• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem pendeteksian dan perhitungan sel darah merah abnormal dan normal berdasarkan pengolahan citra digital menggunakan matlab

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sistem pendeteksian dan perhitungan sel darah merah abnormal dan normal berdasarkan pengolahan citra digital menggunakan matlab"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN MATLAB

Tugas Akhir

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Komputer

Disusun oleh:

Dilianti Kartikasari

10210702

Pembimbing

Dr. Wendi Zarman, M.Si

Ir. Syahrul, M.T

JURUSAN TEKNIK KOMPUTER

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

▸ Baca selengkapnya: bentuk dada normal dan abnormal

(2)

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Dzat Allah SWT yang

senantiasa mencurahkan rahmat dan karunia-Nya ke seluruh makhluknya termasuk

pada penulis. Sholawat dan salam semoga tercurahkan untuk junjungan kita Nabi

Besar Muhammad SAW, berserta keluarga, para sahabat dan umatnya. Hanya dengan

pertolongan Allah SWT sematalah penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Sistem Pendeteksian dan Perhitungan Jumlah Sel Darah Merah Abnormal dan Normal Berdasarkan Image Processing Menggunakan Matlab ”.

Adapun tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk

menyelesaikan studi di Jurusan Teknik Komputer Universitas Komputer Indonesia.

Dengan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, tugas

akhir ini pun tak lepas dari bantuan pihak lain. Oleh karena itu penulis ucapkan

terima kasih kepada pihak-pihak yang bersangkutan di bawah ini :

1. Bpk. Dr. Wendi Zarman, M.Si. selaku Ketua Jurusan Teknik Komputer

Universitas Komputer Indonesia, dan sekaligus sebagai dosen pembimbing 1

yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir serta

memberi dorongan nasehat agar penulis menjadi pribadi yang lebih baik..

2. Bpk. Ir. Syahrul, M.T. selaku dosen pembimbing II yang telah banyak membantu

penulis dalam menyelesaikan tugas akhir. Memberikan kemudahan dan nasehat

bagi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Kedua Ibu Bapak semoga Allah SWT merahmatinya. Dimana beliau berdua telah

banyak sekali memberi bantuan dan dukungan moril maupun materil, dan serta do’a kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Andriyana yang telah banyak menyemangati dan membantu kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini “ Makasih ya ”.

5. Pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Dalam pengerjaan tugas akhir ini, penulis telah berusaha semaksimal

(3)

Bandung, Februari 2013

(4)
(5)

BAB 1 PENDAHULUAN

2.4 PENGOLAHAN CITRA MENGGUNAKAN MATLAB... 10

(6)

3.1.6 Ektrasi Ciri ... 18

3.1.7 Hitung Jumlah Seldarah Merah Abnormal dan Normal ... 18

3.2 EFEKTIVITAS SISTEM ... 19\

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PREPOSSESING ... 21

4.1.1 Konversi RGB ke Grayscale ... 21

4.1.2 Deteksi Tepi ... 22

4.1.3 Segmentasi Watersheed ... 22

4.2 PROSESSING ... 23

4.2.1 Ekstrasi Ciri ... 23

4.2.2 Perhitungan Sel Darah Merah Abnormal dan Normal ... 24

4.3 PERHITUNGAN AKURASI SITEM ... 26

4.4 ANALISA ... 55

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN ... 56

(7)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Aris Sugiharto, Pemrograman GUI dengan MATLAB, Penerbit Andi,

Yogyakarta,2006.

[2] Boles, W., B. Boashash, A humanidentification technique using images of

the iris and wavelet transform, IEEETransactions on Signal Processing vol.

46, 1998.1999, pp. 213-219.

[3] Darma Putra, Sistem Biometrika : KonsepDasar, Teknik Analisis Citra, dan

Tahapan Membangun Aplikasi Sistem Biometrika, Penerbit Andi,

Yogyakarta, 2003.

[4] Erick Paulus dan Yessica Nataliani, Cepat Mahir GUI Matlab, Penerbit

Andi, Yogyakarta, 2007.

[5] Firman, Dasar Matlab, http://www.IlmuKomputer.com/, diunduh pada tanggal 22 Mei 2012

[6] Gonzales, Rafael C., Digital Image Processing, Addison-Waley

Publishing,1997.

[7] Karmilasari, Sistem Pengenalan Iris Mata Dengan Metode Morfologi Citra

dan Pengkodean Potongan Pola Iris, Universitas Gunadarma, Disertasi,

2008.

[8] Marvin Ch. Wijaya dan Agus Prijono, Pengolahan Citra Digital

Menggunakan Matlab, Penerbit Informatika, Bandung, 2007.

[9] Rinaldi Munir, Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik,

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anemia keadaan dimana jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen)

dalam sel darah merah berada di bawah normal. Salah satu faktor timbulnya

anemia yaitu karena adanya cacat pada sel darah merah.

Pemeriksaan darah lengkap bisa menentukan adanya anemia dimana

pemeriksaan darah lengkap umumnya telah menggunakan mesin penghitung

otomatis (hematology analyzer). Pemeriksaan dengan mesin penghitung otomatis

dapat memberikan hasil yang cepat. Namun, analyzer memiliki keterbatasan

ketika terdapat sel yang abnormal, misalnya banyak dijumpainya sel-sel yang

belum matang pada leukemia, infeksi bakterial, sepsis, anemia sickle cell, dsb.

Atau, ketika jumlah sel sangat tinggi sehingga analyzer tidak mampu

menghitungnya. Pada keadaan seperti ini, pemeriksaan manual sangat diperlukan.

Keuntungan dari penghitungan manual adalah bahwa mesin penghitung

otomatis tidak dapat diandalkan dalam menghitung sel abnormal. Dalam hal ini

diperlukan pemeriksaan manual terhadap apusan darah. Pemeriksaan secara

mikroskopik akan memberikan informasi mengenai sel darah merah yang

abnormal dan variasi bentuk eritrosit. Pemeriksaan manual juga dapat

memberikan informasi mengenai adanya jenis sel lain yang biasanya tidak

dijumpai dalam darah tepi, misalnya sel plasma. Selain itu, adanya trombosit yang

menggerombol (clumps) yang menyebabkan rendahnya jumlah trombosit pada

pemeriksaan otomatis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan apusan darah.

Namun kelemahan dalam menghitung jumlah sel darah merah normal dan

menentukan adanya kelainan sel darah merah yang abnormal secara manual

membutuhkan waktu yang cukup lama dimana hasil analisis setiap dokter ataupun

analis laboraturium tidak selalu sama antara dokter yang satu dengan dokter yang

lain, hal ini mengakibatkan hasil diagnosa setiap dokter berbeda – beda.

Ketelitian dan konsentrasi dokter sangat menentukan hasil analisis. Di lain pihak

analisis preparat darah secara manual tidak menghasilkan bukti citra sehingga

(9)

dianalisis oleh banyak dokter. Oleh karena itu perlu dibuat suatu alat yang dapat

menghitung jumlah sel darah merah normal dan abnormal pada suatu citra sel

darah merah secara cepat dan terautomatisasi, sehingga diperoleh analisis dan

bukti yang akurat.

1.2 Permasalahan

Dari latar belakang diatas, maka permasalahnnya adalah bagaimana cara

melakukan pendeteksian dan perhitungan jumlah objek sel darah merah normal

dan abnormal pada suatu citra sel darah merah secara otomatis.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah pada tugas akhir ini adalah :

1. Data citra darah di ambil dari berbagai situs kesehatan di internet.

2. Citra sel darah merah merah yang diolah hanya variasi kelainan sel darah

merah berdasarkan bentuk.

3. Untuk memisahkan sel darah merah yang bertumbuk serta menghitung

jumlah objek sel darah merah digunakan proses segmentasi watershed

berdasarkan operasi morfologi.

4. Untuk menentukan sel darah merah abnormal dan normal menggunakan

metode ekstrasi ciri berdasarkan bentuk.

5. Software yang digunakan untuk penelitian ini adalah Matlab 7.10 R2010b

1.4 Tujuan

Tujuan tugas akhir ini adalah untuk membuat sistem untuk memisahkan sel

darah merah yang bertumbuk sebelum dilakukannya proses pendeteksian bentuk

dan perhitungan jumlah objek sel darah merah normal dan abnormal pada suatu

citra sel darah merah.

1.5 Metodelogi Penelitian

(10)

1 Studi pustaka untuk mengumpulkan dan mempelajari tentang anemia sel

sabit dan mempelajari metode – metode lain yang sudah ada dan berkaitan

dengan tugas akhir ini.

2 Pengumpulan data yang dibutuhkan tentang anemia sel sabit.

3 Membangun sistem untuk menghitung jumlah objek sel darah merah pada

suatu citra sel darah merah serta mengenali kelainan sel darah merah.

4 Pengujian sistem yang telah dibuat dan analisa.

5 Penyusunan laporan.

1.6 Sistematik Penulisan

Sistematika dari penulisan tugas akhir ini dibagi dalam lima bab, antara

lain

1. Bab I : Pendahuluan. Bagian ini berisi latar belakang masalah,

permasalahan, batasan masalah, tujuan, metodologi penelitian, sistematika

penulisan dari penelitian tugas akhir yang dibuat.

2. Bab II : Dasar Teori. Bagian ini berisi tentang berbagai teori penunjang

yang berhubungan dengan penelitian tugas akhir ini.

3. Bab III: Material dan Metodologi. Bagian ini berisi pemodelan dari sistem

terhadap permasalahan yang dihadapi dan pemilihan perangkat lunak yang

akan diimplementasikan. Sistem akan dibuat dengan menggunakan metode

segmentasi watersheed dan ekstrasi ciri.

4. Bab IV : Percobaan dan Hasil. Bagian ini berisi hasil analisis pengujian

sistem.

5. Bab V: Penutup. Bagian ini berisi kesimpulan dari penelitian system yang

(11)

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Sel Darah Merah Normal

Sel darah merah, yang juga disebut sebagai eritrosit, bertugas mengangkut

oksigen dari paru ke semua sel di seluruh tubuh. Sel darah merah normal

berbentuk seperti bulat pipih tanpa lubang ditengah. Sel darah merah normal

bergerak mudah melewati pembuluh darah. Sel darah merah mengandung

hemoglobin, yaitu suatu protein kaya zat besi. Hemoglobin membawa oksigen dari

paru-paru ke seluruh tubuh.Orang yang tinggal di dataran tinggi umumnya

mempunyai lebih banyak sel darah merah. Ini merupakan upaya tubuh mengatasi

kekurangan oksigen.

Gambar 2.1. Citra Apusan Tepi Sel Darah Merah Normal

2.2 Sel darah Merah Abnormal

Sel darah merah abnormal merupakan kelainan pada bentuk sel darah

merah dimana sel tidak mendapatkan cukup oksigen untuk berfungsi secara

normal. Kelainan pada sel darah merah ini umumnya disebut dengan anemia.

Selama ini anemia lebih banyak dikenal sebagai penyakit kekurangan

darah merah. Anemia merupakan sebuah penyakit kelainan darah akibat

kurangnya atau abnormalitas hemoglobin, pigmen pembawa sel darah merah. Ada

empat jenis utama anemia berdasarkan penyebabnya, yakni anemia defisiensi zat

besi, anemia megaloblastik, anemia sel bulan sabit(sickle-cell anemia), dan

(12)

Dalam kasus ini hanya akan dijelaskan tentang anemia yang mempunyai

ciri khusus yaitu kelainan berdasarkan berdasarkan bentuk eritrosit natara lain:

a) Ovalosit

Eritrosit yang berbentuk lonjong . Ovalosit memiliki sel dengan sumbu

panjang kurang dari dua kali sumbu pendek. Ovalosit ditemukan dengan

kemungkinan bahwa pasien menderita kelainan yang diturunkan yang

mempengaruhi sitoskelekton eritrosit misalnya ovalositosis herediter.

b) Schistocyte

Merupakan fragmen eritrosit berukuran kecil dan bentuknya tak teratur,

berwarna lebih tua. Terjadi pada anemia hemolitik karena combusco reaksi

penolakan pada transplantasi ginjal.

c) Teardrop cells (dacroytes)

Berbentuk seperti buah pir. Terjadi ketika ada fibrosis sumsum tulang atau

diseritropoesis berat dan juga dibeberapa anemia hemolitik, anemia

megaloblastik, thalasemia mayor, myelofibrosi idiopati karena metastatis

karsinoma atau infiltrasi myelofibrosis sumsum tulang lainnya.

d) Sickle cells

Eritrosit yang berbentuk sabit. Terjadi pada reaksi transfusi, sferositosis

congenital, anemia sel sickle, anemia hemolitik.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 2.2 (a)gbr Teadrop cells, (b) Schistocyte, (c) ovalosit, (d) sickle cell

2.3 Citra Digital

Citra digital adalah gambar dua dimensi yang dapat ditampilkan pada layar

monitor komputer sebagai himpunan berhingga (diskrit) nilai digital yang disebut

pixel (picture elements). Pixel adalah elemen citra yang memiliki nilai yang

(13)

Berdasarkan cara penyimpanan atau pembentukannya, citra digital dapat

dibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama adalah citra digital yang dibentuk oleh

kumpulan pixel dalam array dua dimensi. Citra jenis ini disebut citra bitmap

(bitmap image) atau citra raster (raster image). Jenis citra yang kedua adalah citra

yang dibentuk oleh fungsi-fungsi geometri dan matematika. Jenis citra ini disebut

grafik vektor (vector graphics). Dalam pembahasan tugas akhir ini, yang

dimaksud citra digital adalah citra bitmap. Citra digital (diskrit) dihasilkan dari

citra analog (kontinu) melalui digitalisasi. Digitalisasi citra analog terdiri atas

penerokan (sampling) dan kuantisasi (quantization) Penerokan adalah pembagian

citra ke dalam elemen-elemen diskrit (pixel), sedangkan kuantisasi adalah

pemberian nilai intensitas warna pada setiap pixel dengan nilai yang berupa

bilangan bulat (G.W. Awcock, 1996).

Banyaknya nilai yang dapat digunakan dalam kuantisasi citra bergantung

kepada kedalaman pixel, yaitu banyaknya bit yang digunakan untuk

merepresentasikan intensitas warna pixel. Kedalaman pixel sering disebut juga

kedalaman warna. Citra digital yang memiliki kedalaman pixel n bit disebut juga

citra n-bit. Berdasarkan warna-warna penyusunnya, citra digital dapat dibagi

menjadi tiga macam (Marvin Chandra Wijaya,2007) yaitu:

1. Citra Biner

yaitu citra yang hanya terdiri atas dua warna, yaitu hitam dan putih. Oleh

karena itu, setiap pixel pada citra biner cukup direpresentasikan dengan 1 bit.

Pada gambar 2.3 merupakan citra biner, sedangkan pada gambar 2.4 merupakan

representasi dari citra biner, dimana citra yang berwarna putih memiliki nilai

1,sedangkan citra yang berwarna hitam memiliki nilai 0.

(14)

Gambar 2.4 Representasi Citra Biner

Meskipun saat ini citra berwarna lebih disukai karena memberi kesan yang

lebih kaya daripada citra biner, namun tidak membuat citra biner tidak digunakan

lagi. Pada beberapa aplikasi citra biner masih tetap dibutuhkan, misalkan citra

logo instansi ( yang hanya terdiri dari warna hitam dan putih), citra kode barang

(bar code) yang tertera pada label barang, citra hasil pemindaian dokumen teks,

dan sebagainya. Seperti yang sudah disebutkan diatas, citra biner hanya

mempunyai dua nilai derajat keabuan : hitam dan putih. Pixel – pixel objek

bernilai 1 dan pixel – pixel latar belakang bernilai 0. Pada waktu menampilkan

gambar, adalah putih dan 1 adalah hitam. Jadi pada citra biner, latar belakang

berwarna putih sedangkan objek berwarna hitam seperti tampak pada gambar 2.4

diatas. Meskipun komputer saat ini dapat memproses citra hitam-putih (grayscale)

maupun citra berwarna, namun citra biner masih tetap di pertahankan

keberadaannya.

2. Citra Grayscale

Yaitu citra yang nilai pixel-nya merepresentasikan derajat keabuan atau

intensitas warna putih. Nilai intensitas paling rendah merepresentasikan warna

hitam dan nilai intensitas paling tinggi merepresentasikan warna putih. Pada

umumnya citra grayscale memiliki kedalaman pixel 8 bit (256 derajat keabuan),

tetapi ada juga citra grayscale yang kedalaman pixel-nya bukan 8 bit, misalnya 16

bit untuk penggunaan yang memerlukan ketelitian tinggi. Pada gambar 2.5

(15)

Gambar 2.5 Citra Grayscale

Citra grayscale merupakan citra satu kanal, dimana citra f(x,y) merupakan

fungsi tingkat keabuan dari hitam keputih, x menyatakan variable kolom atau

posisi pixel di garis jelajah dan y menyatakan variable kolom atau posisi pixel di

garis jelajah. Intensitas f dari gambar hitam putih pada titik (x,y) disebut derajat

keabuan (grey level), yang dalam hal ini derajat keabuannya bergerak dari hitam

keputih. Derajat keabuan memiliki rentang nilai dari Imin sampai Imax, atau Imin

< f < Imax, selang (Imin, Imax) disebut skala keabuan. Biasanya selang (Imin,

Imax) sering digeser untuk alasan-alasan praktis menjadi selang [0,L], yang dalam

hal ini nilai intensitas 0 meyatakan hitam, nilai intensitas L meyatakan putih,

sedangkan nilai intensitas antara 0 sampai L bergeser dari hitam ke putih. Sebagai

contoh citra grayscale dengan 256 level artinya mempunyai skala abu dari 0

sampai 255 atau [0,255], yang dalam hal ini intensitas 0 menyatakan hitam,

intensitas 255 menyataka putih, dan nilai antara 0 sampai 255 menyatakan warna

keabuan yang terletak antara hitam dan putih.

3. Citra RGB

Yaitu citra yang nilai pixel-nya merepresentasikan warna tertentu

Banyaknya warna yang mungkin digunakan bergantung kepada kedalaman pixel

citra yang bersangkutan. Citra berwarna direpresentasikan dalam beberapa kanal

yang menyatakan komponen-komponen warna penyusunnya. Banyaknya kanal

yang digunakan bergantung pada model warna yang digunakan pada citra

(16)

Gambar 2.6 Citra RGB

Intensitas suatu pada titik pada citra berwarna merupakan kombinasi dari

tiga intensitas : derajat keabuan merah (fmerah(x,y)), hijau fhijau(x,y) dan biru

(fbiru(x,y)). Persepsi visual citra berwarna umumnya lebih kaya di bandingkan

dengan citra hitam putih. Citra berwarna menampilkan objek seperti warna aslinya

( meskipun tidak selalu tepat demikian ). Warna-warna yang diterima oleh mata

manusia merupakan hasil kombinasi cahaya dengan panjang gelombang berbeda..

2.4. Pengolahan Citra Menggunakan Matlab

Pengolahan Citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang

banyak melibatkan persepsi visual. Proses ini mempunyai ciri data masukan dan

informasi keluaran yang berbentuk citra.

Istilah pengolahan citra digital secara umum didefinisikan sebagai

pemrosesan citra dua dimensi dengan komputer. Dalam definisi yang lebih luas,

pengolahan citra digital juga mencakup semua data dua dimensi. Citra digital

adalah barisan bilangan nyata maupun kompleks yang diwakili oleh bit-bit

tertentu.

Kebutuhan untuk pengolahan citra secara mudah dan cepat sangat

diperlukan. Penelitian ataupun penerapan di lapangan yang melibatkan proses

pengolahan citra, kadang-kadang menyulitkan dalam bidang pemrograman karena

rutin program yang berhubungan dengan computer grafik membutuhkan keahlian

khusus dalam implementasinya.

Matlab sebagai salah satu tools pemrograman untuk membantu bidang

(17)

disesuaikan dengan bidang keilmuan masing-masing, salah satunya adalah ‘Image

Processing Toolbox’. Dengan memanfaatkan ‘toolbox’ tersebut, pengguna dapat dengan mudah melakukan penelitiannya.

Matlab adalah sebuah bahasa (pemrograman) dengan unjuk kerja tinggi

untuk komputasi teknis, yang mengintegrasikan komputasi, visualisasi, dan

pemrograman di dalam lingkungan yang mudah penggunaannya dalam

memmecahkan persoalan dengan solusinya yang dinyatakan dengan notasi

matematik.

Sistem Matlab terdiri dari 5 bagian utama, yaitu:

1. Bahasa (pemrograman ) MATLAB

Bagian ini adalah bahasa (pemrograman) tingkat tinggi yang menggunkan

matriks atau array dengan pernyataan aliran kendali program, struktur

data, masukan dan keluaran, serta fitur-fitur pemrograman berorientasi

objek.

2. Lingkungan Kerja MATLAB

Bagian ini adalah sekumpulan kakas dan fasilitas MATLAB yang

digunakan oleh pengguna atau pemogram.

3. Penanganan Grafik

Bagian ini adalah sistem grafik MATLAB, termasuk perintah-perintah

(program) tingkat tinggi untuk visualisasi data dua dimensi dan tiga dimensi,

pengolahan citra, animasi, dan presentasi grafik. Selain itu bagian ini juga

termasuk perintah-perintah (program) tingkat rendah untuk menetapkan sendiri

tampilan grafik seperti halnya membuat antarmuka pengguna grafis untuk

aplikasi-aplikasi MATLAB.

4. Pustaka (library) fugsi matematis MATLAB

Bagian ini adlaah koleksi algoritma komputasi mulai dari fungsi dasar

seperti menjmlahkan (sum), menentukan nilai sinus, kosinus, dan aritmatika

bilangan kompleks, fungsi-fungsi seperti inverse matriks, nilai eigen matriks,

fungsi Bessel, dan FFT (Fast Fourier Transform).

5. API(Application Program Interface) MATLAB

Bagian ini adalah pustaka (library) untuk menuliskan program bahasa C

(18)

rutin program dari MATLAB (Dynamic Lingking), memanggil MATLAB sebagai

mesin komputasi dan untuk pembacaan serta penulisan MAT-Files.

2.5 Dasar pengolahan citra digital

Pengolahan citra (image processing) merupakan proses mengolah

piksel- piksel dalam citra digital untuk suatu tujuan tertentu. Beberapa alasan

dilakukannya pengolahan citra digital antara lain:

1. Untuk mendapatkan citra asli dari suatu citra yang sudah buruk

karena pengaruh derau (noise). Proses pengolahan bertujuan mendapatkan citra

yang diperkiakan mendekati citra sesungguhnya.

2. Untuk memperoleh citra dengan karakteristik tertentu dan cocok

secar visual yang dibutuhkan untuk tahap yang lebih lanjut dalam pemrosesan

analisis citra.

Dalam proses akuisisi, citra yang akan diolah ditransformasikan dalam

suatu representasi numerik. Pada proses selanjutnya representasi tersebut yang

akan diolah secara digital oleh komputer. Pengolahan citra pada umumnya dapat

dikelompokkan dalam dua jenis kegiatan yaitu:

1. Memperbaiki kualitas citra sesuai kebutuhan

2. Mengolah informasi yang terdapat pada citra

Bidang aplikasi yang kedua ini sangat erat kaitannya dengan

computer aided analysis yang umumnya bertujuan untuk mengolah suatu

objekcitra dengan cara mengekstraksi informasi penting yang terdapat

didalamnya. Dari informasi tersebut dapat dilakukan proses analisis dan

klasifikasi secara cepat dengan memanfaatkan algoritma komputer. Dari

pengolahan citra diharapkan terbentuk suatu sistem yang dapat memproses citra

masukan hinggacitra tersebut dapat dikenali cirinya. Pengenalan ciri inilah yang

sering diaplikasikan dalam kehidupan sehari- hari. Dalam pengolahan citra

terdapat lima proses secara umum, yaitu:

a. Image restoration

b. Image enhancement

c. Image data compaction

(19)

e. Image reconstruction

2.6 Thresholding

Thresholding adalah proses mengubah citra berderajat keabuan menjadi

citra biner atau hitam putih sehingga dapat diketahui daerah mana yang termasuk

obyek dan background dari citra secara jelas. Selama proses thresholding, setiap

pixel dalam foto ditandai sebagai "objek" pixel jika nilai mereka adalah lebih

besar dibandingkan nilai ambang (asumsi obyek menjadi lebih terang daripada

latar belakang) dan sebagai "latar belakang" pixel lain. Konvensi ini dikenal

sebagai ambang di atas. Varian termasuk di bawah ambang batas yang berlawanan

dari ambang di atas, di dalam batas, dimana piksel yang berlabel "obyek" jika ada

di antara dua nilai thresholds; dan di luar batas, yang merupakan kebalikan dari

dalam ambang (Shapiro, dkk. 2001: 83). Biasanya, obyek piksel diberi nilai "1"

sedangkan piksel latar belakang diberi nilai "0." Akhirnya, biner gambar yang

dibuat oleh setiap piksel warna putih atau hitam, tergantung pada pixel labelnya.

Citra hasil thresholding biasanya digunakan lebih lanjut untuk proses pengenalan

obyek serta ekstraksi fitur. Metode thresholding secara umum dibagi menjadi dua,

yaitu :

1. Thresholding global

Adalah Thresholding yang dilakukan dengan mempartisi histogram

dengan menggunakan sebuah threshold (batas ambang) global T, yang berlaku

untuk seluruh bagian pada citra.

2. Thresholding adaptif

Adalah Thesholding yang dilakukan dengan membagi citra menggunakan

beberapa sub citra. Lalu pada setiap sub citra, segmentasi dilakukan dengan

Threshold yang berbeda.

Yang menjadi fokus dalam tugas akhir ini adalah

metode thresholding global, thresholding dikatakan global jika nilai threshold T

hanya bergantung pada f(x,y), yang melambangkan tingkat keabuan pada

titik (x,y) dalam suatu citra. Citra hasil thresholding dapat didefinisikan

sebagaimana Persamaan 2.1. Setelah proses treshold selesai dilakukan, kemudian

(20)

.... (2.1)

2.7 Derau (Noise)

Derau (Noise) adalah gambar atau piksel yang mengganggu kualitas citra.

Derau dapat disebabkan oleh gangguan fisis(optik) pada alat akuisisi maupun

secara disengaja akibat proses pengolahan yang tidak sesuai. Contohnya adalah

bintik hitam atau putih yang muncul secara acak yang tidak diinginkan di dalam

citra. Pada gambar 2.7 merupakan suatu citra yang terkena derau salt and pepper.

Gambar 2.7. Citra Derau

2.8 Operasi morfologi

2.8.1 Dilasi

Dilasi merupakan proses penggabungan titik-titik latar (0) menjadi bagian

dari objek (1), berdasarkan structuring element S yang digunakan. Operasi erosi

akan melakukan penambahan sebesar sati piksel pada citra asal yang lebih

dirumuskan sebagai:

.... (2.2)

Pada gambar 2.8 merupakan representasi dari dilasi, dimana pada gambar

(a) merupakan matrik dari citra asal, sedangkan pada gambar (b) merupakan

matriks dari citra hasil dari proes dilasi. S A S A

(21)

(a) (b)

gambar 2.8 Representasi dilasi

2.8.2 Erosi

Erosi merupakan proses penghapusan titik-titik objek (1) menjadi bagian

dari latar (0), berdasarkan structuring element S yang digunakan (Murni, 2002).

Operasi yang dapat menghasilkan keluaran piksel pada citra dengan obyek yang

cenderung diperkecil menipis (Murni, 2002), Operasi erosi akan melakukan

pengurangan pada citra asal yang lebih kecil dibanding elemen penstruktur,

dirumuskan sebagai:

.... (2.3)

Pada gambar 2.9 merupakan representasi dari erosi, dimana pada gambar

(a) merupakan matrik dari citra asal, sedangkan pada gambar (b) merupakan

matriks dari citra hasil dari proes erosi

.

(a) (b)

Gambar 2.9 Representasi erosi

S A S A

(22)

BAB III

PERANCANGAN

3.1 Perancangan System Mendeteksi dan Menghitung Kelainan Sel

Darah Merah Abnormal Berdasarkan Bentuk

Secara garis besar sistem program yang akan dirancang untuk mendeteksi

dan menghitung kelainan sel darah merah berdasarkan bentuk dapat dilihat pada

flowchart 3.1 dibawah ini.

Gambar 3.1 Flowchart Perancangan Sistem

3.1.1 Baca Citra

Citra digital diperoleh dari foto mikroskopis sel darah merah berwarna

dengan penyimpanan format jpg. Citra yang dipilih adalah citra 24 bit sehingga

dikenali sebagai citra RGB. Preprocessing

Hitung Jumlah Sel darah merah normal dan abnormal Segmentasi

Baca Citra Mulai

Grayscale

Deteksi Tepi

Diskripsi Citra

(23)

3.1.2 Grayscale

Untuk menyederhanakan proses perlu diubah aras warnanya menjadi aras

keabuan, dimana citra hanya memiliki tingkat atau kadar keabuan.

3.1.3 Deteksi Tepi

Deteksi tepi digunakan sebagai proses awal sebelum dilakukan segmentasi

dengan tujuan saat dilakukan pemisahan objek yang satu dengan yang lain maka

tepi setiap objek telah diketahui sebelumnya.

3.1.4 Segmentasi

Proses selanjutnya yaitu tresholding global dilakukan untuk memisahkan

latar depan dan latar belakang, sehingga diperoleh citra hitam-putih. Proses ini

dilakukan dengan memberikan nilai ambang sehingga piksel dengan nilai keabuan

di atas nilai ambang akan menjadi 1 (putih) sedangkan yang nilainya di bawah

nilai ambang akan menjadi 0 (hitam).

Sel darah merah memiliki bentuk umum menyerupai cakram dengan

tengah yang cekung. Efek pencahayaan menyebabkan beberapa sel darah merah

terlihat terang pada bagian tengahnya seperti donat. Pada beberapa sel, bagian

tengahnya (yang terang) terlihat sangat luas dan melingkupi sebagian besar sel,

bahkan terlihat pecah. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan dalam pengolahan.

Oleh karena itu perlu dilakukan rekonstruksi citra berdasarkan proses operasi

morfologi sehingga objek (sel darah) menjadi bentuk yang diinginkan, yaitu betuk

cakram dengan bagian terang yang tidak terlalu luas, atau bentuk cakram yang

benar-benar penuh.

Proses selanjutnya yaitu segmentasi watershed sebagai bagian dari

matematika morfologi yaitu pemisahan objek yang satu dengan objek yang lain

dalam suatu gambar dengan member jarak pada masing masing objek. Tujuan dari

segmentasi ini yaitu untuk memisahkan dan member jarak apabila terdapat sel

(24)

3.1.5 Ekstrasi Ciri

Kemudian dilakukan proses ekstrasi ciri objek berdasarkan bentuk (shape),

dengan menggunakan metode ini dapat dibedakan sel darah merah normal dan sel

darah merah abnormal, proses pencarian sel darah merah yang normal dan sel

darah yang berbentuk abnormal ini dilakukan satu persatu berdasarkan label pada

suatu citra, jika diketahui terdapat sel abnormal pada suatu citra sel darah merah

maka bentuk tersebut disimpan dalam suatu variable, dan bentuk lain dari variable

sel darah abnormal dianggap sebagai sel darah merah yang normal dan disimpan

pada variable yang berbeda, kemudian setelah proses pencarian selesai maka

seluruh hasil pencarian sel darah normal dan abnormal tersebut ditampilkan.

Proses pengolahan citra digital berakhir dengan tampilan deskripsi atas hasil

pengolahan dalam bentuk tekstual dan tampilan pengolahan citra sel darah merah.

3.1.6 Hitung Jumlah Sel Darah Merah Normal dan Abnormal

Pada proses perhitungan jumlah sel darah merah normal dan abnormal

masing-masing objek pada citra sel darah merah normal dan abnormal

menggunakan metode labeling komponen pixel dimana setiap objek dalam

masing-masing citra di beri label dan pengecekan terhadap objek pada citra

sehingga jumlah objek dapat dihitung pada masing-masing citra sel darah merah

normal dan abnormal.

3.2 Evektifitas System

Akurasi system digunakan untuk menunjukan tingkat keakuratan kinerja

dari system.

�� � �

=

� + �

�+ �+��+��

× 100%

.... (3.1)

Dengan :

Keterangan Persamaan untuk Pengujian I :

a. TP (True Positive) adalah menunjuk pada banyaknya sel darah berbentuk

abnormal yang dikelompokkan dengan benar sebagai positif (Sel darah

(25)

b. TN (True Negative) adalah menunjuk pada banyaknya sel darah normal

yang dikelompokkan dengan benar sebagai negatif (sel darah normal) .

c. FP (False Positif) adalah menunjuk pada banyaknya sel darah normal yang

dikelompokkan sebagai positif (Sel darah berbentuk abnormal).

d. FN (False Negatif) adalah menunjuk pada banyaknya sel darah yang

berbentuk abnormal yang dikelompokkan sebagai negatif (sel darah

normal)

Untuk memperoleh indeks prosentase yang menunjukkan kemampuan

sistem diagnosis ini dalam mengklasifikasi tingkat infeksi maka harus

dipertimbangkan seberapa besar sensitivitas dan spesifisitas.

a. Sensitivitas adalah indeks prosentase probabilitas hasil uji positif terhadap

klasifikasi tingkat infeksi eritrosit.

� � � � � � = �

�+��× 100% .... (3.2)

b. Spesifisitas adalah indeks prosentase probabilitas uji diagnosis dalam

mengklasifikasi eritrosit yang tidak terinfeksi.

�� � � � � = �

��+ �× 100% .... (3.3)

Dengan TN (True Negatif) adalah menunjuk pada banyaknya

(26)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasaran tujuan dari tugas akhir ini maka dari hasil pengujian yang

dilakukan sistem yang dibangun telah berhasil memisahkan sel darah merah yang

saling bertumbuk pada suatu citra sel darah merah serta sistem juga berhasil

mendeteksi dan menghitung jumlah sel darah merah abnormal dan normal pada

suatu citra secara otomatis. Sehingga menghasilkan keakuratan sistem sebagai

berikut :

1. Setelah dilakukan percobaan pada 10 sampel citra sel darah, Pendeteksi sel

darah merah abnormal berdasarkan ekstrasi cirri bentuk pada percobaan

pertama sistem memiliki nilai Sensitivitas=81.2%, Spesifitas= 93.39%,

Akurasi= 88.91% sedangkan pada percobaan ke-2 dilakukan percobaan pada

10 sample citra sel darah sistem memiliki nilai Sensitivitas=81.2%,

Spesifitas= 93.39%, Akurasi= 88.8%

2. Setelah dilakukan percobaan pada 10 sampel citra sel darah, Perhitungan

jumlah seluruh sel darah merah yang mencakup pemisahan sel darah merah

yang bertumbuk berdasarkan segmentasi watershed pada percobaan pertama

sistem memiliki nilai rata-rata kesalahan sebesar 1.1, sedangkan pada

percobaan ke-2 dilakukan percobaan pada 10 sample citra sel darah sistem

memiliki nilai rata-rata kesalahn sebesar 0.6.

3. Ekstrasi ciri objek dalam menentukan sel darah merah abnormal dan normal

tergantung pada masukan nilai erosi dan dilasi pada proses segmentasi

watershed.

5.2 Saran

Pada pengujian sistem ini hanya mampu mendeteksi sel darah merah

abnormal yang mempunyai kelainan secara fisik tidak meyerupai sel darah merah

normal, karena ekstrasi ciri yang digunakan pada sistem ini berdasarkan

pengenalan pola lingkaran, dimana lingkaran dianggap sebagai sel darah merah

(27)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini dibahas mengenai percobaan dan hasil dari sistem klasifikasi

yang telah didesain pada bab tiga dan analisa hasil pengujian. Pengujian dilakukan

untuk mengetahui apakah sistem dapat berjalan sebagaimana mestinya dengan

lingkungan uji coba yang telah ditentukan serta dilakukan sesuai dengan skenario

uji coba. Pengujian dilakukan dengan mengikuti berbagai urutan algoritma sesuai

dengan flowchart pada Gambar 3.1,

4.1 Preprosesing

Pada tahap preprosesing ini ada beberapa tahapan proses yang harus

dilakukan, antara lain:

4.1.1. Konversi RGB ke Grayscale (rgb2gray)

Proses yang pertama kali dilakukan merubah citra RGB menjadi citra

grayscale. citra RGB yang dikonversi ke citra grayscale dapat dilihat pada

Gambar 4.1. dimana citra (a) merupakan cita asli dan citra (b) merupakan citra

grayscale. Sedangkan pada gambar 4.2 merupakan histogram dari citra grayscale

sel darah.

Gambar 4.1.Konversi RGB ke Grayscale

4.1.2. Deteksi Tepi

Citra yang telah dirubah menjadi benruk grayscale kemudian dirubah

menjadi citra yang menghasilkan tepi objek yang jelas menggunkan deteksi tepi

(28)

untuk mendapatkan eteksi tepi setiap objek pada gambar.Hal ini diperlukan untuk

melakukan proses selanjutnya yaitu segmentasi objek untuk me

Gambar 4.2.Konversi Grayscale ke filter Sobel (Deteksi Tepi)

4.1.3 Segmentasi Watersheed

Pada proses segmentasi ini citra grayscale yang telah difilter

menggunakan deteksi tepi sobel kemudian dirubah menjadi citra biner

menggunkan global thresholding, kemudian dilakukan proses morfologi pada

hasil citra biner dengan mengahpus noise, erosi, dan dilasi dengan tujuan untuk

memisahkan background dengan objek serta memisahkan jika ada objek yang

saling bertumbuk. pada gambar 4.3 ditampilkan hasil citra grayscale yang telah

difilter deteksi tepi menjadi citra yang telah diproses segmentasi watershed.

Gambar 4.3.Konversi filter Sobel (Deteksi Tepi) ke Segmentasi Watersheed

(29)

4.2 Processing Ekstrasi Ciri

Pada tahap ini data yang sudah diproses sebelumnya akan diolah kembali.

Image yang sudah dalam bentuk biner hasil segmenatsi watershed ini harus diberi

sebuah penanda, proses pemberian tanda ini disebut proses labeling. Pada proses

labeling, objek yang ditandai harus berwarna putih. Pada proses ini juga bisa

diketahui jumlah objek yang ada pada frame.

Setelah dilakukan proses labelling pada citra sel darah, kemudian dilakukan

pendeteksian sel darah menggunakan ekstrasi ciri berdasarkan bentuk. Untuk

dapat mengenali sel darah, dilakukan penghitungan selisih nilai antar piksel pada

tepi setiap citra sel darah. Proses pengenalan dilakukan satu persatu pada semua

citra

sel darah yang sudah diberikan label. Jika selisih nilai piksel pada tepian citra sel

darah memiliki nilai lebih besar dari 10 maka, citra tersebut akan dikenali sel

darah yang tidak berbentuk lingkaran, sedangkan jika selisih nilai pikselnya lebih

kecil dari 10 maka akan dikenali sebagai sel darah normal yang berbentuk

lingkaran, jika suatu citra tersebeut dikenali sebagai sel darah abnormal maka citra

tersebut langsung disimpan ke dalam sutu variabel yang khusus menyimpan citra

sel darah yang dikenali sebagai sel abnormal begitupun sebaliknya jika suatu citra

tersebut dikenali sebagai lingkaran maka citra tersebut disimpan kedalam suatu

variable khusus untuk menyimpan sel darah merah normal, proses pengenalan ini

akan dilakukan secara berulang- ulang sampai seluruh sel darah berhasil dikenali.

Kemudian sel darah merah yang abnormal maupun normal dapat dikenali dengan

memberi tanda warna merah pada sel darah merah abnormal, dan warna biru

untuk sel darah merah normal.

4.2.1. Perhitungan Sel Darah Merah

Proses perhitungan jumlah seluruh sel darah merah, jumlah seluruh sel darah

merah abnormal dan jumlah seluruh sel darah merah normal dilakukan pada

proses ekstrasi ciri, dimana pada proses ekstrasi cirri diatas telah kita ketahui

jumlah seluruh objek yang berada pada suatu citra sel darah merah norma,

sedangkan perhitungan jumlah sel darah merah abnormal dilakukan dengan

(30)

perhitungan jumlah sel darah merah normal dilakukan dengan menandai hanya

pada sel darah merah normal saja.

Pada gambar 4.4 adalah citra hasil ekstrasi ciri dan perhitungan keselurah

jumlah sel darah merah, ekstrasi ciri dan perhitungan jumlah sel darah merah

abnormal dan normal.

Gambar 4.4. Ekstrasi ciri sel darah merah berdasarkan objek serta perhitungan

sel darah merah.

Gambar 4.5 Tampilan GUI pada Matlab Perhitungan Rasio Sel darah Merah

(31)

4.3 Perhitungan Dan Akurasi System

Untuk mengetahui indeks prosentase yang menunjukkan kemampuan

sistem diagnosis ini dalam mengklasifikasi sel darah berbentuk abnormal dan sel

darah normal, diperlukan suatu pengujian, pengujian yang dilakukan antara lain;

sensitivitas, spesifitas dan akurasi.

Hasil pengujian pada citra sel darah tersebut didasarkan pada proses

segmentasi dan ekstrasi ciri yang digunakan yang nantinya akan didapatkan nilai

TP (True Positive), TN (True Negative), FP (False Positif), FN (False Negatif).

TP (True Positive) adalah menunjuk pada banyaknya sel darah berbentuk

abnormal yang dikelompokkan dengan benar sebagai positif (Sel darah berbentuk

sabit) . TN (True Negative) adalah menunjuk pada banyaknya sel darah normal

yang dikelompokkan dengan benar sebagai negatif (sel darah normal) .FP (False

Positif) adalah menunjuk pada banyaknya sel darah normal yang dikelompokkan

sebagai positif (Sel darah berbentuk abnormal).FN (False Negatif) adalah

menunjuk pada banyaknya sel darah yang berbentuk sabit yang dikelompokkan

sebagai negatif (sel darah normal).

Pada penelitian ini kita menggunakan 10 sampel citra sel darah yang

didalamnya terdapat citra sel darah yang berbentuk abnormal dan juga terdapat

citra sel adarah normal.

1. Citra ke-1

(32)

Pada gambar 4.6 merupakan citra asli dari sel darah Sickle Cell pertama,

kemudian citra asli tersebut dirubah menjadi bentuk grayscale. Citra yang telah

diubah menjadi bentuk grayscale tersebut kemudian di proses dengan segmentasi

watesheed untuk mendapatkan objek citra yang utuh. Kemudian dilakukan 2 kali

proses ekstrasi ciri, pada gambar 4.7 dan gambar 4.8 merupakan citra hasil

segmentasi watersheed dengan nilai inputan seperti pada table 4.1 dan 4.2 di

bawah ini.

Gambar 4.7. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra ke-1

Tabel 4.1 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan Gambar.4.8

Nilai Segmentasi

Hasil Hitung Simulasi Jumlah

Seluruh

Objek

Hasil Hitung Manual Jumlah

Seluruh

Objek

Abnormal Normal Abnormal Normal

Noise Erosi Dilasi

50 4 2 11 18 29 14 15 29

Sehingga diketahui:

TP (True Positif) = 11

TN (True Negatif) = 18

FP (False Negatif) = 1

(33)

Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat

akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.

� � � � � � = 11

11 + 4× 100% = 73.3%

�� � � � � = 18

1 + 18× 100% = 94.7 %

�� � � = 11 + 18

11 + 18 + 1 + 4× 100% = 85.2%

Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 73.3%, nilai

spesifisitas 94.7%, dan nilai akurasi sebesar 85.2%.

Gambar 4.8. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra Percobaan ke-2

Tabel 4.2 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan Gambar.4.8

Nilai Segmentasi

Hasil Hitung Simulasi Hasil Hitung Manual

Abnormal Normal Jumlah

Seluruh Abnormal Normal

Jumlah

Seluruh

Noise Erosi Dilasi

30 5 2 11 18 29 14 15 29

Sehingga diketahui:

TP (True Positif) = 11

TN (True Negatif) = 18

(34)

FN (False Negatif).= 4

Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat

akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.

� � � � � � = 11

11 + 4× 100% = 73.3%

�� � � � � = 18

1 + 18× 100% = 94.7 %

�� � � = 11 + 18

11 + 18 + 1 + 4× 100% = 85.2%

Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 73.3%, nilai

spesifisitas 94.7%, dan nilai akurasi sebesar 85.2%.

Analisis dari pada percobaan pertama yaitu dengan memasukan nilai erosi

dan dilasi yang berbeda pada proses segmentasi menghasilkan jumlah sel darah

merah keseluruhan secara benar, sedangkan pada proses pendeteksian didapatkan

hasil yang sama tetapi hasil pengeleompokan pada citra berbeda hal ini

disebabkan pada setiap pixel objek pada citra berbeda beda sehingga pada saat

dilakukan proses segmentasi memberikan informasi yang berbeda.

2. Citra ke-2

Gambar 4.9. Sickle Cell citra ke-2

Pada gambar 4.9 merupakan citra asli dari sel darah Sickle Cell pertama,

kemudian citra asli tersebut dirubah menjadi bentuk grayscale. Citra yang telah

diubah menjadi bentuk grayscale tersebut kemudian di proses dengan segmentasi

(35)

proses ekstrasi ciri, pada gambar 4.10 dan gambar 4.11 merupakan citra hasil

segmentasi watersheed dengan nilai inputan seperti pada table 4.3 dan 4.4 di

bawah ini.

Gambar 4.10. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra ke-2 pada

percobaan pertama

Tabel 4.3 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan

Gambar.4.10

Nilai Segmentasi

Hasil Hitung Simulasi Jumlah

Seluruh

Objek

Hasil Hitung Manual Jumlah

Seluruh

Objek

Abnormal Normal Abnormal Normal

Noise Erosi Dilasi

Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat

akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.

� � � � � � = 8

(36)

�� � � � � = 13

4 + 13× 100% = 76.06%

�� � � = 8 + 13

8 + 13 + 0 + 4× 100% = 84%

Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 100%, nilai

spesifisitas 76.06%, dan nilai akurasi sebesar 84%.

Gambar 4.11. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra ke-2 pada percobaan

ke-2

Tabel 4.4 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan

Gambar.4.11

Nilai Segmentasi Hasil Hitung Simulasi Hasil Hitung Manual

Abnormal Normal Jumlah

Seluruh Abnormal Normal

Jumlah

Seluruh

Noise Erosi Dilasi

60 3 1 9 12 21 10 12 21

Sehingga diketahui:

TP (True Positif) = 9

TN (True Negatif) = 12

FP (False Negatif) = 0

(37)

Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat

akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.

� � � � � � = 9

9 + 0× 100% = 100%

�� � � � � = 12

3 + 12× 100% = 80%

�� � � = 9 + 12

9 + 12 + 0 + 3× 100% = 87.5%

Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 100%, nilai

spesifisitas 80%, dan nilai akurasi sebesar 87.5%.

3. Citra ke-3

Gambar 4.12. Teardrops cell dan ovalosit citra ke-3

Pada gambar 4.12 merupakan citra asli dari sel darah teardrops dan ovalosit

pertama, kemudian citra asli tersebut dirubah menjadi bentuk grayscale. Citra

yang telah diubah menjadi bentuk grayscale tersebut kemudian di proses dengan

segmentasi watershed untuk mendapatkan objek citra yang utuh. Kemudian

dilakukan 2 kali proses segmentasi dan ekstrasi ciri, pada gambar 4.13 dan

gambar 4.14 merupakan citra hasil segmentasi watershed dengan nilai inputan

(38)

Gambar 4.13. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra pada percobaan

pertama

Tabel 4.5 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan

Gambar.4.13

Nilai Segmentasi

Hasil Hitung Simulasi Jumlah

Seluruh

Objek

Hasil Hitung Manual Jumlah

Seluruh

Objek

Abnormal Normal Abnormal Normal

Noise Erosi Dilasi

Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat

akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.

(39)

Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 90%, nilai

spesifisitas 100%, dan nilai akurasi sebesar 90%.

Gambar 4.14 Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra pada percobaan ke-2

Tabel 4.6 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan

Gambar.4.14

Nilai Segmentasi Hasil Hitung Simulasi Hasil Hitung Manual

Abnormal Normal Jumlah

Seluruh Abnormal Normal

Jumlah

Seluruh

Noise Erosi Dilasi

60 3 1 10 29 39 6 33 39

Sehingga diketahui:

TP (True Positif) = 10

TN (True Negatif) = 29

FP (False Negatif) = 2

FN (False Negatif).= 0

Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat

akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.

� � � � � � = 10

(40)

�� � � � � = 29

0 + 29× 100% = 100%

�� � � = 10 + 29

10 + 29 + 2 + 0× 100% = 95.12%

Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 83.3%, nilai

spesifisitas 100%, dan nilai akurasi sebesar 95.12%.

4. Citra ke-4

Gambar 4.15. Citra Teardrops cell dan ovalosit asli ke-4

Pada gambar 4.15 merupakan citra asli dari sel darah Sickle Cell pertama,

kemudian citra asli tersebut dirubah menjadi bentuk grayscale. Citra yang telah

diubah menjadi bentuk grayscale tersebut kemudian di proses dengan segmentasi

watesheed untuk mendapatkan objek citra yang utuh. Kemudian dilakukan 2 kali

proses ekstrasi ciri, pada gambar 4.16 merupakan citra hasil segmentasi

(41)

Gambar 4.16. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra pada percobaan

pertama

Tabel 4.7 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan

Gambar.4.16

Nilai Segmentasi

Hasil Hitung Simulasi Jumlah

Seluruh

Objek

Hasil Hitung Manual Jumlah

Seluruh

Objek

Abnormal Normal Abnormal Normal

Noise Erosi Dilasi

Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat

akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.

� � � � � � = 16

16 + 0× 100% = 100%

�� � � � � = 18

(42)

�� � � = 16 + 18

16 + 18 + 0 + 3× 100% = 91.8%

Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 100%, nilai

spesifisitas 85.7%, dan nilai akurasi sebesar 91.8%.

5. Citra ke-5

Gambar 4.17. Citra Teardrops cell,ovalosit dan schistocytes Citra ke-5

Pada gambar 4.17 merupakan citra asli dari sel darah Sickle Cell pertama,

kemudian citra asli tersebut dirubah menjadi bentuk grayscale. Citra yang telah

diubah menjadi bentuk grayscale tersebut kemudian di proses dengan segmentasi

watesheed untuk mendapatkan objek citra yang utuh. Kemudian dilakukan 2 kali

proses ekstrasi ciri, pada gambar 4.18 dan gambar 4.19 merupakan citra hasil

segmentasi watersheed dengan nilai inputan seperti pada table 4.9 dan 4.10 di

(43)

Gambar 4.18. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra pada percobaan

pertama

Tabel 4.9 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan

Gambar.4.18

Nilai Segmentasi

Hasil Hitung Simulasi Jumlah

Seluruh

Objek

Hasil Hitung Manual Jumlah

Seluruh

Objek

Abnormal Normal Abnormal Normal

Noise Erosi Dilasi

Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat

akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.

� � � � � � = 8

8 + 0× 100% = 100%

�� � � � � = 13

(44)

�� � � = 8 + 13

8 + 13 + 0 + 2× 100% = 91.3%

Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 100%, nilai

spesifisitas 86.6%, dan nilai akurasi sebesar 91.3%.

Gambar 4.19. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra pada percobaan ke-2

Tabel 4.10 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan

Gambar.4.19

Nilai Segmentasi

Hasil Hitung Simulasi Hasil Hitung Manual

Abnormal Normal Jumlah

Seluruh Abnormal Normal

Jumlah

Seluruh

Noise Erosi Dilasi

50 6 1 10 29 39 6 33 39

Sehingga diketahui:

TP (True Positif) = 10

TN (True Negatif) = 29

FP (False Negatif) = 2

FN (False Negatif).= 0

Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat

(45)

� � � � � � = 10

10 + 2× 100% = 80%

�� � � � � = 29

29 + 0× 100% = 100 %

�� � � = 10 + 29

10 + 29 + 2 + 0× 100% = 95.1%

Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 80%, nilai

spesifisitas 100%, dan nilai akurasi sebesar 95.1%.

6. Citra ke-6

Gambar 4.20. Sickle cell citra ke-6

Pada gambar 4.20 merupakan citra asli dari sel darah Sickle Cell pertama,

kemudian citra asli tersebut dirubah menjadi bentuk grayscale. Citra yang telah

diubah menjadi bentuk grayscale tersebut kemudian di proses dengan segmentasi

watesheed untuk mendapatkan objek citra yang utuh. Kemudian dilakukan 2 kali

proses ekstrasi ciri, pada gambar 4.21 dan gambar 4.22 merupakan citra hasil

segmentasi watersheed dengan nilai inputan seperti pada table 4.11 dan 4.12 di

(46)

Gambar 4.21. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra percobaan

pertama

Tabel 4.11 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan

Gambar.4.21

Nilai Segmentasi

Hasil Hitung Simulasi Jumlah

Seluruh

Objek

Hasil Hitung Manual Jumlah

Seluruh

Objek

Abnormal Normal Abnormal Normal

Noise Erosi Dilasi

Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat

akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.

� � � � � � = 20

20 + 5× 100% = 80%

�� � � � � = 28

(47)

�� � � = 20 + 28

20 + 28 + 5 + 0× 100% = 90.5%

Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 80%, nilai

spesifisitas 100%, dan nilai akurasi sebesar 90.5%.

Gambar 4.22. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Pada percobaan ke-2

Tabel 4.12 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan

Gambar.4.22

Nilai Segmentasi Hasil Hitung Simulasi Hasil Hitung Manual

Abnormal Normal Jumlah

Seluruh Abnormal Normal

Jumlah

Seluruh

Noise Erosi Dilasi

50 4 1 21 28 49 16 43 50

Sehingga diketahui:

TP (True Positif) = 21

TN (True Negatif) = 28

FP (False Negatif) = 6

FN (False Negatif).= 0

Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat

(48)

� � � � � � = 21

21 + 6× 100% = 77.7%

�� � � � � = 28

28 + 0× 100% = 100 %

�� � �= 21 + 28

21 + 28 + 6 + 0× 100% = 89%

Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 77.7%, nilai

spesifisitas 100%, dan nilai akurasi sebesar 89%.

7. Citra ke-7

Gambar 4.23. Sickle cell citra ke-7

Pada gambar 4.23 merupakan citra asli dari sel darah Sickle Cell pertama,

kemudian citra asli tersebut dirubah menjadi bentuk grayscale. Citra yang telah

diubah menjadi bentuk grayscale tersebut kemudian di proses dengan segmentasi

watesheed untuk mendapatkan objek citra yang utuh. Kemudian dilakukan 2 kali

proses ekstrasi ciri, pada gambar 4.24 dan gambar 4.25 merupakan citra hasil

segmentasi watersheed dengan nilai inputan seperti pada table 4.13 dan 4.14 di

(49)

Gambar 4.24. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra percobaan

pertama

Tabel 4.13 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan

Gambar.4.24

Nilai Segmentasi

Hasil Hitung Simulasi Jumlah

Seluruh

Objek

Hasil Hitung Manual Jumlah

Seluruh

Objek

Abnormal Normal Abnormal Normal

Noise Erosi Dilasi

Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat

akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.

� � � � � � = 4

4 + 1× 100% = 90%

�� � � � � = 17

(50)

�� � � = 4 + 17

4 + 17 + 1 + 0× 100% = 95.4%

Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 90%, nilai

spesifisitas 100%, dan nilai akurasi sebesar 95.4%.

Gambar 4.25. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra pada percobaan ke-2

Tabel 4.14 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan

Gambar.4.25

Nilai Segmentasi

Hasil Hitung Simulasi Jumlah

Seluruh

Objek

Hasil Hitung Manual Jumlah

Seluruh

Objek

Abnormal Normal Abnormal Normal

Noise Erosi Dilasi

100 4 4 4 17 21 3 18 21

Sehingga diketahui:

TP (True Positif) = 4

TN (True Negatif) = 17

FP (False Negatif) = 1

FN (False Negatif).= 0

Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat

(51)

� � � � � � = 4

4 + 1× 100% = 90%

�� � � � � = 17

17 + 0× 100% = 100 %

�� � � = 4 + 17

4 + 17 + 1 + 0× 100% = 95.4%

Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 90%, nilai

spesifisitas 100%, dan nilai akurasi sebesar 95.4%.

8. Citra ke-8

Gambar 4.26. Sickle cell citra ke-8

Pada gambar 4.26 merupakan citra asli dari sel darah Sickle Cell pertama,

kemudian citra asli tersebut dirubah menjadi bentuk grayscale. Citra yang telah

diubah menjadi bentuk grayscale tersebut kemudian di proses dengan segmentasi

watesheed untuk mendapatkan objek citra yang utuh. Kemudian dilakukan 2 kali

proses ekstrasi ciri, pada gambar 4.27 dan gambar 4.28 merupakan citra hasil

segmentasi watersheed dengan nilai inputan seperti pada table 4.15 dan 4.16 di

(52)

Gambar 4.27. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra percobaan

pertama

Tabel 4.15 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan

Gambar.4.27

Nilai Segmentasi

Hasil Hitung Simulasi Jumlah

Seluruh

Objek

Hasil Hitung Manual Jumlah

Seluruh

Objek

Abnormal Normal Abnormal Normal

Noise Erosi Dilasi

Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat

akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.

� � � � � � = 6

6 + 5× 100% = 54.5%

�� � � � � = 17

(53)

�� � � = 6 + 17

6 + 17 + 5 + 0× 100% = 82.1%

Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 54.5%, nilai

spesifisitas 100%, dan nilai akurasi sebesar 82.1%.

Gambar 4.28. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra percobaan ke-2

Tabel 4.16 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan

Gambar.4.28

Nilai Segmentasi Hasil Hitung Simulasi Hasil Hitung Manual

Abnormal Normal Jumlah

Seluruh Abnormal Normal

Jumlah

Seluruh

Noise Erosi Dilasi

50 7 3 5 19 24 1 23 24

Sehingga diketahui:

TP (True Positif) = 5

TN (True Negatif) = 17

FP (False Negatif) = 4

(54)

Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat

akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.

� � � � � � = 5

5 + 4× 100% = 55.5%

�� � � � � = 19

19 + 0× 100% = 100 %

�� � � = 5 + 19

5 + 19 + 4 + 0× 100% = 85.7%

Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 55.5%, nilai

spesifisitas 100%, dan nilai akurasi sebesar 85.7%.

9. Citra ke-9

Gambar 4.29. Sickle cell citra ke-9

Pada gambar 4.29 merupakan citra asli dari sel darah Sickle Cell pertama,

kemudian citra asli tersebut dirubah menjadi bentuk grayscale. Citra yang telah

diubah menjadi bentuk grayscale tersebut kemudian di proses dengan segmentasi

watesheed untuk mendapatkan objek citra yang utuh. Kemudian dilakukan 2 kali

proses ekstrasi ciri, pada gambar 4.30 dan gambar 4.31 merupakan citra hasil

segmentasi watersheed dengan nilai inputan seperti pada table 4.17 dan 4.18 di

(55)

Gambar 4.30. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra percobaan

pertama

Tabel 4.17 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan

Gambar.4.30

Nilai Segmentasi

Hasil Hitung Simulasi Jumlah

Seluruh

Objek

Hasil Hitung Manual Jumlah

Seluruh

Objek

Abnormal Normal Abnormal Normal

Noise Erosi Dilasi

Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat

akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.

� � � � � � = 2

2 + 1× 100% = 66.6%

�� � � � � = 20

(56)

�� � � = 2 + 20

2 + 20 + 1 + 2× 100% = 88%

Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 66.6%, nilai

spesifisitas 90.9%, dan nilai akurasi sebesar 88%.

Gambar 4.31. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra percobaan ke-2

Tabel 4.18 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan

Gambar.4.31

Nilai Segmentasi Hasil Hitung Simulasi Hasil Hitung Manual

Abnormal Normal Jumlah

Seluruh Abnormal Normal

Jumlah

Seluruh

Noise Erosi Dilasi

50 4 2 1 19 20 3 18 21

Sehingga diketahui:

TP (True Positif) = 1

TN (True Negatif) = 19

FP (False Negatif) = 0

(57)

Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat

akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.

� � � � � � = 1

1 + 0× 100% = 100%

�� � � � � = 19

19 + 2× 100% = 90.4 %

�� � � = 1 + 19

1 + 19 + 0 + 2× 100% = 90.9%

Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 100%, nilai

spesifisitas 90.4%, dan nilai akurasi sebesar 90.9%.

10. Citra ke-10

Gambar 4.32. Teardrops cell & schytocites citra ke-10

Pada gambar 4.32 merupakan citra asli dari sel darah Sickle Cell pertama,

kemudian citra asli tersebut dirubah menjadi bentuk grayscale. Citra yang telah

diubah menjadi bentuk grayscale tersebut kemudian di proses dengan segmentasi

watesheed untuk mendapatkan objek citra yang utuh. Kemudian dilakukan 2 kali

proses ekstrasi ciri, pada gambar 4.33 dan gambar 4.34 merupakan citra hasil

segmentasi watersheed dengan nilai inputan seperti pada table 4.19 dan 4.20 di

(58)

Gambar 4.33. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra percobaan

pertama

Tabel 4.19 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan

Gambar.4.33

Nilai Segmentasi

Hasil Hitung Simulasi Jumlah

Seluruh

Objek

Hasil Hitung Manual Jumlah

Seluruh

Objek

Abnormal Normal Abnormal Normal

Noise Erosi Dilasi

Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat

akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.

� � � � � � = 11

11 + 8× 100% = 57.8%

�� � � � � = 30

(59)

�� � � = 11 + 30

11 + 30 + 8 + 0× 100% = 83.6%

Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 57.8%, nilai

spesifisitas 100%, dan nilai akurasi sebesar 83.6%.

Gambar 4.34. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra percobaan ke-2

Tabel 4.20 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan

Gambar.4.34

Nilai Segmentasi Hasil Hitung Simulasi Hasil Hitung Manual

Abnormal Normal Jumlah

Seluruh Abnormal Normal

Jumlah

Seluruh

Noise Erosi Dilasi

50 4 2 12 30 42 3 42 45

Sehingga diketahui:

TP (True Positif) = 12

TN (True Negatif) = 30

FP (False Negatif) = 9

Gambar

Gambar 4.4. Ekstrasi ciri sel darah merah berdasarkan objek serta perhitungan
Gambar 4.6. Sickle cell ke-1
Gambar 4.9. Sickle Cell citra ke-2
Gambar.4.10
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data primer yang di dapat berupa laju infiltrasi air ke dalam tanah dan nilai laju infiltrasi sebelum dan sesudah adanya lubang resapan biopori dan jumlah lubang resapan

Jumlah kopulasi dan produksi masa telur tidak dipengaruhi oleh suhu ruangan namun level dan durasi fertilitas mengalami penurunan secara substansial pada suhu ruangan 35°C,

Peninjauan desain kursi roda yang saat ini digunakan ditujukan untuk melihat cara kerja dan manfaatnya yang nantinya akan digunakan sebagai pertimbangan dan evaluasi dalam

Sedangkan jika perusahaan menggunakan pendekatan laba/rugi untuk mencatat transaksi beban dibayar di muka, misalnya beban asuransi untuk menampung asuransi yang

Seberapa besar pengaruh faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi dan faktor psikologis secara simultan terhadap keputusan pembelian sepeda motor Yamaha pada mahasiswa jurusan

Untuk konstruksi atau struktur, pada umumnya, atap terdiri dari tiga bagian utama Untuk konstruksi atau struktur, pada umumnya, atap terdiri dari tiga bagian utama yaitu

Kesamaan ini berarti bahwa instrumen adalah bagian yang sangat penting dalam teknik menguasai dengan tangan kiri dan kanan (tangan kiri digunakan untuk membuat nada suara pada

variabel motivasi secara keseluruhan dengan angka korelasi yang dihasilkan adalah sebesar 0.708 untuk faktor stres internal kantor dan 0.485 untuk faktor stres eksternal