunyai

pendiri dan penyebarannya dilakukan oleh Kaum Brahmana. Selain tidak mempunyai

pendiri, agama Hindu memiliki perbedaan dengan agama lain yaitu tidak memakai istilah

Nabi, yang ada adalah Guru, Rsi dan Maharsi.

Dalam ajaran agama hindu, Tuhan adalah sebagai pencipta alam semesta dan isinya.

Umat Hindu di Indonesia menyebut Tuhan dengan gelar Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan

Yang Maha Esa). Selain bergelar Sang Hyang Widhi Wasa, Ia disebut juga dengan nama

Bhatara sebagai pelindung dewa tertinggi, Sang Hyang Parameswara sebagai raja termulia.

Di dalam manifestasinya sebagai dewa, Sang Hyang Widhi Wasa dapat

dikelompokkan dalam tiga bagian besar, yang disebut dengan Tri Murti yang terdiri dari:

1. Dewa Brahma, bertugas sebagai pencipta alam semesta dan disimbolkan dengan A.

2. Dewa Wisnu, bertugas sebagai pemelihara dan pelindung alam semesta dan

disimbolkan dengan U.

3. Dewa Siwa, bertugas sebagai Pemeralina (pengembali segala isi alam semesta ke

asalnya) dan disimbolkan dengan M.

Menurut ajaran agama Hindu, Tuhan disimbolkan dengan dengan aksara AUM atau

OM, yaitu suara yang terdengar dari meditasi yang paling terdalam dan dijadikan nama yang

paling tepat untuk Tuhan. Hal ini memberikan arti bahwa Sang Hyang Widhi mempunyai

sifat yang Esa yang disebut dalam nama ketiga Dewa sekaligus.

Selain manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa sebagai dewa yang disebut Tri Murti,

terdapat juga tiga pendamping / Sakti, yaitu:

1. Saraswati, yaitu dewi pengetahuan dan kesenian. Saktinya Dewa Brahma,

disebut Dewi Kebijaksanaan.

2. Lakshmi, yaitu dewi cahaya, kecantikan dan keberuntungan. Saktinya Dewa

(33)

3. Parvati, yaitu dewi rumah tangga dan keibuan. Saktinya Dewa Siwa, disebut

dewi Kekuatan Sakral.

Disamping ketiga bentuk pasangan diatas, ada juga Ganapati / Ganesha, yaitu dewa

pendidikan yang merupakan anak pertama dari Siwa dan Parvati, serta Muruga, yaitu dewa

Keindahan dan dipercaya membawa bahasa Tamil, yang merupakan adik dari Ganesha.

Agama Hindu percaya dengan adanya Panca Cradha (kepercayaan) yaitu:

1. Percaya akan adanya Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa)

Sang Hyang Widhi Wasa adalah penguasa segala yang ada, tidak ada yang luput

dari Kuasa-Nya. Karena Tuhan tidak terjangkau oleh pikiran maka orang

membayangkan bermacam-macam sesuai dengan pikirannya. Sang Hyang Widhi

Wasa dipanggil Brahma sebagai pencipta, Wisnu sebagai pemelihara dan Siwa

sebagai pengembali alam semesta.

2. Percaya akan adanya Atma

Atma yaitu satu bagian dari Brahma yang dipercaya oleh umat Hindu terdapat

dalam setiap diri manusia.

3. Percaya akan adanya Karma Phala

Karma adalah segala kegiatan dalam bentuk pikiran, ucapan, dan perbuatan baik

yang disadari maupun yang tidak disadari. Kata Phala berarti buah atau hasil,

sehingga Karma Phala berarti segala Karma (perbuatan) yang menghasilkan

Phala (hasil).

4. Percaya terhadap adanya Purnarbhawa (Samsara)

Purnarbhawa atau Samsara yaitu kelahiran kembali ke bumi yang bertujuan

untuk memperbaiki diri dari segala kesalahan di masa lalu.

(34)

Moksa artinya kelepasan. Bila seseorang telah terlepas dari ikatan dunia ini maka

ia akan mencapai Moksa. Inilah tujuan akhir dari pemeluk agama Hindu. Orang

yang telah mencapai Moksa tidak lahir lagi ke dunia karena tidak ada apapun yang

mengikatnya lagi, maka ia telah bersatu dengan Sang Hyang Widhi Wasa.

Menurut ajaran agama Hindu ada empat jalan untuk mencapai Moksa, disebut Catur Yoga

yaitu:

1. Jnana Yoga yaitu melalui jalan pengetahuan

2. Bhakti Yoga yaitu melalui jalan kebaktian atau pengabdian

3. Karma Yoga yaitu melalui jalan perbuatan baik

4. Dhyana Yoga yaitu melalui jalan meditasi

2.5Veda, Kitab Suci Umat Hindu 2.5.1 Pengertian Veda

Kata Veda dapat dikaji melalui dua pendekatan, yaitu berdasarkan Estimologi (kata

dasar) dan berdasarkan Semantik (pengertiannya). Kata Veda berasal dari bahasa Sansekerta,

dari kata dasar Vid yaitu pengetahuan. Dari kata dasar ini berubah menjadi kata benda yang

artinya kebenaran, pengetahuan suci, kebijaksanaan dan secara sematik berarti kitab suci

yang mengandung abadi, ajaran suci atau kitab suci bagi umat Hindu. Sebagai kitab suci

umat Hindu maka ajaran Veda diyakini dan dipedomani oleh umat Hindu sebagai

satu-satunya sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari

maupun untuk waktu tertentu.

Diyakini sebagai kitab suci karena sifat isinya dan yang menurunkan (mewahyukan)

adalah Tuhan Yang Maha Esa Yang Maha Suci. Apapun yang diturunkan sebagai

(35)

petunjuk atau ajaran untuk hidup suci. Sebagai kitab suci, Veda adalah sumber ajaran agama

Hindu pada masa berikutnya. Dari kitab Veda atau Bruti mengalirlah ajaran Veda pada

kitab-kitab Sarti, Itihasa, Purane, kitab-kitab agama Tantra, Darsana, dan Tattwa yang diwarisi di

Indonesia. Veda mengandung ajaran yang memberikan keselamatan di dunia dan pada saat

pralaya (kiamat) nanti. Veda menuntun tindakan umat tidak terbatas pada tuntutan hidup

individual, tetapi juga dalam hidup bermasyarakat. Segala tuntutan hidup ditunjukkan

kepada umat dalam kitab suci.

2.5.2 Pembagian dan Isi Veda

Menurut Maurice Winternitz, kitab-kitab Veda terdiri dari empat pengelompokan dan

masing-masing kelompok tersebut dari sejumlah besar atau kebil yang diterima oleh para Rsi

(nabi) berupa mantra-mantra, baik secara individual maupun secara bersama-sama dalam

kelompok.

Pengelompokan itu adalah:

1. Samhita, yakni himpunan mantra-mantra Veda yang mengandung Upasana (doa

kebaktian, pemujaan, ucapan-ucapan syukur, petunjuk upacara korban), ajaran

filsafat dan lain-lain.

2. Brahmana, yakni uraian yang panjang tentang Ketuhanan / Theologi observasi

tentang jalannya upacara korban atau mistis dari upacara korban yang dilakukan

individu, kelompok, maupun upacara-upacara besar lainnya.

3. Aranyaka, mengandung ajaran tentang meditasi atau kehidupan menjadi bertapa di

hutan, juga ajaran Yoga untuk menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa,

tentang dunia dan kehidupan umat manusia.

(36)

Ada empat jenis Samhita yang masing-masing memiliki perbedaan satu dengan lainnya,

yaitu:

1. Rig Veda Samhita, yakni himpunan rc atau rk. RigVeda artinya pengetahuan suci

yang berhubungan dengan nyanyian pemujaan dan bila dihubungkan dengan Veda

akan menjadi Rig Veda.

2. Yajurveda Samhita, yakni kumpulan Makna Jayus, pengetahuan suci tentang

upacara korban.

3. Samaveda Samhita, yaitu kumpulan Mantra Saman, pengetahuan suci tentang

irama (melodi) mengembangkan mantra-mantra Veda.

4. Atharveda Samhita, yaitu kumpulan Mantra Atharvan, pengetahuan suci yang

memberikan manfaat berhubungan dengan kehidupan di dunia.

Keempat jenis mantra ini disebut Catur Veda. Kitab Catur Veda dapat

dikelompokkan ke dalam 4 kelompok isi, yang masing-masing dikembangkan lagi sebagai

pengetahuan yang berdiri sendiri, yaitu:

1. Kelompok yang membahas aspek Vijnana, yaitu kelompok mantra yang

membahas berbagai macam aspek pengetahuan, baik pengetahuan alam sebagai

ciptaan-Nya, termasuk theologi, kosmologi, dan lain-lain yang bersifat metafisik.

Kata Vijnana berarti kebijaksanaan tertinggi.

2. Kelompok yang membahas aspek karma, yaitu kelompok mantra mengenai

berbagai aspek atau jenis karma sebagai dasar atau cara dalam mencapai tujuan

hidup manusia.

3. Kelompok yang membahas Upasana, yaitu kelompok mantra yang membahas

segala aspek yang ada kaitannya dengan petunjuk dan cara untuk mendekatkan

diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kata Upasana berarti usaha mendekatkan

(37)

4. Kelompok yang membahas aspek Jnana, yaitu kelompok mantra yang membahas

segala aspek pengetahuan secara umum sebagai ilmu murni.

Mengingat mantra-mantra Veda sukar dipahami dan mungkin kurang menarik minat

bagi umat yang awam di bidang kerohanian, para Rsi menyusun kitab-kitab sastra

sebagai alat bantu memahami ajaran tersebut.

2.6 Pendidikan

Dalam mengikuti perjalanan upacara Mandalabhisekam, penulis juga banyak

bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Selain bersosialisasi, penulis juga mengamati

Bhakta yang datang ke kuil bahkan orang-orang yang mengikuti pelaksanaan upacara

Mandalabhisekam juga.

Pada saat upacara telah selesai, penulis mewawancarai salah satu Bhakta kuil Shri

Balaji Venkateshwara yaitu Bapak Suba Thina Thayalan dengan maksud menanyakan tingkat

pendidikan Bhakta yang berada di kuil Shri Balaji Venkateshwara. Dapat dikatakan bahwa

secara umum tingkat pendidikan Bhaktanya beragam, mulai dari sekolah dasar, sekolah

menengah pertama, sekolah tingkat atas hingga sarjana. Sumber mengatakan hal ini terjadi

karena tingkat perekonomian Bhakta berbeda-beda, semakin tinggi tingkat perekonomian

Bhakta semakin tinggi juga tingkat pendidikannya.

2.7 Mata Pencaharian

Mata pencaharian Bhakta di kuil Shri Balaji Venkateshwara dapat dikatakan sebagian

besar sebagai wiraswasta yaitu sebagai pedagang dan karyawan. Namun selain itu ada juga

yang bekerja sebagai pegawai negeri. Bagi yang wanita, kebanyakan hanya sebagai ibu

(38)

2.8Aspek Kesejarahan Kuil Shri Balaji Venkateshwara di Kota Medan

Alkisahnya bermula pada awal tahun 1990 atas pemikiran bersama 3 orang pemuka

masyarakat Hindu di Medan perlu disediakan sebuah pusat pertemuan umat Hindu berupa

sebuah Kuil dan Hall di Kec. Medan Selayang Kotamadya Medan, mengingat dilingkungan

tersebut berdiam ±200 keluarga yang beragama Hindu keturunan India. Maka dengan niat

yang tulus untuk berbuat yang baik dan bermanfaat bagi umat Hindu dalam membangun dan

mengembangkan spiritual dan cultural, ketiga donator ini membeli sebidang tanah pertapakan

seluas 1.430M¬2 (26 x 55M) sekaligus menimbun dan memagar kavling tersebut. Hari,

bulan dan tahunpun berjalan, akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1995

hingga tahun 2005, rencana pembangunan proyek dimaksud tertunda untuk beberapa tahun.

2 tahun lalu atas inisiatif masyarakat Hindu setempat dan persetujuan donatur selaku pemilik

kavling tersebut telah didirikan sebuat bangunan darurat untuk dijadikan Kuil dengan

menempatkan sebuah photo Shri Venkateshwara sebagai wadah pemujaan dan diberi nama

Kuil Shri Balaji Venkateshwara dan umat melakukan aktivitas rutin di kuil tersebut dengan

antusias hingga saat ini serta menjalankan even-even hari besar keagamaan secara hidmat.

Melihat perkembangan aktivitas ini pihak donator yang tiga orang yaitu Sdr. M.

Jayaraman Naidu, Drs. M. Pubalen Naidu dan Suba Tirumal Naidu pada tanggal 22 Juli 2007

di bantu beberapa tokoh umat Hindu di Medan telah mendirikan sebuah wadah yang diberi

nama Yayasan Shri Maha Wishnu yang didukung oleh 62 orang sebagai pendiri sekaligus

membentuk kepengurusan Yayasan. Tujuan dibentuknya yayasan ini guna menjalankan

tugas dan mengelola Kuil tersebut berserta asetnya dan merupakan satu badan hukum yang

dapat mempertanggung jawabkan segala sesuatunya dikemudian hari.

Selanjutnya ketiga orang donator tersebut juga telah menghibahkan status tanah

tersebut menjadi hak milik Yayasan Shri Maha Wishnu pada bulan Maret 2008.

(39)

pembangunan Kuil Shri Balaji Venkateshwara serta Maha Wisnu Mandapa (HALL) yang

dananya diharapkan akan di dapatkan dari sumbangan masyarakan luas baik di Indonesia

maupun luar negeri yang mana sumbangan ini sifatnya tidak mengikat.

Pada saat pembangunan kuil selesai dilaksanakan, Bhakta dapat mempergunakan kuil

sebagai tempat sembahyang atau beribadah kepada Sang Hyang Widhi Wasa dalam

keseharian maupun upacara-upacara yang bersifat tahunan.

Pengurus yayasan

telah menyiapkan gambar rencana proyek bangunan Kuil dan Mandappa dimaksud dan telah

pun mendapat izin untuk mendirikan bangunan dari pihak pemerintah Kotamadya Medan.

Berikut merupakan jadwal kegiatan ibadah harian yang dilakukan di kuil :

1. Hari Minggu ke hari Jumat

06.00 - 06.30 Suprabatham, yaitu saat membaca kidung untuk

membangunkan

06.30 - 08.00 Dharisanam, yaitu saat ibadah di kuil

08.00 - 09.30 Suddhi, Thomala, Archanai, Nivedhana, Aarti, yaitu

membersihkan arca, memakaikan bunga serta memberi

makan pada waktu bunyi lonceng.

09.30 - 11.00 Dharisanam, yaitu saat ibadah di kuil

11.00 Tutup

17.30 - 18.00 Dharisanam, yaitu saat ibadah di kuil

18.00 - 18.30 Suddhi, Thomala, Archanai, Nivedhana, Aarti, yaitu

membersihkan arca, memakaikan bunga serta memberi

makan pada waktu bunyi lonceng.

18.30 – 20.00 Dharisanam, yaitu saat ibadah di kuil

20.00 – 20.30 Suddhi, Ekanta Seva, yaitu saat menidurkan Dewa

(40)

2. Hari Sabtu

06.00 - 06.30 Suprabatham, yaitu saat membaca kidung untuk

membangunkan

06.30 - 07.00 Dharisanam, yaitu saat ibadah di kuil 07.00 – 08.00 Abhisekam, yaitu memandikan arca

08.00 – 09.00 Alankaram, yaitu merias arca dewa

09.00 – 10.00 Suddhi, Thomala, Archanai, Nivedhana, Aarti, yaitu

membersihkan arca, memakaikan bunga serta

memberi makan pada waktu bunyi lonceng.

10.00 – 11.00 Dharisanam, yaitu saat ibadah di kuil

11.00 Tutup

17.30 – 18.00 Dharisanam, yaitu saat ibadah di kuil

18.00 - 18.30 Suddhi, Thomala, Archanai, Nivedhana, Aarti, yaitu

membersihkan arca, memakaikan bunga serta memberi

makan pada waktu bunyi lonceng.

18.30 – 20.00 Dharisanam, yaitu saat ibadah di kuil

20.00 – 20.30 Suddhi, Ekanta Seva, yaitu saat menidurkan Dewa

20.30 Tutup

Acara tahunan yang dilaksanakan di kuil yaitu :

1. Tanggal 23 Maret : Sri Nandana Naama Samvatsara

Pramrambham (Tahun baru saka)

2. Tanggal 1 April : Sri Ramanavami (Festival hari kelahiran

(41)

3. Tanggal 15 Mei : Hanuman Jayanthi (Festival hari kelahiran

6. Tanggal 16 Oktober : Devi Navarathrula Prarambham (Pemujaan

kepada Dewi Laksmi selama 9 malam)

7. Tanggal 24 Oktober : Dasara (Perayaan hari ke-10 setelah 9

malam)

8. Tanggal 13 November : Deepavali (Hari kemenangan)

9. Tanggal 27 November : Kartika Depotsavam (Upacara pemujaan bulan

purnama suci)

10.Tanggal 23 Desember : Vaikunta Ekadasi (Pemujaan kepada Dewa

Wishnu yang membuka surga)

11.Tanggal 15 Januari : Maha Sankranti (Pemujaan kepada Batara

surga)

12.Tanggal 21 Februari : Shri Balaji Venkateshwara Koil Pratama

Vaarsakotchavam (Perayaan ulang tahun kuil)

13.Tanggal 1 April : Sri Vijaya Naama Samvatsara Prarambham

(Tahun baru)

2.9 Kuil Shri Balaji Venkateshwara

Shri Balaji Venkateshwara terletak di jalan Bunga Wijaya Kesuma no. 25-A,

(42)

dengan konsep bangunan yang sederhana. Shri Balaji Venkateshwara adalah Avatara

(penjelmaan) Dewa Wisnu pada saat turun ke bumi. Dewa ini begitu dipuja dan

dihormati oleh umat Hindu. Bangunan kuil Shri Balaji Venkateshwara memiliki ukuran

luas 26 x 55 meter. Dari segi bangunan, kuil ini telah mengalami banyak perombakan

secara total dari bangunan lama ke bangunan baru. Letak bagian depan kuil ini tepat

menghadap matahari terbit dengan kata lain menghadap timur. Jadi Bhakta yang

melaksanakan ibadah menghadap ke barat berhadapan dengan arca dewa-dewa yang

menghadap ke arah timur. Menurut Bapak Suba Thina Thayalan, umumnya kuil-kuil

menghadap ke arah timur, karena konsep arah matahari terbit menurut agama Hindu

Tamil yaitu matahari merupakan sinar Ilahi yang datang tepat menuju arca dewa.

Kemudian sinar yang ada pada dewa dipantulkan kepada orang yang melaksanakan

ibadah. Di bagian dinding bagian atas kuil, atap kuil dan bagian dalam kuil terdapat

patung / arca dewa dan dewi agama Hindu.

Di bagian depan kuil juga terdapat Kodimaram / Dhvajastambha (Sansekerta)

yaitu sejenis tiang bendera yang disebutkan sebagai penggambaran dari bagian-bagian

kuil, yang terdiri atas:

1. Garbhagraham (Aaknyai) yaitu bagian kepala

2. Artha Mandapam (Visuthi) yaitu bagian leher

3. Maha Mandapam (Anaahatanam) yaitu bagian dada

4. Snana Mandapam (Manipurakam) yaitu bagian perut

5. Alankara Mandapam (Swathishtanam) yaitu bagian tangan

6. Sabha Mandapam (Mulatharam) yaitu bagian kaki

(43)

Gambar 2.1 Kodimaram / Dhvajastambha

Lambang AUM terbuat dari bahan besi yang merupakan gambaran kehidupan

mahluk hidup di dunia yang dirangkum oleh Tuhan Yang Maha Esa diletakkan di bagian

paling atas kuil. Di bagian belakang terdapat kantor dan Maha Wishnu Mandapa (HALL)

yang dipergunakan untuk mengurusi segala urusan inventaris kuil serta dipergunakan juga

(44)

Gambar 2.2 Sketsa Kuil Shri Balaji Venkateshwara tampak depan

Gambar 2.3 Sketsa Kuil Shri Balaji Venkateshwara tampak samping

2.9.1 Aturan Sebelum Masuk ke Kuil

(45)

1. Membersihkan diri dengan mandi (keramas).

2. Mengenakan pakaian yang bersih, sopan dan khas, antara lain : warna tidak

menyolok, laki-laki memakai kemeja atau Jippa dan Thundu (selendang) dan

perempuan memakai Saree, Paavaadai atau Dhavani.

3. Tidak memakai perhiasan yang berlebihan.

4. Bagi mereka yang datangnya tidak dari rumah, diperbolehkan memakai pakaian

bebas asalkan tidak berwarna hitam.

5. Memakai Sricharana atau Thiruman atau Namam berbentuk U atau Y yang

melambangkan kaki Shri Balaji Venkateshwara dan Srichurnam atau Trishaum

atau Sendhuram berbentuk garis tegak yang melambangkan kekuatan Lakshmi.

6. Kaum perempuan dianjurkan menghias rambutnya dengan bunga dan mengenakan

bubuk Kunkuman berbentuk bulat di tengah kening.

7. Bagi perempuan yang sedang mengalami haid / menstruasi tidak diperbolehkan

masuk ke dalam kuil, sebelum hari ketiga sesudah haid.

8. Membawa buah kelapa, daun sirih, buah pinang, buah pisang, buah-buahan yang

lain, Karpuram / Sudam, minyak sapi, kalung bunga, beberapa kuntum bunga dan

Dupa / Bathi. Jika tidak dapat menyediakan keseluruhan, minimal ada membawa

beberapa kuntum bunga yang wangi.

9. Sebaiknya pergi bersama keluarga, karena hal ini menunjukkan perasaan cinta

(Anbu), kasih sayang (Paasam) dan kesetiaan. Sekaligus membimbing anak agar

bermoral dan menjadi anak Hindu yang baik.

2.9.2 Larangan di Dalam Kuil

Larangan ketika berada di dalam kuil yaitu :

1. Menyentuh Vigraham (Arca)

(46)

3. Bersembahyang / berjalan / berdiri diantara Mulamurti atau Palipidam

4. Bersembahyang dan mengitari kuil ketika Vigraham (Arca) ditutupi kain tirai atau

ketika Abishekam sedang berlangsung

5. Berbicara perihal isu atau gosip

6. Melakukan pemujaan tidak pada waktunya

7. Berdiri jauh dan hanya mengamati puja yang sedang dilaksanakan

8. Mengenakan pakaian yang tidak layak

9. Melanggar aturan atau cara pemujaan

10.Bersujud di tempat lain selain tempat yang ditentukan

11.Menyalakan Karpuram (kapur barus) tidak pada waktu dan tempat yang tepat

12.Menempatkan bunga, buah dan bahan lainnya tanpa melalui Archagar / pendeta

13.Datang ke kuil dengan tujuan lain

14.Mangambil barang milik kuil untuk digunakan sendiri

15.Mengusapkan tangan pada pilar dan dinding kuil setelah menerima Prasadham

(47)

BAB III

DESKRIPSI UPACARA MANDALABHISEKAM

3.1 Pengertian Upacara Mandalabhisekam

Upacara Mandalabhisekam merupakan upacara peresmian peletakan arca-arca dewa

umat Hindu (Bhakta) yang antara lain perwujudan dari dewa Wishnu (Shri Balaji

Venkateshwara), perwujudan Shri Padmawati, perwujudan Shri Aandaal, perwujudan dewa

Ganesha (Shri Wisnu Ganapathi), perwujudan Shri Garuda, dan perwujudan Shri Hanuman

yang telah didoakan dan nantinya akan dimandikan (disucikan) serta dikawinkan secara

simbolis sebagai persyaratan dalam upacara Mandalabhisekam. Setelah upacara peletakan

arca-arca dewa dilakukan, selanjutnya dilakukan dua tahap upacara pada hari yang

bersamaan. Tahap pertama dilakukan pada pukul 08.00 - 12.30 yaitu upacara 108 Kalasa

Thirumanjana dan tahap kedua akan dilakukan pada jam 17.00 - 20.00 yaitu upacara Kalyana

Mohotsava. Tahap pertama, upacara yang dilakukan adalah

upacara 108 Kalasa Thirumanjana, yaitu upacara memandikan Vigraha Dewa Wishnu (Shri

Balaji Venkateshwara) yang terdapat di kuil dengan menggunakan sarana/perlengkapan susu,

susu masam, minyak sapi, madu, air kelapa muda, serbuk kunyit, serbuk cendana berikut air

yang disucikan dan didoakan dari 108 kalasa yang disediakan Bhakta. Upacara ini dilakukan

oleh 108 pasangan yang berasal dari Bhakta. Manfaat upacara 108 Kalasa Thirumanjana

bagi para Bhakta yaitu akan mengalami penyembuhan dari cacat mental, penyakit kronis, dan

dikaruniai keturunan. Dengan berpartisipasi dalam upacara 108

Kalasa Thirumanjana, Dewa Wishnu (Shri Balaji Venkateshwara) sebagai pelipur lara

Bhakta akan memberikan obat dan kepuasan dari kekhawatiran serta kendala lain Bhakta

(48)

keselamatan bagi para petani (Dhana Dhanya Samruthi), harmonisasi keluarga, dan

pekerjaan /usahanya sendiri.

Tahap kedua yaitu upacara Kalyana Mohotsava yang merupakan upacara perkawinan

simbolis arca perwujudan Dewa Wishnu (Shri Balaji Venkateshwara) dengan arca

perwujudan Shri Padmawati dan arca perwujudan Shri Aandaal yang dilakukan oleh pendeta

dan seluruh Bhakta. Dalam upacara ini Bhakta yang terdiri dari wanita bersuami atau anak

gadis dapat membawa hantaran untuk perkawinan (Varisai Taddu) berupa dua macam buah,

bunga atau kalung bunga, gelang tangan, serbuk kunkuman, daun sirih, dan pinang yang

ditempatkan pada sebuah talam. Hantaran ini nantinya akan dipersembahkan kepada dewa

yang mereka sembah. Pada akhir upacara ini, arca dewa-dewi yang telah dikawinkan secara

simbolis akan diarak kejalanan sesuai lokasi yang telah disepakati, untuk mengabarkan

kepada semua Bhakta bahwa perkawinan yang dilakukan telah terlaksana dan memberi

berkat kepada para Bhakta yang tidak dapat hadir dalam upacara itu.

3.2 Latar Belakang dan Tujuan Pelaksanaan Upacara

Semua umat Hindu percaya bahwa alam semesta beserta isinya baik yang berada di

segala penjuru bumi, di lautan maupun di angkasa merupakan bagian dari tubuh Sang Hyang

Widhi meskipun tidak tampak langsung oleh manusia. Umat Hindujuga percaya bahwa bumi

beserta isinya diciptakan oleh Sang Hyang Widhi bertujuan untuk kehidupan manusia

ciptaannya. Cara yang paling mudah dan paling indah untuk mendekati Sang Hyang Widhi

adalah melalui rasa.

Untuk membangkitkan rasa cinta kepada Sang Hyang Widhi maka diperlukan suatu

kondisi tertentu, kondisi yang dapat membangkitkan rasa Ketuhanan muncul dan hidup

dengan baik. Hal inilah yang membuat umat Hindu mendirikan kuil di tempat-tempat yang

Gambar

Gambar 2.1 Kodimaram / Dhvajastambha
Gambar 2.2  Sketsa Kuil Shri Balaji Venkateshwara tampak depan
Gambar 3.6 Aiyere Swamy (Pendeta)
Gambar 3.7 Panitia dan Bhakta
+7

Referensi

Dokumen terkait

Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang sudah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah; (3) Peraturan perundang-undangan.. yang terkait dengan

Berdasarkan gambar 4.15 setelah aplikasi dapat diinstal di laptop/ smartphone maka proses selanjutnya yaitu Login menggunakan alamat email dari gmail yang terdaftar pada

Penelitian menyimpulkan: Pertama , di bawah pengaruh paradigma kebebasan berkontrak atau otonomi kehendak didapatkan dasar bekerjanya sistem hukum untuk menjustifikasi dasar

Dalam penelitian ini akan dijelaskan kalimat imperatif apa saja yang digunakan dalam upacara mangompoi jabu pada etnik Batak Toba beserta makna dan fungsinya..

[r]

Apakah undang-undang tentang hak cipta dapat bersinergi dengan struktur dan budaya hukum masyarakat Indonesia sehingga dapat mewujudkan sistem hukum yang mampu melahirkan

Pada kalimat (16) mengandung imperatif bermakna permohonan. Yaitu permohonan berupa doa dari pihak raja parhata atau pembicara, agar pihak hasuhuton mendapat pertolongan berupa

Penggunaan media visual berupa kerikil digunakan Nabi Muhammad S.A.W. dalam proses pembelajaran, hal ini sebagai mana hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi.