• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Visualisasi Periklanan, Citra Merek dan Nilai Pelanggan Terhadap Kepuasan Pelanggan dan Loyalitas Merek.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Visualisasi Periklanan, Citra Merek dan Nilai Pelanggan Terhadap Kepuasan Pelanggan dan Loyalitas Merek."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

SNASTI 2013, MGP - 1

PENGARUH VISUALISASI PERIKLANAN, CITRA MEREK

DAN NILAI PELANGGAN TERHADAP KEPUASAN

PELANGGAN DAN LOYALITAS MEREK

Achmad Yanu Alif Fianto1) Darwin Yuwono Riyanto2)

1) Program Studi Desain Komunikasi Visual, STIKOM Surabaya 2) Program Studi Komputer Grafis dan Cetak, STIKOM Surabaya

Abstract: This study was conducted to investigate the structural relationship between advertising design, brand image and customer value on customer satisfaction and brand loyalty, as well as to discover the attributes of advertising designs that have the greatest role in creating customer satisfaction and establish brand loyalty. Lots of studies on customer satisfaction and customer loyalty to a brand. But they rarely put confidence in the brand among customer satisfaction and customer loyalty. Direct relationship between customer satisfaction and loyalty of customers is usually synonymous with the occurrence of repeat purchases. Various empirical studies outline that customer satisfaction and customer loyalty to the brand is the two constructs are related. Customer satisfaction and customer loyalty to the brand is also influenced by brand image and customer value.

Keywords: Brand Equity, Shareholder Values, Brand Asset Valuator, Brand Valuation, Stock Returns

Perkembangan dan kemajuan teknologi dewasa

ini membuat persaingan bisnis menjadi semakin ketat

sehingga menciptakan peluang-peluang dan tantangan

yang baru bagi perusahaan yang ada di seluruh dunia.

Perkembangan dan kemajuan teknologi tersebut diiringi

juga dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi

telekomunikasi khususnya telekomunikasi seluler. Hal

ini menciptakan area bisnis baru yang sekaligus dapat

dijadikan sebagai alat untuk meningkatkan efektifitas

dan efisiensi bisnis.

Kemajuan teknologi telekomunikasi ini memiliki

arti yang luas dalam kehidupan masyarakat karena

didukung adanya konvergensi teknologi yang ada dalam

telekomunikasi, sehingga pelanggan dapat menikmati

inovasi keunggulan produk dan layanan. Salah satu

perkembangan dan konvergensi teknologi

telekomunikasi adalah produk smartphone.

Perkembangan teknologi telekomunikasi dalam

bentuk kovergensi smartphone diiringi dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan sarana

komunikasi yang menjadikan alat komunikasi sebagai

sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan

sehari-hari.

Tuntutan tersebut membuat produsen yang

bergerak dalam bidang komunikasi melakukan inovasi

baru dengan menciptakan alat telekomunikasi yang

semakin canggih dan memiliki berbagai keunggulan

feature yang memiliki nilai tambah yang berarti bagi pelanggan karena fungsinya kini bergeser dari sekedar

alat komunikasi namun menjadi gaya hidup.

Dari aspek perkembangan bisnis, telepon seluler

dewasa ini telah menunjukkan suatu gejala, yaitu

semakin banyak dan beragamnya produk telepon seluler

yang ditawarkan oleh perusahaan dan pengembangan

produk telepon seluleryang semakin cepat.

Pengembangan produk telepon seluleryang

semakin cepat tersebut terletak pada bentuk, ukuran dan

fasilitasnya. Bentuk telepon selulerkini semakin

menarik, dan fasilitas kegunaannya semakin lengkap.

Hadirnya merek-merek telepon seluler baru dewasa ini

karena banyak perusahaan menangkap adanya peluang

pasar. Kehadiran merek-merek baru ini tentunya

meramaikan produk yang sudah ada, akan tetapi

kehadiran para kompetitor jelas memperketat

persaingan yang sudah ada sebelumnya.

Salah satu merek produk telepon seluler yang

saat ini sedang berkembang adalah Apple iPhone.

iPhone 5 adalah telepon genggam generasi ke 5 dari seri

iPhone. iPhone 5 dikenal sebagai smartphone yang

dikembangkan dan diproduksi oleh perusahaan Apple

STIKOM

(2)

Inc. untuk memenuhi kebutuhan komunikasi dan

hiburan konsumennya.

iPhone 5 adalah penyempurnaan dari

generasi-generasi pendahulunya, yang dikembangkan dengan

merujuk pada berbagai permintaan konsumen usai

evaluasi yang dilakukan terhadap iPhone 4S. Sebagai

penerus dari iPhone 4S, iPhone 5 secara spesifik

dikembangkan dan dipasarkan untuk kebutuhan Video

Call dan kegiatan konsumsi media lainnya seperti buku,

film, musik dan akses internet.

iPhone 5 ini dikembangkan untuk memenuhi

tuntutan pengguna iPhone yang mengharapkan hadirnya

fitur Video-Call. Usai riset dan pengembangan yang memakan waktu berbulan-bulan, ditambah beberapa

kebocoran terhadap informasi pengembangan iPhone 5.

Pendahulu iPhone 5 yaitu iPhone 4 pada tanggal 24 Juni

2010 akhirnya dipasarkan serentak di lima negara besar

yakni Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman dan

Jepang.

iPhone dilengkapi dengan inovasi mutakhir

seperti FaceTime dan iOS 7, iTunes dan AppStore,

integrasi hardware dan software, security tracker,

personal assistant yang disebut Siri dan lain sebagainya;

yang merupakan inovasi Apple Inc. Sejarah iPhone

dimulai saat Steve Jobs, CEO dari Apple Inc.

memerintahkan ilmuwan-ilmuwan Apple untuk

mempelajari secara lebih mendalam teknologi layar

sentuh.

Pengembangan dari unit iPhone itu sendiri

dimulai nyaris 10 tahun sebelum iPhone pertama

diluncurkan di pasaran. Pada tahun 1999, Apple

mematenkan hak untuk menggunakan nama domain

iphone.org Beberapa tahun kemudian, Apple

mengumumkan rencana mereka untuk berinvestasi

dalam bisnis telepon genggam.

Logika tentang keunggulan teknologi yang

dimiliki oleh suatu produk seperti Apple iPhone

tersebut akan mengalami obsolensi dalam kurun waktu

yang relatif singkat sebagai akibat dari perkembangan

teknologi itu sendiri yang terjadi secara terus menerus

sehingga diperlukan loyalitas pelanggan untuk tetap

berpihak pada merek yang sama.

Membangun merek yang kuat dalam persaingan

pasar merupakan tujuan utama dari banyak organisasi

karena memungkinkan terciptanya keuntungan bagi

perusahaan, termasuk berkurangnya resiko, keuntungan

yang lebih besar, kerjasama dengan pihak lain yang

dapat meningkat serta adanya keperluan untuk

melakukan brand extension.

Dengan demikian, pertanyaan yang muncul

kemudian adalah hal-hal apa saja yang dapat

menimbulkan kekuatan merek. Pertanyaan ini

merupakan permasalahan mendasar dan menjadi

pengamatan utama dalam kajian merek setidaknya

dalam kurun waktu dua dekade belakangan ini, yang

pada akhirnya menghasilkan paradigma yang lebih kuat

untuk menelaah lebih jauh konsep tentang kepercayaan

merek.

Banyak sekali kajian mengenai kepuasan

pelanggan dan loyalitas pelanggan terhadap suatu

merek.Namun jarang sekali yang meletakkan

kepercayaan terhadap merek di antara kepuasan

pelanggan dan loyalitas pelanggan. Hubungan langsung

antara kepuasan pelanggan dengan loyalitas pelanggan

biasanya identik dengan terjadinya pembelian berulang.

Padahal pembelian berulang mengandung resiko

brand switching yang besar karena pembelian yang dilakukan pelanggan bisa jadi karena pada saat itu

merek yang dibeli menawarkan harga termurah,

promosi penjualan melalui hadiah-hadiah dan diskon,

keberadaan barang menguasai jaringan penjualan dan

sebagainya.

Resikonya adalah pada saat pesaing melakukan

hal yang lebih baik misalnya pesaing memasang harga

yang lebih rendah dari harga yang sudah ada,

menawarkan hadiah dan diskon yang lebih besar serta

memiliki jaringan distribusi yang masif sehingga

membuat pelanggan berpindah pada pesaing.

STIKOM

(3)

SNASTI 2013, MGP - 3 Sedangkan ikatan emosional antara pelanggan dengan

merek yang dimanifestasikan melalui kepercayaan

kurang mendapat perhatian yang cukup.

Berbagai kajian empirik menguraikan bahwa

kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan terhadap

merek merupakan dua konstruk yang saling

berhubungan. Kepuasan pelanggan dan loyalitas

pelanggan terhadap merek juga dipengaruhi oleh

adanya citra merek dan nilai pelanggan.

Namun kedua konstruk yaitu kepuasan

pelanggan dan loyalitas pelanggan terhadap merek juga

harus dilihat dari aspek emosional berupa kepercayaan

terhadap merek daripada dari aspek pembelian berulang

saja, sehingga kepercayaan terhadap merek bisa

memediasi hubungan antara kepuasan pelanggan dan

loyalitas terhadap merek (Delgado-Ballester &

Munuera-Aleman, 2005; Delgado-Ballester, 2004;

Delgado-Ballesteer, Munuera-Aleman, & Yague, 2003).

Dengan demikian terlihat celah penelitian yaitu

tidak adanya konstruk kepercayaan terhadap merek

pada hubungan antara kepuasan pelanggan dengan

loyalitas pelanggan terhadap merek karena pada

umumnya hubungan kepuasan pelanggan dengan

loyalitas pelanggan hanya dilihat dari aspek atribusional

pembelian berulang, namun tidak dilihat dari

keterikatan emosional sehingga penelitian ini mencoba

menggabungkan hubungan antara kepuasan pelanggan

pada loyalitas pelanggan, kepuasan pelanggan pada

kepercayaan merek dan kepercayaan merek pada

loyalitas pelanggan Berdasarkan uraian tersebut

rumusan permasalahan penelitian ini adalah bagaimana

citra merek dan nilai pelanggan dapat menciptakan

kepuasan pelanggan, kepercayaan terhadap merek dan

loyalitas pelanggan.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan

bagaimana peran citra merek dan nilai pelanggan dalam

membangun kepuasan pelanggan dan loyalitas

pelanggan yang diperkuat oleh kepercayaan terhadap

merek. Penelitian ini diharapkan dapat membangun

model teoritik yang integratif tentang peran penting

citra merek, nilai pelanggan dan kepercayaan terhadap

merek dalam memperkuat kepuasan dan loyalitas

pelanggan.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat yang cukup berarti dalam aspek

teoritik dan praktis. Secara teoritik, penelitian ini

diharapkan dapat menghasilkan luaran model

keterikatan antara citra merek, nilai pelanggan,

kepuasan pelanggan, kepercayaan terhadap merek dan

loyalitas pelanggan terhadap merek. Hasil itu

diharapkan dapat dipublikasikan pada jurnal ilmiah

untuk memperkaya pengembangan teori perilaku

konsumen, teori merek dan teori pemasaran.

Penelitian ini juga memiliki urgensi secara

praktis yaitu bagi pengembang produk telepon seluler

lokal yang bermaksud masuk pada persaingan bisnis

telepon seluler yang sedemikian ketat agar mampu

bertahan dan setidaknya dapat menciptakan basis

pelanggan yang luas di area Indonesia.

Mengingat bisnis ini bersifat padat modal

sehingga mengandung resiko besar khususnya bagi new entrant yang bersifat lokal harus bersaing dengan merek-merek ternama, sehingga penelitian ini

diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan dalam

melakukan aktifitas pemasaran bagi pengembang

produk telepon seluler lokal apalagi benchmark dari penelitian ini adalah perusahaan ternama pemegang

merek terkemuka yang Apple Inc., membuat pelaku

bisnis di bidang ini memiliki benchmark yang jelas dalam menjalankan operasi bisnis.

CITRA MEREK

Perkembangan dan kemajuan merek dapat

memberi makna bahwa merek sebenarnya dapat

dianggap sebagai sebuah citra yang diingat oleh

konsumen sehingga perusahaan perlu membuat citra

merek yang baik, mampu memenuhi janji-janjinya pada

konsumen serta mudah diingat (Power & Whelan,

2005).

Citra merek kadang-kadang bisa juga berubah.

Ketika diperlukan sebuah perubahan citra merek maka

model peran yang baru juga harus ditemukan

STIKOM

(4)

(Surachman, 2008). Sehingga sebagai bagian dari

identifikasi merek, model peran tersebut sebenarnya

dapat mewakili elemen identitasi inti dari sebuah merek

yang terdapat pada pesan-pesan pemasaran di dalam

program-program komunikasi pemasaran terpadu.

Pemasaran terpadu merupakan titik tolak yang

krusial bagi komunikasi pemasaran (Kotler & Keller,

2006). Dalam sudut pandang penciptaan merek, semua

pilihan komunikasi pemasaran harus dievaluasi dalam

melihat kemampuannya untuk mempengaruhi

kepercayaan terhadap merek. setiap pilihan pesan dalam

kegiatan komunikasi pemasaran dapat dinilai

berdasarkan pada efektifitas dan efisiensi dalam

pengaruhnya pada kesadaran merek (brand awareness) serta perannya dalam menciptakan, mempertahankan

atau memperkuat citra merek (brand image).

Brand awareness merupakan kemampuan konsumen dalam mengidentifikasi sebuah merek dalam

kondisi yang berbeda sebagaimana tercermin dalam

kemampuan mengingat suatu merek (Kotler & Keller,

Marketing Management, 2006). Sedangkan brand

image adalah persepsi dan keyakinan yang dimiliki oleh konsumen yang direfleksikan dalam asosiasi yang ada

dalam benak dan ingatan konsumen (Keller, 1993).

Demi citra yang kuat tersebut, pemasar harus

mampu memposisikan merek mereka dengan jelas

dalam pikiran pelanggan sasaran. Pemasar dapat

memposisikan merek pada satu dari tiga tingkat

pemosisian merek (Kotler & Armstrong, 2008, hal.

283). Pada tingkat terendah, merek diposisikan sebatas

pada atribut produk saja.

Namun pesaing akan sangat mudah dalam

menitu atribut produk dan yang lebih penting adalah

pelanggan tidak terlalu tertarik dengan atribut sebuah

produk dan jasa, tapi mereka lebih tertarik pada apa

yang dapat dilakukan atribut produk dan jasa itu pada

mereka. Di lain pihak, merek dapat diposisikan secara

lebih baik dengan mengasosiasikan nama tersebut pada

manfaat yang diinginkan oleh pelanggan. Merek terkuat

diposisikan melebihi atribut atau manfaatnya. Merek ini

diposisikan pada kepercayaan dan nilai-nilai yang kuat.

VISUALISASI PERIKLANAN

Kottler dan Keller (2012) menyebutkan bahwa

nilai yang dipersepsikan pelanggan merupakan evaluasi

calon pelanggan atas selisih antara total manfaat yang

akan diterimanya, dan total biaya yang akan

dibayarkannya untuk sebuah penawaran tertentu dari

semua hal yang disampaikan dalam periklanan.

Akumulasi manfaat pelanggan mengindikasikan

nilai finansial yang dipersepsikan dari sekumpulan

manfaat ekonomis, fungsional dan psikologis yang

diharapkan oleh pelanggan dari penawaran yang

dilakukan oleh perusahaan. Sedangkan akumulasi biaya

merupakan sekumpulan biaya yang dipersepsikan

pelanggan yang akan dikeluarkan untuk mencari,

mendapatkan, menggunakan dan mengevaluasi

penawaran pasar tertentu yang termasuk didalamnya

biaya moneter, waktu, energi dan biaya psikologis.

Di lain pihak, Kottler dan Keller (2006)

menegaskan bahwa upaya untuk mempersuasi benak

pelanggan sebenarnya merupakan intisari dari

periklanan. Sasaran dari setiap bisnis adalah

menciptakan nilai bagi pelanggan untuk menghasilkan

laba. Aktifitas periklanan dikatakan berhasil bila

perusahaan mampu memahami, menciptakan,

memberikan dan mempertahankan nilai yang ada dalam

diri pelanggan.

Hanya saja ukuran keberhasilan dari kegiatan

periklanan hanya dilihat dari atribut-atribut persaingan

pasar saja. Dalam upaya meningkatkan dan

mempertahankan nilai pelanggan harus dilakukan oleh

perusahaan mengingat nilai pelanggan merupakan kunci

utama untuk peningkatan keunggulan bersaing

sekaligus titik tolak untuk mewujudkan keuntungan

jangka panjang.

Desain periklanan merupakan determinan dari

kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan serta nilai

pelanggan. Gill et al (2007) juga menyatakan bahwa premis nilai pelanggan mengindikasikan adanya

pengakuan atas manfaat dan pengorbanan yang

keduanya sangat esensial bagi pelanggan untuk

mendefinisikan nilai.

STIKOM

(5)

SNASTI 2013, MGP - 5 Nilai dalam kajian periklanan tidak terbatas pada

aspek fungsional saja sebagaimana tercermin dalam

kualitas dan harga, namun juga termasuk nilai sosial,

emosional dan komponen epistemik (Winarso, 2012).

Cannon, Perreault, & McCarthy (2009) juga

menyebutkan bahwa customer value (nilai pelanggan) merupakan perbedaan antara keuntungan yang dilihat

pelanggan dari penawaran pasar dan biaya untuk

mendapatkan keuntungan tersebut.

Sedangkan menurut Hasan (2008), nilai bukan

sesuatu yang nyata, nilai bersifat sangat abstrak dan

berasal dari persepsi pelanggan mengenai berapa

jumlah jumlah sebenarnya yang wajar jika dihargai

dengan sejumlah uang mengenai suatu produk yang

ditinjau dari mutunya.

Pemasar perlu memiliki pemahaman yang baik

terhadap nilai ini mengingat periklanan dapat

menjelaskan persepsi pelanggan terhadap produk yang

dipasarkan, dapat menjadi inspirasi bagi pengembangan

produk sekaligus inspirasi bagi upaya-upaya segmentasi

dan masukan bagi komunikasi pemasaran.

KEPUASAN PELANGGAN

Kepuasan pelanggan merupakan inti dari

kegiatan dan operasional pemasaran. Banyak sekali

kajian dan literatur yang membahas permasalahan

kepuasan pelanggan karena pemahaman mengenai

kepuasan pelanggan merupakan aspek yang sangat

krusial bagi pemasar, bahkan pemerintah dan pelanggan

itu sendiri. Bagi pemasar, kepuasan pelanggan dilihat

sebagai dimensi utama dari pengukuran kinerja pasar

mengingat peningkatan kepuasan pelanggan bisa

berpotensi mengarah pada pertumbuhan penjualan baik

jangka pendek ataupun jangka panjang dengan meraih

kesetiaan pelanggan (Tjiptonoet al, 2008).

Sedangkan ketidakpuasan, selain tidak

menguntungkan perusahaan dapat juga dimanfaatkan

oleh pemasar sebagai alat untuk mengidentifikasi

faktor-faktor yang menunjukkan adanya kelemahan

produk atau jasa yang tidak dapat memenuhi

harapan-harapan pelanggan. Hasil identifikasi tersebut dapat

dijadikan dasar untuk modifikasi produk dan jasa atau

melakukan continous improvements sehingga masalah

serupa tidak berulang di masa depan. Kepuasan

pelanggan dapat membantu perusahaan dalam

memperkuat posisi bersaing produk dan jasanya dengan

mengidentifikasi kecocokan manfaat produk dengan

harapan pelanggan.

Bagi pelanggan, konsep kepuasan pelanggan

bermanfaat untuk memberikan informasi yang lebih

jelas mengenai seberapa tinggi tingkat kesesuaian

manfaat produk dengan harapan pelanggan sehingga

dengan demikian pelanggan dapat membuat aktifitas

konsumsi secara lebih bijaksana dan mampu

menghindari pengalaman buruk dari kegiatan konsumsi.

Seharusnya perusahaan melakukan pengukuran

kepuasan pelanggan secara berkala mengingat kunci

utama yang menyebabkan terciptanya retensi pelanggan

adalah loyalitas pelanggan.

Kepuasan pelanggan yang tinggi secara umum

akan memunculkan kesetiaan yang lebih lama, membeli

lebih banyak pada saat perusahaan mengenalkan produk

baru dan mengembangkan produk lama, membicarakan

perusahaan dan produknya secara lebih positif, tidak

terlalu memperhatikan merek pesaing dan tidak sensitif

pada harga untuk menjaring pelanggan baru karena

transaksi pelanggan terjadi secara rutin (Kotler &

Keller, 2006).

Kepuasan pelanggan merupakan persepsi

individual pelanggan pada kinerja produk atau jasa

berkaitan dengan ekspektasi pelanggan. Konsep

kepuasan pelanggan merupakan fungsi dari ekspektasi

pelanggan sehingga bila seorang pelanggan mendapati

kinerja produk atau jasa yang dikonsumsinya berada di

bawah ekspektasi pelanggan tersebut, maka akan terjadi

ketidak puasan dan demikian sebaliknya (Schiffman &

Kanuk, 2010).

LOYALITAS MEREK

Sebagaimana diketahaui dan banyak dibahas

dalam kajian-kajian pemasaran bahwa persaingan bisnis

dewasa ini berkembang menjadi sedemikian ketat,

STIKOM

(6)

sehingga perusahaan yang dapat bertahan adalah

perusahaan yang memiliki kemampuan untuk

menciptakan, mempertahankan sekaligus meningkatkan

loyalitas pelanggan pada merek dalam kurun waktu

yang lama; menjadi modal yang kuat bagi keunggulan

bersaing perusahaan (Winarso, 2012; Hasan, 2008).

Perusahaan yang berusaha untuk loyalitas

pelanggan pada merek sekaligus mengembangkan

besaran laba perusahaan dan volume penjualan tidak

cukup menarik pelanggan baru saja, namun juga harus

memperluas basis pelanggan sehingga menciptakan

loyalitas pelanggan pada merek merupakan titik capaian

utama dari setiap bisnis (Kotler & Keller, 2012;

Bayraktar, Tatoglu, Turkyilmaz, Delen, & Zaim, 2012).

Persaingan yang sedemikian ketat ini

mempersulit perusahaan meningkatkan jumlah

pelanggan dalam segmen pasar yang sebelumnya ada

mengingat sudah terlalu banyak produk yang memiliki

keunggulan dan menawarkan nilai lebih yang diberikan

oleh para pesaing menimbulkan kesulitan untuk dapat

lebih memperluas pasar. Di samping itu, perluasan

pasar sasaran juga membutuhkan biaya yang tidak

sedikit.

Tugas untuk mempertahankan pelanggan yang

sudah diraih oleh perusahaan untuk selamanya tidak

dapat dilaksanakan dengan mudah yang diperparah

dengan perubahan yang dapat terjadi setiap saat, baik

yang terjadi pada diri pelanggan seperti selera serta

kondisi lingkungan yang mempengaruhi aspek sosial

kultural dan psikologis pelanggan (Hasan, 2008).

Loyalitas pelanggan pada merek akan menjadi

kunci sukses perusahaan sekaligus menjadi keunggulan

bersaing yang berkelanjutan, dikarenakan loyalitas

pelanggan memiliki nilai strategis bagi perusahaan

(Hasan, 2008; Cannon, Perreault, & McCarthy, 2009;

Kotler & Armstrong, 2008; Kotler & Keller, Marketing

Management, 2006; Kotler & Keller, Marketing

Management, 2012; Hamann, Williams Jr, & Omar,

2007; Schiffman & Kanuk, 2010).

Sejumlah merek dalam meraih kesuksesannya tidak

terlepas dari ikatan yang kuat dari para pelanggannya

yang terbentuk sebagai loyalitaas pelanggan terhadap

merek.

Ikatan yang kuat dengan pelanggan ini dapat

tercipta melalui hubungan personalisasi. Perusahaan

bisa jadi tidak dapat mengenali pelanggan satu per satu

namun pelanggan dapat dilayani sebagai bagian dari

massa atau bagian segmen yang lebih besar (Winarso,

2012). Pelanggan yang setia karena puas dalam

pengalamannya mengkonsumsi suatu merek dan ingin

meneruskan pembelian ulang menjadi ukuran kedekatan

pelanggan pada sebuah merek (Hasan, 2008). Loyalitas

pelanggan terhadap merek ini akan membawa banyak

manfaat positif bagi perusahaan yang ingin memperluas

basis pemasaran.

DESAIN PENELITIAN

Kerangka konsep penelitian yang dijabarkan dari

perumusan masalah yang telah diuraikan dalam

pembahasan sebelumnya serta penjelasan

masing-masing variabel dan pola hubungan yang dibentuk oleh

variabel tersebut. Hipotesis diuji menggunakan alat uji

statistik yang disesuaikan dengan permasalahan dan

variabel dalam penelitian ini dan didapatkan

kesimpulan penelitian berupa temuan empirik.

Konsep teoritik yang dikemukakan oleh Kotler

& Keller (2012), Cannon, Perreault, & McCarthy

(2009), Elliot, Rundle-Thiele, & Waller (2012), Mohr,

Sengupta, & Slater (2010), Assael (2004), Hawkinset al (2004), Schiffman & Kanuk (2010) dan Tjiptono dkk

(2008) yaitu citra merek, nilai pelanggan, kepuasan

pelanggan, dan brand loyalty; mengarahkan alur

pemikiran konsep ini berdasarkan penalaran deduktif

mengingat teori memiliki sifat universal yang dapat

digunakan untuk menganalisis hal-hal spesifik yang

didapatkan dari data hasil penelitian.

STIKOM

(7)

SNASTI 2013, MGP - 7 Kemudian studi empirik dari penelitian

sebelumnya yaitu dari Delgado-Ballester &

Munuera-Aleman (2005), Ballester (2004),

Delgado-Ballesteer, Munuera-Aleman, & Yague (2003) menjadi

landasan utama dalam penelitian disertasi ini karena

mengungkapkan unsur lain dari hubungan kausal antara

kepuasan pelanggan dengan brand loyalty.

Studi empirik lain yaitu dari Santouridis &

Trivellas (2010); Choo, Moon, Kim, & Yoon (2012);

Gerpott (2010); Edward & Sahadev (2011); Deng, Lu,

Wei, & Zhang (2010); Bayraktar, Tatoglu, Turkyilmaz,

Delen, & Zaim (2012); Haverila (2011); Lai, Griffin, &

Babin (2009); Karjaluto et al (2012) serta Winarso (2012) dan Heri (2011) untuk citra merek, nilai

pelanggan, kepuasan pelanggan dan brand loyalty. Penelitian tersebut mengarahkan alur berpikir

sesuai dengan penalaran induktif yang disebabkan

karena studi empirik merupakan kegiatan generalisasi

dari hal-hal yang bersifat spesifik dan menjadi

kesimpulan yang bersifat umum.Berbagai penelitian

dan kajian tersebut digunakan untuk membentuk

konstruk atas konsep yang dibangun untuk

membuktikan pengaruh citra merek dan nilai pelanggan

terhadap loyalitas terhadap merek yang dimoderasi oleh

kepuasan pelanggan dan kepercayaan terhadap merek.

POPULASI DAN SAMPEL

Adapun jumlah pengguna iPhone di Indonesia

dapat dilihat dari keterangan Vice President Channel Management Telkomsel Gideon Edie Purnomo yang

mengungkapkan saat ini jumlah pelanggan iPhone di

Indonesia mencapai sekitar 200 ribu pengguna dan dari

situ sebanyak 120 ribu penjualan iPhone berasal dari

Telkomsel, sisanya dibeli dari pihak lain (Indotelko,

2012).

Sedangkan Sampel menurut Malhotra (2010),

Ferdinand (2011), Sekaran (2006) dan Sugiarto et

al(2001) adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. bila populasi besar, dan

peneliti tidak mungkin mempelajari semuanya maka

peneliti dapat menggunakan sebagian sempel yang

diambil dari populasi. Sedangkan pengambilan sampel

direncanakan dilakukan di pusat perbelanjaan telepon

seluler di Surabaya yaitu WTC dan Plaza Marina.

Dikarenakan populasi pengguna Apple iPhone di

Surabaya tidak tersedia datanya, maka jumlah populasi

diproksikan dengan data pengguna Apple iPhone di

indonesia yaitu sebanyak 200.000 pengguna. Sedangkan

untuk mencari jumlah pengguna iPhone di Surabaya

dapat diproksikan dengan penyerapan produk

smartphone di Surabaya (Rizky & Pantawis, 2011) yaitu sebesar 30% di Surabaya (Indotelko, 2012).

Jadi pengguna iPhone di Surabaya setidaknya

berjumlah 60.000 pengguna. Berdasarkan jumlah

tersebut dengan menggunakan rumus Slovin (Noor,

2011) maka didapatkan jumlah sampel penelitian untuk

Surabaya 99,833 atau dibulatkan menjadi 100

responden dengan error level sebanyak 10%.

Pengambilan sampel (sampling) adalah proses

memilih sejumlah elemen secukupnya dari populasi

sehingga penelitian terhadap sampel dan pemahaman

tentang sifat atau karakteristiknya akan membuat

peneliti dapat menggeneralisasikan sifat atau

karakteristik tersebut pada elemen populasi (Noor,

2011).

Penelitian ini memiliki populasi terjangkau

karena jumlahnya dapat diketahui sehingga diperoleh

gambaran sampel yang akan diteliti.Adapun sampling method yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode sampel purposive sampling yang merupakan

teknik penentuan sampel dengan pertimbangan khusus

sehingga layak dijadikan sampel berdasarkan

kriteria-kriteria tertentu (Noor, 2011; Sugiarto, Siagian,

Sunaryanto, & Oetomo, 2001).

TEKNIK ANALISIS DATA

Data yang didapatkan dalam penelitian ini diolah

dengan menggunakan teknik Generalied Structured

Component Analysis (GSCA) untuk menggantikan faktor dengan kombinasi linier dari indikator (variabel

manifes) di dalam analisis Structural Equation

Modelling (SEM). GSCA dikembangkan agar

STIKOM

(8)

mengatasi kelemahan Partially Least Square (PLS) karena dilengkapi dengan prosedur optimalisasi global

dan tetap mempertahankan prosedur optimalisasi lokal

seperti pada PLS (Solimun, 2012).Metode GSCA ini

juga dapat diterapkan pada hubungan antar variabel

yang relatif kompleks baik yang rekursif ataupun tidak,

melibatkan komponen higher-order dan perbandingan

multigroup.

GSCA merupakan metode baru SEM berbasis

komponen, sangat penting dan dapat dipakai untuk

perhitungan skor dan dapat diterapkan pada sampel

yang sangat kecil. Selain itu, GSCA dapat juga

digunakan pada model struktural yang mencakup

variabel dengan indikator refleksif dan/atau formatif.

GSCA dapat diterapkan pada model struktural

baik yang dasar teorinya sudah mapan sebagai metode

analisis konfirmatori atau pada model yang dasar

teorinya belum mapan. Biasanya model struktural yang

memiliki dasar teori yang kuat dan berbasis hasil

penelitian seringkali dianalisis dengan analisis SEM

berbasis kovarian, sedangkan jika model tidak didasari

landasan teori yang kuat seringkali dihitung

menggunakan analisis SEM berbasis Komponen.

GSCA dapat mengatasi kelemahan SEM yaitu

pada saat di dalam model struktural terdapat model

indikator formatif sekaligus menutupi kekurangan PLS

ketika model yang dianalisis tidak bersifat rekursif.

GSCA dapat mengukur model yang tidak bersifat

rekursif dan variabel laten memiliki indikator campuran

berupa indikator formatif dan reflektif. Masalah

singularitas dan multikolinearitas juga sering menjadi

kendala dalam analisis model struktural menggunakan

SEM berbasis kovarians. Dalam prakteknya, GSCA

memungkinkan multikolinearitas, yaitu terjadinya

korelasi kuat antar variabel eksogen.

Metode GSCA digunakan untuk mendapatkan

model struktural yang lebih baik guna keperluan

prediksi.

Jika model struktural dirancang tanpa mendasarkan

pada landasan teori yang kuat dan juga hasil penelitian,

maka GSCA dijalankan dalam upaya model building

dan hasil analisis lebih diutamakan untuk tujuan

prediksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

FIT menunjukkan varian total dari semua

variabel yang dapat dijelaskan oleh model tertentu.

Nilai FIT berkisar antara 0 dan 1 sehingga model yang

dibentuk dapat menjelaskan seluruh variabel yang ada

yaitu sebesar 0,256. Keragaman Advertising Design,

Brand Image, Customer Value, Customer Satisfaction dan Brand Loyalty yang dapat dijelaskan oleh model adalah sebesar 25,6% dan sisanya dijelaskan oleh

variabel lain. Hal itu berarti model struktural yang ada

kurang baik untuk menjelaskan fenomena yang dikaji.

MODEL FIT

FIT 0.256

AFIT 0.195

GFI 0.988

SRMR 0.168

NPAR 73

Sedangkan AFIT adalah adusted FIT yaitu FIT

yang sudah terkoreksi. Karena variabel yang

mempengaruhi brand loyalty lebih dari satu sehingga lebih baik menggunakan interpretasi AFIT. Karena

semakin banyak variabel yang mempengaruhi maka

nilai FIT akan semakin besar karena proporsi

keragaman juga akan meningkat sehingga untuk

menyesuaikan dengan variabel yang ada dapat

menggunakan AFIT. Jika dilihat dari AFIT, keragaman

variabel yang dapat dijelaskan oleh model adalah 19,5%

sedangkan sisanya yaitu 79,5% dapat dijelaskan

variabel yang lain.

STIKOM

(9)

SNASTI 2013, MGP - 9

Dimensi pertama yaitu brand image, terdapat

tujuh indikator yang mendeskripsikan dimensi brand image. Jika dilihat dari nilai loading estimate yang diperoleh untuk setiap indikator, nilai indikator reputasi

kualitas tinggi adalah yang paling dapat

mendeskripsikan dimensi brand image, nilai estimate indikator tersebut paling besar diantara indikator yang

lain yakni 0,707. Berdasarkan skala pengukuran yang

digunakan dari rentang satu sampai lima yang artinya

dimulai dari sangat jelek hingga sangat baik. Nilai mean yang diperoleh untuk indikator reputasi kualitas tinggi

adalah 4,4.

Jika dilihat dari sini, indikator reputasi kualitas

tinggi sudah baik bila dipakai sebagai indikator yang

membangun konstruk brand image sehingga harus tetap dipertahankan. Berdasarkan nilai titik kritis yang

diperoleh, indikator reputasi kualitas tinggi

mendeskripsikan dimensi citra merek atau brand image secara nyata karena nilai titik kritis yang diperoleh yaitu

sebesar 1,1 signifikan pada tingkat kepercayaan 95%.

Dimensi kedua yaitu customer value, terdapat lima indikator yang mendeskripsikan dimensi customer value. Jika dilihat dari nilai loading estimate yang diperoleh untuk setiap indikator, nilai indikator

conditional value adalah yang paling dapat mendeskripsikan dimensi customer value, nilai estimate indikator tersebut paling besar diantara indikator yang

lain yakni 0,792.

Berdasarkan skala pengukuran yang digunakan

dari rentang satu sampai lima yang artinya dimulai dari

sangat jelek hingga sangat baik. Nilai mean yang

diperoleh untuk indikator reputasi kualitas tinggi adalah

4,57. Jika dilihat dari sini, indikator reputasi kualitas

tinggi sudah baik bila dipakai sebagai indikator yang

membangun konstruk customer value sehingga harus

tetap dipertahankan.

Berdasarkan nilai titik kritis yang diperoleh,

indikator conditional value mendeskripsikan dimensi nilai pelanggan atau customer value secara nyata karena nilai titik kritis yang diperoleh yaitu sebesar 1,35

signifikan pada tingkat kepercayaan 95%.

Dimensi ketiga yaitu customer satisfaction, terdapat empat indikator yang mendeskripsikan dimensi

customer satisfaction. Jika dilihat dari nilai loading estimate yang diperoleh untuk setiap indikator, nilai indikator cummulative satisfaction adalah yang paling dapat mendeskripsikan dimensi customer satisfaction, nilai estimate indikator tersebut paling besar diantara indikator yang lain yakni 0,556. Berdasarkan skala

pengukuran yang digunakan dari rentang satu sampai

lima yang artinya dimulai dari sangat jelek hingga

sangat baik. Nilai mean yang diperoleh untuk indikator reputasi kualitas tinggi adalah 4,47.

Jika dilihat dari sini, indikator cummulative satisfaction sudah baik bila dipakai sebagai indikator

yang membangun konstruk customer satisfaction

sehingga harus tetap dipertahankan. Berdasarkan nilai

titik kritis yang diperoleh, indikator cummulative satisfaction mendeskripsikan dimensi kepuasan

pelanggan atau customer satisfaction secara nyata

karena nilai titik kritis yang diperoleh yaitu sebesar 0,88

signifikan pada tingkat kepercayaan 95%.

Dimensi terakhir yaitu brand loyalty, terdapat delapan indikator yang mendeskripsikan dimensi brand loyalty. Jika dilihat dari nilai loading estimate yang diperoleh untuk setiap indikator, nilai indikator fully loyal adalah yang paling dapat mendeskripsikan dimensi brand loyalty, nilai estimate indikator tersebut paling besar diantara indikator yang lain yakni 0,702.

Berdasarkan skala pengukuran yang digunakan dari

rentang satu sampai lima yang artinya dimulai dari

sangat jelek hingga sangat baik.

STIKOM

(10)

r

sini, indikator f indikator yan

fully loyal sud g membangun

lepon seluler.

perusahaan har

ah baik bila dip

n konstruk b

a dilihat dari

pakai sebagai

brand loyalty dasarkan nilai

fully loyal ap merek atau

ik kritis yang

(11)

SNASTI 2013, MGP - 11 RUJUKAN

Ambler, T. (1997). How Much of Brand Equity is Explainde by Trust? Management Decision, 35(4), 283-292.

Ballester, E. D., & Aleman, J. M. (2005). Does Brand Trust Matter to Brand Equity? Journl of Product & Brand Management, 187-196.

Bayraktar, E., Tatoglu, E., Turkyilmaz, A., Delen, D., & Zaim, S. (2012). Measuring the Efficiency of Customer Satisfaction and Loyalty for Mobile Phone Brands with DEA. Expert Systems with Applications, 39, 99-106.

Campbell, M. C. (2002). Building Brand Equity. International Journal of Medical Marketing, XXIII, 108-218.

Cannon, J. P., Perreault, W. D., & McCarthy, E. J. (2009). Pemasaran Dasar - Pendekatan Manajemen Global. Jakarta: Salemba Empat.

Chaudhuri, A., & Holbrook, M. B. (2001). The Chain of Effects from Brand Trust and Brand Affect to Brand Performance: the Role of Brand Loyalty. Journal of Marketing, 65(April), 81-93.

Choo, H. J., Moon, H., Kim, H., & Yoon, N. (2012). Luxury Customer Value. Journal of Fashion Marketing, 16(1), 81-101.

Delgado-Ballesteer, E., Munuera-Aleman, J., & Yague, M. J. (2003). Development and validation of a brand trust scale. International Journal of Market Research, 45(1), 35-54.

Delgado-Ballester, E. (2004). Applicability of a Brand Trust Scale Across Product Categories: a Multigroup Invariance Analysis. European Journal of Marketing, 38(5/6), 573-596.

Delgado-Ballester, E., & Munuera-Aleman, J. L. (2005). Does Brand Trust Matter to Brand Equity? Journal of Product & Brand Management, 14(3), 187-196.

Deng, Z., Lu, Y., Wei, K. K., & Zhang, J. (2010). Understanding Customer Satisfaction and Loyalty: An Empirical Study of Mobile Instant Message in China. International Journal of Information Management, 30, 289-300.

Edward, M., & Sahadev, S. (2011). Role of Switching Costs in the Service Quality, Perceived Value, Customer Satisfaction and Customer Retention Linkage. Asia Pasific Journal of Marketing and Logistic.

Elliot, G., Rundle-Thiele, S., & Waller, D. (2012). Marketing. Queensland: John Wiley & Sons. Ferdinand, A. (2011). Metode Penelitian Manajemen:

Pedoman Penelitian untuk Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi Ilmu Manajemen. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gerpott, T. J. (2010). Communication Behaviors and Perceptions of Mobile Internet Adopter. Info, 12(4), 54-73.

Ghodeswar, B. M. (2008). Building Brand Identity in Competitive Market: a Conceptual Model. Journal of Product and Brand Management, 17(1), 4-12. Hamann, D., Williams Jr, R. L., & Omar, M. (2007).

Branding Strategy and Consumer

High-Technology Product. Journal of Product & Brand Management, 16(2), 98-111.

Hasan, A. (2008). Marketing. Jakarta: PT Buku Kita-MedPress.

Haverila, M. (2011). Mobile Phone Feature Preferences, Customer Satisfaction and Repuchase Intent among Male Users. Australasian Marketing Journal, 19, 238-246.

Heri, H. (2011). Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan, Nilai Pelanggan, Kepuasan Pelanggan dan Citra Perusahaan Terhadap Kepercayaan Pelanggan (Studi Pada PDAM Provinsi Riau). Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya.

Indotelko. (2012, January 30). iPhone di Indonesia. Gjetur June 26, 2012, nga www.indotelko.com: http://www.indotelko.com/2012/01/gairah-iphone-di-indonesia/

Karjaluoto, H., Jayawardhena, C., Leppaniemi, M., & Pihlstrom, M. (2012). How Value and Trust Influence Loyalty in Wireless Telecommunication Industry. Telecommunications Policy.

Keller, K. L. (1993, January). Conceptualizing, Measuring and Managing Customer-Based Brand Equity. Journal of Marketing, 57(1), 1-22.

Knapp, D. E. (2001). The Brand Mindset. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Kotler, P., & Armstrong, G. (2008). Principles of Marketing (bot. i 12th). New Jersey: Pearson-Prentice Hall.

Kotler, P., & Keller, K. L. (2006). Marketing Management (Vëll. i 12th ed.). NewJersey: Pearson-Prentice Hall.

Kotler, P., & Keller, K. L. (2012). Marketing Management (Vëll. i 14th ed.). New Jersey: Pearson-Prentice Hall.

Kottler, P., & Keller, K. L. (2006). Marketing Management 12th ed. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall.

Lai, F., Griffin, M., & Babin, B. J. (2009). How Quality, Value, Image, and Satisfaction Create Loyalty at a Chinese Telecom. Journal of Business Research, 62, 980-986.

Lau, G. T., & Lee. (1999). Customer's Trust in a Brand and the Link to Brand Loyalty. Journal of Market Focused Management, IV, 341-370.

Light, I., Bernard, R., & Kim, R. (1999). Immigrant incorporation in the garment industry of Los Angeles. International Migration Review, 33(1), 5-25.

Malhotra, N. K. (2010). Marketing Research. New Jersey: Pearson Education.

Mohr, J., Sengupta, S., & Slater, S. (2010). Marketing of High-Technology Products and Innovations (bot. i 3rd). New Jersey: Pearson-Prentice Hall. Noor, J. (2011). Metodologi Penelitian. Jakarta:

Kencana.

STIKOM

(12)

Power, J., & Whelan, S. (2005, July 5-8). A Conceptual Model of the Influence of Brand Trust on the Relationship Between Consumer & Company Image. Academy of Marketing Conference (AM2005).

Rizky, A., & Pantawis, S. (2011). Pengaruh Citra dan Sikap Merek terhadap Ekuitas Merek (Studi pada Pasar Handphone Nokia di Kota Semarang). Dinamika Sosial Ekonomi, 7(2), 181-197.

Sandikci, O. (2011). Researching Islamic Marketing: Past and Future Perspective. Journal of Islamic Marketing, 2(3), 246-258.

Santouridis, I., & Trivellas, P. (2010). Investigating the Impact of Service Quality and Customer Satisfaction on Customer Loyalty in Mobile Telephony in Greece. The TQM Journal, 22(3), 330-343.

Schiffman, L. G., & Kanuk, L. L. (2010). Consumer Behavior. New Jersey: Pearson-Prentice Hall. Sekaran, U. (2006). Research Methods for Business.

New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Shimp, T. A. (2010). Integrated Marketing Communication in Advertising and Promotion (Vëll. i 8th ed.). Ohio: South-Western Cengage Learning.

Siahainenia, S. (2008). Kepercayaan terhadap Merek dan Hubungannya dengan Loyalitas Merek. Journal of Business and Management, 576.

Solimun. (2012). Pemodelan Persamaan Struktural Generalized Structured Component Analysis (GSCA). Malang: Jurusan Matematika FMIPA-Universitas Brawijaya.

Srivastava, R. K., Fahey, L., & Christensen, H. K. (2001). The Resource-Based View and Marketing: The Role of Market-Based Assets in Gaining Competitive Advantage. Journal of Management, 27, 777-802.

Sugiarto, Siagian, D., Sunaryanto, L. T., & Oetomo, D. S. (2001). Teknik Sampling. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Surachman. (2008). Dasar-Dasar Manajemen Merek. Malang: Bayumedia Publishing.

Till, B. D., Baack, D., & Waterman, B. (2011). Strategic Brand Association Maps: Developing Brand Insight. Journal of Product & Brand Management, 20(2), 92-100.

Ting, H. D., Lim, F. S., Patanmacia, T. S., Low, C. G., & Ker, G. C. (2011). Dependency on Smartphone and the Impact on Purchase Behaviour. Young Consumers: Insight and Ideas for Responsible Marketers, 12(3), 193-203.

Tjiptono, F. , Chandra, G., & Adriana, D. (2008). Pemasaran Strategik. Yogyakarta: Penerbit Andi. Winarso, S. (2012). Pengaruh Nilai Pelanggan dan

Citra Merek serta Hambatan Berpindah terhadap Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan Maskapai Penerbangan Lion Air di Bandara Internasional Sepinggan Balikpapan. Surabaya: Program Pascasarjana Universitas Airlangga.

STIKOM

Referensi

Dokumen terkait

Metode ini dilakukan karena pada metode difusi agar tidak terbentuk diameter daerah hambat Candida albicans , sehingga tidak dapat diketahui aktivitas antimikroba

Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan penelitian melalui hasil observasi di lapangan mengenai kondisi jalur hijau di Jalan Sudirman dan

Hasil yang didapat dari penelitian berupa Aplikasi BKU (Buku Kas Umum) pada Pegawai BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) Perwakilan Provinsi Sumatera

lingkup kepegawaian, adalah hasil kerja atau prestasi yang dicapai oleh pegawai dalam pelaksanaan suatu pekerjaan baik yang bersifat fisik/material maupun non fisik/non material

Perilaku merokok adalah perilaku yang telah umum di jumpai.Perilaku merokok berasal dari berbagai kelas sosial, status, serta kelompok umur yang berbeda, hai ini

dikarenakan kondisi pada Basement dan Ground dikondisikan pada suhu dan kelembaban udara yang sama, sehingga tidak terjadi perpindahan panas. Tetapi pada lantai

Ikan Famili Chaetodontidae atau lebih dikenal dengan butterflyfishes (kepe- kepe) merupakan jenis ikan yang berasosiasi dengan terumbu karang dengan mengkonsumsi

Dengan demikian dapat disimpulkan kepemilikan saham oleh pihak manajemen merupakan insentif bagi para manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan manajer