(
CO-FISH PROJECT
) DAN DAMPAKNYA TERHADAP
KEADAAN SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT
DI KABUPATEN BENGKALIS
IRWAN KURNIAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
IRWAN KURNIAWAN. Kajian Pengelolaan Sumberdaya Perikanan (Co-Fish Project) dan Dampaknya terhadap Keadaan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Bengkalis. (HERMTANTO SIREGAR sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan SLAMET SOEDARSONO sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Sebagian besar penduduk di Kabupaten Bengkalis tempat dilaksanakannya
© Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-undang
1.Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan atas tinjauan masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
DI KABUPATEN BENGKALIS
IRWAN KURNIAWAN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Sosial-Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Bengkalis
Nama : Irwan Kurniawan
NIM : A155040111
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec Ir. Slamet Soedarsono, MPP
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan
Wilayah dan Perdesaan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt, karena dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya-lah penulis dapat menyelesaikan tesis ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Intitut Pertanian Bogor (SPs-IPB).
Tesis yang berjudul “Kajian Pengelolaan Sumberdaya Perikanan (Co-Fish Project) dan Dampaknya terhadap Keadaan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Bengkalis” ini membahas tentang pelaksanaan Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis, keadaan sosial-ekonomi masyarakat, kearifan lokal dan konflik antar nelayan, dan arah pengelolaan sumberdaya perikanan yang diharapkan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D selaku Ketua Program Studi
Ilmu-Ilmu Perencanaan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs-IPB).
2. Bapak Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec, selaku Ketua Komisi Pembimbing
dan Bapak Ir. Slamet Soedarsono, MPP, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membantu dan membimbing penulis hingga tersusunnya tesis ini.
3. Selain itu, penulis haturkan juga terima kasih kepada rekan-rekan keluarga besar Program Studi PWD yang telah banyak menyumbangkan gagasan dan pemikiran yang berguna bagi penyelesaian penulisan tesis ini.
4. Salam hormat dengan segala kerendahan hati penulis sampaikan kepada
kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Abu Bakar Abas dan Ibu Zaharah yang telah menjadi panuntun dan panutan dalam menyikapi seluk beluk kehidupan ini, serta terimakasih kepada segenap keluarga, semoga Allah swt selalu memberikan rahmat dan hidayah kepada mereka semua.
5. Akhirnya ucapan terimakasih penulis kepada orang yang selalu sabar
menemani penulis De’ (Dhona) dalam penyelesaian tesis ini, semoga apa yang kita doa dan usahakan selama ini mendapat ridho dari yang Maha Kuasa.
Akhir kata, semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Bogor, September 2007
Penulis dilahirkan di Bengkalis pada tanggal 1 April 1979, sebagai anak keempat dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Abu Bakar Abas dan Ibu Zaharah.
Riwayat pendidikan penulis: menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 049 Bengkalis pada tahun 1992, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri Selatbaru pada tahun 1995, dan pendidikan menengah atas di Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP) Daerah Riau di Pekanbaru pada tahun 1998, dan pendidikan Sarjana di Universitas Islam Riau Pekanbaru pada Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian pada tahun 2004. Setelah lulus S1 penulis langsung melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD), Institut Pertanian Bogor, di Bogor.
Halaman
PRAKATA ... i
RIWAYAT HIDUP ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 1
1.3 Tujuan Penelitian ... 13
1.4 Kegunaan Penelitian ... 13
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Indonesia ... 14
2.2 Perencanaan Pembangunan Wilayah Pesisir ... 18
2.3 Co-Fish Project dalam Upaya Peningkatan Keadaan Sosial-Ekonomi Masyarakat ... 22
2.4 Evaluasi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ... 28
2.5 Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Pesisir ... 32
2.6 Kelembagaan Lokal dan Keberlanjutan Sumberdaya Perikanan ... 35
2.7 Fenomena Konflik Nelayan dalam Memanfaatkan Sumberdaya Perikanan ... 37
2.8 Strategi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ... 45
2.9 Penelitian Terdahulu ... 48
III KERANGKA PEMIKIRAN ... 52
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 55
4.2 Metode Pengumpulan Data ... 55
4.3 Metode Pemilihan Responden... 57
4.4 Metode Analisis ... 59
4.4.1 Pelaksanaan Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis ... 59
4.4.3 Peran Kearifan Lokal dalam Pengelolaan
Sumberdaya Perikanan di Kabupaten Bengkalis ... 62
4.4.4 Konflik antar Nelayan dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap di Kabupaten Bengkalis ... 63
4.4.5 Analisis Hirarki Proses (AHP) Arah Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kabupaten Bengkalis
5.6 Kondisi Umum Desa Kedabu Rapat Kecamatan Rangsang (Non Sasaran Co-Fish Project) ... 82
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Pelaksanaan Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis ... 84
6.1.1 Konsep Co-Fish Project dalam Meningkatkan Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Nelayan ... 84
6.1.2 Penentuan Lokasi Sasaran Proyek ... 87
6.1.3 Penentuan Masyarakat Sasaran Proyek ... 87
6.1.4 Institusi Co-Fish Project ... 88
6.1.5 Pendanaan Co-Fish Project ... 90
6.1.6 Program Co-Fish Project dalam Meningkatkan Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Nelayan ... 91
6.1.7 Partisipasi Sasaran dalam Co-Fish Project ... 103
6.1.8 Keberlanjutan Program Co-Fish Project Setelah Masa Proyek Habis ... 109
6.2 Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Nelayan ... 124
6.2.1 Perubahan Sosial-Ekonomi Sebelum dan Setelah Co-Fish Project ... 124
6.2.2 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan ... 133
6.2.3 Tingkat Pendapatan Nelayan Sasaran dan Non Sasaran Co-Fish Project ... 134
6.3 Peran Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kabupaten Bengkalis ... 135
6.4 Konflik antar Nelayan Rawai (Tradisional) dengan Nelayan Jaring Batu (Bottom Gill Net) dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kabupaten Bengkalis ... 145
6.5 Tidak Berbekasnya Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis ... 165
(
CO-FISH PROJECT
) DAN DAMPAKNYA TERHADAP
KEADAAN SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT
DI KABUPATEN BENGKALIS
IRWAN KURNIAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
IRWAN KURNIAWAN. Kajian Pengelolaan Sumberdaya Perikanan (Co-Fish Project) dan Dampaknya terhadap Keadaan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Bengkalis. (HERMTANTO SIREGAR sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan SLAMET SOEDARSONO sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Sebagian besar penduduk di Kabupaten Bengkalis tempat dilaksanakannya
© Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-undang
1.Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan atas tinjauan masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
DI KABUPATEN BENGKALIS
IRWAN KURNIAWAN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Sosial-Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Bengkalis
Nama : Irwan Kurniawan
NIM : A155040111
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec Ir. Slamet Soedarsono, MPP
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan
Wilayah dan Perdesaan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt, karena dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya-lah penulis dapat menyelesaikan tesis ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Intitut Pertanian Bogor (SPs-IPB).
Tesis yang berjudul “Kajian Pengelolaan Sumberdaya Perikanan (Co-Fish Project) dan Dampaknya terhadap Keadaan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Bengkalis” ini membahas tentang pelaksanaan Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis, keadaan sosial-ekonomi masyarakat, kearifan lokal dan konflik antar nelayan, dan arah pengelolaan sumberdaya perikanan yang diharapkan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D selaku Ketua Program Studi
Ilmu-Ilmu Perencanaan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs-IPB).
2. Bapak Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec, selaku Ketua Komisi Pembimbing
dan Bapak Ir. Slamet Soedarsono, MPP, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membantu dan membimbing penulis hingga tersusunnya tesis ini.
3. Selain itu, penulis haturkan juga terima kasih kepada rekan-rekan keluarga besar Program Studi PWD yang telah banyak menyumbangkan gagasan dan pemikiran yang berguna bagi penyelesaian penulisan tesis ini.
4. Salam hormat dengan segala kerendahan hati penulis sampaikan kepada
kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Abu Bakar Abas dan Ibu Zaharah yang telah menjadi panuntun dan panutan dalam menyikapi seluk beluk kehidupan ini, serta terimakasih kepada segenap keluarga, semoga Allah swt selalu memberikan rahmat dan hidayah kepada mereka semua.
5. Akhirnya ucapan terimakasih penulis kepada orang yang selalu sabar
menemani penulis De’ (Dhona) dalam penyelesaian tesis ini, semoga apa yang kita doa dan usahakan selama ini mendapat ridho dari yang Maha Kuasa.
Akhir kata, semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Bogor, September 2007
Penulis dilahirkan di Bengkalis pada tanggal 1 April 1979, sebagai anak keempat dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Abu Bakar Abas dan Ibu Zaharah.
Riwayat pendidikan penulis: menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 049 Bengkalis pada tahun 1992, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri Selatbaru pada tahun 1995, dan pendidikan menengah atas di Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP) Daerah Riau di Pekanbaru pada tahun 1998, dan pendidikan Sarjana di Universitas Islam Riau Pekanbaru pada Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian pada tahun 2004. Setelah lulus S1 penulis langsung melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD), Institut Pertanian Bogor, di Bogor.
Halaman
PRAKATA ... i
RIWAYAT HIDUP ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 1
1.3 Tujuan Penelitian ... 13
1.4 Kegunaan Penelitian ... 13
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Indonesia ... 14
2.2 Perencanaan Pembangunan Wilayah Pesisir ... 18
2.3 Co-Fish Project dalam Upaya Peningkatan Keadaan Sosial-Ekonomi Masyarakat ... 22
2.4 Evaluasi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ... 28
2.5 Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Pesisir ... 32
2.6 Kelembagaan Lokal dan Keberlanjutan Sumberdaya Perikanan ... 35
2.7 Fenomena Konflik Nelayan dalam Memanfaatkan Sumberdaya Perikanan ... 37
2.8 Strategi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ... 45
2.9 Penelitian Terdahulu ... 48
III KERANGKA PEMIKIRAN ... 52
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 55
4.2 Metode Pengumpulan Data ... 55
4.3 Metode Pemilihan Responden... 57
4.4 Metode Analisis ... 59
4.4.1 Pelaksanaan Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis ... 59
4.4.3 Peran Kearifan Lokal dalam Pengelolaan
Sumberdaya Perikanan di Kabupaten Bengkalis ... 62
4.4.4 Konflik antar Nelayan dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap di Kabupaten Bengkalis ... 63
4.4.5 Analisis Hirarki Proses (AHP) Arah Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kabupaten Bengkalis
5.6 Kondisi Umum Desa Kedabu Rapat Kecamatan Rangsang (Non Sasaran Co-Fish Project) ... 82
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Pelaksanaan Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis ... 84
6.1.1 Konsep Co-Fish Project dalam Meningkatkan Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Nelayan ... 84
6.1.2 Penentuan Lokasi Sasaran Proyek ... 87
6.1.3 Penentuan Masyarakat Sasaran Proyek ... 87
6.1.4 Institusi Co-Fish Project ... 88
6.1.5 Pendanaan Co-Fish Project ... 90
6.1.6 Program Co-Fish Project dalam Meningkatkan Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Nelayan ... 91
6.1.7 Partisipasi Sasaran dalam Co-Fish Project ... 103
6.1.8 Keberlanjutan Program Co-Fish Project Setelah Masa Proyek Habis ... 109
6.2 Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Nelayan ... 124
6.2.1 Perubahan Sosial-Ekonomi Sebelum dan Setelah Co-Fish Project ... 124
6.2.2 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan ... 133
6.2.3 Tingkat Pendapatan Nelayan Sasaran dan Non Sasaran Co-Fish Project ... 134
6.3 Peran Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kabupaten Bengkalis ... 135
6.4 Konflik antar Nelayan Rawai (Tradisional) dengan Nelayan Jaring Batu (Bottom Gill Net) dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kabupaten Bengkalis ... 145
6.5 Tidak Berbekasnya Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis ... 165
VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ... 201
7.2 Saran ... 202
DAFTAR PUSTAKA ... 203
Halaman
1 Uraian tujuan, aspek, alat analisis, variabel, jenis dan sumber
data ... ... 56
2 Persebaran jumlah responden menurut kecamatan dan desa
penelitian ... 58
3 Persebaran jenis responden menurut elemen, pemangku
kepentingan dan jabatan ... 58
4 Indikator kesejahteraan masyarakat, keadaan tempat tinggal,
kesehatan, pendidikan, dan fasilitas transportasi nelayan sasaran
Co-Fish Project ... 62
5 Skala perbandingan/komparasi berpasangan ... 65
6 Matriks perbandingan berpasangan ... 67
7 Formula matriks pendapati individu ... 67
8 Jumlah penduduk Kabupaten Bengkalis menurut kecamatan ... 73
9 Distribusi penduduk Kabupaten Bengkalis umur 10 tahun ke atas menurut tingkat pendidikan pada tahun 2005 ... 74
10 Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bengkalis tahun 2001-2004 ... 74
11 Potensi sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis ... 76
12 Produksi perikanan di Kabupaten Bengkalis tahun 1999-2005 ... 76
13 Perkembangan jumlah rumah tangga perikanan di Kabupaten
Bengkalis tahun 2000-2005 ... 77
14 Perkembangan jumlah alat penangkapan ikan di Kabupaten
Bengkalis tahun 2001-2005 ... 77
15 Distribusi penduduk pada masing-masing desa sasaran Co-Fish
16 Distribusi penduduk pada desa sasaran Co-Fish Project
berdasarkan tingkat pendidikan kepala keluarga nelayan ... 79
17 Distribusi masyarakat nelayan berdasarkan jenis alat tangkap... 79
18 Kondisi Desa Kedabu Rapat, Kecamatan Rangsang Barat,
Kabupaten Bengkalis ... 82
19 Kondisi sektor perikanan Desa Kedabu Rapat, Kecamatan
Rangsang Barat, Kabupaten Bengkalis ... 83
20 Daftar anggaran pinjaman luar negeri (ADB) dan dana APBN
tahun 1998-2005 pada pelaksanaan Co-Fish Project
di Kabupaten Bengkalis ... 91
21 Alokasi dana pembangunan di sektor perikanan pada APBD
Kabupaten Bengkalis dari tahun 2000-2004 ... 91
22 Kelompok usaha bersama (KUB) binaan Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis ... 95`
23 Kegiatan Co-Fish Project pada program pelatihan di Kabupaten
Bengkalis ... 97
24 Kegiatan Co-Fish Project pada program pembinaan terhadap
masyarakat ... 97
25 Kegiatan Co-Fish Project pada program pembangunan dan perbaikan sarana prasarana dasar di Kabupaten Bengkalis .... 99
26 Kelompok nelayan perikanan tangkap yang mendapat bantuan
cold box dari Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis ... 101
27 Kegiatan Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis dalam
program pengelolaan lingkungan ... 102
28 Kelompok-kelompok masyarakat sasaran binaan pada program
pengelolaan lingkungan dari Co-Fish Project di Kabupaten
Bengkalis ... 103
29 Partisipasi masyarakat sasaran pada pelaksaan Co-Fish Project .. 107
30 Kondisi serta permasalahan yang dihadapi oleh kelompok usaha bersama (KUB) binaan Co-Fish Project setelah masa proyek
habis di Kabupaten Bengkalis ... 113
31 Kondisi perumahan nelayan sebelum dan setelah Co-Fish
32 Ketersediaan bahan bakar pada rumah tangga sebelum dan
setelah Co-Fish Project ... 126
33 Kepemilikan sarana hiburan dan transportasi rumah tangga
nelayan sebelum dan setelah Co-Fish Project ... 127
34 Ketersediaan fasilitas MCK rumah tangga nelayan sebelum dan
setelah Co-Fish Project ... 127
35 Pemanfaatan fasilitas penerangan listrik rumah tangga nelayan
sebelum dan setelah Co-Fish Project ... 128
36 Kepemilikan armada penangkapan ikan sebelum dan setelah
Co-Fish Project ... 129
37 Tingkat pendapatan nelayan di sektor perikanan tangkap setelah
Co-Fish Project ... 130
38 Pekerjaan nelayan selain sektor perikanan sebelum dan setelah Co-Fish Project ... 132
39 Pendapatan total rumah tangga nelayan setelah Co-Fish Project . 133
40 Tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan setelah Co-Fish
Project ... 133
41 Perbandingan tingkat pendapatan nelayan sasaran dan non
sasaran Co-Fish Project ... 135
42 Aktor yang berpengaruh dalam pengembangan pengelolaan
sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis ... 181
43 Faktor yang menjadi isu utama dalam pengembangan
pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis ... 184
44 Permasalahan-permasalahan yang menjadi prioritas pada faktor
sosial ... 186
45 Skenario yang menjadi prioritas pada peningkatan hubungan
antar nelayan ... 188
46 Skenario yang menjadi prioritas pada penyelesaian konflik antar
nelayan ... 189
47 Fasilitas yang menjadi prioritas dalam pembangunan sarana dan
48 Skenario yang menjadi prioritas pada pembangunan fasilitas
nelayan ... 191
49 Elemen-elemen yang menjadi prioritas pada aspek partisipasi
masyarakat ... 192
50 Permasalahan yang menjadi prioritas pada peningkatan ekonomi
masyarakat nelayan ... 193
51 Skenario yang menjadi prioritas pada peningkatan pendapatan
masyarakat nelayan ... 194
52 Skenario yang menjadi prioritas pada perbaikan mata
pencaharian masyarakat nelayan ... 195
53 Elemen-elemen yang menjadi prioritas pada peningkatan peran
serta kelembagaan ... 196
54 Skenario yang menjadi prioritas pada peningkatan peran serta
kelembagaan ekonomi ... 197
55 Langkah-langkah yang menjadi prioritas dalam menjaga
keberlanjutan sumberdaya perikanan ... 198
LAMPIRAN
1 Hasil analisis tingkat kesejahteraan responden sasaran
Co-Fish Project ... 209
2 Rekap kejadian konflik antara kelompok nelayan tradisional
(rawai) dengan kelompok nelayan jaring batu (bottom gill net)
sejak tahun 1985 sampai tahun 2006 ... 212
Halaman
1 Produksi rumah tangga perikanan (RTP) Kabupaten Bengkalis ... 5
2 Kerangka pemikiran penelitian ... 54
3 Keuntungan menggunakan AHP ... 66
4 Hasil perikanan tangkap (a) dan (b), perikanan budidaya (c) dan (d) ... 75
5 Rantai pemasaran hasil perikanan pada desa sasaran ... 81
6 Peran Co-Fish Project dalam peningkatan sosial-ekonomi
masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan di Kabupaten
Bengkalis ... 86
7 Konsep Co-Fish Project dalam penentuan sasaran di Kabupaten
Bengkalis ... 88
8 Struktur organisasi Co-Fish Project ... 89
9 Struktur organisasi Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis ... 90
10 Usaha Co-Fish Project dalam pembangunan kelembagaan
sebagai mata pencaharian alternatif di Kabupaten Bengkalis ... 93
11 Sistem Pembangunan kelembagaan masyarakat yang dilakukan
oleh Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis ... 94
12 Sistem pelatihan dan pembinaan masyarakat yang dilaksanakan
oleh Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis ... 96
13 Co-Fish Project pada program pembangunan dan perbaikan
sarana prasarana di Kabupaten Bengkalis ... 98
14 Alur distribusi paket bantuan cold box bagi masyarakat nelayan
sektor perikanan tangkap ... 100
15 Alur distribusi pemberdayaan masyarakat dalam menjaga
konservasi lingkungan yang dilaksanakan oleh Co-Fish Project
16 Alur permasalahan penyebab bubarnya KUB binaan Co-Fish
Project setelah masa proyek habis ... 114
17 Alur permasalahan yang dihadapi oleh kelompok dan
stakeholders hasil pelatihan dan pembinaan Co-Fish Project
setelah masa proyek habis ... 115
18 Kondisi paket bantuan cold box yang dihadapi masyarakat
nelayan sasaran di Kabupaten Bengkalis setelah Co-Fish Project 116
19 Kondisi bangunan sarana prasarana (PAH) di beberapa desa
sasaran di Kabupaten Bengkalis setelah Co-Fish Project ... 117
20 Kondisi salah satu PAH bantuan Co-Fish Project jauh dari
pemukiman penduduk (a), kondisi salah satu PAH yang tidak
selesai dibangun co-fish project dan tidak bisa dimanfaatkan (b) 118
21 Banunan pabrik es di Desa Selatbaru (a), bangunan pabrik es di
Desa Meskom (b), kedua bangunan ini tidak beroperasi lagi ... 118
22 Alur permasalahan sarana prasarana (pabrik es mini) bantuan
Co-Fish Project (Selatbaru dan Meskom) di Kabupaten
Bengkalis ... 119
23 Kapal patroli perikanan bantuan Co-Fsih Project ... 120
24 Gedung nelayan Desa Jangkang dan Pambang bantuan Co-Fish
Project yang tidak termanfaatkan oleh nelayan (a) dan (b) ... 120
25 Papan himbauan Co-Fish Project dalam menjaga kelestarian
mangrove (a), masyarakat tetap memanfaatkan mangrove (b) dan (c) ... 121
26 Kondisi program pengelolaan lingkungan (konservasi mangrove) yang dilaksanakan oleh Co-Fish Project pada beberapa desa
sasaran di Kabupaten Bengkalis ... 122
27 Keterlibatan sasaran dan usaha pebaikan serta keberlanjutan
program setelah Co-Fish Project selesai di Kabupaten Bengkalis 123
28 Perahu nelayan tradisional (a), gotong royong kampung pada
waktu istirahat melaut (b), rembuk (diskusi) para nelayan (c) ... 142
29 Sistem masyarakat nelayan tradisional (rawai) di Kabupaten
Bengkalis dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
30 Cara pandang masyarakat nelayan jaring batu (bottom gill net)
dalam pengelolaan dan pemanafaatan sumberdaya perikanan laut 152
31 Ikan kurau yang sering mengakibatkan konflik antar nelayan
berat rata-rata 5-6 kg/ekor dengan harga di tingkat nelayan 50-60
ribu rupiah/kg (a) dan (b) ... 153
32 Rantai pemasaran ikan kurau nelayan jaring batu ... 153
33 Rawai dalam satu unit (a), cara membuat alat tangkap rawai (b),
mata pancing dan pemberat rawai (c) ... 156
34 Jaring batu (a), pemberat (b), mesin penggerek jaring (c) ... 157
35 Peta konflik antar nelayan dalam pengelolaan sumberdaya
perikanan di Kabupaten Bengkalis ... 161
36 Kondisi pembakaran kapal jaring batu oleh nelayan tradisional (a), aparat keamanan ikut serta menggunakan jaring batu dan
ditangkap nelayan tradisional (b) dan (c) ... 162
37 Faktor penyebab tidak berbekasnya Co-Fish Project di
Kabupaten Bengkalis ... 167
38 Tingkat identifikasi dalam pengembangan pengelolaan
sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis ... 176
39 Struktur hierarki arah pengembangan pengelolaan sumberdaya
perikanan di Kabupaten Bengkalis ... 200
LAMPIRAN
Halaman
1 Pernyataan sikap nelayan rawai Kecamatan Bantan ... 220
2 Pernyataan sikap gerakan masyarakat nelayan jaring batu
Kabupaten Bengkalis ... 222
3 Berita acara penangkapan oknum aparat keamanan Kabupaten
Bengkalis menggunakan jaring batu (bottom gill net) ... 224
4 Keputusan Menteri Pertanian Tentang Jalur-Jalur Penangkapan
Ikan ... 225
5 Keputusan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau
Tentang Penertiban dan Pengawasan Jaring Kurau/Jaring Batu
(Bottom Gill Net) di Wilayah Perairan Provinsi Riau ... 230
6 Peraturan Daerah Kabupaten Bengkalis Tentang Pengelolaan
Sumberdaya Perikanan di Kabupaten Bengkalis ... 232
7 Keputusan Bupati Bengkalis Tentang Pelarangan Pengoperasian
Jaring Batu/Jaring Kurau (Bottom Gill Net) di Wilayah Perairan
0-4 Mil Kabupaten Bengkalis ... 243
8 Lembaran kuisioner dampak sosial-ekonomi terhadap
masyarakat dari pengelolaan sumberdaya perikanan (Co-Fish
Project) di Kabupaten Bengkalis ... 244
9 Lembaran kuisioner AHP persepsi stakeholder tentang arah
pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis ke
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim karena sebagian besar wilayahnya adalah lautan, dan wilayah daratannya merupakan pulau-pulau dengan jumlah yang sangat banyak. Potensi kelautan Indonesia sangat besar dan beragam, yakni memiliki 17,5 ribu pulau dan luas laut 5,8 juta km2 mempunyai garis pantai sepanjang 81 ribu km dengan potensi sumberdaya terutama sumberdaya perikanan laut yang cukup besar (Dahuri 1998). Kemudian Budiharsono (2005) menyatakan potensi kelautan yang besar tersebut baru dimanfaatkan sebagian kecil saja. Sebagai contoh, potensi perikanan tangkap laut baru dimanfaatkan sekitar 62 persen. Potensi budidaya perikanan pantai (tambak) dan laut (marineculture) juga baru sebagian kecil termanfaatkan. Rendahnya pemanfaatan potensi sumberdaya kelautan terutama disebabkan oleh beberapa masalah antara lain: 1) pemerintah dan masyarakat masih mengutamakan eksploitasi daratan, 2) kualitas sumberdaya manusia yang terlibat dalam sektor kelautan relatif masih rendah, khususnya di perikanan tangkap, 3) introduksi teknologi baru dalam perikanan tangkap tidak terjangkau oleh nelayan yang kondisi sosial-ekonominya rendah, serta 4) sistem kelembagaan yang ada belum mendukung sektor kelautan.
usaha yang keras dalam upaya menegakkan dan memperkokoh kedaulatan wilayah laut nasional dan yuridiksi Indonesia sebagai perwujudan wawasan nusantara.
Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki sumberdaya laut potensial karena sebagian besar wilayahnya adalah perairan. Secara keseluruhan, luas wilayah Provinsi Riau meliputi ± 329,9 ribu km2, namun hanya kurang dari sepertiganya yang terdiri dari daratan, yaitu seluas 94,6 ribu km2 (28,7%). Dua pertiga lebih wilayah Riau merupakan lautan, yaitu sekitar 235,4 ribu km2 (71,3%). Luas wilayah ekonomis sendiri lebih luas lagi yaitu dengan memasukkan Zona ekonomi ekslusif (ZEE) yang totalnya adalah 379 ribu km2 (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau 2004).
Menurut data Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau Tahun 2003 produksi perikanan di daerah Riau sebagian berasal dari perikanan laut, data menunjukkan bahwa dari jumlah 349,4 ribu ton produksi ikan pada tahun 2002, sebanyak 315,7 ribu ton atau 90,4 persen merupakan hasil perikanan laut dan budidaya. Sedangkan sisanya 33,7 ribu ton (9,6%) adalah hasil dari perikanan umum, tambak dan kolam. Bila dibandingkan dengan total produksi ikan pada tahun 2001 yang berjumlah 332,2 ribu ton berarti pada tahun 2002 mengalami kenaikan sebesar 5,2 persen. Nilai produksi perikanan pada tahun 2002 sebesar 3,7 triliun rupiah. Sedangkan tahun 2001 tercatat sebanyak 1,4 triliun rupiah.
Lebih lanjut Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau Tahun 2004 juga menyatakan pesisir dan laut mendominasi sebagian besar luas wilayah Provinsi Riau dengan luas lebih dari 62 persen dari total luas Provinsi Riau. Namun potensi besar ini belum terlalu tersentuh dikarenakan orientasi pengelolaan sumberdaya alam masih lebih diarahkan pada sektor daratan. Hal ini menunjukkan bahwa laut sepertinya tidak menjadi perhitungan, padahal mengacu pada hasil riset yang dilakukan IPB pada akhir tahun 2003, potensi laut Provinsi Riau menyimpan kekayaan lebih dari US$ 1.4 juta per tahun.
penduduk Provinsi Riau 22,2 persen diantaranya tergolong miskin. Permasalahan ini menggambarkan provinsi yang terkenal kaya ini sekaligus merupakan contoh daerah dengan masalah kemiskinan yang lengkap, mulai dari faktor sumberdaya alam dan lingkungan, struktural, serta kultural. Dalam mencari penyelesaian masalah tersebut Dahril (2001) menyatakan dimasa mendatang perikanan dan kelautan diharapkan menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Provinsi Riau. Potensi sumberdaya perikanan dan kelautan bersifat dapat diperbaharui (renewable resources), artinya selagi potensi sumberdaya perikanan ini dapat dikelola secara baik dan benar maka akan dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi perekonomian rakyat dan negara secara berkelanjutan.
Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau, sebagian besar penduduk di daerah ini bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Oleh karena itu Kabupaten Bengkalis juga merupakan daerah penghasil padi, palawija, hortikultura dan tanaman perkebunan serta perikanan yang merupakan hasil dari penangkapan dan budidaya.
Human Development Report mendefinisikan pembangunan manusia sebagai proses bertambahnya pilihan-pilihan yang dimiliki oleh suatu masyarakat. Beberapa ukuran yang paling penting dalam hal ini bahwa setiap orang dapat menjalani hidup dengan usia yang lebih panjang dan sehat, memperoleh pendidikan, serta menikmati hidup yang layak. Pilihan-pilihan hidup tersebut termasuk kebebasan berpolitik, jaminan hak azasi manusia, dan berbagai unsur kehormatan manusia lainnya. Dengan kata lain, pembangunan merupakan suatu proses dari bertambahnya pilihan-pilihan serta meningkatnya kesejahteraan yang diperoleh. Jika pembangunan manusia menyangkut terbukanya pilihan-pilihan baru, maka kemiskinan berarti terhapusnya kesempatan untuk memperoleh pilihan-pilihan yang paling dasar bagi sebuah masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan mereka (UNDP 2004).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bengkalis menunjukkan luas Kabupaten Bengkalis yaitu 11,5 ribu km2, terletak di pantai Timur Pulau Sumatera dan berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Produksi perikanannya sebagian besar berasal dari usaha penangkapan di perairan Selat Malaka, budidaya laut dengan sistem Keramba jaring apung (KJA), serta budidaya air payau dengan pola usaha tambak, dan budidaya kolam. Sebagai wilayah kepulauan, Kabupaten Bengkalis banyak menggunakan wilayah perairan dan pantai sebagai sumber penghidupan dan mata pencaharian masyarakatnya. Masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan sangat tergantung pada sektor perikanan tangkap.
6312
2000 2001 2002 2003Tahun
RT
P
Jumlah RTP
Gambar 1 Produksi rumah tangga perikanan (RTP) Kabupaten Bengkalis.
Penurunan produksi RTP ini disebabkan wilayah tangkap (fishing ground) nelayan yang tidak bertambah hanya di perairan teritorial (tradisional) serta disebabkan tingginya eksploitasi dengan indikasi meningkatnya jumlah alat tangkap baik alat tangkap statis maupun bergerak.
Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis masih belum terorganisir dengan baik, meskipun ada pengelolaan sumberdaya perikanan yang dilakukan oleh instansi terkait namun masih belum begitu dirasakan oleh masyarakat nelayan, pada prinsipnya pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan oleh nelayan tidak mengenal batas wilayah, tergantung kemampuan armada yang dimiliki. Tidak ada satupun wilayah yang dapat diklaim sebagai milik desa, suku ataupun kelompok tertentu. Dengan kondisi ini maka semua nelayan mempunyai akses yang sama untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan dan lingkungan sekitarnya. Dengan kondisi seperti ini maka sejauh ini tidak ada aturan-aturan formal yang dibuat oleh nelayan untuk dijadikan pedoman dalam mengelola lingkungan laut.
Walaupun tidak ada ketentuan yang mengatur, nelayan sudah menyadari bahwa perairan sebagai milik bersama tersebut perlu dikelola secara kearifan lokal. Pelanggaran dalam mengelola perairan laut seperti menggunakan bom, dan penggunaan alat pencemaran lain tidak pernah dilakukan.
1. Bila hasil tangkap nelayan berkurang dari biasanya, mereka melakukan doa bersama diatas perahu penangkapan mereka dengan menyediakan makanan dan hidangan tertentu. Mitos ini terkait erat dengan legenda yang pernah ada yakni Penyemahan Tanjung Jati.
2. Tidak boleh berbicara kotor dan takabur pada waktu berada di tengah laut.
3. Dilarang mencuci bejana ditengah laut, karena akan menimbulkan angin
topan (badai).
4. Dilarang melewati wilayah perairan tertentu pada waktu menangkap ikan, daerah ini hanya para nelayan yang mengetahuinya dan diperoleh informasi secara turun temurun. Dengan mentaati kearifan lokal tersebut para nelayan yakin bahwa kelestarian laut akan tetap terjaga.
5. Adanya kearifan lokal nelayan dalam menjaga keberlanjutan sumberdaya
perikanan yaitu dalam bentuk kelembagaan merawai yang di dalamnya terdapat berbagai aturan dalam bentuk pengaturan penggunaan alat tangkap, pengaturan waktu melaut serta upaya ritual laut.
Disamping adanya kearifan lokal yang dianut oleh para nelayan dalam menjaga kelestarian laut, secara resmi ada pula sejumlah peraturan baik dalam bentuk undang-undang, peraturan daerah maupun kesepakatan-kesepakatan antar instansi terkait yang diterbitkan oleh pemerintah baik di tingkat nasional maupun daerah. Adapun Peraturan-Peraturan yang diterbitkan pemerintah sebagai berikut: 1. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 392 Tahun 1999, Tentang Jalur-Jalur
Penangkapan Ikan.
2. Keputusan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau Nomor
523.41/KL/SK-27, Tentang Penertiban dan Pengawasan Jaring Batu (Bottom gill net) di Wilayah Perairan Provinsi Riau.
3. Peraturan Daerah Kabupaten bengkalis nomor 20 Tahun 2000, Tentang
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kabupaten Bengkalis
4. Keputusan Bupati Bengkalis Nomor 52 Tahun 2003, Tentang Pelarangan
Pengopersian Jaring Batu (Bottom gill net) di Wilayah Perairan 0-4 mil Kabupaten Bengkalis.
geografis, rendahnya pendidikan dan masih terbatasnya jangkauan sosialisasi dari berbagai peraturan tersebut oleh pemerintah. Kondisi tersebut salah satu menjadi penyebab munculnya permasalahan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis, yang akhir-akhir ini sering terjadi konflik antar nelayan. Konflik yang terjadi disebabkan oleh penggunaan alat tangkap jaring batu (bottom gill net) yang dikelola oleh pengusaha perikanan, sehingga penggunaan jaring batu ini berakibat terjadi pengurasan sumberdaya ikan secara berlebihan (over fishing). Disamping pengurasan sumberdaya ikan, penggunaan jaring batu juga berakibat fatal terhadap krisis sosial antar nelayan. Konflik yang terjadi semakin berlarut-larut meskipun sudah ada peraturan yang diterbitkan tentang pengaturan penggunaan jaring batu oleh pemerintah daerah baik Provinsi Riau maupun Kabupaten Bengkalis, namun pelaksanaan peraturan di tingkat lapangan tidak berjalan secara optimal sehingga hal ini menjadi salah satu penyebab konflik antar nelayan tetap terjadi.
Konflik antar kelompok nelayan di perairan Kabupaten Bengkalis selama ini menurut nelayan tradisional direduksi seolah-olah hanya menjadi urusan para nelayan saja. Pemerintah Kabupaten Bengkalis sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan laut di wilayahnya juga kurang optimal berperan mengatasi konflik antar nelayan. Namun dari pihak pemerintah daerah mengatakan pihaknya telah melakukan berbagai upaya dalam mengatasi konflik ini, namun realisasi di lapangan sangat sedikit dapat dukungan antara kedua belah pihak baik itu nelayan tradisional maupun pengusaha perikanan yang dalam hal ini sebagai pengguna jaring batu.
Aspek mendasar dari konflik antar nelayan itu yakni bagaimana mengelola sumberdaya milik bersama (commons property) secara adil dan bijaksana oleh nelayan dan pihak terkait lainnya dengan memperhatikan masalah ekonomi dan kelestarian lingkungan. Harus kita sadari hukum positif kita belum mengatur secara memuaskan konflik sosial dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, sehingga perlu dilakukan terobosan hukum yang bersifat inovatif dan kontekstual.
disamping aspek konstitusional, pengaturan pengelolaan sumberdaya perikanan ini perlu dilakukan karena tuntutan kebutuhan untuk mengembangkan pembangunan sektor perikanan dan kelautan yang berdimensi jangka panjang, dimana kepentingan-kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan dapat dipadukan. Dengan demikian kelangsungan hidup kesejahteraan nelayan keberlanjutan dari sumberdaya perikanan dapat dijamin secara seimbang.
Disamping hal di atas, pengaturan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan merupakan langkah konstruktif untuk memulihkan kondisi sumberdaya perikanan. Bagaimanapun juga intervensi pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah untuk ikut bertanggung jawab dalam mengelola sumberdaya perikanan secara lestari masih sangat diperlukan.
Dari permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis, diperlukan suatu langkah yang strategis dalam bentuk manajemen pengelolaan serta aspek pemberdayaan masyarakat di wilayah pantai yang sangat erat kaitannya dengan upaya pembinaan masyarakat nelayan yang terintegrasi dengan upaya pembinaan teknis produksi, budidaya, pengelolaan sumber-sumber dan pemeliharaannya serta penegakan hukum dalam pengaturan pengelolaan sumberdaya perikanan. Berdasarkan pemikiran tersebut diperlukan suatu studi yang mendalam guna mengidentifikasi keperluan usaha dan strategi alternatif diversifikasi mata pencaharian sehingga masyarakat nelayan mampu keluar dari belenggu kemiskinan serta krisis sosial.
Dalam rangka penanggulangan kemiskinan masyarakat nelayan akibat krisis ekonomi, pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan telah
melaksanakan proyek pengelolaan sumberdaya perikanan (coastal community
development and fisheries resource management). Nama proyek ini lebih populer
disebut Co-Fish Project. Salah satu pendekatan Co-Fish Project adalah
masyarakat, mewujudkan proses pengambilan keputusan secara desentralisasi sehingga dapat memberikan hasil yang lebih efektif, serta salah satu mekanisme untuk mencapai visi dan tujuan nelayan lokal serta mengurangi konflik antar nelayan melalui proses partisipatif.
Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu daerah dilaksanakannya
Co-Fish Project yaitu di Pulau Bengkalis (Kecamatan Bengkalis dan Kecamatan Bantan), lokasi ini dipilih berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Komitmen sosial dan kemasyarakatan.
2. Kondisi sumberdaya dan lingkungan yang ada serta kebutuhan akan
pengelolaan sumberdaya.
3. Kondisi sosial-ekonomi dan prasarana daerah setempat.
4. Pemantapan atau penyusunan kelembagaan untuk pengelolaan serta resiko-resiko sumberdaya perikanan.
Pelaksanaan Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis sudah dimulai pada tahun 1998-2005. Proyek ini dengan pelaksanaannya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pendayagunaan sumberdaya pesisir secara optimal dan berkelanjutan. Gagasan munculnya proyek ini didasarkan atas beberapa masalah yang ditemukan di sektor perikanan, diantaranya adalah kemiskinan masyarakat nelayan. Untuk itu perlu dicari langkah-langkah pengenalan terhadap mata pencaharian alternatif dan tambahan untuk meningkatkan pendapatan serta meningkatkan taraf hidup masyarakat nelayan.
Proyek pengelolaan sumberdaya perikanan (Co-Fish Project) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menjawab permasalahan di atas. Melalui proyek ini masyarakat nelayan mempunyai kebebasan untuk memilih, merencanakan dan menetapkan kegiatan ekonomi yang dibutuhkan berdasarkan musyawarah. Dengan demikian masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab atas pelaksanaan, pengawasan dan keberlanjutannya.
Begitu pentingnya Co-Fish Project dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat nelayan melalui penguatan kelembagaan sosial-ekonomi dengan mendayagunakan sumberdaya perikanan secara
1. Apakah rumusan proyek telah sesuai dengan perumusan yang telah ditetapkan?
2. Apakah pelaksanaan proyek sesuai dengan rencana yang dirumuskan?
3. Apakah hasil yang dicapai dapat memberikan kontribusi bagi upaya
peningkatan sosial-ekonomi masyarakat?
Dari pemaparan di atas, dalam upaya mengetahui sejauh mana keberhasilan Co-Fish Project, perlu diajukan pertanyaan dan dicari jawabannya apakah proyek ini memberikan dampak positif bagi masyarakat sesuai dengan tujuannya. Untuk itu perlu dilakukan kajian yang menitikberatkan pada pelaksanaan proyek ini di Kabupaten Bengkalis. Disamping itu juga, diharapkan dari hasil penelitian ini akan menjadi sumbangan pemikiran mengenai model pendekatan pemberdayaan masyarakat nelayan serta menjadi bahan masukan dalam kajian kebijaksanaan perencanaan pembangunan di Kabupaten Bengkalis terutama pada sektor perikanan.
1.2 Perumusan Masalah
Program-program dalam pengelolaan sumberdaya perikanan telah banyak dilakukan serta telah menyumbangkan devisa cukup besar bagi negara, namun hanya sebagian kecil nelayan saja yang sudah mengalami perbaikan keadaan sosial-ekonomi sedangkan sebagian besar nelayan masih dalam kondisi kemiskinan. Beberapa faktor yang menyebabkan kemiskinan
nelayan antara lain: 1) Rendahnya tingkat teknologi penangkapan, 2) Kecilnya skala usaha, 3) Belum efisiennya sistem pemasaran hasil ikan,
serta 4) Status nelayan yang sebagian besar adalah buruh.
Sebagaimana yang kita ketahui sangat banyak peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan konflik antar nelayan, tetapi realita di lapangan berbicara lain bahwa konflik tetap saja merupakan salah satu potret sosial nelayan yang selalu terjadi.
Dua permasalahan di atas yaitu kesejahteraan dan sosial masyarakat nelayan harus menjadi suatu agenda besar bagi kita untuk mempelajari dan mencari solusi agar bagaimana keadaan sosial-ekonomi masyarakat nelayan dapat ditingkatkan. Untuk itu bagaimana peran serta pemerintah baik pusat maupun daerah melakukan suatu tindakan strategis dalam peningkatan kondisi sosial-ekonomi masyarakat nelayan selama ini apakah sesuai dengan yang diharapkan atau sebaliknya.
Banyak program atau proyek dibidang perikanan telah dilaksanakan dalam usaha untuk meningkatkan keadaan sosial-ekonomi masyarakat
nelayan, salah satunya Proyek pengelolaan sumberdaya perikanan (Co-Fish Project) yang dilaksanakan di Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau.
Proyek pengelolaan sumberdaya perikanan (Co-Fish Project) merupakan
proyek yang dilaksanakan atas kerjasama pemerintah Republik Indonesia yang dalam hal ini Direktorat Jenderal Perikanan dengan Asean Development
Bank (ADB). Gagasan munculnya proyek ini didasarkan atas beberapa
masalah yang ditemukan dalam sektor perikanan dan peningkatan kemiskinan masyarakat nelayan yang dapat menyebabkan kerugian-kerugian sosial yang semakin luas. Sehingga perlu dicari langkah-langkah strategis guna menjaga kelangsungan sumberdaya dalam jangka waktu yang lama dengan melakukan pengenalan terhadap mata pencaharian alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan serta memperbaiki keadaan sosial masyarakat nelayan.
Dalam implementasinya, Co-Fish Project menggariskan berbagai
program yang dimaksud untuk meningkatkan keadaan sosial-ekonomi masyarakat nelayan yang menjadi sasaran proyek, untuk itu sangat penting
mendeskripsikan program-program yang dilaksanakan Co-Fish Project,
keberhasilan atau tidak, apakah relevan, efisiensi, efektif, bagaimana pengaruhnya terhadap masyarakat sasaran, serta bagaimana keberlanjutannya. Hal tersebut penting untuk merumuskan bagaimana arah kebijakan yang ideal dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis.
Dilihat dari setiap permasalahan yang ada khususnya permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis melalui proyek yang dilaksanakan, hal ini akan menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai pelaksanaan pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis, untuk itu dirasakan perlu dilakukannya suatu penelitian tentang: "Kajian Pengelolaan
Sumberdaya Perikanan (Co-Fish Project) dan Dampaknya Terhadap Keadaan
Sosial-Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Bengkalis”.
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis?
2. Apakah ada perubahan kondisi sosial-ekonomi masyarakat nelayan
akibat dari pelaksanaan Co-Fish Project?
3. Bagaimana peran kearifan lokal dan konflik yang terjadi dalam
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis?
4. Bagaimana arah pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis ke depan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian dari latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan:
1. Mendeskripsikan pelaksanaan Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis.
2. Menganalisis perubahan kondisi sosial-ekonomi masyarakat nelayan
akibat dari pelaksanaan Co-Fish Project.
3. Mendiskripsikan peran kearifan lokal dan konflik yang terjadi dalam
pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis
1.4 Kegunaan Penelitian
2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Indonesia
Sumberdaya perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang dapat memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan suatu bangsa. Sebagai salah satu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui pengelolaan sumberdaya perikanan memerlukan pendekatan yang bersifat menyeluruh dan hati-hati (Abubakar 2004). Mengingat sifat dari sumberdaya perikanan yang dikenal dengan open access
yang memberikan anggapan bahwa setiap orang merasa memiliki sumberdaya tersebut secara bersama (common property). Sehubungan dengan masalah tersebut Anwar (2005) menyatakan bahwa pada kenyataan sumberdaya yang bersifat “open access resource” akan terjadi pengurasan sumberdaya yang dapat mengakibatkan kerusakan dari sumberdaya itu sendiri. Hal ini terjadi karena semua individu baik nelayan maupun pengusaha perikanan akan merasa mempunyai hak untuk mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara sesuka hati dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum, tanpa terlalu memikirkan bagaimana menjaga dan memelihara kelestariannya. Oleh karena itu dalam pengelolaan sumberdaya perikanan perlu dipikirkan bagaimana kelestarian serta keberlanjutan dari sumberdaya perikanan tersebut.
Murdiyanto (2004) menyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan suatu rangkaian tindakan yang terorganisir untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terutama untuk memanfaatkan dan memelihara sumberdaya perikanan secara berkelanjutan (sustainable). pengelolaan sumberdaya perikanan adalah merupakan proses yang terpadu antara lain meliputi kegiatan pengumpulan informasi, melakukan analisis, menyusun perencanaan, melakukan konsultasi, pengambilan keputusan, menentukan alokasi sumberdaya, perumusan dan pelaksanaan serta evaluasi. Pengelolaan sumberdaya perikanan menyangkut berbagai tugas yang kompleks yang bertujuan untuk menjamin adanya hasil dari sumberdaya alam yang optimal bagi masyarakat setempat, daerah dan negara, yang diperoleh dari memanfaatkan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan.
demikian dapat diartikan dengan sistem ini proses pengelolaan sumberdaya perikanan semuanya diatur oleh pemerintah baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan. Sedangkan kelompok masyarakat nelayan yang dalam hal ini sebagai pengguna dari sumberdaya perikanan tersebut hanya menerima informasi tentang hasil-hasil kebijakan dari pemerintah. Kebijakan seperti ini dalam penerapannya sering menimbulkan kelemahan. Sehubungan dengan fenomena tersebut, Satria (2002) juga menyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan yang berbasis sentralistik memiliki beberapa kelemahan antara lain: 1) aturan-aturan yang dibuat kurang terinternalisasi kepada masyarakat serta dalam pelaksanaanya sangat sulit diterapkan sehingga dalam hal ini sasaran yang diharapkan tidak tercapai, dan 2) biaya transaksi yang harus dibayar dalam pelaksanaan dan pengawasan sangat besar, hal ini berimplikasi lemahnya penegakan hukum.
Terdapat berbagai kesenjangan yang masih mewarnai pembangunan perikanan di Indonesia baik secara nasional maupun lokal. Berbagai prasarana yang dibangun oleh pemerintah, seperti pembangunan pelabuhan perikanan dan tempat-tempat pendaratan ikan yang tersebar di berbagai wilayah belum memberikan hasil yang memuaskan sesuai dengan yang diharapkan, berbagai model pengaturan dan kebijakan yang diambil belum dapat menyentuh secara baik terhadap permasalahan mendasar yang ada. Hal tersebut diakibatkan pendekatan yang digunakan selama ini masih merupakan pendekatan top-down. (Yahya 2005).
berupa dana (biaya) dan tenaga yang telah dikerahkan untuk merancang dan menjalankan proses pengelolaan secara sia-sia.
Disamping kelemahan-kelemahan di atas, pengelolaan sumberdaya perikanan yang bersifat sentralistik juga dapat menimbulkan masalah dalam bentuk kelemahan-kelemahan dalam implementasinya, Nikijuluw (2002) menyatakan bahwa kelemahan-kelemahan yang ditimbulkan dalam pengelolaan sumberdaya secara sentralistik antara lain: 1) ketidakberdayaan dalam mencegah terjadinya kelebihan eksploitasi sumberdaya perikanan. Hal ini disebabkan karena keterlambatan dalam pelaksanaan peraturan yang sudah diterapkan karena dibutuhkan waktu dalam peroses sosialisasi serta pelaksanaan, 2) kesulitan dalam penegakan hukum. Hal ini disebabkan kurangnya aparat dan fasilitas pendukung untuk melakukan pengawasan serta pengendalian di tingkat lapangan, 3) sering terjadi pertentangan antara peraturan yang diterbitkan pemerintah dengan aturan secara informal yang dianut ditingkat masyarakat setempat, sehingga menyebabkan timbulnya kemelut sosial di tengah masyarakat, 4) administrasi serta birokrasi yang tidak efektif yang menyebabkan biaya transaksi menjadi tinggi, 5) wewenang yang terdistribusi pada berbagai institusi, hal ini dapat mengakibatkan ketimpangan dalam pelaksanaannya, serta 6) data dan informasi yang disampaikan pemerintah sering kurang benar dan tidak akurat, sehingga tidak benar-benar menggambarkan realita di lapangan.
Dari beberapa uraian tersebut maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan di Indonesia yang terjadi selama ini belum dapat memberikan manfaat yang optimal bagi sumberdaya perikanan serta masyarakat nelayan yang dalam hal ini sebagai pengguna sumberdaya perikanan. Tetapi sebaliknya terjadi pengurasan yang tidak memikirkan kelestarian terhadap sumberdaya perikanan itu sendiri.
perikanan berada ditangan organisasi yang ada di lingkungan masyarakat itu sendiri, sehingga pembangunan yang diprogramkan benar-benar dirasakan atau dimiliki oleh masyarakat. Sependapat dengan pandangan tersebut, Murdiyanto (2004) menyatakan bahwa pemberdayaan komunitas nelayan harus dilakukan dengan tepat dan harus berangkat dari kultur yang ada. Penekanannya harus kepada peningkatan kesadaran akan masalah dan potensi yang ada di dalam dan sekitar masyarakat. Disamping itu juga, Nikijuluw (2002) mendefinisikan pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat sebagai suatu proses pemberian berupa wewenang, tanggung jawab, serta kesempatan kepada masyarakat untuk aktif dalam pengelolaan sumberdaya dengan terlebih dahulu memahami kebutuhan, tujuan serta aspirasinya. Seiring dengan pendapat tersebut Murdiyanto (2004) menyatakan pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis komunitas merupakan model pengelolaan dimana dalam melakukan pengaturan pemanfaatan dan pemeliharaan sumberdaya perikanan masyarakat setempat mengambil tanggung jawab utama (signifikan).
Menurut Kusumastanto, et al. (1998) ciri-ciri dan sifat pengelolaan
sumberdaya perikanan yang berbasis masyarakat antara lain: 1) pengelolaan sumberdaya alam cenderung berkelanjutan, 2) struktur pihak yang terlibat sederhana, hal ini dapat mempermudah dalam penerapan kebijakan atau program di lapangan mudah dilaksanakan, 3) bentuk pemanfaatan yang terbatas dan termasuk skala kecil, 4) tipe masyarakat dan kegiatannya relatif homogen, karena komponen pengelolaannya berasal dari masyarakat itu sendiri, dan 5) rasa kepemilikan dan ketergantungan terhadap sumberdaya alam tinggi.
masyarakat sebagai langkah awal sebelum penerapan suatu bentuk pengelolaan yang melibatkan masyarakat setempat.
Berhubungan dalam rangka memacu peran sektor perikanan di masa yang akan datang, maka pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan telah
menetapkan empat misi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, yaitu: 1) peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir, perikanan dan kelautan
khususnya nelayan dan petani ikan kecil, 2) peningkatan peran sektor perikanan dan kelautan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi, 3) pemeliharaan dan peningkatan daya dukung serta kualitas lingkungan perairan, serta 4) terciptanya stabilitas persatuan dan kesatuan bangsa (Dahuri 2000).
Harapan-harapan tersebut bukan merupakan hal yang mudah dalam proses pencapaiannya dengan berbagai macam permasalahan mendasar yang masih tersimpan, namun dengan keyakinan dan kekuatan yang digalang dari semua pihak, maka sumberdaya perikanan Indonesia dengan keanekaragaman (diversity) yang melimpah dengan jumlah stok yang sangat besar akan tetap memberi harapan dan peluang yang terbuka lebar untuk mewujudkan misi tersebut. Sesuai dengan pendapat Yahya (2005) bahwa pemanfaatan sumberdaya perikanan yang dilakukan melalui kegiatan pengelolaan sumberdaya perikanan oleh masyarakat dapat dilakukan secara lestari dan berkelanjutan (sustainable resource exploitation) apabila didukung dengan kebijakan pengelolaan yang baik pada semua lapisan.
2.2 Perencanaan Pembangunan Wilayah Pesisir
Menurut Dahuri (1999), perencanaan pembangunan wilayah pesisir dan lautan berkelanjutan mengacu kepada perpaduan antara prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam praktek pembangunan wilayah). Selanjutnya Budiharsono (2003) menyatakan ada sepuluh pilar pokok yang merupakan penopang bagi pembangunan wilayah pesisir berkelanjutan yaitu: 1) pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan, 2) perencanaan partisipatif dan penganggaran yang berkelanjutan, 3) pemberdayaan ekonomi rakyat, 4) peningkatan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia, 5) pembangunan prasarana dan sarana,
8) pengembangan demokrasi substantif inklusif, 9) perdagangan internasional dan antar wilayah, dan 10) pertahanan keamanan.
Didalam Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir, menurut Nikijuluw (2002) perlu pelibatan masyarakat pesisir secara aktif mencakup sebagai berikut: 1) memberikan konsepsi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang berkelanjutan, 2) menghidupkan kembali hak ulayat dan hak masyarakat lokal, 3) menerapkan teknologi ramah lingkungan, mendorong pengembangan teknologi asli, 4) membangun kesadaran akan pentingnya nilai strategi sumberdaya bagi generasi kini dan yang akan datang, dan 5) merehabilitasi habitat, dan memperkaya sumberdaya. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan berkelanjutan yang berbasis masyarakat berarti bahwa masyarakat ikut menentukan atau dilibatkan dalam proses perencanaan, pemanfaatan, monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan sumberdaya alam atau disebut juga dengan Community-Based Resource Management (CBRM).
Kemudian juga dinyatakan Nikijuluw (2002), dengan diberlakukannya CBRM diharapkan tujuan-tujuan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan dapat dicapai. Tiga tujuan utama pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan adalah peningkatan efisiensi dan produktivitas, pemerataan hasil dan kesejahteraan secara proporsional, dan pencapaian keberlanjutan sumberdaya. Ketiga tujuan ini merupakan pilar yang secara bersama dan seimbang mendukung keberadaan suatu sumberdaya alam
bagi kepentingan masyarakat. Ketiga tujuan ini harus dicapai secara bersama-sama, mengabaikan salah satu tujuan akan mengakibatkan pemanfaatan
dan pengelolaan sumberdaya menjadi tidak sehat yang akhirnya akan merusak sumberdaya itu sendiri serta menyengsarakan kehidupan masyarakat.
habitat atau kawasan tempat kegiatan ekonomi produktif dijalankan, 2) membangun infrastruktur terutama yang menyangkut dengan
kebutuhan-kebutuhan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan ekonomi, 3) meningkatkan perencanaan dan pembangunan secara spasial dan daya dukung lingkungannya, 4) memperkaya sumberdaya melalui kegiatan pengkayaan stok species dan habitat, koservasi dan rehabilitasi, mitigasi bencana, dan mengendalikan pencemaran.
Menurut Dahuri (1999), dalam proses perencanaan pembangunan wilayah pesisir, perlu diwujudkan dengan pengelolaan wilayah pesisir terpadu yang berbasis masyarakat diperlukan beberapa proses pengelolaan yang sesuai dengan tahapan manajemen yaitu mulai dari perencanan, implementasi, monitoring dan evaluasi. Adapun tahap-tahap pengelolaan wilayah pesisir terpada berbasis masyarakat sebagai berikut:
1. Tahap Perencanaan
Tahap awal dari proses perencanaan adalah dengan cara mengidentifikasi dan mendefinisikan isu dan permasalahan yang ada, yang menyangkut kerusakan sumber daya alam, konflik penggunaan, pencemaran, dimana perlu dilihat penyebab dan sumber permasalahan tersebut. Selanjutnya juga perlu diperhatikan sumber daya alam dan ekosistem yang ada yang menyangkut potensi, daya dukung, status, tingkat pemanfaatan, kondisi sosial ekonomi dan budaya setempat seperti jumlah dan kepadatan penduduk, keragaman suku, jenis mata pencaharian masyarakat lokal, sarana dan prasarana ekonomi dan lain-lain. Berdasarkan pendefinisian masalah yang dipadukan dengan informasi tentang sumber daya alam dan ekosistem serta aspirasi masyarakat selanjutnya disusun tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Berdasarkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai serta melihat peluang dan kendala yang ada selanjutnya mulai dibuat perencanaan berupa kegiatan pembangunan dalam bentuk program dan proyek. Perencanaan yang telah disusun perlu disosialisasikan kembali kepada masyarakat luas untuk mendapat persetujuan, setelah mendapat pesetujuan rencana ini baru dimasukkan dalam agenda pembangunan baik daerah maupun nasional (Dahuri, 1999).
pesisir terpadu berbasis masyarakat diharapkan akan mampu untuk 1) meningkatkan kesadaran masyarakat, akan pentingnya SDA dalam menunjang
kehidupan mereka 2) meningkatkan kemampuan masyarakat, sehingga mampu berperan serta dalam setiap tahapan pengelolaan dan 3) meningkatkan pendapatan masyarakat, dengan bentuk-bentuk pemanfaatan yang lestari dan berkelanjutan serta berwawasan lingkungan
2. Tahap Pelaksanaan (Implementasi) Rencana
Pada tahap implementasi perencanaan, diperlukan kesiapan dari semua pihak yang terlibat didalamnya, seperti masyarakat itu sendiri, tenaga pendamping lapangan dan pihak lainnya. Selain itu juga diperlukan koordinasi dan keterpaduan antar sektor dan stakeholder yang ada sehingga tidak terjadi tumpang tindih kepentingan dan ego sektoral. Dalam hal ini diperlukan adanya lembaga pelaksana yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan seperti pemerintah daerah, masyarakat lokal, investor/swasta, instansi sektoral, perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Pada tahap implementasi ini juga diperlukan kesamaan persepsi antara masyarakat lokal dengan lembaga atau orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan ini sehingga masyarakat benar-benar memahami rencana yang akan dilaksanakan. Menurut Zamani dan Darmawan (2000) kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan pada tahap implementasi ini adalah: 1) integrasi ke dalam masyarakat, dengan melakukan pertemuan dengan masyarakat untuk menjawab seluruh pertanyaan yang berhubungan dengan penerapan konsep dan mengidentifikasi pemimpin potensial yang terdapat di lembaga masyarakat lokal. 2) pendidikan dan pelatihan masyarakat, metoda pendidikan dapat dilakukan secara non formal menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan cara tatap muka sehingga dapat diperoleh informasi dua arah dan pengetahuan masyarakat
lokal dapat dikumpulkan untuk dimasukkan dalam konsep penerapan 3) memfasilitasi arah kebijakan, dalam hal ini segenap kebijakan yang berasal dari
yang dimaksudkan agar seluruh pihak yang terlibat akan dapat menyesuaikan tindakannya dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
3. Tahap Monitoring dan Evaluasi
Monitoring yang dilakukan sejak dimulainya proses implementasi perencanaan dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas kegiatan, permasalahan yang timbul dalam implementasi kegiatan. Monitoring dilakukan dengan melibatkan seluruh pihak yang ada. Setelah monitoring selanjutnya dilakukan evaluasi bersama secara terpadu dengan melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan. Melalui evaluasi ini akan diketahui kelemahan dan kelebihan dari perencanaan yang ada guna perbaikan untuk pelaksanaan tahap berikutnya.
Menurut Dahuri (1999), pengelolaan berbasis masyarakat merupakan salah satu pendekatan dalam upaya mengelola sumber daya di wilayah pesisir, yang cukup menjanjikan dalam rangka meningkatkan partisipasi aktif dari masyarakat dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Kemudian beliau juga menyatakan setidaknya ada 4 (empat) keuntungan yang didapatkan dalam pengelolaan berbasis masyarakat: 1) masyarakat ikut mengontrol sumber daya di sekitar mereka, 2) dukungan yang luas dari masyarakat dalam pengelolaan sumber daya yang ada, 3) ketersediaan data yang dibutuhkan dalam pemanfaatan sumber daya tersebut, 4) pengelolaan sumber daya dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat di sekitarnya.
2.3 Co-Fish Project dalam Upaya Peningkatan Keadaan Sosial-Ekonomi Masyarakat
Pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia ke depan harus benar-benar mengarah kepada sistem pembangunan yang memanfaatkan ekosistem laut beserta segenap sumberdaya yang terkandung di dalamnya untuk kesejahteraan suatu bangsa secara berkelanjutan (on sustainable basis). Salah satu tujuan pembangunan yang ingin dicapai adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan daya dukung sumberdaya alam dan lingkungannya (Dahuri 2000).
Untuk mewujudkan tujuan dari pembangunan perikanan tersebut, diwujudkan suatu pencapaiannya salah satu melalaui Co-Fish Project. Proyek pengelolaan sumberdaya perikanan atau yang sering disebut dengan
Co-Fish Project adalah suatu proyek pemerintah yang salah satu tujuannya adalah
untuk memajukan pengelolaan sumberdaya perikanan. Co-Fish Project
berkelanjutan dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat nelayan. Dalam upaya memperbaiki mutu sumberdaya perikanan serta habitatnya, proyek ini juga melakukan berbagai kegiatan dalam memajukan sumberdaya perikanan atau yang termasuk ke dalam Coasntal Fisheries Resource Management atau yang lebih dikenal dengan CFRM(Co-Fish Project 1998).
Gagasan munculnya proyek ini didasarkan atas beberapa masalah yang ditemukan pada sektor perikanan, diantaranya adalah semakin berkurangnya sumberdaya perikanan dan peningkatan kemiskinan masyarakat nelayan yang dapat menyebabkan kerugian-kerugian sosial yang semakin luas. Untuk itu perlu dicari langkah-langkah yang strategis guna menjaga kelangsungan sumberdaya dalam jangka waktu yang lama dengan melakukan pengenalan terhadap mata pencaharian alternatif dan tambahan untuk meningkatkan pendapatan serta memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat nelayan (Feliatra, et al. 1999).
Untuk mencapai tujuannya, Co-Fish Project melakukan berbagai langkah antara lain: 1) mengurangi tekanan di sektor perikanan tangkap, 2) mencegah terjadinya penangkapan yang berlebihan dan bersifat merusak, 3) meningkatkan kualitas hidup masyarakat nelayan, serta 4) mengurangi kemiskinan dalam jangka panjang. Proyek ini mengupayakan peningkatan partisipasi masyarakat dalam mengelola sumberdaya perikanan serta meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya dan pembangunan sektor perikanan secara berkelanjutan (Murdiyanto 2004).
Melalui Co-Fish Project berbagai upaya dilaksanakan bertumpu pada
pendekatan multi-sektor dan azas partisipatif melalui pemgembangan kerjasama yang harmonis antara masyarakat selaku penerima manfaat dengan instansi terkait di tingkat pusat dan daerah serta lembaga swadaya masyarakat (LSM). Upaya tersebut telah menunjukkan indikasi hasil positif berupa terbangunnya kesamaan persepsi dan kesatuan tindakan manajemen (managemnet measures) diberbagai kelompok stakeholder mengenai strategi pengelolaan sumberdaya perikanan secara berkesinambungan, antara lain berupa penyusunan rencana dan
implementasi pengelolaan sumberdaya perikanan seperti pembangunan
ikan yang merusak (destructive fishing). Kegiatan-kegiatan tersebut disertai dengan penegakan aturan pengelolaan yang telah disepakati bersama antara anggota masyarakat yang dipelihara sebagai perangkat kebijakan lokal untuk selanjutnya diproyeksikan menjadi salah satu sumber penetapan hukum positif dalam bentuk peraturan daerah tentang pengelolaan sumberdaya perikanan (Murdiyanto 2004).
2.3.1 Tujuan dan Ruang Lingkup Co-Fish Project
Penangkapan ikan skala kecil telah menjadi sumber pendapatan pilihan terakhir bagi banyak penduduk miskin di daerah proyek. Hal ini disebabkan oleh adanya kebijakan akses terbuka atas sumberdaya perikanan, serta bertambahnya penduduk. Untuk itu tujuan utama proyek adalah : 1) menggalakkan pengelolaan yang lestari atau berkesinambungan dari sumberdaya perikanan 2) menurunkan atau mengentaskan kemiskinan di daerah pesisir melalui penyediaan kesempatan dalam meningkatkan pendapatan serta meningkatkan standar hidup masyarakat nelayan (Co-Fish Project 1998).
Dalam implementasinya Co-Fish Project menetapkan ruang lingkup
kegiatan-kegiatan proyek ditujukan sebagai berikut: 1) menggalakkan pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat, 2) meningkatkan pendapatan dan memperbaiki standar hidup dari masyarakat nelayan, 3) merehabilitasi fasilitas fisik perikanan serta memperbaiki dan meningkatkan kondisi sanitasi dan lingkungan serta kualitas produk, 4) memantapkan kapabilitas dari masyarakat nelayan, organisasi-organisasi pembangunan masyarakat, serta lembaga pemerintah yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya perikanan (Co-Fish Project 1998).
2.3.2 Program-Program Co-Fish Project
Dalam pelaksanan pengelolaan sumberdaya perikanan Co-Fish Project
melaksanakan program-program sebagai berikut:
1. Pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat, yaitu kegiatan