• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian perubahan penutupan lahan dan arahan pengelolaan ruang daerah tangkapan air (dta) waduk batutegi Kabupaten Tanggamus Provinsi lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian perubahan penutupan lahan dan arahan pengelolaan ruang daerah tangkapan air (dta) waduk batutegi Kabupaten Tanggamus Provinsi lampung"

Copied!
334
0
0

Teks penuh

(1)

+

(2)

% $ $ "

& ' ())*

#+, - . - / /

(3)

"

#$$%&%''( ) )

* + +

+ + ) ) *

* ) ,

) ) +- .

#$$%&%''( " /

+ *

"

" +- 0#$$%

%''1 2 0%''(1 ) /

) / + ) 0#$341

, 5 6

+ * ) +

, 2 + 2

+ ) 7 8 . 9% #$$' 8 . 96 : &

,,6%''3 0;1

) ) + < =

#$$%&%''(

>' $? ) )

, 2 +

+ * 0#1 5 *

0#9 (%' $; 9% 9> ?1 0%1 5 ! / * 03 4;% 39

%' #4?1 5 * 0#3 ';# 9% ;% 44?1 )

+ 2 ) 0#1 5 * 0#4 '(9 #9

94 44?1 0%1 5 ! / * 0; $9( 3> ## >4 ?1

5 * 0%' %$9 44 ; ;$?1 + * +

, 2 )

4 %3; 96 ;(( ##> $% 6 )

+ * ) ; 9'4 96

) 493 ;'> >3 6 < )

+ ) * ) *

) ) * /

7 ) . " 6 "

(4)

"

! " " "

" # $ #

$ ! %

" $

" ! &

&''()(**+ (

, $

-!

. / "

& /

&''()(**+ ( 0 $ &'12

3 !2(4 )554(**& ,

0 6 3 !

1,+4 4. 4&&4&'1* " "

3 7 ,( &''* 3 7

!,46 % )554(**1 (**+

-0 8 " 90 6

!

% $

" # "

" !

" # " ) "

!

&:!'2- *, :* '; &''()(**+

" 5 < ( -, :,;

#

# ,)1;

1)&2; !

#

7 1,+4 4. 4&&4&'1* $

" &,!+(* '- ,(!,: ; #

1!2-(!1, (*!&2 ; # " %

(5)

- '- ; ! "

" $ 2 (1- ,4

-++!&&: '( 4 "

- ,*2 6,4 2,1!-*: :1 4 4 !

3 7 1,+4 4. 4554&'1* "

" !

% 0 8

$

" #

# $ /

" $ !

" $ 7

(6)
(7)

"%( )*+,-,.)/

0 % 0 1 2 (0#3 0 2 4

#

% 3 5

0 % 0 4 2 (0

# 3

60 0 % 0 0 " 2 (0#

(8)
(9)
(10)

! " ! # $ % ! $ & #

' ! & % %

( & # " # # "

# $

) # # * + ,

- & # $

(

. ! & # * + $ #

! /$# ! 0 $ #

1 ! /$#+1!0 # * + $ $

% $

2

3 ! # " #

# " # $

4 " /5 # 1 0

# /1 2 6

1 6 1 0

*

7 " 1 /1 6 0 " /1

0

8 + & 2 # 9 !

+ " # $ 6

6 # " #

# " # $ '883

(11)

#

: 2

(12)

0" * 1 % %

.1 ( ! % . ( % 2

3 + %

2 # & ! %

% "

1 % / 4 . # 4.&

% ! 1

! ) 5 #! )5&

% "

% 6 + .")

(13)

' ( ) *

! ( *

! $ ! +

, ! !

-! , ! ! ! $ . , $ / 0

/ 1% / , ! ! 2

$ $

$ ' ! $ ( %/ / % $

$ % , ! !

"

) 3 4

5 *

) *

/ $ 6 +

! $ +

! . +

.

/ !

/ ! 7 $ ' !

(14)

8 / / 6 $

$ ) . / / 9 -4+:). : : : 0-2

/ $

/ %

$ ) ) . !

/ $

/ %

6 $ "+

)/ , ! . ! ! $ . , "+

"-$ / "0

! ( , $ / 6 $ 42

(3/ 42

)5 ( 6 ; 4*

/ % 4*

/./ % 4*

4*

/ / 4*

/ / %/ / 4<

! 4<

$ / / 4+

. ! 40

(/ / / 40

( ( &

. ! &

(15)

$ ) . / / 9 -4+:). : : : 0-2 *0

/ $ <

/ % , <&

/ % $ $ 8 = ) 8 > <&

$ ) ) . ! <+

/ $

<-/ % ,

<-/ % $ $ 8 = ) 8 > <0

6 $ +"

, 7 ! # , ! ,

(

+"

, , ! . ! ! $ . ,

(

+4

$ / +*

( ! / 6 $ -"

. $ ( -"

) -"

) ! -4

-4

? -4

/ -&

/ -*

?/?/ -+

, ) . 02

) ( ( 0*

) . 0*

( 0<

( ) 0+

(16)

# " # $

% & ' %

( ) # "

& "

*

* ) +, !

- . ,+ / +, 0 !!

# " ) + "

11 2 333 "

33-%

1 " # " ) +

" 11 4 3332 3334 33-11 4 33-5555555555555555

%(

3 " # # " ) +

" 11 4 3332 3334 11 4

33-(3

" 6 4 "

# " ) + " 11 4

33-(

" 33* ) + (!

! ) + " *3

% ) +

# 7 !-8 # 89 8&&8 1 3

*(

( ) +

# "

*-* ) +

# "

*1

- # " # ) +

" 11 2 3332

(17)

) +

3 $ ) "

33-#

7 !-8 # 89 8 8 1 3 #

"

--; & ) " #

6 ) +

%

; $ ) "

6 ) +

(

! . +, ) "

6 ) +

1

% / 0

6 ) +

13

( 9 ) < #

) = .

(18)

& # " $

# " $ '''

( # " $ ''(

% # " $

) '''

(

# " $ ''') ''(

%

' # " $

) ''(

* + " " " *

# " $

&

* * ! +" , $ ! !

# " $

$ ,, * - $ ,, # " - "

# " $ ''(...

$ ! ! # " $

$ " /! ! 0 % (1 12 1++1 %'

& # " $ ('

$ ! ! # " $

$ "

(

( 3 4 " 5 )5 $

# " $ ) ''(...

(

% * 6 ! # " $ ''( (

* 6 ! # " $ $ "

/! ! 0 % (1 12 1++1 %'...

%'

' * 6 ! # " $ $ "

...

(19)

' (

! " ## $

) (

! " $ &

'

* (

! " ## $ &

)

+ , " ( - "" *

&

! "

&

. ! " " /

/ ## $ &0000000000

#

# 1 2 ! " /

/ ## $ &00000000000

2 ! " /

/ ## $ &

1 2 ( 3 ! "

/ / ## $ &0000000

! " /

/ ## % &

'

' ! " +

) " $

! "

.

* 4 " 5 $

! " 000000000000000

'

+ 6 ! " 00 '

& 5 7 ! " ''

. ! " ')

# 5 '*

! " '.

(20)

" #

$ % &' &((

#

)( * %

'((+ ,

,

# $ % % - '((.

$ %

/# 0

-- /

(21)

1 # $ % 2+ 3

! ! 4 5 6 / '(()

). + ! ! % - '((.

- 3 272 +) ! '!

& ((( ! '! , / '((2

0 #

$ %

$ %

"

$ % 8

$ %

9. 8 4 &9 # 9777 5

-)(* "

# $ %

--

-0 0

% # $ %

$ % " :

9 5

-" )(*

+( *

(22)

)

-- ,

8

# $ %

#

# $ %

# #

$ %

:

9 # $ %

-#

' #

8

# $ %

) "

$ %

& # $ %

#

3 - # $ %

(23)

% :

9 0 # $ % 977'

'((+

' 0 # $

%

) 0 - # $ %

& 0 #

$ %

"

(24)

#

$ %

& '

( ) &

*

$ + %,

" !

! "

, '

$

( $

(25)

0 $ * "

*

(11

*

&

!

*

!

, !

(11/

" *

"

(26)

"

* (110

$ (11 3 (11

4 $ 5 0

! "

4 & 0 ! 6

7 (112 (11/

" !

' !

8 !

!

"

4 & 0

9 ,

* 6

!

(27)

; "

/

<

"

"

6

7 (112

!

!

"

"

7

/

$ $ 5 0

! =

: (111

(28)

8

$

' (

-0

>*

*

(110

5 *

!

$ (110

7 (110

= = (11/

6

(29)

!

$

&

6

7 %

! '

( <

*

<

*

$ 9

'

:

( $

"

- 5

8

(30)

!

!

$

$

&

%2

$

; 2 4 %

&

(31)

" ! " # ! "

$ !

=

9

!

!

* (110 (110

+ ? +?

: 7 (111 +?

-(

- 0

!

(11, +?

"

+?

"

$ ! (11, : 7 (111 +?

'

(32)

*

( '

- '

&

+?

&

+?

0 '

"

! +?

& +?

%

@ 5 7 :

21 A

5

"

(33)

! * 4 4

* "

" ;

5 7 :

*

5 7

(34)

air minum, serta sebagai pengendali banjir. Untuk itu pengelolaan DTA Waduk

Batutegi harus sesuai dengan peraturan yang ada serta mempertimbangkan kondisi

fisik serta sosial ekonomi kawasan tersebut. Pengelolaan yang dimaksud harus

dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial, serta manfaat lingkungan sehingga

dapat menjamin keberlanjutannya.

Perubahan penutupan lahan yang terjadi pada DTA Waduk Batutegi

terutama perubahan penutupan hutan menjadi penggunaan lain berakibat

menggangu keseimbangan tata air karena karena hutan berfungsi sebagai pengatur

air tanah.

Salah satu permasalahan utama kehutanan adalah perambahan hutan dan

permukiman dalam kawasan. Jumlah penduduk yang semakin tinggi

menyebabkan kebutuhan akan tempat tinggal dan tempat untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya semakin tinggi dan menyebabkan kawasan hutan semakin

terancam. Demikian pula dengan keadaan DTA Waduk Batutegi yang lokasinya

berbatasan langsung dengan 4 kabupaten yaitu Kabupaten Tanggamus, Lampung

Barat, Lampung Tengah, dan Lampung Utara. Lebih lagi lahan di dalam kawasan

tergolong subur, sehingga merupakan hal yang menarik bagi penduduk sekitar

untuk masuk ke dalam kawasan.

Upaya pengelolaan DTA Waduk Batutegi yang berkelanjutan sering

menimbulkan konflik antar tujuan yang diharapkan. Secara ekonomi peningkatan

pendapatan masyarakat sering menyebabkan kerusakan lingkungan begitu juga

sebaliknya. Upaya konservasi yang dilakukan akan menghilangkan kesempatan

bagi masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan untuk mendapatkan manfaat

ekonomi, sehingga secara sosial akan menyebabkan jumlah pengangguran

meningkat. Untuk itu perlu upaya pengelolaan yang terintegrasi agar tercipta

(35)

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan

dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan

Penggunaan Kawasan Hutan, disebutkan bahwa dalam upaya pencapaian tujuan

pengelolaan hutan ditata ke dalam blok2blok pengelolaan. Blok2blok pengelolaan

dalam kawasan DTA Waduk Batutegi berupa Blok Perlindungan dan Blok

Pemanfaatan.

Untuk mendukung keberhasilan pengelolaan DTA Waduk Batutegi,

setelah kawasan ditata ke dalam blok2blok pengelolaan maka perlu dirumuskan

arahan strategi pengelolaan ruang kawasan yang memperhatikan potensi fisik dan

sosio demografi penduduk yang ada di dalam dan di sekitar kawasan.

Kerangka penelitian secara skematis diilustrasikan dalam bagan alir pada

Gambar 1 berikut ini:

Perubahan Penutupan DTA Waduk Batutegi

Pembuatan Blok2blok DTA Waduk Batutegi

Menjaga Keberlangsungan Waduk Batutegi

Mengancam Keberlangsungan Waduk

Studi Kondisi Fisik Lingkungan dan Sosio2Demografi DTA

Fungsi Hidrologi DTA Terganggu

Arahan Strategi Pengelolaan Ruang DTA

Waduk Batutegi Pengelolaan DTA Waduk

Batutegi

(36)

Wilayah kajian adalah DAS Sekampung Hulu yang merupakan DTA

Waduk Batutegi yang secara geografis terletak pada posisi pada 05006’ – 05016’

LS dan 104030’ – 104047’ BT dengan ketinggian tempat antara 175 m hingga

1.775 m dari permukaan air laut, sedangkan secara administrasi DTA Waduk

Batutegi terletak di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus.

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Agustus 2 Desember 2008.

Bahan dan alat tulis yang digunakan berupa seperangkat komputer dengan

perangkat lunak Software Microsoft Word, Microsoft Excel, Arc View versi 3.3,

Minitab versi 14, Erdas Emagine versi 8.6. dan peralatan penunjang lain seperti

alat tulis, kamera digital, GPS, serta alat tulis lainnya.

Tahapan dalam penelitian ini terdiri dari: Pengumpulan Data, Pengolahan

Data, Analisis Data, Penyusunan Tata Ruang DTA Waduk Batutegi, Evaluasi Tata

Ruang DTA Waduk Batutegi dan Strategi Arahan Pengelolaan Ruang DTA

Waduk Batutegi (SWOT).

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan

data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan penduduk dan

aparat pemerintah untuk menggali kebijakan apa yang paling tepat dalam

pengelolaan DTA Waduk Batutegi. Data sekunder yang digunakan meliputi

”Kabupaten Tanggamus Dalam Angka” yang bersumber dari Badan Pusat

Statistik (BPS) Tahun 2007, data curah hujan dan debit (Tahun 1992 s/d Tahun

2007) dari Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji2Sekampung, Peta Rupa Bumi

Indonesia (RBI) Skala 1: 50.000 Tahun 2001 dari Bakosurtanal, Peta Tanah Skala

1: 100.000 Tahun 1983 dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor, Citra

Landsat kawasan DTA Waduk Batutegi Tahun 1992 dan 2000 dari BTIC Biotrop

(37)

Adapun data sekunder selengkapnya yang digunakan dalam penelitian ini

disajikan pada Tabel 1, sedangkan diagram alir penelitian dalam Gambar 2.

Tabel 1 Jenis dan Sumber Data Penelitian

!

Peta Tanah Tahun 1983 1:100.000 Analog Pusat Penelitian Tanah dan

Agroklimat Bogor

Peta RBI Tahun 2001 1: 50.000 Digital Bakosurtanal

Peta Kawasan DTA Waduk Batutegi Tahun 2007

1:100.000 Digital Dinas Kehutanan Provinsi Lampung

Peta Landuse Tahun 2007 1:100.000 Digital BPDAS Sekampung2Seputih

Peta Satuan Lahan DTA Waduk Btutegi

1:100.000 Digital Banuwa (2008)

Peta RTRW Kabupaten Tanggamus

1:100.000 Digital Bappeda Kabupaten

Tanggamus Citra Landsat TM5 dan ETM7

Path/Row 124/064 Aqc. 26 Juni 1992 dan Acq. 5 April 2000

2 Digital BTIC Biotrop

Citra Aster Tahun 2007 2 Digital Dinas Kehutanan Provinsi

Lampung Data Curah Hujan dan Debit

Tahun 199222007

2 Tabular Balai Besar Wilayah Sungai

Mesuji Sekampung Data Podes

Tahun 2000,2003,2006

2 Tabular Lab. Bangwil, IPB

Tanggamus dalam Angka (Tahun 2000 – 2007)

2 Tabular Bappeda Tanggamus & BPS

(38)

Gambar 2 Diagram Alir Tahap Penelitian Pengumpulan Data

Citra Landsat 1992, 2000 & Aster 2007

Peta Penutupan Lahan Tahun 1992,2000 dan

2007 Interpretasi dan

Klasifikasi Penutupan Lahan

Data Primer (Wawancara)

Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal yang

Berpengaruh terhadap Pengelolaan DTA

Waduk Batutegi

Analisis SWOT Data

2 Curah Hujan 2 Debit

Keterkaitan Perubahan Penutupan

Lahan dan Curah Hujan Terhadap Debit

Serta Erosi Perubahan Penutupan Lahan

Peta Kesesuaian Blok

Pembuatan Blok dikombinasikan dengan

Kepres 32 1990, Permenhut P3 /Menhut2

II/2008, dan Tutupan Hutan 2007

Kebijakan Pengelolaan DTA Waduk Batutegi

Blok 2 Blok 1

Arahan Pengelolaan DTA

Waduk Batutegi

Peta Topografi

Peta Tanah

Data Demografi Podes Tahun 2000, 2003, dan

2006 Pengelolaan DTA

Waduk Batutegi

Skenario 2 Kelas Kemampuan

Lahan

Skoring (Lereng, Curah Hujan,

(39)

"

Perubahan penggunaan lahan secara efektif dapat dilakukan melalui

pengolahan citra penginderaan jauh, karena data yang berasal dari ekstraksi citra

tersebut memberikan informasi yang cukup baik dengan cakupan yang luas.

Ekstraksi citra untuk mendapatkan informasi digital penggunaan lahan dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1. Koreksi geometri

Akuisisi citra yang dipengaruhi oleh rotasi bumi, kelengkungan bumi,

kecepatanscanningdan efek pankromatik menyebabkan posisi setiap obyek di

citra tidak sama dengan posisi geografis yang sebenarnya. Untuk itu perlu

dilakukan koreksi terhadap distorsi geometrik tersebut dengan melakukan

transformasi koordinat citra ke koordinat bumi dan resampling citra.

Transformasi koordinat dilakukan dengan bantuan titik kontrol darat (ground

control pointatauGPC)yang didapat dari peta topografi (referensi).

Transformasi koordinat dibangun dengan persamaan polynomial

berordo dua yang membutuhkan minimal enam GCP. Semua titik kontrol

diasumsikan merata pada citra. Akurasi dari koreksi geometri ditentukan

dengan memilih titik GCP yang mempunyai nilai RMS < 0,5 piksel, sehingga

nilai GCP yang mempunyai RMS > 0,5 piksel harus diganti dengan GCP yang

baru.

2. Penajaman Citra

Penajaman citra dilakukan untuk memperoleh tampilan citra yang

tajam dan jelas agar interpretasi dilakukan dengan lebih mudah. Teknik

penajaman citra terdiri atas teknik paduan warna (color composite) dan

perentangan (stretching).

3. Klasifikasi Penutupan Lahan Tahun 1992, 2000, dan 2007.

Klasifikasi merupakan proses pengelompokan piksel2piksel yang

mempunyai ciri sama menjadi kategori tertentu. Pada klasifikasi data citra

Landsat yang mempunyai tujuh saluran spektral dengan kisaran digital

number 0 – 255 akan menghasilkan satu saluran hasil klasifikasi yang terdiri

(40)

Metode klasifikaasi yang digunakan adalah supervised (terbimbing) dengan

pendekatan Maximum Likehood Classification (MLC). Klasifikasi terbimbing

dilakukan berdasarkan area contoh (training area) yang telah ditetapkan

sebelumnya terhadap obyek2obyek yang mudah dikenali dan representatif

pada citra/permukaan bumi yang diketahui kategorinya dengan membuat

poligon2poligon.

Hasil klasifikasi tersebut diverifikasi di lapangan, dengan tujuan untuk

mengidentifikasi obyek2obyek atau penggunaan lahan yang masih diragukan

dan untuk menguji akurasi hasil klasifikasi. Untuk memperbaiki hasil

klasifikasi dilakukan klasifikasi lanjutan dengan cara menumpangtindihkan

(overlay) peta hasil klasifikasi dengan citra asli kemudian dilakukan editing

secara manual dengan cara digitasi layar (onscreen digitizing). Klasifikasi

lanjutan akan berguna dalam menentukan perbaikan klasifikasi sehingga

mendapatkan kombinasi klasifikasi digital dan visual peta penutupan lahan

yang terbaik (Andriani 2007).

!

Analisis untuk mendeteksi perubahan penutupan lahan dilakukan dengan

cara menumpangtindihkan peta penutupan lahan tahun 1992, 2000 dan 2007

dengan software Erdas Imagine 8.6 melalui fungsi modeler dengan rumus

perubahan penutupan lahan (A21) * jumlah kelas + B, dimana A adalah peta

penutupan lahan pada t0 sedangkan B adalah peta penutupan lahan pada t1.

Diagram alir untuk analisis perubahan penutupan lahan disajikan pada Gambar 3.

Transisi Matrix

Pola Perubahan Penutupan Lahan

Image 2 (Citra)

Registrasi

Klasifikasi Intepretasi

Land cover/Land use

Registrasi

Klasifikasi Intepretasi

Land cover/Land use

Image 1 (Citra)

(41)

!

Analisis tekanan penduduk merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kondisi lingkungan sekitarnya. Semakin besar tekanan penduduk

pada suatu wilayah atau semakin besar kebutuhan hidup manusia terhadap

lingkungan, maka akan semakin besar pula tekanannya terhadap perubahan

penggunaan lahan. Menurut Soemarwoto (1985), tekanan penduduk dihitung

dengan menggunakan rumus:

t t t

t L

r P f Z

ITP= 0(1+ )

Dimana:

ITP = Indeks tekanan penduduk

t

Z = Luas lahan minimal per petani untuk hidup layak

0

P = Jumlah penduduk pada t0

ft = Proporsi petani dalam populasi

r = Laju pertumbuhan penduduk rata2rata pertahun

t = Rentang waktu dalam tahun

t

L = Total luas lahan pertanian

Indeks tekanan penduduk menurut Kepmenhut Nomor 52/kpts2II/2001 tentang

Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai diklasifikasikan

sebagai berikut : ITP < 1 kategori ringan, ITP = 122 kategori sedang dan ITP > 2

kategori berat.

Data yang digunakan dalam analisis tekanan penduduk berasal dari data

sekunder yaitu data Podes 2000, 2003, 2006 sedangkan unit wilayah yang

digunakan adalah desa2desa di dalam dan di sekitar DTA Waduk Batutegi.

# $

Penataan ruang DTA Waduk Batutegi ke dalam blok2blok pengelolaan

dilakukan dengan 2 (dua) metode yaitu : metode Kepmentan Nomor :

837/Kpts/Um/II/1980 dan metode Kelas Kemampuan Lahan. Penataan DTA

Waduk Batutegi di atas dikombinasikan dengan Keputusan Presiden Nomor : 32

Tahun 1990, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.3/MenHut2II/2008, dan

(42)

% &'() )*

)++)+,&-Dasar ini digunakan untuk mendapatkan lokasi yang tepat dalam

pembagian blok2blok kawasan DTA Waduk Batutegi yang didasarkan pada

potensi serta persyaratan yang dibutuhkan untuk masing2masing blok. Secara

teknis pelaksanaannya esensi Kepmentan ini dapat dijabarkan dalam bentuk

analisis operasi tumpangtindih (overlay) serta operasi2operasi Sistem Informasi

Geografis (SIG) lainnya terhadap peta2peta tematik yang ada. Analisis SIG ini

dilakukan terhadap data fisik kondisi DTA Waduk Batutegi, yaitu lereng,

erodibilitas tanah dan curah hujan.

Untuk mengidentifikasi blok2blok pengelolaan kawasan DTA Waduk

Batutegi pada tahap awal dilakukan dengan pembobotan terhadap parameter kelas

lereng, jenis tanah, dan curah hujan harian rata2rata kemudian dilakukan skoring

dengan cara menjumlahkan masing2masing bobot setelah dilakukan operasi

tumpangtindih (overlay). Adapun pembobotan yang digunakan terhadap

parameter kelas lereng, jenis tanah, dan curah hujan harian rata2rata disajikan pada

Tabel 2, 3, dan 4 (Kepmen Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980) dalam

(Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).

Tabel 2 Nilai bobot berdasarkan klasifikasi kelas lereng

Kelas Lereng Kategori Bobot

0%28% 8%215% 15%225% 25%240%

>40%

Datar Landai Agak Curam

Curam Sangat Curam

20 40 60 80 100 Sumber : Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007

Tabel 3 Nilai bobot jenis tanah berdasarkan kepekaan terhadap erosi

Jenis Tanah Kategori Bobot

Alluvial, Tanah glei, Planosol, Hidromorf, Laterik,

Latosol

Brown Forest Soil, Non Calcic, Brown, Mediteran

Andosol, Laterit, Grumosol, Podsol, Podsolik Regosol, Litosol, Organosol, Renzina

Tidak peka

Agak peka Kurang peka

Peka Sangat peka

15

30 45

(43)

Jenis tanah yang diperoleh dari data sekunder menggunakan klasifikasi

sistem USDA, sedangkan kriteria menurut Kepmentan No. 837/kpts/Um/II/1980

menggunakan sistem klasifikasi Dudal2Supraptohardjo, sehingga untuk

menggunakan analisis ini perlu dicarikan padanannya. Padanan jenis tanah pada

kawasan DTA Waduk Batutegi dapat dilihat pada Lampiran 16.

Tabel 4. Nilai bobot berdasarkan klasifikasi intensitas curah hujan harian

Intensitas Hujan Harian Rata2rata Kategori Bobot

<13,6 mm/hari

13,6220,7 mm/hari

20,7227,7 mm/hari

27,7234,8 mm/hari

>34,8 mm/hari

Sangat rendah

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat tinggi

10

20

30

40

50

Sumber : Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007

Data2data disajikan dalam format digital sebagai layer2layer informasi

yang berbeda yang selanjutnya dilakukan operasi tumpangtindih (overlay) dengan

kriteria bobot ≥175 merupakan blok perlindungan, bobot antara 125 – 174

ditetapkan sebagai blok pemanfaatan terbatas, dan bobot ≤ 124 ditetapkan sebagai

blok pemanfaatan budidaya (hutan kemasyarakatan).

Berdasarkan penilaian tersebut, maka blok2blok pengelolaan DTA Waduk

Batutegi dibagi menjadi 2 (dua) blok pengelolaan utama yaitu : Blok

Perlindungan dan Blok Pemanfaatan. Selanjutnya Blok Pemanfaatan dapat dibagi

menjadi 2, yaitu Blok Pemanfaatan Terbatas dan Blok Pemanfaatan Budidaya

(Hutan Kemayarakatan).

Blok perlindungan ditetapkan dengan kriteria memiliki skor bobot ≥ 175. Hal ini

berdasarkan pertimbangan bahwa kawasan tersebut sangat mudah dipengaruhi

oleh aktivitas manusia dalam kawasan, sehingga kawasan tersebut perlu

dilindungi. Kriteria lain yang digunakan untuk mempertahankan fungsi hidrologi

DTA Waduk Batutegi namun tidak terakomodir dalam kriteria Kepmentan

Nomor: 837/Kpts/Um/II/2008, yaitu : Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990,

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.3/MenHut2II/2008, dan Land

(44)

Kawasan hutan dengan lereng > 40%.

Mempunyai ketinggian >2.000 dari permukaan laut.

Sempadan pantai sejauh 100 m .

Jalur sempadan sungai, 100 m di kiri2kanan sungai besar dan 50 m kiri

kanan anak sungai.

Kawasan sekitar waduk/danau, 500 m dari titik pasang tertinggi.

Kawasan sekitar mata air, sekurang2kurangnya dengan jari2jari 200 m.

Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam, suaka margasatwa, hutan

wisata, daerah perlindungan plasma nutfah dan daerah pengungsian satwa.

Kriteria kawasan pantai berhutan bakau adalah minimal 130 kali nilai rata2

rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis

air surut terendah ke arah darat.

Kriteria kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang diidetifikasi

sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan

gunung berapi, gempa bumi, dan tanah longsor.

Blok Pemanfaatan ditetapkan berdasarkan kriteria skor bobot 45 – 174. Blok ini

terbagi menjadi dua yaitu:

Blok pemanfaatan terbatas dengan skor bobot 125 – 174 serta

Blok pemanfaatan budidaya (Hutan Kemasyarakatan) dengan skor bobot ≤

124.

Blok pemanfaatan budidaya (hutan kemasyarakatan) diperuntukan untuk

kepentingan aktivitas dan sarana penunjang kelompok masyarakat tertentu yang

sudah ada di dalam kawasan serta untuk memulihkan atau memperbaiki kondisi

ekosistem kawasan yang mengalami kerusakan, dengan kriteria:

Telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupan

lainnya.

Berbatasan langsung dengan kawasan penyangga atau kawasan budidaya.

Adanya perubahan fisik dan hayati yang pemulihannya diperlukan campur

(45)

Sistem klasifikasi kemampuan lahan yang digunakan mengacu pada

Departemen Pertanian Amerika Serikat (United Stated Departement of

Agriculture). Menurut sistem ini lahan dikelompokkan ke dalam tiga kategori

utama yaitu Kelas, Subkelas dan Satuan Kemampuan (capability units) atau

Satuan Pengelolaan (management unit). Pengelompokan ke dalam kelas

didasarkan atas intensitas faktor pembatas/penghambat. Jadi kelas kemampuan

lahan adalah kelompok unit lahan yang memiliki tingkat pembatas atau

penghambat (degree of limitation)yang sama jika digunakan untuk pertanian yang

umum (Sys et al. 1991 dalam Arsyad 2006). Dalam sistem ini sifat kimia tanah

tidak digunakan sebagai pembeda karena sifat kimia sangat mudah berubah,

sehingga kurang relevan untuk digunakan. Sifat2sifat tanah lahan yang digunakan

sebagai pembeda hanyalah sifat2sifat fisik/morfologi tanah yang dapat diamati di

lapangan (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).

Tanah dikelompokkan ke dalam kelas I sampai dengan kelas VIII, dimana

semakin tinggi kelas maka kualitas lahanya semakin jelek serta pilihan

penggunaan lahannya semakin terbatas. Lahan kelas I sampai dengan kelas IV

merupakan lahan yang sesuai untuk pertanian sedangkan lahan kelas V sampai

dengan kelas VIII tidak sesuai untuk usaha pertanian. Skema hubungan antara

kelas kemampuan lahan dengan intensitas penggunaan lahan lebih lengkap

disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Skema hubungan antara Kelas Kemampuan Lahan dengan intensitas

penggunaan lahan

Intensitas dan macam penggunaan lahan meningkat

Kelas Kemampuan Lahan

Hutan Pengembalaan Pertanian

Cagar alam

Hutan Ter2

batas

Sedang Intensif Ter2 batas

Sedang Intensif Sangat intensif

I XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX II XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX

III XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX IV XXX XXX XXX XXX XXX XXX

V XXX XXX XXX XXX XXX VI XXX XXX XXX XXX

Hambatan meningkat dan pilihan penggunaan lahan berkutang

VII XXX XXX XXX VIII XXX

(46)

Berdasarkan kelas kemampuan lahan DTA Waduk Batutegi dibagi ke

dalam 2 (dua) blok pengelolaan utama yaitu : Blok Perlindungan dan Blok

Pemanfaatan. Selanjutnya Blok Pemanfaatan dapat dibagi menjadi 2, yaitu Blok

Pemanfaatan Terbatas dan Blok Pemanfaatan Budidaya (Hutan Kemayarakatan).

Blok perlindungan ditetapkan dengan kriteria kelas kemampuan lahan kelas V

sampai dengan kelas VIII, kelas kemampuan lahan kelas I – IV yang berada pada

puncak bukit serta kriteria lain yang didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor

32 Tahun 1990, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.3/MenHut2II/2008 serta

Land Cover/Tutupan Hutan Tahun 2007. Blok pemanfaatan terbatas merupakan

lahan dengan kelas kemampuan lahan kelas IV sedangkan Blok pemanfaatan

budidaya (hutan kemasyarakatan) adalah lahan dengan kelas kemampuan lahan

kelas I2III.

. $

Evaluasi penataan DTA Waduk Batutegi ke dalam blok2blok pengelolaan

dilakukan terhadap prediksi debit minimum dan prediksi erosi. Prediksi debit

minimum dilakukan dengan analisis korelasi dan regresi debit minimum dengan

perubahan penutupan lahan DTA Waduk Batutegi periode tahun 1992 sampai

dengan 2007. Sedangkan prediksi erosi menggunakan metode USLE dengan

menggunakan data sekunder R (erosivitas hujan), K (erodibilitas tanah), dan LS

(faktor kelerengan) yang diperoleh dari hasil penelitian (Banuwa 2008) Lampiran

20, sedangkan nilai C (tutupan lahan) diperoleh berdasarkan hasil analisis Citra

Aster Tahun 2007.

! !

Untuk mengetahui hubungan antara perubahan penutupan lahan dengan

fluktuasi debit yang terjadi dilakukan dengan analisis korelasi. Analisis korelasi

digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan dua peubah sebagai salah satu

pertimbangan dalam melihat ada atau tidak adanya hubungan sebab akibat antar

peubah tersebut. Dalam korelasi sederhana, keeratan sifat antara peubah akan

ditunjukkan dalam bentuk berkorelasi positif, negatif atau tidak berkorelasi. Dua

(47)

artinya kenaikan sejumlah nilai pada peubah x akan diikuti oleh kenaikan nilai

pada peubah y yang bergantung pada besaran nilai koefisien korelasinya. Di lain

pihak, bila memiliki kecenderungan yang berlawanan arah dinyatakan berkorelasi

negatif, artinya peningkatan sejumlah nilai pada peubah x diikuti penurunan

peubah y atau sebaliknya. Dua peubah disebut tidak berkorelasi atau tidak

memiliki hubungan sama sekali jika nilai koefisien mendekati nol. Analisis

korelasi yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis korelasi Pearson’s

product Moment. Koefisien korelasi dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai

berikut :

Dimana :

r = koefisien korelasi

n = ukuran populasi (Jumlah titik tahun : 3)

x = nilai peubahx(Penutupan lahan tahun 1992, 2000, dan 2007)

y = nilai peubahy(Debit minimum tahun 1992, 2000, dan 2007)

Analisis Regresi

Untuk melihat hubungan antara dua atau lebih variabel yang saling

berkorelasi dilakukan analisis regresi. Analisis regresi dibedakan menjadi dua

yaitu analisis regresi sederhana (simple linier regresion) dan analisis regresi

berganda (multiple regresion). Analisis regresi linier menunjukkan hubungan

antara variabel tidak bebasydan satu variabel bebasx.

Model umum regresi linier sederhana yang mengambarkan respons variabelyoleh

adanya perubahan variabel bebasxadalah :

(48)

Y = β0+ β1X + ε

Dimana :

Y = Variabel tak bebas (Penutupan lahan tahun 1992,2000, dan 2007)

X = Variabel bebas (Debit minimum tahun 1992,2000, dan 2007)

β0,β1 = Koefisien regresi

ε =error

Prediksi Erosi

Prediksi erosi dari sebidang tanah adalah metoda untuk memperkirakan

laju erosi yang akan terjadi dari tanah yang memiliki penggunaan lahan dan

pengelolaan tertentu. Jika laju erosi yang akan terjadi telah dapat diperkirakan

dan laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan (permissible atau

tolerable erotion) sudah dapat ditetapkan, maka dapat ditentukan kebijaksanaan

penggunaan lahan dan tidakan konservasi tanah yang diperlukan agar tidak terjadi

kerusakan lahan dan tanah dapat dipergunakan secara produktif dan lestari.

Tindakan konservasi tanah dan penggunaan lahan yang diterapkan adalah yang

dapat menekan laju erosi agar sama atau lebih kecil dari pada laju erosi yang

dapat dibiarkan (Arsyad 2006).

Suatu model parametrik untuk memprediksi erosi dari suatu bidang tanah

telah dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith yang disebut theUniversal Soil

Loss Equation(USLE). Persamaan USLE adalah sebagai berikut:

A = R.K.L.S.C.P (Arsyad 2006).

Dimana:

A = Banyaknya tanah tererosi dalam ton perhektar pertahun

R = Faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi

hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan

intensitas hujan maksimum 30 menit (I30), tahunan.

K = faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk

tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak percobaan yang

(49)

L = Faktor panjang lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan

suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang

lereng 22 meter di bawah keadaan yang identik.

S = Faktor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari

suatu tanah dengan kecuraman tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah

dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik.

C = Faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisbah antara

besarnya erosi dari suatu arel dengan vegetasi penutup dan pengelolaan

tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa

tanaman.

P = Faktor tindakan2tindakan khusus konservasi tanah, yaitu nisbah antara besar2

nya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus

seperti pengolahan menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras

terhadap besarnya erosi tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan

identik.

Simulasi prediksi erosi dilakukan pada kondisi eksisting tahun 2007 serta

bila kondisi DTA Waduk Batutegi telah sesuai dengan perencanaan yaitu DTA

Waduk Batutegi dibagi kedalam blok2blok pengelolaan berdasarkan Kepmentan

Nomor.837/Kpts/Um/II/1980 dan Kelas Kemampuan Lahan. Prediksi erosi pada

kondisi DTA Waduk Batutegi yang telah sesuai dengan perencanaan diperkirakan

akan lebih baik bila dibandingkan dengan kondisi eksisting tahun 2007 dimana

faktorC(tutupan lahan) dan faktorP(tindakan konservasi) telah diubah.

! $

Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk

merumuskan strategi pengembangan suatu usaha. Analisis ini didasarkan pada

logika yang dapat memaksimalkan Kekuatan (Strength), dan Peluang

(Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan Kelemahan

(Weakness)danAncaman (Threats).Proses pengambilan keputusan strategi selalu

(50)

dilakukan. Dalam upaya pengelolaan DTA Waduk Batutegi perlu dilakukan

analisis lingkungan eksternal dan internal, sehingga upaya yang akan dilakukan

tersebut dapat menjadi efektif dalam pencapaian sasaran karena dapat diketahui

dampak penting yang ditimbulkannya. Dengan demikian dapat ditetapkan

rencana2rencana strategis yang mungkin perlu dilakukan sebagai antisipasinya.

Tujuan dari analisis SWOT adalah mengkombinasikan isi masing2masing

kuadran untuk meningkatkan kekuatan dan peluang serta mengurangi kelemahan

dan ancaman.

Menurut (Iskandarini 2002), proses penyusunan strategi dengan metode

SWOT dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap masukan, tahap analisis, dan

tahap keputusan. Tahap akhir analisis kasus adalah memformulasikan keputusan

yang akan diambil. Keputusannya didasarkan atas justifikasi yang dibuat secara

kualitatif maupun kuantitatif. Proses penyusunan perencanaan strategis dapat

dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Kerangka Analisis SWOT

1. Tahap Masukan

Matrik Evaluasi Matrik Evaluasi

Faktor Eksternal Faktor Internal

2. Tahap Analisis/Pencocokan

Matrik Matrik internal

TOWS Faktor eksternal

3. Tahap Pengambilan Keputusan

Matrik perencanaan strategis kuantitatif

(Quantitative Strategic Planning Matrik(QSPM) Sumber : Rangkuti 2001

Menurut (Umar 1999 dalam Utami 2008), tahap masukan atau tahap

pengumpulan data, merupakan tahap klasifikasi dan pra analisis. Pada tahap ini

data dibedakan menjadi 2, yaitu data sebagai faktor eksternal dan data sebagai

faktor internal yang mempengaruhi kebijakan DTA Waduk Batutegi. Hasil

analisis faktor ekternal dan internal ini selanjutnya dibuat sebagai suatu matrik,

yaitu matrik faktor strategi eksternal (EFAS =External Factor Analysis Strategic)

(51)

Langkah menentukan faktor strategi eksternal adalah sebagai berikut :

1. Menyusun 5 sampai dengan 10 hasil inventarisasi faktor peluang dan ancaman

dalam kolom 1, (apabila hasil inventarisasi lebih dari 10, dilakukan skoring

dan dipilih yang memiliki nilai 10 terbesar).

2. Memberikan bobot masing2masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0

(sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Pembobotan dilakukan

berdasarkan hasil kesepakatan/wawancara dari responden. Jumlah

pembobotan adalah 1,0.

3. Menghitung rating untuk masing2msing faktor pada kolom 3, dengan

memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor)

berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi pengelolaan DTA

Waduk Batutegi. Pemberian rating untuk faktor peluang bersifat positif

(peluang yang semakin besar diberi rating 4, tetapi jika peluangnya kecil

diberikanrating1). Pemberian rating ancaman adalah kebalikannya. Ancaman

yang sangat besar diberikan rating 1 dan bila nilai ancamannya kecil, maka

ratingyang diberikan adalah 4.

4. Menghitung skor, yaitu dengan mengalikan bobot pada kolom 2 dengan

rating pada kolom 3, untuk memperoleh skor untuk semua critical succes

factors.

5. Menjumlahkan skor pembobotan untuk memperoleh total skor pembobotan

bagi pengembangan kebijakan pengelolaan DTA Waduk Batutegi. Selanjutnya

melakukan analisis faktor internal (IFAS) dengan cara yang sama, yaitu dari

faktor kekuatan dan kelemahan DTA Waduk Batutegi

Setelah matrik strategi faktor internal dan eksternal dibuat, langkah

berikutnya adalah tahap pencocokan dengan matrik TOWS atau SWOT. Tabel 7

adalah matrik TOWS (SWOT) yang disusun berdasarkan hasil analisis faktor

(52)

Tabel 7 Matrik TOWS (SWOT)

IFAS

EFAS

STRENGTHS (S)

* Tentukan 5210 faktor

kekuatan internal

WEAKNESSES (W)

* Tentukan 5210 faktor

kelemahan internal

OPPORTUNITIES (O) *Tentukan 5210 faktor

peluang eksternal

STRATEGI SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

STRATEGI WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

THREATS(T)

* Tentukan 5210 faktor ancaman eksternal STRATEGI ST Ciptakan strategi yang

menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

STRATEGI ST Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

STRATEGI WT

Ciptakan strategi yang

meminimalkan elemahan dan menghindari ancaman

Sumber: Rangkuti 2001

Dari hasil analisis faktor internal dan faktor eksternal, diperoleh 4 tipe strategi,

yaitu Strategi SO, Strategi WO, Strategi ST dan Strategi WT.

1. SO strategies, menggunakan kekuatan internal untuk meraih dan

memanfaatkan peluang2peluang ang ada

2. WO strategies, strategi ini bertujuan untuk memperkecil kelemahan dengan

memanfaatkan peluang yang ada.

3. ST strategies, adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki

untuk mengatasi ancaman.

4. WT strategies, merupakan taktik untuk bertahan yang diarahkan untuk

mengurangi kelemahan2kelemahan internal serta menghindar dari ancaman2

ancaman lingkungan.

Tahap berikutnya adalah tahap pengambilan keputusan (decisions stage).

Langkah ini adalah tahap terakhir dalam menentukan alternatif strategi terpilih

yang mungkin dapat diimplementasikan. Teknik analisis yang dipakai adalah

Quantitatif Strategic Planning Matrix (QSPM), yaitu teknik untuk menunjukkan

strategi alternatif mana yang paling baik untuk dipilih. QSPM menggunakan input

dari hasil analisis faktor internal dan eksternal serta hasil analisis tahap

(53)

mengevaluasi pilihan strategi alternatif secara obyektif, berdasarkan faktor

internal dan eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya.

Adapun tahap pelaksanaan teknik analisis QSPM adalah sebagai berikut:

1. Membuat daftar external opportunities/threats dan internal strenghts/

weakness di kolom sebelah kiri QSPM. Informasi ini diambil langsung dari

EFAS dan IFAS matrik (analisis strategi faktor internal dan eksternal) dengan

masing2masing minimal 10 faktor, diletakkan pada kolom 1.

2. Memberikan nilai rating masing2masing faktor (nilai sama dengan EFAS dan

IFAS matrik) yang diletakkan pada kolom 2.

3. Meneliti strategi yang telah dipilih dalam tahap pencocokan dengan SWOT

dan identifikasi strategi yang dipertimbangkan pelaksanaannya. Letakkan

strategi di bagian atas tabel QSPM.

4. Menetapkan Attractiveness Score (AS), yaitu sebuah angka yang

menunjukkan relative attractiveness untuk masing2masing strategi yang

terpilih. Dari masing2masing faktor ditentukan nilainya berdasarkan bagaiman

perannya dalam proses pemilihan strategi. Setiap faktor memiliki AS yang

menunjukkanrelative attractivenessdari satu strategi dengan strategi lainnya.

Batasan nilai AS adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = secara

logis menarik, 4 = sangat menarik. Jika peran dari suatu faktor kecil,maka hal

ini menunjukkan bahwa respective factor tersebut tidak memiliki peran pada

pilihan spesifik yang sedang dibuat. AS diletakkan pada kolom 1 masing2

masing strategi.

5. Menghitung Total Attractiveness Score (TAS). yang diperoleh dari hasil

perkalian rating dengan AS masing2masing strategi dari dan diletakkan pada

kolom 2 masing2masing strategi. Angka TAS menunjukkan relative

attractivenessdari masing2masing strategi.

6. Menjumlahkan semua nilai Total Attractiveness Score (TAS) pada masing2

masing kolom strategi tabel QSPM. Dari beberapa nilai TAS yang didapat,

nilai TAS dari alternatif strategi terbesar bahwa alternatif strategi ini menjadi

pilihan utama dan nilai TAS terkecil menjadi alternatif pilihan strategi yang

(54)

- " - ) ! / - - . " ) ! ) !

- ) ! ) ) 0 1 " ) ) - 0 ) ) ! *2/*## . 0

" ) - ) ) ) - -" )3 ! 4 ! 3 . %2+0$% -2/

1 " ) ) ) 2## ' (/,$#

-" - ) ! 5 "!6/ ) " -1 ) ) ) !

(7$#/### 0 ! 4 ! 3 . 1 - )8 ! ! )

) ) ! ! ) 5+9:;60 1 ! -1 ) 5:9($;60 1 1 5($9+#;60

- 5+#9*$;60 ) - 5<*$;6 ) " - -)3 4 ! 3 . - )

! . ! 1 ! -1 ) . ) 1 1 /

) ! ! - .- ) = ) 5(>$(6 .

- ! - " 0 ) ) ! ? 5 9 1 ! ) ) 1 9

1 ! ) 1 . 1 (:0:>;60 " ! - - ) - "" ) 5(>$(6

- ! - " 0 ) . 8 ) ) . < %# --0 )

. ) . <(: #@0 ) ) ! - - ) A ) ! - ! - )

5(>,:6 - ! - " @2 ) - -" )3 1 ! ) 1 . 5<2## --6

1 )3 % ! 1 9 ) 1 ! ) ) 5B(## -- 1 )3 2 ! 6/

! ) . " ) ! ) ) 8 ! . ) ! - ) ) 9

! -1 1 ) ! 1 :+02(;0 -" 2$02+ @0 " ) ) ) +*0**

-C. 0 ) ! - " )3 ) ) - . ! - *0>* 8 - 5 ) 4 2##:6/

) ! -1 ) ! (72$#/### 5 60

) )3 ) ! . 1 ) = - ) )

.0 = - ! -" ) ) = - ) ) " /

(55)

) " ) ) - ! )/ ) - -)3 ) 1 )

) " ) D ! ) 3 ) 1 ) 1 )9 ) " ) ! - ! ) ) )

5 - ) ! 6/ E ) 1 ) 3 ) 8 -" ! . 1 ) ) " )

!! D - ) 0 1 ) ) " ) - ) - -0 1 ) 1

1 1 . ) D ! ) ) ) ! " ) 0 1 ) 1

0 1 . ) 1 1 ) ) 0 ) 1 . )

-1 ) ) /

! 3 ) 1 -1 ) . ) ! . " . )/

) ! D ! -" ) ) . ) ! ) )

1 ! ) 1 ) ) ) ) 3 ) - - )8 ) - ) 1 )

! - . 9 ) 0 . ) 4 ! 3 . ) )

" ) . ! . ) ! - ) 3 ) ) /

- ! . ) " 1 ! - ) - ! 0 3

) - ! " ) ) )0 ) - ! ) ) " ) )

- ! " 1 )/ ) - ! " ) ) ) " " 1 ) 1

) 1 ! ) ) ! D *##9(/2$# - "!/ ) - ! ) 8

" ! " ) 1 ) ) ) ) " ) " / )

) ) " " 1 3 ) ) ! D $##9(,$# - "! 5 / F ) ) )6

3 ) 1 ) - ! 1 ) D ! ) / ) - ! " 1 ) )

1 ! -1 ) " " 1 ) 0 ! )0 ) 0 ) - ! ) )

! D 2##9:## - "!/ ) - ! ) 1 ) 1 ) 3 ) 1

-) ) " ) 3 ) /

E ) ) . - !

-5 (>:+60 ) . "

- -)3 - -" )3 . ) ) ) 1 " 2$

- ) 1 1 4 .)3 " ! - ) (## - ! 1 . " - ) ) .

- ) !/ ) . ) " 1 . ) ! - $#

-" - ) ) . - ) !/ ) . ) ! ) - . - 0 ) .)3 )

1 D ) ) " 1 . ) ) )3 0 ) )3 - -" )3 ! 1 .

(56)

1 . ) ! ) ! ) ) ))3 / E ) ) . 3 ) - !

-. " ) ! ) ! . ! (%/#$$0%2

5+,0:,;60 ((/>%,0(% 52:022;60 %/$*(0($

5($0*+;6 2/%**0+> 5%02*;6 ) +$$0%* 5#0:*;6/

) ) . ) ) 8 ) ) . .

" ) ! ) - ) -" ! ! */:+%0#$ 5((0*(;6 3 ) - -" )3

. ) - - ! 8 ) . ) 1 B +$; " ! - )

(2$ - ! 1 . 1 4 . 1 . ) / ) . ) ! .

- ) ! - " ! " ) ! )8 ) 8 ) ! ! " 1 . ) ) 3 )

- -)3 1 . ) 3 ) 3 ! - ) -9 ! ) ) ! - 1 ./

9 ) . " ) - ) - ) ) ) 3 ) ! . - ) !

-" ) ) ) ) 0 ) )3 - ) ) ) . 0 )

- - -" - -0 - ) 1 . ) ) 0 ! " ) 1 4 . 3 ! ) "

. " /

- - ! + ) - 3 3 -" )

3 ) - ) ! " ) ) ) 1 ! . 0 3 ) . 3 ) - ) !

) ) F ) ) ) ) 3 F ! 3 ) - ) ! " ) ) ) 1 ! .

/ ! ) 3 ) 1 " " 1 !

" " !! !0 ) ) ! ) ) ) ! ) ) 1 1 ) "

. ! ) ) G " . 3 ) -/ ! ) ) - ) ! .

) 3 . " ) ) ) ) " 1 ) 3 ) ) - ) 8

. 3 ) ! 1 . ) . . - ) ! ) 3 ) . )3

/ ! ) ) ! ! ) 8 )

(57)

-1 * ! ) ) ! )

+

(58)

) " ) ! . ) ) - ) ! .

) - ) 1 3 5 - " 60 - ) ! . . )0 - 1 ! 0

) ) )0 ) " - - )/ ) ! !

5*2/*## 60 ) - ) 1 3 3 ) 1 1 " ) 1 ) ) ! 2+/2::

5$$0>+;60 - ) ! . . ) (#/:+: 52$0$%;60 - 1 !

! %/:$2 5(%0(%;60 " - - ) (># 5#0*$;60 ) ) ) ) !

(/2+# 520>#;6 5. ! ) ! . ) 2##,6/ ! )8 )3 1 )

! . )0 1 - )8 4 ) ) ) )

5 6 ! +*/+:$ ) ! - ) ) ) 5 6 ! $/>(>

5 . -" ) 2##%6/

4 ! 3 . - ) ! ) ) 1 %2+0$% -20 - - !

8 -! . " ) 1 )3 $+/2,+ 8 4 3 ) 2:/$,> ! 9! )

2*/%>* " -" ) 1 ! - (+/2+$ 5* 8 4 C 6/ ) )

- )0 " ) " ) 9 - ) ) 1 :$0*+ 8 4 C -2

3 ) 1 ! - 2, 4 ! 3 . C" ) 5 2##,6/

-" " ) 1 " 3 ) 1 - ($9$%

. ) 1 8 -! . ((/((+ 8 4 1 $#0+#; ! . 8 -! . " )

3 ) " - ) ) / ) ! 8 " -1 . ) " ) 9

! - $ 5! - 6 . ) . ) ! . +0%%;C . )0 ) - ) ) )3 ) )

! 1 . - ) - ) ) ) )3 ) - " ) ! . ) . )

) ! 8 " -1 . ) " ) . ) ! ! 1 . ) 1 ) ) )

) ) . ! ))3 /

) " ) ) - ) ! ) ) - ) .

- ) (#/,$$ 8 4 *:0$>; ! . " ) 1 ! 1 ! ) ! .

-" " ) ) / ) - 3 ) ) " ) 3 )

1 - ! - 1 )3 2(/,#2 8 4 5>:02+;60 ! 1 )3 ++> 8 4

5(0$+;6 ) ) 1 )3 $+ 8 4 5#02*;6

)8 " 8 . ) ! 0 - ) ! ) )

- - ! ! 8 . 3 ) 1 3 1 )3 %/,%$ 5$(0((;6

(59)

! 8 . 0 ) "! - ) 9- ) 1 )3 2/#:%

5($0,%;60 (/$(> 5((0*:;6 ) : 5#0#%;6/

" " ) ) 3 ) - ) ) - ) ! ) ) ! .

. ) ) - ) " 1 ) )0 . )3 ) - ) " / - ) ) - - !

! ) - ) " " ! ) ! 1 " ) ) - / ) - ) "

. ) ! . >/#>> ) ) " 1 +/$:>0%$ )0 9

1 *$# C. / D ! . ) ) ! ) ) . " 1 ! 1 ) ) )

) ) " ) " ) - ) " 3 3 1 (0# )C. /

- ) ! 1 5 F 6 1 " ) ) - ) )

) . ) )0 ) ) " ) - ) . ) - )

" ) ) 1 $$0,#;0 " ) ) ) 8 1 (*0*:;0 )

)3 ! )/ " ) . ) " ) " - -)3

" ) )0 - ) 8 -! . " ) 1 +/+:* 8 4 5$#0$*;60 1 . ) (/#*>

8 4 5(,0#:;60 ) )3 1 " 4 ) " !0 F 0 3 4 ) 4 0

(60)

Gambar 5, 6, dan 7. Berdasarkan hasil klasifikasi tersebut DTA Waduk Batutegi

memiliki luas total 42.400 Ha dengan 5 (lima) tipe penutupan lahan, yaitu hutan,

tanaman budidaya, semak belukar, permukiman, dan genangan waduk.

Perhitungan luas penutupan lahan di DTA Waduk Batutegi tahun 1992, 2000 dan

2007 di sajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Luas Penutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 1992, 2000 dan 2007.

Penggunaan Lahan Tahun 1992 Tahun 2000 Tahun 2007

Ha %* Ha %* Ha %*

Hutan 27.728,93 65,40 18.614,31 43,90 10.838,25 25,56 Tanaman Budidaya 12.664,31 29,88 20.633,85 48,66 23.288,4 55,93 Semak Belukar 1.976,93 4,66 2.912,97 6,87 6.852,34 16,16

Permukiman 19,63 0,05 56,67 0,13 190,55 0,45

Tubuh Air 10,21 0,02 182,20 0,43 1.230,45 2,90

Jumlah 42.400 100 42.400 100 42.400 100

Sumber: Hasil analisis Citra Landsat Tahun 1992, 2000, dan Aster 2007. *) Persentase terhadap luas total DTA Waduk Batutegi

Tabel 8 menunjukkan bahwa tutupan lahan di DTA Waduk Batutegi pada

tahun 1992 didominasi oleh hutan, namun pada tahun 2000 dan 2007 luas hutan

terlihat menurun, sebaliknya tanaman budidaya (yang didominasi tanaman kopi),

semak belukar, permukiman meningkat dan juga terjadi genangan air waduk

dimulai tahun 2001. Berdasarkan tabel tersebut di atas terlihat bahwa dalam kurun

waktu 199242007) telah terjadi penurunan penutupan lahan hutan secara cepat

(61)
(62)

Gambar 6 Peta Tutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 2000

4

(63)

Gambar 7 Peta Tutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 2007

4

(64)

Pada tahun 1992 tanaman bududaya dan semak belukar memiliki luas

yang cukup besar, berturut4turut seluas 12.664,31 Ha (29,88%) dan 1.976,93 Ha

(4,66%), sedangkan pada tahun 2000 seluas 20.633,85 Ha (48,66%) dan 2.912,97

Ha (6,87%), selanjutnya menjadi 23.288,40 Ha (55,93%) dan 6.852,34 Ha

(16,16%) pada tahun 2007. Dari angka tersebut terlihat bahwa deforestasi DTA

Waduk Batutegi menjadi tanaman budidaya, semak belukar dan pemukiman

berlangsung relatif cepat, hal ini akan berpengaruh terhadap fungsi waduk karena

debit minimum yang masuk ke dalam waduk mengalami penurunan pada tahun

1992 dari 8,3 M3/det berturut4turut berkurang menjadi 2,33 M3/det tahun 2000

dan 1,06 M3/det tahun 2007.

Perubahan luas penutupan lahan DTA Waduk Batutegi periode tahun 1992

sampai dengan tahun 2007 disajikan pada Tabel 9 sedangkan sebarannya disajikan

pada Gambar 8, 9, dan 10.

Tabel 9 Perubahan Luas Penutupan Lahan di DTA Waduk Batutegi Periode Tahun 199242000, 200042007 dan 199242007.

Penutupan Lahan

Tahun 199242000 Tahun 200042007 Tahun 199242007

Ha %* Ha %* Ha %*

Hutan 49.114,62 421,50 47.776,06 418.34 416.890,68 439,84 Tanaman

Budidaya

7.969,54 18,80 2.654,55 6,26 10.624,09 25,06

Semak Belukar 936,04 2,21 3.939,37 9,29 4.875,41 11,50

Pemukiman 37,04 0,09 133,88 0,32 170,92 0,40

Tubuh Air 171,99 0,41 1.048,25 2,47 1.220,24 2,88

Sumber: Hasil perhitungan perubahan penggunaan lahan tahun 1992, 2000 dan 2007 *Persentase terhadap luas DTA Waduk Batutegi

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa perubahan yang mencolok

pada periode 199242000 adalah terjadinya pengurangan luas hutan yang diikuti

dengan penambahan luas lahan tanaman budidaya dan semak belukar. Pada

periode ini luas hutan berkurang 9.114,62 Ha (21.50%) dan luas tanaman

budidaya bertambah 7.969,54 Ha (18,80%), semak belukar bertambah 936,04 Ha

(65)

171,99 Ha (0,41%) yaitu mulai terjadi genangan waduk. Berdasarkan hasil

analisis tumpangtindih ( ) terlihat bahwa penambahan luas tanaman

budidaya (7.969,54 Ha) merupakan hasil konversi lahan hutan (7.808,47 Ha) serta

semak belukar sebesar (1.231,65 Ha). Sementara penambahan semak belukar

seluas (936,04 Ha) merupakan hasil konversi lahan hutan (1.271,24 Ha) serta

tanaman budidaya (912.76 Ha) (Lampiran 2).

Untuk periode 2000 – 2007, perubahan luas didominasi oleh

bertambahnya luas tanaman budidaya 2.654,55 Ha (6,26%), semak belukar

3.939,37 Ha (9,29%), permukiman 133,88 Ha (0,32%) dan tubuh air 1.048,25 ha

(2,47%), sebaliknya terjadi pengurangan luas hutan sebesar 7.776,06 Ha

(18,34%). Pola perubahan penutupan lahan DTA Waduk Batutegi periode tahun

199242000, 200042007, dan 199242007 selengkapnya disajikan pada Lampiran 2.

Pola perubahan penutupan lahan DTA Waduk Batutegi dapat bersifat

searah dan bolak balik, yang sifatnya searah ( ) adalah hutan menjadi

tanaman budidaya, semak belukar, pemukiman, dan tubuh air, sedangkan

perubahan yang sifatnya bolak4balik ( ) terjadi pada tanaman budidaya

dan semak belukar. Tanaman budidaya berasal dari konversi hutan dan semak

belukar selanjutnya tanaman budidaya dapat berubah menjadi semak belukar,

permukiman dan tubuh air. Begitu juga dengan semak belukar, berasal dari

konversi hutan dan tanaman budidaya sedangkan perubahan semak belukar dapat

berubah menjadi tanaman budidaya, permukiman dan tubuh air. Secara ringkas

pola perubahan yang terjadi di DTA Waduk Batutegi pada periode 199242000,

200042007, dan 199242007 disajikan dalam Tabel 10.

Hasil analisis korelasi berganda untuk perubahan penutupan lahan,

menunjukkan bahwa antara hutan dan tanaman budidaya, semak belukar,

pemukiman, dan tubuh air berkorelasi tinggi (rata4rata > 40,92) dengan tingkat

kepercayaan 75%. Artinya penurunan luas hutan akan diikuti dengan

bertambahnya luas lahan tanaman budidaya, semak belukar, tubuh air dan

(66)

Gambar 8 Peta Perubahan Penutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 199242000

4

(67)

Gambar 9 Peta Perubahan Penutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 200042007

4

(68)

Gambar 10 Peta Perubahan Penutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 199242007

4

(69)

Tabel 10 Pola Perubahan Tipe Penutupan Lahan di DTA Waduk Batutegi Periode Tahun 199242000, 200042007 dan 199242007.

Penutupan Lahan

Tahun 199242000 Tahun 200042007 Tahun 199242007

Hutan (4) Pmk, TnmBd,

Smk, TbhAir

(4) Pmk, TnmBd, Smk, TbhAir

(4) Pmk, TnmBd, Smk, TbhAir

Tanaman Budidaya

(4) Pmk, Smk, TbhAir, (+) Htn, Smk

(4) Pmk, Smk, TbhAir, (+) Htn, Smk,

(4) Pmk, Smk, TbhAir, (+) Htn, Smk

Semak Belukar (4) Pmk, TnmBd, TbhAir (+) Htn,TnmBd

(4) Pmk, TnmBd, TbhAir (+) Htn,TnmBd

(4) Pmk, TnmBd, TbhAir (+) Htn,TnmBd

Permukiman (+) Htn, TnmBd Smk,

(+) Htn, TnmBd Smk,

(+) Htn, TnmBd Smk,

Tubuh Air (+) Htn, TnmBd, Smk,

(+) Htn, TnmBd, Smk,

(+) Htn, TnmBd, Smk,

Keterangan :

4 Htn : Hutan

4 TnmBd : Tanaman Budidaya 4 Smk : Semak Belukar

4 Pmk : Permukiman

4 TbhAir : Tubuh Air

4 Tanda negatif (4) menyatakan luas areal berkurang , terkonversi menjadi.. 4 Tanda positih (+) menyatakan luas areal bertambah, bertambah dari..

Dari uraian di atas tampak bahwa peningkatan luas tanaman budidaya

akan berimplikasi terhadap meningkatnya produksi pertanian yang berarti akan

meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. Namun di lain pihak, jika

dipandang dari segi ekologis, meningkatnya luas tanaman budidaya yang

diperoleh dengan mengkonversi tutupan hutan akan menurunkan fungsi hidrologis

DTA Waduk Batutegi seperti yang terjadi pada saat ini. Penurunan fungsi

hidrologis ini berdampak pada tidak optimalnya fungsi Waduk Batutegi terbukti

dari elevasi air waduk yang cenderung menurun sehingga fungsi waduk terancam

tidak terpenuhi (Lampung Post 2008).

Tabel 11 berikut merupakan hasil analisis perubahan penutupan lahan

199242007 dan rata4rata laju perubahan dalam kurun waktu tersebut yang

digambarkan dalam persentase. Persen laju perubahan tersebut adalah persentase

terhadap penutupan lahan tersebut, bukan terhadap luas total dari DTA Waduk

(70)

Tabel 11 Luas Penutupan Lahan dan Rata4rata Laju Perubahan Penutupan Lahan di DTA Waduk Batutegi Tahun 199242007

Luas Penutupan Lahan Tipe Penutupan

Lahan Tahun 1992

(ha)

Tahun 2007 (Ha)

Perubahan Luas (ha) 199242007

Rata4rata Laju Perubahan Penutupan Lahan (%/th)*

Hutan 27.728,9 10.838,3 416.890,7 44,06

Tanaman Budidaya

12.664,3 23.288,4 10.624,1 5,59

Semak Belukar 1.976,9 6.852,3 4.875,4 16,44

Permukiman 19,6 190,6 170,9 58,05

Tubuh Air 10,2 1.230,5 1.220,2 4

Sumber: Hasil perhitungan perubahan penutupan lahan tahun 1992, dan 2007 *Persentase terhadap luas tipe penutupan lahan tersebut

Dari Tabel 11 terlihat bahwa laju penambahan tubuh air adalah tertinggi

yaitu dari 10,2 Ha di tahun 1992 menjadi 1.230,5 Ha tahun 2007, dan

penambahan ini akan terhenti setelah elevasi air waduk mencapai titik optimum

274 meter (± 2.100 ha). Hal ini terjadi karena telah terjadi pengisian waduk yang

dimulai sejak tahun 2001 dan baru diresmikan pada tahun 2004 oleh Presiden RI

Megawati Soekarnoputri. Laju penambahan berikutnya adalah lahan permukiman

(58,05%/th), semak belukar (16,44%/th) dan tanaman budidaya (5,59%/th).

Sedangkan laju pengurangan penutupan lahan hanya terjadi pada hutan sebesar

(4,06%/th).

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa dalam kurun waktu 199242007,

penutupan hutan paling banyak terkonversi menjadi tanaman budidaya seluas

12.519,60 Ha (45,15 %) dan Semak belukar seluas 3.940,39 Ha (14,21%)

(Lampiran 2). Perambahan hutan untuk dijadikan tanaman budidaya yang

didominasi oleh tanaman kopi telah dimulai di era tahun 804an dan terhenti pada

tahun 1997 pada saat dilakukan operasi pembersihan oleh aparat. Namun pada

saat era reformasi perambahan mulai terjadi lagi dan berlangsung hingga sekarang

(71)

Untuk perubahan lahan hutan menjadi semak belukar bisa disebabkan oleh

beberapa faktor, antara lain adalah dan sistem perladangan

berpindah oleh masyarakat setempat. Setelah dilakukan penebangan hutan oleh

pihak4pihak yang tidak bertanggung jawab, sebagian hutan dibiarkan begitu saja

hingga akhirnya berubah menjadi semak belukar. Begitu juga dengan pola ladang

berpindah, setelah lahan yang dibuka tidak produktif lagi, maka mereka para

perambah akan meninggalkan untuk mencari lahan baru, sedangkan lahan yang

ditinggal akan berubah menjadi semak belukar.

Menurut Soemarwoto (1989), tekanan penduduk muncul disebabkan oleh

lahan pertanian yang ada di suatu daerah tidak cukup untuk mendukung

kehidupan penduduk pada tingkat yang dianggap layak. Oleh karena itu penduduk

berusaha untuk mendapatkan tambahan pendapatan dengan membuka lahan baru

atau memilih pergi ke kota. Dorongan untuk membuka lahan baru atau untuk

pergi ke kota disebut sebagai .

Indikasi adanya tekanan penduduk terhadap suatu wilayah dapat dilihat

dari nilai indeks tekanan penduduk. Menurut Soemarwoto indeks tekanan

penduduk dipengaruhi oleh proporsi jumlah masyarakat yang bekerja dalam

bidang pertanian dalam wilayah tersebut (f), luas lahan minimal yang dapat

memberikan hidup layak atau setara dengan 640 kg beras/tahun (z), tingkat

pertumbuhan penduduk (r), serta luas lahan pertanian (L) dan jumlah penduduk

(Po). Luas lahan pertanian yang dianggap dapat memberikan hasil untuk

memenuhi kehidupan yang layak dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

adalah produktivitas lahan serta jenis tanaman yang dibudidayakan. Untuk

menyederhanakan perhitungan agar didapatkan angka yang dapat memberikan

kehidupan yang layak maka ditetapkan angka 200 % dari ambang kecukupan

pangan sebagai kebutuhan hidup minimum di pedesaan, Angka tersebut

ditetapkan oleh Sajogyo dan Sajogyo (1990) sebesar 320 kg/orang/tahun.

Menurut (Sinukaban 2007 Banuwa 2008), kebutuhan hidup layak

(KHL) ditetapkan sebesar 250% dari kebutuhan hidup minimum (KHM), dimana

(72)

rumah tangga x 100% x jumlah anggota keluarga x harga beras, sedangkan

kebutuhan hidup tambahan (KHT) terhadap aspek pendidikan dan sosial,

kesehatan dan rekreasi serta asuransi dan tabungan masing4masing sebesar 50 %

dari kebutuhan hidup minimum (KHM). Kebutuhan hidup minimum di lokasi

penelitian sebesar Rp 7.200.000,00/KK/tahun sedangkan kebutuhan hidup layak

sebesar Rp. 18.000.000,00/KK/tahun dengan luas lahan minimal 1,11 ha (Banuwa

2008).

Proporsi jumlah penduduk yang berusaha di bidang pertanian juga sangat

menentukan dalam perhitungan indeks tekanan penduduk. Hal ini disebabkan

penduduk yang berusaha di bidang pertanian berpotensi untuk memanfaatkan

ruang atau kawasan hutan untuk budidaya pertanian. Meskipun demikian,

pernyataan ini tidak sepenuhnya benar karena tidak semua perambah hutan adalah

berprofesi sebagai petani. Selain itu angka pertumbuhan penduduk, juga

mempengaruhi indeks tekanan penduduk, karena semakin besar angka

pertumbuhan penduduk maka nilai indeks tekanan penduduk akan bertambah.

Dalam penelitian ini indeks tekanan penduduk dihitung dari data Potensi

Desa (PODES) tahun 2000, 2003, dan 2006, sedangkan hasil perhitungan indeks

tekanan penduduk terhadap desa4desa di sekitar DTA Waduk Batutegi disajikan

pada Tabel 12 dan sebarannya spasialnya ditampilkan pada Gambar 11.

Tabel 12 Tekanan Penduduk Tahun 2006 di Sekitar DTA Waduk Batutegi

Kecamatan Desa Kepadatan

Geografis (Jiwa/Km2)

Kpddt Agraris (Jiwa/ha)

Rata-rata Kepemilikan

Lahan (ha/KK)

Kebutuh an lahan minimal (ha/KK)

Indeks Tekanan Penduduk

Kabupaten Lampung Barat

(73)

Tabel 12 (Lanjutan)

Kecamatan Desa Kepadatan

Geografis (Jiwa/Km2)

Kpddt Agraris (Jiwa/ha)

Rata-rata Kepemilikan

Lahan (ha/KK)

Kebutuh an lahan minimal (ha/KK)

Indeks Tekanan Penduduk

Kabupaten Lampung Barat

Way Tenong Sukaraja Sukananti Sri Menanti Sidodadi Tanjung Raya Gunung Terang Sumber Alam Semarang Jaya Fajar Bulan Mutar Alam Karang Agung Pura Laksana

85 Kabupaten Tanggamus

Pulau Panggung

Gunung Megang Sinar Mulyo Kemuning Tanjung Begelung Gedung Agung Penantian Muara Dua Tekad Way Harong Air Kubang Karang Sari Pulau Panggung Way Ilahan Gunung Meraksa Batu Bedil Air Bakoman Air Naningan Datar Lebuay

57

Ulu Belu Datarajan

Gunungtiga Karangrejo Pagar Alam Ulubelu Muaradua Ulubelu Ngarip

Penantian Ulubelu Gunung Sari Sirna Galih Ulu Semong

(74)

Lampiran 12 (Lanjutan)

Kecamatan Desa Kepadatan

Geografis (Jiwa/Km2)

Kepadatan Agraris (Jiwa/ha)

Rata-rata Kepemilikan

Lahan (ha/KK)

Kebutuh an lahan minimal (ha/KK)

Indeks Tekanan Penduduk

Kabupaten Lampung Tengah

Selanggai Lingga

Marga Jaya Lingga Pura Nyukang Harjo Sidoharjo Taman Sari Negeri Katon Karang Anyar Galih Karangjati Gedung Harta Negeri Agung Tanjung Ratu Gedung Haji

370

Pubian Kota Batu

Payung Dadi Payung Makmur Payung Rejo Payung Batu Tanjung Rejo Tanjung Kemala Negeri Kepayungan Segala Mider Tias Bangun

335

Sendang Agung Sendang Asri Sendang Baru Sendang Mukti Sendang Mulyo Sendang Rejo Sendang Retno

656

Rata4rata 257 3 2,74 0,72 2,02

Rata4rata DTA Waduk Batutegi 122 2 2,77 0,86 1,21

Sumber : Podes tahun 2000, 2003 dan 2006 (diolah)

Berdasarkan Data Potensi Desa (PODES) tahun 2006, rata4rata kepadatan

geografis desa4desa di sekitar DTA Waduk Batutegi sebesar 257 jiwa/Km2

(Tabel.12) dan desa terpadat penduduknya adalah Desa Sukananti, Kecamatan

Waytenong, Kabupaten Lampung Barat (876 jiwa/Km2). Sebaliknya desa

terjarang penduduknya adalah Desa Sindang Pagar, Kecamatan Sumberjaya,

(75)

Gambar 11 Peta Sebaran Indeks Tekanan Penduduk di Sekitar DTA Waduk Batutegi

5

(76)

Rata4rata kepadatan Agraris di sekitar DTA Waduk Batutegi adalah

3 jiwa/ha dengan kepadatan tertinggi terjadi di Desa Tekad, Kecamatan Pulau

Panggung, Kabupaten Tanggamus, sedangkan kepadatan agraris terendah terdapat

di Desa Sindang Pagar, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat.

Kepadatan agraris sangat ditentukan oleh proporsi keluarga petani dan luas lahan

pertanian yang tersedia seperti sawah, ladang/tegalan, atau kebun. Dengan

mayoritas (90%) penduduk sekitar DTA Waduk Batutegi merupakan keluarga

petani yang berbasis lahan, maka secara teoritis tekanan terhadap DTA Waduk

Batutegi semakin berat terutama pada sumberdaya lahan atau sumberdaya alam,

khususnya terhadap kawasan lindung.

Berdasarkan perhitungan indeks tekanan penduduk, terhadap 83 desa di

DTA Waduk Batutegi dan sekitarnya, dan dengan asumsi bahwa luas pertanian

rata4rata minimal 0,75 ha/kk maka diprediksi hasil bahwa 29 desa (33,33%)

memiliki ITP <1, 20 desa (22,99%) mempunyai ITP = 142, dan 38 desa (43,63%)

memiliki ITP >2. Persebaran spasial indeks tekanan penduduk di daerah

penelitian dan sekitarnya disajikan pada Gambar 11.

Berdasarkan perhitungan Indek Tekanan Penduduk (ITP) tersebut, maka

desa4desa di DTA Waduk Batutegi di Kabupaten Tanggamus memiliki kategori

sedang dan ringan kecuali Desa Air Naningan dan Desa Karang Sari. Desa4desa

yang berbatasan langsung atau berada di dalam DTA lebih berpotensi

memberikan tekanan terhadap DTA dikarenakan aksesbilitas/jaringan jalan yang

mudah serta daerah tersebut memiliki relief relatif ringan dengan kelas lereng 84

15% (bergelombang).

Untuk indeks tekanan penduduk di luar DTA dengan kategori berat

sebagian besar berada di Kabupaten Lampung Barat dan Lampung Tengah. Desa4

desa yang berada di Kabupeten Lampung Barat sebagian besar memiliki ITP > 2

(berat). Jika tekanan penduduk dari desa4desa ini berpengaruh terhadap perubahan

penggunaan lahan di DTA Waduk Batutegi, maka hal ini dikarenakan adanya

aksesbilitas jalan yang mudah dan relief yang ringan dengan kelas lereng 348%

(landai) sampai dengan 8415% (bergelombang). Sedangkan tekanan penduduk

yang berasal dari Kabupaten Lampung Tengah sebagian besar memiliki kategori

Gambar

Gambar�1�berikut�ini:�
Tabel�1�Jenis�dan�Sumber�Data�Penelitian�
Gambar�2��Diagram�Alir�Tahap�Penelitian�
Gambar�3��Diagram�Deteksi�Perubahan�Penutupan�Lahan�
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini beberapa permainan tradisional yang digunakan untuk meningkatkan kelincahan pemain bolabasket pada SMPN 3 Cibarusah Kabupaten Bekasi..

Dari uraian di atas, maka dilakukan penelitian pembuatan membran alginat yang mengandung senyawa yang aktif terhadap bakteri gram positif (Basitrasin) dan gram

Penggunaan media dari program “iLook” yaitu frekuensi, intensitas, durasi, serta hubungan dengan media tidak terlalu berperan dalam mempengaruhi minat penonton

Mengetahui proses berpikir kreatif siswa kelas X SMK Negeri 1 Pacitan dalam menyelesaikan tugas pemecahan dan pengajuan masalah matematika, pada setiap tingkatan

Pelaksanaan Tugas Akhir/Tesis untuk program Sarjana dan magister yang dilaksanakan di Program Studi Teknik Geofisika adalah sama mahasiswa harus melalui

jagung.. 2) Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pengaruh luas lahan terhadap produksi jagung. 3) Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pengaruh jumlah tenaga kerja

Dari banyak pendapat yang telah dikemukakan di atas, tidak ada yang menfokuskan pada penafsiran al-Baghawi@ dan Ibn ‘A&lt;syu&gt;r secara sempurna dan sepengetahuan penulis

Terkait dengan permasalahan tersebut, maka dalam kegiatan pengabdian kali ini akan dibuat kegiatan yaitu pemanfaatan media sosial (instagram) dimana media ini