i
KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN ANTARA PERFORMANCE SEBAGAI
PEMIMPIN DISKUSI DENGAN KEMAMPUAN KOGNITIF
PADA MAHASISWA PENDIDIKAN DOKTER FKIK UMY
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh : ZAKIYAH ARROHMAH
20120310192
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
i
KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN ANTARA PERFORMANCE SEBAGAI
PEMIMPIN DISKUSI DENGAN KEMAMPUAN KOGNITIF
PADA MAHASISWA PENDIDIKAN DOKTER FKIK UMY
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh : ZAKIYAH ARROHMAH
20120310192
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
ii
HALAMAN PENGESAHAN KTI
HUBUNGAN ANTARA PERFORMANCE SEBAGAI PEMIMPIN DISKUSI DENGAN KEMAMPUAN KOGNITIF PADA MAHASISWA
PENDIDIKAN DOKTER FKIK UMY Disusun oleh :
ZAKIYAH ARROHMAH 20120310192
Telah disetujui dan diseminar pada tanggal 31 Desember 2016 Dosen Pembimbing Dosen Penguji
Dr.dr.Wiwik Kusumawati, M.Kes dr.Dirwan Suryo Soularto, Sp.F., M.Sc NIK : 173018 NIK : 173047
Mengetahui,
Kaprodi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Zakiyah Arrohmah
NIM : 2012031092
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Judul Penelitian : Hubungan Antara Performance sebagai Pemimpin
Diskusi dengan Kemampuan Kognitif pada Mahasiswa Pendidikan Dokter FKIK
UMY
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis
ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir Karya Tulis Ilmiah ini
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis
Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Yogyakarta, 31 Desember 2016
Yang membuat pernyataan,
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wa rohmatullohi wa barokatuh
Alhamdulillahi robbil „alamin, segala puji kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-nya dan memberi kemudahan, kekuatan serta
kelancaran dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Sholawat serta salam
senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga dan para sahabat yang
telah membawa ilmu pengetahuan di muka bumi ini.
Karya Tulis Imiah yang berjudul “Hubungan Antara Performance sebagai
Pemimpin Diskusi dengan Kemampuan Kognitif pada Mahasiswa Pendidikan
Dokter FKIK UMY” ini tidak akan terealisasi tanpa bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu penulis, terutama kepada:
1. dr. Ardi Pramono, Sp.An, M.Kes, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2. dr.Alfaina Wahyuni,Sp.OG, M.Kes, selaku ketua Program studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
3. Dr.dr.Wiwik Kusumawati, M.Kes, sebagai dosen pembimbing yang telah
bersabar dan bersedia membimbing, meluangkan waktu serta memberikan
arahan kepada penulis dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini
4. dr.Dirwan Suryo Soularto, Sp.F sebagai dosen penguji dan dosen
pembimbing akademik penulis
5. Keluarga tercinta penulis: umi Marijati, abi Aris, Firda, Fira dan Fursan
yang telah memberikan dukungan moral maupun materiil agar penulis
segera menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini
6. Suami dan anak penulis: mas Acep dan Adzkiya yang mengikhlaskan
waktunya agar penulis dapat segera menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini
v
7. Keluarga besar penulis: mamah Ining, bapak Hartono, mbah Surono,
amah Endang, ami Seno, Muna dan Farrozan
8. Teman-teman yang telah bersedia direpotkan penulis: Fadhila, Ontivia
dan Salma
9. Para responden dan kosema angkatan 2013-2016
10.Teman-teman Amira Medical Club dan kelompok bimbingan KTI yang
selalu mendorong agar segera bisa menyusul untuk menjadi dokter muda
11.Dan pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah ini namun tidak dapat dituliskan satu persatu, penulis
sekali lagi mengucapkan jazakumullah khairan katsiran.
Semoga seluruh bantuan yang telah diberikan menjadi catatan
amal jariyah di sisi Allah SWT. Penulis menyadari bahwa Karya Tulis
Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya dengan segala kerendahan
hati, penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermafaat
untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Aaamin ya Robbal „alamiin.
Wassalamualaikum wa rohmatullohi wa barokatuh
Yogyakarta, 31 Desember 2016
vi DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
ABSTRACT ... ix
INTISARI ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
E. Keaslian Penelitian ... 5
BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Kepemimpinan ... 9
B. Tantangan dalam Memimpin Diskusi Tutorial ... 23
C. Kemampuan Kognitif ... 24
D. Kerangka Konsep ... 27
E. Hipotesis ... 28
BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 27
A. Desain Penelitian ... 27
B. Populasi dan sampel ... 27
C. Variabel dan Definisi Operasional ... 28
vii
E. Cara Pengumpulan Data ... 31
F. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 32
G. Analisa Data ... 36
H. Keterbatasan Penelitian ... 36
I. Etika Penelitian ... 37
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN ... 39
A. Hasil Penelitian ... 39
B. Pembahasan ... 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 50
A. Kesimpulan ... 50
B. Saran ... 50
LAMPIRAN ... 54
Lampiran 1. Lembar Inform Consent dan Kuesioner ... 54
Lampiran 2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 59
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Definisi Operasional Variabel………29
Tabel 2. Nilai Kuesioner Kepemimpinan Transaksional (Uji Validitas dan
Reliabilitas………34
Tabel 3. Nilai Kuesioner Kepemimpinan Transformasional (Uji Validitas dan
Reliabilitas)………...…….35
Tabel 4. Karakteristik Responden………40
Tabel 5. Rata-rata nilai minikuis pada kelompok mahasiswa yang pernah menjadi
pemimpin diskusi………...42
Tabel 6. Rata-rata nilai minikuis pada kelompok mahasiswa bukan pemimpin
diskusi………...……….42
Tabel 7. Nilai Kuesioner Kepemimpinan Transaksional………43
ix ABSTRACT
Background : One concepts in the theory of Five Star Doctor is to be a community leader. It shows as a doctor is important to have leadership skills. The ability to lead can be seen in tutorial activities, namely into the discussion leader. In order for the group dynamics goes well, the discussion leader should have a good understanding of the tutorial material that can increase the value of their value of miniquiz too. This study was conducted to determine the relationship of performance as a leader discussions with cognitive abilities in students.
Methods : This research used an observational analytic method with cross sectional study used a modified transformational and transactional leadership questionnaires . The study involved 58 students of Medical Education Faculty of Medicine and Health Sciences, University of Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK UMY) as the respondents. The respondents were divided into 31 students who had been the discussion leader and 27 students who had never been discussion leader. Data analysis was performed using Spearman correlation test.
Result : This research had result the performance as the discussion leader is not related to cognitive abilities in students. The correlation coefficient 0,111 for the transformational leadership and the transactional leadership is 0.103 which means "very low".
Conclusion : There is no relationship between performance as a leader discussions to cognitive abilities in students of Pendidikan Dokter FKIK UMY
x INTISARI
Latar Belakang : Salah satu konsep Five Star Doctor adalah menjadi pemimpin komunitas. Hal ini menunjukkan seorang dokter penting untuk memiliki kemampuan kepemimpinan. Kemampuan kepemimpinan dapat terlihat pada kegiatan tutorial yaitu menjadi pemimpin diskusi. Agar dinamika kelompok berjalan dengan baik, pemimpin diskusi seharusnya memiliki pemahaman yang baik terhadap materi tutorial sehingga bisa meningkatkan nilai minikuisnya pula. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan performance sebagai pemimpin diskusi dengan kemampuan kognitif pada mahasiswa.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan rancangan cross sectional study menggunakan kuesioner kepemimpinan transformasional dan transaksional yang dimodifikasi. Penelitian ini melibatkan 58 mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK UMY) sebagai responden. Responden terbagi menjadi 31 mahasiswa yang pernah menjadi pemimpin diskusi dan 27 mahasiswa yang belum pernah atau sedang tidak menjadi pemimpin diskusi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji korelasi
Spearman.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan performance sebagai pemimpin diskusi tidak berhubungan dengan kemampuan kognitif pada mahasiswa. Sedangkan untuk koefisien korelasinya sebesar 0.111 untuk kepemimpinan transformasional dan 0,103 untuk kepemimpinan transaksional yaitu hubungan yang sangat rendah.
Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara performance sebagai pemimpin diskusi dengan kemampuan kognitif pada mahasiswa Pendidikan Dokter FKIK UMY.
ix ABSTRACT
Background : One concepts in the theory of Five Star Doctor is to be a
community leader. It shows as a doctor is important to have leadership skills. The ability to lead can be seen in tutorial activities, namely into the discussion leader. In order for the group dynamics goes well, the discussion leader should have a good understanding of the tutorial material that can increase the value of their value of miniquiz too. This study was conducted to determine the relationship of performance as a leader discussions with cognitive abilities in students.
Methods : This research used an observational analytic method with cross
sectional study used a modified transformational and transactional leadership questionnaires . The study involved 58 students of Medical Education Faculty of Medicine and Health Sciences, University of Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK UMY) as the respondents. The respondents were divided into 31 students who had been the discussion leader and 27 students who had never been discussion leader. Data analysis was performed using Spearman correlation test.
Result : This research had result the performance as the discussion leader is not related to cognitive abilities in students. The correlation coefficient 0,111 for the transformational leadership and the transactional leadership is 0.103 which means "very low".
Conclusion : There is no relationship between performance as a leader
discussions to cognitive abilities in students of Pendidikan Dokter FKIK UMY
x
kemampuan kepemimpinan. Kemampuan kepemimpinan dapat terlihat pada kegiatan tutorial yaitu menjadi pemimpin diskusi. Agar dinamika kelompok berjalan dengan baik, pemimpin diskusi seharusnya memiliki pemahaman yang baik terhadap materi tutorial sehingga bisa meningkatkan nilai minikuisnya pula. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan performance sebagai pemimpin diskusi dengan kemampuan kognitif pada mahasiswa.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan rancangan cross sectional study menggunakan kuesioner kepemimpinan transformasional dan transaksional yang dimodifikasi. Penelitian ini melibatkan 58 mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK UMY) sebagai responden. Responden terbagi menjadi 31 mahasiswa yang pernah menjadi pemimpin diskusi dan 27 mahasiswa yang belum pernah atau sedang tidak menjadi pemimpin diskusi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji korelasi
Spearman.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan performance sebagai pemimpin diskusi tidak berhubungan dengan kemampuan kognitif pada mahasiswa. Sedangkan untuk koefisien korelasinya sebesar 0.111 untuk kepemimpinan transformasional dan 0,103 untuk kepemimpinan transaksional yaitu hubungan yang sangat rendah.
Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara performance sebagai pemimpin diskusi dengan kemampuan kognitif pada mahasiswa Pendidikan Dokter FKIK UMY.
1 BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Spillane pada tahun 2006 menyatakan bahwa pemimpin itu agen
perubahan dengan kegiatan mempengaruhi orang-orang lebih daripada pengaruh
orang-orang tersebut kepadanya. Robbins pada tahun 2006 menyatakan
kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi kelompok untuk menuju
pencapaian sasaran, Kartono pada tahun 2005 mengatakan kepemimpinan adalah
kemampuan untuk memberikan pengaruh konstruktif kepada orang lain untuk
melakukan suatu usaha kooperatif mencapai tujuan yang sudah direncanakan.
Berdasar perspektif dari dokter, kepemimpinan ditandai dengan
pengalaman individual sebagai dokter dan kesadaran terhadap peran
kepemimpinan dalam pelayanan kesehatan serta memberikan keteladanan baik
untuk memulai bekerja kolaboratif maupun mengambil tindakan yang tepat agar
dapat meningkatkan kerja tim dan mengubah sistem jika diperlukan untuk
kepentingan pasien.
Terlepas dari banyaknya cara untuk membuat konsep kepemimpinan,
komponen berikut bisa diidentifikasi sebagai pusat fenomena tersebut: a)
kepemimpinan adalah proses, b) kepemimpinan melibatkan pengaruh, c)
kepemimpinan terjadi di dalam kelompok, d) kepemimpinan melibatkan tujuan
yang sama. Dengan didasarkan pada komponen ini, definisi berikut tentang
individu mempengaruhi sekelompok individu untuk mencapai tujuan bersama
(Northouse, 2013).
Kedudukan manusia dimuka bumi ini adalah sebagai khalifah Allah atau
pengganti Allah, yang diberi tugas untuk memelihara dan melestarikan alam,
mengambil manfaat, serta mengelola kekayaan alamnya sehingga terwujud
kedamaian dan kesejahteraan segenap manusia. Seperti dalam firman Allah pada
surat Al-Baqoroh ayat 31:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”
Pada umumnya para klinisi junior di rumah sakit merasa kurang siap
dalam menghadapi pekerjaan pertama mereka di rumah sakit. Dokter-dokter baru
perlu mempunyai sifat-sifat kepemimpinan klinis sejak awal karena tuntutan
pelayanan kesehatan modern saat ini menjadi sangat kompleks, membutuhkan
keahlian dan kompetensi dokter untuk memberikan pelayanan klinis yang
berkualitas, serta menuntut dokter untuk bekerja dalam tim yang bersifat
multidisipliner. Kepemimpinan klinis perlu diukur pada para klinisi baru sebelum
mereka bekerja di rumah sakit, karena transisi dari seorang mahasiswa menjadi
seorang klinisi baru adalah tahapan kritis dalam perjalanan karir mereka.
3
berbagai negara maju. Kepemimpinan klinis telah dinyatakan sebagai faktor
utama yang berpengaruh terhadap kualitas pelayanan pasien. Pada tingkat
organisasi, staf yang mempunyai kepemimpinan klinis akan dapat beradaptasi dan
mengatasi perubahan lingkungan yang terjadi. Pada tingkat individu,
kepemimpinan klinis dapat mengembangkan dan memperbaiki pengetahuan dan
keahlian individu tersebut. Pada tingkat pasien, kepemimpinan klinis dapat
meningkatkan respon terhadap kebutuhan pasien dan kemampuan dalam
memenuhi kebutuhan.
West, dkk. pada tahun 2015 menjelaskan bahwa ada bukti yang jelas
tentang hubungan antara kepemimpinan dan berbagai hasil penting dalam
pelayanan kesehatan, termasuk kepuasan pasien, angka kematian pasien, kinerja
keuangan organisasi, kesejahteraan staf, keterlibatan, omset dan ketidakhadiran
kerja dan seluruh kualitas perawatan. Pentingnya kepemimpinan untuk seorang
dokter juga tercantum dalam Boelen pada tahun 1993 tentang dokter bintang lima.
Mampu menjadi pemimpin komunitas merupakan salah satu hal yang harus bisa
dilakukan oleh dokter selain menjadi penyedia layanan, pengambil keputusan,
komunikator dan manajer agar dapat menjadi dokter bintang lima.
Dari berbagai gaya kepemimpinan yang tersedia, peneliti memilih
menggunakan gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional daripada
gaya kepemimpinan yang lain agar dalam modifikasi kuesioner tidak terlalu
banyak. Selain itu gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional sendiri
merupakan gaya kepemimpinan yang bersifat mutually excusive yaitu seorang
dan dapat saling melengkapi sesuai Utomo pada tahun 2009 dalam penelitian
Munawaroh (2011).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan sangat
diperlukan oleh dokter. Salah satu kegiatan kepemimpinan dalam pendidikan
sarjana kedokteran adalah menjadi ketua tutorial dalam kegiatan tutorial. Tugas
ketua tutorial adalah mengatur jalannya diskusi, membimbing diskusi,
bertanggung jawab atas jalannya diskusi, penengah pendapat, dan menyimpulkan
diskusi pada pertemuan kedua. Apabila ketua tutorial tidak dapat menjalankan
tugasnya dengan baik dan tidak memahami materi tutorial maka dinamika dalam
kelompok tidak akan berjalan, anggota yang saling membantah pendapat atau
anggota yang hanya diam saja. Hal tersebut dapat mempengaruhi nilai akhir
tutorial. Oleh karena itulah, peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan
performance sebagai pemimpin diskusi dengan kemampuan kognitifnya.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan
permasalahan yang mendasari penelitian ini yaitu: Apakah terdapat hubungan
antara performance sebagai pemimpin diskusi dengan kemampuan kognitif pada
mahasiswa Pendidikan Dokter FKIK UMY?
C. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan umum yang
5
performance sebagai pemimpin diskusi dengan kemampuan kognitif pada
mahasiswa Pendidikan Dokter FKIK UMY.
Sedangkan dari perumusan masalah yang telah diuraikan di atas tujuan
khusus yang bisa didapatkan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui perbandingan kemampuan kognitif dari mahasiswa yang
pernah menjadi pemimpin diskusi dengan mahasiswa yang belum
pernah menjadi pemimpin diskusi.
2. Mengetahui perilaku kepemimpinan yang dipakai mahasiswa saat
menjadi pemimpin diskusi dengan teori Kepemimpinan Transaksional
dan Kepemimpinan Transformasional.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi mahasiswa Pendidikan Dokter FKIK UMY: Mengetahui cara
meningkatkan kemampuan kognitif
2. Manfaat bagi peneliti: Sebagai tambahan pengetahuan, wawasan dan amal
jariyah untuk penulis
E. Keaslian Penelitian
Dalam skripsi yang ditulis Purwaningrum tahun 2013 berjudul “Pengaruh
Dimensi Gaya Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kinerja Perawat di
RSUD Temanggung Jawa Tengah” didapatkan bahwa pengaruh dimensi
pengembangan intelektual lebih efektif dan memiliki pengaruh positif terhadap
peningkatan kerja perawat. Pengembangan intelektual dapat diterapkan oleh
kepala ruang kepada perawat pelaksana di bangsal untuk meningkatkan kinerja
adalah 70 perawat di RSUD Temanggung Jawa Tengah. Metode penelitiannya
adalah kuantitatif deskriptif non-exprimental. Hasilnya adalah pengaruh dimensi
pengembangan lebih efektif dan memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan
kinerja perawat. Penelitian yang akan dilakukan ini memiliki beberapa perbedaan
dengan penelitiantersebut yaitu variabel nilai tutorial. Sedangkan variabel yang
sama yaitu gaya kepemimpinan. Lalu sampelnya adalah mahasiswa Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK
UMY) yang pernah menjadi pemimpin diskusi di tutorial belum pernah menjadi
pemimpin diskusi di tutorial. Sedangkan jenis penelitian adalah observational
analitik dengan metode cross sectional. Dan hasilnya diharapkan bisa diketahui
apakah ada hubungan dari performance sebagai pemimpin diskusi terhadap nilai
tutorial.
Pada penelitian Hidayat tahun 2013 dalam skripsinya yang berjudul
“Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang dengan Motivasi Kerja Perawat
di RSUD Djojonegoro Temanggung Jawa Tengah” didapatkan bahwa ada
hubungan antara jenis gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala ruang
dengan peningkatan motivasi kerja perawat di RSUD Djojonegoro Temanggung
Jawa Tengah. Penelitian tersebut mempunyai variabel gaya kepemimpinan dan
motivasi kerja. Sampel penelitiannya adalah 45 perawat di RSUD Djojonegoro
Temanggung Jawa Tengah. Penelitiannya menggunakan rancangan penelitian
deskriptif analitik dengan metode penelitian cross-sectional. Penelitian yang akan
dilakukan ini mempunyai beberapa perbedaan dengan penelitian tersebut yaitu
7
kepemimpinan dan metode cross-sectional. Lalu sampelnya adalah mahasiswa
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
(FKIK UMY) yang pernah menjadi pemimpin diskusi di tutorial belum pernah
menjadi pemimpin diskusi di tutorial. Dan hasilnya diharapkan bisa diketahui
apakah ada hubungan dari performance sebagai pemimpin diskusi terhadap nilai
tutorial.
Dalam skripsi Arjuna pada tahun 2012 tentang “Pengaruh Kepemimpinan
Transformasional dan Transaksional Kepala Ruang Terhadap Kinerja Perawat di
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul” didapatkan gaya kepemimpinan
transformasional kepala ruang ternyata efektif dalam meningkatkan kinerja
perawat pelaksana. Sampel penelitian tersebut adalah 50 perawat di Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Bantul. Penelitian tersebut memiliki perbedaan dengan
penelitian ini yaitu variabel nilai tutorial, sedangkan variabel yang sama adalah
gaya kepemimpinan. Lalu sampelnya adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK UMY) yang
pernah menjadi pemimpin diskusi di tutorial belum pernah menjadi pemimpin
diskusi di tutorial. Dan hasilnya diharapkan bisa diketahui apakah ada hubungan
dari performance sebagai pemimpin diskusi terhadap nilai tutorial.
Dalam jurnal yang ditulis oleh Aarons, dkk. (2014) yang berjudul
Leadership and organizational change for implementation (LOCI): a randomized
mixed method pilot study of a leadership and organization development
intervention for evidence-based practice implementation disimpulkan bahwa
meningkatkan kinerja para anggotanya. Sampel penelitiannya adalah 12 pemimpin
dinas kesehatan dan 100 staffnya di California, USA. Variabel yang sama adalah
kepemimpinan, sedangkan perbedaan dari penelitian tersebut adalah variabel
perubahan organisasi. Lalu sampelnya adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK UMY) yang
pernah menjadi pemimpin diskusi di tutorial belum pernah menjadi pemimpin
diskusi di tutorial. Dan hasilnya diharapkan bisa diketahui apakah ada hubungan
9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Kepemimpinan
1. Pengertian
Menurut Robert dkk. Pada tahun 2002 bahwa pemimpin adalah seorang
yang diharapkan mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi, memberi
petunjuk dan juga mampu menentukan individu untuk mencapai tujuan organisasi.
Seiring dengan itu Spillane pada tahun 2006 menyatakan bahwa pemimpin itu
agen perubahan dengan kegiatan mempengaruhi orang-orang lebih daripada
pengaruh orang-orang tersebut kepadanya.
Robbins pada tahun 2006 menyatakan kepemimpinan adalah kemampuan
untuk mempengaruhi kelompok untuk menuju sasaran. Kartono pada tahun 2005
mengatakan kepemimpinan adalah kemampuan untuk memberikan pengaruh
konstruktif kepada orang lain untuk melakukan suatu usaha kooperatif mencapai
tujuan yang sudah direncanakan.
Berdasar perspektif dari dokter, kepemimpinan ditandai dengan
pengalaman individual sebagai dokter dan kesadaran terhadap peran
kepemimpinan dalam pelayanan kesehatan serta memberikan keteladanan baik
untuk memulai bekerja kolaboratif maupun mengambil tindakan yang tepat agar
dapat meningkatkan kerja tim dan mengubah sistem jika diperlukan untuk
Terlepas banyaknya cara untuk membuat konsep kepemimpinan,
komponen berikut bisa diidentifikasikan sebagai pusat fenomena tersebut: a)
kepemimpinan adalah proses b) kepemimpinan melibatkan pengaruh c)
kepemimpinan terjadi di dalam kelompok d) kepemimpinan melibatkan tujuan
yang sama. Dengan didasarkan pada komponen ini, definisi berikut tentang
kepemimpinan digunakan di dalam teks ini: kepemimpinan adalah proses dimana
individu mempengaruhi sekelompok individu untuk mencapai tujuan bersama
(Northouse, 2013)
2. Teori Kepemimpinan
Kepemimpinan telah menjadi daya tarik banyak peneliti di seluruh penjuru
dunia. Berbagai penelitian yang telah mengkaji kepemimpinan menghasilkan
beragam pendekatan teoritis yang berbeda untuk menjelaskan kompleksitas proses
kepemimpinan. Dari banyak teori kepemimpinan yang telah ditemukan, disini
peneliti hanya akan menjelaskan dua teori kepemimpinan yaitu Kepemimpinan
Transaksional dan Kepemimpinan Transformasional.
Ditulis oleh Asduki pada tahun 2011 konsep awal mengenai
kepemimpinan transaksional dan transformasional dikemukakan oleh Burns pada
tahun 1978 dan dikembangkan lebih lanjut oleh Bass pada tahun 1985. Burns
mendefinisikan kepemimpinan transaksional sebagai kepemimpinan berdasarkan
transaksi atau pertukaran yang terjadi antara pemimpin dan bawahan. Pertukaran
ini didasarkan pada diskusi pemimpin dengan pihak-pihak terkait untuk
11
diberikan kepada bawahan jika bawahan memenuhi atau mencapai syarat-syarat
yang ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan transaksional melihat kebutuhan
bawahan sebagai motivator potensial dan menyadarkan bawahan bahwa setiap
tindakan yang dilakukan oleh bawahan akan mendapat imbalan yang pantas. Bass
pada tahun 1985 mendefinisikan kepemimpinan transaksional berhubungan
dengan kebutuhan bawahan yang difokuskan pada perubahan, dimana pemimpin
memenuhi kebutuhan bawahan dalam perubahan untuk meningkatkan kinerja. Hal
ini menunjukkan bahwa pemimpin transaksional bertindak dengan menghindari
resiko dan membangun kepercayaan diri bawahan agar bawahan mampu
mencapai tujuan.
Menurut Robbins pada tahun 1996 pola hubungan pemimpin dan bawahan
dalam kepemimpinan transaksional dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pemimpin mengetahui keinginan bawahan dan berusaha menjelaskan
bahwa bawahan akan memperoleh apa yang diinginkan apabila kinerja
mereka memenuhi harapan.
2. Pemimpin memberikan atau menukar usaha-usaha yang dilakukan
bawahan dengan imbalan atau janji untuk mendapat imbalan.
3. Pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi bawahan selama
kepentingan pribadi tersebut sepadan dengan nilai pekerjaan yang telah
dilakukan oleh bawahan.
Selanjutnya Bass pada tahun 1997 menyatakan bahwa karakteristik
1. Contingent reward (imbalan kontingen)
Kepemimpinan ini merupakan perilaku yang menjelaskan harapan
bawahan dan imbalan yang didapat apabila bawahan mencapai tingkat kinerja
yang diharapkan. Imbalan kontingen yang ditunjukkan dalam bentuk perilaku
pemimpin yang memberitahukan kepada anggota orgnisasi mengenai kegiatan
yang harus dilakukan jika ingin memperoleh imbalan tertentu, selalu berbicara
mengenai rekomendasi dan promosi untuk setiap pekerjaan yang dilakukan
bawahan dengan baik, menjamin bahwa bawahan akan mendapatkan
keinginannya sebagai pengganti usaha-usaha yang telah dilakukan, bawahan dapat
menegosiasikan apa yang akan diperoleh dari usaha yang telah dilakukan serta
memberikan keinginan bawahan sebagai pengganti atas dukungan yang diberikan
bawahan kepada organisasi.
2. Active management by exception (manajemen eksepsi aktif)
Kepemimpinan ini merupakan perilaku yang memantau pelaksanaan tugas
dan masalah yang mungkin muncul serta melakukan tindakan perbaikan untuk
memelihara kinerja yang telah ada. Dalam hal ini, pemimpin menunjukkan adanya
aturan dan pengendalian agar bawahan terhindar dari kesalahan dan kegagalan
dalam melaksanakan tugas. Pemimpin juga selalu memantau gejala
penyimpangan, kesalahan anggota serta melakukan tindakan perbaikan atau
menunjukkan sikap korektif yang bersifat aktif pada permasalahan dan kinerja
13
3. Laissez-faire atau passive avoidant
Kepemimpinan ini merupakan perilaku yang tidak mengupayakan adanya
kepemimpinan (no leadership), bereaksi hanya setelah terjadi kesalahan dan
menghindari mengambil keputusan. Dalam kepemimpinan ini, pemimpin
memberikan kebebasan penuh pada bawahan untuk bertindak, menyediakan
materi serta tidak mau berpartisipasi kecuali menjawab pertanyaan dan tidak
membuat evaluasi atau penilaian. Pemimpin cenderung membiarkan bawahan
melakukan pekerjaan dengan cara yang sama setiap waktu. Kepemimpinan ini
merupakan gabungan dari perilaku kepemimpinan laissez-faire dengan
kepemimpinan eksepsi pasif serta merupakan dimensi yang paling ekstrim dan
tidak efektif
Penelitian-penelitian mengenai tipe kepemimpinan transaksional
menyimpulkan bahwa segala aktifitas pekerjaan yang dilakukan bawahan harus
memiliki harga atau mendapatkan imbalan. Namun hal tersebut justru menjadi
kelemahan tipe kepemimpinan transaksional karena komitmen bawahan terhadap
organisasi biasanya berjangka pendek. Mereka menambahkan bahwa aktivitas
pekerjaan bawahan hanya terfokus pada negosiasi upah serta mengabaikan
pemecahan masalah atau visi bersama. Komitmen bawahan terhadap organisasi
akan tergantung pada sejauh mana kemampuan organisasi dalam memenuhi
keinginan bawahan. Hal inilah nampaknya yang mendorong Bass pada tahun 1990
untuk mengembangkan konsep kepemimpinan transformasional untuk melengkapi
konsep kepemimpinan transformasional diperkenalkan oleh Burns pada tahun
1978 yang menyatakan bahwa pemimpin yang transformasional meningkatkan
kebutuhan dan motivasi bawahan dan mempromosikan perubahan dramatis dalam
individual, grup, dan organisasi. Bass mendefinisikan bahwa pemimpin
transformasional adalah seseorang yang meningkatkan kepercayaan diri individual
maupun grup, membangkitkan kesadaran dan ketertarikan dalam grup dan
organisasi, dan mencoba untuk menggerakkan perhatian bawahan untuk
pencapaian dan pengembangan eksistensi.
Pada awalnya kepemimpinan transformasional ditunjukkan melalui tiga
perilaku, yaitu: karisma, konsiderasi individual, dan stimulasi intelektual. Namun
pada perkembangannya, perilaku karisma kemudian dibagi menjadi dua, yaitu
karisma atau idealisasi pengaruh dan motivasi inspirasional. Memang pada
dasarnya karismatik dan motivasi inspirasional tidak dapat dibedakan secara
empiris tetapi perbedaan konsep antara kedua perilaku tersebut membuat kedua
faktor di atas dapat dipandang sebagai dua hal yang berbeda. Oleh karena itu,
pada perkembangan berikutnya, kepemimpinan transformasional diuraikan dalam
empat ciri utama, yaitu: idealisasi pengaruh, motivasi inspirasional, konsiderasi
individual, dan stimulasi intelektual.
Adapun definisi rincian masing-masing ciri utama tersebut adalah sebagai berikut:
15
Idealisasi pengaruh adalah perilaku yang menghasilkan standar perilaku
yang tinggi, memberikan wawasan dan kesadaran akan visi, menunjukkan
keyakinan, menimbulkan rasa hormat, bangga dan percaya, menumbuhkan
komitmen dan unjuk kerja melebihi ekspektasi, dan menegakkan perilaku moral
yang etis.
Pemimpin yang memiliki idealisasi pengaruh akan menunjukkan perilaku
antara lain: mengembangkan kepercayaan bawahan kepada atasan, membuat
bawahan berusaha meniru perilaku dan mengidentifikasi diri dengan
pemimpinnya, menginspirasikan bawahan untuk menerima nilai-nilai,
norma-norma, dan prinsip-prinsip bersama, mengembangkan visi bersama,
menginspirasikan bawahan untuk mewujudkan standar perilaku secara konsisten,
mengembangkan budaya dan ideology organisasi yang sejalan dengan masyarakat
pada umumnya, dan menunjukkan rasa tanggung jawab social dan jiwa melayani
yang sejati.
2. Motivasi Inspirasional (Inspirational Motivation)
Motivasi inspirasional adalah sikap yang senantiasa menumbuhkan
tantangan, mampu mencapai ekspektasi yang tinggi, mampu membangkitkan
antusiasme dan motivasi orang lain, serta mendorong intuisi dan kebaikan pada
diri orang lain. Pemimpin mampu membangkitkan semangat anggota tim melalui
antusiasme dan optimisme. Pemimpin juga memanfaatkan simbol-simbol untuk
memfokuskan usaha dan mengkomunikasikan tujuan-tujuan penting dengan cara
meningkatkan motivasi dan antusiasme bawahan, membangun kepercayaan diri
terhadap kemampuan untuk menyelesaikan tugas dan mencapai sasaran
kelompok.
Bass menyatakan bahwa pemimpin yang memiliki motivasi inspirasional
akan menunjukkan perilaku membangkitkan gairah bawahan untuk mencapai
prestasi terbaik dalam performasi dan dalam pengembangan dirinya,
menginspirasikan bawahan untuk mencapai masa depan yang lebih baik,
membimbing bawahan untuk mencapai masa depan yang lebih baik, membimbing
bawahan mencapai sasaran melalui usaha, pengembangan diri, dan unjuk kerja
maksimal, menginspirasikan bawahan untuk mengerahkan potensinya secara total,
dan mendorong bawahan untuk bekerja lebih dari biasanya.
3. Konsiderasi Individual (Individualized Consideration)
Konsiderasi individual adalah perilaku yang selalu mendengarkan dengan
penuh kepedulian dan memberikan perhatian khusus, dukungan, semangat, dan
usaha pada kebutuhan prestasi dan pertumbuhan anggotanya. Pemimpin
transformasional memiliki perhatian khusus terhadap kebutuhan individu dalam
pencapaiannya dan pertumbuhan yang mereka harapkan dengan berperilaku
sebagai pelatih atau mentor. Bawahan dan rekan kerja dikembangkan secara
suksesif dalam meningkatkan potensi yang mereka miliki. Konsiderasi ini sangat
mempengaruhi kepuasan bawahan terhadap atasannya dan dapat meningkatkan
17
memperlakukan bawahan secara individu dan mengekspresikan penghargaan
untuk setiap pekerjaan yang baik.
4. Stimulasi Intelektual (Intelectual Stimulation)
Stimulasi intelektual adalah proses meningkatkan pemahaman dan
merangsang timbulnya cara pandang baru dalam melihat permasalahan, berpikir,
dan berimajinasi, serta dalam menetapkan nilai-nilai kepercayaan. Dalam
melakukan kontribusi intelektual melalui logika, analisa, dan rasionalitas,
pemimpin menggunakan simbol sebagai media sederhana yang dapat diterima
oleh pengikutnya. Melalui stimulasi intelektual pemimpin dapat merangsang
tumbuhnya inovasi dan cara-cara baru dalam menyelesaikan suatu masalah.
Melalui proses stimulasi ini akan terjadi peningkatan kemampuan bawahan dalam
memahami dan memecahkan masalah, berpikir, dan berimajinasi, juga perubahan
dalam nilai-nilai dan kepercayaan mereka. Perubahan ini bukan saja dapat dilihat
secara langsung, tetapi juga perubahan jangka panjang yang merupakan lompatan
kemampuan konseptual, pemahaman dan ketajaman dalam menilai dan
memecahkan masalah.
Kemudian, pada era berikutnya, Pounder pada tahun 2003 memperluas
dimensi idealized influence dengan menambahkan tiga dimensi lainnya, yaitu:
1. Integrity. Pemimpin walk the talk, mereka menyelaraskan perbuatan
pengikutnya mempersepsikan derajat kesesuaian antara perkataan
pemimpin dan yang dipersepsikan dengan perbuatannya.
2. Innovation. Para pemimpin dipersiapkan untuk menantang keterbatasan
yang ada dan proses dengan mengambil resiko dan
mengeksperimenkannya. Para pemimpin mendorong para bawahannya
untuk mengambil resiko dan bereksperimen serta memperlakukan
kesalahan sebagai kesempatan untuk belajar daripada diperlakukan sebagai
celaan. Dimensi ini fokus pada sejauh mana pemimpin dapat
menumbuhkan komitmen inovasi dalam organisasi.
3. Impression management. Pemimpin dipersiapkan untuk membawahi
kebutuhan personal dan berhasrat untuk kebaikan umum. Pemimpin
adalah orang yang memberi selamat kepada keberhasilan bawahannya dan
juga orang yang selalu hangat serta perhatian terhadap bawahannya, tidak
sebatas pada kehidupan kerja mereka. Dimensi ini mengukur sejauh mana
anggota organisasi mempersepsikan bahwa pemimpin mereka secara tulus
memperhatikan mereka sebagai pribadi dibandingkan sekedar instrumen
pemimpin atau penyokong misi organisasi semata.
Setelah itu, Spreitzer, Perttula and Xin pada tahun 2005 dengan
mengadopsi Podsakof, dkk. pada tahun 1990 mengembangkan dimensi
kepemimpinan transformasional menjadi 6 dimensi, yakni articulating a vision,
providing an appropriate model, fostering the acceptance of group goal, setting
high performance expectation, providing individualized support, dan intellectual
19
Sejarah panjang penelitian yang dipaparkan di atas menandakan bahwa
teori ini mampu diterima oleh seluruh lapisan yang ada dalam organisasi. Bass
menyatakan bahwa dibandingkan dengan kepemimpinan transaksional,
kepemimpinan transformasional lebih efektif diterapkan di banyak bidang seperti
bisnis, militer, industri, rumah sakit dan lingkungan pendidikan. Bahkan Metcalfe
menambahkan bahwa seringnya teori kepemimpinan transformasional digunakan
pada penelitian di sektor publik juga disebabkan oleh banyaknya kelemahan yang
terdapat pada tiga haluan besar teori kepemimpinan dan teori kepemimpinan
transaksional sebelumnya sehingga teori-teori tersebut sudah dianggap sebagai
paradigma usang (old paradigm) dalam penelitian pada sektor publik.
Kark, Chen dan Shamir pada tahun 2003 menyatakan bahwa pemimpin
yang menerapkan kepemimpinan transformasional mampu mempengaruhi kinerja
bawahannya. Bukti yang mendukung keunggulan kepemimpinan transformasional
terhadap kepemimpinan transaksional luar biasa mengesankan. Misalnya,
sejumlah telaah atas perwira militer Amerika Serikat, Kanada dan Jerman
menemukan fakta pada semua tingkat bahwa pemimpin transformasional dinilai
sebagai pemimpin yang lebih efektif daripada pemimpin transaksional. Para
manajer pada Federal Express yang memperlihatkan kepemimpinan yang lebih
transformasional dinilai oleh penyelia langsung mereka sebagai manajer yang
berprestasi lebih tinggi dan lebih dapat dipromosikan Penelitian lain menemukan
fakta bahwa sales manajer yang menerapkan kepemimpinan transformasional
cenderung memiliki pengikut yang lebih berkomitmen, memiliki kepuasan kerja
menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional lebih baik dibandingkan
kepemimpinan transaktional dalam hal menekan turn-over karyawan,
meningkatkan produktivitas dan menjadikan kepuasan pegawai lebih besar.
Dari berbagai pemaparan mengenai berbagai macam tipe kepemimpinan
berikut definisi-definisinya, dapat disimpulkan bahwa tipe kepemimpinan
transformasional merupakan tipe yang tepat dan sesuai bagi sebuah organisasi
pada saat ini. Sarros dan Butchatsky pada tahun 1996 menyatakan bahwa banyak
peneliti dan praktisi manajemen sepakat bahwa model kepemimpinan
transformasional merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam
menguraikan karakteristik pemimpin. Konsep kepemimpinan transformasional ini
mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan-pendekatan sifat
(traits), gaya (style) dan kontingensi. Daryanto dan Daryanto pada tahun 1999
menyebutkan bahwa kepemimpinan transformasional juga menggabungkan dan
menyempurnakan konsep-konsep terdahulu yang dikembangkan oleh ahli-ahli
sosiologi. Sarros and Butchatsky pada tahun 1996 juga menyebut pemimpin
transformasional sebagai pemimpin penerobos (breakthrough leadership).
Disebut sebagai pemimpin penerobos karena pemimpin dengan karakter ini
mempunyai kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar
terhadap individu-individu maupun organisasi dengan jalan: memperbaiki kembali
(reinvent) karakter diri individu dalam organisasi ataupun perbaikan organisasi,
memulai proses penciptaan inovasi, meninjau kembali struktur, proses dan
nilai-nilai organisasi agar lebih baik dan lebih relevan dengan cara menarik dan
21
tujuan-tujuan organisasi yang selama ini dianggap tidak mungkin dilaksanakan
Tipe kepemimpinan ini tidak hanya sekedar menggunakan kekuatan dan
kekuasaan dalam mencapai tujuan, namun juga mampu mempengaruhi anggota
organisasi dengan cara-cara yang sesuai. Cara-cara yang sesuai tersebut
menyebabkan pegawai senang dalam menerima tugas dari pemimpin sehingga
pegawai puas dalam bekerja dan tidak menganggap tugas tersebut sebagai beban
dalam bekerja. Tichy dan Devanna dalam Luthans pada tahun 2006 menyatakan
bahwa pemimpin transformasional memiliki karakter sebagai berikut:
1. Mereka mengidentifikasi dirinya sebagai alat perubahan
2. Mereka berani
3. Mereka mempercayai orang lain
4. Mereka motor penggerak nilai
5. Mereka pembelajar sepanjang masa
6. Mereka memiliki kemampuan menghadapi kompleksitas, ambiguitas, dan
ketidakpastian
7. Mereka visioner
Menurut Hartanto pada tahun 1991, konsep perilaku kepemimpinan
transformasional adalah sebagai berikut:
1. Inisiasi struktur yang menjelaskan dan situasional, yakni merupakan
perilaku atasan yang memberikan penjelasan kepada bawahan mengenai
tugas, wewenang dan tanggung jawabnya. Inisiasi seperti ini akan
kecenderungan orang untuk menghindari ketidakpastian. Dengan
berkurangnya rasa takut/ malu, diharapkan bawahan akan lebih banyak
berpartisipasi.
2. Konsiderasi yang memantapkan kelompok, yakni perilaku atasan yang
memberikan perhatian dan timbang rasa yang tulus sehingga akan
memberikan keterikatan psikologis dan saling percaya antara pemimpin
dan bawahan serta menciptakan hubungan yang akrab, harmonis dan
penuh keterbukaan.
3. Kompetensi yang berwawasan luas, yakni perilaku atasan yang
mencerminkan sikap kompeten dan berwawasan luas sehingga akan
memberikan keyakinan bahwa misi perusahaan dapat dicapai. Selain itu
akan menimbulkan inspirasi, menumbuhkan rasa hormat, menjadi tempat
bertanya serta membangkitkan kebanggaan pada organisasi.
4. Pertanggungjawaban ke bawah, yakni bahwa pemimpin akan
menunjukkan perhatian pada kepentingan bawahan dan membangkitkan
rasa kebersamaan melalui pemahaman yang lebih baik tentang kebutuhan
bawahan, menumbuhkan kesetiakawanan dan mencegah
kesewenang-wenangan sehingga memungkinkan tumbuhnya kepemimpinan yang
berakar pada kelompok.
Jadi, kepemimpinan transformasional akan memberikan pengaruh positif
pada hubungan antara atasan dan bawahan. Dengan konsep kepemimpinan
transformasional, bawahan akan merasa percaya, kagum, bangga, loyal, dan
23
hasil yang melebihi target yang telah ditentukan bersama. Tipe kepemimpinan ini
mendorong para pengikutnya (individu-individu dalam satu organisasi) untuk
menghabiskan upaya ekstra dan mencapai apa yang mereka anggap mungkin.
Kepemimpinan transformasional meningkatkan kesadaran para
pengikutnya dengan menarik cita-cita dan nilai-nilai seperti keadilan (justice),
kedamaian (peace) dan persamaan (equality). Sementara itu, Humphreys
menyatakan bahwa pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan
transformasional dengan karakteristik yang diungkapkan oleh Bass akan
menyebabkan terjadinya perubahan yang konstan menuju ke arah perbaikan bagi
organisasinya. Dengan perubahan-perubahan positif tersebut, pegawai siap untuk
menerima tugas yang diberikan pemimpin tanpa beban, senang dan puas dalam
melakukan pekerjaannya serta akan meningkatkan produktivitas dan kinerja
pegawai yang bersangkutan (Asduki, 2011)
B. Tantangan dalam Memimpin Diskusi Tutorial
Sebagai pemimpin diskusi dalam tutorial tidak mudah memimpin para
anggota yang mempunyai ambisi, pikiran dan perasaan masing-masing. Di dalam
tutorial juga tidak hanya mahasiswa yang hadir tetapi juga dosen yang menjadi
tutor. Berikut tantangan dalam memimpin diskusi tutorial:
1. Kesiapan Materi
Apabila pemimpin diskusi tutorial tidak mempersiapkan materi dan belajar
Sehingga sebagai pemimpin diskusi tutorial perlu mempersiapkan materi
yang sesuai dengan evidence based medicine.
2. Dinamika Kelompok
Suasana tutorial seringkali terlalu ramai karena banyak yang ingin
berpendapat namun tidak jarang terlalu sepi karena anggota tidak ada yang
berpendapat. Maka sebaiknya pemimpin diskusi tutorial mampu
memancing pertanyaan maupun pernyataan agar dinamika kelompok
menjadi baik
3. Tutor
Diambil dari Teaching Style Inventory yang ditulis oleh Kassab pada tahun
2006, bahwa sebaiknya tutor memiliki sifat fasilitatif, kolaboratif,
nonasertif dan sugestif. Sehingga sebagai pemimpin diskusi tutorial
apabila setelah usai tutorial hendaknya meminta feedback dari tutor.
C. Kemampuan Kognitif 1. Pengertian
Kemampuan Kognitif adalah satu bagian dari kemampuan keseluruhan
(ability). Menurut Williams pada tahun 2008, kemampuan kognitif dapat diukur,
dan untuk itu ada test untuk menguji seberapakah kemampuan karyawan atau
calon karyawan. Test ini dinamakan Cognitive Ability Test, yaitu untuk mengukur
seberapa kemampuan karyawan dalam kecepatan persepsi, komprehensi verbal,
kemampuan numerik, kemampuan member alas an secara umum, atau logika, dan
kemampuan special. Robbins dan Timothy A. Judge menam-kan kemampuan
25
kemampuan intelektual. Menurut Robbins pada tahun 2008, Intellectual Abilities
adalah yang diperlukan untuk melakukan aktivitas mental, yaitu memikir,
memberi alasan, dan memecahkan masalah. Menurut Colquitt, secara umum
kemampuan dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok umum, yaitu
“kemampuan kognitif”, “kemampuan emosional”, dan “kemampuan fisik”.
Dari pembahasan-pembahasan di atas dapat disintesiskan kemampuan
kognitif adalah kapabilitas individual yang berkaitan dengan penerimaan dan
penerapan pengetahuan dalam pemecahan masalah, yang diindikasikan oleh
dimensi kemampuan verbal, kemampuan kuantitatif, kemampuan penalaran atau
logika, kemampuan spesial, dan kemampuan perseptual (Soetadji, 2010).
2. Metode Penilaian Kemampuan Kognitif
Berdasarkan konsep piramida Miller, pendidikan kedokteran untuk
mencapai kompetensi sebagaimana diatur pada Standar Kompetensi Dokter
Indonesia membutuhkan tahapan mulai dari mengetahui (knows), mengetahui
bagaimana melakukan (knows how). Tahapan-tahapan ini dapat dinilai dengan
soal pilihan ganda, essay dan oral tes. Kemudian tahapan selanjutnya
menunjukkan bagaimana melakukan (show how) dinilai dengan kegiatan OSCE.
Tahapan yang terakhir adalah melakukan secara komprehensif (does). Tahapan ini
dapat dinilai dengan Mini-CEX, DOPS dan portfolio.
Kemampuan kognitif dalam penelitian ini diukur melalui tahapan knows
dan knows how yaitu menggunakan nilai minikuis yang didapatkan dari
responden. Minikuis adalah soal-soal yang harus dijawab mahasiswa sebelum
menjalani diskusi tutorial tahap ke 2 dengan tujuan mengetahui kemampuan
mahasiswa tentang materi sasaran belajar. Nilai minikuis tersebut disesuaikan
dengan kategori yang telah ditentukan yaitu :
a. 0-30
b. 40-60
c. 70-100
D. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori dan telaah pustaka yang telah diuraikan, dapat
27
Keterangan:
: diteliti
: tidak diteliti
E. Hipotesis
H0 : Tidak ada hubungan antara Performance sebagai Pemimpin
Diskusi dengan Kemampuan Kognitif
H1 : Ada hubungan antara Performance sebagai Pemimpin Diskusi
dengan Kemampuan Kognitif Performance
Pemimpin Diskusi : - Kepemimpinan
Transformasional - Kepemimpinan
Transaksional
Kemampuan Kognitif: Nilai minikuis
Tantangan dalam Memimpin Diskusi
27
BAB III
METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian
Desain dari penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan
secara observasional analitik. Menurut Prabandari pada tahun 2012, penelitian
observasional merupakan penelitian yang tidak melakukan manipulasi atau
intervensi pada subjek yang ditelitinya. Sedangkan metode yang digunakan adalah
metode cross sectional yang berarti variabel penelitian diukur dalam suatu
periode, sehingga diperoleh gambaran keadaan pada periode tersebut.
B. Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini berjumlah 600 orang, terdiri dari mahasiswa
Pendidikan Dokter FKIK UMY angkatan 2013-2016. Sedangkan sampel
penelitian ini sebanyak 60 orang total responden, sesuai dengan pendapat Gay dan
Diehl pada tahun 1992 yang menyatakan bahwa jika penelitiannya korelasional,
sampel minimumnya adalah 30 objek. Alasan peneliti mengambil 60 orang
sebagai total sampling adalah karena di Pendidikan Dokter FKIK UMY angkatan
2013-2016 terdapat 60 tutorial, lalu dari tiap angkatan diambil masing-masing
delapan mahasiswa yang pernah menjadi pemimpin diskusi yang diambil secara
purposive sampling dan untuk kelompok mahasiswa bukan pemimpin diambil 28
mahasiswa dengan teknik snowball sampling dengan ketua angkatan sebagai
28
menyesuaikan jumlah mahasiswa pemimpin agar jumlah sampel berimbang di
masing-masing kelompok.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Mahasiswa program studi pendidikan dokter FKIK UMY angkatan
2013-2016.
2. Mahasiswa yang pernah menjadi pemimpin diskusi di tutorial
Pendidikan Dokter FKIK UMY.
3. Mahasiswa yang tidak pernah menjadi pemimpin diskusidi tutorial
Pendidikan Dokter FKIK UMY.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Mahasiswa yang tidak aktif.
2. Pengisian kuesioner yang tidak lengkap.
C. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel
a. Variabel bebas adalah performance pemimpin diskusi
b. Variabel terikat adalah kemampuan kognitif
c. Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah tantangan dalam
memimpin diskusi tutorial
Tabel 1. Definisi Operasional Variabel
NO Definisi Operasional
Variabel
Cara Pengukuran Skala Data
1 Performance Pemimpin
Diskusi
1 = Pemimpin Diskusi
2 = Bukan Pemimpin
yang diemba oleh anggota.
30
3 Kemampuan Kognitif Menggunakan data
sekunder yaitu nilai
tutorial blok 2, 10, 15
dan 20 dengan skor
sebagai berikut :
Instrumen yang digunakan untuk membantu mengolah variabel-variabel
dalam penelitian ini adalah instruen daftar pertanyaan (kuesioner) yang isinya
dibagi ke dalam enak kelompok pertanyaan:
1. Kelompok A berisi Informed Consent atau persetujuan untuk menjadi
responden
2. Kelompok B berisi pertanyaan untuk data responden
3. Kelompok D berisi pertanyaan seputar tutorial (pernah atau tidak menjadi
ketua, info blok dan skenario pertemuan ketika menjadi ketua tutorial
ataupun tidak menjadi ketua tutorial, nilai minikuis yang didapatkan ketika
4. Kelompok E berisi pertanyaan tentang gaya kepemimpinan
transfromasional dan kepemimpinan transaksional. Instrumen penelitian
yang digunakan adalah Kuesioner Gaya Kepemimpinan Transformasional
dan Kepemimpinan Transaksional yang telah dimodifikasi oleh peneliti.
Modifikasi kuesioner disesuaikan dengan lingkungan tutorial. Kuesioner
ini terdiri dari 18 pertanyaan. Kuesioner ini terdiri dari 18 pernyataan yang
menilai dua gaya kepemimpinan. Pernyataan dengan nomor ganjil
menunjukkan gaya kepemimpinan transaksional. Penjelasan nilai dari
nomor ganjil tersebut adalah: (a) 45-50 = sangat tinggi (b) 40-44 = tinggi
(c) 35-39 = cukup tinggi (d) 30-34 = cukup rendah (e) 25-29 = rendah (f)
10-24 = sangat rendah. Sedangkan pernyataan dengan nomor genap
menunjukkan gaya kepemimimpinan transformasional. Penjelasan nilai
dari nomor genap tersebut adalah: (a) 45-50 = sangat tinggi (b) 40-44 =
tinggi (c) 35-39 = cukup tinggi (d) 30-34 = cukup rendah (e) 25-29 =
rendah (f) 10-24 = sangat rendah.
E. Cara Pengumpulan Data
Penelitian ini akan dilakukan di FKIK UMY. Penelitian akan dilakukan
dalam tiga tahap yaitu:
1. Tahap Persiapan
Peneliti menyiapkan proposal penelitian, kusioner yang akan dibagikan
dan menentukan sampel sesuai dengan metode penentuan sampel yang
telah dipilih sebelumnya.
32
Tahap ini dilakukan agar bisa mendapatkan data yang dibutuhkan
untuk penelitian dari kuesioner yang akan diisi oleh responden.
Kuesioner akan dibagikan lalu responden diberikan waktu untuk
mengisi kuesioner dan responden hanya boleh mengisi satu kali.
3. Tahap Analisis Data
Tahap ini dimulai dari mengecek kelengkapan jawaban dan menilai
kuesioner yang telah terkumpul. Kemudian dilanjutkan dengan
mengubah data ke dalam tabel agar mudah saat dianalisis. Analisis
data akan dilakukan menggunakan SPSS 16.
F. Uji Validitas dan Reliabilitas
Pengujian validitas dan reliabilitas untuk mengetahui kualitas instrumen
penelitian, dalam hal ini adalah kuesioner Gaya Kepemimpinan Transformasional
dan Transaksional yang telah dimodifikasi sesuai kegiatan dalam tutorial. Uji ini
diperlukan untuk melihat apakah setiap butir pertanyaan kuesioner Gaya
Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional yang telah dimodifikasi
sesuai kegiatan dalam tutorial dapat diaplikasikan. Responden penelitian diambil
sebanyak 30 orang sesuai Notoatmodjo pada tahun 2012 yang menyatakan agar
diperoleh distribusi nilai hasil pengukuran mendekati normal, maka uji validitas
dan reliabilitas membutuhkan minimal 20 orang responden. Pengujian akan
dilaksanakan pada bulan Oktober 2016. Responden adalah para jajaran kosema
dari empat angkatan Pendidikan Dokter FKIK UMY dikarenakan mereka bukan
merupakan sampel penelitian dan mereka memiliki ciri-ciri yang mirip dengan
responden yang digunakan untuk uji validitas dan reliabilitas sebaiknya yang
memiliki ciri-ciri responden dari tempat dimana penelitian tersebut harus
dilaksanakan. Data yang masuk selanjutnya akan dilakukan uji validitas dan
reliabilitas.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah Kuesioner Gaya
Kepemimpinan Transformasional dan Kepemimpinan Transaksional yang telah
dimodifikasi oleh peneliti. Modifikasi kuesioner disesuaikan dengan lingkungan
tutorial. Kuesioner ini terdiri dari 18 pertanyaan. Kuesioner ini terdiri dari 18
pernyataan yang menilai dua gaya kepemimpinan. Pernyataan dengan nomor
ganjil menunjukkan gaya kepemimpinan transaksional. Penjelasan nilai dari
nomor ganjil tersebut adalah: (a) 45-50 = sangat tinggi (b) 40-44 = tinggi (c)
35-39 = cukup tinggi (d) 30-34 = cukup rendah (e) 25-29 = rendah (f) 10-24 = sangat
rendah. Sedangkan pernyataan dengan nomor genap menunjukkan gaya
kepemimimpinan transformasional. Penjelasan nilai dari nomor genap tersebut
adalah: (a) 45-50 = sangat tinggi (b) 40-44 = tinggi (c) 35-39 = cukup tinggi (d)
30-34 = cukup rendah (e) 25-29 = rendah (f) 10-24 = sangat rendah. Responden
yang dipakai hanya dari kelompok pemimpin yaitu mahasiswa yang pernah
menjadi pemimpin diskusi.
Uji validitas menunjukkan apakah instrumen (kuesioner) yang digunakan
mampu mengukur apa yang kita inginkan. Pengujian akan menggunakan metode
korelasi produk momen Pearson (Bivariate Pearson) dilakukan dengan cara
menghitung korelasi antar masing-masing pertanyaan dengan skor total. Tingkat
34
berjumlah 30 orang, maka akan didapatkan rkritis 0.3610. oleh karena itu jika hasil
didapatkan nilai rhitung lebih besar dari rkritis maka butir pertanyaan tersebut valid.
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui kestabilan dan konsisten dari
instrumen (kuesioner) yang digunakan, sehingga memberikan hasil yang relatif
sama bila pengukuran diulangi. Setelah menghapus butir-butir pertanyaan yang
tidak valid, lalu dilakukan uji reliabilitas dengan teknik one shot (sekali ukur).
Teknik ini dapat dilakukan menggunakan software SPSS dengan metode Alpha
Cronbach’s karena menurut Lestari pada tahun 2013, rumus ini digunakan untuk
mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya angket atau
soal uraian. Menurut Tavakol dan Dennick pada tahun 2011, nilai minimum
koefisien reliabilitas agar bisa dikatakan reliabel adalah 0.70. maka jika nilai
pengujian didapatkan lebih dari 0.70 kuesioner tersebut lulus uji validitas dan
reliabilitas.
Tabel 2. Nilai Kuesioner Kepemimpinan Transaksional
(Uji Validitas dan Reliabilitas)
Jumlah Presentase
Nilai
Sangat Tinggi 1 3
Tinggi 2 7
Cukup Tinggi 19 61
Cukup Rendah 5 16
Rendah 4 13
Sangat Rendah 0 0
Total 31 100
Pada Tabel 2, hasil yang didapat untuk nilai kuesioner kepemimpinan
transaksional adalah:
a. 19 responden (611%) dengan nilai cukup tinggi (35-39),
b. 5 responden (16%) dengan nilai cukup rendah (30-34),
c. 4 responden (13%) dengan nilai rendah (25-29),
d. 2 responden (7%) dengan nilai tinggi (40-44),
e. 1 responden (3%) dengan nilai sangat tinggi (45-50) dan
f. Tidak didapatkan responden yang mendapatkan nilai sangat rendah
pada kuesioner kepemimpinan transaksional.
Tabel 3. Nilai Kuesioner Kepemimpinan Transformasional (Uji Validitas dan Reliabilitas)
Jumlah Presentase
Nilai
Sangat Tinggi 1 3
Tinggi 5 16
Cukup Tinggi 14 45
Cukup Rendah 8 26
Rendah 3 10
Sangat Rendah 0 0
Total 31 100
Sumber: Data Primer
Sedangkan pada tabel 3, hasil yang didapat untuk nilai kuesioner
kepemimpinan transformasional adalah:
a. 14 responden (45%) dengan nilai cukup tinggi (35-39),
b. 8 responden (26%) dengan nilai cukup rendah (30-34),
36
d. 3 responden (10%) dengan nilai rendah (25-29),
e. 1 responden (3%) dengan nilai sangat tinggi (45-50) dan
f. Tidak didapatkan responden yang mendapatkan nilai sangat
rendah pada kuesioner kepemimpinan transformasional.
Dari hasil yang ada kemudian dilakukan uji validitas N = 31 atau df (n-2)
atau 31-2=29 , didapatkan r tabel 0.367 dan setelah diproses dengan SPSS 16 nilai
r hitung > r tabel berdasarkan uji signifikan 0.05, artinya bahwa item-item tersebut
diatas valid. Setelah item tersebut dinyatakan valid kemudian dilakukan uji
reliabilitas dan didapatkan nilai 0.862 > 0.80, artinya seluruh item reliabel dan
seluruh tes secara konsisten memiliki reliabilitas yang kuat.
G. Analisa Data
Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji korelasi Spearman karena
penelitian ini adalah penelitian korelasional atau hubungann dengan persebaran
data tidak normal. Variabel pertama adalah performance pemimpin diskusi yang
terdiri dari dua kategori yaitu pemimpin diskusi transaksional dan pemimpin
diskusi transformasional. Variabel yang kedua adalah nilai minikuis yang terdiri
dari tiga kategori yaitu 0-30, 40-60, 70-100.
H. Keterbatasan Penelitian
1. Pengisian kuesioner tidak dapat diawasi oleh peneliti secara langsung
sehingga responden tidak bisa menanyakan secara langsung jika mengalami
kesulitan menjawab.
dan tidak dipisahkan sehingga dapat mengganggu esensi dari kuesioner
tersebut.
3. Dapat ditemukan perbedaan penafsiran antara responden dan peneliti saat
memahami maksud pertanyaan di dalam kuesioner.
I. Etika Penelitian
Dalam penelitian tidak lepas dari etika penelitian. Etika penelitian yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Informed Consent
Peneliti meminta persetujuan kepada responden untuk menjadi sampel
penelitian. Di dalam informed consent, peneliti telah menjelaskan secara
jelas penelitian yang akan dilakukan.
2. Confidentially
Peneliti memberikan jaminan kepada responden bahwa data-data yang
responden berikan merupakan data yang akan dijaga kerhasiaannya.
3. Asas benefit
Peneliti memaksimalkan manfaat penelitian dan menekan kerugian
penelitian.
4. Asas justice
28
menyesuaikan jumlah mahasiswa pemimpin agar jumlah sampel berimbang di
masing-masing kelompok.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Mahasiswa program studi pendidikan dokter FKIK UMY angkatan
2013-2016.
2. Mahasiswa yang pernah menjadi pemimpin diskusi di tutorial
Pendidikan Dokter FKIK UMY.
3. Mahasiswa yang tidak pernah menjadi pemimpin diskusidi tutorial
Pendidikan Dokter FKIK UMY.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Mahasiswa yang tidak aktif.
2. Pengisian kuesioner yang tidak lengkap.
C. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel
a. Variabel bebas adalah performance pemimpin diskusi
b. Variabel terikat adalah kemampuan kognitif
c. Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah tantangan dalam
memimpin diskusi tutorial
Tabel 1. Definisi Operasional Variabel
NO Definisi Operasional
Variabel
Cara Pengukuran Skala Data
1 Performance Pemimpin
Diskusi
1 = Pemimpin Diskusi
2 = Bukan Pemimpin
yang diemba oleh anggota.
30
3 Kemampuan Kognitif Menggunakan data
sekunder yaitu nilai
tutorial blok 2, 10, 15
dan 20 dengan skor
sebagai berikut :
Instrumen yang digunakan untuk membantu mengolah variabel-variabel
dalam penelitian ini adalah instruen daftar pertanyaan (kuesioner) yang isinya
dibagi ke dalam enak kelompok pertanyaan:
1. Kelompok A berisi Informed Consent atau persetujuan untuk menjadi
responden
2. Kelompok B berisi pertanyaan untuk data responden
3. Kelompok D berisi pertanyaan seputar tutorial (pernah atau tidak menjadi
ketua, info blok dan skenario pertemuan ketika menjadi ketua tutorial
ataupun tidak menjadi ketua tutorial, nilai minikuis yang didapatkan ketika
4. Kelompok E berisi pertanyaan tentang gaya kepemimpinan
transfromasional dan kepemimpinan transaksional. Instrumen penelitian
yang digunakan adalah Kuesioner Gaya Kepemimpinan Transformasional
dan Kepemimpinan Transaksional yang telah dimodifikasi oleh peneliti.
Modifikasi kuesioner disesuaikan dengan lingkungan tutorial. Kuesioner
ini terdiri dari 18 pertanyaan. Kuesioner ini terdiri dari 18 pernyataan yang
menilai dua gaya kepemimpinan. Pernyataan dengan nomor ganjil
menunjukkan gaya kepemimpinan transaksional. Penjelasan nilai dari
nomor ganjil tersebut adalah: (a) 45-50 = sangat tinggi (b) 40-44 = tinggi
(c) 35-39 = cukup tinggi (d) 30-34 = cukup rendah (e) 25-29 = rendah (f)
10-24 = sangat rendah. Sedangkan pernyataan dengan nomor genap
menunjukkan gaya kepemimimpinan transformasional. Penjelasan nilai
dari nomor genap tersebut adalah: (a) 45-50 = sangat tinggi (b) 40-44 =
tinggi (c) 35-39 = cukup tinggi (d) 30-34 = cukup rendah (e) 25-29 =
rendah (f) 10-24 = sangat rendah.
E. Cara Pengumpulan Data
Penelitian ini akan dilakukan di FKIK UMY. Penelitian akan dilakukan
dalam tiga tahap yaitu:
1. Tahap Persiapan
Peneliti menyiapkan proposal penelitian, kusioner yang akan dibagikan
dan menentukan sampel sesuai dengan metode penentuan sampel yang
telah dipilih sebelumnya.