PENGOLAHAN CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN MATLAB
Tugas Akhir
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Komputer
Disusun oleh:
Dilianti Kartikasari
10210702
Pembimbing
Dr. Wendi Zarman, M.Si
Ir. Syahrul, M.T
JURUSAN TEKNIK KOMPUTER
FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
▸ Baca selengkapnya: bentuk dada normal dan abnormal
(2)Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Dzat Allah SWT yang
senantiasa mencurahkan rahmat dan karunia-Nya ke seluruh makhluknya termasuk
pada penulis. Sholawat dan salam semoga tercurahkan untuk junjungan kita Nabi
Besar Muhammad SAW, berserta keluarga, para sahabat dan umatnya. Hanya dengan
pertolongan Allah SWT sematalah penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Sistem Pendeteksian dan Perhitungan Jumlah Sel Darah Merah Abnormal dan Normal Berdasarkan Image Processing Menggunakan Matlab ”.
Adapun tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk
menyelesaikan studi di Jurusan Teknik Komputer Universitas Komputer Indonesia.
Dengan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, tugas
akhir ini pun tak lepas dari bantuan pihak lain. Oleh karena itu penulis ucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang bersangkutan di bawah ini :
1. Bpk. Dr. Wendi Zarman, M.Si. selaku Ketua Jurusan Teknik Komputer
Universitas Komputer Indonesia, dan sekaligus sebagai dosen pembimbing 1
yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir serta
memberi dorongan nasehat agar penulis menjadi pribadi yang lebih baik..
2. Bpk. Ir. Syahrul, M.T. selaku dosen pembimbing II yang telah banyak membantu
penulis dalam menyelesaikan tugas akhir. Memberikan kemudahan dan nasehat
bagi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Kedua Ibu Bapak semoga Allah SWT merahmatinya. Dimana beliau berdua telah
banyak sekali memberi bantuan dan dukungan moril maupun materil, dan serta do’a kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Andriyana yang telah banyak menyemangati dan membantu kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini “ Makasih ya ”.
5. Pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Dalam pengerjaan tugas akhir ini, penulis telah berusaha semaksimal
Bandung, Februari 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
2.4 PENGOLAHAN CITRA MENGGUNAKAN MATLAB... 10
3.1.6 Ektrasi Ciri ... 18
3.1.7 Hitung Jumlah Seldarah Merah Abnormal dan Normal ... 18
3.2 EFEKTIVITAS SISTEM ... 19\
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PREPOSSESING ... 21
4.1.1 Konversi RGB ke Grayscale ... 21
4.1.2 Deteksi Tepi ... 22
4.1.3 Segmentasi Watersheed ... 22
4.2 PROSESSING ... 23
4.2.1 Ekstrasi Ciri ... 23
4.2.2 Perhitungan Sel Darah Merah Abnormal dan Normal ... 24
4.3 PERHITUNGAN AKURASI SITEM ... 26
4.4 ANALISA ... 55
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN ... 56
DAFTAR PUSTAKA
[1] Aris Sugiharto, Pemrograman GUI dengan MATLAB, Penerbit Andi,
Yogyakarta,2006.
[2] Boles, W., B. Boashash, A humanidentification technique using images of
the iris and wavelet transform, IEEETransactions on Signal Processing vol.
46, 1998.1999, pp. 213-219.
[3] Darma Putra, Sistem Biometrika : KonsepDasar, Teknik Analisis Citra, dan
Tahapan Membangun Aplikasi Sistem Biometrika, Penerbit Andi,
Yogyakarta, 2003.
[4] Erick Paulus dan Yessica Nataliani, Cepat Mahir GUI Matlab, Penerbit
Andi, Yogyakarta, 2007.
[5] Firman, Dasar Matlab, http://www.IlmuKomputer.com/, diunduh pada tanggal 22 Mei 2012
[6] Gonzales, Rafael C., Digital Image Processing, Addison-Waley
Publishing,1997.
[7] Karmilasari, Sistem Pengenalan Iris Mata Dengan Metode Morfologi Citra
dan Pengkodean Potongan Pola Iris, Universitas Gunadarma, Disertasi,
2008.
[8] Marvin Ch. Wijaya dan Agus Prijono, Pengolahan Citra Digital
Menggunakan Matlab, Penerbit Informatika, Bandung, 2007.
[9] Rinaldi Munir, Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anemia keadaan dimana jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen)
dalam sel darah merah berada di bawah normal. Salah satu faktor timbulnya
anemia yaitu karena adanya cacat pada sel darah merah.
Pemeriksaan darah lengkap bisa menentukan adanya anemia dimana
pemeriksaan darah lengkap umumnya telah menggunakan mesin penghitung
otomatis (hematology analyzer). Pemeriksaan dengan mesin penghitung otomatis
dapat memberikan hasil yang cepat. Namun, analyzer memiliki keterbatasan
ketika terdapat sel yang abnormal, misalnya banyak dijumpainya sel-sel yang
belum matang pada leukemia, infeksi bakterial, sepsis, anemia sickle cell, dsb.
Atau, ketika jumlah sel sangat tinggi sehingga analyzer tidak mampu
menghitungnya. Pada keadaan seperti ini, pemeriksaan manual sangat diperlukan.
Keuntungan dari penghitungan manual adalah bahwa mesin penghitung
otomatis tidak dapat diandalkan dalam menghitung sel abnormal. Dalam hal ini
diperlukan pemeriksaan manual terhadap apusan darah. Pemeriksaan secara
mikroskopik akan memberikan informasi mengenai sel darah merah yang
abnormal dan variasi bentuk eritrosit. Pemeriksaan manual juga dapat
memberikan informasi mengenai adanya jenis sel lain yang biasanya tidak
dijumpai dalam darah tepi, misalnya sel plasma. Selain itu, adanya trombosit yang
menggerombol (clumps) yang menyebabkan rendahnya jumlah trombosit pada
pemeriksaan otomatis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan apusan darah.
Namun kelemahan dalam menghitung jumlah sel darah merah normal dan
menentukan adanya kelainan sel darah merah yang abnormal secara manual
membutuhkan waktu yang cukup lama dimana hasil analisis setiap dokter ataupun
analis laboraturium tidak selalu sama antara dokter yang satu dengan dokter yang
lain, hal ini mengakibatkan hasil diagnosa setiap dokter berbeda – beda.
Ketelitian dan konsentrasi dokter sangat menentukan hasil analisis. Di lain pihak
analisis preparat darah secara manual tidak menghasilkan bukti citra sehingga
dianalisis oleh banyak dokter. Oleh karena itu perlu dibuat suatu alat yang dapat
menghitung jumlah sel darah merah normal dan abnormal pada suatu citra sel
darah merah secara cepat dan terautomatisasi, sehingga diperoleh analisis dan
bukti yang akurat.
1.2 Permasalahan
Dari latar belakang diatas, maka permasalahnnya adalah bagaimana cara
melakukan pendeteksian dan perhitungan jumlah objek sel darah merah normal
dan abnormal pada suatu citra sel darah merah secara otomatis.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah pada tugas akhir ini adalah :
1. Data citra darah di ambil dari berbagai situs kesehatan di internet.
2. Citra sel darah merah merah yang diolah hanya variasi kelainan sel darah
merah berdasarkan bentuk.
3. Untuk memisahkan sel darah merah yang bertumbuk serta menghitung
jumlah objek sel darah merah digunakan proses segmentasi watershed
berdasarkan operasi morfologi.
4. Untuk menentukan sel darah merah abnormal dan normal menggunakan
metode ekstrasi ciri berdasarkan bentuk.
5. Software yang digunakan untuk penelitian ini adalah Matlab 7.10 R2010b
1.4 Tujuan
Tujuan tugas akhir ini adalah untuk membuat sistem untuk memisahkan sel
darah merah yang bertumbuk sebelum dilakukannya proses pendeteksian bentuk
dan perhitungan jumlah objek sel darah merah normal dan abnormal pada suatu
citra sel darah merah.
1.5 Metodelogi Penelitian
1 Studi pustaka untuk mengumpulkan dan mempelajari tentang anemia sel
sabit dan mempelajari metode – metode lain yang sudah ada dan berkaitan
dengan tugas akhir ini.
2 Pengumpulan data yang dibutuhkan tentang anemia sel sabit.
3 Membangun sistem untuk menghitung jumlah objek sel darah merah pada
suatu citra sel darah merah serta mengenali kelainan sel darah merah.
4 Pengujian sistem yang telah dibuat dan analisa.
5 Penyusunan laporan.
1.6 Sistematik Penulisan
Sistematika dari penulisan tugas akhir ini dibagi dalam lima bab, antara
lain
1. Bab I : Pendahuluan. Bagian ini berisi latar belakang masalah,
permasalahan, batasan masalah, tujuan, metodologi penelitian, sistematika
penulisan dari penelitian tugas akhir yang dibuat.
2. Bab II : Dasar Teori. Bagian ini berisi tentang berbagai teori penunjang
yang berhubungan dengan penelitian tugas akhir ini.
3. Bab III: Material dan Metodologi. Bagian ini berisi pemodelan dari sistem
terhadap permasalahan yang dihadapi dan pemilihan perangkat lunak yang
akan diimplementasikan. Sistem akan dibuat dengan menggunakan metode
segmentasi watersheed dan ekstrasi ciri.
4. Bab IV : Percobaan dan Hasil. Bagian ini berisi hasil analisis pengujian
sistem.
5. Bab V: Penutup. Bagian ini berisi kesimpulan dari penelitian system yang
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Sel Darah Merah Normal
Sel darah merah, yang juga disebut sebagai eritrosit, bertugas mengangkut
oksigen dari paru ke semua sel di seluruh tubuh. Sel darah merah normal
berbentuk seperti bulat pipih tanpa lubang ditengah. Sel darah merah normal
bergerak mudah melewati pembuluh darah. Sel darah merah mengandung
hemoglobin, yaitu suatu protein kaya zat besi. Hemoglobin membawa oksigen dari
paru-paru ke seluruh tubuh.Orang yang tinggal di dataran tinggi umumnya
mempunyai lebih banyak sel darah merah. Ini merupakan upaya tubuh mengatasi
kekurangan oksigen.
Gambar 2.1. Citra Apusan Tepi Sel Darah Merah Normal
2.2 Sel darah Merah Abnormal
Sel darah merah abnormal merupakan kelainan pada bentuk sel darah
merah dimana sel tidak mendapatkan cukup oksigen untuk berfungsi secara
normal. Kelainan pada sel darah merah ini umumnya disebut dengan anemia.
Selama ini anemia lebih banyak dikenal sebagai penyakit kekurangan
darah merah. Anemia merupakan sebuah penyakit kelainan darah akibat
kurangnya atau abnormalitas hemoglobin, pigmen pembawa sel darah merah. Ada
empat jenis utama anemia berdasarkan penyebabnya, yakni anemia defisiensi zat
besi, anemia megaloblastik, anemia sel bulan sabit(sickle-cell anemia), dan
Dalam kasus ini hanya akan dijelaskan tentang anemia yang mempunyai
ciri khusus yaitu kelainan berdasarkan berdasarkan bentuk eritrosit natara lain:
a) Ovalosit
Eritrosit yang berbentuk lonjong . Ovalosit memiliki sel dengan sumbu
panjang kurang dari dua kali sumbu pendek. Ovalosit ditemukan dengan
kemungkinan bahwa pasien menderita kelainan yang diturunkan yang
mempengaruhi sitoskelekton eritrosit misalnya ovalositosis herediter.
b) Schistocyte
Merupakan fragmen eritrosit berukuran kecil dan bentuknya tak teratur,
berwarna lebih tua. Terjadi pada anemia hemolitik karena combusco reaksi
penolakan pada transplantasi ginjal.
c) Teardrop cells (dacroytes)
Berbentuk seperti buah pir. Terjadi ketika ada fibrosis sumsum tulang atau
diseritropoesis berat dan juga dibeberapa anemia hemolitik, anemia
megaloblastik, thalasemia mayor, myelofibrosi idiopati karena metastatis
karsinoma atau infiltrasi myelofibrosis sumsum tulang lainnya.
d) Sickle cells
Eritrosit yang berbentuk sabit. Terjadi pada reaksi transfusi, sferositosis
congenital, anemia sel sickle, anemia hemolitik.
(a) (b) (c) (d)
Gambar 2.2 (a)gbr Teadrop cells, (b) Schistocyte, (c) ovalosit, (d) sickle cell
2.3 Citra Digital
Citra digital adalah gambar dua dimensi yang dapat ditampilkan pada layar
monitor komputer sebagai himpunan berhingga (diskrit) nilai digital yang disebut
pixel (picture elements). Pixel adalah elemen citra yang memiliki nilai yang
Berdasarkan cara penyimpanan atau pembentukannya, citra digital dapat
dibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama adalah citra digital yang dibentuk oleh
kumpulan pixel dalam array dua dimensi. Citra jenis ini disebut citra bitmap
(bitmap image) atau citra raster (raster image). Jenis citra yang kedua adalah citra
yang dibentuk oleh fungsi-fungsi geometri dan matematika. Jenis citra ini disebut
grafik vektor (vector graphics). Dalam pembahasan tugas akhir ini, yang
dimaksud citra digital adalah citra bitmap. Citra digital (diskrit) dihasilkan dari
citra analog (kontinu) melalui digitalisasi. Digitalisasi citra analog terdiri atas
penerokan (sampling) dan kuantisasi (quantization) Penerokan adalah pembagian
citra ke dalam elemen-elemen diskrit (pixel), sedangkan kuantisasi adalah
pemberian nilai intensitas warna pada setiap pixel dengan nilai yang berupa
bilangan bulat (G.W. Awcock, 1996).
Banyaknya nilai yang dapat digunakan dalam kuantisasi citra bergantung
kepada kedalaman pixel, yaitu banyaknya bit yang digunakan untuk
merepresentasikan intensitas warna pixel. Kedalaman pixel sering disebut juga
kedalaman warna. Citra digital yang memiliki kedalaman pixel n bit disebut juga
citra n-bit. Berdasarkan warna-warna penyusunnya, citra digital dapat dibagi
menjadi tiga macam (Marvin Chandra Wijaya,2007) yaitu:
1. Citra Biner
yaitu citra yang hanya terdiri atas dua warna, yaitu hitam dan putih. Oleh
karena itu, setiap pixel pada citra biner cukup direpresentasikan dengan 1 bit.
Pada gambar 2.3 merupakan citra biner, sedangkan pada gambar 2.4 merupakan
representasi dari citra biner, dimana citra yang berwarna putih memiliki nilai
1,sedangkan citra yang berwarna hitam memiliki nilai 0.
Gambar 2.4 Representasi Citra Biner
Meskipun saat ini citra berwarna lebih disukai karena memberi kesan yang
lebih kaya daripada citra biner, namun tidak membuat citra biner tidak digunakan
lagi. Pada beberapa aplikasi citra biner masih tetap dibutuhkan, misalkan citra
logo instansi ( yang hanya terdiri dari warna hitam dan putih), citra kode barang
(bar code) yang tertera pada label barang, citra hasil pemindaian dokumen teks,
dan sebagainya. Seperti yang sudah disebutkan diatas, citra biner hanya
mempunyai dua nilai derajat keabuan : hitam dan putih. Pixel – pixel objek
bernilai 1 dan pixel – pixel latar belakang bernilai 0. Pada waktu menampilkan
gambar, adalah putih dan 1 adalah hitam. Jadi pada citra biner, latar belakang
berwarna putih sedangkan objek berwarna hitam seperti tampak pada gambar 2.4
diatas. Meskipun komputer saat ini dapat memproses citra hitam-putih (grayscale)
maupun citra berwarna, namun citra biner masih tetap di pertahankan
keberadaannya.
2. Citra Grayscale
Yaitu citra yang nilai pixel-nya merepresentasikan derajat keabuan atau
intensitas warna putih. Nilai intensitas paling rendah merepresentasikan warna
hitam dan nilai intensitas paling tinggi merepresentasikan warna putih. Pada
umumnya citra grayscale memiliki kedalaman pixel 8 bit (256 derajat keabuan),
tetapi ada juga citra grayscale yang kedalaman pixel-nya bukan 8 bit, misalnya 16
bit untuk penggunaan yang memerlukan ketelitian tinggi. Pada gambar 2.5
Gambar 2.5 Citra Grayscale
Citra grayscale merupakan citra satu kanal, dimana citra f(x,y) merupakan
fungsi tingkat keabuan dari hitam keputih, x menyatakan variable kolom atau
posisi pixel di garis jelajah dan y menyatakan variable kolom atau posisi pixel di
garis jelajah. Intensitas f dari gambar hitam putih pada titik (x,y) disebut derajat
keabuan (grey level), yang dalam hal ini derajat keabuannya bergerak dari hitam
keputih. Derajat keabuan memiliki rentang nilai dari Imin sampai Imax, atau Imin
< f < Imax, selang (Imin, Imax) disebut skala keabuan. Biasanya selang (Imin,
Imax) sering digeser untuk alasan-alasan praktis menjadi selang [0,L], yang dalam
hal ini nilai intensitas 0 meyatakan hitam, nilai intensitas L meyatakan putih,
sedangkan nilai intensitas antara 0 sampai L bergeser dari hitam ke putih. Sebagai
contoh citra grayscale dengan 256 level artinya mempunyai skala abu dari 0
sampai 255 atau [0,255], yang dalam hal ini intensitas 0 menyatakan hitam,
intensitas 255 menyataka putih, dan nilai antara 0 sampai 255 menyatakan warna
keabuan yang terletak antara hitam dan putih.
3. Citra RGB
Yaitu citra yang nilai pixel-nya merepresentasikan warna tertentu
Banyaknya warna yang mungkin digunakan bergantung kepada kedalaman pixel
citra yang bersangkutan. Citra berwarna direpresentasikan dalam beberapa kanal
yang menyatakan komponen-komponen warna penyusunnya. Banyaknya kanal
yang digunakan bergantung pada model warna yang digunakan pada citra
Gambar 2.6 Citra RGB
Intensitas suatu pada titik pada citra berwarna merupakan kombinasi dari
tiga intensitas : derajat keabuan merah (fmerah(x,y)), hijau fhijau(x,y) dan biru
(fbiru(x,y)). Persepsi visual citra berwarna umumnya lebih kaya di bandingkan
dengan citra hitam putih. Citra berwarna menampilkan objek seperti warna aslinya
( meskipun tidak selalu tepat demikian ). Warna-warna yang diterima oleh mata
manusia merupakan hasil kombinasi cahaya dengan panjang gelombang berbeda..
2.4. Pengolahan Citra Menggunakan Matlab
Pengolahan Citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang
banyak melibatkan persepsi visual. Proses ini mempunyai ciri data masukan dan
informasi keluaran yang berbentuk citra.
Istilah pengolahan citra digital secara umum didefinisikan sebagai
pemrosesan citra dua dimensi dengan komputer. Dalam definisi yang lebih luas,
pengolahan citra digital juga mencakup semua data dua dimensi. Citra digital
adalah barisan bilangan nyata maupun kompleks yang diwakili oleh bit-bit
tertentu.
Kebutuhan untuk pengolahan citra secara mudah dan cepat sangat
diperlukan. Penelitian ataupun penerapan di lapangan yang melibatkan proses
pengolahan citra, kadang-kadang menyulitkan dalam bidang pemrograman karena
rutin program yang berhubungan dengan computer grafik membutuhkan keahlian
khusus dalam implementasinya.
Matlab sebagai salah satu tools pemrograman untuk membantu bidang
disesuaikan dengan bidang keilmuan masing-masing, salah satunya adalah ‘Image
Processing Toolbox’. Dengan memanfaatkan ‘toolbox’ tersebut, pengguna dapat dengan mudah melakukan penelitiannya.
Matlab adalah sebuah bahasa (pemrograman) dengan unjuk kerja tinggi
untuk komputasi teknis, yang mengintegrasikan komputasi, visualisasi, dan
pemrograman di dalam lingkungan yang mudah penggunaannya dalam
memmecahkan persoalan dengan solusinya yang dinyatakan dengan notasi
matematik.
Sistem Matlab terdiri dari 5 bagian utama, yaitu:
1. Bahasa (pemrograman ) MATLAB
Bagian ini adalah bahasa (pemrograman) tingkat tinggi yang menggunkan
matriks atau array dengan pernyataan aliran kendali program, struktur
data, masukan dan keluaran, serta fitur-fitur pemrograman berorientasi
objek.
2. Lingkungan Kerja MATLAB
Bagian ini adalah sekumpulan kakas dan fasilitas MATLAB yang
digunakan oleh pengguna atau pemogram.
3. Penanganan Grafik
Bagian ini adalah sistem grafik MATLAB, termasuk perintah-perintah
(program) tingkat tinggi untuk visualisasi data dua dimensi dan tiga dimensi,
pengolahan citra, animasi, dan presentasi grafik. Selain itu bagian ini juga
termasuk perintah-perintah (program) tingkat rendah untuk menetapkan sendiri
tampilan grafik seperti halnya membuat antarmuka pengguna grafis untuk
aplikasi-aplikasi MATLAB.
4. Pustaka (library) fugsi matematis MATLAB
Bagian ini adlaah koleksi algoritma komputasi mulai dari fungsi dasar
seperti menjmlahkan (sum), menentukan nilai sinus, kosinus, dan aritmatika
bilangan kompleks, fungsi-fungsi seperti inverse matriks, nilai eigen matriks,
fungsi Bessel, dan FFT (Fast Fourier Transform).
5. API(Application Program Interface) MATLAB
Bagian ini adalah pustaka (library) untuk menuliskan program bahasa C
rutin program dari MATLAB (Dynamic Lingking), memanggil MATLAB sebagai
mesin komputasi dan untuk pembacaan serta penulisan MAT-Files.
2.5 Dasar pengolahan citra digital
Pengolahan citra (image processing) merupakan proses mengolah
piksel- piksel dalam citra digital untuk suatu tujuan tertentu. Beberapa alasan
dilakukannya pengolahan citra digital antara lain:
1. Untuk mendapatkan citra asli dari suatu citra yang sudah buruk
karena pengaruh derau (noise). Proses pengolahan bertujuan mendapatkan citra
yang diperkiakan mendekati citra sesungguhnya.
2. Untuk memperoleh citra dengan karakteristik tertentu dan cocok
secar visual yang dibutuhkan untuk tahap yang lebih lanjut dalam pemrosesan
analisis citra.
Dalam proses akuisisi, citra yang akan diolah ditransformasikan dalam
suatu representasi numerik. Pada proses selanjutnya representasi tersebut yang
akan diolah secara digital oleh komputer. Pengolahan citra pada umumnya dapat
dikelompokkan dalam dua jenis kegiatan yaitu:
1. Memperbaiki kualitas citra sesuai kebutuhan
2. Mengolah informasi yang terdapat pada citra
Bidang aplikasi yang kedua ini sangat erat kaitannya dengan
computer aided analysis yang umumnya bertujuan untuk mengolah suatu
objekcitra dengan cara mengekstraksi informasi penting yang terdapat
didalamnya. Dari informasi tersebut dapat dilakukan proses analisis dan
klasifikasi secara cepat dengan memanfaatkan algoritma komputer. Dari
pengolahan citra diharapkan terbentuk suatu sistem yang dapat memproses citra
masukan hinggacitra tersebut dapat dikenali cirinya. Pengenalan ciri inilah yang
sering diaplikasikan dalam kehidupan sehari- hari. Dalam pengolahan citra
terdapat lima proses secara umum, yaitu:
a. Image restoration
b. Image enhancement
c. Image data compaction
e. Image reconstruction
2.6 Thresholding
Thresholding adalah proses mengubah citra berderajat keabuan menjadi
citra biner atau hitam putih sehingga dapat diketahui daerah mana yang termasuk
obyek dan background dari citra secara jelas. Selama proses thresholding, setiap
pixel dalam foto ditandai sebagai "objek" pixel jika nilai mereka adalah lebih
besar dibandingkan nilai ambang (asumsi obyek menjadi lebih terang daripada
latar belakang) dan sebagai "latar belakang" pixel lain. Konvensi ini dikenal
sebagai ambang di atas. Varian termasuk di bawah ambang batas yang berlawanan
dari ambang di atas, di dalam batas, dimana piksel yang berlabel "obyek" jika ada
di antara dua nilai thresholds; dan di luar batas, yang merupakan kebalikan dari
dalam ambang (Shapiro, dkk. 2001: 83). Biasanya, obyek piksel diberi nilai "1"
sedangkan piksel latar belakang diberi nilai "0." Akhirnya, biner gambar yang
dibuat oleh setiap piksel warna putih atau hitam, tergantung pada pixel labelnya.
Citra hasil thresholding biasanya digunakan lebih lanjut untuk proses pengenalan
obyek serta ekstraksi fitur. Metode thresholding secara umum dibagi menjadi dua,
yaitu :
1. Thresholding global
Adalah Thresholding yang dilakukan dengan mempartisi histogram
dengan menggunakan sebuah threshold (batas ambang) global T, yang berlaku
untuk seluruh bagian pada citra.
2. Thresholding adaptif
Adalah Thesholding yang dilakukan dengan membagi citra menggunakan
beberapa sub citra. Lalu pada setiap sub citra, segmentasi dilakukan dengan
Threshold yang berbeda.
Yang menjadi fokus dalam tugas akhir ini adalah
metode thresholding global, thresholding dikatakan global jika nilai threshold T
hanya bergantung pada f(x,y), yang melambangkan tingkat keabuan pada
titik (x,y) dalam suatu citra. Citra hasil thresholding dapat didefinisikan
sebagaimana Persamaan 2.1. Setelah proses treshold selesai dilakukan, kemudian
.... (2.1)
2.7 Derau (Noise)
Derau (Noise) adalah gambar atau piksel yang mengganggu kualitas citra.
Derau dapat disebabkan oleh gangguan fisis(optik) pada alat akuisisi maupun
secara disengaja akibat proses pengolahan yang tidak sesuai. Contohnya adalah
bintik hitam atau putih yang muncul secara acak yang tidak diinginkan di dalam
citra. Pada gambar 2.7 merupakan suatu citra yang terkena derau salt and pepper.
Gambar 2.7. Citra Derau
2.8 Operasi morfologi
2.8.1 Dilasi
Dilasi merupakan proses penggabungan titik-titik latar (0) menjadi bagian
dari objek (1), berdasarkan structuring element S yang digunakan. Operasi erosi
akan melakukan penambahan sebesar sati piksel pada citra asal yang lebih
dirumuskan sebagai:
.... (2.2)
Pada gambar 2.8 merupakan representasi dari dilasi, dimana pada gambar
(a) merupakan matrik dari citra asal, sedangkan pada gambar (b) merupakan
matriks dari citra hasil dari proes dilasi. S A S A
(a) (b)
gambar 2.8 Representasi dilasi
2.8.2 Erosi
Erosi merupakan proses penghapusan titik-titik objek (1) menjadi bagian
dari latar (0), berdasarkan structuring element S yang digunakan (Murni, 2002).
Operasi yang dapat menghasilkan keluaran piksel pada citra dengan obyek yang
cenderung diperkecil menipis (Murni, 2002), Operasi erosi akan melakukan
pengurangan pada citra asal yang lebih kecil dibanding elemen penstruktur,
dirumuskan sebagai:
.... (2.3)
Pada gambar 2.9 merupakan representasi dari erosi, dimana pada gambar
(a) merupakan matrik dari citra asal, sedangkan pada gambar (b) merupakan
matriks dari citra hasil dari proes erosi
.
(a) (b)
Gambar 2.9 Representasi erosi
S A S A
BAB III
PERANCANGAN
3.1 Perancangan System Mendeteksi dan Menghitung Kelainan Sel
Darah Merah Abnormal Berdasarkan Bentuk
Secara garis besar sistem program yang akan dirancang untuk mendeteksi
dan menghitung kelainan sel darah merah berdasarkan bentuk dapat dilihat pada
flowchart 3.1 dibawah ini.
Gambar 3.1 Flowchart Perancangan Sistem
3.1.1 Baca Citra
Citra digital diperoleh dari foto mikroskopis sel darah merah berwarna
dengan penyimpanan format jpg. Citra yang dipilih adalah citra 24 bit sehingga
dikenali sebagai citra RGB. Preprocessing
Hitung Jumlah Sel darah merah normal dan abnormal Segmentasi
Baca Citra Mulai
Grayscale
Deteksi Tepi
Diskripsi Citra
3.1.2 Grayscale
Untuk menyederhanakan proses perlu diubah aras warnanya menjadi aras
keabuan, dimana citra hanya memiliki tingkat atau kadar keabuan.
3.1.3 Deteksi Tepi
Deteksi tepi digunakan sebagai proses awal sebelum dilakukan segmentasi
dengan tujuan saat dilakukan pemisahan objek yang satu dengan yang lain maka
tepi setiap objek telah diketahui sebelumnya.
3.1.4 Segmentasi
Proses selanjutnya yaitu tresholding global dilakukan untuk memisahkan
latar depan dan latar belakang, sehingga diperoleh citra hitam-putih. Proses ini
dilakukan dengan memberikan nilai ambang sehingga piksel dengan nilai keabuan
di atas nilai ambang akan menjadi 1 (putih) sedangkan yang nilainya di bawah
nilai ambang akan menjadi 0 (hitam).
Sel darah merah memiliki bentuk umum menyerupai cakram dengan
tengah yang cekung. Efek pencahayaan menyebabkan beberapa sel darah merah
terlihat terang pada bagian tengahnya seperti donat. Pada beberapa sel, bagian
tengahnya (yang terang) terlihat sangat luas dan melingkupi sebagian besar sel,
bahkan terlihat pecah. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan dalam pengolahan.
Oleh karena itu perlu dilakukan rekonstruksi citra berdasarkan proses operasi
morfologi sehingga objek (sel darah) menjadi bentuk yang diinginkan, yaitu betuk
cakram dengan bagian terang yang tidak terlalu luas, atau bentuk cakram yang
benar-benar penuh.
Proses selanjutnya yaitu segmentasi watershed sebagai bagian dari
matematika morfologi yaitu pemisahan objek yang satu dengan objek yang lain
dalam suatu gambar dengan member jarak pada masing masing objek. Tujuan dari
segmentasi ini yaitu untuk memisahkan dan member jarak apabila terdapat sel
3.1.5 Ekstrasi Ciri
Kemudian dilakukan proses ekstrasi ciri objek berdasarkan bentuk (shape),
dengan menggunakan metode ini dapat dibedakan sel darah merah normal dan sel
darah merah abnormal, proses pencarian sel darah merah yang normal dan sel
darah yang berbentuk abnormal ini dilakukan satu persatu berdasarkan label pada
suatu citra, jika diketahui terdapat sel abnormal pada suatu citra sel darah merah
maka bentuk tersebut disimpan dalam suatu variable, dan bentuk lain dari variable
sel darah abnormal dianggap sebagai sel darah merah yang normal dan disimpan
pada variable yang berbeda, kemudian setelah proses pencarian selesai maka
seluruh hasil pencarian sel darah normal dan abnormal tersebut ditampilkan.
Proses pengolahan citra digital berakhir dengan tampilan deskripsi atas hasil
pengolahan dalam bentuk tekstual dan tampilan pengolahan citra sel darah merah.
3.1.6 Hitung Jumlah Sel Darah Merah Normal dan Abnormal
Pada proses perhitungan jumlah sel darah merah normal dan abnormal
masing-masing objek pada citra sel darah merah normal dan abnormal
menggunakan metode labeling komponen pixel dimana setiap objek dalam
masing-masing citra di beri label dan pengecekan terhadap objek pada citra
sehingga jumlah objek dapat dihitung pada masing-masing citra sel darah merah
normal dan abnormal.
3.2 Evektifitas System
Akurasi system digunakan untuk menunjukan tingkat keakuratan kinerja
dari system.
�� � �
=
� + ��+ �+��+��
× 100%
.... (3.1)
Dengan :
Keterangan Persamaan untuk Pengujian I :
a. TP (True Positive) adalah menunjuk pada banyaknya sel darah berbentuk
abnormal yang dikelompokkan dengan benar sebagai positif (Sel darah
b. TN (True Negative) adalah menunjuk pada banyaknya sel darah normal
yang dikelompokkan dengan benar sebagai negatif (sel darah normal) .
c. FP (False Positif) adalah menunjuk pada banyaknya sel darah normal yang
dikelompokkan sebagai positif (Sel darah berbentuk abnormal).
d. FN (False Negatif) adalah menunjuk pada banyaknya sel darah yang
berbentuk abnormal yang dikelompokkan sebagai negatif (sel darah
normal)
Untuk memperoleh indeks prosentase yang menunjukkan kemampuan
sistem diagnosis ini dalam mengklasifikasi tingkat infeksi maka harus
dipertimbangkan seberapa besar sensitivitas dan spesifisitas.
a. Sensitivitas adalah indeks prosentase probabilitas hasil uji positif terhadap
klasifikasi tingkat infeksi eritrosit.
� � � � � � = �
�+��× 100% .... (3.2)
b. Spesifisitas adalah indeks prosentase probabilitas uji diagnosis dalam
mengklasifikasi eritrosit yang tidak terinfeksi.
�� � � � � = �
��+ �× 100% .... (3.3)
Dengan TN (True Negatif) adalah menunjuk pada banyaknya
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasaran tujuan dari tugas akhir ini maka dari hasil pengujian yang
dilakukan sistem yang dibangun telah berhasil memisahkan sel darah merah yang
saling bertumbuk pada suatu citra sel darah merah serta sistem juga berhasil
mendeteksi dan menghitung jumlah sel darah merah abnormal dan normal pada
suatu citra secara otomatis. Sehingga menghasilkan keakuratan sistem sebagai
berikut :
1. Setelah dilakukan percobaan pada 10 sampel citra sel darah, Pendeteksi sel
darah merah abnormal berdasarkan ekstrasi cirri bentuk pada percobaan
pertama sistem memiliki nilai Sensitivitas=81.2%, Spesifitas= 93.39%,
Akurasi= 88.91% sedangkan pada percobaan ke-2 dilakukan percobaan pada
10 sample citra sel darah sistem memiliki nilai Sensitivitas=81.2%,
Spesifitas= 93.39%, Akurasi= 88.8%
2. Setelah dilakukan percobaan pada 10 sampel citra sel darah, Perhitungan
jumlah seluruh sel darah merah yang mencakup pemisahan sel darah merah
yang bertumbuk berdasarkan segmentasi watershed pada percobaan pertama
sistem memiliki nilai rata-rata kesalahan sebesar 1.1, sedangkan pada
percobaan ke-2 dilakukan percobaan pada 10 sample citra sel darah sistem
memiliki nilai rata-rata kesalahn sebesar 0.6.
3. Ekstrasi ciri objek dalam menentukan sel darah merah abnormal dan normal
tergantung pada masukan nilai erosi dan dilasi pada proses segmentasi
watershed.
5.2 Saran
Pada pengujian sistem ini hanya mampu mendeteksi sel darah merah
abnormal yang mempunyai kelainan secara fisik tidak meyerupai sel darah merah
normal, karena ekstrasi ciri yang digunakan pada sistem ini berdasarkan
pengenalan pola lingkaran, dimana lingkaran dianggap sebagai sel darah merah
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dibahas mengenai percobaan dan hasil dari sistem klasifikasi
yang telah didesain pada bab tiga dan analisa hasil pengujian. Pengujian dilakukan
untuk mengetahui apakah sistem dapat berjalan sebagaimana mestinya dengan
lingkungan uji coba yang telah ditentukan serta dilakukan sesuai dengan skenario
uji coba. Pengujian dilakukan dengan mengikuti berbagai urutan algoritma sesuai
dengan flowchart pada Gambar 3.1,
4.1 Preprosesing
Pada tahap preprosesing ini ada beberapa tahapan proses yang harus
dilakukan, antara lain:
4.1.1. Konversi RGB ke Grayscale (rgb2gray)
Proses yang pertama kali dilakukan merubah citra RGB menjadi citra
grayscale. citra RGB yang dikonversi ke citra grayscale dapat dilihat pada
Gambar 4.1. dimana citra (a) merupakan cita asli dan citra (b) merupakan citra
grayscale. Sedangkan pada gambar 4.2 merupakan histogram dari citra grayscale
sel darah.
Gambar 4.1.Konversi RGB ke Grayscale
4.1.2. Deteksi Tepi
Citra yang telah dirubah menjadi benruk grayscale kemudian dirubah
menjadi citra yang menghasilkan tepi objek yang jelas menggunkan deteksi tepi
untuk mendapatkan eteksi tepi setiap objek pada gambar.Hal ini diperlukan untuk
melakukan proses selanjutnya yaitu segmentasi objek untuk me
Gambar 4.2.Konversi Grayscale ke filter Sobel (Deteksi Tepi)
4.1.3 Segmentasi Watersheed
Pada proses segmentasi ini citra grayscale yang telah difilter
menggunakan deteksi tepi sobel kemudian dirubah menjadi citra biner
menggunkan global thresholding, kemudian dilakukan proses morfologi pada
hasil citra biner dengan mengahpus noise, erosi, dan dilasi dengan tujuan untuk
memisahkan background dengan objek serta memisahkan jika ada objek yang
saling bertumbuk. pada gambar 4.3 ditampilkan hasil citra grayscale yang telah
difilter deteksi tepi menjadi citra yang telah diproses segmentasi watershed.
Gambar 4.3.Konversi filter Sobel (Deteksi Tepi) ke Segmentasi Watersheed
4.2 Processing Ekstrasi Ciri
Pada tahap ini data yang sudah diproses sebelumnya akan diolah kembali.
Image yang sudah dalam bentuk biner hasil segmenatsi watershed ini harus diberi
sebuah penanda, proses pemberian tanda ini disebut proses labeling. Pada proses
labeling, objek yang ditandai harus berwarna putih. Pada proses ini juga bisa
diketahui jumlah objek yang ada pada frame.
Setelah dilakukan proses labelling pada citra sel darah, kemudian dilakukan
pendeteksian sel darah menggunakan ekstrasi ciri berdasarkan bentuk. Untuk
dapat mengenali sel darah, dilakukan penghitungan selisih nilai antar piksel pada
tepi setiap citra sel darah. Proses pengenalan dilakukan satu persatu pada semua
citra
sel darah yang sudah diberikan label. Jika selisih nilai piksel pada tepian citra sel
darah memiliki nilai lebih besar dari 10 maka, citra tersebut akan dikenali sel
darah yang tidak berbentuk lingkaran, sedangkan jika selisih nilai pikselnya lebih
kecil dari 10 maka akan dikenali sebagai sel darah normal yang berbentuk
lingkaran, jika suatu citra tersebeut dikenali sebagai sel darah abnormal maka citra
tersebut langsung disimpan ke dalam sutu variabel yang khusus menyimpan citra
sel darah yang dikenali sebagai sel abnormal begitupun sebaliknya jika suatu citra
tersebut dikenali sebagai lingkaran maka citra tersebut disimpan kedalam suatu
variable khusus untuk menyimpan sel darah merah normal, proses pengenalan ini
akan dilakukan secara berulang- ulang sampai seluruh sel darah berhasil dikenali.
Kemudian sel darah merah yang abnormal maupun normal dapat dikenali dengan
memberi tanda warna merah pada sel darah merah abnormal, dan warna biru
untuk sel darah merah normal.
4.2.1. Perhitungan Sel Darah Merah
Proses perhitungan jumlah seluruh sel darah merah, jumlah seluruh sel darah
merah abnormal dan jumlah seluruh sel darah merah normal dilakukan pada
proses ekstrasi ciri, dimana pada proses ekstrasi cirri diatas telah kita ketahui
jumlah seluruh objek yang berada pada suatu citra sel darah merah norma,
sedangkan perhitungan jumlah sel darah merah abnormal dilakukan dengan
perhitungan jumlah sel darah merah normal dilakukan dengan menandai hanya
pada sel darah merah normal saja.
Pada gambar 4.4 adalah citra hasil ekstrasi ciri dan perhitungan keselurah
jumlah sel darah merah, ekstrasi ciri dan perhitungan jumlah sel darah merah
abnormal dan normal.
Gambar 4.4. Ekstrasi ciri sel darah merah berdasarkan objek serta perhitungan
sel darah merah.
Gambar 4.5 Tampilan GUI pada Matlab Perhitungan Rasio Sel darah Merah
4.3 Perhitungan Dan Akurasi System
Untuk mengetahui indeks prosentase yang menunjukkan kemampuan
sistem diagnosis ini dalam mengklasifikasi sel darah berbentuk abnormal dan sel
darah normal, diperlukan suatu pengujian, pengujian yang dilakukan antara lain;
sensitivitas, spesifitas dan akurasi.
Hasil pengujian pada citra sel darah tersebut didasarkan pada proses
segmentasi dan ekstrasi ciri yang digunakan yang nantinya akan didapatkan nilai
TP (True Positive), TN (True Negative), FP (False Positif), FN (False Negatif).
TP (True Positive) adalah menunjuk pada banyaknya sel darah berbentuk
abnormal yang dikelompokkan dengan benar sebagai positif (Sel darah berbentuk
sabit) . TN (True Negative) adalah menunjuk pada banyaknya sel darah normal
yang dikelompokkan dengan benar sebagai negatif (sel darah normal) .FP (False
Positif) adalah menunjuk pada banyaknya sel darah normal yang dikelompokkan
sebagai positif (Sel darah berbentuk abnormal).FN (False Negatif) adalah
menunjuk pada banyaknya sel darah yang berbentuk sabit yang dikelompokkan
sebagai negatif (sel darah normal).
Pada penelitian ini kita menggunakan 10 sampel citra sel darah yang
didalamnya terdapat citra sel darah yang berbentuk abnormal dan juga terdapat
citra sel adarah normal.
1. Citra ke-1
Pada gambar 4.6 merupakan citra asli dari sel darah Sickle Cell pertama,
kemudian citra asli tersebut dirubah menjadi bentuk grayscale. Citra yang telah
diubah menjadi bentuk grayscale tersebut kemudian di proses dengan segmentasi
watesheed untuk mendapatkan objek citra yang utuh. Kemudian dilakukan 2 kali
proses ekstrasi ciri, pada gambar 4.7 dan gambar 4.8 merupakan citra hasil
segmentasi watersheed dengan nilai inputan seperti pada table 4.1 dan 4.2 di
bawah ini.
Gambar 4.7. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra ke-1
Tabel 4.1 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan Gambar.4.8
Nilai Segmentasi
Hasil Hitung Simulasi Jumlah
Seluruh
Objek
Hasil Hitung Manual Jumlah
Seluruh
Objek
Abnormal Normal Abnormal Normal
Noise Erosi Dilasi
50 4 2 11 18 29 14 15 29
Sehingga diketahui:
TP (True Positif) = 11
TN (True Negatif) = 18
FP (False Negatif) = 1
Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat
akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.
� � � � � � = 11
11 + 4× 100% = 73.3%
�� � � � � = 18
1 + 18× 100% = 94.7 %
�� � � = 11 + 18
11 + 18 + 1 + 4× 100% = 85.2%
Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 73.3%, nilai
spesifisitas 94.7%, dan nilai akurasi sebesar 85.2%.
Gambar 4.8. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra Percobaan ke-2
Tabel 4.2 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan Gambar.4.8
Nilai Segmentasi
Hasil Hitung Simulasi Hasil Hitung Manual
Abnormal Normal Jumlah
Seluruh Abnormal Normal
Jumlah
Seluruh
Noise Erosi Dilasi
30 5 2 11 18 29 14 15 29
Sehingga diketahui:
TP (True Positif) = 11
TN (True Negatif) = 18
FN (False Negatif).= 4
Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat
akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.
� � � � � � = 11
11 + 4× 100% = 73.3%
�� � � � � = 18
1 + 18× 100% = 94.7 %
�� � � = 11 + 18
11 + 18 + 1 + 4× 100% = 85.2%
Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 73.3%, nilai
spesifisitas 94.7%, dan nilai akurasi sebesar 85.2%.
Analisis dari pada percobaan pertama yaitu dengan memasukan nilai erosi
dan dilasi yang berbeda pada proses segmentasi menghasilkan jumlah sel darah
merah keseluruhan secara benar, sedangkan pada proses pendeteksian didapatkan
hasil yang sama tetapi hasil pengeleompokan pada citra berbeda hal ini
disebabkan pada setiap pixel objek pada citra berbeda beda sehingga pada saat
dilakukan proses segmentasi memberikan informasi yang berbeda.
2. Citra ke-2
Gambar 4.9. Sickle Cell citra ke-2
Pada gambar 4.9 merupakan citra asli dari sel darah Sickle Cell pertama,
kemudian citra asli tersebut dirubah menjadi bentuk grayscale. Citra yang telah
diubah menjadi bentuk grayscale tersebut kemudian di proses dengan segmentasi
proses ekstrasi ciri, pada gambar 4.10 dan gambar 4.11 merupakan citra hasil
segmentasi watersheed dengan nilai inputan seperti pada table 4.3 dan 4.4 di
bawah ini.
Gambar 4.10. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra ke-2 pada
percobaan pertama
Tabel 4.3 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan
Gambar.4.10
Nilai Segmentasi
Hasil Hitung Simulasi Jumlah
Seluruh
Objek
Hasil Hitung Manual Jumlah
Seluruh
Objek
Abnormal Normal Abnormal Normal
Noise Erosi Dilasi
Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat
akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.
� � � � � � = 8
�� � � � � = 13
4 + 13× 100% = 76.06%
�� � � = 8 + 13
8 + 13 + 0 + 4× 100% = 84%
Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 100%, nilai
spesifisitas 76.06%, dan nilai akurasi sebesar 84%.
Gambar 4.11. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra ke-2 pada percobaan
ke-2
Tabel 4.4 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan
Gambar.4.11
Nilai Segmentasi Hasil Hitung Simulasi Hasil Hitung Manual
Abnormal Normal Jumlah
Seluruh Abnormal Normal
Jumlah
Seluruh
Noise Erosi Dilasi
60 3 1 9 12 21 10 12 21
Sehingga diketahui:
TP (True Positif) = 9
TN (True Negatif) = 12
FP (False Negatif) = 0
Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat
akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.
� � � � � � = 9
9 + 0× 100% = 100%
�� � � � � = 12
3 + 12× 100% = 80%
�� � � = 9 + 12
9 + 12 + 0 + 3× 100% = 87.5%
Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 100%, nilai
spesifisitas 80%, dan nilai akurasi sebesar 87.5%.
3. Citra ke-3
Gambar 4.12. Teardrops cell dan ovalosit citra ke-3
Pada gambar 4.12 merupakan citra asli dari sel darah teardrops dan ovalosit
pertama, kemudian citra asli tersebut dirubah menjadi bentuk grayscale. Citra
yang telah diubah menjadi bentuk grayscale tersebut kemudian di proses dengan
segmentasi watershed untuk mendapatkan objek citra yang utuh. Kemudian
dilakukan 2 kali proses segmentasi dan ekstrasi ciri, pada gambar 4.13 dan
gambar 4.14 merupakan citra hasil segmentasi watershed dengan nilai inputan
Gambar 4.13. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra pada percobaan
pertama
Tabel 4.5 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan
Gambar.4.13
Nilai Segmentasi
Hasil Hitung Simulasi Jumlah
Seluruh
Objek
Hasil Hitung Manual Jumlah
Seluruh
Objek
Abnormal Normal Abnormal Normal
Noise Erosi Dilasi
Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat
akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.
Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 90%, nilai
spesifisitas 100%, dan nilai akurasi sebesar 90%.
Gambar 4.14 Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra pada percobaan ke-2
Tabel 4.6 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan
Gambar.4.14
Nilai Segmentasi Hasil Hitung Simulasi Hasil Hitung Manual
Abnormal Normal Jumlah
Seluruh Abnormal Normal
Jumlah
Seluruh
Noise Erosi Dilasi
60 3 1 10 29 39 6 33 39
Sehingga diketahui:
TP (True Positif) = 10
TN (True Negatif) = 29
FP (False Negatif) = 2
FN (False Negatif).= 0
Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat
akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.
� � � � � � = 10
�� � � � � = 29
0 + 29× 100% = 100%
�� � � = 10 + 29
10 + 29 + 2 + 0× 100% = 95.12%
Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 83.3%, nilai
spesifisitas 100%, dan nilai akurasi sebesar 95.12%.
4. Citra ke-4
Gambar 4.15. Citra Teardrops cell dan ovalosit asli ke-4
Pada gambar 4.15 merupakan citra asli dari sel darah Sickle Cell pertama,
kemudian citra asli tersebut dirubah menjadi bentuk grayscale. Citra yang telah
diubah menjadi bentuk grayscale tersebut kemudian di proses dengan segmentasi
watesheed untuk mendapatkan objek citra yang utuh. Kemudian dilakukan 2 kali
proses ekstrasi ciri, pada gambar 4.16 merupakan citra hasil segmentasi
Gambar 4.16. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra pada percobaan
pertama
Tabel 4.7 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan
Gambar.4.16
Nilai Segmentasi
Hasil Hitung Simulasi Jumlah
Seluruh
Objek
Hasil Hitung Manual Jumlah
Seluruh
Objek
Abnormal Normal Abnormal Normal
Noise Erosi Dilasi
Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat
akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.
� � � � � � = 16
16 + 0× 100% = 100%
�� � � � � = 18
�� � � = 16 + 18
16 + 18 + 0 + 3× 100% = 91.8%
Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 100%, nilai
spesifisitas 85.7%, dan nilai akurasi sebesar 91.8%.
5. Citra ke-5
Gambar 4.17. Citra Teardrops cell,ovalosit dan schistocytes Citra ke-5
Pada gambar 4.17 merupakan citra asli dari sel darah Sickle Cell pertama,
kemudian citra asli tersebut dirubah menjadi bentuk grayscale. Citra yang telah
diubah menjadi bentuk grayscale tersebut kemudian di proses dengan segmentasi
watesheed untuk mendapatkan objek citra yang utuh. Kemudian dilakukan 2 kali
proses ekstrasi ciri, pada gambar 4.18 dan gambar 4.19 merupakan citra hasil
segmentasi watersheed dengan nilai inputan seperti pada table 4.9 dan 4.10 di
Gambar 4.18. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra pada percobaan
pertama
Tabel 4.9 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan
Gambar.4.18
Nilai Segmentasi
Hasil Hitung Simulasi Jumlah
Seluruh
Objek
Hasil Hitung Manual Jumlah
Seluruh
Objek
Abnormal Normal Abnormal Normal
Noise Erosi Dilasi
Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat
akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.
� � � � � � = 8
8 + 0× 100% = 100%
�� � � � � = 13
�� � � = 8 + 13
8 + 13 + 0 + 2× 100% = 91.3%
Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 100%, nilai
spesifisitas 86.6%, dan nilai akurasi sebesar 91.3%.
Gambar 4.19. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra pada percobaan ke-2
Tabel 4.10 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan
Gambar.4.19
Nilai Segmentasi
Hasil Hitung Simulasi Hasil Hitung Manual
Abnormal Normal Jumlah
Seluruh Abnormal Normal
Jumlah
Seluruh
Noise Erosi Dilasi
50 6 1 10 29 39 6 33 39
Sehingga diketahui:
TP (True Positif) = 10
TN (True Negatif) = 29
FP (False Negatif) = 2
FN (False Negatif).= 0
Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat
� � � � � � = 10
10 + 2× 100% = 80%
�� � � � � = 29
29 + 0× 100% = 100 %
�� � � = 10 + 29
10 + 29 + 2 + 0× 100% = 95.1%
Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 80%, nilai
spesifisitas 100%, dan nilai akurasi sebesar 95.1%.
6. Citra ke-6
Gambar 4.20. Sickle cell citra ke-6
Pada gambar 4.20 merupakan citra asli dari sel darah Sickle Cell pertama,
kemudian citra asli tersebut dirubah menjadi bentuk grayscale. Citra yang telah
diubah menjadi bentuk grayscale tersebut kemudian di proses dengan segmentasi
watesheed untuk mendapatkan objek citra yang utuh. Kemudian dilakukan 2 kali
proses ekstrasi ciri, pada gambar 4.21 dan gambar 4.22 merupakan citra hasil
segmentasi watersheed dengan nilai inputan seperti pada table 4.11 dan 4.12 di
Gambar 4.21. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra percobaan
pertama
Tabel 4.11 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan
Gambar.4.21
Nilai Segmentasi
Hasil Hitung Simulasi Jumlah
Seluruh
Objek
Hasil Hitung Manual Jumlah
Seluruh
Objek
Abnormal Normal Abnormal Normal
Noise Erosi Dilasi
Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat
akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.
� � � � � � = 20
20 + 5× 100% = 80%
�� � � � � = 28
�� � � = 20 + 28
20 + 28 + 5 + 0× 100% = 90.5%
Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 80%, nilai
spesifisitas 100%, dan nilai akurasi sebesar 90.5%.
Gambar 4.22. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Pada percobaan ke-2
Tabel 4.12 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan
Gambar.4.22
Nilai Segmentasi Hasil Hitung Simulasi Hasil Hitung Manual
Abnormal Normal Jumlah
Seluruh Abnormal Normal
Jumlah
Seluruh
Noise Erosi Dilasi
50 4 1 21 28 49 16 43 50
Sehingga diketahui:
TP (True Positif) = 21
TN (True Negatif) = 28
FP (False Negatif) = 6
FN (False Negatif).= 0
Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat
� � � � � � = 21
21 + 6× 100% = 77.7%
�� � � � � = 28
28 + 0× 100% = 100 %
�� � �= 21 + 28
21 + 28 + 6 + 0× 100% = 89%
Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 77.7%, nilai
spesifisitas 100%, dan nilai akurasi sebesar 89%.
7. Citra ke-7
Gambar 4.23. Sickle cell citra ke-7
Pada gambar 4.23 merupakan citra asli dari sel darah Sickle Cell pertama,
kemudian citra asli tersebut dirubah menjadi bentuk grayscale. Citra yang telah
diubah menjadi bentuk grayscale tersebut kemudian di proses dengan segmentasi
watesheed untuk mendapatkan objek citra yang utuh. Kemudian dilakukan 2 kali
proses ekstrasi ciri, pada gambar 4.24 dan gambar 4.25 merupakan citra hasil
segmentasi watersheed dengan nilai inputan seperti pada table 4.13 dan 4.14 di
Gambar 4.24. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra percobaan
pertama
Tabel 4.13 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan
Gambar.4.24
Nilai Segmentasi
Hasil Hitung Simulasi Jumlah
Seluruh
Objek
Hasil Hitung Manual Jumlah
Seluruh
Objek
Abnormal Normal Abnormal Normal
Noise Erosi Dilasi
Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat
akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.
� � � � � � = 4
4 + 1× 100% = 90%
�� � � � � = 17
�� � � = 4 + 17
4 + 17 + 1 + 0× 100% = 95.4%
Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 90%, nilai
spesifisitas 100%, dan nilai akurasi sebesar 95.4%.
Gambar 4.25. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra pada percobaan ke-2
Tabel 4.14 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan
Gambar.4.25
Nilai Segmentasi
Hasil Hitung Simulasi Jumlah
Seluruh
Objek
Hasil Hitung Manual Jumlah
Seluruh
Objek
Abnormal Normal Abnormal Normal
Noise Erosi Dilasi
100 4 4 4 17 21 3 18 21
Sehingga diketahui:
TP (True Positif) = 4
TN (True Negatif) = 17
FP (False Negatif) = 1
FN (False Negatif).= 0
Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat
� � � � � � = 4
4 + 1× 100% = 90%
�� � � � � = 17
17 + 0× 100% = 100 %
�� � � = 4 + 17
4 + 17 + 1 + 0× 100% = 95.4%
Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 90%, nilai
spesifisitas 100%, dan nilai akurasi sebesar 95.4%.
8. Citra ke-8
Gambar 4.26. Sickle cell citra ke-8
Pada gambar 4.26 merupakan citra asli dari sel darah Sickle Cell pertama,
kemudian citra asli tersebut dirubah menjadi bentuk grayscale. Citra yang telah
diubah menjadi bentuk grayscale tersebut kemudian di proses dengan segmentasi
watesheed untuk mendapatkan objek citra yang utuh. Kemudian dilakukan 2 kali
proses ekstrasi ciri, pada gambar 4.27 dan gambar 4.28 merupakan citra hasil
segmentasi watersheed dengan nilai inputan seperti pada table 4.15 dan 4.16 di
Gambar 4.27. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra percobaan
pertama
Tabel 4.15 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan
Gambar.4.27
Nilai Segmentasi
Hasil Hitung Simulasi Jumlah
Seluruh
Objek
Hasil Hitung Manual Jumlah
Seluruh
Objek
Abnormal Normal Abnormal Normal
Noise Erosi Dilasi
Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat
akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.
� � � � � � = 6
6 + 5× 100% = 54.5%
�� � � � � = 17
�� � � = 6 + 17
6 + 17 + 5 + 0× 100% = 82.1%
Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 54.5%, nilai
spesifisitas 100%, dan nilai akurasi sebesar 82.1%.
Gambar 4.28. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra percobaan ke-2
Tabel 4.16 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan
Gambar.4.28
Nilai Segmentasi Hasil Hitung Simulasi Hasil Hitung Manual
Abnormal Normal Jumlah
Seluruh Abnormal Normal
Jumlah
Seluruh
Noise Erosi Dilasi
50 7 3 5 19 24 1 23 24
Sehingga diketahui:
TP (True Positif) = 5
TN (True Negatif) = 17
FP (False Negatif) = 4
Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat
akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.
� � � � � � = 5
5 + 4× 100% = 55.5%
�� � � � � = 19
19 + 0× 100% = 100 %
�� � � = 5 + 19
5 + 19 + 4 + 0× 100% = 85.7%
Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 55.5%, nilai
spesifisitas 100%, dan nilai akurasi sebesar 85.7%.
9. Citra ke-9
Gambar 4.29. Sickle cell citra ke-9
Pada gambar 4.29 merupakan citra asli dari sel darah Sickle Cell pertama,
kemudian citra asli tersebut dirubah menjadi bentuk grayscale. Citra yang telah
diubah menjadi bentuk grayscale tersebut kemudian di proses dengan segmentasi
watesheed untuk mendapatkan objek citra yang utuh. Kemudian dilakukan 2 kali
proses ekstrasi ciri, pada gambar 4.30 dan gambar 4.31 merupakan citra hasil
segmentasi watersheed dengan nilai inputan seperti pada table 4.17 dan 4.18 di
Gambar 4.30. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra percobaan
pertama
Tabel 4.17 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan
Gambar.4.30
Nilai Segmentasi
Hasil Hitung Simulasi Jumlah
Seluruh
Objek
Hasil Hitung Manual Jumlah
Seluruh
Objek
Abnormal Normal Abnormal Normal
Noise Erosi Dilasi
Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat
akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.
� � � � � � = 2
2 + 1× 100% = 66.6%
�� � � � � = 20
�� � � = 2 + 20
2 + 20 + 1 + 2× 100% = 88%
Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 66.6%, nilai
spesifisitas 90.9%, dan nilai akurasi sebesar 88%.
Gambar 4.31. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra percobaan ke-2
Tabel 4.18 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan
Gambar.4.31
Nilai Segmentasi Hasil Hitung Simulasi Hasil Hitung Manual
Abnormal Normal Jumlah
Seluruh Abnormal Normal
Jumlah
Seluruh
Noise Erosi Dilasi
50 4 2 1 19 20 3 18 21
Sehingga diketahui:
TP (True Positif) = 1
TN (True Negatif) = 19
FP (False Negatif) = 0
Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat
akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.
� � � � � � = 1
1 + 0× 100% = 100%
�� � � � � = 19
19 + 2× 100% = 90.4 %
�� � � = 1 + 19
1 + 19 + 0 + 2× 100% = 90.9%
Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 100%, nilai
spesifisitas 90.4%, dan nilai akurasi sebesar 90.9%.
10. Citra ke-10
Gambar 4.32. Teardrops cell & schytocites citra ke-10
Pada gambar 4.32 merupakan citra asli dari sel darah Sickle Cell pertama,
kemudian citra asli tersebut dirubah menjadi bentuk grayscale. Citra yang telah
diubah menjadi bentuk grayscale tersebut kemudian di proses dengan segmentasi
watesheed untuk mendapatkan objek citra yang utuh. Kemudian dilakukan 2 kali
proses ekstrasi ciri, pada gambar 4.33 dan gambar 4.34 merupakan citra hasil
segmentasi watersheed dengan nilai inputan seperti pada table 4.19 dan 4.20 di
Gambar 4.33. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra percobaan
pertama
Tabel 4.19 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan
Gambar.4.33
Nilai Segmentasi
Hasil Hitung Simulasi Jumlah
Seluruh
Objek
Hasil Hitung Manual Jumlah
Seluruh
Objek
Abnormal Normal Abnormal Normal
Noise Erosi Dilasi
Maka kita bisa menghitung tingkat Sensitivitas, tingkat Spesitifitas dan tingkat
akurasinya yang nantinya dapat dihitung persentasenya.
� � � � � � = 11
11 + 8× 100% = 57.8%
�� � � � � = 30
�� � � = 11 + 30
11 + 30 + 8 + 0× 100% = 83.6%
Pada perhitungan di atas didapatkan nilai sensitivitas sebesar 57.8%, nilai
spesifisitas 100%, dan nilai akurasi sebesar 83.6%.
Gambar 4.34. Hasil Segmentasi dan Ekstrasi Ciri Citra percobaan ke-2
Tabel 4.20 Perhitungan Jumlah Abnormal dan Normal pada percobaan
Gambar.4.34
Nilai Segmentasi Hasil Hitung Simulasi Hasil Hitung Manual
Abnormal Normal Jumlah
Seluruh Abnormal Normal
Jumlah
Seluruh
Noise Erosi Dilasi
50 4 2 12 30 42 3 42 45
Sehingga diketahui:
TP (True Positif) = 12
TN (True Negatif) = 30
FP (False Negatif) = 9