RUMPUT LAUT (Eucheuma spinosum (Linnaeus) J.
Agardh) SEBAGAI SUMBER SERAT PANGAN TAK
LARUT PADA NAGET AYAM
SKRIPSI
OLEH:
NENSI KURNIA PUTRI
NIM 071501054
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
RUMPUT LAUT (Eucheuma spinosum (Linnaeus) J.
Agardh) SEBAGAI SUMBER SERAT PANGAN TAK
LARUT PADA NAGET AYAM
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
NENSI KURNIA PUTRI
NIM 071501054
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
RUMPUT LAUT (
Eucheuma spinosum
(Linnaeus) J. Agardh)
SEBAGAI SUMBER SERAT PANGAN TAK LARUT PADA
NAGET AYAM
OLEH:
NENSI KURNIA PUTRI 071501054
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pada tanggal:
Diketahui Oleh: Pembimbing I
Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt. NIP 195008281976032002
Panitia Penguji,
Prof. Dr.rer.nat.E. De Lux Putra, SU., Apt. NIP 195306191983031001
Pembimbing II
Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt. NIP 195006071979031001
Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt. NIP 195008281976032002
Dra. Saleha Salbi, M.Si., Apt. NIP 194909061980032001
Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt. NIP 195008261974122001
Medan, Juli 2012 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Dekan,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan berkatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “ Rumput Laut (Eucheuma spinosum (Linnaeus) J. Agardh) Sebagai Sumber
Serat Pangan Tak Larut Pada Naget Ayam”. Skripsi ini diajukan sebagai salah
satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Siti Morin Sinaga. M.Sc., Apt., dan kepada Bapak
Prof. Dr. Jansen Silalahi. M.App.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama
penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan
fasilitas selama masa pendidikan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada
Ayahanda Sufhadi, Ibunda Ridha Hayati, Adik Arish Frankoh Kurnia Putra dan
Andri Kurnia Putra, Arif Permana Putra, Amd., sahabat Adewana Ramadhani
Hasibuan, S.Farm., Annisa, S.Farm., Apt., Damayanti S.Farm., Apt., Meiva
Amelia Lubis, S.Farm., Syafridah, S.Farm., Apt., Yuyun Sundari, S.Farm.,
Syefrio Hendriko, S.Farm. Asisten Laboratorium Teknologi Hasil Pangan
dapat disebutkan satu per satu, yang telah banyak memberikan doa dan dorongan
serta bantuan moril dan materil kepada penulis selama menempuh pendidikan S-1
Farmasi.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan,
oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis bersedia menerima kritik
dan saran yang membangun pada skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
kita semua.
Medan, Juli 2012 Penulis,
RUMPUT LAUT
(Eucheuma spinosum
(Linnaeus) J. Agardh)
SEBAGAI SUMBER SERAT PANGAN TAK LARUT PADA
NAGET AYAM
ABSTRAK
Rumput laut (Eucheuma spinosum) mengandung serat pangan yang tinggi yang terdiri dari selulosa, dapat digunakan sebagai bahan makanan. Tujuan dari penelitian ini adalah memanfaatkan rumput laut sebagai sumber serat pada naget ayam.
Rumput laut yang digunakan diperoleh dari pusat pasar Carrefour yang terletak di jalan Jamin Ginting Padang Bulan Medan. Naget ayam dibuat dengan perbandingan jumlah daging ayam dan rumput laut (1:0), (1:0,5), (1:1), (1:1,5) dan (1:2). Penetapan kadar serat kasar pada naget ayam menggunakan metode analisis serat kasar (crude fiber) secara gravimetri.
Hasil penetapan kadar serat kasar pada naget ayam tanpa penambahan rumput laut (1:0) dan naget ayam dengan penambahan rumput laut (1:1) secara berturut-turut adalah sebesar 0,50% ± 0,02 % dan 4,29% ± 0,41%. Hasil analisis statistik dengan menggunakan ANOVA dari data hasil pengujian organoleptik
pada taraf α 0,05 terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat kesukaan
pada naget ayam, dimana nilai signifikan yang di peroleh yaitu 0,000 lebih kecil dari 0,05. Nilai kesukaan yang paling tinggi terhadap naget ayam dengan penambahan rumput laut perbandingan (1:1) dengan rataan tertinggi yaitu 4,0375, menggunakan skala hedonik. Ditinjau dari hasil penelitian, rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai sumber serat pangan pada naget ayam.
SEAWEED
Eucheuma spinosum
(Linnaeus) J. Agardh) AS A
SOURCE OF FIBER FOOD INSOLUBLE IN CHICKEN
NUGGET
ABSTRACT
Seaweed (Eucheuma spinosum) having a high content of dietary fiber composed of cellulose and can used food ingredient. The purpose of this study is the use of seaweed as a source of fiber in chicken nugget.
Seaweed that used was obtained form Carrefour market center located in Jamin Ginting road around Padang Bulan Medan. Chicken nugget comparison is made with a variety of chicken meat and seaweed (1:0), (1:0, 5), (1:1), (1:1.5) and (1:2). The determination of crude fiber content in chicken nugget using crude fiber analysis methods (crude fiber) obtained gravimetrically
The results determination of crude fiber content in chicken nugget: the chicken nugget without the addition of seaweed (1:0) and chicken nugget with the addition of seaweed (1:1) respectively was 0.50% ± 0.02% and 4.29% ± 0.41%. The results of statistical analysis test data using ANOVA of result data
organoleptic at the level of α 0.05 means that there are significant differences on
the level of preference for chicken nugget, where 0.000 is obtained which is significant smaller than 0.05. The highest preference is value of chicken nugget with the addition of seaweed ratio (1:1) with the average high of 4.0375, using a hedonic scale. Judging from the results of research, seaweed can be used as a source of dietary fiber on chicken nugget
Keyword: Seaweed, Chicken Nugget, Gravimetry, Crude Fiber
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Rumput Laut ... 4
2.2 Kandungan Rumput Laut ... 4
2.3 Pengelompokan Rumput Laut ... 4
2.4 Rumput Laut Euceuma spinosum... 5
2.4.1 Budidaya Rumput Laut ... 6
2.4 2 Penanganan Pascapanen Rumput Laut ... 7
2.5 Naget ... 8
2.7 Analisis Serat Kasar ... 11
2.7.1 Metode Analisis Serat Kasar (Crude Fiber) ... 11
2.7.2 Metode Detergen ... 12
2.7.3 Metode Enzimatis ... 13
2.8 Analisis Gravimetri ... 13
BAB III METODE PENELITIAN ... 14
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 14
3.2 Alat-alat ... 14
3.3 Bahan-bahan ... 14
3.4 Pembuatan Preaksi ... 15
3.5 Lokasi Pengambilan Sampel ... 15
3.6 Persiapan Sampel ... 15
3.6.1 Rumput Laut ... 15
3.6.2 Daging Ayam ... 15
3.7 Pembuatan Naget Ayam ... 16
3.8 Pengujian Organoleptik ... 18
3.9 Penetapan Kadar Serat Kasar dalam Naget Ayam ... 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22
4.1 Hasil Identifikasi Rumput Laut ... 22
4.2 Hasil Pembuatan NARL ... 22
4.3 Hasil Pengujian Organoleptik ... 22
4.4 Hasil Penetapan Kadar Serat Kasar dalam Naget Ayam ... 24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 26
5.1 Kesimpulan ... 26
5.2 Saran ... 26
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Perbandingan Jumlah Daging Ayam dan Rumput Laut ... 16
2. Skala Hedonik dan Skala Numerik Pengujian Organoleptik ... 19
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Bagan Pembuatan Naget Ayam ... 17
2. Bagan Penetapan Kadar Serat Kasar Naget Ayam dengan Metode Gravimetri ... 21
3. Histogram Nilai Kesukaan Naget Ayam ... 23
4. Penyajian Pengujian Organoleptik ... 31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Surat Hasil Identifikasi Rumput Laut ... 29
2. Formilir Pengujian Organoleptik ... 30
3. Pengujian Organoleptik ... 31
4. Data Hasil Pengujian Organoleptik ... 32
5. Hasil Uji Statistik... 34
6. Data penimbangan dan Penetapan kadar Serat Kasar dalam Produk I dan Produk III ... 36
7. Perhitungan Kadar Serat Kasar Sebenarnya Pada Produk I ... 38
RUMPUT LAUT
(Eucheuma spinosum
(Linnaeus) J. Agardh)
SEBAGAI SUMBER SERAT PANGAN TAK LARUT PADA
NAGET AYAM
ABSTRAK
Rumput laut (Eucheuma spinosum) mengandung serat pangan yang tinggi yang terdiri dari selulosa, dapat digunakan sebagai bahan makanan. Tujuan dari penelitian ini adalah memanfaatkan rumput laut sebagai sumber serat pada naget ayam.
Rumput laut yang digunakan diperoleh dari pusat pasar Carrefour yang terletak di jalan Jamin Ginting Padang Bulan Medan. Naget ayam dibuat dengan perbandingan jumlah daging ayam dan rumput laut (1:0), (1:0,5), (1:1), (1:1,5) dan (1:2). Penetapan kadar serat kasar pada naget ayam menggunakan metode analisis serat kasar (crude fiber) secara gravimetri.
Hasil penetapan kadar serat kasar pada naget ayam tanpa penambahan rumput laut (1:0) dan naget ayam dengan penambahan rumput laut (1:1) secara berturut-turut adalah sebesar 0,50% ± 0,02 % dan 4,29% ± 0,41%. Hasil analisis statistik dengan menggunakan ANOVA dari data hasil pengujian organoleptik
pada taraf α 0,05 terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat kesukaan
pada naget ayam, dimana nilai signifikan yang di peroleh yaitu 0,000 lebih kecil dari 0,05. Nilai kesukaan yang paling tinggi terhadap naget ayam dengan penambahan rumput laut perbandingan (1:1) dengan rataan tertinggi yaitu 4,0375, menggunakan skala hedonik. Ditinjau dari hasil penelitian, rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai sumber serat pangan pada naget ayam.
SEAWEED
Eucheuma spinosum
(Linnaeus) J. Agardh) AS A
SOURCE OF FIBER FOOD INSOLUBLE IN CHICKEN
NUGGET
ABSTRACT
Seaweed (Eucheuma spinosum) having a high content of dietary fiber composed of cellulose and can used food ingredient. The purpose of this study is the use of seaweed as a source of fiber in chicken nugget.
Seaweed that used was obtained form Carrefour market center located in Jamin Ginting road around Padang Bulan Medan. Chicken nugget comparison is made with a variety of chicken meat and seaweed (1:0), (1:0, 5), (1:1), (1:1.5) and (1:2). The determination of crude fiber content in chicken nugget using crude fiber analysis methods (crude fiber) obtained gravimetrically
The results determination of crude fiber content in chicken nugget: the chicken nugget without the addition of seaweed (1:0) and chicken nugget with the addition of seaweed (1:1) respectively was 0.50% ± 0.02% and 4.29% ± 0.41%. The results of statistical analysis test data using ANOVA of result data
organoleptic at the level of α 0.05 means that there are significant differences on
the level of preference for chicken nugget, where 0.000 is obtained which is significant smaller than 0.05. The highest preference is value of chicken nugget with the addition of seaweed ratio (1:1) with the average high of 4.0375, using a hedonic scale. Judging from the results of research, seaweed can be used as a source of dietary fiber on chicken nugget
Keyword: Seaweed, Chicken Nugget, Gravimetry, Crude Fiber
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di tengah kesibukan masyarakat modern, makanan yang menghabiskan
waktu lama dalam pengolahan dan rumit tidak lagi diminati. Saat ini masyarakat
lebih memilih makanan siap saji. Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan
waktu yang mereka miliki. Makanan siap saji tersebut biasanya mengandung
lemak dan protein yang tinggi tetapi rendah kandungan serat.
Serat makanan atau serat pangan adalah bagian dari makanan yang tidak
dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia. Meskipun tidak dapat dicerna oleh
enzim pencernaan, tetapi serat makanan merupakan media tumbuh yang baik bagi
mikroflora usus. Serat makanan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu serat larut dan
serat tak larut dalam air. Serat larut tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan
manusia tetapi larut dalam air panas, sedangkan serat tak larut tidak dapat dicerna
dan tidak larut dalam air panas. Pektin dan getah tanaman (gum) adalah zat-zat
yang termasuk dalam serat makanan larut, sedangkan lignin, selulosa dan
hemiselulosa tergolong ke dalam kelompok serat tak larut (Lubis, 2010).
Salah satu sumber selulosa yang banyak terdapat di alam adalah rumput
laut, dinding sel rumput laut terutama terdiri atas selulosa (Suprayitno dan Dwi,
2008). Rumput laut merupakan sayuran padat gizi yang dipercaya sebagai rahasia
hidup sehat dan panjang umur bangsa Asia. Sejak ribuan tahun yang lalu, rumput
laut telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan oleh bangsa Jepang dan China
dari kelas Rhodophyceae yang sebagian besar yang diperjualbelikan yaitu jenis
Eucheuma spinosum, hal ini disebabkan karena spesies Eucheuma spinosum
banyak terdapat di Indonesia (Winarno, 1990).
Naget termasuk ke dalam salah satu bentuk produk beku siap saji. Produk
beku siap saji adalah suatu produk yang telah mengalami pemanasan sampai
setengah matang kemudian dibekukan. Pada saat diperlukan, produk beku siap
saji ini tinggal dipanaskan hingga matang. Sekalipun dibekukan terlebih dahulu,
produk beku siap saji tidak kehilangan banyak zat gizi dan tidak ada perubahan
pada cita rasa dan teksturnya (Arianti, 2007).
Menurut SNI (2002) Naget ayam (Chicken nugget) adalah produk olahan
ayam yang dicetak, dimasak dan dibekukan, dibuat dari campuran daging ayam
giling dengan atau tanpa penambah bahan makanan lain dan bahan tambahan
makanan yang diizinkan.
Dari hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
menunjukkan bahwa konsumsi serat orang Indonesia masih rendah, hanya sekitar
12 gram/hari. Ini menunjukkan bahwa konsumsi serat orang Indonesia masih
dibawah anjuran gizi yaitu sebanyak 20-35 gram/hari (Anonim, 2011).
Rendahnya konsumsi serat orang Indonesia saat ini dan pentingnya
peranan serat pangan dalam tubuh, maka peneliti tertarik untuk membuat produk
siap saji berupa naget ayam dengan penambahan rumput laut sebagai sumber serat
pangan. Penggunaan rumput laut dikarenakan kandungan serat pangannya yang
tinggi dan yang mudah diperoleh dalam bentuk setengah kering dan kering.
Beberapa metode analisa serat diantaranya metode serat kasar (crude fiber)
metode serat kasar (crude fiber), karena metode ini mencerminkan kandungan
serat kasar dalam makanan (Piliang dan Djojosoebagio, 1996).
1.2Perumusan Masalah
Apakah rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai sumber serat pangan dalam
pembuatan naget ayam, pada konsentrasi berapa rumput laut menghasilkan naget
yang paling disukai, dan berapa besar pengaruh penambahan rumput laut pada
naget ayam terhadap kadar serat kasarnya.
1.3Hipotesa
Rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai sumber serat pangan dalam
pembuatan naget ayam, panelis suka mengkonsumsi naget ayam rumput laut
(NARL) dan penambahan rumput laut pada naget ayam memberikan pengaruh
yang besar terhadap kadar serat kasarnya.
1.4 Tujuan Penelitian
Mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap NARL dan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh penambahan rumput laut terhadap kadar
serat kasarnya.
1.5 Manfaat Penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput Laut
Rumput laut tergolong tanaman tingkat rendah, tidak mempunyai akar,
batang maupun daun sejati, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus,
tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu dan
benda keras lainnya. Secara taksonomi dikelompokkan ke dalam divisio
Thallophyta (Anggadiredja dkk, 2010). Rumput laut dikenal pertama kali oleh
bangsa Cina kira-kira tahun 2700 SM. Dimasa itu, rumput laut digunakan untuk
sayuran dan obat-obatan (Aslan, 1999).
2.2 Kandungan Rumput Laut
Secara kimia rumput laut terdiri dari protein (5,4%), karbohidrat (33,3%),
lemak (8,6%) serat kasar (3%) dan abu (22,25%). Selain itu juga mengandung
asam amino, vitamin, dan mineral seperti natrium, kalium, kalsium, iodium, zat
besi dan magnesium. Kandungan asam amino, vitamin dan mineral mencapai
10-20 kali lipat dibandingkan dengan tanaman darat (Murti, 10-2011).
2.3 Pengelompokkan Rumput Laut
Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput laut dikelompokan ke dalam
empat kelas, yaitu:
1) Rhodophyceae (ganggang merah)
2) Phaeophyceae (ganggang coklat)
3) Chlorophyceae (ganggang hijau)
Jenis rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah
dari kelas Rhodophyceae yang mengandung agar-agar dan karaginan. Alga yang
termasuk ke dalam kelas Rhodophyceae yang mengandung karaginan adalah
Eucheuma dengan nama lokal agar-agar. Sebagian besar rumput laut yang
diperjualbelikan yaitu jenis Eucheuma spinosum, hal ini disebabkan karena
spesies Eucheuma spinosum banyak terdapat di Indonesia dan dibutuhkan oleh
banyak industri farmasi: kosmetik, makanan dan minuman seperti saus, keju,
biskuit, es krim dan sirup (Winarno, 1990).
2.4 Rumput Laut Eucheuma spinosum
TaksonomiEucheuma spinosum:
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Bangsa : Gigartinales
Suku : Solieriaceae
Marga : Eucheuma
Spesies : Eucheuma spinosum (Anggadiredja dkk, 2010).
Nama daerah rumput laut jenis ini yaitu agar-agar (Sulawesi Selatan).
Ciri-ciri rumput laut ini yaitu thallus berbentuk silindris, percabangan thallus berujung
runcing atau tumpul dan ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan), berupa duri lunak
yang mengelilingi cabang. Habitat Eucheuma spinosum tubuh melekat pada rataan
terumbu karang, batuan, benda keras dan cangkang kerang. Eucheuma spinosum
memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis sehingga hanya hidup pada
2.4.1 Budidaya Rumput Laut
Penanaman rumput laut dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu:
metode rakit apung (floating rack method), lepas dasar (off bottom method) dan
rawai (long line method) (Anggadiredja dkk, 2010).
1. Metode Rakit Apung (Floating Rack Method): Metode ini diterapkan
pada perairan yang lebih dalam, caranya yaitu: rumput laut diikatkan pada
rakit apung yang terbuat dari bambu dengan ukuran 2,5 x 5 m, rakit apung
dibuat dalam satu rangkaian yang masing-masing rangkaian terdiri dari
lima unit dengan jarak antar unit satu meter, kedua ujung rangkaian
diikatkan dengan tali yang ujungnya diberi pemberat atau jangkar agar
rakit tidak hanyut oleh arus atau gelombang. Jarak tanam antar rumput laut
sekitar 25 x 25 cm dengan berat rumput laut 100 g untuk setiap ikatan.
2. Metode Lepas Dasar (Off Bottom Method): Penanaman rumput laut
dengan metode ini dilakukan pada dasar perairan, caranya yaitu: dua buah
patok dipancangkan pada dasar perairan dengan jarak 2,5- 5 m, kedua
patok dihubungkan dengan tali pancing atau tali yang kuat, tinggi
kedudukan tali penghubung dari dasar antara 10-50 cm. Sebaiknya juga
jarak disesuaikan dengan kedalaman pada air surut terendah. Ikatkan bibit
masing-masing seberat 75-150 g, yang diikat dengan menggunakan tali
rafia, tiap ikatan terdiri dari 2-3 thalus, kemudian diikatkan pada tali
pancing dengan jarak 20-25 cm.
3. Metode Rawai (Long Line Method): merupakan metode yang paling
banyak diminati karena disamping fleksibel dalam pemilihan lokasi juga
pada tali utama yang panjangnya mencapai 50-75 m dengan jarak 25 cm
ikatkan tali jangkar pada kedua ujung tali utama yang di bawahnya sudah
diikatkan pada jangkar, batu karang atau batu pemberat, untuk
pengapungan rumput laut ikatkan pelampung yang terbuat dari styrofoam,
botol polietilen atau pelampung khusus pada tali, ikat
pelampung-pelampung tersebut dengan tali penghubung ke tali utama sepanjang 10-15
cm, agar rumput laut tidak mengapung dipermukaan dan diupayakan tetap
berada pada kedalaman 10-15 cm di bawah permukaan air laut, pada tali
utama diberikan tambahan beban (Winarno, 1990).
Pemanenan dilakukan bila rumput laut telah mencapai berat tertentu, yakni
sekitar empat kali berat awal (dalam waktu pemeliharaan 1,5 - 4 bulan). Untuk
jenis Eucheuma dapat mencapai sekitar 400-600 gram, maka jenis ini biasanya
sudah bisa dipanen (Aslan, 1999).
2.4.2 Penanganan Pascapanen Rumput Laut
Rumput laut (Eucheuma spinosum) dicuci dengan air laut sebelum
diangkat ke darat, rumput laut yang telah bersih dikeringkan di atas para-para
bambu atau di atas plastik atau terpal sehingga tidak terkontaminasi oleh tanaman
atau pasir. Pada kondisi panas matahari, rumput laut akan kering dalam waktu 2-3
hari. Kadar air rumput laut Eucheuma spinosum yang dicapai dalam pengeringan
berkisar 31-35%. Pada saat pengeringan akan terjadi penguapan air laut dari
rumput laut kemudian membentuk butiran garam yang melekat di permukaan
thalusnya. Butiran garam tersebut perlu dibuang dengan cara mengayak rumput
sehingga rumput laut menjadi lembab kembali, akibatnya dapat menurunkan
kualitas rumput laut itu sendiri. Rumput laut dikatakan berkualitas baik apabila
total garam dan kotoran yang melekat tidak lebih dari 3-5% (Anggadiredja dkk,
2010). Rumput laut yang diperjualbelikan untuk tujuan sebagai bahan makanan,
setelah proses pengeringan dilanjutkan dengan proses pemucatan caranya: rumput
laut dicuci dengan air tawar sampai bersih, kemudian direndam dengan air
sebanyak 20 kali berat rumput laut selama tiga hari. Pemucatan dilakukan dengan
cara merendam rumput laut dengan larutan kapor tohor (CaO) 5% sambil diaduk
selama 4-6 jam, setelah itu dicuci, kemudian dikeringkan selama dua hari. Setelah
kering dikemas dan siap untuk dipasarkan (Indriani dan Sumiarsih, 1999).
2.5 Naget
Menurut SNI (2002) Naget ayam (Chicken nugget) adalah produk olahan
ayam yang dicetak, dimasak dan dibekukan, dibuat dari campuran daging ayam
giling dengan atau tanpa penambah bahan makanan lain dan bahan tambahan
makanan yang diizinkan. Naget sangat praktis dalam penyajiannya, karena setelah
dibekukan bisa langsung digoreng dan hanya memerlukan waktu beberapa menit
untuk menjadikannya makanan yang siap dikonsumsi (Arianti, 2007).
2.6 Serat dan Manfaatnya
Serat makanan adalah bagian tanaman yang tidak dapat hancur oleh
enzim-enzim pencernaan dalam tubuh. Serat makanan dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu serat larut dan serat tidak larut dalam air. Serat larut tidak dapat
dicerna oleh enzim pencernaan manusia tetapi larut dalam air panas, sedangkan
Pektin dan getah tanaman (gum) adalah zat-zat yang termasuk dalam serat
makanan larut, sedangkan lignin selulosa dan hemiselulosa tergolong dalam
kelompok serat tak larut. Sedangkan serat kasar adalah bagian tanaman yang tidak
dapat dihancurkan oleh pelarut asam dan basa di laboratorium (Lubis, 2010).
Sifat tidak dapat dicerna yang dimiliki serat makanan merangsang
lambung bekerja lebih lama untuk melakukan proses penghancuran terhadap serat,
terkstur licin yang dimiliki serat juga semakin menyulitkan lambung untuk
penghancuran serat dalam waktu singkat. Keadaan ini berdampak pada semakin
lamanya keberadaan serat di dalam lambung, sehingga pengosongan lambung
juga akan lebih lama. Kondisi ini diduga sebagai penyebab timbulnya perasaan
kenyang yang terasa lebih lama (Lubis, 2010).
Serat makanan tak larut lebih banyak berguna ketika makanan ada dalam
usus besar. Kemampuan luar biasa yang dimiliki dalam menyerap dan mengikat
cairan mendominasi serat tak larut untuk membentuk gumpalan-gumpalan.
Serat tak larut memaksa sisa-sisa makanan membentuk gumpalan-gumpalan yang
lebih besar dan lebih besar lagi (Lubis, 2010).
Komponen di dalam gumpalan-gumpalan itu sangat membantu usus dalam
proses pembusukan. Volumenya yang besar dengan tekstur lunak, lembek dan
licin akan mendorong dinding usus besar sedemikian rupa sehingga timbul
rangsangan yang kuat untuk meningkatkan gerak peristaltik. Kerjasama dan
kebersamaan yang baik antara faktor gerak peristaltik usus besar dengan sisa
makanan yang memiliki volume besar dan tekstur lunak, lembek dan licin itu
menuju anus. Salah satu keuntungan yang diperoleh dari gerak cepat sisa makanan
keluar tubuh ini adalah diperkecilnya kesempatan jasad renik berbahaya yang
berkembang biak dalam usus besar dan mempercepat terbuangnya zat-zat atau
benda-benda beracun yang merugikan kesehatan tubuh (Lubis, 2010).
Kemudahan yang dilakukan usus besar dalam melakukan gerakan
peristaltik menjadikan dinding usus besar tidak melakukan tekanan kuat secara
berlebihan serta tidak memerlukan energi tambahan untuk melakukan gerakan itu.
Keuntungan yang diperoleh dari kondisi kondusif itu adalah pada seluruh
permukaan dinding usus mendapatkan tekanan yang sama dan tidak mendapat
tekanan-tekanan ekstrim, sehingga didaerah titik lemah yang terdapat pada
permukaan dinding usus besar tidak tertekan, tidak mencekung dan tidak
membentuk bulatan-bulatan kecil difertikula. Ini berarti, resiko terjadi infeksi
difertikula dapat dihindari (Lubis, 2010).
Asupan serat yang rendah menyebabkan feses menjadi keras sehingga
diperlukan kontraksi otot rektum yang lebih besar untuk mengeluarkannya, hal ini
menyebabkan konstipasi, atau lebih lanjut dapat menyebabkan wasir. Konstipasi
kronis mempunyai peluang untuk berkembang menjadi kanker kolon, ini
disebabkan oleh tertumpuknya karsinogen di permukaan kolon akibat tinja yang
keras, kering dan lambatnya pembuangan. Konsumsi serat yang cukup akan
mempercepat transit feses dalam saluran pencernaan sehingga kontak antara kolon
dengan berbagai zat karsinogen yang terbawa dalam makanan lebih pendek,
dengan demikian mengurangi peluang terjadinya kanker kolon. Transit makanan
yang lebih cepat juga mengurangi kesempatan berbagai mikro-organisme dalam
Peranan serat makanan memang unik, keberadaannya dalam tubuh jarang
disadari dan sedikit orang yang memperhitungkan manfaatnya, namanya pun tidak
sepopuler zat gizi sebagaimana vitamin, mineral, protein, lemak atau karbohidrat.
Mungkin saja hal ini dikarenakan serat makanan tidak ada hubungan langsung
dengan proses tumbuh kembang tubuh atau tidak pernah menyuplai zat-zat gizi
untuk kepentingan tumbuh kembang sel. Manfaat serat makanan memang tidak
berkaitan langsung dengan proses tumbuh kembang tubuh atau organ-organ
tubuh. Keberadaan serat makanan lebih berfungsi pada pemeliharaan kondisi
sehat, terutama di sepanjang saluran pencernaan. Meski demikian, serat makanan
secara tidak langsung dapat membantu organ-organ dalam tubuh untuk dapat terus
berfungsi sebagaimana mestinya (Lubis, 2010).
2.7 Analisis Serat Kasar
Analisis serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan
karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan
tersebut. Selain itu kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi
suatu proses pengolahan, misalnya proses penggilingan atau proses pemisahan
antara kulit dan kutiledon, dengan demikian persentase serat kasar dapat dipakai
untuk menentukan kemurnian bahan atau efisiensi suatu proses (Sudarmadji dkk,
1989). Ada beberapa metode analisis serat makanan, yaitu metode analisis serat
kasar (crude fiber), metode deterjen dan metode enzimatis (Piliang dan
Djojosoebagio, 1996).
2.7.1 Metode Analisis Serat Kasar (Crude Fiber)
dengan asam dan basa kuat selama 30 menit berturut-turut dalam prosedur yang
dilakukan di laboratorium (Piliang dan Djojosoebagio, 1996). Langkah-langkah
yang dilakukan dalam analisa adalah:
I. Deffating, yaitu penghilangan lemak yang terkandung dalam sampel
yang menggunakan pelarut lemak
II.Digestion, terdiri dari dua tahap yaitu pelarutan dengan asam dan
pelarutan dengan menggunakan basa. Kedua macam proses digestion
ini dilakukan dalam keadaan tertutup pada suhu terkontrol (mendidih)
dan sedapat mungkin dihindarkan dari pengaruh-pengaruh luar
(Sudarmadji dkk, 1989).
2.7.2 Metode Deterjen
Metode deterjen ini terdiri atas 2 yaitu Acid Detergent Fiber (ADF) dan
Neutral Detergent Fiber (NDF) (Suparjo, 2010).
a. Acid Detergent Fiber (ADF)
ADF hanya dapat untuk menurunkan kadar total selulosa dan lignin.
Metode ini digunakan pada AOAC (Association of Offical Analytical chemist).
Prosedurnya sama dengan NDF, namun larutan yang digunakan adalah CTAB
(Cetyl Trimethyl Amonium Bromida) dan H2SO4 0,5 M
b. Neutral Detergent Fiber (NDF)
Dengan metode NDF dapat ditentukan kadar total dari selulosa,
hemiselulosa dan lignin. Selisih jumlah serat dari analisis NDF dan ADF dianggap
jumlah kandungan hemiselulosa, meski sebenarnya terdapat juga komponen
lainnya selain selulosa, hemiselulosa dan lignin yaitu protein pada metode
2.7.3 Metode Enzimatis
Metode enzimatis dirancang berdasarkan kondisi fisiologi tubuh manusia.
Metode yang dikembangkan adalah fraksinasi enzimatis yaitu menggunakan
enzim amilase, diikuti penggunaan enzim pepsin, kemudian pankreatin. Metode
ini dapat mengukur kadar serat makan total, serat larut dan tak larut secara
terpisah. Kekurangan metode ini, enzim yang digunakan mungkin mempunyai
aktivitas lebih yang bisa saja merusak komponen serat dan kemungkinan protein
yang tidak terdegradasi sempurna dan ikut terhitung sebagai serat (Piliang dan
Djojosoebagio, 1996).
2.8 Analisis Gravimetri
Gravimetri merupakan cara pemeriksaan yang paling tua dan yang paling
sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Analisis
gravimetri adalah cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap (berat
konstan)-nya. Dalam analisis ini, unsur atau senyawa yang dianalisis dipisahkan dari
sejumlah bahan yang dianalisis sehingga dapat diketahui berat tetapnya. Supaya
analisis gravimetri berhasil, maka persyaratan berikut harus dipenuhi, yakni;
I. Proses pemisahan analit yang dituju harus berlangsung secara sempurna
sehingga banyaknya analit yang tidak terendapkan secara analisis tidak
terdeteksi.
II.Zat yang akan ditimbang harus murni atau mendekati murni. Jika syarat ini
tidak terpenuhi maka akan menimbulkan kesalahan yang besar (Gandjar
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian berupa metode eksperimental yang meliputi
pengumpulan, pengolahan dan pencampuran rumput laut dengan bahan lain
menjadi NARL, serta penetapan kadar serat kasar dengan metode analisis serat
kasar (crude fiber) secara gravimetri.
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium Teknologi Hasil Pangan Fakultas
Pertanian USU Medan, pada bulan Februari 2012 – Maret 2012.
3.2 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan terdiri dari alat untuk pembuatan NARL dan alat
laboratorium untuk penetapan kadar serat kasar. Adapun alat untuk membuat
NARL yaitu timbangan, penggiling daging, blender, loyang, kukusan, cetakan,
kuali dan kompor. Adapun alat untuk penetapan kadar serat kasar yaitu alat soklet,
cawan porselen, kertas saring, indikator universal, desikator, oven, neraca analitis,
mortir dan stemper dan alat-alat gelas laboratorium lainnya.
3.3 Bahan-bahan
Bahan pereaksi bila tidak dinyatakan lain adalah berkualiatas pro analisis
(E.Merck), air, n-heksana, natrium hidroksida, asam sulfat, kalium sulfat, alkohol
95%. Bahan pembuatan NARL yang digunakan adalah daging ayam, tepung
3.4 Pembuatan Preaksi
H2SO4 0,2 N yaitu dengan mencampurkan 11 ml H2SO4 98% dan akuades
di dalam labu hingga 2000 ml. NaOH0,3 N dibuat dengan melarutkan 24 g NaOH
dengan akuades bebas CO2 di dalam labu 2000 ml. K2SO4 10% diperoleh dengan
melarutkan 10 g K2SO4 dalam 100 ml akuades bebas CO2 (Ditjen POM, 1995).
3.5 Lokasi Pengambilan Sampel
Rumput laut dibeli di pusat pasar Carrefour yang terletak di Jamin Ginting
Padang Bulan Medan, daging ayam dan bahan-bahan lainnya dibeli di pasar
tradisional Tanjung Morawa, kecamatan Tanjung Morawa Kota. Rumput laut
diidentifikasi oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Pusat Penelitian
Oseanografi Jakarta.
3.6 Persiapan Sampel
3.6.1 Daging Ayam
Daging ayam dipisahkan dari kulit dan tulangnya kemudian dicuci dengan
air bersih hingga bersih selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan penggiling
daging.
3.6.2 Rumput Laut
Rumput laut sebanyak 100 gram dicuci dengan air bersih sampai bersih
kemudian direndam dengan perbandingan rumput laut dan air 1:10 selama
sembilan jam (Chaidir, 2006). Setiap tiga jam sekali lakukan pergantian air
dengan volume air yang sama, saring kemudian dihaluskan dengan menggunakan
3.7 Pembuatan Naget Ayam
Pembuatan naget ayam adalah sebagai berikut: daging ayam 250 g, tepung
maizena 100 g ditambahkan bumbu penyedap yang terdiri dari bawang putih 10 g,
bawang merah 20 g yang telah dihaluskan, merica bubuk dan garam secukupnya,
kemudian tambahkan rumput laut dengan variasi 0 g, 125 g, 250 g, 375 g dan 500
g. Selanjutnya diadon selama 15 menit atau sampai homogen. Masukkan dan
ratakan dalam loyang ukuran 17 x 17 cm, kukus selama 20 menit dan dinginkan,
kemudian dimasukkan ke dalam freezer selama 12 jam, dicetak. Selanjutnya
digoreng dengan minyak goreng yang telah dipanaskan sambil dibalik-balik
sampai warnanya berubah kecoklatan dan matang. Perbandingan jumlah daging
ayam dan rumput laut dapat dilihat pada Tabel 1 halaman 16 selanjutnya bagan
[image:30.595.112.473.452.609.2]pembuatan naget ayam dapat dilihat pada Gambar 1 halaman 17.
Tabel 1. Perbandingan Jumlah Daging Ayam dan Rumput Laut
Nama
Daging Ayam (DA)
(g)
Rumput Laut (RL)
(g)
Perbandingan (DA:RL)
Produk I 250 0 1: 0
Produk II 250 125 1 : 0,5
Produk III 250 250 1 : 1
Produk IV 250 375 1 : 1,5
Produk V 250 500 1 : 2
Gambar 1. Bagan Pembuatan Naget Ayam
Tahap Persiapan
Tahap Penggilingan Bahan
Tahap Pencampuran Bahan
Tahap Pengukusan
Tahap Pembekuan
Tahap Pencetakan
Tahap Penggorengan
- Penyiapan bahan dan peralatan - Penimbangan bahan
- Daging ayam dihaluskan dengan penggiling daging
- Rumput laut dihaluskan dengan penggiling daging
- Bawang merah, bawang putih haluskan dengan Blender
- Daging ayam, rumput laut bawang merah, bawang putih, lada dan garam dicampur, diadon selama 15 menit (hingga
homogen)
- Adonan naget dimasukkan ke dalam loyang, diratakan, dikukus selama 20 menit
- Naget dimasukkan ke dalam Freezer selama 12 jam
- Naget dicetak (bentuk bunga)
3.8 Pengujian Organoleptik
Pengujian organoleptik dilakukan dengan uji hedonik. Pengujian
organoleptik merupakan cara pengujian menggunakan indera manusia (rasa)
untuk menilai suatu produk (SNI 2006). Formulir pengujian organoleptik dapat
dilihat pada Lampiran 2 halaman 30.
Persyaratan Panelis :
i. Panelis yang digunakan adalah panelis non standar yang diambil secara acak
dengan jumlah anggota panelis seluruhnya 80 orang.
ii. Panelis yang digunakan adalah mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara.
iii. Tidak dalam keadaan sakit (dilihat bahwa panelis tidak sedang demam, flu
dan batuk).
Langkah-langkah pengujian organoleptik: i. Pengujian dilakukan di dalam ruangan yang bersih.
ii. Masing-masing produk diberi kode I, II, III, IV dan V dengan perbandingan
jumlah daging ayam dan rumput laut 1:0, 1:0,5, 1:1, 1:1,5 dan 1:2
iii. Kepada panelis disajikan NARL dan naget ayam tanpa rumput laut untuk
dicicipi, air putih dan formulir pertanyaan. Sebelumnya panelis diberikan
penjelasan singkat mengenai produk yang diperiksa dan cara penilaian.
Penjelasan yang diberikan kepada panelis yaitu:
a. Produk yang diperiksa adalah NARL dan naget ayam tanpa rumput laut
b. Setiap melakukan pencicipan panelis dianjurkan untuk minum, agar
Setelah panelis selesai mencicipi produk yang diperiksa, panelis diminta untuk
memberi penilaian berdasarkan tingkat kesukaan sesuai dengan penilaian mereka
masing-masing. Gambar pengujian organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 3
halaman 31. Untuk penganalisaan, skala hedonik ditransformasi menjadi skala
numerik dengan angka menaik sesuai tingkat kesukaan. Dengan data numerik
dilakukan analisa statistik skala hedonik dan skala numerik. Skala hedonik dan
[image:33.595.112.414.311.418.2]skala numerik pengujian organoleptik dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Skala Hedonik dan Skala Numerik Pengujian Organoleptik
Skala Hedonik Skala Numerik
Amat sangat suka Sangat suka
Suka Agak suka Tidak suka
5 4 3 2 1
3.9 Penetapan Kadar Serat Kasar dalam Naget Ayam
Penetapan Kadar Serat Kasar Metode Gravimetri
Ditimbang 20 potong naget ayam, dihaluskan dan dikeringkan di oven
pada suhu 50°C sampai berat konstan. Timbang 4 gram bahan kering, masukan
kedalam thimble (kertas saring pembungkus) kemudian dimasukkan ke dalam alat
soklet, dipasang pendingin balik pada alat soklet, kemudian dihubungkan dengan
labu alas bulat 250 ml yang telah berisi 100 ml n-heksan, selanjutnya dialirkan air
sebagai pendingin. Ekstraksi dilakukan lebih kurang selama 4 jam, sampai pelarut
yang turun kembali ke dalam labu alas bulat berwarna jernih, kemudian
dikeringkan di oven pada suhu 50°C sampai berat konstan. Pindahkan ke dalam
residu dalam kertas saring dengan akuades panas (suhu 80o-90oC) sampai air
cucian tidak bersifat asam lagi. Pindahkan residu ke dalam erlenmeyer kemudian
tambahkan larutan NaOH 0,3 N sebanyak 200 ml. Tutup dengan pendingin balik,
didihkan selama 30 menit. Saring melalui kertas saring kering yang diketahui
beratnya, residu dicuci dengan 25 ml larutan K2SO4 10%. Cuci lagi residu dengan
15 ml akuades panas (suhu 80o-90oC), kemudian dengan 15 ml alkohol 95%.
Keringkan kertas saring dengan isinya dalam oven pada suhu 105oC, dinginkan
dalam desikator dan timbang sampai berat konstan (Sudarmadji dkk, 1984).
Bagan penetapan kadar serat kasar naget ayam dapat dilihat pada Gambar 2
halaman 21.
Rumus Perhitungan Kadar Serat Kasar (%) = x 100% (g)
Awal Berat
Gambar 2. Bagan Penetapan Kadar Serat Kasar Naget Ayam dengan Metode Gravimetri
Ditimbang, dihaluskan dan dikeringkan dalam oven suhu 50oC
Ditimbang 4 g bahan kering dimasukkan ke
dalam timble, ekstraksi lemaknya dengan alat soklet selama 4 jam
Dikeringkan di oven hingga berat konstan
Dipindahkan ke dalam erlenmeyer, tambahkan 200 ml larutan H2SO4 0,2 N, didihkan selama 30 menit, saring
Dicuci dengan akuades panas (80-90°C) sampai air cucian tidak bersifat asam lagi
Pindahkan ke dalam Erlenmeyer, tambahkan dengan larutan NaOH 0,3 N sebanyak 200 ml, didihkan selama 30 menit, saring
Cuci dengan 25 ml larutan K2SO4 10%, selanjutnya, dicuci dengan 15 ml akuades panas (80-90°C), kemudian 15 ml alkohol 95%
Dikeringkan di oven pada suhu 105°C
Didinginkan dalam desikator, ditimbang (hingga berat konstan) 20 potong naget ayam
Residu Filtrat
Serat kasar
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Rumput Laut
Hasil identifikasi rumput laut dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 29,
menunjukkan bahwa rumput laut yang digunakan adalah rumput laut spesies
Eucheuma spinosum (Linnaeus) J. agardh famili Solieriaceae. Menurut Winarno
(1990), Eucheuma spinosum merupakan rumput laut yang secara luas
diperdagangkan, baik untuk keperluan bahan baku industri di dalam negeri
maupun untuk ekspor.
4.2 Hasil Pembuatan NARL
Penggunaan rumput laut pada pembuatan NARL, memberikan pengaruh
pada bentuk NARL, di mana semakin banyak jumlah rumput laut yang
ditambahkan ke dalam naget ayam, menyebabkan adonan semakin lembek. Hal
ini disebabkan kandungan air pada naget ayam bertambah sehingga adonan sulit
untuk dicetak.
4.3 Hasil Pengujian Organoleptik
Histogram nilai kesukaan terhadap naget ayam dapat dilihat pada Gambar
3 halaman 23. Dari histogram dapat dilihat bahwa nilai kesukaan terhadap NARL
menunjukkan nilai kesukaan yang paling tinggi terdapat pada produk III dari hasil
penilaian dengan skala hedonik yang menunjukkan rataan tertinggi yaitu 4,0375.
Data hasil pengujian organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 32
Gambar 3. Histogram Nilai Kesukaan Naget Ayam
Keterangan : PI=DA:RL(1:0), PII=DA:RL(1:0,5), PIII=DA:RL(1:1), PIV=DA:RL (1:0,5) dan PV=DA:RL(1:2)
Hasil uji statistik menggunakan ANOVA dari data hasil pengujian
organoleptik pada taraf α 0,05 di mana diperoleh signifikannya yaitu 0,000 lebih
kecil dari 0,05, ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat
kesukaan pada naget ayam. Uji statistik lanjutan dengan menggunakan Duncan
menunjukan bahwa rataan kesukaan masing-masing produk terletak pada kolom
yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa masing-masing produk memiliki
tingkat kesukaan yang berbeda. Data hasil pengujian organoleptik dengan
menggunakan uji statistik ANOVA dan Duncan dapat dilihat pada Lampiran 5,
halaman 34 sampai dengan 35.
Hasil pengujian organoleptik menunjukkan kesukaan panelis meningkat
dengan semakin banyak rumput laut yang ditambahkan pada naget, yaitu produk
I, II dan III, tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat pada produk III dengan
skala hedonik rataan kesukaan sebesar 4,0375, kemudian menurun pada produk
Penambahan rumput laut berpengaruh terhadap bentuk naget ayam, di
mana semakin banyak rumput laut yang ditambahkan pada naget ayam,
menyebabkan bentuknya semakin lembek karena kandungan air pada naget ayam
bertambah dan air mempengaruhi cita rasa makanan (Ristanti, 2003).
Selanjutnya berdasarkan hasil pengujian organoleptik, produk yang
ditetapkan kadar serat kasarnya adalah naget ayam tanpa penambahan rumput
laut (Produk I), sebagai kontrol dan NARL yang paling disukai oleh panelis yaitu
produk III.
4.4 Hasil Penetapan Kadar Serat Kasar dalam Produk I dan Produk III
Penetapan kadar serat tak larut dalam naget ayam, suhu yang digunakan
untuk pengeringan menggunakan oven adalah 50°C. Ini merupakan suhu
maksimal yang bisa digunakan karena protein dan karbohidrat dapat membentuk
komponen tak larut pada suhu yang lebih tinggi (Mertens, 1992).
Dari hasil penelitian diperoleh kadar serat kasar produk I dan produk III
secara berturut-turut sebesar 0,50% ± 0,02% dan 4,29% ± 0,41%. Data
penimbangan dan penetapan kadar serat kasar dalam naget ayam dapat dilihat
pada Lampiran 6 halaman 36. Kadar serat kasar dalam produk I dan produk III
[image:38.595.112.488.622.718.2]dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kadar Serat Kasar dalam Produk I dan Produk III
Produk Kadar Serat Kasar (%)
Peningkatan Kadar Serat Kasar (%)
I 0,50 ± 0,02 -
Kadar serat kasar produk III mengalami peningkatan sebesar 758%
dibandingkan dengan produk I. Ini menunjukan bahwa penambahan rumput laut
pada pembuatan naget ayam dapat meningkatkan kadar serat kasar yang
terkandung didalamnya. Perhitungan kadar serat kasar dalam produk I dan produk
III dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8 halaman 38 sampai dengan 44.
Kadar serat kasar produk III sebesar 4,29%, ini berarti setiap gram produk
III mengandung serat kasar sebanyak 0,0429 gram. Jika dalam satu takaran saji
adalah sebanyak tujuh potong naget (± 20 gram) maka jumlah serat yang
dikonsumsi adalah 0,858 gram. Selanjutnya apabila dalam satu hari diasumsikan
dimakan sebanyak tiga kali maka jumlah asupan serat pangannya adalah 2,574
gram. The American Cancer Society, The American Heart Assosiation dan The
American Diabetic Assosiation menyarankan agar mengkonsumsi 20-35 gram
serat makanan per hari (Lubis, 2010). Dengan mengkonsumsi 21 potong produk
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rumput laut Eucheuma
spinosum (Linnaeus) J. Agardh, dapat dijadikan sebagai sumber serat pangan pada
naget ayam.
Dari hasil pengujian organoleptik menunjukkan kesukaan panelis
meningkat dengan semakin banyak rumput laut yang ditambahkan pada naget,
yaitu produk I, II dan III, tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat pada produk
III dengan skala hedonik rataan kesukaan sebesar 4,0375, kemudian menurun
pada produk IV dan V.
Terdapat pengaruh yang besar terhadap kadar serat kasar dengan
penambahan rumput laut, dimana kadar serat NARL sebesar 4,29% ± 0,41%
mengalami peningkatan sebesar 758% dibandingkan dengan tanpa penambahan
rumput laut yaitu sebesar 0,50% ± 0,02%.
5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk membuat produk serat
pangan yang lain misalnya sosis atau minuman dengan memanfaatkan rumput laut
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, T., Zatnika, A., Purwoto, H., dan Istini, S. (2010). Rumput Laut.
Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 26-38.
Anonim. (2011). Konsumsi Serat Masyarakat Indonesia Rendah
2012.
Arianti, D. (2007). Pengaruh Pemberian Tepung Kedelai Terhadap Kadar Protein, Kadar Lemak dan Eksetabilitas Nugget Daging Kambing. Skiripsi. Padang: Andalas.
Aslan, M. (1999). Rumput Laut.Yogyakarta: Kanisius. Hal: 69.
Chaidir, A. (2006). Kajian Rumput Laut Sebagai Sumber Serat Alternatif untuk Minuman Berserat. Tesis. Bogor: IPB.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi ke IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 1135, 1216.
Gandjar, G. dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 91- 92.
Indriani, H. dan Sumiarsih, E. (1999). Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Rumput laut. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 43.
Lubis, Z. (2010). Hidup Sehat dengan Makanan Kaya Serat. Bogor: IPB Press. Hal. 6- 9.
Mertens, D.R. (1992). Critical Conditions in Determining Detergent Fibers.
Murti, I. (2011). Khasiat Rumput Laut si Pengganti Garam.
Nainggolan, O. dan Adimunca, C. (2005). Diet Sehat Dengan Serat.
Nirmala. (2009). Rumput Laut Miracle Food dari Samudera.
Piliang, W.G., dan Djojosoebagio, S. (1996). Fisiologi Nutrisi. Vol. I. Edisi II. Jakarta: UI-Press. Hal. 199.
Ristanti. (2003). Pembuatan Tepung Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Sebagai Sumber Iodium dan Dietary Fiber. Skripsi. Bogor: IPB.
Standar Nasional Indonesia (SNI). (2006). PetunjukPengujian Organoleptik dan atau Sensori. Departemen Perindustrian Republik Indonesia.
Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1984). Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi ketiga. Yogyakarta:Liberty. Hal. 38.
Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta:Liberty. Hal. 92.
Suparjo. (2010). Analisis Proksimat dan Analisis Serat.
25 Desember 2011.
Suprayitno, E., dan Dwi, T. (2008). Penggunaan Kapang Trichoderma viride dalam Pembuatan Sirup Glukosa Rumput Laut Eucheuma spinosum.
Lampiran 2. Formulir Pengujian Organoleptik
Formulir Pengujian Organoleptik
Nama panelis : ……… Tanggal : ……… NIM : ……… Produk : naget ayam
Berilah tanda dalam kotak di bawah ini sesuai dengan kesan anda setelah
mencicipi naget ayam
Produk : I II III IV V
Amat sangat suka :
Sangat suka :
Suka :
Agak suka :
Tidak suka :
Lampiran 3. Pengujian Organoleptik
Gambar 4. Penyajian Pengujian Organoleptik
[image:45.595.180.448.490.662.2]Lampiran 4. Data Hasil Pengujian Organoleptik Ulangan (R) Produk (t) Total (Y)
I II III IV V
1 3 4 5 3 3 18
2 3 4 5 3 2 17
3 5 4 5 3 2 19
4 4 5 5 3 2 19
5 3 4 5 3 2 17
6 4 5 5 3 2 19
7 3 3 3 1 1 11
8 2 3 3 1 1 10
9 3 3 3 3 2 14
10 5 4 5 1 1 16
11 4 4 4 3 3 18
12 2 3 3 1 1 10
13 4 5 5 3 3 20
14 3 3 3 2 2 13
15 2 3 3 1 1 10
16 5 3 3 2 1 14
17 3 3 3 1 1 11
18 2 3 3 1 1 10
19 4 5 4 2 1 16
20 3 3 5 3 2 16
21 2 3 5 3 2 15
22 3 3 5 3 2 16
23 5 4 3 2 1 15
24 3 3 3 1 1 11
25 4 5 5 3 2 19
26 3 3 5 3 2 16
27 5 4 3 2 1 15
28 3 3 5 3 2 16
29 4 5 5 4 3 21
30 3 3 3 2 1 12
31 2 3 3 1 1 10
32 3 3 5 2 1 14
33 5 5 4 4 3 21
34 3 2 2 1 1 9
35 4 5 4 4 3 20
36 2 2 2 2 1 9
37 3 3 5 4 3 18
38 2 2 2 2 2 10
39 4 5 4 4 3 20
40 2 2 2 1 1 8
41 5 4 5 2 2 18
Lampiran 4. (lanjutan)
43 4 5 5 3 3 20
44 3 3 3 2 1 12
45 4 5 4 3 3 19
46 2 2 3 1 1 9
47 5 4 4 3 3 19
48 2 3 4 3 3 15
49 3 3 4 2 2 14
50 4 3 5 3 3 18
51 2 3 4 2 2 13
52 3 3 4 2 2 14
53 5 4 4 3 3 19
54 3 3 4 3 3 16
55 3 3 4 3 3 16
56 3 3 4 2 2 14
57 5 4 4 3 3 19
58 3 3 3 2 2 13
59 3 4 5 3 3 18
60 4 3 3 2 2 14
61 1 2 5 3 1 12
62 4 3 5 2 1 15
63 1 2 4 1 2 10
64 3 4 4 2 2 15
65 1 1 5 3 3 13
66 4 3 5 2 1 15
67 3 4 5 3 3 18
68 3 3 5 3 4 18
69 2 3 5 4 2 16
70 3 4 5 3 2 17
71 3 3 5 2 1 14
72 3 2 5 2 1 13
73 3 2 4 2 2 13
74 1 2 5 1 2 11
75 1 3 5 2 2 13
76 3 3 4 2 1 13
77 2 1 3 5 4 15
78 2 1 3 5 4 15
79 1 1 3 2 2 9
80 2 2 3 1 2 10
Total (y) 247 259 323 194 161 1184
Rata-rata 3,0875 3,2375 4,0375 2,425 2,0125
Nilai numerik organoleptik
Lampiran 5. Hasil Uji Statistik Descriptives Tingkat kesukaan Perbandingan N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
DA : RL (1:0) 80 3,09 1,093 ,122 2,84 3,33 1 5
DA : RL (1:0,5) 80 3,24 1,022 ,114 3,01 3,46 1 5
DA : RL (1:1) 80 4,00 1,006 ,113 3,78 4,22 1 5
DA : RL (1:1,5) 80 2,43 ,965 ,108 2,21 2,64 1 5
DA : RL (1:2) 80 2,01 ,864 ,097 1,82 2,20 1 4
Total 400 2,95 1,204 ,060 2,83 3,07 1 5
ANOVA
Tingkat kesukaan
Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig.
Between
Groups 188,685 4 47,171 47,848 ,000
Within Groups 389,413 395 ,986
Total 578,098 399
DUNCAN Tingkat kesukaan
Perbandingan N Subset for alpha = .05
1 2 3 4 1
DA : RL (1:2) 80 2,01
DA : RL (1:1,5) 80 2,43
DA : RL (1:0) 80 3,09
DA : RL (1:0,5) 80 3,24
DA : RL (1:1) 80 4,00
Sig. 1,000 1,000 ,340 1,000
Lampiran 5. (lanjutan)
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Tingkat kesukaan LSD
(I)
perbandingan (J)
perbandingan
Mean Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence Interval
Upper Bound
Lower Bound
DA : RL(1:0) DA : RL(1:0,5) -,150 ,157 ,340 -,46 ,16
DA : RL (1:1) -,913(*) ,157 ,000 -1,22 -,60
DA : RL(1:1,5) ,663(*) ,157 ,000 ,35 ,97
DA : RL (1:2) 1,075(*) ,157 ,000 ,77 1,38
DA : RL(1:0,5) DA : RL (1:0) ,150 ,157 ,340 -,16 ,46
DA : RL (1:1) -,763(*) ,157 ,000 -1,07 -,45
DA : RL(1:1,5) ,813(*) ,157 ,000 ,50 1,12
DA : RL (1:2) 1,225(*) ,157 ,000 ,92 1,53
DA : RL(1:1) DA : RL (1:0) ,913(*) ,157 ,000 ,60 1,22
DA : RL(1:0,5) ,763(*) ,157 ,000 ,45 1,07
DA : RL(1:1,5) 1,575(*) ,157 ,000 1,27 1,88
DA : RL (1:2) 1,988(*) ,157 ,000 1,68 2,30
DA : RL(1:1,5) DA : RL (1:0) -,663(*) ,157 ,000 -,97 -,35
DA : RL(1:0,5) -,813(*) ,157 ,000 -1,12 -,50
DA : RL (1:1) -1,575(*) ,157 ,000 -1,88 -1,27
DA : RL (1:2) ,412(*) ,157 ,009 ,10 ,72
DA : RL (1:2) DA : RL (1:0) -1,075(*) ,157 ,000 -1,38 -,77
DA : RL(1:0,5) -1,225(*) ,157 ,000 -1,53 -,92
DA : RL (1:1) -1,988(*) ,157 ,000 -2,30 -1,68
DA : RL(1:1,5) -,412(*) ,157 ,009 -,72 -,10
Lampiran 6. Data Penimbangan dan Penetapan Kadar Serat Kasar dalam Produk I dan Produk III
Produk I
No.
Berat sampel
( g )
Berat kertas saring
( g )
Berat kertas saring + Sampel setelah di
keringkan ( g )
Berat residu
( g )
Kadar serat kasar
(%)
1 4,0006 1,6733 1,6899 0,0166 0,4149
2 4,0002 1,7188 1,7381 0,0193 0,4825
3 4,0001 1,6987 1,7143 0,0156 0,3899
4 4,0008 1,7056 1,7253 0.0197 0,4924
5 4,0003 1,7089 1,7294 0,0205 0,5124
6 4,0005 1,7201 1,7399 0,0198 0,4949
Berat 20 potong naget 164,706 g
Berat 20 potong naget setelah dikeringkan 109,8375 g
Produk III No Berat sampel (g) Berat kertas saring (g)
Berat kertas saring + Sampel setelah di
keringkan (g) Berat residu (g) Kadar serat kasar (%)
1 4,0005 1,7396 1,9583 0,2187 5,4670
2 4,0007 1,0696 1,2517 0,1821 4,5521
3 4,0004 1,7419 1,8702 0,1283 3,2072
4 4,0002 1,7421 1,9094 0,1673 4,1823
5 4,0001 1,7356 1,8949 0,1593 3,9824
6 4,0003 1,7389 1,9173 0,1783 4,4457
Berat 20 potong naget 96,2880 g
Lampiran 6. (lanjutan)
kadar serat kasar (%) = x 100%
(g) Awal Berat
(g) Residu Berat
Contoh perhitungan produk I, nomor 1
% kadar serat kasar = x 100% g
4,0001 g 0,0156
= 0,3899%
Dengan cara yang sama diperoleh kadar serat kasar untuk sampel nomor 2 sampai
Lampiran 7. Perhitungan Kadar Serat Kasar Sebenarnya pada Produk I
No. Kadar Serat Kasar
(%) Xi - X (Xi - X )
2
1. 0,4149 -0,0496 0,00246016
2. 0,4825 0,0180 0,00032400
3. 0,3899 -0,0746 0,00556516
4. 0,4924 0,0279 0,00077841
5. 0,5124 0,0479 0,00229441
6. 0,4949 0,0304 0,00092416
X = 0,4645 Σ = 0,01234630
SD =
(
)
1 2 − −
∑
n x xi = 1 6 01234630 , 0− = 0,0497
Pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk 6-1 diperoleh
t-tabel =2,57. Data diterima jika t-hitung < t tabel
t-hitung =
n sd
x xi−
t-hitung data 1 =
6 0497 , 0 4645 , 0 4149 , 0 − = -2,4446
t-hitung data 2 =
6 0497 , 0 4645 , 0 4825 , 0 −
= 0,8871
t-hitung data 3 =
6 0497 , 0 4645 , 0 3899 , 0 −
= -3,6767... ditolak
t-hitung data 4 =
Lampiran 7. (lanjutan)
t-hitung data 5 =
6 0497 , 0 4645 , 0 5124 , 0 − = 2,3608
t-hitung data 6 =
6 0497 , 0 4645 , 0 4949 , 0 − = 1,4983
Data 3 ditolak karena nilai t-hitung > t-tabel, maka data yang dipakai adalah data
1,2,4,5 dan 6
No. Kadar Serat Kasar
(%) Xi - X (Xi - X )
2
1. 0,4149 -0,0645 0,00416025
2. 0,4825 0,0031 0,00000961
3. 0,4924 0,0130 0,00016900
4. 0,5124 0,0330 0,00108900
5. 0,4949 0,0155 0,00024025
X = 0,4794 Σ = 0,00566811
SD =
(
)
1 2 − −
∑
n x xi = 1 5 00566811 , 0− = 0,0376
Pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk 5-1 diperoleh
t-tabel =2,78. Data diterima jika t-hitung < t tabel
t-hitung =
n sd
x xi−
t-hitung data 1 =
5 0376 , 0 4794 , 0 4149 , 0 −
Lampiran 7. (lanjutan)
t-hitung data 2 =
5 0376 , 0 4794 , 0 4825 , 0 − = 0,1845
t-hitung data 3 =
5 0376 , 0 4794 , 0 4924 , 0 − = 0,7738
t-hitung data 4 =
5 0376 , 0 4794 , 0 5124 , 0 − = 1,9643
t-hitung data 5 =
5 0376 , 0 4794 , 0 4949 , 0 −
= 0,9226
Data 1 ditolak karena nilai t-hitung > t-tabel, maka data yang dipakai adalah data
2,3,4 dan 5
No. Kadar serat kasar
(%) Xi - X (Xi - X )
2
1 0,4825 -0,0131 0,00017161
2 0,4924 -0,0032 0,00001024
3 0,5124 0,0169 0,00028561
4 0,4949 -0,0006 0,00000036
X = 0,4955 Σ = 0,00046782
SD =
(
)
1 2 − −
∑
n x xi = 1 4 00046782 , 0− = 0,0125
Pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk 4-1 diperoleh
Lampiran 7. (lanjutan) t-hitung = n sd x xi−
t-hitung data 1 =
4 0125 , 0 4955 , 0 4825 , 0 − = -2,069
t-hitung data 2 =
4 0125 , 0 4955 , 0 4924 , 0 − = -0,512
t-hitung data 3 =
4 0125 , 0 4955 , 0 5124 , 0 − = 2,704
t-hitung data 4 =
4 0125 , 0 4955 , 0 4949 , 0 − = 0,096
μ = x ± t
n SD ×
μ = 0,4955% ± 0,0198%
Kadar serat kasar sebenarnya pada produk I adalah
Lampiran 8. Perhitungan Kadar Serat Kasar Sebenarnya padaProduk III
No. Kadar Serat Kasar
(%) Xi - X (Xi - X )
2
1. 5,467 1,1609 1,34768881
2. 4,5521 0,2460 0,06051600
3. 3,2072 -1,0989 1,20758121
4. 4,1823 -0,1238 0,01532644
5. 3,9824 -0,3237 0,10478169
6. 4,4457 0,1396 0,01948816
X = 4,3061 Σ = 2,75538231
SD =
(
)
1 2 − −
∑
n x xi = 1 6 75538231 , 2− = 0,7423
Pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk 6-1 diperoleh
t-tabel =2,57. Data diterima jika t-hitung < t tabel
t-hitung =
n sd
x xi−
t-hitung data 1 =
6 7423 , 0 3061 , 4 4670 , 5 −
= 3,8313... ditolak
t-hitung data 2 =
6 7423 , 0 3061 , 4 5521 , 4 −
= 0,8188
t-hitung data 3 =
6 7423 , 0 3061 , 4 2072 , 3 −