ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BENTUK
–
TE IKU
DAN
–
TE KURU
MAKNA PERGERAKAN
(
DOUSA)
Penelitian pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tingkat 3 Tahun Ajaran
2013/2014
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Pendidikan Bahasa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Untuk Memenuhi Persyaratan guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh
NOVIYA RAHMAH 20120560007
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JEPANG
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BENTUK -TE IKU DAN -TE KURU MAKNA PERGERAKAN (DOUSA)
Penelitian pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tingkat 3 Angkatan Tahun 2013/2014
Noviya Rahmah (20120560007)
ABSTRAK
Pada berbagai macam situasi, bahasa dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan gagasan pembicara kepada pendengar atau penulis kepada pembaca (Sugihastuti, 2016:3). Penyampaian gagasan harus tepat, sehingga gagasan dapat tersampaikan dengan baik. Tarigan (2011:2) menjelaskan bahwa sebagian besar manusia di bumi ini menggunakan dua bahasa sebagai alat komunikasi. Hal tersebut menyebabkan semakin banyak pembelajar bahasa asing, salah satunya bahasa Jepang. Ada beberapa unsur yang harus dikuasai oleh pembelajar agar mampu menguasai bahasa Jepang, salah satunya adalah pola kalimat. Pola kalimat –te iku dan –te kuru pada bahasa Jepang dalam pengunaannya harus memperhatikan posisi subjek dan objek, sehingga banyak pembelajar bahasa Jepang yang terkecoh dengan penggunaanya. Tidak adanya pola kalimat seperti –te iku dan –te kuru dalam bahasa Indonesia membuat pembelajar bahasa Jepang sering mengalami kesulitan untuk memahaminya.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode analisis kesalahan dengan menggunakan instrumen tes dan non-tes berupa angket yang diberikan kepada mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tingkat 3 tahun ajaran 2013/2014 sebanyak 35 mahasiswa yang telah belajar pola kalimat –te iku dan –te kuru. Kesalahan pada penelitian ini membatasi pada mistake disebabkan karena durasi mistake yaitu temporer atau sementara. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tipe kesalahan pembelajar yang muncul dan penyebab terjadinya kesalahan pada penggunaan pola kalimat –te iku dan –te kuru.
Berdasarkan hasil data penelitian ini dapat diketahui bahwa tipe-tipe kesalahan mahasiswa antara lain kesalahan semantik, kesalahan sintaksis, kesalahan kanji, kesalahan kosakata (goi), dan kesalahan partikel. Adapun penyebab kesalahan yang ditemukan adalah mahasiswa menyukai mata kuliah Hyougen Bunkei tetapi merasa kesulitan dalam mata kuliah Hyougen Bunkei serta terdapat mahasiswa yang menjawab soal tes berdasarkan perasaan (feeling). Selain itu sebagian besar mahasiswa kesulitan dalam mempelajari pola kalimat –te kuru dan –te iku, dan yang terakhir mahasiswa jarang menggunakan pola kalimat
–te kuru dan –te iku dalam membuat kalimat.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif antarmanusia. Dalam berbagai
macam situasi, bahasa dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan gagasan pembicara
kepada pendengar atau penulis kepada pembaca (Sugihastuti, 2016:3). Penyampaian
gagasan harus tepat, sehingga gagasan dapat tersampaikan dengan baik. Tarigan (2011:2)
menjelaskan bahwa sebagian besar manusia di bumi ini menggunakan dua bahasa
sebagai alat komunikasi. Hal tersebut menyebabkan semakin banyak pembelajar bahasa
asing, salah satunya bahasa Jepang. Ada beberapa unsur yang harus dikuasai oleh
pembelajar agar mampu menguasai bahasa Jepang, salah satunya adalah pola kalimat.
Pola kalimat dalam bahasa Jepang bermacam-macam menurut fungsi dan
penggunaannya. Salah satunya yaitu pola kalimat–te iku dan -te kuru . Pola kalimat –te iku dan -te kuru pada bahasa Jepang dalam penggunaannya harus memperhatikan posisi
tempat subjek dan objek, sehingga banyak para pembelajar bahasa Jepang yang terkecoh
dengan penggunaan kata kerja –te iku dan –te kuru. Simak kalimat berikut:
(1) ここま 走っ きた。
(koko made hashitte kita)
'Datang kesini dengan berlari.'
(2) 学校ま 走っ 行こう。
(gakkou made hashitte ikou)
'Ayo pergi berlari sampai sekolah! '
Pada contoh di atas, kalimat (1) menunjukkan bahwa pemakaian -te kuru
berdasarkan cara pada saat gerakan. Kalimat (1) menggunakan pola kalimat -te kuru
karena pembicara sudah datang dan sudah berada pada tempat tujuan. Kalimat (2)
menggunakan pola kalimat -te iku karena pembicara masih berada pada tempat awal dan
akan pergi ke sekolah. Kata 来る(kuru) dan行 く(iku) dalam kalimat sepintas tidak
memiliki makna yang jauh berbeda. Pada kalimat (1) dalam bahasa Indonesia biasanya
banyak yang terkecoh antara kata datang dan pergi.Pada bahasa Indonesia kalimat yang
Pada KKBI kata pergi diartikan 'berjalan/ bergerak maju', sedangkan kata pergi dan akan
kembali lagi ke tempat tersebut tidak ada dalam kamus bahasa Indonesia. Hal tersebut
menjadi salah satu alasan pembelajar kesulitan memahami pola kalimat -te kuru.
Masalah lain muncul pada saat lima orang responden diberikan soal mengenai
pola kalimat –te iku dan -te kuru. Soal berupa kalimat yang harus diisi dengan pola kalimat –te iku atau -te kuru serta mengartikan soal tersebut dari bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia. Dua orang responden di antaranya menjawab dengan benar dan tiga
orang responden menjawab salah. Salah satu penyebab kesalahan yang terjadi adalah
responden tidak mengerti pemakaian –te iku dan -te kuru yang sesuai dengan tempat dimana pembicara pada saat berbicara. Penyebab kesalahan yang kedua adalah pada saat
mengartikan dari bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia. Tiga responden tidak
menuliskan kata pergi dan datang pada terjemahannya. Dua responden lainnya
menjawab benar tetapi salah penempatan kata pergi dan datang. Hal tersebut
membuktikan bahwa kata pergi dan datang atau 来る(kuru) dan 行く(iku) dalam kalimat
sepintas tidak memiliki makna yang jauh berbeda sehingga banyak pembelajar yang
terkecoh.
Tidak adanya pola kalimat seperti –te iku dan -te kuru dalam bahasa Indonesia membuat pembelajar bahasa Jepang sering mengalami kesulitan dengan pemahaman pola
kalimat –te iku dan -te kuru. Contoh kasus pada bahasa Jepang terdapat kalimat いっ
きます sesuai dari asal kalimat yang berarti 'saya pergi dan akan kembali lagi'
diucapkan ketika seseorang akan berangkat meninggalkan suatu tempat.
Analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cara kerja untuk menganalisis
kesalahan-kesalahan tersebut. Melalui analisis kesalahan berbahasa, dapat dijelaskan
bentuk kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa baik secara morfologis, fonologis,
dan sintaksis yang kemudian memberikan manfaat tertentu bagi proses pengajaran
bahasa. Hal ini menjadi sangat menarik ketika dalam proses pengajaran bahasa dilakukan
analisis kesalahan sebagai titik tolak perbaikan dalam pengajaran bahasa dalam
mencegah dan mengurangi terjadinya kesalahan berbahasa yang dilakukan para siswa.
Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa tertarik untuk menganalisis
kesalahan mahasiswa dalam penggunaan pola kalimat –te iku dan –te kuru yang mempunyai makna pergerakan fisik.
1.2Rumusan Masalah
Pada penelitian ini, rumusan masalah berupa poin berikut:
a. Bagaimana tipe kesalahan pembelajar yang muncul pada penggunaan pola kalimat –te iku dan –te kuru?
b. Apa penyebab terjadinya kesalahan pembelajar pada penggunaan pola kalimat –te iku dan –te kuru?
1.3Batasan Masalah
Penelitian ini hanya meneliti tentang kesalahan penggunaan bentuk -te iku dan -te
kuru makna pergerakan (dousa) pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa
Jepang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tingkat 3 Tahun Ajaran 2013/2014
sebanyak 35 mahasiswa.
1.4Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui tipe kesalahan pembelajar yang muncul pada penggunaan kata kerja –te iku dan –te kuru.
b. Mengetahui penyebab terjadinya kesalahan pembelajar pada penggunaan kata kerja – te iku dan –te kuru.
1.5Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai pola
1.6Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Pada bab ini menggambarkan secara umum skripsi ini yang terdiri dari latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II Kajian Pustaka
Pada bab ini dijelaskan mengenai teori-teori yang digunakan sebagai pedoman
dalam skripsi ini yaitu menjelaskan pengertian kesalahan berbahasa, analisis kesalahan
berbahasa, doushi (verba), hojodoushi pola kalimat –te kuru dan –te iku, serta pola kalimat –te kuru dan –te iku,.
BAB III Metode Penelitian dan Analisis Data
Pada bab ini menjelaskan mengenai metode penelitian yang dipakai, metode
pengumpulan data, analisis data dan pembahasan, serta hasil penelitian.
BAB IV Simpulan dan Saran
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kesalahan Berbahasa
2.1.1 Pengertian Kesalahan Berbahasa
Istilah kesalahan berbahasa memiliki pengertian yang beragam. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kesalahan diartikan 'perihal salah'. Bagi
Burt dan Kiparsky dalam Indihadi (2012:2) mengistilahkan kesalahan berbahasa itu dengan “goof”, “goofing”, dan “gooficon”. Corder (1974) dalam Indihadi (2012:2) menggunakan 3 (tiga) istilah untuk membatasi kesalahan berbahasa: (1)
Lapses, (2) Error, dan (3) Mistake. Lapses, error dan mistake adalah istilah-istilah
dalam wilayah kesalahan berbahasa. Ketiga istilah itu memiliki domain yang
berbeda-beda dalam memandang kesalahan berbahasa. Corder (1974) dalam
penelitian Indihadi (2012:2) menjelaskan sebagai berikut:
1. Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat penutur beralih cara untuk menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai dinyatakan
selengkapnya. Untuk berbahasa lisan, jenis kesalahan ini diistilahkan dengan
slip of the tongue sedang untuk berbahasa tulis, jenis kesalahan ini diistilahkan
slip of the pen. Kesalahan ini terjadi akibat ketidaksengajaan dan tidak
disadari oleh penuturnya.
2. Error adalah kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar kaidah atau aturan tata bahasa (breaches of code). Kesalahan ini terjadi akibat penutur
sudah memiliki aturan (kaidah) tata bahasa yang berbeda dari tata bahasa yang
lain, sehingga itu berdampak pada kekurangsempurnaan atau ketidakmampuan
penutur. Hal tersebut berimplikasi terhadap penggunaan bahasa, terjadi
kesalahan berbahasa akibat penutur menggunakan kaidah bahasa yang salah.
3. Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam memilih kata atau ungkapan untuk suatu situasi tertentu. Kesalahan ini mengacu
kepada kesalahan akibat penutur tidak tepat menggunakan kaidah yang
diketahui benar, bukan karena kurangnya penguasaan bahasa kedua (B2).
Burt dan Kiparsky tidak membedakan kesalahan berbahasa, tetapi dia
menyebut goof untuk kesalahan berbahasa, yakni: kalimat-kalimat atau tuturan yang mengandung kesalahan, “gooficon” untuk menyebut jenis kesalahan (sifat kesalahan) dari kegramatikaan atau tata bahasa, sedangkan “goofing” adalah penyebutan Pengertian Makna dan Objek Kajian Semantik terhadap seluruh
kesalahan tersebut, goof dan gooficon. Huda (1981) mengistilahkan kesalahan berbahasa itu dengan “kekhilafan (error)”. Menurut Huda (1981) dalam Indihadi (2012:3), kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa (anak) yang sedang
memperoleh dan belajar bahasa kedua disebut kekhilafan (error).
Ditegaskan oleh Dulay, Burt maupun Richard (1979) dalam Indihadi
(2012:3), kekhilafan akan selalu muncul betapa pun usaha pencegahan dilakukan,
tidak seorang pun dapat belajar bahasa tanpa melakukan kekhilafan (kesalahan)
berbahasa. Menurut temuan kajian dalam bidang psikologi kognitif, setiap anak
yang sedang memperoleh dan belajar bahasa kedua (B2) selalu membangun
bahasa melalui proses kreativitas. Jadi, kekhilafan adalah hasil atau implikasi dari
kreativitas, bukan suatu kesalahan berbahasa.
Kekhilafan adalah suatu hal yang wajar dan selalu dialami oleh anak (siswa)
dalam proses pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua. Hal itu merupakan
implikasi logis dari proses pembentukan kreatif siswa (anak). Menurut Corder dan
Richard (1975) dalam Indihadi (2012:3) mempelajari kekhilafan minimal ada tiga
informasi yang akan diperoleh guru (pengajar) bahasa, yakni:
1. Kekhilafan berguna untuk umpan balik (feedback), yakni tentang seberapa
jauh jarak yang harus ditempuh oleh anak untuk sampai kepada tujuan serta
hal apa (materi) yang masih harus dipelajari oleh anak (siswa).
2. Kekhilafan berguna sebagai data/fakta empiris untuk peneliti atau penelitian
tentang bagaimana seseorang memperoleh dan mempelajari bahasa.
3. Kekhilafan berguna sebagai masukan (input), bahwa kekhilafan adalah hal
yang tidak terhindarkan dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa, dan
merupakan salah satu strategi yang digunakan oleh anak untuk pemerolehan
bahasanya.
Menurut Tarigan (2011:303) kesalahan berasal dari bahasa Inggris yaitu
error yang bersinonim dengan kata mistakes yang berarti kekeliruan. Tarigan
kurang lebih sama), kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake) dalam pengajaran
bahasa kedua. Kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa yang menyimpang
dari kaidah bahasa yang berlaku dalam bahasa itu. Sementara itu kekeliruan
adalah penggunaan bahasa yang menyimpang dari kaidah bahasa yang berlaku
dalam bahasa itu namun tidak dipandang sebagai suatu pelanggaran berbahasa.
Kekeliruan terjadi pada anak (siswa) yang sedang belajar bahasa. Kekeliruan
berbahasa cenderung diabaikan dalam analisis kesalahan berbahasa karena
sifatnya tidak acak, individual, tidak sistematis, dan tidak permanen (bersifat
sementara). Jadi, analisis kesalahan berbahasa difokuskan pada kesalahan
berbahasa berdasarkan penyimpangan kaidah bahasa yang berlaku dalam bahasa
itu.
Pada pengajaran bahasa, kesalahan berbahasa disebabkan oleh banyak faktor,
di antaranya: kurikulum, guru, pendekatan, pemilihan bahan ajar, serta cara
pengajaran bahasa yang kurang tepat (Tarigan, 1997). Untuk membedakan antara
kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake), Tarigan (1997) menyajikan dalam
tabel berikut.
Tabel 2.1
Perbandingan antara kesalahan dan kekeliruan berbahasa
Kategori Sudut
Pandang
Kesalahan Berbahasa Kekeliruan Berbahasa
1. Sumber
Acak, tidak sistematis,
secara individual
mawas diri, pemusatan
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai kesalahan bahasa dapat
disimpulkan dengan tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Pembagian Kesalahan
No. Ahli Bahasa Pembagian Kesalahan Bahasa
1 KBBI Perihal salah
2 Burt dan Kiparsky Goof, goofing, gooficon
3 Corder Lapses, error, mistake
4 Huda Kekhilafan
5 Tarigan Kesalahan (error), kekeliruan (mistake)
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai kesalahan bahasa dari para ahli
bahasa, penulis setuju dengan pendapat Tarigan yang membagi kesalahan bahasa
yaitu kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake). Tarigan dalam bukunya Analisis
Kesalahan Berbahasa (2011) membandingkan secara rinci perbedaan antara
kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake) berdasarkan sumber, sifat, durasi,
sistem linguistik, produk dan juga solusi. Menurut Tarigan (2011) juga
menjelaskan secara rinci batasan antara kesalahan (error) dan kekeliruan
(mistake) mempermudah memahami perbedaannya. Sehingga pada penulisan
skripsi ini, penulis menggunakan teori dari Tarigan sebagai acuan penulisan
skripsi.
2.1.2 Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa
Kesalahan berbahasa di dalam pembelajaran bahasa merupakan suatu hal
yang tidak bisa dihindari. Bahkan Tarigan (1990:67) mengatakan bahwa
hubungan keduanya ibarat air dengan ikan. Sebagaimana ikan hanya dapat hidup
dan berada di dalam air, begitu juga kesalahan berbahasa sering terjadi dalam
pembelajaran bahasa. Analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cara kerja
untuk menganalisis kesalahan manusia dalam berbahasa. Penggunaan bahasa
sehari-hari tentu tidak luput dari kesalahan, dan kesalahan tersebut bervariasi.
Melalui analisis kesalahan berbahasa, dapat dijelaskan bentuk
sintaksis yang kemudian memberikan manfaat tertentu bagi proses pengajaran
bahasa. Hal ini menjadi sangat menarik ketika dalam proses pengajaran bahasa
dilakukan analisis kesalahan untuk menjadi umpan balik sebagai titik tolak
perbaikan dalam pengajaran bahasa dalam mencegah dan mengurangi terjadinya
kesalahan berbahasa yang dilakukan para siswa.
Tarigan (1990:68) mengatakan bahwa analisis kesalahan berbahasa adalah
suatu proses kerja yang digunakan oleh para guru dan peneliti bahasa dengan
langkah-langkah pengumpulan data, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat di
dalam data, penjelasan kesalahan-kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan
itu berdasarkan penyebabnya, serta evaluasi taraf keseriusan kesalahan
itu. Analisis kesalahan berbahasa ditujukan kepada bahasa yang sedang dipelajari
atau ditargetkan sebab analisis kesalahan dapat membantu dan bahkan sangat
berguna sebagai kelancaran program pengajaran yang sedang dilaksanakan.
Maksudnya, dengan analisis kesalahan para guru dapat mengatasi kesulitan yang
dihadapi siswa.
Menurut Tarigan (2011:60) para ahli linguistik, pengajaran bahasa, dan
guru bahasa sependapat bahwa kesalahan bahasa itu mengganggu pencapaian
tujuan pengajaran bahasa. Oleh karena itu, kesalahan berbahasa yang sering
dilakukan oleh siswa harus dikurangi dan kalau bisa dihapuskan. Hal ini baru dapat
tercapai apabila seluk-beluk itu dikaji secara mendalam. Pengkajian segala aspek
kesalahan inilah yang disebut analisis kesalahan. Menurut Shidar (1985: 221-222)
dalam Tarigan (2011:62) mengemukakan tujuan analisis kesalahan sebagai berikut:
1. Menentukan urutan penyajian hal-hal yang diajarkan dalam kelas dan buku
teks, misalnya urutan mudah-sulit.
2. Menentukan urutan jenjang relatif penekanan, penjelasan, dan latihan
berbagai hal bahan yang diajarkan.
3. Merencanakan latihan dan pengajaran remedial.
4. Memilih hal-hal bagi pengujian kemahiran siswa.
Banyak peneliti yang tertarik dengan analisis kesalahan sehingga muncul
berbagai penelitian mengenai analisis kesalahan. Contoh penelitian analisis
kesalahan yang menjadi acuan penelitian ini adalah penelitian yang berjudul
Seni Universitas Pendidikan Indonesia yang diteliti oleh Rama Ulun Sundasewu
tahun 2012. Persamaan dengan penelitian ini adalah menganalisis jenis kesalahan
hojodoushi –te iku dan –te kuru pada mahasiswa dan penyebab kesalahan. Instrumen yang digunakan sama yaitu tes tertulis dan angket. Penelitian Rama
Ulun Sundasewu menggunakan metode analisis deskriptif. Tujuannya yaitu untuk
membuat deskripsi, gambaran/ lukisan secara sistematik, factual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan-hubungan antara fenomena yang
diteliti. Pada penelitian ini menggunakan metode analisis kesalahan.
2.2Doushi (Verba)
2.2.1 Pengertian dan ciri-ciri doushi
Doushi (verba) merupakan salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang
sama seperti ajektiva-i dan ajektiva-na yaitu digunakan untuk menyatakan
aktivitas, keberadaan dan keadaan sesuatu. Sebagai contoh sebagai berikut:
(3) マリア 日 へ行
(Maria-san wa nihon e iku) 'Maria (akan) pergi ke Jepang.'
(4) 私 カメ 買う
(watashi wa kamera o kau) „Saya (akan) membeli kamera.‟
(5) え あ
(tsukue no ue ni kaban ga aru) „Di atas meja ada tas.‟
Kata iku, kau, dan aru pada kalimat di atas termasuk doushi. Kata iku pada
kalimat (3) menyatakan aktivitas atau kegiatan „Maria‟ yang akan pergi ke Jepang.
Kata kerja kau pada kalimat (4) menyatakan aktivitas „saya‟ yang akan membeli
kamera, sedangkan kata aru pada kalimat (5) menyatakan keberadaan „tas‟ yang
berada di atas meja. Kata kerja seperti contoh (3), (4) dan (5) dapat berubah sesuai
konteks kalimat.
Menurut Nihongo Bunpo Dai Jiten dalam skripsi Dedi Suryadi (1998:22),
disebutkan bahwa kata kerja adalah salah satu jenis kata dimana pada saat berdiri
sendiri merupakan jenis kata yang dapat mengalami konjugasi seperti halnya kata
Higashi Nakagawa dalam skripsi Dedi Suryadi (1998:22) kata kerja adalah kata
yang dapat berdiri sendiri dan dengan satu kata saja dapat berfungsi sebagai
predikat, disebut juga kata yang berakhiran u. Kemudian bila dilihat dari
modifikasinya, kata ini dapat pula berfungsi sebagai induk kalimat atau pun anak
kalimat. Contoh kalimat antara lain:
(6) 私 8時 起
(watashi wa hachi ji ni okiru) „Saya bangun jam 8 pagi‟ „Saya pernah pergi ke India.
(9) た いちまい い
(yoku toreta no wo ichimai kudasai) „Tolong beri saya foto yang bagus‟
Mizutani (2005) dalam skripsi Amalina (2013:12) menyebutkan kata
kerja adalah kata yang memiliki makna yang menunjukkan gerakan dan perilaku.
Disamping sebagai penyebab dasar yang menunjukkan gerakan, dalam fungsi
gramatikal kata kerja juga akan menjadi predikat dalam berbagai macam klausa.
Menurut Kridalaksana (2008:254) verba adalah kelas kata yang berfungsi sebagai
predikat. Pada beberapa bahasa lain, verba mempunyai ciri morfologis seperti ciri
kala, aspek, persona atau jumlah. Sebagian verba mewakili unsur semantis
perbuatan, keadaan, atau proses.
Dari contoh di atas bisa disimpulkan bahwa kata kerja adalah bagian dari
bahasa yang berdiri sendiri dan berfungsi menerangkan tentang sesuatu kegiatan,
keadaan di sekitar kita. Doushi termasuk jiritsugo yaitu dapat membentuk sebuah
frasa walaupun tanpa bantuan kelas kata lain. Doushi dapat menjadi predikat
2.2.2 Jenis-jenis doushi
1. Menurut Shimizu (2000:45) dalam skripsi Debora (2010:12) ada
beberapa pendapat yang menjelaskan tentang jenis-jenis doushi di
antaranya yaitu:
a. Jidoushi
Kelompok doushi yang tidak berarti mempengaruhi pihak lain.
Contoh: iku„pergi‟, kuru„datang‟, deru„keluar‟.
b. Tadoushi
Kelompok doushi yang menyatakan arti mempengaruhi pihak lain.
Contoh: okosu „membangunkan‟, shimeru „menutup‟, dasu
„mengeluarkan. c. Shodoushi
Kelompok doushi yang tidak dapat diubah ke dalam bentuk pasif
dan kausatif karena adanya pertimbangan dari pembicara itu sendiri.
Contoh: mieru„terlihat‟, kikoeru„terdengar‟,ikeru„dapat pergi‟.
2. Selain ketiga jenis doushi tersebut, Tereda Takano (1984: 80-81) dalam
skripsi Amalina (2013:13) menambahkan jenis-jenis doushi berikut:
d. Fukugoo doushi
Doushi yang terbentuk dari dua buah gabungan kata atau lebih.
Contoh: banashiau „berunding‟, choosa suru „menyelidiki‟,
chikayoru„mendekati‟.
e. Haseigo toshite no doushi
Doushi yang terbentuk dari kelas kata lain dengan cara
menambahkan sufiks. Contoh: samugaru „merasa kedinginan‟,
asebamu„berkeringat‟.
f. Hojodoushi
Doushi yang menjadi bunsetsu tambahan. Hojodoushi atau
dalam bahasa Indonesia disebut kata kerja yang membantu kata
kerja di depannya, merupakan salah satu topik yang akan dibahas
sebagai hojodoushi diletakkan di belakang verba bentuk -te.
Terada dalam Sudjianto dan Dahidi (2004:150-151) menjelaskan
bahwa hojodoushi adalah kata kerja yang menjadi bunsetsu
tambahan. Bunsetsu adalah satuan bahasa yang merupakan
bagian-bagian kalimat. Sedangkan definisi hojodoushi menurut koujien
(2004) adalah kata kerja yang digunakan sebagai fuzoku
(pelengkap), yang makna asal dan sifat dapat berdiri sendirinya
telah hilang. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa
hojodoushi adalah kata kerja yang menerangkan kata kerja yang
berada di depannya.
Hojodoushi yang dibahas pada penelitian ini adalah pola
kalimat –te iku dan –te kuru. Pola kalimat –te iku dan –te kuru termasuk dalam hojodoushi karena menerangkan kata kerja yang
berada di depannya. Contoh kalimat:
(10) す あ
(kurasu ni gomi ga sutete aru) 'Di kelas ada sampah yang dibuang.'
(11)あ 日 語 教え も う
(ane ni Nihongo wo oshiete morau)
„Saya belajar bahasa Jepang dari kakak perempuan saya.‟
Bagian penting predikat pada kalimat nomor (10) dan (11)
tersebut adalah verba sutete dan oshiete, sedangkan verba aru dan
morau pada kalimat tersebut berfungsi membantu verba-verba
yang ada pada bagian sebelumnya dan menjadi bagian dari
predikat. Jadi, predikat kalimat-kalimat tersebut adalah sutete dan
oshiete, sedangkan kata-kata seperti aru dan morau inilah yang
disebut hojodoushi.
Pada penjelasan tentang doushi tersebut dapat disimpulkan
bahwa jenis-jenis doushi ada enam yaitu jidoushi, tadoushi,
shodoushi, fukugoo doushi, haseigo toshite no doushi, dan
2.3 Pola kalimat -te kuru dan -te iku
2.3.1 Fungsi dan makna pola kalimat -te kuru
Pada Minna no Nihongo Intermediate Level I, dijelaskan bahwa
fungsi -te kuru dibagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut:
1. Pola -te kuru digunakan untuk menunjukkan atau menyatakan kegiatan
yang baru saja terjadi sebagai akibat dari suatu hal. Contoh kalimat:
(12)暗 見え た
(kurakunatte, hoshi ga mietekita)
„Hari mulai gelap, bintang-bintang mulai terlihat.‟
(13) 家 いい い し た
(tonari no ie kara ii nioi ga shite kita) „Bau yang enak berasal dari rumah sebelah.‟
(Minna no Nihongo Intermediate Level I, 2009:74)
2. Pola –te kuru digunakan untuk menjelaskan kata kerja untuk
menunjukkan gerakan langsung menuju pembicara. Contoh kalimat:
(14)兄 旅行 帰 た
(ani ga ryokou kara kaettekita)
„Kakak laki-laki saya baru saja pulang dari liburan.‟
(Minna no Nihongo Intermediate Level I, 2009:75)
3. Fungsi -te kuru yang terakhir yaitu -te kuru berfungsi menunjukkan
situasi sekarang melalui proses perubahan, contoh kalimat:
(15) 春 し ました
(dandan harurashiku natte kimashita) „Perlahan musim semi semakin terasa.‟
(Minna no Nihongo Intermediate Level I, 2009:95)
Pada Minna no Nihongo Chukyuu I menjelaskan bahwa pola -te
(16)サ いう魚 生ま た川 海 出 , 年過 し
また生ま た川 戻 ます
(sake toiu sakana wa, umareta kawa kara umi ni dete 4,5 nen
sugoshi, mata umareta kawa ni modotte kimasu)
„Ikan salmon adalah ikan yang lahir di sungai kemudian pergi ke laut, setelah 4,5 tahun dia datang lagi ke tempat dia dilahirkan.‟
(Minna no Nihongo Chukyuu I, 2009:76)
Pada Gakushuudou no Nihongo Noryokushiken Taisaku N3 menjelaskan
fungsi –te kuru menjadi kegiatan yang terjadi sampai sekarang, terus dan semakin. Contoh kalimat:
(17) 十歳 会社 働い た
(hatachi no toki kara zutto kono kaisha de hataraitekita)
„Sejak usia 20 tahun saya sudah terus bekerja di perusahaan ini.‟
(18) カ タ うたい 五年前 た
(jakaruta no juutai wa gonenmae kara hidokunattekita)
„Kemacetan di Jakarta sudah semakin parah sejak 5 tahun lalu.‟ Pada Gakushuudou no Nihongo Noryokushiken Taisaku N3 menjelaskan
fungsi –te iku menjadi kegiatan yang terus terjadi dan akan terus berlanjut. Contoh kalimat:
(19)し うし し も日 語 勉強 い も す
(shuushokushitemo nihongo no benkyou wa tsuzuketeikutsumori
desu)
„Walaupun sudah kerja, saya bermaksud terus melanjutkan pelajaran bahasa Jepang.‟
(20) も ン ア 進出す 外国企業 増え い
う
(korekaramo Indonesia ni shinshutsusuru gaikoku kigyou wa
fueteiku darou)
Pada Nihongo Bunkei Jiten membagi -te kuru menjadi 7 fungsi.
Fungsi -te kuru antara lain:
1. 移動時 様態 (Idouji no youtai)
Berfungsi menjelaskan cara bergerak atau cara pada saat gerakan. Contoh
kalimatnya antara lain:
(21) ま 走 た
(kokomade hashittekita)
„Sampai ke tempat ini dengan berlari.‟
(22)歩い た 汗 いた
(aruitekita no de ase wo kaita) „Karena berjalan jadi berkeringat.‟
(23) 時間 タ ー 乗 い
(basu wa jikan ga kakaru kara, takushii ni nottekitekudasai)
„Karena menggunakan bus memakan banyak waktu, silahkan
datang kesini menggunakan taksi.‟
Makna pada kalimat (21) menunjukkan bahwa cara bergeraknya
adalah dengan berlari, sedangkan kalimat nomor (22) adalah berjalan, dan
nomor (23) adalah menggunakan bus.
2. 近 移動 (Chikazuku idou)
Berfungsi menjelaskan gerakan langsung oleh objek atau benda tersebut
semakin mendekati pembicara. Contoh kalimatnya antara lain:
(24)先月日 帰 ました
(sengetsu nihon ni kaettekimashita)
„Bulan lalu saya telah kembali dari Jepang.‟
(25)頂 戻 1時間 た
(choujou kara modottekuru no ni ichi jikan kakatta) „Dari puncak hingga ke bawah memerlukan waktu 1 jam.‟
(26)船 ち 向 ます
„Kapalnya perlahan mendekat kesini.‟
(27) 物体 近 い た
(sono buttai wa dondon chikazuitekita) „Semakin dekat dengan obyek tersebut.‟ 3. 起 (keiki)
Berfungsi untuk menjelaskan kata kerja yang menunjukkan gerakan
langsung menjauhi pembicara kemudian kembali dan mendekati
pembicara.
Contoh kalimat antara lain:
(28)ち 買 ます 待 い
(chotto kippu wo kattekimasu. Koko de mattekudasai)
„Saya akan pergi membeli tiket. Tolong tunggu di sini sebentar.‟
(29)A: 小川 い し います
B: 部屋 す す ます 中 入
待ち い
A: (Ogawa san irassaimasuka?)
B: (Tonari no heya desu. Sugu yonde kimasu kara, naka ni haitte
omachikudasai)
A: „Ogawa-san ada?‟
B: „Ada di ruang sebelah. Segera saya panggilkan, silahkan
masuk dulu ke dalam.‟
(30)A: 行 ?
B: ち 友達 うち 行
A: (doko ni iku no?)
B: (chotto tomodachi no uchi ni asobiniittekuru)
A: „Kamu mau pergi kemana?‟
B: „Aku mau pergi main kerumah teman.‟
(31) い 途中 屋 たも
(osokunatte gomennasai. Tochuu de honya ni yottekita mono
B: (a, densha no naka ni wasuretekichatta)
A: „Payungnya bagaimana?‟
B: „Oh ya, ketinggalan di dalam kereta.‟
4. (keizoku)
Berfungsi menyatakan kegiatan yang terjadi sekarang, terus dan semakin.
Contoh kalimat:
(33) う 百年も い た
(kono dentou wa go hyaku nen tsuzuitekitanoda)
„Tradisi tersebut sudah 500 tahun terus menerus dilakukan.‟
(34)17歳 店 働い ます
(juunana sai no toki kara zutto kono mise de hataraitekimasu) „Dari umur 17 tahun masih tetap bekerja di toko ini.‟
(35)今ま 一生懸命頑張 た たい 大丈
(ima made isshoukenmei ganbatte kitandakara, zettai ni
daijoubuda)
„Karena sampai sekarang telah berusaha keras, sama sekali tidak masalah.‟
(36) ま 先祖伝来 土地 まも た 事業 し
いし た
(koremade senzo denrai no tochi wo mamori tsuzuketekitaga,
jigyou ni sippaishite dewanasanakerebanaranakunatta)
„Sejauh ini tanah leluhur masih tetap dipertahankan, tidak berhasil digunakan menjadi bisnis.‟
Berfungsi mengatakan kemunculan suatu hal dari „tidak ada‟ menjadi „ada‟. Contoh kalimat:
(37)少し 川 見え た
(sukoshi zutsu kiri ga harete, kawa ga mietekita)
„Sedikit demi sedikit kabutnya hilang, sungainya mulai terlihat.‟
(38) も 間 月 出 た
(kumo no aida kara suki ga detekita) „bulan muncul di cuaca berawan.‟
(39)あ ち 歯 見え た
(akachan no ha ga mietekita) „Gigi bayi mulai tumbuh.‟
(40) 木々 い た
(haru ni natte kigi ga mebuitekita)
„Musim semi tiba pohon-pohon mulai muncul daun-daun.‟ 6. 開始 (kaishi)
Berfungsi menyatakan situasi sekarang melalui proses perubahan. Contoh
kalimat:
„Akhir-akhir jadi ini sedikit gemuk.‟
(43) い 寒 ました
(zuibun samukunattekimashitane) „Mulai mendingin.‟
(44) あい 買 あ た もう
た
(kono aida katteagetabakari no kutsu ga, mou kitsukunattekita) „Sepatu yang dibeli akhir-akhir ini, sudah sempit‟
(mondai ga muzukashikute, atama ga konranshitekita) „Pertanyaannya sulit dan membingungkan.‟
7. ち 向 う動作 (kochira ni mukau dousa)
Berfungsi menjelaskan gerakan yang mendekat ke arah pembicara.
Contoh kalimat:
(46)友達 結婚式日取 し せ た
(tomodachi ga kekkonshiki hidori wo shirasetekita) „Teman saya memberitahu tanggal pernikahannya.‟
(47) し う 買 た う 行 た
(keshouhin wo kata kyaku ga kujou wo ittekita)
„Keluhan dari pelanggan pembeli alat rias semakin berkurang.‟
(48) う 犬 た
(kyuuni inu ga tobikakattekita) „Tiba-tiba anjing melompat kesini.‟
(49)歩い いた 知 い人 話し ました
(aruiteitara, shiranai hito ga hanashikaketekimashita)
„Saat berjalan, ada orang yang tidak dikenal berbicara kepada saya.‟
(50) むす 買 せい うし
た
(musuko wa katte ni shatsu wo katte, seikyuusho wo
okuritsukete kita)
„Anak laki-laki saya seenaknya membeli kemeja, tagihannya datang.‟
2.3.2 Fungsi dan makna pola kalimat -te iku
Pada Minna no Nihongo Intermediate Level I (2009:75) menjelaskan
bahwa fungsi -te iku dibagi menjadi dua yaitu:
1. Pola -te iku menjelaskan kata kerja untuk menunjukkan gerakan langsung
yang menunjukkan gerakan menjauhi pembicara. Contoh:
(51) 授業 あ 学生たち うちへ帰 い た
(jugyou no ato, gakuseitachi wa uchi he kaetteitta)
(Minna no Nihongo Intermediate Level I, 2009:75)
2. Fungsi -te iku yang terakhir yaitu -te kuru berfungsi menunjukkan situasi
sekarang melalui proses perubahan, contoh kalimat:
(52) 日 働 外国人 ふえ い し う
(korekarawa, Nihon de hataraku gaikokujin ga fueteikudesyou)
„Mulai sekarang, jumlah orang asing yang bekerja di Jepang
mungkin akan semakin meningkat.‟
(Minna no Nihongo Intermediate Level I, 2009:95)
Pada Minna no Nihongo Chukyuu I menjelaskan bahwa pola -te
iku berfungsisebagai verba utuh, contoh kalimat:
(53)見 鳥 い 北 国へ帰
(mite. Tori ga tondeikuyo. Kita no kuni he kaerundane)
„Lihat. Burung mulai terbang. Mungkin pulang ke negeri di utara.‟
(Minna no Nihongo Chukyuu I, 2009:76)
Nihongo Bunkei Jiten juga membagi -te iku menjadi 5 fungsi yaitu:
1. 移動時 様態 (Idouji no youtai)
Berfungsi menjelaskan kata kerja yang berhubungan dengan cara gerakan.
Contoh kalimat:
(54)学校ま 走 い う
(gakkou made hashitteikou) „Ayo berlari sampai sekolah.‟
(55)重いタ し い た
(omoi taiya wo koro ga shiteitta) „Ban yang berat menggelinding.‟
(56)時間 い タ ー 乗 い まし う
(jikan ga nai kara takushii ni notteikimashou)
„Karena tidak ada waktu lagi, ayo pergi pakai taxi saja.‟
(57) う 坂 ぼ い た
Berfungsi menjelaskan kegiatan yang berurutan dari kegiatan satu ke
kegiatan yang lain. Contoh kalimat:
(58)あ 少し 仕事 すませ い ます
(ato sukoshi dakara kono shigoto wo sumaseteikimasu) „Tinggal sedikit lagi kami akan menyelesaikan pekerjaan ini.‟
(59)A : 失礼します
B : 言わ い うち 飯 食 い
い
A: (jya, sitsureishimasu)
B: (sonna koto iwanaide, zehi uchi de gohan wo
tabeteittekudasaiyo)
A: „Saya pulang.‟
B: „Jangan bicara seperti itu, ayo makan dulu.‟
(60)疲 た 休 い しまし う
(tsukareta kara koko de yasundeiku koto ni shimashou) „Karena lelah ayo beristirahat disini saja.‟
(61) 誕生日 途中 ゼン 花 買 い ま
した
(oba no taanjoubi dakara, tochuu de purezento ni hana wo
katteikimashita)
„Karena bibi ulang tahun, untuk hadiahnya di perjalanan membeli bunga dulu tadi.‟
3. (keizoku)
Berfungsi menjelaskan kegiatan yang berkelanjutan atau terus-menerus
dilakukan di masa depan. Contoh kalimat:
(62)結婚し も仕事 い も す
(kekkonshite kara mo shigoto wa tsuzuketeiku tsumori desu) „Walaupun sudah menikah tetap akan lanjut bekerja.‟
(63)今後も我 社 展 た 努力し い も
(kongo mo wagasha no hatten no tameni doryokushite ikutsumori
„Untuk pengembangan perusahaan kami, akan terus berusaha.‟
(64)日 子供 わ 減少し い 予想
(Nihon de wa sarani kodomo no wazu ga genshoushiteiku koto ga
yozousareru)
„Diperkirakan jumlah anak-anak di Jepang akan semakin sedikit.‟
(65)見 い 間 も 雪 も い
(miteiru aidani mo dondon yuki ga tsumotteiku) „Melihat salju yang perlahan semakin menumpuk.‟
(66) 画 評判 以来 彼女 人気 日増し た ま
い た
(sono eiga de hyouban ni natte irai, kanojo no ninki wa himashi ni
takamatteitta)
„Reputasi filmnya bagus, wanita itu semakin populer.‟
(67)当分 土地 生活し い う 思 い
(toubun kono tochi de seikatsushiteikou to omotteiru) „Saya berpikir untuk hidup di lahan ini sementara waktu.‟ 4. 消減 (Shougen)
Kegiatan menyaksikan suatu keadaan . Contoh kalimat:
(68) 学校 毎年五百名 学生 卒業し い
(kono gakkou wa, mai nen gohyakumei no gakusei ga
sotsugyoushiteiku)
„Sekolah itu setiap tahunnya meluluskan seratus siswa.‟
(69)見 虹 え い
(mite goran, niji ga dondon kieteikuyo) „Lihat, pelanginya berangsur menghilang.‟
(70)小 いボー 葉 う う 中 い た
(chiisai booto wa sue no ha noyouni uzu no naka ni shizundeitta) „Kapal kecil seperti bunga muda yang tenggelam di dalam pusaran.‟
5. 遠 移動 (Toozakaru idou)
(71)あ 子 友達 し 泣 帰 い た
(ano ko wa, tomodachi to kenkashite, nakinagara kaetteitta) „Anak itu bertengkar dengan temannya, kemudian pulang sambil menangis.‟
(72) ーメ ン 大 弧 描い 彼 も 戻 い ました
(Bumeran wa ookina ko wo egaite kare no motoni modotte
ikimashita)
„Bumerang adalah busur yang besar dan akan terus diperbesar.‟
(73)船 遠 い
(fune wa dondon tookuni hanareteiku) „Kapalnya perlahan pergi menjauh.‟
2.3.3 Kata kerja sebelum pola kalimat –te kuru dan –te iku
Pada http://www.tomojuku.com, kata kerja yang dapat digunakan
bersama –te iku dan –te kuru sebagai hojodoushi antara lain:
1. 食 飲む 見 す dan lain-lain.
Kata kerja di atas apabila digunakan bersama –te iku dan –te kuru maka termasuk kata kerja yang saling berurutan. Contoh kalimat:
(74)今日 友達 図書館 勉強し ました
(kyou wa tomodachi to toshokan de benkyoushite kimashita)
Hari ini datang ke perpustakaan dengan teman untuk belajar.
Pengecualian untuk kata 行 ます(ittekimasu).
2. 持 送 抱 dan lain-lain.
Merupakan kata kerja yang biasa digunakan pada saat dua tindakan
yang dilakukan secara bersama-sama. Contoh:
(75) ン アへ サン も い う
Pengecualian pada beberapa kata keja.
a. も vs 連
Pada kata kerja も digunakan saat objek yang
digunakan adalah benda, sedangkan 連 digunakan saat
objek yang digunakan adalah manusia.
b. 連 vs 一緒
Contoh:
(76)私 リー 連 ました
(watashi ga Rii san wo tsuretekimashita)
Saya datang dengan mengajak Lee.
(77)私 リー 一緒 来ました
(watashi wa Rii san to isshoni kimashita)
Saya datang bersama Lee.
Pada kalimat (76) saat menggunakan 連 ada
kesan ajakan, sedangkan kalimat (77) saat menggunakan 一緒
keduanya datang secara bersama datang tanpa kesan
ajakan.
3. 歩 走 泳 飛 dan lain-lain.
Kata kerja yang digunakan pada saat pergerakan yang berhubungan
dengan cara gerakan. Contoh kalimat:
(78)い も駅ま 歩い い ます
(itsumo eki made aruite ikimasu) „Pergi ke stasiun selalu berjalan kaki.‟
4. 着 靴 帽子
dan lain-lain.
Kata kerja yang digunakan pada saat pergerakan yang berhubungan
dengan penampilan. Contoh kalimat:
(79)明日 パーテ ー ン 着 い ます
5. 帰 出 入 出 降
落ち dan lain-lain.
Pada kata kerja yan dapat berdiri sendiri, harus menggunakan –te iku dan – tekuru untuk menjelaskan posisi objek. Apakah objek tersebut mendekat
kepada pembicara atau menjauhi pembicara. Contoh kalimat:
(80)子供たち 一人一人家へ帰 い た
(kodomotachi wa hitori hitori ie e kaette itta) „Satu-persatu anak-anak pulang ke rumahnya.‟
6. メー 送 品物 手紙 書 電話
す 連絡す dan lain-lain.
Kata kerja yang mempunyai target gerakan. Contoh kalimat:
(81)友達 私 電話 た
(tomodachi wa watashi ni denwa wo kakete kita) „Teman menelpon saya.‟
7. 聞 え 見え い す dan lain-lain.
Suara atau bau yang menuju pembicara. Contoh kalimat:
(82) 家 ピアノ 音 聞 え た
(tonari no ie kara, piano no oto ga kikoete kita)
Dari penjelasan-penjelasan tersebut, penulis menyimpulkan tentang pola
1. Untuk menunjukkan situasi sekarang melalui proses perubahan.
1. Untuk menunjukkan situasi sekarang melalui proses
2. Untuk menjelaskan kata kerja yang menunjukkan gerakan langsung menjauhi pembicara.
3. Untuk menunjukkan
4. Untuk menjelaskan cara pada saat gerakan.
4. Untuk menjelaskan cara pada saat gerakan.
5. Gerakan yang berkelanjutan. 5. Kegiatan yang berurutan.
6. Kemunculan sesuatu dari
„tidak ada‟menjadi „ada‟. 6. Sebagai verba utuh. 7. Kegiatan yang
perlahan-lahan terjadi.
7. 聞 え 見え
い す
7. 聞 え 見え
い す
Dari tabel 2.3 analisis murni di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi dan
makna –te kuru terdapat delapan nomor. Fungsi dan makna –te kuru yang dimunculkan pada soal tes yaitu fungsi dan makna kemunculan sesuatu dari „tidak ada‟ menjadi „ada‟ pada soal tes nomor 1. Pada soal tes nomor 2 fungsi dan makna –te kuru yang dimunculkan yaitu fungsi dan makna gerakan yang
berkelanjutan. Pada soal tes nomor 3 dan nomor 4 fungsi dan makna –te kuru
yang dimunculkan yaitu gerakan langsung menuju pembicara. Pada soal nomor 5
fungsi dan makna –te kuru yang muncul yaitu kegiatan yang sampai sekarang
dilakukan dan sudah terus menerus dilakukan. Pada soal tes nomor 6dan 7 fungsi
dan makna –te kuru yang dimunculkan yaitu gerakan langsung menuju pembicara.
Fungsi dan makna yang digunakan pada soal tes nomor 8 terdapat dua
fungsi dan makna yang digunakan yaitu fungsi dan makna –te kuru gerakan
langsung menuju pembicara, yang kedua yaitu fungsi dan makna –te iku gerakan
langsung menjauhi pembicara. Pada fungsi dan makna –te iku berdasarkan tabel 2.3 di atas, terdapat enam fungsi dan makna. Fungsi dan makna –te iku yang digunakan dalam soal tes yaitu gerakan langsung menjauhi pembicara terdapat
BAB III
METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
3.1Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode analisis kesalahan. Penelitian ini
disusun sebagai penelitian induktif yakni mencari dan mengumpulkan data yang
ada di lapangan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor, unsur-unsur
bentuk, dan suatu sifat dari fenomena di masyarakat (Nazir, 1998: 51). Menurut
Tarigan (2011:303) kesalahan berasal dari bahasa Inggris yaitu error yang
bersinonim dengan kata mistakes yang berarti kekeliruan. Penulis menggunakan
teori dari Tarigan (2011:67) yang menjelaskan ada dua istilah yang saling
bersinonim (memiliki makna yang kurang lebih sama), kesalahan (error) dan
kekeliruan (mistake) dalam pengajaran bahasa kedua. Tarigan (2011:67) juga
membandingkan secara rinci perbedaan error dan mistake berdasarkan beberapa
kategori.
Penelitian ini membatasi kesalahan berbahasa pada istilah mistake .
Mistake menurut Tarigan (2011:67) berdasarkan sumbernya berasal dari
performasi, sedangkan sifatnya acak, tidak sistematis, secara individual.. Durasi
mistake yaitu temporer atau sementara, sistem linguistik belum dikuasai. Produk
mistake yaitu penyimpangan kaidah bahasa, sedangkan solusinya yaitu diri sendiri
(siswa), mawas diri, pemusatan perhatian.
3.2Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa
Jepang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tingkat 3 tahun ajaran 2013/2014
3.3Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini data diperoleh melalui tes dan non-tes. Soal tes
digunakan untuk mengidentifikasi kesalahan dan menjelaskan (describe)
kesalahan. Non-tes berupa angket yang digunakan untuk menerangkan kesalahan
dan mengevaluasi kesalahan. Sutedi (2011:157) menguraikan bahwa tes
merupakan alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa
setelah selesai satu satuan program pengajaran tertentu. Angket merupakan salah
satu instrumen pengumpul data penelitian yang diberikan kepada responden
(manusia yang dijadikan subjek penelitian).
Apabila kesalahan-kesalahan berbahasa telah diketahui, maka data
kesalahan tersebut dikumpulkan sehingga dapat digunakan sebagai umpan balik
dalam penyempurnaan pengajaran bahasa yang bertujuan untuk membantu
memperbaiki kesalahan berbahasa, terutama dalam pengajaran.
Metode pengumpulan data merupakan salah satu aspek yang berperan
dalam kelancaran dan keberhasilan dalam suatu penelitian. Menurut Tarigan
(2011:57) metodologi analisis kesalahan yang ideal mencakup:
1. Mengumpulkan data kesalahan
2. Mengidentifikasi serta mengklasifikasi kesalahan
3. Memperingkat kesalahan
4. Menjelaskan kesalahan
5. Memprakirakan daerah rawan kesalahan
6. Mengoreksi kesalahan
Berikut tahapan-tahapan peneliti dalam menganalisis data:
1. Mengumpulkan data yang didapat dari tes dan angket yang telah disebar.
2. Pengelompokan hasil tes berdasarkan tipe kesalahan yang muncul.
3. Pengelompokan hasil tes berdasarkan latar belakang kesalahan.
4. Pengelompokan hasil angket berdasarkan penyebab kesalahan.
3.4Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah tes berupa butir soal
dan non-tes berupa angket. Sutedi (2011:157) menguraikan bahwa butir soal bisa
disusun dengan mengacu pada tujuan khusus yang telah dirumuskan dan harus
memperhatikan kemampuan yang akan diukur. Pada penelitian ini angket yang
digunakan yaitu angket langsung. Menurut Faisal (1981:4) dalam buku Sutedi
(2011:164) menggolongkan angket menjadi dua jenis yaitu angket tertutup dan
angket terbuka. Angket tertutup yaitu angket yang alternatif jawabannya sudah
disediakan oleh peneliti, sehingga responden tidak memiliki keleluasaan untuk
menyampaikan jawaban dari pertanyaan yang diberikan kepadanya. Sebaliknya
angket terbuka yaitu responden diberikan keleluasaan untuk menjawabnya, karena
hanya berupa daftar pertanyaan saja.
Pada penelitian ini instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Angket atau Kuesioner
Angket atau kuesioner adalah teknik pengumpulan data melalui
formulir-formulir yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada
seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan
dan informasi yang diperlukan oleh peneliti (Mardalis: 2008: 66). Instrumen
angket atau kuesioner ini digunakan untuk memperoleh data tentang penyebab
kesalahan penggunaan bentuk –te kuru dan –te iku makna pergerakan (dousa) pada mahasiswa tingkat 3 tahun ajaran 2013/2014 Program Studi Pendidikan
Bahasa Jepang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pada bagian a)
angket berisi 10 pertanyaan dengan angket semi terbuka 2 soal dan angket
tertutup 8 soal. Pada angket juga terdapat alasan jawaban mahasiswa yang
Tabel 3.1 Kisi-kisi angket
Variabel Indikator Nomor soal
1. Mata kuliah
hyougen
bunkei
1. Kesulitan mempelajari hyougen
bunkei.
1. Pengetahuan mahasiswa
mengenai
makna pola –te iku.
2. Pemahaman mahasiswa mengenai
makna –te kuru.
3. Pemahaman mahasiswa mengenai
fungsi –te iku.
1. Adanya kesulitan mempelajari
pola kalimat –te iku dan –te kuru.
2. Adanya ketidakseringan
menggunakan pola kalimat –te iku
dan –te kuru.
3. Faktor penyebab terjadinya
kesulitan mempelajari pola
2. Tes
Penelitian ini menggunakan instrument tes dengan daftar pertanyaannya
dibuat secara berstruktur dengan bentuk pertanyaan terbuka (open question)
berjumlah 10 pertanyaan tertutup pada bagian a) dan 10 pertanyaan
terjemahan pada bagian b). Pada tes juga terdapat alasan jawaban mahasiswa
sebagai pengganti wawancara berisi 10 soal bagian c). Sutedi (2011:157)
menguraikan bahwa tes merupakan alat ukur yang biasa digunakan untuk
mengukur hasil belajar siswa setelah selesai satu-satuan program pengajaran
tertentu. Sutedi (2011:157) menguraikan bahwa butir soal bisa disusun dengan
mengacu pada tujuan khusus yang telah dirumuskan dan harus memperhatikan
kemampuan yang akan diukur. Instrumen ini digunakan untuk mengetahui tipe
kesalahan penggunaan bentuk –te kuru dan –te iku makna pergerakan (dousa) pada mahasiswa tingkat 3 tahun ajaran 2013/2014 Pendidikan Bahasa Jepang
Tabel 3.2
Kisi-Kisi Penulisan Tes
Variabel Indikator Nomor Soal 1. Fungsi dan makna – kuru gerakan yang berurutan.
3. Mengetahui fungsi dan makna –te kuru sesuatu mendekati pembicara.
4. Mengetahui fungsi dan makna –te kuru kegiatan yang terus-menerus
dilakukan.
5. Mengetahui fungsi dan makna –te kuru mendekati pembicara.
6. Mengetahui fungsi dan makna –te kuru sesuatu mendekati pembicara.
1bagian a) iku gerakan menjauhi pembicara.
2. Mengetahui fungsi dan makna –te
kuru kegiatan yang terus-menerus
dilakukan dimasa depan.
1. Mengetahui penggunaan kanji
pada hojodoushi –te iku.
Pada soal bagian b) dari nomor 1 sampai dengan nomor 10 mahasiswa
diharuskan menerjemahkan dari bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia. Pada
bagian c) nomor 1 sampai dengan nomor 10 mahasiswa diharuskan menjawab
alasan dari jawabannya tersebut. Sehingga pada penelitian ini terdapat 10 soal
dengan jawaban tertutup, 10 soal terjemahan dan 10 soal alasan jawaban. Jumlah
seluruh soal tes yaitu 30 soal.
3.5Analisis Data dan Hasil Penelitian 3.5.1 Analisis Data
3.5.1.1 Analisis soal tes tertutup
Data yang sudah diperoleh melalui tes berisi 10 soal pilihan –te kuru atau –te iku yang dijawab oleh mahasiswa selanjutnya diolah, dianalisis, dan kemudian mengidentifikasi kesalahan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Memeriksa pilihan jawaban mahasiswa antara –te iku dan –te kuru.
2. Menjumlahkan jawaban yang salah.
3. Membuat tabel frekuensi dan persentase kesalahan dari masing-masing
item jawaban.
4. Pada skripsi Amali (2013) menghitung frekuensi dan persentase
kesalahan dari setiap item jawaban dengan menggunakan rumus:
5. Pengelompokan tipe kesalahan yang muncul pada masing-masing
Tabel 3.3
Analisis Jawaban Mahasiswa
Pada Tabel 3.3 di atas angka 1 mewakili jawaban benar, sedangkan angka
0 untuk mewakili jawaban salah. Hasil Tabel.1 dapat dilihat bahwa persentase
kesalahan tertinggi terdapat pada soal nomor 3 sebanyak 16,6%. Persentase
jawaban kesalahan tertinggi kedua yaitu soal nomor 2 sebanyak 15,4%. Persentase
jawaban kesalahan tertinggi ketiga yaitu soal nomor 6 sebanyak 13,6%.
Persentase jawaban kesalahan tertinggi keempat yaitu soal nomor 8 sebanyak
12,9%. Persentase jawaban kesalahan tertinggi kelima yaitu soal nomor 5 dengan
persentase 11,7%. Persentase jawaban kesalahan tertinggi keenam yaitu soal
nomor 4 dengan persentase 9,25%. Persentase jawaban kesalahan tertinggi
ketujuh yaitu nomor 10 sebanyak 8,6%. Persentase jawaban kesalahan tertinggi
kedelapan yaitu nomor 7 sebanyak 4,3%. Sedangkan persentase kesalahan terkecil
terdapat pada soal nomor 1 dan nomor 9 yaitu 3,7%. Pada skripsi Amali (2013)
persentase kesalahan di atas dihitung berdasarkan rumus:
Hasil data persentase kesalahan dari tertinggi sampai persentase kesalahan
terendah adalah sebagai berikut:
Tabel 3.4
Persentase kesalahan
Nomor Soal Persentase
2 15,4%
Persentase kesalahan dihitung bertujuan untuk mengetahui berapa banyak
kesalahan mahasiswa dan mempermudah mengetahui kesalahan terbesar dan
terkecil. Berdasarkan tabel 3.4 di atas dapat disimpulkan bahwa kesalahan
terbesar tedapat pada soal nomor 3. Salah satu alasan terjadinya kesalahan yaitu
mahasiswa memilih jawaban hanya berdasarkan feeling. Hal ini dibuktikan pada
alasan jawaban mahasiswa dengan mahasiswa yang memilih jawaban berdasarkan
feeling sebanyak tujuh mahasiswa, sedangkan mahasiswa yang tidak menjawab
alasan sebanyak lima mahasiswa.
Persentase kesalahan terbesar kedua yaitu soal nomor 2 dengan persentase
kesalahan 15,4%. Penyebab kesalahan ini terjadi antara lain karena lima
mahasiswa memilih jawaban hanya berdasarkan feeling, sedangkan tiga
mahasiswa tidak menjawab alasan jawaban atau dengan kata lain tiga mahasiswa
tersebut tidak mengetahui alasan jawaban yang dipilih.
Persentase kesalahan terbesar ketiga yaitu soal nomor 6 dengan persentase
13,6%. Salah satu penyebab kesalahan yaitu mahasiswa tidak memahami fungsi
dan makna –te kuru dan –te iku yang diberikan. Hal ini dibuktikan bahwa delapan mahasiswa menjawab tidak tahu alasan memilih jawaban dan enam mahasiswa
tidak menjawab alasan.
Persentase kesalahan terbesar keempat yaitu nomor 8 dengan persentase
sebesar 12,9%. Kesalahan ini disebabkan karena dua mahasiswa menjawab tidak
tahu alasan yang dipilih, delapan mahasiswa memilih jawaban hanya berdasarkan
Persentase kesalahan terbesar kelima yaitu pada nomor 5 dengan
persentase 11,7%. Kesalahan terjadi salah satunya karena terdapat delapan
mahasiswa yang menjawab tidak tahu alasan jawaban yang dipilih, sedangkan
tujuh mahasiswa tidak menjawab alasan.
Persentase kesalahan terbanyak keenam yaitu pada nomor 4 dengan
persentase kesalahan 9,25%. Pada soal nomor 4 terdapat sepuluh mahasiswa yang
memilih jawaban hanya berdasarkan feeling sehingga hal ini menjadi salah satu
penyebab kesalahan. Penyebab lain yang muncul yaitu pada angket yang
diberikan kepada mahasiswa diketahui sebanyak 32 mahasiswa merasa kesulitan
mempelajari pola kalimat –te kuru dan –te iku. Hal ini menjadi salah satu
penyebab terjadinya kesalahan dan menjawab hanya berdasarkan feeling.
Persentase kesalahan terbesar ketujuh yaitu soal nomor 10 dengan
persentase kesalahan 8,6%. Pada soal nomor 10 terdapat tiga mahasiswa memilih
jawaban berdasarkan feeling, lima mahasiswa menjawab tidak mengetahui alasan
jawabannya, dan delapan mahasiswa tidak menjawab alasan. Hal ini menjadi
salah satu penyebab kesalahan yang tejadi pada nomor 10.
Persenatse kesalahan tebesar kedelapan yaitu nomor 7 dengan persentase
kesalahan sebanyak 4.3%. Pada soal nomor 7 terdapat lima mahasiswa menjawab
hanya berdasarkan feeling, dan tiga mahasiswa tidak menjawab alasan jawaban.
Persentase kesalahan tekecil yaitu terdapat pada nomor 1 dan nomor 9
dengan persentase sebanyak 3,7%. Pada soal nomor 1 terdapat lima mahasiswa
yang memilih jawaban berdasarkan feeling, sedangkan pada nomor 9 tedapat lima
mahasiswa tidak menjawab alasan jawaban.
Alasan memilih jawaban sangat mempengaruhi persentase kesalahan butir
soal. Mahasiswa semakin memahami soal yang diberikan maka persentase
kesalahan semakin kecil.
3.5.1.2Analisis Terjemahan
Pada 10 soal terjemahan mahasiswa selanjutnya diolah, dianalisis, dan
kemudian mengidentifikasi kesalahan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Memeriksa terjemahan mahasiswa.
2. Pengelompokan tipe kesalahan yang muncul pada masing-masing kalimat.
1) Terjemahan yang kurang sempurna termasuk ke dalam kategori semantik.
2) Kesalahan kosakata termasuk dalam kategoi goi.
3) Kesalahan huruf kanji termasuk dalam kategori kanji.
4) Kesalahan partikel termasuk dalam kategori partikel.
5) Kesalahan kalimat atau susunan kata termasuk dalam kategori sintaksis.
3. Menjelaskan kesalahan.
Berikut adalah analisis jawaban terjemahan mahasiswa tingkat 3 tahun
ajaran 2013 Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta mengenai –te iku dan –te kuru:
1. Analisis soal nomor 1
Pertanyaan : 空 あ ました / い
ました もうす 雨 やむ し う
Jawaban : ~ ました
Terjemahan : Langit mulai cerah ya. Sepertinya sebentar lagi
hujan akan berhenti.
Tabel 3.5
Analisis terjemahan nomor 1
Terjemahan Penyebab kesalahan
Persentase kesalahan mahasiswa
Kategori
segera turun hujan. mengetahui
- Tidak dijawab. Terjemahan 14,3% Semantik
- Langitnya memerah
Jawaban terjemahan yang benar adalah „langit mulai cerah
ya. Sepertinya sebentar lagi hujan akan berhenti‟. Jadi mahasiswa
yang menjawab pertanyaan dengan benar sebanyak 21 mahasiswa.
Terjemahan „langitnya cerah, segera turun hujan‟ kurang tepat karena
seharusnya hujan akan berhenti bukan hujan akan turun, karena
kosakata yang digunakan adalah yamu. Tipe kesalahan yang muncul
yaitu dalam kategori goi sebanyak 85,7%, tipe kesalahan semantik
sebanyak 14,3%. Kesalahan semantik disebabkan oleh faktor
terjemahan, yaitu mahasiswa tidak dapat menerjemahkan kalimat. Hal
ini dapat disebabkan karena mahasiswa menjawab berdasakan feeling
saja, dibuktikan dengan mahasiswa yang menjawab alasan jawaban
berdasarkan feeling sebanyak 5 mahasiswa.
Pertanyaan : A: 朝 飯 ?
Kalimat 17,1% Sintaksis
- Tidak dijawab. Terjemahan 15,7% Semantik
Tipe kesalahan yang muncul yaitu semantik sebanyak
36,8%, kanji sebanyak 31,6%, dan sintaksis sebanyak 17,1%.
Kesalahan semantik disebabkan mahasiswa belum mengerti fungsi
dan makna –te kuru yang diberikan. Hal ini dibuktikan dengan hanya
enam mahasiswa menjawab alasan jawaban dengan tepat.
3. Analisis terjemahan soal nomor 3
行 う
Jawaban : ~持 い う
Terjemahan : Bawalah payung saat pergi ke sekolah.
Tabel 3.7
Pada soal nomor 3 dari 35 sampel terdapat 5 mahasiswa yang
melakukan kesalahan pada terjemahan. Pada terjemahan beberapa
mahasiswa gakkou diterjemahkan sekolah bukan kampus. Apabila
kampus yang dimaksud biasanya menggunakan daigaku. Tipe
kesalahan yang muncul yaitu goi sebanyak 40%, partikel sebanyak
20%, sedangkan semantic sebanyak 40%. Hal ini disebabkan
terdapat tujuh mahasiswa menjawab alasan jawaban berdasarkan
feeling, sedangkan lima mahasiswa tidak menjawab alasan jawaban.
4. Analisis terjemahan soal nomor 4
Terjemahan Penyebab Kesalahan
Persentase kesalahan mahasiswa
Kategori
- Terdengar suara
piano.
Terjemahan yang
kurang sempurna 50% Semantik
- Permainan piano
mudah ya.
Tidak memahami
kosakata yang
diberikan.
50% Goi
Terjemahan yang tepat pada soal nomor 4 adalah „dari
rumah sebelah terdengar suara piano‟. Jadi tipe kesalahan yang
muncul pada terjemahan nomor 4 adalah kanji dan semantik.
Kesalahan tersebut dipengaruhi oleh salah satu faktor alasan
mahasiswa dalam menjawab yaitu sebanyak sepuluh mahasiswa
menjawab soal tes hanya berdasarkan feeling. Pada soal nomor 4 ini
hanya ada dua mahasiswa yang melakukan kesalahan pada
terjemahan.
5. Analisis terjemahan soal nomor 5
Pertanyaan : 学生たち 今ま 年間も 教え
た / 教え い
Jawaban : 教え た
mengajar murid-murid.
- Tidak dijawab Terjemahan 32% Semantik
- Murid-murid sampai
saat ini sudah dalam
kurun waktu 9 tahun
belajar.
Susunan
kalimat 60% Sintaksis
- Sampai sekarang
Pada nomor 5 jawaban terjemahan yang benar adalah „sampai
sekarang sudah 9 tahun saya mengajar siswa‟, sedangkan tipe
kesalahan yang muncul adalah semantik sebanyak 32% dan sintaksis
sebanyak 68%. Kesalahan yang muncul salah satunya disebabkan
sebanyak delapan mahasiswa menjawab tidak tahu alasan jawaban
yang diberikan dan sebanyak tujuh mahasiswa tidak menjawab alasan
jawaban. Pada soal nomor 5 dari 35 sampel mahasiswa sebanyak 25
mahasiswa melakukan kesalahan dalam terjemahan.
6. Analisis terjemahan soal nomor 6
Pertanyaan : 友達 私 電話
た / た
Jawaban : た
Tabel 3.10
kurang tepat 62,5% Sintaksis
- Saya menelpon
teman.
Susunan kata
kurang tepat 18,75% Sintaksis
- Saya dan teman
saya berbicara
lewat telepon
genggam.
Makna 6,25% Semantik
- Tidak tahu Terjemahan 6,25% Semantik
Berdasarkan tabel di atas, jawaban terjemahan yang benar
adalah „teman menelpon saya‟ bukan „saya menelpon teman‟ atau
lainnya. Sebanyak 35 sampel mahasiswa terdapat 16 mahasiswa
melakukan kesalahan terjemahan. Tipe kesalahan yang muncul
adalah semantik sebesar 18,75%, kesalahan sintaksis sebesar 81,25%.
Kesalahan ini disebabkan oleh delapan mahasiswa yang menjawab
alasan jawaban yaitu tidak tahu, sedangkan enam mahasiswa tidak
menjawab alasan jawaban.
7. Analisis terjemahan soal nomor 7
Pertanyaan : ふ ち
向 い ます / 向 ます
Jawaban : 向 ます