VOLUME r1fr{r.I friill?frXz
Analisis Strategi
Jaringan
Radio
Komunitas
Indonesia (JRKIf
dalam
Menyelamatkan
Eksistensi
Radio
Komunitas
Oleh:
Aryo
Subarkah Eddyono
Korespondensi: HP: 0818467664, E-mail: arie*seus@yahoo.com
Dosen Departemen llmu Komunikasi Universitas Bakrie, ketertarikan penelitian di bidang Penyiaran Radio Komunitas
Abstract
Community rodiocan oct os o meclio resistance/ counter hegemony. But in foct, some community radio failed to corry that hope.Two community radio sin logjakorta, Radio Ponagatiin the Village Terbonand Rodio Angkringanin
the Villoge Timbulhorjo, Bontul,
failed osa
medium resistonce (Eddyono, 20L1). Rodio failed because rules issued by the stote/governmentto restrict the movements of community rodio. As a result, community radio can not do to resolve the internol problems which hove longe xisted.Unfortunotely, the study outhors have not answered how loringan Rodio Komunitas Indonesio (JRKI) conducted a series of strotegies to sove the life of the community rodio station sunderits network, including Radio Angkringan and Rodio Ponagoti. This study used quolitotive research adopts and method Gromsci perspective soon social movement and the organic intellectual to understond the strotegies used JRKI save the exisl:ence of community rodio. As a result, JRKI strategyhas many weaknesses. JRKI seemed turn out of energyto save the existence of community rodio.Key word
:
Community Radio, Counter Hegemony, Broadcasting Demo-cratitotio n, potis io n wa 1 O rg a n ic I nte lectu o IAbstrak
1fliiiiift'uxrrmlrn
memahami strategi yang digunakan JRKI dalam menyelamatkan keberadaan
radio komunitas.
Sebagai hasil, stategi JRKI masih mempunyai banyak kelemahan. JRKI tampak kehabisan energi untuk menyelamatkan keberadaan radio komunitas.Kata Kunci: Radio Komunitos, Counter Hegemony, Demokrotisasi Penyiaran, Pe ro ng Posisi, I nte le ktuo I O rg a n ik.
Pendahuluan
Sebut saia Radio Minomartani, Radio Suara Malioboro, dan Radio Angkringan (termasuk Radio Panagati), yang kesemuanya berada di Jogjakarta, harus berjuang keras mendapatkan pendengarnya. Tak hanya itu, pengelolanya Pun tak
kuat
lagi berjuang (Sumiyati, 2011). Radio-radio tersebut merupakan radio komunitas (R.adio komunitas merupakan jenis media penyiaran radio yang baru diakuidi Indonesia
seiring diberlakukannya UU No. 32 Tahtn 2002 Tentang Penyiaran. Pasca jatuhnya Rezim Orde Baru, hingga setelah dibedakukannyaUU
No.
32 tahun 2002, radio jenisini
menjamur (Gazali, 2002: 18-80)). Ironisnyadi
tengah besarnya harapan banyak orang terhadap radio komunitas yang dianggap mamPu memberikan watna dalam demokratisasiinformasi bahkan
sebagai media perlawanan, malah radio komunitas mengalami kegagalan demi kegagalan.Mengapa konsep
radio
komunitasmenarik
dilirik?
Ini
tak
terlepas dati perannya terhadap komunitas. Menurut Tabing (dalam Pandiaitan, 1996:48), stasiun radio komunitas (bagi Tabing disebut sebagai radio swadaya masyarakat) adalah suatu stasiun radio yang dioperasikan di suatu lingkungan atau wllayah atau daerah tertentu, diperuntukkan khusus bagi warga setempat, yang betisik^nVOL!ME
Lebih
lanjut, Fraser dan Estrada (2001:16) menekankan, agar benat-benar diterima sebagai radio komunitas, kebiiakan stasiun, manaiemen, dan pemrograman harus merupakan tanggung iawabdari
komunitas tersebut. Bahkan, pendanaan terhadap radio komunitas tefsebut juga harus merupakan tanggung jawab komunitas.Hal ini
nrengandung maksud bahwa radio komunitas memang dttuiukan antak,dai
dan oleh komunitasnya. Fraser dan Estrada iuga menekankan prinsip-prinsip akses dan par.tisipasi dalam radio komunitas. Akses mengandung^rti
l^y^nn
si^tantersedia
untuk
seluruh masyarakat. Pattisipasi berarti masyarakat/publik secaraaktif
teribat dalam perencanaan dan manajemen, dan juga terlibat sebagai pembuatprogram
dan
penampil. Banyak kepentingandalam
sebuah komunitas, oleh karenanya radio komunitas haruslah mamPu meLihat communiry need$ukan
aanl
yang berkembang dan dituangkan daiam progtam-Program^ct^nya.I{eterwakilan kelompok-kelompok dan kepentingan yang berbeda dalam komunitas tersebut harus diakomodasi. Dengan begitu, maka radio komunitas akan menjadi radio yang benar-benar diharapkan untuk memenuhi kebutuhan komunitas dati bengam latar belakang.
Ada beberapa studi yang mempertanyakan eksistensi radio komunitas. Salah satunya adalah tentang Radio I(omunitas pada Radio Panagati diJogiakarta di tahun 2004, dengan temuan yang menggambarkan bahwa tadio
ini
belum sepenuhnya mencerminkan kebutuhanwarga
setemPat tethadaPinfotmasi dan
hiburan' I(eberadaannnya belum mamPu mengadoPsi konsep dai, oleh, dan antwk masyatakat, meskipun dalam pembentukannya keterlibatan sejumlah warga sudah terpenuhi @ddyono, 2008: 283-301).I(etika radio
komunitasbelum
mamPu menjawab kebutuhan warganya, maka akansulit bagi
radio
komunitas mengakomodasi kebutuhan komunitasnya. Pada kondisi tersebut, parusipasi warga dianggap lemah. Perlu dipahami, partisipasivr^tg
yang kuat akan mendukung keberadaan radio komunitas.Pada penelitian berikutnya
di
tahun 2011, penulis menemukan fakta bahwa Radio Panagati dan Radio Angkringan diJogjakarta, yang sebelumnya masih harus berjuang keras mendapatkan pendengarnya, sudah tak bersiaran (Eddyono, 2011). Radio Panagati dan Radio Angkringan tak pernah mencapai bentuknya sebagai radio komunitas sesungguhnya. I(eduanya tidak berhasil menialankan peran sebagai media perlawanan, dan tidak sepenuhnya menerapkan konsepdai,
aleh, dan anluk komunitas. Dari hasil peneltian, penyebab ketidakaktifan kedua radlo diakibatkankomunitas yang ditemukan saatpenelitian berlangsung. Permasalahan internal berarti
permasalahan yang muncul dari dalam radio komunitas. Sementara permasalahan eksternal adalah permas alahan yang berasal dari luar radio komunitas.
Faktor internal meliputi
keterbatasankru dan
dana, lemahnya partisipasi warga, dan peralatan yang tidak memadai. Faktor eksternal, meliputi adanya aturan yang dikeluark^n negt^ untuk
membatasi gerak-gerik radio komunitas. Aturanitu
menyoal pembatasan perolehan dana bagi radio komunitas, pembatasan izin frekuensi, serta pengurus an izin yangrumit
dan tidak sedikit menghabiskan dana bagi radio sekelas radio komunitas. Faktor 1'ang paling berperan dalam mendukungketidakaktifan radio komunitas adalah faktor eksternal yang bersinggungan dengan pemerintah. Sejumlah
^t:ut^n yaflg dikeluarkan pemerintah turut menghalangS
ndio
komunitas dalam mengatasi persoalan internal yang sudah sejak lama ada.Tabel 1
Pemetaan Permasalahan Radio
Komunitas
Sumber: Eddyono (2071 : 94)
Pertama, pembatasan dana yang bisa diperoleh radio komunitas tercantum dalam
UU No.
32
tahun 2002 Tentang Penyiatan Pasal23
Ayat2,
disebutkan bahwa I-,enbaga Penliaran Kommitas (terznaswk radio koraunitas) dilarang nelakukan siaran iklan danf ataa siaran komersil lainrya, kecaali iklan lalanan zztaslarakat. PeglatNama Radio lnternal Eksternal
Radio Panagati
(lahit bersamaan/sesaat setelah pagul'uban PINTER ada)
1.
I(etetbatatasankru/personel2.
Partisipasi masyatakat rendah3.
Dana tcrbatas (didominasibanuan lembaga/perorangan di luar komunitas)
4.
Pemancar rusak (yang dipakai adalah p.iniaman dari CRI)5.
I(omputer ketinggalan zaman1.
A.lokasi frekuensi (pendengar sulit menjangkau)2.
Siaran tumpang t.indih dengan radio lain. Penerimaan udak bersih3.
Pen.rbatasanpencariandana
4.
Persyaratan sertifikasi a.latRadio Angkringan (diawali semangat sekc-lompok pemuda yang ingin membuat mcdia pemantau. Paguluban warga -- FOKOWATi
-
lahir belakangan setelah radio men-gudara)1.
I{eterbatasankru/personel2.
Partisipasi masyarakat tendah3.
Dana rclatif rcrbatas (diJominasibantuan lembaga/perorangan di luar komunitas)
4.
Semue alat rusrk disambar petir.5.
Pcmancar rubuh d.iLiup anginkencang
1.
Alokasi frekuensi (pendengar sulit menjangkau)2.
Penczian dana dibatasi3.
Persyaratansertrfikasi [image:4.595.64.521.296.681.2]radio komunitas diwajibkan mematuhi aturan
ini
dan dana yang diperolah berasaldari
sumbangan, hibah dan sponsor lembagadi
dalam dandi
luar
komurutas.Padahal dengan dana yang cukup, maka upaya untuk memanjakan pendengar
agar berpartisipasi secara
aktif
menjadilebih
mudah (Eddyono, 2011:111-112).Bagi penulis, sebenarnya tidak masalah bagi
radio
komunitasuntuk menerima
iklan komersil.
Jikapun diperbolehkan, pembatasan
seberapa besar porsi untuk menerima iklan komersil ditentukan oleh komunitas bersangkutan dengan acuan: bagaimana calr,nya iklan yang diterima harus membebaskan radio kornunitas dari kepentingan-kepentingan dan pengaruh komersil dan tetap semaksimal mungkin mengedepankan kepentingan komunitasnya. Sikap hati-hati harus diperlihatkan untuk jenis iklan yang dapat diter.ima, yang sesuai dengan karakter radio komunitas. Pedu diingat juga, iklan adalah salah satu pemasukan dana bagi radio komunitas,bukan pemasukan utama.
Dana
amatlah pentingbagi kebedangsungan hidup
radio komunitas.
dengan adanya dana yang cukup dapat memberikan insentif kepada pegiatradio komunitas. Sehingga
radio komunitas
akan terhindar daribayang-bayang rasa takut jika pegiatnya harus beralh mengurusi ekonomi keluarga
(Eddyono, 2011.: 1.04).I(edua, peratur^rr yarrg mengatur mengenai frekuensi adalah I(epmen 15 tahun 2003 dan I(eputusan Dirjen Postel No. 15A tahun 2004. Dalam peraturan tersebut pemerintah hanya menyediakan
tiga
kanal frekuensi untuk radio komunitas Q02, 203, 204), yakni 107,7; 107,8; dan 107,9 Mlri'z.Dari
total frekuensi, yang diberikan kepada radio komunitas hanyalah 1,5 persen. Selebihnyadiberikan kepada radio swasta dan
publik. I(ondisi
ini
berdampak pada kualitastangkapan radio komunitas
di
telinga pendengar sehingga sraran yang terdengarmenjadi tumpang tiridih. Alhasii, dari total frekuensi, yang dibetikan kepada radio komunitas hanyalah 1,5 persen. Radio swasta memperoleh 78,5 persen, sedangkan radio
publik memperoleh 20 persen.
Tiga frekuensi tersebut diperebutkan oleh
sedikitnya 52 radio komunitasdi
seluruh Jogakatta dengan radius siaran 2,5 km dan daya pemancar 50 \X/att (Eddyono, 201,1:1,02). Dengan kondisi carut marut iniakan sulit bagi radio komunitas mendapat respon
positif
dari pendengarnva. Danakhirnya, tadio komunitas tidak didengar alias ditinggalkan oleh pendengar. Hal inr
kemudian berdampak pada tingkat partisipasi warga yang terus menurun (Eddyono, 201,2:7 6). Dalam penelitian tersebut dipaparkan bahwa, para pegiat radio lion-runitas tak berhenti saling berebut di frekuensi yang sama. Radio Panagati mengalaminya.
Di
radius 2,5 km, Radio Panagati bersiaran rumpang tindih dengan Radio Cemara, Suara Muslim, dan sejumlah radio kampus. Meski sempat ada upaya pembagian1fl##,iuruwwan
untuk siaran p anjang atau siaran pada waktu betsamaan. Dampak betikutnya adalah
siaran tak tetdengar dengan jelas. Dalam kondisi tersebut, pendengar
tak
akanny^m n mendengarkan radio. Akhirnya, r:'dio ditinggalkan. Terakhir, ketiga, aturan pengurusan tzin yang rumit, 1,ang tidak sedikit menghabiskan dana, tertuang dalam PP No. 51 tahun 2005 pasal 4 ayat2 (Eddyono, 201't:106). Pada pasal 4 ayat2PP
No.
51 tahun 2005 disebutkan: Lembaga Penyiaran I(omunitas didirikan dengan persetujuan tertulis dari paling sedikit 51 % (lima puluh satu perseratus) dari jumlah penduduk dewasa atau paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) orang dewasa dandikuatkan dengan persetujuan tertulis aparat pemedntah setingkat kepala desa/lurah setempat. Tak hanya itu, di pasal lain juga diatut tata cara dan persy aratan perizinan, yakni di pasal 8 sampai pasal 11. Syarat-syarat yang dilampitkan dalam pengajuan
izin, diancannya:
radio komunitas yang mengajukan izin harus melengkzpi sya-rzt administrasi (menyiapkan akta pendirian beserta pengesahan badan hukum, studi kelayakan dan rencana kerja, serta hal-hal administratif lainnya); program siaran;dan data teknik siaran. Pihak yang mengklarifikasi syarat administrasi dan teknik
siaran bisa dilakukan oleh jajaran I(emenkominfo di daerah, sementara
I(PI
(melaluiI(PID)
hanya mengklarifikasi data ptogram siaran. Jika Persyaratan lengkap, makaradio
komunitas harus mampu menjawab peft^nyarr
klarifikasi dalam Evaluasi Dengar Pendapat @,DP) yang dilakukan olehI(PI
(di daerah melaluiI(PID).
Dalam jangka waktu paLing lama 15 hari kerja terhitung setelah selesai EDP,I(PI
akan mengeluarkan surat rekomefldasi kelayakan untuk menyelenggarakan penyi aran dan mengusulkan alokasi dan penggunaan spektrum ftekuensi radio kepada menteti.Meski
sudah menyiapkan persyaratan tersebut seiak lama, Radio Panagati dan Angkringan masih tak kunjung mendapat izin. Forum Rapat Bersama (FRB), sebagai pertemuan lanjutan antata menteddan
I(PI
untuk
finalisasiizin
iuga tak pernah diagendakan (Eddyono, 201.1:107).Dan
ketika suarusaat
nanti jika undangan FRB akhirnya dilayangkan ke masing-masing radio, maka pengurus radio komunitas harus menyiapkanduit
untuk
berkunjung ke Jakatta.Atau iika
FRB dilakukan di daerah, maka lagiJagr uang harus disiapkan kembali untuk menyambut tamu dari Jakarta untuk melakukan verifikasi. Belum lagr jika radio komunitas tidak berhasil menunjukkan kepada tim sertifikasi I(emenkominfo bahwa pemanc^r y^ng digunakan tidak bersertifikat. Biaya yang dikeluarkanuntuk
sertifikasi Pemancar sekitar 12 iuta rupiah dan itu hatus diiakukan dt Jakarta (Eddyono, 2012:107). Pada dasarnya, pembuatan izin ini dibuat untuk mengatur kebetadaan radio komunitaskepada radio komunitas inilah yang menjadr penyebab utama Radio Angkringan dan Panagaa gagal menjalankan perannya sebaga.i media petlawanan, yakni memberikan informasi tandingan yang tak pernah diangkat di ranah media arus utama (Eddyono,
201,2:109; Eddyono, Februari 2012:13
-
29).Radio Panagatr dan Radio Angktingan adalah dua dari banyak radio komr-rnitas yang tak bersiaran. Meski begitu, radio komunitas baru terus bermunculan, terutama yang didirikan di wilayah-wila1'ah bencana. Salah satu contohnya adalah Radio Jalin Merapi yang didirikan
di
Tempat PengungsianAkhk (IPA)
Tanjung, Muntilan,Jawa Tengah, 1,5 tahun silam (T.adio Jalin Merapi untuk Para Pengungsi Merapi, 1 November 201,0). Hanpanny^,
w^tg
pengungsidi sekitar
lereng Gr-rnung Merapi dapat memperolehinformasi dan
hiburan melalui RadioJalin
Nlerapi selama beradadi
pengungsian ketika Gunung Merapi tengah erupsi. Namun,tak
ada jaminan, radio-radio komunitas yang baru tumbuhini akan
berbeda nasib dengan pendahulunya.Lalu,
bagaimana strategiJaingan
RadioI(omunitas
Indonesia(JRI{)
dalam menyelamatkan eksistensi radio komunitas? Efektrfkah sttategi yang dilakukan? Dua pertanyaan tersebut akan dijawab dalam tulisan ini. Perlu diketahui, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan dalam kurun waktuJuli2011, hinggaMarct 2012. Data dikategorikan menjadi dua jenis, yakni data primer dan data sekunder (Babbie, 2010:24). Pengumpulan data primer diperoleh melalui wawancara
dan
pengamatan langsung. Sedangkan pengumpulan data sekunder meliputi telaah kepustakaan dan dokumen tertulis. Wawancata dilakukan terhadap informan yang terkait dengan tujuan penelitian. Pengamatan langsung dilakukan oleh peneliti senditi untuk mengamati kondisi sebenarnyadi
lapangan sehingga bisa mempetkuat temuan data. Data yang dipetoleh dari berbagai sumber dianalisa dengan mengelompokkan data (kategorisasidata),
membandingkan data hasii temuan sehingga dapat dilakukan penarikan kesimpulan.Pembahasan
Jaitngan
Radio I(omunitas
Indonesia atauJRI(I
adalah organisasi yang menaungi keberadaan radio komunitas di Indonesia. Organisasi yang dideklarasikan dt Jakarra 1.4Mei 2004
ini
bertujuan memajukan anggota (tadio komunitas) agat berperanaktif
dalam mewujudkan masyarakat yang demokratis, terbuka dan berkeadilan menuju masyarakat mandiri. Dengan kata lain, ia berfungsi sebagai!Jr{ll{ErGn
Tabel 3
Inventarisir
Masalah Ra<lio
Komunitas
alaJRKI
Internal Eksternal
Kelembagaan
Tak sedikit rakom yang berdiri tidak berasal dari kebutuhan mcndasar komunitasnya.
Sehingga dari sisi kelembagaan tidak mencerminkan Radio Komunitas.
Keterbatasan Kanal
UU No 12 Tahun 20U2 tentang pcnyiaren komunitas ditaFsirkan secara sepihak oleh
pemerintah yang kemud.ian hanya membatai 3 kanal untuk Radio l(omunitas. Padahal
kanal ini berdekatan dengan frekwensi penerbangan.
Program Siaran
Banyak tadio komunitas yang belum mampu menyiapkan program dengan baik sesuai
kebutuhan komunitas.
Perizinan
Banyak radio kornunitas yang mengaiukan permohonan ijin trdak memperoleh kepastian dari I(emenkominfo. Pengabaian perizir'an radio komunitas oleh pemerintah membuat radio komunitas rentan dr-sweeping
oleh balai monitoring
Pendanaan
Masih sedikrt radio komunitas yang berhasil mencari sumber dana sccara kteatif
Larangan Memperoleh Iklan Larangan beriklan membatasi daya hidup
radio komunitas karena banyak radlo komunitas yang menghadapi persoalan
pendanaan.
I{aderisasi
I(aderisasr sangat di butuhkan untuk memastjkan agar radio tetaP ada yang mengelola, tapi di sejumlah radio komunitas
proses ini masih rendah. Termasuk teknisi Perangkat siar
Daya Pancar
Radio I(omunitas hanya boleh memancar dalam daya 50 wan. Kondisi ini tidak berartr
apa-apabzgt wilayah yang ada di luar jawa.
Sumber daya Manusia (SD$
SDM selumlah rad.io komunitas masih rendah dan berdampak pada pengelolaan stasiun
radio.
Sumber: Diolah dari hasil wawancara tertulis (via email) Sinam, I(e tua
JRI{
(20 Maret 2012)Ketua
JRKI,
Sinam, menjelaskan bahura uPaya Penyelesaian masaiah yangdialami radio komr-rnitas secara internal adalah berencana melakukan kegatan In-Hozse Mentoing
(IHN!.
IGgiatanini
Pernah berialandi
tahun 2007 pada 25 tadiokamunitas di yang tersebat di empat provinsi, yakniJawa Timut, Jogjakarta, Sulawesi
[image:8.595.46.526.44.629.2]VOLUME
lokal
di
seluruh dunia. Selengkapnya dapat diLihat di: httP: / /www.internews.org/ about-internews)dan
Promediapromedia
International,melalui
penyediaansolusi
dan
pelatihan teknologi
informasi
adalahlembag^ y^ng
membantu perusahaan/organisasi dalam mengarahkan sumber daya yangdimiliki
agar fokus padavisi
yang telah ditetapkan. Lembagaini
menyediakan layanandi
bidangIT
Consulting, pengembangan software/sistem informasi berbasis web/dekstop (az Denantl), penyediaan perangkat komputer, instalasidan
pemeliharaan iattngankomputer
(netuorkin!,, grafika, pelatihandan
pengembanganSDM di
bidang teknologi informasi, serta penyediaan tenaga ahli teknologi informasi (oatsoarcinj. Selengkapnya dapat diLihat di: hLtp: / /www.promedia-int.com /nupromedia /indcx,ptrptmoaute=Conte
.
Tak
hanya
di
situ,kerjasama dengan berbagai lembaga
untuk
memperkuat kapasitas peran radio komunitas dalam mewujudkan siatan yang berkualitas juga akan dilakukan kembali. Selain bisa menambah pendapatan radio kornunitas, juga mendorong pegiat untuk membuat program-Program yang kreatif. Beberapa kegiatan yang petnah dilakukan dengan bekerjasama dengan organisasilain
adalahSFCG
(J'earchr
Common GroznrIl(SFCG didirikan pada tahun 1982, Searrh far Cotnmon Ground bekerlaunttk
mengubah cara pandang dunia dalam menanganikonflik -
meniauhi pendekatan permusuhan dan menuju pemecahan masalah secatakolabotatif.
Dalam bekerja, lembaga ini, bekerja sama dengan mitra lokal dalam pemerintahan dan masyatakatsipil,
untuk
menemukanc t^
y^ng
sesuai dengan budayauntuk
memperkuat kapasitas masyarakatuntuk
menanganikonflik
secarakonstruktif.
Lengkapnya dapatdiiihat
pada:http://wv'wsfcg.org/sfcg/sfcg
home.html)untuk
program penguatan pemimpin perempuandi
30 radio komunitasdi
Pulau Jawa; Badanpengawasan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
€NPllD;
dan I(omrstPenanggulan
AIDS
(KPA) Jawa Barat untuk ptogram penanggulanganHIV
danAIDS. Dad program tersebut yang masih be lalan adalah program yang bekeriasama
dengan
BKKBN.
Rencana program lainnya tengah diupayakan kembali. Sinam menjelaskan:'JRKI
dalam pengembangan kapasitas pengelolaan rakom melakukan asistensipenyusunan kelembagaan seperti Dewan Penyiaran I(omunitas
(DPI!,
BadanPenyelenggara Penyiaran
I(omunitas
(BPPI!,
Penl''usunanAD/ART
danMI(O.
Dalam hal program,JRI(I
mengenalkan alat untuk menyusun Programsiaran berbasis komunitas. Misalnya, dengan menggunakan metode PRA (Participatory Rural Apraisal). Dalam hal keuangan,
JN(I
memfasilitasi radio untuk menyusun mekanisme dan memetakan sumber-sumber keuangan yangada di dalam komunitas maupun luar komunitas untuk bisa membiayai kegiatan
penyiaran." (Wawancara 20 Marct 2012)
Masing-masing komunitas
memiliki
keragaman komunitas,potensi,
dan masalah yang berbeda-beda sehingga dibutuhkan c^r^ y^ng beragam puia untuk menjawab sernua permasalahan. Salah satu contohnya adalah dinamika organisasiJRK
di berbagai wilayah yang terbelah atau bahkan
tidak aktif.
Wilayah yang mengalami halini,
diantaranya adalah: Sulawesi Utara, Sumatera Barat, SumateraUtara,
dan
PapuaBant.
D.i
Sulawesi Utara, perpecahan bahkan menimbulkan dua kepengurusanJRI(
yang berseberangan. Strategi yang dilakukanJRI{
adalahmelalui musyawarah. Sinam mengatakan:
"
..Bentuk bentuk yang dilakukan bisa dengan mediasi langsung antar pihakyang sedang berkonflik melalui musyawarah atau bahkan kongtes di wilayah. . .
"
SVawancara 20 Maret 2012)
Untuk
mengatasi beragam persoalaninternal,
seperti: konfl.ik organisasi,kesulitan mendapatkan dana, menyiapkan program yang berkualitas, teknis dan
perizinan, dan peningkatan kapasitas pegiat radio kornunitas, saat ini,
JRI(I
sedangmenyiapkan
modul
"SekolahRakom".
Harapannya, melalui denganmodul
ini, radio komunitas bisa saling belajar untuk tumbuh dan bertahan. Sekolah rakom .ini berbentuk pelatihan dengan bahan ajar dari modul yang sama. Dengan kataIain, dimanapun pelatihannya, modulnya adalah modul yang kini tengah disiapkan
JRI{.
Untuk masalah ekstetnal, advokasi denli advokasi mengawal dan mengkritisikebijakan radio komunitas juga tak lupa dilakukan. Diantaranya adaiah mengadvokasi Rancangan Peraturan Pemerintah (R.PP) Penyiaran pada tahun 2005. Upaya
ini
VOLU/nE
berpihak pada tadio komunitas. Sepetti yang sudah dikemukakan
di atas, aturan
dalam PPini
amat memberatkan radio komunitas dalam penyiapan perizinannya. Ada pula upaya lain, yakni mengadvokasi tevisi UU Penyiaran yang baru. Upaya ini sudah berlangsung seiak tahun 2010.Untuk ini,
JRI(I
aktif
melakukan kajian dan diskusi di betbagai wilayah untuk memberikan masukan kepada anggota I{omisiI DPR.
Beberapa Pertemuan yang sempat dijadikan ajang diskusi adalah pada Peray^al7Hari
Pen),iaran Nasional (Harsiarnas) tahun 2011di
Solo, JawaTengah;
DiskusiPublik
tahur.r 2011 dl Bandung; Jagongan Media Rakyat di Jogjakarta tahun 2012, serta konsolidasidi
15Jaingan Radio I(omunitas
SRI!
wilayah Sumatera tltara, Sumatera Barat, Aceh, Lampung, Banten, Joglakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, JawaTimut,
BaLi, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, PapuaBant
dan I(alimantan Barat. Semua kegiatan tersebut dihadiri beragam pihak yang mendukung keberadaan lembaga penyiaran komunitas, terutama tadio komunitas. Tepat pada 1 Maret 2012, masukan tersebut diberikan saat Rapat Dengat Pendapat Umum (RDPU) RUU Penyiaran di Gedung DPR Senayan. Sinam menuturkan:'JRI{
sudah menyampaikan (permintaan) kepada anggota I(omisrI
(DPR) agarUU Penyiaran
pro
tethadap (embaga penyiaran) komunitas. Serta akan menjamin bahwa radio komunitas akan tumbuh dan berpetanakuf dalam
mencerdasakan komunitas. Beberapaisu
(permintaan) yangdi
angkatJRI(I
adalah alokasi Frekwensi 20%o untuk(lembag
penyiatan komunitas, pertztnanyang cepat dan cukup sampai tingkat provinsi, pendanaan radio komunitas dengan
iklan lokal,
dan penguatan bahasalokal
melaluiradio
komunitas."(X7awancara 20 Maret 2012)
Pernyataan Sinam
ini
sesuai dengan dokumen "MasukanJRI(I
tentang Revisi Undang Undang Penyiaran Nlenuju Penyiaran yang Demokratis".JRI(I juga meminta agar rJU Penyiaran kedepan mampu menjamin tumbuh dan berkembangnya radio komunitas bersama dengan lembaga penyiaran yang lain.Soal perizinan, selain memberikan masukan ke anggota I(omisi
I
DPR,JRKI
terus
mendampingiradio
komunitas dalam proses pengajuanizin
mulai
dari menyiapkan dokumen hingga pendampingan. Sayangnya, ptosesini
tersendardi
Menkominfo. LangkahJRI{
sampai saatini
baru
memintamenteti
terkait untuk mempercepat proses perijinan.JRI(I
sempat mengajukan Surat bernomor6/JRKI/III/201.2
tertanggal 14 Maret 2012 yang berisi permintaanJRI(I
kepadaJRI{
danJRI( wilayah tetk^it d^t^ radio komunitas yang sudah mengajukan izin dan sudah berizin. Surat ini dikeluarkanJRI(I
setelah sejumlah radio komunitas di wilayahJawaBarat,Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan rrilayah lainnya, mendapat
teguran bahkan penettiban oleh Balai Monitoring, lembaga dibawah I(emenkominfo yang bertugas menert-ibkan frekuensi. Padahal beberapa radio komunitas
di
bawahJRKI
telah mengajukan permohoanizin
sesuai prosedur yang berlaku. Tapi, surat tersebut t-idak dibalas secata resmi oleh Menkominfo.JRKI
hanya mendapat alasan.lisan bahwa sulitnya pettzinan karena pemancar siar radio komunitas tidak standar alias rakitan. Seiain itu, amat banyak permohonan izin sehingga pemerintah, dalam
hal ini Menkominfo, sulit menentukan alokasi frekvrensi.
Betagam strategi telah dilakukan, tentu saja dengan harapan target caPalan
tetpenuhi.
Masalahnya, semakinkemari,
satu-persatutadio
komunitas mulai bergugutan. Meski ada yang baru tumbuh, tak ada jaminan kondisinya akan lebihbaik yika aturan masih tidak berpihak. Jika begitu, efekt.ifkah strategi yang telah dilakukan? Logika bagi ot^ng
^w^m cukup sederhana' Jika efektif, maka saat ini radio komunitas sudah merayakan kemenangannya. Namun bukan demikian adanya'
Perjuangan semacam
ini
membutuhkan enetgi besar dan waktu yang panjang dansusah dipastikan.
J.ika merujuk pada pemikiran Gramsci, agar gerakan sosial berhasil, sebuah
gerakan harus
memiliki
strategi, yakni merencanakan dan melaksanakan perangposisi.
Secara bersamaan, gerakanharus memiliki
intelektual
otganik
yang bertebaran di berbagai titik yang akan membantu atau berPeran sebagai ot^ng y^rtg mempersuasi pihak-pihak yang bedawanan atauPun mempetkuat cara pandang pihak-pihak yang akan berjuang bersama, mendidik, dan mengasah ketetampilan mereka. Sebuah gerakan harus memiliki kehendakkolektif
yang diamini bersama dan disadari sebagai kehendak penting untuk dicapai bersama-sama. I(onteks dariini
semua adalah hegemoni.Hegemoni bukanlah suatu kondisi yang akan dengan begitu saia tetcapat, melainkan suatu usaha yang harus dilakukan secara terus-menerus,
dan
harus dipertahankan secara jangka panjang dalam rangka mengarahkan kekuatan oPosisi yang antagonistik (memiliki kepenringan berlawanan) meniadi kesalingsesuaian.Hegemoni bukanlah suatu keadaan yang sudah pasti dan permanen, melainkan
harus
dimenangkandan direbut
pull
1998:41-42),Hegemoni
metupakan penguasaan yang dicapai suatu kelas atau kelompok terhadap kelas atau kelompok-kelompok lainnya melalui kesadaran daripada paksaan (Simon, 1999:19-20). LebihVOIUME
menggunakan kekuasaan, melainkan hubungan persetu,uan dengan menggunakan kepemimpinan politik dan ideologis Persetujuan dalam hal ini merupakan ungkapan intelektual dan arah moral dimana perasaan massa secara tetap untuk terikat dengan kepemimpinan dan ideologi kelompok dominan sebagai bentuk ungkapan kevakinan dan aspitasinya.
Hegemoni terjadi
di
dalam masyarakat sipil. Maslra12[21 sipil bagi Gramsci adalah mencakup seluruh aparatus transmisi yanglazin di
sebut "su'asta" seperti universitas, sekolah, rnedia massa, gereja danlain
sebagainya (Sugiono,1999'34-36;
Simon,
1999:99-108). Aparatus-aparatusini
mencerminkanperan
sangatsignifrkan dalam membentuk kesadaran massa masyarakat.
Dalam
masyarakat sipil, kemampuan kelompok berkuasa dalam melakukan hegemoni atas kelompok-kelompoklain
sepenuhnya bergantung pada kemampuan mengontrol aparatus-aparatus tersebut. Dan sebaliknya, dalam wilayah masyarakat sipil inilah kelompok subordinat juga melakukan hegemoni alternatifnya (counter hegenrory). Gerakan sosialterjadi pula pada wilayah
ini.
Gerakan sosial ala Gtamsciidentik
dengan upaya kelompok subordinat untuk memenangkan hegemoni tandingannya. Agar berhasil, sebuah gerakan sosial hatus memiliki tujuan yang sama atau disebut juga sebagai kehendak kolektif yang diartikulasikan secara terus-menerus.Gerakan sosial juga membutuhkan peran intelektual yang disebut Gramsci sebagai intelektual organik. Intelektual organik adalah pata inteiektual yang tidak sekedar menjelaskan kehidupan sosial berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan, tapi juga memakai bahasa kebudayaan untuk mengekspresikan petasaan dan pen galaman nyatayang idak bisa diekspresikan oleh masyarakat sendiri (I(olakowski, 197 8: 240). Melalui kaum intelektual ini (dan melibatkan aparatus swasta), cara pandang mereka yang tersubordinasi bisa diubah lalu mendukung upaya perubahan yang diharapkan. Cara pandang tersebut akan semakin meluas dan berlaku universal. Perjuangan semacam
ini
membutuhkan strategi utama, yakni perang posisi (Sr.rgiono, 1999:44-45). Lebih lanjut, perang posisi adalah bentuk perjuangan dalam merebut kekuasaan yang lebih diarahkan pada upaya untuk "mengenyahkan" ideologi, notma, mitos,politik
dan kebudayaan kelompok berkuasa daripada menyerang kelompokitu
secara fisik. Dengan kata lain, perang posisi adalah sebuah proses transmisi kultural untuk menghancurkan sebuah hegemoni dan menggantikannya dengan hegemoni lain (Gramsci dalam Sugiono , 1.999:46).
Berikut hasil analisis strategi gerakan radio komunitas yang dilakukan oleh
JRI{
dengan menggunakan pendekatan Gramsci (kehendak kolektiF, perang posisi,Tabel 4
Analisa Gerakan Radio
Ko
Target Eksternal:Terkait aturan-atutan vang dikeluarkan pemerintah (meliputi:
izin dipermudah,
alokasi frekuensi diperbanyak, sumber dana diperlonggar, daya ptncar di wilayah iarang penduduk diperluas). Target terdekat adalah mempengaruhi RUU Penyiaran.Target Internal:
Terkait persoalan internal radio komunitas
itu
sendiri (meliputi: Penguatan SDM dan kelembagaan, dengan tuiuan akhir: partisipasi komunitas menguat)Kehendak Kolektif Ferang Posisi Intclektual Organik Aparatus $aringan Pendukung) Radio komunitas
penting dan keberadaanya harus diakomodir sepenuh hati oleh negara,/ pemerintah.
Advokasi perizinan, tencana
Ir-Hoa:e Menloing (Htrtr) dan modul "sekolab rakom", nenggiting opini/ lobb1 legslator dan pemerintah melalui pemberian masukan dari hasil pcrtemuan dengan jaringan dan intelcktual organik pcndukung, dan membuat draft RUU Penyiaran versi publik
Terutama mengandalkan orang-otang di balik jaringan pendukung Beberapa nama, seperti: Paulus Widianto (Nlantan I(etua Pansus Penyiaran 2002) dan Amir Efendi Siregar (KIDP
-
I(omite Indcnpendcn untuk De mokratisasi Penyiaran).Advokasi:
KIDP (Komite Inde npenden untuk Demokratisasi Penyiaran), TIFA, Combine dan Ford
Fondation.
Penguatan radio komunitas: Combine, VHR, Internews, AMARC, dan Yayasan Air Putih
Analisis: Mcski kehendak kolektif diamini bersama, namun dinamika masih ada. Pcrpccahan di tubuh beberapa radio komunitas dan JRt(-wilayah tak bisa
terelakkan. Selain itu, masih banyak radio komunitas yang belum menjadi angqota JRKI.
Analisis:
Masih tergantung atas dukungan jaringan pcndukung, Advokasi perizinan masih sebatas PenyafnPalan protes ke regulator. I(egiatan masih didominasi reucana dan sedrkit 1'ang sudah dijalankan.
Analisis:
Untuk membedkan penyadaran secara lnternal cukup kuat. Namun secara eksternal, hanya segelintir yang nrrnanya dikenal pubJik dan punya Peran pentrng dalam gerakan, terutama yang paham sesungguhnya kondisi tadio komunitas.
Analisis;
Beberapa lembaga pendukung bekerja berdasarkan
dana bantuan yang ada. Ke sinambungan sullt teriaga. Pembcritaan soal isu-isu radio komunitas lemah (tidak sekuat soal isu pengakuan terhadap radio komunitas sebelum UU Penyiatan No. 32 tahun 2002 dibedakukan)
munltas
Sumber: diolah dari data hasil penelitian
[image:14.595.57.532.53.706.2]2002(Eddyono,2011:53
-
62). Dulu, masih merujuk Eddyono, semua elemen radio komunitas mengambil Perannvauntuk
satu tujuan, yakni: pengakuan babwa radio komunitas ada dan barws diakomodir dalan UU Penliaran. Hanya dengan cata begitu,radio ini akan terbebas dari klaim sebagai radio pemecah persatuan, radio gelap, radio bawah tanah, radio perusak-pengganggu sehingga harus di-sweepitrg.
Adu
konsep soal radio komunitas yang ideal juga tak terhindatkan. Eksekutif dan legislatif terusdibombardir oleh wacana bahwa radio komunitas adalah media alternatif yang tidak perlu ditakuti. Tak hanya pegiat radio komunitas, pegiat demokrasi dan akademisi
pun
ikut urun
saran memperkuat argumen tetsebut.Apa
yang terl.ihat saat ini amat berbeda. Pegiat radio komunitas seolah kehabisan enetgi. Belum lagi masalahinternal
organisasiJRI(
wilayah yangberkonflik
dengan sejumlah pegrat radio komunitas. I(ondisiini
amat tidak menguntungkan bagi gerakan radio komunitas.Padahal sumber masalah terbesar, kebiiakan pemerintah yang membatasi gerak radio komunitas, masih menghadang dan untuk ini butuh strategi iitu -- tanpa akhir -- untuk mengubahnya.
Penutup
Nleskipun strategi radio komunitas, dalam hal
ini
dinaungi olehJRI(I,
masihmenl.impan kelemahan, ada peluang untuk memPerkokohnya. Penulis mengem
bangkan strategi radio komunitas betdasarkan pemikiran Gramsci yang disesuaikan dengan temuan di atas:
1,.
Menguatkan kernbali arah gerakan dengan target iangka pendek, menengah, dan panjang yang jelas. Target jangka pendek, misalnya, adalah memastikan aturan yang tidak berpihak pada radio komunitas dalam UU Pen),iaran yang lama harus hilang dalam UU Penyiaran yang baru nanti. Target jangka menengahnya adalah bagaimanac
tanya atufan turunan (Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, dan sebagarnya) hatus benar-benat seialan dengan atutan di atasnya dan tidak menyulitkan terhadap tumbuh-kembangnya radio komunitas, Sementara target jangka panjang adalah, misalnya, radio komunitas harus mampu menjawabt^ntz;flg n perkembangan teknologi. Tatget-tatget ini hanyalah sebagai contoh.
Semakin fokus kemana arah gerakan, m aka akan semakin gampang menyiapkan strategi untuk mewujudkannya. Tentukan pula siapa lawan dan siapa kawan.
I(awan
adalah aparatus swasta (seperti: institusi pendidikan,politik,
media massa, dan sebagainya) pendukung. Inventarisir dan petakan mereka dalammendukung gerakan.
1fif$ifi,iunrxm**
3.
melakukan penyadaran di publik dan mempengaruhi cara pandang publik dan
pengambil kebijakan. Jika pedu, ada pemetaan yang khusus siapa orangnya
dan spesialisasinya. Contohnya adalah memilih duta yang merupakan seorang
publik figur
sepetti artis ataupun penyanyi yang mampu membawa pesan-pesanpositif
radio komunitas kepada publikdi nnah
intertainment.Di
ranahmedia massa,JRI(I harus mampu mendekati jurnalis-jurnalis yang pro terhadap
demokratisasi penyiaran. Berbagai informasi penting dan memliki nilai berita
tinggi harus selalu
di
apdate kepada mereka. Semakin beragam latar belakang or^ng y^r\g dilibatkan sebagai intelektuai organik, berikut spesialisasinya, akansemakin baik. Dengan kata lain,
JRI(I
harus memiliki intelektual organik dibengam
lini.
Ada
yang fokus pada penyadaran dan peningkatan kapasitaspegiat radio komunitas secara internal, ada pula yang bekerja
di
lini
advokasi kebijakan, ada pula yang bekerja di lini penyadaran publik, termasuk pengambilkebiiakan, dan sebagainya.
Pengelolaan isu-isu populis tadio komunitas hatus dilakukan. Tak sampai disitu, isu-isu populis harus disebarkan melalui medra mainstrean yafig menjacli acuan
informasi pengambil kebi.iakan. Isu-isu populis
ini
dapat berupa mengangkatkondisi radio komunitas yang berada di wilayah terpencil dengan akses informasi
yang minim. Jika radio icomunitas tidak dididkan, maka wilayah tersebut takkan
pernah mendapat infbmasi yang benar-benar diinginkan penduduknya.
Ini
adalah satu contoh. Biarkan media massa mengakses informasi tersebut lalu memberitakannya. Fasilitasi jurnalisnya. Hal ini harus dilakukan terus-menerus. Bisa juga dengan menciptakan dukungan massal layaknya
"I(oin
untuk Prita",ataupun dalam kasus "Cicak Lawan Buaya" melalui media sosial. Jika dukungan
banyak, media massa akan sangat menantikan momen semacam ini. Tentukan
pria
taqline yangkreatif
agar memudahkan public untuk mengingat getakanini
dan
sebarluaskanke
berbagaipenjuru
dengan menggunakan betagampendekatan dan media yang gampang diakses oleh siapa saja. Yang tak boleh
dilupakan adalah semua
pihak
yang berkepentingan atas kehidupan radio komunitas harus dilibatkan.JRI{
hadir atas kehadiran sejumlah lembaga pendukung radio komunitas dimasa lalu. Bahkan sejumlah radio komunitas amat beperan kala
itu.
Sebaiknya,hindari kesan el-itis di mata radio komunitas.JRltv'ilayah harus berani mati untuk
radio komunitas, bukan berpihak pada regulator lokal dan menjaga jarak dengan
radio komunitas. Selain itu,
JRK
wilayah juga harus mampu memanfaatkankonflik
antar radio komunitas dalam rebutan frekuensi siaran sebagai sebuahvoirll\.
kekuatan bersama. Penguatan internal
ini
amat penting dilakukan. Jika tidak,takkan ada gtrn rry^beragam s trategi dilakukan.
Hingga jurnal
ini
ditulis, pembahasanRUU
Penyiaran untuk menggantikanUU
Penl,iaranNo.32 tahun
2002 masih bedangsungdi
legislatif.JRI(I
hatus memanfaatkan momentum in.i karena pembahasanini
adalah pintu masuk untuk mengubah aturan yang rnemberatkan. Hanpannya, iikaRUU
tersebut disahkan,maka secara bertahap atutan hukum di bawahnya akan ikut berganti pula. Tak ada salahnva
JRI(I
mulai me mperbaiki strategi di saat yang pendek ini.Daftar Pustaka
Armando, Ade (2011).'lleleuisi Jakarta di atas Indonesia. Jogjakarta: Bentang.
Babbie, Earl R. (2010). The Practice of SorialResearch. California: Wadsworth.
Beilharz, Peter. (2002). TeoriJeoi Sosial: Obseraasi Kritis terhadap Para Filosof Kritis,
Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
Blumet, J. G. dan \{atz., E. (Eds.). (1974). The Urcs of Mass Conrmanications: Carrent
Perspectiues on Gratifcations Research. Bevetly HiIl-CA: Sage.
Croteau, David
(2000). L[edia/ Sociery: Indurtries, Inaget, and Aadiences, Californta: Pine Forge Press.Fraser,
Colin
dan Rstrada, Sonia Estrepo (2001). B&a Pandaan Radio Konanitas.Jakarta:UNESCO Jakarta Offi ce.
Gazalt,Effendi. (2002). Penliaran Alternatif tapi Mutlak: Sebuab Aruan tentangPenliaran Publik dan Konanitas. Jakarta:Penerbit Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP
UL
I(olakowski, Leszek. (1978).
Man
Current
Marxism, Vol.lil,
Oxford: ClarendomPress.
Lull, James (1998). Media Konunikasi, Kebudalaan: Saata Pendekatan C/oba/. Jakatta: Yayasan Obor lndonesia.
Maryani,
Eni
(2011). Media dan Perabahan Sosial: Stara Perlawanan Melalui Radio Komunilas. Bandung: Rosda.Pandjaitan, Hinca, dkk. (1.996). Radio Pagar Hidap Otononi D aerah. Jakarta: Internews.
Sugiono, Muhadi. (1999).
Kitik Antonio
Cramsci Terhadap Pembanganan Dania Ketiga.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tabing,
Louie.
(2000). Siaran Radiodi
KanpungPanduan Prodaksi Siaran Radio Konmitas. Jakarta: LSPP-UNESCO-I(edutaan Besar Denmark'Tabing, Louie. (1998). PrograntzingJbr a Comnani! Radio Stations, Manila:
UNES-CO-DANIDA
Tambul.i Project.Referensi
lain
:---,
80
Persen Radio I(omunitasTak Rutin
Mengudara(8Mei
2010). KonpasJoglakarta
Alat Rusak, Dana Minirn, Pendengar Gigit Jad (Juli 2005edisi ke-9)' Konbinasi, h. 6-7 diakses dari httP://kombinasi.net/kombinasi-9-iuli-2005/
Eddyono,
Aryo
Subarkah. (2005). Makna di Balik Eksistensi Radio I(omunitas (Studi Kasus pada Radio Panagati). Skripsi 51. Jogiakarta: Universitas Gadjah MadaEddyono, Aryo Subarkah. (Oktober 2008). Sosiologi Media: Studi I(asus terhadap Eksistensi Sebuah Radio l(omunitas di Jogiakarta, Jurnal Madani
-
UM|.U' h. 283-
302.Eddyono, Aryo
Subarkah. (2011). I(egagalan Radio I(omunitas sebagai rWahana Counter Hegemony. Tesis 52. Jakarta: Univetsitas ParamadinaEddyono,
Aryo
Subarkah. (Februari 201'2). Radio I(omunitas dan l(egagalannya sebagai Media Counter H egenoryt, Journal Coonanication Spectrum- Uniuersitas Bakie. h. 1.3-
28. (dapat diakses pada: httP: / /iurnal.bakrie.ac.id)Radio Jalin Merapi untuk Para Pengungsi Merapi (1 November 201'0), Jalin Merapi, dilihat pada 1tt Juii 2012 dari
http://meraPi.combine.or.id/haca/1572lradio-Sumiyati. Q011).PartisipasilY/argadiRtzdioKonunitas.Dilihatpadatgl.9Januart20ll di http: / / kombinasi.net /pattisipasi-warga-di-tadio-komunitas
/
Saratuta
JRKI
(2007),/tKI,
dilihat
pada 12 Jvh 2012 dari http://irki.wc,rdpress.com/adat-irki/
3 n0.2
r0u6mreJi'dfiih
MASKULINITAS DALAM
L'MEN
Oleh : Agung Budi Prasetyo
E-mail : kwonyoo@ymart.com
Abstract
This reseorch is trying to analyze about masculinities construction toward
the L'A4EN advertisement. The purpose
of
this research is want to understandhow
the
masculinities concept which constructedby
L'IAENthrough
the severalof
advertisement concepts and how the society understandof
thatconstruction. The
writer
can concludethat
mostof
the informants give thesame view. It is called dominant hegemonic. From the result, we can understand
that
social classfrom
the backgroundof
each informant is not relevance in the receptionof
masculinities concept when they read the messogeof
L'IAENadvertisement.
Keyw o r d s : R e ce p ti on, lla sc u li ni ti e s, L' lvlE N
Pendahuluan
Dalam
media televisiiklan
menjadi salah satu bagian pendng bagi paraprodusen dalam mempromosikan dan memasarkan produk mereka pada konsumen.
Iklan dapat membentuk kesadaran masyarakat dengan cara menanamkan keinginan mereka atas kebutuhan-kebutuhan semu. Selain
itu
periklananjuga
merupakansuatu komunikasi massa dan harus dibayar untuk menarik kesadaran, menanamkan informasi, mengembangkan sikap atau mengharapkan adanya suatu tindakan yang
menguntungkan bagi periklanan (Kasali,
l992z5l).Iklan
adalah suatu media yangbersifat manipulatif. Cara kerja iklan bekerja seperti bahasa, mempengaruhi produksi makna tentang konsep yang ada
di
dalam benakkita. Dari dulu
sampai sekarangiklan menjadi sebuah ruang
di
mana makna-makna rentang dunia dikonstruksikandan dimediasikan. Seperti halnya maskulinitas dalam sebuah kemasan iklan. Seiring
6
srxm'oftdiantara yang maskulin dan feminin. Bahkan diantara yang maskulin dengan yang tidak maskulin.
Dalam
hal
ini,
konsep maskulinitas menjadi sebuah sumber utamauntuk
mempengaruhi penerimaan khalayak.
Di
dalam sebuah konsep maskulinitas,laki-laki diwujudkan sebagai objek seksual dimana tubuh mereka menjadi sesuatu yang
dinikmati oleh perempuan begitu juga dengan laki-laki
itu
sendiri. Itulah sebabnyakonsep maskulinitas menjadi daya pikat yang menarik untuk diangkat dan dikemas
secara apik oleh sebuah
iklan
dalam mempengaruhi penerimaan khalayak. Dalamsebuahiklan, maskulinitas dikonstruksikan ke dalam beberapapencitraan. Maskulinitas
terbagi atas dua
tipe,
antaralain
maskulinitas dalam bentukfisik
dan uerbal'l{el
ini
diperkuat oleh (Heggie, 2004:11) bahwa"Knightly masculinity is typically proued through physical and uerbal agresion, the silencing other."Dari
Pernyataan tersebutdapat disimpulkan bahwa secara kuat maskulinitas diterima melalui fisrk dan uerbal (bahasa). Maskulinitas dalam bentuk fisik meliputi bentuk tubuh dan penampilan.
Sedangkan dalam
bentuk
uerbal dapatdilihat
melalui bagaimana cara seseorangtersebut berbicara.
Maskulinitas dalam
bentuk
tubuh,
dikonstruksikanmelalui
ciri-ciri
fisikpada tubuh seorang
lakilaki.
Seperti berbadan besar, berotot, berdada bidang, dansebagainya. Pada maskulinitas dalam bentuk penampilan dikonstruksikan melalui
tampilan luar seorang laki-laki, seperti cara berpakain, gestu! kerapian tubuh, aroma tubuh, dan sebagainya.
Berikut
ini
terdapat contoh iklan yang kental dengan aroma maskulinitas didalamnya,
yaitu iklan
LMEN.
Iklan
ini,
menampilkan konsep maskulinitas yangmana
lakilaki
dijadikan objek
selaual yang ditampilkanmelalui
bentuk tubuhyang
dinikmati
oleh perempuan begitu juga denganlaki-laki
itu
sendiri. Konsep maskulinitas sangat terlihat dalam iklanLMEN
dengan ditunjukan sex appeal yangdimiliki
oleh laki-laki dalam iklan tersebut.Di
dalam iklan tersebut teriadi penekanan makna dimanalaki-laki
yangmemiliki
tubuh
athletis sepertitokoh
Obert
lebih disukai oleh perempuan. Pada iklan LMENversi"Eyes OnYou" (2009) terlihat bahwaiklan
tersebut memberi penegasan kepada seoranglakiJaki,
bahwa yang berbadan kurus tidaklah keren.Hal
ini
ditunjukan melalui tag line dari iklan tersebut yaitu" KEREMPENG
MANA
KEREN' .Penggambaran maskulinitas pada
iklan
LMEN
semakin nampak jelas padadi kantoran bahkan dimanapun harus menyemparkan untuk setidaknya berolahraga dengan mengangkat barbell (angkat beban), atau olahraga lainnya yang sangar berbau
lakilaki.
Hal ini memberikan makna bahwa menjaga bentuk tubuh merupakan faktoryang penting dilakukan oleh seorang
lakilaki
jika ingin memiliki tubuh yang atletisdan banyak disukai perempuan.
Berdasarkan
hal itulah
maka peneliti menganggapperlu
adanya penelitiantentang pemahaman khalayak mengenai pemaknaan sebuah
arti
kata maskulinitasdalam
iklan LMEN.
Penelitianini
akan mencoba melihat mengenai pencitraan maskulinitas yang sebenarnya. Dalam penelitianini,
informandipilih
berdasarkanlatar
belakangdan
kelas sosial merekayang
berbeda-beda.Laki-laki
kalanganmenengah ke atas dan menengah ke bawah dijadikan sebuah pembanding dalam
memahami sebuah iklan yang sama, yaitu L'MEN.
StanleyJ. Baran (2010: 304) mengarakan bahwa Reception merupakan sebuah
pendekatan kepada khalayak, sedangkan khalayak lebih bersifat polisemi. Polisemi
sendiri adalah kata-kata yang memiliki makna arau arti lebih dari satu karena adanya
banyak komponen konsep dalam pemaknaan suatu kata. Khalayak akan memahami
suatu
hal
sesuai apa yang mereka tangkap dan pahamidari
sebuahtela.
Inilah mengapa analisis pemaknaan dipakai dalam mengetahui laki-laki dalam memahamiteks maskuliniras yang terdapat didalam rHan
LMEN.
Berangkat dari pendahuluan diatas, penulis membuar rumusan masalah sebagai
berikut:
.
Bagaimanakah penerimaan penonton laki-laki kalangan menengah ke atas dan menengah ke bawah terhadap konsep maskulinitas pada iltJlan L'MEN ?,
serta.
Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi penerimaan lakiJaki kalanganG
xrx&rs*Pembahasan
l
Maskulinitas
Maskulinitas berkembang dari jaman ke jaman. Pada tahun sebelum tahun
1980-an, sosok
maskulin
muncul
melalui figur-figur
kelas pekerjayang
lebih mendominasi. Bentuk tubuh hasil dari pekerja buruh dan perilaku kebapakan adalahsisi kemaskulinitasan mereka. Memasuki tahun 1980-an, maskulin hadir bukan lagi
sebagai lakiJaki utood.spic? lagi. Melainkan mereka hadir sebagai neta man.3 Laki-laki
mulai
dijadikan obyekuntuk
sesuatu hal yang bersifat narsis. Laki-laki dijadikan obyek seksual dalam berbagai jenis produk. Inilah yang mencoba ditawarkan oleh L'MEN.Perkembangan maskulinitas memasuki dekade 1990,
laki-laki cenderung
mementingkan
leisuretime. Laki-laki
senang bersenang-senang,minum
bir, menonton sepak bola, melakukan hubungan seks, bahkan membuat lelucon-lelucon yang merendahkan martabat seorang perempuan. Laki-laki pada dekadeini
lebih menyatakan diri mereka sebagai seseorangyang konsumtiftetapi dalam bentuk yanglebrh macho.a Memasuki tahun 2000-an gejala
lakiJaki
semakinmuncul dengan
terminologi-terminologi baru. Jika pada dekade 80-an homoseksual sudah sangat
berkembang, dalam era
ini
muncul pria baru dengan istilah metroseksual. Laki-lakimetroselsual adalah semaca m socialite (orang-orang yang senang bergaul bergengsi). Laki-laki metroseksual cenderung senang berpenampilan rapi dan gemar berdandan.
Laki-laki
ini
biasanya beradapada
kalangan menengahke
atasyang
bersifat perfeksionis, peduli terhadap diri sendiri, mempunyai kecenderungan hidup teraturdan menyukai detail secara terperinci.
Lakilaki
metroseksual berbeda dengan banci. Banci adalahlaki-laki
yang menyerupai seorang perempuan, sedangkan metroseksual adalah tetap berpenampilanlakilaki.
Mereka lebih menggunakan ltassion dan fashions sebagai gaya hidup kelasmenengah ke atas. Itulah perkembangan maskulinitas dari jaman ke jaman, dan hal
2 Woodspice merupakan sebutan untuk laki-taki yang mempunyai bentuk tubuh darj hasiI pekerjaan atau pekeria kasat Sebutan ini tebih menuju kepada laki-laki keLas pekerja dan maskutin tradisional seperti buruh, kuli bangunan, dlt (Beynon,2002:98).
3 New Man adatah qotongan taki-taki yang mempunyai 2 anggapan, yaitu laki-Laki menjatani sifat alamiahnya seperti perempuan yang mempunyai rasa perhatian, ketembutan dan [aki-taki menganut komersiatisme terhadap maskulinitas dan konsumerisme ( Beynon,2002: 1 1 5)
4 Macho adatah seorang taki-taki yang agresrf dan bangga dengan sifat ketaki-takiannya (http://oxforddictionaries. com/definition/macho?q=macho diakses tanggat 29 Januari 2012 Pukul 12,00 WIB )
s t*s" ? xexemb*n"i'dfi
rh
tersebut memicu
timbulnya
pencitraan konsep maskulinitas dalam sebuah mediayang dikemukakan
oleh
Beynon (2002:98-115) yang melakukankajian
rentangmaskulin dalam bukunya " Masculinities
and
Cuhure". Sosoklakilaki
maskulin tradisional pada akhirnya telah tergeser oleh sosok-sosoklakilaki
lembut
sepertiyang ditampilkan dalam berbagai iklan. Seperti halnya iklan
LMEN,
iklanini
hadirdengan menawarkan sosok laki-laki lembut atau metrosehsual. Dengan adanya iklan tersebut, konsep maskulinitas selalu diartikan ulang secara rerus menerus dan yang
paling utama saat
ini adalah
maskulinitas berusahauntuk
diyakini
melalui cirra-citra maskulin yang dibawakan oleh model laki-laki dalam iklan. Halini
berdampaksebuah konstruksi sosial yang berubah mengenai gender.
Terdapat
7
poin
penting dalam pembahasan maskulinitas menurut Conneldalam Baron dan Kotthoff (2001:14l-142). Pada
poin
pertama Muhiple Masculinity, menjelaskan bahwa konsep maskulinitas dibentuk berdasarkan perbedaan konsep yang terjadi dalam suatu budaya tertentu. Pada poin ke-dua Hierarchlt and Hegemony,menjelaskan bagaimana konsep maskulinitas tersebut
dibentuk
karena adanyasuatu kebudayaan yang terjadi
di
beberapa tempat, lembaga maupun instansi yangada disuatu daerah.
Dari
beberapa temparinilah
terbentuk suatu dominasi atauhegemoni maskulinitas. Hal
ini
dapat terjadi disuatu lembaga maupun perkantoran dimana posisi seorang atasan sebaiknya adalah laki-laki karena dipandang memilikikemampuan yang lebih disbanding perempuan. Konsep
ini
merupakan suatu bentuk hegemoni maskulinitas yang terjadi di dalam masyarakat secara umum.Pada
poin
ke-tiga Collectiue Masculinity, menjelaskan bagaimana suatu sifatmaskulinitas
itu
terbentuk dalam suatu masyarakat.Ciri
maupun sifat maskulinitastidak begitu saja hadir dalam suatu intera.lrsi sosial tetapi perlu adanya
srrtu
shareyang ter.iadi didalam kelompok sosial. Dari adanya interaksi sosial
ini
maka munculbeberapa
ciri
dari maskulinitas yang manaciri
tersebut menjadi generalisasi yangumum dalam masyarakat. Padapoin ke-empat Bodies asArenas, menjelaskan bagaimana
suatu bentuk
tubuh
seseorangitu
menjadi sangat penting dalam mencerminkan sifat maskulinitas. Tirbuh seorang laki-laki yang berotot, kekar serta kuat dianggapmenjadi sesuatu yang penting untuk menunjukkan identitas diri seorang maskulinitas.
Dalam pembahasan
ini, L'MEN
adalah sebuah iklan yang menjadikan tubuh sebagai cerminan maskulinitas seorang laki-laki.Poin kelima,4ctiae Construction, meryelaskan bagaimana suatu konsep gender
ini
ditunjukkan mengenaike enam Diuision, menjelaskan bahwa maskulinitas
itu
terbagi menjadi ke beberapabentuk. Hal
ini di
dasarkan karena maskulinitas dapat terjadi dan ditemukan dalambeberapa aspek kehidupan.
Dan
padapoin terakhir
dalam7
poin
penting dalammaskulinitas add,ah Dynamic. D1 dalam
poin
terakhirini
menjelaskan bagaimanamaskulinitas dapat di konstruksikan sesuai dengan perubahan jaman
Dari beberapa poin penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa maskulinitas dapat
terjadi
dan
terbentuk
karena adanya suatu interaksiyang
terjadi
dalamlingkungan sosial. Selain
itu
maskulinitas merupakan suatu sebutan yang tidak mudak terjadi dalamdiri
seorang laki-laki, karena maskulinitas tercipta karena suatuhegemoni sosial yang terjadi dalam suatu masyarakat.
Untuk
itulah konsepini
slaluberkembang seiring dengan perkembangan jaman.
Penelitian Khalayak (Audience Analysis)
Televisi, teks dan penonton mempunyai keterkaitan satusama lain' Televisi perlu
dipahami dalam hal teks atau program bahkan iklan, dan semua itu berhubungan erat
dengan teks yang dimaknai oleh penonton. Seperti yang kita ketahui bahwa media
massa
itu
besar. Dalam lingkupannya, media massa memberikan berbagai informasidari segala kalangan,
umu!
ataupun gender. Jika dilihat dari segi pengaruhnya, mediamassa juga memberikan pengaruh dalam penyampaian ideologi-ideologi baru kepada
khalayak. Media massa memberikan kontribusi yang besar sebagai
dat
komunikasi. Media dan khalayak, keduanya adalah bagian dari mayarakat yang lebih besar dan keduanya dipengaruhi oleh peristiwa di dalam lingkungan tersebut.Khalayak sendiri mempunyai karakteristik yaitu khalayak pasif dan khalayak aktif.
Ini
semua sebenarnya merupakan penjelasan lebih lanjut tentang marltre uses andgratifcatioz
(konsep khalayak):
notuhat
do media do to the people, but zuhatdo people do media
(McQuail,
1983). Pada pernyataan peftama '. not what do mediado to the people, saat itulah dapat dikatakan bahwa khalayak dianggap pasif. Karena
khalayak dilihat sebagai obyek dampak dari sebuah media, baik saat terkena dampak
secara kuat maupun terbatas. Khalayak pasif dipahami sebagai masyarakat yang dapat
dengan mudah dipengaruhi oleh arus langsung media.
Menurut
Fiske (1995: 16)khalayak pasif didefinisikan sebagai kelompok yang pasif, sekelompok orang yang
homogeny, pada dasarnya identik, mereka menerima pesan makna dan ideologi yang
Pada but uthat do people dn media,l<halayak ditempatkan sebagai audience aktif.
Karena penonton bukanlah orang yang bodoh dan menerima mentah-mentah begitu
saja. Penonton
aktif cenderung
mempunyai jangkauan makna yang luas sehinggamereka
akan
menciptakan pandangan merekasendiri
berdasarkan pengalaman mereka. Dalamhal
ini
penonton adalah sebagai produsen aktif yang memaknaikontels kultural mereka sendiri-sendiri.
Berikut
ini
adalah beberapa tipologi khalayak aktifyangdiungkapkan Biocca (dalamJunaedi,2007:82-83).Pandangankhalayakpasifmemahami bahwamasyarakatdapat dengan mudah dipengaruhi oleh arus langsung dengan media, sedangkan
pandangan khalayak
aktif
menyatakan bahwa khalayakmemiliki
keputusanaktif
tentang bagaimana menggunakan media.
"Tipologi yang perrama adalah selekdfitas ( sehctiuity). Khalayak dianggap
aktif
dimana
saar mereka selektifdalam
mengkonsumsi media yang merekapilih
untuk
digunakan. Merekatidak
asal da-lam mengkonsumsi media, namun didasari alasan dan rujuan tertentu. Tipologi yang keduaadalah utilitarianisme (utilitarianism) dimana khalayak
aktif dikatakan
mengkonsumsi media dalam rangka suatu kepentingan untuk memenuhikebutuhan
dan tujuan
rerrentu yang
merekamiliki.
Tipologi
yangketiga adalah intensionalitas (intensionality), yang mengandung makna penggunaan secara sengaja
dari
isi
media.Tipologi
keempat adalah keikutsertaan (involvement) atau usaha, maksudnya khalayak secaraaktif
berfikir mengenai alasan mereka dalam mengkonsumsi media. Dan tipologiyang terakhir adalah khalayak aktifdipercaya sebagai komunitas yang tahan
dalam menghadapi pengaruh media ( imperuious to influence ), atau tidak
mudah dibujuk oleh media
itu
sendiri."3. Analisis Resepsi
Analisis resepsi merupakan
suatu
catay^ng
dilakukanuntuk memahami
bagaimana pemaknaan pesan yang diterima oleh khalayak dalam menentukan isi arauteks dari suatu pesan media. Menurut Eoin Devereux (2003: 138-140) menjelaskan
bahwa resepsi analisis adalah tipe penelitian yang fokus mengenai pemaknaan pesan
fr
x,K6*rsIni
berarti media merupakan suatu alatuntuk
memberikan segala informasi dan pemaknaan terhadap pesan yang mereka ingin sampaikan terhadap khalayak.Pesan-pesan tersebut kemudian dapat kita ketahui melalui resepsi analisis tentang sejauh
apa dan bagaimana khalayak memaknai sebuah informasi yang disampaikan oleh
media.
Hal
terpenting dalam analisis resepsiini adalah
bagaimana suatu audiencememaknai suatu informasi dari media untuk kemudian dipahami dalam kehidupan
sehari-hari.
Pemaknaan sebuah pesan yang dilakukan oleh seorangaudiencajuga didasarkan pada faktor sosial yang dimilikinya.
Ini
dijelaskan oleh Croteau dan Hoyness (2003:278)
yang menyatakan bahwa status sosial memberikan pengaruhyang
cukupbesar
untuk
mempengaruhi penilaian pemaknaan terhadap pesan. Sebagai contoh bagaimana orang memaknai sebuah pesandalam
ikJan LMENyang
notabene merupakan minuman yang dapat merubah bentuk tubuh seorang lelaki sesuai denganapa yang mereka kerjakan. Dalam iklan
ZMEN
cendertng menggunakan pemaknaanpesan untuk status sosial menengah ke atas dimana sasaran dari iklan
ini
adalah kaum laki-laki yang notabene bekerja dikantoran yang tidak memiliki banyak waktuuntuk
berolah raga secara teratur. Pemaknaan terhadap iHan
LMEN
juga akan berbedaketika iklan tersebut dimaknai oleh laki-laki kalangan menengah ke bawah. Selain
4. Encoding-Decoding
Gambar
I
Model Komu nikasi Encoding Decoding
Program sebagai wacana
f
yansbermakn"
I
encoding
struktur-struktur makna 1
kerangka pengetahuan kerangka pengetahuan
hubungan produksi hubungan produksi
inftastuktur teknis infrastruktur teknis
Sumber: Stuart Hall (1987:165)
Makna yang diproduksi oleh pembuat
iklan
atau produsen (proses encoding struktur-struktur maknal), dibuat
berdasafkan adanya sebuah kerangka pengetahuan. Dalam kerangka pengetahuanini, momen produksi media dibingkai
seluruhya oleh makna,makna dan ide-ide dari pihak pembuat iklan. Kenapa harus maskulinitas yangdibicarakan, kenapa harus maskulinitas yang diangkat dalam kemasan iklan tersebut'
Inilah yang akan menghubungkan konsep iklan-iklan tersebut terhadap visi dan misi
dari sang produsen. semua pengetahuanyang menyangkut rutinitas produksi dibangun
dari sebuah keahlian teknis, ideologi profesional, pengetahuari institusional, definisi dan asumsi renrang khalayak dan seterusnya membingkai komposisi Progfam melalui
struktur produksi
ini.
Hal
ini
yang kemudian dibingkai melalui sebuah hubungan produksi. Melibatkan hubungan antara sutradara pembuatan iklan tersebut dengan seofang produser. Diantara keduanya pasti akan terdapat beberapakesepakatan-kesepakatan dalam menciptakan sebuah teks berdasarkan ideologi mereka masing'
masing. Iklan yang dibuat ada pengaruhnya dengan produsen.
Di
setiap scene akan [image:27.595.79.560.92.486.2]Dengan demikian pihak produsen sudah menentukan bagaimana sebuah peristiwa
sosial 'mentah' yang akan diencodinglan dalam wacana.
Setelah proses encodingberjalan, maka akan dihasilkan sebuah program sebagai
wecanayeng bermakna. Dari makna yang tercipta, maka akan dimaknai kembali oleh
penonton berdasarkan kerangka pengetahuan dan infrastruktur teknis mereka masing-masing (dari mana khalayak mengerahui
iklan
tersebut). Berbedalatar
belakang,status sosial, jenis pekerjaan maka makna yang mereka hasilkanpun akan
berbeda-beda. Khaiayak mempunyai hubungan dengan pihak produksi. Dalam hubungan produksi para pihak produksi menginginkan decoding yang sama dengan encoding, namun hasil yang akan didapat adalah berbeda dan berubah-ubah ditentukan oleh
kondisi eksistensi yang berbeda. Dalam proses ecoding dan decoding Satart Hall akan
timbul
3 posisi penonton. Yaitu dominan hegemonik, negosiasi, dan oposisi. Posisipertama
yaitu
dominan hegemonik. Posisiini
terjadi dimana khalayak menerima makna yang dikehendaki dan diterima secarauruh
apa adanya. Pada posisi kedua disebut sebagai negosiasi. Posisiini
merupakan posisi mayoritas. Posisiini
mengakuiadanya legitimasi kode hegemonik secara abstrak namun versi ideologi dominan
ini dinegosiasikan
oleh kontradilai-kontradiksi meskipun ini hanya pada kejadian tertenru yang dibawa menuju visibilitas penuh.Dalam posisi
ini
khalayak membuat aturannya sendiri dan mengadaptasinyasendiri sesuai dengan situasi tertentu. Sehingga khalayak mempunyai penafsirannya
sendiri dalam memahami sebuah teks. Hipotesis yang ketiga adalah oposisi. Dalam posisi
ini,
merupakan posisi yang diduduki khalayak yang mengakui kode wacana teleuisual yang disampaikan, tetapi memutuskan untuk melakukan dccoding dalamsebuah kerangka acuan alternatif. sehingga pada posisi
ini
dapat dikatakan bahwakhalayak melakukan encoding namun tidak menerima dan menolaknya.
Jenis penelitian yang
sesuai dengan permasalahanyang
diangkat
olehpeneliti adalah kualitatif. Tirjuan dari penelitian kualitatif tidak selalu memberikan sebab-akibat tetapi lebih berupaya memahami siruasi tertentu
untuk
sampai padasuatu kesimpulan yang
oblektif.
Penelitiankualitatif
berupaya mendalami gejaladengan menginterpretasikan masalah atau menyimpulkan kombinasi dari berbagai
permasalahan sebagaimana disajikan
oleh
situasinya (Moloeng, 1990:5). Dalampenelitian
ini
seorang peneliti harus dapat menggalilebih
mendalam informasi-informasi yang dibutuhkan dalam penelitiannya melalui wawancara secara mendalamS
ffl!.2
ilnuem&*
h
1.
Model Analisis DataMetode yang digunakan dalam penelitian
ini
adalah analisis resepsi dimanadalam metode
ini
teori
berbasis pada penerimaan khalayak yang berfokus pada bagaimana khalayak memaknai sebuah konten (Baran, 2010:303). Khalayak mediadifokuskan pada apa dan bagaimana penonton berinteraksi dengan media. Karena
penonton bukanlah khalayak yang pasif.
Teknik Pengumpulan Data
Menggunakan
teknik
wawancara secara mendalamatat
in
depth interuiewdan
memperolehdata
dari
menggunakanstudi
pustaka(buku-buku, witter,
internet). \Tawancara merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
oleh
seseoranguntuk
mendapatkan suatu informasi dara yang diinginkan dari seorang informan. \Tawancara merupakan salah satu bentuk komunikasi yang dilakukan antara duaorang, yaitu seseorang yang ingin memperoleh informasi dengan seorang narasumber.
Informasi yang
ingin
di
dapatkan dapat dilakukan dengan mengajukan satu ataulebih pertanyaan sesuai dengan data yang dibutuhkan oleh seorang.
3.
Teknik
PengambilanInforman
Menggunakan Iima informan dari kelas sosial yang berbeda. Informan pertama bernamaTedy Muslich berprofesi sebagai penyiar radio dan model, Febryan Destianto
adalah seorang mahasiswa yang mempunyai profesi sampingan sebagai ueb rrtaher, Erwin Pambudi adalah seorang pegawai kantoran, Hariyanto mewakili sosok pekerja kelas bawah yang berprofesi sebagai kuli, dan Yoga (bukan nama sebenarnya) sebagai
sosok gay yang bekerja di salah satu cafe Yogyakarta.
A.
Encoding-
Konstruksi
Media (IklanZ'MEII)Tethadap
MaskulinitasEncoding menurut
Hall
(dalam Barker, 2009: 287)yaitr,
"sebagai artikulasid6:
HEK&T&xldengan cara y^ng berbeda." Dari definisi tersebut dapat kita pahami bahwa encoding merupakan suatu proses yang menjelaskan bagaimana suatu produk
itu
dibuat oleh pembuat iklan atau produsen berdasarkan pada cara pandang yang dimaknai olehsi produsen dengan tujuan tertentu.
Iklan
merupakan sebuah sistem tanda yang terstruktur menurut kode-kode yang merefleksikannilai-nilai
tertenru, sikap, dan keyakinan tertentu. Setiap pesan yang disampaikan dalam sebuah iklan memiliki dua makna tingkatan yaitu maknayang dikemukak an secara ehElisif dipermtkaan makna danimplisil
di balik permukaan tampilan makna (Noviani,2007:79). Dalam sebuah iklan pemaknaan cenderung b ersifat ehEresif dan impresif yang aman secara ehspresif ditunjukkan melalui penyampaian pesan secara benar serta baik dari produsen ke dalam sebuah produk iklan yang dibuatnya. Sedangkan secara impresifmakna pesan dalam sebuah iklan dapat slalu diingat oleh khalayak dan berkesan simpatik.PT. Nutrifood merupakan salah satu perusahaan besar di Indonesia. Perusahaan
ini berdiri
pada tahun 1979 dengan produk makanan dan minuman kesehatan yang berkualitas tinggi dan memiliki jaringan distribusi yang tersebar di seluruh Indonesia. Perusahaanini
memiliki
moro " Inspiring
a
Nutritious
Life"
sehingga berbagaiproduk keluaran perusahaan ini mengandung berbagai macarn
nutrisi
kesehatan yang menjadikan kehidupan manusia lebih baik. Berbagai produk kesehatan yang dikeluarkan oleh PT Nutrifood seperti Nutrisari,VRB
Tiopicana Slim, Diabetamil,Hilo
dan LMEN. (Company Profile PT. Nutrifood Indonesia). Ti-rjuan diproduksinya susuLMEN
sendiri adalah belum adanya produk susu yang mengkhususkandiri
di bidang susu
pembentukan tubuh. Dengan adanya peluangini
serta kemampuan untuk mengembangkan bisnis dan untuk mendapatkan keuntungan. Selainitu
PT. Nutrifood mencoba mencari peluang pasar pada pasar kelas menengah ke atas, yang mempunyai kecenderungan menjalankan pola hidup sehat.Tirbuh
ideal yang digambarkan olehLMEN
menjadi sebuah gaya hidup(hf,
rylr)
terhadap sosok laki-laki baru yang disebut dengan istilah metroseksual yang mencoba ditawarkan kepada konsumen. Denganmemiliki
tubuh yang ideal tersebut, laki-laki dapatmemiliki
kepuasan bagi pribadinya sendiri bahkan dalam kepentingannyauntuk
menarik lawan jenis. Berbagai versi iklan dariLMEN
telahdiproduksi
dari
tahun
ke
tahun.
Penulis mengangkatiklan
LMEN
versi "Eyes6 7 8 9
EkspLisit : jetas, terang, gambtang, (Kamus itmiah. Pius dan M.Dahtan, 1994)
lmptisit artinya suatu makna yang terkandung didatam konteks iktan, (Kamus itmiah. Pius dan M.DahLan, 1994) Ekpresif artinya sesuatu yang memitiki banyak arti, penuh arti yang tersembunyi didaLam konteks sebuah katimat atau perkataan (Kamus ilmiah. Pius dan M.Dahlan, 1994)
;t rl&. a
ilsucmh**""4.dii'h
On You" dan "Time Flies" karena pada intinya ke dua
iklan
tersebut mempunyaikonstruksi yang sama mengenai maskulinitas seorang
lakilaki
dalam bentuk tubuhdan penampilan, hanya saja dikemas dengan model dan alur cerita yang berbeda.
[image:31.595.79.532.86.376.2] [image:31.595.73.539.410.674.2]l.
Encoding-Maskulinitas dalam Bentu