PERANAN PEMERINTAH DALAM PENGAWASAN
PERUSAHAAN PELAKSANA PENEMPATAN
TENAGA KERJA INDONESIA
DI LUAR NEGERI
TESIS
Oleh :
LENI WIRANA HARAHAP
087005083
PROGRAM SEKOLAH PASCASARJANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis : Peranan Pemerintah Dalam Pengawasan Perusahaan
Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta Di Luar Negeri (Studi Pada PPTKIS Di Medan)
Nama Mahasiswa : Leni Wirana Harahap
Nomor Pokok : 087005083
Program Studi : Ilmu Hukum
Menyetujui :
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum)
K e t u a
(Dr. Agusmidah, SH, M.Hum) (Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum) A n g g o t a A n g g o t a
Ketua Program Studi Ilmu Hukum D e k a n
Telah diuji pada :
Tanggal : 6 September 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum
Anggota : 1. Dr. Agusmidah, SH, M.Hum
2. Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum 3. Prof. Dr. Sunarni, SH, M.Hum
PERANAN PEMERINTAH DALAM PENGAWASAN PERUSAHAAN PELAKSANA PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA
DI LUAR NEGERI
ABSTRAK
Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) merupakan perusahaan yang diberikan kewenangan oleh pemerintah untuk melakukan penempatan tenaga kerja Indonesia yang akan bekerja di luar negeri. Pekerjaan perusahaan inilah yang sering jadi masalah. Banyak perusahaan yang illegal telah melakukan penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar neger. Hasilnya perlindungan yang didapatkan tidak diterima oleh si tenaga kerja. Beberapa korban perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia ilegal minta pemerintah membantu memulangkan rekannya yang masih tertahan di luar negeri, karena kondisi mereka memprihatinkan.
Adapun permasalahan yang akan dikemukakan dalam tesis ini adalah pengawasan pemerintah terhadap perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri,Bagaimana kendala dalam pengawasan terhadap tenaga kerja Indonesia dan sanksi hukum pada pelanggaran tugas perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri dan bagaimana kebijakan yang harus diterapkan dalam penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku, penerapan peraturan perundang-undangan. Sumber data berasal dari data primer dan data sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan Pengawasan Pra Kerja Bentuk pengawasan pra kerja inisifatnya mempersiapkan antisipasi permasalahan yang akan datang. Sifatnya mengarahkan keadaan yang akan terjadi di masa datang, sebagai peringatan untuk tidak dilanggar. Pengawasan bentuk ini memberikan patokan kerja dan tidak memandori kerja. Pengawasan Semasa Kerja Pengawasan yang dilakukan pada saat tugas diselenggarakan, memungkinkan manajer melakukan perbaikan di tempat pada waktu penyimpangan diketahui. Perbaikan secara langsung sebelum penyimpangan terlalu jauh terjadi, yang mungkin akan sangat sukar meluruskannya, lebih menguntungkan pengawasan ini ialah supervisi. Supervisi langsung memungkinkan manajer melakukan tindakan koreksi langsung. Pengawasan Pasca Kerja Pengawasan dilakukan sesudah kegiatan atau pekerjaan berlangsung dan sudah berselang waktu yang lama. Kelemahannya ialah penyimpangan baru diketahui setelah pekerjaan seluruhnya selesai, sehingga tidak mungkin diperbaiki lagi.Kendala dalam pengawasan terhadap tenaga kerja Indonesia yang dilakukan oleh Pemerintah, apabila PPTKIS melakukan pelanggaran, terutama menyediakan fasilitas ala kadarnya di penampungan dan balai latihan kerja (BLK). Terlalu besarnya kewenangan pihak perusahaan (PPTKIS) mulai dari rekrutmen penempatan dan pemulangan sebenarnya sebagai suatu hal yang penuh dalam pelaksanaan perlindungan TKI. Dengan besarnya kewenangan yang diberikan kepada PPTKIS, terlihat kecenderungan tenaga kerja Indonesia tidak mendapat perlindungan yang memadai dan Masalah kelembagaan yang dihadapi adalah dualisme pelayanan TKI (BNP2TKI dan Depnakertrans) dan delegasi wewenang. Upaya yang dapat diberlakukan sehubungan dengan adanya kendala adalah mengubah image negative
di masyarakat. Memperkuat hubungan bilateral antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah negera penerima TKI, memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia dengan merealisasikan anggaran pendidikan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis Panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan
kasih karunia-Nya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya. Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar
Magister Humaniora pada Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Univesitas
Sumatera Utara, Medan.
Adapun judul Tesis penelitian ini adalah: “PERANAN PEMERINTAH
DALAM PENGAWASAN PERUSAHAAN PELAKSANA PENEMPATAN
TENAGA KERJA INDONESIA SWAATA DI LUAR NEGERI ”. Di dalam
menyelesaikan Tesis ini, penulis mengucapka banyak terima kasih kepada Kedua
Orang tua penulis “Ayahanda Maralaung Harahap” dan “Ibunda Siti Asma Siregar”
yang telah memberikan dukungan baik secara materil maupun secara moril dan tak
lupa penulis mengucapkan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada yang terhormat para Komisi pembimbing : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH,
M.Hum, Dr. Agusmidah.,SH, M.Hum, dan Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.
Hum. Dimana di tengah-tengah kesibukannya masih tetap meluangkan waktunya
untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan mendorong semangat penulis untuk
menyelesaikan penulisan Tesis ini.
Perkenankanlah juga, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian studi ini, kepada:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,
DTM&H, MSc (CTM), SpA(K) diberikan kepada penulis untuk mengikuti
dan menyelesaikan pendidikan.
2. Dekan Fakultas Hukum Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, atas kesempatan
menjadi mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum
3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Prof. Dr. H. Bismar Nasution, SH, MH,
atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, sebagai Komisi Penguji, Sekaligus sebagai
Sekretaris Ilmu Hukum penulis, yang telah meluangkan waktunya dan dengan
penuh perhatian memberikan dorongan, bimbingan, saran kepada penulis.
5. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS., sebagai Komisi Penguji yang telah
meluangkan waktunya dan dengan penuh perhatian memberikan dorongan,
bimbingan, saran dan masukan yang sangat penting kepada penulis.
6. Kepada Kekasih Hati penulis Muhammad Rizki Hidayat, SH, M.Hum yang
telah banyak memberikan semangat kepada penulis dan selalu setia
mendampingi penulis setiap saat.
7. Kepada Rekan-rekan di Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera
Utara, Beserta seluruh Staff Ilmu Hukum terima kasih atas segala bantuan
selama penulis mengikuti perkuliahan, semoga Allah Membalas kebaikan
yang berlipat ganda, dan rekan-rekan kerja saya yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Akhirnya penulis berharap semoga Tesis ini dapat memberi manfaat dan
menyampaikan permintaan maaf yang tulus jika seandainya dalam penulisan ini
terdapat kekurangan dan kekeliruan, penulis juga menerima kritik dan saran yang
bertujuan serta bersifat membangun untuk menyempurnakan penulisan Tesis ini.
Medan, September 2010
Penulis,
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah... 7
C. Tujuan penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian... 8
E. Keaslian penelitian ... 9
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 11
1. Kerangka Teori... 11
2. Konsepsi ... 15
G. Metode Penelitian ... 17
1. Sifat penelitian... 17
2. Sumber data ... 17
3. Alat pengumpul data ... 18
4. Analisis Data ... 19
B. Peran Pemerintah Dalam Penempatan TKI di Luar Negeri ... 27
C. Ekistensi Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja ... 33
D. Bentuk-bentuk Pengawasan Pemerintah Terhadap Perusahaan
Pelaksana Penempatan TKI di Luar Negeri ... 41
E. Pihak-pihak yang dikategorikan sebagai Pemerintah yang
Bertanggungjawab dalam Pengawasan ... 52
BAB III KENDALA PENGAWASAN TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DAN SANKSI HUKUM PADA PELANGGARAN TUGAS PERUSAHAAN PELAKSANA PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA SWASTA LUAR NEGERI
A. Kendala Pemerintah dalam Melakukan Pengawasan Ketenaga
kerjaan ... 71
B. Ketentuan Hukum Pada Pelanggaran Tugas Perusahaan Pelaksana
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta Luar Negeri ... 76
BAB IV KEBIJAKAN YANG HARUS DITERAPKAN DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA KE LUAR NEGERI
A. Sinergi Kinerja Antar Instansi ... 83
B. Penyederhanaan Prosedur Penempatan TKI di Luar Negeri ... 92
C. Penegakan Hukum dalam Pengawasan Perusahaan Penempatan
TKI ... 94
D. Perkuat Hubungan Diplomatik Khususnya Yang Menyangkut
TKI di Luar Negeri ... 95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 99 B. Saran ... 100
PERANAN PEMERINTAH DALAM PENGAWASAN PERUSAHAAN PELAKSANA PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA
DI LUAR NEGERI
ABSTRAK
Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) merupakan perusahaan yang diberikan kewenangan oleh pemerintah untuk melakukan penempatan tenaga kerja Indonesia yang akan bekerja di luar negeri. Pekerjaan perusahaan inilah yang sering jadi masalah. Banyak perusahaan yang illegal telah melakukan penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar neger. Hasilnya perlindungan yang didapatkan tidak diterima oleh si tenaga kerja. Beberapa korban perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia ilegal minta pemerintah membantu memulangkan rekannya yang masih tertahan di luar negeri, karena kondisi mereka memprihatinkan.
Adapun permasalahan yang akan dikemukakan dalam tesis ini adalah pengawasan pemerintah terhadap perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri,Bagaimana kendala dalam pengawasan terhadap tenaga kerja Indonesia dan sanksi hukum pada pelanggaran tugas perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri dan bagaimana kebijakan yang harus diterapkan dalam penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku, penerapan peraturan perundang-undangan. Sumber data berasal dari data primer dan data sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan Pengawasan Pra Kerja Bentuk pengawasan pra kerja inisifatnya mempersiapkan antisipasi permasalahan yang akan datang. Sifatnya mengarahkan keadaan yang akan terjadi di masa datang, sebagai peringatan untuk tidak dilanggar. Pengawasan bentuk ini memberikan patokan kerja dan tidak memandori kerja. Pengawasan Semasa Kerja Pengawasan yang dilakukan pada saat tugas diselenggarakan, memungkinkan manajer melakukan perbaikan di tempat pada waktu penyimpangan diketahui. Perbaikan secara langsung sebelum penyimpangan terlalu jauh terjadi, yang mungkin akan sangat sukar meluruskannya, lebih menguntungkan pengawasan ini ialah supervisi. Supervisi langsung memungkinkan manajer melakukan tindakan koreksi langsung. Pengawasan Pasca Kerja Pengawasan dilakukan sesudah kegiatan atau pekerjaan berlangsung dan sudah berselang waktu yang lama. Kelemahannya ialah penyimpangan baru diketahui setelah pekerjaan seluruhnya selesai, sehingga tidak mungkin diperbaiki lagi.Kendala dalam pengawasan terhadap tenaga kerja Indonesia yang dilakukan oleh Pemerintah, apabila PPTKIS melakukan pelanggaran, terutama menyediakan fasilitas ala kadarnya di penampungan dan balai latihan kerja (BLK). Terlalu besarnya kewenangan pihak perusahaan (PPTKIS) mulai dari rekrutmen penempatan dan pemulangan sebenarnya sebagai suatu hal yang penuh dalam pelaksanaan perlindungan TKI. Dengan besarnya kewenangan yang diberikan kepada PPTKIS, terlihat kecenderungan tenaga kerja Indonesia tidak mendapat perlindungan yang memadai dan Masalah kelembagaan yang dihadapi adalah dualisme pelayanan TKI (BNP2TKI dan Depnakertrans) dan delegasi wewenang. Upaya yang dapat diberlakukan sehubungan dengan adanya kendala adalah mengubah image negative
di masyarakat. Memperkuat hubungan bilateral antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah negera penerima TKI, memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia dengan merealisasikan anggaran pendidikan.
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri telah terjadi sejak jaman
Hindia Belanda sekitar Tahun 1887, dimana banyak Tenaga Kerja Indonesia yang
dikirimkan oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk bekerja sebagai kuli kontrak di
Suriname, New Calidonia, Siam dan Serawak. Di samping itu, banyak pula Tenaga
Kerja Indonesia yang secara tradisional berangkat ke luar negeri terutama ke
Malaysia untuk bekerja, dan sampai sekarang banyak di antara mereka yang menetap
di sana.21
Berada di dalam penampungan menunggu keberangkatan ke luar negeri
sampai selama berada di luar negeri, ada kalanya sebagian dari Tenaga Kerja
Indonesia menghadapi masalah yang merugikan Tenaga Kerja Indonesia tersebut.22
Pemerintah Republik Indonesia mencatat bahwa pada Tahun 2007 dan 308.000 TKI
yang ditempatkan diberbagai negara, sekitar 12,60% TKI mengalami berbagai
masalah. Masalah yang mereka hadapi umumnya merupakan masalah yang klasik
yang selama ini biasa dihadapi oleh TKI pada tahun-tahun sebelumnya, seperti sakit
bawaan, PHK sepihak, tindak kekerasan, gaji tidak dibayar dan lainnya yang
merugikan TKI Dan keseluruhan kasus yang telah dihimpun, maka sekitar 96%
21
Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Medan: USU Press, 2010), hal.81.
22 Erman Suparno, “Kebijakan dan Strategi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar
permasalahan dialami oleh TKI yang bekerja dalam sektor non formal, yakni TKI
yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan pengasuh bayi.
Secara garis besar, permasalahan yang sering dikeluhkan oleh Tenaga Kerja
Indonesia asal Sumatera Utara di luar negeri dapat dikategorikan sebagai benkut:
1. Gaji tidak dibayar
2. Penganiayaan
3. Pelecehan seksual
4. Permasalahan domestik (asmara, perkawinan, dan lain-lain) 5. Pekerjaan tidak sesuai perjanjian kerja (PK)
6. Putus Komunikasi
Silih berganti kejadian dan peristiwa telah diberitakan di media televisi dan
majalah, mulai dari penganiayaan Tenaga Kerja Indonesia, pemulangan, pelecehan
seksual, bahkan sampai pada hukuman penjara atas Tenaga Kerja Indonesia seperti
yang terjadi di Arab Saudi, Malaysia, Singapura, Taiwan, Hongkong dan negara
lainnya. Melihat kasus-kasus yang telah terjadi, maka dapat dianalisa secara
perlahan-lahan mengenai permasaperlahan-lahan Tenaga Kerja Indonesia ini.
1. Lapangan tenaga kerja dalam negeri yang kurang. Inilah yang
menyebabkan begitu banyaknya tenaga kerja Indonesia yang berbondong-bondong ke luar negeri, meskipun mungkin dengan taruhan nyawa.
23Tengku Keizerina Devi A, “Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
Meskipun dengan dokumentasi yang tidak lengkap. Hal ini terjadi karena negara-negara Asia lainnya. Upah yang sangat kecil ini jelas sekali sangat tidak mencukupi kebutuhan keluarga, di mana semua harga barang-barang yang ada selalu naik setiap tahunnya. Jadi upah ini jelas berbanding terbalik dengan pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
3. Oknum Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta
(PPTKIS). Masih banyaknya Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang tidak mendapat izin dari Departemen Tenaga Kerja (Depnaker), sehingga menyebabkan aliran Tenaga Kerja Indonesia tidak terkontrol. Akibatnya bisa ditebak, banyak kasus-kasus pemulangan Tenaga Kerja Indonesia yang tidak lengkap surat-suratnya alias ilegal.
4. Kurangnya perhatian dari pemerintah. Pemerintah sebagai pelaku dan pelaksana pemerintahan dirasakan sangat kurang sekali perhatiaannya atas nasib para tenaga kerja ini.24
Dari keempat analisa penyebab terus adanya masalah dengan tenaga kerja di
Indonesia, maka dapat dilihat bahwa sebenarnya permasalahan itu semua bersumber
pada masalah dari dalam negeri Indonesia sendiri. Jelas di sini ada masalah ekonomi,
pemerintahan dan sosial (politik) yang terjadi. Salah satu penyebab yang menjadi
sorotan adalah oknum PPTKIS yang bekerja di luar ketentuan undang-undang atau
malah lemahnya perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan tenaga kerja Indonesia.
Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) merupakan
perusahaan yang diberikan kewenangan oleh pemerintah untuk melakukan
24 Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, “
Kajian Analisa dan Evaluasi Perlindungan HAM Bagi Tenaga Kerja Berdasarkan UU No. 13 2003 tentang
penempatan tenaga kerja Indonesia yang akan bekerja di luar negeri. Pekerjaan
perusahaan inilah yang sering jadi masalah. Banyak perusahaan yang illegal telah
melakukan penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Hasilnya perlindungan
yang didapatkan tidak diterima oleh si tenaga kerja. Beberapa korban perusahaan jasa
tenaga kerja Indonesia ilegal minta pemerintah membantu memulangkan rekannya
yang masih tertahan di luar negeri, karena kondisi mereka memprihatinkan.
Persoalan buruh migran sangat kompleks karena (menyangkut) peran
pemerintah dalam membuat perlindungan. Seandainya mekanisme perlindungan yang
dibuat negara kepada masyarakat, terutama buruh migran, lebih berorientasi pada
perlindungan, mungkin persoalan buruh migran akan teratasi. Persoalan timbul sejak
pemberangkatan, saat pulangpun sarat dengan persoalan. Persoalan yang paling
mendasar mengapa masyarakat di wilayah pedesaan atau daerah terpencil
berimigrasi, tidak lepas dari ketidakmampuan negara menjalankan fungsinya untuk
mewujudkan kesejahteraan. 25
Jumlah TKI bermasalah memang terus meningkat. Pengawasan terhadap
Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) masih sangat lemah. Hal tersebut
terjadi karena adanya dualitas lembaga yang mengurusi TKI, BNP2TKI dan
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). Sesuai dengan UU
No. 39 Tahun 2004, pihak yang mengurusi permasalahan TKI adalah BNP2TKI.
Berdasarkan pasal 95 UU No. 39 Tahun 2004, BNP2TKI berfungsi melaksanakan
kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. Namun saat
ini, BNP2TKI menangani sebagian wilayah penempatan, seperti Selandia Baru, Hong
Kong, Taiwan, dan beberapa daerah di Timur Tengah. Saat ini, UU tersebut sedang
menjalani revisi oleh DPR. 26 Berbagai problem TKI di luar negeri yang kerap terjadi
dan menempatkan TKI sebagai objek penderita, akibat dari pekerjaan PPTKIS yang
tidak baik. Kalau diidentifikasi, problem perekrutan TKI masih seputar pemalsuan
kartu tanda penduduk (KTP), pemalsuan tempat pembuatan KTP, pemalsuan hasil
pemeriksaan kesehatan, dan pemalsuan paspor. Proses pelatihan, penampungan, dan
pemberangkatan, sampai pemulangan pun tidak luput dari masalah. Masalah-masalah
ini terjadi karena posisi calon tenaga kerja Indonesia yang sama sekali tidak mengerti
dan perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia tidak bekerja
sebagaimana mestinya.
Hasil suatu kajian di Arab dan Hongkong pada Tahun 2005, hampir 90 persen
TKI tidak pernah mengikuti pelatihan (training). Bisa juga pelatihan dilakukan, tetapi
uji kompetensi dan sertifikasinya tidak layak.27 Hal ini bisa terjadi juga karena
lemahnya pengawasan pemerintah terhadap perusahaan penempatan TKI.
Berdasarkan hasil inspeksi mendadak (sidak) Satuan Tugas (Satgas) Pemantauan dan
Pengawasan Penempatan/Perlindungan TKI Kemennakertrans, beberapa waktu lalu,
beberapa PPTKIS bahkan diketahui tidak menyediakan tempat pelatihan, tempat
26 Ibid
27Mahi M. Hikmat, “Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia”, http://www.ahmad
makan, sarana MCK, serta tempat tidur yang layak bagi calon TKI. Hingga saat ini,
Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) dan satgas
Kemennakertrans melakukan audit manajemen seluruh PPTKIS/PPTKIS di Indonesia
yang jumlahnya 500 perusahaan. Audit ini dilakukan untuk mengetahui kondisi riil
tempat pelatihan calon TKI, fasilitas penampungan, termasuk dokumen perizinan.28
Pemerintah pun harus berkomitmen melindungi Tenaga Kerja Indonesia selain
membuat kebijakan untuk pemberangkatan tenaga kerja Indonesia. Selain itu,
pemerintah pun harus menindaklanjuti dengan tindakan nyata, misalnya, peningkatan
kualitas Tenaga Kerja Indonesia, peningkatan status menuju Tenaga Kerja Indonesia
formal, pembelaan hukum, mempererat kerja sama (MoU) dengan negara tujuan,
meningkatkan kerja sama pusat dan daerah, dan tindakan lainnya yang mendukung
makin minimnya problem Tenaga Kerja Indonesia.
Instansi yang berwenang harus memberi prioritas khusus agar bisa bekerja
dengan lancar baik dari proses di dalam negeri sampai ke negara tujuan. Dalam hal
ini siapa yang berhak menempatkan TKI di luar negeri pun masih menjadi tarik ulur
antara BNP2TKI dan Depnakertran melalui Ditjen Binapenta. Sejak pada bulan
terbentuknya Oktober 2007 Ditjen Binapenta tak jauh fungsinya dengan BNP2TKI
(Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia).
28Andrian, “Langgar Aturan, 7
Jadi, pada dasarnya permasalahan terhadap Tenaga Kerja Indonesia ini
merupakan masalah bersama, baik itu dari masyarakat ataupun dari pemerintah harus
bersama-sama kerja sama dan sama-sama kerja dalam menanggulangi masalah ini,
supaya kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi lebih baik lagi. Dan juga
diharapkan pemerintah bisa lebih serius mengamati berbagai macam masalah Tenaga
Kerja Indonesia ini. Biar slogan Tenaga Kerja Indonesia sebagai pahlawan devisa
tidak hanya sebagai wacana saja.
Dalam upaya perlindungan Tenaga Kerja Indonesia telah dibentuk Badan
Koordinasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia tanggal 16 April 1999 melalui
Keppres No. 29 Tahun 1999. Keanggotaan Badan Kordinasi Penempatan Tenaga
Kerja Indonesia (BKPTKI) terdiri dari sembilan instansi terkait lintas sektoral untuk
meningkatkan program Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PTKLN) sesuai
dengan lingkup tugas masing-masing.
Sekalipun, Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 39 Tahun
2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri,
ini bukanlah jaminan bahwa persoalan perlindungan tenaga kerja secara serta merta
telah terpenuhi. Masih ada beberapa kendala yang masih melilit pelaksanaan
perlindungan TKI di luar negeri.
Pengawasan terhadap penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di
luar negeri dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang
Kabupaten/Kota. Sebagai tindak lanjut dari ketentuan ini, Instansi yang melaksanakan
pengawasan tersebut wajib melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan terhadap
pelaksanaan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri yang ada di daerahnya
sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenangnya kepada Menteri. Dalam ketentuan
tersebut tidak ditegaskan apakah penyelenggaraan penempatan yang dimaksud
diartikan mulai dari pra penempatan, penempatan, dan purna penempatan, atau
diartikan secara khusus pada penempatan dalam arti ketika TKI sudah berada di
negara tujuan pengiriman. Ketidakjelasan ini berisiko jika diartikan sebagai
penempatan dalam arti yang disebutkan terakhir.
Berdasarkan alasan-alasan di atas maka disusun penelitian dengan judul:
”Peranan Pemerintah Dalam Pengawasan Perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga
Kerja Indonesia Swasta Di Luar Negeri.”
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan gambaran latar belakang tersebut di atas, maka
penulis dapat merumuskan beberapa masalah, yaitu:
1. Bagaimana pengawasan pemerintah terhadap perusahaan pelaksana penempatan
tenaga kerja Indonesia di luar negeri?
2. Bagaimana kendala dalam pengawasan terhadap tenaga kerja Indonesia dan
sanksi hukum pada pelanggaran tugas perusahaan pelaksana penempatan
3. Bagaimana kebijakan yang harus diterapkan dalam penempatan tenaga kerja
C.Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengawasan pemerintah terhadap perusahaan pelaksana
penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
2. Untuk mengetahui kendala dalam pengawasan terhadap tenaga kerja Indonesia
dan sanksi hukum pada pelanggaran tugas perusahaan pelaksana penempatan
Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri.
3. Untuk mengetahui kebijakan yang harus diterapkan dalam penempatan tenaga
kerja Indonesia di luar negeri.
D.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat antara lain :
1. Secara teoritis
a. Sebagai bahan informasi bagi akademisi maupun sebagai bahan
perbandingan bagi para peneliti yang hendak melaksanakan penelitian
tentang peranan pemerintah terhadap perusahaan pelaksana penempatan
tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
b. Sebagai bahan bagi pemerintah Republik Indonesia dalam penyempurnaan
peraturan Perundangan-undangan tentang pengaturan ketenagakerjaan,
khususnya yang berkaitan dengan peranan pemerintah terhadap perusahaan
c. Memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan
hukum, terutama hukum ketenagakerjaan Indonesia.
2. Secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan permasalahan seputar perusahaan
pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
E.Keaslian Penelitian
Penelitian ini difokuskan untuk meneliti tentang peran pemerintah terhadap
perusahaan pelaksana penempatan tanaga kerja Indonesia, terutama
lembaga-lembaga yang telah menimbulkan kerugian terhadap kepentingan tenaga kerja
Indonesia.
Berdasarkan penelusuran kepustakaan dari hasil-hasil penelitan yang pernah
dilakukan, khususnya di Universitas Sumatera Utara, penelitian mengenai
lembaga-perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja di Indonesia sudah dilakukan, yaitu
oleh Besty Habahaean, dengan judul : Peranan Perjanjian Antara Perusahaan Jasa
Tenaga Kerja Indonesia (PPTKIS) dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kota
Medan, dengan perumusan masalah:
a. bagaimanakah bentuk perjanjian yang dibuat oleh Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PPTKIS) dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kota Medan ?
b. Bagaimanakah hak dan kerwajiban para pihak dengan adanya
perjanjian tersebut ?
Namun penelitian mengenai Peranan Pemerintah Dalam Pengawasan
Perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta Di Luar Negeri,
belum pernah dilakukan, baik dari segi judul, permasalahan dan lokasi serta daerah
penelitian yang belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, maka berdasarkan hal
tersebut, maka dengan demikian, penelitian ini adalah asli, serta dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka teori
Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi,
aktifitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori.29 Teori
menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan
masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis yang relevan,
yang mampu menerangkan masalah tersebut.30 Kerangka teori adalah kerangka
pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis si penulis mengenai sesuatu kasus
atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.31
Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 27 ayat (2)
menyatakan bahwa setiap warganegara Indonesia berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak. Selama ini, Pemerintah Indonesia sudah mengatur masalah
29
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1982), hal. 6
30
Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis, Edisi 1, (Yogjakarta: Andi, 2006), hal. 6
31
perlindungan terhadap tenaga kerjanya di luar negeri, baik yang skala nasional
maupun internasional. Sementara itu, selain berhak memperoleh pekerjaan, Pasal 38
ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia lebih
menegaskan lagi bahwa warga negara juga berhak dengan bebas memilih pekerjaan
yang disukainya.
Perlindungan hukum tenaga kerja, ditinjau dari metode berpikir Liberalisme32,
maka perlindungan hukum dapat diprediksi merupakan perlindungan terhadap hak
rakyat yang berdaulat. Hak rakyat yang berdaulat sama halnya dengan hak-hak asasi
rakyat yang harus dikedepankan karena kedaulatan milik rakyat.
Bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin
hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan
tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh
dan keluarganya.
Dengan demikian akan tampak titik temu dengan prinsip-prinsip
pemerintahan yang baik, di antaranya partisipasi masyarakat, yang dapat diakomodasi
dalam politik hukum. Dalam hubungannya dengan hak-hak asasi TKI, dapat
dimengerti jika Mette Kjoer dan Klavs Kinnerup mengatakan bahwa secara
konseptual akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan akan sejalan dengan hak
asasi manusia.33
Problem yang dialami oleh TKI di luar negeri pada dasarnya terletak pada
persoalan perlindungan oleh negara ini terhadap warganya di luar negeri.
Perlindungan TKI yang meliputi perlindungan sejak pra penempatan, selama
penempatan dan purna penempatan, belum terlaksana secara optimal. Masa Pra
Penempatan meliputi fungsi sosialisasi pengrekrutan calon TKI tidak optimal
dilaksanakan, sehingga berakibat rendahnya kesiapan TKI. Umumnya calon TKI
yang berpendidikan rendah, kurang mampu menerima materi pelatihan dan
pembekalan akhir pemberangkatan (PAP), akibatnya tidak paham atas hak dan
kewajiban selama menjadi TKI.
Aspek perlindungan terhadap penempatan tenaga kerja di luar negeri sangat
terkait pada sistem pengelolaan dan pengaturan yang dilakukan berbagai pihak yang
terlibat pada pengiriman tenaga kerja Indonesia keluar negeri. Untuk langkah
penempatan tenaga kerja di luar negeri, Indonesia telah menetapkan mekanisme
melalui tiga fase tanggung jawab penempatan yakni fase pra penempatan, selama
penempatan dan purna penempatan.
Aspek hukum ketenagakerjaan34 harus selaras dengan perkembangan
ketenagakerjaan saat ini yang sudah sedemikian pesat, sehingga substansi kajian
33
Alfreddson, dikutip oleh Amrullah A. Politik Hukum Pidana Dalam Perlindungan Korban Kejahatan Ekonomi Di Bidang Perbankan. (Malang: 2000), hal. 3.
34
hukum ketenagakerjaan tidak hanya meliputi hubungan kerja kerja semata, akan
tetapi telah bergeser menjadi hubungan hukum antara pekerja, pengusaha, dan
pemerintah yang substansi kajian tidak hanya mengatur hubungan hukum dalam
hubungan kerja (during employment), tetapi setelah hubungan kerja (post
employment). Konsepsi ketenagakerjaan inilah yang dijadikan acuan untuk mengkaji
perangkat hukum yang ada sekarang, apakah sudah meliputi bidang- bidang tersebut
atau belum.
Penempatan dan perlindungan calon TKI/TKI berasaskan keterpaduan,
persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti
diskriminasi serta anti perdagangan manusia.35 Penempatan dan perlindungan calon
TKI/TKI bertujuan untuk 1) memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja
secara optimal dan manusiawi; 2) menjamin dan melindungi calon TKI/TKI sejak di
dalam negeri, di negara tujuan, sampai kembali ke tempat asal di Indonesia; dan 3)
meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya.Guna melindungi calon TKI/TKI,
orang perseorangan dilarang menempatkan warga negara Indonesia untuk bekerja di
luar negeri. Dianggap sebagai perbuatan menempatkan, setiap perbuatan dengan
sengaja memfasilitasi dan mengangkut atau memberangkatkan warga negara
Indonesia untuk bekerja pada pengguna di luar negeri baik dengan memungut biaya
maupun tidak, dari yang bersangkutan.
35
2. Konsepsi
Konsepsi yang akan diajukan sesuai dengan judul penelitian adalah:
Peranan berasal dari kata peran. Peran memiliki makna yaitu seperangkat
tingkat diharapkan yang dimiliki oleh yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan
peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilksanakan.36
Pemerintah yang dimaksud dalam penelitian ini sesuai dengan isi Pasal 1
angka 16 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 adalah Pemerintah adalah perangkat
Negara Kesatuan Republik Indoensia yang terdiri dari Presiden, beserta para Menteri.
Pengawasan adalah merupakan aktivitas membandingkan apa yang sedang
dan sudah dilakukan dengan apa yang sudah direncanakan atau aturan-aturan yang
ada. Pengawasan pemerintahan adalah pengawasan yang dilakukan terhadap
pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik. Pada
dasarnya pengawasan adalah salah satu fungsi dasar manajemen yaitu kontrol.
Sebagai fungsi ketiga dari manajemen, bukan berarti bahwa pengawasan baru
dilakukan setelah fungsi perencanaan dan pelaksanaan tetapi pengawasan harus
dilakukan sejak tahap perencanaan sampai dengan pelaksanaan.37
Pasal 1 angka 4 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor: Kep. 101/Men/VI/2004 tentang Tata Cara Perizinan
Perusahaan Penyalur Pekerja/Buruh menyebutkan “Perusahaan penyalur adalah
36
W. J. S. Perwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hl. 891.
37“Hukum Tata Pemerintahan”, http://pustaka.ut.ac.id/puslata/ online.php? menu=
perusahaan berbadan hukum yang dalam kegiatan usahanya menyediakan jasa
pekerja/buruh untuk dipekerjakan di perusahaan pemberi pekerjaan”
Dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa
tenaga kerja ialah: “Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Buruh/pekerja disebutkan dalam Pasal 1 angka 3
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 yaitu: ”Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”.
Dari pengertian di atas makna tenaga kerja adalah sangat luas mencakup
“semua penduduk dalam usia kerja baik yang sudah bekerja maupun yang mencari
pekerjaan.”38
Jadi pekerja adalah bagian dari tenaga kerja, dalam hal ini bagi mereka
yang sudah mendapat pekerjaan.
Pelaksana penempatan TKI swasta (PPTKIS) menurut Pasal 1 angka 5
Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 adalah badan hukum yang telah memperoleh
izin tertulis dari Pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan TKI di
luar negeri.39
Perlindungan hukum adalah perlindungan menurut hukum dan
undang-undang yang berlaku.40
Lihat, Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 39 2004.
40“Apa Arti Perlindungan Hukum?”, http://www.microsoft.com/isapi/ redir.dan lain
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif karena dalam penelitian ini
akan dipaparkan terutama untuk mengkaji dan memaparkan fungsi pengawasan
dalam pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Bersifat analistis, karena
terhadap data yang diperoleh itu dilakukan analistis data secara kualitatif.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ialah pendekatan yuridis
sosiologis, yaitu pendekatan yang mengidentifikasi pola hubungan antara penegak
hukum dan pemegang kekuasaan di satu pihak serta masyarakat umum di lain pihak,
terhadap peranan pemerintah dalam mengawai kinerja perusahaan pelaksana
penempatan tenaga kerja Indonesia swasta. Secara sosiologis akan dilihat apakah
perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swata melaksanakan
kewenangannya dengan baik sehubungan penempatan tenaga kerja Indonesia di luar
negeri.
2. Sumber Data
Sebagai penelitian hukum normatif, teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk
mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan
penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telahaan penelitian ini yang
dapat berupa peraturan perundang-undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya-karya
ditekankan pada pengambilan data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun
bahan-bahan berupa :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum berupa peraturan
perundang-undangan, berupa Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri, Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan perundang-undangan lainnya
yang berhubungan dengan obyek penelitian.
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian para ahli, hasil karya
ilmiah, buku-buku ilmiah.
c. Bahan hukum tertier, kamus hukum, kamus ekonomi, kamus bahasa Inggris,
Indonesia, Belanda, dan artikel-artikel lainnya baik yang berasal dari dalam
maupun luar negeri, baik yang berdasarkan civil law maupun common law yang
bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer dan sekunder.
3. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Studi Dokumen
Seluruh data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini dikumpulkan
dengan mempergunakan studi dokumen sebagai alat pengumpul data. Penelitian
perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum ketenagakerjaan, khususnya
tentang tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
b. Pedoman wawancara
Wawancara dilakukan peneliti terhadap pelaksana Penempatan TKI swasta Medan dan Dinas sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan.
4. Analisis Data
Semua data yang telah diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh
dilapangan dianalisa secara kualitatif. Metode analisa yang dipakai adalah metode
deduktif. Melalui metode deduktif, data sekunder yang telah diuraikan dalam tinjauan
pustaka secara komparatif akan dijadikan pedoman dan dilihat pelaksanaanya dalam
melihat Peran Pemerintah terhadap perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja
Indonesia swasta di luar negeri. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisa
dengan cara “kualitatif, selanjutnya dilakukan proses pengolahan data. Setelah selesai
pengolahan data baru ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif.41
41
BAB II
PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PERUSAHAAN PELAKSANA PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA SWASTA DI LUAR
NEGERI
A. Fungsi Pengawasan Pemerintah Secara Umum
Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri beserta peraturan pelaksananya
maupun ratifikasi sejumlah konvensi PBB. Sudah menjadi kewajiban pemerintah
untuk menjamin dan melindungi hak asasi warga negaranya, baik yang bekerja di
dalam maupun di luar negeri. Semua berdasarkan prinsip persamaan hak, demokrasi,
keadilan sosial, serta kesetaraan dan keadilan gender.42
Mengacu kepada pasal di atas, maka Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004
seharusnya harus mampu memberikan perlindungan hukum bagi warga negara
Indonesia yang bekerja di luar negeri, khususnya untuk memperoleh kemudahan
pelayanan penempatan yang akurat dan tetap mengutamakan keselamatan TKI dari
semua aspek.43
Sebagai bagian dari sistem pemerintahan yang lebih besar, pemerintahan
daerah menjadi ujung tombak pelaksanaan kewajiban tersebut terhadap masyarakat
42 Muhaimin, “Perlindungan Buruh Migran harus Dijamin, ” http://bataviase .co.id/content/perlindungan-buruh-migran-harus-dijamin. diakses tanggal 30 Maret 2010.
lokal di daerahnya.44 Pergaulan antara manusia sebagai anggota masyarakat saling
mempunyai kepentingan ada yang sama dan ada yang bertentangan antara satu sama
lain.
Dalam konteks pertentangan kepentingan masyarakat ini akan menimbulkan
persoalan wajar dan tidak wajar, patut dan tidak patut, yang pada akhirnya
pertentangan kepentingan ini dapat melanggar hak anggota masyarakat. Hal ini dapat
terjadi dalam kegiatan sosial dan kegiatan-kegiatan ekonomi perusahaan karena itu
perangkat hukum diperlukan untuk menciptakan dan melindungi hak anggota
masyarakat.45
Holland yang dikutip oleh Wise, Percy M. Winfield dan Bias, bahwa tujuan
hukum adalah menciptakan dan melindungi hak-hak (legal rights). Jadi perusahaan
harus memperhatikan kepentingan hak orang lain dalam pergaulan hidup masyarakat,
terutama kaum buruh, sebab perkembangan perangkat hukum untuk menciptakan dan
melindungi hak manusia sebagai anggota masyarakat terus mengalami perkembangan
dalam kegiatan ekonomi perusahaan sejalan dengan perkembangan masyarakat yang
berperan menampung kebutuhan masyarakat yang berkepentingan (stakeholder) dari
perusahaan.46
44
Perwira, I. Tanggung Jawab Negara Dalam Pemenuhan Hak Atas Kesehatan Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Bandung: Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran, 2009, hal. 89.
45
Bismar Nasution, Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum, Program Pasca Sarjana, (Medan: USU Press), 2003, hal. 1.
46Ibid
Menurut Manullang, 47 pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan
pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu
dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana
semula. Pendapat ahli lain, pengawasan adalah suatu usaha sistematik untuk
menetapkan standar pelaksanaan kerja dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang
sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang
telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur
penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan.48 koreksi yang diperlukan untuk menjamin
bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan
efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan
Pengawasan dapat dilakukan dengan cara pengawasan preventif (preventive
controlling) dan pengawasan korektif (corrective controlling). Pengawasan preventif
adalah pengawasan yang mengantisipasi terjadinya penyimpangan-penyimpangan,
sedangkan pengawasan korektif dapat dijalankan apabila hasil yang dinginkan
terdapat banyak variasi. Pengawasan itu dapat dilakukan pada bidang-bidang
produksi, waktu, kegiatan manusia, maupun keuangan.
Pengawasan di bidang ketenagakerjaan sangat penting sebagai salah satu
instrumen untuk mewujudkan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam
pembukaan Undang-undang Dasar Tahun 1945. Adapun fungsi pengawasan oleh
pemerintah akan semakin penting pada masyarakat industri modern, sebagai mana
47
Sedjun Manullang, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, (Jakarta: Rhineka Cipta, 1995), hal. 34
48
diungkapkan oleh Rudolf Maerker dan Christian Uhlig karena persoalan-persoalan
ketenagakerjaan akan mengarah kepada persetujuan-persetujuan yang ditetapkan
antara lain pekerja dan pengusaha.49
Menurut Ranupandojo tujuan pengawasan adalah mengusahakan agar
pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil
yang dikehendaki.50
Soekarno dalam Gouzali Saydam mengemukakan tujuan pengawasan antara
lain adalah:
1. Untuk mengetahui apakah suatu kegiatan sudah berjalan sesuai dengan rencana.
2. Untuk mengetahui apakah suatu kegiatan sudah sesuai dengan instruksi.
3. Untuk mengetahui apakah kegiatan telah berjalan efisien.
4. Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan dan kelemahan-kelemahan dalam
kegiatan.
5. Untuk mencari jalan keluar bila ada kesulitan, kelemahan atau kegagalan kearah
perbaikan. 51
Tujuan utama dari pengawasan ialah mengusahakan agar apa yang
direncanakan menjadi kenyataan. Untuk dapat benar-benar merealisasi tujuan utama
tersebut, maka pengawasan pada taraf pertama bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan
49
Agusmidah, ”Fungsi Pengawasan Pemerintah terhadap Perlindungan Penempatanpada Perusahaan Industri di Kabupaten Deli Serdang,” (Tesis , Medan: Universitas Sumatera Utara) hal. 78.
50
Ranupandojo, Heidjrachman. Tanya Jawab Manajemen. (Yogyakarta: AMP YKPN, 1990), hal. 109
51
ssesuai dengan instruksi yang telah dikeluarkan, dan untuk mengetahui
kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana
berdasarkan penemuan-penemuan tersebut dapat diambil tindakan untuk
memperbaikinya, baik pada waktu itu maupun waktu-waktu yang akan datang.52
Bentuk-bentuk atau tipe pengawasan menurut Hamdan Mansoer sebagai
berikut:
1. Pengawasan Pra Kerja
Bentuk pengawasan pra kerja ini sifatnya mempersiapkan antisipasi permasalahan
yang akan datang. Sifatnya mengarahkan keadaan yang akan terjadi di masa
datang, sebagai peringatan untuk tidak dilanggar. Pengawasan bentuk ini
memberikan patokan kerja dan tidak memandori kerja.
2. Pengawasan Semasa Kerja
Pengawasan yang dilakukan pada saat tugas diselenggarakan, memungkinkan
manajer melakukan perbaikan di tempat pada waktu penyimpangan diketahui.
Perbaikan secara langsung sebelum penyimpangan terlalu jauh terjadi, yang
mungkin akan sangat sukar meluruskannya, lebih menguntungkan pengawasan ini
ialah supervisi. Supervisi langsung memungkinkan manajer melakukan tindakan
koreksi langsung pula.
52
3. Pengawasan Pasca Kerja
Pengawasan dilakukan sesudah kegiatan atau pekerjaan berlangsung dan sudah
berselang waktu yang lama. Kelemahannya ialah penyimpangan baru diketahui
setelah pekerjaan seluruhnya selesai, sehingga tidak mungkin diperbaiki lagi. 53
Secara teoritis, ada tiga cara pokok untuk menciptakan kesempatan kerja atau
berusaha dalam jangka panjang. Cara pertama adalah dengan memperlambat laju
pertumbuhan penduduk yang diharapkan dapat menekan laju pertumbuhan sisi
penawaran tenaga kerja. Tetapi seperti dikemukakan di atas, cara ini tidak memadai
bagi Indonesia karena angka kelahiran memang tidak relatif rendah dan dampaknya
terhadap pertumbuhan tenaga kerja kurang signifikan dalam jangka pendek. Cara
kedua adalah dengan meningkatkan intensitas pekerja dalam menghasilkan output
(labour intensity of output).54 Tetapi dalam jangka panjang, cara ini tidak selalu
berhasil karena tidak selalu kondusif bagi pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan.
Cara ketiga adalah melalui pertumbuhan ekonomi. Cara ini bukan tanpa
kualifikasi karena secara empiris terbukti bahwa pertumbuhan ekonomi dan
kesempatan kerja tidak terdapat hubungan otomatis atau niscaya, tetapi justru
tantangannya menjadi riil, karena hubungan yang tidak otomatis itu, maka peranan
pemerintah menjadi strategis dan krusial untuk merancang strategi pertumbuhan
53
Hamdan Mansoer, Pengantar Manajemen. (Jakarta: Depdikbud, 1989). hal. 115
54 Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009,
ekonomi yang tinggi, tetapi juga "ramah" terhadap ketenagakerjaan (employment -
friendly - growth).55
Undang-Undang Dasar 1945 telah menggariskan bahwa negara
bertanggungjawab untuk menjaga kehormatan dan harta benda warga negaranya yang
berada di luar wilayah Republik Indonesia. Amanah Undang-Undang Dasar ini sangat
relevan untuk direnungkan oleh setiap orang yang menjadi penyelenggara negara,
terutama dalam konteks globalisasi ekonomi, dimana banyak Warga Negara
Indonesia bekerja atau mencari kehidupan di luar negeri.56
Dalam melaksanakan perlindungan Warga Negara Indonesia di luar negeri
khususnya Tenaga Kerja Indonesia (TKI), negara membuka hubungan konsuler
(consular relation) dengan banyak negara lain. Namun dalam pelaksanaannya,
hubungan konsuler lebih dititik beratkan pada upaya memajukan hubungan dagang
Indonesia dengan negara lain. Sedangkan perlindungan TKI masih terkebelakang,
walaupun TKI merupakan salah satu sumber devisa negara. Perlindungan TKI hanya
bersifat responsif ketimbang struktural dan sistematis. Pada umumnya, perlindungan
TKI hanya dilakukan apabila masalah-masalah yang dialami TKI telah menjadi berita
di media masa.
Dengan terungkapnya beberapa kasus besar TKI di negara tetangga Malaysia
dan Singapura serta di beberapa negara Timur Tengah, khususnya Arab Saudi,
seluruh komponen bangsa tersentak. Banyak orang berpendapat bahwa persoalan itu
55Ibid
,
56Sjah Djohan Darwis, “Peluang Tenaga Kerja di Luar Neger
i (Kabupaten Tulung Agung,
terjadi karena rendahnya tingkat pendidikan para TKI. Ada lagi yang mengatakan
bahwa persoalan ini terjadi karena pengusaha perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia
(PJTKI, sekarang disebut PPTKIS) tidak berwawasan nasional dan hanya mengejar
keuntungan (profit-oriented). Ada juga yang berpendapat bahwa kasus-kasus TKI
terjadi karena tidak berjalannya fungsi regulatif dan punitif Pemerintah RI.
Kejadian-kejadian yang mengenaskan terhadap TKI membuat Pemerintah
bekerja keras untuk mencari solusi atas permasalahan TKI di luar negeri. Salah satu
dari solusi yang telah diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia adalah dengan
diundangkannya Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Undang-Undang meluruskan
perilaku menyimpang dari Perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia Swasta (PPTKIS) dan memberikan fungsi kontrol kepada Pemerintah
untuk mengatur dengan baik penempatan TKI di luar negeri.
B. Peran Pemerintah dalam Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri
Perlindungan TKI diluar negeri tak lepas dan masa persiapan, penempatan,
hingga purna kerja seorang TKI. Pengaturan atas perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri dapat dilihat dalam Undang-Undang No.39 Tahun 2004
tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
pemulangan dan penanggulangan berbagai permasalahan yang selama ini dihadapi
oleh TKI.
Peran pemerintah dalam hal melakukan fungsi pengawasan terhadap
penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri terdiri dari:
1. Sebelum penempatan
Bentuk pengawasan terhadap tenaga kerja dimulai sejak sebelum penempatan
tenaga kerja Indonesia. Hal yang perlu diawasi sebelum penempatan tenaga kerja
adalah pembuatan perjanjian kerja mulai dari perekrutan, pendidikan dan pelatihan
dan lain-lain.
Perbedaan penafsiran terhadap implementasi Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar
negeri antara 2 (dua) lembaga negara yaitu Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Depnakertrans) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), secara spesifik persoalannya adalah apakah
BNP2TKI hanya melakukan penempatan dan perlindungan TKI yang dilaksanakan
pemerintah. Sejak 2007, BNP2TKI telah melakukan pelayanan penempatan TKI yang
dilaksanakan pemerintah, Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta
(PPTKIS), TKI mandiri dan penempatan perusahaan sendiri.
Perjalanan sejarah penempatan TKI menjadi alasan pembenar bahkan apa
yang biasanya dilakukan di masa lalu, itulah yang paling benar. Penempatan dan
yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 beserta peraturan pelaksanaannya.
Apabila kedua undang-undang dan peraturan pelaksanaannya dipahami
dengan benar, niscaya, siapapun atau lembaga manapun tidak akan terjebak ke
masalah kewenangan. Karena, siapapun sebagai pemangku kewenangan, bukanlah
menjadi ukuran utama, namun siapa yang mengambil peran yang paling besar dalam
menjamin hak-hak TKI. Penanganan kewenangan pelayanan penempatan dan
perlindungan TKI harus berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,
artinya pemerintah berfungsi merumuskan standar, pedoman, norma, dan kriteria
yang diwujudkan dalam berbentuk Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan
pembahasannya dengan Menteri Dalam Negeri dan pemangku kepentingan lainnya
termasuk BNP2TKI.
Pasal 38 ayat (1) UU No. 39 Tahun 2004 tentang PPTKILN mengharuskan
kepada Pelaksana Penempatan TKI swasta untuk membuat dan mendatangani
perjanjian penempatan dengan pencari kerja yang telah dinyatakan memenuhi
persyaratan administrasi dalam proses perekrutan. Dalam hal ini peran Pemerintah
daerah Kabupaten/Kota, melalui instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan, adalah untuk:
a) Mengetahui perjanjian penempatan kerja itu (Pasal 38 (ayat (2));
b) Menerima laporan perjanjian penempatan dari pelaksana penempatan TKI swasta
c) Menyaksikan penandatanganan perjanjian kerja (Pasal 55 (3)).
Ketentuan yang menyangkut tentang perjanjian kerja ini sangat perlu jika
konsekuen dalam pelaksanaannya. Hal ini terkait dengan suatu fenomena bahwa para
calon TKI banyak yang belum memiliki perjanjian kerja yang harus mereka pelajari
terlebih dahulu sejak pra penempatan. Bahkan menurut Aritonang, di antara mereka
baru memperoleh naskah perjanjian kerja ketika akan berangkat. Tidak sedikit pula
yang tidak betul-betul memahami perjanjian tersebut.
2. Semasa penempatan
Dalam rangka pemberian perlindungan selama masa penempatan TKI di luar
negeri, Perwakilan Republik Indonesia melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap perwakilan Pelaksana Penempatan TKI swasta dan TKI yang ditempatkan di
luar negeri.
Pasal 85 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 mengatur, “Dalam
hal penyelesaian secara musyawarah tidak tercapai, maka salah satu atau kedua belah
pihak dapat meminta bantuan instansi yang bertanggungjawab di bidang
ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota, Provinsi atau Pemerintah”. Ketentuan ini
permasalahan terhadap pekerja migran. Jika ada masalah, pemerintah daerah harus
ikut bertanggungjawab, sementara remitan masuk kepada institusi pemerintah pusat.57
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004, Pasal 95 ayat (1), secara tegas
menyebutkan bahwa BNP2TKI mempunyai fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang
penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri secara terkoordinasi dan
terintegrasi, lebih lanjut Pasal 95 ayat (2) BNP2TKI bertugas:
a. Melakukan penempatan atas dasar perjanjian secara tertulis antara pemerintah
dengan pemerintah negara pengguna TKI atau pengguna berbadan hukum di
negara tujuan penempatan sebagaimana Pasal 11 ayat (1),
b. Memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan
mengenai:
1) Dokumen;
2) Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP);
3) Penyelesaian masalah;
4) Sumber sumber pembiayaan;
5) Pemberangkatan sampai pemulangan;
6) Peningkatan kualitas calon TKI;
7) Informasi;
8) Kualitas pelaksanaan penempatan TKI; dan
9) Meningkatan kesejahteraan TKI dan keluarganya.
57
Fungsi BNP2TKI dapat dikatakan sebagai lembaga penempatan pemerintah
semata, jika memperhatikan konstruksi Pasal 95 yang terdiri dari 2 (dua) ayat dan
penulisan dalam satu pasal, hal ini karena ada kesamaan materi antara ayat (1) dan
ayat (2) dan rangkaian materi yang tidak dapat dipisahkan (Undang-Undang Nomor
10 Tahun 2004 tentang Peraturan Pemerintah, penjelasan dalam angka 50 dan 59).
Perlindungan hukum selama masa penempatan di luar negeri, diwujudkan
antara lain dalam bentuk:
a. Pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di negara tujuan serta hukum dan kebiasaan intemasional.
b. Pembelaan atas pemenuhan hak-hak sesuai dengan perjanjian kerja dan atau
penawaran perundang-undangan di negara TKI ditempatkan.
Setiap calon TKI yang bekerja ke luar negeri, baik secara perseorangan
maupun yang ditempatkan oleh Pelaksana Penempatan TKI swasta, wajib mengikuti
progam pembinaan dan perlindungan TKI. Ketentuan mengenai pemberian
perlindungan selama masa penempatan TKI di luar negeri dan kewajiban untuk
mengikuti program pembina dan perlindungan sebagaimana tersebut di atas, akan
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
3. Sesudah penempatan
Setelah TKI bekerja di tempat yang dituju, bukan berarti perlindungan dari
Pemerintah berhenti. Setelah penempatan hingga masa pemulangan TKI kembali ke
berupa penyelesaian masalah, pembelaan terhadap dipenuhinya hak-hak TKI dan
pemulihan harkat (fisik dan spikis) TKI serta pengurusan kepulangan TKI
Pemerintah memberikan perlindungan dengan memberlakukan open
management dalam hal perlindungan dan penanganan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
sejak Juni 2010. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans)
membebaskan para buruh migran yang pulang dari negara penempatan untuk memilih
terminal kedatangan. Langkah itu ditempuh untuk menekan angka pungutan liar
(pungli) dan ancaman penipuan pada TKI yang baru pulang dari luar negeri.
Hal yang dialami TKI selama ini, pada saat pemulangan kembali ke
Indonesia, banyak dikenai pungli. BNP2TKI telah mengambil tindakan tegas dengan
menskors 104 armada angkutan pemulangan TKI. Karena diduga terlibat pungli TKI.
Pada tahun 2009, 35 unit angkutan yang diskors selama enam bulan tidak boleh
melakukan operasi. Kemudian, pada Tahun 2010 ada 69 unit angkutan yang
diskors.58
C. Eksistensi Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
Karakteristik calon TKI/TKI yang sebagian besar terbatas aksesnya untuk
mendapatkan informasi disebabkan kualitas calon TKI/TKI memiliki pendidikan dan
keterampilan yang rendah, biasanya disebut sebagai tenaga kerja informal, sehingga
perlu mendapat perlindungan ekstra dari pemerintah. Fakta, tanggung jawab PPTKIS
lebih besar dari pemerintah, lihatlah penjelasan Undang Undang Nomor 39 Tahun
2004 menyebutkan bahwa calon TKI/TKI yang belum dapat menikmati akses
informasi menjadi tanggung jawab pemerintah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004, peran PPTKIS atau
yang biasa disebut perusahaan jasa TKI sangat menentukan kesuksesan program
penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. Untuk itu, perlu kerja sama yang
baik antara PPTKIS dan pemerintah, dalam hal ini Depnakertrans serta Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI). PPTKIS harus melakukan
penempatan dan perlindungan TKI sesuai aturan serta mekanisme dan prosedur yang
ada. Dalam aturan jelas bahwa hanya TKI yang berkualitas dan memenuhi syarat
yang akan ditempatkan ke luar negeri. Jika terdapat masalah yang menimpa TKI,
tentunya PPTKIS bersama pemerintah harus bekoordinasi untuk menyelesaikannya.
Pemerintah juga harus siap turun tangan untuk membantu jika ada
hambatan-hambatan dalam proses penempatan.
BNP2TKI membawahi 19 (sembilan belas ) organisasi Unit Pelaksana Teknis
(UPT) atau Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BP3TKI) serta 13 (tiga belas) Pos Pelayanan di embarkasi atau debarkasi yang tugas
pokoknya memberikan kemudahan pemrosesan dokumen dan penyelesaian
permasalahan TKI. Pelayanan langsung melalui pelayanan terpadu satu pintu. Dalam
pelayanan satu pintu, kedudukan Dinas ketenagakerjaan merupakan instansi yang
sebelumnya BP2TKI, sejak diberlakukannya undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
yang sekarang menjadi undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, UPT tersebut tidak
diserahkan ke pemerintahan daerah. Alasannya karena bersifat lintas negara dan lintas
provinsi.
PPTKIS juga memiliki peran yang sangat penting dalam mencegah adanya
TKI-TKI ilegal serta tindak-tindak pelecehan terhadap calon TKI yang biasa terjadi di
tempat penampungan. Banyaknya kasus pelacuran yang terjadi pada calon TKI
adalah karena mereka tidak disalurkan sebagaimana mestinya oleh PPTKIS liar. Oleh
karena itu, PPTKIS harus benar-benar melakukan prosedur resmi pemberangkatan
TKI, meliputi:
1. Melaksanakan proses pra pemberangkatan dan penempatan TKI sesuai
prosedur dan mekanisme yang telah digariskan oleh Undang-Undang
Ketenagakerjaan, yaitu antara lain:
a. Pengurusan surat ijin pengerahan
b. Perekrutan dan seleksi
c. Pendidikan dan pelatihan kerja
d. Pemeriksaan kesehatan dan psikologi
e. Pengurusan dokumen
f. Uji Kompetensi
g. Pembekalan akhir pemberangkatan
2. Melakukan kerjasama dengan NGO dalam memberikan penyuluhan,
sosialisasi dan perlindungan terhadap TKI.
Kerjasama NGO dan PPTKIS dapat dilakukan dengan cara-cara:
a. Bantuan Sosial Ketenagakerjaan
Bantuan sosial ketenagakerjaan diarahkan untuk membantu tenaga kerja agar
dapat masuk ke pasar kerja memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang layak.
Bantuan tersebut dilakukan baik pada tahap pre employment, employment maupun
post employment. Bantuan pada tahap pre employment diberikan antara lain dalam
bentuk bimbingan dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan yang diperlukan oleh pasar kerja. Bantuan pada tahap employment antara
lain diberikan dalam bentuk informasi pasar kerja, perlindungan yang berkaitan
dengan kondisi dan kesejahteraan pekerja, tunjangan pengangguran dan sebagainya.
Sedang bantuan sosial pada tahap post employment antara lain diberikan dalam
bentuk promosi ketenagakerjaan bagi lansia produktif untuk berkarya sesuai dengan
kemampuan, pengetahuan dan pengalamannya.
Bantuan sosial ketenagakerjaan dilakukan oleh Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi sebagai leading sektor dengan berkoordinasi dengan sektor-sektor
terkait lainnya.
b. Bantuan Sosial Lainnya
Selain bantuan sosial yang dilakukan oleh sektor-sektor sebagaimana
sektor lain seperti sektor Kependudukan dan KB (oleh Departemen Dalam Negeri
dan BKKBN), sektor agama (oleh Departemen Agama) dan sebagainya.
Berbagai bentuk bantuan sosial tersebut perlu dikoordinasikan satu sama lain
baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasinya. Koordinasi tersebut
sangat diperlukan sehingga tidak terjadi duplikasi baik duplikasi dalam kegiatan
maupun duplikasi dalam sasaran. Dengan demikian dana yang terbatas yang
disediakan untuk berbagai upaya bantuan sosial tersebut dapat benar-benar tepat
sasaran penggunaannya.
3). Pengembangan kearifan lokal
Upaya ini diarahkan untuk menggali, mempertahankan, dan mengembangkan
kearifan-kearifan sosial yang telah tumbuh di berbagai komunitas lokal. Secara
informal berbagai komunitas di berbagai daerah sebenarnya telah
mengembangkan berbagai skema sosial guna menanggulangi berbagai persoalan
sosial yang dihadapi anggotanya. Hanya selama ini berbagai skema sosial yang
telah berkembang secara informal tersebut tidak berada dalam jangkauan
kebijakan publik. Padahal peran berbagai skema informal tersebut sangat penting,
karena di samping tumbuh atas inisiatif masyarakat juga karena sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi sosial setempat.
Kedepan perlu dikembangkan berbagai upaya baik yang bersifat langsung