• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dampak Program Alokasi Dana Kampung Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kampung di Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Dampak Program Alokasi Dana Kampung Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kampung di Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

S E K

O L A

H

P A

S C

A S A R JA

N

A

ANALISIS DAMPAK PROGRAM ALOKASI DANA KAMPUNG TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KAMPUNG

DI KECAMATAN BLANGKEJEREN KABUPATEN GAYO LUES PROPINSI ACEH

TESIS

Oleh

EDIE SYAPUTRA

097003009/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS DAMPAK PROGRAM ALOKASI DANA KAMPUNG TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KAMPUNG

DI KECAMATAN BLANGKEJEREN KABUPATEN GAYO LUES PROPINSI ACEH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Pedesaan Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

EDIE SYAPUTRA

097003009/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS DAMPAK PROGRAM ALOKASI DANA KAMPUNG TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KAMPUNG DI KECAMATAN BLANGKEJEREN KABUPATEN GAYO LUES PROPINSI ACEH

Nama Mahasiswa : Edie Syaputra

Nomor Pokok : 097003009

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD)

Komisi Pembimbing,

Ketua

(Prof. Bachtiar Hasan Miraza)

(Wahyu Ario Pratomo, SE. M.Ec) (

Anggota Anggota

Drs.Rujiman, MA)

Tanggal lulus : 25 Agustus 2011 Telah diuji pada

Tanggal 25 Agustus 2011 Ketua Program Studi

Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE

Direktur

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 25 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Bachtiar Hasan Miraza

Anggota : Wahyu Ario Pratomo, SE. M.Ec

Drs. Rudjiman, MA

Prof. lic. rer. Reg. Sirojuzilam, SE

(5)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah ada perbedaan penerimaan kampung sebelum dan sesudah pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren dan menganalisis persepsi masyarakat terhadap prioritas pemanfaatan Alokasi Dana Kampung bagi pembangunan fisik dan pembangunan non fisik di Kecamatan Blangkejeren serta menganalisis kendala apa saja yang dihadapi pemerintah kampung dan kecamatan dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren

Responden dalam penelitian ini adalah aparat pemerintah kampung yang berjumlah 35 responden serta para ahli/pakar atau masyarakat yang terlibat langsung dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren yang berjumlah 21 responden. Untuk menganalisis permasalahan pertama dilakukan uji beda rata-rata (t-test), sedangkan untuk menganalisis masalah kedua dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) serta untuk menganalisis masalah ketiga dilakukan dengan analisis deskriptif.

Hasil penelitian yang diperoleh antara lain: terdapat perbedaan penerimaan kampung antara sebelum dan sesudah pelaksanaan Alokasi Dana Kampung, penerimaan kampung meningkat setelah adanya pelaksanaan Alokasi Dana Kampung. Pelaksanaan Alokasi Dana Kampung berdampak positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) prioritas dalam pembangunan fisik dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung adalah: 1) Pembangunan irigasi, 2) Pembangunan jalan kampung, 3) Pembangunan Jembatan. Sedangkan prioritas dalam pembangunan non fisik dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung adalah: 1) Peningkatan ekonomi masyarakat, 2) Pemberdayaan masyarakat, 3) Peningkatan kualitas pendidikan masyarakat kampung dan 4) Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat kampung. Dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung juga terdapat kendala antara lain: 1) Tahap pencairan dan penyaluran dana Alokasi Dana Kampung tidak efektif dan efisien, 2) Sosialisasi pelaksanaan Alokasi Dana Kampung terhadap masyarakat masih sangat kurang, 3) Tidak kreatifnya lembaga masyarakat kampung serta 4) Rendahnya kualitas sumber daya manusia.

(6)

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze whether there were differences villages income before and after village fund allocation implementation in District Blangkejeren and to analyze public perception of the priority utilization of village fund allocation for physical development and non-physical development in the Blangkejeren district and to analyze any constraints that government district and government village face in the implementation of village fund allocation in district Blangkejeren.

Respondents in this study is the village government officials, amounting to 35 respondents and experts/specialists or people who were directly involved in the implementation of village fund allocation in District Blangkejeren, amounting to 21 respondents. To analyze the first issue in this study we carried an average of different test (t-test), while the second carried out to analyze the problem by the method of Analytical Hierarchy Process (AHP) to analyze the problem and all three performed with descriptive analysis.

The results obtained are: there is a difference between village income before and after implementation of village fund allocation, revenues increased after the implementation of village fund allocation. Implementation of village fund allocation has a positive and significant impact on public welfare. Based on the analysis of Analytical Hierarchy Process (AHP) in the physical development priorities in the implementation of village fund allocation are: 1) Construction of irrigation, 2) Construction of village roads, 3) Construction of Bridge. While the priority in the non-physical development in the implementation of village fund allocation are: 1) Improving the local economy, 2) community empowerment, 3) Improved village quality of public education and 4) Improved quality of public health. In the implementation of village fund allocation there are also constraints include: 1) Phase distribution and disbursement of fund in the village fund allocation ineffective and inefficient, 2) socialization of the implementation of Village Fund Allocation to society is lacking, 3) villages representation not creative/less idea and 3) Low quality of human resources.

(7)

Kata Pengantar

Alhamdulillahirabbilalamiin puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang senantiasa melimpahkan berkah, rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan tesis ini. Adapun judul dari tesis ini adalah Analisis Dampak Program Alokasi Dana Kampung Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kampung di Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh, tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Magister di Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis banyak sekali mendapatkan bantuan dan bimbingan dari semua pihak, maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih yang tek terhingga kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang banyak memberikan kemudahan dalam proses pendidikan di PPS-USU ini;

2. Bapak Prof. Dr. lic. rer. Reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan yang telah banyak memberikan wawasan tentang pembangunan wilayah dan pedesaan;

3. Bapak Prof. Bachtiar Hasan Miraza selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan bimbingan serta arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini;

4. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE. M.Ec dan Bapak Drs. Rudjiman. MA selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan bimbingan serta arahan dalam penyusunan tesis ini;

(8)

6. Seluruh Civitas Akademika Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) yang telah banyak membantu proses administrasi dan kelancaran kegiatan akademik;

7. Orang tua, adik-adik dan keluarga besar saya serta teman-teman sekelas di PWD’09 yang selalu membantu dan mendoakan saya untuk maju dan berkembang;

8. Seluruh aparat pemerintahan di Kabupaten Gayo Lues khususnya di Kecamatan Blangkejeren yang telah banyak memberikan informasi tentang pelaksanaan Alokasi Dana Kampung, serta masyarakat dan pimpinan desa/kampung yang banyak memberikan masukan yang berkaitan dengan penelitian ini;

Akhirnya kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan tesis ini. yang tidak tercantum dalam tulisan ini, semoga segala bentuk kebaikan yang telah diberikan mendapat ganjaran yang berlipat ganda dari ALLAH SWT. Amiin

Medan, 23 Agustus 2011

(9)

RIWAYAT HIDUP

Edie Syaputra lahir di Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Propinsi Aceh pada tanggal 8 Nopember 1986, anak pertama dari empat bersaudara dari Bapak Drs. H. Syehnurdin, MM dan Ibu Hj. Nurmani, S.Pd.

Pendidikan penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Blangkejeren lulus pada tahun 1998, Sekolah Menengah Pertama Swasta Modern Shalahuddin lulus pada tahun 2001, dan Sekolah Menengah Atas Swasta Patra Nusa di Aceh Tamiang lulus pada tahun 2004 selanjutnya kuliah di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) Jatinangor Jawa Barat lulus pada tahun 2009.

(10)

DAFTAR ISI

2.1.1.Masalah Kesejahteraan Sosial ... 13

2.1.2.Penyebab Kemiskinan Masyarakat Desa Sebagai Salah Satu Masalah Kesejahteraan Sosial ... 15

2.2. Alokasi Dana Kampung ... 17

2.2.1. Pengertian Alokasi Dana Kampung ... 17

2.2.2. Dasar Hukum Pelaksanaan Alokasi Dana Desa/Kampung ... 19

2.2.3. Prinsip dalam Pengelolaan Alokasi Dana Kampung ... 20

2.2.4. Rumus Penetapan Alokasi Dana Kampung ... 25

2.2.5. Pengelolaan Alokasi Dana Kampung ... 25

2.3. Penelitian Sebelumnya ... 27

2.4. Kerangka Berpikir ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

(11)

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 30

3.7. Merubah Data dari Skala Ordinal Menjadi Skala Interval ... 50

3.8. Defenisi Operasional Penelitian ... 51

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53

4.1.1. Kondisi Geografis Kecamatan Blangkejeren... 53

4.1.2. Demografi dan Keadaan Penduduk di Kecamatan Blangkejeren ... 55

4.1.3. Penduduk Menurut Mata Pencahararian di Kecamatan Blangkejeren ... 58

4.2. Sarana dan Prasarana di Kecamatan Blangkejeren ... 58

4.2.1. Sarana Pendidikan ... 59

4.2.2. Sarana Kesehatan ... 60

4.2.3. Sarana Ekonomi dan Industri di Kecamatan Blangkejeren ... 62

4.3. Pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren ... 65

(12)

4.4. Analisis Penerimaan Kampung Sebelum dan

Sesudah Pelaksanaan Alokasi Dana Kampung ... 78

4.5. Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Prioritas Pemanfaatan Alokasi Dana Kampung Bagi Pembangunan Fisik dan Non Fisik Kampung di Kecamatan Blangkejeren ... 80

4.6. Kendala-kendala dalam Pelaksaanaan Alokasi Dana Kampung ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

5.1. Kesimpulan ... 88

5.2. Saran ... 90

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Perencanaan Kampung/Desa Secara Partisipatif ... 24

3.1 Matriks Perbandingan Berpasangan ... 45

3.2 Skala Penilaian Perbandingan ... 46

3.3 Pembangkit Random... 49

4.1 Nama Kampung dan Status Kampung dalam Kecamatan Blangkejeren, Tahun 2009 ... 54

4.2 Rata-rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumah Tangga Pertanian Menurut Jenis Lahan, Tahun 2009 ... 55

4.3 Jumlah Penduduk Menurut Agama Dirinci per Kampung dalam Kecamatan Blangkejeren, Tahun 2009 ... 56

4.4 Jumlah Penduduk, Jenis Kelamin dan Jumlah Rumah Tangga di Kecamatan Blangkejeren, Tahun 2009 ... 57

4.5 Jumlah Penduduk Kecamatan Blangkejeren Berdasarkan Mata Pencaharian, Tahun 2009 ... 58

4.6 Jumlah Sekolah dan Kelas Negeri/Swasta Menurut Jenjang Pendidikan di Kecamatan Blangkejeren, Tahun 2009 ... 59

4.7 Kondisi Ruangan Kelas di Sekolah Negeri/Swasta Menurut Jenjang Pendidikan di Kecamatan Blangkejeren, Tahun 2009 ... 60

4.8 Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Jenis Sarana Masing-masing Kampung di Kecamatan Blangkejeren, Tahun 2009 ... 61

4.9 Jumlah Pos KB, Sub Pos KB dan Posyandu Menurut Kampung Di Kecamatan Blangkejeren, Tahun 2009 ... 62

4.10 Jumlah Sarana Industri di Masing-masing Kampung dalam Kecamatan Blangkejeren, Tahun 2009 ... 63

(14)

4.12 Jumlah Penerimaan Alokasi Dana Kampung (ADK) Kabupaten Gayo Lues dan Kecamatan Blangkejeren,

Tahun 2007-2011 ... 67 4.13 Besaran Alokasi Dana Kampung (ADK) Kecamatan

Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues, Tahun 2007 sampai

dengan Tahun 2011 ... 68 4.14 Rincian Alokasi Dana Kampung (ADK) Kecamatan

Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Tahun 2007 ... 73 4.15 Rincian Alokasi Dana Kampung (ADK) Kecamatan

Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Tahun 2008 ... 74 4.16 Rincian Alokasi Dana Kampung (ADK) Kecamatan

Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Tahun 2009 ... 75 4.17 Rincian Alokasi Dana Kampung (ADK) Kecamatan

Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Tahun 2010 ... 76 4.18 Rincian Alokasi Dana Kampung (ADK) Kecamatan

Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Tahun 2007 ... 77 4.19 Tabulasi Kuesioner Pembangunan Fisik Kampung

di Kecamatan Blangkejeren ... 81 4.20 Tabulasi Kuesioner Pembangunan Non Fisik Kampung

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Pembangunan Kesejahteran Sosial dalam Konteks

Pembangunan Nasional ... 12 2.2 Kerangka Berpikir ... 29 4.1 Siklus Pencairan Alokasi Dana Kampung (ADK)

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian Penerimaan Kampung Sebelum dan

Sesudah Pelaksanaan Alokasi Dana Kampung ... 94 2 Kuesioner Penelitian Persepsi Masyarakat Terhadap Prioritas

Pemanfaatan Alokasi Dana Kampung Bagi Pembangunan Fisik Dan Pembangunan Non Fisik di Kecamatan Blangkejeren ... 97 3 Tabel Data Skala Ordinal Sebelum Pelaksanaan Alokasi

Dana Kampung ... 102 4 Tabel Data Skala Ordinal Setelah Pelaksanaan Alokasi

Dana Kampung ... 103 5 Tabel Data Skala Interval Sebelum Pelaksanaan Alokasi

Dana Kampung ... 104 6 Tabel Data Skala Interval Setelah Pelaksanaan Alokasi

Dana Kampung ... 105 7 Tabel Hasil Analisis T-test Penerimaan Kampung Sebelum dan

Sesudah Pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan

Blangkejeren dengan Menggunakan Program SPSS 18 ... 106 8 Foto Pembangunan Fisik Kampung Dana Pelaksanaan

Alokasi Dana Kampung dan Partisipasi Masyarakat Serta Sosialisasi Pelaksanaan Alokasi Dana Kampung

di Kabupaten Gayo Lues ... 107 9 Analisis Hasil Analytical Hierarchy Process dengan

(17)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah ada perbedaan penerimaan kampung sebelum dan sesudah pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren dan menganalisis persepsi masyarakat terhadap prioritas pemanfaatan Alokasi Dana Kampung bagi pembangunan fisik dan pembangunan non fisik di Kecamatan Blangkejeren serta menganalisis kendala apa saja yang dihadapi pemerintah kampung dan kecamatan dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren

Responden dalam penelitian ini adalah aparat pemerintah kampung yang berjumlah 35 responden serta para ahli/pakar atau masyarakat yang terlibat langsung dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren yang berjumlah 21 responden. Untuk menganalisis permasalahan pertama dilakukan uji beda rata-rata (t-test), sedangkan untuk menganalisis masalah kedua dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) serta untuk menganalisis masalah ketiga dilakukan dengan analisis deskriptif.

Hasil penelitian yang diperoleh antara lain: terdapat perbedaan penerimaan kampung antara sebelum dan sesudah pelaksanaan Alokasi Dana Kampung, penerimaan kampung meningkat setelah adanya pelaksanaan Alokasi Dana Kampung. Pelaksanaan Alokasi Dana Kampung berdampak positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) prioritas dalam pembangunan fisik dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung adalah: 1) Pembangunan irigasi, 2) Pembangunan jalan kampung, 3) Pembangunan Jembatan. Sedangkan prioritas dalam pembangunan non fisik dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung adalah: 1) Peningkatan ekonomi masyarakat, 2) Pemberdayaan masyarakat, 3) Peningkatan kualitas pendidikan masyarakat kampung dan 4) Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat kampung. Dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung juga terdapat kendala antara lain: 1) Tahap pencairan dan penyaluran dana Alokasi Dana Kampung tidak efektif dan efisien, 2) Sosialisasi pelaksanaan Alokasi Dana Kampung terhadap masyarakat masih sangat kurang, 3) Tidak kreatifnya lembaga masyarakat kampung serta 4) Rendahnya kualitas sumber daya manusia.

(18)

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze whether there were differences villages income before and after village fund allocation implementation in District Blangkejeren and to analyze public perception of the priority utilization of village fund allocation for physical development and non-physical development in the Blangkejeren district and to analyze any constraints that government district and government village face in the implementation of village fund allocation in district Blangkejeren.

Respondents in this study is the village government officials, amounting to 35 respondents and experts/specialists or people who were directly involved in the implementation of village fund allocation in District Blangkejeren, amounting to 21 respondents. To analyze the first issue in this study we carried an average of different test (t-test), while the second carried out to analyze the problem by the method of Analytical Hierarchy Process (AHP) to analyze the problem and all three performed with descriptive analysis.

The results obtained are: there is a difference between village income before and after implementation of village fund allocation, revenues increased after the implementation of village fund allocation. Implementation of village fund allocation has a positive and significant impact on public welfare. Based on the analysis of Analytical Hierarchy Process (AHP) in the physical development priorities in the implementation of village fund allocation are: 1) Construction of irrigation, 2) Construction of village roads, 3) Construction of Bridge. While the priority in the non-physical development in the implementation of village fund allocation are: 1) Improving the local economy, 2) community empowerment, 3) Improved village quality of public education and 4) Improved quality of public health. In the implementation of village fund allocation there are also constraints include: 1) Phase distribution and disbursement of fund in the village fund allocation ineffective and inefficient, 2) socialization of the implementation of Village Fund Allocation to society is lacking, 3) villages representation not creative/less idea and 3) Low quality of human resources.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai sebuah Negara dibangun diatas dan dari desa, desa merupakan pelopor sistem demokrasi yang otonom dan berdaulat penuh. Sejak lama, desa telah memiliki sistem dan mekanisme pemerintahan serta norma sosial masing-masing. Inilah yang menjadi cikal bakal sebuah Negara bernama Indonesia ini. Namun, hingga saat ini pembangunan desa masih dianggap sebelah mata oleh pemerintah. Kebijakan pemerintah terkait pembangunan desa hingga saat ini masih jauh dari harapan kita semua memang diberikan hak-hak istimewa, diantaranya adalah terkait pengelolaan keuangan dan alokasi dana desa, pemilihan kepala desa serta proses pembangunan desa.

(20)

justru memiskinkan mereka. Ini merupakan bukti ketidakadilan sosial di negara kita,

Jika pemerintah berbicara tentang program pengentasan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat sudah sepatutnya sasaran yang menjadi prioritas pemerintah adalah mereka yang tinggal di desa. Fokus terhadap warga desa dianggap perlu karena sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya di desa. Hingga Tahun 2009, jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di desa jumlahnya masih cukup besar dibandingkan yang tinggal di kota. Dari 237 juta jiwa penduduk Indonesia, sebanyak 57 persen atau sekitar 135 juta jiwa bermukim dan menggantungkan hidupnya di desa. Sementara sisanya 43 persen atau sekitar 102 juta memutuskan tinggal di kota baik permanen maupun temporer karena bekerja. Jadi sudah seharusnya pemerintah memberikan perhatian yang cukup besar terhadap pembangunan desa.

Hingga saat ini jumlah desa tertinggal di Indonesia sebanyak 45 persen atau hampir separuh dari jumlah desa di Indonesia yang mencapai 70.611 desa walaupun sebagian besar desa tertinggal tersebut berada di wiliyah Indonesia timur. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika ingin melihat anak-anak yang banyak putus sekolah kebanyakan ada di desa, jika ingin melihat gizi buruk dan perempuan yang menerima ketidakadilan (cultural-structural) pasti sebagian besar ada di desa, jalan setapak dari tanah, para pekerja migran yang mendapat masalah di luar negeri sebagaian besar adalah warga desa, semuanya dengan mudah akan kita dapati di desa serta kondisi-kondisi memprihatinkan lainnya.

(21)

hukum terhadap perimbangan keuangan desa dan Kabupaten/kota. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 pasal 68 ayat 1 huruf c, desa memperoleh jatah Alokasi Dana Desa (ADD). Alokasi Dana Desa yang diberikan ke desa merupakan hak desa. Sebelumnya, desa tidak memperoleh kejelasan anggaran untuk mengelola pembangunan, pemerintahan dan sosial kemasyarakatan desa. Saat ini, melalui Alokasi Dana Desa, desa berpeluang untuk mengelola pembangunan, pemerintahan dan sosial kemasyarakatan desa secara otonom.

Menteri Dalam Negeri tertanggal 17 Agustus 2006 mengeluarkan Surat Kawat bernomor 140/1841/SJ yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia untuk segera merealisasikan Alokasi Dana Desa, terutama kepada Kabupaten/ kota yang sama sekali belum melaksanakan Alokasi Dana Desa. Dalam Surat Kawat tersebut, Menteri Dalam Negeri dengan jelas menyebutkan bahwa percepatan Alokasi Dana Desa dilakukan untuk mendukung peningkatan kinerja pemerintahan desa.

(22)

membuktikan kemampuan dalam penyelenggaraan kewenangan dalam bidang keuangan dan pelayanan umum.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa mengatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintah desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari anggaran pendapatan dan belanja desa dan bantuan pemerintah daerah, Desa mempunyai hak untuk memperoleh bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten serta bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten.

Kebijakan Alokasi Dana Desa disusun oleh pemerintah daerah Kabupaten/ kota. Tahapan dan proses menyusun kebijakan Alokasi Dana Desa ini, tentu mengikuti prinsip dan cara penyusunan kebijakan daerah yang partisipatif. Kebijakan partisipatif adalah penyusunan kebijakan pemerintah daerah yang melibatkan berbagai pihak di daerah, dari awal sampai akhir.

Alokasi Dana Desa harus berpihak kepada masyarakat desa, jangan sampai mengulang kesalahan masa lalu dimana bantuan-bantuan yang diperoleh dari dinas atau instansi pemerintah Kabupaten/kota untuk desa selain tidak menjamin keberlanjutannya juga tidak disertai kewenangan yang luas untuk memanfaatkan sesuai dengan kebutuhan desanya. Akibatnya, program itu tidak berhasil karena mengabaikan keberadaan desa sebagai pemerintahan yang bisa menjalankan fungsi yang lebih baik dalam mendorong partisipasi masyarakatnya. Dengan ini, maka pemerintah desa akan benar-benar menjalankan fungsinya, melayani masyarakat desa.

(23)

kampung dan mensejahterakan masyarakatnya. Pemberian Alokasi Dana Kampung merupakan wujud dari pemenuhan hak kampung untuk menyelenggarakan otonomi kampung agar tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan dari kampung itu sendiri berdasarkan keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli demokratisai, pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan peran pemerintah kampung dalam memberikan pelayanan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sesuai dengan pedoman pelaksanaan alokasi dana desa, bahwa peruntukan alokasi dana desa adalah untuk pembangunan desa yakni kegiatan pembangunan fisik dan non fisik desa yang berhubungan dengan indikator perkembangan desa. Indikator tersebut meliputi tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan dan pembinaan pemuda.

Pelaksanaan Alokasi Dana Kampung adalah untuk menggerakkan ekonomi kampung tersebut, pemanfaatan Alokasi Dana Kampung ini melalui pembangunan fisik dan pembangunan non fisik. Pembangunan non fisik dilakukan melalui pemberian bantuan kepada masyarakat kampung yang berhak untuk menerimanya yakni para perempuan, anak-anak, petani, buruh, nelayan dan kaum miskin kampung yang lainnya. Selain pemanfaatan untuk pembangunan non fisik, alokasi dana kampung juga digunakan untuk pembangunan fisik kampung yang meliputi pembangunan sarana dan prasarana produksi, perhubungan dan sosial. Hal ini karena sebagian besar kampung kondisinya cukup memprihatinkan sehingga perlu diadakan pembenahan seperti yang telah disebutkan di atas.

(24)

bekerjanya demokrasi di tingkat kampung, memperkuat otonomi kampung dan menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan kampung. Dengan adanya Alokasi Dana Kampung, pemerintah kampung dituntut untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan kampung, memperbaiki layanan publik di kampung dan mendorong efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan kampung. Kebijakan Alokasi Dana Kampung disusun oleh pemerintah Kabupaten/kota untuk melindungi, meningkatkan kesejahteraan rakyat kampung, sekaligus untuk memenuhi hak-hak kampung.

Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Analisis Dampak Program Alokasi Dana Kampung Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kampung di Kecamatan

(25)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan pada latar belakang yang ada di atas, penulis terdorong untuk mengkaji lebih jauh dan merumuskan masalah penelitian ini, antara lain:

1. Bagaimana penerimaan kampung sebelum dan sesudah pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren? 2. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap prioritas pemanfaatan

Alokasi Dana Kampung bagi pembangunan fisik dan nonfisik kampung di Kecamatan Blangkejeren?

3. Kendala apa saja yang dihadapi oleh pemerintah kampung dan pemerintah kecamatan dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang ada di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis apakah ada perbedaan penerimaan kampung sebelum dan sesudah pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren.

(26)

3. Untuk menganalisis kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh pemerintah kampung dan pemerintah kecamatan dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini merupakan suatu bentuk latihan bagi penulis untuk dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam memecahkan masalah secara ilmiah dan menjadi bekal dalam melaksanakan tugas serta pengabdian di lapangan pada masa yang akan datang.

2. Hasil penelitian ini kiranya dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah Kabupaten Gayo Lues, khususnya pemerintah Kecamatan Blangkejeren dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung untuk mensejahterakan masyarakat kampung.

(27)

BAB II

Landasan Teori

2.1. Kesejahteraan Sosial

Kehidupan yang didambakan oleh semua manusia di dunia ini adalah kesejahteraan. Baik yang tinggal di kota maupun yang di desa, semua mendambakan kehidupan yang sejahtera. Sejahtera lahir dan bathin. Namun, dalam perjalanannya, kehidupan yang dijalani oleh manusia tak selamanya dalam kondisi sejahtera. Pasang surut kehidupan ini membuat manusia selalu berusaha untuk mencari cara agar tetap sejahtera. Mulai dari pekerjaan kasar seperti buruh atau sejenisnya, sampai pekerjaan kantoran yang bisa sampai ratusan juta gajinya dilakoni oleh manusia. Jangankan yang halal, yang harampun rela dilakukan demi kesejahteraan hidup.

Secara umum, istilah kesejahteran sosial sering diartikan sebagai kondisi sejahtera (konsepsi pertama), yaitu suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan perwatan kesehatan. Pengertian kesejahteraan sosial juga menunjuk pada segenap aktifitas pengorganisasian dan pendistribusian pelayanan sosial bagi kelompok masyarakat, terutama kelompok yang kurang beruntung (disadvantage groups). Penyelenggaraan berbagai skema perlindungan sosial (social protection) baik yang bersifat formal maupun informal adalah contoh aktivitas kesejahteraan sosial (Suharto, 2009).

(28)

taraf hidup yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisik belaka, tapi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental dan segi kehidupan spiritual. Kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai kondisi sejahtera dari suatu masyarakat, kesejahteraan sosial pada umumnya meliputi kesehatan, keadaan ekonomi, kebahagiaan dan kualitas hidup rakyat. Di Indonesia kesejahteraan sosial dijamin oleh UUD 1945 pasal 33 dan pasal 34. Dalam UUD 1945 jelas disebutkan bahwa kemakmuran rakyat yang lebih diutamakan dari pada kemakmuran perseorangan, fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Namun pada kenyataannya hingga saat ini masih banyak rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan dan terlantar tidak mendapatkan perhatian.

Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pembangunan juga berupaya menumbuhkan aspirasi dan tuntutan masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Pembangunan tidak hanya dapat dilihat dari aspek pertumbuhan saja. Salah satu akibat dari pembangunan yang hanya menerapkan paradigma pertumbuhan semata adalah munculnya kesenjangan antara kaya miskin, serta pengangguran yang merajalela. Pertumbuhan selalu dikaitkan dengan peningkatan pendapatan nasioanal (gross national products) (Todaro, 1998).

Menurut Jayadinata (1999), bahwasanya pembangunan meliputi tiga kegiatan yang saling berhubungan, antara lain:

1. Menimbulkan peningkatan kemakmuran dan peningkatan pendapatan serta kesejahteraan sebagai tujuan, dengan tekanan perhatian pada lapisan terbesar (dengan pendapatan terkecil) dalam masyarakat;

(29)

3. Menyusun kembali (restructuring) masyarakat dengan maksud agar terjadinya pertumbuhan sosial ekonomi yang kuat.

Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan usaha yang terencana dan melembaga yang meliputi berbagai bentuk intervensi sosial dan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosial, serta memperkuat institusi-institusi sosial (Suharto, 1997). Lebih lanjut Suharto (2009), menyatakan bahwasanya tujuan pembangunan kesejahteraan sosial adalah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia secara menyeluruh yang mencakup:

1. Peningkatan standar hidup, melalui seperangkat pelayanan sosial dan jaminan sosial segenap lapisan masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang kurang beruntung dan rentan yang sangat memerlukan perlindungan sosial;

2. Peningkatan keberdayaan melalui penetapan system dan kelembagaan ekonomi, sosial dan politik yang menjunjung harga diri dan martabat kemanusiaan;

3. Penyempurnaan kebebesan melalui perluasan aksesibilitas dan pilihan-pilihan kesempatan sesuai dengan aspirasi, kemampuan dan standar kemanusiaan.

Apabila fungsi pembangunan nasional disederhanakan, maka ia dapat dirumuskan dalam tiga tugas utama yang mesti dilakukan sebuah Negara-bangsa

(30)

Fungsi pertumbuhan ekonomi mengacu pada bagaimana melakukan “wirausaha” (misalnya melalui industrialisasi, penarikan pajak) guna memperoleh pendapatan financial yang diperlukan untuk membiayai kegiatan pembangunan. Fungsi perawatan masyarakat menunjuk pada bagaimana merawat dan melindungi warga Negara dari berbagai macam risiko yang mengancam kehidupannya (misalnya menderita sakit, terjerembab kemiskinan atau tertimpa bencana alam dan sosial). Sedangkan fungsi pengembangan manusia mengarah pada peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia yang menjamin tersedianya angkatan kerja yang berkualitas yang mendukung mesin pembangunan. Agar pembangunan nasioanal berjalan optimal dan mampu bersaing di pasar global, ketiga aspek tersebut harus dicakup secara seimbang.

Gambar 2.1 Pembangunan Kesejahteraan Sosial dalam Konteks Pembangunan Nasional

Berdasarkan Indonesian Human Devalopment Report 2004 bahwasanya Kesejahteraan masyarakat pada dasarnya adalah buah dari pelayanan publik yang dilakukan pemerintah. Dengan pelayanan publik yang baik maka kesejahteraan masyarakat juga berpeluang besar untuk membaik. Kesejahteraan masyarakat

Pertumbuhan Ekonomi (Keuangan,

Industri)

Perawatan Masyarakat

(Kesehatan, Kesejahteraan Sosial) Pengembangan

(31)

sendiri dapat dilihat dari berbagai indikator. Salah satu indikator yang dapat dipakai adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mengukur capaian umum suatu daerah dalam tiga dimensi utama pembangunan manusia, yaitu panjangnya usia (diukur dengan angka harapan hidup), pengetahuan (diukur dengan capaian pendidikan), dan kelayakan hidup (diukur dengan pendapatan yang telah disesuaikan).

2.1.1. Masalah Kesejahteraan Sosial

Menurut Fadhil Nurdin (1990), timbulnya masalah-masalah yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial disebabkan oleh 5 hambatan:

1. Ketergantungan Ekonomi. Ketergantungan ekonomi merupakan hambatan utama yang menyebabkan adanya berbagai masalah. Hal ini dapat dilihat pada kesulitan yang dialami individu, kelompok dan masyarakat. Sebab dari Ketergantungan ekonomi sebagian besar disebabkan kurangnya pendapatan sehingga tidak dapat memenuhi standar kehidupan minimal dalam kehidupannya, atau ketidakmampuan mengelola pendapatan mereka yang seharusnya dapat mencukupi. Dari hambatan tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah social antara lain kemiskinan;

(32)

perubahan, baik sikap maupun perilakunya dalam berinteraksi dengan orang lain dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku di lingkungan tertentu. Masalah-masalah penyesuaian diri dapagt menimbulkan berbagai bentuk masalah seperti kenakalan remaja, pelacuran dan lain sebagainya;

3. Kesehatan Yang Buruk. Kesehatan yang buruk dapat disebabkan beberapa factor: lingkungan yang buruk atau kotor, adanya berbagai penyakit dan ketidakmengertian anggota masyarakat itu sendiri. Ketiga factor tersebut berkaitan pula dengan kemiskinan dan kurangnya pendidikan. Persoalan-persoalan yang bersumber dari berbagai factor diatas dapat menimbulkan berbagai masalah yang berhubungan dengan penyakit-penyakit menular, kekurangan gizi, yang akhirnya menuju kematian;

(33)

5. Kondisi Sosial, Penyediaan dan Pengelolaan Pelayanan Sosial yang Kurang atau Tidak Baik. Kondisi sosial, penyediaan dan pengelolaan pelayanan sosial yang kurang atau tidak baik misalnya keadaan lingkungan pergaulan yang buruk sehingga dapat dengan kuat mempengaruhi kepribadian individu. Demikian pula halnya dengan penyediaan dan pengelolaan pelayanan sosial yang kurang atau tidak baik, akan mengakibatkan hasil pelayanan yang kurang memadai terhadap para pengguna pelayanan tersebut. Misalnya, kurangnya kualitas pelayanan rumah sakit, kurangnya sarana pendidikan yang memadai dan sebagainya. Masalah-masalah dapat ditimbulkan oleh kondisi social, pelayanan yang kurang atau tidak baik dapat menjangkau penerima pelayanan.

Paling tidak, kelima jenis hambatan diatas (selain banyak lagi masalah sosial lainnya yang belum teridentifikasi) merupakan dasar atau sumber timbulnya masalah-masalah kesejahteraan sosial masyarakat yang mau tidak mau harus diatasi, tidak hanya oleh masing-masing individu, melainkan oleh pemerintah daerah.

2.1.2. Penyebab Kemiskinan Masyarakat Desa Sebagai Salah Satu Masalah Kesejahteraan Sosial

(34)

1. Kuatnya posisi pedagang perantara yang didukung oleh birokrat perdesaan yang juga turut menikmati sebagian keuntungan dari mekanisme pasar yang tidak berpihak pada petani;

2. Seluruh pasar baik lokal, regional maupun ekspor umumnya telah dikuasai pedagang dengan distribusi income yang semakin tidak adil bagi produsen di perdesaan;

3. Bantuan-bantuan yang berasal dari pemerintah jumlahnya sangat kecil yang benar-benar sampai kepada masyarakat yang menjadi target;

4. Tingkat pendidikan masyarakat desa yang relatif rendah sehingga tidak mampu menerma modernisasi dalam upaya meningkatkan teknologi untuk mengefesienkan kegiatan ekonomi mereka.

Tujuan pengembangan perdesaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan secara bertahap, pola yang dapat diterapkan untuk mewujudkannya antara lain:

1. Pembentukan lembaga koperasi oleh masyarakat, agar masyarakat mampu melaksanakan processing, pemasaran dan melindungi dirinya dari ulah para spekulan;

2. Pengembangan produk pertanian unggulan yang berkaulitas dan berdaya saing tinggi;

(35)

4. Pengemabangan lembaga-lembaga pemerintah untuk memfasilitasi kebutuhan modal, kegiatan usaha dan pengembangan sumber daya manusia di perdesaan.

Kini pendekatan pengembangan perdesaan dilaksanakan secara holistik melalui core business yakni penyediaan sarana dan prasarana dasar perdesaan dengan memprhatikan kelestarian lingkungan, sehingga dicapai pembangunan yang berkelanjutan. Pengembangan perdesaan melalui bina manusia, bina lingkungan dan bina usaha (Tribina).

Sedangkan bina usaha meliputi usaha-usaha pengembangan agribisnis, industry kecil/pengolahan, kerajinan rakyat, pariwisata (agro-eko-kultur). Semua itu termasuk ditribusi dan pemasarannya serta pemanfaatan sumber daya alam, diimbangi dengan tumbuhnya agropolitan.

Konsep dan pendekatan baru tersebut, menurut M.Yusuf Gayo, merupakan solusi jitu bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di perdesaan. Jadi tantangan kedepannya adalah mewujudkan hal tersebut.

2.2. Alokasi Dana Kampung

2.2.1. Pengertian Alokasi Dana Kampung

(36)
(37)

Qanun Kampung setelah mendapat persetujuan Badan Permusyawaratan Kampung.

Alokasi Dana Kampung dimaksudkan untuk membiayai program pemerintahan Kampung dalam melaksanakan pelayanan pemerintahan, pembangunan, perekonomian dan pemberdayaan masyarakat. Tujuan dari Alokasi Dana Kampung adalah

1. Menanggulangi kemiskinan dan kesenjangan;

2. Meningkatkan kemandirian kampung dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran pembangunan ditingkat kampung dan pemberdayaan masyarakat;

3. Meningkatkan pembangunan infrastruktur skala kampung;

4. Meningkatkan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka peningkatan sosial kemasyarakatan;

5. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat;

6. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat kampung dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat;

7. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat; 8. Meningkatkan pendapatan kampung dan masyarakat kampung melalui

badan usaha milik kampung (BUMK).

2.2.2. Dasar Hukum Pelaksanaan Alokasi Dana Desa/Kampung

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 212 ayat 3 yang berbunyi: sumber pendapatan desa terdiri dari;

(38)

2) Bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota;

3) Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota;

4) Bantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota;

5) Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa (Pasal 68 ayat 1 huruf c)

3. Surat Edaran Mendagri Nomor 140/640/SJ tertanggal 22 Maret 2005 Tentang Pedoman Alokasi Dana Desa yang ditujukan kepada pemerintah Kabupaten/kota

4. Surat Edaran Mendagri Nomor.140/286/SJ tertanggal 17 Februari 2006 tentang Pelaksanaan Alokasi Dana Desa

5. Surat Edaran Mendagri No. 140/1841/SJ tertanggal 17 Agustus 2006 tentang perintah penyediaan Alokasi Dana Desa kepada Provinsi (evaluator) dan Kabupaten/kota sebagai pelaksana.

6. Peraturan Bupati Gayo Lues Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengelolaan Alokasi Dana Kampung

2.2.3. Prinsip Dalam Pengelolaan Alokasi Dana Kampung

(39)

1. Partisipatif

Proses pengelolaan Alokasi Dana Kampung, sejak perencanaan, pengambilan keputusan sampai dengan pengawasan serta evaluasi harus melibatkan banyak pihak. Artinya, dalam mengelola Alokasi Dana Kampung tidak hanya melibatkan para elit desa saja (Pemerintah Kampung, BPK, Pengurus LKMK ataupun tokoh-tokoh masyarakat), tetapi juga harus melibatkan masyarakat lain seperti petani, kaum buruh, perempuan, pemuda, dan sebagainya.

Sebagai contoh, dalam musrenbangdes di Desa Tanjungan Klaten, agar seluruh pihak dapat terlibat maka musyawarah dilakukan di lapangan terbuka (bukan di kantor desa) pada malam hari. Bahkan anak-anak pun dapat difasilitasi keterlibatannya melalui kegiatan menggambar. Mereka diminta untuk menggambarkan desa seperti apa yang mereka harapkan sekaligus menyampaikan apa saja sarana yang mereka butuhkan.

2. Transparan

Semua pihak dapat mengetahui keseluruhan proses secara terbuka. Selain itu, diupayakan agar masyarakat desa dapat menerima informasi mengenai tujuan, sasaran, hasil, manfaat yang diperolehnya dari setiap kegiatan yang menggunakan dana ini.

(40)

3. Akuntabel

Keseluruhan proses penggunaan Alokasi Dana Kampung, mulai dari usulan peruntukkannya, pelaksanaan sampai dengan pencapaian hasilnya dapat dipertanggungjawabkan di depan seluruh pihak terutama masyarakat kampung.

Sebagai contoh, di Desa Wiladeg Gunung Kidul dalam setiap pembahasan program dan anggaran dilakukan oleh pemerintah desa beserta masyarakat dan disiarkan langsung melalui radio komunitas. Sehingga masyarakat bisa memahami argumentasi setiap pos-pos anggaran dan keluaran yang dicapai.

4. Kesetaraan

Semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan Alokasi Dana Kampung mempunyai hak dan kedudukan yang sama.

Sebagai contoh, di Komunitas Sedulur Sikep (masyarakat Samin) – Jawa Tengah, ketika membahas suatu persoalan, maka setiap orang memiliki hak bicara yang sama dan terdapat semacam aturan bahwa setiap orang harus mempunyai pendapatnya sendiri untuk masalah yang dibahas.

Peruntukkan Alokasi Dana Kampung seharusnya dimusyawarahkan antara Pemerintah Kampung dengan Masyarakat Kampung serta pihak lainnya (BPK, Lembaga Adat, LSM, dll) untuk kemudian dituangkan dalam Peraturan Kampung tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung (APBKp) tahun yang bersangkutan.

(41)

dengan masa lalu, dimana program untuk desa direncanakan dan ditetapkan dari atas (oleh dinas/instansi pemerintah Kabupaten/ kota terkait), bukan berasal dari kebutuhan yang sebenarnya di desa/kampung. Sehingga, meskipun programnya baik tetapi sering tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh kampung.

(42)

Tabel 2.1 Perencanaan Kampung/Desa Secara Partisipatif

Kegiatan Mekanisme Pihak yang Terlibat

I. Tahap Perencanaan Pembangunan Desa

A. Menyusun

usulan-masyarakat yang ada di dusun serta lembaga terkait lainnya (LSM, Lembaga lembaga yang ada di desa (LSM, Lembaga Adat, dll)

B.2.Menyusun skala

II.Tahap Pembahasan Anggaran Desa

A.1.Mengkonsultasikan RAPBDes ke masyarakat melalui BPD

Rapat/musyawarah BPD, Masyarakat Desa dan lembaga yang ada di desa (LSM, Lembaga Adat, dll)

A.2.Penyusunan

tanggapanb, koreksi, dan usulan perbaikan A.3.Perumusan dan

C. Sosialisasi Pengumuman dan

sosialisasi melalui saluran-saluran komunikasi yang ada di desa

(43)

2.2.4. Rumus Penetapan Alokasi Dana Kampung

Berdasarkan Peraturan Bupati Gayo Lues Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengelolaan Alokasi Dana Kampung bahwa rumus yang digunakan dalam penetapan Alokasi Dana Kampung untuk masing-masing kampung adalah:

1. Azas merata adalah besarnya bagian Alokasi Dana Kampung yang sama untuk setiap kampung, yang selanjutnya disebut Alokasi Dana Kampung Minimal (ADKMx);

2. Azas adil adalah besarnya bagian Alokasi Dana Kampung berdasarkan nilai bobot kampung (BKx) yang dihitung dengan rumus dan variabel independent utama (misalnya: kemiskinan, pendidikan dasar, kesehatan, jumlah penduduk, luas wilayah) serta variabel independent tambahan (misalnya: keterjangkauan, potensi ekonomi, partisipasi masyarakat, jumlah dusun) yang selanjutnya disebut dengan Alokasi Dana Kampung Proporsional (ADKPx).

3. Besaran prosentasi perbandingan antara azas merata dan azas adil yaitu besaran Alokasi Dana Kampung Minimal (ADKM) minimal 60% dan besaran Alokasi Dana Kampung Proporsional (ADKP) maksimal 40% dari total jumlah Alokasi Dana Kampung.

2.2.5. Pengelolaan Alokasi Dana Kampung

(44)

tim pelaksana, tim pengawas dan tim evaluasi secara khusus. Tim-tim tersebut dibutuhkan agar Alokasi Dana Kampung dapat terkelola dengan baik dan sesuai dengan kepentingan masyarakat. Hal tersebut bercermin pada kebijakan masa lalu dimana bantuan untuk kampung/desa dari pemerintah daerah Kabupaten/kota secara kelembagaan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah Kabupaten/kota tersebut, maka dengan adanya Alokasi Dana Kampung pelaksana program adalah perangkat kampung bersama masyarakatnya.

(45)

2.3. Penelitian Sebelumnya

Sulistianto (2001), dalam penelitian Sulistianto yang berjudul “Pengaruh Program dana Bantuan Desa Terhadap Perkembangan Desa Di Kecamatan Stabat”. menunjukkan bahwa desa-desa di Kecamatan Stabat menyatakan ada hubungan yang positif dan signifikan antara Dana Bantuan Desa dengan indikator Perkembangan Desa dari tahun 1995 sampai dengan tahun 1999.

Sinaga (2004), melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Proyek Pemberdayaan Kecamatan Terpadu (P2KT) Terhadap Pembangunan Desa di Kecamatan Dolok Pangaribuan Kabupaten Simalungun” Dalam penelitian ini menyatakan tujuan untuk menggambarkan proses dan peran masyarakat dalam pelaksanaan Proyek Pemberdayaan Kecamatan Terpadu (P2KT) dan mengetahui manfaat Proyek Pemberdayaan Kecamatan Terpadu (P2KT) di Kecamatan Dolok Pangaribuan Kabupaten Simalungun. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Proyek Pemberdayaan Kecamatan Terpadu (P2KT) memberikan Pengaruh yang positif terhadap Pembangunan Desa.

Purba (2007), dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Partisipasi Masyarakat Terhadap Program Bantuan Pembangunan Desa di Kecamatan Gunung Malela Kabupaten Simalungun”. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik umur, pendidikan serta pendapatan berpengaruh positif terhadap partisipasi masyarakat, sehingga Partisipasi Masyarakat dapat berpengaruh dalam keberhasilan program bantuan pembangunan desa.

(46)

tangga sebelum dan setelah pelaksanaan alokasi dana desa di Kecamatan Sei Rampah. Serta terdapat perbedaan tanggapan yang signifikan menurut pemimpin desa dan masyarakat desa dalam pemanfaatan Alokasi Dana Desa di Kecamatan Sei Rampah bagi peningkatan produksi, sedangkan sarana pendidikan dan pembinaan pemuda tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

2.4. Kerangka Berpikir

(47)

Gambar 2.2

1. Pembangunan Jalan

2. Pembangunan jembatan

1. Pemberdayaan masyarakat kampung

2. Pengurangan angka kemiskinan di kampung 3. Peningkatan usaha ekonomi

masyarakat kampung 4. Peningkatan derajat

kesehatan masyarakat 5. Peningkatan kualitas

pendidikan dasar

1. Peningkatan pendapatan masyarakat kampung

2. Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat kampung

(48)

BAB III

Metode Penelitian

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tujuh kampung di Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues. Kampung yang akan dilakukan obyek penelitian adalah kampung Kutelintang, kampung Penampaan Uken, kampung Rak Lunung kampung Bukit, kampung Jawa dan kampung Penampaan serta kampung Porang.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis Data yang akan digunakan penulis dalam penelitian adalah data sekunder dan data primer. Data Sekunder diperoleh penulis melalui buku-buku, data yang didapat dari lembaga yang berkaitan dengan penelitian yakni data dari BPS, serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Pengelolaan Alokasi Dana Kampung. Penulis juga mengumpulkan data dari kampung-kampung yang menjadi obyek penelitian di Kecamatan Blangkejeren serta Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Gayo Lues sebagai instansi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung. Data Primer diperoleh Penulis dengan menggunakan pedoman wawancara kepada Kepala Bagian Pemerintahan Kampung Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Gayo Lues, Kepala Kampung (Gecik) dan masyarakat kampung, observasi serta kuesioner dari perseorangan masyarakat sesuai dengan sasaran penelitian.

(49)

1. Person adalah sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket;

2. Place sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak;

3. Paper sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar atau symbol-simbol lainnya.

3.3. Metode Pemilihan Responden

Pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive sampling atau pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan responden merupakan orang yang dianggap mempunyai kemampuan dan mengerti permasalahan yang terkait dengan pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren.

Pemilihan Responden untuk Uji T-Test, diperoleh dengan melakukan kegiatan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan terhadap ±

35 responden, yang terdiri dari aparat pemerintahan kampung pada masing-masing kampung di wilayah studi yang terpilih.

(50)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar unutuk memperoleh data yang diperlukan (Nazir, 2003).

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono, 2007)

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.4.1. Kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden (Sugiyono, 2008). Kuesioner dalam penelitian akan diberikan kepada masyarakat kampung.

3.4.2. Interview (Wawancara)

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara

(interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewer).

Interview digunakan oleh peneliti untuk menilai keadaan seseorang (Suharsimi, 2006).

(51)

1) Wawancara Terstruktur (Structured Interview)

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, apabila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi yang akan diperoleh.

2) Wawancara Semiterstruktur (Semistructured Interview)

Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara tersturktur tujuan wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya.

3) Wawancara Tak Berstruktur (Unstructured Interview)

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawacara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawacara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.

Wawancara akan dilakukan kepada Kepala Bagian Pemerintahan Kampung BPM Kabupaten Gayo Lues, perangkat kampung serta masyarakat kampung di Kecamatan Blangkejeren.

3.4.3. Observasi

(52)

kuesioner. Observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono, 2008). Observasi dilakukan penulis dengan pengamatan langsung ke lapangan mengenai proses pelaksanaan Alokasi Dana Kampung.

3.4.4. Dokumentasi

Dokumentasi, dari asal katanya document, yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen-dokumen ,peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya (Suharsimi, 2006).

Data yang akan dikumpulkan penulis antara lain: 1. Peraturan perundang-undangan;

2. Peraturan pemerintah; 3. Peraturan Menteri;

4. Peraturan Daerah (Qanun);

5. Data dari BPS Kabupaten Gayo Lues; 6. Data dari BPM Kabupaten Gayo Lues; 7. Data dari Kantor Kecamatan Blangkejeren;

8. Data dari Kantor Kampung yang menjadi obyek penelitian, dan;

(53)

3.5. Metode Analisis Data

Dalam suatu penelitian diperlukan suatu metode penelitian yang dapat mempermudah tujuan penelitian. Metode penelitian merupakan suatu proses pencarian sesuatu secara sistematis dalam waktu tertentu. Desain dari penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian (Nazir, 2005).

Menurut Sugiyono (2008) bahwasanya Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan. Demikian, metode penilitian dalam penulisan tesis ini adalah metode penelitian deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian deskriptif yang menggunakan data yang berupa angka-angka hasil koding dari jawaban responden atas angket yang disebarkan.

Metode penelitian Kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian. Metode ini disebut sebagai metode positivistic karena berlandaskan pada filsafat positivistik.

(54)

karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru atau data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistic.

Dalam penelitian kuantitatif dapat melihat hubungan variable terhadap objek yang diteliti lebih bersifat sebab akibat (kausal), sehingga dalam penelitiannya ada variable independen dan dependen. Dari variable tersebut selanjutnya dicari seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variable dependen.

Analisis data dalam penelitian kuantitatif merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul, sebab melalui analisislah data tersebut diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.

Selanjutnya menurut Nazir (2005), analisis adalah mengelompokkan, membuat suatu urutan, memanipulasi serta menyingkatkan data sehingga mudah dibaca. Menurut Arikunto (1997) dijelaskan bahwa analisis data meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1. Persiapan 2. Tabulasi Data

3. Penerapan Data sesuai dengan penelitian

Dalam menjawab rumusan masalah dilakukan secara metode analisis data sebagai berikut:

(55)

merumuskan hipotesis penelitian yaitu “Ada perbedaan penerimaan kampung sebelum dan sesudah pelaksanaan Alokasi Dana Kampung”. Hipotesis operasionalnya adalah sebagai berikut:

1. H0

2. H

= Penerimaan Kampung sebelum dan sesudah pelaksanaan Alokasi Dana Kampung adalah sama.

1

Patokan pengambilan keputusan:

= Penerimaan Kampung sebelum dan sesudah pelaksanaan Alokasi Dana Kampung adalah tidak sama.

1. Jika probabilitas atau signifikansi > 0.05 maka H0 diterima dan H1

2. Jika probabilitas atau signifikansi < 0.05 maka H ditolak.

0

ditolak dan H1 diterima.

Dengan analisis Uji T-Test maka akan dilihat ada atau tidaknya perbedaan penerimaan penerimaan kampung sebelum dan sesudah pelaksanaan Alokasi Dana Kampung. Seluruh perhitungan statistik yang diterapkan pada penelitian ini akan menggunakan program SPSS 18.

(56)

menyederhanakan masalah yang kompleks dan tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagiannya, serta menjadikan variabel dalam suatu hirarki (tingkatan). Masalah yang kompleks dapat diart ikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (mult ikriteria), struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia. Seluruh perhitungan

Analytical Hierarchy Process (AHP) yang diterapkan pada penelitian ini akan menggunakan program Expert Choice 11.

3. untuk menjawab permasalahan yang ketiga dilakukan analisis deskriptif, yaitu untuk menganalisis apakah ada kendala yang dihadapi oleh pemerintah kecamatan dan pemerintah kampung dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren. Hal ini dilakukan melalui observasi dan wawancara/interview.

3.6. Analytical Hierarchy Process

Analisis ini digunakan untuk memberikan nilai bobot setiap indikator dalam menghitung Prioritas Pembangunan Fisik dan non fisik dalam pelaksanaan Program Alokasi Dana Kampung. Skor yang digunakan antara skala 1-9.

(57)

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) awalnya dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School sekitar tahun 1970. Metode ini digunakan untuk mencari rangking atau urutan prioritas dari berbagai alternatif dalam pemecahan suatu permasalahan. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alternatif. Disini diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi terhadap pilihan-pilihan yang telah dilakukan. Dalam situasi yang kompleks, pengambilan keputusan tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup berbagai jenjang maupun kepentingan.

Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun berkelanjutan. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

(58)

dapat diartikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (multikriteria), struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia.

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. Selain itu AHP juga memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam dan di luar kelompok elemen strukturnya.

Analytical Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari:

1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan.Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A.

(59)

dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat.

3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete hierarchy).

4. Expectation, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.

Secara umum pengambilan keputusan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) didasarkan pada langkah-langkah berikut:

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria–kriteria dan alternaif–alternatif pilihan yang ingin di rangking.

3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing–masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

(60)

5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun dengan manual.

6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis pilihan dalam penentuan prioritas elemen–elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.

8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0, 15; maka penilaian harus diulang kembali.

Rasio Konsistensi (CR) merupakan batas ketidakkonsistenan (inconsistency)

yang ditetapkan Saaty. Rasio Konsistensi (CR) dirumuskan sebagai perbandingan indeks konsistensi (RI). Angka pembanding pada perbandingan berpasangan adalah skala 1 sampai 9, dimana:

1. Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lainnya

2. Skala 3 = kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan lainnya 3. Skala 7 = kategori amat kuat dibandingkan dengan kepentingan lainnya 4. Skala 9 = kepentingan satu secara ekstrim lebih kuat dari kepentingan

lainnya.

(61)

Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain:

3.6.1. Decomposition

Sistem yang kompleks dapat dengan mudah dipahami kalau sistem tersebut dipecah menjadi berbagai elemen pokok, kemudian elemen-elemen tersebut disusun secara hirarkis.

Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu.

Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sistem yang dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan tersebut. Suatu hirarki dalam metode AHP merupakan penjabaran elemen yang tersusun dalam beberapa tingkat, dengan setiap tingkat mencakup beberapa elemen homogen. Sebuah elemen menjadi kriteria dan patokan bagi elemen-elemen yang berada di bawahnya. Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat suatu pedoman tertentu yang harus diikuti. Hirarki tersebut tergantung pada kemampuan penyusun dalam memahami permasalahan. Namun tetap harus bersumber pada jenis keputusan yang akan diambil.

(62)

1) Minimum

Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis.

2) Independen

Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama.

3) Lengkap

Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam permasalahan.

4) Operasional

Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan dapat dikomunikasikan.

3.6.2. Comparative Judgment

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan criteria di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh dalam menentukan prioritas dari elemen-elemen yang ada sebagai dasar pengambilan keputusan. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison.

(63)

matriks merupakan alat yang sederhana yang biasa dipakai, serta memberi kerangka untuk menguji konsistensi. Rancangan matrik ini mencerminkan dua segi prioritas yaitu, mendominasi dan didominasi.

Misalkan terdapat suatu sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n alternatif dibawahnya, Ai sampai An. Perbandingan antar alternatif untuk sub

sistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matriks n × n, seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.1 Matriks Perbandingan Berpasangan

C A1 A2 A3 ……. An

Nilai A11 adalah nilai perbandingan elemen A1 (baris) terhadap A1

1) Seberapa jauh tingkat kepentingan A

(kolom) yang menyatakan hubungan:

1 (baris) terhadap kriteria C

dibandingkan dengan A1

2) Seberapa jauh dominasi A

(kolom) atau

1 (baris) terhadap A1

3) Seberapa banyak sifat kriteria C terhadap A

(kolom) atau

1 (baris) dibandingkan

(64)

Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan yang disebut Saaty pada tabel 2.2. Apabila bobot kriteria Ai

adalah Wi dan bobot elemen Wj maka skala dasar 1-9 yang disusun Saaty mewakili perbandingan (Wi/Wj)/1. Angka-angka absolute pada skala tersebut merupakan pendekatan yang amat baik terhadap perbandingan bobot elemen Ai

terhadap elemen Aj.

Tabel 3.2 Skala Penilaian Perbandingan

Skala Tingkat

Kepentingan Definisi Keterangan

1 Sama

Pentingnya

Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama

3 Sedikit Lebih Penting

Pengalaman dan penilaian sedikit melihat satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

5 Lebih

Penting

Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

7 Sangat

Penting

Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata dibandingkan dengan elemen

Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan yang tertinggi

2,4,6,8 Nilai Tengahn

Diberikan bila terdapat keraguan penilaian antara dua penilaian yang berdekatan

Kebalikan Aij=1/A

Bila aktivitas i memperoleh suatu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan i

ij

Gambar

Gambar 2.1
Tabel 2.1 Perencanaan Kampung/Desa Secara Partisipatif
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
Tabel 3.1 Matriks Perbandingan Berpasangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pengeluaran pemerintah daerah terhadap pendapatan perkapita dan dana alokasi umum terhadap ketimpangan di Provinsi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus memiliki arah pengaruh yang positif dan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Belanja Daerah

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisa apakah Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui dan menganalisis apakah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi berpengaruh

Penelitian ini bertujuan mendeksripsikan partisipasi masyarakat dalam Pelaksanaan Alokasi Dana Desa di Desa Terusa Kecamatan Buer Kabupaten Sumbawa Besar. Jenis

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kualitas Pelayanan Alokasi Dana Desa dalam Meningkatkan Kepuasan Masyarakat Pada Kampung Anjareuw Distrik Samofa

(1) Penarikan / Pencairan Alokasi Dana Kampung yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA akan dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap sesuai dengan kebutuhan dan atau sesuai