ANALISIS DAMPAK POLA KEMITRAAN PENGEMBANGAN
PERKEBUNAN TERHADAP PEREKONOMIAN
WILAYAH KECAMATAN SINUNUKAN
KABUPATEN MANDAILING NATAL
TESIS
MAIMUNAH PASARIBU 107003061/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
SE K O L
A
H
P A
S C
A S A R JA
N
ANALISIS DAMPAK POLA KEMITRAAN PENGEMBANGAN
PERKEBUNAN TERHADAP PEREKONOMIAN
WILAYAH KECAMATAN SINUNUKAN
KABUPATEN MANDAILING NATAL
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
(PWD) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
MAIMUNAH PASARIBU 107003061/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis :
Nama Mahasiswa : Maimunah Pasaribu
Nomor Pokok : 107003061
Program Studi :
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) (Ir. Supriadi, MS Ketua Anggota
)
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Prof.Dr.Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Tanggal lulus : 02 Juli 2012
ANALISIS DAMPAK POLA KEMITRAAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH KECAMATAN SINUNUKAN KABUPATEN MANDAILING NATAL
Telah diuji pada
Tanggal 02 Juli 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Tavi Supriana, MS
Anggota : 1. Ir. Supriadi, MS
2. Dr. Rujiman, MA
3. Dr. Ir. Rahmanta, M.Si
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan, bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi.
Sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diakui dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat ketidakbenaran pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik berupa pecabutan gelar yang diperoleh karena karya ini, serta sanksi
lainnya sesuai dengan norma akademis yang berlaku.
Medan, Juli 2012
Yang membuat pernyataan,
ABSTRAK
Maimunah Pasaribu (107003061/PWD) dengan judul “Analisis Dampak Pola Kemitraan Pengembangan Perkebunan Terhadap Perekonomian Wilayah Kecamatan
Sinunukan Kabupaten Mandailing Natal”, dibawah bimbingan Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Supriadi, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing.
Tujuan penelitian untuk menganalisis perbedaan pendapatan antara petani pola PIR dan Profit Share, menganalisis perbedaan pendapatan sebelum dan sesudah pelaksanaan pola kemitraan PIR dan pola kemitraan Profit Share, menganalisis dampak pola kemitraan perkebunan terhadap pengembangan perkebunan rakyat dan pengembangan wilayah di Kecamatan Sinunukan. Populasi penelitian ini meliputi keluarga pola kemitraan PIR dan Profit Share. Metode pengambilan sampel dengan purposive random sampling. Analisis data uji t independen digunakan untuk mengetahui perbedaan pendapatan pola kemitraan PIR dan Profit Share. Analisis uji t beda satu sampel digunakan untuk mengetahui perbedaan pendapatan petani sebelum dan sesudah pola kemitraan PIR maupun Profit Share. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui dampak pola kemitraan terhadap pengembangan perkebunan dan pengembangan wilayah.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan pendapatan yang nyata antara petani pola PIR dan Profit Share, terdapat perbedaan pendapatan petani yang sangat signifikan sebelum dan sesudah pola PIR maupun Profit Share. Pola kemitraan memberi dampak besar terhadap pengembangan perkebunan melalui penerapan ilmu pengetahuan dan tekhnologi pertanian. Pola kemitraan perkebunan meningkatkan perkembangan perekonomian wilayah Kecamatan Sinunukan dan membuka aksesibilitas dengan wilayah lainnya.
ABSTRACT
Maimunah Pasaribu (107003061/PWD with the thesis entitled “The Analysis of the Impact of Plantation Development Partnership Pattern on the Regional Economy of Sinunukan Subdistrict, Mandailing Natal District” under the supervision of Dr. Ir. Tavi Supriana, MS (Chair) and Ir. Supriadi, MS (Member).
The purpose of this study was to analyze the difference of income between the Smallholder and Profit Share Farmers, to analyze the difference of income before and after the implementation of Smallholder and Profit Share Partnership Pattern, to analyze the impact of plantation partnership pattern on the development of smallholder plantation and regional development of Sinunukan Subdistrict. The population of this study included the families of Smallholder and Profit Share partnership patterns. The samples for this study were selected through purposive random sampling technique. Independent t-test analysis was used to find out the difference of income between Smallholder and Profit Share partnership patterns. Different t-test analysis was used to find out the difference of farmers’ income before and after Smallholder and Profit Share partnership pattern. Descriptive analysis was used to find out the impact of partnership pattern on the plantation development and regional development.
The result of this study showed that there was a significant difference of income between Smallholder and Profit Share pattern farmers, and a very significant difference of farmers’ income before and after Smallholder and Profit Share pattern. Partnership pattern provided a big impact on the plantation development through the application of agricultural science and technology. This plantation partnership pattern has increased the regional economic development of Sinunukan Subdistrict and has opened the accessibility to the other regions.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan Kepada Allah SWT, atas rahmat dan
hidayahNya penulis dapat menyelesaikan Tesis ini tepat pada waktunya. Adapun
judul Tesis ini adalah “ANALISIS DAMPAK POLA KEMITRAAN
PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TERHADAP PEREKONOMIAN
WILAYAH KECAMATAN SINUNUKAN KABUPATEN MANDAILING
NATAL”, yang membahas tentang dampak pola kemitraan pengembangan
perkebunan terhadap perekonomian wilayah di Kecamatan Sinunukan Kabupaten
Mandailing Natal.
Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih khususnya kepada Ibu
Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Bapak Ir. Supriadi, MS selaku Ketua dan Anggota
Komisi Pembimbing yang telah banyak membimbing dan memberikan arahan kepada
penulis dalam menyelesaikan Tesis ini.
Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. H. Riadil Lubis, M.Si, selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Provinsi Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, Selaku Direktur Sekolah
3. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, selaku ketua dan Bapak
Ir. Supriadi, MS selaku Sekretaris Program Studi Perencanaan Pembangunan
Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan;
4. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS yang bersedia sebagai Ketua Komisi Pembimbing,
Bapak Ir. Supriadi, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang dengan sabar
meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan arahan selama penulisan
Tesis ini;
5. Bapak Dr. Rujiman, MA dan Bapak Dr. Ir, Rahmanta, M.Si dan
Agus Suryadi, S.Sos, M.Si sebagai dosen Penguji yang telah bersedia
memberikan masukan dan arahan dalam penyempurnaan Tesis ini;
6. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang
tidak terhingga khususnya kepada kedua orang tua saya yaitu Ayahanda
H. Lokot Pasaribu dan Ibunda Hj. Masdalima Nasution yang telah banyak
memberikan dukungan moril maupun materil, kepada saya dan tak lupa kepada
Suamiku Tercinta Wira Okriadi Lubis, SP. M.Si, Abang, Kakak dan Adik yang
saya sayangi;
7. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih seluruh civitas akademik
SPs-USU yang telah membantu dalam kelancaran kegiatan akademik, khususnya
kepada teman-teman PWD 2010 yang banyak membantu dalam penyelesaian
Akhirnya kepada seluruh pihak yang banyak membantu yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu
penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran untuk perbaikan Tesis ini
dikemudiyan hari. Semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak yang
memerlukannya.
Medan, Juli 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Panyabungan pada tanggal 03 Februari 1984. Anak dari
H. Lokot Pasaribu dan Hj. Masdalima Nasution, yang merupakan anak kedelapan
dari sembilan bersaudara.
Pada tahun 1990 penulis lulus dari TK Indria Panyabungan, tahun 1996
penulis lulus dari SD 142594 Panyabungan, tahun 1999 lulus dari SLTP Negeri 1
Panyabungan, tahun 2002 lulus dari SMU Negeri 1 Panyabungan. Pada tahun 2002
melanjutkan pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU),
Penulis memilih minat Studi Budidaya Kehutanan dan lulus tahun 2007, pada tahun
2008 penulis lulus Ujian Calon Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Mandailing Natal
dan pada tahun 2010 penulis ikut ujian masuk Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara (USU) dengan jalur Beasiswa BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara
dan lulus pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan,
DAFTAR ISI
2.7. Hipotesis Penelitian ... 34
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1 Penentuan Sampel Berdasarkan Pola Kemitraan……… 37
2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur……… 45
3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan……… 46
4 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan……… 46
5 Hasil Analisis Uji t Indevenden……….. 47
6 Produktivitas Pola PIR dan Profit Share ... 49
7 Hasil Analisis Uji t Sebelum dan Sesudah Program PIR……… 51
8 Hasil Analisis Uji t Sebelum dan Sesudah Program Profit Share... 52
9 Dosis Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan Untuk Tanah Pedsolik Merah Kuning (Ultisol)... 57
10 Rekomendasi Pupuk N……… 58
11 Rekomendasi Pupuk Mg……… 58
12 Rekomendasi Pupuk Cu……… 58
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1 Skema Kerangka Pemikiran………..……...………… 34
2 Peta Wilayah Kabupaten Mandailing Natal Berdasarkan Batas Wilayah Kecamatan………. 43
3 Data Perkembangan Luas Lahan di Kecamatan Batahan... 65
4 Data Perkembangan Luas Lahan di Kecamatan Sinunukan... 66
5 Data Perkembangan Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit di Kecamatan Sinunukan…... 69
6 Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit……….... 95
7 Wawancara dengan Responden……… 95
8 Wawancara dengan Pengurus Koperasi……… 96
9 Komplek Perkantoran Kecamatan Sinunukan……… 96
10 Kondisi Jalan Sesudah Diperbaiki Sepanjang 5 Km………… 97
11 Kondisi Jalan Sebelum Diperbaiki……… 97
DAFTAR LAMPIRAN
Nomo
r Judul
Halama n
1
Kuisioner
Penelitian……….……… 76
2
Karakteristik Responden Pola
PIR…………....……… 79
3 Karakteristik Responden Pola Profit Share ...……… 84 4 Pendapatan Petani Setelah Pola Kemitraan
PIR……… 90
5 Pendapatan Petani Setelah Pola Kemitraan Profit Share……… 91 6 Data Luas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Kecamatan
Sinunukan………... 92
7 Analisis Perbedaan Pendapatan Petani Pola Kemitraan PIR dan
Profit Share………..………. 93
8 Analisis Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan
Pola Kemitraan PIR dan Profit Share………. 94
ABSTRAK
Maimunah Pasaribu (107003061/PWD) dengan judul “Analisis Dampak Pola Kemitraan Pengembangan Perkebunan Terhadap Perekonomian Wilayah Kecamatan
Sinunukan Kabupaten Mandailing Natal”, dibawah bimbingan Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Supriadi, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing.
Tujuan penelitian untuk menganalisis perbedaan pendapatan antara petani pola PIR dan Profit Share, menganalisis perbedaan pendapatan sebelum dan sesudah pelaksanaan pola kemitraan PIR dan pola kemitraan Profit Share, menganalisis dampak pola kemitraan perkebunan terhadap pengembangan perkebunan rakyat dan pengembangan wilayah di Kecamatan Sinunukan. Populasi penelitian ini meliputi keluarga pola kemitraan PIR dan Profit Share. Metode pengambilan sampel dengan purposive random sampling. Analisis data uji t independen digunakan untuk mengetahui perbedaan pendapatan pola kemitraan PIR dan Profit Share. Analisis uji t beda satu sampel digunakan untuk mengetahui perbedaan pendapatan petani sebelum dan sesudah pola kemitraan PIR maupun Profit Share. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui dampak pola kemitraan terhadap pengembangan perkebunan dan pengembangan wilayah.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan pendapatan yang nyata antara petani pola PIR dan Profit Share, terdapat perbedaan pendapatan petani yang sangat signifikan sebelum dan sesudah pola PIR maupun Profit Share. Pola kemitraan memberi dampak besar terhadap pengembangan perkebunan melalui penerapan ilmu pengetahuan dan tekhnologi pertanian. Pola kemitraan perkebunan meningkatkan perkembangan perekonomian wilayah Kecamatan Sinunukan dan membuka aksesibilitas dengan wilayah lainnya.
ABSTRACT
Maimunah Pasaribu (107003061/PWD with the thesis entitled “The Analysis of the Impact of Plantation Development Partnership Pattern on the Regional Economy of Sinunukan Subdistrict, Mandailing Natal District” under the supervision of Dr. Ir. Tavi Supriana, MS (Chair) and Ir. Supriadi, MS (Member).
The purpose of this study was to analyze the difference of income between the Smallholder and Profit Share Farmers, to analyze the difference of income before and after the implementation of Smallholder and Profit Share Partnership Pattern, to analyze the impact of plantation partnership pattern on the development of smallholder plantation and regional development of Sinunukan Subdistrict. The population of this study included the families of Smallholder and Profit Share partnership patterns. The samples for this study were selected through purposive random sampling technique. Independent t-test analysis was used to find out the difference of income between Smallholder and Profit Share partnership patterns. Different t-test analysis was used to find out the difference of farmers’ income before and after Smallholder and Profit Share partnership pattern. Descriptive analysis was used to find out the impact of partnership pattern on the plantation development and regional development.
The result of this study showed that there was a significant difference of income between Smallholder and Profit Share pattern farmers, and a very significant difference of farmers’ income before and after Smallholder and Profit Share pattern. Partnership pattern provided a big impact on the plantation development through the application of agricultural science and technology. This plantation partnership pattern has increased the regional economic development of Sinunukan Subdistrict and has opened the accessibility to the other regions.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris, bagi Indonesia tanaman kelapa sawit
memiliki arti penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Selain mampu
menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga
sebagai sumber perolehan devisa negara. Kelapa sawit termasuk produk yang banyak
diminati oleh investor karena nilai ekonominya cukup tinggi. Potensi areal
perkebunan kelapa sawit Indonesia masih terbuka luas untuk tanaman kelapa sawit
(Fauzi dkk, 2008). Menurut Budiasa (2012), Negara produsen utama minyak sawit
dunia adalah Indonesia dan Malaysia. Di Malaysia, kelapa sawit merupakan sumber
devisa negara, karena sebagian besar produksinya diekspor, sementara bagi Indonesia
dan Nigeria, kelapa sawit terutama digunakan untuk keperluan dalam negeri,
sehingga ekspornya merupakan sisa dari konsumsi dalam negeri.
Sektor perkebunan merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Mandailing Natal. Kelapa sawit memiliki produksi terbesar di
Kabupaten Mandailing Natal. Meski harga tandan sawit hanya 1/15 kali dari harga
karet, namun prospek sawit lebih baik dengan makin gencarnya pemerintah
menggalakkan energi alternatif. Selama ini sawit berpeluang digunakan sebagai
bahan minyak goreng dan limbahnya dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel.
sehingga rawan konflik berkaitan dengan hukum, politik, ekonomi, dan budaya
masyarakat. Komunitas sosial sekarang cenderung semakin terdidik, mengerti, dan
sadar hak (jaringan mudah), sehingga semakin agresif menuntut haknya.
Kadang-kadang juga mudah dimanfaatkan pihak ketiga. Kemitraan adalah solusi terbaik untuk
membangun harmonisasi hubungan yang saling menguntungkan, khususnya antara
perusahaan perkebunan dengan masayarakat sekitarnya. Untuk itu dibutuhkan campur
tangan pemerintah dalam meningkatkan kualitas produk perkebunan kelapa sawit
sekaligus meningkatkan pengetahuan petani dalam budidaya tanaman kelapa sawit
dan penggunaan tekhnologi pertanian yang tepat melalui suatu pola kemitraan antara
masyarakat, pemerintah (Dinas Perindustrian Perdagangan, Koperasi, UKM dan
Pasar) dan Investor (Departemen PU dan Direktorat Jendral Penataan Ruang).
Kecamatan Sinunukan merupakan salah satu daerah yang terkait program
transmigrasi tahun 1982. Dimana pada waktu itu Sinunukan masih merupakan salah
satu Desa di Kecamatan Natal Kabupaten Tapanuli Selatan. Program Transmigrasi
yang berjalan di Desa Sinunukan tidak berjalan sebagaimana mestinya sampai pada
akhirnya terbentuk kerja sama antara PT. Sago Nauli dan masyarakat yang tinggal di
Desa Sinunukan melalui KUD sebagai pelaksana pemberian kredit (executing agent
atau) atau penyalur kredit (chanelling agent) sekaligus mediasi diantara keduanya
untuk menjamin hak masyarakat sebagai petani plasma dan PT. Sago Nauli sebagai
perusahaan inti.
Pola kerja sama di Kecamatan Sinunukan terdiri dari dua pola kerjasama yaitu
mulanya Perusahaan inti ingin melakukan pola kerja sama PIR untuk keselururan
Desa namun terbengkalai pada luas lahan. Desa Sinunukan II dan Sinunukan IV
kurang dari 2 Ha atau 1,8 Ha, sehingga Perusahaan Inti dan masyarakat membuat
kesepakatan untuk menjadikan pola kerja sama Profit Share walaupun sebenarnya
kontrak kerja diantara keduanya tidak berbeda. Sesuai dengan Instruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan
dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang dikaitkan dengan Program Transmigrasi
dimana dinyatakan luas lahan yang disediakan untuk masing-masing petani peserta
adalah :
1) Lahan kebun plasma adalah 2 Ha
2) Lahan pekarangan, termasuk tapak perumahan adalah 0,5 Ha
Usaha Perkebunan (plasma) adalah kegiatan untuk melakukan usaha budidaya
dan atau usaha industri perkebunan dalam bentuk perkebunan rakyat yang diusahakan
oleh perseorangan di atas tanah Hak Milik atau Hak Guna Usaha dan perusahaan
perkebunan yang dilakukan di atas lahan Hak Guna Usaha mulai dari pembibitan,
penanaman, pengolahan hasil sampai pemasarannya.
Pola inti-plasma sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf a
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman
Kemitraan Usaha Pertanian merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra
dengan perusahaan mitra, yang didalamnya perusahaan mitra bertindak sebagai inti
dan kelompok mitra sebagai plasma. Pola Perusahaan Inti Rakyat atau disingkat PIR
perkebunan besar sebagai intiyang menbangun dan membimbing perkebunan rakyat
disekitarnya sebagai plasma dalam suatu sistem kerjasama yang saling
menguntungkan, utuh dan kesinambungan.
- Perusahaan Inti adalah perusahaan perkebunan besar, baik milik swasta maupun
milik negara yang bertindak sebagai pelaksana proyek PIR.
- Kebun Plasma adalah areal wilayah plasma yang dibangun oleh perusahaan Inti
dengan tanaman kelapa sawit.
Pola kemitraan perkebunan di Kecamatan Sinunukan adalah pola PIR-Trans
sejak tahun 1986 sebagaimana diterapkan Pola PIR-Trans yang didasarkan pada
Kepres Nomor 01 tahun 1986, kini sudah tidak diberlakukan dan kemudian diganti
dengan Pola KKPA yang didasarkan atas Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan
Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor 73/Kpts/KB.510/2/1998
dan Nomor 01/SKB/M/11/98. Pada pola KKPA (Kredit Koperasi Primer Anggota)
melibatkan Koperasi Unit Desa sebagai penyalur dana pembangunan perkebunan
dibawah binaan instansi terkait. Terakhir diterapkan Program Revitalisasi
Perkebunan yang didasarkan atas Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 33/Permentan/OT.140/7/2006.
- PIR-TRANS adalah proyek PIR yang dikaitkan dengan program transmigrasi
- KKPA adalah fasilitas pendanaan yang disediakan oleh Pemerintah berupa Kredit
kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya.
- Program Revitalisasi Perkebunan dilakukan untuk memperluas, meremajakan dan
lama dengan teknologi maju agar mampu meningkatkan lapangan kerja baru,
meningkatkan produksi dan daya saing dengan mewujudkan sistim pengelolaan
usaha yang memadukan berbagai kegiatan produksi, pengolahan, dan pemasaran
hasil.
Perkebunan kelapa sawit memberikan prospek yang menjanjikan bagi
masyarakat di Kecamatan Sinunukan. Berdasarkan data luas tanaman dan produksi
kelapa sawit perkebunan rakyat pada Mandailing Natal dalam Angka tahun 2010
tercatat Kecamatan Sinunukan merupakan daerah penghasil kelapa sawit paling besar
dengan produksi sebesar 83.484,43 ton dari 185.139,69 ton total produksi seluruh
Kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal. Oleh karena itu penulis tertarik
melakukan penelitian dengan judul Analisis Dampak Pola Kemitraan Pengembangan
perkebunan Terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Mandailing Natal (Studi
Kasus Kecamatan Sinunukan).
1.2. Perumusan Masalah
Sesuai dengan uraian latar belakang di atas maka pokok permasalahan
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana perbedaan pendapatan petani pola kemitraan PIR dan Profit Share;
2. Bagaimana perbedaan pendapatan sebelum dan sesudah pelaksanaan pola
kemitraan PIR dan pola kemitraan Profit Share;
3. Bagaimana dampak pola kemitraan perkebunan terhadap pengembangan
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan uraian latar belakang dan permasalahan di atas maka tujuan
penelitian ini adalah :
1. Menganalisis perbedaan pendapatan petani pola kemitraan PIR dan Profit Share ;
2. Menganalisis perbedaan pendapatan sebelum dan sesudah pelaksanaan pola
kemitraan PIR dan pola kemitraan Profit Share;
3. Menganalisis dampak pola kemitraan perkebunan terhadap pengembangan
perkebunan rakyat dan pengembangan wilayah di Kecamatan Sinunukan.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini digunakan untuk :
1. Penelitian ini sebagai masukan/bahan referensi untuk pembaca, pelaku dan
peminat untuk mengetahui dampak pola kemitraan pengembangan perkebunan
terhadap perekonomian suatu wilayah;
2. Sebagai bahan referensi/rujukan bagi masyarakat yang berminat untuk
berinvestasi di sektor perkebunan kelapa sawit;
3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembuat
BAB II
TINJAUAN PUTAKA
2.1. Perkebunan
Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada
tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan
memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Perkebunan
diselenggarakan dengan tujuan :
a. Meningkatkan pendapatan masyarakat;
b. Meningkatkan penerimaan Negara;
c. Meningkatkan penerimaan devisa Negara;
d. Menyediakan lapangan kerja;
e. Meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing;
f. Memenuhi Kebutuhan konsumsi dan bahan baku dalam Negeri;
g. Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan.
Lahan perkebunan adala
daerah
perdagangan
bukan untuk konsumsi lokal. Perkebunan dapat ditanami ole
dan orchard. Ukuran luas perkebunan sangat relatif dan tergantung ukuran volume
komoditi yang dipasarkannya. Namun demikian, suatu perkebunan memerlukan suatu
luas minimum untuk menjaga keuntungan melalui sistem produksi yang
diterapkannya. Selain itu, perkebunan selalu menerapkan cara monokultur, paling
tidak untuk setiap blok yang ada di dalamnya. Penciri lainnya, walaupun tidak selalu
demikian, adalah terdapat instalasi pengolahan atau pengemasan terhadap komoditi
yang dipanen di lahan perkebunan itu, sebelum produknya dikirim ke pembeli.
2.2. Pola Kemitraan Perkebunan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004, konsep kemitraan adalah
perusahaan perkebunan sebagai inti melakukan kemitraan yang saling
menguntungkan, saling menghargai, memperkuat, bertanggung jawab dan saling
ketergantungan dengan masyarakat disekitar perkebunan sebagai plasma. Perusahaan
perkebunan adalah pelaku usaha perkebunan warga Negara Indonesia atau badan
hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
yang mengelola usaha perkebunan dengan skala tertentu. Perusahaan dan petani
peserta plasma sebaiknya harus bermitra. Pasalnya adanya kemitraan akan membantu
memperbesar skala usaha petani dan meningkatkan efisiensi produksi perusahaan.
Dalam dunia bisnis telah berkembang pola kemitraan usaha, antara lain :
1. Inti plasma berfungsi melakukan pembinaan, penyediaan sarana produksi,
Kelemahan utama pola ini karena antara inti dan plasma memiliki
ketidakseimbangan dalam subsistem yang dilakukan. Plasma selalu menjadi
bagian kecil dan tidak memiliki kekuatan untuk menentukan kekuatan bisnis,
ironisnya selalu ditekan dalam hal kualitas dan harga. Pola ini dapat saja
diperbaiki melalui penambahan peranan pada subsistem yang melekat pada
plasma. Misalnya melibatkan plasma pada lembaga yang ada seperti koperasi
dalam subsistem pemasaran. Jika pola ini diterapkan secara murni tanpa adanya
perubahan dalam kesepakatan maka proses intimidasi dari inti tidak akan pernah
berakhir. Dalam kegiatan agribisnis juga dikenal model kemitraan Hulu-Hilir
(forward linkage), kemitraan Hilir-Hulu (backward linkage) dan kerjasama
pemilikan saham;
2. Sub-kontrak. Pola ini merujuk pada usaha kecil memproduksi komponen yang
diperlukan oleh usaha menengah dan besar sebagai bagian dari produksinya.
Sedangkan usaha menengah dan besar sebagai bagian produksinya. Sedangkan
usaha menengah dan besar berfungsi melakukan pembelian komponen dari usaha
kecil untuk keperluan produksinya. Berbagai Negara industri seperti Jepang
berhasil mengembangkan pola ini. Pola ini didorong oleh ketentuan dan peraturan
yang ditetapkan untuk menyelamatkan usaha kecil sebagai bagian yang tidak
terpisahkan. Pola ini prinsipnya lebih sederhana dan mudah untuk diterapkan bila
3. Dagang umum, pada pola ini usaha menengah dan besar memasarkan hasil
produksi usaha atau usaha kecil sebagai pemasok kebutuhan usaha menengah dan
besar. Pola ini dilakukan dalam dunia bisnis atas dasar saling menguntungkan;
4. Waralaba, pemberian waralaba memberikan penggunaan lisensi merek dagang
dan saluran distribusi perusahannya kepada penerima waralaba dengan bantuan
bimbingan manajemen. Pada prinsipnya pola ini banyak digunakan dalam dunia
bisnis terutama bagi merek-merek terkenal dan dikonsumsi banyak orang;
5. Distribusi dan keagenan;
6. Bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti bagi hasil, kerjasama operasional, usaha
patungan (joint venture), dan penyumberluaran (outsourching).
Prinsip kemitraan adalah saling terbuka dan percaya sehingga kedua pihak
saling menguntungkan dan membutuhkan. Dari rasa saling percaya dan bergantung
antara perusahaan dan petani, maka terbentuk hubungan win win solution berorientasi
jangka panjang. Jika petani membutuhkan biaya pemeliharaan, pihak perusahaan
akan menyediakan dana, kemudian timbal baliknya, perusahaan menentukan TBS
untuk berproduksi dan petani plasma memenuhi permintaan tersebut. Pabrik Kelapa
Sawit (PKS) memerlukan TBS dengan kondisi matang, bersih dan segar. Karena itu
petani sebagai mitra harus mampu menyediakannya. Petani ingin mendapatkan Sisa
Hasil Usaha (SHU) yang mencukupi kebutuhan hidup minimal, maka perusaan inti
harus dapat membimbing dan menyediakan SHU yang cukup dengan kinerja kebun
dan PKS yang efisien, produksi kebun yang tinggi, dan biaya produksi yang efisien
Kemitraan dilakukan berdasarkan keinginan untuk maju dan berkembang.
Membangun kemitraan harus melalui proses membuat jaringan dan hubungan dengan
calon mitra. Cara perusahaan memulai kemitraan adalah dengan silaturahmi dan
berkenalan dengan petani masyarakat di sekitar kebun yang dilakukan secara
terus-menerus. Akhirnya terbentuk persahabatan antara perusahaan dengan calon petani
peserta plasma. Dari pertemanan dan persahabatan tersebut, lambat laun akan tumbuh
rasa kebersamaan, baik pola pikir maupun pola tindak yang dapat menciptakan
kepercayaan satu dengan yang lainnya. Perusahaan harus mampu membangun
kelembagaan petani yang kuat, cerdas, dan komunikatif. Sebaliknya, dari sisi
eksternal harus menyusun program bersama yang dapat menciptakan harmonisasi
hubungan dan kemitraan kedua belah pihak yang saling percaya, saling
membutuhkan, saling bergantung, serta saling menjaga manajemen kemitraan yang
harmonis dan produktif (Yasin dkk, 2001).
Pola kemitraan di Kecamatan Sinunukan adalah lebih condong kepada pola
kemitraan Perusahaan Inti Rakyat (PIR) namun karena keterbatasan luas lahan
yaituurang dari 2 Ha, sehingga tercipta pola kemitraan Profit Share. Kemitraan
merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan pendapatan perkebunan melui
program Revitalisasi Perkebunan. Pola inti plasma merupakan hubungan kemitraan
antara kelompok tani dengan perusahaan mitra, dimana perusahaan mitra sebagai inti
dan kelompok mitra sebagai plasma atau disebut juga dengan pola PIR. Pola
perusahaan inti rakyat adalah pola Pelaksanaan Pengembangan Perkebunan dengan
perkebunan rakyat disekitarnya sebagai plasma dalam suatu sistem kerjasama yang
saling menguntungkan, utuh dan kesinambungan. Pelaksanaan pengembangan
perkebunan melalui Program Revitalisasi Perkebunan ditujukan untuk membangun
perkebunan rakyat, dengan pendekatan pengembangan sebagai berikut:
a. Pengembangan perkebunan rakyat yang dilakukan adalah melalui kemitraan, baik
pola PIR (Perusahaan Inti Rakyat) maupun kemitraan lainnya. Untuk wilayah yang
tidak tersedia mitranya, dimungkinkan pengembangan dilakukan langsung oleh
pekebun atau melalui Koperasi dengan pembinaan oleh jajaran Departemen
Pertanian dan Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi dan Kabupaten;
b. Setiap lokasi pengembangan diarahkan untuk terwujudnya hamparan yang kompak
serta memenuhi skala ekonomi;
c. Luas lahan masing-masing petani peserta yang ikut dalam Program Revitalisasi
Perkebunan adalah 2-4 Ha/KK , kecuali untuk wilayah khusus yang pengaturannya
ditetapkan oleh Menteri Pertanian;
d. Untuk memberikan jaminan kepastian dan keberlanjutan usaha, pengembangan
perkebunan yang melibatkan mitra usaha dapat dilakukan melalui pengelolaan
kebun dalam satu manajemen (Manajemen Satu Atap) minimal 1 (satu) siklus
tanaman;
e. Bunga kredit yang diberikan kepada petani peserta sebesar 10%, dengan subsidi
bunga menjadi beban pemerintah sebesar selisih antara bunga pasar yang berlaku
untuk kredit sejenis dengan bunga yang dibayar petani peserta. Subsidi bunga
(maksimal 5 tahun untuk kelapa sawit). Besarnya suku bunga yang dibayar
pekebun setelah masa tenggang adalah sesuai dengan ketentuan yang berlaku di
bank (tanpa subsidi bunga);
Pola kemitraan PIR dan Profit Share memiliki persyaratan yang sama karena
terkait dengan satu perusahaan inti yaitu PT. Sago Nauli untuk setiap calon anggota,
dimana persyaratan yang ditetapkan sebagai petani plasma adalah:
a. Calon Petani Peserta adalah Kepala Keluarga petani setempat/orang perorangan
yang memiliki lahan untuk diikut sertakan dalam pola kemitraan yang untuk
kemudian ditetapkan oleh Bupati sebagai calon penerima Kebun Plasma;
b. Petani peserta adalah Kepala Keluarga/orang perorangan yang memiliki kartu
tanda penduduk dan memiliki legalitas hak atas tanah yang sah dan diketahui oleh
kepala desanya;
c. Memiliki lahan yang luasnya cukup untuk diikut sertakan dalam pembangunan
perkebunan Inti Plasma;
d. Calon Petani Peserta yang telah ditetapkan berumur minimal 18 tahun dan atau
sebelumnya sudah kawin, serta maksimal berumur 45 tahun;
e. Berkelakuan baik;
f. Calon petani peserta harus terdaftar dalam daftar nominatif yang ditetapkan oleh
Bupati;
g. Bersedia tidak mengalihkan hak atas wilayah plasma kepada pihak lain;
i. Bersedia menandatangani perjanjian kredit atau memberikan kuasa pada koperasi
untuk menandatangani perjanjian kredit dengan Bank Pelaksana yang ditunjuk
oleh Pemerintah;
j. Bebas dari tunggakan pinjaman lain dari perbankan pada waktu konversi diadakan,
kecuali ada pertimbangan lain;
k. Penetapan calon Petani Peserta menjadi Petani Peserta sebagaimana dimaksud
dilaksanakan melalui Surat Keputusan Pemimpin Proyek PIR Perkebunan yang
bersangkutan sesuai pedoman yang berlaku;
l. Penggantian Petani Peserta dilakukan sesuai prosedur penetapan Calon Petani
Peserta setelah mengugurkan hak petani sebelumnya kecuali karena meninggal
dunia penggantian jatuh ke tangan ahli waris dan ditetapkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
m.Khusus masyarakat perorangan atau kelompok petani peserta yang ingin
mengembangkan dan mengusahakan tanaman sejenis di sekitar proyek PIR
Perkebunan dibina melalui ikatan kemitraan.
Program pembangunan perkebunan melalui pola PIR-TRANS didasarkan
pada Kepres Nomor 01 tahun 1986, sedangkan pola KKPA didasarkan atas keputusan
Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil
Nomor 73/Kpts/KB.510/2/1998 dan Nomor 01/SKB/M/11/98 yang mana kedua pola
ini bertujuan sama yaitu meningkatkan produksi non migas, meningkatkan
pengembangan perkebunan, meningkatkan serta memberdayakan Koperasi Unit Desa
di wilayah plasma. Tahapan pembangunan kebun plasma terdiri dari :
A. Tahap Konstruksi terdiri dari :
1. Masa Persiapan yaitu :
- Perolehan izin berdasarkan :
- Surat Keputusan Gubernur Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat
I Sumatera Utara Nomor 593/1097 tanggal 30 Mei 1995;
- Surat Keputusan Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah
Hutan Republik Indonesia Nomor Kep 04/Men/1996 tanggal 16 Januari
1996 tentang izin Pelaksanaan Transmigrasi sementara;
- Surat Keputusan Menteri transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan
Nomor Kep. 80/Men/1997 tanggal 12 Agustus 1997 ;
- Izin Prinsip Usaha Perkebunan Kelapa Sawit dari Menteri Pertanian
Republik Indonesia Nomor KB 320/418/Mentan/XI/95 tanggal 20
November 1995;
- Surat Reomendasi Khusus Kantor Departemen Koperasi dan Pembinaan
Pengusaha Kecil Kabupaten Tapanuli Selatan Nomor
1154/KDK.29/X/1996;
- Surat Persetujuan Pemberian Kredit SPPK dari Perseroan Terbatas PT.
Bank Bukopin Nomor 1923/BUKI-MDN/XI/1998 tanggal 29 September
2. Masa Pembangunan Fisik Kebun yaitu :
Pembangunan fisik kebun sepenuhnya dilaksanakan oleh Perusahaan Inti
sesuai dengan standar fisik yang telah ditentukan Direktorat Jendral
Perkebunan. Pemanfaatan petani peserta sebagai tenaga kerja juga bertujuan
untuk membina petani peserta tersebut mempunyai kemampuan untuk
mengelola kebun plasma nantinya. Keberhasilan suatu proyek plasma sangat
tergantung dari pembangunan fisik kebun yang baik guna menjamin
penyerahan kebun yang tepat waktu dan produksi tinggi. Membangun fasilitas
pabrik untuk menampung hasil produksi inti dan plasma.
B. Masa Penyerahan Kebun sampai Pelunasan Kebun
1. Persiapan Penyerahan Kebun dilaksanakan sejak tanaman berumur 30 bulan
s/d 48 bulan yaitu : Pengukuran kavling, Pembentukan kelompok tani, Undian
Blok/Kavling, Penilaian awal fisik kebun, Permohonan Penilaian teknis,
Penilaian Teknis Akhir Kebun, Pembuatan sertifikat.
2. Masa Penyerahan Kebun : mulai dari perjajian kerjasama antara Inti, Koperasi
Unit Desa, Kelompok Tani dan Bank, penyuluhan terpadu, dan pelaksanaan
alih kebun atau akan kredit.
3. Masa Pelunasan Kredit dimana perusahaan inti bertugas membina Koperasi
Unit Desa, kelompok tani serta memotong hasil produksi petani untuk
pembayaran kredit pembangunan kebun pada Bank pelaksana, menerima hasil
produksi petani peserta melalui Koperasi Unit Desa dan Koperasi Unit Desa
ke lokasi pabrik, Menyediakan kebutuhan petani peserta, melakukan
administrasi terhadap penjualan hasil petani peserta, mengaturkan hubungan
kerjasama dengan petani peserta, kelompok tani dan perusahaan inti,
mengadministrasikan seluruh transaksi keuangan antara kebun plasma dengan
bank secara periodik, memupuk sumber dana sebagai tabungan untuk
menambah modal Koperasi Unit Desa, membantu anggota/petani peserta
memperoleh bantuan kredit perbankan untuk mengembangkan usaha,
mempersiapkan diri untuk pembelian saham Perusahaan Inti.
C. Masa Pasca Kredit Lunas
Untuk menjamin kelangsungan dan kesinambungan program PIR dan KKPA
kesepakatan kerjasama antara perusahaan inti, Koperasi Unit Desa dan petani peserta
harus tetap dilaksanakan secara konsisten, walaupun petani peserta telah melunasi
kredit pembangunan kebunnya.
Kontrak kerja yang dibuat dengan pola PIR dan Profit Share adalah sama
karena bermitra dengan persahaan inti yang sama yaitu PT. Sago Nauli pada surat
kontrak kerja diuraikan kewajiban dan hak petani plasma dan perusahaan inti sejak
masa Tanaman Baru Belum Menghasilkan (TBBM) sampai pada tahap masa
pencicilan kredit Atau Tanaman Menghasilkan (TM) berikut :
A.
1.
Kewajiban dan hak pihak pertama selama masa pencicilan kredit atau tanaman
menghasilkan :
Kewajiban pihak pertama selama masa pencicilan kredit atau tanaman
a.
b.
Memberikan kuasa kepada pihak kedua untuk membantu dan mengawasi
selama kegiatan pemeliharaan dan pemanenan perkebunan serta
pemasaran Tandan Buah Segar (TBS) milik para anggota terutama
berkenaan dengan kebutuhan tenaga kerja dan pembagian kelompok kerja
dalam kelompok tani;
c.
Menjual seluruh Tandan Buah Segar (TBS) selama perkebunan masih
menghasilkan hanya kepada pihak kedua dengan harga yang berpedoman
pada ketentuan dan rumus harga yang berpedoman pada ketentuan dan
rumus harga sesuai dengan surat keputusan menteri pertanian tentang
kebutuhan dan rumus harga pembelian Tandan Buah Segar (TBS);
d.
Menyerahkan hasil penjualan Tandan Buah Segar (TBS) tahun pertama
kepada pihak kedua untuk membiayai pembangunan perkebunan yang
mengurangi jumlah kredit yang seharusnya oleh anggota pihak pertama;
e.
Memberi kuasa kepada pihak kedua untuk melakukan pembayaran
angsuran kredit beserta bunganya kepada Bank pelaksana setiap triwulan
atau menurut ketentuan Bank pelaksana dan pemotongan biaya
pemeliharaan dan pemanenan, transportasi pemanenan menurut biaya
standar pada perhitungan cash flow yang telah disetujui Bank Indonesia
dan Bank pelaksana yang merupakan kewajiban para anggota pihak
pertama;
Menerima pelatihan kerja (Job Training) dibidang administrasi,
2.
a.
Hak pihak pertama selama masa pencicilan kredit atau tanaman menghasilkan
yaitu :
b.
Apabila pihak kedua membutuhkan tenaga kerja untuk pemeliharaan dan
pemanenan Tandan Buah Segar (TBS) para anggota pihak pertama
memperoleh kesempatan terlebih dahulu sepanjang memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh pihak kedua dengan pembayaran upah
minimum menurut ketentuan Upah Minimum Regional (UMR) di
Provinsi Sumatera Utara;
c.
Melakukan pengawasan selama kegiatan pemeliharaan dan pemanenan
perkebunan termasuk penimbangan serta pemasaran Tandan Buah Segar
(TBS) milik para anggota pihak pertama;
d.
Menerima laporan pertanggung jawaban dari pihak kedua setelah masa
tenggang waktu (grace priode) kredit 4 (empat) tahun. Pihak kedua
berhak melakukan pembayaran angsuran kredit kepada Bank pelaksana;
e.
Menerima kebun kelapa sawit anggota dari pihak kedua sesuai dengan
lahan milik anggota masing-masing;
Menerima hasil penjualan Tandan Buah Segar (TBS) dari pihak kedua
untuk diserahkan kepada para anggota pihak pertama setiap tanggal 21
bulan berikutnya setelah dipotong dengan angsuran kredit dan bunganya.
Biaya pemeliharaan serta biaya pemanenan termasuk transportasi
disetujui oleh Bank Indonesia c.q Bank pelaksana yang merupakan
kewajiban anggota pihak pertama;
f.
B.Kewajiban dan hak pihak kedua atau perusahaan inti selama masa pencicilan
kredit/Tanaman Menghasilkan (TM) :
Apabila terjadi kesalahan tekhnis yang dilakukan oleh pihak kedua yang
mengakibatkan mundurnya mundurnya masa produksi Tandan Buah
Segar (TBS), maka pihak pertama berhak meminta jaminan secara penuh
kepada pihak kedua.
1. Kewajiban pihak kedua atau perusahaan inti selama masa pencicilan
kredit/Tanaman Menghasilkan (TM) :
a. Memberikan kesempatan kerja terlebih dahulu kepada para anggota pihak
pertama. Apabila pihak kedua membutuhkan tenaga kerja untuk
pemeliharaan dan pemanenan Tandan Buah Segar (TBS) sepanjang
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pihak kedua dengan
membayar UMR yang ditetapkan Provinsi Sumatera Utara;
b. Menerima kuasa dan wewenang pengelolaan dana kredit dari pihak
pertama untuk membangun perkebunan milik para anggota pihak
pertama;
c. Memberikan laporan pertanggung jawaban kepada pihak pertama apabila
setelah masa tenggang waktu (grace period) kredit 4 (empat) tahun. Pihak
kedua belum melakukan pembayaran angsuran kredit kepada Bank
d. Menyerahkan kebun kelapa sawit milik anggota koperasi sesuai dengan
luas lahan anggota pihak pertama;
e. Pihak kedua wajib membeli selurua Tandan Buah Segar (TBS) selam
perkebunan masih menghasilkan dari pihak pertama dengan harga sesuai
surat keputusan Menteri Pertanian tentang ketentuan dan rumus harga
pembelian Tandan Buah Segar (TBS);
f. Menyerahkan hasil penjualan Tandan Buah Segar (TBS) kepada pihak
pertama melalui rekening pihak pertama di Bank pelaksana;
g. Apabila terjadi kelalaian tekhnis yang dilakukan oleh pihak kedua yang
mengakibatkan mundurnya produksi Tandan Buah Segar (TBS), maka
pihak kedua menjamin secara penuh untuk tetap melakukan
pengembalian kredit sesuai dengan jadwal yang telah disetujui oleh Bank
Indonesia dan Bank pelaksana.
2. Hak pihak kedua atau perusahaan inti selama masa pencicilan kredit/Tanaman
Menghasilkan (TM) :
a. Menerima kuasa dari pihak pertama untuk membantu dan mengawasi
selama kegiatan pemeliharaan dan pemanenan perkebunan serta
pemasaran Tandan Buah Segar (TBS) milik para anggota pihak pertama
terutama berkenaan dengan kebutuhan tenaga kerja dan pembagian
kelompok kerja dalam kelompok tani;
b. Menerima hasil penjualan Tandan Buah Segar (TBS) tahun pertama dari
mengurangi jumlah kredit yang seharusnya ditanggung oleh para pihak
pertama;
c. Menerima kuasa dari pihak pertama untuk melakukan pembayaran
angsuran kredit beserta bunganya kepada Bank setiap triwulan dan
pemotongan biaya pemeliharaan dan biaya pemanenan perkebunan
termasuk transportasi permanen menurut biaya standar pada perhitungan
cash flow yang telah disetujui Bank Indonesia c.q. Bank pelaksana yang
merupakan kewajiban para nggota pihak pertama.
2.3. Perkebunan dan Perekonomian Wilayah
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia luasnya telah mencapai lebih dari lima
juta hektar, sehingga merupakan komoditi perkebunan yang luas di Indonesia
maupun dunia. Lahan perkebunan paling luas berada di pulau Sumatera dan
Kalimantan, sedangkan di Irian belum banyak investor yang berinvestasi. Prospek
pasar dunia untuk minyak sawit dan produknya cukup bagus. Karena itu perkebunan
kelapa sawit sekarang telah diperluas secara besar-besaran oleh perkebunan Negara,
perkebunan besar swasta, maupun oleh masyarakat baik secara mandiri maupun
dengan perusahaan perkebunan (Sunarko, 2009).
Sub sektor perkebunan merupakan sub sektor yang unggulan yang dapat
memberikan nilai tambah yang cukup besar bagi perekonomian wilayah. Pada
wilayah Kabupaten Mandailing Natal, terdapat 4 komoditi unggulan yang dihasilkan
Adanya program revitalisasi perkebunan seluas 100.000 Ha areal lahan di Kabupaten
Mandailing Natal dapat diarahkan ke komoditi perkebunan prospektif Kabupaten
Mandailing Natal seperti karet, kakao, kopi dan kelapa sawit. Sentra produksi
perkebunan Kelapa Sawit diarahkan pada kawasan-kawasan yang berada di daerah
pesisir barat karena disamping jenis tanah yang cocok untuk pengembangan kelapa
sawit berada, maka perkebunan kelapa sawit juga dapat dimanfaatkan sebagai daerah
sempadan pantai. Arahan ruang untuk perkebunan kelapa sawit adalah di Kecamatan
Batahan, Kecamatan Natal, dan Kecamatan Muara Batang Gadis. Kawasan
Perkebunan sebaiknya di daerah perbukitan dengan kondisi air tanah langka/jarang
atau pada zona rekaha. Kawasan tersebar hampir menyeluruh di daerah bagian tengah
meliputi sebagian barat perbukitan Kecamatan Batang Natal, dan Kecamatan Lingga
Bayu ke arah Kecamatan Batahan. Kawasan ini disarankan sebagai kawasan
perkebunan karena daerah ini umumnya berupa perbukitan, lereng 15 - 25 %,
tersusun oleh batuan intrusi batuan beku, batuan meta sedimen, vulkanik yang terdiri
dari Kelompok Woyla (Muw), lapisan gunung api tak terbedakan (Tmv), Intrusi
Airbangis (Tmiab), Mikrogranit Binail (Tmibi) dan Formasi Belok Gadang (Mubg).
Batuan pada umumnya mempunyai kelulusan sangat rendah dan langka akan
keberadaan air tanah dan mudah terjadi gerakan tanah ataupun erosi lembaran
(RTRW Kabupaten Madina, 2011).
Dalam rangka memperkuat perekonomian nasional dimasa mendatang harus
dapat melakukan antisipasi secara tepat terhadap globalisasi ekonomi karena dalam
ekonomi global yang ditandai oleh kemauan kuat untuk mengurangi berbagai bentuk
proteksi serta deregulasi dan debirokratisasi menuju sistem ekonomi yang terbuka
dan lebih berorientasi pada mekanisme pasar. Untuk itu tuntutan terhadap efisiensi
dan produktivitas semakin tinggi agar dapat bersikap proaktif dalam proses
globalisasi. Ekonomi kokoh yang ingin diwujudkan adalah ekonomi yang memiliki
pertumbuhan tinggi, memiliki keterkaitan industri, mendorong adanya pembinaan
UKM yang diharapkan mampu memberikan konstribusi yang berarti bagi
pengembangan UKM, sehingga semakin memperkokoh ketahanan perekonomian
dalam mengahadapi era globalisasi dan perdagangan bebas. Strategi pengembangan
UKM antara lain adalah kemitraan, bantuan keuangan dan modal pentura
(Tambunan, 2002).
Pembangunan ekonomi jangka panjang tidak harus selalu diarahkan pada
sektor industri, tetapi juga pada sektor lain, seperti sektor pertanian dan sektor jasa
yang meliputi perdagangan, transportasi, komunikasi, perbankan. Perkebunan kelapa
sawit merupakan salah satu pondasi bagi tumbuh dan berkembangnya system
agribisnis kelapa sawit. Strategi keunggulan kompetitif bidang perkebunan harus
dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk menghasilkan kuantitas bahan baku
berkualitas bagi sektor industri. Keunggulan kompetitif ini akan menciptakan daya
saing produk yang tinggi bagi komoditi perkebunan karena memanfaatkan
keunggulan tenaga kerja, iklim tropis, ketersediaan lahan yang luas, serta ditambah
Perekonomian wilayah mencakup potensi yang dimiliki suatu wilayah, potensi
yang dimiliki suatu wilayah berbeda dengan wilayah lainnya. Pembangunan ekonomi
adalah suatu proses yang bersifat multidimensional yang melibatkan kepada
perubahan besar baik terhadap perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial,
mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan
pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2003).
Kondisi masing-masing wilayah menunjukkan variasi yang berbeda-beda.
Sebagian wilayah relatif lebih makmur bila dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Faktor utama yang mendasari pedoman ini adalah struktur perekonomian daerah yang
bersangkutan. Tetapi pada hakekatnya kondisi tersebut tidak statis, dan
kemakmurannya akan mengalami perubahan sesuai dengan kemampuan wilayah
yang bersangkutan untuk menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan permintaan.
Secara umum dan sederhana, basis ekonomi wilayah diartikan sebagai sektor-sektor
ekonomi yang aktivitasnya menyebabkan suatu wilayah itu tetap hidup, tumbuh dan
berkembang, atau sektor ekonomi yang pokok di suatu wilayah yang dapat
menghidupi wilayah tersebut beserta masyarakatnya (Sirojuzilam dan Mahali, 2011).
Untuk meningkatkan perekonomian suatu wilayah dibutuhkan suatu kebijakan
ekonomi oleh pemerintah. Kebijakan ekonomi bertujuan untuk menciptakan
kemakmuran. Salah satu ukuran kemakmuran terpenting adalah pendapatan.
Kemakmuran tercipta arena ada kegiatan yang menghasilkan pendapatan. Pendapatan
regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis.
rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Ada beberapa parameter yang biasa
digunakan untuk mengukur adanya pembangunan wilayah. Salah satu parameter
terpenting adalah meningkatnya pendapatan masyarakat. Parameter lain, seperti
peningkatan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan juga sangat terkait dengan
peningkatan pendapatan wilayah (Tarigan, 2009).
Secara umum pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana
pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai
sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu
lapangan kerja baru dan merangsang pengembangan kegiatan ekonomi dalam daerah
amat tergantung masalah fundamental yang dihadapi oleh daerah itu. Bagaimana
daerah mengatasi masalah fundamental yang dihadapi ditentukan oleh strategi
pembangunan yang dipilih. Dalam konteks inilah pentingnya merumuskan visi dan
misi , kemudian memilih strategi yang tepat (Safi’i, 2007).
Menurut Hoover dan Giarratani ada tiga fondasi ekonomi kewilayahan
(Fondation Stone) yang melandasi pengetahuan tentang kewilayahan dan analisis
kewilayahan, yakni : ketidak-mobilitasan faktor produksi (Immobility of Factor
Production), sifat faktor produksi dan barang yang tidak dapat dibagi sempurna
(Imperfect divisibility of Production Factor and Goods), serta ketidaksempurnaan
mobilitas barang dan jasa (Imiperfect Mobility of Goods and Services). Ketiga
fondasi tersebut merupakan faktor-faktor yang melandasi pola lokasi kegiatan
ekonomi serta mendasari sebagian besar permasalahan dalam kewilayahan
2.4. Pola Kemitraan dan Pengembangan Wilayah
Wilayah adalah sekelompok daerah yang letaknya berdekatan dan didiami oleh
sejumlah penduduk diatas teritorial dan ruang tertentu. Secara ringkas konsep
mengenai ruang/wilayah ditandai dengan lokasi absolut dan distribusi areal gambaran
tertentu di permukaan bumi. Ruang memiliki jarak secara geometri, absolut dan unik
dalam hubungannya dengan lokasi yang lain, dan memiliki bentuk yang dibatasi oleh
batas lokasi yang tetap, secara umum wilayah dibedakan menjadi 3 bagian :
1. Wilayah homogen, merupakan wilayah dimana kegiatan ekonomi berlaku di
pelbagai pelosok ruang yang sama antara lain ditinjau dari segi pendapatan
perkapita penduduk dan dari segi struktur ekonominya;
2. Wilayah nodal, merupakan wilayah sebagai suatu ruang ekonomi yang dikuasai
oleh beberapa pelaku ekonomi;
3. Wilayah administrasi, merupakan wilayah yang didasarkan atas pembagian
administrasi pemerintahan.
Ilmu kewilayahan merupakan cabang pengetahuan yang sangat luas
cakupannya. Dalam konteks ilmu pengetahuan geografi, ilmu pertanian, ekonomi,
sosiologi, antropologi memiliki konstribusi yang signifikan terhadap analisis
kewilayahan. Dilain pihak, dalam konteks ilmu terapan, ilmu kewilayah juga bekaitan
dengan disiplin ilmu yang menangani perencanaan, perancangan dan pengelolaan.
Hal ini terutama dibutuhkan dalam kegiatan pembangunan dan pengembangan
Menurut Sandy (1992) dalam (Sirojuzilam dan Mahali, 2011), pengembangan
wilayah adalah pelaksanaan pembangunan nasional di suatu wilayah yang
disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial wilayah tersebut serta menaati
peraturan yang berlaku. Sedangkan menurut Hadjisaroso (1994) pengembangn
wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah
atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat,
atau memajukan dan memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang sudah ada.
Dengan demikian pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai peningkatan
aktivitas terhadap unsur-unsur dalam wilayah yang mencakup ; institusi, ekonomi,
sosial dan ekologi dalam upaya meningkatkan tingkat dan kualitas hidup masyarakat.
Perencanaan dan pengembangan wilayah ditopang oleh enam pilar yaitu : 1) Analisis
ekonomi, 2) Analisis sosial, 3) Analisis lokasi, 4) Geografi, 5) Analisis Biogeofisk
dan 6) Analisis Kelembagaan.
Pola kemitraan perkebunan diharapkan mampu membangun kelembagaan
petani yang kuat, cerdas dan komunikatif. Kemitraan usaha merupakan salah satu
strategi bisnis perusahaan terutama bagi perusahaan besar yang tidak lagi
mengandalkan pada strategi internalisasi aktifitas ekonomi melalui akuisi dan merger
dalam rangka integrasi vertikal dan horizontal. Kemitraan usaha merupakan suatu
cara untuk mengurangi risiko usaha meningkatkan efisiensi dan daya saing usaha.
Salah satu bentuk kemitraan usaha yang melibatkan UKM dan usaha besar adalah
production lingkage. UKM sebagai pemasok bahan baku dan penolong dalam rangka
terdepresiasi. The Kian Wie (1992) menyatakan bahwa ada 10 bentuk keterkaitan
langsung pemasok dan perusahaan besar, yaitu bantuan langsung kepada pemasok
(UKM) untuk mulai produksi, lokasi yang berdekatan, informasi yang jelas mengenai
pesanan, bantuan tekhnis tentang informasi ciri dan mutu komponen, bantuan hibah
keuangan atau pinjaman lunak, pembelian bahan baku, menejerial, penetapan harga,
bantuan distribusi lain, dan diversifikasi dalam rangka memperkuat keuangan.
Keterkaitan tersebut harus bersifat mendidik untuk bisa mandiri sehingga dalam
jangka panjang perusahaan pemasok yang pada umumnya UKM dapat meningkat
daya saingnya (Partama dan Soejoedana, 2004).
2.5. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu terkait pola kemitraan antara lainYarsi (2006) melakukan
penelitian tentang Analisis Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja pada Sistem
Kemitraan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit (Kasus Pola Kemitraan di
PT. Perkebunan Nusantara VI dan PT. Bakrie Pasaman Plantation, Kabupaten
Pasaman Barat Provinsi Sumatera Barat). Pembangunan sektor pertanian pada
dasarnya merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional secara
keseluruhan. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi yang
besar dalam perekonomian Indonesia. Sampai tahun 2004, sektor pertanian
menyumbang 15,39% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga
berlaku dan menyerap 40% tenaga kerja dari 100 juta angkatan kerja nasional. Sub
terutama dalam penghasil devisa, penyerapan tanaga kerja dan kontribusi terhadap
produk domestik bruto. Kelapa sawit sebagai salah satu komoditi andalan perkebunan
Indonesia memiliki peluang besar untuk dikembangkan sebagai penghasil devisa.
Jumlah nilai ekspor minyak sawit Indonesia pada tahun 2004 terhadap nilai ekspor
non migas mencapai 8% atau sebesar 54 milyar dolar Amerika.
Sistem kemitraan perkebunan adalah kerja sama yang strategis antara
perkebunan rakyat dan perkebunan besar dengan memperhatikan prinsip saling
membutuhkan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Pola kemitraan yang
diterapkan oleh PTPN VI adalah pola PIR-Bun yang dikenal dengan proyek NESP
Ophir sedangkan pola kemitraan PT. BPP adalah pola Bapak Angkat Anak Angkat
yang dikenal dengan Plasma KKPA project. Pendapatan pada sistem kemitraan usaha
perkebunan kelapa sawit berbeda-beda tergantung dari penerimaan yang diperoleh
dan jumlah biaya yang dikeluarkan. Pendapatan kebun plasma dan kebun inti PTPN
VI lebih tinggi dari PT. BPP. Untuk pendapatan pabrik kelapa sawit, Pabrik kelapa
sawit PT. BPP memperoleh pendapatan yang lebih besar dari PTPN VI. Pendapatan
pada kebun plasma PT. BPP tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga petani
peserta. Dari keseluruhan perhitungan rasio penerimaan terhadap biaya, diperoleh
nilai R/C lebih besar dari satu yang berarti pelaksanaan usaha perkebunan kelapa
sawit sudah efisien atas biaya yang dikeluarkan. Perhitungan R/C untuk PKS, PKS
PT. BPP lebih efisien dan lebih menguntungkan dari PKS PTPN VI. Tenaga kerja
yang terserap pada perusahaan PTPN VI adalah sebanyak 772 karyawan dan satu
tenaga kerja. Tenaga kerja yang terserap pada PT. BPP adalah sebanyak 1.621 orang
dan satu hektar kebun kelapa sawit PT. BPP pada periode tahun 2005 membutuhkan
1,08 tenaga kerja. PT. BPP lebih banyak menyerap tenaga kerja dalam masyarakat
untuk usaha perkebunan yang dilakukan dari pada PTPN VI. Tenaga kerja kebun
plasma sangat berperan dalam meningkatkan produksi kebun plasma. Hasil estimasi
untuk regresi produksi perkebunan kelapa sawit kebun plasma diperoleh bahwa
tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi kelapa sawit.
Kedua sistem kemitraan usaha perkebunan kelapa sawit baik proyek NESP
maupun plasma KKPA project telah membuka kesempatan kerja yang cukup besar
dalam masyarakat. Pola kemitraan dapat lebih banyak dikembangkan di daerah tetapi
pelaksanaannya perlu dipantau oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Perusahaan inti tidak boleh hanya memperkaya diri sendiri dan menggunakan kebun
plasma sebagai jaminan bahan baku pabrik kelapa sawit.
Harus diciptakan hubungan yang saling menguntungkan antara petani plasma dan
perusahaan inti.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Siahaan (2009), menyatakan bahwa
sejak tahun 2003 PT. Perkebunan Nusantara III (PTPN III) Kebun Rantau Parapat
telah menjalankan aturan Kepmen 236/MBU/2003 dan sejak tahun 2008 PTPN III ini
telah menjalankan regulasi terakhir Peraturan Menteri Nomor Per-05/MBU/2007,
tanggal 27 April 2007 dengen nama Pola Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL). Pola
Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) yang dijalankan oleh PTPN III memberikan
Nusantara Kabupaten baru dapat dilihat dari tingkat pendapatan dan pendidikan
masyarakat sebelum dan sesudah adanya PKBL. Peningkatan pendapatan masyarakat
dipacu oleh penyerapan tenaga kerja Pola Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL)
melalui modal kemitraan karena bantuan modal kepada mitra binaan berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal dan secara otomatis menciptakan
lapangan pekerjaan dan menigkatkan jumlah tenaga kerja dan berpengaruh signifikan.
Oleh Siringo (2010) PT. Toba Pulp Lestari (TPL), Tbk telah melaksanakan
Program Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan Pola PIR, dimana sebagai acuan
pelaksanaan ditetapkan standart Operating Prosedure (SOP). Perusahaan inti
berkewajiban menyediakan semua biaya untuk setiap tahap pelaksanaan di lapangan,
dan petani plasma harus menjual kayu PIR kepada pihak PT. TPL Tbk. Semua hak
dan kewajiban kedua belah pihak diikat dalam Surat Kontrak Kerja (SKK).
Faktor-faktor yang mempengaruhi luas HTI pola PIR adalah luas lahan milik petani plasma,
persepsi petani plasma terhadap dukungan pemerintah, keuntungan yang diperoleh
petani plasma dan upah yang diterima petani plasma berpengaruh nyata terhadap luas
HTI Pola PIR. Program HTI Pola PIR memberikan dampak terhadap pengembangan
wilayah di Kabupaten Toba Samosir yaitu peningkatan pendapatan riil petani plasma,
menciptakan lapangan kerja bagi petani plasma dan mayarakat lainnya,
Pengembangan infrastruktur berupa pembukaan jalan serta peningkatan PAD
2.6. Konseptual Penelitian
Kecamatan Siniunukan adalah salah satu kecamatan yang menjadi sentra
produksi komoditas perkebunan kelapa sawit. Kecamatan Sinunukan melakukan
usaha kemitraan dengan perusahaan besar dengan tujuan saling menguntungkan
dengan program yang disusun bersama yang dapat menciptakan harmonisasi
hubungan kemitraan kedua belah pihak, saling percaya, saling membutuhkan, saling
bergantung, serta saling menjaga manajemen kemitraan yang harmonis dan
peroduktif sehingga mampu membangun kelembagaan petani yang kuat, cerdas dan
komunikatif. Dalam pola kemitraan perusahaan memfasilitasi petani kecil dengan
modal usaha, tekhnologi dan manajemen modern dan kepastian pemasaran hasil.
Petani menjadi pemasok bahan baku dengan kualitas dan kuantitas yang dibutuhkan
oleh perusahaan, sehingga tercipta suatu kondisi yang dapat memaksimalkan
kekuatan dan meminimalisir kelemahan dari kedua belah pihak guna mendapatkan
keuntungan.Pembangunan perkebunan dilakukan dengan Pola kemitraan PIR
(Perusahaan Inti Rakyat) untuk Desa Sinunukan I dan III, pola kemitraan profit share
untuk Sinunukan II dan IV. Pola kemitraan pengembangan perkebunan memberi
dampak besar terhadap peningkatan luas lahan yang dikelola secara optimal,
penyerapan tenaga kerja dan peningkatan produktivitas. Semakin tinggi tingkat
produktivitas maka semakin tinggi pendapatan. Pendapatan perkapita adalah tolok
ukur perekonomian wilayah. Peningkatan perekonomian wilayah mendorong
pengembangan wilayah Kecamatan Sinunukan. Konseptual penelitian digambarkan
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
2.7. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka hipotesis
penelitian ini adalah :
1. Terdapat perbedaan pendapatan petani antara pola kemitraan PIR dan Profit Share; Pola Kemitraan PIR dan Profit Share
Peningkatan Luas Lahan
Peningkatan Pendapatan
Pengembangan Wilayah
Pembangungan Perkebunan Kelapa Sawit
Penyerapan Tenaga Kerja
2. Terdapat perbedaan pendapatan sebelum dan sesudah pelaksanaan pola kemitraan
PIR dan Profit Share;
3. Pola kemitraan perkebunan berdampak terhadap pengembangan perkebunan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Sinunukan Kabupaten Mandailing Natal
Provinsi Sumatera Utara. Peningkatan produktivitas kelapa sawit memberikan
konstribusi besar bagi masyarakat di Kecamatan Sinunukan. Sejak tahun 2007
Kecamatan Sinunukan adalah Kecamatan penghasil kelapa sawit terbesar di
Kabupaten Mandailing Natal. Penelitian dilaksanakan di Desa dengan perkebunan
kelapa sawit yang sudah berproduksi.
3.2. Populasi dan Sampel
Pengambilan Populasi dalam Penelitian dilakukan di Kecamatan Sinunukan,
dimana desa yang terkait dengan Pola Kemitraan Pengembangan Perkebunan adalah
desa Sinunukan I, Sinunukan II, Sinunukan III dan Sinunukan IV. Teknik
pengambilan sampel desa di Kecamatan Sinunukan dilakukan dengan Puposive
Sampling yaitu penarikan sampel hanya pada desa yang terkait dengan pola
kemitraan di Kecamatan Sinunukan. Penentuan sampel di desa terkait dilakukan
sesuai metode Gay dan Diehl (1992) dalam (Mustafa, 2000) yaitu 10 % dari total
Tabel 1. Penentuan Sampel berdasarkan Pola Kemitraan
Sumber : Diolah dari Data Primer, 2011
3.3. Data dan Sumber Data
Data penelitian terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer merupakan
data yang diperoleh melalui kuisioner dengan menggunakan daftar pertanyaan yang
telah dipersiapkan terlebih dahulu dan diskusi dengan pemuka masyarakat berupa
pendapatan, modal, luas lahan dan tenaga kerja. Data sekunder terdiri dari data yang
diperoleh data-data yang telah ada diinstansi terkait seperti Badan Pusat Statistik
Kabupaten Mandailing Natal, Bappeda dan Dinas Perindustrian Perdagangan,
Koperasi, UKM dan Pasar. Data yang dikumpulkan adalah data letak geografis
Kecamatan Sinunukan, jumlah Desa di Kecamatan Sinunukan, jumlah penduduk,
jumlah desa yang terkait pola kemitraan perkebunan beserta jenis pola kemitraan.
3.4. Metode Analisis
Untuk mengetahui dampak pola kemitraan perkebunan terhadap faktor produksi
perkebunan rakyat dan pengembangan wilayah di Kecamatan Sinunukan digunakan
analisis deskriptif. Analisis uji t independen digunakan untuk dapat menganalisis
membandingkan dua program pola kemitraan yang berbeda dengan data penghasilan
petani yang seragam setelah perkebunan kelapa sawit berproduksi. Variasi
pendapatan tidak ditemukan karena responden merupakan anggota kelompok tani
yang tergabung dalam koperasi, dimana petani di Sinunukan I merupakan anggota
Koperasi Harapan, petani Sinunukan II anggota Koperasi Cerah, petani Sinunukan III
dengan Koperasi Cahaya, dan Koperasi Hemat dengan Sinunukan IV. Keanggotaan
petani dalam KUD menyebabkan petani memperoleh pendapatan yang sama dari
hasil perkebunan kelapa sawit setiap bulan untuk setiap KUD di setiap Desa.
Sehingga diambil rata-rata pendapatan selama 2 tahun terakhir atau 24 bulan. dengan
rumus :
x = Rata-rata pendapatan petani dengan pola PIR
2
x = Rata-rata pendapatan petani dengan pola Profit Share
Sd1
Sd
= Standart deviasi sampel pola PIR
2
n
= Standart deviasi sampel pola Profit Share
1
n
= Sampel pola PIR
2
(Sudjana, 2005)