• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BENTUK –TE IKU DAN –TE KURU MAKNA PERGERAKAN (DOUSA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BENTUK –TE IKU DAN –TE KURU MAKNA PERGERAKAN (DOUSA)"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BENTUK

TE IKU

DAN

TE KURU

MAKNA PERGERAKAN

(

DOUSA)

Penelitian pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tingkat 3 Tahun Ajaran

2013/2014

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Pendidikan Bahasa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Untuk Memenuhi Persyaratan guna Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh

NOVIYA RAHMAH 20120560007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JEPANG

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BENTUK -TE IKU DAN -TE KURU MAKNA PERGERAKAN (DOUSA)

Penelitian pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tingkat 3 Angkatan Tahun 2013/2014

Noviya Rahmah (20120560007)

ABSTRAK

Pada berbagai macam situasi, bahasa dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan gagasan pembicara kepada pendengar atau penulis kepada pembaca (Sugihastuti, 2016:3). Penyampaian gagasan harus tepat, sehingga gagasan dapat tersampaikan dengan baik. Tarigan (2011:2) menjelaskan bahwa sebagian besar manusia di bumi ini menggunakan dua bahasa sebagai alat komunikasi. Hal tersebut menyebabkan semakin banyak pembelajar bahasa asing, salah satunya bahasa Jepang. Ada beberapa unsur yang harus dikuasai oleh pembelajar agar mampu menguasai bahasa Jepang, salah satunya adalah pola kalimat. Pola kalimat –te iku dan –te kuru pada bahasa Jepang dalam pengunaannya harus memperhatikan posisi subjek dan objek, sehingga banyak pembelajar bahasa Jepang yang terkecoh dengan penggunaanya. Tidak adanya pola kalimat seperti –te iku dan –te kuru dalam bahasa Indonesia membuat pembelajar bahasa Jepang sering mengalami kesulitan untuk memahaminya.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode analisis kesalahan dengan menggunakan instrumen tes dan non-tes berupa angket yang diberikan kepada mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tingkat 3 tahun ajaran 2013/2014 sebanyak 35 mahasiswa yang telah belajar pola kalimat –te iku dan –te kuru. Kesalahan pada penelitian ini membatasi pada mistake disebabkan karena durasi mistake yaitu temporer atau sementara. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tipe kesalahan pembelajar yang muncul dan penyebab terjadinya kesalahan pada penggunaan pola kalimat –te iku dan –te kuru.

Berdasarkan hasil data penelitian ini dapat diketahui bahwa tipe-tipe kesalahan mahasiswa antara lain kesalahan semantik, kesalahan sintaksis, kesalahan kanji, kesalahan kosakata (goi), dan kesalahan partikel. Adapun penyebab kesalahan yang ditemukan adalah mahasiswa menyukai mata kuliah Hyougen Bunkei tetapi merasa kesulitan dalam mata kuliah Hyougen Bunkei serta terdapat mahasiswa yang menjawab soal tes berdasarkan perasaan (feeling). Selain itu sebagian besar mahasiswa kesulitan dalam mempelajari pola kalimat –te kuru dan –te iku, dan yang terakhir mahasiswa jarang menggunakan pola kalimat

–te kuru dan –te iku dalam membuat kalimat.

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif antarmanusia. Dalam berbagai

macam situasi, bahasa dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan gagasan pembicara

kepada pendengar atau penulis kepada pembaca (Sugihastuti, 2016:3). Penyampaian

gagasan harus tepat, sehingga gagasan dapat tersampaikan dengan baik. Tarigan (2011:2)

menjelaskan bahwa sebagian besar manusia di bumi ini menggunakan dua bahasa

sebagai alat komunikasi. Hal tersebut menyebabkan semakin banyak pembelajar bahasa

asing, salah satunya bahasa Jepang. Ada beberapa unsur yang harus dikuasai oleh

pembelajar agar mampu menguasai bahasa Jepang, salah satunya adalah pola kalimat.

Pola kalimat dalam bahasa Jepang bermacam-macam menurut fungsi dan

penggunaannya. Salah satunya yaitu pola kalimat–te iku dan -te kuru . Pola kalimat –te iku dan -te kuru pada bahasa Jepang dalam penggunaannya harus memperhatikan posisi

tempat subjek dan objek, sehingga banyak para pembelajar bahasa Jepang yang terkecoh

dengan penggunaan kata kerja –te iku dan –te kuru. Simak kalimat berikut:

(1) ここま 走っ きた。

(koko made hashitte kita)

'Datang kesini dengan berlari.'

(2) 学校ま 走っ 行こう。

(gakkou made hashitte ikou)

'Ayo pergi berlari sampai sekolah! '

Pada contoh di atas, kalimat (1) menunjukkan bahwa pemakaian -te kuru

berdasarkan cara pada saat gerakan. Kalimat (1) menggunakan pola kalimat -te kuru

karena pembicara sudah datang dan sudah berada pada tempat tujuan. Kalimat (2)

menggunakan pola kalimat -te iku karena pembicara masih berada pada tempat awal dan

akan pergi ke sekolah. Kata 来る(kuru) dan行 く(iku) dalam kalimat sepintas tidak

memiliki makna yang jauh berbeda. Pada kalimat (1) dalam bahasa Indonesia biasanya

banyak yang terkecoh antara kata datang dan pergi.Pada bahasa Indonesia kalimat yang

(4)

Pada KKBI kata pergi diartikan 'berjalan/ bergerak maju', sedangkan kata pergi dan akan

kembali lagi ke tempat tersebut tidak ada dalam kamus bahasa Indonesia. Hal tersebut

menjadi salah satu alasan pembelajar kesulitan memahami pola kalimat -te kuru.

Masalah lain muncul pada saat lima orang responden diberikan soal mengenai

pola kalimat –te iku dan -te kuru. Soal berupa kalimat yang harus diisi dengan pola kalimat –te iku atau -te kuru serta mengartikan soal tersebut dari bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia. Dua orang responden di antaranya menjawab dengan benar dan tiga

orang responden menjawab salah. Salah satu penyebab kesalahan yang terjadi adalah

responden tidak mengerti pemakaian –te iku dan -te kuru yang sesuai dengan tempat dimana pembicara pada saat berbicara. Penyebab kesalahan yang kedua adalah pada saat

mengartikan dari bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia. Tiga responden tidak

menuliskan kata pergi dan datang pada terjemahannya. Dua responden lainnya

menjawab benar tetapi salah penempatan kata pergi dan datang. Hal tersebut

membuktikan bahwa kata pergi dan datang atau 来る(kuru) dan 行く(iku) dalam kalimat

sepintas tidak memiliki makna yang jauh berbeda sehingga banyak pembelajar yang

terkecoh.

Tidak adanya pola kalimat seperti –te iku dan -te kuru dalam bahasa Indonesia membuat pembelajar bahasa Jepang sering mengalami kesulitan dengan pemahaman pola

kalimat –te iku dan -te kuru. Contoh kasus pada bahasa Jepang terdapat kalimat いっ

きます sesuai dari asal kalimat yang berarti 'saya pergi dan akan kembali lagi'

diucapkan ketika seseorang akan berangkat meninggalkan suatu tempat.

Analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cara kerja untuk menganalisis

kesalahan-kesalahan tersebut. Melalui analisis kesalahan berbahasa, dapat dijelaskan

bentuk kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa baik secara morfologis, fonologis,

dan sintaksis yang kemudian memberikan manfaat tertentu bagi proses pengajaran

bahasa. Hal ini menjadi sangat menarik ketika dalam proses pengajaran bahasa dilakukan

analisis kesalahan sebagai titik tolak perbaikan dalam pengajaran bahasa dalam

mencegah dan mengurangi terjadinya kesalahan berbahasa yang dilakukan para siswa.

Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa tertarik untuk menganalisis

kesalahan mahasiswa dalam penggunaan pola kalimat –te iku dan –te kuru yang mempunyai makna pergerakan fisik.

(5)

1.2Rumusan Masalah

Pada penelitian ini, rumusan masalah berupa poin berikut:

a. Bagaimana tipe kesalahan pembelajar yang muncul pada penggunaan pola kalimat –te iku dan –te kuru?

b. Apa penyebab terjadinya kesalahan pembelajar pada penggunaan pola kalimat –te iku dan –te kuru?

1.3Batasan Masalah

Penelitian ini hanya meneliti tentang kesalahan penggunaan bentuk -te iku dan -te

kuru makna pergerakan (dousa) pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa

Jepang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tingkat 3 Tahun Ajaran 2013/2014

sebanyak 35 mahasiswa.

1.4Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui tipe kesalahan pembelajar yang muncul pada penggunaan kata kerja –te iku dan –te kuru.

b. Mengetahui penyebab terjadinya kesalahan pembelajar pada penggunaan kata kerja te iku dan –te kuru.

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai pola

(6)

1.6Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Pada bab ini menggambarkan secara umum skripsi ini yang terdiri dari latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

sistematika penulisan.

BAB II Kajian Pustaka

Pada bab ini dijelaskan mengenai teori-teori yang digunakan sebagai pedoman

dalam skripsi ini yaitu menjelaskan pengertian kesalahan berbahasa, analisis kesalahan

berbahasa, doushi (verba), hojodoushi pola kalimat –te kuru dan –te iku, serta pola kalimat –te kuru dan –te iku,.

BAB III Metode Penelitian dan Analisis Data

Pada bab ini menjelaskan mengenai metode penelitian yang dipakai, metode

pengumpulan data, analisis data dan pembahasan, serta hasil penelitian.

BAB IV Simpulan dan Saran

(7)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kesalahan Berbahasa

2.1.1 Pengertian Kesalahan Berbahasa

Istilah kesalahan berbahasa memiliki pengertian yang beragam. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kesalahan diartikan 'perihal salah'. Bagi

Burt dan Kiparsky dalam Indihadi (2012:2) mengistilahkan kesalahan berbahasa itu dengan “goof”, “goofing”, dan “gooficon”. Corder (1974) dalam Indihadi (2012:2) menggunakan 3 (tiga) istilah untuk membatasi kesalahan berbahasa: (1)

Lapses, (2) Error, dan (3) Mistake. Lapses, error dan mistake adalah istilah-istilah

dalam wilayah kesalahan berbahasa. Ketiga istilah itu memiliki domain yang

berbeda-beda dalam memandang kesalahan berbahasa. Corder (1974) dalam

penelitian Indihadi (2012:2) menjelaskan sebagai berikut:

1. Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat penutur beralih cara untuk menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai dinyatakan

selengkapnya. Untuk berbahasa lisan, jenis kesalahan ini diistilahkan dengan

slip of the tongue sedang untuk berbahasa tulis, jenis kesalahan ini diistilahkan

slip of the pen. Kesalahan ini terjadi akibat ketidaksengajaan dan tidak

disadari oleh penuturnya.

2. Error adalah kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar kaidah atau aturan tata bahasa (breaches of code). Kesalahan ini terjadi akibat penutur

sudah memiliki aturan (kaidah) tata bahasa yang berbeda dari tata bahasa yang

lain, sehingga itu berdampak pada kekurangsempurnaan atau ketidakmampuan

penutur. Hal tersebut berimplikasi terhadap penggunaan bahasa, terjadi

kesalahan berbahasa akibat penutur menggunakan kaidah bahasa yang salah.

3. Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam memilih kata atau ungkapan untuk suatu situasi tertentu. Kesalahan ini mengacu

kepada kesalahan akibat penutur tidak tepat menggunakan kaidah yang

diketahui benar, bukan karena kurangnya penguasaan bahasa kedua (B2).

(8)

Burt dan Kiparsky tidak membedakan kesalahan berbahasa, tetapi dia

menyebut goof untuk kesalahan berbahasa, yakni: kalimat-kalimat atau tuturan yang mengandung kesalahan, “gooficon” untuk menyebut jenis kesalahan (sifat kesalahan) dari kegramatikaan atau tata bahasa, sedangkan “goofing” adalah penyebutan Pengertian Makna dan Objek Kajian Semantik terhadap seluruh

kesalahan tersebut, goof dan gooficon. Huda (1981) mengistilahkan kesalahan berbahasa itu dengan “kekhilafan (error)”. Menurut Huda (1981) dalam Indihadi (2012:3), kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa (anak) yang sedang

memperoleh dan belajar bahasa kedua disebut kekhilafan (error).

Ditegaskan oleh Dulay, Burt maupun Richard (1979) dalam Indihadi

(2012:3), kekhilafan akan selalu muncul betapa pun usaha pencegahan dilakukan,

tidak seorang pun dapat belajar bahasa tanpa melakukan kekhilafan (kesalahan)

berbahasa. Menurut temuan kajian dalam bidang psikologi kognitif, setiap anak

yang sedang memperoleh dan belajar bahasa kedua (B2) selalu membangun

bahasa melalui proses kreativitas. Jadi, kekhilafan adalah hasil atau implikasi dari

kreativitas, bukan suatu kesalahan berbahasa.

Kekhilafan adalah suatu hal yang wajar dan selalu dialami oleh anak (siswa)

dalam proses pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua. Hal itu merupakan

implikasi logis dari proses pembentukan kreatif siswa (anak). Menurut Corder dan

Richard (1975) dalam Indihadi (2012:3) mempelajari kekhilafan minimal ada tiga

informasi yang akan diperoleh guru (pengajar) bahasa, yakni:

1. Kekhilafan berguna untuk umpan balik (feedback), yakni tentang seberapa

jauh jarak yang harus ditempuh oleh anak untuk sampai kepada tujuan serta

hal apa (materi) yang masih harus dipelajari oleh anak (siswa).

2. Kekhilafan berguna sebagai data/fakta empiris untuk peneliti atau penelitian

tentang bagaimana seseorang memperoleh dan mempelajari bahasa.

3. Kekhilafan berguna sebagai masukan (input), bahwa kekhilafan adalah hal

yang tidak terhindarkan dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa, dan

merupakan salah satu strategi yang digunakan oleh anak untuk pemerolehan

bahasanya.

Menurut Tarigan (2011:303) kesalahan berasal dari bahasa Inggris yaitu

error yang bersinonim dengan kata mistakes yang berarti kekeliruan. Tarigan

(9)

kurang lebih sama), kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake) dalam pengajaran

bahasa kedua. Kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa yang menyimpang

dari kaidah bahasa yang berlaku dalam bahasa itu. Sementara itu kekeliruan

adalah penggunaan bahasa yang menyimpang dari kaidah bahasa yang berlaku

dalam bahasa itu namun tidak dipandang sebagai suatu pelanggaran berbahasa.

Kekeliruan terjadi pada anak (siswa) yang sedang belajar bahasa. Kekeliruan

berbahasa cenderung diabaikan dalam analisis kesalahan berbahasa karena

sifatnya tidak acak, individual, tidak sistematis, dan tidak permanen (bersifat

sementara). Jadi, analisis kesalahan berbahasa difokuskan pada kesalahan

berbahasa berdasarkan penyimpangan kaidah bahasa yang berlaku dalam bahasa

itu.

Pada pengajaran bahasa, kesalahan berbahasa disebabkan oleh banyak faktor,

di antaranya: kurikulum, guru, pendekatan, pemilihan bahan ajar, serta cara

pengajaran bahasa yang kurang tepat (Tarigan, 1997). Untuk membedakan antara

kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake), Tarigan (1997) menyajikan dalam

tabel berikut.

Tabel 2.1

Perbandingan antara kesalahan dan kekeliruan berbahasa

Kategori Sudut

Pandang

Kesalahan Berbahasa Kekeliruan Berbahasa

1. Sumber

Acak, tidak sistematis,

secara individual

mawas diri, pemusatan

(10)

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai kesalahan bahasa dapat

disimpulkan dengan tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Pembagian Kesalahan

No. Ahli Bahasa Pembagian Kesalahan Bahasa

1 KBBI Perihal salah

2 Burt dan Kiparsky Goof, goofing, gooficon

3 Corder Lapses, error, mistake

4 Huda Kekhilafan

5 Tarigan Kesalahan (error), kekeliruan (mistake)

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai kesalahan bahasa dari para ahli

bahasa, penulis setuju dengan pendapat Tarigan yang membagi kesalahan bahasa

yaitu kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake). Tarigan dalam bukunya Analisis

Kesalahan Berbahasa (2011) membandingkan secara rinci perbedaan antara

kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake) berdasarkan sumber, sifat, durasi,

sistem linguistik, produk dan juga solusi. Menurut Tarigan (2011) juga

menjelaskan secara rinci batasan antara kesalahan (error) dan kekeliruan

(mistake) mempermudah memahami perbedaannya. Sehingga pada penulisan

skripsi ini, penulis menggunakan teori dari Tarigan sebagai acuan penulisan

skripsi.

2.1.2 Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa

Kesalahan berbahasa di dalam pembelajaran bahasa merupakan suatu hal

yang tidak bisa dihindari. Bahkan Tarigan (1990:67) mengatakan bahwa

hubungan keduanya ibarat air dengan ikan. Sebagaimana ikan hanya dapat hidup

dan berada di dalam air, begitu juga kesalahan berbahasa sering terjadi dalam

pembelajaran bahasa. Analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cara kerja

untuk menganalisis kesalahan manusia dalam berbahasa. Penggunaan bahasa

sehari-hari tentu tidak luput dari kesalahan, dan kesalahan tersebut bervariasi.

Melalui analisis kesalahan berbahasa, dapat dijelaskan bentuk

(11)

sintaksis yang kemudian memberikan manfaat tertentu bagi proses pengajaran

bahasa. Hal ini menjadi sangat menarik ketika dalam proses pengajaran bahasa

dilakukan analisis kesalahan untuk menjadi umpan balik sebagai titik tolak

perbaikan dalam pengajaran bahasa dalam mencegah dan mengurangi terjadinya

kesalahan berbahasa yang dilakukan para siswa.

Tarigan (1990:68) mengatakan bahwa analisis kesalahan berbahasa adalah

suatu proses kerja yang digunakan oleh para guru dan peneliti bahasa dengan

langkah-langkah pengumpulan data, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat di

dalam data, penjelasan kesalahan-kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan

itu berdasarkan penyebabnya, serta evaluasi taraf keseriusan kesalahan

itu. Analisis kesalahan berbahasa ditujukan kepada bahasa yang sedang dipelajari

atau ditargetkan sebab analisis kesalahan dapat membantu dan bahkan sangat

berguna sebagai kelancaran program pengajaran yang sedang dilaksanakan.

Maksudnya, dengan analisis kesalahan para guru dapat mengatasi kesulitan yang

dihadapi siswa.

Menurut Tarigan (2011:60) para ahli linguistik, pengajaran bahasa, dan

guru bahasa sependapat bahwa kesalahan bahasa itu mengganggu pencapaian

tujuan pengajaran bahasa. Oleh karena itu, kesalahan berbahasa yang sering

dilakukan oleh siswa harus dikurangi dan kalau bisa dihapuskan. Hal ini baru dapat

tercapai apabila seluk-beluk itu dikaji secara mendalam. Pengkajian segala aspek

kesalahan inilah yang disebut analisis kesalahan. Menurut Shidar (1985: 221-222)

dalam Tarigan (2011:62) mengemukakan tujuan analisis kesalahan sebagai berikut:

1. Menentukan urutan penyajian hal-hal yang diajarkan dalam kelas dan buku

teks, misalnya urutan mudah-sulit.

2. Menentukan urutan jenjang relatif penekanan, penjelasan, dan latihan

berbagai hal bahan yang diajarkan.

3. Merencanakan latihan dan pengajaran remedial.

4. Memilih hal-hal bagi pengujian kemahiran siswa.

Banyak peneliti yang tertarik dengan analisis kesalahan sehingga muncul

berbagai penelitian mengenai analisis kesalahan. Contoh penelitian analisis

kesalahan yang menjadi acuan penelitian ini adalah penelitian yang berjudul

(12)

Seni Universitas Pendidikan Indonesia yang diteliti oleh Rama Ulun Sundasewu

tahun 2012. Persamaan dengan penelitian ini adalah menganalisis jenis kesalahan

hojodoushi –te iku dan –te kuru pada mahasiswa dan penyebab kesalahan. Instrumen yang digunakan sama yaitu tes tertulis dan angket. Penelitian Rama

Ulun Sundasewu menggunakan metode analisis deskriptif. Tujuannya yaitu untuk

membuat deskripsi, gambaran/ lukisan secara sistematik, factual dan akurat

mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan-hubungan antara fenomena yang

diteliti. Pada penelitian ini menggunakan metode analisis kesalahan.

2.2Doushi (Verba)

2.2.1 Pengertian dan ciri-ciri doushi

Doushi (verba) merupakan salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang

sama seperti ajektiva-i dan ajektiva-na yaitu digunakan untuk menyatakan

aktivitas, keberadaan dan keadaan sesuatu. Sebagai contoh sebagai berikut:

(3) マリア 日 へ行

(Maria-san wa nihon e iku) 'Maria (akan) pergi ke Jepang.'

(4) 私 カメ 買う

(watashi wa kamera o kau) „Saya (akan) membeli kamera.‟

(5) え あ

(tsukue no ue ni kaban ga aru) „Di atas meja ada tas.‟

Kata iku, kau, dan aru pada kalimat di atas termasuk doushi. Kata iku pada

kalimat (3) menyatakan aktivitas atau kegiatan „Maria‟ yang akan pergi ke Jepang.

Kata kerja kau pada kalimat (4) menyatakan aktivitas „saya‟ yang akan membeli

kamera, sedangkan kata aru pada kalimat (5) menyatakan keberadaan „tas‟ yang

berada di atas meja. Kata kerja seperti contoh (3), (4) dan (5) dapat berubah sesuai

konteks kalimat.

Menurut Nihongo Bunpo Dai Jiten dalam skripsi Dedi Suryadi (1998:22),

disebutkan bahwa kata kerja adalah salah satu jenis kata dimana pada saat berdiri

sendiri merupakan jenis kata yang dapat mengalami konjugasi seperti halnya kata

(13)

Higashi Nakagawa dalam skripsi Dedi Suryadi (1998:22) kata kerja adalah kata

yang dapat berdiri sendiri dan dengan satu kata saja dapat berfungsi sebagai

predikat, disebut juga kata yang berakhiran u. Kemudian bila dilihat dari

modifikasinya, kata ini dapat pula berfungsi sebagai induk kalimat atau pun anak

kalimat. Contoh kalimat antara lain:

(6) 私 8時 起

(watashi wa hachi ji ni okiru) „Saya bangun jam 8 pagi‟ „Saya pernah pergi ke India.

(9) た いちまい い

(yoku toreta no wo ichimai kudasai) „Tolong beri saya foto yang bagus‟

Mizutani (2005) dalam skripsi Amalina (2013:12) menyebutkan kata

kerja adalah kata yang memiliki makna yang menunjukkan gerakan dan perilaku.

Disamping sebagai penyebab dasar yang menunjukkan gerakan, dalam fungsi

gramatikal kata kerja juga akan menjadi predikat dalam berbagai macam klausa.

Menurut Kridalaksana (2008:254) verba adalah kelas kata yang berfungsi sebagai

predikat. Pada beberapa bahasa lain, verba mempunyai ciri morfologis seperti ciri

kala, aspek, persona atau jumlah. Sebagian verba mewakili unsur semantis

perbuatan, keadaan, atau proses.

Dari contoh di atas bisa disimpulkan bahwa kata kerja adalah bagian dari

bahasa yang berdiri sendiri dan berfungsi menerangkan tentang sesuatu kegiatan,

keadaan di sekitar kita. Doushi termasuk jiritsugo yaitu dapat membentuk sebuah

frasa walaupun tanpa bantuan kelas kata lain. Doushi dapat menjadi predikat

(14)

2.2.2 Jenis-jenis doushi

1. Menurut Shimizu (2000:45) dalam skripsi Debora (2010:12) ada

beberapa pendapat yang menjelaskan tentang jenis-jenis doushi di

antaranya yaitu:

a. Jidoushi

Kelompok doushi yang tidak berarti mempengaruhi pihak lain.

Contoh: iku„pergi‟, kuru„datang‟, deru„keluar‟.

b. Tadoushi

Kelompok doushi yang menyatakan arti mempengaruhi pihak lain.

Contoh: okosu „membangunkan‟, shimeru „menutup‟, dasu

„mengeluarkan. c. Shodoushi

Kelompok doushi yang tidak dapat diubah ke dalam bentuk pasif

dan kausatif karena adanya pertimbangan dari pembicara itu sendiri.

Contoh: mieru„terlihat‟, kikoeru„terdengar‟,ikeru„dapat pergi‟.

2. Selain ketiga jenis doushi tersebut, Tereda Takano (1984: 80-81) dalam

skripsi Amalina (2013:13) menambahkan jenis-jenis doushi berikut:

d. Fukugoo doushi

Doushi yang terbentuk dari dua buah gabungan kata atau lebih.

Contoh: banashiau „berunding‟, choosa suru „menyelidiki‟,

chikayoru„mendekati‟.

e. Haseigo toshite no doushi

Doushi yang terbentuk dari kelas kata lain dengan cara

menambahkan sufiks. Contoh: samugaru „merasa kedinginan‟,

asebamu„berkeringat‟.

f. Hojodoushi

Doushi yang menjadi bunsetsu tambahan. Hojodoushi atau

dalam bahasa Indonesia disebut kata kerja yang membantu kata

kerja di depannya, merupakan salah satu topik yang akan dibahas

(15)

sebagai hojodoushi diletakkan di belakang verba bentuk -te.

Terada dalam Sudjianto dan Dahidi (2004:150-151) menjelaskan

bahwa hojodoushi adalah kata kerja yang menjadi bunsetsu

tambahan. Bunsetsu adalah satuan bahasa yang merupakan

bagian-bagian kalimat. Sedangkan definisi hojodoushi menurut koujien

(2004) adalah kata kerja yang digunakan sebagai fuzoku

(pelengkap), yang makna asal dan sifat dapat berdiri sendirinya

telah hilang. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa

hojodoushi adalah kata kerja yang menerangkan kata kerja yang

berada di depannya.

Hojodoushi yang dibahas pada penelitian ini adalah pola

kalimat –te iku dan –te kuru. Pola kalimat –te iku dan –te kuru termasuk dalam hojodoushi karena menerangkan kata kerja yang

berada di depannya. Contoh kalimat:

(10) す あ

(kurasu ni gomi ga sutete aru) 'Di kelas ada sampah yang dibuang.'

(11)あ 日 語 教え も う

(ane ni Nihongo wo oshiete morau)

„Saya belajar bahasa Jepang dari kakak perempuan saya.‟

Bagian penting predikat pada kalimat nomor (10) dan (11)

tersebut adalah verba sutete dan oshiete, sedangkan verba aru dan

morau pada kalimat tersebut berfungsi membantu verba-verba

yang ada pada bagian sebelumnya dan menjadi bagian dari

predikat. Jadi, predikat kalimat-kalimat tersebut adalah sutete dan

oshiete, sedangkan kata-kata seperti aru dan morau inilah yang

disebut hojodoushi.

Pada penjelasan tentang doushi tersebut dapat disimpulkan

bahwa jenis-jenis doushi ada enam yaitu jidoushi, tadoushi,

shodoushi, fukugoo doushi, haseigo toshite no doushi, dan

(16)

2.3 Pola kalimat -te kuru dan -te iku

2.3.1 Fungsi dan makna pola kalimat -te kuru

Pada Minna no Nihongo Intermediate Level I, dijelaskan bahwa

fungsi -te kuru dibagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut:

1. Pola -te kuru digunakan untuk menunjukkan atau menyatakan kegiatan

yang baru saja terjadi sebagai akibat dari suatu hal. Contoh kalimat:

(12)暗 見え た

(kurakunatte, hoshi ga mietekita)

„Hari mulai gelap, bintang-bintang mulai terlihat.‟

(13) 家 いい い し た

(tonari no ie kara ii nioi ga shite kita) „Bau yang enak berasal dari rumah sebelah.‟

(Minna no Nihongo Intermediate Level I, 2009:74)

2. Pola –te kuru digunakan untuk menjelaskan kata kerja untuk

menunjukkan gerakan langsung menuju pembicara. Contoh kalimat:

(14)兄 旅行 帰 た

(ani ga ryokou kara kaettekita)

„Kakak laki-laki saya baru saja pulang dari liburan.‟

(Minna no Nihongo Intermediate Level I, 2009:75)

3. Fungsi -te kuru yang terakhir yaitu -te kuru berfungsi menunjukkan

situasi sekarang melalui proses perubahan, contoh kalimat:

(15) 春 し ました

(dandan harurashiku natte kimashita) „Perlahan musim semi semakin terasa.‟

(Minna no Nihongo Intermediate Level I, 2009:95)

Pada Minna no Nihongo Chukyuu I menjelaskan bahwa pola -te

(17)

(16)サ いう魚 生ま た川 海 出 , 年過 し

また生ま た川 戻 ます

(sake toiu sakana wa, umareta kawa kara umi ni dete 4,5 nen

sugoshi, mata umareta kawa ni modotte kimasu)

„Ikan salmon adalah ikan yang lahir di sungai kemudian pergi ke laut, setelah 4,5 tahun dia datang lagi ke tempat dia dilahirkan.‟

(Minna no Nihongo Chukyuu I, 2009:76)

Pada Gakushuudou no Nihongo Noryokushiken Taisaku N3 menjelaskan

fungsi –te kuru menjadi kegiatan yang terjadi sampai sekarang, terus dan semakin. Contoh kalimat:

(17) 十歳 会社 働い た

(hatachi no toki kara zutto kono kaisha de hataraitekita)

„Sejak usia 20 tahun saya sudah terus bekerja di perusahaan ini.‟

(18) カ タ うたい 五年前 た

(jakaruta no juutai wa gonenmae kara hidokunattekita)

„Kemacetan di Jakarta sudah semakin parah sejak 5 tahun lalu.‟ Pada Gakushuudou no Nihongo Noryokushiken Taisaku N3 menjelaskan

fungsi –te iku menjadi kegiatan yang terus terjadi dan akan terus berlanjut. Contoh kalimat:

(19)し うし し も日 語 勉強 い も す

(shuushokushitemo nihongo no benkyou wa tsuzuketeikutsumori

desu)

„Walaupun sudah kerja, saya bermaksud terus melanjutkan pelajaran bahasa Jepang.‟

(20) も ン ア 進出す 外国企業 増え い

(korekaramo Indonesia ni shinshutsusuru gaikoku kigyou wa

fueteiku darou)

(18)

Pada Nihongo Bunkei Jiten membagi -te kuru menjadi 7 fungsi.

Fungsi -te kuru antara lain:

1. 移動時 様態 (Idouji no youtai)

Berfungsi menjelaskan cara bergerak atau cara pada saat gerakan. Contoh

kalimatnya antara lain:

(21) ま 走 た

(kokomade hashittekita)

„Sampai ke tempat ini dengan berlari.‟

(22)歩い た 汗 いた

(aruitekita no de ase wo kaita) „Karena berjalan jadi berkeringat.‟

(23) 時間 タ ー 乗 い

(basu wa jikan ga kakaru kara, takushii ni nottekitekudasai)

„Karena menggunakan bus memakan banyak waktu, silahkan

datang kesini menggunakan taksi.‟

Makna pada kalimat (21) menunjukkan bahwa cara bergeraknya

adalah dengan berlari, sedangkan kalimat nomor (22) adalah berjalan, dan

nomor (23) adalah menggunakan bus.

2. 近 移動 (Chikazuku idou)

Berfungsi menjelaskan gerakan langsung oleh objek atau benda tersebut

semakin mendekati pembicara. Contoh kalimatnya antara lain:

(24)先月日 帰 ました

(sengetsu nihon ni kaettekimashita)

„Bulan lalu saya telah kembali dari Jepang.‟

(25)頂 戻 1時間 た

(choujou kara modottekuru no ni ichi jikan kakatta) „Dari puncak hingga ke bawah memerlukan waktu 1 jam.‟

(26)船 ち 向 ます

(19)

„Kapalnya perlahan mendekat kesini.‟

(27) 物体 近 い た

(sono buttai wa dondon chikazuitekita) „Semakin dekat dengan obyek tersebut.‟ 3. 起 (keiki)

Berfungsi untuk menjelaskan kata kerja yang menunjukkan gerakan

langsung menjauhi pembicara kemudian kembali dan mendekati

pembicara.

Contoh kalimat antara lain:

(28)ち 買 ます 待 い

(chotto kippu wo kattekimasu. Koko de mattekudasai)

„Saya akan pergi membeli tiket. Tolong tunggu di sini sebentar.‟

(29)A: 小川 い し います

B: 部屋 す す ます 中 入

待ち い

A: (Ogawa san irassaimasuka?)

B: (Tonari no heya desu. Sugu yonde kimasu kara, naka ni haitte

omachikudasai)

A: „Ogawa-san ada?‟

B: „Ada di ruang sebelah. Segera saya panggilkan, silahkan

masuk dulu ke dalam.‟

(30)A: 行 ?

B: ち 友達 うち 行

A: (doko ni iku no?)

B: (chotto tomodachi no uchi ni asobiniittekuru)

A: „Kamu mau pergi kemana?‟

B: „Aku mau pergi main kerumah teman.‟

(31) い 途中 屋 たも

(20)

(osokunatte gomennasai. Tochuu de honya ni yottekita mono

B: (a, densha no naka ni wasuretekichatta)

A: „Payungnya bagaimana?‟

B: „Oh ya, ketinggalan di dalam kereta.‟

4. (keizoku)

Berfungsi menyatakan kegiatan yang terjadi sekarang, terus dan semakin.

Contoh kalimat:

(33) う 百年も い た

(kono dentou wa go hyaku nen tsuzuitekitanoda)

„Tradisi tersebut sudah 500 tahun terus menerus dilakukan.‟

(34)17歳 店 働い ます

(juunana sai no toki kara zutto kono mise de hataraitekimasu) „Dari umur 17 tahun masih tetap bekerja di toko ini.‟

(35)今ま 一生懸命頑張 た たい 大丈

(ima made isshoukenmei ganbatte kitandakara, zettai ni

daijoubuda)

„Karena sampai sekarang telah berusaha keras, sama sekali tidak masalah.‟

(36) ま 先祖伝来 土地 まも た 事業 し

いし た

(koremade senzo denrai no tochi wo mamori tsuzuketekitaga,

jigyou ni sippaishite dewanasanakerebanaranakunatta)

„Sejauh ini tanah leluhur masih tetap dipertahankan, tidak berhasil digunakan menjadi bisnis.‟

(21)

Berfungsi mengatakan kemunculan suatu hal dari „tidak ada‟ menjadi „ada‟. Contoh kalimat:

(37)少し 川 見え た

(sukoshi zutsu kiri ga harete, kawa ga mietekita)

„Sedikit demi sedikit kabutnya hilang, sungainya mulai terlihat.‟

(38) も 間 月 出 た

(kumo no aida kara suki ga detekita) „bulan muncul di cuaca berawan.‟

(39)あ ち 歯 見え た

(akachan no ha ga mietekita) „Gigi bayi mulai tumbuh.‟

(40) 木々 い た

(haru ni natte kigi ga mebuitekita)

„Musim semi tiba pohon-pohon mulai muncul daun-daun.‟ 6. 開始 (kaishi)

Berfungsi menyatakan situasi sekarang melalui proses perubahan. Contoh

kalimat:

„Akhir-akhir jadi ini sedikit gemuk.‟

(43) い 寒 ました

(zuibun samukunattekimashitane) „Mulai mendingin.‟

(44) あい 買 あ た もう

(kono aida katteagetabakari no kutsu ga, mou kitsukunattekita) „Sepatu yang dibeli akhir-akhir ini, sudah sempit‟

(22)

(mondai ga muzukashikute, atama ga konranshitekita) „Pertanyaannya sulit dan membingungkan.‟

7. ち 向 う動作 (kochira ni mukau dousa)

Berfungsi menjelaskan gerakan yang mendekat ke arah pembicara.

Contoh kalimat:

(46)友達 結婚式日取 し せ た

(tomodachi ga kekkonshiki hidori wo shirasetekita) „Teman saya memberitahu tanggal pernikahannya.‟

(47) し う 買 た う 行 た

(keshouhin wo kata kyaku ga kujou wo ittekita)

„Keluhan dari pelanggan pembeli alat rias semakin berkurang.‟

(48) う 犬 た

(kyuuni inu ga tobikakattekita) „Tiba-tiba anjing melompat kesini.‟

(49)歩い いた 知 い人 話し ました

(aruiteitara, shiranai hito ga hanashikaketekimashita)

„Saat berjalan, ada orang yang tidak dikenal berbicara kepada saya.‟

(50) むす 買 せい うし

(musuko wa katte ni shatsu wo katte, seikyuusho wo

okuritsukete kita)

„Anak laki-laki saya seenaknya membeli kemeja, tagihannya datang.‟

2.3.2 Fungsi dan makna pola kalimat -te iku

Pada Minna no Nihongo Intermediate Level I (2009:75) menjelaskan

bahwa fungsi -te iku dibagi menjadi dua yaitu:

1. Pola -te iku menjelaskan kata kerja untuk menunjukkan gerakan langsung

yang menunjukkan gerakan menjauhi pembicara. Contoh:

(51) 授業 あ 学生たち うちへ帰 い た

(jugyou no ato, gakuseitachi wa uchi he kaetteitta)

(23)

(Minna no Nihongo Intermediate Level I, 2009:75)

2. Fungsi -te iku yang terakhir yaitu -te kuru berfungsi menunjukkan situasi

sekarang melalui proses perubahan, contoh kalimat:

(52) 日 働 外国人 ふえ い し う

(korekarawa, Nihon de hataraku gaikokujin ga fueteikudesyou)

„Mulai sekarang, jumlah orang asing yang bekerja di Jepang

mungkin akan semakin meningkat.‟

(Minna no Nihongo Intermediate Level I, 2009:95)

Pada Minna no Nihongo Chukyuu I menjelaskan bahwa pola -te

iku berfungsisebagai verba utuh, contoh kalimat:

(53)見 鳥 い 北 国へ帰

(mite. Tori ga tondeikuyo. Kita no kuni he kaerundane)

„Lihat. Burung mulai terbang. Mungkin pulang ke negeri di utara.‟

(Minna no Nihongo Chukyuu I, 2009:76)

Nihongo Bunkei Jiten juga membagi -te iku menjadi 5 fungsi yaitu:

1. 移動時 様態 (Idouji no youtai)

Berfungsi menjelaskan kata kerja yang berhubungan dengan cara gerakan.

Contoh kalimat:

(54)学校ま 走 い う

(gakkou made hashitteikou) „Ayo berlari sampai sekolah.‟

(55)重いタ し い た

(omoi taiya wo koro ga shiteitta) „Ban yang berat menggelinding.‟

(56)時間 い タ ー 乗 い まし う

(jikan ga nai kara takushii ni notteikimashou)

„Karena tidak ada waktu lagi, ayo pergi pakai taxi saja.‟

(57) う 坂 ぼ い た

(24)

Berfungsi menjelaskan kegiatan yang berurutan dari kegiatan satu ke

kegiatan yang lain. Contoh kalimat:

(58)あ 少し 仕事 すませ い ます

(ato sukoshi dakara kono shigoto wo sumaseteikimasu) „Tinggal sedikit lagi kami akan menyelesaikan pekerjaan ini.‟

(59)A : 失礼します

B : 言わ い うち 飯 食 い

A: (jya, sitsureishimasu)

B: (sonna koto iwanaide, zehi uchi de gohan wo

tabeteittekudasaiyo)

A: „Saya pulang.‟

B: „Jangan bicara seperti itu, ayo makan dulu.‟

(60)疲 た 休 い しまし う

(tsukareta kara koko de yasundeiku koto ni shimashou) „Karena lelah ayo beristirahat disini saja.‟

(61) 誕生日 途中 ゼン 花 買 い ま

した

(oba no taanjoubi dakara, tochuu de purezento ni hana wo

katteikimashita)

„Karena bibi ulang tahun, untuk hadiahnya di perjalanan membeli bunga dulu tadi.‟

3. (keizoku)

Berfungsi menjelaskan kegiatan yang berkelanjutan atau terus-menerus

dilakukan di masa depan. Contoh kalimat:

(62)結婚し も仕事 い も す

(kekkonshite kara mo shigoto wa tsuzuketeiku tsumori desu) „Walaupun sudah menikah tetap akan lanjut bekerja.‟

(63)今後も我 社 展 た 努力し い も

(kongo mo wagasha no hatten no tameni doryokushite ikutsumori

(25)

„Untuk pengembangan perusahaan kami, akan terus berusaha.‟

(64)日 子供 わ 減少し い 予想

(Nihon de wa sarani kodomo no wazu ga genshoushiteiku koto ga

yozousareru)

„Diperkirakan jumlah anak-anak di Jepang akan semakin sedikit.‟

(65)見 い 間 も 雪 も い

(miteiru aidani mo dondon yuki ga tsumotteiku) „Melihat salju yang perlahan semakin menumpuk.‟

(66) 画 評判 以来 彼女 人気 日増し た ま

い た

(sono eiga de hyouban ni natte irai, kanojo no ninki wa himashi ni

takamatteitta)

„Reputasi filmnya bagus, wanita itu semakin populer.‟

(67)当分 土地 生活し い う 思 い

(toubun kono tochi de seikatsushiteikou to omotteiru) „Saya berpikir untuk hidup di lahan ini sementara waktu.‟ 4. 消減 (Shougen)

Kegiatan menyaksikan suatu keadaan . Contoh kalimat:

(68) 学校 毎年五百名 学生 卒業し い

(kono gakkou wa, mai nen gohyakumei no gakusei ga

sotsugyoushiteiku)

„Sekolah itu setiap tahunnya meluluskan seratus siswa.‟

(69)見 虹 え い

(mite goran, niji ga dondon kieteikuyo) „Lihat, pelanginya berangsur menghilang.‟

(70)小 いボー 葉 う う 中 い た

(chiisai booto wa sue no ha noyouni uzu no naka ni shizundeitta) „Kapal kecil seperti bunga muda yang tenggelam di dalam pusaran.‟

5. 遠 移動 (Toozakaru idou)

(26)

(71)あ 子 友達 し 泣 帰 い た

(ano ko wa, tomodachi to kenkashite, nakinagara kaetteitta) „Anak itu bertengkar dengan temannya, kemudian pulang sambil menangis.‟

(72) ーメ ン 大 弧 描い 彼 も 戻 い ました

(Bumeran wa ookina ko wo egaite kare no motoni modotte

ikimashita)

„Bumerang adalah busur yang besar dan akan terus diperbesar.‟

(73)船 遠 い

(fune wa dondon tookuni hanareteiku) „Kapalnya perlahan pergi menjauh.‟

2.3.3 Kata kerja sebelum pola kalimat –te kuru dan –te iku

Pada http://www.tomojuku.com, kata kerja yang dapat digunakan

bersama –te iku dan –te kuru sebagai hojodoushi antara lain:

1. 食 飲む 見 す dan lain-lain.

Kata kerja di atas apabila digunakan bersama –te iku dan –te kuru maka termasuk kata kerja yang saling berurutan. Contoh kalimat:

(74)今日 友達 図書館 勉強し ました

(kyou wa tomodachi to toshokan de benkyoushite kimashita)

Hari ini datang ke perpustakaan dengan teman untuk belajar.

Pengecualian untuk kata 行 ます(ittekimasu).

2. 持 送 抱 dan lain-lain.

Merupakan kata kerja yang biasa digunakan pada saat dua tindakan

yang dilakukan secara bersama-sama. Contoh:

(75) ン アへ サン も い う

(27)

Pengecualian pada beberapa kata keja.

a. も vs 連

Pada kata kerja も digunakan saat objek yang

digunakan adalah benda, sedangkan 連 digunakan saat

objek yang digunakan adalah manusia.

b. 連 vs 一緒

Contoh:

(76)私 リー 連 ました

(watashi ga Rii san wo tsuretekimashita)

Saya datang dengan mengajak Lee.

(77)私 リー 一緒 来ました

(watashi wa Rii san to isshoni kimashita)

Saya datang bersama Lee.

Pada kalimat (76) saat menggunakan 連 ada

kesan ajakan, sedangkan kalimat (77) saat menggunakan 一緒

keduanya datang secara bersama datang tanpa kesan

ajakan.

3. 歩 走 泳 飛 dan lain-lain.

Kata kerja yang digunakan pada saat pergerakan yang berhubungan

dengan cara gerakan. Contoh kalimat:

(78)い も駅ま 歩い い ます

(itsumo eki made aruite ikimasu) „Pergi ke stasiun selalu berjalan kaki.‟

4. 着 靴 帽子

dan lain-lain.

Kata kerja yang digunakan pada saat pergerakan yang berhubungan

dengan penampilan. Contoh kalimat:

(79)明日 パーテ ー ン 着 い ます

(28)

5. 帰 出 入 出 降

落ち dan lain-lain.

Pada kata kerja yan dapat berdiri sendiri, harus menggunakan –te iku dan tekuru untuk menjelaskan posisi objek. Apakah objek tersebut mendekat

kepada pembicara atau menjauhi pembicara. Contoh kalimat:

(80)子供たち 一人一人家へ帰 い た

(kodomotachi wa hitori hitori ie e kaette itta) „Satu-persatu anak-anak pulang ke rumahnya.‟

6. メー 送 品物 手紙 書 電話

す 連絡す dan lain-lain.

Kata kerja yang mempunyai target gerakan. Contoh kalimat:

(81)友達 私 電話 た

(tomodachi wa watashi ni denwa wo kakete kita) „Teman menelpon saya.‟

7. 聞 え 見え い す dan lain-lain.

Suara atau bau yang menuju pembicara. Contoh kalimat:

(82) 家 ピアノ 音 聞 え た

(tonari no ie kara, piano no oto ga kikoete kita)

(29)

Dari penjelasan-penjelasan tersebut, penulis menyimpulkan tentang pola

1. Untuk menunjukkan situasi sekarang melalui proses perubahan.

1. Untuk menunjukkan situasi sekarang melalui proses

2. Untuk menjelaskan kata kerja yang menunjukkan gerakan langsung menjauhi pembicara.

3. Untuk menunjukkan

4. Untuk menjelaskan cara pada saat gerakan.

4. Untuk menjelaskan cara pada saat gerakan.

5. Gerakan yang berkelanjutan. 5. Kegiatan yang berurutan.

6. Kemunculan sesuatu dari

„tidak ada‟menjadi „ada‟. 6. Sebagai verba utuh. 7. Kegiatan yang

perlahan-lahan terjadi.

(30)

7. 聞 え 見え

い す

7. 聞 え 見え

い す

Dari tabel 2.3 analisis murni di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi dan

makna –te kuru terdapat delapan nomor. Fungsi dan makna –te kuru yang dimunculkan pada soal tes yaitu fungsi dan makna kemunculan sesuatu dari „tidak ada‟ menjadi „ada‟ pada soal tes nomor 1. Pada soal tes nomor 2 fungsi dan makna –te kuru yang dimunculkan yaitu fungsi dan makna gerakan yang

berkelanjutan. Pada soal tes nomor 3 dan nomor 4 fungsi dan makna –te kuru

yang dimunculkan yaitu gerakan langsung menuju pembicara. Pada soal nomor 5

fungsi dan makna –te kuru yang muncul yaitu kegiatan yang sampai sekarang

dilakukan dan sudah terus menerus dilakukan. Pada soal tes nomor 6dan 7 fungsi

dan makna –te kuru yang dimunculkan yaitu gerakan langsung menuju pembicara.

Fungsi dan makna yang digunakan pada soal tes nomor 8 terdapat dua

fungsi dan makna yang digunakan yaitu fungsi dan makna –te kuru gerakan

langsung menuju pembicara, yang kedua yaitu fungsi dan makna –te iku gerakan

langsung menjauhi pembicara. Pada fungsi dan makna –te iku berdasarkan tabel 2.3 di atas, terdapat enam fungsi dan makna. Fungsi dan makna –te iku yang digunakan dalam soal tes yaitu gerakan langsung menjauhi pembicara terdapat

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

3.1Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analisis kesalahan. Penelitian ini

disusun sebagai penelitian induktif yakni mencari dan mengumpulkan data yang

ada di lapangan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor, unsur-unsur

bentuk, dan suatu sifat dari fenomena di masyarakat (Nazir, 1998: 51). Menurut

Tarigan (2011:303) kesalahan berasal dari bahasa Inggris yaitu error yang

bersinonim dengan kata mistakes yang berarti kekeliruan. Penulis menggunakan

teori dari Tarigan (2011:67) yang menjelaskan ada dua istilah yang saling

bersinonim (memiliki makna yang kurang lebih sama), kesalahan (error) dan

kekeliruan (mistake) dalam pengajaran bahasa kedua. Tarigan (2011:67) juga

membandingkan secara rinci perbedaan error dan mistake berdasarkan beberapa

kategori.

Penelitian ini membatasi kesalahan berbahasa pada istilah mistake .

Mistake menurut Tarigan (2011:67) berdasarkan sumbernya berasal dari

performasi, sedangkan sifatnya acak, tidak sistematis, secara individual.. Durasi

mistake yaitu temporer atau sementara, sistem linguistik belum dikuasai. Produk

mistake yaitu penyimpangan kaidah bahasa, sedangkan solusinya yaitu diri sendiri

(siswa), mawas diri, pemusatan perhatian.

3.2Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa

Jepang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tingkat 3 tahun ajaran 2013/2014

(32)

3.3Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini data diperoleh melalui tes dan non-tes. Soal tes

digunakan untuk mengidentifikasi kesalahan dan menjelaskan (describe)

kesalahan. Non-tes berupa angket yang digunakan untuk menerangkan kesalahan

dan mengevaluasi kesalahan. Sutedi (2011:157) menguraikan bahwa tes

merupakan alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa

setelah selesai satu satuan program pengajaran tertentu. Angket merupakan salah

satu instrumen pengumpul data penelitian yang diberikan kepada responden

(manusia yang dijadikan subjek penelitian).

Apabila kesalahan-kesalahan berbahasa telah diketahui, maka data

kesalahan tersebut dikumpulkan sehingga dapat digunakan sebagai umpan balik

dalam penyempurnaan pengajaran bahasa yang bertujuan untuk membantu

memperbaiki kesalahan berbahasa, terutama dalam pengajaran.

Metode pengumpulan data merupakan salah satu aspek yang berperan

dalam kelancaran dan keberhasilan dalam suatu penelitian. Menurut Tarigan

(2011:57) metodologi analisis kesalahan yang ideal mencakup:

1. Mengumpulkan data kesalahan

2. Mengidentifikasi serta mengklasifikasi kesalahan

3. Memperingkat kesalahan

4. Menjelaskan kesalahan

5. Memprakirakan daerah rawan kesalahan

6. Mengoreksi kesalahan

Berikut tahapan-tahapan peneliti dalam menganalisis data:

1. Mengumpulkan data yang didapat dari tes dan angket yang telah disebar.

2. Pengelompokan hasil tes berdasarkan tipe kesalahan yang muncul.

3. Pengelompokan hasil tes berdasarkan latar belakang kesalahan.

4. Pengelompokan hasil angket berdasarkan penyebab kesalahan.

(33)

3.4Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah tes berupa butir soal

dan non-tes berupa angket. Sutedi (2011:157) menguraikan bahwa butir soal bisa

disusun dengan mengacu pada tujuan khusus yang telah dirumuskan dan harus

memperhatikan kemampuan yang akan diukur. Pada penelitian ini angket yang

digunakan yaitu angket langsung. Menurut Faisal (1981:4) dalam buku Sutedi

(2011:164) menggolongkan angket menjadi dua jenis yaitu angket tertutup dan

angket terbuka. Angket tertutup yaitu angket yang alternatif jawabannya sudah

disediakan oleh peneliti, sehingga responden tidak memiliki keleluasaan untuk

menyampaikan jawaban dari pertanyaan yang diberikan kepadanya. Sebaliknya

angket terbuka yaitu responden diberikan keleluasaan untuk menjawabnya, karena

hanya berupa daftar pertanyaan saja.

Pada penelitian ini instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah

sebagai berikut:

1. Angket atau Kuesioner

Angket atau kuesioner adalah teknik pengumpulan data melalui

formulir-formulir yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada

seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan

dan informasi yang diperlukan oleh peneliti (Mardalis: 2008: 66). Instrumen

angket atau kuesioner ini digunakan untuk memperoleh data tentang penyebab

kesalahan penggunaan bentuk –te kuru dan –te iku makna pergerakan (dousa) pada mahasiswa tingkat 3 tahun ajaran 2013/2014 Program Studi Pendidikan

Bahasa Jepang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pada bagian a)

angket berisi 10 pertanyaan dengan angket semi terbuka 2 soal dan angket

tertutup 8 soal. Pada angket juga terdapat alasan jawaban mahasiswa yang

(34)

Tabel 3.1 Kisi-kisi angket

Variabel Indikator Nomor soal

1. Mata kuliah

hyougen

bunkei

1. Kesulitan mempelajari hyougen

bunkei.

1. Pengetahuan mahasiswa

mengenai

makna pola –te iku.

2. Pemahaman mahasiswa mengenai

makna –te kuru.

3. Pemahaman mahasiswa mengenai

fungsi –te iku.

1. Adanya kesulitan mempelajari

pola kalimat –te iku dan –te kuru.

2. Adanya ketidakseringan

menggunakan pola kalimat –te iku

dan –te kuru.

3. Faktor penyebab terjadinya

kesulitan mempelajari pola

(35)

2. Tes

Penelitian ini menggunakan instrument tes dengan daftar pertanyaannya

dibuat secara berstruktur dengan bentuk pertanyaan terbuka (open question)

berjumlah 10 pertanyaan tertutup pada bagian a) dan 10 pertanyaan

terjemahan pada bagian b). Pada tes juga terdapat alasan jawaban mahasiswa

sebagai pengganti wawancara berisi 10 soal bagian c). Sutedi (2011:157)

menguraikan bahwa tes merupakan alat ukur yang biasa digunakan untuk

mengukur hasil belajar siswa setelah selesai satu-satuan program pengajaran

tertentu. Sutedi (2011:157) menguraikan bahwa butir soal bisa disusun dengan

mengacu pada tujuan khusus yang telah dirumuskan dan harus memperhatikan

kemampuan yang akan diukur. Instrumen ini digunakan untuk mengetahui tipe

kesalahan penggunaan bentuk –te kuru dan –te iku makna pergerakan (dousa) pada mahasiswa tingkat 3 tahun ajaran 2013/2014 Pendidikan Bahasa Jepang

(36)

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Penulisan Tes

Variabel Indikator Nomor Soal 1. Fungsi dan makna – kuru gerakan yang berurutan.

3. Mengetahui fungsi dan makna –te kuru sesuatu mendekati pembicara.

4. Mengetahui fungsi dan makna –te kuru kegiatan yang terus-menerus

dilakukan.

5. Mengetahui fungsi dan makna –te kuru mendekati pembicara.

6. Mengetahui fungsi dan makna –te kuru sesuatu mendekati pembicara.

1bagian a) iku gerakan menjauhi pembicara.

2. Mengetahui fungsi dan makna –te

kuru kegiatan yang terus-menerus

dilakukan dimasa depan.

1. Mengetahui penggunaan kanji

pada hojodoushi –te iku.

(37)

Pada soal bagian b) dari nomor 1 sampai dengan nomor 10 mahasiswa

diharuskan menerjemahkan dari bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia. Pada

bagian c) nomor 1 sampai dengan nomor 10 mahasiswa diharuskan menjawab

alasan dari jawabannya tersebut. Sehingga pada penelitian ini terdapat 10 soal

dengan jawaban tertutup, 10 soal terjemahan dan 10 soal alasan jawaban. Jumlah

seluruh soal tes yaitu 30 soal.

3.5Analisis Data dan Hasil Penelitian 3.5.1 Analisis Data

3.5.1.1 Analisis soal tes tertutup

Data yang sudah diperoleh melalui tes berisi 10 soal pilihan –te kuru atau –te iku yang dijawab oleh mahasiswa selanjutnya diolah, dianalisis, dan kemudian mengidentifikasi kesalahan dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Memeriksa pilihan jawaban mahasiswa antara –te iku dan –te kuru.

2. Menjumlahkan jawaban yang salah.

3. Membuat tabel frekuensi dan persentase kesalahan dari masing-masing

item jawaban.

4. Pada skripsi Amali (2013) menghitung frekuensi dan persentase

kesalahan dari setiap item jawaban dengan menggunakan rumus:

5. Pengelompokan tipe kesalahan yang muncul pada masing-masing

(38)

Tabel 3.3

Analisis Jawaban Mahasiswa

(39)

Pada Tabel 3.3 di atas angka 1 mewakili jawaban benar, sedangkan angka

0 untuk mewakili jawaban salah. Hasil Tabel.1 dapat dilihat bahwa persentase

kesalahan tertinggi terdapat pada soal nomor 3 sebanyak 16,6%. Persentase

jawaban kesalahan tertinggi kedua yaitu soal nomor 2 sebanyak 15,4%. Persentase

jawaban kesalahan tertinggi ketiga yaitu soal nomor 6 sebanyak 13,6%.

Persentase jawaban kesalahan tertinggi keempat yaitu soal nomor 8 sebanyak

(40)

12,9%. Persentase jawaban kesalahan tertinggi kelima yaitu soal nomor 5 dengan

persentase 11,7%. Persentase jawaban kesalahan tertinggi keenam yaitu soal

nomor 4 dengan persentase 9,25%. Persentase jawaban kesalahan tertinggi

ketujuh yaitu nomor 10 sebanyak 8,6%. Persentase jawaban kesalahan tertinggi

kedelapan yaitu nomor 7 sebanyak 4,3%. Sedangkan persentase kesalahan terkecil

terdapat pada soal nomor 1 dan nomor 9 yaitu 3,7%. Pada skripsi Amali (2013)

persentase kesalahan di atas dihitung berdasarkan rumus:

Hasil data persentase kesalahan dari tertinggi sampai persentase kesalahan

terendah adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4

Persentase kesalahan

Nomor Soal Persentase

(41)

2 15,4%

Persentase kesalahan dihitung bertujuan untuk mengetahui berapa banyak

kesalahan mahasiswa dan mempermudah mengetahui kesalahan terbesar dan

terkecil. Berdasarkan tabel 3.4 di atas dapat disimpulkan bahwa kesalahan

terbesar tedapat pada soal nomor 3. Salah satu alasan terjadinya kesalahan yaitu

mahasiswa memilih jawaban hanya berdasarkan feeling. Hal ini dibuktikan pada

alasan jawaban mahasiswa dengan mahasiswa yang memilih jawaban berdasarkan

feeling sebanyak tujuh mahasiswa, sedangkan mahasiswa yang tidak menjawab

alasan sebanyak lima mahasiswa.

Persentase kesalahan terbesar kedua yaitu soal nomor 2 dengan persentase

kesalahan 15,4%. Penyebab kesalahan ini terjadi antara lain karena lima

mahasiswa memilih jawaban hanya berdasarkan feeling, sedangkan tiga

mahasiswa tidak menjawab alasan jawaban atau dengan kata lain tiga mahasiswa

tersebut tidak mengetahui alasan jawaban yang dipilih.

Persentase kesalahan terbesar ketiga yaitu soal nomor 6 dengan persentase

13,6%. Salah satu penyebab kesalahan yaitu mahasiswa tidak memahami fungsi

dan makna –te kuru dan –te iku yang diberikan. Hal ini dibuktikan bahwa delapan mahasiswa menjawab tidak tahu alasan memilih jawaban dan enam mahasiswa

tidak menjawab alasan.

Persentase kesalahan terbesar keempat yaitu nomor 8 dengan persentase

sebesar 12,9%. Kesalahan ini disebabkan karena dua mahasiswa menjawab tidak

tahu alasan yang dipilih, delapan mahasiswa memilih jawaban hanya berdasarkan

(42)

Persentase kesalahan terbesar kelima yaitu pada nomor 5 dengan

persentase 11,7%. Kesalahan terjadi salah satunya karena terdapat delapan

mahasiswa yang menjawab tidak tahu alasan jawaban yang dipilih, sedangkan

tujuh mahasiswa tidak menjawab alasan.

Persentase kesalahan terbanyak keenam yaitu pada nomor 4 dengan

persentase kesalahan 9,25%. Pada soal nomor 4 terdapat sepuluh mahasiswa yang

memilih jawaban hanya berdasarkan feeling sehingga hal ini menjadi salah satu

penyebab kesalahan. Penyebab lain yang muncul yaitu pada angket yang

diberikan kepada mahasiswa diketahui sebanyak 32 mahasiswa merasa kesulitan

mempelajari pola kalimat –te kuru dan –te iku. Hal ini menjadi salah satu

penyebab terjadinya kesalahan dan menjawab hanya berdasarkan feeling.

Persentase kesalahan terbesar ketujuh yaitu soal nomor 10 dengan

persentase kesalahan 8,6%. Pada soal nomor 10 terdapat tiga mahasiswa memilih

jawaban berdasarkan feeling, lima mahasiswa menjawab tidak mengetahui alasan

jawabannya, dan delapan mahasiswa tidak menjawab alasan. Hal ini menjadi

salah satu penyebab kesalahan yang tejadi pada nomor 10.

Persenatse kesalahan tebesar kedelapan yaitu nomor 7 dengan persentase

kesalahan sebanyak 4.3%. Pada soal nomor 7 terdapat lima mahasiswa menjawab

hanya berdasarkan feeling, dan tiga mahasiswa tidak menjawab alasan jawaban.

Persentase kesalahan tekecil yaitu terdapat pada nomor 1 dan nomor 9

dengan persentase sebanyak 3,7%. Pada soal nomor 1 terdapat lima mahasiswa

yang memilih jawaban berdasarkan feeling, sedangkan pada nomor 9 tedapat lima

mahasiswa tidak menjawab alasan jawaban.

Alasan memilih jawaban sangat mempengaruhi persentase kesalahan butir

soal. Mahasiswa semakin memahami soal yang diberikan maka persentase

kesalahan semakin kecil.

3.5.1.2Analisis Terjemahan

Pada 10 soal terjemahan mahasiswa selanjutnya diolah, dianalisis, dan

kemudian mengidentifikasi kesalahan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Memeriksa terjemahan mahasiswa.

2. Pengelompokan tipe kesalahan yang muncul pada masing-masing kalimat.

(43)

1) Terjemahan yang kurang sempurna termasuk ke dalam kategori semantik.

2) Kesalahan kosakata termasuk dalam kategoi goi.

3) Kesalahan huruf kanji termasuk dalam kategori kanji.

4) Kesalahan partikel termasuk dalam kategori partikel.

5) Kesalahan kalimat atau susunan kata termasuk dalam kategori sintaksis.

3. Menjelaskan kesalahan.

Berikut adalah analisis jawaban terjemahan mahasiswa tingkat 3 tahun

ajaran 2013 Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta mengenai –te iku dan –te kuru:

1. Analisis soal nomor 1

Pertanyaan : 空 あ ました /

ました もうす 雨 やむ し う

Jawaban : ~ ました

Terjemahan : Langit mulai cerah ya. Sepertinya sebentar lagi

hujan akan berhenti.

Tabel 3.5

Analisis terjemahan nomor 1

Terjemahan Penyebab kesalahan

Persentase kesalahan mahasiswa

Kategori

(44)

segera turun hujan. mengetahui

- Tidak dijawab. Terjemahan 14,3% Semantik

- Langitnya memerah

Jawaban terjemahan yang benar adalah „langit mulai cerah

ya. Sepertinya sebentar lagi hujan akan berhenti‟. Jadi mahasiswa

yang menjawab pertanyaan dengan benar sebanyak 21 mahasiswa.

Terjemahan „langitnya cerah, segera turun hujan‟ kurang tepat karena

seharusnya hujan akan berhenti bukan hujan akan turun, karena

kosakata yang digunakan adalah yamu. Tipe kesalahan yang muncul

yaitu dalam kategori goi sebanyak 85,7%, tipe kesalahan semantik

sebanyak 14,3%. Kesalahan semantik disebabkan oleh faktor

terjemahan, yaitu mahasiswa tidak dapat menerjemahkan kalimat. Hal

ini dapat disebabkan karena mahasiswa menjawab berdasakan feeling

saja, dibuktikan dengan mahasiswa yang menjawab alasan jawaban

berdasarkan feeling sebanyak 5 mahasiswa.

(45)

Pertanyaan : A: 朝 飯 ?

Kalimat 17,1% Sintaksis

- Tidak dijawab. Terjemahan 15,7% Semantik

Tipe kesalahan yang muncul yaitu semantik sebanyak

36,8%, kanji sebanyak 31,6%, dan sintaksis sebanyak 17,1%.

Kesalahan semantik disebabkan mahasiswa belum mengerti fungsi

dan makna –te kuru yang diberikan. Hal ini dibuktikan dengan hanya

enam mahasiswa menjawab alasan jawaban dengan tepat.

3. Analisis terjemahan soal nomor 3

(46)

行 う

Jawaban : ~持 い う

Terjemahan : Bawalah payung saat pergi ke sekolah.

Tabel 3.7

Pada soal nomor 3 dari 35 sampel terdapat 5 mahasiswa yang

melakukan kesalahan pada terjemahan. Pada terjemahan beberapa

mahasiswa gakkou diterjemahkan sekolah bukan kampus. Apabila

kampus yang dimaksud biasanya menggunakan daigaku. Tipe

kesalahan yang muncul yaitu goi sebanyak 40%, partikel sebanyak

20%, sedangkan semantic sebanyak 40%. Hal ini disebabkan

terdapat tujuh mahasiswa menjawab alasan jawaban berdasarkan

feeling, sedangkan lima mahasiswa tidak menjawab alasan jawaban.

4. Analisis terjemahan soal nomor 4

(47)

Terjemahan Penyebab Kesalahan

Persentase kesalahan mahasiswa

Kategori

- Terdengar suara

piano.

Terjemahan yang

kurang sempurna 50% Semantik

- Permainan piano

mudah ya.

Tidak memahami

kosakata yang

diberikan.

50% Goi

Terjemahan yang tepat pada soal nomor 4 adalah „dari

rumah sebelah terdengar suara piano‟. Jadi tipe kesalahan yang

muncul pada terjemahan nomor 4 adalah kanji dan semantik.

Kesalahan tersebut dipengaruhi oleh salah satu faktor alasan

mahasiswa dalam menjawab yaitu sebanyak sepuluh mahasiswa

menjawab soal tes hanya berdasarkan feeling. Pada soal nomor 4 ini

hanya ada dua mahasiswa yang melakukan kesalahan pada

terjemahan.

5. Analisis terjemahan soal nomor 5

Pertanyaan : 学生たち 今ま 年間も 教え

/ 教え い

Jawaban : 教え た

(48)

mengajar murid-murid.

- Tidak dijawab Terjemahan 32% Semantik

- Murid-murid sampai

saat ini sudah dalam

kurun waktu 9 tahun

belajar.

Susunan

kalimat 60% Sintaksis

- Sampai sekarang

Pada nomor 5 jawaban terjemahan yang benar adalah „sampai

sekarang sudah 9 tahun saya mengajar siswa‟, sedangkan tipe

kesalahan yang muncul adalah semantik sebanyak 32% dan sintaksis

sebanyak 68%. Kesalahan yang muncul salah satunya disebabkan

sebanyak delapan mahasiswa menjawab tidak tahu alasan jawaban

yang diberikan dan sebanyak tujuh mahasiswa tidak menjawab alasan

jawaban. Pada soal nomor 5 dari 35 sampel mahasiswa sebanyak 25

mahasiswa melakukan kesalahan dalam terjemahan.

6. Analisis terjemahan soal nomor 6

Pertanyaan : 友達 私 電話

/

Jawaban : た

(49)

Tabel 3.10

kurang tepat 62,5% Sintaksis

- Saya menelpon

teman.

Susunan kata

kurang tepat 18,75% Sintaksis

- Saya dan teman

saya berbicara

lewat telepon

genggam.

Makna 6,25% Semantik

- Tidak tahu Terjemahan 6,25% Semantik

Berdasarkan tabel di atas, jawaban terjemahan yang benar

adalah „teman menelpon saya‟ bukan „saya menelpon teman‟ atau

lainnya. Sebanyak 35 sampel mahasiswa terdapat 16 mahasiswa

melakukan kesalahan terjemahan. Tipe kesalahan yang muncul

adalah semantik sebesar 18,75%, kesalahan sintaksis sebesar 81,25%.

Kesalahan ini disebabkan oleh delapan mahasiswa yang menjawab

alasan jawaban yaitu tidak tahu, sedangkan enam mahasiswa tidak

menjawab alasan jawaban.

7. Analisis terjemahan soal nomor 7

Pertanyaan : ふ ち

向 い ます / 向 ます

Jawaban : 向 ます

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 3.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data kesalahan yang dibuat responden (Mahasiswa tingkat 3 semester VI Universitas Pendidikan Indonesia) dalam mengerjakan soal test Bahasa Jepang menggunakan bentuk V-te

Angket merupakan salah satu instrumen pengumpul data penelitian yang diberikan kepada responden (Sutedi 2009: 133). Angket digunakan untuk mengetahui respon dan tanggapan mahasiswa

Instrumen yang digunakan adalah instrumen tes dan instrumen non tes (berupa angket, lembar observasi dan jurnal harian). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) terdapat

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian kuasi eksperimen, Adapun teknik pengumpulan data menggunakan instrumen angket, instrumen tes

Penelitian ini mengunakan instrumen berupa soal tes dan non tes (kuesioner/angket). Hasil analisis data menunjukkan bahwa 1) kemampuan komunikasi siswa masuk ke

Metode penelitian untuk analisis menggunakan metode kualitatif deskriptif, dengan instrumen yang digunakan berupa pemberian angket yang berisi pernyataan positif dan

No. Instrumen dalam penelitian ini berupa instrumen tes dan non tes, bentuk observasi dan angket, instrumen tes ini digunakan untuk.. memperoleh data perilaku

Metode penelitian untuk analisis menggunakan metode kualitatif deskriptif, dengan instrumen yang digunakan berupa pemberian angket yang berisi pernyataan positif dan