• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengendalian Kadar Glukosa Darah oleh Teh Hijau dan atau Teh Daun Murbei pada Tikus Diabetes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengendalian Kadar Glukosa Darah oleh Teh Hijau dan atau Teh Daun Murbei pada Tikus Diabetes"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

TIKUS DIABETES

RUSMAN EFENDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengendalian Kadar Glukosa Darah oleh Teh Hijau dan atau Teh Daun Murbei pada Tikus Diabetes” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

(3)

RUSMAN EFENDI. Control of Blood Glucose Level by Green Tea and or Mulberry Leaf Tea on Diabetic Rats.Under direction of EVY DAMAYANTHI, LILIK KUSTIYAH, and NASTITI KUSUMORINI

Diabetes mellitus is a degeneratif disease with high prevalence that happens in many countries. Several studies have been done to control diabetes by using such as green tea, mulberry leaf tea, and their mixture. The aim of this research are to analyze the influence of the administration green tea, mulbery leaf tea, and their mixture to blood glucose level of diabetic rats both during 120 minutes with interval each 30 minutes and 16 days after administration with interval each 4 days. This research consisted four phases, first determine the best mulberry leaf tea, second phases, determine turnover of blood glucose level on normal rats, third and fourth phases to observe the capability of green tea and or mulberry leaf tea to control of blood glucose level during 120 minutes and 16 days on diabetic rats. The result of research during 120 minutes have showed that blood glucose level on diabetic rats which were administered by green tea, mulberry leaf tea and their mixture is significantly difference (p<0.05) with diabetic rats which were administered by water. Blood glucose level at baseline increased at 30th minutes and showed the difference significantly (p<0.05) and

then until 60th and 120th minutes and relatively stable. The result of research

during 16 days have showed interaction during the experiment time and the administration of tea drink and it has significantly difference. During 120 minutes after feed consumption, inhibition of blood glucose level occured increasingly on diabetic rats which were administered by green tea, mulberry leaf tea, and their mixture compared to diabetic rats which were administered by water. Blood glucose level on diabetic rats, during 16 days attempt, which were administered by green tea, mulberry leaf tea, and their mixture compared to diabetic rats which were administered by water.

(4)

RUSMAN EFENDI. Pengendalian Kadar Glukosa Darah oleh Teh Hijau dan atau Teh Daun Murbei pada Tikus Diabetes. Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI, LILIK KUSTIYAH, dan NASTITI KUSUMORINI.

Diabetes mellitus adalah penyakit degeneratif yang angka kejadiannya cukup tinggi di berbagai negara dan merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengendalikan diabetes mellitus, diantaranya dengan mengembangkan minuman fungsional yang mempunyai khasiat antidiabetes, salah satunya yang banyak diteliti adalah khasiat dari daun teh dan daun murbei. Tujuan dari penelitian ini adalah a) Menganalisis pengaruh pemberian seduhan teh hijau, teh daun murbei dan campurannya terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes mellitus selama 120 menit pengamatan dan b) Menganalisis pengaruh pemberian seduhan teh hijau, teh daun murbei dan campurannya terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes mellitus selama 16 hari pengamatan.

Penelitian dibagi dalam empat tahapan penelitian: Tahap 1) Teh daun murbei dan campuran teh hijau+teh daun murbei dianalisa kandungan kimianya yang meliputi kadar air, ekstrak air, kadar abu, abu tak larut asam, abu larut dalam air, alkalinitas, kadar serat, teaflavin, tannin, dan kafein. Tujuan pada tahap ini adalah untuk mendapatkan bahan baku minuman yang terbaik. Tahap 2) Penetuan kurva turnover glukosa darah tikus normal. Sebanyak 5 ekor tikus normal dipuasakan selama 24 jam. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada 0 menit (baseline) 15, 30, 45, 60, 75, 90, 105, 120, 135, dan 150 menit setelah mengkonsumsi ransum. Tahap 3) Sebanyak 20 ekor tikus diabetes mellitus, kemudian dibagi dalam 4 kelompok, masing-masing dipuasakan selama 4 jam. Kelompok pertama sebanyak 5 ekor diberi air minum dalam kemasan; kelompok kedua sebanyak 5 ekor diberi teh hijau; kelompok ketiga sebanyak 5 ekor diberi teh daun murbei, kelompok keempat sebanyak 5 ekor diberi campuran teh hijau+teh daun murbei. Dosis yang diberikan: 1 ml/100g BB untuk setiap minuman yang diberikan dengan cara dicekok. masing-masing disertai pemberian ransum ad libitum. Waktu untuk pemeriksaan kadar glukosa darah tikus dilakukan berdasarkan hasil penelitian tahap kedua. Tahap 4) masing-masing kelompok tikus tetap diberi ransum sampai 16 hari. Pencekokan minuman dilakukan setiap hari. Pengukuran glukosa darah dilakukan setiap empat hari yaitu: pada hari ke 0, 4, 8, 12, dan 16. Pengukuran glukosa darah dilakukan sebelum pemberian cekok hari berikutnya. Setiap hari dilakukan penimbangan terhadap ransum dan dua kali sehari dilakukan penimbangan berat badan tikus. Tahap 3 dan 4 untuk melihat pengaruh minuman terhadap penurunan kadar glukosa darah.

Analisis terhadap daun murbei menemukan bahwa daun murbei kanva (Morus kanva) mempunyai kandungan theaflavin, kafein, dan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan murbei multikaulis (Morus multikaulis). Secara deskriptif terlihat bahwa daun murbei kanva lebih tinggi theflavin dan kafeinnya daripada daun murbei multikaulis. Pada uji kandungan kimia pada daun murbei dan campuran dengan teh hijau didapatkan bahwa dengan mempertimbangkan kandungan senyawa-senyawa yang terkandung dalam teh daun murbei dan teh daun murbei+teh Camellia sinensis, maka teh yang terbaik adalah teh daun murbei kanva dan teh murbei kanva+teh Camellia sinensis Gambung 7.

(5)

menit ke-120 pada kisaran 109 dan 137 mg/dl. Sehingga dalam penelitian selanjutnya dilakukan pengukuran kadar glukosa darah pada menit ke-30,60,90,dan 120.

Analisis data terhadap pengaruh pemberian minuman teh terhadap kadar glukosa darah selama 120 menit menunjukan bahwa terdapat perbedaan kadar glukosa darah yang nyata antara perlakuan waktu baseline, menit ke-30, 60, 90, dan 120; dan perlakuan pemberian cekokan jenis minuman teh dan air minum dalam kemasan (kontrol); dan dari keduanya menunjukan tidak ada interaksi. Kadar glukosa darah pada tikus diabetes yang diberi teh hijau secara statistik lebih rendah secara nyata dengan tikus diabetes kontrol. Begitu juga pemberian teh daun murbei dan campuran teh hijau+teh daun murbei menunjukan kadar glukosa darah lebih rendah secara nyata dibandingkan dengan kontrol. Pada baseline, kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus berada pada level 207 mg/dl dan meningkat secara nyata pada menit ke 30, dan relatif stabil hingga menit ke-60, menit ke-60 sampai menit ke-120 juga relatif stabil, tetapi bila membandingkan antara menit ke-30 ke menit ke-90 dan 120 kadar glukosa darah meningkat, dan secara uji menunjukan perbedaan yang nyata. Tikus diabetes yang mendapat minuman teh hijau menunjukan pola peningkatan glukosa darah paling rendah dari waktu ke waktu, sedangkan yang mendapat perlakuan teh daun murbei pada menit ke-30, 60 dan 90 menunjukan pola peningkatan kadar glukosa darah yang lebih tinggi dari pada teh hijau. Pada tikus yang mendapat perlakuan campuran teh hijau+teh daun murbei masih menunjukan penghambatan peningkatan kadar glukosa darah bila dibandingkan dengan yang mendapat perlakuan air minum dalam kemasan, tetapi kemampuannya lebih rendah bila dibandingkan dengan yang mendapat teh hijau atau teh daun murbei saja.

Hasil penelitian selama 16 hari menunjukan bahwa terdapat perbedaan kadar glukosa darah yang nyata pada perlakuan waktu; dan pada perlakuan pemberian minuman; serta menunjukan adanya interaksi dari keduanya. Pada tikus yang mendapat air minum dalam kemasan kadar glukosa darahnya relatif sama selama 16 hari dan dengan uji statistik menunjukan tidak adanya perbedaan yang nyata selama 16 hari. Tikus yang mendapatkan teh daun murbei, teh hijau, dan campurannya menunjukan adanya penurunan kadar glukosa darah pada hari ke-4, tetapi dengan pengujian statistik penurunan kadar glukosa darah dari baseline ke hari ke-4 hasilnya tidak menunjukan perbedaan yang nyata, sedangkan penurunan kadar glukosa darah dari baseline sampai hari ke-8, 12, dan 16 dengan uji statistik menunjukan perbedaan yang nyata.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terjadi penghambatan peningkatan kadar glukosa darah pada tikus diabetes yang mendapat perlakuan teh hijau, teh daun murbei, dan campurannya bila dibandingkan dengan tikus diabetes yang mendapat perlakuan air minum dalam kemasan, selama 120 menit pengamatan. Terjadi penurunan kadar glukosa darah pada tikus diabetes yang mendapat perlakuan teh hijau, teh daun murbei, dan campurannya bila dibandingkan dengan tikus diabetes yang mendapat perlakuan air minum dalam kemasan, selama 16 hari pengamatan.

(6)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

TIKUS DIABETES

RUSMAN EFENDI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(8)

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Evy Damayanthi, MS. Ketua

Dr.Ir. Lilik Kustiyah, M.Si Nastiti Kusumorini, Ph.D Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana dan Sumberdaya Keluarga

Dr.Ir. Hadi Riyadi, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(9)
(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2007 ini ialah minuman fungsional, dengan judul Pengendalian Kadar Glukosa Darah oleh Teh Hijau dan atau Teh Daun Murbei pada Tikus Diabetes.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS., Ibu Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MSi., dan Ibu Nastiti Kusumorini PhD. selaku pembimbing. Terimaksih juga saya sampaikan kepada Rektor dan staf UMMU (Universitas Muhammadiyah Maluku Utara) dan Dikti yang telah memberikan BPPS selama pelaksanaan pendidikan, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada bagian proyek KKP3T dari Deptan yang telah memberikan bantuan dana dalam pelaksanaan penelitian. Disamping itu, penghargaan disampaikan kepada ibu Prof. Dr. Drh. Clara M. Kusharto, MSc, dan Tim peneliti teh daun murbei dalam KKP3T, serta sahabatku Fahmi dan Pak Dian yang telah banyak membantu selama proses penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tuaku, dan istriku tercinta, serta seluruh keluarga, atas segala do’a dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

TIKUS DIABETES

RUSMAN EFENDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengendalian Kadar Glukosa Darah oleh Teh Hijau dan atau Teh Daun Murbei pada Tikus Diabetes” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

(13)

RUSMAN EFENDI. Control of Blood Glucose Level by Green Tea and or Mulberry Leaf Tea on Diabetic Rats.Under direction of EVY DAMAYANTHI, LILIK KUSTIYAH, and NASTITI KUSUMORINI

Diabetes mellitus is a degeneratif disease with high prevalence that happens in many countries. Several studies have been done to control diabetes by using such as green tea, mulberry leaf tea, and their mixture. The aim of this research are to analyze the influence of the administration green tea, mulbery leaf tea, and their mixture to blood glucose level of diabetic rats both during 120 minutes with interval each 30 minutes and 16 days after administration with interval each 4 days. This research consisted four phases, first determine the best mulberry leaf tea, second phases, determine turnover of blood glucose level on normal rats, third and fourth phases to observe the capability of green tea and or mulberry leaf tea to control of blood glucose level during 120 minutes and 16 days on diabetic rats. The result of research during 120 minutes have showed that blood glucose level on diabetic rats which were administered by green tea, mulberry leaf tea and their mixture is significantly difference (p<0.05) with diabetic rats which were administered by water. Blood glucose level at baseline increased at 30th minutes and showed the difference significantly (p<0.05) and

then until 60th and 120th minutes and relatively stable. The result of research

during 16 days have showed interaction during the experiment time and the administration of tea drink and it has significantly difference. During 120 minutes after feed consumption, inhibition of blood glucose level occured increasingly on diabetic rats which were administered by green tea, mulberry leaf tea, and their mixture compared to diabetic rats which were administered by water. Blood glucose level on diabetic rats, during 16 days attempt, which were administered by green tea, mulberry leaf tea, and their mixture compared to diabetic rats which were administered by water.

(14)

RUSMAN EFENDI. Pengendalian Kadar Glukosa Darah oleh Teh Hijau dan atau Teh Daun Murbei pada Tikus Diabetes. Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI, LILIK KUSTIYAH, dan NASTITI KUSUMORINI.

Diabetes mellitus adalah penyakit degeneratif yang angka kejadiannya cukup tinggi di berbagai negara dan merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengendalikan diabetes mellitus, diantaranya dengan mengembangkan minuman fungsional yang mempunyai khasiat antidiabetes, salah satunya yang banyak diteliti adalah khasiat dari daun teh dan daun murbei. Tujuan dari penelitian ini adalah a) Menganalisis pengaruh pemberian seduhan teh hijau, teh daun murbei dan campurannya terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes mellitus selama 120 menit pengamatan dan b) Menganalisis pengaruh pemberian seduhan teh hijau, teh daun murbei dan campurannya terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes mellitus selama 16 hari pengamatan.

Penelitian dibagi dalam empat tahapan penelitian: Tahap 1) Teh daun murbei dan campuran teh hijau+teh daun murbei dianalisa kandungan kimianya yang meliputi kadar air, ekstrak air, kadar abu, abu tak larut asam, abu larut dalam air, alkalinitas, kadar serat, teaflavin, tannin, dan kafein. Tujuan pada tahap ini adalah untuk mendapatkan bahan baku minuman yang terbaik. Tahap 2) Penetuan kurva turnover glukosa darah tikus normal. Sebanyak 5 ekor tikus normal dipuasakan selama 24 jam. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada 0 menit (baseline) 15, 30, 45, 60, 75, 90, 105, 120, 135, dan 150 menit setelah mengkonsumsi ransum. Tahap 3) Sebanyak 20 ekor tikus diabetes mellitus, kemudian dibagi dalam 4 kelompok, masing-masing dipuasakan selama 4 jam. Kelompok pertama sebanyak 5 ekor diberi air minum dalam kemasan; kelompok kedua sebanyak 5 ekor diberi teh hijau; kelompok ketiga sebanyak 5 ekor diberi teh daun murbei, kelompok keempat sebanyak 5 ekor diberi campuran teh hijau+teh daun murbei. Dosis yang diberikan: 1 ml/100g BB untuk setiap minuman yang diberikan dengan cara dicekok. masing-masing disertai pemberian ransum ad libitum. Waktu untuk pemeriksaan kadar glukosa darah tikus dilakukan berdasarkan hasil penelitian tahap kedua. Tahap 4) masing-masing kelompok tikus tetap diberi ransum sampai 16 hari. Pencekokan minuman dilakukan setiap hari. Pengukuran glukosa darah dilakukan setiap empat hari yaitu: pada hari ke 0, 4, 8, 12, dan 16. Pengukuran glukosa darah dilakukan sebelum pemberian cekok hari berikutnya. Setiap hari dilakukan penimbangan terhadap ransum dan dua kali sehari dilakukan penimbangan berat badan tikus. Tahap 3 dan 4 untuk melihat pengaruh minuman terhadap penurunan kadar glukosa darah.

Analisis terhadap daun murbei menemukan bahwa daun murbei kanva (Morus kanva) mempunyai kandungan theaflavin, kafein, dan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan murbei multikaulis (Morus multikaulis). Secara deskriptif terlihat bahwa daun murbei kanva lebih tinggi theflavin dan kafeinnya daripada daun murbei multikaulis. Pada uji kandungan kimia pada daun murbei dan campuran dengan teh hijau didapatkan bahwa dengan mempertimbangkan kandungan senyawa-senyawa yang terkandung dalam teh daun murbei dan teh daun murbei+teh Camellia sinensis, maka teh yang terbaik adalah teh daun murbei kanva dan teh murbei kanva+teh Camellia sinensis Gambung 7.

(15)

menit ke-120 pada kisaran 109 dan 137 mg/dl. Sehingga dalam penelitian selanjutnya dilakukan pengukuran kadar glukosa darah pada menit ke-30,60,90,dan 120.

Analisis data terhadap pengaruh pemberian minuman teh terhadap kadar glukosa darah selama 120 menit menunjukan bahwa terdapat perbedaan kadar glukosa darah yang nyata antara perlakuan waktu baseline, menit ke-30, 60, 90, dan 120; dan perlakuan pemberian cekokan jenis minuman teh dan air minum dalam kemasan (kontrol); dan dari keduanya menunjukan tidak ada interaksi. Kadar glukosa darah pada tikus diabetes yang diberi teh hijau secara statistik lebih rendah secara nyata dengan tikus diabetes kontrol. Begitu juga pemberian teh daun murbei dan campuran teh hijau+teh daun murbei menunjukan kadar glukosa darah lebih rendah secara nyata dibandingkan dengan kontrol. Pada baseline, kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus berada pada level 207 mg/dl dan meningkat secara nyata pada menit ke 30, dan relatif stabil hingga menit ke-60, menit ke-60 sampai menit ke-120 juga relatif stabil, tetapi bila membandingkan antara menit ke-30 ke menit ke-90 dan 120 kadar glukosa darah meningkat, dan secara uji menunjukan perbedaan yang nyata. Tikus diabetes yang mendapat minuman teh hijau menunjukan pola peningkatan glukosa darah paling rendah dari waktu ke waktu, sedangkan yang mendapat perlakuan teh daun murbei pada menit ke-30, 60 dan 90 menunjukan pola peningkatan kadar glukosa darah yang lebih tinggi dari pada teh hijau. Pada tikus yang mendapat perlakuan campuran teh hijau+teh daun murbei masih menunjukan penghambatan peningkatan kadar glukosa darah bila dibandingkan dengan yang mendapat perlakuan air minum dalam kemasan, tetapi kemampuannya lebih rendah bila dibandingkan dengan yang mendapat teh hijau atau teh daun murbei saja.

Hasil penelitian selama 16 hari menunjukan bahwa terdapat perbedaan kadar glukosa darah yang nyata pada perlakuan waktu; dan pada perlakuan pemberian minuman; serta menunjukan adanya interaksi dari keduanya. Pada tikus yang mendapat air minum dalam kemasan kadar glukosa darahnya relatif sama selama 16 hari dan dengan uji statistik menunjukan tidak adanya perbedaan yang nyata selama 16 hari. Tikus yang mendapatkan teh daun murbei, teh hijau, dan campurannya menunjukan adanya penurunan kadar glukosa darah pada hari ke-4, tetapi dengan pengujian statistik penurunan kadar glukosa darah dari baseline ke hari ke-4 hasilnya tidak menunjukan perbedaan yang nyata, sedangkan penurunan kadar glukosa darah dari baseline sampai hari ke-8, 12, dan 16 dengan uji statistik menunjukan perbedaan yang nyata.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terjadi penghambatan peningkatan kadar glukosa darah pada tikus diabetes yang mendapat perlakuan teh hijau, teh daun murbei, dan campurannya bila dibandingkan dengan tikus diabetes yang mendapat perlakuan air minum dalam kemasan, selama 120 menit pengamatan. Terjadi penurunan kadar glukosa darah pada tikus diabetes yang mendapat perlakuan teh hijau, teh daun murbei, dan campurannya bila dibandingkan dengan tikus diabetes yang mendapat perlakuan air minum dalam kemasan, selama 16 hari pengamatan.

(16)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(17)

TIKUS DIABETES

RUSMAN EFENDI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(18)

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Evy Damayanthi, MS. Ketua

Dr.Ir. Lilik Kustiyah, M.Si Nastiti Kusumorini, Ph.D Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana dan Sumberdaya Keluarga

Dr.Ir. Hadi Riyadi, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(19)
(20)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2007 ini ialah minuman fungsional, dengan judul Pengendalian Kadar Glukosa Darah oleh Teh Hijau dan atau Teh Daun Murbei pada Tikus Diabetes.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS., Ibu Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MSi., dan Ibu Nastiti Kusumorini PhD. selaku pembimbing. Terimaksih juga saya sampaikan kepada Rektor dan staf UMMU (Universitas Muhammadiyah Maluku Utara) dan Dikti yang telah memberikan BPPS selama pelaksanaan pendidikan, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada bagian proyek KKP3T dari Deptan yang telah memberikan bantuan dana dalam pelaksanaan penelitian. Disamping itu, penghargaan disampaikan kepada ibu Prof. Dr. Drh. Clara M. Kusharto, MSc, dan Tim peneliti teh daun murbei dalam KKP3T, serta sahabatku Fahmi dan Pak Dian yang telah banyak membantu selama proses penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tuaku, dan istriku tercinta, serta seluruh keluarga, atas segala do’a dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(21)

Penulis dilahirkan di Karawang pada tanggal 18 April 1978 dari bapak Tarsim dan ibu Kartem. Penulis merupakan putra ketiga dari empat bersaudara.

Pada tahun 1998 penulis lulus dari Sekolah Perawat Kesehatan Depkes RI, Tangerang. Tahun 1999 diterima di Fakultas Ilmu Kesehatan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Jakarta. Penulis melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2006 mengambil program studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Dirjen Pendidikan Tinggi (BPPS), Departemen Pendidikan Nasional.

(22)
(23)

Halaman 1. Kandungan katekin pada teh hijau Camellia sinensis... .14 2. Konsentrasi asam fenol dan flavonoid pada produk teh...15 3. Karakteristik kimia daun murbei segar (% berat kering)...24 4. Karakteristik kimia teh daun murbei dan kombinasi teh daun murbei dengan teh Camellia sinensis (% berat kering)... ...25

5. Produksi teh Camellia sinensis klon Gambung 6 – Gambung 11 selama tiga tahun di dua lokasi... ...29

6. Pertambahan berat badan dan jumlah konsumsi ransum pada

(24)

Halaman 1. Pengaturan glukosa darah secara normal... ... 5 2. Produksi Insulin... ... 7 3. Mediasi Insulin dalam proses uptake glukosa...11 4. Peralatan penelitian... ...18 5. Kadar glukosa darah tikus normal selama 150 menit...29 6. Kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus pada beberapa perlakuan minuman teh... ...34

7. Kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus pada 120 menit pengamatan... ...35

8. Pola peningkatan kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus selama 120 menit... ...37

9. Kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus selama

(25)

Halaman 1. Hasil Analisis Karakteristik Campuran Teh Murbei Kanva+Gambung 7 dan Teh Murbei Kanva+Gambung 9... ...48

(26)

Latar Balakang

Pergeseran pola penyakit saat ini terus terjadi, dari penyakit infeksi ke

penyakit degeneratif. Diabetes mellitus adalah penyakit degeneratif yang

angka kejadiannya cukup tinggi di berbagai negara dan merupakan salah

satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. World Health

Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita diabetes mellitus mencapai lebih dari 180 juta jiwa diseluruh dunia. Kejadian ini akan

meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2030 (WHO 2006). Menurut

survei yang dilakukan WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 dengan

jumlah penderita diabetes mellitus terbesar di dunia setelah India, Cina,

dan Amerika Serikat. Menurut data Depkes, jumlah pasien diabetes

mellitus rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit menempati urutan

pertama dari seluruh penyakit endokrin (Depkes RI 2005).

Jumlah orang yang menderita diabetes tipe 2 diperkirakan akan meningkat

dengan cepat dalam 25 tahun, dengan perkiraan peningkatan sebesar 42

persen terjadi pada negara berkembang. Perkiraan ini didasarkan pada

perubahan demografi pada masyarakat, tanpa mempertimbangkan

perubahan gaya hidup. Di negara berkembang angka kejadian kelebihan

berat badan dan kegemukan terus meningkat dengan cepat karena

menurunnya aktivitas fisik dan banyak makan. Kejadian ini meningkat

dengan cepat pada angka kejadian diabetes mellitus (Glumer et al. 2003).

Diabetes mellitus merupakan salah satu masalah kesehatan yang

berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan mutu sumber daya

manusia. Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi juga

pada sistem kesehatan suatu negara. Walaupun belum ada survei

nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan

masyarakat Indonesia diperkirakan penderita diabetes mellitus ini semakin

meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa ke atas pada seluruh

status sosial ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan penyakit diabetes

mellitus belum menempati skala prioritas utama dalam pelayanan

kesehatan, walaupun diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup

besar antara lain komplikasi kronik pada penyakit jantung kronis,

(27)

Depkes RI 2003).

Di Amerika Serikat sebagai cerminan negara maju, menurut data National

Diabetes Information Clearinghouse (NDIC) (2005a) angka kejadian diabetes mellitus mencapai 20.8 juta jiwa atau sekitar 7 persen dari seluruh

populasi, dan yang terdiagnosa sebanyak 14.6 juta jiwa. Di Indonesia

sebagai negara yang sedang berkembang, Biro Pusat Statistik

memperkirakan pada tahun 2003 sudah terdapat 14 juta orang Indonesia

yang mengidap diabetes mellitus. Oleh karena itu diabetes mellitus

tercantum dalam urutan keempat prioritas penelitian nasional untuk

penyakit degeneratif (Rimbawan & Siagian 2004). Angka tersebut diprediksi

akan terus melonjak hingga 51 juta pada tahun 2030, dengan tingkat

prevalensi yang lebih besar pada penduduk yang tinggal di kawasan kota

daripada di desa (Kementerian Bidang Koordinator Kesejahteraan Rakyat

2007). Kemudian berdasarkan data Depkes RI angka kesakitan yang

disebabkan oleh penyakit diabetes mellitus pada tahun 2005 masih berada

dalam urutan sepuluh besar, yaitu mencapai 338 056 (2.13 persen) jiwa. Di

rumah sakit angka kematian yang terjadi akibat diabetes mellitus tahun

2005 mencapai 2 086 jiwa (Depkes RI. 2007).

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengendalikan diabetes

mellitus, diantaranya dengan mengembangkan minuman fungsional yang

mempunyai khasiat antidiabetes, salah satunya yang banyak diteliti adalah

khasiat dari daun teh dan daun murbei. Minum teh merupakan kebudayaan

timur yang selayaknya terus dipertahankan, karena dari berbagai hasil

penelitian teh terbukti mempunyai aktivitas antioksidan yang cukup baik.

Hal ini disebabkan oleh kandungan polifenol dalam teh hijau yang mampu

menangkal radikal bebas dalam tubuh. Menurut Song et al. (2003) Polifenol

terutama epigallocatechin gallat (EGCG) dapat melindungi kerusakan sel

beta pankreas dari pengaruh oksidasi. Selain itu penelitian dengan

pemberian teh hijau secara oral, menemukan bahwa pemberian teh hijau

dapat menekan peningkatan kadar gula darah. EGCG pada teh hijau

bekerja dengan cara menghambat transporters sodium-glucose pada mukosa. (Kobayashi et al. 2000; Maeda et al. 2005).

Daun murbei telah diketahui merupakan ramuan kuno obat tradisional Cina

untuk mengobati pengidap penyakit diabetes mellitus. Menurut Asano et al.

(28)

sekitar limabelas polyhydroxylated alkaloids, salah satunya yaitu 1-Deoxynojirimycin (DNJ) yang mempunyai potensi berfungsi menghambat alpha-glucosidase. Alpha-glucosidase merupakan enzim yang mengkatalisis hidrolisis ikatan pada maltosa untuk menghasilkan dua

molekul glukosa (Makfoeld et al. 2006).

Teh hijau dan daun murbei dengan berbagai khasiatnya mempunyai

potensi untuk dikembangkan sebagai minuman fungsional, sehingga teh

tidak hanya dikonsumsi dalam bentuk minuman teh yang biasa kita kenal.

Apabila mengingat potensi teh yang ada di Indonesia demikian besar,

maka kita bisa memanfaatkan produk/bahan kita sendiri dan tentunya akan

lebih murah bila dibandingkan dengan produk/bahan impor. Berdasarkan

informasi di atas, maka dalam penelitian ini akan diujicobakan seduhan teh

hijau dan teh daun murbei serta campuran teh hijau+teh daun murbei yang

diharapkan bisa menjadi minuman fungsional yang bermanfaat untuk

penderita diabetes mellitus. Minuman ini diharapkan dapat mengendalikan

kadar glukosa darah.

Tujuan Penelitian

i.Menganalisis pengaruh pemberian seduhan teh hijau, teh

daun murbei dan campurannya terhadap kadar glukosa

darah tikus diabetes selama 120 menit pengamatan.

ii.Menganalisis pengaruh pemberian seduhan teh hijau, teh

daun murbei dan campurannya terhadap kadar glukosa

darah tikus diabetes selama 16 hari pengamatan.

Manfaat Penelitian

i.Membantu para penderita diabetes untuk dapat

mengendalikan kadar glukosa darahnya.

ii.Memberikan nilai secara ekonomis untuk pengembangan

produk teh daun murbei.

Hipotesis Penelitian

iii.Seduhan teh hijau, teh daun murbei, dan campurannya

(29)

tikus diabetes.

iv.Seduhan teh hijau, teh daun murbei, dan campurannya

dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus

(30)

Pengaturan Kadar Glukosa Darah

Kadar glukosa darah adalah suatu indikator dari kurang atau tidaknya asupan makanan sebagai sumber energi. Faktor yang menentukan kadar glukosa darah adalah keseimbangan antara jumlah glukosa yang masuk dan glukosa yang dikeluarkan melalui aliran darah. Hal ini dipengaruhi oleh makanan, kecepatan masuk ke dalam sel otot, jaringan lemak dan organ lain serta aktivitas sintesis glikogen dari glukosa oleh hati (Ganong 1999).

Penyerapan beberapa monosakarida seperti glukosa, fruktosa dan galaktosa terjadi dengan proses yang membutuhkan energi melibatkan inklinasi kimiawi Na+. Oleh karena mukosa intestin biasanya sebagian besar menyerap monosakarida dan disakarida, maka bila konsumsi glukosa jenis ini meningkat akan dengan cepat meningkatkan kadar glukosa, fruktosa, dan galaktosa plasma dengan secara nyata (Linder 2006).

Pada Gambar 1 memperlihatkan akibat masuknya glukosa ke dalam darah, maka akan meningkatkan kadar glukosa darah sehingga menyebabkan tersekresinya insulin dari pankreas dan menurunnya sekresi glukagon. Selanjutnya akan terjadi peningkatan pengambilan glukosa oleh hati, otot dan jaringan lemak. Ketika proses penyerapan glukosa dari intestin berhenti, maka kadar glukosa darah mulai menurun, dan mengambil langkah kembali pada mekanisme sekresi hormon pankeas (Linder 2006).

Menurut Guyton dan John (1997), mekanisme pengaturan kadar glukosa darah meliputi :

a. Fungsi hati sebagai buffer glukosa, yaitu apabila glukosa darah meningkat setelah makan mencapai konsentrasi yang sangat tinggi, maka kecepatan sekresi insulin juga meningkat. Sebanyak dua pertiga glukosa diabsorpsi oleh usus dan segera disimpan di dalam hati dalam bentuk glikogen, apabila konsentrasi glukosa darah rendah dan kecepatan sekresi turun, maka hati melepaskan glukosa kembali ke dalam darah. b. Fungsi insulin dan glukagon sebagai umpan balik punya peran yang

terpisah dan sangat penting untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah yang normal.

(31)

epinefrin yang disekresikan oleh kelenjar adrenal menyebabkan pelepasan glukosa lebih lanjut di hati. Hal ini untuk mengatasi hipoglikemia berat.

d. Hormon pertumbuhan dan kortisol disekresikan pada respon terhadap hipoglikemia yang terus menerus, yang akan menurunkan kecepatan penggunaan glukosa oleh sebagian besar sel-sel tubuh.

Gambar 1

Pengaturan glukosa darah secara normal (Adaptasi dari Anonim 2006).

Menurut Piliang dan Djoyosubagio (2006) dalam keadaan puasa, sebelum makan pagi atau sekurang-kurangnya 12 jam sesudah makan, konsentrasi gula normal berada pada kisaran 70-100 mg/dL. Sesudah mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, kadar glukosa darah akan meningkat sampai kira-kira 140 mg/dL dan turun mencapai kadar normal sesudah 1 atau 2 jam kemudian. Kadar glukosa darah 70-100 mg/dL (dalam keadaan puasa) disebut nomoglycemia (yaitu kadar glukosa darah normal).

Insulin

(32)

B molekul insulin dihubungkan oleh suatu rantai polipeptida penghubung yang memiliki 33 molekul asam amino.

Peranan insulin dalam pengaturan kadar glukosa darah tidak lepas dari pengaruh faktor lainnya juga, seperti (1) hati berperan sebagai glukostat, (2) kelenjar pankreas sebagai penghasil hormon lain selain insulin yaitu glukagon, (3) kelenjar adenohipofisis mensekresi hormon-hormon yang bersifat diabetogenik seperti ACTH, GH, TSH; (4) kelenjar adrenal yang mensekresi hormon epinefrin dari bagian medula dan glukokortikoid dari bagian kortek-nya, (5) kelenjar tiroid mensekresi hormon T3 dan T4 yang berperan terhadap metabolisme energi, serta (6) kerja fisik atau exercise yang bersifat memperkuat efek insulin terhadap metabolisme karbohidrat (Hardjasasmita 2000).

Diabetes Mellitus

WHO (2006) mendefinisikan diabetes mellitus sebagai penyakit kronis yang terjadi akibat dari ketidak mampuan pankreas untuk memproduksi insulin yang cukup, atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin yang diproduksinya dengan efektif. Menurut NDIC (2005b) diabetes mellitus adalah kelainan metabolisme atau cara tubuh mencerna makanan menjadi energi. Menurut Media Informasi Peresepan Rasional bagi Tenaga Kesehatan Indonesia (2001) glukosa masuk ke dalam sel dapat melalui dua cara, yaitu secara difusi pasif dan transport aktif. Secara difusi pasif, masuknya glukosa tergantung pada perbedaan konsentrasi glukosa antara media ekstraseluler dan di dalam sel. Secara transport aktif, insulin berperan sebagai fasilitator pada jaringan jaringan tertentu. Insulin merupakan hormon anabolik utama yang meningkatkan cadangan energi. Pada semua sel, insulin meningkatkan kerja enzim yang mengubah glukosa menjadi bentuk cadangan energi yang lebih stabil (glikogen). Hiperglikemia pada diabetes mellitus merupakan hasil dari ketidak cukupan sekresi insulin oleh sel beta pulau Langerhans atau ketidak mampuan sekresi insulin untuk menstimulasi pengambilan gula darah seluler. Dengan demikian, diabetes mellitus merupakan hasil dari ketidaksesuaian sekresi atau kerja insulin (Wheatley 1993).

American Diabetes Association menggunakan tiga standar untuk

(33)

puasa dilakukan selama 8 jam, (3) glukosa darah lebih dari atau sama dengan 200 mg/dL atau 11.1 mmol/L (Rimbawan & Siagian 2004; Rubin 2004). Sebelum terjadinya diabetes mellitus, biasanya diawali dengan prediabetes. Standar yang digunakan untuk mengetahui terjadinya prediabetes adalah bila gula darah sebelum makan mencapai 100-126 mg/dL atau 5.5-7 mmol/L dan glukosa darah setelah satu jam makan mencapai 140-199 mg/dl atau 7.8-11.1 mmol/L (Rubin 2004).

Menurut Hartono (2006) kegagalan pengendalian gula darah terjadi karena dua hal: (1) produksi hormon insulin yang tidak memadai atau tidak ada. (2) penurunan sensitivitas reseptor insulin akibat sekresi insulin yang meningkat. Tidak adanya atau tidak memadainya produksi hormon insulin akan mengakibatkan diabetes tipe 1, sedangkan bertambahnya penurunan sensitivitas reseptor insulin dengan penurunan kuantitas dan kualitas insulin menyababkan diabetes tipe 2. Pada Gambar 2 sebagai ilustrasi, besar anak panah menunjukan banyaknya jumlah pembentukan insulin yang normal (gambar kiri atas), dan pembentukan insulin pada penderita diabetes (gabar kanan bawah).

Gambar 2

Produksi Insulin (Medicastore 2004)

Diabetes tipe 1

(34)

ditandai oleh tingginya level glukosa darah yang disebabkan oleh ketiadaan total hormon insulin. Diabetes tipe 1 terjadi ketika sistem imun tubuh menyerang sel beta yang menghasilkan insulin pada pankreas dan menghancurkannya (Jacquie et al. 2004). Pankreas kemudian hanya sedikit atau tidak menghasilkan insulin,

sehingga gula darah tidak dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan sebagai energi. Kondisi ini hanya bisa diobati dengan pemberian insulin (Depkes RI 2005).

Manifestasi klinik diabetes tipe 1 ditunjukkan dengan tahap akhir insulitis, sebab pada saat didiagnosa hanya sedikit sel β sehat yang memproduksi insulin. Kerusakan sel β secara agresif menyebabkan penyakit nampak dalam beberapa bulan pada anak yang masih muda, meskipun ada juga proses yang akan berlanjut dalam beberapa tahun, bahkan pada beberapa kasus ada yang berlanjut lebih dari 10 tahun (Virtanen & Mikael 2003).

Gejala-gejala yang sering muncul pada penderita diabetes tipe 1 adalah sering kencing, sering merasa haus, terjadi penurunan berat badan, sering merasa lapar, dan merasa lemah (Rubin 2004). Gejala mungkin bisa terjadi secara tiba-tiba. Tanpa pemberian insulin, diabetes tipe 1 akan dengan cepat berakibat fatal (WHO 2006). Orang yang menderita diabetes tipe 1 tergantung pada injeksi insulin untuk mencegah hiperglikemia dan ketoacidosis. Jika penyuntikan insulin tidak cukup, seseorang dapat memasuki koma akibat dari ketoacidosis, ketidak seimbangan elektrolit, dan dehidrasi. Pada overdosis insulin juga dapat menyebabkan koma karena hipoglikemia (kadar glukosa darah dibawah normal) (Wheatley 1993).

Diabetes tipe 2

Diabetes tipe 2 sering juga disebut noninsulin dependent diabetes mellitus (NIDDM), sebab tidak membutuhkan penambahan hormon insulin untuk

(35)

kemudian akan digunakan untuk menghasilkan energi atau tenaga yang diperlukan dalam pelaksanaan fungsi setiap sel tubuh (Hartono 2006).

Penyebab terjadinya penurunan sensitivitas insulin karena peningkatan kebutuhan sekresi insulin untuk mempertahankan kadar glukosa darah. Meningkatnya sekresi insulin akan membawa pada kegagalan dari sel beta pankreas dalam menghasilkan insulin, yang merupakan inti dari ketidak normalan diabetes tipe 2 (Jacquie et al. 2004). Orang yang obesitas dan kurang olah raga mempunyai resiko terhadap penyakit diabetes tipe 2 dengan menunjukkan gejala penurunan sensitivitas insulin yaitu (1) jumlah insulin di dalam darahnya meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal, (2) penyuntikan insulin tidak dapat menurunkan kadar glukosa darah pada keadaan menurunnya sensitivitas insulin (Rubin 2004).

Penurunan berat badan dapat meningkatkan sensitivitas insulin. Efek penurunan berat badan terhadap sekresi insulin pada penderita diabetes mellitus tergantung pada jumlah respon sekresi insulin yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas. Sel beta pankreas pada awalnya meningkatkan sekresi insulin dan C-peptida dengan jumlah yang cukup tinggi pada penderita obesitas, sebab pankreas harus mengganti bertambahnya penurunan sensitivitas insulin yang disebabkan oleh pengeluaran insulin yang berlebihan (Pi-Sunyer 1996).

Menurut Media Informasi Peresepan Rasional bagi Tenaga Kesehatan Indonesia (2001) pada penderita diabetes tipe 2, terdapat tiga kondisi abnormal yang mungkin dimiliki. Pertama, mutlak kekurangan insulin dalam arti sekresi hormon insulin berkurang karena kerusakan sel-sel beta pankreas. Kedua, relatif kekurangan insulin dimana sekresi insulin tidak mencukupi dengan adanya kebutuhan metabolisme yang meningkat (misalnya pada pasien yang kelebihan berat badan). Ketiga, resisten terhadap insulin dan hiperinsulinemia karena penggunaan insulin perifer yang kurang sempurna.

(36)

Penurunan sensitivitas insulin pada diabetes tipe 2

Penurunan sensitivitas insulin adalah kelainan metabolik yang dicirikan oleh menurunnya sensitivitas jaringan terhadap insulin (Kendall & Harmel 2002). Menurut NDIC (2006) penurunan sensitivitas insulin adalah kondisi diam yang meningkatkan rantai perkembangan penyakit diabetes mellitus dan penyakit jantung. Penurunan sensitivitas insulin terjadi ketika jaringan gagal merespon insulin secara normal. Diabetes tipe 2 sering disertai oleh penurunan sensitivitas insulin pada organ sasaran yang mengakibatkan penurunan responsivitas, baik terhadap insulin endogenus maupun eksogenus (Rimbawan & Siagian 2004). Menurut Olefsky dan Nolan (1995) penurunan sensitivitas insulin mungkin terjadi pada banyak tahapan dalam aksi biologi insulin, dari awal telah terjadi pengikatan permukaan sel reseptor pada proses phosphorilasi yang dimulai oleh autophosphorilasi pada reseptor insulin. Penurunan sensitivitas insulin biasanya paling banyak ditemukan pada kegemukan dengan polycystic ovary syndrome (PCOS) pada wanita (65%), tetapi dapat juga ditemukan pada 20 persen dari lean PCOS pada wanita (Dale et al. 1998).

Orang dengan diabetes tipe 2 mempunyai banyak insulin dalam tubuhnya (tidak seperti penyakit diabetes tipe 1), tetapi respon tubuhnya terhadap insulin dalam keadaan yang tidak normal. Orang yang menderita diabetes tipe 2 mengalami penurunan sensitivitas insulin, artinya tubuh resisten terhadap insulin dalam keadaan normal (Rubin 2004).

(37)

menggunakan glukosa, pengambilan glukosa juga berhubungan dengan jaringan adipose (Sinaiko et al. 2005).

Gambar 3

Mediasi insulin dalam proses uptake glukosa (Adaptasi dari Cartailler 2004)

Gestational Diabetes Mellitus

Gestational diabetes mellitus didefinisikan sebagai glucose intolerance

yang pertama kali diketahui terjadi selama kehamilan (Godwin et al. 1999). Gestational diabetes mellitus merupakan salah satu tipe diabetes yang banyak

terjadi pada wanita selama kehamilan. Biasanya gejala ini menghilang setelah lahir. Ini terjadi karena perubahan hormonal pada kehamilan yang mana dapat merubah kemampuan tubuh untuk menggunakan insulin. Insulin merupakan hormon yang penting untuk mempertahankan kadar glukosa darah yang sehat. Selama wanita-wanita mengalami perubahan hormon, hanya beberapa wanita yang berkembang mengalami gestational diabetes mellitus (NSW Health Department 2004)

Angka kejadian gestational diabetes mellitus telah meningkat 50% dari sepuluh tahun yang lalu, dan peningkatan ini telah dicirikan oleh meningkatnya penderita obesitas di Amerika. Baru-baru ini, empat sampai delapan persen wanita hamil di Amerika menderita gestational diabetes mellitus (Jung 2007). Wanita dengan karakteristik klinik yang mempunyai resiko tinggi terserang gestational diabetes mellitus (GDM) adalah wanita yang mengalami kegemukan,

(38)

Menurut Godwin et al. (1999) Pertambahan usia, obesitas, riwayat keluarga, status sosial ekonomi yang rendah, dan hipertensi pada saat hamil telah menunjukan sebagai faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian gestational diabetes mellitus. Dampak pada bayi, Gestational diabetes mellitus

berhubungan dengan peningkatan kejadian kesakitan pada bayi, termasuk komplikasi yang angka kejadiannya sangat tinggi adalah macrosomatia (berat badan lahir lebih dari 4000g), hipoglikemia, hipokalcemia, hiperbilirubinemia, polycythemia, dan ketidak normalan kongenital yang serius (Godwin et al. 1999; Greene dan Solomon 2005).

Perbedaan antara tanda diabetes tipe 1 dan tipe 2

Perbedaan antara tanda diabetes tipe 1 dan tipe 2 dapat dilihat dari tingkat usia, orang dengan diabetes tipe 1 biasanya lebih muda daripada tipe 2, tetapi peningkatan kejadian diabetes tipe 2 pada anak-anak yang kelebihan berat badan membuat perbedaan ini sulit dipisahkan antara tipe 1 dan tipe 2; berat badan, diabetes tipe 1 mempunyai berat badan yang kurus atau normal, sedangkan pada diabetes tipe 2 pada umumnya obesitas; tingkat glukosa, pada diabetes tipe 1 tingkat glukosa darah lebih tinggi (300-400 mg/dl) dari diabetes tipe 2, yang tingkat glukosa darahnya 200-250 mg/dl; tingkat keparahan, diabetes tipe 1 biasanya lebih parah, tetapi diabetes tipe 2 secara berangsur-angsur menunjukkan gejala (Rubin 2004).

Teh

Minuman teh telah dikenal lebih dari 4000 tahun di Cina, tradisi pengobatan Cina telah merekomendasikan minuman teh hijau sebagai minuman untuk mencegah dan mengobati berbagai penyakit, termasuk penyakit sakit kepala dan saluran pencernaan. Minum teh juga dipercaya dapat memperbaiki fungsi imun, membantu detoksifikasi, dan memperpanjang umur, dan ini telah dianggap sebagai tradisi yang baik (Brannon 2007). Teh adalah minuman yang paling banyak dikonsumsi oleh manusia sesudah air putih, dalam jumlah kira-kira 120 ml perkapita perhari. Ada dua bentuk teh yang banyak dikonsumsi, yakni teh hitam dan teh hijau. Teh hitam paling banyak dikonsumsi (80%), sedangkan teh hijau sekitar 20% saja. Teh hijau mengandung epikatekin sebagai komponen polifenol utama yang memiliki aroma khas teh hijau (Silalahi 2006).

(39)

dilakukan dengan jumlah sampel sebanyak 20 orang, Bahruddin dan Asmawati menemukan bahwa teh hijau mampu memperbaiki status jaringan periodontal pada penderita diabetes mellitus yang memiliki penyakit periodontal yang cukup parah. Menurut Brannon (2007) teh hijau merupakan minuman yang kaya akan kandungan phytochemicals salah satunya yang telah diketahui adalah polifenol, yang merupakan bagian dari flavonoid. Poliphenol adalah antioksidan yang sangat kuat, salah satu fungsinya dapat mengatasi radikal bebas yang merupakan molekul sangat tidak stabil yang berada di dalam tubuh.

Pemberian polifenol teh hijau (500 mg/kg berat badan) pada tikus normal meningkatkan toleransi glukosa secara signifikan pada menit ke 60. Teh hijau polifenol juga ditemukan mengurangi level serum glukosa pada tikus diabetes epigallocatechin gallat (EGCG) dapat melindungi kerusakan sel beta pankreas

dari pengaruh oksidasi. EGCG secara luas telah diketahui sebagai antioksidan, sebagai contoh EGCG mampu menangkal superoxide anion radicals, hydrogen peroxide, hydroxyl radicals, peroxyl radicals, singlet oxygen, dan peroxynitrite.

Katekin yang diberikan pada tikus putih sebanyak 0.5 g per hari selama 3 minggu, dalam usus akan terfermentasi dalam jumlah sedikit dan kurang dari 5% dikeluarkan melalui feses dalam bentuk utuh. EC masuk dalam sirkulasi darah dalam bentuk terglukuronidasi, dan kemudian disulfatisasi dalam hati serta termetilasi dalam hati dan ginjal. Kemudian, bentuk senyawa terkonjugasi tersebut disekresi melalui feses dan urin (Hartoyo 2003).

(40)

ke aliran darah dan memberikan aktivitas antioksidatifnya dalam organ dan jaringan (Hartoyo 2003).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung - Jawa Barat Indonesia menunjukkan bahwa kandungan polifenol pada teh Indonesia yang merupakan komponen aktif untuk kesehatan ± 1,34 kali lebih tinggi dibanding teh dari negara lain. Katekin merupakan senyawa polifenol utama pada teh sebesar 90% dari total kandungan polifenol. Rata-rata kandungan katekin pada teh Indonesia berkisar antara 7,02 - 11,60% b.k., sedangkan pada negara lain berkisar antara 5,06 - 7,47 b.k. Teh selain mengandung polifenol hingga 25-35%, juga mengandung komponen lain yang bermanfaat bagi kesehatan, antara lain : metilxantin, asam amino, peptides, karbonhidrat, vitamin (C, E dan K), karotenoid, mineral seperti kalium, magnesium, mangan, fluor, zinc, selenium, copper, iron, calcium, serta metilxantin dan alkaloid lain (PTPN VIII 2007). Menurut Bambang et al. (1995;1996) yang dikutip oleh Mahmudatussaadah (2005) bahwa kandungan katekin pada teh hijau lokal sebanyak 10.81% berat kering dan pada teh hijau ekspor sebanyak 11.60% berat kering. Pada Tabel 1 terlihat kandungan katekin pada teh hijau Camellia sinensis klon Gambung.

(41)

Tabel 2 Konsentrasi asam fenol dan flavonoid pada produk teh

Unsur pokok Teh hijau (mg/g) Teh hitam (mg/g)

Flavanols 300 – 400 50 – 100

Epigalocatechin gallat 70 – 150 40 – 50 Epicathecin gallat 30 – 100 30 – 40 Epigalocathecin 30 – 100 10 – 20

Epicathecin 10 – 50 10 – 20

Flavonols 50 – 100 60 – 80

Flavandiols 20 – 30

Phenolic acids and depsides 30 – 50 100 – 120

Theaflavins 30 – 60

Thearubigin 300 – 600

Sumber : Dreosti (1996) dan Wildman (2001).

Murbei

Tanaman murbei dengan nama latin Morus alba L dan nama Cinanya Sang ye dikenal sebagai pakan ulat sutera dalam aktivitas persuteraan alam. Di lain

pihak, daun murbei juga telah diketahui merupakan ramuan kuno obat tradisional Cina untuk mengobati berbagai penyakit, salah satunya diabetes mellitus. Menurut penelitian Kim et al. (2006) pemberian ekstrak daun murbei pada tikus diabetes mellitus, secara nyata dapat menurunkan kadar glukosa darah. Bahkan dalam studinya, penurunan kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus yang diberi ekstrak daun murbei bahkan lebih baik daripada “glibenclamide” (obat anti diabetes).

Penelitian Enkhmaa et al. (2005), mendapati bahwa pemberian daun murbei pada tikus atherosklerosis selain mampu menurunkan kadar kolesterol total, juga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah secara nyata dibandingkan dengan kontrol. Pada penelitiannya juga, menunjukan bahwa pemberian daun murbei dapat menghambat peningkatan berat badan pada tikus atherosklerosis dibandingkan dengan kontrol. Level glukosa plasma setelah makanan dipecah juga menurun pada tikus yang diberi daun murbei. Ini merupakan efek relatif dari polyhydroxylated alkaloids, termasuk 1-deoxynojirimycin, yang mempunyai kemampuan menghambat aktifitas

α-glucosidase.

(42)

Penelitian pada tikus normal yang dipuasakan, yang diberi cekokan ekstrak daun murbei secara bersamaan dengan disakarida (sukrosa, maltosa, trehalosa, dan laktosa), dan penelitian pada usus halus manusia ternyata secara nyata mampu menghambat penyerapan dari sakarida. Kemampuan daun murbei dalam menghambat penyerapan sakarida sangat beragam, tergantung dari jenis, musim dan tempat tumbuhnya (Yatsunami et al. 2003; Oku et al. 2006)

Studi yang dilakukan oleh Zhong et al. (2006) terhadap campuran ekstrak teh hijau (0.1 g), teh hitam (0.1 g), dan teh daun murbei (1.0 g), menemukan komponen 1-deoxynojirimycin 5 mg, epicatechin gallat 100 mg, epigalocatechin gallat 300 mg, dan theaflavin 100 mg. Senyawa 1-deoxynojirimycin merupakan

zat aktif yang dari daun murbei. Epicatechin gallat dan epigalocatechin gallat 1-deoxynojirimycin, N-methyl-1-deoxynojirimycin, fagomine, 3-epi-fagomine,

1,4-dideoxy-1,4-imino-D-arabinitol, 1,4-dideoxy-1,4-imino-D-ribitol, calystegin B2,

calystegin C1, 1,4 - dideoxy - 1,4-imino - (2 - O - mallitus - D - glucopyranosyl) -

D-arabinito, dan sembilan macam glycosides (Asano 1994). Kandungan murbei

tersebut mampu menurunkan level glukosa darah. Fagomine berfungsi meningkatkan level plasma insulin yang berkontribusi sebagai bagian dari aksi antihiperglikaemik (Bnouham et al. 2006;Yatsunami et al. 2003). Selain itu murbei telah menunjukan aktivitas antioksidan yang relatif tinggi.

Makanan/Minuman Fungsional

(43)

bermanfaat bagi kesehatan.

Makanan fungsional secara penampilan mirip dengan makanan konvensional, tetapi makanan fungsional mempunyai keuntungan yang lebih luas daripada hanya sekedar kandungan zat gizi dasarnya. Sebagai contoh, dari beberapa studi yang telah dilakukan, bahwa makanan fungsional dapat mencegah osteoporosis, kanker, dan penyakit kardiovaskuler (Pierre & Onge 2005). Menurut Goldberg (1994) dan Silalahi (2006) Ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi, sehingga suatu pangan/minuman dapat dikategorikan sebagai pangan/minuman fungsional, yaitu sebagai berikut.

1. Merupakan makanan atau minuman (bukan kapsul, tablet, atau serbuk) yang mengandung senyawa bioaktif tertentu yang berasal dari bahan alami.

2. Harus merupakan bahan yang dikonsumsi dari bagian diet sehari-hari 3. Mempunyai fungsi tertentu setelah dikonsumsi, seperti misalnya

meningkatkan mekanisme pertahanan biologis, mencegah dan memulihkan penyakit tertentu, mengontrol fisik dan mental, dan memperlambat proses penuaan dini.

Menurut Astawan (2005) dasar pertimbangan konsumen dalam memilih bahan pangan pada tahun 2005 dan masa-masa yang akan datang, bukan hanya bertumpu pada kandungan gizi dan kelezatannya, tetapi akan bergeser pada pengutamaan khasiat dari setiap bahan terhadap kesehatan tubuh. Teh hijau telah dikenal sebagai minuman fungsional karena khasiat dari komponen aktif yang terkandung di dalamnya, terutama teh hijau yang kaya akan polifenol (Silalahi 2006). Selain itu, dalam beberapa studi daun murbei telah ditemukan mengandung sejenis flavonoid yang merupakan antioksidan yaitu: quercetin 3-glucoside (Q3G) (isoquercitrin), quercetin 3-(6-malonylglucoside) (Q3MG) dan

(44)

Penelitian dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK)

Bandung untuk membuat teh hijau dan teh daun murbei; dan menganalisis kimia

teh daun murbei dan teh hijau+teh daun murbei. Kemudian dilanjutkan di

Laboratorium Seafast Center, Institut Pertanian Bogor, untuk melihat pengaruh

pemberian minuman teh terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes mellitus.

Persiapan ransum dan analisis kadar air ransum dilakukan Laboratorium

Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan

dari bulan Juli 2007 sampai Juni 2008.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi bahan utama, antara lain:

Teh Camellia sinensis klon Gambung 7 dan 9. yang didapatkan dari laboratorium

Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Bandung, daun murbei Morus kanva dan

multikaulis yang didapatkan dari Lembaga Masyarakat Disekitar Hutan (LMDH)

Sukamanah, Bandung., Alloksan dari Sigma (A7413-10G) untuk membuat tikus

normal jadi diabetes. Peralatan yang digunakan adalah timbangan berat badan

(BB) tikus, glukometer (One Touch Ultra) untuk pengukuran kadar glukosa darah,

(45)

(a) (b)

Monohydrat, (c)Timbangan BB tikus, (d) spuit dan sonde.

Metode Penelitian

Penyiapan Bahan Uji

Sebanyak 20 gram teh hijau, 20 gram teh daun murbei, dan 20 gram

campuran teh hijau dan teh daun murbei (campuran 1:1), masing-masing bahan

diseduh dengan cara direndam menggunakan air panas (70 0C – 80 0C)

sebanyak 200 ml selama ±15 menit, kemudian disaring dan diambil filtratnya.

Asumsi yang digunakan adalah teh hijau mengandung katekin 10% dari berat

kering.

Hewan Percobaan

Sebanyak 30 ekor tikus putih jantan jenis Sprague Dawley umur 8 minggu

(46)

lebih 7 hari untuk penyesuaian lingkungan. Tikus dikandangkan dengan

pengaturan suhu (220C) dan kelembaban (55%). Ruangan dikontrol dengan

siklus 12 jam penerangan dan 12 jam gelap (Kim et al. 2006).

Pembuatan Ransum

Tikus diberi pakan standar laboratorium yaitu: protein (10% kasein), lemak

(8% minyak jagung), mineral mix (5%), vitamin mix (1%), serat (selulosa 1%),

dan karbohidrat (pati tapioka) sampai 100%. Air dan pakan diberikan ad libitum

selama masa penelitian (AOAC 1990)

Tikus dibuat menjadi Diabetes dengan Induksi Alloksan

Setelah melewati masa adaptasi, sebanyak 20 ekor tikus dibuat menjadi

diabetes dengan diinduksi menggunakan alloksan monohidrat, induksi dilakukan

dengan injeksi secara intraperitonial, dosis alloksan yang digunakan sebanyak

120 mg/kg BB. Tikus yang diinduksi tetap diberi makan dan minuman ad libitum.

Dua hari setelah penyuntikan, kadar glukosa darah tikus diukur. Tikus dengan

kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl dikategorikan diabetes dan siap untuk

digunakan dalam penelitian ini (Kim at al. 2006). Tingkat keberhasilan untuk

membuat tikus normal menjadi diabetes dengan induksi alloksan ±80 persen.

Bila 5 hari setelah disuntik belum terjadi diabetes maka dilakukan penyuntikan

kembali.

Pengujian Pengaruh Minuman Teh

Pengujian dibagi dalam empat tahapan penelitian yaitu: tahap pertama

untuk penentuan bahan baku minuman teh yang terbaik, tahap kedua untuk

menentukan turnover kadar glukosa darah tikus normal, tahap ketiga untuk

melihat pengaruh minuman teh terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes

selama 120 menit, dan tahap keempat untuk melihat pengaruh minuman teh

terhadap kadar glukosa darah selama 16 hari.

Tahap 1

Teh daun murbei dan campuran teh hijau+teh daun murbei (rasio 1:1)

dianalisa kandungan kimianya yang meliputi kadar air, ekstrak air, kadar abu, abu

(47)

cafein. Analisis tersebut dilakukan di Laboratorium PPTK Bandung. Pada tahap

ini untuk mendapatkan bahan baku minuman yang terbaik.

Tahap 2

Penentuan kurva turnover glukosa darah tikus normal. Setelah melewati

masa adaptasi, sebanyak 5 ekor tikus normal dipuasakan selama 24 jam (Wapnir

& Lifshitz 1977). Setelah itu diberi ransum ad libitum. Tikus dipuasakan bertujuan

untuk menurunkan kadar glukosa darah sampai pada kadar terendah, sehingga

ketika diberi ransum akan terlihat pola peningkatan kadar glukosa darahnya.

Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada 0 menit (baseline) 15, 30, 45,

60, 75, 90, 105, 120, 135, dan 150 menit setelah mengkonsumsi ransum. Tahap

ini untuk menentukan waktu maksimal terjadinya penyerapan makanan, dengan

indikator terjadinya peningkatan glukosa darah.

Tahap 3

Dua puluh ekor tikus diabetes mellitus dan lima ekor tikus normal

digunakan dalam penelitian tahap ini. Tikus diabetes mellitus dibagi dalam 4

kelompok masing-masing 5 ekor tikus. Selanjutnya tikus dipuasakan selama 4

jam. Setelah dipuasakan, kelompok pertama sebanyak 5 ekor diberi air minum

dalam kemasan (K) sebagai kontrol; kelompok kedua sebanyak 5 ekor diberi teh

hijau (T); kelompok ketiga sebanyak 5 ekor diberi teh daun murbei (M), kelompok

keempat sebanyak 5 ekor diberi campuran teh hijau+teh daun murbei (TM), dan

5 ekor tikus yang normal diberi air minum dalam kemasan (KN) sebagai kontrol

normal. Dosis yang diberikan: 1 ml/100g BB atau setara dengan polifenol 100

mg/kg BB untuk setiap minuman yang diberikan dengan cara dicekok.

Masing-masing disertai pemberian ransum ad libitum. Setiap ekor tikus dilakukan

pemeriksaan kadar glukosa darah. Waktu untuk pemeriksaan kadar glukosa

darah tikus dilakukan berdasarkan hasil penelitian tahap kedua. Tahap ini untuk

melihat pengaruh minuman terhadap penghambatan glukosa darah.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap

(RAL) faktorial, yang terdiri atas dua perlakuan, masing-masing empat taraf dan

lima taraf. Jika perlakuan menunjukan berbeda nyata, maka untuk mengetahui

perbedaan rerataan diantara perlakuan dilakukan dengan uji lanjut Beda Nyata

Jujur (BNJ) atau disebut juga uji lanjut Tukey. Perlakuan yang diberikan adalah :

A. Pemberian cekok (air minum dalam kemasan (kontrol), teh hijau, teh

daun murbei, dan campuran teh hijau+teh daun murbei).

(48)

ke-120)

n = 5 kali ulangan.

model linear yang digunakan adalah :

Yijk = µ+αi+βj+(αβij)+εijk

Keterangan:

Yijk = nilai pengamatan pada pemberian cekok ke-i, waktu ke-j dan ulangan ke-k.

µ = nilai rata-rata.

αi = pengaruh pemberian cekok ke-i.

βj = pengaruh waktu ke-j.

αβij = pengaruh reaksi pemberian cekok ke-i dan reaksi waktu ke-j.

εijk = galat error dari cekok ke-i, waktu ke-j dan ulangan ke-k.

Tahap 4

Setelah dilakukan penelitian tahap 3, masing-masing kelompok tikus tetap

diberi ransum sampai 16 hari. Pencekokan minuman dilakukan setiap hari.

Pengukuran glukosa darah dilakukan setiap empat hari yaitu: pada hari ke 0, 4,

8, 12, dan 16. Pengukuran glukosa darah dilakukan sebelum pemberian cekok

hari berikutnya. Setiap hari dilakukan penimbangan terhadap ransum dan dua

kali sehari dilakukan penimbangan berat badan tikus. Tahap ini untuk melihat

pengaruh minuman terhadap penurunan kadar glukosa darah

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap

(RAL) faktorial, yang terdiri atas dua perlakuan, masing-masing empat taraf dan

lima taraf. Jika perlakuan menunjukan berbeda nyata, maka untuk mengetahui

perbedaan rerataan diantara perlakuan dilakukan dengan uji lanjut Beda Nyata

Jujur (BNJ) atau disebut juga uji lanjut Tukey. Perlakuan yang diberikan adalah :

A. Pemberian cekok (air minum dalam kemasan (kontrol), teh hijau, teh

daun murbei, dan campuran teh hijau+teh daun murbei).

B. Waktu (baseline, hari ke-4, hari ke-8, hari ke-12, dan hari ke-16)

n = 5 kali ulangan.

model linear yang digunakan adalah

Yijk = µ+αi+βj+(αβij)+εijk

Keterangan:

Yijk = nilai pengamatan pada pemberian cekok ke-i, waktu ke-j dan ulangan ke-k.

(49)

αi = pengaruh pemberian cekok ke-i.

βj = pengaruh waktu ke-j.

αβij = pengaruh reaksi pemberian cekok ke-i dan reaksi waktu ke-j.

εijk = galat error dari cekok ke-i, waktu ke-j dan ulangan ke-k.

Metode Analisa Kadar Glukosa Darah (Mahmudatussaadah 2005, yang dikutif

dari Innan 1996)

Pengukuran glukosa darah dengan glukometer menggunakan metode

elektrokimia, yaitu berdasarkan pada pengukuran potensial (daya listrik) yang

disebabkan oleh reaksi dari glukosa dengan bahan pereaksi glukosa pada

elektroda strip. Strip uji mengandung bahan kimia: glukose oksidase 29.1 % b/b,

heksasianoferat (III) 32.0% b/b dan bahan-bahan tidak reaktif 38.9% b/b.

Prinsip kerjanya : sampel darah diserap masuk ke dalam ujung strip uji

berdasarkan reaksi kapiler. Apabila darah mengisi ruangan reaksi pada strip uji,

kalium ferisianida diuraikan dan glukosa sampel dioksidasi oleh enzim g!ukosa

oxidase, menyebabkan penurunan bilangan oksidasi (kalium heksasianoferat (III)

menjadi kalium heksasianoferat (II)). Aplikasi jumlah voltase yang konstan dari

meteran mengoksidasi kalium heksasianoferat (II) kembali pada kalium

heksasianoferat (III), dan memberikan elektron. Elektron yang dihasilkan untuk

menimbulkan arus sebanding dengan kadar glukosa pada sampel. Setelah waktu

60 detik, konsentrasi glukosa dalam sampel ditayangkan pada layar monitor.

Cara mengukur glukosa darah tikus percobaan: ekor tikus uji dihangati

dengan air hangat, selanjutnya ditusuk dengan jarum dan darah yang menetes

dikenakan pada strip glukometer. Kadar glukosa darah dinyatakan dalam mg/dL.

Analisis Data

Data hasil analisis karakteristik kimia daun murbei dan kombinasi teh

daun murbei+teh hijau, yang bertujuan untuk mendapatkan produk teh yang

terbaik diuji dengan uji t (t-tes). Hasil uji pengaruh teh hijau, teh daun murbei, dan

kombinasi teh hijau+teh daun murbei terhadap kadar glukosa darah tikus

diabetes melitus diuji dengan uji Analisis of Varians (ANOVA). Data diolah dan

Gambar

Gambar Pengaturan  glukosa  darah  secara  normal  (Adaptasi  dari  Anonim
Gambar Produksi Insulin (Medicastore  2004)
Gambar Mediasi insulin dalam proses uptake glukosa (Adaptasi dari Cartailler
Tabel  1Kandungan katekin pada teh hijau Camellia sinensis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Atas limpahan karunia Allah SWT akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul “Pengaruh Strategi Example Non Example dengan Media Benda Konkret Terhadap Hasil

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh metode bermain terhadap kemampuan teknik dasar passing atas, jika diberikan dalam bentuk bermain pada siswa

Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai

Penelitian ini sependapat dengan penelitian Afrizal (2003) yang berjudul, Analisis Sikap dan Perilaku Konsumen Terhadap Makanan Lempuk Yovita di Kota Bengkulu, yang menyatakan

Bisa dilihat dari jumlah lahan yang belum terdaftar, kondisi ini tentu akan memicu konflik atau perselisihan di masyarakat, baik perselisihan batas kepemilikan,

Apabila Tertanggung mengalami Kecelakaan Di Kendaraan Umum (Public Transportation) dan mengakibatkan meninggal dunia seketika atau dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari

Di Indonesia setelah kemerdekaan, tidak pernah disebut secara jelas Sistem Ekonomi Pancasila, namun semua hal itu dapat terlihat dalam Pasal 33 UUD 1945, dicantumkan pasal-pasal