ANALISIS KOMPOSISI ASAM LEMAK
DALAM AIR SUSU IBU SECARA KROMATOGRAFI GAS
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untukmemperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
FHATMA IRAWINA
NIM 111501079
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS KOMPOSISI ASAM LEMAK
DALAM AIR SUSU IBU SECARA KROMATOGRAFI GAS
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untukmemperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
FHATMA IRAWINA
NIM 111501079
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
ANALISIS KOMPOSISI ASAM LEMAK
DALAM AIR SUSU IBU SECARA KROMATOGRAFI GAS
OLEH:
FHATMA IRAWINA
NIM 111501079
Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 1 Juni 2015
Medan, Juni 2015 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I,
Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001
Disetujui Oleh: Pembimbing I,
Drs. Immanuel S. Meliala, M.Si., Apt. NIP195001261983031002
Pembimbing II,
Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt. NIP 195006071979031001
Panitia Penguji,
Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt. NIP 195108161980031002
Drs. Immanuel S. Meliala, M.Si., Apt. NIP195001261983031002
Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt. NIP 195406281983031002
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi ini, serta shalawat beriring salam untuk Rasulullah
Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Skripsi ini disusun
untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul Analisis Komposisi Asam
Lemak Dalam Air Susu Ibu Secara Kromatografi Gas.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada, Bapak Prof. Dr. Sumadio
Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan, yang telah
memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Bapak
Drs. Immanuel S. Meliala, M.Si., Apt., dan Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc.,
Apt., yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran selama
penelitian hingga selesainya skripsi ini. Bapak Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt.,
Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Tuty Roida Pardede,
M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bapak dan Ibu staf pengajar
Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama perkuliahan dan Bapak
Drs. Immanuel S. Meliala, M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang selalu
memberikan bimbingan, perhatian dan motivasi kepada penulis selama masa
v
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada
terhingga kepada Ayahanda M.Syafii dan Ibunda Hafni yang telah memberikan
cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, pengorbanan baik
materi maupun motivasi beserta doa yang tulus yang tidak pernah berhenti. Kakak
tercinta Fitri Handayani, S.Gz dan adikku tercinta Nurleli Purnamasari dan Firda
Aulia serta seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan semangat.
Sahabat-sahabatku Silvia, Nanda, Tiwi, Eka, Arie, Husna, Tari dan teman
terbaikku Farmasi 2011 serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan hingga
selesainya penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis
menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis
berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Medan, 1 Juni 2015 Penulis,
vi
ANALISIS KOMPOSISI ASAM LEMAK
DALAM AIR SUSU IBU SECARA KROMATOGRAFI GAS
ABSTRAK
Air susu ibu (ASI) memiliki kandungan zat gizi yang lengkap dan sempurna untuk keperluan bayi serta mengandung zat anti infeksi sehingga ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. Komposisi asam lemak pada ASI bervariasi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti diet makanan, lama waktu kehamilan, paritas ibu, masa laktasi dan lainnya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui komposisi asam lemak yang terkandung pada ASI berdasarkan
komposisi asam lemak jenuh (saturated fatty acid = SFA), asam lemak tak jenuh
tunggal (monounsaturated fatty acid = MUFA) dan asam lemak tak jenuh jamak
(polyunsaturated fatty acid = PUFA) serta mengetahui pengaruh masa laktasi
terhadap kadar asam lemak pada ASI.
ASI dikumpulkan dari 6 ibu menyusui dengan masa laktasi 4-6 bulan. Penentuan asam lemak yang terdapat dalam ASI ditentukan dengan preparasi ASI
menjadi bentuk metil ester asam lemak (fatty acid methyl esters, FAME)
kemudian dianalisis dengan alat Kromatografi Gas (Shimadzu GC-14B). Asam lemak yang banyak terkandung dalam ASI adalah asam laurat (C 12:0), asam miristat (C 14:0), asam palmitat (C 16:0), asam stearat (C 18:0), asam oleat (C 18:1) dan asam linoleat (C 18:2).
Hasil analisis menunjukkan kandungan asam lemak jenuh (SFA) lebih banyak dibandingkan dengan asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) dan asam lemak tak jenuh jamak (PUFA). Adanya pengaruh masa laktasi terhadap kadar asam lemak dimana kadar asam laurat dan miristat pada ASI meningkat dengan meningkatnya masa laktasi.
vii
ANALYSIS OF FATTY ACID COMPOSITION OF HUMAN
MILK BY GAS CHROMATOGRAPHY
ABSTRACT
Human milk contains the nutrients that complete and perfect for the purposes of a baby and contains anti infection agent so that human milk is the best food for babies. The fatty acid composition of human milk varies because it is influenced by various factors, diet, duration of pregnancy, maternal parity, stage of lactation and others. The purposes of this study to determine the composition of fatty acids contained in human milk based composition of saturated fatty acids (SFA), monounsaturated fatty acids (MUFA) and polyunsaturated fatty acids (PUFA) and determine the influence of lactation with the content of fatty acid in human milk.
Milk which has been collected from six mothers breastfeeding at 4-6 months of lactation period. Determination of fatty acids contained in human milk is determined by the preparation of human milk to form fatty acid methyl ester (FAME) and then analyzed by Gas Chromatography (Shimadzu GC-14B). The predominant fatty acids contained in human milk are lauric acid (C12:0), myristic acid (C14:0), palmitic acid (C16:0), stearic acid (C 18:0), oleic acid (C18:1) and linoleic acid (C18:2).
The analysis showed the content of saturated fatty acids (SFA) more compared with monounsaturated fatty acids (MUFA) and polyunsaturated fatty acids (PUFA). The influence of lactation period in which the fatty acid content of lauric and myristic acid in human milk increases with increasing lactation.
viii
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komposisi ASI .... 8
2.1.3 Manfaat ASI ... 9
ix
3.3.3 Pembuatan Larutan Standar Metil Ester ... 24
3.4 Prosedur Penelitian ... 24
3.4.1 Pengambilan Sampel ... 24
3.4.2 Analisis Komposisi Asam Lemak Pada Sampel ... 24
3.4.3 Evaluasi Nilai Gizi ... 25
x
4.1 Komposisi Asam Lemak pada ASI ... 26
4.2 Asam Lemak Jenuh pada ASI ... 31
4.3 Asam Lemak Tak Jenuh pada ASI ... 32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 35
5.1 Kesimpulan ... 35
5.2 Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Komposisi ASI untuk setiap 100 ml ... 7
Tabel 2.2 Tempat penyimpanan, temperatur dan anjuran masa
penyimpanan maksimal ASI ... 11
Tabel 4.1 Komposisi asam lemak ASI ... 28
Tabel 4.2 Persentase kelompok asam lemak dan nilai gizi lemak
berdasarkan komposisi asam lemak pada ASI ... 29
xii DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Diagram blok sistem KG secara umum ... 18
Gambar 4.1 Karakteristik kromatogram : (a) Kromatogram standar
FAME C8-C20; (b) Kromatogram standar FAME
C12 -C22 dan (c) Kromatogram relawan I sampel ASI ... 27
Gambar 4.2 Perbandingan persentase komposisi asam lemak pada
ASI ... 30
Gambar 4.3 Perbandingan nilai penyimpangan komposisi asam
lemak ASI relawan dibandingkan komposisi ideal ... 30
Gambar 4.4 Hubungan masa laktasi dengan kadar asam laurat pada
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Bagan Alir Pembuatan Metil Ester Asam Lemak ASI ... 39
Lampiran 2. Kondisi Alat Kromatografi Gas... 40
Lampiran 3. Karakteristik Kromatogram Standar Metil Ester Asam Lemak (C8-C20) ... 41
Lampiran 4. Karakteristik Kromatogram Standar Metil Ester Asam Lemak (C12C22) ... 41
Lampiran 11. Tabel Data Kromatogram Asam Lemak Relawan ... 51
Lampiran 12. Tabel Komposisi Asam Lemak Total ASI ... 52
Lampiran 13. Perhitungan Nilai Gizi Asam Lemak pada ASI ... 53
Lampiran 14. Sertifikat Analisis Standar FAME ... 54
xiv
Lampiran 22. Gambar Alat Pompa ASI ... 61
vi
ANALISIS KOMPOSISI ASAM LEMAK
DALAM AIR SUSU IBU SECARA KROMATOGRAFI GAS
ABSTRAK
Air susu ibu (ASI) memiliki kandungan zat gizi yang lengkap dan sempurna untuk keperluan bayi serta mengandung zat anti infeksi sehingga ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. Komposisi asam lemak pada ASI bervariasi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti diet makanan, lama waktu kehamilan, paritas ibu, masa laktasi dan lainnya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui komposisi asam lemak yang terkandung pada ASI berdasarkan
komposisi asam lemak jenuh (saturated fatty acid = SFA), asam lemak tak jenuh
tunggal (monounsaturated fatty acid = MUFA) dan asam lemak tak jenuh jamak
(polyunsaturated fatty acid = PUFA) serta mengetahui pengaruh masa laktasi
terhadap kadar asam lemak pada ASI.
ASI dikumpulkan dari 6 ibu menyusui dengan masa laktasi 4-6 bulan. Penentuan asam lemak yang terdapat dalam ASI ditentukan dengan preparasi ASI
menjadi bentuk metil ester asam lemak (fatty acid methyl esters, FAME)
kemudian dianalisis dengan alat Kromatografi Gas (Shimadzu GC-14B). Asam lemak yang banyak terkandung dalam ASI adalah asam laurat (C 12:0), asam miristat (C 14:0), asam palmitat (C 16:0), asam stearat (C 18:0), asam oleat (C 18:1) dan asam linoleat (C 18:2).
Hasil analisis menunjukkan kandungan asam lemak jenuh (SFA) lebih banyak dibandingkan dengan asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) dan asam lemak tak jenuh jamak (PUFA). Adanya pengaruh masa laktasi terhadap kadar asam lemak dimana kadar asam laurat dan miristat pada ASI meningkat dengan meningkatnya masa laktasi.
vii
ANALYSIS OF FATTY ACID COMPOSITION OF HUMAN
MILK BY GAS CHROMATOGRAPHY
ABSTRACT
Human milk contains the nutrients that complete and perfect for the purposes of a baby and contains anti infection agent so that human milk is the best food for babies. The fatty acid composition of human milk varies because it is influenced by various factors, diet, duration of pregnancy, maternal parity, stage of lactation and others. The purposes of this study to determine the composition of fatty acids contained in human milk based composition of saturated fatty acids (SFA), monounsaturated fatty acids (MUFA) and polyunsaturated fatty acids (PUFA) and determine the influence of lactation with the content of fatty acid in human milk.
Milk which has been collected from six mothers breastfeeding at 4-6 months of lactation period. Determination of fatty acids contained in human milk is determined by the preparation of human milk to form fatty acid methyl ester (FAME) and then analyzed by Gas Chromatography (Shimadzu GC-14B). The predominant fatty acids contained in human milk are lauric acid (C12:0), myristic acid (C14:0), palmitic acid (C16:0), stearic acid (C 18:0), oleic acid (C18:1) and linoleic acid (C18:2).
The analysis showed the content of saturated fatty acids (SFA) more compared with monounsaturated fatty acids (MUFA) and polyunsaturated fatty acids (PUFA). The influence of lactation period in which the fatty acid content of lauric and myristic acid in human milk increases with increasing lactation.
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air Susu Ibu (ASI) adalah emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan
garam-garam anorganik yang berguna sebagai makanan yang utama bagi bayi.
ASI merupakan makanan yang mudah didapat, selalu tersedia, siap diminum
tanpa adanya persiapan yang khusus dengan temperatur yang sesuai dengan bayi.
ASI memiliki kandungan zat gizi yang lengkap dan sempurna untuk keperluan
bayi serta mengandungi zat anti infeksi. Oleh karenanya, ASI merupakan
satu-satunya makanan terbaik dan paling cocok untuk bayi (Roesli, 2000).
ASI sangat diperlukan selama masa pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Selain mengandung zat nutrisi yang dibutuhkan, ASI juga meningkatkan daya
tahan tubuh dan mengandung antibakteri dan antivirus yang melindungi bayi
terhadap infeksi. Selama 4 - 6 bulan pertama, ASI dianjurkan sebagai pilihan
pertama makanan untuk bayi. ASI dianggap sebagai makanan yang ideal untuk
kesehatan bayi karena memenuhi kebutuhan gizi bayi. Dalam periode ini penting
untuk bayi dimana terakumulasi hingga 1,5 g - 1,6 g lemak yang mewakili sekitar
90% dari seluruh energi yang disimpan dalam jaringan tubuh (Aldy, et al., 2009;
Wu, et al., 2010).
ASI memasok sekitar 40% - 50% energi sebagai lemak (3-4gr/100cc).
Lemak minimal harus menyediakan 30% energi yang dibutuhkan bukan saja
untuk mencukupi kebutuhan energi, tetapi juga sebagai sumber asam lemak
esensial. Dari ASI, bayi menyerap sekitar 85% - 90% lemak. Enzim lipase di
2
2009). Lemak tidak hanya terakumulasi untuk pertukaran energi dalam kelenjar
adiposa, tetapi juga berfungsi untuk pembentukan struktur seluruh jaringan.
Secara biologis, kandungan asam lemak dalam ASI berfungsi untuk awal
kelahiran bayi dan pertumbuhannya (Wu, et al., 2010).
Asam lemak memainkan peran penting dalam sistem biologis dan
persyaratan asam lemak bayi baru lahir yang hanya dicukupi oleh ASI, menjadi
suatu kepentingan tersendiri untuk memenuhi syarat asupan asam lemak bagi
bayi. Salah satu asam lemak yang berperan penting bagi pertumbuhan bayi yaitu
asam laurat (Darmoyuwono, 2006).
Manfaat asam laurat ke dalam sistem kekebalan tubuh beragam. Asam
laurat dapat mempengaruhi pertumbuhan jamur, ragi dan bakteri, dan juga dapat
merusak membran lipid penutup virus, yang sangat sulit untuk dilawan karena
adanya perlindungan tambahan membran. Oleh karena itu, asam lemak membantu
sistem kekebalan tubuh dalam melawan virus seperti campak, HIV, dan lain-lain.
ASI adalah salah satu sumber alami asam laurat. Sekitar dua puluh persen lemak
jenuh yang terdiri dari asam laurat, bersama dengan asam kaprat. Dalam hal ini,
asam laurat telah ditemukan dapat memberikan perlindungan tambahan pada bayi
dengan membantu sistem kekebalan tubuh anak dan juga menyebabkan adaptasi
yang lebih baik oleh bayi terhadap penyakit (Gan, et al., 2013).
Komposisi asam lemak pada ASI bervariasi karena dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti diet makanan, paritas ibu, masa laktasi, dan lain-lain. Diet
makan ibu menjadi faktor penting yang menentukan komposisi asam lemak ASI:
perbedaan wilayah geografis terutama menjadi faktor perbedaan diet makan ibu
3
mempengaruhi komposisi asam lemak. Menurut Finley, et al (1985) bahwa
jumlah asam lemak yang disintesis oleh kelenjar mammae meningkat sesuai usia
laktasi, hal ini menunjukkan bahwa bayi dengan usia lebih tinggi dapat menerima
ASI dengan kandungan asam lemak lebih tinggi. Selain itu, faktor lain seperti
faktor psikologis, fisiologis, sosiologis dan tingkat konsumsi zat gizi juga dapat
mempengaruhi sintesis, sekresi dan komposisi ASI (Soetjinigsih, 1997).
Beberapa metode dapat dilakukan untuk menganalisis asam lemak pada
ASI yaitu diantaranya dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan
kromatografi gas (KG). Analisis dengan kromatografi gas memiliki banyak
keuntungan yaitu jauh lebih unggul dalam hal kecepatan, sensitivitas, selektivitas,
dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap mikrosampel
berupa gas, zat padat, atau zat cair dan dalam hal tertentu resolusi atau pemisahan
yang dihasilkan lebih sempurna (McNair dan Miller, 1998; Gandjar dan Rohman,
2007). Analisis komposisi asam lemak pada ASI penduduk Taiwan dilakukan
dengan metode kromatografi gas (KG) menggunakan kolom kapiler (DB-WAX)
dan detektor ionisasi nyala (Hewlett Packard) dengan suhu terprogram (Wu, et al.,
2010).
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian untuk mengetahui
komposisi asam lemak dalam ASI dan mengetahui pengaruh masa laktasi ibu
menyusui terhadap jumlah kadar asam lemak dalam ASI.
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah komposisi asam lemak ASI berdasarkan asam lemak jenuh
4
unsaturated fatty acid, MUFA) dan asam lemak tak jenuh jamak (poly
unsaturated fatty acid, PUFA) ?
2. Apakah ada pengaruh masa laktasi ibu menyusui terhadap jumlah kadar
asam lemak pada ASI ?
1.3 Hipotesa Penelitian
1. Asam lemak jenuh (SFA) lebih banyak terkandung pada ASI
dibandingkan asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) dan asam lemak tak
jenuh jamak (PUFA).
2. Semakin bertambah masa laktasi akan meningkatkan jumlah kadar asam
lemak pada ASI.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui komposisi kandungan asam lemak yang terdapat pada
ASI berdasarkan asam lemak jenuh (SFA), asam lemak tak jenuh tunggal
(MUFA) dan asam lemak tak jenuh jamak (PUFA).
2. Untuk mengetahui pengaruh masa laktasi terhadap jumlah kadar asam
lemak pada ASI.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini yaitu memberikan informasi mengenai komposisi
asam lemak yang terkandung dalam ASI dan mengetahui pengaruh masa laktasi
5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air Susu Ibu
Air susu ibu (ASI) sebagai makanan alamiah adalah makanan terbaik yang
dapat diberikan oleh seorang ibu kepada anak yang dilahirkannya. Selain
komposisinya yang sesuai untuk pertumbuhan bayi yang bisa berubah sesuai
dengan kebutuhan pada setiap saat, ASI juga mengandung zat pelindung yang
dapat menghindari bayi dari berbagai penyakit infeksi. Pemberian ASI juga
mempunyai pengaruh emosional yang luar biasa yang mempengaruhi hubungan
batin ibu dan anak dan perkembangan jiwa anak tersebut (Lubis, 2003).
Berdasarkan dari keterangan di atas bahwa ASI merupakan komponen
yang esensial bagi kelangsungan hidup anak dan tumbuh kembang anak.
Pemberian ASI ekslusif (exclusive breast feeding), yaitu hanya pemberian ASI
saja sangat penting untuk sedikitnya 4 - 6 bulan pertama kehidupan bayi, yang
kemudian diikuti dengan pemberian makanan tambahan, dan ASI selanjutnya
masih dapat diteruskan sampai usia anak 2 tabun (Lubis, 2003).
Menurut stadium laktasi, ASI dapat dikelompokkan yaitu :
i) Kolostrum
Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar
mammae, dari hari pertama sampai hari ketiga dan sangat penting diberikan
kepada bayi untuk membangun sistem pertahanan tubuh. Jika dibandingkan
dengan susu matur (matang), kolostrum lebih banyak mengandung protein,
kolesterol, lesitin, vitamin yang larut lemak, antibodi, mineral terutama: natrium,
6
lebih rendah, pH lebih alkalis dan bila dipanaskan akan menggumpal. Komposisi
kolostrum ini sangat sesuai dengan kebutuhan bayi pada hari-hari pertama
kehidupannya (Soetjiningsih, 1997).
ii) Air Susu Peralihan
Merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI yang matur,
disekresi dari hari keempat sampai hari kesepuluh. Kadar protein makin
merendah, sedangkan kadar karbohidrat, lemak dan volume ASI semakin
meningkat dibanding kolostrum (Soetjiningsih, 1997).
iii) Air Susu Matur (Matang)
Merupakan ASI yang disekresi pada hari kesepuluh dan seterusnya,
komposisi relatif konstan mulai minggu ketiga sampai minggu kelima, cairan
berwarna putih kekuningan. Pada Ibu yang sehat dimana produksi ASI cukup,
ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk bayi
sampai umur enam bulan (Soetjiningsih, 1997).
2.1.1 Komposisi ASI
ASI mengandung lebih dari 200 unsur-unsur pokok antara lain lemak,
karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat imunitas,
dan sel darah putih (Roesli, 2000). ASI mengandung zat imunitas yang sudah
lengkap diantaranya yaitu : zat antibodi (IgA, IgG, IgM), faktor laktobasilus
bifidus, laktoferin, laktoperoksidase, lisozim, makrofag, neutrofil, limfosit, dan
lipid (asam lemak bebas). Asam lemak jenuh rantai sedang memegang peran
penting dalam menjaga kesehatan bayi dan membantu menghindari berbagai
penyakit sehingga asam lemak ini perlu ditingkatkan pada ASI agar semakin
7 Tabel 2.1 Komposisi ASI untuk setiap 100 ml
Zat-zat Gizi ASI
ASI mengandung sekitar 88% air yang berguna untuk melarutkan zat-zat
yang ada didalamnya, 1,10% protein yang sesuai untuk pertumbuhan dan kondisi
ginjal bayi dan 3,50% - 4,50% lemak. Walaupun kuantitas protein ASI rendah
dibanding susu sapi, namun kualitasnya lebih baik. Kadar lemak dalam ASI lebih
tinggi, namun mudah diserap oleh bayi karena trigliserida dalam ASI terlebih
dahulu dipecah menjadi asam lemak dan gliserol oleh enzim lipase yang terdapat
8
rendah tetapi cukup untuk bayi sampai 6 bulan. Kadar vitamin di dalam ASI
diperoleh dari asupan makanan ibu yang harus cukup dan seimbang. Komposisi
vitamin A dan C di dalam ASI cukup tinggi, vitamin K dan E dalam jumlah yang
cukup, dan vitamin D dalam jumlah yang sedikit, sehingga bayi yang prematur
atau bayi yang kurang mendapatkan sinar matahari, dianjurkan untuk diberi
suplementasi vitamin D (Soetjiningsih, 1997).
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komposisi ASI
Berbagai faktor mempengaruhi komposisi asam lemak di dalam ASI
diantaranya dipengaruhi oleh diet makan ibu. Salah satu asam lemak yang
memberikan manfaat bagi bayi adalah asam lemak jenuh rantai sedang. Untuk itu
penting bagi ibu untuk memasukkan asam lemak jenuh rantai sedang diantaranya
asam kaprilat, kaprat dan laurat yang banyak terdapat di dalam VCO dapat
memberikan efek positif terhadap kesehatan tubuh dan bayi (Haug, et al., 2007).
Selain itu, masa laktasi juga mempengaruhi komposisi asam lemak.
Menurut Wu, et al (2010) melaporkan bahwa jumlah asam lemak bervariasi
selama masa laktasi. Asam lemak jenuh yaitu asam kaprat, laurat dan palmitat
mengalami peningkatan jumlah kandungan dengan meningkatnya masa laktasi.
Komposisi asam lemak pada ASI sangat dipengaruhi oleh diet makan ibu.
Kandungan asam lemak yang berbeda pada dua populasi ibu-ibu menyusui di
wilayah Israel menunjukkan bahwa asam lemak tersebut merupakan hasil dari diet
makan ibu itu tersebut (Silberstein, et al., 2013).
Faktor psikologis, fisiologis, sosiologis dan tingkat konsumsi zat gizi
9
diberikan dapat dikonsumsi bayi secara optimal maka dibutuhkan kerjasama yang
baik (keeratan hubungan emosional) antara ibu dengan bayinya.
Faktor psikologis diantaranya, ibu dengan perasaan resah, gelisah dan
emosi yang labil sering menemui kesukaran dalam menyusui, syok karena berita
buruk secara psikologis juga dapat menyebabkan ASI berhenti secara cepat.
Faktor fisiologis yang mempengaruhi volume ASI mencakup kapasitas ibu untuk
mensekresi ASI dan kemampuan bayi untuk mengkonsumsi ASI (frekuensi,
durasi menyusui, berat badan lahir bayi dan kekuatan isapan bayi). Volume ASI
yang disekresikan bervariasi terhadap periode laktasi. Volume ASI cenderung
meningkat pada minggu kedua dan ketiga, kemudian berkurang kembali pada
minggu keempat. Kapasitas ibu untuk menghasilkan ASI dan kemampuannya
untuk mensekresikan sangat bergantung pada anatomi kelenjar mammae, faktor
hormonal dan makanan ibu. Faktor sosiologis mempengaruhi kuantitas ASI
melalui mekanisme psikologis dan fisiologis, misalnya pendapat umum bahwa
menyusui adalah hal yang tidak disukai menyebabkan ibu tidak nyaman untuk
menyusui bayinya sehingga menyebabkan penghambatan sekresi ASI. Dalam
masyarakat dimana ibu harus bekerja jauh dari rumah, menyebabkan kesempatan
menyusui berkurang dan bayi diberikan pengganti ASI juga akan mempengaruhi
kuantitas ASI yang dikonsumsi bayi (Soetjinigsih, 1997; Siregar, M.A., 2004 ).
2.1.3 Manfaat ASI
ASI merupakan makanan alamiah yang baik untuk bayi, praktis,
ekonomis, mudah dicerna, memiliki komposisi zat gizi yang ideal sesuai dengan
kebutuhan dan pencernaan bayi. ASI mengandung zat pelindung (antibodi) yang
beta-10
lactoglobulin yang dapat menyebabkan alergi pada bayi, mengandung asam lemak
yang diperlukan untuk pertumbuhan otak sehingga bayi eksklusif berpotensi lebih
pandai, meningkatkan daya penglihatan dan kepandaian bicara, dan menunjang
perkembangan motorik, kepribadian, kecerdasan emosional, spiritual, dan
hubungan sosial yang baik (Roesli, 2000).
Pemberian ASI juga memberikan manfaat bagi ibu yaitu : terjalin
hubungan psikologis dan emosional secara alamiah antara ibu dan anak,
mempercepat pengembalian uterus ke kondisi awal dan penyembuhan paska
melahirkan, menghindari kemungkinan menderita kanker payudara pada masa
mendatang dan dengan menyusui kesuburan ibu akan berkurang untuk beberapa
bulan kedepan (membantu program keluarga berencana, KB) (Siregar, M.A.,
2004; Soetjiningsih, 1997).
2.1.4 Penyimpanan ASI
ASI yang diperah atau dipompa haruslah disimpan secara benar untuk
memaksimalkan kandungan nutrisi dan kualitas yang terkandung di dalamnya.
Pengetahuan tentang peyimpanan ASI sangat diperlukan untuk menjamin kualitas
ASI tetap baik. Komponen utama ASI adalah zat gizi makro seperti laktosa,
protein dan lemak. Komponen tersebut memiliki kuantitas yang banyak di dalam
ASI dibanding kandungan gizi lainnya, maka perlu diketahui sejauh mana
stabilitas zat gizi makro ASI bertahan selama penyimpanan. Data mengenai
tempat penyimpanan, temperatur dan anjuran masa penyimpanan maksimal ASI
11
Tabel 2.2 Tempat penyimpanan, temperatur dan anjuran masa penyimpanan maksimal ASI
Tempat
penyimpanan Temperatur Anjuran masa penyimpanan maksinal
Suhu ruang 16-29 oC
- 3-4 jam
- 6-8 jam dapat diterima pada kondisi yang terjaga
Pendingin ≤ 4 oC
- 72 jam optimal
- 5-8 hari dapat diterima pada kondisi yang terjaga
Freezer < -4 oC
- 6 bulan
- 12 bulan dapat diterima pada kondisi yang terjaga
(The Academy of Breastfeeding Medicine Protocol Committee, 2010)
Menurut Lawrence (1999) bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada
komposisi ASI dengan perbedaan temperatur, namun terdapat beberapa perubahan
pada ASI selama masa penyimpanan. Lamanya waktu penyimpanan pada ASI
dapat menurunkan pH, jumlah sel darah putih dan peningkatan jumlah asam
lemak bebas. Komposisi lemak, vitamin, enzim-enzim, pH dan pertumbuhan
bakteri tidak terjadi perubahan pada ASI yang disimpan dan dijaga pada suhu
-80oC.
2.2 Asam Lemak
Asam lemak adalah asam monokarboksilat rantai lurus tanpa cabang yang
mengandung atom karbon genap mulai dari C-4, tetapi yang paling banyak adalah
C-16 dan C-18. Asam lemak dapat dikelompokkan berdasarkan panjang rantai,
ada tidaknya ikatan rangkap dan isomer trans-cis (Silalahi dan Nurbaya, 2011).
Asam lemak digolongkan menjadi tiga yaitu berdasarkan panjang rantai
karbon yaitu: asam lemak rantai pendek (short chain fatty acids, SCFA)
12
fatty acids, MCFA) mempunyai atom karbon 8 sampai 12 dan asam lemak rantai
panjang (long chain fatty acids, LCFA) mempunyai atom karbon 14 sampai 24
(Silalahi dan Nurbaya, 2011).
Berdasarkan tingkat kejenuhan asam lemak dibagi atas asam lemak jenuh
(saturated fatty acid, SFA) karena rantai hidrokarbonnya tidak mempunyai ikatan
rangkap, asam lemak tak jenuh tunggal (mono unsaturated fatty acid, MUFA)
rantai hidrokarbonnya mempunyai satu ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh
jamak (poly unsaturated fatty acid, PUFA) rantai hidrokarbonnya mempunyai dua
atau lebih ikatan rangkap (Silalahi dan Nurbaya, 2011).
Berdasarkan bentuk isomer geometrisnya asam lemak dibagi atas asam
lemak tak jenuh cis dan trans. Pada isomer geometris, rantai karbon melengkung
ke arah tertentu pada setiap ikatan. Bagian rantai karbon yang saling mendekat
disebut isomer cis (berarti berdampingan) dan apabila saling menjauh disebut
trans (berarti berseberangan). Asam lemak alami biasanya dalam bentuk cis.
Isomer trans biasanya terbentuk selama reaksi kimia seperti hidrogenasi atau
oksidasi (Silalahi dan Nurbaya, 2011).
2.2.1 Asam Lemak Rantai Sedang
ASI mengandung asam lemak jenuh yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan bayi. Kandungan asam lemak jenuh memberikan manfaat besar
terhadap kesehatan bayi diantaranya asam lemak jenuh rantai sedang disintesis
oleh kelenjar mammae melalui sirkulasi yang panjang (Aleksandra, et al., 2009).
Asam lemak rantai sedang di dalam ASI lebih mudah dicerna dan diserap
walaupun sistem pencernaan bayi yang belum sempurna. Asam lemak rantai
13
dibutuhkan bayi. Dibandingkan LCFA (long chain fatty acid), MCFA lebih
efisien diabsorbsi didalam saluran cerna dan dimetabolisme dengan cepat menjadi
glukosa tetapi dengan dua kali energi karbohidrat. Menurut Borum, kandungan
MCFA pada formula bayi mencapai 40% - 50% dari jumlah total asam lemak.
Oleh karena itu, bahan pangan yang banyak mengandung MCFA seperti minyak
kelapa (VCO dan PKO) sering ditambahkan untuk meningkatkan kandungan
MCFA pada formula bayi. Persyaratan khusus untuk bayi telah mempromosikan
penggunaan MCFA sebagai sumber energi dalam formula bayi. Modifikasi diet
MCFA seperti emulsi MCFA digunakan untuk meningkatkan dan mengoptimasi
produk yang cocok dibutuhkan oleh bayi (Man dan Manaf, 2006).
Selain pada formula bayi, pemberian VCO pada ibu menyusui juga
memiliki banyak manfaat yaitu dapat meningkatkan kandungan asam lemak rantai
sedang ASI, meningkatkan volume sekresi ASI dan juga memacu pertumbuhan
antropometri bayi (Astuti, 2015).
Di dalam tubuh, asam laurat yang merupakan komponen utama VCO
sebagian akan diubah menjadi senyawa monogliserida yang disebut monolaurin.
Senyawa ini merupakan bahan dalam sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan
tubuh kita dapat dengan mudah mengahancurkan bakteri penyebab penyakit itu
dengan bantuan monolaurin tersebut. Akan tetapi produksi monolaurin ini hanya
dimungkinkan apabila mengkonsumsi asam laurat, misalnya dari minyak kelapa.
Hal ini dikarenakan tubuh kita tidak dapat memproduksi atau mensintesis asam
14 2.3 Analisis Asam Lemak
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui jumlah asam lemak
di dalam ASI menggunakan metode kromatografi gas. Menurut Harzer, et al
(1983) menganalisis asam lemak pada ASI dapat dilakukan menggunakan alat
kromatografi gas dengan metilasi asam lemak oleh BF3-metanol. Kesuksesan
pemisahan komposisi asam lemak dalam bentuk (Fatty Acid Methyl Ester,
FAME) dengan kromatografi gas bergantung pada kondisi percobaan dari metode
yang digunakan.
Menurut American Oil Chemists’ Society (AOCS) (1997) bahwa
kebanyakan metode kromatografi gas untuk mendeteksi asam lemak
menggunakan kolom kapiler. Kolom yang digunakan bisa pendek (50-60 m) atau
panjang (100-120 m) dengan fase diam berupa senyawa yang kepolarannya tinggi.
Selain itu, detektor yang dapat digunakan yaitu detektor ion nyala (Flame
Ionization Detector, FID) dengan suhu pengoperasian 250 °C. Gas pembawa
yang dapat digunakan yaitu helium, nitrogen, atau hidrogen. Metode boron
triflorida merupakan metode yang dapat digunakan untuk menghasilkan FAME
dari trigliserol minyak atau lemak (Karo-karo, 2012).
Metil ester asam lemak dari ASI dibuat dengan mereaksikan sampel
dengan natrium hidroksida yang akan membentuk garam natrium asam lemak,
reaksi akan terus berlangsung sampai seluruh asam lemak lepas dari lemak.
Kemudian, kedalam garam natrium asam lemak ditambahkan boron trifluorida
dalam metanol, maka akan terbentuk FAME. Pembuatan FAME menggunakan
natrium hidroksida berguna untuk membentuk metoksida yang bersifat basa kuat,
15
lewis sebagai katalisator yang dapat menerima sepasang elektron sehingga
pembentukan metanoat lebih cepat dan sempurna. Natrium klorida jenuh berguna
untuk memisahkan koloid berwarna putih yang tersebar di dalam larutan akibat
dari komponen asam lemak yang tidak tersabunkan (Haryati, 1999; Solomon,
1994).
Penentuan asam lemak yang terdapat dalam ASI ditentukan dengan
preparasi ASI menjadi bentuk metil ester asam lemak. Analisis metil ester asam
lemak adalah berdasarkan waktu tambat metil ester asam lemak yang tertahan
dalam kolom. Waktu tambat metil ester asam lemak kromatogram standar dan
sampel relatif sama, sehingga detektor dapat menganalisis puncak-puncak asam
lemak pada sampel. Metil ester asam lemak jenuh yang lebih pendek dan asam
lemak tak jenuh trans akan lebih mudah menguap dibandingkan metil ester asam
jenuh yang lebih panjang dan asam lemak tak jenuh cis lalu masuk ke detektor
untuk dideteksi tinggi puncak asam lemaknya (Karo-karo, 2012).
2.4 Kromatografi Gas 2.4.1 Teori Dasar
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan campuran yang didasarkan
pada perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara
dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Berdasarkan fase gerak yang digunakan,
kromatografi dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu kromatografi gas dan
kromatografi cair (Gandjar dan Rohman, 2007).
Kromatografi gas merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan
senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa-senyawa gas
16
terhadap panas) akan bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase diam
dengan suatu kecepatan yang tergantung rasio distribusinya. Pada umumnya solut
akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik didihnya dan afinitasnya terhadap
fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu
menghantarkannya ke detektor (Gandjar dan Rohman, 2007).
Pada kromatografi gas fase diam selalu ditempatkan di dalam sebuah
kolom. Fase diam dapat berupa suatu padatan ataupun cairan. Cara penyerapan
komponen pada Kromatografi Gas-Padat merupakan proses adsorpsi pada
permukaan, sedangkan Kromatografi Gas-Cair prosesnya secara partisi (Gandjar
dan Rohman, 2007).
Kromatografi gas dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif.
Untuk analisis kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi
dari komponen yang kita analisis dengan waktu retensi zat baku pembanding
(standar) pada kondisi analisis yang sama. Untuk analisis kuantitatif dilakukan
dengan cara perhitungan relatif dari tinggi atau luas puncak kromatogram
komponen yang dianalisis terhadap zat baku pembanding (standar) yang dianalisis
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Menurut McNair dan Miller (1998) bahwa keuntungan dari penggunaan
alat kromatografi gas yaitu :
a. Proses analisisnya cepat, biasanya dalam hitungan menit.
b. Efisiensi, resolusinya tinggi.
c. Sensitif, dapat mendeteksi ppm (part per million) bahkan ppb (part per
billion).
17
e. Memerlukan sampel dalam jumlah kecil, umumnya dalam µl.
f. Handal dan relatif sederhana.
g. Tidak mahal
Menurut McNair dan Miller (1998) bahwa kerugian dari kromatografi gas
yaitu :
a. Terbatas pada sampel-sampel yang mudah menguap.
b. Tidak sesuai untuk sampel yang termolabil.
c. Cukup sulit untuk preparasi sampel yang termolabil.
Untuk pemisahan bahan-bahan yang mudah menguap, kromatografi gas
merupakan metode terpilih karena kecepatannya, resolusinya yang tinggi dan
mudah digunakan (McNair dan Miller, 1998).
2.4.2 Instrumentasi
Menurut Gandjar dan Rohman (2007) perlengkapan dasar suatu alat
kromatografi gas terdiri atas:
a. Tabung silinder gas pembawa (carrier gas).
b. Pengatur aliran (flow rate) dan pengukur tekanan (pressure regulator).
c. Tempat injeksi sampel ( injection port).
d. Kolom.
e. Detektor.
f. Amplifier.
g. Pencatat/perekam (recorder).
h. Oven dengan termostat untuk tempat injeksi (gerbang suntik), kolom dan
18
Diagram skematik peralatan kromatografi gas ditunjukkan pada Gambar
2.1 dengan komponen utama adalah kontrol dan penyedia gas pembawa; ruang
suntik sampel; kolom yang diletakkan dalam oven yang dikontrol secara
termostatik; sistem deteksi dan pencatat (detektor dan recorder); serta komputer
yang dilengkapi dengan perangkat komputer.
(Sumber : Gandjar dan Rohman, 2007)
Gambar 2.1 Diagram blok sistem KG secara umum 2.4.3 Sistem Kromatografi
2.4.3.1 Gas Pembawa (Carrier Gas)
Tangki gas bertekanan tinggi berlaku sebagai sumber gas pembawa. Suatu
pengatur tekanan digunakan untuk menjamin tekanan yang seragam pada kolom
sehingga diperoleh laju aliran gas yang tetap. Gas yang biasa dipakai adalah
hidrogen, argon, helium, dan nitrogen. Gas pembawa harus memiliki sifat : inert,
untuk mencegah interaksi dengan cuplikan atau pelarut; koefisien difusi sampel
pada gas tersebut; murni dan mudah didapat, murah; serta cocok untuk detektor
19 2.4.3.2 Kolom
Kolom dapat terbuat dari logam (tembaga, baja tahan karat, atau
aluminium) atau gelas yang berbentuk lurus, U, atau spiral. Kolom pada
kromatografi gas dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kolom kemas
(packed column) dan kolom kapiler (capillary column). Kolom kemas terdiri atas
yang tersebar pada permukaan penyangga (support) yang inert yang terdapat
dalam tabung yang relatif besar, panjang antara 1-10 meter dengan diameter
dalam tabung yang relatif besar, panjangnya dapat mencapai 10-50 meter dengan
diameter yaitu 0,2-1,2 mm. Fase diam pada kolom kapiler dilapiskan pada dinding
kolom atau bahkan dapat bercampur dengan sedikit penyangga yang inert yang
sangat halus untuk memperbesar luas permukaan efektif (Gandjar dan Rohman,
2007).
Berdasarkan mekanisme pembuatannya kolom kapiler dibagi menjadi tiga
jenis yaitu :
a. Kolom WCOT (Wall Coated Open Tube) adalah jenis kolom kapiler yang
fase diamnya terikat pada permukaan bagian dalam kolom kapiler.
b. Kolom SCOT (Support Coated Open Tube) adalah jenis kolom kapiler yang
cairan fase diamnya masih ditambah partikel pendukung padat seperti tanah
diatom.
c. Kolom FSOT (Fused Silica Open Tube) adalah jenis kolom kapiler yang fase
diamnya terikat secara kimia dengan permukaan bagian dalam kolom kapiler
20 2.4.3.3 Suhu
Dalam sistem kromatografi harus cukup peran untuk memiliki tiga
pengendali suhu yang berlainan.
a. Suhu gerbang suntik
Gerbang suntik harus cukup panas untuk menguapkan cuplikan
sedemikian cepat sehingga tidak menghilangkan keefisienan yang disebabkan
oleh cara penyuntikan. Sebaliknya, suhu gerbang suntik harus cukup rendah untuk
mencegah peruraian akibat panas.
b. Suhu kolom
Suhu kolom harus cukup tinggi sehingga analisis dapat diselesaikan dalam
waktu yang layak dan harus cukup rendah sehingga pemisahan yang dikehendaki
tercapai. Pada suhu yang lebih tinggi, waktu retensi menurun. Suhu yang lebih
rendah memerlukan waktu analisis yang lebih lama, tetapi koefisien partisi dalam
fase diam semakin tinggi sehingga resolusinuya lebih baik.
Isotermal menyatakan analisis kromatografi yang dilakukan pada satu
suhu yang konstan. Suhu terprogram dijelaskan sebagai kenaikan suhu kolom
yang linier terhadap waktu. Untuk senyawa yang rentang titik didihnya lebar tidak
dapat digunakan suhu rendah, maka suhu perlu diprogram.
c. Suhu detektor
Pengaruh suhu pada detektor sangat bergantung pada jenis detektor yang
digunakan. Tetapi, secara umum dapat dikatakan bahwa detektor dan sambungan
antara kolom dan detektor harus cukup panas sehingga cuplikan dan/atau fase
21
merupakan ciri khas terjadinya pengembunan. Suhu minimum untuk detektor
ionisasi nyala adalah 125oC (McNair dam Miller, 1998).
2.4.3.4 Detektor
Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat
keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan.
Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi
mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya menjadi
sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis
kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di
antara fase diam dan fase gerak (Gandjar dan Rohman, 2007).
Dalam kromatografi gas dikenal beberapa macam detektor yang lazim
digunakan dan setiap detektor mempunyai karakteristik dalam selektivitas,
linearitas, sensitivitas atau kemampuan mendeteksi pada jumlah terkecil (limit
detection). Menurut McNair dan Miller (1998) dan Gandjar dan Rohman (2007),
detektor yang sering digunakan dalam kromatografi gas yaitu :
a. Detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector/FID) bersifat
dekstruktif, dapat mendeteksi hampir semua senyawa organik.
b. Detektor tangkap elektron (Electron Capture Detector/ECD) bersifat
dekstruktif, selektif terhadap senyawa yag mempunyai unsur-unsur
elektronegatif seperti halogen.
c. Detektor daya hantar panas (Thermal Conductivity Detector/TCD) bersifat
22
d. Detektor nitrogen-fosfor (Nitrogen Phosphorus Detector/NPD) bersifat
dekstruktif, selektif terhadap senyawa nitrogen dan fosfor organik,
mekanisme kerjanya masih belum jelas.
e. Detektor fotometrik nyala (Flame Photometric Detector/FPD) bersifat
dekstruktif, selektif terhadap senyawa sulfur (diukur pada panjang
gelombang 393 nm) dan fosfor organik (diukur pada panjang gelombang
526 nm).
f. Detektor foto-ionisasi (Photoionization Detectors/PID) bersifat dekstruktif;
dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa aromatis, keton
aldehid, ester, amin, senyawa-senyawa sulfur organik, senyawa-senyawa
anorganik seperti hidrogen sulfida, HI, HCl, klorin, dan iodium.
g. Detektor spektrometer massa (Mass Selective Detector/MSD) bersifat
dekstruktif, mampu memberikan informasi data struktur kimia senyawa
yang tidak diketahui (McNair dan Miller, 1998; Gandjar dan Rohman,
2007).
2.4.3.5 Rekorder/perekam
Kromatografi gas modern menggunakan komputer yang dilengkapi
dengan perangkat lunaknya (software) untuk digitalisasi signal detektor;
memfasilitasi pengaturan parameter instrument; menampilkan kromatogram;
merekam data kalibrasi, retensi, serta perhitungan-perhitungan dengan statistik;
dan menyimpan data parameter analisis untuk analisis senyawa tertentu (Gandjar
23 BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode deskriptif yang bertujuan
untuk mengetahui komposisi asam lemak serta mengetahui pengaruh masa laktasi
terhadap jumlah kadar asam lemak ASI dari beberapa ibu menyusui.
3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit Kromatografi
Gas Shimadzu GC-14B (Lampiran 23, halaman 62), hot magnetic stirrer,
penangas air (Memmert), neraca analitik (Sartorius BL-2105), vortex (Fisher
Scientific), bola karet, alat pompa ASI (Dodo), tabung EDTA kosong, collerbox
dan alat-alat gelas yaitu gelas beaker (Pyrex), erlenmeyer (Pyrex) dan vial.
3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu jika tidak dinyatakan
lain, berkualitas pro-analisis boron trifluorida produksi E. Merck (Jerman),
natrium hidroksida, metanol, n-heksan, isooktan, natrium klorida jenuh, larutan
standar asam lemak F.A.M.E C8-C22 dan ice dry tetrapack (Rubbermaid).
3.3 Pembuatan Pereaksi
3.3.1 Pembuatan Na-metanolik 0,5 N
Larutan Na-metanolik 0,5 N dibuat dengan cara melarutkan 2 g NaOH
kedalam 100 ml metanol p.a.
3.3.2 Pembuatan Larutan NaCl jenuh
Larutan NaCl jenuh dibuat dengan cara melarutkan 36 g NaCl dalam 100
24
3.3.3 Pembuatan Larutan Standar Metil Ester
Larutan standar metil ester campuran C8-C22 dibuat dengan cara
melarutkan 100 mg standar dalam 5 ml heksan (American Oil Chemist’s Society
(AOCS), 1997).
3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Pengambilan Sampel
Sampel ASI dikumpulkan dari 6 ibu yang sedang menyusui dengan
kriteria yaitu : sehat, masa laktasi 4-6 bulan dan bayinya sehat tumbuh dengan
baik. Relawan terdiri dari : masa laktasi 4 bulan (R1 dan R2), 5 bulan (R3 dan R4)
dan 5 bulan (R5 dan R6). Sampel ASI dikumpulkan dengan cara, ibu bayi diminta
bantuannya menyisihkan 5 ml sampel ASI, segera setelah pengumpulan, sampel
susu dimasukkan wadah lalu ditempatkan tegak disimpan dalam freezer suhu
-80ºC hingga proses preparasi dan analisis sampel dilakukan dengan kromatografi
gas. Data yang diperoleh dihitung sebagai persentase total asam lemak.
3.4.2 Analisis Komposisi Asam Lemak Pada Sampel
Sampel ditimbang sebanyak 0,025 g ditambahkan 1,5 ml Na-metanolik 0,5
N. Dipanaskan dalam penangas air suhu 100oC selama 5 menit. Tabung
didinginkan hingga suhu kamar, ditambahkan 2 ml boron trifluorida dalam
metanol, ditutup rapat dan dipanaskan kembali pada suhu 100oC selama 30 menit.
Dinginkan tabung hingga suhu 30o – 40oC, ditambahkan 1 ml isooktan, divortex
selama 1-2 menit. Kedalam tabung segera tambahkan NaCl jenuh sebanyak 5 ml,
ditutup dan divortex. Terbentuk 2 lapisan, lapisan atas yaitu lapisan isooktan
dipisahkan dan dipindahkan kedalam vial, dan lapisan bawah diekstrak kembali
25
lemak siap diinjeksikan sebanyak 1 µL untuk dianalisis dengan menggunakan
kromatografi gas. Bagan alir pembuatan metil ester asam lemak dan kondisi alat
kromatografi gas dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2, halaman 39 dan 40.
Analisis sampel dilakukan dengan pengulangan sebanyak 3 kali dengan
penentuan asam lemak secara kualitatif dapat dilihat dari waktu tambatnya
(retention time) yang dibandingkan dengan penginjeksian baku standar asam
lemak pada kondisi yang sama dengan sampel sedangkan penentuan kuantitatif
dihitung peak area dari salah satu asam lemak tersebut dibagi total peak area
dikali 100% sehingga dapat diperoleh komposisi asam lemak pada sampel
(American Oil Chemist’s Society (AOCS), 1997).
3.4.3 Evaluasi Nilai Gizi
Rumus mencari nilai penyimpangan adalah jumlah mutlak (Δ) dari selisih
antara persentase setiap golongan asam lemak dengan nilai ideal (33,33%).
Δ = | 33,33% - % SFA| + |33,33% - % MUFA| + | 33,33% - % PUFA|
Jika nilai Δ adalah 0 maka minyak tersebut bernilai gizi baik, makin besar
26 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Komposisi Asam Lemak pada ASI
Karakteristik kromatogram standar asam lemak dan kromatogram sampel
ASI relawan 1 dapat dilihat pada Gambar 4.1.
(a)
27 (c)
Gambar 4.1 Karakteristik kromatogram: (a) Kromatogram standar FAME C8
-C20; (b) Kromatogram standar FAME C12-C22 dan (c) Kromatogram R1 sampel
ASI
Karakteristik kromatogram standar FAME C8-C22 dan kromatogram sampel ASI
relawan R1-R6 dapat dilihat pada Lampiran 3-10, halaman 41-50. Hasil analisis
asam lemak berdasarkan kesamaan waktu tambat asam lemak standar dengan
asam lemak sampel relatif sama sehingga dapat ditentukan kandungan asam
lemak pada ASI tiap relawan. Komposisi asam lemak ASI tiap relawan dapat
28 Tabel 4.1 Komposisi asam lemak ASI
Asam Lemak (%)
Data diatas merupakan rata-rata 3 kali pengulangan penyuntikan sampel (% b/b). R : Relawan.
Berdasarkan tabel diatas bahwa asam lemak yang banyak terkandung pada
ASI yaitu asam laurat (C 12:0), asam miristat (C 14:0), asam palmitat (C 16:0),
asam stearat (C 18:0), asam oleat (C 18:1) dan asam linoleat (C 18:2). Lebih dari
80% asam lemak pada ASI terdiri dari asam laurat, miristat, palmitat, stearat, oleat
dan linoleat (Wu, et al., 2010). Asam laurat dan miristat kadar persentasenya
meningkat dengan bertambahnya masa laktasi. Sedangkan pada asam lemak
lainnya, kadar masing-masing asam lemak berbeda-beda setiap masa laktasi. Hal
ini mungkin dapat terjadi akibat pengaruh diet makan, paritas dan faktor
29
Komposisi asam lemak dalam diet yang bernilai gizi ideal adalah jika
perbandingan SFA : MUFA : PUFA adalah 1:1:1 (Griel dan Etherton, 2006).
Perbandingan SFA, MUFA dan PUFA dapat juga dinyatakan dalam bentuk
persentase sehingga perbandingannya adalah 33,33% : 33,33% : 33,33%. Nilai
gizi lemak dapat ditentukan dengan menghitung nilai penyimpangan dari
persentase yang ideal (33,33%) tiap golongan asam lemaknya. Rumus
menghitung nilai penyimpangan adalah jumlah nilai mutlak [Δ] dari selisih antara
persentase setiap golongan asam lemak dengan nilai ideal (33,33%) (Silalahi, et
al., 2011). Contoh perhitungan nilai gizi lemak pada ASI tiap relawan dapat
dilihat pada Lampiran 13, halaman 53.
Persentase kelompok asam lemak dan nilai gizi lemak berdasarkan
komposisi asam lemak pada ASI dan nilai penyimpangan dari komposisi ideal
dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan diperjelas dengan Gambar 4.2 dan Gambar 4.3.
Tabel 4.2 Persentase kelompok asam lemak dan nilai gizi lemak berdasarkan
komposisi asam lemak pada ASI
Sampel Komposisi Asam Lemak (Penyimpangan) Total
30
Gambar 4.2 Perbandingan persentase komposisi asam lemak pada ASI Berdasarkan Gambar 4.2 diketahui bahwa kandungan SFA pada ASI
cenderung lebih banyak dibandingkan MUFA dan PUFA pada masing-masing
relawan. Komposisi utama asam lemak di dalam ASI terdiri dari asam lemak
jenuh (SFA) (Koletzko, 1988; Bahrami dan Rahimi, 2005). Penentuan nilai gizi
lemak ASI berdasarkan nilai penyimpangan dari komposisi ideal asam lemak
dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Perbandingan nilai penyimpangan komposisi asam lemak ASI relawan dibandingkan komposisi ideal
31
Jika nilai penyimpangan lemak adalah 0 maka lemak tersebut bernilai gizi
baik, makin besar nilai penyimpangan maka nilai gizi lemak tersebut rendah. Nilai
gizi lemak yang paling baik terdapat pada R6 (39,39%) dan nilai gizi lemak yang
paling rendah adalah R4 (64,63%). Komposisi asam lemak yang minyak/lemak
yang ideal jarang ditemukan (Silalahi, et al., 2011). Nilai penyimpangan asam
lemak ASI tiap relawan tidak berbeda jauh. Jumlah kadar masing-masing
komposisi asam lemak ASI tiap relawan dipengaruhi oleh berbagai faktor salah
satunya yaitu faktor diet makan ibu.
4.2 Asam Lemak Jenuh pada ASI
Komposisi asam lemak jenuh rantai sedang yang berperan dalam
perlindungan terhadap berbagai penyakit yaitu asam kaprat, kaprilat dan laurat.
Kadar asam kaprilat dari tiap relawan berkisar antara 0,19% - 0,26%. Kadar asam
kaprat tiap relawan berkisar antara 0,87% - 1,65%. Kadar asam kaprilat dan kaprat
pada ASI cenderung sedikit dan jumlah kadar tiap relawan tidak berbeda jauh.
Komposisi asam kaprilat dan kaprat di dalam ASI dengan usia laktasi tiga sampai
enam bulan sebanyak 0,30% (Maheswari dan Ronny, 2008).
Namun, berbeda dengan kadar asam laurat tiap relawan, dimana asam
laurat merupakan salah satu asam lemak yang dominan terkandung pada ASI.
Kadar asam laurat masing-masing relawan berbeda dimana terjadi peningkatan
persentasi kadar asam laurat dengan meningkatnya masa laktasi. Berikut hasil
32
Gambar 4.4 Hubungan masa laktasi dengan kadar asam laurat pada ASI relawan
Berdasarkan Gambar 4.4 diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar asam
laurat pada ASI relawan. Hal ini menunjukkan semakin meningkatnya masa
laktasi, kandungan asam laurat cenderung meningkat. Jumlah komposisi asam
lemak meningkat seiring bertambahnya usia laktasi (Soetjiningsih, 1997). Asam
laurat dan miristat akan meningkat seiring dengan peningkatan masa laktasi.
Wanita dengan masa laktasi lebih dari 1 tahun persentase C 12:0 dan C 14:0 yang
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang masa laktasinya 2-6 bulan
(Lubetzky, et al.,2012).
3.3 Asam Lemak Tak Jenuh pada ASI
Kandungan asam lemak tak jenuh yang banyak pada ASI adalah asam
oleat (C 18:1) dan asam linoleat (C 18:2). Belakangan ini, peran asam lemak
rantai panjang tak jenuh menggambarkan perhatian khusus karena berpotensi
sebagai pembentukan anatomik dan pengembangan fungsional sistem saraf pusat
pada awal kelahiran (Wu, et al., 2010).
4,8 5,32
33
Asam lemak tak jenuh lain yang penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan otak, kognitif dan motorik pada bayi adalah asam dokosahexanoat
(DHA, Ω-3), asam eikosapentanoat (EPA, Ω-3) dan asam arakidonat (AA, Ω-6).
Asam lemak rantai panjang tak jenuh dapat dikonversikan dari asam lemak
esensial asam linolenat (C 18:3) dan asam linoleat (C 18:2) melalui pemanjangan
rantai enzimatik dan desaturasi didalam tubuh. Jumlah kandungan masing-masing
asam lemak tersebut relatif kecil dibandingkan asam lemak lainnya. Hal ini
disebabkan karena asam lemak essensial, asam linoleat dan linolenat dalam
kandungan ASI bergantung pada diet makanan ibu (Finley, et al., 1985).
Kadar DHA (C 22:6) pada ASI tiap relawan yaitu berkisar antara 0,2% -
0,63%. Secara umum kandungan DHA dilaporkan dalam ASI adalah rata-rata
0,27-0,48% (Lubetzky, et al., 2012). R6 memiliki kandungan DHA yang cukup
tinggi yaitu sebesar 0,63%. Kadar EPA (C 20:5) dari R1, R5 dan R6 yaitu 0,11%,
0,11% dan 0,09% berturut-turut. Pada sampel R2, R3 dan R4 tidak mengandung
EPA. Hal ini mungkin terjadi karena kadar EPA yang sangat sedikit sehingga sulit
untuk dideteksi. Sedangkan kadar AA (C 20:4) pada ASI tiap relawan berkisar
antara 0,21% - 0,31%. Menurut Marangoni, et al (2000) kadar EPA dan AA
dengan masa laktasi 3-6 bulan sebesar 0,05-0,06% dan 0,5-0,54% berturut-turut
dan jumlah kadarnya tidak berubah selama masa laktasi. Walaupun persentase
DHA, EPA dan AA sedikit, namun ketiga asam lemak ini sangat berperan penting
untuk meningkatkan perkembangan dan kecerdasan otak bayi. Diharapkan para
ibu menyusui memperhatikan asupan makanannya selama menyusui. Ketiga asam
lemak ini termasuk asam lemak essensial dimana tidak dapat disintesis oleh tubuh,
34
meningkatkan jumlahnya dilakukan dengan menambah mengkonsumsi makanan
yang dapat meningkatkan asam lemak tersebut yaitu makanan yang banyak
mengandung asam lemak omega-3.
Asam lemak esensial yang terkandung pada ASI dipengaruhi oleh diet
makan ibu dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebiasaan makan pada ibu
yang menyusui. Ibu yang tinggal di daerah pulau atau sepanjang daerah penjualan
ikan dan produk makanan laut tersedia dengan baik akan dapat meningkatkan
35 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Komposisi asam lemak jenuh (SFA) pada ASI lebih banyak dibandingkan
dengan asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) dan asam lemak tak jenuh
jamak (PUFA).
2. Kadar persentase asam laurat dan miristat pada komposisi asam lemak ASI
meningkat dengan meningkatnya masa laktasi ibu menyusui.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian ini disarankan untuk :
1. Melakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh diet makanan tertentu
pada komposisi asam lemak ASI misalnya pada ibu menyusui yang
vegetarian.
2. Melakukan penelitian lanjutan terhadap faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi kadar asam lemak ASI seperti paritas ibu, faktor
36
DAFTAR PUSTAKA
Aldy, O.S., Lubis, B.M., Sianturi, P., Azlin, E., dan Tjipta, G.D. (2009). Dampak
Proteksi Air Susu Ibu Terhadap Infeksi. Sari Pediatri. 11(3): 167-173.
Aleksandra, A., Niveska P., Vesna V., Jasna T., Tamara P., dan Marina G. (2009).
Milk in Human Nutrition: Comparison of Fatty Acid Profiles. Acta
Veterinaria (Beogard). 59(5-6): 569-578.
American Oil Chemists’ Society (AOCS). (1997). Official methhods and
recommended practices of the American Oil Chemists’ Society. AOCS:
Preparation of Methyl Esters of Fatty Acids. Champaign: AOCS Press.
Method Ce 2-66.
Arisman. (2009). Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi Dalam Daur Kehidupan. Edisi 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 55.
Astuti, R. (2015). Pengaruh Pemberian Minyak Kelapa Virgin Terhadap Sekresi
Air Susu Ibu dan Pemeriksaan Asam Lemak Rantai Sedang. Tesis.
Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Bahrami, G., dan Rahimi, Z. (2005). Fatty Acid Composition of Human Milk in
Western Iran. European Journal of Clinical Nutrition. 59: 494-497.
Darmoyuwono, W. (2006). Gaya Hidup Sehat dengan Virgin Coconut Oil.
Jakarta: Penerbit PT. Indeks Kelompok Gramedia. Hal. 15, 52-57.
Finley, D.A., Lonnerdal, B., dan Dewey, K.G. (1985). Breast Milk Composition: Fat Content and Fatty Acid Composition in Vegetarians and
Non-Vegetarians. Am. J. Clin. Nutr. 41: 787-800.
Gan, P.R.O., Martin, L.J.A., Sanchez, P.N.L., dan Ana, V.L. (2013). Production of a Lauric Acid Supplement to Lower The Amount of Low-Density
Lipoproteins. APEC Youth Scientist Journal. 4(1): 148.
Gandjar, I.G dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pharmaceutical Press. Hal. 419-442.
Griel, A.E., dan Etherton, P.M.K. (2006). Beyond Saturated Fat: The Importance
of The Dietary Fatty Profile on Cardiovascular Disease. Nutrition
Reviews. ProQuest Medical Library. 64(5): 252-257.
37
Haug, A., Hostmark, A.T., dan Harstad, O.M. (2007). Bovine Milk of Human
Nutrition. Review. Lipid in health and disease. 6: 41.
Karo-karo, L.J. (2012). Analisis Asam Lemak dan Identifikasi Posisi Asam Laurat
dalam Minyak Kelapa Murni dan Minyak Inti Sawit. Skripsi. Medan:
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Koletzko, B., Mrotzek, M., Eng, B., dan Bremer, H.J. (1988). Fatty Acid
Composition of Mature Human Milk in Germany. Am J Clin Nutr. 47:
954.
Lawrence, R.A. (1999). Storage of Human Milk and The Influence of Procedures
on Immunological Components of Human Milk. Acta Paediatr. 88:
14-18.
Lopez-Lopez, A., Lopez-Sabater, M.C., Campoy-Folgoso, C., Rivero-Urgell, M., dan Castello-Bargallo, A.I. (2002). Fatty Acid and sn-2 Fatty Acid Composition in Human Milk From Granada (Spain) and in Infant
Formulas. European Journal of Clinical Nutrition. 56: 1242-1254.
Lubetzky, R., Israeli, G.Z., Mimouni, F.B., Dollberg, S., Shimoni, E., Ungar, Y., dan Mandel, D. (2012). Human Milk Fatty Acid Profile Changes during
Prolonged Lactation: A Cross-Sectional Study. IMJ. 14: 7-10.
Lubis, C.P. (2003). Peranan Air Susu Ibu dalam Mencegah Diare dan Penyakit
Usus lainnya. Medan : USU digital library. Hal. 1-4.
Maheswari, R.R.A., dan Ronny, R.N. (2008). Perbandingan Kandungan Nutrisi
ASI, Susu Sapi, dan Susu Kambing. http:/
Oktober 2014.
Man, Y.B.C., dan Manaf, M.A. (2006). Medium-Chain Triacylglycerols. In:
Shahidi, F. (ed). Nutraceutical and Specialty Lipids and their
Co-Products. New York: CRC Press Taylor & Francis Group. Hal. 40-41.
Marangoni, F., Agostoni, C., Lammardo, A.M., Giovanni, M., Galli, C., dan Riva, E. (2000). Polyunsaturated Fatty Acid Concentrations in Human Hindmilk are Stable Throughout 12-Months and Provide a Sustained Intake to The Infant During Exclusive Breastfeeding: an Italian Study. British Journal of Nutrition. 84: 103-109.
McNair, H.M., dan Miller, J.M. (1998). Basic Gas Chromatography. Second
38
Nandi, S., Gangopadhyay, S., dan Ghosh, S. (2005). Production of Medium Chain Glycerides From Coconut and Palm Kernel Fatty Acid Distillates by
Lipase-Catalyzed Reactions. Enz. and Microbial Technol. 36: 725-728.
Roesli, U. (2000). Mengenal ASI Eksklusif seri I. Jakarta: Trubus Agriwidya. Hal.
12-32.
Silalahi, J., dan Nurbaya, S. (2011). Komposisi. Distribusi dan Sifat Aterogenik
Asam Lemak dalam Minyak Kelapa dan Kelapa Sawit. J. Indon Med
Assoc. 61(11): 453-455.
Silalahi, Y.C.E., Chairul, A., dan Immanuel, S.M. (2011). Evaluasi Nilai Gizi
Minyak Goreng yang Beredar di Pasaran Kota Medan Berdasarkan
Komposisi Asam Lemak. Prosiding Seminar Nasional Biologi. FMIPA
Universitas Sumatera Utara. Medan: USU Press. Hal. 320-331.
Silberstein, M.D.T., Ariela, B.I., Jenanine, B.F., Boaz, S., Tamar, T., dan Oshra, S. (2013). Saturated Fatty Acid Composition of Human Milk in Israel: A
Comparison Between Jewish and Bedouin Women. Imaj. 15(3): 112-115.
Siregar, M.A. (2004). Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya. Medan : Digitized by USU Digital Library. Hal.
1-14.
Soetjiningsih. (1997). ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Denpasar: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Hal. 16-41.
Solomon, G. (1994). Fundamental Organic Chemistry. Edisi Keempat. New
York: John Wiley and Sons Inc. Hal. 74-75.
Suradi, R. (2001). Spesifitas Biologis Air Susu Ibu. Sari Pediatri. 3(3): 134-140.
The Academy of Breastfeeding Medicine Protocol Committee. (2010). ABM Clinical Ptotocol #8:Human Milk Storage Information for Home Use for Full-Term Infants (Original Protocol March 2004; Revision #1 March
2010. Breastfeeding Medicine. 5(3): 127-130.
Wu, T.C., Lau, B.H., Chen, P.H., Wu, L.T., dan Ren, B.T. (2010). Fatty Acid
Composition of Taiwanese Human Milk. J Chin Med Assoc. 73(11):
581-588.
39
Lampiran 1. Bagan Alir Pembuatan Metil Ester Asam Lemak ASI
Ditambahkan 1,5 mL Na-metanolik 0,5 N
Dipanaskan dalam penangas air suhu 100oC
selama 5 menit
Didinginkan tabung hingga suhu 30o- 40oC
Ditambahkan 2 ml BF3-metanol tabung
ditutup
Dipanaskan suhu 100oC selama 30 menit
Didinginkan tabung
Ditambahkan 1 ml isooktan, divortex selama 1-2 menit
Ditambahkan NaCl jenuh 5 ml, divortex, terbentuk 2 lapisan
Dipisahkan 2 lapisan tersebut
Digabung dengan lapisan isooktan pertama lalu dimasukkan dalam vial
Diambil 1 µL untuk diinjeksikan ke alat Kromatografi Gas
250 mg sampel ASI
Lapisan isooktan Lapisan air
Lapisan isooktan Lapisan air
40 Lampiran 2. Kondisi Alat Kromatografi Gas
Kondisi alat kromatografi Gas sebagai berikut :
1. Jenis GC : Shimadzu, GC-14B dari Jepang
2. Jenis Detektor : FID (Flame Ionization Detector)
3. Jenis Kolom : DB-23 J&W Scientific (30 m x 0,25 mm x 0,25 µm)
4. Kondisi Operasi Alat Kromatografi Gas
a. Suhu Detektor : 260o C
b. Suhu Injektor : 260o C
c. Gas Pembawa : N2 dengan tekanan 100 kPa
5. Temperatur kolom terprogram :
a. Suhu pertama : 90oC dipertahankan selama 5 menit
b. Suhu Kedua : 220oC dipertahankan selama 12 menit naik 7oC/menit
6. Volume injeksi : 1.0 µL
41
Lampiran 3. Karakteristik Kromatogram Standar Metil Ester Asam Lemak (C8-C20)
42
Lampiran 5. Kromatogram I, II, dan III Relawan 1 (R1)
43
45
46
48
49
50
51
Lampiran 11. Tabel Data Kromatogram Asam Lemak Relawan
52
Lampiran 12. Tabel komposisi asam lemak total ASI Kelompok
Data diatas merupakan rata-rata 3 kali pengulangan penyuntikan sampel (% b/b). SFA : saturated fatty acid, MUFA : monosaturated fatty acid, PUFA : polyunsaturated fatty acid.
53
Lampiran 13. Perhitungan nilai gizi asam lemak pada ASI
Contoh perhitungan evaluasi nilai gizi ASI berdasarkan komposisi asam lemak
sebagai berikut :
Perbandingan persentase komposisi asam lemak dan nilai gizi ASI
Sampel Komposisi Asam Lemak (Penyimpangan) Total
54
61 Lampiran 21. Gambar Sampel Asi Relawan
62