• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis karakteristik spasial penggunaan lahan dan tingkat kerusakan akibat gempa melalui penggunaan sistem informasi geografi (SIG). Studi kasus Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut Sebelum dan Setelah Gempa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis karakteristik spasial penggunaan lahan dan tingkat kerusakan akibat gempa melalui penggunaan sistem informasi geografi (SIG). Studi kasus Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut Sebelum dan Setelah Gempa"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KARAKTERISTIK SPASIAL

PENGGUNAAN LAHAN DAN TINGKAT KERUSAKAN

AKIBAT GEMPA MELALUI PENGGUNAAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)

(Studi Kasus Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Sebelum dan Setelah Gempa)

Oleh

HENDRA ARYADI

A24101066

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SUMMARY

HENDRA ARYADI. The Spatial Characteristic Analysis of Land Use and Damage Level by Earthquake Using Geographic Information System (GIS). A Case Study of Pasirwangi Subdistrict, Garut Regency Before and After Earthquake. Baba Barus and Iskandar as advisors.

In general, land use types are differentiated as agriculture and non agriculture. Land use potency can be influenced by soil types , mineral resources, vegetation, topography, climate and location. There are three groups of factor that can affect dynamic of land use characteristic : (a) Physical factor, (b) Socio economic factors, and (c) Both. The physical factor that may change land use suddenly, especially from natural disaster, are volcanic eruption, earthquake, etc.

Few weeks ago, there was an earthquake in Pasirwangi Subdistrict, Garut Regency. The occurence of this earthquake caused damages to land and settlements. Garut Regency which has specific land use pattern, beside influenced by natural factors, influenced also by non natural factors. However, various relations between causal factor and specific land use types has not yet known clearly.

The aims of this research were : (a) Understanding the relation between some land physical factors such as elevation, slope, and soil type to land use; (b) Understanding the relation between distance of building from earthquake center (fault line/lineament) and some physical factor such as slope and soil type to damage level by earthquake; and (c) Identifying people perception about earthquake disaster effect.

Materials which used in this research were primary data and secondary data. Those data were : land unit map; imagery of SPOT year 2004; topographic map scale of 1 : 25,000; damage level data from Pasirwangi Subdistrict; and data of the result of interview. Spatial analysis between land use and damage level by earthquake to land characteristics were conducted using Geographic Information System (GIS) by overlay between land characteristics to land use and damage level by earthquake in Arc View software.

(3)

1,200-1,500 meter above sea level in Andisols, and distributed on all slope classes.

The land damages by earthquake had no relevancy with the land use pattern and its change. However, the building damages by earthquake were related to the distance from the earthquake center and soil type. So far, the people perception about earthquake occured temporarely and there was no willingness of the people moves to other place.

(4)

RINGKASAN

HENDRA ARYADI. Analisis Karakteristik Spasial Penggunaan Lahan dan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa Melalui Penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG). Studi Kasus Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut Sebelum dan Setelah Gempa. Dibawah bimbingan Baba Barus dan Iskandar.

Secara umum, penggunaan lahan dibedakan atas penggunaan lahan pertanian dan bukan pertanian. Potensi penggunaan lahan dipengaruhi oleh jenis tanah, sumberdaya mineral, vegetasi, topografi, iklim dan lokasi. Faktor yang mempengaruhi dinamika karakteristik penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yakni : (a) Faktor Fisik, (b) Sosial Ekonomi, dan (c) Kombinasi keduanya. Pengaruh faktor fisik terhadap perubahan penggunaan lahan dapat berlangsung lama dan cepat. Perubahan akibat faktor fisik yang berlangsung cepat dapat disebabkan oleh kejadian bencana alam seperti : letusan gunung berapi, gempa bumi, dan lain-lain.

Beberapa waktu yang lalu (2 Februari 2005) terjadi gempa bumi di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut. Kejadian bencana alam gempa bumi ini mengakibatkan kerusakan pada sebagian pemukiman dan lahan. Kabupaten Garut memiliki pola penggunaan lahan yang khas, yang selain dipengaruhi oleh faktor alami, juga dipengaruhi oleh non-alami. Berbagai hubungan antara faktor penyebab dan penggunaan lahan yang spesifik tersebut belum diketahui dengan jelas.

Penelitian ini bertujuan untuk (a) Memahami hubungan antara beberapa faktor sifat fisik lahan seperti elevasi, kemiringan lereng dan jenis tanah terhadap penggunaan lahan; (b) Memahami hubungan antara jarak dari pusat gempa (sesar/patahan) serta beberapa faktor sifat fisik lahan seperti kemiringan lereng dan jenis tanah terhadap tingkat kerusakan akibat gempa; dan (c) Mengidentifikasi persepsi masyarakat mengenai dampak bencana alam gempa bumi.

(5)

penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG) dengan cara tumpang tindih antara karakteristik lahan dengan penggunaan lahan dan tingkat kerusakan bangunan akibat gempa menggunakan perangkat lunak Arc View.

Hasil penelitian menunjukkan pola spasial penggunaan lahan di Kecamatan Pasirwangi terkait dengan elevasi dan jenis tanah. Sedangkan kemiringan lereng hanya berpengaruh pada beberapa tipe penggunaan lahan. Lahan sawah umumnya berada pada ketinggian kurang dari 1.000 m dpl dengan kemiringan lereng kurang dari 8% dan tanah Inceptisols. Lahan tegalan yang digunakan untuk tanaman sayuran umumnya berada pada daerah dengan elevasi 1.200-1.500 m dpl berupa sayuran dataran tinggi pada tanah Andisols pada berbagai kemiringan lereng.

Tingkat kerusakan lahan akibat gempa tidak mempengaruhi terhadap penggunaan lahan dan perubahannya. Namun tingkat kerusakan bangunan akibat gempa dipengaruhi oleh jarak dari pusat gempa dan jenis tanah. Sampai saat penelitian ini, persepsi masyarakat terhadap kekhawatiran akibat kejadian gempa hanya berlangsung sesaat dan tidak ada keinginan masyarakat untuk pindah ke tempat lain.

(6)

ANALISIS KARAKTERISTIK SPASIAL

PENGGUNAAN LAHAN DAN TINGKAT KERUSAKAN

AKIBAT GEMPA MELALUI PENGGUNAAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)

(Studi Kasus Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Sebelum dan Setelah Gempa)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

HENDRA ARYADI

A24101066

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Skripsi : Analisis Karakteristik Spasial Penggunaan Lahan

dan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa Melalui

Penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG).

Studi Kasus Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten

Garut Sebelum dan Setelah Gempa.

Nama Mahasiswa : HENDRA ARYADI

Nomor Pokok : A24101066

Menyetujui,

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr. NIP. 130 422 698

Tanggal Lulus : Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc NIP. 131 667 780

Dosen Pembimbing II

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 13 April 1983 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, putra dari pasangan Sofyan Ritung dan Sri Hartati. Penulis memulai pendidikan formal di SD N Polisi 5 pada tahun 1989-1995.

Selepas sekolah dasar, penulis melanjutkan sekolah ke SLTP N 1 Bogor hingga lulus tahun 1998. Pada tahun 1998-2001 penulis melanjutkan ke SMU N 1 Bogor. Di tahun 2001, setelah lulus dari SMU, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah…. Puji dan syukur hanya bagi Allah S.W.T. atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.

Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian dari Depertemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah “Analisis Karakteristik Spasial Penggunaan Lahan dan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa Melalui

Penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG)-(Studi Kasus Kecamatan

Pasirwangi, Kabupaten Garut Sebelum dan Setelah Gempa)”.

Selama melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Keluarga yang selalu mendukung penulis, terlebih ayahanda atas bimbingan, saran dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Iskandar selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penulisan skripsi ini. Serta Bapak Dr. Ir. Suwardi, M.Agr yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji saya.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Rykson Situmorang, M.Sc selaku pembimbing akademik penulis yang telah membantu kelancaran studi penulis.

4. Pihak Pemerintah Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut atas informasi yang diberikan menyangkut penelitian penulis..

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Mbak Reni, Mas Manijo, Rahmad dan nyonya, Shafiq dan nyonya, Setyo dan nyonya, Ricky dan nyonya, Iyan, Eli, Al Farabi Guys, kawan-kawan Tanah’38 lainnya atas segala bantuan dan kebersamaannya selama ini serta sendal dan sepatu bututku yang setia menemani ke mana pun angin berhembus.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat meskipun masih banyak hal yang perlu dikaji lebih dalam. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN... 1

1. 1. Latar Belakang... 1

1. 2. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2. 1.Penggunaan Lahan... 3

2. 2.Bencana Alam ... 4

2. 3.Sistem Informasi Geografi ... 4

III. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ... 6

3. 1. Letak dan Lokasi Kecamatan Pasirwangi ... 6

3. 2. Kondisi Fisik ... 7

3.2.1. Topografi ... 7

3.2.2. Iklim ... 7

3.2.3. Tutupan/Penggunaan Lahan ... 8

3.2.4. Keadaan Geologi ... 8

3.2.5. Fisiografi dan Bentuk Wilayah ... 10

3.2.6. Tanah ... 11

3. 3. Sosial dan Ekonomi ... 14

3.3.1. Jumlah Penduduk ... 14

3.3.2. Mata Pencaharian dan Penggunaan Lahan ... 14

IV. BAHAN DAN METODE ... 15

4. 1. Waktu Penelitian... 15

4. 2. Bahan dan Alat... 15

4. 3. Metodologi... 16

4.3.1. Tahap Persiapan/Pengumpulan Data ... 16

(11)

ANALISIS KARAKTERISTIK SPASIAL

PENGGUNAAN LAHAN DAN TINGKAT KERUSAKAN

AKIBAT GEMPA MELALUI PENGGUNAAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)

(Studi Kasus Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Sebelum dan Setelah Gempa)

Oleh

HENDRA ARYADI

A24101066

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

SUMMARY

HENDRA ARYADI. The Spatial Characteristic Analysis of Land Use and Damage Level by Earthquake Using Geographic Information System (GIS). A Case Study of Pasirwangi Subdistrict, Garut Regency Before and After Earthquake. Baba Barus and Iskandar as advisors.

In general, land use types are differentiated as agriculture and non agriculture. Land use potency can be influenced by soil types , mineral resources, vegetation, topography, climate and location. There are three groups of factor that can affect dynamic of land use characteristic : (a) Physical factor, (b) Socio economic factors, and (c) Both. The physical factor that may change land use suddenly, especially from natural disaster, are volcanic eruption, earthquake, etc.

Few weeks ago, there was an earthquake in Pasirwangi Subdistrict, Garut Regency. The occurence of this earthquake caused damages to land and settlements. Garut Regency which has specific land use pattern, beside influenced by natural factors, influenced also by non natural factors. However, various relations between causal factor and specific land use types has not yet known clearly.

The aims of this research were : (a) Understanding the relation between some land physical factors such as elevation, slope, and soil type to land use; (b) Understanding the relation between distance of building from earthquake center (fault line/lineament) and some physical factor such as slope and soil type to damage level by earthquake; and (c) Identifying people perception about earthquake disaster effect.

Materials which used in this research were primary data and secondary data. Those data were : land unit map; imagery of SPOT year 2004; topographic map scale of 1 : 25,000; damage level data from Pasirwangi Subdistrict; and data of the result of interview. Spatial analysis between land use and damage level by earthquake to land characteristics were conducted using Geographic Information System (GIS) by overlay between land characteristics to land use and damage level by earthquake in Arc View software.

(13)

1,200-1,500 meter above sea level in Andisols, and distributed on all slope classes.

The land damages by earthquake had no relevancy with the land use pattern and its change. However, the building damages by earthquake were related to the distance from the earthquake center and soil type. So far, the people perception about earthquake occured temporarely and there was no willingness of the people moves to other place.

(14)

RINGKASAN

HENDRA ARYADI. Analisis Karakteristik Spasial Penggunaan Lahan dan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa Melalui Penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG). Studi Kasus Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut Sebelum dan Setelah Gempa. Dibawah bimbingan Baba Barus dan Iskandar.

Secara umum, penggunaan lahan dibedakan atas penggunaan lahan pertanian dan bukan pertanian. Potensi penggunaan lahan dipengaruhi oleh jenis tanah, sumberdaya mineral, vegetasi, topografi, iklim dan lokasi. Faktor yang mempengaruhi dinamika karakteristik penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yakni : (a) Faktor Fisik, (b) Sosial Ekonomi, dan (c) Kombinasi keduanya. Pengaruh faktor fisik terhadap perubahan penggunaan lahan dapat berlangsung lama dan cepat. Perubahan akibat faktor fisik yang berlangsung cepat dapat disebabkan oleh kejadian bencana alam seperti : letusan gunung berapi, gempa bumi, dan lain-lain.

Beberapa waktu yang lalu (2 Februari 2005) terjadi gempa bumi di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut. Kejadian bencana alam gempa bumi ini mengakibatkan kerusakan pada sebagian pemukiman dan lahan. Kabupaten Garut memiliki pola penggunaan lahan yang khas, yang selain dipengaruhi oleh faktor alami, juga dipengaruhi oleh non-alami. Berbagai hubungan antara faktor penyebab dan penggunaan lahan yang spesifik tersebut belum diketahui dengan jelas.

Penelitian ini bertujuan untuk (a) Memahami hubungan antara beberapa faktor sifat fisik lahan seperti elevasi, kemiringan lereng dan jenis tanah terhadap penggunaan lahan; (b) Memahami hubungan antara jarak dari pusat gempa (sesar/patahan) serta beberapa faktor sifat fisik lahan seperti kemiringan lereng dan jenis tanah terhadap tingkat kerusakan akibat gempa; dan (c) Mengidentifikasi persepsi masyarakat mengenai dampak bencana alam gempa bumi.

(15)

penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG) dengan cara tumpang tindih antara karakteristik lahan dengan penggunaan lahan dan tingkat kerusakan bangunan akibat gempa menggunakan perangkat lunak Arc View.

Hasil penelitian menunjukkan pola spasial penggunaan lahan di Kecamatan Pasirwangi terkait dengan elevasi dan jenis tanah. Sedangkan kemiringan lereng hanya berpengaruh pada beberapa tipe penggunaan lahan. Lahan sawah umumnya berada pada ketinggian kurang dari 1.000 m dpl dengan kemiringan lereng kurang dari 8% dan tanah Inceptisols. Lahan tegalan yang digunakan untuk tanaman sayuran umumnya berada pada daerah dengan elevasi 1.200-1.500 m dpl berupa sayuran dataran tinggi pada tanah Andisols pada berbagai kemiringan lereng.

Tingkat kerusakan lahan akibat gempa tidak mempengaruhi terhadap penggunaan lahan dan perubahannya. Namun tingkat kerusakan bangunan akibat gempa dipengaruhi oleh jarak dari pusat gempa dan jenis tanah. Sampai saat penelitian ini, persepsi masyarakat terhadap kekhawatiran akibat kejadian gempa hanya berlangsung sesaat dan tidak ada keinginan masyarakat untuk pindah ke tempat lain.

(16)

ANALISIS KARAKTERISTIK SPASIAL

PENGGUNAAN LAHAN DAN TINGKAT KERUSAKAN

AKIBAT GEMPA MELALUI PENGGUNAAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)

(Studi Kasus Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Sebelum dan Setelah Gempa)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

HENDRA ARYADI

A24101066

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

Judul Skripsi : Analisis Karakteristik Spasial Penggunaan Lahan

dan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa Melalui

Penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG).

Studi Kasus Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten

Garut Sebelum dan Setelah Gempa.

Nama Mahasiswa : HENDRA ARYADI

Nomor Pokok : A24101066

Menyetujui,

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr. NIP. 130 422 698

Tanggal Lulus : Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc NIP. 131 667 780

Dosen Pembimbing II

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 13 April 1983 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, putra dari pasangan Sofyan Ritung dan Sri Hartati. Penulis memulai pendidikan formal di SD N Polisi 5 pada tahun 1989-1995.

Selepas sekolah dasar, penulis melanjutkan sekolah ke SLTP N 1 Bogor hingga lulus tahun 1998. Pada tahun 1998-2001 penulis melanjutkan ke SMU N 1 Bogor. Di tahun 2001, setelah lulus dari SMU, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(19)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah…. Puji dan syukur hanya bagi Allah S.W.T. atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.

Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian dari Depertemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah “Analisis Karakteristik Spasial Penggunaan Lahan dan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa Melalui

Penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG)-(Studi Kasus Kecamatan

Pasirwangi, Kabupaten Garut Sebelum dan Setelah Gempa)”.

Selama melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Keluarga yang selalu mendukung penulis, terlebih ayahanda atas bimbingan, saran dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Iskandar selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penulisan skripsi ini. Serta Bapak Dr. Ir. Suwardi, M.Agr yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji saya.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Rykson Situmorang, M.Sc selaku pembimbing akademik penulis yang telah membantu kelancaran studi penulis.

4. Pihak Pemerintah Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut atas informasi yang diberikan menyangkut penelitian penulis..

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Mbak Reni, Mas Manijo, Rahmad dan nyonya, Shafiq dan nyonya, Setyo dan nyonya, Ricky dan nyonya, Iyan, Eli, Al Farabi Guys, kawan-kawan Tanah’38 lainnya atas segala bantuan dan kebersamaannya selama ini serta sendal dan sepatu bututku yang setia menemani ke mana pun angin berhembus.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat meskipun masih banyak hal yang perlu dikaji lebih dalam. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN... 1

1. 1. Latar Belakang... 1

1. 2. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2. 1.Penggunaan Lahan... 3

2. 2.Bencana Alam ... 4

2. 3.Sistem Informasi Geografi ... 4

III. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ... 6

3. 1. Letak dan Lokasi Kecamatan Pasirwangi ... 6

3. 2. Kondisi Fisik ... 7

3.2.1. Topografi ... 7

3.2.2. Iklim ... 7

3.2.3. Tutupan/Penggunaan Lahan ... 8

3.2.4. Keadaan Geologi ... 8

3.2.5. Fisiografi dan Bentuk Wilayah ... 10

3.2.6. Tanah ... 11

3. 3. Sosial dan Ekonomi ... 14

3.3.1. Jumlah Penduduk ... 14

3.3.2. Mata Pencaharian dan Penggunaan Lahan ... 14

IV. BAHAN DAN METODE ... 15

4. 1. Waktu Penelitian... 15

4. 2. Bahan dan Alat... 15

4. 3. Metodologi... 16

4.3.1. Tahap Persiapan/Pengumpulan Data ... 16

(21)

Halaman

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 19

5. 1. Pola dan Distribusi Tutupan/Penggunaan Lahan Berdasarkan Elevasi, Kemiringan Lahan dan Jenis Tanah ... 19

5. 2. Analisis Tingkat Kerusakan ... 28

5.2.1. Hubungan Jarak Pusat Gempa (sesar/patahan) dengan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa... 30

5.2.2. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan Kemiringan Lereng ... 31

5.2.3. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan Jenis Tanah ... 34

5.2.4. Persepsi Masyarakat Mengenai Kejadian Gempa Bumi ... 34

VI. KESIMPULAN ... 36

6. 1. Kesimpulan ... 36

6. 2. Saran ... 37

VII. DAFTAR PUSTAKA ... 38

(22)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kemiringan lereng di Kecamatan Pasirwangi,

Kabupaten Garut ... 7 Tabel 2. Jenis Penggunaan Lahan. ... 8 Tabel 3. Jenis Tanah di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut ... 13 Tabel 4. Jumlah Penduduk per Desa di Kecamatan Pasirwangi,

Kabupaten Garut Tahun 2004 ... 14 Tabel 5. Jenis mata pencaharian per Desa yang mengalami rusak parah

akibat gempa di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut... 14 Tabel 6. Hubungan Penggunaan Lahan dengan Elevasi

di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut ... 19 Tabel 7. Hubungan Penggunaan Lahan dengan Kelas Lereng

di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut ... 20 Tabel 8. Hubungan Penggunaan Lahan dengan Jenis Tanah

di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut... 20 Tabel 9. Hubungan Jarak Pemukiman dengan Pusat Gempa Terhadap

Tingkat Kerusakan Akibat Gempa ... 31 Tabel 10. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan

Kelas Kemiringan Lereng ... 31 Tabel 11. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan

(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Kecamatan Pasirwangi,

Kabupaten Garut... 6 Gambar 2. Stratigrafi Formasi Geologi Kecamatan Pasirwangi

berdasarkan Ketinggian ... 9 Gambar 3. Peta Geologi Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut... 10 Gambar 4. Peta Fisiografi Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut,

Propinsi Jawa Barat... 11 Gambar 5. Peta Tanah Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut... 13 Gambar 6. Diagram alir pelaksanaan penelitian ... 16 Gambar 7. Peta Sebaran Penggunaan Lahan Di Atas Peta Elevasi

di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut ... 21 Gambar 8. Peta Sebaran Penggunaan Lahan Di Atas

Peta Kemiringan Lerengdi Kecamatan Pasirwangi,

Kabupaten Garut... 22 Gambar 9. Peta Sebaran Penggunaan Lahan Di Atas

Peta Jenis Tanah di Kecamatan Pasirwangi,

Kabupaten Garut ... 23 Gambar 10. Lahan tegalan pada lereng curam di Kecamatan Pasirwangi,

Kabupaten Garut... 25 Gambar 11. Lahan sawah yang beralih ke lahan tegalan sayur ... 25 Gambar 12. Lahan Terbuka di Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut ... 27 Gambar 13. Kerusakan Bangunan di Kecamatan Pasirwangi,

Kabupaten Garut ... 29 Gambar 14. Kerusakan lahan di Kecamatan Pasirwangi,

Kabupaten Garut... 30 Gambar 15. Usaha tani pada lahan kering berlereng ... 30 Gambar 16. Peta Sebaran Kerusakan Bangunan Akibat Gempa

Di Atas Peta Jarak dari Garis Sesar/Patahan

(24)

Halaman

Gambar 17. Peta Sebaran Kerusakan Bangunan Akibat Gempa

Di Atas Peta Kemiringan Lereng di Kecamatan Pasirwangi,

Kabupaten Garut... 33 Gambar 18. Peta Sebaran Kerusakan Bangunan Akibat Gempa

Di Atas Peta Jenis Tanah di Kecamatan Pasirwangi,

(25)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara umum, penggunaan lahan dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok besar; yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Dinamika karakteristik penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yakni : (a) Faktor Fisik, (b) Sosial Ekonomi, dan (c) Kombinasi keduanya. Pengaruh faktor fisik lahan terhadap dinamika penggunaan lahan dapat bersifat statis dan dinamis. Sifat statis cenderung tidak berubah selama beberapa waktu, sehingga dapat dinilai dengan evaluasi kesesuaian lahan. Sementara yang dinamis akan berubah karena bencana alam seperti gempa bumi.

Gempa bumi adalah suatu kejadian alam yang disebabkan oleh aktifitas kerak bumi. Gempa bumi dapat dibedakan atas gempa bumi volkanik dan gempa bumi tektonik (Strahler et al., 1979). Gempa bumi volkanik merupakan kejadian alam yang disebabkan karena aktifitas gunung berapi. Gempa bumi tektonik merupakan kejadian alam yang disebabkan karena penurunan atau pergeseran kerak bumi di sepanjang daerah patahan dan memantul kembali ke dalam jajaran baru (UNDP, 1992). Getaran bumi tersebut dapat menyebabkan keretakan permukaan bumi, goncangan, tanah longsor, dan lain sebagainya. Kemungkinan kemunculan aktifitas ini dapat ditentukan namun waktu yang tepat tidak dapat dipastikan. Peramalannya dapat dilakukan melalui pemantauan aktifitas seismik, pengaruh historik dan observasi.

Faktor-faktor yang memberi andil besar terhadap kerentanan kejadian alam ini yaitu lokasi hunian di daerah seismik, bangunan-bangunan yang tidak tahan terhadap gerakan tanah, kumpulan bangunan padat dengan tingkat hunian yang tinggi serta kurangnya akses terhadap informasi tentang resiko. Tindakan-tindakan yang dapat mengurangi resiko gempa bumi dapat dilakukan dengan cara pemetaan bahaya, kontrol penggunaan lahan atau zonasi, serta penilaian kerentanan struktural.

(26)

informasi dari BMG, bahwa pada tanggal 2 Februari 2005 telah terjadi bencana alam gempa bumi di Kabupaten Bandung dengan kekuatan 5,2 skala Richter. Getaran dari gempa ini dapat dirasakan hingga Kabupaten Garut. Penyebab gempa tersebut adalah aktifitas sesar atau patahan Malabar, yang letaknya membujur di selatan Bandung mulai dari Banjaran hingga Ciparay, dengan panjang 20-25 kilometer yang sejak dulu terkenal sebagai pusat gempa. Akibat dari gempa bumi tersebut terdapat lima desa yang sangat parah terkena dampak gempa bumi, yakni Desa Pasirwangi, Karyamekar, Padaawas, Barusari, dan Sarimukti. Data di Posko Bantuan Bencana Gempa di desa Padaawas menyebutkan ada 2.963 rumah roboh dan rusak di lima desa tersebut. Selain itu, gempa juga merusak 324 rumah di Desa Cisarua, Kecamatan Samarang (Anonim, 2005).

Dalam menilai dinamika penggunaan lahan serta kejadian bencana alam khususnya gempa bumi diperlukan sebuah wahana yang mampu memadukan data-data yang bersifat deskriptif dengan data-data yang bersifat spasial. Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan perangkat yang tepat untuk menganalisa hal ini.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, serta pemahaman yang lebih baik mengenai penggunaan lahan, maka penetapan faktor-faktor perubahannya merupakan hal yang krusial atau penting dalam studi perubahan lingkungan global. Dengan demikian ketersediaan informasi penggunaan lahan dalam memantau pengelolaan sumberdaya lahan yang telah maupun yang sedang dilaksanakan di suatu wilayah diharapkan dapat memberikan manfaat yang seoptimal mungkin bagi kehidupan manusia. Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat. 1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

a). Memahami hubungan antara beberapa faktor sifat fisik lahan seperti elevasi, kemiringan lereng dan jenis tanah terhadap penggunaan lahan;

b). Memahami hubungan antara jarak dari pusat gempa (sesar/patahan) serta beberapa faktor sifat fisik lahan seperti kemiringan lereng dan jenis tanah terhadap tingkat kerusakan akibat gempa.

(27)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penggunaan Lahan

Lahan ialah tempat atau wilayah dimana manusia beraktifitas, baik itu menambang bahan mentah yang kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih berguna maupun kegiatan membuang limbah hasil transformasi tersebut. Dengan demikian dapat diperoleh gambaran mengenai sistem lahan, dimana sistem lahan merupakan kumpulan informasi yang berisi karakteristik yang ada di suatu lahan (Mather, 1986).

Penggunaan lahan (land use) dan penutup lahan (land cover) adalah dua istilah yang seringkali diberi pengertian yang berbeda, padahal keduanya memiliki pengertian yang sama (Subardiman, 1996). Menurut Lillesand & Kiefer (1987), penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutup lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut.

Secara umum, penggunaan lahan dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok besar; yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian sendiri kemudian dibedakan atas tegalan, sawah, kebun, padang rumput, hutan, dan sebagainya yang dapat dilihat. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dibedakan atas pemukiman (kota dan desa), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 2000). Potensi penggunaan lahan dapat dipengaruhi oleh jenis tanah, sumberdaya mineral, vegetasi, topografi, iklim dan lokasi (Jackson dan Jackson, 1996).

(28)

2.2. Bencana Alam

Letak geografi Indonesia yang membujur dari 94 o-141o BT dan 6o LU- 11o LS merupakan negara kepulauan dengan tingkat kegempaan tinggi karena terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yang bergerak satu sama lainnya (Parwati et al., 2003). Di Indonesia terdapat tidak kurang dari 130 gunung api yang digolongkan sebagai gunung api aktif. Beberapa dampak bencana letusan gunung api adalah lahar hujan besar, aliran lava, awan panas dan bahan lepas (bom, lapili, pasir dan debu).

Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa selain kondisi lahan seperti penutup lahan, topografi dan geomorfologi, curah hujan merupakan salah satu unsur iklim utama yang menentukan terjadinya bencana alam di Indonesia. Oleh sebab itu dalam inventarisasi Daerah Rawan Bencana Alam, faktor lahan, iklim harus dilibatkan secara bersamaan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa daerah yang rawan bencana alam pada umumnya adalah daerah dengan penutup lahan terbuka, permukiman, daerah marin, fluviomarin, topografi datar dan curah hujan dengan intensitas tinggi dalam waktu yang lama (Parwati et al., 2003).

Gempa bumi merupakan gerakan permukaan bumi yang bila dirasakan memiliki getaran mulai dari agak bergetar hingga sangat bergetar yang mampu menggoncangkan bangunan dan menyebabkan rekahan/retakan di permukaan bumi terbuka. Gempa bumi dapat terjadi akibat aktifitas volkanik gunung berapi maupun aktifitas tektonik berupa pergerakan tiba-tiba sepanjang patahan/sesar. Sesar yang biasa ditemukan umumnya berupa sesar normal ataupun sesar geser (Strahler et al., 1979).

2.3. Sistem Informasi Geografi

(29)

memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan dalam menangani data yang bereferensi geografi, yakni : (a) masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis dan manipulasi data, (d) keluaran (Prahasta, 2002). Oleh karena itu kekuatan utama SIG terdapat dalam hal kemampuannya menangani konsep basis data yang lain daripada sistem komputer lainnya. Sementara sistem lain memproduksi output grafis suatu masalah, basis data SIG dapat menghubungkan data spasial dan informasi geografis suatu kenampakan yang mendeskripsikan lebih jauh kenampakan tersebut tidak hanya secara grafis.

(30)

III.

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

3. 4. Letak dan Lokasi Kecamatan Pasirwangi

Kecamatan Pasirwangi memiliki luas 5.480 hektar. Secara geografis kecamatan ini terletak pada 7°10’–7°15’ Lintang Selatan dan 107° 41’ – 107° 50’ Bujur Timur (Gambar 1). Secara administratif Kecamatan Pasirwangi, merupakan salah satu dari 42 kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat, terdiri atas 12 desa; yakni : Desa Barusari, Karyamekar, Padaasih, Padaawas, Padamukti, Padamulya, Padasuka, Pasirkiamis, Pasirwangi, Sarimukti, Sirnajaya, dan Talaga.

Batas wilayah Kecamatan Pasirwangi yaitu :

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kecamatan Samarang.

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Sukaresmi dan Kecamatan Bayongbong

[image:30.612.130.509.301.679.2]

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Bandung. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Samarang.

(31)

3. 5. Kondisi Fisik

3.2.7. Topografi

[image:31.612.210.426.204.315.2]

Kecamatan Pasirwangi berada pada selang ketinggian antara 920 m sampai dengan 2.580 m diatas permukaan laut. Bentuk wilayah dan kelas kemiringan lereng di daerah ini disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kemiringan lereng di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut Kelas Kemiringan Lereng Luas (Ha)

Datar (0-3 %) 1.203

Berombak (3-8%) 294

Bergelombang (8-15 %) 1.490 Berbukit kecil (15-30 %) 1.818 Berbukit curam (30-45 %) 539

Terjal (45-60 %) 113

Sangat terjal (>60 %) 23 3.2.8. Iklim

Iklim merupakan salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan tanaman maupun faktor lingkungan lainnya. Dalam evaluasi lahan, iklim menjadi salah satu parameter penentu, selain faktor tanah dan terrain. Keadaan iklim di lokasi penelitian menurut kriteria Schmidt dan Ferguson (1951) termasuk ke dalam daerah bertipe iklim A (daerah basah). Menurut zona agroklimat (Oldeman) curah hujan di Kecamatan Pasirwangi masuk ke dalam Zona C dan D yang berarti bahwa wilayah ini mempunyai bulan basah (≥ 200 mm) berturut-turut selama 3-6 bulan dan bulan kering (≤ 100 mm) berturut-turut 2-6 bulan. Curah hujan tahunan wilayah ini berkisar antara 1.750-3.000 mm/ tahun (Barus, 2002).

Daerah kecamatan Pasirwangi merupakan bagian dari wilayah iklim hujan tropika. Wilayah ini dicirikan dengan kecilnya keragaman penyinaran matahari karena letaknya yang berada pada daerah pergerakan semu matahari terhadap bumi. Oleh karena itu daerah ini memiliki suhu udara dan kelembaban yang relatif tinggi dan seragam sepanjang tahun.

(32)

3.2.9. Tutupan/Penggunaan Lahan

[image:32.612.167.473.264.380.2]

Secara umum tutupan/penggunaan lahan di wilayah penelitian meliputi hutan, kebun campuran/semak, tegalan, pemukiman, sawah, lahan bukaan sementara (lahan kosong). Pengelompokan lahan ke dalam kelas-kelas atau tipe tutupan/penggunaan lahan di Kecamatan Pasirwangi dilakukan berdasarkan hasil interpretasi data citra satelit SPOT tahun 2004, data sekunder tahun 2002, serta pengamatan secara terbatas pada saat kegiatan pengamatan lapang. Luas masing-masing penggunaan lahan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis Penggunaan Lahan di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut. Luas

Jenis Penggunaan Lahan

Ha %

Hutan 1.552 28,33

Kebun Campuran/Semak 109 1,98

Lahan Bukaan Sementara 538 9,82

Pemukiman 456 8,33

Sawah 372 6,78

Tegalan 2.453 44,75

Total 5.480 100,00

3.2.10.Keadaan Geologi

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Garut dan Pameungpeuk skala 1 : 100.000 (Alzwar et al., 1992), Kecamatan Pasirwangi tersusun oleh tiga

formasi geologi yang kesemuanya berumur kuarter, yaitu Qgpk, Qko, dan Qypu. Formasi Qgpk adalah batuan gunung api Guntur-Pangkalan dan Kendang, yakni bahan remah lepas (eflata) dan lava bersusunan andesit dan andesit-basalan yang dihasilkan oleh kelompok gunung api tua Guntur, Gandapura, dan Pangkalan, di bagian utara, dan kelompok gunung api Kendang di bagian selatan. Tubuh-tubuh gunung api yang terbentuk di bagian timur-tengah Lembar merupakan sisa-sisa kalder (G. Kendang dan G. Pangkalan) dan Soma (Guntur Tua).

(33)

muda. Traverne (1926) mencirikan tiga bagian kaldera, masing-masing Pangkalan, Kamojang, dan Cakra.

Lava umumnya bersusunan andesit piroksen dan andesit hornblenda yang mengalami pelapukan kuat. Beberapa sumber erupsi menghasilkan lava andesit piroksen yang mengandung sedikit olivin dan andesit hornblenda.

Formasi Qko adalah formasi G. Kiamis (1705 m). Sebagian besar wilayahnya merupakan kubah obsidian bersusunan asam-menengah (dasitik) yang diselingi oleh tuf kaca yang mengandung lapili obsidian. Satuan ini muncul sebagai parasit di sebelah utara kaldera Kendang.

Formasi Qypu adalah endapan rempah lepas gunung api muda tak teruraikan. Berupa abu gunung api hingga lapili, tuf pasiran, bongkahan andesit dan basal, breksi lahar dan rempah lepas yang diendapkan melalui daya angkut air di lereng atau kaki kerucut gunung api muda atau daerah cekungan.

[image:33.612.135.503.374.559.2]

Posisi stratigrafi ketiga formasi geologi tersebut berdasarkan ketinggian disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Stratigrafi Formasi Geologi Kecamatan Pasirwangi Berdasarkan Ketinggian

Dari gambar tersebut tampak bahwa formasi termuda adalah Qypu, kemudian disusul Qko, dan Qgpk.

(34)
[image:34.612.137.502.78.331.2]

Gambar 3. Peta Geologi Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut 3.2.11.Fisiografi dan Bentuk Wilayah

Berdasarkan Peta Satuan Lahan dari data sekunder tahun 2002 (Barus, 2002) dan hasil interpretasi foto udara skala 1 : 20.000, peta topografi skala 1:25.000 dan didukung peta geologi, daerah Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut dibedakan atas 1 Grup Fisiografi, yakni : Volkanik. Selanjutnya topografi volkanik itu dibedakan atas 5 subgrup fisiografi berdasarkan satuan landform, yakni : volkanik berbahan tua, dataran volkan, pegunungan volkan, landform volkanik pada wilayah kurang tertoreh dari Gunung Kiamis, dataran volkan sempit atau daerah yang lebih rendah (Gambar 4).

Bentuk wilayah datar (lereng 0-3 %) mencakup areal dengan luas 1.203 ha (21,96% dari luas Kecamatan), terutama terdapat di Desa Pasirwangi, Sirnajaya, Barusari, Padamukti, Talaga, Padaasih, dan Padaawas. Sementara di desa lainnya memiliki luasan yang kecil (< 100 ha).

(35)
[image:35.612.131.509.156.409.2]

wilayah agak curam (lereng 15-30%) yang umumnya dijumpai di daerah dengan tingkat torehan yang sangat tinggi, yakni di bagian barat. Sebagian sisanya yaitu : curam (lereng 30–45 %) 539 ha, sangat curam (lereng 45–60%) 113 ha dan terjal (lereng > 60%) 23 ha.

Gambar 4. Peta Fisiografi Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat

3.2.12.Tanah

Tanah merupakan hasil dari proses hancuran batuan oleh iklim dan organisme yang dipengaruhi oleh topografi dan waktu. Secara umum tanah dapat dikategorikan sebagai tanah mineral dan tanah organik. Ditinjau dari segi pertanian dan penyebarannya yang lebih luas, tanah mineral lebih dikenal dibandingkan tanah organik (Soepardi, 1983).

(36)

tercuci keluar selama waktu periode geologi yang panjang. Kandungan hara seperti kalsium, magnesium dan kalium akan bervariasi. Dengan batuan masam seperti granit, sebagai bahan induk, maka kandungan hara tersebut dapat sangat rendah, tetapi dengan batuan basa seperti basalt, kandungan haranya akan tinggi atau sangat tinggi, tergantung derajat pelapukannya. Batuan gunung berapi biasanya terdapat di daerah yang bergunung. Sangat mirip dalam sifat-sifatnya dengan tanah masam, tanah basalt adalah tanah-tanah yang berasal dari batuan kapur. Ini dapat berupa tanah gunung atau tanah dataran dan merupakan bahan sisa yang tertinggal sesudah pelapukan selama periode geologi lama (William et al., 1996).

Berdasarkan peta tanah (Gambar 5) dari data sekunder tahun 2002 (Barus, 2002), klasifikasi tanah yang terdapat di wilayah Kecamatan Pasirwangi terdiri atas 3 ordo utama menurut sistem Taksonomi Tanah, yaitu : Andisols, Entisols, dan Inceptisols (Tabel 3). Andisols adalah tanah-tanah yang terbentuk dari bahan volkan dengan sifat andik atau bahan amorf. Penyebaran Andisols di Kecamatan Pasirwangi berasal dari bahan-bahan volkan Gunung Guntur, Gunung Pangkalan dan Kendang yang berumur kuarter, serta bahan volkan G. Kiamis yang berumur lebih muda. Keadaan umum tanah ini di daerah Pasirwangi mempunyai tekstur sedang sampai agak kasar dengan pH yang agak masam. Tanah ini terdiri dari great grup Hapludands. Umumnya tanah ini digunakan sebagai kebun sayuran, palawija dan sebagian masih berupa hutan dan belukar. Tan (2005) menyebutkan bahwa penggunaan lahan yang khas pada tanah Andosols (Andisols) ialah sayur-sayuran iklim dingin seperti kubis (kol), sawi, wortel, kentang, bawang daun dan lain sebagainya.

Entisols yang terdapat di Kecamatan Pasirwangi merupakan tanah-tanah yang belum berkembang dari bahan volkan. Penyebarannya tidak terlalu luas (1.131 ha atau 20,63 % dari luas total Kecamatan Pasirwangi). Umumnya digunakan sebagai tegalan, berupa tanaman kentang ataupun akar wangi dan beberapa jenis sayuran, lahan terbuka, dan sebagian lainnya masih berupa hutan, baik hutan-bambu maupun hutan-primer.

(37)
[image:37.612.134.505.200.387.2]

induk tanah ini berasal dari bahan volkan dengan sifat andik dan eutrik. Tanah ini memiliki penyebaran paling luas di daerah Pasirwangi, yakni 2.651 ha (48,37 % dari luas total). Tanah-tanah ini umumnya digunakan sebagai sawah, pemukiman, tegalan (tanaman sayuran seperti kentang, bunga kol; serta akar wangi sebagai tanaman konservasi), dan beberapa masih berupa hutan primer.

Tabel 3. Jenis Tanah di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Klasifikasi Tanah (USDA, 1994/1998) Luas

Ordo SubGrup Ha %

Entisols Andic Troporthents 482 8,79

Lithic Troporthents 605 11,04

Andic Tropopsamments 29 0,53

Typic Udipsamments 15 0,27

Andisols Typic Hapludands 1.699 31,00

Inceptisols Andic Humitropepts 668 12,20

Aquic Eutropepts 926 16,90

Fluventic Eutropepts 97 1,77

Typic Dystropepts 448 8,17

Typic Eutropepts 512 9,34

Total 5.480 100,00

Sumber : Data sekunder hasil penelitian terdahulu (Barus, 2002)

[image:37.612.134.506.429.683.2]
(38)

3. 6. Sosial dan Ekonomi

3.3.3. Jumlah Penduduk

[image:38.612.132.510.178.363.2]

Jumlah penduduk di Kecamatan Pasirwangi sebanyak 57.122 jiwa, terdiri atas penduduk laki-laki sebanyak 28.505 jiwa dan wanita 28.617 jiwa. (Tabel 4). Tabel 4. Jumlah Penduduk per Desa di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Penduduk

No. Desa KK

Laki-laki Wanita Jumlah RT RW

1 Pasirwangi 1.397 2.944 2.874 5.818 33 10

2 Pasirkiamis 997 2.118 2.079 4.197 20 5

3 Padasuka 994 2.143 2.129 4.272 18 8

4 Karyamekar 1.227 2.836 2.633 5.469 23 6

5 Padaawas 1.337 3.093 2.988 6.081 31 6

6 Barusari 1.287 2.732 2.734 5.466 30 8

7 Padaasih 1.059 2.274 2.434 4.708 28 9

8 Sirnajaya 1.030 2.150 2.148 4.298 27 6

9 Padamulya 885 1.705 1.737 3.442 16 4

10 Talaga 962 2.144 2.027 4.171 15 7

11 Sarimukti 1.091 2.119 2.563 4.682 20 6

12 Padamukti 960 2.247 2.271 4.518 27 7

Jumlah 13.226 28.505 28.617 57.122 288 82

Sumber: Statistik Kecamatan Pasirwangi, tahun 2004.

3.3.4. Mata Pencaharian dan Penggunaan Lahan

Sebagian besar penduduk di Kecamatan Pasirwangi bekerja di sektor pertanian, baik sebagai petani pemilik lahan maupun hanya sebagai buruh tani. Sedangkan di sektor perdagangan dan lainnya hanya sebagian kecil. Secara rinci mata pencaharian dari lima desa yang mengalami tingkat kerusakan terparah di Kecamatan Pasirwangi disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis mata pencaharian per Desa yang mengalami kerusakan parah akibat gempa di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut.

Desa Jenis Mata

Pencahariaan Pasirwangi Karyamekar Sarimukti Barusari Padaawas

Petani 2.063 479 125 14 560

Buruh Tani 1.211 865 275 1.152 505

Buruh Swasta 512 50 110 38

Pegawai Negeri 25 16 - 2 21

Pengrajin 75 1 - -

Pedagang 259 42 98 62 90

Peternak 1.500 60 - - 1

Nelayan - - - -

Montir 3 - - - 3

Dokter - - - - -

Bidan - 1 - - -

Total 5.648 1.514 608 1.230 1.218

[image:38.612.131.532.519.690.2]
(39)

IV.

BAHAN DAN METODE

4. 4. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan sejak bulan Agustus 2005 sampai November 2005, terdiri atas beberapa tahap, yakni : pengumpulan data, analisis/identifikasi awal, pengamatan lapang, pengolahan data (analisis data) di laboratorium dan penyusunan hasil penelitian.

4. 5. Bahan dan Alat

Bahan penelitian yang digunakan berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber baik berupa hasil penelitian terdahulu maupun data tabular dan spasial dari berbagai instansi. Sedangkan data primer adalah data hasil pengamatan lapang yang terdiri atas hasil wawancara dan identifikasi keadaan fisik daerah penelitian. Data tersebut adalah sebagai berikut : ♦ Peta Satuan Lahan lokasi penelitian bersumber dari hasil kajian terdahulu

(Barus, 2002);

Citra Satelit SPOT bulan Oktober 2004 yang digunakan pada tahap interpretasi penggunaan lahan aktual terbaru yang akan dibandingkan dengan kondisi tahun 2002;

Peta Rupabumi Lembar Samarang dan Lebaksari skala 1:25.000 (BAKOSURTANAL, 1999);

Peta geologi Lembar Garut dan Pameungpeuk skala 1:100.000 (Alzwar et al., 1992);

Data tingkat kerusakan bangunan dari wawancara langsung kepada masyarakat di lokasi penelitian.

(40)

4. 6. Metodologi

Metodologi penelitian ini dilakukan dalam dua tahap utama; yaitu : tahap persiapan/pengumpulan data dan pengolahan/analisis data. Data yang dikumpulkan berupa dua jenis data, yakni data primer dari pengamatan langsung di lapangan, data sekunder dan data-data yang telah ada dari berbagai sumber. Kegiatan pengamatan lapang dimaksudkan untuk mendapatkan validitas data dari data-data sekunder yang telah dikumpulkan. Selanjutnya dilakukan analisis data atau pengolahan data di laboratorium (Gambar 6).

4.3.1. Tahap Persiapan/Pengumpulan Data

[image:40.612.108.567.341.711.2]

Tahap ini diawali dengan pengumpulan data sekunder yang berupa peta satuan lahan/tanah dijital hasil studi terdahulu (Barus, 2002), peta geologi lembar Garut dan Pameungpeuk, peta elevasi lokasi penelitian, peta kemiringan lereng. Selanjutnya peta-peta tersebut diolah untuk menghasilkan beberapa peta melalui kegiatan sebagai berikut:

Gambar 6. Diagram alir pelaksanaan penelitian Peta

Elevasi

Peta Kontur

Interval 12,5 m

Data sekunder + Pengamatan

lapang

HUBUNGAN KARAKTERISTIK LAHAN DENGAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KERUSAKAN AKIBAT GEMPA

DEM

Klasifikasi ♣ Peta Penggunaan Lahan

Data Kerusakan Bangunan Peta Tanah

Peta Buffer Sesar Bahan Induk Tanah

Peta Geologi

Peta Kelas Kemiringan

Lereng

Analisis Kerusakan akibat Gempa dengan Karakteristik Lahan Analisis Karakteristik Lahan

dengan Penggunaan Lahan

- Klasifikasi Tingkat Kerusakan Akibat Gempa - Peta Tanah

- Penyiaman (Scanning) - Koreksi Geometrik - Digitasi Layar (On Screen)

Overlay antara Peta Elevasi, Peta Kemiringan Lereng dan Peta Tanah

dengan Peta Penggunaan Lahan

Overlay antara Klasifikasi Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan Peta Jarak dari Sumber Gempa, Peta Kemiringan Lereng dan Peta Tanah

(41)

1. Peta elevasi lokasi penelitian dibuat dari peta kontur pada peta rupabumi skala 1:25.000. Untuk memudahkan analisis karakteristik spasial penggunaan lahan, maka interval kontur dibuat dengan selang 50 m. Peta elevasi dibuat dengan menggunakan perangkat lunak ArcView GIS.

2. Peta lereng dibuat dari peta kontur dengan menggunakan software ArcView GIS dan ekstensi model builder. Peta kontur dengan interval 12,5 m diubah ke dalam bentuk Digital Elevation Model (DEM). Selanjutnya diolah dengan teknik “Model Builder” untuk mendapatkan kelas kemiringan lereng yang diinginkan. Kelas kemiringan lereng yang digunakan adalah menurut Balittanah (2004), yakni : datar (lereng 0-3 %), berombak (lereng 3-8 %), bergelombang (lereng 8-15 %), berbukit kecil (lereng 15-30 %), berbukit curam (lereng 30-45 %), terjal (lereng 45-60 %), sangat terjal (lereng > 60 %). 3. Peta penggunaan lahan aktual terbaru merupakan hasil interpretasi Citra satelit SPOT tahun 2004 dan pengamatan lapang terbatas yang dibandingkan dengan peta penggunaan lahan hasil kajian terdahulu.

4. Peta tanah yang digunakan diambil dari peta satuan lahan hasil kajian terdahulu tahun 2002.

5. Klasifikasi tingkat kerusakan bangunan akibat gempa menggunakan data kerusakan bangunan yang diperoleh dari pihak Kecamatan Pasirwangi dengan mengelompokkan ke dalam tiga kelas yang berbeda, yaitu rusak berat, rusak sedang, dan rusak ringan.

Kategori rusak berat adalah daerah dengan tingkat kerusakan lebih dari 20 %, rusak sedang 11-20 % dan rusak ringan kurang dari 11 %.

6. Peta geologi lokasi penelitian disajikan untuk mengetahui jenis batuan induk yang ada di lokasi penelitian dan pembuatan peta jarak dari sumber gempa (sesar/patahan). Kegiatan ini terdiri dari kegiatan : penyiaman peta kasar (hard copy) ke dalam bentuk soft copy (dijital), registrasi peta geologi hasil penyiaman ke koordinat peta lokasi penelitian, dan dijitasi peta geologi. 7. Peta jarak pusat gempa dengan daerah sekitarnya dibuat dari informasi garis

(42)

Setelah data sekunder terlengkapi, pengumpulan data primer dilakukan melalui kegiatan pengamatan lapang dengan mengisi kuesioner yang telah dipersiapkan. Daftar pertanyaan meliputi tingkat kerusakan akibat gempa, persepsi masyarakat terhadap kejadian gempa, penggunaan lahan aktual, dan kondisi tanah lokasi penelitian melalui pengamatan terbatas. Posisi atau titik di setiap lokasi pengamatan dicatat berdasarkan hasil pengukuran GPS. Data hasil wawancara selanjutnya diubah ke dalam bentuk dijital berupa data deskriptif.

4.3.2. Tahap Analisis/Pengolahan Data

Analisis/pengolahan data dilakukan berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan hasil pengamatan lapang yang meliputi : peta elevasi, peta kemiringan lereng, peta tanah, peta penggunaan lahan, peta zona buffer patahan gempa (peta jarak bangunan dari sumber gempa), peta tingkat kerusakan bangunan akibat gempa.

Dalam analisis karakteristik lahan dengan penggunaan lahan; peta elevasi, peta kelas kemiringan lereng dan peta tanah ditumpang tindihkan dengan peta penggunaan lahan. Kemudian disimpulkan mengenai pola dan distribusi masing-masing penggunaan lahan berdasarkan karakteristik lahan yang digunakan.

(43)

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian merupakan peta yang menunjukkan hubungan antara karakteristik lahan seperti elevasi, kemiringan lahan dan jenis tanah terhadap penggunaan lahan dan tingkat kerusakan akibat gempa di lokasi penelitian. Analisis hubungan karakteristik lahan dengan penggunaan lahan menunjukkan pola dan distribusi masing-masing penggunaan lahan di lokasi penelitian, sedangkan analisis kerusakan akibat gempa menunjukkan hubungan tingkat kerusakan dengan karakteristik lahan di lokasi penelitian.

5. 3. Pola dan Distribusi Tutupan/Penggunaan Lahan Berdasarkan Elevasi, Kemiringan Lahan dan Jenis Tanah

Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap penggunaan lahan di lokasi penelitian, tampak beberapa tipe penggunaan lahan memiliki sebaran dan pola menurut elevasi, kemiringan lereng, dan jenis tanah. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan antara faktor-faktor fisik lahan seperti lereng dan elevasi serta jenis tanah terhadap penggunaan lahan.

[image:43.612.128.517.519.704.2]

Hasil dari analisis penyebaran penggunaan lahan berdasarkan elevasi, kemiringan lereng dan jenis tanah disajikan pada Gambar 7, 8 dan 9. Sedangkan luas penyebarannya disajikan pada Tabel 6, 7 dan 8. Pola dan distribusi masing-masing penggunaan lahan diuraikan sebagai berikut :

Tabel 6. Hubungan Penggunaan Lahan dengan Elevasi di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Elevasi ( x 1000 m dpl) Total Penggunaan Lahan

0,8-1 1-1,2 1,2-1,5 1,5-2 >2 Ha %

... Ha ...

Hutan 34 192 139 766 421 1.552 28,33

Kebun Campuran/Semak 4 81 11 12 0 109 1,98

Lahan Bukaan Sementara 0 0 0 535 3 538 9,82

Pemukiman 67 181 201 7 0 456 8,33

Sawah 278 48 45 0 0 372 6,78

Tegalan 25 677 1.141 609 0 2.453 44,75

(44)
[image:44.612.126.519.112.326.2]

Tabel 7. Hubungan Penggunaan Lahan dengan Kelas Lereng di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Kemiringan Lereng (%) Total Jenis

[image:44.612.136.513.407.611.2]

Penggunaan Lahan 0-3 3-8 8-15 15-30 30-45 45-60 >60 Ha %

... Ha ...

Hutan 150 10 329 631 316 95 22 1.552 28,33

Kebun Campuran/

Semak 54 7 25 22 2 0 0 109 1,98

Lahan Terbuka 75 0 86 260 111 6 0 538 9,82

Pemukiman 191 59 135 72 0 0 0 456 8,33

Sawah 247 42 62 20 0 0 0 372 6,78

Tegalan 488 176 852 813 110 12 1 2.453 44,75

Total 1.203 294 1.490 1.818 539 113 23 5.480 100,00

Tabel 8. Hubungan Penggunaan Lahan dengan Jenis Tanah di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Jenis Tanah Total

Jenis Penggunaan Lahan

Inceptisols Entisols Andisols Ha %

... Ha ...

Hutan 599 693 261 1.552 28,33

Kebun Campuran/Semak 88 9 12 109 1,98

Lahan Bukaan Sementara 114 107 318 538 9,82

Pemukiman 352 9 96 456 8,33

Sawah 372 0 0 372 6,78

(45)
[image:45.792.85.713.136.506.2]
(46)
[image:46.792.84.713.135.505.2]
(47)
[image:47.792.84.714.137.506.2]
(48)

Sawah

Lahan sawah merupakan lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman padi sawah. Sawah-sawah yang ada di Kecamatan Pasirwangi umumnya memiliki periode tanam 2 sampai 3 kali setahun dan sebagian diantaranya diselang dengan tanaman sayuran terutama pada sawah berteras di daerah berlereng.

Luas lahan sawah keseluruhan yang teridentifikasi di Kecamatan Pasirwangi meliputi luas 372 ha atau 6,78 % dari luas wilayah Kecamatan Pasirwangi. Lahan sawah terluas terdapat di Desa Padaasih (160 ha) dan Padamukti (120 ha), desa lainnya berkisar antara 11-64 ha (Lampiran 1).

Penyebaran sawah di wilayah ini terdapat pada daerah dengan selang ketinggian 900-1.350 m dpl (Tabel 6) dan keadaan kemiringan lahan berkisar antara 0-30 % (Tabel 7). Sebagian besar lahan tersebut terdapat pada daerah dengan elevasi 900-1.000 m dpl. dengan kemiringan lahan 0-8%, sedangkan sebagian kecil pada elevasi 1.000-1.300 m dpl dengan kemiringan 9-30% berupa lahan sawah berteras.

Berdasarkan analisis tumpang tepat antara penyebaran sawah dan jenis tanah di daerah ini, ternyata bahwa lahan sawah yang ada terdapat pada jenis tanah Inceptisols (Tabel 8). Jenis tanah ini umumnya bertekstur halus dan umumnya berdrainase agak terhambat (Aquic Eutropepts).

a. Tegalan

Lahan tegalan di daerah penelitian sebagian besar digunakan untuk budidaya tanaman lahan kering seperti sayuran, dan sebagian lainnya digunakan untuk budidaya tanaman tembakau dan akar wangi. Lahan tegalan yang teridentifikasi adalah mencakup areal yang cukup luas, yakni 2.453 ha atau 44,75 % dari luas total Kecamatan Pasirwangi. Sebagian besar lahan tegalan tersebut terletak di daerah dataran tinggi dan lereng-lereng pegunungan dengan ketinggian lebih dari 950 m diatas permukaan laut (Tabel 6). Penyebaran tegalan terutama terletak di wilayah desa Padaawas, Barusari, Karyamekar, Pasirwangi, Sarimukti, Pasirkiamis, Talaga, dan Sirnajaya. Sementara desa lainnya penggunaan lahan tegalan relatif sempit yaitu kurang dari 100 ha (Lampiran 1).

(49)
[image:49.612.149.492.240.358.2]

123 ha (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa lahan tegalan yang paling luas terdapat lahan yang perlu mendapatkan perhatian dalam konservasi tanah. Dari pengamatan lapangan tampak bahwa sebagian dari lahan tersebut sudah dilakukan dengan cara berteras, namun sebagian lainnya tanpa teras (Gambar 10). Menurut Kurnia et al., 2004, bahwa lahan berlereng yang diusahakan terutama untuk tanaman semusim seperti sayuran perlu dilakukan tindakan konservasi baik secara teras bangku maupun bentuk teras lainnya agar erosi yang akan terjadi dapat dikurangi.

Gambar 10. a) Lahan tegalan pada lereng curam yang tidak ditanami tanaman sayur. b) Lahan tegalan pada daerah berlereng yang ditanami sayuran

di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut (Foto : Hendra Aryadi, September 2005).

Penyebaran lahan tegalan di daerah ini umumnya terdapat pada tanah-tanah bersifat andic (Typic Hapludands, Andic Humitropepts) serta sebagian pada Inceptisols (Aquic Eutropepts). Pada tanah yang bersifat andic umumnya bertekstur agak kasar sampai sedang dan drainase baik atau cepat, sedangkan pada Aquic Eutropepts bertekstur sedang dan drainase sedang sampai agak terhambat. Lahan sayur pada tanah Aquic Eutropepts tersebut tampaknya merupakan lahan sawah irigasi atau tadah hujan yang dirubah menjadi lahan sayuran (Gambar 11).

Gambar 11. a) Lahan sawah yang beralih ke lahan tegalan sayur. b) Lahan sawah yang dipersiapkan untuk tanaman sayur

di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut (Foto : Hendra Aryadi, September 2005).

a b

[image:49.612.147.489.522.675.2]
(50)

b. Kebun Campuran/Semak

Kebun campuran merupakan kelompok lahan yang digunakan untuk berbagai jenis komoditas pertanian terutama tanaman tahunan yang berselang-seling dengan tanaman semusim, yang umumnya dengan sistem penanaman tak teratur, sehingga sulit untuk memisahkan menjadi kelompok tanaman tertentu. Di dalam kelompok lahan ini juga terdapat lahan yang tidak digunakan untuk budidaya pertanian tetapi berupa semak dan belukar yang sulit dipisahkan karena penyebarannya yang sempit.

Luas areal lahan ini di kecamatan Pasirwangi ialah 109 ha atau sekitar 1,98 % dari luas total Kecamatan Pasirwangi. Lahan ini terletak di daerah dengan selang ketinggian 950-1.700 m diatas permukaan laut (Tabel 6). Jenis tanaman tahunan yang dijumpai adalah berupa buah-buahan tahunan, sedangkan tanaman semusim yang diusahakan adalah tanaman pangan dan sayuran seperti kubis, tomat, buncis, singkong. Penyebaran kebun campuran/semak terutama terletak di wilayah desa Padamulya, Talaga, Padaawas, dan Pasirwangi. Sementara desa lainnya penggunaan lahan ini sangat sempit yaitu kurang dari 10 ha (Lampiran 1).

Berdasarkan elevasi lahan kebun campuran umumnya berada pada ketinggian 1.000-1.200 m dpl, sedangkan pada elevasi lainnya sangat sempit. Jika menurut kemiringan lahan, maka lahan kebun campuran berada pada lahan berlereng 0-30% yang menyebar secara merata mengikuti lokasi pemukiman.

Jenis tanah pada lahan kebun campuran/semak adalah Inceptisols, Andisols dan Entisols. Pada Inceptisols sebagian besar sebagai Typic Eutropepts dan sebagian lagi pada Aquic dan Andic Eutropepts.

c. Lahan Bukaan Sementara

Penggunaan lahan ini merupakan lahan terbuka atau lahan tanpa tutupan/vegetasi yang teridentifikasi melalui data citra. Lahan ini diduga sebagai lahan hutan yang dibuka untuk dijadikan tegalan sayuran. Berada pada ketinggian 1.500-2.050 m dpl dengan kelas kemiringan lereng datar hingga terjal (Tabel 6 dan Gambar 12), namun sebagian besar terdapat lahan berlereng lebih dari 8% (Tabel 7).

(51)

Padaawas dan Karyamekar. Luas lahan terbuka yang teridentifikasi yaitu 538 ha atau 9,82 % dari luas wilayah Kecamatan Pasirwangi.

[image:51.612.229.411.197.308.2]

Lahan bukaan sementara yang berada pada dataran tinggi terdapat jenis tanah Andisols, Inceptisols dan Entisols. Sebagian besar termasuk pada jenis Andisols (Hapludands) dan yang bersifat andic, yang rencananya akan ditanami sayuran dataran tinggi.

Gambar 12. Lahan terbuka yang dipersiapkan untuk ditanami sayuran di Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut (Foto : Hendra Aryadi, September 2005)

d. Hutan

Hutan di Kecamatan Pasirwangi terdiri atas tiga jenis hutan, yaitu : hutan bambu, hutan pinus dan hutan primer. Hutan bambu terletak di sekitar pemukiman yang sudah sejak dulu berada di lokasi tersebut, berada pada ketinggian kurang dari 1.200 m dpl. Sementara hutan pinus terletak di bagian utara wilayah ini dengan luasan yang tidak terlalu besar. Hutan primer merupakan lahan hutan terluas dari ketiga jenis lahan hutan di Kecamatan Pasirwangi dan merupakan kawasan lindung yang dijaga kelestariannya oleh undang-undang. Hutan pinus maupun hutan primer berada pada ketinggian lebih dari 1.200 m dpl dengan kemiringan lahan lebih dari 15%.

Luas lahan hutan di Kecamatan Pasirwangi mencakup areal sekitar 1.552 ha atau 28,33 % dari luas total wilayah Kecamatan Pasirwangi (Lampiran 1).

Jenis tanah pada lahan ini terutama termasuk ke dalam jenis tanah Entisols dan Inceptisols. Hutan bambu dominan terletak pada tanah Lithic Troporthents dan beberapa jenis Inceptisols seperti Aquic Eutropepts, Typic Eutropepts dan Andic Humitropepts. Sementara sisanya berupa Typic Hapludands.

(52)

Inceptisols berupa Typic Dystropepts, Fluventic dan Typic Eutropepts. Sisanya dalam luasan yang cukup besar berupa jenis Andisols.

e. Pemukiman

Lahan ini merupakan lahan yang digunakan sebagai perumahan penduduk, komplek perkantoran, sekolah dengan luas 456 ha atau 8,33 % dari luas Kecamatan Pasirwangi (Lampiran 1). Di lahan ini terdapat lahan pekarangan yang ditanami tanaman sayuran (aktivitas persemaian tanaman sayuran) dan tanaman tahunan terutama buah-buahan, sehingga sulit dipisahkan dengan lahan pemukiman.

Lahan ini terletak pada ketinggian antara 900-1.650 m dpl dengan kemiringan lereng datar hingga berbukit. Perhatian khusus pada jenis penggunaan lahan ini diperlukan karena letaknya yang dekat dengan jalur patahan/sesar. Tingkat kerentanan atau bahaya runtuh bagi bangunan di lokasi ini yang dekat dengan aktifitas pergerakan bumi akan lebih besar bila dibandingkan tempat lainnya yang lebih jauh.

Jenis tanah yang dominan pada lahan ini ialah jenis Inceptisols yakni sebagai Andic Humitropepts, serta Aquic dan Typic Eutropepts. Sementara sisanya jenis Andisols dan Entisols dengan luasan sempit.

5. 4. Analisis Tingkat Kerusakan

Analisis dampak kerusakan di lokasi penelitian menggunakan beberapa parameter dalam melihat tingkat kerusakan lahan dan bangunan; yaitu jumlah bangunan/lahan yang rusak di masing-masing desa, jarak terhadap bangunan terhadap pusat gempa yaitu sesar/patahan, faktor lereng dan jenis tanah. Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk wawancara dan pengamatan lapang di lokasi penelitian.

(53)

berair bila dipirid), mengindikasikan tekstur tanahnya mengandung fraksi debu lebih banyak dibandingkan dengan tanah mineral lainnya. Tanah dengan kandungan debu tinggi mempunyai kepekaan terhadap erosi lebih tinggi, atau rentan terhadap erosi.

Perubahan yang terjadi di lokasi penelitian terlihat pada kerusakan bangunan akibat kejadian gempa (Gambar 13). Sementara itu kerusakan lahan di lokasi penelitian disebabkan karena aktifitas masyarakat yang membuka lahan-lahan pada kemiringan lereng yang besar tanpa adanya tindakan konservasi tanah yang tepat (Gambar 14).

Berdasarkan wawancara dengan petani, terdapat dua hal pokok yang menyebabkan petani tidak menerapkan teknik konservasi tanah pada lahan usaha taninya. Pertama, bedengan atau guludan yang dibuat memotong lereng atau searah kontur, sulit dan berat dalam mengerjakannya, serta memerlukan waktu lebih lama. Kedua, bedengan atau guludan searah kontur dianggap dapat menyebabkan terjadinya genangan air setelah hujan pada saluran-saluran di antara bedengan atau antar guludan, walaupun untuk sementara waktu (Gambar 15).

[image:53.612.131.509.536.644.2]

Dalam kondisi demikian masih mungkin terjadi rembesan air secara horizontal ke dalam tanah di dalam bedengan, sehingga kadar air atau kelembaban tanah di dalam bedengan meningkat, sehingga drainase tanah memburuk. Keadaan seperti itu merupakan media yang baik bagi berjangkit dan berkembangnya penyakit tanaman, terutama cendawan atau jamur yang dapat menyebabkan busuk akar atau umbi (Kurnia, 2004).

Gambar 13. Kerusakan Bangunan di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut : a) Dinding rumah yang hampir runtuh. b) Mesjid yang terlihat baru dibangun merupakan mesjid yang pernah runtuh, foto diambil tepat di lokasi garis sesar/patahan. c) Atap rumah

yang rusak (Foto : Hendra Aryadi, September 2005)

(54)
[image:54.612.212.428.80.240.2]

Gambar 14. Kerusakan lahan pada tebing-tebing merupakan akibat tindakan konservasi tanah yang tidak tepat di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut (Foto : Hendra Aryadi, September 2005).

Gambar 15. Usaha tani pada lahan kering berlereng yang tidak menerapkan tindakan konservasi tanah dengan baik (Foto : Hendra Aryadi, September 2005).

5.2.5. Hubungan Jarak Pusat Gempa (sesar/patahan) dengan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa

Pusat gempa yang dimaksudkan dalam penelitian ini ialah garis sesar atau patahan yang berada sepanjang lokasi penelitian pada desa Barusari, Karyamekar, Padaawas, dan Sarimukti. Data tingkat kerusakan bangunan yang digunakan pada penelitian ini merupakan data kerusakan bangunan dari pihak Kecamatan Pasirwangi (Tabel 9). Tingkat kerusakan bangunan di lokasi penelitian digolongkan ke dalam tiga kelompok berdasarkan persentase kerusakan bangunan yaitu rusak berat, rusak sedang dan rusak ringan. Tingkat kerusakan berat ditandai dengan persentase kerusakan bangunan akibat gempa lebih dari 20 persen, rusak sedang 11-20 %, dan rusak ringan memiliki persentase kerusakan kurang dari 11 persen

[image:54.612.215.428.294.420.2]
(55)
[image:55.612.133.527.244.442.2]

gempa dan tingkat kerusakan ringan >5 km. Namun ditemukan fakta bahwa ada satu desa yang dekat dengan pusat gempa memiliki tingkat kerusakan yang rendah, atau dengan kata lain ada penyimpangan sebesar 8,33 % (1/12 * 100%). Hal ini menunjukkan bahwa ada kelemahan dalam metode penentuan tingkat kerusakan bangunan yang digunakan. Dengan demikian ada faktor lain selain jarak terhadap pusat gempa yang lebih mempengaruhi tingkat kerusakan bangunan di lokasi penelitian (Gambar 16).

Tabel 9. Hubungan Jarak Pemukiman dengan Pusat Gempa Terhadap Tingkat Kerusakan Akibat Gempa

Jumlah Bangunan Rusak Desa Jarak Pemukiman Terhadap

Pusat Gempa (Km)

Unit Ó •Bangunan %

Barusari 0,5-2 630 1412 44,62

Karyamekar 1-2,5 340 1410 24,11

Padaawas 0,5-2,5 332 1535 21,63

Pasirwangi 1,5-4,5 218 1450 15,03

Sarimukti 2,5-5 140 1061 13,20

Padamulya 3,5-5 112 959 11,68

Talaga 3-5,5 22 941 2,34

Padasuka 5-6,5 95 932 10,19

Padaasih 6,5-8,5 79 1239 6,38

Padamukti 6,5-9 54 989 5,46

Pasirkiamis 5,5-6,5 35 950 3,68

Sirnajaya 4,5-6,5 35 1047 3,34

Total 2092 13925 15,02

5.2.6. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan Kemiringan Lereng

Hubungan antara kemiringan lereng terhadap tingkat kerusakan bangunan akibat gempa ditunjukkan pada Tabel 10 dan Gambar 17. Pada tabel terlihat bahwa tingkat kerusakan bangunan akibat gempa terjadi pada daerah datar hingga berbukit. Dengan demikian diperoleh informasi bahwa daerah pemukiman yang dekat dengan pusat gempa (daerah patahan) dan kemiringan lereng 0-30 % perlu mendapatkan perhatian khusus dalam usaha pemantauan bahaya bencana gempa. Tabel 10. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan Kelas Kemiringan Lereng

Kemiringan Lereng (%) Luas Tingkat

Kerusakan

Bangunan 0-3 3-8 8-15 15-30 30-45 Ha % ...………. Ha ...……….

Rusak Berat 39,63 9,13 55,06 17,07 0,00 120,89 2,21

Rusak Sedang 71,41 22,76 41,82 36,63 0,03 172,64 3,15

Rusak Ringan 79,50 27,09 38,60 17,78 0,00 162,97 2,97

[image:55.612.128.515.605.701.2]
(56)
[image:56.792.84.715.152.503.2]

Gambar 16. Peta Sebaran Kerusakan Bangunan Akibat Gempa Di Atas Peta Jarak dari Garis Sesar/Patahan

(57)

Gambar 17. Peta Sebaran Kerusakan Bangunan Akibat Gempa Di Atas Peta Kemiringan Lereng

[image:57.792.85.715.139.495.2]

di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

(58)

5.2.7. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan Jenis Tanah

Pada daerah pemukiman dengan tingkat kerusakan yang berat, selain karena faktor jarak pemukiman yang dekat sumber gempa, faktor lain seperti jenis tanah juga mempengaruhi tingkat kerusakan di lokasi penelitian. Lokasi dengan tingkat kerusakan yang berat menunjukkan bahwa jenis tanahnya memiliki sifat tanah bertekstur kasar, yang dalam klasifikasi tanah dikenal sebagai jenis Andisols (Tabel 11 dan Gambar

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian  di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut
Tabel 1.  Kemiringan lereng di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut
Tabel 2.  Jenis Penggunaan Lahan di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut.
Gambar 2. Stratigrafi Formasi Geologi Kecamatan Pasirwangi Berdasarkan Ketinggian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil anal isis Sidik Ragam memperlihatkan ke las kemiringan lereng dan jenis penggunaan lahan berpengaruh nyata terhadap permea bilitas tanah (Tabel 3).

Untuk karakteristik DAS yang terdiri dari kemiringan lereng, jenis tanah dan curah hujan harian rata-rata pada setiap satuan lahan perlu diklisifikasikan dan diberi

Sifat fisik tanah hasil uji laboratorium dan lapangan dapat disimpulkan bahwa keadaan lahan secara makro adalah memiliki kemiringan lereng yang cenderung datar;

Faktor apa (kemiringan lereng, tingkat erosi, permeabilitas tanah, kedalaman efektif tanah dan tekstur tanah, penggunaan lahan) yang paling berpengaruh menyebabkan lahan kritis

Berbeda dengn penelitian sebelumnya, pada penelitian untuk penelitian ini menggunakan parameter penggunaan lahan, jenis tanah, tekstur tanah, kemiringan lereng, jarak

Faktor Pembatas Kerusakan Fisik Tanah pada Penggunaan Lahan Hutan, Kebun, dan Tegalan Kecamatan Selo 77 Tabel 4.16. Korelasi Faktor Fisik Tanah dalam Indeks Kerusakan

Kerentanan fisik lingkungan suatu wilayah terhadap bencana dapat dilihat berdasarkan jenis batuan, jenis tanah, kemiringan lereng/topografi, bentuk lahan dan penggunaan

Peta a lokasi titik banjir b indeks kebasahan topografi TWI c lereng, d curah hujan, e penggunaan lahan, f elevasi, g jenis tanah Sumber : Analisis peta, 2021 3.1 Faktor penentu