• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inhibition Effect of Red Ginger Root and Cinnamon Bark Extracts to Cyclooxygenase 2 and Xanthine Oxidase Activities Using In Vitro Experiments

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Inhibition Effect of Red Ginger Root and Cinnamon Bark Extracts to Cyclooxygenase 2 and Xanthine Oxidase Activities Using In Vitro Experiments"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

DAYA INHIBISI EKSTRAK RIMPANG JAHE MERAH DAN

KULIT KAYU MANIS TERHADAP AKTIVITAS ENZIM

SIKLOOKSIGENASE 2 DAN ENZIM XANTIN OKSIDASE

SECARA

IN VITRO

CHRISTOFFERUS SARIDUWINTO YUSTINUS

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

CHRISTOFFERUS SARIDUWINTO YUSTINUS. Daya Inhibisi Ekstrak Rimpang Jahe Merah dan Kulit Kayu Manis terhadap Aktivitas Enzim Siklooksigenase 2 dan Enzim Xantin Oksidase Secara In Vitro. Dibimbing oleh DYAH ISWANTINI PRADONO dan TRIVADILA.

Jahe merah dan kayu manis merupakan tanaman obat yang dapat digunakan sebagai antiinflamasi dan penurun kadar asam urat dalam darah. Dalam penelitian ini, terhadap ekstrak air dan etanol dari rimpang jahe merah dan kulit kayu manis dilakukan uji fitokimia, uji toksisitas ekstrak terhadap larva udang, dan uji inhibisi terhadap aktivitas siklooksigenase 2 dan xantin oksidase secara in vitro yang dibandingkan dengan diklofenak, ibuprofen dan alopurinol sebagai kontrol positif. Berdasarkan uji fitokimia, senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak air dan etanol rimpang jahe merah meliputi alkaloid, steroid, dan flavonoid, sedangkan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak air kulit kayu manis meliputi alkaloid, triterpenoid, saponin, flavonoid, dan tanin. Hasil analisis probit pada ekstrak air dan etanol rimpang jahe merah dan kulit kayu manis menunjukkan nilai LC50 masing-masing sebesar144 ppm, 108 ppm,

125 ppm, dan 107 ppm. Ekstrak etanol rimpang jahe merah menunjukkan daya inhibisi yang sangat rendah terhadap aktivitas siklooksigenase 2 (23,81%) dibandingkan diklofenak (95,43%) dan ibuprofen (93,59%). Ekstrak air dan etanol kulit kayu manis yang memiliki daya inhibisi lebih dari 50% terhadap xantin oksidase, yaitu 54,64% dan 56,80%,dengan nilai IC50 masing-masing 70 ppm dan 63 ppm. Alopurinol memiliki daya

inhibisi tertinggi (97,91%) dibandingkan dengan keempat ekstrak. Nilai persen inhibisi yang diperoleh menunjukkan bahwa esktrak etanol rimpang jahe merah memiliki potensi yang rendah sebagai obat rematik; ekstrak air dan etanol kulit kayu manis dikatakan berpotensi sebagai obat.

ABSTRACT

CHRISTOFFERUS SARIDUWINTO YUSTINUS. Inhibition Effect of Red Ginger Root and Cinnamon Bark Extracts to Cyclooxygenase 2 and Xanthine Oxidase Activities Using In Vitro Experiments. Under the direction of DYAH ISWANTINI PRADONO and TRIVADILA.

Red ginger and cinnamon are medicine plants which can be used as anti-inflammation and lowering uric acid level in blood. In this study, water and ethanol extracts of red ginger root and cinnamon bark have been assayed for phytochemical constituent, toxicity by brine shrimp lethality test, and in vitro inhibition of cyclooxygenase 2 and xanthine oxidase activities. Diclofenac, ibuprofen and allopurinol were used as positive control. Based on phytochemical assay, water and ethanol extracts of red ginger root contained alkaloids, steroids, and flavonoids, while its water extract of cinnamon bark contained kaloids, triterpenoids, saponins, flavonoids, and tannins. The result of probit analyses of water and ethanol extracts of red ginger root and cinnamon bark showed that their LC50

values were 144 ppm, 108 ppm, 125 ppm, and 107 ppm, respectively. Ethanol extract of red ginger root showed very low inhibitory effect to cyclooxygenase 2 activity (23.81%) as compared to diclofenac (95,43%) and ibuprofen (93,59%). Water and ethanol extracts of cinnamon bark that have inhibitory effect more than 50% to xanthine oxidase were, 54.64% and 56.80%, with their IC50 values of 70 ppm and 63 ppm, respectively.

(3)

DAYA INHIBISI EKSTRAK RIMPANG JAHE MERAH DAN

KULIT KAYU MANIS TERHADAP AKTIVITAS ENZIM

SIKLOOKSIGENASE 2 DAN ENZIM XANTIN OKSIDASE

SECARA

IN VITRO

CHRISTOFFERUS SARIDUWINTO YUSTINUS

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Nama : Christofferus Sariduwinto Yustinus

NIM : G44203026

Disetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Dyah Iswantini Pradono, M.Agr.Sc Trivadila, S.Si

NIP 19670730 199103 2 001 131 956 706

Mengetahui

Ketua Departemen,

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS.

NIP 19501227 197603 2 002

(5)

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah, atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul yang dipilih dalam karya ilmiah ini adalah Daya Inhibisi Ekstrak Rimpang Jahe Merah dan Kulit Kayu Manis terhadap Aktivitas Enzim Siklooksigenase 2 dan Enzim Xantin Oksidase Secara In Vitro.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu Penulis selama penelitian dan juga penyusunan karya ilmiah ini, terutama kepada Ibu Dr. Dyah Iswantini Pradono, M.Agr.Sc dan Ibu Trivadila, S.Si selaku pembimbing atas arahan, semangat, bantuan dan bimbingannya. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Pusat Studi Biofarmaka yang telah membantu sebagian dana penelitian. Ucapan terima kasih juga Penulis sampaikan kepada Papa, Mama, Kristiana, dan Putri atas segala dukungan baik doa, moril, materil, dan kasih sayangnya selama Penulis menempuh pendidikan hingga selesainya karya ilmiah ini. Kepada Ruth Mirza atas kesetiaan, semangat, dan kesabarannya.Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan Yoga, Romi, Dede, Phoda, Ucup, Franky, Renata atas segala bantuan, semangat dan ide-idenya selama ini, serta seluruh staf Laboratorium Kimia Fisik dan Lingkungan, Bapak Nano, Bapak Mail, dan Ibu Ai. Terima kasih Penulis ucapkan kepada semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu untuk segala bantuan dan dorongan semangatnya.

Akhir kata, semoga karya ilmiah dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2010

(6)

Penulis dilahirkan di Palangkaraya pada tanggal 3 Juli 1985 sebagai putra pertama dari tiga bersaudara, dari ayah Sariduwinto dan ibu Rutniwaty. Tahun 2003, Penulis lulus dari SMU Negeri 5 Palangkaraya, dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………... viii

DAFTAR GAMBAR………... viii

DAFTAR LAMPIRAN……… ix

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Jahe Merah (Zingiber officinale Linn. var Rubrum) ... 2

Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) ... 2

Inflamasi ... 2

Prostaglandin ... 3

Obat Antiinflamasi Non-Steroid ... 3

Alopurinol ... 4

Enzim Siklooksigenase 2 ... 4

Enzim Xantin Oksidase ... 4

ELISA ... 5

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ... 5

Metode Penelitian ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air ... 8

Ekstraksi ... 8

Uji Fitokimia ... 8

Uji Tokisisitas Larva Udang ... 9

Uji Daya Inhibisi Ekstrak Rimpang Jahe Merah Terhadap Aktivitas COX-2 ... 9

Uji Daya Inhibisi Ekstrak Rimpang Jahe Merah dan Kulit Kayu Manis Terhadap Aktivitas Xantin Oksidase ... 10

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 13

Saran ... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 13

(8)

Halaman

1 Pencirian enzim siklooksigenase 1 dan siklooksigenase 2 ... 4

2 Uji fitokimia ekstrak air rimpang jahe merah dan kulit kayu manis ... 8

3 Uji fitokimia ekstrak etanol rimpang jahe merah dan kulit kayu manis ... 8

4 Nilai LC50 ekstrak rimpang jahe merah dan kulit kayu manis terhadap A. salina L .... 9

5 Persamaan ekstrak rimpang jahe merah dan kulit kayu manis ... 12

6 Nilai IC50 ekstrak rimpang jahe merah dan kulit kayu manis ... 13

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Jahe emprit, jahe gajah, dan jahe merah ... 2

2 Tanaman Kayu Manis dan Kulit Kayu Manis... 2

3 Struktur prostaglandin : (a) rangka karbon asam prostanoat, (b) struktur parsial prostaglandin A sampai I, (c) struktur prostaglandin E1, E2, dan F2α ... 3

4 Biosintesis prostaglandin dari asam arakidonat ... 3

5 Struktur kimia dari inhibitor xantin oksidase ... 4

6 Format plat yang disarankan ... 7

7 Persen inhibisi sampel terhadap aktivitas COX-2 ... 9

8 Persen inhibisi aktivitas xantin oksidase ekstrak air ... 11

9 Persen inhibisi aktivitas xantin oksidase ekstrak etanol ... 11

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Bagan alir penelitian ... 18

2 Ekstrak air dan etanol ... 19

3 Uji toksisitas dengan larva udang ... 20

4 COX Inhibitor Screening Assay Kit (Cayman Chemical Catalog No. 560131) ... 21

5 Kadar air rimpang jahe merah dan kulit kayu manis ... 23

6 Aktivitas ekstrak rimpang jahe merah dan kulit kayu manis terhadap larva udang setelah 24 jam ... 24

7 Data uji daya inhibisi ekstrak rimpang jahe merah terhadap aktivitas COX-2 in vitro 26 8 Pembuatan Kurva standar ... 27

(10)

PENDAHULUAN

Penyakit rematik dan asam urat yang disertai oleh terjadinya inflamasi dapat menyerang beberapa bagian dari sendi. Penyakit rematik juga dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Kejadian artritis gout dalam beberapa dasawarsa terakhir ini baik di negara-negara maju maupun yang sedang berkembang semakin meningkat terutama pada pria usia 40-50 tahun. Gout menyerang lebih dari 5 juta penduduk Amerika (Yu 2006).

Sediaan obat antiinflamasi non-steroid (OAINS) yang juga dikenal sebagai inhibitor enzim siklooksigenase 2 (COX-2) dalam menghambat pembentukan prostaglandin, telah lama digunakan pada pengobatan rematik. Saat ini diketahui bahwa hambatan isoform COX-1 berakibat timbulnya efek samping OAINS dan hambatan COX-2 berkaitan dengan efek terapi yang diinginkan (Lelo et al. 2004).

Perubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin dengan bantuan enzim siklooksigenase 2 (COX-2) dapat dihambat dengan pemberian OAINS yang juga dikenal sebagai inhibitor COX-2. Prostaglandin yang dibentuk melalui aktivitas COX-2 berperan mempercepat transmisi nyeri di syaraf perifer dan otak (Tsujii et al. 1997). Oleh karena kejadian nyeri inflamasi bukan hanya berkaitan dengan peningkatan produksi prostaglandin oleh aktivitas COX-2, OAINS yang ideal hendaklah lebih nyata menghambat aktivitas COX-2 dan juga mampu menghambat aktivitas mediator-mediator inflamasi lainnya (Lelo et al. 2004).

Obat sintetik yang biasa dikonsumsi untuk mengobati asam urat adalah alopurinol yang cara kerjanya, yaitu dengan menginhibisi aktivitas enzim xantin oksidase. Enzim xantin oksidase dapat mengkatalisis terbentuknya asam urat dalam tubuh dengan cara mengoksidasi purin menjadi asam urat. Penggunaan alopurinol yang terlalu sering atau berlebihan dapat menimbulkan efek samping, yaitu hepatitis, gangguan pencernaan, timbulnya ruam di kulit, berkurangnya jumlah sel darah putih, dan kerusakan hati. Oleh sebab itu, diperlukan obat yang lebih aman dengan harga terjangkau.

Penelitian mengenai khasiat tanaman obat sebagai antiinflamasi dengan aktivitas menghambat siklooksigenase 2 telah banyak dilakukan seperti buah mengkudu (Heinicke & Olsen 1985), rimpang temu putih

(Murwanti et al. 2004), Asparagus officinalis

(Jang et al. 2004), Rhizophora mangle

(Marrero 2006), daun Rosmarinus officinalis

L. (Altinier 2007), dan Crassocephalum mannii (Hegazy 2008). Di Indonesia, rimpang jahe merupakan herbal yang memiliki khasiat sebagai antiinflamasi, sedangkan jahe merah memiliki khasiat mengurangi rasa sakit, memperkuat khasiat obat lain yang dicampurnya dan merangsang selaput lendir perut besar dan usus, dan merangsang kekebalan tubuh (Adi 2006).

Beberapa penelitian mengenai khasiat rimpang jahe merah telah dilakukan, di antaranya Rina (1995) menyatakan bahwa ekstrak etanol rimpang jahe merah memiliki aktivitas antiinflamasi, campuran rimpang jahe merah dan mengkudu sebagai obat penanganan tuberkolosis (Samsudin (2006) dan Evi (2006)). Setelah melakukan penelusuran paten pada situs kantor paten Amerika (www.uspto.gov) pada tanggal 14 Agustus 2008, telah terdapat paten mengenai jahe sebagai obat rematik dan antiinflamasi. US Patent No. 6713096 tahun 2004 (Cho & Suk 2004) dan US Patent No. 6949260 tahun 2005 (Krumhar 2005) memuat khasiat

Zingiber officinale sebagai antiinflamasi. Paten-paten tersebut tidak memuat khasiat jahe merah sebagai antiinflamasi, baik dalam ektrak tunggal maupun gabungan, sehingga dilakukan studi mengenai daya inhibisi ekstrak rimpang jahe merah terhadap aktivitas sikklooksigenase 2.

Penelitian mengenai khasiat tanaman obat sebagai antiasam urat melalui mekanisme inhibisi enzim xantin oksidase telah banyak dilakukan seperti ekstrak metanol Conyza bonariensis aktif sebagai inhibitor xantin oksidase karena mengandung flavonoid golongan apigenin dan luteolin (Kong et al.

(11)

2

 

Kulit kayu manis merupakan salah satu tanaman obat yang berasal dari Indonesia. Lee

et al. (2005) menyatakan bahwa ekstrak metanol dalam fraksi etil asetat dan n-butanol memiliki kemampuan menginhibisi xantin oksidase, kayu manis berkhasiat sebagai antirematik dan analgesik (Dalimartha 2001). Ekaprasada (2006) menyatakan bahwa ekstrak etanol kulit kayu manis memiliki aktivitas antioksidan yang kuat.

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai daya inhibisi ekstrak rimpang jahe merah (Zingiber officinaleLinn. var Rubrum) dan kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii) terhadap aktivitas enzim siklooksigenase 2 (COX-2) dan xantin oksidase (XO) penyebab rematik dan asam urat.

TINJAUAN PUSTAKA

Jahe Merah (Zingiber officinale Linn. var Rubrum)

Genus Zingiber meliputi sekitar 80 spesies. Di antaranya adalah jahe merah yang merupakan jenis paling penting dan manfaatnya paling banyak. Rimpangnya bercabang-cabang, tebal dan agak melebar (tidak silindris), berwarna kuning pucat. Bagian dalam rimpang berserat agak kasar, berwarna kuning muda dengan ujung merah muda. Rimpang berbau khas, dan rasanya pedas menyegarkan (Matondang & Rahimy 2007). Gambar daging rimpang dan rimpang jahe merah dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Jahe emprit, jahe gajah, dan jahe merah.

Klasifikasi jahe merah adalah sebagai berikut, divisi Pteridophyta, sub divisi

Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, ordo Scitamineae, famili Zingiberaceae, dan genus Zingiber. Rimpang jahe mengandung minyak atsiri yang terdiri dari senyawa-senyawa seskuiterpena, zingiberen, zingeron, oleoresin, kamfena, limonen, borneol, sineol, sitral, zingiberal, felandren. Di samping itu terdapat juga pati, damar, asam-asam organik seperti asam malat dan asam oksalat, vitamin A, B, dan C, serta senyawa-senyawa flavonoid dan polifenol (Dalimartha 2001). Gingerol yang dihasilkan rimpang jahe (Zingiber

officinale Roscoe.) dikenal dapat mengatasi rasa nyeri dan inflamasi, yaitu dengan menekan kerja lipoksigenase dan siklooksigenase (Thompson 2002).

Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmannii)

Kulit kayu manis mengandung minyak atsiri, eugenol, safrole, cinamaldehida, flavonoid, tanin, kalsium oksalat, damar, dan zat penyamak. Kayu manis bersifat hangat, berkhasiat sebagai antireumatik dan analgesik. Bahan digunakan sebagai pengobatan reumatik sendi kronis dan sakit pinggang (Dalimartha 2001). Kayu manis diklasifikasi dalam divisi Spermatophyta, sub divisi

Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo

Ranales, famili Lauraceae, dan genus

Cinnamomum.

Minyak atsiri yang berasal dari kulit kayu manis dan tangkai buahnya mengandung eugenol yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Ekaprasada 2006)

Gambar 2 Tanaman Kayu Manis dan Kulit Kayu Manis.

Inflamasi

Inflamasi merupakan peristiwa reaksi lokal terhadap terjadinya cedera pada jaringan dan dapat terjadi akibat adanya reaksi antigen antibodi. Antibodi merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap bakteri, virus, dan sel-sel asing lainnya yang dilakukan oleh sel darah putih. Sel antibodi akan menghadapi sel antibodi yang telah berubah sifat menjadi antigen dan akan menyerang sendi dan organ eksternal lainnya, peristiwa tersebut dapat menyebabkan terjadinya inflamasi (Darlina & Wahyuni 2004). Jika kulit atau jaringan mengalami cedera, maka menjadi merah (rubor), panas (kalor), bengkak (tumor), nyeri (dolor), dan akhirnya menyebabkan gangguan fungsi (fungtio lasea) (Hakim 2005). Penyebab inflamasi atau cedera jaringan antara lain karena pengaruh bahan kimia, mekanis atau fisika, seperti trauma radiasi, panas, benda asing dan biologi seperti bakteri, fungi atau parasit.

(12)

sakit nyeri ringan, serta bersifat menurunkan panas, dan dapat digunakan untuk mengobati demam rematik, artritis rematik dan osteoartritis. Meskipun obat steroid seperti kortikosteroid masih digunakan untuk mengobati inflamasi, namun obat antiinflamasi non-steroid (OAINS) lebih menguntungkan karena tidak diikuti oleh efek samping tertentu seperti halnya obat steroid. Namun demikian, pengobatan dengan OAINS juga memiliki kekurangan, yaitu hanya menghilangkan inflamasi, obat tidak dapat menghambat mediator inflamasi lain, sehingga kebanyakan penderita terkurangi rasa sakitnya, tetapi mereka tak dapat mengubah penyebab penyakit (Hakim 2005).

Prostaglandin

Prostaglandin merupakan kelompok senyawa turunan asam lemak prostanoat (C20) yang rantai atom karbonnya pada nomor 8-12 membentuk cincin siklopentana. Asam arakidonat (asam 5,8,11,14-Eikosatetraenoat) merupakan zat terpenting untuk mensintesis prostaglandin pada manusia (Kartasasmita 2002).

Gambar 3 Struktur prostaglandin : (a) rangka karbon asam prostanoat, (b) struktur parsial prostaglandin A sampai I, (c) struktur prostaglandin E1, E2, dan F2α (Kartasasmita 2002).

Gambar 3 menunjukkan struktur asam prostanoat dan beberapa contoh prostaglandin. Saat ini dikenal prostaglandin A sampai I yang dibedakan oleh substituen yang terikat pada cincin siklopektana. Prostaglandin

berperan penting terhadap timbulnya nyeri, demam, dan reaksi-reaksi inflamasi, maka obat antiinflamasi non-steroid melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase, mampu menekan

gejala-gejala tersebut.

Obat Antiinflamasi Non-Steroid

Obat antiinflamasi non-steroid (OAINS) adalah golongan obat yang terutama bekerja perifer, memiliki aktivitas penghambatan inflamasi dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis prostaglandin melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase (Dannhardt & Laufer 2000). Biosintesis prostaglandin dari asam arakidonat dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Biosintesis prostaglandin dari asam arakidonat (Dannhardt & Laufer 2000).

Obat antiinflamasi sebelumnya, yang di kenal dengan obat antiinflamasi non-steroid, bekerja dengan menghambat aktivitas COX-1 dan COX-2. Obat-obatan tersebut antara lain adalah naproxen, sulindac, dan indomethacin. Namun penggunaan obat-obat tersebut menimbulkan efek samping berupa pendarahan pada lambung dan sistem pencernaan. Hal ini disebabkan karena terganggunya kerja COX-1. COX-1 terdapat pada sebagian besar jaringan. Terhambatnya kerja COX-1 mengakibatkan prostaglandin yang ada di dalam lambung menjadi berkurang. Padahal, prostaglandin pada lambung merupakan suatu gastroprotektor, sehingga pendarahan pada lambung pun terjadi (Steinmeyer 2000).

Obat antiinflamasi yang bekerja secara selektif menghambat COX-2 dikenal dengan obat antiinflamasi non-steroid COX-2

(13)

4

 

samping berupa pendarahan pada lambung dapat diatasi. Obat ini hanya bekerja menghambat aktivitas COX-2 tetapi tidak menghambat COX-1. Kelompok obat ini antara lain adalah celecoxib, valdecoxib, rofecoxib, dan nimesulide. Namun studi lebih lanjut dari penggunaan obat ini adalah efek samping yang ditimbulkan berupa gangguan kardiovaskular. Penggunaan obat-obat tersebut sudah dibatasi karena efek sampingnya yang berbahaya (Trivadila 2008).

Alopurinol

Alopurinol (1,5-dihidro-4H-pirazolo [3,4-d] pyrimidin-4-ona) (Gambar 5) pada 1950 oleh Falco digunakan sebagai penghasil agen

antineoplastic, tetapi kemudian ditemukan bahwa alopurinol mempunyai sifat inhibitor pada aktivitas XO, reduksi pada urin dan serum asam urat. Alopurinol disetujui oleh

Food and Drug Administration pada 1966 untuk pengobatan gout dan terapi hiperurikemia utama dan sekunder. Alopurinol dengan cepat dioksidasi oleh XO secara in vivo menjadi metabolit aktif oksipurinol (isoterm hipoxantin dan xantin). Alopurinol adalah suatu substrat dan inhibitor kompetitif enzim pada konsentrasi rendah, tetapi secara in vitro alopurinol merupakan inhibitor yang lemah. Namun, pada konsentrasi tinggi, merupakan suatu inhibitor nonkompetitif (Pacher et al. 2006).

Efek negatif alopurinol yang umum adalah gastrointestinal distress, reaksi hipersensitif, dan skin rash. Reaksi hipersensitif terjadi setelah beberapa bulan atau tahun pengobatan. Efek ini biasanya terjadi pada individu dengan kelainan fungsi ginjal. Alopurinol dapat meningkatkan efek siklofosfamida dan inhibitor metabolisme koagulan dan

probenecid. Gejala keracunan alopurinol meliputi demam, rash, vaskulitis, eosinofilia, dan kerusakan fungsi ginjal. Alopurinol dapat mencegah pertumbuhan dan perkembangan inflamasi gout sendi kronis (Pacher et al.

2006).

Gambar 5 Struktur kimia dari inhibitor xantin oksidase.

Enzim Siklooksigenase 2

Tahun 1987 ditemukan bahwa enzim siklooksigenase terdapat dalam dua isoform, yaitu siklooksigenase 1 (COX-1) dan siklooksigenase 2 (COX-2). Pencirian enzim siklooksigenase 1 dan siklooksigenase 2 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Pencirian enzim siklooksigenase 1 dan siklooksigenase 2

Parameter COX-1 COX-2

Ukuran gen 22 kb 8,3 kb

Ekson 11 10

Kromosom 9q32-q33,3 1q25,2-q25,3

mRNA 2,8 kb 4,1 kb

Regulasi

mRNA konstitusi Indusibel

Induktor - Sitokin, LPS

Jumlah

asam amino 599 604

Lokasi Membran inti Membran inti Kofaktor 1 mol heme 1 mol heme

Sumber : Structural approach to explain the selectivity of COX-2 inhibitors (Dannhardt & Laufer 2000).

COX-1 merupakan enzim konstitutif yang mengkatalisis pembentukan prostanoid regulatoris pada berbagai jaringan, terutama pada selaput lendir traktus gastrointestinal, ginjal, platelet dan epitel pembuluh darah, sedangkan COX-2 tidak konstitutif tetapi dapat diinduksi antara lain bila ada stimulasi inflamasi, mitogenesis atau onkogenesis (Dannhardt & Laufer 2000). Namun demikian, pada penelitian lanjutan ditemukan bahwa COX-2 ternyata tidak hanya indusibel melainkan juga konstitutif dan terdapat pada berbagai jaringan (ginjal, pembuluh darah, paru-paru, tulang, pankreas sumsum tulang belakang dan selaput lendir lambung) (Drazen

et al. 2005).

Enzim Xantin Oksidase

(14)

sebagai suatu benchmark untuk keseluruhan kompleks metaloflavoprotein. Enzim xantin oksidoreduktase telah diisolasi dari berbagai organisme seperti bakteri hingga manusia, dan mengkatalisis reaksi hidroksilasi dari suatu purin, pirimidin, pterin, dan substrat aldehida. Semua protein tersebut memiliki bobot molekul dan komposisi redoks yang sama. Enzim dari mamalia yang mengkatalisis reaksi hidroksilasi hipoxantin dan xantin merupakan sintesis enzim dehidrogenase membentuk xantin dehidrogenase (XDH) dan dapat dikonversikan menjadi oksidase membentuk xantin oksidase (XO) dengan oksidasi residu sulfidril atau oleh proteolisis. XDH dapat mereduksi NAD+ pada reaksi flavin adenin dinukleotida (FAD), sedangkan XO tidak dapat bereaksi dengan NAD+ dan menggunakan O2 sebagai substratnya untuk pembentukan anion superoksida dan hidrogen peroksida (Pacher et al. 2006).

Konversi XDH ke XO menjadi perhatian utama dalam penyakit yang ditandai oleh kerusakan jaringan oksigen-radical-induced, seperti kerusakan reperfusi postiskemik, iskemia hepatik, hemorrhagic shock, aterosklerosis, dan kerusakan sel. Penelitian selanjutnya menyatakan bahwa XO juga berpengaruh dalam pengaturan tekanan darah (Enroth et al. 2000). Uji daya inhibisi ekstrak air dan etanol rimpang jahe merah dan kulit kayu manis terhadap xantin oksidase dilakukan pada kondisi optimumnya. Menurut Tamta et al. (2005), yaitu pada waktu inkubasi 45 menit, suhu 20°C, pH 7,5, konsentrasi xantin oksidase 0,1 unit/ml, dan konsentrasi subtrat (xantin) 0,7 mM.

ELISA

Uji daya inhibisi ekstrak rimpang jahe merah terhadap aktivitas siklooksigenase 2 dilakukan dengan menggunakan kit Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dari

Cayman Chemical. Penelitian tanaman obat dengan menggunakan kit tersebut telah banyak dilakukan seperti Brouwer et al.

(2005), Pan et al. (2005), Julius et al. (2007), dan Morshet et al. (2009). Pembacaan dengan menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang 405-420 nm. Julius et al. (2007) melakukan pengukuran pada panjang gelombang 400 nm.

Prinsip dasar ELISA, yaitu ikatan antara antigen dan antibodi. Agustini & Nining (2006) mengatakan bahwa prinsip ELISA berdasarkan kemampuan sel antigen menangkap sel antibodi yang kemudian

membentuk kompleks antigen-antibodi. Uji ini berdasarkan kemampuan ekstrak tersebut menghambat sintesis prostaglandin. Asam arakidonat berperan dalam sintesis prostaglandin yang dikatalisis oleh enzim COX-2. Semakin banyak jumlah prostaglandin yang direduksi oleh SnCl2 maka semakin banyak PGF2 yang tereduksi.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah rimpang jahe merah (Zingiber officinale Linn. var Rubrum), kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii), alopurinol, A. salina L, larutan penyangga kalium fosfat, substrat asam arakidonat dan xantin, xantin oksidase, siklooksigenase 2, H2SO4, kloroform, NH4OH, anhidrida asam asetat, serbuk Mg, alkohol klorhidrat, besi (III) klorida, tween 20, pereaksi Ellman, Mayer, Wagner, Dragendorf dan kit ELISA.

Alat yang digunakan ialah alat-alat kaca, alat-alat ekstraksi, pengering putar, botol uji (vial), pipet tetes, pipet ukur, neraca analitik, aerator, ELISA reader, dan spektrofotometer UV-Vis Hitachi.

Metode Penelitian

Lingkup Kerja

Penelitian ini dilakukan beberapa tahap, yaitu persiapan sampel, penentuan kadar air, ekstraksi, uji fitokimia, uji toksisitas ekstrak terhadap A. salina L, dan uji daya inhibisi terhadap aktivitas siklooksigenase 2 dan xantin oksidase secara in vitro. Diagram alir penelitian disajikan pada Lampiran 1.

Persiapan sampel. Sampel yang digunakan dalam penelitian disiapkan dengan tahap sebagai berikut.

1 Pengumpulan bahan baku. Bahan baku rimpang jahe merah dan kulit kayu manis diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro), Bogor. 2 Sortir basah. Kegiatan ini bertujuan untuk

memisahkan kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari tanaman yang akan diteliti.

(15)

6

4 Perajangan. Perajangan bertujuan untuk mempermudah proses pengeringan dan penggilingan.

5 Pengeringan. Pengeringan dilakukan dengan udara kering hingga kadar air kurang dari 10% agar bahan yang diperoleh tidak mudah rusak akibat dari mikroorganisme.

Penentuan kadar air (AOAC 1984). Cawan porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 30 menit, lalu cawan porselen didinginkan dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang bobot kosongnya. Sampel ditimbang sebanyak 3 g dan dimasukkan ke cawan porselen. Sampel beserta cawan dipanaskan pada suhu 105°C selama 3 jam di dalam oven. Setelah didinginkan di dalam eksikator selama 30 menit, cawan besertai isinya ditimbang. Prosedur dilakukan berulangkali hingga diperoleh bobot tetap. Penentuan kadar air dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Persen kadar air rimpang jahe merah dan kulit kayu manis dihitung dengan persamaan:

dengan

a = bobot sebelum dikeringkan (g)

b = bobot setelah dikeringkan (g)

Ekstraksi air dan etanol (BPOM 2004). Serbuk rimpang jahe merah dan kulit kayu manis diekstraksi dengan pelarut air menggunakan metode maserasi selama 6 jam sambil sekali-sekali diaduk, kemudian didiamkan sampai 24 jam. Maserat dipisahkan dan proses diulangi 1 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan diuapkan dengan radas penguap berputar hingga diperoleh ekstrak kental (Lampiran 2).

Hal yang sama dilakukan juga untuk pelarut etanol 70%.

Penentuan rendemen ekstrak. Ekstrak sampel yang telah dipekatkan dengan radas penguap berputar ditambahkan beberapa ml etanol sampai semua etanol menguap. Ekstrak sampel ditimbang dan dihitung rendemennya dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: a = bobot ekstrak (g) b = bobot sampel (g)

Uji Fitokimia. Uji fitokimia yang dilakukan, yaitu

1 Uji Alkaloid. Sebanyak 1 gram contoh dilarutkan dalam 10 ml kloroform dan beberapa tetes NH4OH kemudian disaring dan filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan 10 tetes H2SO4 2 M dan lapisan asamnya dipisahkan dalam tabung reaksi yang lain. Lapisan asam ini diteteskan pada lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi Mayer, Wagner, dan Dragendorf yang akan menimbulkan endapan warna berturut-turut putih, coklat, dan merah jingga. 2 Uji Triterpenoid dan Steroid. Sebanyak 1

gram contoh dilarutkan dengan 25 ml etanol panas (50°C) kemudian hasilnya disaring ke dalam pinggan porselin dan diuapkan sampai kering. Residu ditambahkan eter dan ekstrak eter dipindahkan dalam lempeng tetes kemudian ditambahkan 3 tetes anhidrida asam asetat dan 1 tetes H2SO4 pekat (uji Lieberman-Buchard). Warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau atau biru menunjukkan adanya steroid.

3 Uji Saponin dan Flavonoid. Sebanyak 1 gram contoh yang ingin diuji masing-masing dimasukkan dalam gelas piala kemudian ditambahkan 100 ml air panas dan dididihkan selama 5 menit, setelah itu disaring dan filtratnya digunakan untuk pengujian. Uji saponin dilakukan dengan pengocokan 10 ml filtrat dalam tabung reaksi tertutup selama 10 detik kemudian dibiarkan selama 10 menit. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih stabil. Sebanyak 10 ml filtrat lain ditambahkan 0,5 gram serbuk magnesium, 2 ml alkohol klorhidrat (campuran HCl 37% dan etanol 95% dengan perbandingan 1:1), dan 2 ml amil alkohol kemudian dikocok dengan kuat. Terbentuknya warna merah, kuning, dan jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.

4 Uji Tanin. Sebanyak 1 gram contoh ditambah 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring. Sebagian filtrat yang diperoleh ditambah larutan besi (III) klorida, terbentuknya warna hitam kehijauan menunjukkan tanin.

(16)

Artemia salina L ditimbang sebanyak 50 mg kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air laut yang sudah disaring, setelah diaerasi kista dibiarkan selama 48 jam di bawah pencahayaan lampu agar menetas sempurna. Larva yang sudah menetas diambil untuk digunakan dalam uji toksisitas (Lampiran 3).

Uji toksisitas terhadap Artemia salina L sebanyak 10 ekor larva Artemia Salina L dimasukkan ke dalam vial yang berisi air laut lalu ditambahkan larutan ekstrak (air, etanol, alkaloid, dan flavonoid) sehingga konsentrasi akhirnya menjadi 1000, 100 dan 10 ppm. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan menghitung jumlah larva yang mati dari total larva yang dimasukkan ke dalam botol vial. Perhitungan memakai bantuan kaca pembesar. Pengolahan data persen mortalitas kumulatif digunakan analisis probit LC50 dengan selang kepercayaan 95%.

Uji Daya Inhibisi Ekstrak Etanol Rimpang Jahe Merah terhadap Enzim COX-2 Secara In Vitro (Cayman Chemical Catalog No. 560131). Ekstrak diuji daya inhibisinya terhadap enzim COX-2. konsentrasi ekstrak yang digunakan adalah konsentrasi di bawah LC50nya. Uji daya inhibisi dilakukan dengan metode ELISA, dengan menggunakan COX Inhibitor Sreening Assay Kit (Cayman Chemical Catalog No. 560131) (Lampiran 4).

 

Gambar 6 Format plat yang disarankan.

Keterangan Gambar:

Blk : Blanko

TA : Aktivitas Total

NSB : Non-specific Binding

B0 : Maximum Binding

S1-S8 : Standar 1-8

BC : Background COX-2

‡ : Aktivitas awal 100% contoh

 : Inhibitor COX-2 contoh

Uji daya inhibisi ekstrak etanol rimpang jahe merah dilakukan pada plat yang telah disiapkan (Gambar 6). Preparasi larutan-larutan yang digunakan pada uji aktivitas enzim COX-2 dapat dilihat pada lampiran 4. Sebanyak 0,1 ml dan 0,05 ml larutan penyangga EIA dimasukkan ke dalam sumur NSB dan B0 secara berurutan. Larutan standar prostaglandin diisi ke dalam sumur S8-S1.

Sumur BC diisi dengan 0,05 ml larutan background, sumur (‡) diisi dengan larutan aktivitas awal COX-2 dengan pengenceran 2000 dan 4000 kali sebanyak 0,05 ml, sumur () diisi dengan larutan ekstrak etanol rimpang jahe merah yang telah diencerkan 2000 dan 4000 kali. Selanjutnya setiap sumur ditambahkan 0,05 ml PG AchE tracer kecuali sumur TA dan Blk, setiap sumur ditambahkan 0,05 ml antiserum prostaglandin kecuali sumur TA dan NSB kemudian plat ditutup dan diinkubasi selama 18 jam pada suhu ruang.

Setelah inkubasi, plat dicuci dengan larutan penyangga pencuci, kemudian setiap sumur ditambahkan pereaksi Ellman sebanyak 0,2 ml, dan sumur TA diisi dengan tracer

sebanyak 0,005 ml. Plat ditutup dan dibiarkan bereaksi selama 60-90 menit. Pembacaan plat dilakukan dengan menggunakan ELISA

reader pada panjang gelombang 405 dan 420 nm. Daya inhibisi yang diperoleh dibandingkan dengan produk komersil yang ada dipasaran, yaitu diklofenak, ibuprofen dan antalgin.

Pembuatan Kurva Standar untuk Uji Daya Inhibisi Enzim Xantin Oksidase (Iswantini 2005). Larutan substrat (xantin) dibuat pada berbagai konsentrasi (0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; dan 0,7 mM), kemudian diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 264 nm. Kurva hubungan antara konsentrasi dan serapan dibuat. Persamaan kurva linear tersebut digunakan untuk menghitung aktivitas xantin oksidase.

Uji Daya Inhibisi Ekstrak air dan Etanol Rimpang Jahe Merah dan Kulit Kayu Manis terhadap Enzim XO Secara In Vitro (Tamta et al. 2005). Uji daya inhibisi ekstrak air dan etanol rimpang jahe merah dan kulit kayu manis terhadap xantin oksidase dilakukan pada kondisi optimumnya. Menurut Tamta et al. (2005), yaitu pada waktu inkubasi 45 menit, suhu 20°C, pH 7,5, konsentrasi xantin oksidase 0,1 unit/ml, dan konsentrasi subtrat (xantin) 0,7 mM.

Ekstrak kering dimasukkan ke dalam tabung reaksi dengan variasi konsentrasi berdasarkan hasil uji toksisitas terhadap A.

salina L. Selanjutnya kedalamnya

(17)

8

 

menit. Setelah diinkubasi, ke dalam campuran dengan segera ditambahkan HCl 0,58 M sebanyak 1 ml untuk menghentikan reaksi. Campuran selanjutnya diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 264 nm untuk melihat seberapa besar sisa xantin yang tidak bereaksi dalam sampel uji. Daya inhibisi yang diperoleh dibandingkan dengan produk komersil yang ada dipasaran, yaitu alopurinol.

Penentuan IC50. Inhibition concentration 50 atau IC50 merupakan nilai konsentrasi minimal ekstrak yang dapat menginhibisi enzim sampai 50%. Nilai IC50 diperoleh dari masing-masing kurva ekstrak sampel dengan memasukkan nilai Y = 50.

Dipilih satu persamaan yang paling sesuai untuk masing-masing sampel dengan melihat nilai R2 tertinggi yang diperoleh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar air

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe merah dan kulit kayu manis. Penentuan kadar air berguna untuk mengetahui ketahanan suatu bahan agar dapat memperkirakan cara penyimpanan terbaik bagi sampel untuk menghindari pengaruh aktivitas mikroba (jamur). Kadar air yang diperoleh dari rimpang jahe merah dan kulit kayu manis masing-masing adalah 7,34% dan 9,37% (Lampiran 5). Kandungan air pada sampel tersebut terbilang cukup rendah. Perolehan tersebut menunjukkan bahwa rimpang jahe merah dan kulit kayu manis yang berupa serbuk dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama untuk digunakan lebih lanjut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (1997), yaitu bila kadar air yang terkandung dalam suatu bahan kurang dari 10%, maka kestabilan optimum bahan akan tercapai dan pertumbuhan mikroba dapat dikurangi.

Ekstraksi

Air merupakan pelarut yang umum digunakan masyarakat untuk menyeduh dan merebus obat. Rendemen ekstrak air rimpang

jahe merah dan kulit kayu manis masing-masing 13,58% dan 9,61%.

Etanol merupakan pelarut yang memiliki dua gugus yang berbeda kepolarannya, yaitu gugus hidroksil yang bersifat polar dan gugus alkil yang bersifat nonpolar. keberadaan dua gugus ini diharapkan agar senyawa polar maupun nonpolar terekstrak ke dalam etanol. Rendemen ekstrak etanol rimpang jahe merah dan kulit kayu manis masing-masing 6,28% dan 28,89%. Rendemen ekstrak etanol rimpang jahe merah yang diperoleh sedikit di bawah standar yang ditetapkan oleh BPOM, yaitu kurang dari 6,6%, sedangkan rendemen ekstrak kulit kayu manis sudah memenuhi standar.

Uji Fitokimia

Senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak rimpang jahe merah dan kulit kayu manis dapat diketahui dengan uji fitokimia.

Tabel 2 Uji fitokimia ekstrak air rimpang jahe merah dan kulit kayu manis Golongan

Keterangan : (+) tingkat intensitas warna, (-)

menunjukkan senyawa metabolit sekunder tidak terdapat pada ekstrak, Rimpang jahe merah (RJM), dan kulit kayu manis (KKM)

Tabel 3 Uji fitokimia ekstrak etanol rimpang jahe merah dan kulit kayu manis Golongan

Keterangan : (+) tingkat intensitas warna, (-) menunjukkan senyawa metabolit sekunder tidak terdapat pada ekstrak, Rimpang jahe merah (RJM), dan kulit kayu manis (KKM)

(18)

metabolit sekundernya, yaitu alkaloid, steroid, dan flavonoid dengan intensitas warna yang sama. Kandungan senyawa kimia jahe sangat banyak dan bervariasi dan bergantung pada bagian tanaman dan kondisi rimpang (segar atau kering). Aroma jahe dihasilkan oleh minyak atsiri yang dikandung jahe, yang sebagian besar merupakan golongan monoterpenoid seperti β-felandrena (1,3-4%), (+)-kamfea (1,1-8%), cineol (4,1-11,2%), geraniol (3-20%), kurkumena (8-19%), citral, terpineol, dan borneol (1,3%), serta seskuiterpenoid seperti α-zingiberena (20-50,9%), β-seskuifelandrena (1,6-9%) , β -bisabolena (7%), (E-E)-α-farnesena, ar -kurkumena (8-19%), dan zingiberol (Ali et al.

2008). Komponen-komponen tersebut dapat terdegradasi menjadi senyawa kurang beraroma akibat adanya pengeringan (Ayu 2006). Hal ini ditunjukkan dengan hasil negatif senyawa golongan terpenoid baik pada ekstrak air maupun etanol rimpang jahe merah.

Hasil uji fitokimia ekstrak air kulit kayu manis menunjukkan adanya alkaloid, triterpenoid, saponin, flavonoid dan tanin., sedangkan ekstrak etanol kulit kayu manis menunjukkan adanya alkaloid, saponin flavonoid, dan tanin. Dalimartha (2001) menyebutkan bahwa kulit kayu manis mengandung minyak atsiri, eugenol (69,00%), safrole (21,00%), cinnamaldehida, tanin, kalsium oksalat, damar dan zat penyamak.

Uji Toksisitas Larva Udang

Uji toksisitas LC50 menggunakan larva udang A. salina L dilakukan dengan konsentrasi ekstrak sebesar 10, 100, dan 1000 ppm. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah suatu sampel bersifat bioaktif. LC50 adalah konsentrasi dari suatu bahan yang menyebabkan 50% kematian dalam suatu populasi. Jumlah larva udang yang mati dihitung setelah penambahan ekstrak selama 24 jam (Lampiran 6). Tabel 4 menunjukkan pengujian toksisitas yang dilakukan terhadap tiap ekstrak.

Tabel 4 Nilai LC50 ekstrak rimpang jahe merah dan kulit kayu manis terhadap

A. salina L

Ekstrak LC50 (ppm) Air Rimpang Jahe Merah 143,85 Air Kulit Kayu Manis 124,83 Etanol Rimpang Jahe Merah 108,37 Etanol Kulit Kayu Manis 106,71

Tabel 4 menunjukan nilai LC50 masing-masing ekstrak. Setiap ekstrak tersebut memiliki potensi bioaktif dan dapat dimanfaatkan sebagai obat karena memiliki nilai LC50 di bawah 1000 ppm (Muflihat 2008). Nilai ekstrak air rimpang jahe merah dan kulit kayu manis masing-masing sebesar 143,85 ppm dan 124,83 ppm, sedangkan ekstrak etanol rimpang jahe merah dan kulit kayu manis 108,37 ppm dan 106,71 ppm. Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol lebih bersifat bioaktif daripada ekstrak air, karena dengan konsentrasi yang lebih rendah dapat mematikan 50% populasi larva udang. Nilai LC50 masing-masing ekstrak dapat dijadikan batas konsentrasi tertinggi pada penentuan ragam konsentrasi ekstrak dalam uji enzimatik aktivitas siklooksigenase 2 dan xantin oksidase secara in vitro.

Uji Daya Inhibisi Ekstrak Rimpang Jahe Merah Terhadap Aktivitas COX-2

Uji daya inhibisi ekstrak jahe merah terhadap aktivitas COX-2 dilakukan dengan menggunakan konsentrasi 50 dan 100 ppm, yaitu konsentrasi di bawah nilai LC50. Ekstrak yang diuji adalah ekstrak etanol karena berdasarkan hasil uji toksisitasnya ekstrak tersebut lebih bersifat bioaktif dibanding dengan ekstrak air. Selain itu, metode ekstraksi dengan ekstrak etanol (70%) adalah metode standar yang sesuai dengan monografi BPOM untuk menghasilkan sedian obat herbal yang aman dan terstandar. Hasil daya inhibisi ekstrak juga dibandingkan dengan obat-obat sintesis yang biasa digunakan sebagai obat antiinflamasi seperti ibuprofen, diklofenak, dan antalgin. Daya inhibisi ekstrak etanol rimpang jahe merah dan obat-obat antiinflamasi disajikan pada Gambar 7 dan Lampiran 7.

Gambar 7 Persen inhibisi sampel terhadap aktivitas COX-2.

Keterangan:

a = Ekstrak Rimpang Jahe Merah 50 ppm b = Ekstrak Rimpang Jahe Merah 100 ppm c = Diklofenak 0,20 mg/100 g

(19)

10

 

Gambar 7 menunjukkan hasil uji daya inhibisi ekstrak etanol rimpang jahe merah terhadap aktivitas COX-2. Konsentrasi ekstrak rimpang jahe merah yang memberikan hambatan terhadap aktivitas COX-2 adalah 100 ppm, yaitu sebesar 23,81%, dan pada konsentrasi 50 ppm sebesar 1,86%. Nilai tersebut sangat jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan daya inhibisi diklofenak dan ibuprofen yang mencapai lebih dari 90%, sedangkan antalgin tidak menunjukkan daya inhibisi dengan nilai negatif.

Daya inhibisi ekstrak etanol yang rendah diduga disebabkan kecilnya senyawa aktif yang memiliki potensi inhibisi terhadap COX-2 yang terdapat pada ekstrak tersebut. Kandungan oleoresin seperti gingerol dan sogaol dalam rimpang jahe merah memiliki aktivitas inhibisi yang tinggi daripada komponen-komponen lain (Luthana 2008). Tjendraputra et al. (2001) dan Lantz (2007) menyatakan sogaol memiliki aktivitas inhibisi terhadap COX-2 tetapi tidak setinggi gingerol, sehingga diasumsikan bahwa kandungan gingerol pada ekstrak etanol jahe merah tidak begitu besar dibandingan sogaol. Kandungan gingerol ekstrak etanol rimpang jahe merah dengan metode maserasi hanya sekitar 2,44% (Ma’mun etal.2006). Nilai tersebut masih di bawah standar yang ditetapkan BPOM, yaitu lebih dari 2,81%.

Kandungan gingerol yang kecil tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan konsentrasi ekstrak etanol rimpang jahe merah yang diuji. Berdasarkan penelitian Trivadila (2008), dengan ditingkatkannya konsentrasi ekstrak menjadi 200 ppm, aktivitas inhibisi COX-2 ekstrak etanol rimpang jahe merah hampir mendekati nilai aktivitas inhibisi diklofenak dan ibuprofen. Hal lain yang memungkinkan untuk meningkatkan daya inhibisinya adalah dengan mengkombinasikan rimpang jahe merah dengan tanaman obat lain yang diketahui memiliki potensi sebagai antiinflamasi.

Uji Daya Inhibisi Ekstrak Rimpang Jahe Merah dan Kulit Kayu Manis Terhadap

Aktivitas XO

Uji daya inhibisi terhadap enzim xantin oksidase dilakukan pada semua ekstrak dengan menggunakan variasi konsentrasi. Pengujian pada konsentrasi yang bervariasi ini ditunjukan untuk melihat pengaruh penambahan konsentrasi ekstrak terhadap peningkatan daya inhibisi, selain itu juga untuk melihat besarnya daya inhibisi ekstrak

pada serangkaian konsentrasi di bawah nilai toksisitasnya (LC50). Variasi konsentrasi ekstrak yang digunakan dari konsentrasi 20 ppm hingga konsentrasi 100 ppm, selain itu juga dilakukan pengamatan aktivitas enzim tanpa penambahan ekstrak (blanko) untuk melihat pengaruh inhibisi ekstrak tersebut terhadap aktivitas enzim.

Kurva standar perlu dibuat sebelum melakukan uji enzimatik untuk mengetahui serapan dari xantin pada berbagai konsentrasi, sehingga dapat diketahui berapa jumlah xantin yang dikonversi menjadi asam urat pada reaksi enzimatis. Persamaan linear kurva standar yang diperoleh adalah Y = 0,2688 + 2,0315X dan nilai R2 = 90,71% (Lampiran 8). Serapan dari xantin dengan penambahan ekstrak yang terukur dilambangkan dengan Y, dan X adalah konsentrasi xantin sisa yang tidak terkonversi menjadi asam urat. Konsentrasi tersebut nantinya akan dikonversi menjadi konsentrasi xantin yang bereaksi. Dengan diperolehnya konsentrasi xantin yang bereaksi, maka akan diketahui seberapa besar aktivitas xantin oksidase dalam mengubah xantin menjadi asam urat, sekaligus dapat ditentukan seberapa besar persen inhibisi ekstrak yang diujikan terhadap aktivitas xantin oksidase.

Uji enzimatik dilakukan pada kondisi optimumnya (Tamta et al. 2005) yakni pada suhu inkubasi 20°C, pH 7,5, konsentrasi xantin oksidase 0,1 unit/mL, konsentrasi xantin 0,7 mM, waktu inkubasi selama 45 menit, dan panjang gelombang 293 nm. Namun, pada penelitian ini dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 264 nm karena berdasarkan hasil optimisasi dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis Hitachi, panjang gelombang maksimalnya adalah 264 nm. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh pelarut yang digunakan. Pelarut tersebut dimungkinkan masih mengandung ion-ion pengganggu yang mempengaruhi penyerapan maksimumnya. Sudjadi (1985) mengatakan bahwa serapan air antara 205-264,5 nm, di bawah nilai tersebut serapan sampel tidak linear.

(20)

26,69 26,72 24,91 23,30 21,63

Ekstrak air rimpang jahe merah Ekstrak air kulit kayu manis

  Gambar 8 Persen inhibisi aktivitas xantin

oksidase ekstrak air.

Gambar 8 menunjukkan daya inhibisi ekstrak air rimpang jahe merah dan kulit kayu manis terhadap aktivitas xantin oksidase. Ekstrak air kulit kayu manis menunjukkan daya inhibisi yang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak air rimpang jahe merah terhadap aktivitas xantin oksidase, sehingga dapat diduga senyawa metabolit sekunder yang bersifat inhibisi terhadap xantin oksidase lebih banyak terdapat dalam ekstrak air kulit kayu manis. Gambar tersebut menunjukkan bahwa dengan bertambahnya konsentrasi ekstrak kulit kayu manis maka semakin tinggi juga daya inhibisinya, namun pada ekstrak air rimpang jahe merah pengaruh pertambahan ekstrak terhadap daya inhibisi hanya meningkat sampai konsentrasi 40 ppm, kemudian terjadi penurunan daya inhibisi terhadap xantin oksidase pada konsentrasi 60-100 ppm.

Penelitian Khanom et al. (2003) menyatakan bahwa kandungan gingerol dari ekstrak air rimpang jahe memiliki aktivitas inhibisi terhadap xantin oksidase yang menghasilkan anion superoksidase sebesar 31,7%. Daya inhibisi tertinggi dari ekstrak air rimpang jahe merah terdapat pada konsentrasi 40 ppm. Penurunan daya inhibisi ekstrak air rimpang jahe merah dapat disebabkan karena tidak adanya senyawa golongan terpenoid, rendahnya kandungan flavonoid, tidak diketahuinya kandungan gingerol, dan kemungkinan adanya senyawa yang bersifat aktivator terhadap xantin oksidase pada ekstrak kasar tersebut. Berdasarkan penelitian sebelumnya (Rosidah 1999), ekstrak air rimpang jahe mengandung senyawa golongan steroid, triterpenoid, dan flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan. Lin et al.

(2000) menyatakan bahwa senyawa golongan flavonoid dapat menghambat aktivitas xantin oksidase.

Ekstrak etanol rimpang jahe merah Ekstrak etanol kulit kayu manis

  Gambar 9 Persen inhibisi aktivitas xantin

oksidase ekstrak etanol.

Gambar 9 menunjukkan daya inhibisi ekstrak etanol rimpang jahe merah dan kulit kayu manis. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit kayu manis memiliki daya inhibisi yang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak etanol rimpang jahe merah (Lampiran 9). Hal ini diduga karena efek sinergis dari senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, saponin, flavonoid dan tanin dalam kulit kayu manis berpotensi sebagai inhibitor xantin oksidase. Penelitian Ekaprasada (2006) menyatakan bahwa ekstrak etanol kulit kayu manis memiliki aktivitas antioksidan yang kuat. Khare (2007) dan Umaheswari et al. (2007) menyatakan kandungan flavonid, diterpenoid, triterpenoid, alkaloid yang terdapat dalam ekstrak metanol tanaman Vivex negundo L atau saponin dan polifenol dalam ekstrak air tanaman Coccinia grandis L serta saponin, flavonoid dan tanin dalam ekstrak tanaman Rheum officinale dapat berperan dalam menghambat xantin oksidase. Ekstrak air pada rimpang jahe merah mengalami paningkatan daya inhibisi mulai konsentrasi 10-80 ppm, kemudian turun pada konsentrasi 100 ppm.

(21)

12

 

dibandingkan biouric dan ekstrak etanol kumis kucing masing-masing sebesar 37,16% dan 51,67% pada konsentrasi yang sama (100 ppm). Namun jika dibandingkan dengan alopurinol (97,91%), daya inhibisi ekstrak etanol kulit kayu manis masih lebih kecil pada konsentrasi 100 ppm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak air dan etanol kulit kayu manis memiliki daya inhibisi yang lebih besar dari 50% pada konsentrasi di bawah LC50. Hasil ini memberi informasi bahwa ekstrak tersebut selain memiliki bioaktivitas juga berpotensi sebagai obat asam urat. Noro et al. (1983) menyatakan bahwa ekstrak ekstrak dikatakan berpotensi sebagai inhibitor xantin oksidase dan dapat dimanfaatkan sebagai obat asam urat bila memiliki daya inhibisi lebih besar dari 50%.

ekstrak air rimpang jahe merah pada konsentrasi 40 ppm (A) ekstrak air kulit kayu manis pada konsentrasi 100 ppm (B) ekstrak etanol rimpang jahe merah pada konsentrasi 80 ppm (C) ekstrak etanol kulit kayu manis pada konsentrasi 100 ppm (D) ekstrak etanol kumis kucing pada konsentrasi 100 ppm (E) alopurinol pada 100 ppm (F)

biouric pada konsentrasi 100 ppm (G)   Gambar 10 Persen inhibisi terbaik dari

seluruh ekstrak dan kontrol positif terhadap xantin oksidase.

Kurva estimasi ditentukan menggunakan data persen inhibisi masing-masing ekstrak dengan program Minitab versi 14. Hasil pengujian menunjukkan bahwa daya inhibisi ekstrak air rimpang jahe merah memiliki R sebesar 99,00% pada persamaan kuadratik sedangkan menggunakan persamaan linear diperoleh R sebesar 96,95%. Ekstrak etanol rimpang jahe merah digunakan persamaan logaritmik dengan R sebesar 96,47% dibandingkan dengan persamaan linear sebesar 89,33%. Persamaan yang digunakan untuk menentukan R ekstrak air dan etanol kulit kayu manis adalah persamaan linear dengan nilai R masing-masing 97,57% dan 99,55%. Nilai R yang terbesar diperoleh dari persamaan linear ekstrak etanol kulit kayu manis (99,55%). Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi ekstrak mempunyai kaitan erat dengan daya

inhibisinya terhadap enzim xantin oksidase dan secara statistik terdapat pengaruh yang signifikan pada penambahan konsentrasi ekstrak terhadap daya inhibisinya. Widowati

et al. (1996) mengatakan bahwa nilai R=83,7% menunjukkan bahwa persamaan tersebut dapat dikatakan signifikan dan secara keseluruhan variabel X mempunyai kaitan variabel Y.

Nilai IC50 dari masing-masing ekstrak dapat ditentukan dari persamaan yang diperoleh tersebut. IC50 merupakan nilai konsentrasi minimal ekstrak yang dapat menginhibisi enzim sampai 50% (Behera et al. 2003).

Tabel 5 Persamaan ekstrak rimpang jahe merah dan kulit kayu manis

Ekstrak Persamaan

(22)

Tabel 6 Nilai IC50 ekstrak rimpang jahe merah dan kulit kayu manis

Ekstrak IC50 (ppm)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekstrak etanol rimpang jahe merah pada konsentrasi 100 ppm menunjukkan daya inhibisi sebesar 23,81% terhadap aktivitas siklookasigenase 2. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanol rimpang jahe merah memiliki potensi yang rendah menghambat aktivitas siklooksigenase 2 dan sebagai obat rematik. Ekstrak air dan etanol kulit kayu manis memiliki daya inhibisi di atas 50%, yaitu sebesar 54,64% dan 56,80%, dengan nilai IC50 69,45 dan 63,23 ppm pada konsentrasi 100 ppm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak air dan etanol kulit kayu manis berpotensi sebagai obat asam urat dengan mekanisme menghambat aktivitas xantin oksidase. Daya inhibisi tertinggi terhadap xantin oksidase ditunjukkan oleh ekstrak etanol kulit kayu manis (56,80%).

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui daya inhibisi ekstrak rimpang jahe merah dan kulit kayu manis secara in vivo dan senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak, yang secara khusus berpotensi menghambat aktivitas xantin oksidase dan siklooksigenase 2 seperti gingerol. Salah satunya, yaitu dengan dilakukannya fraksinasi, analisis ultraviolet, inframerah, NMR.

DAFTAR PUSTAKA

Adi LT. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Depok: Swadaya.

Agustini NLP, Nining H. 2006. The production of jembrana virus recombinant protein for elisa antigen (J Gag 6). Manual Diagnosa Laboratorik Penyakit Jembrana. Denpasar: Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner. hlm 117– 119.

Ali BH, Blunden G, Tanira MO, Nemmar A. 2008. Some phytochemical, pharmacological and toxicological properties of ginger (Zinggiber officinale

Roscoe.). A review of recent research.

Food ChemTox 46:409-420.

Altinier G. 2007. Characterization of topical antiinflammatory compounds in

Rosmarinus officinalis L.. J Agric. Food Chem 55:1718-1723.

[Anonim]. 2007. COX Inhibitor screening assay. Catalog No. 560131. Cayman chemical company. Proc Natl Acad Sci USA 88:2692-2696.

[AOAC] Association of Official Analitycal Chemist. 1984. Official methods of analysis. Virginia: AOAC.

Ayu R. 2006. Kecenderungan lama pengeringan terhadap kerusakan antioksidan dari simplesia jahe (Zingiber officinale Roscoe.) [skripsi]. Bandung: Program Studi Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung.

Behera BC, Adawadkar B, Makhija U. 2003. Inhibitory activity of xanthine oxidase and superoxidase-scavenging activity in some taxa of the lichen family Graphidaceae.

Phytomedicine 10:536-543.

[BPOM RI] Balai Penelitian Obat dan Makanan, Republik Indonesia. 2004.

Fitofarmaka dan Obat Herbal Terstandar. Jakarta: BPOM RI.

Brouwer N et al. 2005. An

ethnopharmacological study of medicinal plants in New South Wales. Molecules

10:1252–1262.

Cho, Suk H, penemu; Melaleuca, Inc. 30 Maret 2004. Dietary supplements and methods for treating pain and inflammation. US Patent 6713096.

Dalimartha S. 2001. 96 Resep Tumbuhan Obat untuk Reumatik. Jakarta: Penebar Swadaya.

Dannhardt G, Laufer S. 2000. Structural approach to explain the selectivity of COX-2 inhibitors. European Medicines

(23)

14

 

Darlina dan Wahyuni S. 2004.

Radiosinovektomi Sebagai Alternatif Pengobatan Radang Sendi Tanpa Operasi.

Volume ke-5. Jakarta: Alara.

Drazen JM, Nissen SE, Topol EJ. 2005. COX-2 inhibitors-a lesson in unexpected problems. J Biol Chem 286:954-959.

Ekaprasada MT. 2006. Isolasi senyawa antioksidan kulit batang kayu manis (Cinnamomum burmannii Nees ex Blume) [tesis]. Jakarta: Program Pascasarjana Kimia, Universitas Indonesia.

Enroth C, Eger BT, Okamoto K, Nishino T, Nishino T. 2000. Crystal structure of bovine milk xanthine dehydrogenase and xanthine oxidase: structurebased mechanism of conversion. Proc Natl Acad Sci USA 97:10723–10728.

Evi S. 2006. Khasiat ekstrak buah mengkudu dan rimpang jahe merah sebagai obat penunjang dalam penanganan tuberkulosis [skripsi]. Bandung: Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung.

Filha ZSF, Vitolo IF, Fietto LG, Lombardi, Guimaraes S. 2006. Xanthine oxidase inhibitory activity of Lychnophora species from Brazil (“Arnica”). Journal of Ethnopharmacology 107:79-82.

Hakim L. 2005. Inhibisi formula ekstrak sidaguri (Sida rhombifolia) dan seledri (Apium graveolens) pada enzim xantin oksidase serta efek antiinflamasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Hegazy MF. 2008. Cycooxygenase 1 (COX-1) and 2 inhibitory labdane diterpenes from

Crassochepalum mannii. J. Nat. Prod

71:1070-1073.

Heinicke R dan Olsen AK. 1985. Understanding the Miracle: An Introduction to the Science of Noni. Hawai: Universty of Hawaii. http://www.hawaiiannoni.com/noni/magic fruit.html [14 Agustus 2008]

Iswantini D. 2005. Sidaguri (Sida rhombifolia

L.) and seledri (Apium graveolans L.) as anti-gout: in vitro, in vivo assays and bioactive compounds. International

Conference On Medicinal Plants: Sustainable Management and Utilization of Medicinal Plant Resources. Kuala Lumpur, 5-7 Des 2005. Malaysia: Universiti Putra Malaysia dan Jabatan Perhutanan Semenanjung Malaysia. hlm 242-253.

Jang DS, Cuendet M, Fong HHS, Pezzuto JM, Kinghorn AD. 2004. Constituent of

Asparagus officinalis evaluated for inhibitory activity against cyclooxygenase 2. J Agric. Food Chem 52: 2218-2222.

Julius RL, Omar KF, Janet C, Jeanne P, Frederick H. 2007. Synthesis and evaluation of transthyretin amyloidosis inhibitors containing carborane pharmacophores. National Academy of Science 10:4808–4813.

Kartasasmita RE. 2002. Perkembangan obat antiradang bukan steroid. Laporan Unit bidang ilmu kimia medisinal/farmasi analisis. Bandung: Institut Teknologi Bandung. hlm 75-82.

Khanom F, Kayahara H, Hirota M, Tadasa K. 2003. Superoxide scavenging and tyrosinase inhibitory active compound in ginger (Zingiber officinale Roscoe.).

Pakistan Journal of Biological Sciences

6(24):1996-2000.

Khare CP. 2007. Indian medical plants. Library of Congress Control 92:24-46.

Kong LD, Cai C, Huang W, Cheng CHK, Tan RX. 2000. Inhibitions of xanthine oxidase by some Chinese medicinal plants used to treat gout. J Ethnopharm 73:199-207.

Krumhar KC, penemu; Metagenics, Inc. 27 September 2005. Method for treatment of inflammation and pain in mammals. US Patent 6949260.

Lantz RC. 2007. The Effect of extract from ginger rhizome on inflammatory mediator production. Phytomedicine 14:123-128.

Lee HJ et al. 2005. In vitro anti-inflammatory and anti-oxidative effects of Cinnamomum camphora extracts. Elsevier Ireland

(24)

Lelo A, Hidayat DS, Ichwan M. 2004. Peran sediaan COX-2 inhibitor dalam modulasi nyeri. Repository 2:1-5.

Lin LZ, Lindenmaier M, Yang J, Cleary M, Qiu SX. 2000. LC/ESI/MS study of the flavonoid glycoside malonates of red clover (Trifolium pratense). J Agric Food Chem 48: 354-356.

Luthana YK. 2008. Jahe dan senyawa antioksidannya [skripsi] Bandung: Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung.

Ma’mun, Sukmasari M, Bermawie N. 2006. Perbandingan teknis ekstraksi dalam analisis gingerol jahe merah (Zingiber officinale Rocoe). Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Pengembangan Tanaman Obat Menuju Kemandirian Masyarakat dalam Pengobatan Keluarga; Jakarta, 7 September 2006.

Marrero E. 2006. COX-2 and sPLA2 inhibitory activity of aqueous extract and polyphemnols of Rhyzophora mangle (red mangrove). Fitoterapia 77:313-315.

Matondang I, Rahimy A. 2007. Zingiber officinale L. (Jahe). Jakarta: Pusat penelitian dan pengembangan tumbuhan obat.

Morshet AC et al. 2009. Synthesis of celecoxib analogues possessing a n -difluoromethyl-1,2-dihydropyrid-2-one 5-lipoxygenase pharmacophore: biological evaluation as dual inhibitors of cyclooxygenases and 5-lipoxygenase with anti-inflammatory activity. J Med Chem

52:1525–1529.

Muflihat DA. 2008. Inhibisi ekstrak herba kumis kucing dan daun salam terhadap aktivitas xantin oksidase [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Murwanti R, Edy M, Arief N, Susi AK. 2004. Efek ekstrak etanol rimpang temu putih  (Curcuma zedoaria Roscoe.) terhadap  pertumbuhan tumor paru fase post inisiasi  pada mencit betina diinduksi Benzo[a]piren. Farmasi Indonesia

15(1):7-12.

Noro T, Oda Y, Miyase T, Ueno A, Fukushima S. 1983. Inhibition of xanthine oxidase from the flowers and buds of

Daphne genkwa. Chem Pharm Bull

31(11):3984-3987.

Pacher P, Nivorozhkin A, Szabo C. 2006. Therapeutic effects of xanthine oxidase inhibitors: renaissance half a century after the discovery of allopurinol. Pharmacol Rev 58:87–114.

Pan BS, Ying YK, Tsui YC, Yeuk CL. 2005. Anti-oxidative and anti-inflammatory activities of two different species of a Chinese herb I-Tiao-Gung. European Journal of Pharmalogy 451:111-1118.

Rhamdani TH. 2004. Isolasi dan identifikasi senyawa bioaktif seledri (Apium graveolens) dalam menghambat aktivitas xantin oksidase [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Rina W. 1995. Uji efek antiradang ekstrak etanol rimpang jahe merah (Zingiber officinale var Rubrum), rimpang jahe putih kecil (Zingiber officinale var Amarum), dan rimpang jahe putih besar (Zingiber officinale Rosc.) pada tikus putih jantan galur [skripsi]. Bandung: Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung.

Rosidah. 1999. Uji aktivitas antiradang pada tikus galur wistar dan telaah fitokimia ekstrak daun babadotan dan ekstrak rimpang jahe [skripsi]. Bandung: Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung.

Samsudin S. 2006. Efektivitas kombinasi ekstrak rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc. Var. Sunti. Val.) dan ekstrak buah mengkudu (Morinda

citrifolia Linn.) sebagai obat

komplementer penanganan tuberkulosis [skripsi]. Bandung: Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung.

Steinmeyer J. 2000. Pharmacological basis for therapy of pain and inflammation with nonsteridal antiinflammatory drugs.

Arthritis Res 2:379-385.

Sudjadi. 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Jakarta: Ghalia Indonesia.

(25)

16

 

pyrazolopyrimidine-based inhibitors of xanthine oxidase. Biochemistry 71:49-50.

Thompson M. 2002. The use of ginger (Zingiber officinale Roscoe.) as a potential antiinflammatory and antithrombcagent.

Prostagland Leukotrien Essent Fat Acid

67:475-478.

Tjendraputra E, Tran VH, Liu-Brennan D, Roufogalis BD, Duke CC. 2001. Effect of ginger constituents and synthetic analogues on cyclooxigenase 2 enzyme in intact cells. Bioorganic Chemistry 29:152-163.

Tran QK et al. 2003. In vitro antiplasmodial activity of antimalarial medicinal plants used in Vietnamese traditional medicine.

Journal of ethnopharmacology 86:249-52.

Trivadila. 2008. Daya inhibisi ekstrak rimpang jahe merah (Zingiber officinale

Linn. var Rubrum) terhadap aktivitas enzim siklooksigenase 2 (COX-2) secara

in vitro. Laporan hibah penelitian internal. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Tsujii M, Kawano S, Dubois RN. 1997. Cyclooxygenase-2 expression in human colon cancer cells increases metastatic potential. Medicine 94(7):3336-40.

Umaheswari M et al. 2007. Xanthine oxidase inhibitory activity of some Indian medical plant. Journal Ethnopharmacological Communication 109:547-551.

Widowati L, Dzulkarnain B, Sundari D, Sampurno OD. 1996. Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia VIII [bibliografi]. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Yu KH. 2006. FebuXOstat: a novel non-purine selective inhibitor of xanthine oxidase for the treatment of hyperuricemia in gout. 70 recent patents on iInflammation & allergy drug discovery

(26)
(27)

18

Lampiran 1. Bagan alir penelitian

Ekstraksi Jahe Merah (Zingiber Officinale), dan Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmannii)

Uji Sitotoksin Ekstrak Terhadap A. salina Leach

Uji Daya Inhibisi ekstrak Air dan Alkohol dari rimpang

jahe merah terhadap enzim COX-2

Uji Daya Inhibisi ekstrak Air dan Alkoholdari rimpang jahe merah dan

kulit kayu manis terhadap enzim XO Uji Fitokimia

• Uji Alkaloid

• Uji Triterpenoid dan Steroid

• Uji Saponin dan Flavonoid

(28)

Lampiran 2. Ekstrak air dan etanol

Ektrak air

Ekstrak etanol

Serbuk rimpang jahe merah dan kulit kayu manis

Ekstrak air

dipekatkan dengan rotavavor

diekstrak dengan air disaring

Serbuk rimpang jahe merah dan kulit kayu manis

Ekstrak etanol

dipekatkan dengan rotavavor

(29)

20

Lampiran 3. Uji toksisitas dengan larva udang

Penetasan kista A. salina L

Pembuatan ekstrak 5000 ppm

Pembuatan ekstrak 1000 ppm

Aerator 48 jam

Lampu neon

Larva udang 50 mg telur

Artemia salina Leach

Air laut

Diisi 4000 l air laut 10 larva A. salina

1000 l ekstrak Vial ukuran 5000 l

Biarkan selama 24 jam

0,2500 g ekstrak Air laut

(30)

Lampiran 4. COX Inhibitor Sreening Assay Kit (Cayman Chemical Catalog No. 560131)

Preparasi Larutan Untuk Uji Aktivitas COX-2

Untuk menguji aktivitas enzim COX-2 dengan metode ELISA, perlu disiapkan larutan-larutan sebagai berikut:

Larutan Background. Sebanyak 0,02 ml COX-2 dipindahkan ke dalam tabung mikrofuge 0,5 ml dan ditempatkan pada air mendidih selama 3 menit untuk dinonaktifkan. Enzim tidak aktif ini akan digunakan untuk menghasilkan nilai latar belakang (background). Sebanyak 0,97 ml bufer reaksi, 0,01 ml heme, dan 0,01 ml COX-2 nonaktif dicampurkan dalam tabung reaksi. Selanjutnya diinkubasi selama 10 menit pada 37°C dan ditambahkan 0,01 ml substrat asam arakidonat. Selanjutnya diinkubasi kembali selama 2 menit pada 37°C. Sebanyak 0,05 ml HCl 0,01 ml SnCl2 dan ditambahkan ke dalam campuran dan diinkubasi selama 5 menit dalam suhu ruang. Kemudian larutan background diencerkan 100x dengan mencampurkan 0,01 ml larutan background dengan 0,99 ml bufer EIA.

Larutan aktivitas awal COX-2 100%. Sebanyak 0,95 ml bufer reaksi, 0,01 ml heme, dan 0,01 ml COX-2 dicampurkan dalam dua tabung reaksi dan ditambahkan 0,02 ml bufer reaksi atau solven, lalu dihomogenasi. Larutan tersebut diinkubasi selama 10 menit pada temperatur 37°C. Reaksi diinisiasikan dengan ditambahkan larutan SnCl2 sebanyak 0,01 ml pada semua larutan, dihomogenasi dan diinkubasi selama 2 menit pada temperatur 37°C. Sebanyak 0,05 ml HCl 0,01 ml SnCl2 dan ditambahkan ke dalam campuran dan diinkubasi selama 5 menit dalam suhu ruang. Selanjutnya larutan tersebut diencerkan 100x dengan mencampurkan 0,01 ml larutan aktivitas awal COX-2 100% dengan 0,99 ml bufer EIA, kemudian larutan tersebut diambil 0,05 ml dan ditambahkan 0,95 ml bufer EIA untuk pengenceran 2000x. Pengenceran 4000x dilakukan dengan pencampuran 0,5 ml bufer EIA dengan 0,5 ml larutan dari pengenceran 2000x.

Larutan inhibitor COX-2/ekstrak etanol rimpang jahe merah. Sebanyak 0,95 ml bufer reaksi, 0,01 ml heme, dan 0,01 ml COX-2 dicampurkan dalam enam tabung reaksi dan ditambahkan 0,02 ml sampel, lalu dihomogenasi. Setiap tabung reaksi tersebut diinkubasi selama 10 menit pada temperatur 37°C. Reaksi diinisiasikan dengan ditambahkan larutan SnCl2 sebanyak 0,01 ml pada semua tabung reaksi, dihomogenasi dan diinkubasi selama 2 menit pada temperatur 37°C. Sebanyak 0,05 ml HCl 0,01 ml SnCl2 dan ditambahkan ke dalam campuran dan diinkubasi selama 5 menit dalam suhu ruang. Selanjutnya larutan inhibitor COX-2 tersebut diencerkan 2000x dan 4000x.

Standar Prostaglandin (PG). Standar PG yang telah diliofilisasi dilarutkan dalam 1 ml bufer EIA. Konsentrasi larutan akan menjadi 10 ng/ml (the bulk standard). Larutan disimpan pada temperatur 4°C dan akan stabil kira-kira enam minggu. Persiapan standar yang digunakan dalam EIA: disiapkan sebanyak 8 tabung reaksi bersih dan diberi nomor 1-8. Sebanyak 0,8 ml hasil ekstraksi bufer EIA dimasukkan ke dalam tabung satu dan 0,5 ml bufer EIA dimasukkan ke dalam tabung 2-8. Sebanyak 0,2 ml bulk standard (10 ng/ml) dipindahkan ke dalam tabung satu dan dicampurkan secara menyeluruh. Secara berurutan, standar diencerkan dengan memindahkan sebanyak 0,5 ml larutan dari tabung satu ke tabung dua dan dicampurkan secara menyeluruh. Lalu, sebanyak 0,5 ml larutan dari tabung dua dipindahkan ke tabung tiga dan dicampurkan secara menyeluruh. Perlakuan tersebut diulang untuk tabung 4-8. Larutan standar tersebut stabil selama 24 jam.

Konsentrasi masing-masing standar yang diperoleh adalah 2000, 1000, 500, 250, 125, 62,5, 31,3, dan 15,6 (pg/ml).

Pengujian

Uji ELISA dilakukan dengan mengisi sumur-sumur yang disediakan dengan larutan-larutan yang telah direaksikan.

Bufer EIA. Sebanyak 0,10 ml bufer EIA ditambahkan ke dalam sumur-sumur (wells) Non-specific Binding (NSB) dan sebanyak 0,05 ml bufer EIA ditambahkan ke dalam sumur-sumur Maximum Binding (B0).

Gambar

Gambar 4 Biosintesis prostaglandin dari asam  arakidonat (Dannhardt & Laufer 2000).
Tabel 1 Pencirian enzim siklooksigenase 1 dan siklooksigenase 2
Tabel 2 Uji fitokimia ekstrak air rimpang jahe merah dan kulit kayu manis
Tabel 4 Nilai LC50 ekstrak rimpang jahe merah dan kulit kayu manis terhadap
+3

Referensi

Dokumen terkait

terjadi perubahan momentum ( impulse ). Akibatnya roda turbin akan berputar. Turbin impuls adalah turbin tekanan sama karena aliran air yang keluar dari nosel. tekanannya adalah

One of the main challenges is the reluctance of the majority of the population to deal with the current banking practices for various reasons such as distrust, poverty, complicated

Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh dengan kadar gula darah puasa pada pegawai sekretariat daerah

Berdasarkan rumusan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah menentukan arahan pengendalian kegiatan informal di sekitar kawasan

Pada penelitian ini juga terdapat siswa dengan IMT normal yang memiliki body image puas dikarenakan Siswa tidak memiliki masalah dengan status gizi, persepsi

Dari penelitian ini teridentifikasi terdapat 9 faktor yang mempengaruhi kompetensi manajemen kontraktor jalan, Melalui metode CSI diketahui nilai

Non-gliserida yang dapat larut dalam minyak seperti asam lemak bebas (FFA), phospholipid, trace metal, karotenoid, tocoferol atau tocotrienol, produk teroksidasi dan sterol

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan analisis loyalitas pelanggan terhadap kain tenun Troso pada perusahaan tenun “Hidayah” Troso Kabupaten Jepara dan untuk mengetahui