• Tidak ada hasil yang ditemukan

Regional sustainable development in the Kepulauan Bangka Belitung Province (case studies regional economic transformation tin based mining)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Regional sustainable development in the Kepulauan Bangka Belitung Province (case studies regional economic transformation tin based mining)"

Copied!
349
0
0

Teks penuh

(1)

(

Studi Kasus Transformasi Perekonomian Wilayah

Berbasis Pertambangan Timah)

R. BAMBANG WIDYATMIKO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengembangan Wilayah Berkelanjutan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Studi Kasus Transformasi Perekonomian Wilayah Berbasis Pertambangan Timah) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini

Bogor, Januari 2012

(3)

Kepulauan Bangka Belitung Province (Case Studies Regional Economic Transformation Tin-Based Mining). Under direction of AKHMAD FAUZI, BAMBANG JUANDA, BABA BARUS.

As a commodity that can not be renewed, tin reserves will be exhausted and certainly can not be exploited anymore at Kepulauan Bangka Belitung Province. According to USGS data, measured tin reserves in 2005 was 900,000 metric tons and will be exhausted by 2020 if the productivity of tin average is 60,000 tons / year. Kepulauan Bangka Belitung Province have to prepare for the end of the tin economic era. The good preparation, therefore, should be done. This study examines the economic transformation of the Kepulauan Bangka Belitung Province face the end of the tin in the province. The results of descriptive analysis showed that the process of economic transformation already under way in the Kepulauan Bangka Belitung Province, namely the tendency of the tin no longer provides the largest contribution to GDP Kepulauan Bangka Belitung Province in 2005. Although tin was increased in subsequent years, the tendency has decreased and replaced by the industrial sector at the top position followed by the agricultural sector. This study uses a dynamic system to analyze the process of economic transformation of the Kepulauan Bangka Belitung Province, using 2005 as base year, as well as using a data base IRIO 2005 as the base data in dynamic system simulation. The simulation results show that the optimal tin mine production should be reduced to about 32,000 tons per year, so the presence of tin mining can be maintained until the year 2032. The analysis showed that the dominant sectors, agriculture and industrial, have the highest value as a replacement mining sector. The analysis highlights that the agricultural and industrial sectors in the Province of the Kepulauan Bangka Belitung is not necessarily able to replace the tin sector when no tin sector contribution to the economy. It's Require considerable time to restore the economy, because it takes development policy of industrial and agricultural sectors as a substitute for tin. The simulation results show that if agricultural and industrial investmentwas increased when the tin mines stop production, it takes a long time to restore the economy to its original position. Therefore, the development of industrial and agricultural sectors might be performed well before the year 2033 when the tin mines run out. The process of model optimization indicate that the presence of tin can be maintained until the year 2033, so that there is still enough time for the Kepulauan Bangka Belitung Province to prepare for the end of the tin mining era, by developing the agricultural and industrial sectors.

(4)

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Studi Kasus Transformasi Perekonomian

Wilayah Berbasis Pertambangan Timah). Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI,

BAMBANG JUANDA, BABA BARUS.

Perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung selama satu abad lebih sangat tergantung kepada keberadaan timah. Sebagai komoditas yang tidak dapat diperbaharui, timah cadangan dipastikan akan habis dan tidak dapat dieksploitasi lagi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Menurut data USGS, cadangan timah terukur pada tahun 2005 adalah 900.000 ton dan akan habis pada tahun 2020 jika produktivitas timah rata-rata 60.000 ton per tahun.Provinsi Kepulauan Bangka Belitung harus mempersiapkan diri menghadapi berakhirnya era ekonomi timah. Karena itu persiapan yang matang harus dilakukan.

Penelitian ini mengkaji transformasi perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menghadapi berakhirnya era timah di provinsi ini. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa proses transformasi perekonomian sudah mulai berlangsung di provinsi Kep. Bangka Belitung, yaitu adanya kecenderungan bahwa timah tidak lagi memberikan sumbangan terbesar terhadap PDRB Provinsi Bangka Belitung pada tahun 2005, walaupun sempat meningkat pada tahun-tahun berikutnya, tetapi kecenderungannya mengalami penurunan dan diganti oleh sektor industri pada posisi teratas disusul sektor pertanian.

Penelitian ini menggunakan sistem dinamis untuk menganalisa proses transformasi perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dengan menggunakan tahun dasar 2005, serta menggunakan data base IRIO 2005 sebagai data dasar dalam simulasi sistem dinamik. Hasil simulasi memperlihatkan bahwa produksi tambang timah yang optimal harus dikurangi menjadi sekitar 32.000 ton pertahun, sehingga keberadaan tambang timah dapat dipertahankan hingga tahun 2033.

(5)

dapat dipertahankan hingga tahun 2033, sehingga masih ada cukup waktu bagi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mempersiapkan diri menghadapi berakhirnya era pertambangan timah, dengan mengembangkan sektor pertanian dan industri.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

(7)

(

Studi Kasus Transformasi Perekonomian Wilayah

Berbasis Pertambangan Timah )

R. BAMBANG WIDYATMIKO

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup: 1. Prof. Dr. Ir Affendi Anwar, MSc

(Guru Besar Emeritus Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM, IPB)

2. Dr. Ir Setia Hadi, MS

(Kepala Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W), IPB)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka: 1. Dr. Slamet Sutomo, S.E

(Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik) 2. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS

(9)

Nama : R. Bambang Widyatmiko

NIM : H061060081

Disetujui :

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Ketua

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Dr. Ir. Dahrul Syah M.Sc, Agr.

(10)

sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pembangunan Wilayah Berkelanjutan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dengan mengambil studi kasus Transformasi Perekonomian Wilayah Berbasis Pertambangan Timah.

Disertasi ini dapat diselesaikan atas bimbingan dan arahan dari komisi pembimbing sejak penulis memulai menyusun rencana dan pelaksanaan penelitian hingga penyusunan disertasi. Untuk itu penulis ucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Achmad Fauzi, M.Sc, selaku ketua, Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS, dan Bapak Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc. selaku anggota. Ucapan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Affendi Anwar, M.Sc. dan Dr. Ir. Setia Hadi, MS., selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup dan kepada Bapak Dr. Slamet Sutomo, MS, serta Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS., selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka yang telah memberikan saran dan masukan.

Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala

Pusbindiklatren Bappenas atas bantuan beasiswa yang diberikan kepada penulis, Gubernur Sulawesi Tenggara dan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Tenggara atas izin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar di IPB.

Ucapan terimakasih dan doa serta penghargaan tak terhingga kepada ayahanda R. Soehardjo MS dan ibunda Rr. Sri Soedjatmi, mas R. Eko Hardjanto, dik Rr. Tri Hardjanti, mas Dr. Ir Agus Heri Purnomo, M.Sc dan mbak Dr. Ir. Ekowati Chasanah, M.Sc., istri Rr. Kartika Wulandari, S.Sos, anak-anak tersayang Rr. Lintang Ayu Pradhani dan Rr. Candra Ayu Prabaswari, yang selalu memberi dorongan semangat serta doa. Terimakasih juga penulis ucapkan untuk tim Aksenta, Bpk Ir. Ganip Gunawan, Msi, Bpk Ir. Sudjatnika, Bpk. Dr. Ir. Nana Mulyana Arifjaya, Bpk. Ir. Dwi Rahmad Muhtaman beserta segenap aksenters yang selalu memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis, juga tidak lupa kami sampaikan banyak terimakasih kepada semua teman-teman yang saya cintai dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga hasil penelitian ini mendapat ridho dari Allah SWT dan dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membutuhkannya.

Bogor, Januari 2012

(11)

kedua dari pasangan R. Soeharjo M S dan Rr. Sri Soedjatmi. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, lulus pada tahun 1997. Pada tahun 2002 penulis diterima di Magister Perencanaan Kota dan Daerah Universitas Gadjah Mada dan menamatkan pendidikannya tahun 2004. Kesempatan untuk melanjutkan studi ke program doktor diperoleh tahun 2005 atas beasiswa Pusbindiklatren Bappenas dan baru dimanfaatkan tahun 2006 setelah diterima di Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah Pascasarjana IPB.

Penulis bekerja sebagai staf Sub Bagian Program Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Tenggara sejak tahun 1998. Bidang yang menjadi tanggung jawab penulis adalah bidang perencanaan dan program.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... . iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ...vii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian dan Perumusan Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Hasil Penelitian ... 10

1.5 Kebaruan Dari Penelitian ... 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 Teori Struktur Ekonomi ... 13

2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 19

2.2.1 Pertumbuhan Ekonomi Klasik. ... 20

2.2.2 Teori Pertumbuhan Harrod-Domar. ... 21

2.2.3 Teori Pertumbuhan Neoklasik. ... 23

2.2.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional dan Interregional. ... 24

2.3 Teori Perdagangan ( Ekspor – impor ) ... 30

2.3.1 Teori Basis Ekspor Richardson ... 30

2.3.2 Perdagangan Interregional ... 32

2.4 Kesempatan Kerja ... 34

2.4.1 Pengertian Kesempatan Kerja ... 34

2.4.2 Teori-teori Kesempatan Kerja ... 35

2.5 Investasi ... 41

2.5.1 Konsep Investasi ... 41

2.5.2 Teori Investasi ... 41

2.6 Sektor Unggulan dan Pengembangan Sektor ... 43

2.7 Model Interregional Input-Output ... 50

2.8 Pendekatan Sistem Dalam Pengembangan Wilayah ... 63

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 67

3.1 Kerangka Pemikiran ... 67

3.1.1 Model Sruktur Perekonomian... 67

3.1.2 Model Sektor Unggulan. ... 70

3.1.3 Model Pertumbuhan Ekonomi. ... 73

3.1.4 Model Dampak Sektor Unggulan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 81

3.2 Pemodelan Sistem Dinamis Transformasi Struktur Perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ... 84

3.2.1 Prinsip Dasar System Dynamics ... 86

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 93

4.1 Metode Penelitian ... 93

(13)

4.3 Teknik Pengumpulan Data ... 96

4.4 Data dan Sumber Data ... 97

4.5 Metode Analisis ... 98

4.5.1 Analisis Deskriptif Struktur Perekonomian... 98

4.5.2 Analisis Sektor Unggulan. ... 99

4.5.2.1 Analisis Keterkaitan ... 100

4.5.2.2 Analisis Dampak Output. ... 102

4.5.2.3 Analisis Dampak Nilai Tambah Bruto ... 102

4.5.2.4 Analisis Dampak Kebutuhan Tenaga Kerja ... 103

4.5.2.5 Analisa Perdagangan Barang dan Jasa ... 103

4.5.3 Pemodelan Sistem Dinamis Transformasi Struktur Perekonomian 104 4.5.3.1 Analisis sistem ... 104

4.5.3.2 Permodelan ... 104

4.5.3.3 Konstruksi Model Dinamik ... 107

4.5.3.4 Simulasi ... 107

4.5.3.5 Validasi Model ... 107

4.5.3.6 Skenario ... 108

BAB V. KARAKTERISTIK WILAYAH PENELITIAN ... 109

5.1 Letak Geografis, Karakteristik Fisik dan Administrasi Wilayah ... 109

5.2 Karakteristik Kependudukan... 111

5.3 Karakteristik Ketenagakerjaan ... 112

5.4 Karakteristik Struktur Ekonomi ... 115

5.5 Potensi Sumber Daya Nonpertambangan ... 116

5.5.1 Pertanian ... 116

5.5.2 Industri ... 117

5.5.3 Perdagangan ... 118

5.5.4 Karakteristik Pariwisata... 119

5.6 Karakteristik Kegiatan Pertambangan Timah ... 120

5.6.1 Pertambangan dan Cadangan Timah ... 120

5.6.2 Produksi, Harga dan Pemasaran Timah... 123

5.6.3 Aset Pertambangan Timah ... 124

5.6.4 Tenaga Kerja Pertambangan Timah ... 125

5.6.5 Pengaruh Pertambangan Timah Terhadap Kegiatan Ekonomi ... 126

5.7 Karakteristik Infrastruktur Wilayah ... 127

5.8 Isu Pengembangan Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ... 129

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 133

6.1 Struktur Perekonomian Kepulauan Bangka Belitung Sebelum Transformasi ... 133

6.1.1 Struktur Permintaan Barang dan Jasa ... 135

6.1.2 Struktur Output ... 137

6.1.3 Struktur Nilai Tambah Bruto ... 139

6.1.4 Struktur Permintaan Akhir ... 142

6.1.5 Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan ... 144

6.1.5.1 Indeks Daya Penyebaran (IDP) ... 144

6.1.5.2 Indeks Derajat Kepekaan (IDK) ... 147

(14)

6.1.6.1 Neraca Perdagangan Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung ... 149

6.2 Struktur Perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Setelah Transformasi dari Sektor Pertambangan Timah ke Sektor Non Pertambangan Timah ... 150

6.2.1 Analisis Sistem Dinamik ... 150

6.2.2 Skenario ... 159

6.2.3 Validasi terhadap model. ... 166

6.2.4 Risk Analysis ... 168

6.2.5 Analisis Potensi Pengembangan Pertanian ... 177

6.2.5.1. Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Komoditas Pertanian. ... 177

6.2.5.2. Ketersediaan Lahan Pertanian ... 184

6.2.5.3. Revitalisasi Komoditas Pertanian ... 185

6.2.6 Analisis Potensi Pengembangan Industri ... 187

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 193

7.1 Kesimpulan ... 193

7.2 Saran ... 194

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Daftar Produsen Timah Dunia ... 4

2. Daftar Perusahaan Smelter Timah yang Telah Mendapat Izin Sebagai Exportir Terdaftar (ET) ... 5

3. Jumlah ekspor timah Prov. Kep. Bangka Belitung ... 5

4. Tabel Interregional Input-Output disederhanakan 2 Wilayah dan 2 sektor .. 51

5. Operasionalisasi Variabel ... 96

6. Kriteria Pembobotan untuk Menentukan Sektor Unggulan ... 100

7. Simbol Powersim yang Digunakan untuk Stock Flow Diagram ... 105

8. Profil Wilayah Administratif Sebelum Pemekaran Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ... 111

9. Profil Wilayah Administratif Setelah Pemekaran Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ... 111

10. Distribusi Penduduk, Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, 2009 ... 112

11. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, 2009 ... 114

12. Jumlah Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran, Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Indonesia, 2009 . 114 13. Struktur Permintaan Prov. Kepulauan Bangka Belitung, Sumatera Selatan dan DKI Jakarta 2005 Atas Dasar Harga Produsen... 136

14. Sepuluh Terbesar Peringkat Output Menurut Provinsi Tahun 2005 Atas Dasar Harga Berlaku ... 137

15. Sepuluh Terbesar Peringkat Nilai Tambah Bruto Menurut Provinsi Tahun 2005 ... 140

16. Komposisi NTB di Masing-Masing Provinsi Tahun 2005 ... 142

17. Struktur Permintaan Akhir Masing-Masing Provinsi Tahun 2005... 143

18. Sektor Produksi yang memiliki Daya Penyebaran Tinggi Menurut Provinsi Tahun 2005 ... 145

19. Sektor Produksi yang memiliki Derajat Kepekaan Tinggi Menurut Provinsi Tahun 2005 ... 148

20. Skor Total Masing-Masing Sektor ... 151

21. Jumlah Tenaga Kerja Jika Produksi Timah 60.000 Ton Per Tahun ... 161

22 Jumlah tenaga kerja jika produksi timah 30.000 ton per tahun ... 163

23. Produktivitas Tenaga Kerja Pertanian terhadap PDRB Pertanian ... 165

24. Nilai Output Sub Sektor Pertanian Prov. Babel ... 176

25. Nilai Output Sub Sektor Industri Pengolahan Prov. Babel ... 176

26. Potensi Pengembangan Lada Prov. Bangka Belitung ... 180

27 Potensi Pengembangan Karet Prov. Bangka Belitung ... 181

28 Potensi Pengembangan Kelapa Sawit Prov. Bangka Belitung ... 182

29 Potensi Pengembangan Kakao Prov. Bangka Belitung ... 183

30 Pengembangan Industri Berbasis Hasil Perkebunan ... 189

31 Pengembangan Industri Berbasis Hasil Perikanan Laut ... 189

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Transformasi Struktur Perekonomian Prov. Bangka Belitung Berdasarkan

Harga Berlaku (2000 – 2009)... 7

2. Transformasi Struktur Ketenagakerjaan Prov. Bangka Belitung (2001 – 2010) ... 7

3. Model Dua Sektor Lewis. ... 16

4. Perubahan struktur Ekonomi Dalam Proses Pembangunan Ekonomi : Suatu Ilustrasi ... 18

5 Analisis Parsial Perdagangan Antar Wilayah A dan B ... 33

6. Keseimbangan harga regional A ... 33

7. Keseimbangan harga regional B ... 33

8. Kurva Fungsi Produksi, Sumber : Mankiw (2001) ... 36

9. Tahapan Pemodelan Sistem Dinamik (Djakapermana, 2010) ... 65

10. Diagram Alir Penelitian ... 94

11. Peta Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, sumber: Bakosurtanal ... 113

12. Grafik Total Input Antara dan Permintaan Antara Provinsi Bangka Belitung dengan Provinsi lain ... 134

13. Grafik Perbandingan Input Antara dengan Permintaan Antara dalam Persen untuk Provinsi Bangka Belitung dengan Provinsi lain ... 134

14. Transformasi Struktur Perekonomian Prov. Kep. Babel Berdasar Harga Berlaku (2000-2009) ... 151

15. Transformasi Struktur Ketenagakerjaan Prov. Kep. Bangka Belitung (2001-2010) ... 151

16. Diagram Alir Perubahan Final Demand untuk Komoditas Timah di Prov. Kepulauan Bangka Belitung ... 154

17. Diagram alir perubahan output untuk komoditas timah di Prov. Kepulauan Bangka Belitung ... 156

18. Diagram alir investasi, output dan PDRB untuk komoditas timah di Prov. Kepulauan Bangka Belitung ... 158

19. Transformasi Perekonomian Jika Produksi Timah 60.000 ton/tahun ... 159

20. Transformasi Ketenagakerjaan Jika Produksi Timah 60.000 ton/tahun. .... 160

21. Transformasi Perekonomian Jika Produksi Timah 30.000 Ton / Tahun .... 162

22. Transformasi ketenagakerjaan jika produksi timah 30.000 ton / tahun ... 162

23. Transformasi perekonomian jika produksi timah dihentikan tahun 2012... 164

24. Transformasi ketenagakerjaan jika produksi timah dihentikan tahun 2012165 25. Validasi Model Sistem Dinamik Transformasi Perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ... 167

26. Beberapa tampilan proses optimasi dengan 40 kali “run” menggunakan software Powersim Studio 8, gambar kanan bawah adalah yang paling optimal. ... 169

27. Grafik Simulasi Paling Optimal Model Sistem Dinamik Transformasi Perekonomian Prov. Kep. Bangka Belitung. ... 170

28. Sensitivitas PDRB Total terhadap perubahan harga timah ... 172

29. Sensitivitas PDRB Timah terhadap perubahan harga timah ... 173

30. Sensitivitas PDRB jasa terhadap perubahan harga timah ... 173

(17)

32. Sensitivitas PDRB Industri terhadap perubahan harga timah ... 174

33. Sensitivitas PDRB Perdagangan terhadap perubahan harga timah ... 175

34. Peningkatan investasi pertanian sebesar 60% setelah cadangan timah habis. ... 177

35. Peta Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kep. Bangka Belitung ... 178

36 Peta Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Lada ... 179

37. Peta Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Karet ... 181

38. Peta Kesesuaian Lahan untuk Kelapa Sawit. ... 182

39. Peta Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kakao ... 183

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Causal Loop Perubahan FD sektor Pertanian 203

2. Causal Loop Perubahan FD Sektor Timah ... 204 3. Causal Loop Perubahan FD Sektor Pertambangan ... 205 4. Causal Loop Perubahan FD Sektor Industri ... 206 5. Causal Loop Perubahan FD Sektor Perdagangan Hotel dan Restorant 207 6. Causal Loop Perubahan FD Sektor Jasa ... 208 7. Diagram Alir Perubahan FD sektor Pertanian Prov. Kep. Bangka

Belitung ... 209 8. Diagram Alir Perubahan Output Sektor Pertanian Prov. Kep. Bangka

Belitung ... 210 9. Diagram Air Investasi, Output & PDRB Pertanian Prov. Kep. Bangka

Belitung ... 211 10. Diagram Alir FD Sektor Pertanian Prov. Kep. Bangka Belitung ... 212 11. Diagram Alir Ekspor (X) dan Konsumsi Pemerintah (G) Sektor

Pertanian Prov. Kep. Bangka Belitung ... 213 12. Diagram Alir PDRB Total dan Tahun Mulai Berlakunya Skenario 213 13. Diagram Alir Perubahan FD sektor Pertambangan Prov. Kep. Bangka

Belitung ... 214 14. Diagram Alir Perubahan Output Sektor Pertambangan Prov. Kep.

Bangka Belitung ... 215 15. Diagram Air Investasi, Output & PDRB Pertambangan Prov. Kep.

Bangka Belitung ... 216 16. Diagram Alir FD Sektor Pertambangan Prov. Kep. Bangka Belitung ... 217 17. Diagram Alir Ekspor (X) dan Konsumsi Pemerintah (G) Sektor

Pertambangan Prov. Kep. Bangka Belitung ... 218 18. Diagram Alir Perubahan FD Sektor Industri Prov. Kepulauan Bangka

Belitung ... 219 19. Diagram Alir Perubahan Output Sektor Industri Prov. Kep. Bangka

Belitung ... 220 20. Diagram Air Investasi, Output & PDRB Industri Prov. Kep. Bangka

Belitung ... 221 21. Diagram Alir FD Sektor Industri Prov. Kep. Bangka Belitung ... 222 22. Diagram Alir Ekspor (X) dan Konsumsi Pemerintah (G) Sektor Industri

Prov. Kep. Bangka Belitung ... 223 23. Diagram Alir Perubahan FD sektor Perdagangan Hotel dan restoran

Prov. Kep. Bangka Belitung ... 224 24. Diagram Alir Perubahan Output Sektor Perdagangan Hotel dan

Restoran Prov. Kep. Bangka Belitung ... 225 25. Diagram Air Investasi, Output & PDRB Perdagangan Hotel dan

Restoran Prov. Kep. Bangka Belitung ... 226 26. Diagram Alir FD Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran Prov. Kep.

Bangka Belitung ... 227 27. Diagram Alir Ekspor (X) dan Konsumsi Pemerintah (G) Sektor

(19)

28. Diagram Alir Perubahan FD sektor Jasa Prov. Kepulauan Bangka

Belitung ... 229 29. Diagram Alir Perubahan Output Sektor Jasa Prov. Kep. Bangka

Belitung ... 230 30. Diagram Air Investasi, Output & PDRB Jasa Prov. Kepulauan Bangka

Belitung ... 231 10. Diagram Alir FD Sektor Jasa Prov. Kep. Bangka Belitung ... 232 31. Diagram Alir Ekspor (X) dan Konsumsi Pemerintah (G) Sektor Jasa

Prov. Kep. Bangka Belitung ... 233 32. Equations Sistem Dinamik ... 234 33. Tabel I-O Antar Propinsi Indonesia 2005 Transaksi Domestik Atas

(20)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian dan Perumusan Masalah

Sumberdaya mineral tidak memiliki kemampuan regenerasi secara biologis

sebagaimana halnya pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan lain-lain,

karena itulah maka sumber daya mineral bersifat tidak terbarukan (unrenewable

resources). Ketika sumberdaya ini dieksploitasi, konsekuensinya pada masa

tertentu pasti akan habis dan tidak bisa diperbaharui kembali. Namum demikian di

banyak daerah yang mempunyai kekayaan sumberdaya mineral, sektor

pertambangan seringkali memberikan kontribusi signifikan terhadap struktur

perekonomian bahkan mendominasi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

sembilan sektor yang diukur kinerjanya.

Dominannya sektor pertambangan yang tidak diikuti berkembangnya sektor

lain merupakan fenomena yang biasa disebut Dutch Disease1. Hal ini diperkuat dengan pandangan Humpreys et al (2007) yang menyatakan bahwa penyakit

Belanda (Dutch Disease) dalam kasus Belanda yang memburuk kinerjanya adalah

sektor manufaktur, sedangkan di negara-negara berkembang yang dirugikan

adalah sektor pertanian.Pengelolaan industri pertambangan di banyak negara di

dunia lebih banyak menuai kegagalan daripada keberhasilan. Negara – negara

yang gagal mengelola sumberdaya alamnya dan gagal dalam menarik manfaat

dari berkah kekayaan yang dimiliki dikatakan bahwa negara tersebut telah

mengalami kutukan sumberdaya alam (resource curse)2.

Persoalaan deplesi sumberdaya alam tidak terbarukan umumnya dialami

oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia yang mempunyai kandungan

tambang timah yang cukup besar dan dikelola selama ratusan tahun, dan

diperkirakan ekonomi basis tambang timahnya akan habis pada sekitar 8 tahun

kedepan menurut data US Geological Survey tahun 2006.

1

Tahun 1970-an, Belanda mengalami fenomena Dutch Desease menyusul penemuan gas alam di

Laut Utara, tetapi kemudian Belanda menyadari bahwa sektor manufaktur mereka tiba-tiba berkinerja lebih buruk dari yang sudah diantisipasi (Humphreys et al dalam Escaping The Resource Course, 2007)

2

(21)

Aktivitas penambangan timah di Indonesia telah berlangsung lebih dari 200

tahun, dengan jumlah cadangan yang cukup besar. Cadangan timah ini, tersebar

dalam bentangan wilayah sejauh lebih dari 800 kilometer, yang disebut The

Indonesian Tin Belt. Bentangan ini merupakan bagian dari The Southeast Asia Tin

Belt, membujur sejauh kurang lebih 3.000 km dari daratan Asia ke arah Thailand,

Semenanjung Malaysia hingga Indonesia.

Di Indonesia sendiri, wilayah cadangan timah mencakup Pulau Karimun,

Kundur, Singkep, dan sebagian di daratan Sumatera (Bangkinang) di utara terus

ke arah selatan yaitu Pulau Bangka, Belitung, dan Karimata hingga ke daerah

sebelah barat Kalimantan. Penambangan di Bangka, misalnya, telah dimulai pada

tahun 1711, di Singkep pada tahun 1812, dan di Belitung sejak 1852.

Namun, aktivitas penambangan timah lebih banyak dilakukan di Pulau

Bangka, Belitung, dan Singkep. Kegiatan penambangan timah di pulau-pulau ini

telah berlangsung sejak zaman kolonial Belanda hingga sekarang. Dari sejumlah

pulau penghasil timah itu, Pulau Bangka merupakan pulau penghasil timah

terbesar di Indonesia.

Penambangan timah yang telah berlangsung ratusan tahun itu belum mampu

melahirkan kesejahteraan bagi rakyat. Padahal, cadangan timah yang ada kian

menipis pula. Tak heran, jika kemudian pertambangan timah di Kepulauan

Bangka Belitung membawa dampak sosial berupa masalah kemiskinan dan

kecemburuan sosial di sekitar wilayah pertambangan.

Kehidupan ekonomi masyarakat Kepulauan Bangka Belitung mengalami

peningkatan setelah pemerintah melalui SK Menperindag Nomor.

146/MPP/Kep/4/1999 tanggal 22 April 1999 menetapkan bahwa timah

dikategorikan sebagai barang bebas (tidak diawasi) dan pencabutan status timah

sebagai komoditas strategis, sehingga tidak dimonopoli lagi oleh satu BUMN dan

dapat diekspor secara bebas oleh siapapun. Dengan dikeluarkannya peraturan ini

maka semakin maraklah tambang-tambang inkonvensional (TI) beroperasi di

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Disebut dengan tambang inkonvensional (TI) karena metode

penambangannya tidak seperti penambangan terbuka (open mining) namun hanya

(22)

berkisar Rp 15 juta. Keberadaan TI adalah berkah dan telah menghidupi kurang

lebih 15.000 jiwa dengan total kontribusi PDRB sekitar Rp 30 miliar. Jumlah

uang sebanyak itu sayangnya tidak ditanam dan beredar di Kepulauan Bangka

Belitung yang pada gilirannya dapat menggerakkan ekonomi daerah, tetapi malah

diangkut oleh pemilik modalnya yang umumnya berasal dari luar negeri (Bank

Indonesia, 2006).

Walaupun keberadaan TI meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat, tetapi

dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan TI tersebut ternyata telah merusak hutan,

sungai, kebun, jalan, dan pantai. Bahkan kerusakan yang ditimbulkan bukan

hanya yang tampak oleh pandangan mata, namun juga yang kasat mata seperti

budaya masyarakat untuk berkebun dan aspek wajib belajar pendidikan dasar.

Berdasarkan data Sakernas 2004-2005 BPS, di Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung telah terjadi pergeseran jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang

bekerja di sektor pertanian ke sektor pertambangan dan penggalian. Pada sektor

pertanian, tahun 2004 berjumlah 172.030 orang dan tahun 2005 berkurang

menjadi 140.911. Sebaliknya, di sektor pertambangan dan penggalian justru

mengalami peningkatan dari 103.880 pada tahun 2004 menjadi 128.915 pada

tahun 2005. Pergeseran tersebut tentu tidak lepas dengan maraknya kegiatan

penambangan timah inkonvensional dan rendahnya minat masyarakat untuk

menekuni sektor pertanian seperti lada yang harganya merosot, sehingga

menyebabkan banyak petani beralih profesi ke sektor pertambangan.

Maraknya industri TI, telah menciptakan keuntungan bagi perekonomian

Kepulauan Bangka Belitung dengan menggeliatnya sektor pertambangan dan

penyerapan tenaga kerja, namun juga menimbulkan berbagai masalah yang

merugikan sektor ekonomi lain, khususnya pertanian, serta meningkatnya angka

putus sekolah dan kerusakan lingkungan.

Berdasarkan data US Geological Survey tahun 2006, disebutkan bahwa

cadangan terukur timah di Indonesia adalah sekitar 800.000 sampai 900.000 ton,

dimana Kepulauan Bangka Belitung merupakan penghasil timah utama. Dengan

tingkat produksi rata-rata sekitar 60.000 ton/tahun, atau setara dengan 90.000

ton/tahun pasir timah, cadangan tersebut hannya akan mampu bertahan sekitar 10

(23)

Indonesia kini merupakan negara produsen timah terbesar ke-2 di dunia,

setelah Cina sebagai produsen terbesar pertama. Indonesia merupakan negara

eksportir timah nomor satu di dunia, lebih dari 90% produksinya diekpor ke

manca negara. Sedangkan Cina mengkonsumsi hampir seluruh produksinya untuk

kebutuhan domestik.

Sedangkan gambaran konsumen timah di dunia yang terbesar sampai tahun

2007 adalah Negara Jepang dan korea yakni sebesar 109.000 ton. Secara rinci

dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini:

Tabel 1. Daftar Produsen Timah Dunia

No Nama Negara Jumlah produksi (ton)

1. China 130.000

2. Japan & Korea 109.000

3. Eropa 76.000

4. USA 60.500

5. Lain-lain (Negara di Eropa & Australia) 5.200

Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Prop Kepulauan Bangka Belitung, 2010

Cadangan timah di seluruh dunia diperkirakan sebesar 11 juta ton (US

Geological Survey, 2009). Jika dikomparasikan dengan empat negara-negara

penghasil timah terbesar di dunia, cadangan timah Indonesia paling sedikit.

Negara dengan cadangan terbesar adalah Cina sebanyak 3 juta ton, Brasil 2,5 juta

ton, Peru 1 juta ton, dan Indonesia 0,9 juta ton.

Perusahaan penambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

saat ini terdiri dari tiga kelompok besar, yaitu PT Timah Tbk, PT Koba Tin, dan

perusahaan lain. Perusahaan-perusahaan tersebut memiliki ijin untuk mengelola

tambang pada suatu kawasan tertentu (kuasa penambangan), baik di darat maupun

di laut. PT Timah Tbk mempunyai kuasa penambangan terluas, dan mempunyai

ijin penambangan (Kontrak Karya) berlaku sampai tahun 2025. Sedangkan PT

Koba Tin- Joint Venture Malaysia dan Indonesia, mempunyai KP terluas kedua

(24)

Tabel 2. Daftar Perusahaan Smelter Timah yang Telah Mendapat Izin Sebagai Exportir Terdaftar (ET)

No Nama Perusahaan Luas Kuasa Penambangan (Ha)

1 PT. TIMAH Tbk. 473.800,06

2 PT. KOBA TIN 41.680,30

3 CV. DS Jaya Abadi 50,00

4 PT. Bukit Timah 49,60

5 PT. Bangka Putra Karya 255,00

6 CV. Duta Putra Bangka 100,00

7 PT. Billiton Makmur Lestari 374,00

8 PT. Tinindo Inter Nusa 539,00

9 CV. Donas Kembara 12,00

10 PT. Sumber Jaya Indah 75,00

11 PT. Sari Wiguna Bina Sentosa 121,00

12 PT. Prima Timah Utama 50,00

13 Yin Chinindo Minning Industry 87,20

14 PT. Mitra Stania Prima

Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Prop Kepulauan Bangka Belitung, 2010

Berdasarkan data dari Dinas Pertambangan dan Energi Prov. Kepulauan

Bangka Belitung, produksi timah Prov. Kepulauan Bangka Belitung pada tahun

2008 mencapai 90.146 ton, sementara tahun 2009 mencapai 119.711 ton. Timah

tersebut sebagian besar diproduksi oleh PT Timah Tbk dan sisanya oleh PT Koba

Tin dan 14 perusahaan tambang timah lainnya

Tabel 3. Jumlah ekspor timah Prov. Kep. Bangka Belitung

Perusahaan Tambang Tahun

2008 2009

PT Timah Tbk 46.862 49.240

PT Koba Tin 7.269 7.400

14 Perusahaan Lainnya 36.015 63.071

Total 90.146 119.711

Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Prop Kepulauan Bangka Belitung, 2010

Di masa mendatang, tingkat produksi timah lambat laun pasti menurun.

Oleh sebab itu, pemerintah harus mengedepankan pembangunan berkelanjutan

dengan memperhitungkan keberlanjutan ekonomi masyarakat Kepulauan Bangka

Belitung sejak produksi menurun hingga cadangan timah habis. Jika industri

timah berakhir, sedang sumber penggerak ekonomi alternatif tidak tersedia maka

kesejahteraan masyarakat akan berkurang atau bahkan angka kemiskinan

(25)

Semakin menipisnya ketersediaan sumber daya alam dalam hal ini timah,

jika dilihat dari sisi pandangan eksploitatif (perspektif Ricardian), akan

meningkatkan biaya ekstraksi maupun harga output. Dengan meningkatnya harga

output produsen akan berusaha untuk meningkatkan suplai. Namun karena

sumberdaya yang terbatas, kombinasi dampak harga dan biaya akan menimbulkan

insentif untuk mencari sumber daya substitusi dan peningkatan daur ulang (Fauzi,

Akhmad, 2006)

Menurut Hayami (2001) untuk mencapai pembangunan berkelanjutan,

negara-negara berkembang harus melakukan transformasi struktural

perekonomiannya melalui akumulasi modal, utamanya untuk akumulasi modal

yang tidak kasat mata (intangible capital) agar mencapai perekonomian industri

modern dengan semakin mengurangi pangsa kebergantungannya pada

sumberdaya alam melainkan kepada sumberdaya manusia (SDM) yang bertumpu

pada sektor perindustrian, perdagangan dan jasa-jasa. Karena itu strategi awal

negara-negara berkembang sebelum mencapai perekonomian modern harus

mengandalkan pada industri pengolahan dari hasil sektor-sektor primer sekaligus

untuk menekan kebocoran nilai tambah, untuk mencapai surplus ekonomi,

peningkatan tabungan yang kemudian dapat diinvestasikan pada sektor-sektor

produktif. Untuk seterusnya kembali menyumbangkan surplus ekonomi. Begitu

seterusnya untuk mencapai tatanan perekonomian modern.

Proses transformasi struktur perekonomian yang matang atau seimbang

secara berkelanjutan, harus pula diiringi oleh proses transformasi struktur

ketenagakerjaan. Artinya, penurunan pangsa sektor primer dalam perekonomian

harus pula diimbangi oleh penurunan persentase tenaga kerja di sektor ini dan

semakin tingginya pangsa relatif sektor industri dan jasa. Bila hal ini tidak terjadi

maka salah satu sektor ekonomi akan menanggung beban tenaga kerja yang

berlebihan, sementara itu, sektor-sektor lain yang berkembang akan mengalami

kelangkaan tenaga kerja (dalam arti kualitas dan kuantitas). Proses transformasi

yang demikian inilah yang pertama kali dikonsepkan dalam Model Clark-Fisher

(26)

Gambar 1 Transformasi Struktur Perekonomian Prov. Bangka Belitung Berdasarkan Harga Berlaku (2000 - 2009)

Gambar 2 Transformasi Struktur Ketenagakerjaan Prov. Bangka Belitung (2001 - 2010)

Keterangan Gambar 1 dan 2:

1 Pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan

2 Pertambangan dan penggalian

3 Industri pengolahan

4 Listrik, gas dan air

5 Bangunan

6 Perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel 7 Angkutan, pergudangan dan komunikasi

8 Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan

9 Jasa kemasyarakatan

Gambar 1 memperlihatkan bahwa selama tahun 2000 sampai dengan 2009

(27)

Provinsi Bangka Belitung, hanya pada tahun 2005 sektor ini dikalahkan oleh

sektor pertambangan, tetapi kemudian meningkat lagi dan menjadi sektor utama

yang mendominasi struktur perekonomian di Provinsi Bangka Belitung hingga

tahun 2009. Peran sektor pertanian menunjukkan kecenderungan menurun dan

sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel cenderung mengalami

peningkatan. Sedangkan sektor pertambangan yang didominasi oleh

pertambangan timah sejak tahun 2000 berada di urutan ketiga, kemudian

meningkat di tahun 2005 menjadi sektor yang paling tinggi sumbangannya

terhadap PDRB, tetapi kemudian kecenderungannya menurun menjadi urutan

ketiga seimbang dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini

menunjukkan bahwa sektor tambang bukan merupakan sektor yang dapat

diandalkan sebagai sektor perekonomian unggulan di Provinsi Bangka Belitung,

walaupun memiliki pangsa yang relatif tinggi tetapi fluktuasi pangsa

perekonomiannya tidak stabil bahkan cenderung mengalami penurunan.

Selanjutnya ditelusuri apakah struktur perekonomian yang saat ini

didominasi oleh industri pengolahan didukung pula oleh struktur ketenagakerjaan

yang kondusif bagi perkembangan sektor-sektor ekonomi di Provinsi Bangka

Belitung. Gambar 2 memperlihatkan transformasi struktur ketenagakerjaan selama

sepuluh tahun (2001 – 2010). Ternyata struktur perekonomian yang ada di

provinsi Bangka Belitung tidak didukung oleh struktur ketenagakerjaan yang

kondusif bagi perkembangan dan pertumbuhan sektor-sektor perekonomian yang

memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kesempatan

kerja yang relatif merata. Hal ini terlihat dari struktur ketenagakerjaan yang

ternyata masih didominasi oleh sektor pertanian. Sedangkan sektor industri

pengolahan yang mempunyai pangsa perekonomian tertinggi hanya mampu

memberikan sumbangan terhadap ketenagakerjaan rata-rata sebesar 4.5 % selama

10 tahun terakhir.

Kondisi yang menarik dari struktur ketenagakerjaan diperlihatkan oleh

perpindahan struktur ketenagakerjaan dari sektor pertanian ke sektor

pertambangan. Sejak tahun 2000, sektor pertanian mendominasi struktur

ketenagakerjaan, dan sektor pertambangan menduduki urutan kedua. Dari grafik

(28)

tenagakerja menurun, maka penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian

meningkat, begitu juga sebaliknya ketika daya serap sektor pertambangan

terhadap tenaga kerja meningkat, maka penyerapan tenaga kerja oleh sektor

pertanian menurun. Sedangkan sektor perekonomian yang lain relatif stabil. Hal

ini menunjukkan bahwa sektor pertambangan tidak bisa diandalkan sebagai sektor

perekonomian unggulan di Provinsi Bangka Belitung. Karena itu harus dicari

sektor perekonomian pengganti tambang sebagai pemicu perekonomian wilayah

di Provinsi Bangka Belitung.

Dalam pandangan Stimson dkk (2006) dalam tatanan perkonomian dunia

yang semakin kuat mengglobal seperti dewasa ini, setiap wilayah harus mampu

menemukenali (recognizing) keunggulan komparatif yang dimiliki untuk dikelola

menjadi keunggulan kompetitif di pasar ekspor global. Karena itu, perencanaan

pengembangan setiap wilayah sebagai bagian dari wilayah nasional haruslah

semakin mengandalkan kedua keunggulan yang dapat dikembangkan oleh

masing-masing wilayah untuk saling bersinergi selain untuk saling berkompetisi.

Karena itu pula perencanaan pengembangan wilayah yang sifatnya top down

semata-mata dari otoritas pusat perlu untuk semakin diminimalisir peranannya,

agar setiap wilayah mampu berkembang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.

Bila setiap wilayah mampu berkembang menurut keunggulan kompetitifnya,

maka secara agregat akan bermuara pada daya kompetisi nasional suatu negara

pula di pasar global.

Dalam konteks strategi pengembangan wilayah seperti dideskripsikan oleh

Stimson dkk (2006) tersebut, maka perencanaan wilayah Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung harus disusun sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Dengan

akan berakhirnya era tambang timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,

perlu diidentifikasi potensi wilayah yang terdapat di Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung. Karena itu kebutuhan untuk melakukan identifikasi sektor-sektor basis

dan analisis daya kompetitifannya menjadi prioritas pertama dalam melakukan

(29)

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah struktur perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung.

2. Pertambangan timah merupakan komoditas yang tidak dapat diperbarui.

Sektor ekonomi apa yang dapat menggantikan peranan ekonomi

pertambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

3. Bagaimana Transformasi struktur perekonomian Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung menghadapi berakhirnya perekonomian berbasis

pertambangan timah.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengkaji dan menganalisis struktur perekonomian Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung yang meliputi: struktur penawaran dan permintaan,

struktur output, struktur nilai tambah, struktur permintaan akhir, struktur

tenaga kerja dan struktur perdagangan.

2. Mengkaji dan menganalisis sektor ekonomi sektoral unggulan yang dapat

menggantikan posisi sektor pertambangan timah di Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung.

3. Mengkaji dan menganalisis Transformasi struktur perekonomian Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung menghadapi berakhirnya perekonomian

berbasis pertambangan timah.

1.4 Kegunaan Hasil Penelitian

Setidaknya hasil penelitian sangat bermanfaat untuk:

1. Memberikan kontribusi khasanah keilmuan khususnya Ilmu Perencanaan

Pembangunan Wilayah dan Perdesaan.

2. Dapat digunakan sebagai rekomendasi kebijakan publik pengembangan

ekonomi wilayah khususnya bagi otoritas Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung.

1.5 Kebaruan Dari Penelitian

Penelitian transformasi struktur dari corak perekonomian berbasis

(30)

perekonomian berbasis sumberdaya yang terbarukan (renewable resource) sudah

beberapa kali dilakukan misalnya Margo Y (2005) dan Malanuang. L (2009).

Kedua penelitian ini menggunakan model Input-Output Regional. Hal yang

membedakan dengan penelitian terdahulu, penelitian ini menggunakan model

Interregional Input-Output (IRIO) dan sistem dinamis untuk pemodelan

(31)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Struktur Ekonomi

Pembangunan ekonomi di Indonesia merupakan bagian penting dari

pembangunan nasional dengan tujuan akhir, yakni meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, yang bisa diukur antara lain melalui pendapatan riil per kapita yang

tinggi. Berarti pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

menyebabkan pendapatan riil per kapita meningkat dalam jangka panjang. Selain

peningkatan produksi dan pendapatan agregat, proses pembangunan akan

membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi masyarakat. Perubahan

struktur ini, selain disebabkan oleh peningkatan pendapatan per kapita juga

disebabkan oleh perubahan teknologi, peningkatan sumber daya manusia, dan

penemuan sumber material baru untuk produksi.

Model Input-Output Badan Pusat Statistik (2005) menyajikan informasi

tentang transaksi barang dan jasa serta saling mempunyai keterkaitan antar satuan

kegiatan ekonomi dalam suatu rentang waktu tertentu (satu tahun) yang disajikan

dalam bentuk matriks. Isian sepanjang baris memperlihatkan alokasi output dan

menurut kolom menunjukkan struktur input dalam proses produksi. Sebagai

model kuantitatif, tabel Input-Output (tabel I-O) mampu memberi gambaran

tentang :

1. Struktur perekonomian yang mencakup struktur output dan nilai tambah

masing-masing kegiatan ekonomi di suatu daerah;

2. Struktur input antara (intermediate input), yang menunjukkan penggunaan

barang dan jasa oleh kegiatan produksi di suatu daerah

3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik yang berupa produksi dalam negeri

maupun barang-barang yang berasal dari impor; dan

4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan oleh kegiatan produksi

maupun permintaan akhir untuk konsumsi, investasi, dan ekspor.

Proses pembangunan ekonomi yang sudah berlangsung cukup lama dan

telah menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi biasanya disusul dengan

suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonominya. Perubahan struktur

ekonomi terjadi akibat perubahan sejumlah faktor, yang menurut sumbernya dapat

(32)

faktor-faktor dari sisi penawaran agregat (AS), atau dari kedua sisi pada waktu yang

bersamaan. Selain itu, perubahan struktur ekonomi juga dipengaruhi secara

langsung/tidak langsung oleh intervensi pemerintah di dalam kegiatan ekonomi

sehari-hari.

Dari sisi permintaan agregat, faktor yang paling dominan adalah

peningkatan pendapatan per kapita masyarakat, yang perubahannya

mengakibatkan perubahan dalam selera dan komposisi barang-barang yang

dikonsumsi. Apabila pendapatan riil masyarakat meningkat maka pertumbuhan

permintaan akan barang-barang non makanan akan lebih besar daripada

pertumbuhan permintaan terhadap makanan. Perubahan ini menggairahkan

pertumbuhan industri-industri baru, dan meningkatkan output di industri-industri

yang ada.

Dari sisi penawaran agregat (AS), faktor-faktor penting di antaranya adalah

pergeseran keunggulan komperatif, perubahan teknologi, peningkatan pendidikan

atau kualitas SDM, penemuan sumber-sumber bahan baku baru (new recources)

untuk produksi, dan akumulasi barang modal. Semua ini memungkinkan untuk

melakukan inovasi dalam produk atau proses produksi dan pertumbuhan

produktivitas sektoral dari faktor-faktor produksi yang digunakan.

Ada dua teori utama yang umum digunakan dalam menganalisis perubahan

struktur ekonomi, yakni teori migrasi dari Arthur lewis, dan teori transformasi

struktural dari Hollis Chenery.

Teori Arthur Lewis (dalam Jhingan 2000) pada dasarnya membahas proses

pembangunan ekonomi yang terjadi di daerah pedesaan (rural) dan di daerah

perkotaan (urban). Dalam teorinya Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian

suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu perekonomian tradisional

di pedesaan yang didominasi oleh sektor pertanian dan perekonomian modern di

perkotaan dengan industri sebagai sektor utama. Di pedesaan karena jumlah

penduduk yang tinggi, maka terjadi kelebihan suplai tenaga kerja, dan tingkat

kehidupan masyarakat berada pada kondisi subsisten akibat perekonomian yang

sifatnya juga subsisten. Over supply tenaga kerja ini ditandai dengan produk

marjinal sama dengan nol, dan tingkat upah riil yang sangat rendah. Hubungan

(33)

dengan menggunakan model persamaan ekonometrik sederhana mengenai

dinamika pasar tenaga kerja yang terdiri dari :

NpD = Fd (W-p, Q+p) …..………..………...…….… 2.1

NpS = Fs (Wp) ..……….………..… 2.2

NpD = NpS = Np..………...…………....……….……. 2.3

Qp = Fq p(Np) ..………..…...…... 2.4

Persamaan (2.1) adalah permintaan tenaga kerja (NpD ) yang merupakan

fungsi negatif dari tingkat upah (Wp) dan fungsi positif dari jumlah output sektor

pertanian (Qp). Persamaan (2.2) adalah penawararan tenaga kerja (NpS) yang

merupakan fungsi dari tingkat upah (Wp). Persamaan (2.3) mencerminkan ke-

seimbangan di pasar tenaga kerja (labour market), yang menghasilkan suatu ting-

kat upah dan jumlah tenaga kerja keseimbangan. Sedangkan persamaan (2.4)

adalah fungsi produksi di sektor pertanian (Qp) yang merupakan fungsi dari

jumlah tenaga kerja yang digunakan (Np). Nilai produk marjinal nol, artinya

fungsi produksi di sektor pertanian seperti yang digambarkan pada persamaan

(2.4) sudah berada pada skala kenaikan hasil yang semakin berkurang (dimi-

nishing return to scale), dimana setiap penambahan jumlah tenaga kerja justru

akan menurunkan jumlah output yang dihasilkan. Dalam kondisi demikian,

pengurangan jumlah tenaga kerja tidak akan menurunkan jumlah output di sektor

pertanian. Hal inilah yang akan mendorong tingkat upah tenaga kerja di sektor

pertanian menjadi sangat rendah. Di lain pihak, sektor industri di perkotaan yang

mengalami kekurangan tenaga kerja berada pada skala kenaikan hasil yang

semakin bertambah (increasing return to scale), dimana produk marjinal tenaga

kerja positif. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat upah tenaga kerja di sektor

industri relatif tinggi. Perbedaan tingkat upah tenaga kerja pada kedua sektor ini

akan menarik banyak tenaga kerja untuk berpindah (migrasi) dari sektor pertanian

ke sektor industri.

Karena persediaan tenaga kerja di sektor pertanian tidak terbatas, maka

sektor industri dapat berkembang dengan menarik tenaga kerja secara tidak

terbatas dari sektor pertanian. Tenaga kerja bersedia pindah ke sektor industri

karena mereka dapat menerima upah yang lebih tinggi dibandingkan dengan upah

(34)

industri lebih tinggi dari upah yang mereka terima, sehingga mengakibatkan

terbentuknya surplus sektor industri. Surplus sektor industri dari selisih upah ini

diinvestasikan kembali seluruhnya dan tingkat upah di sektor industri diasumsikan

konstan serta jumlahnya ditetapkan melebihi tingkat rata-rata upah di sektor

pertanian. Oleh karena itu, laju dari proses transfer tenaga kerja tersebut

ditentukan oleh tingkat investasi dan akumulasi modal secara keseluruhan di

sektor Industri. Pada tingkat upah sektor industri yang konstan, kurva penawaran

tenaga kerja perdesaan dianggap elastis sempurna.

Sektor industri akan terus menyerap tenaga kerja dari sektor pertanian

sampai pada titik dimana tingkat upah sama dengan nilai produk marginal tenaga

kerja sektor industri. Pada akhirnya rasio tenaga kerja-kapital (capital labor ratio)

naik dan penawaran tenaga kerja di sektor pertanian tidak lagi elastis sempurna.

Karena dalam model Lewis diasumsikan bahwa surplus sektor industri dari

selisih upah diinvestasikan kembali seluruhnya, maka kurva produk marginal

tenaga kerja akan bergeser ke kanan. Proses ini dapat digambarkan sebagai

pergeseran kurva penawaran tenaga kerja atau produktivitas marginal ke kanan

pada sektor industri pada tingkat upah yang lebih tinggi daripada upah subsisten

di sektor pertanian, seperti disajikan pada Gambar 3.

Menurut Todaro (2000), model Lewis pada kenyataannya mengandung

beberapa kelemahan karena asumsi-asumsi yang digunakan, khususnya untuk

sebagian besar negara berkembang. Kelemahan pertama menyangkut reinvestasi

(35)

kerja dan penciptaan kesempatan kerja di sektor industri sebanding dengan tingkat

akumulasi modal. Namun fenomena menunjukkan bahwa sebagian besar reinves-

tasi justru dilakukan untuk mengembangkan industri dengan teknologi yang he-

mat tenaga kerja. Dengan demikian penyerapan tenaga kerja dari sektor pertanian

akan berjalan lamban. Belum lagi adanya kenyataan bahwa akumulasi modal

tidak seluruhnya ditanamkan kembali di dalam negeri. Pelarian modal (capital

flight) ke luar negeri sering terjadi karena alasan faktor keamanan di dalam negeri.

Kelemahan kedua menyangkut asumsi surplus tenaga kerja yang terjadi di

perdesaan. Kenyataan menunjukkan bahwa kelangkaan tenaga kerja pertanian di

perdesaan sudah mulai dirasakan, sementara pengangguran banyak terjadi di per-

kotaan. Kelemahan ketiga menyangkut asumsi tentang pasar tenaga kerja yang

kompetitif di sektor industri, sehingga menjamin upah riil di perkotaan yang

konstan sampai pada suatu titik dimana surplus tenaga kerja habis terpakai. Pada

kenyataannya upah di pasar tenaga kerja sektor industri cenderung meningkat dari

waktu ke waktu, baik secara absolut maupun secara riil.

Dengan beberapa kelemahan tersebut di atas, maka konsep pembangunan

dengan berbasis pada perubahan struktural seperti dalam model Lewis memerlu-

kan beberapa penyempurnaan sesuai dengan fenomena ekonomi yang ada.

Sementara teori dari Chenery dikenal dengan pattern of development,

memfokuskan pada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi

di NSB yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional ke sektor industri

sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi.

Perubahan struktur ekonomi berbarengan dengan pertumbuhan GDP yang

merupakan total pertumbuhan nilai tambah (value added) dari semua sektor

ekonomi yang dapat dijelaskan sebagai berikut : Misalkan suatu perekonomian

hanya terdiri dari sektor pertanian dan sektor industri. Sehingga nilai tambah (NT)

untuk masing-masing sektor dapat dituliskan sebagai NTp dan NTi yang

membentuk GDP, maka :

GDP = NTp + NTi.………....………...……..…… 2.5

Atau

(36)

Dimana a(t)p adalah pangsa GDP dari sektor pertanian dan a(t)i adalah pangsa

GDP dari sektor industri, t menunjukkan periode. Pada tahap awal pembangunan

(t=0), sebelum sektor industri berkembang, pangsa GDP dari sektor industri lebih

kecil dibanding pangsa GDP dari sektor pertanian atau a (0)I < a(0)p. Dalam

proses pembangunan terjadi transformasi ekonomi, di mana pangsa GDP dari

sektor industri semakin meningkat, sementara pangsa GDP dari sektor pertanian

menurun. Pada tahap akhir pembangunan (t=1) a(1)I > a(1)p, di mana a(1)I >

a(0)i dan a(1)p < a(0)p. Proses transformasi struktural akan mencapai tarafnya yang

paling cepat bilapergeseran pola permintaan domestik kearah industri manufaktur

diperkuat oleh perubahan yang serupa dalam komposisi perdagangan luar negeri

atau ekspor,seperti yang terjadi di New Industrial Countries (NICs). Dalam model transformasi struktural, relasi antar pertumbuhan output di sektor industri

manufaktur, pola perubahan permintaan domestik kearah output industri dan pola

perubahan perdagangan luar negeri dapat diformulasikan dalam suatu persamaan

sederhanasebagai berikut :

Qi = Di + (Xi– Mi) + jXij ………..…………..…….… 2.7

Dimana Qi = jumlah output bruto dari industri manufaktur; Di = permintaan

domestik terhadap produk akhir industri manufaktur; (Xi – Mi) adalah ekspor

neto ;

jXij= aijXj adalah penggunaan produk manufaktur sebagai barang

antara oleh sektor j; aij = koefisien input-output yang diasumsikan bervariasi

sehubungan dengan variasi tingkat pendapatan per kapita.

(37)

Berdasarkan model ini, kenaikan produksi sektor industri manufaktur

dinyatakan sama besarnya dengan jumlah dari empat faktor berikut :

a. Kenaikan permintaan domestik, yang memuat permintaan langsung untuk

produk industri manufaktur plus efek tidak langsung dari kenaikan permintaan

domestik untuk produk sektor-sektor lainnya terhadap sektor industri

manufaktur.

b. Perluasan ekspor, atau efek total dari kenaikan jumlah ekspor terhadap produk

industri manufaktur.

c. Subsitusi impor, atau efek total dari kenaikan proporsi permintaan di tiap

sektor yang dipenuhi lewat produksi domestik terhadap output industri

manufaktur.

d. Perubahan teknologi, atau efek total dari perubahan koefisien input-output (aij)

di dalam perekonomian akibat kenaikan upah dan tingkat pendapatan terhadap

sektor industri manufaktur.

Transformasi struktural dapat dilihat pada perubahan pangsa nilai output

atau nilai tambah dari setiap sektor di dalam pembentukan GDP atau GNP.

Kontribusi output dari sektor pertanian dalam pembentukan GDP semakin

mengecil, sementara pangsa GDP dari industri manufaktur dan jasa mengalami

peningkatan seiring dengan peningkatan GDP atau pendapatan nasional per

kapita.

2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Tujuan dari pertumbuhan ekonomi adalah meningkatkan pendapatkan

perkapita penduduk. Pendapatan perkapita kemudian akan memperluas

pilihan-pilihan (enlarging choices) penduduk untuk mencapai kesejahteraan-nya. Dengan

demikian pertumbuhan ekonomi adalah faktor yang penting untuk mencapai

tingkat kesejahteraan penduduk. Oleh karena itu salah satu fokus dalam ilmu

ekonomi adalah mengenai teori-teori pertumbuhan ekonomi. Perkembangan teori

pertumbuhan pada umumnya berusaha mengidentifikasi faktor-faktor penyebab

pertumbuhan dan prilakunya.

Secara umum teori-teori pertumbuhan ekonomi menyebutkan

bermacam-macam sumber pertumbuhan ekonomi, diantaranya bersumber dari perdagangan,

(38)

proporsi faktor produksi, teknologi sampai dengan teori baru yang berfokus pada

keunggulan sumber daya manusia.

2.2.1 Pertumbuhan Ekonomi Klasik.

Ahli ekonomi klasik yang paling terkemungka yaitu Adam Smith, ada

beberapa hal yang di tekankan oleh Adam Smith kaitannya dengan pertumbuhan

ekonomi adalah: sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi,

membawa ekonomi kepada kondisi full employment, dan menjamin pertumbuhan

ekonomi sampai tercapai posisi stasioner (stationary state). Posisi stasioner terjadi

apabila sumber daya alam telah seluruhnya termanfaatkan. Kalaupun ada

pengangguran, hal itu bersifat sementara. Pemerintah tidak perlu terlalu dalam

mencampuri urusan perekonomian. Tugas pemerintah adalah menciptakan kondisi

dan menyediakan fasilitas yang mendorong pihak swasta berperan optimal

dalam perekonomian. Pemerintah tidak perlu terjun langsung dalam kegiatan

produksi dan jasa. Peranan pemerintah adalah menjamin keamanan dan ketertiban

dalam kehidupan masyarakat serta membuat "aturan main" yang memberi

kepastian hukum dan keadilan bagi para pelaku ekonomi. Dalam hal ini

pemerintah berkewajiban menyediakan prasarana sehingga aktivitas swasta

menjadi lancar.

Pandangan Smith kemudian dikoreksi oleh John Maynard Keynes (1936),

dalam dengan mengatakan bahwa untuk menjamin pertumbuhan yang stabil

pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiskal (perpajakan dan perbelanjaan

pemerintah), kebijakan moneter (tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar),

pengawasan langsung dan mengandalkan mekanisme pasar dengan

menginginkan peran pemerintah sekecil mungkin. Kedua kelompok umumnya

sependapat bahwa salah satu tugas negara adalah menciptakan distribusi

pendapatan yang tidak terlalu pincang (ada kaitan dengan tingkat saving dan

konsumsi) sehingga pertumbuhan ekonomi bisa mantap dan berkelanjutan.

Pemerintah perlu turun tangan untuk menyediakan jasa yang melayani

kepentingan orang banyak ketika swasta tidak berminat menanganinya apabila

(39)

2.2.2 Teori Pertumbuhan Harrod-Domar.

Harrod dan Domar, membuat analisis dan menyimpulkan bahwa

pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat

diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat

keseimbangan sebagai berikut:

G = k ... (2.8)

Dimana :

G = Growth (tingkat pertumbuhan output)

k = Capital (tingkat pertumbuhan modal)

n = Tingkat pertumbuhan angkatan kerja

Agar terdapat keseimbangan maka antara tabungan (S) dan investasi (I) harus

terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk

menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh V (capital output ratio = rasio

modal output).

Apabila tabungan dan investasi adalah sama ( I = S), maka :

V S Y K

Y S K Y Y

S K

S K

I

/

/ ……….……….. (2.9)

Richardson, H.W (1977) mengatakan bahwa perekonomian daerah bersifat

terbuka. Artinya, faktor-faktor produksi / hasil produksi yang berlebihan dapat

diekspor dan yang kurang dapat diimpor. Impor dan tabungan adalah

kebocoran-kebocoran dalam menyedot output daerah. Sedangkan ekspor dan investasi dapat

membantu menyedot output kapasitas penuh dari faktor-faktor produksi yang ada

di daerah tersebut. Kelebihan tabungan yang tidak terinvestasikan secara lokal

dapat disalurkan ke daerah-daerah lain yang tercermin dalam surplus ekspor.

Apabila pertumbuhan tenaga kerja melebihi dari apa yang dapat diserap oleh

kesempatan kerja lokal maka migrasi neto dapat menyeimbangkan tingkat

pertumbuhan angkatan kerja dan tingkat pertumbuhan output. jadi, dalam

(40)

Syarat statistik bagi perekonomian terbuka :

S + M = I + X atau (s + m) Y = I + X, atau : M = Impor dan X = Ekspor

Y X m s Y I

... (2.10)

Kita mengetahui bahwa ekspor suatu daerah I dapat dirumuskan sebagai impor

daerah – daerah lain.

n j n j j Y ji m ij M i X 1 1

... (2.11)

Ekspor daerah i = total daerah-daerah j dari daerah i = nilai m (marginal

propensity to import) daerah-daerah j dari daerah i dikalikan dengan tingkat

pendapatan masing-masing setiap daerah j. Dengan demikian, Richardson

merumuskan persamaan pertumbuhan suatu wilayah adalah :

i V i Y j Y ji m i m i s i

g / ... (2.12)

Catatan : Y X m s Y I v s g v v s Y S Y I dimana .

gi . vi = si + mi– ( mji Yj)/Yi

i v i Y j Y ji m i m i s i

g ( )/

Berdasarkan rumus di atas maka agar suatu daerah tumbuh cepat atau gi

tinggi, dikehendaki agar : Si (tingkat tabungan) = tinggi, mi (impor) = tinggi,

ekspor = kecil, vi (capital output ratio/COR) = kecil, artinya dengan modal yang

kecil dapat meningkatkan output yang sama besarnya. Yang termasuk dalam

ekspor dan impor adalah barang konsumsi dan barang modal. Dalam model ini,

kelebihan atau kekurangan tabungan dan dengan tenaga kerja dapat dinetralisir

oleh arus keluar atau arus masuk dari setiap faktor di atas.

Pertumbuhan yang mantap tergantung pada apakah arus modal dan tenaga

kerja interregional bersifat menyeimbangkan atau tidak. Pada model ini arus

modal dan tenaga kerja searah karena pertumbuhan membutuhkan keduanya

secara seimbang. dalam prakteknya, daerah yang pertumbuhannya tinggi (daerah

yang telah maju) akan menarik modal tenaga kerja dari daerah lain yang

(41)

pincang. Artinya, daerah yang maju kian maju dan yang terbelakang akan makin

ketinggalan. Jadi pertumbuhan antara daerah akan mengarah kepada

hetteorgenous (makin pincang).

2.2.3 Teori Pertumbuhan Neoklasik.

Teori pertumbuhan neoklasik dikembangkan oleh Robert M. Solow dari

Amerika Serikat dan T.W. Swan dari Australia. Model Solow-Swan

menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan

teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi dengan model fungsi

produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga

kerja (L). Oleh sebab itu, fungsi produksinya berbentuk :

Yi = fi (K,L,t) ... (2.13)

Dalam kerangka ekonomi wilayah, Richardson kemudian menderivasikan rumus

di atas menjadi sebagai berikut :

Yi = ai ki + (1-ai) ni + Ti ... (2.14)

dimana :

Yi : besarnya output

Ki : tingkat pertumbuhan modal

ni : tingkat pertumbuhan tenaga kerja

Ti : kemajuan teknologi

a : bagian yang di hasilkan oleh faktor modal

(1- a) : bagian yang dihasilkan oleh faktor di luar modal

Agar faktor produksi selalu berada pada kapasitas penuh perlu mekanisme

yang menyamakan investasi dengan tabungan (dalam kondisi full employment).

Dengan demikian, pertumbuhan mantap membutuhkan syarat bahwa :

p i K

i Y i a i

MPK ……….……….… (2.15)

MPKi = Marginal productivity of capital

Jika p sudah tertentu dan a tetap konstan maka Y dan K harus tumbuh dengan

tingkat yang sama. Syarat keseimbangan bagi keseluruhan sistem adalah

1

1 i

i

i S i I

(42)

(walaupun dari suatu region tabungan bisa saja tidak sama dengan investasi )

Suatu daerah akan mengimpor modal jika tingkat pertumbuhan modalnya

lebih kecil dari rasio tabungan domestik terhadap modal. Dalam pasar sempurna

marginal productivity of labour (MPL) adalah fungsi langsung tapi bersifat

terbalik dari marginal productivity of capital (MPK). Hal ini bisa dilihat dari nilai

rasio modal tenaga kerja (K/L).

Apabila tiap daerah dimisalkan menghasilkan output yang homogen dan

fungsi produksi yang identik maka di daerah yang K/L-nya tinggi terdapat upah

riil yang tinggi dan MPK yang rendah. Adapun di daerah yang K/L-nya rendah

terdapat upah riil yang rendah tetapi MPK yang tinggi. Sebagai akibatnya modal

akan mengalir dari daerah yang upahnya tinggi ke daerah yang upahnya rendah

karena akan memberikan balas jasa (untuk modal) yang lebih tinggi. Sebaliknya,

tenaga kerja akan mengalir dari daerah upah rendah ke daerah upah tinggi.

Mekanisme di atas pada akhirnya menciptakan balas jasa faktor-faktor produksi di

semua daerah sama. Dengan demikian, perekonomian regional/ pendapatan per

kapita regional akan mengalami proses konvergensi (makin sama).

Analisis lanjutan dari paham Neoklasik menunjukkan bahwa untuk

terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth), diperlukan suatu

Gambar

Tabel 2.  Daftar Perusahaan Smelter Timah yang Telah Mendapat Izin Sebagai Exportir Terdaftar (ET)
Gambar 2  Transformasi Struktur Ketenagakerjaan  Prov. Bangka Belitung (2001 - 2010)
Gambar 5 Analisis Parsial Perdagangan Antar Wilayah A dan B
Gambar 8.  Kurva Fungsi Produksi, Sumber : Mankiw (2001)
+7

Referensi

Dokumen terkait

dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang sadar atau tidak sadar. untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu, atau

[r]

Peraturan Gaji Anggota Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1977, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3103) sebagaimana telah enam kali diubah terakhir dengan

Based on the information from the Strategic Planning documents and then internal analysis are made using Value Chain Analysis to map the various main and supporting

Saudara diminta untuk membawa Dokumen Asli yang tercantum dalam Dokumen Kualifikasi asli, termasuk beberapa dokumen kontrak asli yang sesuai dengan paket pekerjaan

Model layanan yang diberikan oleh perguruan tinggi dalam hal ini harus dapat menjawab tuntutan persaingan maupun permintaan konsumen atau yang disebut dengan

Ayat-ayat al-Qur'an tersebut di atas berisi penegasan tentang antara lain beberapa kewajiban yang hams diemban manusia dalam hubungannya dengan Allah, yaitu berupa

Unilever Indonesia pada produk pasta gigi pepsodent adalah Economy strategy dimana harga yang ditawarkan sebanding dengan kualitas yang didapat oleh konsumen yaitu