• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jaringan Pekerja Seks Komersil Di Super Diskotik Nibung Raya Medan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Jaringan Pekerja Seks Komersil Di Super Diskotik Nibung Raya Medan."

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi syarat mendapat gelar

Sarjana Ilmu Sosial dalam bidang Antropologi

Disusun oleh:

AGUSTINA IKA H SARAGIH

020905002

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

(2)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan: Nama : Agustina Ika H. Saragih Nim : 020905002

Departeman : Antropologi

Judul :JARINGAN PEKERJA SEKS KOMERSIL DI

SUPER DISKOTIK NIBUNG RAYA MEDAN

Medan, 21 April 2008

Pembimbing Skripsi Ketua Departemen Antropologi

( Dra. Sabariah Bangun, M. Soc.Sc) ( Drs. Zulkifli Lubis, MA ) NIP :131674460 NIP : 131 882 278

Dekan Fisip USU

(3)

karunia dan nikmat yang diberikan – Nya kepada penulis. Terutama nikmat kesehatan dan kesempatan yang masih dilimpahkan dengan kesempatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Kemudian salawat dan salam kepada Rasulullah SAW, contoh tauladan dalam kehidupan ini.

Penulis menyadari tanpa bantuan dan dukungan beberapa pihak, penulis tidak akan dapat meyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan FISIP USU, kepada Bapak Drs. Zulkifli Lubis, MA. ketua jurusan Departeman Antropologi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dra. Sabariah Bangun, M. Soc. Sc., selaku dosen pembimbing penulis dari proposal hingga penyusunan skripsi ini.. kasih untuk seluruh Dosen – dosen di bawah naungan departemen Antropogi. Dan Kak Sri yang selalu setia berada di kantor Departemen antropologi untuk membantu keperluan penulis membuat surat-surat

(4)

Hazbi Hendra Daswono. Aiptu. Ifran Suheri, Dani, Bripka. Syadarsah, Ade Fadly. Karena telah menjadi abang yang baik untuk penulis. Juga terima kasih untuk sepupuku Try Feny Aprilia. Amd telah memberi semangat dan inspirasi..

Terima kasih untuk sahabat terbaik, yang selalu mengingatkan penulis untuk secepatnya menyelesaikan skripsi ini (Sarie, Fithri, Wina)

Terima kasih untuk teman – temanku yang spesial di Antropologi (Nanda, Ryna),yang selalu bersama disaat- saat apa pun.

Penulis juga ucapkan terima kasih untuk teman – teman berbagi tawa di bawah pohon rindang ( Luna, Rani, Endang, Ami, Fikri, Abu, Buaya, Blender, Abeb, Demank, Yupi, Siwa, Sky).

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca sekalian dan bagi pengembang ilmu pengetahuan di masa mendatang.

Medan, Juni 2008

(5)

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah ... 1

2. Perumusan Masalah ... 7

3. Lokasi Penelitian ... 7

4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

5. Kerangka Teori ... 9

6. Kerangka Konsep ... 15

7. Metodologi Penelitian ... 17

BAB II GAMBARAN UMUM DISKOTIK SUPER 1. Sejarah Singkat Berdirinya Diskotik Super ... 22

2. Sarana Pendukung Diskotik Super ... 26

3. Komposisi Pengunjung Diskotik Super ... 30

4. Peranan Diskotik Super dalam Perubahan Kebudayaan ... 31

(6)

c. Interaksi Internal ... 47

d. Peran Mucikari ... 49

BAB IV MENGENAL PSK DI DISKOTIK SUPER NIBUNG RAYA MEDAN 1. Sejarah Pelacuran di Indonesia ... 51

2. Faktor – Faktor Pendorong Timbulnya Pelacuran ... 54

3. Pelacuran Sebagai Masalah Sosial ... 57

4. Akibat – Akibat yang Ditimbulkan Masalah Pelacuran ... 59

5. Jaringan PSK Diskotik Super Nibung Raya ... 60

5.1. Tugas dan Fungsi Mucikari ... 63

5.2. Pemilik Lokalisasi ... 66

5.3. Perantara PSK ... 69

5.4. Bagian Pemasaran PSK ... 71

5.5. Hubungan Pelanggan Dengan PSK ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 77

(7)

Tabel III – 02 : Jumlah Responden Menurut Umur ... 40

Tabel III – 03 : Pendapatan Responden ... 41

Tabel III – 04 : Asal Mula Menjadi PSK ... 42

Tabel III – 05 : Keluarga Mengetahui Profesi Anda ... 43

(8)

BPS dan 1 dari kamus bahasa umum Bahasa Indonesia, dan beberapa lampiran daftar pertanyaan (interview guide), daftar informan, 6 tabel, 3 lampiran,yang terdiri surat penelitian dari FISIP USU, surat izin penelitian Balitbang, dan surat izin penelitian dari dinas Pariwisata.

Pekerjaan menjadi sangat penting bagi manusia, karena dari pekerjaan orang bisa mendapatkan uang. Uang dapat mensejahterahkan manusia dari segi materi. Sehigga pekerjaan apapun dapat dilakukan manusia demi mendapatkan uang tersebut. Khusus bagi wanita peluang untuk mendapat pekerjaan begitu sulit didalam persaingan industri dunia pekerjaan.. Kebutuhan ekonomi harus tetap dipenuhi untuk melanjutkan hidup. Bekerja menjadi Pekerja Seks Komersil, menjadi pilihan dari mereka. Dalam masyarakat Pekerja Seks Komersil dipanadang tidak baik karena melanggar etika, sopan santun dan norma sosial. Ada kelompok masyarakat yang membenci mereka, tetapi tidak sedikit yang memujanya sebagai penjaja seks pemenuh birahi sesaat. Bahkan komoditi seksualitas menciptakan lapangan pekerjaan dengan tawaran keuntungan dan pemenuhan kebutuhan secara luas.

Tujuan penelitian ini untuk memahami jaringan Pekerja Seks Komersil. Untuk menggambarkan jaringan ini dengan menggunakan metode deskriptif melalui pengumpulan data dengan melalui observasi non partisipasi, wawancara dengan 10 orang informan dari 20 PSK yang terdapat di Diskotik Super, Nibung Raya, Medan. Pemilihan informan ini melalui teknik pengumpulan data snowball sampling.

(9)

BPS dan 1 dari kamus bahasa umum Bahasa Indonesia, dan beberapa lampiran daftar pertanyaan (interview guide), daftar informan, 6 tabel, 3 lampiran,yang terdiri surat penelitian dari FISIP USU, surat izin penelitian Balitbang, dan surat izin penelitian dari dinas Pariwisata.

Pekerjaan menjadi sangat penting bagi manusia, karena dari pekerjaan orang bisa mendapatkan uang. Uang dapat mensejahterahkan manusia dari segi materi. Sehigga pekerjaan apapun dapat dilakukan manusia demi mendapatkan uang tersebut. Khusus bagi wanita peluang untuk mendapat pekerjaan begitu sulit didalam persaingan industri dunia pekerjaan.. Kebutuhan ekonomi harus tetap dipenuhi untuk melanjutkan hidup. Bekerja menjadi Pekerja Seks Komersil, menjadi pilihan dari mereka. Dalam masyarakat Pekerja Seks Komersil dipanadang tidak baik karena melanggar etika, sopan santun dan norma sosial. Ada kelompok masyarakat yang membenci mereka, tetapi tidak sedikit yang memujanya sebagai penjaja seks pemenuh birahi sesaat. Bahkan komoditi seksualitas menciptakan lapangan pekerjaan dengan tawaran keuntungan dan pemenuhan kebutuhan secara luas.

Tujuan penelitian ini untuk memahami jaringan Pekerja Seks Komersil. Untuk menggambarkan jaringan ini dengan menggunakan metode deskriptif melalui pengumpulan data dengan melalui observasi non partisipasi, wawancara dengan 10 orang informan dari 20 PSK yang terdapat di Diskotik Super, Nibung Raya, Medan. Pemilihan informan ini melalui teknik pengumpulan data snowball sampling.

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Susahnya lapangan pekerjaan di Indonesia, menjadi salah satu masalah sosial yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Keterbatasan lapangan pekerjaan yang tidak sesuai dengan jumlah peningkatan pendidikan yang setiap tahun mahasiswa maupun siswa sehingga menyebabkan mereka sulit mendapatkan pekerjaan. Akibatnya menjadi problematika sosial dalam pembangunan ekonomi nasional dan regional. Masyarakat tanpa pekerjaan menjadi menjadi beban ekonomi berkepanjangan, yang sebenarnya mereka juga tidak ingin dalam keadaan seperti itu.

(11)

Kebutuhan ekonomi tidak bisa menunggu, kebutuhan makan, perumahan dan kebutuhan lainnya harus dipenuhi. Bukan berarti dengan keterbatasan lapangan pekerjaan bagi perempuan akan menghentikan kebutuhan mereka sebagai salah satu pilar ekonomi keluarga. Salah satu pilihan mudah bagi pekerjaan perempuan dengan keterampilan dan pendidikan rendah dengan harapan mendapat kehidupan yang layak melalui menjalani profesi sebagai Pekerja Sek Komersial (PSK).

Seks menjadi sebuah komoditi yang dipertentangkan dalam masyarakat, ada kelompok masyarakat yang menggambarkannya sebagai hak hidup yang seharusnya dinikmati dengan tidak mempertentangkan bagaimana menggunakan kepentingan seksualitas bukan untuk kepentingan umum dengan cara memperjual berlikan hal tersebut. Perdebatan panjang dalam memahami seks dari pelbagai sudur pandang yang membedakan cara pandang kelompok masyarakat, apalagi mengangkut komersialisasi seks sebagai sebuah fenomena sosial yang ada ditengah kita seperti sekarang ini. Seks bukan merupakan sesuatu yang tabu ketika ditempatkan pada tempat yang sebenarnya, sesuai aturan agama, adat istiadat dan nilai sosial yang menjadi tradisi masyarakat.

(12)

sebagai pembeda antara permpuan dan lak – laki. Berkaitan dengan organ tubuh perempuan dan laki – laki secara umum.

Ketika seks diperjual belikan layaknya komoditi seperti barang dan jasa di pasaran, terjadi penyimpangan dan persinggungan antara pelbagai cara pandang masyarakat. Dan biasanya yang menjadi sorotan tajam masyarakat adalah kegiatan komersialisasi seks perempuan. Hingga sebutan bagi mereka dikenal dengan istilah Pekerja Seks Komersial (PSK). Melalui upaya memperjual berlikan tubuh, melalui penjajaan dan jaminan kepuasan seksual yang mereka tawarkan. Tujuannya mendapatkan uang dengan mudah dengan alasan – alasan yang berupaya membenarkan tindakan mereka tersebut.

(13)

Puspa, menggambarkan kegiatan PSK dengan kisah: “… ada yang benci dirinya. Ada yang butuh dirinya. Ada yang berlutut mencintanya. Ada pula yang kejam menyiksa dirinya. Ini hidup wanita si kupu – kupu malam. Bekerja bertaruh seluruh jiwa raga. Bibir senyum kata halus merayu memanja kepada setiap mereka yang datang. Dosakah yang mereka kerjakan, sucikah mereka yang datang. Kadang dia tersenyum dalam tangis, kadang dia menangis di dalam seyuman…”.

(14)

kental, akan tetapi bathin mereka konsong dari eksistensi (penentuan dan pengakuan) dari kesucian manusia secara fitrah.

Pelacuran merupakan masalah bila dilihat dari adat istiadat sebagian besar kelompok masyarakat di Indonesia, dengan pengingkaran terhadap lembaga perkawinan yang sah, sebagai lembaga yang luhur guna mencapai tanggung jawab akan perbuatan diri antara laki – laki dan perempuan. Al – Ghifari (2006:14) menjelaskan nilai seorang wanita yang melakukan hubungan seks di luar lembaga resmi (pernikahan), dengan keadaan sebagai berikut: “… seorang wanita yang sekali saja membiarkan dirinya dinodai, maka sampai kapanpun ia akan ternoda. Nilai dia sebagai seorang wanita anjlok di mata laki – laki. Dia sudah tidak memiliki harga diri sebagai seorang wanita”.

Westernisasi (kehidupan dengan pola kebarat – baratan) menunjukkan adanya kecenderungan wanita tidak lagi mempermasalahkan keperawanan (virginitas), membudaya dikalangan remaja yang menglaim diri sebagai penganut paham kebebasan. Modernisasi dihubungkan dengan pelepasan keperawaan dan pengalaman seks pra nikah, ketika perempuan dan laki – laki memasuki usia 17 tahun.

(15)

besar remaja di kota besar yang masih perawan untuk dipertemukan dengan pacarnya di suatu tempat agar mereka mengakhiri keperawanannya. Setelah selesai mereka lantas menanyakan bagaimana kesannya”.

Menurut Sumardiko (1986:1) tindakan tuna susila itu berdampak pada: a. Sangat bertentangan dengan nilai – nilai sosial dan relegius, serta dapat

merendahkan martabat bangsa.

b. Dapat mengakibatkan terpengaruhnya sendi – sendi kehidupan masyarakat dan bangsa dari segala aspek, seperti aspek sosial, aspek ketertiban umum, aspek keamanan dan aspek kesusilaan dan lain sebagainya.

c. Mempunyai pengaruh yang tidak baik terhadap generasi muda penerus bangsa. A.S. Alam (1984:10), menggambarkan pelacuran sangat bertentangan dengan Pancasila, “… karena tidak sesuai dengan manusia yang berketuhanan, di mana Tuhan dengan jelas mengutuk perzinahan yang tidak sesuai dengan perikemanusian yang adil dan beradab. Karena pelacuran justru memperlakukan manusia sebagai benda yang dapat dipertagangkan, tidak sesuai juga dengan keadilan sosial karena tindakan pelacuran merupakan eksploitasi terhadap manusia dengan manusia”.

(16)

kemampuan membayar sesuai dengan keuangannya, akan diangkat dalam penelitian Jaringan PSK di Diskotik Super Nibung Raya.

2. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dimaksudkan untuk mempermudah jalannya penelitian, fous tidak terlalu luas dalam pembahasan, dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. bagaiman jaringan PSK di Diskotik Super Nibung Raya? a. Apa peran mucikari di Diskoti Super Nibung Raya? b. Bagaiman mencari calon PSK?

c. Bagaimana PSK mencari calon pelanggan?

d. Bagaiman hubungan kesesama teman PSk di Diskotik Super Nibung Raya?

3.Lokasi Penelitian

Dalam upaya menjawab masalah penelitian yang sudah dibuat di atas, maka dibutuhkan data penelitian. Untuk secara keseluruhan data penelitian ini akan dikumoulkan melalui upaya observasi atau pengamatan langsung di Diskoti Super Nibung Raya, Jl. Nibung Raya II, sebagai salah satu disotik yang ada di Kota Medan.

(17)

untuk dujadikan lokasipenelitian, karena daerah ini banyak penginapan – penginapan yang menyediakan jasa PSK terselubung, dengan berkedok rumah toko dan latar belakang kegiatan usaha lainnya.

4.Tujuan Manfaat Penelitian

Tujuan dan manfaat penelitian yang hendak dicapai aalh sebagai berikut: 4.1. Tujuan Penelitian

Dengan berpedoman pada ruang lingkup masalah di atas, penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang tepat dan realistis tentang jaringan PSK di Diskotik Super Nibung Raya, Jl. Nibung Raya II, Medan.

Memahami keberadaan jaringan PSK Dikorik Super Nibung Raya, dijadikan perbandingan dalam melihat kehidupan mereka secara umum. Adapun tujuan penelitian ini:

a. Untuk memahammi jaringan PSK di Diskotik Super Nibung Raya Medan. b. Untuk memahami peran mucikari di Diskotik Super Nibung Raya Medan. c. Untuk mengetahui cara PSK mencari pelanggan di Diskotik Super Nibung

Raya Medan.

(18)

4.2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini, mencakup dua hal pokok, yakni secara teoritis dan praktis, seperti di bawah ini:

a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memperkaya keberagaman bahan bacaan dan tema penelitian sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas sumatera Utara, Medan.

b. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran kepada masyarakat dalam melihat sebuah realitas sosial tentang keberadaan PSK dan sekaligus menjadi tambahan wawasan bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian tentang fenomena ini.

c. Bahan perbandingan dalam melihat kehidupan PSK secara umum.

5. Kerangka Teori

(19)

dengan dua orang atau bahkan banyak orang lainnya. Disinilah komunikasi menjadi alat pertukaran pesan antar mereka yang melakukan interaksi.

Setiap individu biasanya akan mempergunakan kerangka kognitifnya (pengetahuan) masing-masing, sehingga apa yang dimauinya dalam rangka melakukan interaksi dengan orang-orang akan tercapai. Kerangka kognitif seorang individu pada dasarnya merupakan keseluruhan pengetahuan yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungannya. Keseluruhan pengatahuan yang dapat diinterpretasikan pada lingkungannya merupakan pedoman bagi inidividu dalam berperilaku. Dengan kata lain tindakan tersebut adalah suatu kebudayaan.

Kebudayaan dalam pergaulan sehari-hari antar manusia menujukkan perbedaan antara satu orang dengan orang lainnya, sebagai pola-pola tindakan (pattern of action) dari manusia. Koentjaraningrat (1990:102) menggambarkan pola kelakuan manusia sebagai: dorongan-dorongan, refleks-refleks, atau kelakuan manusia yang tidak lagi di pengaruhi dan ditentukan oleh akalnya dan jiwanya, yaitu kelakuan manusia yang membabi buta. Susunan unsure-unsur akal dan jiwa manusia yang menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap individu manusia itu, adalah apa yang disebut kepribadian (personality).

(20)

seperti yang digambarkan oleh Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi (1990:108), adalah:

1. Dorongan untuk mempertahankan hidup. dorongan ini memang merupakan suatu kekuatan biologi yang juga ada pada sesama makhluk di dunia dini dan menyebabkan mampu mempertahankan hidup.

2. Dorongan seks. Bahawa dorongan seks timbul pada setiap individu yang normal tanpa terpengaruh pengetahuan sebagai landasan biologis.

3. Dorongan untuk usaha maencari makan. Sebagai sikap dasar setiap manusia yang tidak dipengaruhi oleh landasan pengetahuan.

4. Dorongan untuk bergaul dan berinteraksi dengan sesama manusia. Dorongan ini merupakan landasan biologi dari kehidupan masyarakat manusia sebagai makhluk kolektif.

(21)

Komunikasi dalam hal ini merupakan suatu proses, sebagian dari proses tersebut mengandung makna atau pengertian tentang pengaruh kebudayaan individu pada identitas pribadi, nilai,pola berbicara, dan pada pola pergaulan individu.berdasarkan pengertian ini pulalah tampak jelas bahwa individu dengan siapa, bagaimana, serta media apa yang ia gunakan akan menentukan pola- pola dan bentuk lainnya dalam interaksi dan kebudayaannya. Dalam hal ini Prof. Dr. H. Anwar Arifin (2002 ; 20) menyebutkan bahwa komunikasi menyentuh seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, atau sebaliknya semua kehidupan masyarakat menyentuh komunikasi. Justru itu, orang melukiskan komunikasi sebagai

ubuquitas atau serba hadir. Artinya, komunikasi berada dimanapun, kapanpun juga. Dalam hal ini pada dasarnya peristiwa komunikasi bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan secara serampangan atau asal saja, tetapi di dalam perisriwa tersebut harus ada unsur selektif yang ketat.

Melalui kebudayaan yanng dimiliki sebagai ciri khas seorang individu atau menunjuk tentang kepribadian seseorang di atas turut menentukan bagaiman bentuk interaksi yang diinginkan oleh individu tersebut serta sejauh mana lingkungan dan tempat tinggal mempengaruhi perilaku individu sehingga membentuk pola perilaku interaksi dan bagaiman hal itu dilakukan.

(22)

gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan manusia sebagai milik diri.

Penciptaan peran gender dalamkebudayaan masyarakat kita, dianggap secara umum sebagai citra perempuan, perwujudan media, dan pengaruh-pengaruh lain pada sosialisasi dalam upaya membenarkan diskriminasi nyata dan orde kuasa (Murray, 1995:16). Menunjukkan dengan adanya kontrol ideologis terhadap parisipasi ekonomi perempuan. Dalam pekerjaan mereka dianggap sebagai masyarakat kelas dua dan tetap menomor satukan laki-laki.

(23)

Beragam alasan perempuan untuk menekuni bidang pekerjaan dalam konteks partisipasi ekonomi perempuan. Menurut statistik ( www. Pusparagam.oag/pdln 2003/ full texr / harry. Intm – 46 k) kebanyakan PSK bersal dari kelas ekonomi lemah, dari keluarga yang bermasalah, bahkan mengalami

broken home, dengan motif mendapatkan income mudah. Dalam statistik ini ridak termasuk PSK semi profesional, terlebih call girls, mereka sering sudah punya titel akademis dan hidup berkecukupan. Maka apabila mereka memilih semi profesi ini, mereka memutuskannya dengan bebas dan sadar. Secara umum para PSK memulai karir mereka dalam usia relatif sangat muda dan muda, dengan kategori sangat muda antara 10 tahun- 13 tahun, dan kategori muda dalam usia 18 tahun sampai dengan 21 tahun, lari dari rumah atau memang dengan sengaja dipelacurkan oleh orang tuanya dan berbagai alasan lainnya.

Dalam pelaksanaannya, jaringa PSK sebagai profesi melibatkan paling tidak ada empat pihak yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya bisnis ini (islamlib ? id / index. Phap? Page = comment & art- id), digambarkan sebagai berikut:

(24)

2. Pemilik lokalisasi dimana bisnis ini berlangsung. Pemilik ini berperan sabagi siempunya yang menyediakan tempat untuk bertemu para PSK.

3. Perantara memfasilitasi isnis ini, biasanya perempuan. Ia tahu benar teknik-teknik untuk membujuk para calon PSK dan dia pula yang mengajar, mendidik, melatih mereka dalam profesi tersebut. Tugas perantara ini menghubungkan para calon PSK dengan mucikari atau juga lagsung dengan cara pelanggan.

4. bagian pemasaran, yani orang khusus dibayar untuk mengembangkan bisnis ini, termasuk mencari para calon PSK diberbagai tempat, memindahkan, mengirim,menjual PSK keberbagai tempat, baik secara nasional maupun internasional.

Keempat bagian yang menunjukkan jaringan di dalam pelaksanaan kerja PSK ini, merupakan satu kesatuan yang juga bisa membangun jaringan lain yang lebih luas. Baik dalam skala nasional maupun internasional.

6.Kerangka Konsep

(25)

menunjukkan bagaimana mereka melaksanakan interaksi. Dengan demikian, sikap dan perilaku ndividu membentuk pola hidup yang khas dalam suatu masyarakat.

Kalau kta mengacu pada empat bidang kehidupan manusia,seperti yang dikonsepkan oleh Kluchon, yakni mencakup: 1) bidang kehidupan kekeluargaan; 2) bidang kehidupan ekonomi; 3) bidang kehidupan sosial, dan 4) bidang kehidupan keagamaan (Koenjtaraningrat, 1985:201).

Dalam melihat keberadaan jaringan PSK latar belakag kehidupa ekonomi masih menjadi alasan yang memiliki keterikatan antara keinginan keluar dari kehidupan sosial yang tidak menguntungka dengan tingkat ekonom lemh. Konsep jaringan antar PSK yang ada dalam penelitian ini menunjkkan tentang masing – masing bagia memainkan peran mereka, hingga menunjukka satu kesatuan capaian keinginan bersama dalam perbaikan kehidupan ekonomi.

(26)

dalam pelaksanaan tugas tersebut. Akan tetapi masing – masing bagian memiliki tujuan untuk komersialisasi seksual melalui bagian yang terbentuk tersebut.

Konsep interaksi sosial, di dalam rangka konseptual jaringan PSK di Diskotik Super, Nibung Raya, dimaksudkan sebagai hubungan antar bagian – bagian yang menunjukkan adanya sistem kerja yan saling mempengaruhi, mengubah dan memperbaiki perilaku individu. Lainnya atau sebaliknya. Konsep jaringan merupakan konsep susunan kelembagaan secara non formal dalam melakukan profesi sebagai PSK. Tegasnya, jaringan yang dimaksudkan merupakan keadaan yang menunjukkan adanya pola – pola hubungan yang dibuat berdasarkan tujuan yang hendak dicapai bersama.

7. Metodolgi Penelitian

Metodologi penelitian yang dimaksudkan meliputi tentang mode, populasi, sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data dalam penelitia ini, jelasnya sebagai berikut.

7.1. metode Penelitian

(27)

deskriptif tidak diperluka administrasi dan pengontrolan terhadap perlakuan. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk melakukan pengujian hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan.

Dengan demikian, dalam penelitian ini, peneliti hanya ingin menggambarkan apa adanya tentang jaringan di Diskotik Super, Jl. Nibung Raya II, Medan, dengan jaringan kerjanya.

7.2. Populasi dan Sampel a. Populasi

populasi dalam penelitian, berupa kumpulan darisetiapobjek penelitian, atau dapat dikatakan populasi sebagai keseluruhan realita sosial yang ingin diketahui (G.H. Erikson dan T.A. Nosamchuck, 1995:51). Dalam penelitian ini, objek penelitian disebut sebagai unit analisis (unit of analysis), atau unsur-unsur populasi.

(28)

usia awal dalam rangka melaksanakan komersialisasi tubuh kepada para penggemar dunia hiburan di Diskotok Super, Nibung Raya, Medan. Menajdi satu kesatuan yang menunjukkan adanya tujuan bersama yang hendak dicapai dalam melaksanakan aktivitas tersebut.

b. Sampel

sampel adalah bagain daripopulasi, diambil dengan menggunaka cara-cara tertentu (Hadari Nawawi,(1999:141), berdasarkan kenyataan ini, dengan menggunakan yekni non probability sampling, sebagai teknik sampling yang tidak memberi peluang atau kesempatan bagi setiap unsur atau anggota populasi dipilih menjadi sampel (sugiono, 2006:97). Secara khusu, teknik sampling ini dirincikan dengan menggunakan teknik snowball sampling, penentuan sampel yang mula-mula kecil kemudian membesar (Kriyantono, 20076:156).

Dari hasil teknik snowball sampling tersebut terdapat 20 orang PSK di Diskotik Super tersebut. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 10 orang responden, 8 orang responden PSK, 1 orang pemasok, 1 orang mucikari.

7.3. Teknik Pengumpulan Data

(29)

selebihnya adalah data tambahan, seperti sumbar data tertulis, dengan menggunakan teknik pengumpulan data seperti di bawah ini.

a. Penelitian kepustakaan (library research), sebagai teknik pengumpulan data dengan menggunakan sejumlah literatur, berupa sumber bacaan yang terdiri dari buku, majalah, dokumen dan berbagai sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah penelitian.

b. Penelitia lapangan (field research), yakni teknik awancara yang dilakuka kepada responden, yakni para informan yang menjadi sampel penelitian ini. Sesuai dengan keperluan penelitian, digunakan metode wawncara bebas, dengan tidak terlalu fokus kepada konsep pertanyaan yang terkonsep. Dilakukan karena inforaman tidak dapat secara bebas dimintai informasi, akan tetapi tetap berupaya untuk fokus pada permasalahan penelitian yang sudah ditatapkan sebelumnya. Untuk lebih mmperdalam hasil wawancara bebas, digunakan metode obsrvasi non partisipasi untuk mengetahui motivasi, perasaan, pandangan, harapan, cita – cita, pngalaman hidup dan latar belakang sosial, di dalam dan di luar keluarga responden. Dilakukan dengan mencatat langsung hasil wawancara, karena informan tidak ingin wawancara tersebut direkam dengan menggunakan

(30)

7.4. Teknik Analisis Data

Data yang didapatkan dalam penelitian ini merupakan data kualitatif, berupa kata – kata, sebagai hasil dar wawancara yang dilaksanakan dengan responden. Dibutuhkan pengolahan data lanjutan, dimulai dengan upaya menelaah seluruh data dari berbagai umber yang tersedia, dengan berupaya menggabungkan data lapangan dengan data kepustakaan.

Selanjutnya hasil wawancara tersebut direduksi, yakn disusun secara lebih jelas, singkat, padat, atau secara sistematis. Sehingga lebih mudah dalam menggambarkan keadaan yang ada selamapelaksanaan penelitia lapangan.

(31)

BAB II

GAMBARAN UMUM DISKOTIK SUPER

1. Sejarah Singkat Berdirinya Diskotik Super

Kalau kita menyusuri salah satu jalan protokol di Kota Medan, tepatnya di seputaran Bundaran Majestik, Jl. Sekip hingga ke Jl. Nibung Raya, hampir dapat dipastikan tidak ada masyarakat Medan yang tidak mengenal daerah tersebut yang saat ini menjadi kawasan padat lalu lintas dengan berbagai aktivitas kehidupan masyarakat, juga termasuk di dalamnya geliat kehidupan malamnya. Jika kita menuju ke sisi lain posisi dunia malam di Kota Medan bertitik pada sebagian besar jalan protokol, melalui berbagai kegiatan seperti message, karoke dan lain sebagainya.

(32)

Bundaran Majestik yang dikenal dengan daerah ekspresi kebebasan, bagi warga Kota Medan, dari dahulu sampai sekarang masih menjadi salah satu kawasan aksi massa, mulai dari mahasiswa yang menyampaikan aspirasi secara terbuka terhadap berbagai permasalahan sosial, politik, ekonomi dan lainnya, sampai sebagai simbol teatrikal, seperti yang baru – baru ini dilaksanakan oleh para aktivis AIDS Kota Medan, tepatnya pada tanggal 1 Desember lalu. Jl. Sekip sebagai daerah peruntungan, karena aktivitas perjudian yang memang dari dahulu menjadi geliat nadi undian, sebut saja undian pacuan kuda ala anak muda tahun 80 – an sampai dengan judi bola pada tahun 90 – an dan judi Togel, yang mampu menghidupi begitu banyak orang, bahkan diasumsikan Medan sebagai kota judi, begitu juga fenomena itu dapat kita saksikan sejak awal tahun 2000 – an, nasib dan daerah Jl. Nibung Raya sebagai kawasan pemuas syahwat (analisis 2007).

(33)

Brayan – Pinang Baris, yang melewati daerah kawasan Jl. Nibung Raya, kita hanya membayar Rp. 4000, untuk diantar dengan menggunakan angkutan kota No. 117 dan angkutan kota No. 32, mudah didapat karena memang kawasan ini padat dengan berbagai aktivitas ekonomi, juga kendaraan taksi yang siap mengantar dan memanjakan. Apa yang tidak bisa didapatkan jika punya uang, mungkin kalimat tesebut layak untuk dikedepankan sebagai bagian dari hukum tidak tertulis bagi pebisnis dunia hiburan malam, pelaku dan juga penikmat yang menjadi satu kesatuan yang saling mengisi.

Sebut saja kawasan Jl. Nibung Raya, konotasi (padanan keadaan) yang tergambar dalam benak warga Medan merupakan sebuah gambaran kehidupan malam dengan berbagai kesenangan di dalamnya, salah satunya diramaikan dengan berdirinya Diskotik Super, sejak tahun 1980. Berada ditengah Kota Medan di Kecamatan Medan Petisah, dan sampai saat ini masih beroperasi.

Parade wanita – wanita cantik dari berbagai umur menjadi daya pikat tersendiri bagi daerah tersebut. Dengan dandanan yang mencolok menunjukkan kesiapan mereka dalam melayani aktivitas yang dipastikan ramai terutama pada malam Sabtu dan Minggu.

(34)

massal, termasuk diantaranya yang sekarang telah dibangun kantor kepolisian dan pasar Petisah.

Tahun 1980 Diskotik Super merupakan bangunan kompleks perumahan yang diperuntukkan bagi tempat tinggal. Kemudian setelah selesai dibangun maka dipergunakan sebagai tempat bisnis dan dirubah menjadi ruko (show – room sekarang). Sebagai pusat bisnis jual beli mobil, baik baru maupun bekas, sampai sekarang dengan aktivitas yang padat. Akan tetapi, ketatnya persaingan dan upaya untuk mencari alternatif bisnis yang lebih menguntungkan ruko Garuda Mobil, Bintang Mobil dan Tiga Serangkai, yang semula juga bergerak dalam bidang jual beli mobil bergabung mendirikan Losmen (tempat penginapan).

Seiring dengan bertambahnya waktu maka semakin banyak pula pembangunan yang dilaksanakan dikawasan tersebut, Tahun 1989 dibangunlah sebuah pusat perbelanjaan yang bernama Tata Plaza yang membuat daerah Jl. Gatot Subroto menjadi salah satu sentra keramaian warga Kota Medan. Usaha losmen yang didirikan akhirnya dimodifikasi dengan menambahkan di dalamnya tempat hiburan malam.

(35)

kemunculan tempat hiburan lain. Terutama melihat perkembangan pesat Kota Medan dengan tingkat tekanan pekerjaan yang semakin kompleks, dan sebagai salah satu ajang untuk bertemu dengan teman – teman baru dan sebagai bagian dari gaya hidup Metropolis, diskotik masih menjanjikan untuk pengembangan ke depan.

Akan tetapi tentu saja dengan tambahan plus – plus di dalamnya, seperti aktivitas hiburan di Diskotik Super yang juga menyiapkan lokasi privat, seperti kamar – kamar hotel yang disiapkan di atas, juga hanya sekedar karoke dengan menggunakan kamar – kamar pribadi di dalamnya. Mudah, nyaman dan cukup menjanjikan bagi para pemuas dan penikmat dunia hiburan malam di Kota Medan.

2. Sarana Pendukung Diskotik Super

(36)

Dalam Kamus Umum Lengkap Bahasa Indonesia disebutkan bahwa: Diskotik sebagai tempat hiburan yang musiknya berasal dari piringan hitam (W.J.S. Poerwadarminta: 1999:254).

(37)

Kompleksitas persaingan diskotik, menumbuhkan inovasi yang secara terus menerus berupaya memanjakan para konsumen, terutama mereka yang menjadi pengunjung Diskotik Super. Mulai dari fasilitas lantai dansa yang seharusnya bukan menjadi bagian dari perizinan yang diberikan juga sampai penyediaan berbagai fasilitas VIP room (kamar – kamar untuk berdua atau sekelompok pengunjung) tentu dengan tarif yang beragam, mulai dari Rp. 200 ribuan sampai pada tarif jutaan rupiah, tergantung kebutuhan dan apa isi yang diinginkan di dalam kamar pribadi tersebut, tentu dengan layanan plus lainnya.

Hingga perkembangan tersebut menuntun pada kebutuhan adanya layanan tambahan, berupa layanan perempuan – perempuan cantik yang siap menjadi teman berbincang sampai pada cubitan – cubitan nakal. Tujuannya adalah memanjakan dan membuat pengunjung senyaman mungkin di dalamnya. Apa yang tidak mungkin terjadi diruangan pribadi dengan minimnya pencahayaan yang masuk ke dalamnya, ditemani oleh wanita – wanita dengan bebagai balutan busana yang tentu saja untuk memancing gairah sesaat.

(38)

memberikan warna tersendiri sebagai salah satu sarana tidak tertulis yang menjadikan bisnis ini semakin diminati banyak pemodal. Sampai pada peredaran barang – barang psikotropika (inex dan pil leksotan) juga menjadi bahagian plus dari pelayanan tidak tertulis yang diberikan pengelola.

(39)

menor yang menjadi incaran sebagian besar pengunjung dalam menentukan malam mereka dalam ruangan yang serba menyenangkan dengan hingar bingar musik, alkohol dan pertemanan dengan asap rokok yang menyelimuti hampir setiap pojok ruangan.

3. Komposisi Pengunjung Diskotik Super

Dikalangan para clubbers (pada penikmat club malam) Kota Medan, Diskotik Super bukanlah prestise tersendiri dalam membangun image.

(40)

Mulai dari mereka yang remaja sampai para pengunjung dengan usia sekitar 40 tahunan juga masih kelihatan cukup menikmati pesta dengan musik yang menghentak. Kesannya bahwa Diskotik Super merupakan tempat hiburan bagi orang – orang muda dengan usia antara 20 tahun sampai dengan 40 tahun. Mereka yang kelihatan cukup dewasa dari segi usia dan perkembangan kejiwaan mereka.

4. Peranan Diskotik Super dalan Perubahan Kebudayaan

Kebudayaan (Ihromi: 1980:7) umumnya mencakup cara berpikir dan cara berlaku yang telah merupakan ciri khas suatu bangsa atau masyarakat. Sehubungan dengan itu maka kebudayaan terdiri dari hal – hal seperti bahasa, ilmu pengetahuan, hukum – hukum, kepercayaan, agama, kegemaran makanan tertentu, musik, kebiasaan pekerjaan, larangan – larangan dan sebagainya.

(41)

belakang dimana terbentuknya kebudayaan tersebut. Orang yang pandangannya ketat terbatas pada kebutuhan – kebutuhan atau keinginan – keinginannya sendiri, pada umumnya tidak efektif untuk berurusan dengan orang lain.

Kebudayaan merupakan cara berlaku yang dipelajari; kebudayaan tidak tergantung dari taransmisi biologis atau pewarisan melalui unsur

genetic. Perlu ditegaskan hal tersebut dalam penelitian ini, agar dapat dibedakan perilaku budaya dari manusia dan primat yang lain dari tingkah laku yang hampir selalu digerakkan oleh naluri.

(42)

5. Gambaran Umum Jaringan PSK Diskotik Super

Geliat kehidupan malam kota Medan, tidak berdiri sendiri, karena banyaknya kepentingan yang bermain di dalamnya. Ada industri penyedia jasa layanan plus sesuai dengan permintaan, selanjutnya kita sebut sebagai pengusaha, yang dalam pelaksanaan aktivitas mereka membutuhkan pelindung dari aparat penegak hukum yang memiliki wewenang. Tidak hanya sampai di sana, perputaran ekonomi membutuhkan magnet yang mampu menarik pengunjung dalam jumlah besar, salah satunya dengan daya tarik gadis belia dari berbagai kelompok umur, akan tetapi diutamakan bagi mereka yang memang masih fresh (segar, muda dan ceria).

Titik – titik kepentingan yang saling berhubungan ini membentuk satu kelompok kerja yang menunjukkan adanya keterikatan tidak resmi. Pengusaha di satu sisi menjadi penyedia jasa layanan yang memberikan pilihan kepada pengunjung untuk dapat menikmati keinginan mereka, terutama dalam masalah penyaluran ekspresi seks sesaat.

(43)

seperti itu, akan tetapi ketika ditelusuri lebih jauh, di tengah gemerlapnya lampu diskotik dan penuh sesaknya pengunjung yang memadati lantai disko, setiap kita dapat menyaksikan adanya transaksi terselubung dalam pelaksanaan aktivitas hiburan sebagai bahagian dari layanan yang menunjukkan profesionalitas kerja yang tentu juga sesuai dengan permintaan para pengunjung dalam memuaskan hasrat mereka.

(44)

Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas – aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan kunci dari seluruh aktivitas sosial dalam pergaulan hidup, oleh karena itu, tanpa interaksi sosial tidak mungkin ada kehidupan bersama dalam suatu komunitas. Menurut Gillin dan Gillin dalam Soekamto (1990), “Interaksi sosial merupakan hubungan – hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok – kelompok manusia, maupun antar orang perorangan dan kelompok manusia”.

Bertemunya orang – perorangan secara badaniah saja, tidak akan melahirkan dan menjamin keberlangsungan pergaulan dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup baru akan terjadi apabila orang perorangan atau kelompok manusia berkerjasama, saling berbicara dan seterusnya mencapai tujuan bersama.Maka dapat dikatakan bahwa interaksi sosial adalah proses – proses sosial yang menunjukkan pola- pola hubungan sosial yang dinamis (Soekamto, 1984:54).

(45)

syarat, yaitu adanya kontak sosial (social contact) dan komunikasi. Kontak sosial dapat diartikan sebagai hubungan yang langsung antara orang perorangan atau kelompok untuk tujuan tertentu.

Sedangkan komunikasi berarti bahwa seseorang memberi arti pada perilaku orang lain, perasaan – perasaan apa yang diinginkan sampai orang tersebut dan orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain. Jadi, komunikasi dapat diartikan sebagai perilaku yang berwujud pembicaraan, gerak – gerik, sikap dan perasaan – perasaan yang ingin disampaikan orang.

(46)

tergambar jelas adalah adanya tujuan yang sama, salah satunya upaya menjadikan profesi mereka sebagai mata pencaharian hidup yang mereka tekuni saat ini.

Berlangsungnya, situasi kebersamaan PSK Diskotik Super Nibung Raya, didasarkan pada berbagai faktor, antara lain faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan kebutuhan. Faktor tersebut dapat bergerak sendiri – sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Apabila masing – masing ditinjau secara lebih mendalam, maka faktor imitasi dan identifikasi memiliki peranan penting dalam proses interaksi sosial.

(47)

keluarga, interaksi internal dan peran mucikari dalam interaksi sosial yang berlangsung dalam lingkungan mereka.

(48)

Tabel III – 01 Jumlah Responden

No Uraian Jumlah Persentase (%)

1.

Sumber: Data Hasil Penelitian Lapangan Tahun 2007

(49)

No PSK Mucikari Pemasok

Sumber: Data Hasil Penelitian Lapangan Tahun 2007

(50)

1.

Sumber: Data Hasil Penelitian Lapangan Tahun 2007

Pendapatan menunjuk pada penghasilan yang diperoleh dari aktivitas yang mereka laksanakan di Diskotik Super, yakni pendapatan PSK, mucikari dan pemasok, secara umum sebagai berikut: 5 orang (50.00%), terdiri dari 2 PSK dan 1 mucikari, mengaku mendapat penghasilan perbulan sebesar Rp. 2,1 juta - 3 juta, 3 orang (30.00%) mengaku memiliki pendapatan sebesar Rp. 1 juta sampai dengan 2 juta, dan 2 orang PSK (20.00%) menyatakan memiliki pendapatan rata – rata setiap bulannya lebih besar dari 3 juta.

(51)

alasan mereka melakukan profesi seperti sekarang ini, dengan uraian sebagai berikut:

Tabel III – 04 Asal Mula Menjadi PSK

No Uraian Jumlah Persentase (%)

1.

Sumber: Data Hasil Penelitian Lapangan Tahun 2007

(52)

dan memiliki anak”.

Gambaran data di atas, menunjukkan kepada kita bahwa kisah Mei Hua, salah seorang PSK yang mengaku menjalani profesi tersebut karena kehidupan rumah tangga yang ia jalani selama kurang lebih satu tahun dengan seorang pemuda yang tidak berasal dari warga Tionghoa, mendapat tantangan keras dari orang tuanya. Bahkan keluarganya tersebut memisahkan mereka dengan memenjarakan suaminya, karena tuduhan melarikan anak di bawah umur, karena pada waktu itu usianya memang masih belum genap 18 tahun. Akan tetapi, menurut pengakuan Mei, sapaan akrabnya ia tetap selektif dalam melayani tamu, tidak sembarangan dengan beragam pertimbangan yang memang sesuai dengan kriteria dirinya.

(53)

dikucilkan”.

Permasalahan ini tentu berbeda dengan pengalaman Mei, diskotik mulanya dianggap tempat yang tepat untuk menjadi pelarian dari berbagai permasalahan keluarga. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, biaya yang tidak sedikit dibutuhkan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan baru mereka, termasuk bagaimana mereka membiyai kebutuhan akan obat – obatan yang menjadi teman mereka guna menghalau pemberontakan batin, menjadi permasalahan tersendiri.

“Pertama kali ketika keperawanan kuserahkan, pada waktu itu aku dibayar Rp. 5 juta – an. Ada pemberontakan dalam bathinku, aku menangis sejadinya, membayangkan apa yang telah aku lakukan. Akan tetapi dalam perjalanan selanjuntya, dengan masukan dari teman – teman seprofesi dan nasehat untuk menjalani dan menerima apa yang sudah terjadi sebagai nasib, akhirnya aku tetap menjalankan profesi ini, tegas bunga”.

(54)

Tabel III – 05

Keluarga Mengetahui Profesi Anda

No Uraian Jumlah Persentase (%)

1.

Sumber: Data Hasil Penelitian Lapangan Tahun 2007

(55)

Penggalan petikan wawancara ini, diakui secara terus terang oleh pemasok, yakni ia yang sering disapa Om oleh para pelanggan yang menjadikan pasokan waria ini sebagai pilihan utama ketika mereka membutuhkan teman mengobrol hingga sampai pada teman sesuai kebutuhan pada saat itu. Beban ekonomi mengalahkan faktor sosial, yang di dalamnya ada religi, adat istiadat dan norma yang ada di dalam masyarakat.

“Walaupun serapat – rapatnya kita menutupi kejelekan, akan tetapi tetap diketahui juga. Akhirnya keluarga saya tahu, apa yang saya kerjakan selama ini, omongan tetanggan menjadi ramai mencemooh dan merendahkan apa yang menjadi jalan hidup yang sudah aku pilih. Akan tetapi tetap ini menjadi kenyataan hidup yang harus aku terima. Aku yang tahu apa dan sampai kapan seperti ini”.

(56)

mengenal tidak terlalu dalam, hanya sekedar memiliki kepentingan bersama sesuai profesi yang dijalankan. Dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel III – 05

Saling Mengenal Sesama PSK

No Uraian Jumlah Persentase (%)

1.

Sumber: Data Hasil Penelitian Lapangan Tahun 2007

(57)

apa dan bagaimana hidup besok. Sampai kapan bisa bertahan ditengah persaingan yang semakin ketat, bahkan ditengah pasokan baru yang masih segar”.

Menunjukkan kepada kita bahwa pada dasarnya, pergaulan yang terbina secara internal dalam hubungan dengan sesama PSK, merupakan hubungan kepentingan. Bagaimana masing – masing mampu bertahan ditengah persaingan yang semakin ketat. Pengakuan Mei dan Bunga tentang ketatnya persaingan ini, sebagai berikut:

“Tidak jarang obral harga, biasanya kita punya standar tarif Rp. 250 ribu – 300 ribu short time loh, kalau long ya beda lagi. Tergantung kesepakatan, biasanya pembayaran setengah di depan baru sisanya menyusul. Ada juga yang terkadang menjatuhkan harga mereka, tetapi itu strategi masing - masing”.

(58)

bermanfaat sebagai pelindung PSK yang memang menjadi peliharaan mereka selama ini.

“Tugas ku itu memastikan bahwa anak – anak ku tetap mendapatkan haknya. Bayaran sesuai dengan tarif ya paling tidak sesuai dengan negosiasi antar mereka. Kalau ada yang macam – macam ya sikat aja. ”.

Peran Mama, Mami, atau juga sebutan Om profsesi mucikari dalam jaringan PSK di Diskotik Super Nibung Raya, dimainkan oleh mucikari dan pemasok untuk melindungi kepentingan mereka dan kepentingan anak asuh yakni para PSK yang selam ini menjadi tanggung jawab mereka. Bahkan mereka juga tidak segan – segan untuk bertindak tegas karena keamanan yang mampu mereka berikan kepada para PSK menjadi penilain sendiri untuk kerja yang dilaksanakan.

(59)
(60)

1. Sejarah Pelacuran di Indonesia

Pelacuran di Indonesia telah ada di tengah - tengah masyarakat sejak wilayah Indonesia berbentuk kerajaan. Rukmini (1964:38) mengatakan bahwa hal tersebut berakar pada adanya kelas dalam masyarakat kelas tuan tanah dan kelas petani miskin. Golongan pertama memiliki kedudukan ekonomi yang kuat sehingga mereka mampu memelihara beberapa orang istri dan selir. Selir – selir ini banyak diambil dari keluarga petani dan rakyat kecil. Keadaan masyarakat yang demikian itulah yang kemudian menimbulkan pergundikan dan pelacuran.

(61)

pelacuran merajalela di hampir setiap ibukota povinsi dan bahkan terdapat dibeberapa kota kecamatan beberapa kompleks pelacuran yang besar, menampung ratusan WTS baik yang diatur oleh pemerintah daerah, maupun yang setengah resmi liar dapat kita jumpai dibeberapa kota di Indonesia. Melihat dari aktivitasnya prostitusi (pelacuran) di Indonesia dapat dibagi dua:

a. Prostitusi yang terdaftar, pelakunya diawasi oleh bagian vice control

dari kepolisian yang dibantu dan bekerjasama dengan Jawatan Sosial dan Jawatan Kesehatan. Pada umumnya mereka dilokalisir dalam suatu daerah tertentu. Penghuninya secara periodik harus memeriksakan diri pada dokter atau petugas kesehatan, dan mendapatkan suntikan serta pengobatan, sebagai tindakan kesehatan dan keadaan umum.

(62)

Di daerah Sumatera Utara, khususnya Kota Medan, dengan luas wilayah meliputi 21 kecamatan di dalamnya, di mana keberadaan Diskotik Super Nibung Raya, berada di Kecamatan Medan Petisah, sebagai salah satu pub and bar yang diperuntukkan bagi masyarakat Kota Medan dalam memenuhi kebutuhan hiburan mereka. Jika ditinjau dari keberadaan lokalisasi di tempat ini, termasuk bagian dari lokalisasi yang diadakan oleh pemerintah Kota Medan, sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Medan dari sektor pajak hiburan, yang menampung puluhan pelacur atau PSK, seperti yang terdapat di Jalan Nibung Raya, Si Canang, Bandar Baru dan sebagainya. Di samping lokalisasi yang resmi tersebut, terdapat juga berbagai bentuk kegiatan prostitusi terselubung di beberapa kawasan jalan di Kota Medan, seperti di seputaran Jalan Iskandar Muda, Jalan Gajah Mada, dan Seputaran Kawasan Sudirman. Dengan melakukan transaksi seks baik perorangan maupun dengan bantuan mucikari sebagai penghubung mereka dengan para pelanggan, dan biasanya ditangani oleh beberapa orang saja yang menjadi penghubung.

(63)

ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri, mengakibatkan timbulnya disharmoni, konflik – konflik internal dan eksternal, juga disorganisasi dalam kelas sosial masyarakat. Peristiwa tersebut di atas memudahkan individu menggunakan pola – pola responsi / reaksi yang tidak lazim digunakan atau penyimpangan dari pola – pola umum yang berlaku.

Dalam hal ini, ada pola pelacuran untuk mempertahankan hidup ditengah – tengah hiruk pikuk alam pembangunan khusunya di Kota Medan. Adapun faktor – faktor penyebab timbulnya pelacuran tersebut antara lain adalah:

a. Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan mendapatkan kesenangan melalui jalan pendek. Kurang pengertian, kurang pendidikan dan buta huruf sehingga menghalalkan pelacuran.

(64)

d. Aspirasi materil yang tinggi daripada diri wanita dan kesenangan, ketamakan terhadap pakaian – pakaian indah dan perhiasan mewah. Ingin hidup bermewah – mewahan, tetapi malas bekerja.

e. Kompensasi terhadap perasaan – perasaan imperior. Jadi ada adjustment

yang negatif, terutama sekali terjadi pada masa puber dan adolesen. Ada keinginan untuk melebihi kakak, ibu sendiri, teman putri, tante – tante atau wanita – wanita modern lainnya.

f. Rasa ingin tahu gadis – gadis kecil dan anak – anak puber pada masalah seks, yang kemudian tercebur dalam dunia pelacuran oleh bujukan – bujukan bandit seks.

g. Anak – anak gadis memberontak terhadap otoritas orang tua yang menekankan banyaknya tabu dan peraturan seks. Juga memberontak terhadap masyarakat, dan norma – norma susila yang dianggap terlalu mengekang diri anak – anak remaja itu yang lebih menyukai pola seks bebas.

(65)

relasi seks secara bebas dengan pemuda – pemuda sebaya. Lalu terperosoklah mereka ke dalam dunia pelacuran.

i. Gadis – gadis dari daerah slums (perkampungan – perkampungan melarat dan kotor) dengan lingkungan yang immoral, yang sejak kecilnya selalu melihat persenggamaan orang – orang dewasa secara kasar dan terbuka, sehingga terorganisir mentalnya dengan tindakan tuna susila. Lalu menggunakan mekanisme pelacuran untuk mempertahankan hidupnya.

(66)

pencegahan dan perbaikannya. Pelacuran ini berasal dari bahasa Latin ‘prostituere’ atau ‘pro – stauree’ yang berarti membiarkan diri berbuat zinah, melakukan persundalan, percabulan, pergendakan. Sedangkan

prostitute adalah pelacur atau sundal, dikenal dengan istilah WTS dalam perkembangan hingga sekarang.

Tuna susila itu diartikan sebagai, kurang beradab karena keroyalan relasi seksualnya, dalam bentuk penyerahan diri kepada lelaki untuk pemuasan seksual, dan mendapatkan imbalan jasa atau uang dalam bentuk pelayanannya. Tuna susila ini juga bisa diartikan sebagai salah tingkah, tindakan tuna susila atau gagal dalam menyesuaikan diri terhadap norma – norma sosial.

(67)

kehidupan manusia itu sendiri. Yaitu berupa tingkah laku lepas bebas tanpa kendali dan cabul, karena adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas – batas kesopanan. Pelacuran itu selalu ada pada semua Negara berbudaya, sejak zaman purba sampai sekarang. Dan senantiasa menjadi masalah sosial, atau menjadi objek urusan hukum dan tradisi, selanjutnya dengan perkembangan teknologi, industri dan kebudayaan manusia, turut berkembang pula pelacuran dalam berbagai tingkatan.

Pelacuran merupakan suatu masyarakat tersendiri dengan sub kultur yang khas, sebagai suatu kelompok sosial yang memiliki karakteristik yang khas, kehidupannya penuh gemerlapan, bau parfum dan minuman keras yang menusuk hidung dan tawa cekikikan yang mengundang nafsu. Disitu mereka harus menyenandungkan birahi, membuat laki – laki resah menunggu, saat berkencan, hidup mereka penuh sandiwara dan kepalsuan.

(68)

berdaya untuk merambah kemungkinan hidup yang lebih baik.

Dengan latar belakang dan berbagia sebab, profesi sebagai pelacur mereka jalani tanpa menghiraukan akibat – akibat ataupun bahaya – bahaya yang ditimbulkannya.

4. Akibat – Akibat Yang Ditimbulkan Masalah Pelacuran

Pelacuran merupakan masalah sosial karena pelacuran merugikan keselamatan, ketentraman, kemakmuran baik jasmani, rohani maupun sosial dari kehidupan bersama. Untuk lebih jelasnya akibat – akibat yang ditimbilkan oleh masalah pelacuran akan diuraikan oleh penulis pada tulisan berikut ini.

a. Menimbulkan dan menyebar luaskan penyakit kelamin dan kulit, seperti penyakit syphilis dan gonorhoe (kencing nanah).

(69)

disekitarnya, juga mengenai masalah dirinya, terutama masalah kehidupan seksualnya.

d. Pengeksploitasian manusia oleh orang lain, yakni dalam rangka melihat pelacur sebagai sebuah profesi dan harus memberikan sebagian besar pemasukannya dari segi ekonomi yang diberikan kepada pelindung, pemilik lokalisasi, dan perantara dalam kegiatan tersebut.

5. Jaringan PSK Diskotik Super Nibung Raya Medan

(70)

“jaringan” tersebut, marilah kita telaah komponen – komponen yang membentuk suatu jaringan dan prinsip – prinsip yang mendasar agar “sesuatu” bisa dikategorikan sebuah “jaringan”. Komponen – komponen sebuah “jaringan” adalah sebagai berikut (Agusyanto, 2007:7):

1. Sekumpulan orang, objek, atau kejadian; minimal berjumlah tiga satuan – yang berperan sebagai terminal (pemberhentian). Biasanya dipresentasikan dengan titik – titik, yang dalam peristilahan jaringan disebut sebagai aktor atau node.

2. Seperangkat ikatan yang menghubungkan satu titik ketitik – titik lainnya dalam jaringan. Ikatan ini biasanya direpresentasikan dengan “garis” , yang merupakan suatu saluran atau jalur. Berupa “mata rantai” atau “rangkaian”. Ikatan ini biasanya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (a) ikatan yang tampak; dan (b) ikatan yang tidak tampak.

(71)

ekonomi yang saling menguntungkan antara satu pihak dengan pihak lain, seperti misalnya mucikari sebagai penghubung dengan waktu lamanya / jam Rp. 5 ribu perpelanggan yang diberikan oleh PSK bersangkutan.

Gambaran Diskotik Super Nibung Raya Secara khusus, pada mulanya merupakan pub dan bar, diupayakan dalam menyeimbangkan perkembangan pembangunan Kota Medan dengan kebutuhan masyarakat yang semakin sibuk dengan berbagai aktivitas kerja. Terdiri dari 2 lantai, lantai 1 merupkan diskotik dan lantai kedua untuk untuk penginapan. Tarif masuk untuk 1 orang Rp. 15.000 mendapat minuman botol aqua sedang, penjaga parkir 1orang, penjaga tiket ada 2 orang. Pintu masuk sebelah kiri masuk ke diskotik sebelum masuk ke penginapan.

(72)

berikut:

1. Ada pola tertentu. Sesuatu yang mengalir dari titik – titik yang satu ke titik – titik lainnya, saluran atau jalur yang harus dilewati tidak terjadi secara acak, artinya bisa memilih sekehendaknya (secara acak).

2. Rangkaian “ikatan – ikatan” itu menyebabkan sekumpulan titik – titik yang ada bisa dikategorikan atau digolongkan sebagai “satu kesatuan” yang berbeda dengan “satu kesatuan” yang lain.

3. ikatan – ikatan yang menghubungkan satu titik ke titik – titik lainnya harus bersifat reletif permanent (ada unsur – unsur waktu, yaitu masalah ‘durasi’)

(73)

kebebasan kepada anak asuh mereka untuk menentukan siapa dan bagaimana hubungan yang dijalankan dengan pelanggan itu dilaksanakan, akan tetapi tetap mengingatkan efek dari hal tersebut. Seperti kutipan pernyataan salah seorang mucikari di Nibung Raya, sebagai berikut:

“Keselamatan diri PSK itu menjadi salah satu tugas saya, maka pemilihan calon pelanggan tetap dijadikan sebagai faktor yang menunjukkan pola kerja yang selama ini dijalankan. Kalau memang ada pelanggan yang ingin membawa anak – anak keluar dari area Diskotik Super Nibung Raya, jika terjadi tidak kejahatan terhadap PSK, ataupun tertangkap oleh petugas Kamtibms tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya. Tetap dengan pertimbangan rasional bukan hanya berdasarkan berapa besarnya bayaran yang didapat”.

(74)

orang (titik) dengan orang – orang lain di mana melalui jalur atau saluran tersebut bisa dialirkan sesuatu, misalnya barang, jasa atau informasi. Hubungan sosial antara dua orang mencerminnkan adanya pengharapan peran dari masing – masing lawan interaksinya. Tingkah laku yang diwujudkan dalam suatu interaksi sosial itu sistematik, meskipun para pelakunya belum tentu menyadarinya. Ada pengulangan tingkah laku untuk hal – hal yang sama dan dalam situasi yang sama, ini menandakan adanya suatu keteraturan dan adanya ‘sesuatu yang membuat tingkah laku yang di wujudkan menjadi ‘teratur’.

(75)

5.2. Pemilik Lokalisasi

Masing – masing unit atau sub unit sosial memiliki potensi sumber daya yang berbeda satu sama yang lain, seperti pemilik lokalisasi Diskotik Super Nibung Raya. Selain sebagai penyedia sarana fisik, dalam keberadaan mereka seperti yang ada dalam hubungan antar PSK menunjukkan pentingnya mereka dalam memberikan perlindungan keamaan dan kenyamaan (faktor psykhis).

(76)
(77)

dalamnya pengguna jasa PSK yang ketika kemampuan kerja mucikari, penyedia dan bagian pemasaran mampu menunjukkan kerja secara maksimal melalui ketersediaan PSK sesuai keinginan dan kemauan pasar pelanggan.

(78)

dengan pelacur yang ada dan melaksanakan profesi mereka. Gambaran tugas mereka seperti yang berhasil peneliti dapat adalah sebagai berikut:

“Tugas kami hanya menghubungkan dengan memberikan dan menyediakan kebutuhan pelanggan, sesuai dengan gambaran pelacur yang mereka butuhkan. Medianya bukan foto, akan tetapi langsung bertatap muka dengan pelanggan, yang selanjutnya akan disesuaikan dengan permintaan mereka. Keuntungan yang dapat diperoleh, dalam hal ini sebagai perantara, kami dapat menggambarkan calon pelanggan tersebut kepada PSK yang menjadi perantara mereka”.

(79)
(80)

tersebut, tanpa disadari membentuk pengelompokan – pengelompokan sosial atau jaringan – jaringan tertentu, yang pada akhirnya melahirkan suatu strukrur sosial atau logopka situasional tertentu pula yang berlaku sebagai pedoman dalam berinteraksi antar anggotanya atau sebagai hukum kuasi jaringan, yang akhirnya membatasi atau memberikan ketidakleluasaan – ketidakleluasaan bagi para anggotanya dalam bertidak dan bersikap.

(81)
(82)

seorang pria keturunan Tionghoa, usia berkisar 30 tahun, ia menceritakan mulanya ia menjadi pengguna PSK karena ajakan teman.

“Biasanya kami kumpul bersama teman – teman, secara spontan salah seorang dari mereka memiliki ide untuk menggunakan berbagai jasa PSK, tentu sesuai dengan kemampuan keuangan mereka saat itu. William, atau bisanya ia juga dipanggil Ko Amin lebih suka memakai jasa PSK dengan waktu dan tariff short-time dari pada long – time”.

Alasan utama dari pemilihan waktu yang pendek dalam bahasa komersial dikalangan PSK disebut short – time selain tarifnya lebih murah, juga tidak membosankan dalam aktivitas seksual tersebut. Biasanya menurut Ko Amin, untuk tarif short – time, ia mengeluarkan uang berkisar antara Rp. 50 ribu sampai 100 ribu.

“Short – time lebih enak dari long – time selain lebih murah kita juga tidak

bosan. Kalau sudah siap ya sudah kita bisa langsung ke luar dari kamar”.

(83)

menggunakan jasa PSK karena ia merasa sedih dan ketika banyak fikiran dalam pekerjaan.

Dari beberapa pengalaman pengguna jasa PSK, salah satu pengalaman Ardi menjadi menarik. Seorang karyawan swasta yang baru pertama sekali mencoba jasa PSK. Dengan ditemani temannya yang sudah biasa menggunakan jasa PSK (pengalaman di Diskotik Super Nibung Raya), pemesanan kamar (check in) sudah dilakukan dan perantara sudah memanggil seorang PSK untuk menemaninya, dengan perjanjian harga Rp. 150 ribu. Ketika sudah berdua dengan PSK di kamar yang ia sudah pesan, ia menuturkan:

(84)

sebesar Rp. 50 ribu tidak sesuai dengan perjanjian awal. PSK tersebut merasa tidak terima dengan pembayaran yang diberikan, kareka ia merasa sudah melaksanakan tugasnya walaupun tidak sampai penetrasi, dengan meminta bayaran sesuai dengan perjanjian semula. Adu mulut antara Ardi dengan PSK tersebut tidak dapat dielakkan, sampai kejadian kejar – kejaran antara dirinya dengan PSK tersebut sampai ke area parkir, dengan pakaian yang dikenakan PSK tersebut belum sempurna menutup payudaranya. Dengan reflesitas tinggi, teman Ardi yang menunggu dirinya di dalam mobil yang mereka gunakan langsung menghidupkan mobil inventaris kantor tersebut dan langsung tancap gas dari area parkir tersebut.

(85)
(86)

1. Kesimpulan

a. Pelacuran muncul sebagai akibat adanya kelas sosial dalam masyarakat, menunjukkan adanya dominasi ekonomi kuat dan lemah, hingga mereka mampu memelihara perempuan lebih dari satu. Prostistusi dengan komersialisasi tubuh wanita secara besar – besaran terjadi dalam masa pendudukan Jepang, melalui pengumpulan perempuan ekonomi kelas bawah dalam satu tempat untuk meladeni nafsu tentara tersebut. Setelah merdeka, sebagai dari akibat jangka panjang dengan ekonomi yang sulit, pearturan tidak menentu, pelacuran menjadi profesi yang hampir kita temukan di berbagai kota. Baik yang resmi diatur oleh pemerintah atau juga yang tumbuh liar diberbagai sudut kota dan di inti kota.

(87)

merupakan suatu jaringan tipe khusus, dimana ‘ikatan’yang mengubungkan antar bagian, sebagai kesatuan yang saling mengikat. Berpijak pada jenis ikatan ini, maka secara langsung atau tidak langsung yang menjadi anggota suatu jaringan sosial adalah manusia (PSK), dengan aktivitas komersialisasi seks, sebagai bagian dari jasa yang ditawarkan kepada para pelanggan.

d. Mucikari, dalam jaringan PSK di Diskotik Super Nibung Raya, beperan sebagai perantara antar PSK dengan pelanggan, yang masing – masing memainkan peran aktif mereka dalam melindungi dan sekaligus memberikan pertimbangan terhadap aktivitas jasa seks yang akan diberikan kepada pelanggan, tujuannya agar mampu memberikan rasa aman kepada para PSK yang menjadi lindungan mereka.

(88)

komersial yang terjadi diantara mereka, guna mendapatkan pelanggan yang ingin memakai jasa mereka tersebut.

2. Saran – saran

Bertolak dari hasil penelitian yang diperoleh pada penelitian ini, saran – saran penelitian yang dikemukakan dianggap penting baik untuk penelitian antropologi dalam melihat keberadaan jaringan PSK di Diskotik Super Nibung Raya, sebagai fakta sosial, serta sebagai masukan bagi masyarakat dalam menyikapi keberadaan tempat tersebut, adalah sebagai berikut di bawah ini: 1. Untuk kepentingan penelitian tentang jaringan PSK sebagai fakta sosial di

(89)

hiburan di Kota Medan.

2. Untuk kepentingan Ilmu Antropologi, melihat hasil penelitian ini, menunjukkan dibutuhkan pemahaman yang menyeluruh di dalam melihat aspek keberaan PSK yang dalam catatan sejarah di Indonesia memang ada, karena terjadinya jurang pemisah ekonomi antara masyarakat kelas atas dengan masyarakat kelas bawah. Dibutuhkan upaya nyata dalam merespon secara positif keberadaan kelas – kelas di dalam masyarakat yang secara ekonomi hendaknya dibina dan diberdayakan lebih baik, agar tidak menjadikan prostitusi sebagai pilihan dari beragam pilihan ekonomi, sosial, budaya, dan hukum, yang melingkupi ruang interaksi secara luas. Peran serta masyarakat, ulama, atau pemuka agama, pemuka adat, aparatur pemerintah, setidaknya harus mampu melihat keberadaan seks komersil sebagai keadaan yang akan menggangu dan berdampak pada harmonisasi kehidupan masyarakat di Kota Medan.

(90)
(91)

Al-Ghifari, 2007, Hamil di Luar Nikah Aib Atau Trend, Jakarta : Mujahit Press Anoraga, Pandji, 2005, Psikologi Bekerja, Jakarta: Rineka Cipta.

Conyers, Diana, dialihbahasakan oleh Susetiawan SU dan Affan Gafar, 1994,

Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga, YogyakartaUniversitas Gajah Mada Press.

Eza Zarni, Alumni Antropologi USU, 1994, Wanita Tuna Susila (WTS) di Sarana Rehabilitasi Sosial (Studi Kasus Sarana Rehabilitasi Wanita ’Parawasa’ Brastagi Provinsi Sumatera Utara. (Tidak dipublikasikan)

G.H. Erikson dan T.A. Nosamchuck, 1998, Metode Penelitian, Yogyakarta : Lukman Ofsset.

Koentjaraningrat, 1990, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta : Rineka Cipta. Kriyantono, Rachmat, 2007, Teknik Praktis Riset, Jakarta : Kencana

Murray, J. Allison, 1995, Pedagang Jalanan dan Pelacur Jakarta: Sebuah Kajian Antropologi Sosial, Jakarta: LP-3 ES.

Nawawi, Hadari, 1999, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Soekanto, Soerjono, 2001, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Soemardika, 1986, Mengenal Dari Dekat Sarana Rehabilitasi Wanita ’Silih Asih’,

Cirebon, Palimanan.

T.O. Ihromi, 1980, Pokok-pokok Antropologi Budaya, Jakarta: PT. Gramedia.

(92)

beritasore.com/2007/08/15

Indrawan WS, Kamus Umum Lengkap Bahasa Indonesia, Lintas Media, Jombang, 2006.

www.pramuria.net/humor/article-2004-08-34381.php-wk www.kapanlagi.com/h/oooo185152.html - sik

(93)

Interview Guide:

Sebagai rujukan dalam pelaksanaan penelitian di Diskotik Super Nibung Raya, dalam melihat aktivitas dan geliat seks komersial, dengan melibatkan jaringan yang saling mendukung dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.

I. Untuk PSK

1. Kenapa memilih profesi menjadi PSK? 2. Bagaimana cerinta awal menjadi PSK?

3. Bagaimana tanggapan terhadap profesi sebagai PSK yang dijalani sekarang?

4. Sampai kapan akan menjadi PSK?

5. Apa harapan untuk kehidupan mendatang?

6. Bagaimana peran mucikari dalam pelaksanaan kegiatan transaksi seksualitas?

7. Bagaimana peran pemilik diskotik dalam pelaksanaan profesi sebagai PSK?

8. Bagaimana hubungan yang terbangun antar sesama PSK?

9. Apakah dilakukan penetapan tarif tertentu bagi para pelanggan jasa seks komersil yang mereka terima?

10.Pertimbangan apa yang dikedepankan dalam menerima tawaran jasa seks komersial?

(94)

II. Untuk Pengunjung

1. Kenapa suka memakai jasa PSK untuk menyalurkan keinginan seksualitas?

2. Sudah berapa lama menggunakan jasa PSK?

3. Adakah pertimbangan tertentu dalam memilih lokalisasi atau pub and bar

dalam memenuhi keinginanan seksualitas dengan PSK?

4. Biasanya menggunakan jasa PSK dalam bentuk long time atau shortime? 5. Bagaimana tarif dalam penggunaan jasa PSK?

6. Rata – rata berapa umur PSK yang disukai?

7. Rata – rata berapa kali menggunakan 1 PSK yang sama dalam memberikan layanan seksualitas?

(95)

Nama Responden:

Tidak ada status jelas yang diberikan oleh PSK dan pengunjung dalam pelaksanaan penelitian yang saya lakukan, nama dan identitas yang ada dan dituliskan dalam penelitian ini, menurut mereka hanya sebagai nama samaran atau nama malam yang dikenal antar mereka selama melaksanakan aktivitas seks komersial. Dari data dan hasil observasi ini adalah sebagai berikut:

No Nama Usia Pekerjaan Keterangan

1 Ko Amin ± 30 tahun Karyawan Swasta Pelanggan jasa PSK sudah selama 10 tahun, sejak tahun 1998 sudah selama 12 tahun.

Tidak memiliki biasa saja, tidak terlalu

banyak diminati pelanggan, salah satunya dalam upaya menjaga kemungkinan penularan HIV / AIDS. 3 Dedy ± 40 tahun Karyawan Swasta Pelanggan jasa PSK,

lama menjadi pelanggan 12 tahun,

(96)

jasa PSK ketika ingin melaksanakan dan menyalurkan hasrat seksualitas.

4 Bunga ± 25 tahun PSK Alasan menjadi PSK

karena sakit hati atas perlakuan orang menjadi PSK selama 9 tahun. Tidak memiliki fantasi seksualitas yang berlebihan tehadap pelanggan hanya sekedar menjalankan profesi yang sudah ia tekuni selama ini.

5 Meihuwa ± 21 tahun PSK Menjalani profesi

menjadi PSK karena kurangnya eknomi keluarga, hingga ia merasa tidak iri dan berkecil hati terhadap menjadi PSK selama 4 tahun, dan berganti dari satu pub ke pub

(97)
(98)

7 Eka ± 24 tahun PSK Menjadi PSK selama 7 tahun, alasan utama ia menjadi PSK karena tuntutan dan keadaan ekonomi keluarga dengan kurangnya kasih sayang yang ia dapatkan selama ini di

dalam keluarga.

Mucikari Mucikari sebagai

Gambar

Tabel III – 01
Tabel III – 02
Tabel III – 03
Tabel III – 04
+3

Referensi

Dokumen terkait