STUDI DESKRIPTIF PENGUCAPAN MANTRA DALAM KONTEKS UPACARA
MANDALABHISEKAM PADA MASYARAKAT HINDU TAMIL DI KUIL SHRI
BALAJI VENKATESHWARA KOIL MEDAN
SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O
L E H
SANDRO BATUBARA
NIM: 080707019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI SARJANA
Judul:
STUDI DESKRIPTIF PENGUCAPAN MANTRA DALAM KONTEKS UPACARA
MANDALABHISEKAM PADA MASYARAKAT HINDU TAMIL DI KUIL SHRI
BALAJI VENKATESHWARA KOIL MEDAN
SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O
L E H
SANDRO BATUBARA NIM : 080707019
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dra. Heristina Dewi, M.Pd Drs. Bebas Sembiring, M.Si. NIP: 196605271994032010 NIP: 195703131992031001
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang ilmu Etnomusikologi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN
ABSTRAKSI
Skripsi ini berjudul Studi Deskriptif Pengucapan Mantra Dalam Konteks Upacara Mandalabhisekam Pada Masyarakat Hindu Tamil Di Kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan . Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan perekaman. Informan yang yang didapat di lapangan berjumlah empat orang,
terdiri dari satu orang pendeta dan tiga orang merupakan pengurus kuil yang mengetahui dan aktif mengikuti upacara di kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan.
Penelitian difokuskan kepada Mantra yang diucapkan pada saat upacara. Mantra dalam upacara Mandalabhisekam ini diucapkan dengan cara dinyanyikan dengan kata lain
yaitu tehknik chanting. Chanting merupakan tekhnik pengucapan doa atau mantra yang diucapkan dengan bernyanyi.
Proses pentranskripsian musik dilakukan dengan program Sibelius dan cakewalk yang hasilnya akan dituliskan kedalam notasi balok. Skripsi ini mendeskripsikan upacara
Mandalabhisekam dan dituliskan dengan sistematis.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena berkat dan
kemurahan-Nya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih Ya Bapa... atas
kebaikan-Mu kepada penulis. Skripsi ini berjudul Studi Deskriptif Pengucapan Mantra Dalam Konteks Upacara Mandalabhisekam Pada Masyarakat Hindu Tamil Di Kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang S-1 dan memperoleh gelar Sarjana Seni (S.Sn) pada Departemen
Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berisikan hasil
penelitian mengenai deskripsi upacara Mandalabhisekam, transkripsi ritem dan melodi mantra, serta
membahas fungsi dan tujuan dari upacara dan mantra dalam upacara Mandalabhisekam.
Selama proses penyusunan skripsi, penulis memperoleh bantuan yang luar biasa banyak dan
baik dari Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd, selaku pembimbing I dan Bapak Drs. Bebas Sembiring,
M.Si., selaku pembimbing II. Kedua pembimbing ini sangat membantu penulis selama penyelesaian
skripsi. Mereka juga memberikan banyak pelajaran kepada penulis terutama hal kesabaran,
keberanian dan kepandaian dalam penulisan skripsi ini. Saran dan arahan mereka membuat penulis
semakin termotivasi dan semakin semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan
Fakultas Ilmu Budaya, Ketua dan Sekretaris Departemen Etnomusikologi, serta seluruh dosen-dosen
dan pegawai di lingkungan Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya, yang telah
memberikan peluang, kesempatan dan kemudahan hingga sampai kepada tahap penyelesaian skripsi
ini.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Gopala Krishna Naidu yang
telah bersedia menjadi informan pangkal di saat penulis melakukan proses penelitian lapangan.
Ucapan terima kasih juga kepada informan pokok yaitu Bapak V. Hanumacharyulu yang memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kuil dan juga sudah memberikan waktunya
Ucapan terima kasih kepada kedua orangtua saya tercinta, Bapak R. Batubara dan Mama E.
Silalahi. Terimakasih buat segala kerja keras dan kebaikan kalian sehingga saya bisa seperti
sekarang, terimakasih buat perhatian yang tak pernah putus-putus khususnya selama
pengerjaan skripsi ini, terimakasih buat motivasi-motivasi yang kalian berikan sehingga saya
tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih buat doa-doa yang kalian
panjatkan sehingga saya mendapatkan kekuatan dan penghiburan dari Tuhan. Penulis bangga
memiliki orangtua yang care seperti mereka. Secara khusus terima kasih buat doa-doa Bapak dan
Mama terutama kepada mama yang selalu setia mendoakan penulis. Mungkin sudah banyak
berlinang airmata di pipi mereka sepanjang membesarkan penulis hingga saat ini, tapi biarlah itu
semua dicukupkan ole Tuhan kepada mereka. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada
saudara-saudaraku yang ku sayangi yaitu lae dan kakakku Kel. Reynaldi Tambunan dan Haulian M K
Batubara, lae dan kakakku kel. Rizky Tambunan dan Doris K.H Batubara, lae Riko Aritonang dan
Roma S Batubara, kakakku Jojor M Batubara, kakakku Jelly E Batubara dan adikku Friska Batubara.
Terima kasih buat doa dan perhatian kalian semua sehingga membuat semangat bagi penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini. Kalian adalah bagian dari hidupku yang takkan pernah tergantikan sampai
kapanpun.
Terima kasih terkhusus juga buat dedek yang penulis sayangi dan cintai Reny Yulyati
Lumbantoruan yang selalu mengingatkan bahkan memotivasi penulis untuk mengerjakan skripsi ini.
Terima kasih de, walaupun terkadang merasa kesal melihat tingkahku yang aneh-aneh jika disaat
penat mengerjakan skripsi ini, tetapi dia tetap sabar dan selalu ikut membantu. Terima kasih juga buat
doa-doanya, perhatian dan pengertiannya selama ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kelompok kecilku yang sampai sekarang
belum ada nama, tetapi tetap kompak dan solid yaitu K Rina, Andro dan Pardon. Terima kasih buat
perhatian dan doa-doa kalian. Sampai kapanpun kalian tidak bisa terlupakanku karena melalui
kelompok inilah pengetahuan rohani penulis dapat semakin berkembang dan berkembang. Walaupun
kami bertiga terkadang usil dan nakal, tetapi k Rina selaku kakak rohani selalu sabar dan senyum
seperjuangan yang sudah saya anggap keluarga selama proses perkuliahan yaitu angkatan 2008 yaitu
Augusman Tafonao S.Sn., Yudhistira Siahaan S.Sn., Andro Hutabarat S.Sn., Pardon Simbolon S.Sn.,
Brian Harefa S.Sn., Marini Pratiwi Sinaga, Marliana Manik, Medina Hutasoit, Daniel Zai, Daniel
Sianturi, Mahyar Pane, Mario Sianipar, Nielson Sihombing, dan Rudi Silitonga. Terima kasih telah
menjadi saudara buatku. Tidak terasa sudah 4,5 tahun kita merasakan susah senang selama duduk
dibangku perkuliahan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepeda teman-teman satu kos yaitu
Daniel Sianturi, Zani Marbun, Bonggud Sidabutar, Erwin Simbolon, Erwin Sijabat, Reny
Lumbantoruan, dan Frita Pakpahan. Mereka adalah saudara seperjuangan merasakan bagaimana
enaknya anak kos. Terima kasih buat kalian semua.
Penulis mengucapkan beribu-ribu maaf apabila ada kata yang kurang berkenan dalam hati.
Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang sudah membantu penulis dalam
penyusunan skripsi ini, dan mohon maaf apabila ada nama yang lupa penulis cantumkan. Semoga
hasil penelitian dari skripsi ini dapat berguna bagi kebudayaan masyarakat Hindu Tamil, bagi
pembaca dan juga kepada peniliti berikutnya. Shalom!!!
Medan, Desember 2012
DAFTAR ISI
2.8 Aspek Kesejarahan Kuil Shri Balaji Venkateshwara di Kota Medan ... 27
2.9 Kuil Shri Balaji Venkateshwara ... ... 31
2.9.1 Aturan Sebelum Masuk ke Kuil ... ... 35
2.9.2 Larangan di Dalam Kuil ... ... 36
BAB III DESKRIPSI UPACARA MANDALABISHEKAM 3.1 Pengertian Upacara Mandalabhisekam ... ... 37
3.7.5 Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara Keagamaan ... 77
3.7.6 Fungsi Pengintegrasian Masyarakat ... ... 77
3.7.7 Fungsi Hiburan ... ... 78
BAB IV ANALISIS MUSIKAL PENGUCAPAN MANTRA PADA UPACARA MANDALABHISEKAM 4.1 Analisis Musik Pengucapan Mantra ... ... 79
4.2 Model Notasi ... ... 80
4.3.1.1 Tangga Nada Mantra 108 Kalasa Thirumanjana . ... 83
4.3.4.1 Frekuensi Pemakaian Nada Mantra 108 Thirumanjana ... ... 85
4.3.4.2 Frekuensi Pemakaian Nada Mantra Mohotsava ... ... 86
4.3.5 Jumlah Interval ... ... 86
4.3.5.1 Jumlah Interval Mantra 108 Kalasa Thirumanjana... 86
4.3.5.2 Jumlah Interval Mantra Kalyana Mohotsava... 87
4.3.6 Formula Melodik (Bentuk) ... ... 87
4.3.6.1 Analisis Bentuk, Frasa, dan Motif Pada Mantra 108 Kalasa Thirumanjana ... ... 88
4.3.6.2 Analisis Bentuk, Frasa, dan Motif Pada Mantra Kalyana Mohotsava ... ... 89
4.4.1 Gaya Musik Vokal Pada Mantra 108 Kalasa Thirumanjana ... 95
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.14 : Pendeta dan Bhakta mengelilingi Kuil serta memecahkan Kelapa... 64
Gambar 3.15 : Memukul Lonceng ... ... 64
Gambar 3.24 : Arak-arakan Dewa dan Dewi yang telah dikawinkan Simbolis .. ... 73
DAFTAR TABEL
Halaman
ABSTRAKSI
Skripsi ini berjudul Studi Deskriptif Pengucapan Mantra Dalam Konteks Upacara Mandalabhisekam Pada Masyarakat Hindu Tamil Di Kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan . Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan perekaman. Informan yang yang didapat di lapangan berjumlah empat orang,
terdiri dari satu orang pendeta dan tiga orang merupakan pengurus kuil yang mengetahui dan aktif mengikuti upacara di kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan.
Penelitian difokuskan kepada Mantra yang diucapkan pada saat upacara. Mantra dalam upacara Mandalabhisekam ini diucapkan dengan cara dinyanyikan dengan kata lain
yaitu tehknik chanting. Chanting merupakan tekhnik pengucapan doa atau mantra yang diucapkan dengan bernyanyi.
Proses pentranskripsian musik dilakukan dengan program Sibelius dan cakewalk yang hasilnya akan dituliskan kedalam notasi balok. Skripsi ini mendeskripsikan upacara
Mandalabhisekam dan dituliskan dengan sistematis.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Agama Hindu merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Penyebaran
agama Hindu di sumatera utara berasal daerah pantai barat sumatera utara yang dulunya
menjadi pintu gerbang perdagangan. Dari daerah inilah penyebaran agama Hindu dimulai
hingga menyebar ke kota Medan yang menjadi pusat ibukota sumatera utara, hingga
membentuk suatu kumpulan penganut agama hindu. Kumpulan dari orang-orang pemeluk
agama Hindu dalam satu lingkungan menyebut kumpulan mereka ini sebagai masyarakat
Hindu1
Upacara Mandalabhisekam merupakan upacara peresmian peletakan arca-arca dewa
umat Hindu (Bhakta
. Dalam menjalankan dan melaksanakan ajaran agama Hindu yang dianut, masyarakat
Hindu melaksanakan kegiatan ibadah rutin yang dilaksanakan setiap hari di kuil.
Oleh karena ajaran agama menganjurkan untuk beribadah di kuil, maka masyarakat
Hindu membangun Kuil sebagai tempat beribadah atau sembahyang untuk memuja Sang
Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). Satu Kuil tempat persembahyangan yang baru
dibangun dan terdapat di Medan adalah Shri Balaji Venkateshwara Koil. Dan pada saat
peresmian kuil ini, dilakukanlah upacara Mandalabhisekam sebagai syarat agar kuil tersebut
dapat dipergunakan sesuai dengan aturan agama Hindu.
2
1
Wawancara dengan Bapak Suba Thina Thayalan,SE pada tanggal 12 April 2012
) yang antara lain perwujudan dari dewa Wishnu (Shri Balaji
Venkateshwara), perwujudan Shri Padmawati, perwujudan Shri Aandaal, perwujudan dewa
Ganesha (Shri Wisnu Ganapathi), perwujudan Shri Garuda, dan perwujudan Shri Hanuman
simbolis sebagai persyaratan dalam upacara Mandalabhisekam. Upacara ini dilakukan
selama 13 hari, dimana selama 12 hari para Bhakta akan rutin mengadakan doa yang dimulai
pada pukul 18.00 hingga 20.00. Upacara berdoa tersebut dilakukan untuk
mendoakan segala persiapan menyambut pelaksanaan upacara Mandalabhisekam serta
mendoakan kesucian arca-arca dewa umat Hindu. Selama dalam rentang waktu mengadakan
upacara ini, semua Bhakta yang terlibat diharuskan agar menjaga kesuciannya dengan cara
tidak mengkonsumsi bahan yang berasal dari hewani melainkan menjadi vegetarian. Pada
rentang waktu selama 13 hari ini juga para Bhakta dapat mengadakan acara ucapan syukur
kepada dewa dengan cara mengadakan jamuan makan kepada seluruh Bhakta.
Dan pada hari ke-13, upacara Mandalabhisekam merupakan puncak upacara, setelah
upacara peletakan arca-arca dewa dilakukan, selanjutnya dilakukan dua tahap upacara pada
hari yang bersamaan. Tahap pertama dilakukan pada pukul 08.00 - 12.30 yaitu upacara 108
Kalasa Thirumanjana dan tahap ke-dua akan dilakukan pada jam 17.00 - 20.00 yaitu upacara
Kalyana Mohotsava.
Tahap pertama, upacara yang dilakukan adalah upacara 108 Kalasa Thirumanjana,
yaitu upacara memandikan Vigraha Dewa Wishnu (Shri Balaji Venkateshwara) yang terdapat
di kuil dengan menggunakan sarana / perlengkapan susu, susu masam, minyak sapi, madu, air
kelapa muda, serbuk kunyit, serbuk cendana berikut air yang disucikan dan didoakan dari 108
kalasa yang disediakan Bhakta. Dalam upacara ini pendeta yang berkedudukan sebagai
pemimpin upacara akan mengucapkan mantra yang ditujukan kepada dewa-dewa yang
diagungkan. Upacara ini dilakukan oleh 108 pasangan yang berasal dari Bhakta. Manfaat
upacara 108 Kalasa Thirumanjana bagi para Bhakta yaitu akan mengalami penyembuhan
dari cacat mental, penyakit kronis, dan dikaruniai keturunan.
Dengan berpartisipasi dalam upacara 108 Kalasa Thirumanjana, Dewa Wishnu (Shri
kekhawatiran serta kendala lain Bhakta sehari-hari seperti kedamaian hati, panjang umur,
tambah harta, kemakmuran lingkungan, keselamatan bagi para petani (Dhana Dhanya
Samruthi), harmonisasi keluarga, dan pekerjaan / usahanya sendiri.
Tahap kedua yaitu upacara Kalyana Mohotsava yang merupakan upacara perkawinan
simbolis arca perwujudan Dewa Wishnu (Shri Balaji Venkateshwara) dengan arca
perwujudan Shri Padmawati dan arca perwujudan Shri Aandaal yang dilakukan oleh pendeta
dan seluruh Bhakta. Dalam upacara ini Bhakta yang terdiri dari wanita bersuami atau anak
gadis dapat membawa hantaran untuk perkawinan (Varisai Taddu) berupa dua macam buah,
bunga atau kalung bunga, gelang tangan, serbuk kunkuman, daun sirih, dan pinang yang
ditempatkan pada sebuah talam. Hantaran ini nantinya akan dipersembahkan kepada dewa
yang mereka sembah. Pada akhir upacara ini, arca dewa-dewi yang telah dikawinkan secara
simbolis akan diarak kejalanan sesuai lokasi yang telah disepakati, untuk mengabarkan
kepada semua Bhakta bahwa perkawinan yang dilakukan telah terlaksana dan memberi
berkat kepada para Bhakta yang tidak dapat hadir dalam upacara itu.
Dalam pelaksanaan upacara ini, pendeta juga akan mengucapkan mantra3 yang
diucapkan dengan tekhnik Chanting4
3
Mantra adalah kata-kata atau doa yang diucapkan atau dinyanyikan oleh pemimpin upacara yaitu Pendeta dalam upacara keagamaan, memiliki arti dan terkadang rahasia sifatnya.
, yang berasal dari kitab suci Veda, dan diiringi oleh
instrument Nagasvharam yaitu sejenis alat musik yang tergolong kedalam aerofon (alat
musik tiup) sebagai instrument utama pembawa melodi, ditambah iringan Thavil yaitu alat
musik berbentuk barrel yang tergolong kedalam membranofon dan Sruthi box. Sruthi box
yang dipakai pada upacara ini merupakan sejenis alat musik yang tergolong kedalam
elektrofon yang berfungsi sebagai drone (nada yang dimainkan secara terus menerus). Musik
Pada saat arak-arakan, musik dipercaya berfungsi sebagai penjaga dan pembawa roh dewa
yang diarak ke arah yang ingin dituju.
Fungsi dari mantra ini dipercayai oleh Bhakta dapat menjadi sarana komunikasi
penyampai keinginan dan ucapan syukur kepada dewa yang diagungkan serta sarana untuk
meminta berkat kepada dewa. Dalam mengucapkan mantra para Bhakta akan dipimpin oleh
seorang Aiyere Swamy (pendeta) kemudian diikuti oleh Bhakta, dimana mantra yang
diucapkan ini berasal dari Veda (kitab suci agama Hindu). Selama proses ini berlangsung
selalu diiringi oleh instrument Nagasvharam, Thavil, dan Shruti box. Mantra pada upacara
Mandalabhisekam ini merupakan suatu penyajian yang menarik perhatian penulis, karena
penulis percaya bahwa mantra memiliki peran yang sangat penting dan dapat dikatakan
upacara ini tidak akan tercapai jika mantratidak diucapkan.
Disini yang menjadi objek penelitian penulis adalah mantra yang dibacakan dengan
tekhnik bernyanyi. Berangkat dari sinilah penulis ingin mengetahui dan meneliti berbagai
aspek yang terkait dengan teks mantra yang terdapat dalam pelaksanaan upacara
Mandalabhisekam, nilai religius mantra yang tercermin dari pelaksanaan upacara
Mandalabhisekam, dan bagaimana nilai sastra yang berkaitan dengan aspek teks mantra yang
digunakan dalam upacara tersebut.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis memakai beberapa skripsi terdahulu sebagai
bahan referensi, yaitu S, Jhonny Edwin.1995. Pirartenei pada Aktifitas Religius Masyarakat
Tamil di Shri Mariaman Kuil-Medan: Kajian Struktur Musik Dan Teks. Medan: USU ,
Purba,Destri Damayanti. 2011. Studi Deskriptif Musik Dalam Konteks Upacara Adhi Triwula
Pada Masyarakat Hindu Tamil Di Kuil Shri Singgamma Kali Koil Medan. Medan: USU dan
Simanjuntak, Rina Gustriani.2011. Studi Analisis Musikal dan Tekstual Pembacaan Kitab
Shri Guru Granth Sahib Ji Pada Upacara Pahila Parkas Dihara Masyarakat Sikh di
Hal-hal di atas tersebut yang menjadi dasar penulis sehingga memilihnya menjadi
tugas akhir dalam menyelesaikan studi di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya
USU Medan. Dengan demikian penulis memberi judul: “STUDI DESKRIPTIF
PENGUCAPAN MANTRA DALAM KONTEKS UPACARA MANDALABHISEKAM
PADA MASYARAKAT HINDU TAMIL DI KUIL SHRI BALAJI VENKATESHWARA
KOIL MEDAN”.
1.2 Pokok Permasalahan
Pokok-pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana deskripsi upacara Mandalabhisekam yang berlangsung di kuil Shri Balaji
Venkatheswara Koil?
2. Bagaimana struktur melodi mantra pada upacara Mandalabhisekam?
3. Bagaimana fungsi mantra dalam upacara Mandalabhisekam?
4. Bagaimana makna teks mantra pada upacara Mandalabhisekam?
1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan penelitian
Tujuan penulis mengadakan penelitian dan penulisan ini adalah :
1. Untuk mendeskripsikan dan mendokumentasikan upacara Mandalabhisekam pada
masyarakat Hindu Tamil di kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan.
2. Untuk mengetahui struktur melodi mantra yang dipakai dalam upacara
Mandalabhisekam.
3. Untuk mengetahui fungsi mantra yang dipakai dalam upacara Mandalabhisekam.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat penelitian adalah:
1. Memberikan informasi tentang jalannya upacara Mandalabhisekam pada masyarakat
Hindu Tamil di kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan.
2. Memberikan kajian musikologis mantra pada suatu upacara religi yang melibatkan
unsur-unsur musikal dalam disiplin ilmu Etnomusikologi secara khusus dan ilmu
pengetahuan secara umum.
3. Salah satu bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang memiliki
keterkaitan dengan topik penelitian.
1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep
Konsep atau pengertian, merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. R.Merton
mendefinisikan: “Konsep merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati; konsep
menentukan antara variabel-variabel mana kita ingin menentukan hubungan empiris”
(Merton, 1963: hal.89).
Adapun konsep musik dalam konteks upacara Mandalabhisekam yang dimaksud penulis
adalah musik vokal yang dalam hal ini adalah pengucapan mantra.
Kata deskriptif adalah bersifat menggambarkan apa adanya (KBBI 2005:258).
Upacara dalam konteks agama menurut Koentjaraningrat (1992:252) disebut sebagai
kelakuan agama (perasaan cinta, hormat, bakti, tetapi juga takut, ngeri, dan lain sebagainya)
yang bertujuan untuk mencari hubungan dengan dunia gaib.
Istilah masyarakat dalam penulisan judul memiliki arti seperti yang dikemukakan oleh
Soerjono Soekanto (1983:106-107), yaitu sebagai asosiasi manusia yang ingin mencapai
organisasi-organisasi tertentu. Selain itu Soerjono Soekanto menambahkan bahwa istilah masyarakat
sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai, norma-norma, tradisi, kepentingan-kepentingan, dan
lain sebagainya. Oleh karena itu, maka pengertian masyarakat tak mungkin dipisahkan dari
kebudayaan dan kepribadian.
Upacara Mandalabhisekam merupakan upacara peresmian kuil yang memiliki
tahapan, antara lain peletakan arca-arca dewa umat Hindu (Bhakta) yang antara lain
perwujudan dari dewa wishnu (Shri Balaji Venkateshwara), perwujudan dari Shri
Padmawati, perwujudan Shri Aandaal, perwujudan dari dewa Ganesha (Shri Wisnu
Ganapathi), perwujudan dari Shri Garuda dan perwujudan Shri Hanuman yang telah
didoakan dan nantinya akan dimandikan (disucikan) serta dikawinkan secara simbolis
sebagai persyaratan dalam upacara Mandalabhisekam, yang bertujuan untuk meminta berkat,
rejeki, umur yang panjang serta kesembuhan dari penyakit.
Mantra adalah doa yang diucapkan dengan tekhnik bernyanyi, yang ditujukan kepada
Sang Hyang Widhi dan agar diberikan berkat yang berkelimpahan dan segala sesuatu yang
mereka butuhkan. Konsep tentang pengucapan mantra secara Etnomusikologi dikategorikan
sebagai musik vokal, yang berpedoman pada pengertian musik adalah kejadian bunyi atau
suara dapat dipandang dan dipelajari jika mempunyai kombinasi nada, ritem dan dinamika
sebagai komunikasi secara emosi estetika atau fungsional dalam suatu kebiasaan atau tidak
berhubungan dengan bahasa (Malm dalam terjemahan Takari 1993: 85
Teori merupakan alat yang terpenting dari suatu ilmu pengetahuan. Tanpa teori hanya
ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan.
Kecuali (1) menyimpulkan generalisasi-generalisasi dari fakta-fakta hasil pengamatan, teori )
1.4.2 Teori
5
itu juga; (2) memberi kerangka orientasi untuk analisa dan klasifikasi dari fakta-fakta yang
dikumpulkan dalam penelitian; (3) memberi ramalan terhadap gejala-gejala baru yang akan
terjadi; (4) mengisi lowongan dalam pengetahuan kita tentang gejala-gejala yang telah atau
sedang terjadi. Teori dapat digunakan sebagai landasan kerangka berfikir dalam membahas
permasalahan.
Dalam menyelesaikan tulisan ini, berpegang pada beberapa teori yang berhubungan
dengan judul di atas. Teori yang dimaksud sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat
(1977:30), yaitu bahwa pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen
serta pengalaman kita sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh
pengertian tentang suatu teori-teori yang bersangkutan. Dengan demikian teori adalah
pendapat yang dijadikan acuan dalam membahas tulisan ini.
Berikut ini teori-teori yang digunakan yaitu:
1. Untuk mengkaji upacara Mandalabhisekam, penulis menggunakan konsep
unsur-unsur pendukung upacara yang dikemukakan Koentjaraningrat (1985:168) bahwa
upacara keagamaan terbagi atas 4 komponen, yaitu : (a) tempat upacara, (b) saat
upacara, (c) benda-benda dan alat-alat upacara, (d) orang-orang yang melakukan
dan memimpin upacara.
2. Untuk mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan dan fungsi mantra
sebagai musik vokal pada upacara Mandalabhisekam, penulis mengacu kepada
teori penggunaan dan fungsi musik. Teori ini seperti yang dikemukakan oleh
Merriam (1964:219-222) mengatakan secara implisit bahwa penggunaan (uses)
dilakukan dalam konteks upacara, yang dapat dilihat saat itu juga, sedangkan
fungsi (function) mempunyai dampak yang lebih jauh dan dalam. Merriam
menawarkan ada sepuluh fungsi musik antara lain : (1) fungsi pengungkapan
perlambangan, (5) fungsi reaksi jasmani, (6) fungsi komunikasi, (7) fungsi
kesinambungan budaya, (8) fungsi yang berkaitan dengan norma sosial, (9) fungsi
pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan, (10) fungsi pengintegrasian
masyarakat, tetapi Merriam tidak mengadakan pembatasan, mungkin fungsinya
lebih dari sepuluh. Merriam membagi penggunaan musik kedalam 5 (lima)
kategori, yaitu: 1) Hubungan musik dengan kebudayaan material, 2) Hubungan
musik dengan kelembagaan sosial, 3) Hubungan musik dengan manusia dan alam,
4) Hubungan musik dengan nilai-nilai estetika, 5) hubungan musik dengan bahasa.
Penggunaan (uses) musik berhubungan dengan kebiasaan-kebiasaan (folkways)
memainkan musik tersebut, baik sebagai aktifitas yang berdiri sendiri atau dalam
aktifitas yang lain.
3. Berkaitan dengan musikologis, teori Weighted Scale dari William P.Malm
(1977;8) mengatakan bahwa ada beberapa karakteristik yang harus diperhatikan
ketika mendeskripsikan melodi, yaitu: (1) Scale (tangga nada), (2) Nada Dasar, (3)
Range (wilayah Nada), (4) Frequency of notes (jumlah nada-nada), (5) Prevalent
Intervals (interval yang dipakai), (6) Cadence Patterns (pola-pola kadensa), (7)
Melodic Formulas (Formula-formula melodi), (8) Contour (kontur).
4. Untuk melihat hubungan antara teks mantra dengan melodi, penulis menggunakan
teori Malm (1977:8) mengatakan apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel
(suku kata), gaya ini disebut silabis, sebaliknya bila suatu silabel dinyanyikan
dengan nada-nada yang berjumlah banyak disebut melismatis. Kedua teori ini
penulis gunakan untuk menganalisis melodi mantra.
5. Dalam hal transkripsi terhadap mantra, penulis berpedoman kepada teori Nettl
(1964:98) yang memberikan dua pendekatan yaitu :
b) Kita dapat menulis apa yang kita dengar tersebut di atas kertas, dan kita
mendeskripsikan apa yang kita lihat tersebut.
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi
sasaran ilmu yang bersangkutan. Untuk meneliti upacara Mandalabhisekam ini, penulis
menggunakan metode penelitian kualitatif, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kirk
Miller dalam Moleong (1990:3) yang mengatakan:
“Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang
secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri
dan berhubungan dengan orang-orang dalam bahasa dan peristilahannya”.
Penelitian kualitatif dapat dibagi dalam empat tahap yaitu : tahap sebelum ke
lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data dan penulisan laporan. Pada tahap pra lapangan
penulis mempersiapkan segala macam kebutuhan yang diperlukan sebelum turun ke dalam
penelitian itu sendiri. Dalam bagian ini disusun rancangan penelitian ini, menjajaki/menilai
keadaan lapangan, memilih informan, perlengkapan penelitian, dan etika penelitian.
Selanjutnya pada tahap pekerjaan di lapangan seorang peneliti untuk mengumpulkan
data semaksimal mungkin. Dalam hal ini, penulis menggunakan alat bantu yaitu Handycam
merk Sony, kamera digital merk Canon, dan catatan lapangan. Pengamatan langsung
(menyaksikan) upacara Mandalabhisekam pada bulan Maret.
Sedangkan wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang dalam pelaksanaan
tanya jawabnya berlangsung seperti percakapan sehari-hari. Informan biasanya terdiri dari
mereka yang terpilih saja karena sifat-sifatnya yang khas. Biasanya mereka telah mengetahui
Dalam tahap menganalisis data penulis mengorganisasikan data yang telah terkumpul
dari catatan lapangan, foto, studi kepustakaan, rekaman, dan sebagainya ke dalam suatu pola
atau kategori. Dan sebagai hasil akhir dari menganalisis data adalah membuat laporan yang
dalam hal ini adalah penulisan skripsi.
1.5.1 Studi Kepustakaan
Dalam tahapan ini penulis mencari, mempelajari, dan menggunakan literatur-literatur
yang berhubungan dan dapat membantu pemecahan permasalahan. Dari hasil studi
kepustakaan yang dilakukan penelitian upacara Mandalabhisekam dalam hubungannya
dengan mantra masih sulit didapat.
Tujuan dari studi kepustakaan ini adalah untuk mendapatkan konsep-konsep, teori,
serta informasi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pembahasan atau penelitian, dan
menambah wawasan penulis tentang kebudayaan masyarakat Tamil yang diteliti yang
berhubungan dengan kepentingan pembahasan atau penelitian.
1.5.2 Penelitian Lapangan
Sebagai acuan dalam mengumpulkan data di lapangan, penulis berpedoman kepada
tulisan Harja W. Bachtiar dan Koentjaraningrat dalam buku Metode-metode penelitian
masyarakat. Dalam buku ini tersebut dikatakan, bahwa pengumpulan data dilakukan melalui
kerja lapangan (field work) dengan menggunakan:
(1). Observasi (Pengamatan)
Dalam hal ini penulis mengadakan pengamatan langsung, hal ini sesuai dengan
pendapat Harja W. Bachtiar (1990:114-115), bahwa seorang peneliti harus melihat langsung
maka pengamat menghadapi persoalan bagaimana cara ia dapat mengumpulkan keterangan
yang diperlukan tanpa harus bersembunyi, tetapi juga tidak mengakibatkan perubahan oleh
kehadirannya pada kegiatan-kegiatan yang diamatinya.
Mengacu pada teori di atas penulis mengumpulkan keterangan yang diperlukan
dengan cara mengamati sasaran penelitian, misalnya tentang jalannya upacara, sarana yang
dipergunakan, pelaku upacara, dan masalah-masalah lain yang relevan dengan pokok
permasalahan, dan dalam pengamatan, penulis juga melakukan pencatatan data-data di
lapangan
sebagai laporan hasil pengamatan penulis. Dalam hal ini penulis terlebih dahulu mendapat
ijin dari pihak panitia upacara.
(2). Wawancara
Wawancara dalam suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan keterangan tentang
kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian mereka itu, merupakan
suatu pembantu utama dari metode observasi.
Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi secara lisan dari
para informan. Untuk ini penulis mengacu pada pendapat Koentjaraningrat (1990:129-155)
yang membagi tiga kegiatan wawancara yaitu : persiapan wawancara, teknik wawancara, dan
pencatatan data wawancara. Wawancara terdiri dari wawancara terfokus, wawancara bebas,
dan wawancara sambil lalu.
Dalam wawancara terfokus, pertanyaan tidak mempunyai struktur tertentu tetapi
selalu terpusat kepada pokok permasalahan lain. Wawancara sambil lalu, sifatnya hanya
untuk menambah data yang lain. Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan ketiga
wawancara ini serta terlebih dahulu membuat daftar pertanyaan dan mencatat secara langsung
(3). Perekaman
Dalam hal ini penulis melakukan perekaman dengan 2 cara :
1. Perekaman yang penulis lakukan yaitu perekaman audio dengan menggunakan
handycam merk Sony mini DVD. Perekaman ini sebagai bahan analisis tekstual dan
musikal.
2. Untuk mendapatkan dokumentasi dalam bentuk gambar digunakan kamera digital
merk Canon. Pengambilan gambar dilakukan setelah terlebih dahulu mendapat ijin
dari pihak panitia dan panitia pelaksana.
1.5.3 Kerja Laboratorium
Kerja laboratorium merupakan proses penganalisisan data-data yang telah didapat dari
lapangan. Setelah semua data yang diperoleh dari lapangan maupun bahan dari studi
kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan pembahasan dan penyusunan tulisan,
sedangkan untuk hasil rekaman dilakukan pentranskripsian dan selanjutnya dianalisa. Pada
akhirnya hasil dari pengolahan data dan penganalisaan disusun secara sistematis dengan
mengikuti kerangka penulisan.
Untuk menyajikan aspek kebudayaan, penulis mengacu dari antropologi, aspek
struktur musik dari musikologi, dan juga unsur sosial lainnya (sesuai dengan keperluan
pembahasan ini), sebagaimana ciri Etnomusikologi yang inter-disipliner dan keseluruhannya
dikerjakan di dalam laboratorium Etnomusikologi), sehingga permasalahannya yang
merupakan hasil laporan penelitian yang disusun dalam bentuk skripsi. Jika data yang dirasa
masih kurang lengkap, maka penulis melengkapinya dengan menjumpai informan kunci atau
1.6 Pemilihan Lokasi Penelitian
Sebagai lokasi penelitian, penulis memilih Kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil, yang
terletak di Jalan Bunga Wijaya Kesuma no. 25-A, kelurahan Padang Bulan selayang II, kec.
Medan Selayang, Medan. Lokasi penelitian ini ditetapkan dengan beberapa alasan yaitu :
1. Kuil Shri Balaji Venkateshwara merupakan kuil yang baru dibangun dan upacara
ini hanya dilakukan pada saat pembangunan suatu kuil baru maupun pemugaran
kuil jika dibutuhkan. Di sini penulis mendapat ijin dari pihak panitia upacara
Mandalabhisekam dan pendeta untuk menyaksikan dan mengikuti jalannya
upacara ini, sebagai sarana tempat penelitian penulisan.
2. Penulis mengikuti jalannya upacara di Kuil dari awal hingga akhir upacara, karena
pelaksanaan upacara ini sangat jarang dilakukan.
3. Tokoh-tokoh agama yang mengetahui tata cara upacara ini masih ada yang
berdomisili di Medan.
1.7 Pemilihan Narasumber (Informan)
Untuk pengumpulan data yang diperlukan, penulis memilih beberapa informasi yang
dapat memberikan informasi-informasi yang berhubungan dengan objek penelitian ini. Hal
ini didukung oleh pendapat Koentjaraningrat (1977:163-164) mengenai informan pangkal
dan informan pokok.
1. Informan pangkal adalah informan yang memberikan petunjuk kepada peneliti
tentang adanya individu lain dalam masyarakat yang dapat memberikan berbagai
keterangan yang diperlukan.
Untuk penelitian ini yang menjadi informan pangkal adalah :
1. Bapak Drs.Gopala Krishna Naidu, SH, yaitu yang telah memberikan
2. Anan Kumar, yaitu pengurus upacara yang memberikan informasi dan
akses.
2. Informan pokok (kunci) adalah informan yang ahli tentang sektor-sektor
masyarakat atau unsur-unsur kebudayaan yang ingin kita ketahui.
Dalam penelitian ini yang menjadi informan pokok adalah :
1. Bapak Suba Thina Thayalan,SE, yaitu penerjemah sekaligu narasumber.
2. Pendeta V.Hanumacharyulu, pada saat melakukan wawancara peneliti dan
narasumber mengalami hambatan dalam hal komunikasi sehingga dibantu
oleh Bapak Suba Thina Thayalan, namun komunikasi diantara
keduanyapun tidak berjalan dengan lancar sehingga peneliti dalam tulisan
ini memasukkan data yang berhasil diterjemahkan oleh Bapak Suba Thina
Thayalan, dimana ketepatan dan kekurang tepatan data yang didapat di
BAB II
TINJAUAN UMUM MASYARAKAT HINDU TAMIL DI KOTA MEDAN
2.1 Asal Usul Orang Tamil
Menurut S. Ramakrishan dalam Edwin (1995:15-16) bahwa orang Tamil merupakan
rumpun bangsa Dravida. Disebutkan bahwa bangsa Dravida mendiami negeri India kira-kira
1000 tahun Sebelum Masehi. Kulit mereka berwarna gelap (Hitam). Kemudian kurang lebih
3.500 tahun yang lalu negeri itu kedatangan bangsa dari Persia yaitu Aria (N. Daldjoeni,
1991). Kedatangan mereka diperkirakan melalui barat laut India, yaitu selat Kaiber. Bangsa
Aria berkulit putih dan berbahasa Sanskrit. Lalu bangsa Aria menyerang dan berhasil
menaklukkan bangsa Dravida sehingga terdesak kebahagian selatan India. Dari adanya ras
bekulit putih (Aria) dan berkulit hitam (Dravida) maka penduduk India adalah hasil
percampuran keduanya. Warna kulit ini dijadikan dasar penggolongan masyarakat yang
disebut Kasta. Semakin terang warna kulitnya maka semakin tingggi kastanya, demikian
juga sebaliknya.
Dalam penggolongan masyarakat (kasta) tersebut, ada tiga pendapat mengenai
bangsa-bangsa berkulit hitam tersebut yang sulit dimasukkan ke dalam klasifikasi ras umat
manusia (N. Daljoeni, 1991:131-132), yaitu;
1. Pada mereka tidak terdapat ciri-ciri bangsa negro, mereka juga tidak dapat
digolongkan ke dalam ras campuran seperti yang di Amerika, disebutkan kaum
Mulat (campuran ras putih dan hitam)
2. Mereka juga tidak dapat digolongkan ke dalam bangsa Negro yakni bangsa kerdil
berkulit seperti yang tersebar di Filipina dan Indonesia utara. Namun ada
kemiripan dengan Negrito, yakni selain pendek posturnya, hidung, pipi dan
3. Adapun bagian ketiga dan terpenting yaitu banyak diantara mereka mirip dengan
bangsa Aborigin di benua Australia.
Pada masa sekarang ada empat Negara bagian di India selatan yang termasuk ke
dalam rumpun bangsa Dravida. Keempat Negara bahagian itu tersebut memiliki sistem
budaya termasuk bahasa dan aksara yang berbeda-beda kecuali agama. Keempat Negara
bahagian itu adalah:
1. Tamil Nadu, bahasa yang dipakai adalah bahasa Tamil.
2. Andhra Pradesh, yang dipakai adalah bahasa Telugu.
3. Karnataka, yang dipakai adalah bahasa kannada atau Kanarese.
4. Kerala, bahasa yang dipakai adalah Malayalam.
2.2Kedatangan Orang Tamil ke Kota Medan dan Sekitarnya
Ada beberapa catatan yang menguraikan tentang kedatangan orang Tamil ke kota
Medan dan sekitarnya. Salah satu diantaranya berpendapat bahwa suku bangsa ini adalah
sebenarnya telah datang ke Indonesia ribuan tahun yang lalu. Menurut sejarah, ekspansi Raja
Iskandar Zulkarnain dari Macedonia ke India tahun 334-362 SM mengakibatkan bangsa India
cerai berai berai dan banyak melarikan diri karena ketakutan. Penduduk di lembah sungai
Indus lari ke bahagian selatan India dan banyak yang terus lari ke Nikobar, Andaman dan
pulau Sumatera (Brahma Putro, 1981:38). Pada dasarnya keterangan tersebut tidak
menjelaskan mengenai bangsa India beretnis Tamil, tapi yang pasti kedatangan mereka ke
pulau Sumatera banyak mempengaruhi budaya setempat seperti adat-istiadat, religi, bahasa
dan kesenian. Dari keterangan tersebut dapat diperkirakan bahwa bangsa India dan
masuknya agama yang mereka anut di Sumatera Timur khususnya Deli serdang sudah terjadi
Sejarah tentang kedatangan orang Tamil ke Deli Serdang dapat dipastikan pada abad I
Masehi. Keterangan tersebut didapat dari buku tua yang berjudul “Manimagelai’ karangan
pujangga sitesar yang aslinya terbit pada abad I Masehi dan sangat populer di India menurut
Brahma Putro dalam Edwin (1995:17). Dalam buku tersebut disebutkan bahwa orang-orang
India beretnis Tamil bersama rombongannya tiba di sebuah kampung yang bernama Haru
(sekarang menjadi Karo).
Gelombang terakhir kedatangan orang Tamil ke Kota Medan dan sekitarnya yaitu
pada tahun 1872 sebagai kuli kontrak perkebunan bersama dengan orang-orang Jawa yang
dipekerjakan pada waktu itu sekitar ratusan orang, menurut Brahma Putro dalam purba
(2011:31). Mereka di datangkan dari India selatan, Malaysia dan singapura untuk menutupi
kekurangan tenaga kerja perkebunan-perkebunan milik Belanda. Sebahagian orang Tamil
yang bekerja di perkebunan banyak melarikan diri ke Medan untuk mencari perlindungan
sewaktu Jepang berkuasa serta pada tahun 1946 sebahagian orang Tamil kembali ke negara
asalnya (Burju Matua N, 1990:20-22).
Pada tahun 2011-2012, jumlah orang Tamil yang tinggal di kota Medan diperkirakan
berjumlah 80.000 jiwa. Perkembangan jumlah orang Tamil ini dapat dikatakan cukup pesat,
dimana pada tahun 2003 jumlah orang Tamil yang ada di kota Medan masih berjumlah
30.000 jiwa, hal tersebut dijelaskan oleh Bapak Suba Thina selaku narasumber. Hal ini
dikarenakan pertambahan keturunan dari generasi muda orang Tamil yang sudah menikah
dan berkeluarga. Disamping itu juga orang Tamil dapat bertahan dan meneruskan kehidupan
mereka dengan berbagai profesi atau pekerjaan yang mereka geluti seperti berdagang dan
wirausaha.
Bagi orang Tamil yang sudah tinggal di kota Medan, mereka tetap menjalankan
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan budayanya. Untuk melaksanakan kegiatan
melaksanakan upacara yang berkaitan dengan keagamaan. Salah satunya adalah kuil Shri
balaji Venkateshwara yang terletak di kec. Selayang II Medan. Hal ini dilakukan agar tradisi
serta ajaran agama yang mereka anut dapat dijalankan dan dilaksanakan sesuai dengan
kepercayaan mereka.
2.3 Masyarakat Hindu Tamil
Masyarakat Hindu Tamil merupakan penggabungan antara kata Hindu dan Tamil.
Hindu merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia dan di dunia. Tamil merupakan
suku atau etnis pendatang yang datang ke Indonesia pada abad ke IV dan memilihi menetap
di Indonesia. Penggabungan kata ini menjadi suatu identitas yang dipakai oleh kelompok
orang Tamil yang memeluk agama hindu di suatu kelompok masyarakat.
Mereka menyebutkan bahwa mereka merupakan masyarakat Hindu Tamil disamping
berada dalam suatu kelompok masyarakat, juga karena mereka merasa memiliki asau-usul
serta identitas yang sama. Hal ini terbukti dalam kelompok masyarakat Hindu Tamil yang
berada di kawasan pasar IV padang bulan Medan yang menjadi tempat penelitian dan
menjadi objek penelitian. Jadi dari penjabaran diatas dapat dikatakan bahwa sekumpulan
orang Tamil yang memeluk agama Hindu dan tinggal dalam suatu kawasan tertentu,
menyebut identitas mereka sebagai masyarakat Hindu Tamil.
2.4 Agama Hindu
Kata Hindu berasal dari sebutan orang Persia yang datang ke India. Mereka
menyebut sungai Shindu/Indus yang mengalir di daerah barat India sebagai sungai Hindu.
Ketika agama Islam masuk ke India, kata Hindu muncul kembali dalam bentuk Hindustan.
Sanatana Dharma (Sanskrit) yang berarti Kebenaran Abadi. Agama Hindu tidak mempunyai
pendiri dan penyebarannya dilakukan oleh Kaum Brahmana. Selain tidak mempunyai
pendiri, agama Hindu memiliki perbedaan dengan agama lain yaitu tidak memakai istilah
Nabi, yang ada adalah Guru, Rsi dan Maharsi.
Dalam ajaran agama hindu, Tuhan adalah sebagai pencipta alam semesta dan isinya.
Umat Hindu di Indonesia menyebut Tuhan dengan gelar Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan
Yang Maha Esa). Selain bergelar Sang Hyang Widhi Wasa, Ia disebut juga dengan nama
Bhatara sebagai pelindung dewa tertinggi, Sang Hyang Parameswara sebagai raja termulia.
Di dalam manifestasinya sebagai dewa, Sang Hyang Widhi Wasa dapat
dikelompokkan dalam tiga bagian besar, yang disebut dengan Tri Murti yang terdiri dari:
1. Dewa Brahma, bertugas sebagai pencipta alam semesta dan disimbolkan dengan A.
2. Dewa Wisnu, bertugas sebagai pemelihara dan pelindung alam semesta dan
disimbolkan dengan U.
3. Dewa Siwa, bertugas sebagai Pemeralina (pengembali segala isi alam semesta ke
asalnya) dan disimbolkan dengan M.
Menurut ajaran agama Hindu, Tuhan disimbolkan dengan dengan aksara AUM atau
OM, yaitu suara yang terdengar dari meditasi yang paling terdalam dan dijadikan nama yang
paling tepat untuk Tuhan. Hal ini memberikan arti bahwa Sang Hyang Widhi mempunyai
sifat yang Esa yang disebut dalam nama ketiga Dewa sekaligus.
Selain manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa sebagai dewa yang disebut Tri Murti,
terdapat juga tiga pendamping / Sakti, yaitu:
1. Saraswati, yaitu dewi pengetahuan dan kesenian. Saktinya Dewa Brahma,
disebut Dewi Kebijaksanaan.
2. Lakshmi, yaitu dewi cahaya, kecantikan dan keberuntungan. Saktinya Dewa
3. Parvati, yaitu dewi rumah tangga dan keibuan. Saktinya Dewa Siwa, disebut
dewi Kekuatan Sakral.
Disamping ketiga bentuk pasangan diatas, ada juga Ganapati / Ganesha, yaitu dewa
pendidikan yang merupakan anak pertama dari Siwa dan Parvati, serta Muruga, yaitu dewa
Keindahan dan dipercaya membawa bahasa Tamil, yang merupakan adik dari Ganesha.
Agama Hindu percaya dengan adanya Panca Cradha (kepercayaan) yaitu:
1. Percaya akan adanya Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa)
Sang Hyang Widhi Wasa adalah penguasa segala yang ada, tidak ada yang luput
dari Kuasa-Nya. Karena Tuhan tidak terjangkau oleh pikiran maka orang
membayangkan bermacam-macam sesuai dengan pikirannya. Sang Hyang Widhi
Wasa dipanggil Brahma sebagai pencipta, Wisnu sebagai pemelihara dan Siwa
sebagai pengembali alam semesta.
2. Percaya akan adanya Atma
Atma yaitu satu bagian dari Brahma yang dipercaya oleh umat Hindu terdapat
dalam setiap diri manusia.
3. Percaya akan adanya Karma Phala
Karma adalah segala kegiatan dalam bentuk pikiran, ucapan, dan perbuatan baik
yang disadari maupun yang tidak disadari. Kata Phala berarti buah atau hasil,
sehingga Karma Phala berarti segala Karma (perbuatan) yang menghasilkan
Phala (hasil).
4. Percaya terhadap adanya Purnarbhawa (Samsara)
Purnarbhawa atau Samsara yaitu kelahiran kembali ke bumi yang bertujuan
untuk memperbaiki diri dari segala kesalahan di masa lalu.
Moksa artinya kelepasan. Bila seseorang telah terlepas dari ikatan dunia ini maka
ia akan mencapai Moksa. Inilah tujuan akhir dari pemeluk agama Hindu. Orang
yang telah mencapai Moksa tidak lahir lagi ke dunia karena tidak ada apapun yang
mengikatnya lagi, maka ia telah bersatu dengan Sang Hyang Widhi Wasa.
Menurut ajaran agama Hindu ada empat jalan untuk mencapai Moksa, disebut Catur Yoga
yaitu:
1. Jnana Yoga yaitu melalui jalan pengetahuan
2. Bhakti Yoga yaitu melalui jalan kebaktian atau pengabdian
3. Karma Yoga yaitu melalui jalan perbuatan baik
4. Dhyana Yoga yaitu melalui jalan meditasi
2.5Veda, Kitab Suci Umat Hindu 2.5.1 Pengertian Veda
Kata Veda dapat dikaji melalui dua pendekatan, yaitu berdasarkan Estimologi (kata
dasar) dan berdasarkan Semantik (pengertiannya). Kata Veda berasal dari bahasa Sansekerta,
dari kata dasar Vid yaitu pengetahuan. Dari kata dasar ini berubah menjadi kata benda yang
artinya kebenaran, pengetahuan suci, kebijaksanaan dan secara sematik berarti kitab suci
yang mengandung abadi, ajaran suci atau kitab suci bagi umat Hindu. Sebagai kitab suci
umat Hindu maka ajaran Veda diyakini dan dipedomani oleh umat Hindu sebagai
satu-satunya sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
maupun untuk waktu tertentu.
Diyakini sebagai kitab suci karena sifat isinya dan yang menurunkan (mewahyukan)
adalah Tuhan Yang Maha Esa Yang Maha Suci. Apapun yang diturunkan sebagai
petunjuk atau ajaran untuk hidup suci. Sebagai kitab suci, Veda adalah sumber ajaran agama
Hindu pada masa berikutnya. Dari kitab Veda atau Bruti mengalirlah ajaran Veda pada
kitab-kitab Sarti, Itihasa, Purane, kitab-kitab agama Tantra, Darsana, dan Tattwa yang diwarisi di
Indonesia. Veda mengandung ajaran yang memberikan keselamatan di dunia dan pada saat
pralaya (kiamat) nanti. Veda menuntun tindakan umat tidak terbatas pada tuntutan hidup
individual, tetapi juga dalam hidup bermasyarakat. Segala tuntutan hidup ditunjukkan
kepada umat dalam kitab suci.
2.5.2 Pembagian dan Isi Veda
Menurut Maurice Winternitz, kitab-kitab Veda terdiri dari empat pengelompokan dan
masing-masing kelompok tersebut dari sejumlah besar atau kebil yang diterima oleh para Rsi
(nabi) berupa mantra-mantra, baik secara individual maupun secara bersama-sama dalam
kelompok.
Pengelompokan itu adalah:
1. Samhita, yakni himpunan mantra-mantra Veda yang mengandung Upasana (doa
kebaktian, pemujaan, ucapan-ucapan syukur, petunjuk upacara korban), ajaran
filsafat dan lain-lain.
2. Brahmana, yakni uraian yang panjang tentang Ketuhanan / Theologi observasi
tentang jalannya upacara korban atau mistis dari upacara korban yang dilakukan
individu, kelompok, maupun upacara-upacara besar lainnya.
3. Aranyaka, mengandung ajaran tentang meditasi atau kehidupan menjadi bertapa di
hutan, juga ajaran Yoga untuk menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa,
tentang dunia dan kehidupan umat manusia.
Ada empat jenis Samhita yang masing-masing memiliki perbedaan satu dengan lainnya,
yaitu:
1. Rig Veda Samhita, yakni himpunan rc atau rk. RigVeda artinya pengetahuan suci
yang berhubungan dengan nyanyian pemujaan dan bila dihubungkan dengan Veda
akan menjadi Rig Veda.
2. Yajurveda Samhita, yakni kumpulan Makna Jayus, pengetahuan suci tentang
upacara korban.
3. Samaveda Samhita, yaitu kumpulan Mantra Saman, pengetahuan suci tentang
irama (melodi) mengembangkan mantra-mantra Veda.
4. Atharveda Samhita, yaitu kumpulan Mantra Atharvan, pengetahuan suci yang
memberikan manfaat berhubungan dengan kehidupan di dunia.
Keempat jenis mantra ini disebut Catur Veda. Kitab Catur Veda dapat
dikelompokkan ke dalam 4 kelompok isi, yang masing-masing dikembangkan lagi sebagai
pengetahuan yang berdiri sendiri, yaitu:
1. Kelompok yang membahas aspek Vijnana, yaitu kelompok mantra yang
membahas berbagai macam aspek pengetahuan, baik pengetahuan alam sebagai
ciptaan-Nya, termasuk theologi, kosmologi, dan lain-lain yang bersifat metafisik.
Kata Vijnana berarti kebijaksanaan tertinggi.
2. Kelompok yang membahas aspek karma, yaitu kelompok mantra mengenai
berbagai aspek atau jenis karma sebagai dasar atau cara dalam mencapai tujuan
hidup manusia.
3. Kelompok yang membahas Upasana, yaitu kelompok mantra yang membahas
segala aspek yang ada kaitannya dengan petunjuk dan cara untuk mendekatkan
diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kata Upasana berarti usaha mendekatkan
4. Kelompok yang membahas aspek Jnana, yaitu kelompok mantra yang membahas
segala aspek pengetahuan secara umum sebagai ilmu murni.
Mengingat mantra-mantra Veda sukar dipahami dan mungkin kurang menarik minat
bagi umat yang awam di bidang kerohanian, para Rsi menyusun kitab-kitab sastra
sebagai alat bantu memahami ajaran tersebut.
2.6 Pendidikan
Dalam mengikuti perjalanan upacara Mandalabhisekam, penulis juga banyak
bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Selain bersosialisasi, penulis juga mengamati
Bhakta yang datang ke kuil bahkan orang-orang yang mengikuti pelaksanaan upacara
Mandalabhisekam juga.
Pada saat upacara telah selesai, penulis mewawancarai salah satu Bhakta kuil Shri
Balaji Venkateshwara yaitu Bapak Suba Thina Thayalan dengan maksud menanyakan tingkat
pendidikan Bhakta yang berada di kuil Shri Balaji Venkateshwara. Dapat dikatakan bahwa
secara umum tingkat pendidikan Bhaktanya beragam, mulai dari sekolah dasar, sekolah
menengah pertama, sekolah tingkat atas hingga sarjana. Sumber mengatakan hal ini terjadi
karena tingkat perekonomian Bhakta berbeda-beda, semakin tinggi tingkat perekonomian
Bhakta semakin tinggi juga tingkat pendidikannya.
2.7 Mata Pencaharian
Mata pencaharian Bhakta di kuil Shri Balaji Venkateshwara dapat dikatakan sebagian
besar sebagai wiraswasta yaitu sebagai pedagang dan karyawan. Namun selain itu ada juga
yang bekerja sebagai pegawai negeri. Bagi yang wanita, kebanyakan hanya sebagai ibu
2.8Aspek Kesejarahan Kuil Shri Balaji Venkateshwara di Kota Medan
Alkisahnya bermula pada awal tahun 1990 atas pemikiran bersama 3 orang pemuka
masyarakat Hindu di Medan perlu disediakan sebuah pusat pertemuan umat Hindu berupa
sebuah Kuil dan Hall di Kec. Medan Selayang Kotamadya Medan, mengingat dilingkungan
tersebut berdiam ±200 keluarga yang beragama Hindu keturunan India. Maka dengan niat
yang tulus untuk berbuat yang baik dan bermanfaat bagi umat Hindu dalam membangun dan
mengembangkan spiritual dan cultural, ketiga donator ini membeli sebidang tanah pertapakan
seluas 1.430M¬2 (26 x 55M) sekaligus menimbun dan memagar kavling tersebut. Hari,
bulan dan tahunpun berjalan, akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1995
hingga tahun 2005, rencana pembangunan proyek dimaksud tertunda untuk beberapa tahun.
2 tahun lalu atas inisiatif masyarakat Hindu setempat dan persetujuan donatur selaku pemilik
kavling tersebut telah didirikan sebuat bangunan darurat untuk dijadikan Kuil dengan
menempatkan sebuah photo Shri Venkateshwara sebagai wadah pemujaan dan diberi nama
Kuil Shri Balaji Venkateshwara dan umat melakukan aktivitas rutin di kuil tersebut dengan
antusias hingga saat ini serta menjalankan even-even hari besar keagamaan secara hidmat.
Melihat perkembangan aktivitas ini pihak donator yang tiga orang yaitu Sdr. M.
Jayaraman Naidu, Drs. M. Pubalen Naidu dan Suba Tirumal Naidu pada tanggal 22 Juli 2007
di bantu beberapa tokoh umat Hindu di Medan telah mendirikan sebuah wadah yang diberi
nama Yayasan Shri Maha Wishnu yang didukung oleh 62 orang sebagai pendiri sekaligus
membentuk kepengurusan Yayasan. Tujuan dibentuknya yayasan ini guna menjalankan
tugas dan mengelola Kuil tersebut berserta asetnya dan merupakan satu badan hukum yang
dapat mempertanggung jawabkan segala sesuatunya dikemudian hari.
Selanjutnya ketiga orang donator tersebut juga telah menghibahkan status tanah
tersebut menjadi hak milik Yayasan Shri Maha Wishnu pada bulan Maret 2008.
pembangunan Kuil Shri Balaji Venkateshwara serta Maha Wisnu Mandapa (HALL) yang
dananya diharapkan akan di dapatkan dari sumbangan masyarakan luas baik di Indonesia
maupun luar negeri yang mana sumbangan ini sifatnya tidak mengikat.
Pada saat pembangunan kuil selesai dilaksanakan, Bhakta dapat mempergunakan kuil
sebagai tempat sembahyang atau beribadah kepada Sang Hyang Widhi Wasa dalam
keseharian maupun upacara-upacara yang bersifat tahunan.
Pengurus yayasan
telah menyiapkan gambar rencana proyek bangunan Kuil dan Mandappa dimaksud dan telah
pun mendapat izin untuk mendirikan bangunan dari pihak pemerintah Kotamadya Medan.
Berikut merupakan jadwal kegiatan ibadah harian yang dilakukan di kuil :
1. Hari Minggu ke hari Jumat
06.00 - 06.30 Suprabatham, yaitu saat membaca kidung untuk
membangunkan
06.30 - 08.00 Dharisanam, yaitu saat ibadah di kuil
08.00 - 09.30 Suddhi, Thomala, Archanai, Nivedhana, Aarti, yaitu
membersihkan arca, memakaikan bunga serta memberi
makan pada waktu bunyi lonceng.
09.30 - 11.00 Dharisanam, yaitu saat ibadah di kuil
11.00 Tutup
17.30 - 18.00 Dharisanam, yaitu saat ibadah di kuil
18.00 - 18.30 Suddhi, Thomala, Archanai, Nivedhana, Aarti, yaitu
membersihkan arca, memakaikan bunga serta memberi
makan pada waktu bunyi lonceng.
18.30 – 20.00 Dharisanam, yaitu saat ibadah di kuil
20.00 – 20.30 Suddhi, Ekanta Seva, yaitu saat menidurkan Dewa
2. Hari Sabtu
06.00 - 06.30 Suprabatham, yaitu saat membaca kidung untuk
membangunkan
06.30 - 07.00 Dharisanam, yaitu saat ibadah di kuil 07.00 – 08.00 Abhisekam, yaitu memandikan arca
08.00 – 09.00 Alankaram, yaitu merias arca dewa
09.00 – 10.00 Suddhi, Thomala, Archanai, Nivedhana, Aarti, yaitu
membersihkan arca, memakaikan bunga serta
memberi makan pada waktu bunyi lonceng.
10.00 – 11.00 Dharisanam, yaitu saat ibadah di kuil
11.00 Tutup
17.30 – 18.00 Dharisanam, yaitu saat ibadah di kuil
18.00 - 18.30 Suddhi, Thomala, Archanai, Nivedhana, Aarti, yaitu
membersihkan arca, memakaikan bunga serta memberi
makan pada waktu bunyi lonceng.
18.30 – 20.00 Dharisanam, yaitu saat ibadah di kuil
20.00 – 20.30 Suddhi, Ekanta Seva, yaitu saat menidurkan Dewa
20.30 Tutup
Acara tahunan yang dilaksanakan di kuil yaitu :
1. Tanggal 23 Maret : Sri Nandana Naama Samvatsara
Pramrambham (Tahun baru saka)
2. Tanggal 1 April : Sri Ramanavami (Festival hari kelahiran
3. Tanggal 15 Mei : Hanuman Jayanthi (Festival hari kelahiran
6. Tanggal 16 Oktober : Devi Navarathrula Prarambham (Pemujaan
kepada Dewi Laksmi selama 9 malam)
7. Tanggal 24 Oktober : Dasara (Perayaan hari ke-10 setelah 9
malam)
8. Tanggal 13 November : Deepavali (Hari kemenangan)
9. Tanggal 27 November : Kartika Depotsavam (Upacara pemujaan bulan
purnama suci)
10.Tanggal 23 Desember : Vaikunta Ekadasi (Pemujaan kepada Dewa
Wishnu yang membuka surga)
11.Tanggal 15 Januari : Maha Sankranti (Pemujaan kepada Batara
surga)
12.Tanggal 21 Februari : Shri Balaji Venkateshwara Koil Pratama
Vaarsakotchavam (Perayaan ulang tahun kuil)
13.Tanggal 1 April : Sri Vijaya Naama Samvatsara Prarambham
(Tahun baru)
2.9 Kuil Shri Balaji Venkateshwara
Shri Balaji Venkateshwara terletak di jalan Bunga Wijaya Kesuma no. 25-A,
dengan konsep bangunan yang sederhana. Shri Balaji Venkateshwara adalah Avatara
(penjelmaan) Dewa Wisnu pada saat turun ke bumi. Dewa ini begitu dipuja dan
dihormati oleh umat Hindu. Bangunan kuil Shri Balaji Venkateshwara memiliki ukuran
luas 26 x 55 meter. Dari segi bangunan, kuil ini telah mengalami banyak perombakan
secara total dari bangunan lama ke bangunan baru. Letak bagian depan kuil ini tepat
menghadap matahari terbit dengan kata lain menghadap timur. Jadi Bhakta yang
melaksanakan ibadah menghadap ke barat berhadapan dengan arca dewa-dewa yang
menghadap ke arah timur. Menurut Bapak Suba Thina Thayalan, umumnya kuil-kuil
menghadap ke arah timur, karena konsep arah matahari terbit menurut agama Hindu
Tamil yaitu matahari merupakan sinar Ilahi yang datang tepat menuju arca dewa.
Kemudian sinar yang ada pada dewa dipantulkan kepada orang yang melaksanakan
ibadah. Di bagian dinding bagian atas kuil, atap kuil dan bagian dalam kuil terdapat
patung / arca dewa dan dewi agama Hindu.
Di bagian depan kuil juga terdapat Kodimaram / Dhvajastambha (Sansekerta)
yaitu sejenis tiang bendera yang disebutkan sebagai penggambaran dari bagian-bagian
kuil, yang terdiri atas:
1. Garbhagraham (Aaknyai) yaitu bagian kepala
2. Artha Mandapam (Visuthi) yaitu bagian leher
3. Maha Mandapam (Anaahatanam) yaitu bagian dada
4. Snana Mandapam (Manipurakam) yaitu bagian perut
5. Alankara Mandapam (Swathishtanam) yaitu bagian tangan
6. Sabha Mandapam (Mulatharam) yaitu bagian kaki
Gambar 2.1 Kodimaram / Dhvajastambha
Lambang AUM terbuat dari bahan besi yang merupakan gambaran kehidupan
mahluk hidup di dunia yang dirangkum oleh Tuhan Yang Maha Esa diletakkan di bagian
paling atas kuil. Di bagian belakang terdapat kantor dan Maha Wishnu Mandapa (HALL)
yang dipergunakan untuk mengurusi segala urusan inventaris kuil serta dipergunakan juga
Gambar 2.2 Sketsa Kuil Shri Balaji Venkateshwara tampak depan
Gambar 2.3 Sketsa Kuil Shri Balaji Venkateshwara tampak samping
2.9.1 Aturan Sebelum Masuk ke Kuil
1. Membersihkan diri dengan mandi (keramas).
2. Mengenakan pakaian yang bersih, sopan dan khas, antara lain : warna tidak
menyolok, laki-laki memakai kemeja atau Jippa dan Thundu (selendang) dan
perempuan memakai Saree, Paavaadai atau Dhavani.
3. Tidak memakai perhiasan yang berlebihan.
4. Bagi mereka yang datangnya tidak dari rumah, diperbolehkan memakai pakaian
bebas asalkan tidak berwarna hitam.
5. Memakai Sricharana atau Thiruman atau Namam berbentuk U atau Y yang
melambangkan kaki Shri Balaji Venkateshwara dan Srichurnam atau Trishaum
atau Sendhuram berbentuk garis tegak yang melambangkan kekuatan Lakshmi.
6. Kaum perempuan dianjurkan menghias rambutnya dengan bunga dan mengenakan
bubuk Kunkuman berbentuk bulat di tengah kening.
7. Bagi perempuan yang sedang mengalami haid / menstruasi tidak diperbolehkan
masuk ke dalam kuil, sebelum hari ketiga sesudah haid.
8. Membawa buah kelapa, daun sirih, buah pinang, buah pisang, buah-buahan yang
lain, Karpuram / Sudam, minyak sapi, kalung bunga, beberapa kuntum bunga dan
Dupa / Bathi. Jika tidak dapat menyediakan keseluruhan, minimal ada membawa
beberapa kuntum bunga yang wangi.
9. Sebaiknya pergi bersama keluarga, karena hal ini menunjukkan perasaan cinta
(Anbu), kasih sayang (Paasam) dan kesetiaan. Sekaligus membimbing anak agar
bermoral dan menjadi anak Hindu yang baik.
2.9.2 Larangan di Dalam Kuil
Larangan ketika berada di dalam kuil yaitu :
1. Menyentuh Vigraham (Arca)
3. Bersembahyang / berjalan / berdiri diantara Mulamurti atau Palipidam
4. Bersembahyang dan mengitari kuil ketika Vigraham (Arca) ditutupi kain tirai atau
ketika Abishekam sedang berlangsung
5. Berbicara perihal isu atau gosip
6. Melakukan pemujaan tidak pada waktunya
7. Berdiri jauh dan hanya mengamati puja yang sedang dilaksanakan
8. Mengenakan pakaian yang tidak layak
9. Melanggar aturan atau cara pemujaan
10.Bersujud di tempat lain selain tempat yang ditentukan
11.Menyalakan Karpuram (kapur barus) tidak pada waktu dan tempat yang tepat
12.Menempatkan bunga, buah dan bahan lainnya tanpa melalui Archagar / pendeta
13.Datang ke kuil dengan tujuan lain
14.Mangambil barang milik kuil untuk digunakan sendiri
15.Mengusapkan tangan pada pilar dan dinding kuil setelah menerima Prasadham
BAB III
DESKRIPSI UPACARA MANDALABHISEKAM
3.1 Pengertian Upacara Mandalabhisekam
Upacara Mandalabhisekam merupakan upacara peresmian peletakan arca-arca dewa
umat Hindu (Bhakta) yang antara lain perwujudan dari dewa Wishnu (Shri Balaji
Venkateshwara), perwujudan Shri Padmawati, perwujudan Shri Aandaal, perwujudan dewa
Ganesha (Shri Wisnu Ganapathi), perwujudan Shri Garuda, dan perwujudan Shri Hanuman
yang telah didoakan dan nantinya akan dimandikan (disucikan) serta dikawinkan secara
simbolis sebagai persyaratan dalam upacara Mandalabhisekam. Setelah upacara peletakan
arca-arca dewa dilakukan, selanjutnya dilakukan dua tahap upacara pada hari yang
bersamaan. Tahap pertama dilakukan pada pukul 08.00 - 12.30 yaitu upacara 108 Kalasa
Thirumanjana dan tahap kedua akan dilakukan pada jam 17.00 - 20.00 yaitu upacara Kalyana
Mohotsava. Tahap pertama, upacara yang dilakukan adalah
upacara 108 Kalasa Thirumanjana, yaitu upacara memandikan Vigraha Dewa Wishnu (Shri
Balaji Venkateshwara) yang terdapat di kuil dengan menggunakan sarana/perlengkapan susu,
susu masam, minyak sapi, madu, air kelapa muda, serbuk kunyit, serbuk cendana berikut air
yang disucikan dan didoakan dari 108 kalasa yang disediakan Bhakta. Upacara ini dilakukan
oleh 108 pasangan yang berasal dari Bhakta. Manfaat upacara 108 Kalasa Thirumanjana
bagi para Bhakta yaitu akan mengalami penyembuhan dari cacat mental, penyakit kronis, dan
dikaruniai keturunan. Dengan berpartisipasi dalam upacara 108
Kalasa Thirumanjana, Dewa Wishnu (Shri Balaji Venkateshwara) sebagai pelipur lara
Bhakta akan memberikan obat dan kepuasan dari kekhawatiran serta kendala lain Bhakta
keselamatan bagi para petani (Dhana Dhanya Samruthi), harmonisasi keluarga, dan
pekerjaan /usahanya sendiri.
Tahap kedua yaitu upacara Kalyana Mohotsava yang merupakan upacara perkawinan
simbolis arca perwujudan Dewa Wishnu (Shri Balaji Venkateshwara) dengan arca
perwujudan Shri Padmawati dan arca perwujudan Shri Aandaal yang dilakukan oleh pendeta
dan seluruh Bhakta. Dalam upacara ini Bhakta yang terdiri dari wanita bersuami atau anak
gadis dapat membawa hantaran untuk perkawinan (Varisai Taddu) berupa dua macam buah,
bunga atau kalung bunga, gelang tangan, serbuk kunkuman, daun sirih, dan pinang yang
ditempatkan pada sebuah talam. Hantaran ini nantinya akan dipersembahkan kepada dewa
yang mereka sembah. Pada akhir upacara ini, arca dewa-dewi yang telah dikawinkan secara
simbolis akan diarak kejalanan sesuai lokasi yang telah disepakati, untuk mengabarkan
kepada semua Bhakta bahwa perkawinan yang dilakukan telah terlaksana dan memberi
berkat kepada para Bhakta yang tidak dapat hadir dalam upacara itu.
3.2 Latar Belakang dan Tujuan Pelaksanaan Upacara
Semua umat Hindu percaya bahwa alam semesta beserta isinya baik yang berada di
segala penjuru bumi, di lautan maupun di angkasa merupakan bagian dari tubuh Sang Hyang
Widhi meskipun tidak tampak langsung oleh manusia. Umat Hindujuga percaya bahwa bumi
beserta isinya diciptakan oleh Sang Hyang Widhi bertujuan untuk kehidupan manusia
ciptaannya. Cara yang paling mudah dan paling indah untuk mendekati Sang Hyang Widhi
adalah melalui rasa.
Untuk membangkitkan rasa cinta kepada Sang Hyang Widhi maka diperlukan suatu
kondisi tertentu, kondisi yang dapat membangkitkan rasa Ketuhanan muncul dan hidup
dengan baik. Hal inilah yang membuat umat Hindu mendirikan kuil di tempat-tempat yang