yang rnernberatkan punggungrnu, dan Kami tinggikan, sebutan narnamu, karena
sesunggguhnya sesudah kesulitan itu ada kernudahan,
maka apabila kamu telah selesai mengerjakan sesuatu urusan, kerjakanlah urusan yang lain dengan sungguh,
dan hanya kepada Allah hendaknya kamu berharap.
(In Syiriah : 1 - 8)
ibu, bapak, guruku mas, rnbakyu serta adikku setetes air·rnata, ォ・イゥョァセエ@
STUDI TENTANG
PELAKSANAAN INSEMINASI BUATAN PADA I<ERBAU
(Bubalus bubalis)
DI KABUPATEN NGAWI DAN MAGETAN, JAWA TIMUR
S K R I P S I
oleh
KUKUH SULISTYANA
B. 17. 1216
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KUKUH SULISTYANA. Studi Tentang Pelaksanaan Insemina-si Buatan pada Kerbau (Bubalus bubalis) di Kabupaten Ngawi dan Magetan, Jawa Timur (Dibawah bimbinganMozes R. Toeli-here) •
Masalah reproduksi merupakan masalah utama dalam usaha meningkatkan populasi ternak. Kerbau sebagai ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan petani, tidak banyak mendapat perhatian dalam pengembangannya. Oleh karena itu populasi ternak kerbau dari tahun ke tahun tidak ban yak mengalami perubahan.
Studi ini dilakukan untuk mengetahui usaha-usaha perintah khususnya Kabupaten Jiigawi dan Magetan dalam usaha me-ningkatkan populasi dan mutu ternak kerbau melalui program
Inseminasi Buatan. ,Studi yang dilakukan meliputi pengumpul-an data primer dpengumpul-an data sekunder. Data primer diperoleh de-ngan melakukan wawancara, pengisian kuesioner terhadap peta-ni peternak, sedangkan data sekunder dikumpulkan dari berba-gai instansi yang berkaitan.
Hasil studi menunjukkan bahwa ternak kerbau di Jawa Ti-mur pada akhir Pel ita III meningkat hanya 0,01%. Untuk Ka-bupaten Ngawi tahun 1985 tercatat 25.975 ekor, sedangkan Kabupaten Magetan dilaporkan 6.261 ekor. Pemilikan kerbau rata-rata 2 - 3 ekor setiap peternak, pad a umumnya milik
sanya kerbau dimandikan atau diberi kesempatan berkubang. Masa kerja dimulai saat kerbau berumur 2,5 sampai 4 tahun dan tidak dipakai lagi sekitar umur 10 sampai 15 tahun. Ker-bau pertama beranak pad a umur 3,5 - 4 tahun, dengan lama ke-buntingan an tara 10 - 11 bulan. Pengamatan berahi tidak ba-nyak dilakukan oleh peternak.
Pada bulan Juli 1983 program Inseminasi Buatan pad a kerbau pertama kali dikenalkan di Jawa Timur dengan lokasi di Kabupaten Ngawi dan Magetan. Dalam pelaksanaan program
ini disamping berahi alam, juga dilakukan sinkronisasi. Sinkronisasi dilakukan dengan menggunakan preparat Prosta-glandin, dapat menunjukkan tanda-tanda berahi setelah 3 - 4 hari saat pember ian dengan hasil masing-masing 96% dan 100% untuk Kabupaten Ngawi dan Magetan. Sementara ini angka kon-sepsi yang diperoleh mencapai 53 dan 35%.
Program Inseminasi Buatan yang dilakukan merupakan sa-lah satu alternatif dalam pengembangan populasi kerbau, ter-nyata dapat diterima baik di tengah-tengah masyarakat pede-saan. Namun demikian dalam kegiatan di lapang masih banyak ditemui kendala-kendala yang perlu segera ditangani: pe-ningkatan keterampilan inseminator, pepe-ningkatan pengetahuan peternak melalui penyuluhan dan penyediaan fasilitas yang cukup bagi petugas lapang inseminasi buatan.
PELAKSANAAN INSEMINASI 3CATAN PADA KERBAU (Bubalus bubalis) DI KABUPATEN NGAWI DAN MAGE TAN , JAWA TIMUR
S K R I P S I
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Hewan paaa Fakultas Kedokteran Hewan
Institut p・イエセョゥ。ョ@ Bogor
Oleh
KUKUH SULISTYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PELAKSANAAN INSEMINASI BUATAN PADA KERB AU (Buba1us buba1is) DI KABUPATEN NGAWI DAN MAGETAN, JAWA TIMUR
S K R I P S I
01eh
KUKUH SULISTYANA
B. 17.1216
Telah diperiksa dan disetujui
Prof. Dr. Mazes R. Toe1ihere Dosen Pembimbing
Dengan senantiasa rnernanjatkan puji syukur ke hadhirat
Allah, karena dengan lirnpahan karuniaNya, tersusunlah
skrip-si ini sebagai salah satu syarat untuk rnernperoleh gelar
Dok-ter Hewan pada Fakultas KedokDok-teran Hewan, Institut Pertanian
Bogor.
Penghargaan dan rasa terirna kasih yang tulus iklas
pe-nyusun sarnpaikan kepada Bapak Mozes R. Toelihere yang telah
rnernbirnbing dan rnengarahkan penyusun dengan penuh perhatian
dan sirnpati.
Ucapan terirna kasih penyusun sarnpaikan pula kepada
PEMDA Tk. I Jawa Tirnur dan Jawa Barat (Direktorat Sosial
Po-litik) yang telah berkenan rnernberi ijin studi ini.
Dernikian pula penyusun telah banyak rnendapat pengarahan
dan bantuan dari Kepala Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tirnur
beserta staf.
terirna kasih.
Untuk itu penyusun hanya dapat rnengucapkan
Birnbingan dan pengarahan yang begitu berharga
telah penyusun terima selarna di daerah dari Kepala Dinas
Pe-ternakan Kabupaten Ngawi dan Magetan beserta staf.
Penghar-gaan dan rasa terirna kasih penyusun sarnpaikan. karena dengan
bantuannya data-data terkurnpul sesuai dengan apa yang
diha-rapkan dan tepat pada waktunya.
Dalarn penulisan skripsi ini, penyusun telah banyak
rnen-dapat bantuan bahan-bahan bacaan dan data-data penunjang
FKH IPB, BPT Ciawi, Bakitwan Bogor, UNAIR Surabaya dan Kan-tor Statistik propinsi Jawa Timur. Atas pemberian pe1ayan-an fasi1itas perpustakape1ayan-an, penyusun menyampaikpe1ayan-an rasa teri-rna kasih kepada Pimpinan Perpustakaan dan se1uruh staf.
Kepada Ke1ompok Tani Ternak Kerbau Desa Nge1ang (Mage-tan) dan Desa Sidorejo (Ngawi) juga se1uruh petani ternak yang te1ah ban yak memberi informasi, penyusun menyampaikan rasa terima kasih dan.penghargaan.
Akhiru1 ka1am penyusun menyadari bahwa skripsi ini ma-sih jauh dari sempurna. Namun demikian penyusun berharap semoga tu1isan ini menambah perbendaharaan pengetahuan ten-.. tang ternak kerbau yang dirasa minim dan bermanfaat bagi
kita semua.
iv
Ha1aman
RINGKASAN ,." It • • • , , , • , • , • " • • • 10 It .. , • • It It It , • • • • • • • " • • It • , It
KATA PENGANTAR •• It • It , • • " It It . . . , • It . . . " • • It It • • , " • • • • • , " • It
DAFTAR TABEL . • • • • 1.' • • • . • • • • • " " , • • • . . • • • • • • • • • • • ,
DAFTAR GAMBAR • • • • f • • • • • • • • • • • • • • • • " . , • • • • • • • • • • • • • ,
I.
I I •
I I I .
IV.
PENDAHULUAN
.
...
,... .
TINJ AUAN PUSTAKA ." . . . , . . . " . . . ,
Popu1asi dan Penyebaran Ternak Kerbau • • Sifat-sifat Reproduksi Kerbau Jantan •
Pubertas . . . ,. It • •
Sifat-sifat Semen
Sifat-sifat Reproduksi Kerbau Betina Pubertas
Sik1us Berahi
Umur Pertama Me1ahirkan
• •
•
• •
Umur Kebuntingan dan Interval antar Ke1a-hiran . " , .••
Inseminasi Buatan
Sejarah Perkembangan Inseminasi Buatan Penampungan dan Pengenceran Semen
Pengawetan Semen • • • • • . . . • • . • . •
Waktu Optimum untuk Inseminasi
Pelaksanaan Inseminasi • • . . . . • • • • •
•
•
METODE ..
.
"....
, ,...
• • • • • • t • • • • • • • • • • • • • • • • • • •HASIL DAN PEMBAHASAN . . . " . . . It • • • • It • , . . . , •
Keadaan Umum Daerah Pene1itian ,
....
..
.
.
Popu1asi dan Po1a Peternakan Kerbau
..
v.
Pe1aksanaan dan Basil Inseminasi Sinkronisasi Berahi
Angka Konsepsi •
" ' ,
..
"...
"..
KESIMPULAN DAN SARANDAFTAR PUSTAKA ,
... .
LAMP I RAN
vi
30
31 32 38
Nemer 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Ha1aman Teks
Perbandingan Semen Sapi dengan rata dari 4 kali penampungan)
Kerbau
(rata-...
Sifat Semen Kerbau dari Beberapa Negara ••.•.
Umur Pubertas Beberapa Jenis Ternak
.
...
, , , ,Komposisi Beberapa Jenis Pengencer Semen (da-lam ml) . . . ,." •••• , ... ..
Pengaruh Pembekuan terhadap Motilitas
...
,Waktu Inseminasi
...
"... .
popu1asi Ternak Besar Kabupaten Ngawi, Okto-ber 1985 ... .
popu1asi Ternak Besar Kabupaten Magetan Sep-tember 1985 ... ..
Lokasi Pe1aksanaan Inseminasi Buatan
Kabupa-ten Magetan, Desember 1984 • . . . . • . . . " ..
Lokasi Pe1aksanaan Inseminasi Buatan
Kecamat-an KwadungKecamat-an, NGawi, Juli 1983 • • . . .
8 9 10 18 20 21 24 25 33 33
11. Lokasi Pelaksanaan Inseminasi Buatan
Kecamat-an Geneng, Ngawi, Desember 1984 • . . . 34
12. Hasi1 Pene1itian di Beberapa Negara Asia
Tenggara ... , ... "', ... ,, .... , 35
Nomor Halaman Teks
1. Peta Kabupaten Magetan . • • • . . • . . . " •.. " • • . . . 45
2. Peta Kabupaten Ngawi .• " • • • . . . • • • . , •••••••• , 46
3. Beberapa Pengurus Kelompok Tani Ternak Kerbau
Kabupaten Ng.awi .• t • • • • • • • , • " • • , , • • • • • , • • • " .. " • 47
4. Anggota Kelompok Tani Ternak Kerbau Desa
Nge-5 •
6.
7 •
8.
lang, Magetan t . , • • • • • • • • • • • • , • • • • • • " , . . . 47
Kerbau sebagai Hiburan "Karapan Kerbau"·r •••• Pad a Pagi Hari Kerbau sebagai Ternak Kerja di
Sa wah •. , . , ... , . . . • • . . . " . . . , .. " ...
Dalam Sehari Biasanya Kerbau Dimandikan Tiga
Kali . . . ,. . . . , . . . • . . . , . . . .
Kandang Kerbau yang rat sebagai Kandang
telah memenuhi syarat-sya-Sehat
....
, ,... .
48
48
49
49 9. Rumput Gajah telah Banyak Dikenal oleh Petani
Peternak ., . . . . " . . . ,. ... , . . . . " , . . . ". 50
10. Kadang-kadang Sore Hari Kerbau Digembalakan 50
11. Kandang Penjepit untuk Melakukan Inseminasi 51 12. Pelaksanaan Inseminasi Buatan di Lapang
.
... . .
51 13. Keturunan Hasil Kawin Alam Kerbau LumpurBer-14 •.
urnur 6 Bulan . . . ,,, . . • . . . , , . . . 52
Keturunan Pertama (Fl) Hasil Inseminasi Buat-an Buat-antara Betina Lokal dengBuat-an PejBuat-antBuat-an Murrah
Berurnur 3 Bulan . . . ,
viii
[image:12.562.96.502.62.623.2]Pelita demi Pel ita telah dilalui dalam tahapan pemba-ngunan. Tujuan pembangunan adalah meningkatkan taraf hi-dup, kecerdasan dan kesejahteraan yang adil dan merata. Untuk mencapai tujuan tersebut, tidak lepas dari tersedia-nya bahan pangan yang cukup. Salah satu diantaranya ada-lah daging sebagai sumber konsumsi protein hewani. Dalam Widya Karya Gizi 1978, ditetapkan standar konsumsi protein sebesar 46 gram per kapita per hari, yang terdiri dari 5 gram protein hewani. Direktorat Jenderal Peternakan pad a
tahun 1978 dalam surveinya melaporkan bahwa konsumsi pro-tein hewani masyarakat lebih dari 5 gram hanya sebesar 10,22%, kurang dari 5 gram sebanyak 79.59%, sedangkan sisa-nya tidak mengkonsumsi protein hewani (Anonimus, 1983a). Rendahnya konsumsi protein hewani ini ditentukan oleh daya
beli, cukup tersedia daging dan juga tingkat pendidikan ma-syarakat.
kerbau tidak mampu lagi bekerja di sawah (Toelihere, 1979b). Tetapi bila dipotong pad a usia muda, mutu dan rasa tidak jauh berbeda dengan daging ternak lain, bahkan daging kerbau mempunyai kelebihan. Kandungan lemak pad a daging kerbau ha-nya sekitar 0,5%, jauh 1ebih rendah daripada daging sapi yang mempunyai kadar lemak sampai 14,0%. Sehingga daging kerbau ini baik untuk diet terhadap lemak. Tetapi daging kerbau mempunyai nilai kalori yang rendah sekitar 84, se-dangkan pada daging sapi lebih kurang 207 kalori (Anonimus, 1984a).
Di Indonesia ternak kerbau paling dikenal sebagai ternak kerja, baik kerja di sawah maupun tenaga kerja yang ,lain (pe-narik gerobak). Mekanisasi pertanian di Pakistan sudah ber-kembang dan secara bertahap tenaga kerbau dikurangi diganti-kan dengan tenaga mesin. Walaupun demikian tenaga kerbau ti-dak dapat ditinggalkan begitu saja, terutama di daerah per sa-wahan padi dan tanah yang berlumpur (Wahid, 1980). Demikian pula di Filipina, 72% dari populasi ternak kerbau digunakan sebagai tenaga kerja di sawah (Ranjkhan, 1983).
Keistimewaan kerbau yang tidak dimiliki oleh ternak lain adalah dalam hal sosial budaya. Sampai saat ini kerbau meru-pakan lambang sosial di tengah-tengah masyarakat pedesaan. Status sosial seseorang akan meningkat sesuai dengan kerbau yang dimilikinya. Upacara pemakaman mayat di Tana Toraja Su-lawesi Selatan dengan memo tong kerbau berpuluh-puluh. Upaca-ra ini masih dapat disaksikan dan merupakan obyek wisata yang menarik. Disamping itu dalam upacara-upacara yang lain, pe-motongan kerbau masih dilakukan, .misalnya penanaman kepala kerbau pada upacara pendirian sebuah gedung.
Dalam penerimaan devisa negara, ternak kerbau cUkup 「・イセ@ potensi pula. Selama tahun 1978 ekspor kulit kerbau tercatat 120,6 ton dan angka ini menurun setiap tahunnya, sampai saat tahun 1983 ekspor ini hanya mencapai 9,7 ton (Anonimus,
Dengan melihat potensi kerbau ini, baik produksi susu, daging maupun tenaga kerja, se1ayaknya kalau kerbau juga mendapat perhatian dalam pengernbangannya seperti halnya ter-nak lain.
Populasi kerbau di Indonesia menurun setiap tahunnya. Dalam Pel ita I terjadi penurunan sebesar 4,2%, Pelita II 1,04% dan se1ama Pe1ita III meningkat sebesar 1,9%. Sampai tahun 1983 popupu1asi kerbau tercatat 2,538 juta ekor (Ano-nimus, 1984a). Penurunan popu1asi kerbau ini terjadi kare-na jumlah pemotongan tidak diimbangi dengan jum1ah kelahir-an'. Untuk itu per1u adanya penanganan sedini mungkin, de-ngan jalan menaikkan populasi ternak. Da1am meningkatkan populasi ternak ini, masalah reproduksi merupakan masa1ah
penting yang per1u diperhatikan. Namun demikian pengetahu-an tentpengetahu-ang イ・ーイッ、オォセゥ@ ternak kerbau sangat minim dan peneli-tian dalam bidang ini belum banyak di1akukan.
Populasi dan Penyebaran Ternak Kerbau
Ternak kerbau yang tidak banyak mendapat perhatian me-rupakan ternak yang cukup berpotensi sebagai ternak produk-si sejak zaman dahulu. Kerbau pertama-tama didomestikasi-kan seki tar 411500 tahun yang silam yang berasal dari lembah Indus di daratan India. Ternak ini akhirnya berkembang di 40 negara di dunia, dengan populasi tidak kurang 150 juta
ekor. Sepertiga dari populasi ini merupakan tenaga kerja
tradisional di dataran Asia.
Kerbau (Bubalus bubalis) dalam perkembangannya terbagi menjadi dua tipe, yaitu tipe sungai dan lumpur. Kerbau ti-pe sungai (river buffalo) berkembang dengan baik di India dalam berbagai bangsa diantaranya Murrah, Nilli Ravi, Surti, Mehsana, Jaffarabadi, Nagpuri, Pandharphuri, Bhadawari.
Kerbau sungai ini mempunyai kebiasaan berkubang di sungai yang jernih, merupakan ternak kerbau penghasil susu yang baik. Kerbau ini juga didapatkan di beberapa negara Eropa, Italia dan bag ian selatan Soviet. Tipe kerbau lumpur
India merupakan salah satu negara yang cukup banyak di-dapatkan kerbau dengan populasi tidak kurang dari 62 juta ekor atau 50,78% dari populasi dunia. Kemudian menyusul Ci-na sebesar 18,371 juta ekor dan Pakistan 12,066 juta ekor. Sedangkan di Indonesia populasi kerbau pad a tahun 1983
ter-catat 2,538 juta ekor atau 2,06% dari populasi dunia (Anoni-mus, 1983a).
Sifat-sifat Reproduksi Kerbau Jantan
Pubertas. Pubertas dapat diartikan umur dimana organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan perkembangbiakan dapat terjadi (Toelihere, 1984d). Kerbau lumpur adalah salah satu ternak yang bersifat masak lambat, dibanding dengan sapi
(Toelihera, 1980a). Bhattacharya (1974) melaporkan umur pubertas pada kerbau jantan Mesir sekitar 3,7 tahun,
Pakis-tan 3 - 3,5 tahun sedangkan di Malaysia tidak lebih dari 3 tahun (Camoen, 1976).
Cockrill (1976) menampung semen kerbau Murrah dengan volume rata-rata 1,8 mI. Semen kerbau lumpur Thailand mempunyai volume sedikit lebih banyak sekitar 2,26 ml ± 0,25 ml
(Guzman, 1980a), di India dilaporkan dengan volume rata-ra-ta 5 sampai 13 ml (Bhatrata-ra-tacharya, 1960). Sementara itu Fisher (1980) melaporkan bahwa ejakulat I mempunyai volume 1,6 ml dan konsentrasi 3,1 juta, sedangkan pad a ejakulat II menurun menjadi 1,2 ml dengan konsentrasi 1,6 juta.
Tabel 1. Perbandingan Semen Kerbau dengan Sapi (rata-rata dari 4 kali penampungan)
Sifat Semen Kerbau Semen Sapi
Volume (ml) 2,9 5,1
Konsentrasi (x 10 6
Iml)
1,00 1,2Sperma motil (%) 65,6 65,6
Sumber Roy et al. (1973b)
Sementara itu Mathias et al. (1985) dalam penelitiannya melaporkan bahwa semen kerbau lumpur di daerah pedesaan Jawa Timur mempunyai volume rata-rata 1,6 ± 0,6 ml dengan
6
Tabel 2. Sifat Semen dari Beberapa Negara Negara Bulgaria Mesir India Indonesia Malaysia Filipina Thailand Sumber Penulis
Radev (1966) EI-Sheikh (1969) Nour El Din (1973) Sigh B (1967)
Kerur (1971) Toelihere (1977) Jainudden (1977)
Volume (ml) 3,3 3,5 2,4 4,0 4,6 2,0 2,5 Clamohoy & Poled 2,4
(1967 )
Leenanuruksa et al. 2,26 (1978)
Toelihere (1980a).
Konsentrasi (x 10 juta/ml)
1,14 1,193 1,099 1,230 1, 24 0,6-1,0 0,82 1,56 1,445
Motilitas spermatozoa dalam semen kerbau India lebih rendah daripada sapi (Bhattacharya, 1974). Sigh (1970) melaporkan bahwa semen kerbau Murrah yang ditampungnya mempunyai moti-litas sampai 80%. Spermatozoa kerbau lumpur Indonesia di-laporkan oleh Mathias et al. (1985) memiliki motilitas se-kitar 64,6 ± 12,5%.
Yusuf (1982). Sedangkan Toelihere (1981c) melaporkan bahwa semen kerbau Indonesia mempunyai pH agak basa.
Sifat-sifat Reproduksi Kerbau Betina
Pubertas. Masa pubertas pada hewan betina ditandai de-ngan timbulnya berahi dan terjadinya ovulasi yang pertama
(Toelihere, 1981d). Seperti halnya pada kerbau jantan, ker-bau betina juga bersifat masak lambat. Pada Tabel 3 terli-hat umur pubertas pada beberapa ternak.
Tabel 3. Umur Pubertas Beberapa Jenis Ternak
Jenis Ternak Umur (bulan)
Kerbau 24 - 36
Kuda 10 - 24
Sapi Eropa 6 - 18
Sapi Brahman, Zebu 12 - 30
Domba 6
-
12Babi 5 - 8
Sumber Toelihere (1981d).
1983), kerbau Murrah India sekitar 34 bulan sedangkan kerbau Mesir lebih muda antara umur 15 sampai 18 bulan (Bhattachar-ya, 1974).
Di Malaysia dilaporkan bahwa pengamatan tanda-tanda be-rahi pada kerbau cukup sulit, sehingga penentuan umur puber-tas dengan menggunakan tanda-tanda berahi tidak dapat dila-kukan dan dapat menimbulkan pemikiran-pemikiran yang keliru. Untuk itu dipakai pedoman adalah saat kerbau pertama
melahir-kant Beberapa laporan menyatakan umur pertama melahirkan ini
dicapai saat kerbau berumur sekitar 30 bulan dengan lama ke-buntingan 10 sampai 11 bulan. Dengan dasar perhitungan ini dapat ditentukan umur pubertas pada kerbau betina yaitu ber-kisar antara 18 sampai 20 bulan (Camoen, 1976).
Siklus Berahi.Battosama et al. (1980) dalam laporannya rnenyatakan bahwa siklus berahi berkisar 7 sampai 50 hari
Menurut Battosama et al. (1980) berahi kerbau lumpur In-donesia berlangsung antara 0,5 sampai 6 hari (3,82 ± 1,95 ha-ri), sedang Toelihere (1976) melaporkan antara 12 sampai 96
jam (rata-rata 41,84 jam). Kerbau Thailand yang dilaporkan oleh Mungkonpunya (1980) memiliki lama berahi sekitar 32 jam, kerbau Vietnam berkisar an tara 24 sampai 30 jam (Cuong, 1983), kerbau Filipina rata-rata 18,5 ± 6,9 jam. Pada kerbau Murrah Mesir berahi berlangsung rata-rata 28,5 jam (EI-Fouly, 1983), kerbau lokal Ci·na 53,8 jam, kerbau Murrah 59,2 jam dan kerbau silang 55,5 - 78,2 jam (Cockrill, 1976). Fahimmudin (1975) dalam pengamatannya melaporkan bahwa berahi kerbau berlang-sung antara 12 sampai 40 jam. Sementara itu Camoen (1976) mencatat lama berahi an tara 18 sampai 24 jam pada kerbau lum-pur Malaysia.
Seperti halnya siklus dan lama berahi, tanda-tanda bera-hi kerbaupun sangat bervariasi dari negara satu dengan negara yang ャ。ゥョGセ@ Bhattacharya (1974) tidak melihat dengan jelas tanda-tanda berahi kerbau bila dibanding dengan sapi, lendir berahi yang mengalir dari vulva kurang jelas terlihat. Demi-kian pula di Malaysia sukar untuk mengamati tanda-tanda bera-hi; oedema vulva dapat dipakai sebagai tanda, walaupun dalam persentase kecil (Camoen, 1976). Menurut Mathias et al.
pengeluaran lendir jernih dari vulva, diam berdiri siap di-naiki oleh pejantan/betina lain. Tanda-tanda berahi ini terlihat jelas pada sore hari dan terjadi setiap saat. De-mikian pula halnya di India tanda-tanda berahi terlihat je-las adanya lendir cervik, kemerahan vulva dan cornua yang membengkak pada palpasi (Gill et セNL@ 1973b). Tanda-tanda
tersebut juga dilaporkan oleh Battosama et al. (1980) di-sertai dengan rasa selalu ingin berkubang.
Umur Pertama Melahirkan. Di Malaysia umur pertama me-lahirkan dilaporkan sekitar 30 bulan (Camoen, 1976), kerbau Tanzania rata-rata 33 ± 9 bulan (Katyega, 1982), kerbau Pa-kistan tidak lebih dari 1.366 hari (wahid, 1980), kerbau Cina 3,5 sampai 5 tahun (Cockrill, QYWVIQセ@ Sementara itu Fahimuddin (1975) melaporkan kerbau pertama melahirkan pada umur 3,5 tahun, Mason (1974) melaporkan sekitar 41 sampai 49 bulan, sedangkan kerbau Murrah yang dilaporkan oleh Chou-rasia (1984) an tara 1.270 ± 3,671 hari. Beranak pertama kerbau lumpur Indonesia dapat terjadi pada umur 3,76 tahun
(Toelihere, 1979b).
Umur Kebuntingan dan Interval antar Kelahiran. Umur kebuntingan pad a kerbau lebih lama dibanding dengan sapi.
305 sampai 312,5 hari (Cockrill, 1976), kerbau India 308 ha-ri, kerbau Mesir 317 haha-ri, kerbau-kerbau Eropa 314 hari (Ma-son, 1974). Sementara itu Misra et al. (1970) melaporkan lama kebuntingan pada kerbau Murrah sekitar 308 ± 0.76 hari.
Interval antara kelahiran kerbau Tanzania dilaporkan rata-rata 381 hari (Katyega, 1982), kerbau Pakistan 528 hari
(Wahid, 1980), kerbau Cina 553 hari (Cockrill, 1976).
Inseminasi Buatan
Sejarah perkembangan Inseminasi Buatan Kerbau. Dalam pembangunan peternakan sa-Iah satu usaha penting adalah me-ningkatkan produksi peternakan. Peningkatan produksi ini dapat dicapai dengan meningkatkan populasi dan juga mening-katkan mutu ternak. Dengan kemajuan teknologi modern, In-seminasi Buatan merupakan salah satualternatif dalam pe-ningkatan populasi maupun mutu ternak. Dalam Inseminasi Buatan ini diharapkan seekor pejantan unggul dapat lebih banyak melayani betina. Disamping itu dengan kegiatan ini seleksi ternak akan lebih baik. Dengan demikian populasi ternak akan meningkat disertai dengan peningkatan mutu ter-nak.
Inseminasi Buatan merupakan usaha mendepositkan sperma-tozoa ke dalam organ genital bet ina dengan menggunakan alat, yang hasiln.ya diharapkan lebih baik daripada kawin alam
kerbau lebih lambat dibanding dengan sapi. Penelitian ten-tang kerbau inipun masih langka belum banyak dilakukan oelh peneli ti. Karena masih adany.a anggapan bahwa ternak kerbau kurang efisien dibandingkan dengan ternak lain. Inseminasi Buatan pad a kerbau pertama dikenal dan dicoba pada Institut Pertanian Allahabab, India sekitar tahun 1943 (Bhattacharya, 1974). Kemudian teknologi ini berkembang di negara-negara lain terutama negara-negara Asia yang banyak didapatkan ter-nak kerbau. Misalnya di Filipina, up breeding ternak kerbau dilakukan di bawah pengawasan Bureau Animal Industry (BAI). Dengan kerjasama FAO/UNDP pemerintah Filipina mengimpor se-men beku dari India, Pakistan, Thailand untuk keperluan me-menuhi program Inseminasi Buatan Kerbau (Ranjkhan, 1983).
Kemudian menyusul.di Sumba pada tahun 1976, dengan angka konsepsi 57,9%. Pada tahun 1978 dilanjutkan di Serang Jawa Barat, dengan angka konsepsi 39,6%. Di Jawa Tengah pada tahun 1981 dilokasikan di Brebes dengan angka konsepsi ke-seluruhan I 19% dan II 46%. Untuk Jawa Timur, kegiatan ini dicoba yang pertama kali di Kabupaten Ngawi dan Magetan bu-lan Juli 1983. Kemudian menyusul daerah-daerah lainnya, mi-salnya Banyuwangi, Jombang. Pada awal kegiatan program ber-sifat introduksi (pengenalan) da-lam masyarakat.
Perkembangan Inseminasi Buatan pad a kerb au di Indonesia selanjutnya cukup mengalami kemajuan dengan-diproduksinya semen beku kerbau Murrah dari Balai Inseminasi Buatan Lem-bang, Bandung. Disamping itu telah cukup banyak peneliti-peneliti yang tertarik dengan kerbau.
Penampungan dan Pengenceran Semen. Menurut Bhattachar-ya (1974) semen kerbau lebih mudah ditampung dengan men.ggu-nakan vagina buatan daripada penampungan pad a sapi. Hal ini terbukti pada saat penampungan semen kerbau di Sulawesi Se-latan ternyata kerbau jantan dengan mudah melayani vagina buatan dengan menggunakan bet ina pemancing (Toelihere, 1979a). Demikian pula yang dilakukan oleh peneliti-peneliti yang la-in, misalnya Roy et al. (1973a), Sexena セ@ al. (1973), Abdi
""
Pengenceran semen dilakukan untuk menambah volume agar semen kerbau dapat dimanfaatkan lebih banyak oleh betina tanpa mengurangi daya fertilitas. Beberapa peneliti men-coba menyusun komposisi pengencer untuk semen kerbau. Singh et al. (1970) membuat beberapa pengencer, susunan terlihat dalam Tabel 4. Dari keenam pengencer tersebut dalam tabel, ternyata Skim Sistein Kuning Telur dan Glukosa Bikarbonat Kuning Telur merupakan pengencer yang baik. Hal ini
ditun-jUkan dengan angka motilitas setelah thawing. Setelah 144 jam sperma dalam Skim· Sistein Kuning Telur, mempunyai moti-litas 65 ± 10%, demikian pula pad a Glukosa Bikarbonat Kuning Telur tidak jauh berbeda sekitar 65 ± 1,1%. Sementara itu Roy et al. (1973b) melaporkan bahwa Citrat Kuning Telur le-bih baik daripada Glukosa Bikarbonat Kuning Telur dan Citrat Glukosa Kuning Telur.
Telur. Mathias et al. (1985) meneoba membandingkan antara pengeneer Tris dengan laktosa, dengan perlakuan yang sarna dalam hal penyimpanan (pembekuan). Motilitas setelah tha-wing untuk Tris meneapai 57,7 ± 8,8% sedangkan Laktosa ha-nya meneapai 19,6 ± 10,9%.
Tabe14. Komposisi Beberapa Jenis Pengencer (Singh et al., 1970)
Komposisi
Kuning telur Skim Milk Glukosa 5% Fruktosa 5%
Sod. Bikarbonat 2,3% Glisin
Sistein HCl 1% Sari Tomat Air Kelapa
*
A
2
*
Jenis Pengeneer (ml)
B
c
D E2 2 2
2-8
4 2
0,5
1,6 1 0,5
8 5 3 F 2 4 4
A. Glukosa Bikarbonat Kuning Telur; B. Skim Milk Kuning Telur; C. Air Kelapa Kuning Telur; D. Sari Tomat Gluko-sa FruktoGluko-sa Bikarbonat kuning Telur; E. Glisin Kuning Telur; F. Skim Sistein Kuning Telur.
pembekuan ini bertujuan menghentikan aktifitas dari sperma. Namun demikian penanganan semen kerbau relatif sedikit yang mengerjakan dan laporan banyak memperlihatkan variasi dan sering kali bertentangan (Bhattacharya, 1974). Bhandari et セN@ (1982) menggunakan Tris Kuning Telur sebagai pengen-cer dalam proses pernbekuan semen kerbau. Setelah dilakukan equilibrasi pada 5°C selama 4 sampai 5 jam, semen disimpan dalam nitrogen cair dengan 4 jenis kecepatan: lambat (10 menit), sedang (7 menit), cepat (5 menit) dan sangat cepat
(3 menit). Setelah itu disimpan dalam lemari pending in de-ngan suhu antara -170°C sampai -190°C. Ternyata seteiah dilakukan thawing pad a suhu 25°C, pembekuan sangat cepat cUkup baik yang ditunjukkan dengan angka motilitas yang tinggi dibanding dengan yang lain (Tabel 5).
Mathias et al. ,(1985) mengawetkan semen kerbau dengan pertama-tama melakukan equilibrasi pada 5°C selama 4 jam. Selanjutnyadisimpan dalam nitrogen cair selama 10 menit ke-mud ian disimpan dalam pendingin dengan suhu -196°C. Thawing dilakukan pada suhu 37°C selama 30 detik.
kemam-Tabel 5. Pengaruh Pembekuan terhadap Motilitas
Pembekuan Motilitas Sebelum Motilitas Sesudah Proses
Pembekuan ( %) Thawing (% )
Lambat 76,00 41,44 ± 1,604
Sedang 76,00 40,00 ± 0.392
Cepat 76,00 39,00 ± 1,037
Sang at cepat 76,00 44,33 ± 0.857
Sumber Bhandari et al. (1982).
puan atau kapasitas dalam membuahi oveum. Kapasitas ini me-makan waktu antara 2 sampai 4 jam (Toelihere, 1981a). Se-dangkan ovulasi yaitu, saat pelepasan telur dari ovarium, terjadi 12 sampai 24 jam sesudah akhir berahi (Toelihere, 1981b) • Sementara itu Bhattacharya (1974) menyatakan ovula-si terjadi 24 jam sesudah akhir berahi, sedangkan Guzman
(1980b) melaporkan rata-rata 34,9 ± 12,7 jam permulaan bera-hi atau 15,3 ± 1,7 jam sesudah akhir berahi. Dengan perhi-tung an waktu tersebut di atas, akan didapatkan waktu opti-mum untuk melakukan inseminasi.
serninasi pada saat 24 sarnpai 36 jam sesudah berahi. Teta-pi dalam pelaksanaan di lapangan, waktu-waktu tersebut su-kar ditentukan. Karena tanda berahi pad a kerbau tidak be-gitu jelas, sehingga peternak tidak dapat menentukan saat permulaan berahi dengan pasti. Sebagai pedoman di lapang digunakan tabel seperti terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Waktu Inseminasi Buatan
Pertama Kali
-Terlihat Be- Harus Diinseminasi Terlambat rahi
Pagi hari yang sarna hari berikutnya Sore hari berikutnya (pa- sesudah pukul 150 0
gi - siang) besoknya
Sumber Toelihere (1981c).
Dengan pedoman hal tersebut di atas, secara aktif in-seminator melakukan inseminasi.
Pelaksanaan Inseminasi. Inseminasi dilakukan dengan metode seperti yang digunakan pad a sapi. Metode rekto va-ginal lebih banyak dipakai di India (Bhattacharya, 1974). Sementara itu Toelihere (1979a) juga menggunakan metode rekto vagina dalam pelaksauaan inseminasi buatan di Sula-wesi dan Sumba. Ternpat deposit semen di dalam saluran
di-pakai tempat deposit semen ada1ah antara cervik dengan cor-pus uteri (Bhattacharya, 1974). Setiap straw yang diberi-kan berisi 0,25 m1 semen yang mengandung 1ebih kurang 30
Studi ten tang pelaksanaan inseminasi buatan pada ternak kerbau di Kabupaten Ngawi dan Magetan, Jawa Timur dilakukan dengan metode survei antara bulan April sampai bulan Mei 1985. Studi tersebut mencakup pengumpulan data primer dan data sekunder.
Data primer meliputi masalah-masalah yang berkaitan de-ngan manajemen peternakan, reproduksi dan daya tanggap masya-rakat terhadap program Inseminasi Buatan. Data-data ini di-peroleh dengan melakukan kunjungan lapangan, wawancara dan pengisian kuesioner terhadap petani peternak di Kecamatan Ka-rangmojo, Kabupaten Magetan dan Kecamatan Geneng, Kabupaten Ngawi, masing-masing 30 responden.
Data sekunder meliputi hal-hal yang berkaitan dengan ke-adaan umum daerah dan populasi ternak. Data ini diperoleh dari lembaga-lembaga atau dinas-dinas: Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur, Dinas Peternakan Kabupaten Ngawi dan Magetan, Kantor Statistik Propinsi Jawa Timur.
Analisa terhadap data yang terkumpul, dilakukan dengan •
Keadaan Umum Daerah Penelitian
Kabupaten Ngawi adalah salah satu kabupaten di Jawa Ti-mur yang berbatasan dengan Jawa Tengah. Luas daerah ini le-bih kurang 1.275,13 km', dengan ketinggian antara 40 sampai 500 meter dari permukaan laut. Dalam Sensus 1983 jumlah penduduk 787.794 jiwa (Anonimus, 1984c). Populasi ternak besar terlihat dalam Tabel ,7.
Tabel 7. Populasi Ternak Besar Kabupaten Ngawi Oktober 1985
Jumlah Ternak (ekor) No._, Kecama tan
Kerbau Sapi Kuda
1. Ngawi 1303 2510 17
2. Paron 3364 5429 42
3. Padas 345 8782 42
4. Geneng 2433 3549 6
5. Karangjati 280 7685 66
6. Kwadungan 1953 1207 15
7. Ngrambe 640 5036
8. Jogorogo 557 2742 13
9. Kendal 339 5551
10 • Sine 257 3282 6
11. Widodaren 4738 2067 80
12. Mantingan 3446 3483
13. Kedunggalar 3854 1336 80
14. Pitu 1832 3600
15. Bringin 418 4635 12
16. Ptlngkur 116 5122 3
Jumlah 25975 66016 382
Kabupaten Magetan terletak di sebelah selatan Kabupaten Nga-wi. Daerah ini mempunyai luas sekitar 688,84736 km', dengan ketinggi antara 60 sampai 1.660 meter dari permukaan laut. Pada tahun 1983 penduduk tereatat 636.108 jiwa (Anonimus, 1984b) •
Tabel 8. Populasi Ternak Besar Kabupaten Magetan, September 1985
No. Keeama tan
1.
2.
Magetan Panekan 3. Plaosan 4. . Poneol 5.
6.
7.
8 •
9. 11. 12. 13. Parang Kawedanan Takeran Bendo Lembeyan Maospati Sukomoro Karangmojo Karangrejo Jumlah Kerbau 176 747 135 253 854 178 454 287 368 2303 506 6261
Jumlah (ekor) Sapi 3922 5786 6381 5032 5036 6378 5997 6398 4936 3046 4528 3485 3739 64664 Sumber: Dinas Peternakan Kabupaten Magetan.
Kuda 43 2 102 2 15 14 25 16 6 78 7 49 14 373
[image:37.568.69.499.225.601.2]populasi dan Pola Peternakan Kerbau
Populasi kerbau di Jawa Timur dalam Pelita I tercatat kurang lebih 207.000 ekor, kemudian dalam Pel ita II mening-kat menjadi 232.000 ekor, sampai tahun 1984 populasi kerbau ini lebih kurang 225.000 ekor. Ternak kerbau ini tersebar di 37 kabupaten/kotamadya. Kabupaten Ngawi dalam Oktober 1985 populasi kerbau dilaporkan lebih kurang 25.975 ekor, sedang pada tahun 1983 tercatat 22.208 ekor. Kabupaten Ma-getan sampai September 1985 populasi kerbau dilaporkan seki-tar 6.261 ekor, sedangkan dalam tahun 1983 tercatat 5.786 ekor. Ternak kerbau di kedua kabupaten tersebut menyebar di seluruh kecamatan, terutama daerah-daerah pertanian anta-ra Ngawi, Magetan dan Madiun. Keadaan peternak maupun pola peternakan di desa-desa kedua kabupaten tersebut tidak ber-beda.
Rata-rata pemilikan ternak kerbau an tara 2 sampai 3 ekor setiap petani peternak. Dari respond en yang berhasil ditemui dinyatakan bahwa kerbau yang dimilikinya adalah mi-lik sendiri (87%), mimi-lik orang lain dengan sistem bagi hasil
pada urnur 10 sampai 15 tahun atau bila sudah berproduksi rata-rata 6 sampai 8 kali. Biasanya hasil penjualan di-pergunakan untuk membeli ternak yang lebih rnuda ataupun dipakai sebagai modal yang lain.
Kerbau dipelihara secara tradisional. Sebelum berang-kat ke sawah untuk mengerjakan sawah, kerbau dimandikan terlebih dahulu. Demikian pula setelah bekerja, kerbau di-beri kesempatan untuk berkubang sementara itu pemiliknya mencari rumput untuk persediaan makan malam hari. Sore
ha-ri kerbau dimandikan kembali. Kegiatan ini rutin dilakukan setiap hari, kecuali pad a saat selesai musim rnengerjakan sawah dimana kerbau lebih banyak tinggal di kandang.
Pada umumnya kerbau dikerjakan di Mセ。キ。ィ@ menjelang ma-tahari terbit jam 06.00 sampai jam 10.00 siang. Setelah waktu itu tenaga kerbau rnenurun, karena tidak tahan panas. Kerbau mulai diajari sebagai ternak kerja pada umur 2 sam-pai 4 tahun, setelah umur 10 samsam-pai 15 tahun biasanya te-nag a tidak kuat lagi, kemudian kerbau dijual untuk dipotong.
rnasih kuat bekerja adalah kerbau. Antara kerbau jantan dan
bet ina dalarn hal tenaga kerja pada urnurnnya petani
rnenyata-kan tidak berbeda. Keadaan ini rnenyebabkan banyak petani
peternak lebih suka rnernelihara kerbau betina, yang
diharap-kan dapat rnenghasildiharap-kan anak disarnping sebagai tenaga kerja.
Biasanya pad a kebuntingan rnuda atau setelah rnelahirkan
ker-bau diistirahatkan untuk beberapa larna.
Kerbau rnerupakan salah satu ternak rurninansia yang
sa-ngat efisien dalarn rnengkonsurnsi rnakanan terutarna dalarn
peng-gunaan serat kasar. Pad a rnusirn saat-saat susah rnencari
hi-jauan, kerbau diberi rnakan jerarni kering ataupun
lirnbah-lirnbah pertanian (pucuk daun tebu). Waktu ini berlangsung
beberapa larna, tetapi tidak terjadi penurunan bobot kerbau.
Dengan adanya penyuluhan dari Dinas Peternakan seternpat,
pe-ternak sudah rnulai rnengenal Hijauan Makanan Ternak, dalarn
hal ini rnisalnya rurnput gajah dan larntoro gung.
Tradisi rnernotong kerbau dalarn upacara hajatan di
masya-rakat pedesaan sudah harnpir tidak diternui. Pad a umumnya
rnereka lebih suka rnengkonsurnsi daging sapi.
Kerbau rnerupakan larnbang status sosial di rnasyarakat
rnasih terlihat, walaupun tidak begitu rnenyolok. Karena
ba-nyak petani yang rnenginvestasikan rnodalnya dalarn bentuk
la-in", Sedangkan petani kecil saat ini sudah rnarnpu rnerniliki
kerbau, baik dengan sistern bagi hasil rnaupun fasilitas
dikatakan merata. Petani kecil ini pada umumnya mengguna-kan ternak kerbaunya untuk mengerjamengguna-kan sawah orang lain dengan imbalan uang. Dengan demikian secara langsung akan menambah penghasilan.
Tradisi yang masih ada dan banyak ditemukan di bebera-pa pedesaan, adalah kepercayaan yang bersifat mistik. Ke-percayaan ini mengandung rasa hormat yangberlebihan terha-dap ternak kerbau, sehingga dalam masyarakat timbul istilah
"raja kaya" untuk ternak kerbau ini. Dengan adanya keper-cayaan ini sedikit menghambat Dinas dalam program pengenal-an kpengenal-andpengenal-ang sehat. Karena petani menempatkan kandangnya di dalam bag ian rumah tempat tinggalnya. Tetapi dengan adaya penyuluhan yang rutin dari Dinas Peternakan setempat, banyak timbul kesadaran peternak. Hal ini terlihat di beberapa lokasi pedesaan sudah terdapat kandang-kandang permanen yang terpisah dari rumah tempat tinggal.
Khusus untuk daerah Kabupaten Magetan dikenal dengan bentuk kesenian "Karapan Kerbau". Karapan ini tidak jauh berbeda dengan kaparan sapi yang ada di Madura.
dipertunjukkan pada saat lepas panen.
Biasanya
Kerbau mempunyai lama kebuntingan sekitar 11,5 - 12 bulan (76%), 10,5 - 11 bulan (13%) dan lebih dari 12 bulan (11%). Pengamatan berahi tidak banyak dilakukan oleh petani. Hal ini terjadi karen a kerbau biasanya kawin dengan sendirinya sewaktu digembalakan, sehingga petani tidak merasa perlu mengamati saat-saat berahi. Namun demikian beberapa petani yang ditemui menyatakan tanda-tanda bila kerbau ingin kawin, diantaranya : kerbau mengejar kerbau yang lain (55%), vulva membengkak merah dan hangat (5%), keluar lendir melalui vulva (20%), sedangkan yang lain tidak mengetahui tanda-tan-da berahi (20%). Demikian pula dengan siklus dan kapan ter-jadinya berahi, pad a umumnya petani tidak banyak mengetahui dengan pasti.
Pelaksanaan dan Hasil Inseminasi Buatan
ini masing-masing kabupaten ada 6 orang tenaga inseminator
dengan satu instruktur. Dengan semakin berkembangnya
pro-gram ini kebutuhan inseminator tidak dapat ditunda lagi.
Salah satu usaha yaitu dengan mengadakan inseminator
swada-ya. Disini terlihat bahwa program inseminasi sudah 、ゥエセイゥM rna dan merupakan kebutuhan pokok dari peternak.
Sinkronisasi Berahi. Pelaksanaan Inseminasi Buatan I
dilakukan oleh tim dari FKH IPB, baik tahap sinkronisasi
maupun tahap inseminasi. Tujuan utama dari sinkronisasi
berahi,ini adalah terjadinya berahi secara serentak pada
ke-lompok ternak. Dengan serentaknya berahi ini, akan
memper-mudah dalam pengawasan saat-saat berahi. Keuntungan yang
lain adalah penghematan waktu dalam pelaksanaan inseminasi
buatan. Dalam pelaksanaan sinkronisasi dikenal dengan
pre-parat prostaglandin, yang mempunyai sifat meregresi cur pus
luteum. Demikian pula dalam sinkronisasi di Kabupaten
Nga-wi dan Magetan digunakan preparat prostaglandin. Magetan
dalam sinkronisasi bulan Juli 1983 terhaodap 156 ekor dengan
R
memakai Enzaprost Dari pelaksanaan ini hanya 3 ekor yang
mengalami kegagalan berahi. Sedangkan untuk daerah Ngawi
berhasil menunjukkan tanda-tanda berahi 100% dari 222 ekor
R .. R
kerbau, dengan menggunakan Enzaprost dan Lutalyse
Bera-hi terjadi 3 sampai 4 hari setelah pemberian.
Hal yang sarna dilakukan di Brebes (Jawa Tengah) dengan
R R
ke-giatan ini 84 ekor menunjukkan tanda-tanda berahi dari 100 ekor yang disinkronisasikan (Toe1ihere, 1981a). Peng-gunaan preparat Prostaglandin ini juga pernah di1aporkan oleh Khuruna et a1. (1982) bahwa tanda-tanda berahi akan ter1ihat sete1ah 3 hari pemberian. Tidak jauh berbeda de-ngan yang di1akukan oleh Kamonpatana et a1. (1979) tanda berahi ter1ihat an tara 48 sampai 72 jam sete1ah pember ian 25 mg pgfRセ@ secara intra musku1ar. Toe1ihere (1979a) me-1aporkan bahwa dengan pemberian 5 mg pgfRセ@ intra uterin te1ah dapat menunjukkan tanda-t"anda berahi sete1ah 3 hari pemberian.
No. 1-2. 3. 4. 5 • 6.
Tabel 9. Lokasi Pelaksanaan Inseminasi Buatan Kabupaten Magetan, Desember 1984
Kecamatan Jumlah (ekor)
Sukomoro 16
Karangrejo 44
Karangmojo 14
Takeran 17
Kawedanan 26
Lembeyan 2
Jumlah 119
Sumber Dinas Peternakan Kabupaten Magetan.
Pelaksanaan inseminasi buatan untuk Kabupaten Ngawi dalam bulan Juli 1983, berhasil positif bunting sebanyak 35 ekor dari 100 ekor yang diperiksa (222 ekor yang diin-seminasi). Lokasi terlihat dalam Tabel 10. -.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 •
Tabel 10. Lokasi Pelaksanaan Inseminasi Buatan Kecamatan Kwadungan, Ngawi, Juli 1983
Desa Jumlah (ekor)
Dinden 23
Purwosari 66
Kendung 53
Pojok 12
Tirak 19
Sumengko 14
Jenangan 35
Jumlah 222
[image:45.558.68.492.65.248.2] [image:45.558.73.495.278.647.2]Dalam bulan Desember 1984 dilakukan serentak di Kecamatan Geneng. Dari pelaksanaan ini berhasil diinseminasi
seba-nyak 251 ekor terdiri dari 9 ekor berahi alam dan 242 ha-sil sinkronisasi berahi. Setelah diadakan pemeriksaan ke-buntingan dengan hasil positif bunting hanya 7 ekor dari 101 yang datang dalam pemeriksaan. Lokasi pelaksanaan in-seminasi tersebut terlihat dalam tabel 11.
No.
1. 2 • 3. 4. 5. 6.
Tabel 11. Lokasi Pelaksanaan Inseminasi Buatan Kecamatan Geneng, Ngawi, Desember 1985
Desa Jumlah (ekor)
Sidorejo 57
Klampisan 40
Baderan 35
Kersikan 48
Kraseman 55
Kendung 16
Jumlah 251
Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Ngawi.
[image:46.562.72.494.261.536.2]Tahap II dicapai 84,38% (Toelihere, 1981b). Demikian pula
di Filipina angka konsepsi hanya dapat dicapai 25 sampai
40%, sedang pada kawin alam dapat mencapai 50 sampai 70%
(Ranjkhan, 1983). Di Australia dilaporkan angka konsepsi
untuk kerbau lebih tinggi daripada sapi, 81% untuk kerbau
dan 70% untuk sapi (Anonimus, 1981). Pada tahun 1958-1959
di India dilaporkan angka konsepsi dapat mencapai 66,7%
(Bhattacharya, 1960); di Cina mencapai 60% (Cockrill,
1976). Angka konsepsi tersebut jauh lebih tinggi dibanding
angka-angka konsepsi yang didapatkan di Asia Tenggara
(Ta-bel 12).
Tabel 12. Hasil Penelitian di Beberapa Negara Asia Tenggara
Jumlah Kemasan
Ternak Beku Semen Berahi Penulis dan Negara
Jainudeen (Malaysia) 20 straw setelah
pe-nyuntikan Cloprostenol
Leenanuruksa et al - - 9 ampul setelah
pe-(Thailand) nyuntikan
PGF 2.J..
Toelihere (Indonesia) 75 pellet alam
Sumber Toelihere (1980b).
Angka Kon-sepsi
25
33,33
34,76
Berat lahir hasil inseminasi buatan berkisar an tara 20
sekitar 15 kilogram. Pada umumnya peternak yang berhasil ditemui menyatakan bahwa anak hasil inseminasi, disamping mempunyai bobot lebih berat juga mempunyai bentuk tubuh yang cukup baik. Hasil yang diperoleh ini lebih rendah di-bandingkan dengan hasil inseminasi di Mesir yang dapat men-capai 36 sampai 40 kilogram, Pakistan 27 sampai 33 kilogram dan kerbau Thailand 26,6 kilogram (Guzman, 1980a).
Persilangan antara kerbau lumpur lokal dengan kerbau Murrah, diharapkan mempunyai keturunan yang membawa sifat dari kedua induk, Sifat yang diharapkan mampu berproduksi susu dan daging seperti halnya kerbau Murrah dan dapat me-manfaatkan makanan kualitas rendah seperti halnya kerbau lumpur (Toelihere, 1981a).
Dengan adanya hasil inseminasi buatan ini, pad a umum-nya petani tertarik dan ingin menjadi peserta dalam
kegiat-an ini. Bentuk nyata partisipasi masyarakat ini adalah
de-ngan terbentuknya kelompok-kelompok tani ternak kerbau. Salah セ。エオ@ diantaranya adalah Kelompok Tani Ternak Kerbau. Desa Ngelang, Magetan dan Desa Sidorejo, Ngawi. Kedua ke-lompok ini ュ・キ。ォゥャセ@ Jawa Timur dalam lomba Kelompok Tani Tingkat Nasional 1985.
Daya tanggap yang baik ini merupakan modal utama untuk mengembangkan Program Inseminasi Buatan lebih lanjut. Hal
Kesimpulan
1. Ternak kerbau cukup berpotensi dalam menunjang pemba-ngunan sektor peternakan,
kerja.
terutama dalam hal tenaga
2. Perkembangan populasi ternak kerbau dirasa sangat lam-bat. Hal ini terjadi karena kerbau mempunyai beberapa sifat reproduksi yang lambat, misalnya umur pubertas, lama kebuntingan, dan juga berahi tenang.
3. Perkembangan Inseminasi Buatan pada ternak kerbau cu-kup cerah di masa mendatang dengan semakin banyaknya perhatian terhadap ternak kerbau. Khususnya di Kabu-paten Ngawi dan Magetan, Jawa Timur kehadiran teknolo-gi modern ini dapat diterima baik di tengah-tengah , masyarakat. Angka konsepsi yang didapat di kedua dae-rah tersebut masih jauh dari harapan (53% dan 35%). 4. Dalam pelaksanaan Inseminasi Buatan di lapang banyak
Saran
1. Untuk tidak mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap program Inseminasi Buatan, hendaknya pe1ayanan insemi-nasi di1akukan secara kontinyu.
2. Pengaktifan kemba1i ke1ompok-ke1ompok petani peternak karen a dirasa ke1ompok-ke1ompok ini sangat membantu program-program dinas, khususnya program Inseminasi Buatan.
3. Penyempurnaan dan peningkatan
:pendataan
da1am setiap kegiatan, karena denganpendataan
yang teratur akan 1ebih mudah mengadakan evaluasi.4. Peningkatan kegiatan penyu1uhan terutama masalah-masa-1ah yang berkaitan dengan reproduksi kerbau.
Abhi. M.D., 1982. Note on the freezing of buffalo semen by Landshut method, and fertility of frozen semen in com-parison to liquid semen under field conditions.
Indian Journal Animal Sciences' 52(9) : 809-811. Anonimus, 1981. The Water
der Utilized Animal. ton DC.
Buffalo New Prospect for on Un-National Academy Press,
Washing-Anonimus, 1983. Bulletin Statistik & Ekonomi Ternak 60/XIV/ 83. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pert a-nian, Jakarta.
Anonimus, 1984a. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan. DepartemenPertanian, Jakarta.
Anonirnus,
ka.
1984b. Kabupaten Daerah,Tk. II Magetan dalam Ang-Kantor Statistik Kabupaten Daerah Tk. II Magetan. Anonimus, 1984c. Kabupaten Ngawi dalam Angka. Kantor
Sta-tistik Kabupaten Ngawi.
Bakar A.A., 1984. Buffalo Production and Development in Ma-Laysia. In Buffalo Production for Small Farm FFTC Book Series No. 15. Taipei, Taiwan':
Bandhopadhyay S.K., Datta Gupta, D.P. Mukherjee, 1983. Mor-phological changes in buffalo spermatozoa during deep freezing of semen. Indian Journal Animal Sciencees 53
(1) : 22-27.
Battosama J.T., M.R. Toelihere, 1980. Penentuan EnzaprostR dalam penyerentakan berahi dan pengaruh waktu insemina-si buatan pada ternak kerbau (Bubalus bubalis). Media Veteriner 2 (2) : 32-38.
Bhandari N., R.A.B. Chauchan, A. Mathew, 1982. Note on the effect of rate freezing on the freezability of buffalo spermatozoa. Indian J. Anim. Sci., 52 (12) : 1237-1238. Bhattacharya, QYVPセ@ Buffalo. I n : The Artificial
Bhattacharya, 1974. Reproduction. I n : The Husbandry and Health of Domestic Buffalo, W.R. Cockrill editor. Food and Agricultural Organization of United Nation, Rome.
Camos J.K., 1976. The Buffalo in Malaysia. Min. of Agric. Bull. No. 145.
Chourasia S.K., M.M. Dhingra and B.S. Gurung, 1984.
StU-dies on age at first calving and its correlation with some of reproductive tract in Murrah buffalo. Indian Vet. J. 61 : 222-226.
Cockrill W.R., 1976. The Buffaloes of China. Food and Ag-ricultural Organization of United Nation, Rome.
Cuong L.X., 1983. Performance of Vietnamese Swamp Buffalo. Buffalo Bull. 2 (2).
EI-Fouly M.A., 1983. Some Reproductive Aspect of the Egyp-tian Buffalo Cow. Buffalo Bull. 2 (3) I;
Fahimuddin, 1975. blishing Co.,
Domestic Water Buffalo. Oxford IBH Pu-New Delhi, Bombay, Calcuta.
Fisher, 1980. Characteristic and deep freezing of Swamp Bufalo Semen. I n : Buffalo Production for Small Farm FFTC Book Series No. 15. Taipei, Taiwan.
Gill R.S., P.C. Gangwar and D.S. Kooners, 1973a. time of insemination for high conception rate falo. Indian J. Anim. Sci. 43 (5) : 355-357.
Optimum in
Buf-Gill R.S., P.C. Gangwar and D.S. kッッョ・イセ@ 1973b. Studies on the oestrus behaviour in buffalo. Indian J. Anim. Sci. 43 (6) : 472-475.
Guzman J.R.M.R., 1980a. An over view of recent development in buffalo research and management in Asia. In:
Buffalo Production for Small Farm. FFTC Book Series No. 15. Taipei, Taiwan.
Guzman J.R.M.R., 1980b. Buffalo Production and Development in Phillpina. I n : Buffalo Production for Small Farm FFTC Book Series No. 15. Taipei, Taiwan.
Katyega P.M.J., 1982. Performance of the Egyptian Water Buffaloes at Mowapwa, Tanzania. Bull. Anim. Helath Prod. Africa 30 : 297-303.
Khuruna N.K. and R.C. Gupta, 1982. Note on the use of
pgfRセ@ for induction of oestrus in buffalo heifers. Indian J. Anim. Sci. 52 (9) : 806-808.
Mason I.L., 1974, Genetics. I n : Husbandry and Health of the Domestic Animal. W.R. Cockrill editor. Food Ag-ricultural Organization of united Nation, Rome.
Mathias E. and M.R. Toelihere, 1985. Artificial Insemina-tion in the Swamp Buffalo in Indonesia. Hemera Zoa 72 (1) : 1-6.
Misra B.S., B.C. Raizada, riセNlN@ Tewardi, 1970. Gestation lenght birth, weight of valves and body weight changes duringpregnecy in buffaloes breed during summer.
Indian J. Anim. Sci. 40 (2) : 102-109.
Mongkonpunya K., 1980. Reproductive Failures in Swamp
Buffalo in Thailand. I n : Buffalo Production for Small Farm. FFTC Book Series No. 15. Taipei, Taiwan.
Ranjkhan S.K., 1983. for Research and 26-34.
Carabous in Philippines Priorities Development. World Anim. Rev. 46 :
Ressang A.A., A.M. Nasution, 1982, Pedoman Mata pelajaran Ilmu Kesehatan Susu (Milk Hygiene). Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Ins-titut Pertanian Bogor.
Roy
Roy
D.J. and mNrNMセョウ。イゥL@ 1973a. Studies on freezability of buffalo spermatozoa two freezing techniques.
Indian J. Anim. Sci. 43 (12) : 1031-1033.
D.J. and Bhattacharya, 1973b. Studies on freezing of buffalo semen using semen three different extenders.
Indian J. Anim. Sci. 43 (12) : 1097-1099.
Singh G., D.J. Roy and G.C.N. Okonkwo, 1970. Studies on live vability, metabolism and fertility of buffalo
spermatozoa extended in some selected diluenst. Indian J. Anim. Sci. 40 (1) : 15-23.
Taha A., M.B. Nosier, M.Y. Abboud, A. Salama and M. Fadallay, 1984. Concentration of progesteron in buffalo milk
during the oestrus cycle. Indian J. Anim. Sci. 54 (7) : 614-615.
Toelihere M.R., 1975. Physiologi of Reproduction and Artici-al Insemination of Water BuffArtici-alo. The Asiatic Water Buffalo Published by ASPACT : 101-127.
Toelihere M.R., 1976; Pengendalian dan Penyerentakan Siklus Berah1 pada Kerbau. Departemen Fisiopatologi Reproduk-si, Fakultas Kedokteran-Rewan, Institut Pertanian Bogor. Toelihere M.R., セYWY。N@ Studi Pendahuluan tentang Biologi
Re-produksi dan Inseminasi Buatan pada Kerbau Lumpur.
(Bubalus bubalis) di Indonesia. Media veteriner 1 (3) : 78-100-.
Toelihere M.R., 1979b. Peternakan Kerbau dan Produksinya di " Ifldonesia. Media Veteriner 1 (1) : 1-15.
Toelihere M.R., 1980a. Buffalo Production and Development in Indonesia. Reprinted from Buffalo Production for Small Farm. FFTC Book Series No. 15. Taipei, Taiwan.
Toelihere. M.R., 1980b. Biological Aspect of Reproduction and Artificial Insemination of the Swamp Buffalo. FFTC Book Series No. 15. Taipei, Taiwan.
Toelihere M.R., Asmaun Siregar, T. Battosama, 1981a. Hasil Evaluasi I Kegiatan Inseminasi Buatan pada Kerbau di "Brebes (Jawa Tengah). Fakultas Kedokteran Hewan,
Ins-titut Pertanian Bogor dan Direktorat Jenderal Peterna-kan.
Toelihere M.R., Asmaun Siregar, 1981b. Hasil Evaluasi II Kegiatan Inseminasi Buatan pad a Ternak Kerbau di
Brebes (Jawa Tengah) f\ Fakul tas Kedokteran Hewan, Ins-titut Pertanian Bogor dan Direktorat Jenderal Peterna-kan.
Toelihere, R.M., 1981d. Fisiologi Reproduksi pad a Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung.
Victor A.R., F. New Comb Andrews, E.J. Warwick, J.E. Legates 1954. Breeding and Improvement of Farm Animal Sed. M.C. Graw-Hill Book Company Inc. Kogakusha Company Ltd.
Wahid A., 1980. Pakistani Buffalo. World Animal Review 7 : 22-27.
J'l'lliDIUN
KARANGlI'lOJO TAKERAN
:BEl:mo
KARANGREJO
MAGETAN
KAB. NGAWI
u
Garnbar
1.Peta Kabupaten Magetan
(skala 1:200.000)
PL..I\.OSAN
LEMBEYAN
PARANG
IDNCOL
SINE
NGRAMBE
WI DO DAREN JOGOROGO
KEDUNGGALAR KENDAL
PARON
NGAviI KAB.
PADAS
[image:59.550.52.522.37.739.2]KAB. MADIUN
Gambar 2. Peta Kabllpaten NgaNl
(skala 1 : 300.000)
GROBOGAN
Gambar
4.
Anggota Kelompok Tani Ternak KerbauG-ambar
5.
Kerbau sebagai hiburan " Karapan Kerbau ItGambar 7. Dalam sehar'i bi2.32.nY2. kerbau dimandikan
3
kali.Gambar
9:.
Rumput gajah telah banyak dikenal
oleh petani peternak.
[image:63.546.120.488.404.676.2]Gambar 11. Kandang penjepit untuk melakukan inseminasi.
(jambar
Gambar 13. Keturunan hasil kawin alam kerbau lumpur berumur
6
bulanPenu1is di1ahirkan di Nganjuk, Jawa Timur pad a tangga1 14 Juni 1961, putra kesembi1an dari sepu1uh bersaudara, da-ri seorang Ibu Soedjiati dan Ayah Darmosoewito.
Pad a tahun 1973, penu1is berhasi1 menye1esaikan pendi-dikan Seko1ah Dasar. Seko1ah Menengah Pertama dise1esaikan pada tahun 1976. Tahun 1980 penu1is berhasi1 menye1esaikan pendidikannya pada Seko1ah Menengah Atas. Jengjang-jenjang pendidikan tersebut dise1esaikan di kota ke1ahirannya.
yang rnernberatkan punggungrnu, dan Kami tinggikan, sebutan narnamu, karena
sesunggguhnya sesudah kesulitan itu ada kernudahan,
maka apabila kamu telah selesai mengerjakan sesuatu urusan, kerjakanlah urusan yang lain dengan sungguh,
dan hanya kepada Allah hendaknya kamu berharap.
(In Syiriah : 1 - 8)
ibu, bapak, guruku mas, rnbakyu serta adikku setetes air·rnata, ォ・イゥョァセエ@
STUDI TENTANG
PELAKSANAAN INSEMINASI BUATAN PADA I<ERBAU
(Bubalus bubalis)
DI KABUPATEN NGAWI DAN MAGETAN, JAWA TIMUR
S K R I P S I
oleh
KUKUH SULISTYANA
B. 17. 1216
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KUKUH SULISTYANA. Studi Tentang Pelaksanaan Insemina-si Buatan pada Kerbau (Bubalus bubalis) di Kabupaten Ngawi dan Magetan, Jawa Timur (Dibawah bimbinganMozes R. Toeli-here) •
Masalah reproduksi merupakan masalah utama dalam usaha meningkatkan populasi ternak. Kerbau sebagai ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan petani, tidak banyak mendapat perhatian dalam pengembangannya. Oleh karena itu populasi ternak kerbau dari tahun ke tahun tidak ban yak mengalami perubahan.
Studi ini dilakukan untuk mengetahui usaha-usaha perintah khususnya Kabupaten Jiigawi dan Magetan dalam usaha me-ningkatkan populasi dan mutu ternak kerbau melalui program
Inseminasi Buatan. ,Studi yang dilakukan meliputi pengumpul-an data primer dpengumpul-an data sekunder. Data primer diperoleh de-ngan melakukan wawancara, pengisian kuesioner terhadap peta-ni peternak, sedangkan data sekunder dikumpulkan dari berba-gai instansi yang berkaitan.
Hasil studi menunjukkan bahwa ternak kerbau di Jawa Ti-mur pada akhir Pel ita III meningkat hanya 0,01%. Untuk Ka-bupaten Ngawi tahun 1985 tercatat 25.975 ekor, sedangkan Kabupaten Magetan dilaporkan 6.261 ekor. Pemilikan kerbau rata-rata 2 - 3 ekor setiap peternak, pad a umumnya milik
sanya kerbau dimandikan atau diberi kesempatan berkubang. Masa kerja dimulai saat kerbau berumur 2,5 sampai 4 tahun dan tidak dipakai lagi sekitar umur 10 sampai 15 tahun. Ker-bau pertama beranak pad a umur 3,5 - 4 tahun, dengan lama ke-buntingan an tara 10 - 11 bulan. Pengamatan berahi tidak ba-nyak dilakukan oleh peternak.
Pada bulan Juli 1983 program Inseminasi Buatan pad a kerbau pertama kali dikenalkan di Jawa Timur dengan lokasi di Kabupaten Ngawi dan Magetan. Dalam pelaksanaan program
ini disamping berahi alam, juga dilakukan sinkronisasi. Sinkronisasi dilakukan dengan menggunakan preparat Prosta-glandin, dapat menunjukkan tanda-tanda berahi setelah 3 - 4 hari saat pember ian dengan hasil masing-masing 96% dan 100% untuk Kabupaten Ngawi dan Magetan. Sementara ini angka kon-sepsi yang diperoleh mencapai 53 dan 35%.
Program Inseminasi Buatan yang dilakukan merupakan sa-lah satu alternatif dalam pengembangan populasi kerbau, ter-nyata dapat diterima baik di tengah-tengah masyarakat pede-saan. Namun demikian dalam kegiatan di lapang masih banyak ditemui kendala-kendala yang perlu segera ditangani: pe-ningkatan keterampilan inseminator, pepe-ningkatan pengetahuan peternak melalui penyuluhan dan penyediaan fasilitas yang cukup bagi petugas lapang inseminasi buatan.
PELAKSANAAN INSEMINASI 3CATAN PADA KERBAU (Bubalus bubalis) DI KABUPATEN NGAWI DAN MAGE TAN , JAWA TIMUR
S K R I P S I
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Hewan paaa Fakultas Kedokteran Hewan
Institut p・イエセョゥ。ョ@ Bogor
Oleh
KUKUH SULISTYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PELAKSANAAN INSEMINASI BUATAN PADA KERB AU (Buba1us buba1is) DI KABUPATEN NGAWI DAN MAGETAN, JAWA TIMUR
S K R I P S I
01eh
KUKUH SULISTYANA
B. 17.1216
Telah diperiksa dan disetujui
Prof. Dr. Mazes R. Toe1ihere Dosen Pembimbing
Dengan senantiasa rnernanjatkan puji syukur ke hadhirat
Allah, karena dengan lirnpahan karuniaNya, tersusunlah
skrip-si ini sebagai salah satu syarat untuk rnernperoleh gelar
Dok-ter Hewan pada Fakultas KedokDok-teran Hewan, Institut Pertanian
Bogor.
Penghargaan dan rasa terirna kasih yang tulus iklas
pe-nyusun sarnpaikan kepada Bapak Mozes R. Toelihere yang telah
rnernbirnbing dan rnengarahkan penyusun dengan penuh perhatian
dan sirnpati.
Ucapan terirna kasih penyusun sarnpaikan pula kepada
PEMDA Tk. I Jawa Tirnur dan Jawa Barat (Direktorat Sosial
Po-litik) yang telah berkenan rnernberi ijin studi ini.
Dernikian pula penyusun telah banyak rnendapat pengarahan
dan bantuan dari Kepala Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tirnur
beserta staf.
terirna kasih.
Untuk itu penyusun hanya dapat rnengucapkan
Birnbingan dan pengarahan yang begitu berharga
telah penyusun terima selarna di daerah dari Kepala Dinas
Pe-ternakan Kabupaten Ngawi dan Magetan beserta staf.
Penghar-gaan dan rasa terirna kasih penyusun sarnpaikan. karena dengan
bantuannya data-data terkurnpul sesuai dengan apa yang
diha-rapkan dan tepat pada waktunya.
Dalarn penulisan skripsi ini, penyusun telah banyak
rnen-dapat bantuan bahan-bahan bacaan dan data-data penunjang
FKH IPB, BPT Ciawi, Bakitwan Bogor, UNAIR Surabaya dan Kan-tor Statistik propinsi Jawa Timur. Atas pemberian pe1ayan-an fasi1itas perpustakape1ayan-an, penyusun menyampaikpe1ayan-an rasa teri-rna kasih kepada Pimpinan Perpustakaan dan se1uruh staf.
Kepada Ke1ompok Tani Ternak Kerbau Desa Nge1ang (Mage-tan) dan Desa Sidorejo (Ngawi) juga se1uruh petani ternak yang te1ah ban yak memberi informasi, penyusun menyampaikan rasa terima kasih dan.penghargaan.
Akhiru1 ka1am penyusun menyadari bahwa skripsi ini ma-sih jauh dari sempurna. Namun demikian penyusun berharap semoga tu1isan ini menambah perbendaharaan pengetahuan ten-.. tang ternak kerbau yang dirasa minim dan bermanfaat bagi
kita semua.
iv
Ha1aman
RINGKASAN ,." It • • • , , , • , • , • " • • • 10 It .. , • • It It It , • • • • • • • " • • It • , It
KATA PENGANTAR •• It • It , • • " It It . . . , • It . . . " • • It It • • , " • • • • • , " • It
DAFTAR TABEL . • • • • 1.' • • • . • • • • • " " , • • • . . • • • • • • • • • • • ,
DAFTAR GAMBAR • • • • f • • • • • • • • • • • • • • • • " . , • • • • • • • • • • • • • ,
I.
I I •
I I I .
IV.
PENDAHULUAN
.
...
,... .
TINJ AUAN PUSTAKA ." . . . , . . . " . . . ,
Popu1asi dan Penyebaran Ternak Kerbau • • Sifat-sifat Reproduksi Kerbau Jantan •
Pubertas . . . ,. It • •
Sifat-sifat Semen
Sifat-sifat Reproduksi Kerbau Betina Pubertas
Sik1us Berahi
Umur Pertama Me1ahirkan
• •
•
• •
Umur Kebuntingan dan Interval antar Ke1a-hiran . " , .••
Inseminasi