TUGAS AKHIR
“ANALISIS PERFORMANSI JARINGAN
HIGH SPEED DOWNLINK PACKET ACCESS (HSDPA)
BERDASARKAN TEKNIK PENJADWALAN TRAFIK”
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro
Oleh:
080422037
RESTINE DWI R HRP
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
“ANALISIS PERFORMANSI JARINGAN
HIGH SPEED DOWNLINK PACKET ACCESS (HSDPA)
BERDASARKAN TEKNIK PENJADWALAN TRAFIK”
Oleh
080422037
RESTINE DWI R HRP
Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknik Elektro
Disetujui oleh :
Pembimbing,
NIP. 196810042000121001
MAKSUM PINEM, ST.MT
Diketahui oleh :
Pelaksana Harian
Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU,
NIP. 194610221973021001
Prof. Dr. Ir. USMAN BAAFAI
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala Rahmat dan Taufik-Nya
serta Shalawat beriring salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis
dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.
Tugas Akhir ini berjudul: ” ANALISIS PERFORMANSI JARINGAN HIGH
SPEED DOWNLINK PACKET ACCESS (HSDPA) BERDASARKAN TEKNIK
PENJADWALAN TRAFIK”. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk
memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu di Departemen Teknik
Elektro Fakutas Teknik Universitas Sumatra Utara.
Penulis menyampaikan rasa hormat, bangga, terima kasih dan mempersembahkan
Tugas Akhir ini kepada yang teristimewa yaitu Ayahanda Akp. A. Haris Harahap dan Ibunda
Dewi R, S. Ag yang telah membesarkan, mendidik dan selalu mendoakan penulis, serta rasa
sayang kepada nenek tercinta yang telah memberikan nasehat-nasehatnya (Almh) Mbah
Sudiem dan saudara-saudara penulis Remol Ayub Putra Hrp, Ricky Tri Suryananda Hrp,
Rismey Linda Wiratama Hrp yang telah memberikan dukungan bagi penulis untuk
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Dalam kesempatan ini juga penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman S. Baafai, selaku Pelaksana Ketua Departemen Teknik
Elektro Falkultas Teknik Universitas Sumatra Utara.
2. Bapak Rahmad Fauzi, ST. MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro dan
3. Bapak (Alm) Ir. Mustafrind Lubis dan Ir. Satria Ginting, selaku Dosen Wali yang
telah banyak memberikan dukungan untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
4. Bapak Maksum Pinem, ST. MT, selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang dengan
ikhlas dan sabar memberikan nasehat, bimbingan, dan motivasi dalam menyelesaikan
Tugas Akhir ini.
5. Seluruh staf pengajar di Departemen Teknik Elekro Fakultas Teknik Universitas
Sumatra Utara yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama mengikuti
perkuliahan.
6. Special to Lukman S ( Uman Jambak ), yang telah banyak membantu dan memberikan
dukungan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
7. Teman-teman seperjuangan penulis khususnya mahasiswa Jurusan Teknik Elektro
Program Studi Teknik Telekomunikasi.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih sangat jauh dari sempurna, baik dari
segi materi maupun cara penyajiannya. Oleh karena itu, penulis siap menerima saran dan
kritik dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.
Akhir kata penulis berserah diri kepada Allah SWT, penulis berharap agar Tugas
Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi penulis sendiri.
Medan, Desember 2010
Penulis
Restine Dwi R Hrp
NIM. 080422037
ABSTRAK
3G/ UMTS (3rd Generation/ Universal Mobile Telecommunications System), didedikasikan tidak hanya untuk memberikan layanan voice ataupun data, tetapi juga mampu mengalokasikan pada kebutuhan user akan video dan gambar (multimedia). Namun, kecepatan pengiriman data (bit rate) yang masih kurang memadai dianggap sebagai kendala utama. Berbagai solusi berusaha dimunculkan untuk mengatasi masalah bit rate yang minimum, seperti W-CDMA (Wideband Code Division Multiple Access). Sistem W-CDMA ini mampu mengakomodasikan bit rate hingga 384 kbps (kilo bit per second).
HSPA tersebut digolongkan menjadi dua link, yaitu HSDPA (High Speed Downlink
Packet Access) dan HSUPA (High Speed Uplink Packet Access). Kedua jenis sistem ini
bekerja pada core network yang sama dengan jaringan 3G/ UMTS. Kelebihan dari sistem HSDPA adalah bit rate yang tinggi (hingga 14.4 Mbps) serta kemampuan untuk diakses oleh lebih banyak user. Hal ini tak lain karena digunakannya berbagai teknik tambahan pada node-B, seperti Adaptive Modulation and Coding (AMC), penjadwalan trafik, serta kanal HSDSCH.
Tugas Akhir ini mensimulasikan pengaruh dari tiga macam teknik penjadwalan, diantaranya round robin, max-SNR, dan proportional fair pada jaringan HSDPA, menggunakan Matlab 7.0. Dan membandingkan hasilnya berdasarkan parameter troughput,
delay antrian, fairness, dan packet loss. Dari hasil simulasi yang didapat, penjadwalan round robin memiliki throughput yang terkecil dibandingkan dengan penjadwalan max-SNR
DAFTAR ISI
Hal
LEMBAR PENGESAHAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
ABSTRAK ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penulisan ... 3
1.3 Perumusan Masalah ... 3
1.4 Batasan Masalah ... 3
1.5 Metode Penulisan ... 4
1.6 Sistematika Penulisan ... 4
BAB II DASAR TEORI ... 6
2.1 Perkembangan Sistem Komunikasi Bergerak ... 6
2.1.1 Generasi Pertama (1st Generation)... 6
2.1.2 Generasi Kedua (2nd Generation) ... 6
2.2 Arsitektur Jaringan ... 8
2.2.1 GSM ... 8
2.2.2 3G/UMTS ... 9
2.3 HSPA (High Speed Packet Access) ... 10
2.3.1 HSDPA (High Speed Downlink Packet Access) ... 11
2.3.1.1 HS-DSCH (High Speed Downlink Shared Channel) ... 11
2.3.1.2 TTI (Time Transmision Interval) ... 15
2.3.1.3 Penjadwalan Trafik Cepat ……. ... 15
2.3.1.4 Adaptive Modulation and Coding (AMC) ... 16
2.3.1.5 Pengiriman Kembali (Retransmision) ... 16
2.3.2 HSUPA (High Speed Uplink Packet Access) ... 17
2.4 Teknik Penjadwalan Trafik ... 17
2.4.1 Maksimum SNR ... 19
2.4.2 Round Robin ... 19
2.4.3 Proportional Fair ... 19
BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI ... 20
3.1 Model Sistem ... 20
3.2 Aspek Propagasi ... 21
3.2.1 SNR (Signal to Noise Ratio) ... 22
3.2.2 CQI (Channel Quality Indicator) ... 24
3.2.3 Kanal Multipath Fading ... 25
3.3 Sistem Penjadwalan Trafik ... 28
3.3.1 Generator Trafik ... 28
3.3.2 Algoritma Penjadwalan Trafik ... 28
3.3.2.1 Round Robin ... 30
3.3.2.2 Maksimum SNR ... 30
3.3.2.3 Proportional Fair ... 31
3.4 Modulasi ... 31
3.4.1 QPSK ... 31
3.4.2 16-QAM ... 32
3.5 Parameter-Parameter Simulasi ... 32
3.5.1 Throughput ... 32
3.5.2 Delay Antrian ... 34
3.5.3 Keadilan (Fairness) ... 37
3.5.4 Packet Loss ... 38
BAB IV ANALISIS PERFORMANSI JARINGAN HIGH SPEED DOWNLINK PACKET ACCESS (HSDPA) BERDASARKAN TEKNIK PENJADWALAN TRAFIK ... 40
4.1 Signal to Noise Ratio (SNR) ... 40
4.2 Nilai CQI pada Arah Uplink ... 41
4.2.1 Nilai CQI Tanpa Kondisi Multipath Fading ... 42
4.2.2 Nilai CQI Dengan Kondisi Multipath Fading ... 43
4.3 Perbandingan Throughput Pada Masing-Masing Teknik Penjadwalan Trafik ... 44
4.3.1 Throughput Tanpa Kondisi Multipath Fading ... 44
4.4 Perbandingan Delay Antrian Pada Masing-Masing Teknik Penjadwalan Trafik ... 50
4.4.1 Delay Antrian Tanpa Kondisi Multipath Fading ... 51
4.4.2 Delay Antrian Dengan Kondisi Multipath Fading ... 53
4.5 Fairness/ Keadilan ... 55
4.5.1 Fairness Tanpa Kondisi Multipath Fading ... 55
4.5.2 Fairness Dengan Kondisi Multipath Fading ... 57
4.6 Packet Loss ... 58
4.6.1 Packet Loss Tanpa Kondisi Multipath Fading ... 58
4.6.2 Packet Loss Dengan Kondisi Multipath Fading ... 60
BAB V PENUTUP ... 63
5.1 Kesimpulan ... 63
5.2 Saran ... 63
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1 Evolusi Sistem Komunikasi Bergerak ... 7
Gambar 2.2 Arsitektur GSM ... 8
Gambar 2.3 Arsitektur umum UMTS ... 9
Gambar 2.4 Infrastuktur UTRAN ... 10
Gambar 2.5 Struktur subframe dari HS-PDSCH ... 13
Gambar 2.6 Struktur subframe dari HS-SCCH ... 14
Gambar 2.7 Pemetaan dari kanal transport ke kanal fisik ... 14
Gambar 2.8 Pola Interval Antar-TTI ... 15
Gambar 2.9 Arsitektur jaringan HSDPA ... 16
Gambar 3.1 Diagram Blok dari Model Sistem ... 20
Gambar 3.2 Model Sistem pada saat Downlink ... 20
Gambar 3.3 Interaksi antara user dengan node B ... 21
Gambar 3.4 Sinyal Multipath fading di Sisi Penerima ... 25
Gambar 3.5 Pendekatan Efek Multipath Fading ... 27
Gambar 3.6 Pemodelan Kanal AWGN ... 27
Gambar 3.7 Flowchart Penjadwalan Trafik ... 29
Gambar 3.8 Flowchart Throughput ... 33
Gambar 3.9 Model Delay Antrian ketika di node-B ... 35
Gambar 3.10 Flowchart Delay ... 36
Gambar 3.11 Flowchart Packet Loss ... 38
Gambar 4.1 Nilai SNR pada kondisi dengan dan tanpa Multipath Fading ... 40
Gambar 4.2 Throughput Sistem Pada Kondisi Tanpa Multipath Fading ... 46
Gambar 4.4 Delay Antrian pada Kondisi Tanpa Multipath Fading ... 52
Gambar 4.5 Delay Antrian pada Kondisi dengan Multipath Fading ... 54
Gambar 4.6 Packet Loss pada Kondisi Tanpa Multipath Fading ... 60
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1 Kombinasi parameter akses radio UE, DL HS-DSCH ... 12
Table 2.2 Format HS-DSCH ... 13
Tabel 3.1 Parameter – parameter simulasi ... 24
Tabel 3.2 Data Efek Multipath Fading ... 26
Tabel 4.1 Pemetaan Nilai CQI Tanpa Kondisi Multipath Fading ... 42
Tabel 4.2 Pemetaan Nilai CQI Dengan Kondisi Multipath Fading ... 43
Table 4.3 Hasil Throughput Tanpa Kondisi Multipath Fading ... 45
Table 4.4 Hasil Throughput Dengan Kondisi Multipath Fading ... 48
Table 4.5 Hasil Delay Antrian Tanpa Kondisi Multipath Fading ... 51
Table 4.6 Hasil Delay Antrian Dengan Kondisi Multipath Fading ... 53
Table 4.7 Hasil Packet Loss Tanpa Kondisi Multipath Fading ... 59
ABSTRAK
3G/ UMTS (3rd Generation/ Universal Mobile Telecommunications System), didedikasikan tidak hanya untuk memberikan layanan voice ataupun data, tetapi juga mampu mengalokasikan pada kebutuhan user akan video dan gambar (multimedia). Namun, kecepatan pengiriman data (bit rate) yang masih kurang memadai dianggap sebagai kendala utama. Berbagai solusi berusaha dimunculkan untuk mengatasi masalah bit rate yang minimum, seperti W-CDMA (Wideband Code Division Multiple Access). Sistem W-CDMA ini mampu mengakomodasikan bit rate hingga 384 kbps (kilo bit per second).
HSPA tersebut digolongkan menjadi dua link, yaitu HSDPA (High Speed Downlink
Packet Access) dan HSUPA (High Speed Uplink Packet Access). Kedua jenis sistem ini
bekerja pada core network yang sama dengan jaringan 3G/ UMTS. Kelebihan dari sistem HSDPA adalah bit rate yang tinggi (hingga 14.4 Mbps) serta kemampuan untuk diakses oleh lebih banyak user. Hal ini tak lain karena digunakannya berbagai teknik tambahan pada node-B, seperti Adaptive Modulation and Coding (AMC), penjadwalan trafik, serta kanal HSDSCH.
Tugas Akhir ini mensimulasikan pengaruh dari tiga macam teknik penjadwalan, diantaranya round robin, max-SNR, dan proportional fair pada jaringan HSDPA, menggunakan Matlab 7.0. Dan membandingkan hasilnya berdasarkan parameter troughput,
delay antrian, fairness, dan packet loss. Dari hasil simulasi yang didapat, penjadwalan round robin memiliki throughput yang terkecil dibandingkan dengan penjadwalan max-SNR
BAB I PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang Masalah
Kebutuhan user akan informasi berupa gambar dan video saat ini telah berkembang
dengan pesat dan hampir menyamai kebutuhan informasi suara (voice) ataupun data. Untuk
menjawab tantangan itu, maka dibutuhkan suatu system telekomunikasi yang mampu
mengakomodasi sistem tersebut dengan bit rate yang maksimal dan delay yang rendah. Hal
ini yang mendorong dicetuskannya suatu model jaringan telekomunikasi yang disebut
3G/UMTS (3rd Generation/ Universal Mobile Telecommunications System). Dengan berbasis
pada jaringan packet switch, maka kemungkinan untuk melewatkan jenis informasi non-real
time sekalipun dapat dilakukan. UMTS menggunakan metode akses DS-CDMA (Direct-Sequence Code Division Multiple Access) dengan alokasi bandwidth sebesar 5 MHz. Metode
ini lah yang nantinya lebih dikenal luas sebagai W-CDMA (Wideband CDMA). Untuk metode
operasi pada UTRA (UMTS Terrestrial Network Access) digunakan FDD (Frequency Division
Duplex) dan TDD (Time Division Duplex). W-CDMA ini mampu menyediakan bit rate hingga
384 Kbps.
Namun demikian, W-CDMA masih belum dianggap cukup untuk mendukung
berbagai aplikasi lain yang bersifat interaktif dan membutuhkan bit rate yang lebih tinggi
seperti video conference dan Real time Voice over IP (VoIP). Untuk memecahkan masalah itu,
3GPP (3rd Generation Partnership Project) membuat standard baru yaitu 3GPP Release 5 dan
6, yang kemudian disebut HSPA. HSPA (High Speed Packet Access) merupakan
pengembangan dari system UMTS. HSPA mengarah kepada pengembangan yang dibuat pada
downlink UMTS, yang disebut HSDPA (High Speed Downlink Packet Access) dan
Packet Access) atau E-DCH (Enhanced Dedicated Channel). HSDPA mampu menyediakan
kecepatan transmisi data hingga 14.4 Mbps tiap user.
Tugas Akhir ini dikhususkan pada pengamatan teknik penjadwalan trafik. Penjadwalan
trafik ini digunakan dalam mengatasi adanya delay antrian. Dengan menentukan metode
penjadwalan trafik yang tepat maka setiap panggilan masuk pada suatu kanal tertentu dapat
dimaksimalisasi dengan melakukan penyesuaian kapasitas kanal. Maka penulis tertarik untuk
menganalisa Tugas Akhir ini.
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu :
1.
Menentukan aspek propagasi yang akan digunakan dalam simulasi.2.
Performansi pada jaringan HSDPA dapat diukur dengan parameter delay antrian,throughput, fairness, dan packet loss.
3.
Metode yang digunakan dalam simulasi antara lain Round Robin Scheduling (RRS),maksimum SNR-based Schedulling, dan Proportional Fair Scheduling (PFS).
4.
Menganalisa metode terbaik dari traffic scheduling yang dapat diaplikasikan padaHSDPA.
1.3 Tujuan Penulisan
Menganalisa performansi pada jaringan HSDPA dengan mensimulasikan kinerja dari
1.4 Batasan Masalah
Untuk memudahkan pembahasan dalam tulisan ini, maka dibuat pembatasan masalah
sebagai berikut :
1. Simulasi dilakukan dengan menggunakan M-File pada software Matlab 7.0.
2. Simulasi pengukuran hanya dilakukan pada jaringan HSDPA.
3. Metode yang disimulasikan hanya pada metode-metode pada traffic scheduling,
antara lain Round Robin Scheduling (RRS), maksimum SNR-based Schedulling, dan
Proportional Fair Scheduling (PFS).
4. Analisa kinerja sistem hanya dilakukan pada kasus sel tunggal (single-cell).
5. Parameter simulasi yaitu delay antrian, throughput, fairness, dan packet loss.
1.5 Metode Penelitian
Metodologi penulisan yang digunakan oleh penulis pada penulisan Tugas Akhir ini
adalah :
1. Studi Literatur, yaitu dengan membaca teori-teori yang berkaitan dengan topic Tugas
Akhir ini dari buku-buku referensi baik yang dimiliki oleh penulis atau di
perpustakaan dan juga dari artikel-artikel, jurnal, internet, dan lain-lain.
2. Studi Simulasi, yaitu dengan melakukan simulasi terhadap kinerja system yang
dibahas dalam Tugas Akhir ini.
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran mengenai Tugas Akhir ini secara singkat, maka penulis
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini dibahas mengenai latar belakang permasalahan, tujuan dan
manfaat penelitian, perumusan masalah, batasan masalah, metode penelitian,
dan sistematika penulisan.
BAB II : DASAR TEORI
Pada bab ini dibahas mengenai teori dasar HSDPA, arsitektur HSDPA,
konsep traffic scheduling, dan beberapa teknik traffic scheduling pada
HSDPA.
BAB III : PERANCANGAN DAN SIMULASI
Pada bab ini dibahas bagaimana proses simulasi dilakukan dengan
menggunakan beberapa teknik traffic scheduling yang meliputi Round Robin
Scheduling (RRS), maksimum SNR-based Schedulling, dan Proportional Fair Scheduling (PFS).
BAB IV : ANALISIS PERFORMANSI JARINGAN HIGH SPEED DOWNLINK
PACKET ACCESS (HSDPA) BERDASARKAN TEKNIK
PENJADWALAN TRAFIK
Pada bab ini akan diuraikan analisa dari masing-masing teknik traffic
scheduling berdasarkan parameter throughput, delay antrian, fairness, serta packet loss. Dan membandingkan teknik traffic scheduling yang terbaik bagi
sistem HSDPA.
BAB V : PENUTUP
Pada bab ini berisikan kesimpulan dari hasil tugas akhir ini dan saran untuk
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Perkembangan Sistem Komunikasi Bergerak
Awal penggunaan dari sistem komunikasi bergerak dimulai pada awal tahun 1970-an.
Dan untuk mengakomodasi kebutuhan user akan jenis layanan (speech, multimedia dan data),
dikembangkanlah berbagai generasi dari sistem seluler. Perbedaan antara masing-masing
generasi secara umum terletak pada penggunaan teknologi utamanya (analog atau digital) dan
jenis layanan yang disediakan.
2.1.1 Generasi Pertama (1ST Generation)
Hampir semua sistem komunikasi bergerak generasi pertama adalah sistem analog
murni, yang ditransmisikan secara langsung dari sistem telepon berbasis kabel (wired) ke
sistem seluler. Contoh-contoh aplikasi dari generasi pertama diantaranya adalah NTT
(Nippon Telephone and Telegraph Corporation), TACS (Total Access Communication
System), dan AMPS (Advanced Mobile Phone System).
2.1.2 Generasi Kedua ( 2ND Generation )
Berbeda dari generasi pertama, sistem komunikasi bergerak pada generasi kedua (2G)
adalah sistem yang digital. Tujuan dari 2G adalah untuk menyediakan kualitas komunikasi
yang handal. Untuk memuat data yang telah disampling digunakan speech coding, sedangkan
error control coding digunakan juga sebagai modulasi digital untuk meningkatkan kualitas
komunikasi. Beberapa contoh 2G antara lain USDC (United States Digital Cellular), GSM
(Global System for Mobile telecommunication), dan IS-95 CDMA (Code Division Multiple
2.1.3 Generasi Ketiga (3RD Generation)
Sistem generasi ketiga ini telah diaplikasikan dan sedang dalam tahap komersial.
Sebutan yang biasa diberikan pada sistem ini adalah3G/UMTS (3RD
1. Mode FDD (Frequency Division Duplex) atau yang disebut Wideband CDMA
(WCDMA). Sistem ini merupakan versi Eropa. WCDMA adalah DS-CDMA dengan bandwidth yang tinggi, diperkenalkan di beberapa negara Eropa selama tahun 2003.
Generation / Universal Mobile Telecommunications System). Sistem ini adalah sistem digital, sama seperti pada
sistem generasi kedua, hanya saja sistem ini dirancang untuk kebutuhan layanan digital
secara umum. Dimana komunikasi suara hanyalah salah satu dari layanan tersebut. Layanan
lain yang mampu diberikan antara lain data, video, dan multimedia. Berikut ini adalah dua
variasi dalam UMTS yang menggunakan metode akses yang berbeda, yaitu:
2. Mode TDD atau yang disebut Time Division Synchronous CDMA (TDSCDMA).
Sistem ini merupakan versi China, yang berbasis pada TDD (Time Division Duplex)
dan DS-CDMA. TDD secara sederhana berarti komunikasi dua arah yang dicapai
dengan mendefisikan waktu. Gambar 2.1 adalah blok diagram dari sistem
komunikasi bergerak.
Gambar 2.1 Blok diagram Komunikasi Bergerak
EVO 3G
1G 2G 2,5G 3G PHASE
HSDPA
AMPS GSM GPRS WCDMA HSDPA
2.2 Arsitektur Jaringan
Arsitektur jaringan merupakan gambaran jaringan yang digunakan pada sistem digital
yaitu GSM dan 3G/ UMTS (Universal Mobile Telecommunication Service).
2.2.1 GSM
Sebuah jaringan GSM dibangun dari beberapa komponen fungsional yang memiliki
fungsi dan interface masing-masing yang spesifik. Secara umum jaringan GSM dapat dibagi
menjadi tiga bagian utama yaitu :
- Mobile Station
- Base Station Subsystem
- Network Subsystem
Komponen-komponen pada jaringan GSM tersebut diperlihatkan pada Gambar 2.2.
Um A
Mobile Station Base Station Subsystem Network Subsystem
SIM : Subcriber Identity Module VLR : Visitor Location Register
ME : Mobile Equipment MSC : Mobile services Switching Center BTS : Base Tranceiver Station EIR : Equipment Identity Register BSC : Base Station Controller AuC : Authentication Center HLR : Home Location Register
Gambar 2.2 Arsitektur GSM
2.2.2 3G/ UMTS ( Universal Mobile Telecommunication Service )
Arsitektur UMTS (Universal Mobile Telecommunication Service) secara sederhana
diperlihatkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Arsitektur Umum UMTS
Arsitektur UMTS secara umum terdiri atas tiga komponen, yaitu CN, UTRAN, dan
UE, dengan adanya interface diantara ketiganya. Masing-masing komponen dengan
fungsinya dijelaskan sebagai berikut :
1. CN (Core Network), yang bertanggung jawab mengkoneksikan UMTS dengan
jaringan luarnya, menyediakan fungsi-fungsi seperti switching/routing panggilan
untuk komunikasi suara, dan layanan packet switched untuk koneksi data.
2. UTRAN (UMTS Terrestrial Radio Access Network), merupakan bagian dari jaringan
UMTS yang terdiri dari satu atau lebih RNC dan Node B. Semua yang terkait dengan
fungsi radio dikontrol di dalam UTRAN. Sebuah UTRAN terkoneksi dengan jaringan
kabel eksternal ataupun UTRAN lain melalui Core Network.
3. UE (User Equipment), sebagai terminal dari UMTS yang berhubungan dengan radio
interface dari UTRAN dan aplikasi user.
Gambar 2.4 menerangkan infrastruktur dari UTRAN. Elemen yang menyusun
UTRAN adalah Radio Network Subsystems (RNS).
Core Network
UTRAN
RNS RNS
Sebuah UTRAN terdiri atas satu atau lebih RNS, masing-masing terkoneksi
berturut-turut dengan Core Network. Sebuah RNS dapat dibagi ke dalam dua entiti, yaitu Radio
Network Controller (RNC) dan Base station, yang kemudian dikenal sebagai Node B. Satu
RNS memiliki hanya satu RNC dan satu atau lebih Node B. RNC bertanggung jawab pada
pengaturan radio resource dari UTRAN. Kemudian, Node B menyediakan kanal radio fisik
antara UE dan UTRAN. Dengan kata lain, Node B adalah entiti terendah dari UTRAN, yang
terhubung ke UE secara langsung. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4, satu RNC
dapat mengatur beberapa Node B. Dan sebaliknya, sebuah Node B hanya dapat terhubung
dengan satu RNC.
UTRAN
Gambar 2.4 Infrastuktur UTRAN
2.3 HSPA (High Speed Packet Access)
W-CDMA atau yang juga dikenal dengan standard 3GPP Release 99, mampu
menyediakan bit rate hingga 384 Kbps. Namun demikian, W-CDMA masih belum dianggap
cukup untuk mendukung berbagai aplikasi lain yang bersifat interaktif dan membutuhkan bit
rate yang lebih tinggi seperti video conference dan Real time Voice over IP (VoIP). Untuk
memecahkan masalah itu, 3GPP (3rd Generation Partnership Project) membuat standard
baru yaitu 3GPP Release 5 dan 6, yang kemudian disebut HSPA. CORE NETWORK
RNC RNC
HSPA (High Speed Packet Access) merupakan pengembangan dari sistem UMTS.
HSPA mengarah kepada pengembangan yang dibuat pada downlink UMTS, yang disebut
HSDPA (High Speed Downlink Packet Access) dan pengembangan yang dibuat pada uplink
UMTS, sering disebut HSUPA (High Speed Uplink Packet Access) atau E-DCH (Enhanced
Dedicated Channel). HSDPA mampu menyediakan kecepatan transmisi data hingga 14.4
Mbps tiap user. Keduanya, baik HSDPA maupun HSUPA dapat diimplementasikan pada
standard 5 MHz carrier dari jaringan UMTS dan dapat berada dan saling bekerja dengan
generasi pertama jaringan UMTS yang berdasarkan standard 3GPP Release 99 (R99).
2.3.1 HSDPA (High Speed Downlink Packet Access)
Pada HSDPA dikenalkan beberapa teknik baru untuk Radio Access Network (RAN),
dimana ketika teknik tersebut digabungkan akan menghasilkan kemajuan yang signifikan,
baik bagi operator maupun end user. Teknik tersebut antara lain :
2.3.1.1High Speed Downlink Shared Channel (HS-DSCH).
Berupa kanal radio yang secara simultan dapat digunakan bersama-sama oleh banyak
(multiple) user. Struktur HS-DSCH terbagi dalam dua domain, yaitu :
a. Sruktur layer fisik HS-DSCH dalam domain kode.
Transmisi HS-DSCH untuk FDD menggunakan pengkodean kanal (channel coding)
dengan spreading factor yang fixed, yaitu SF = 16. Dimana juga diperbolehkan untuk
melakukan transmisi multi-code, artinya UE mampu menggunakan banyak (multiple)
pengkodean kanal pada TTI yang sama, bergantung pada kemampuan UE itu sendiri. Urutan
kode acak yang sama (scrambling code sequence) diaplikasikan untuk semua pengkodean
kanal dalam satu HS-DSCH. Lebih lanjut lagi, dimungkinkan pula penggunaan pengkodean
kanal oleh banyak UE dalam TTI yang sama, yang disebut proses multiplexing dari banyak
Sedangkan Transmisi HS-DSCH untuk TDD menggunakan, baik dengan fixed
spreading factor, SF=16 dan multi-code atau spreading factor, SF=1 dalam satu atau lebih timeslot. Lebih lanjut lagi, dimungkinkan untuk mengkombinasikan antara code multiplexing
dan time multiplexing UE dalam satu HS-DSCH.
b. Struktur layer fisik HS-DSCH dalam domain waktu.
Untuk FDD, panjang dari satu HS-DSCH TTI adalah 3xTimeslot, dimana satu
Timeslot sama dengan 2560 chip (~0.67 ms). TTI untuk HS-DSCH merupakan parameter
format transport yang statik. Sedangkan untuk TDD 1,2 Mcps menggunakan TTI 5 ms. Dan
TTI untuk 3,48 Mcps adalah 10ms. Berikut ini kombinasi untuk kemampuan HS-DSCH
ditunjukkan oleh Tabel 2.1. Kombinasi ini dikhususkan untuk HS-DSCH.
Tabel 2.1 Kombinasi Parameter Akses Radio UE, DL HS-DSCH [1]
Reference combination 1.2 Mbps
capability RLC and MAC-HS parameters
Total buffer size (Kbytes) Tbd Tbd Tbd Tbd
Maximum number of AM RLC entities Tbd Tbd Tbd Tbd
Phy parameters
{Maximum number of HS-DSCH codes received, Minimum inter-TTI interval, Maximum number of HS-DSCH transport channel bits that can be received within an HS-DSCH TTI}
{5,3, 9600} {5, 1,
Total number of soft channel bits 19200 57600 115200 172800
Pada aplikasinya HS-DSCH terdiri dari 2 jenis kanal, yaitu :
1. High Speed Physical Downlink Shared Channel (HS-PDSCH).
High Speed Physical Downlink Shared Channel (HS-PDSCH) digunakan untuk
membawa High Speed Downlink Shared Channel (HS-DSCH). Kanal inilah yang membawa
paket data yang sebenarnya. Pada tiap selnya, mampu mengalokasikan 15 kanal HS-PDSCH.
dari satu set kode kanal sebelumnya dari transmisi HSDSCH [2]. Struktur dari subframe dan
slot pada HS-PDSCH ditunjukkan oleh Gambar 2.5.
T slot = 2560 chips, M*10*2k bits (k = 4)
1 subframe : Tf = 2 ms
Gambar 2.5 Struktur subframe dari HS-PDSCH [2]
Satu HS-PDSCH mampu menggunakan modulasi QPSK ataupun 16QAM. Pada gambar
diatas, M adalah jumlah bit tiap symbol, yaitu M = 2 untuk modulasi QPSK dan M = 4 untuk
modulasi 16 QAM. Format slotnya seperti pada Tabel 2.2.
Table 2.2 Format HS-DSCH [2]
Semua yang berhubungan dengan informasi layer pertama/ fisik ditransmisikan
ke dalam HS-SCCH, dimana HS-PDSCH tidak membawa informasi layer 1 apapun.
1. High Speed Shared Control Channel (HS-SCCH).
HS-SCCH adalah kanal fisik downlink dengan rate yang tetap (fixed) digunakan
untuk membawa informasi signalling (set kode kanal, skema modulasi, Transport Blok Size,
jumlah proses H-ARQ, redundancy dan parameter-parameter konstelasi, data flag, dan
identitas UE) pada arah downlink pada transmisi HS-DSCH.
HS-DSCH menggunakan SF = 16 dan modulasi QPSK. Jumlah kanal HS-SCCH yang
diijinkan mencapai 32 kanal per sel, 4 kanal tiap UE. Gambar 2.6 mengilustrasikan struktur
sub-frame dari HS-SCCH.
T slot = 2560 chips, 40 bits
1 subframe: Tf = 2 ms
Gambar 2.6 Struktur subframe dari HS-SCCH [2]
Sedangkan pada arah uplink, HSDPA menggunakan kanal High Speed Dedicated
Physical Control Channel (HS-DPCCH). Kanal uplink inilah yang membawa informasi
signalling, diantaranya ACK (Acknowledgement) / Negative-ACK dan CQI (Channel Quality
Indicator). Kanal ini menggunakan Spreading Factor = 256 dan modulasi QPSK. Informasi
signalling dari kanal inilah yang nantinya akan diterima di node B sebagai representasi dari
keadaan teraktual UE saat itu. Ketiga jenis kanal tersebut menggunakan Time Transmision
Interval (TTI) dengan panjang 2ms.
Pemetaan dari kanal transport HS-DSCH ke kanal fisik tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut :
HS-DSCH High Speed Physical Downlink Shared Channel (HS-PDSCH)
HS-DSCH- related Shared Control Channel (HS-SCCH)
Dedicated Physical Control Channel (uplink) for HS-DSCH (HS-DPCCH)
Gambar 2.7 Pemetaan dari Kanal Transport ke Kanal Fisik Data
b
HS-PDSCH(s)
Inter –TTI = 3
Data DTX Data DTX Data DTX Data DTX Data
Inter-TTI = 2
1.3.1.2Transmision Time Interval (TTI) 2ms
Transmision Time Interval (TTI) 2ms, yang mampu menyediakan kecepatan transmisi
lebih besar pada layer fisik. Dibandingkan dengan W-CDMA yang memiliki TTI 10 ms, hal
ini berarti kemampuan beradaptasi kanal yang lebih cepat terhadap perubahan kondisi
propagasi. Interval antar TTI-nya, yaitu jumlah TTI (subframe) antara waktu transmisi pada
UE yang sama, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.8.
HS-PDSCH(s)
Gambar 2.8 Pola Interval Antar-TTI
Interval antar-TTI minimum yang harus bisa didukung oleh UE adalah 1, 2, juga 3.
Nilai ini bergantung dari kategori HS-DSCH seperti yang disebutkan di Tabel 2.1. Dimana
UE dengan interval antar TTI nya 1, maka harus bias menerima data setiap subframe, jika
nilainya 2, maka setiap 1 subframe yang lain [3]. Oleh karena itu, UE pada umumnya mampu
memiliki interval antar TTI = 1.
2.3.1.3 Penjadwalan Trafik Cepat (fast traffic scheduling)
Penjadwalan trafik cepat (fast traffic scheduling) yang berarti bahwa variasi yang
terjadi dari perubahan kondisi radio dapat diakomodasikan dan BTS mampu mengalokasikan
kapasitas sel sebanyak user tertentu untuk periode waktu yang pendek. Hal ini berarti seorang
user dapat menerima sebanyak data sepanjang kondisi radio tersebut memungkinkan
2.3.1.4Adaptive Modulation and Coding (AMC)
Dengan adaptasi saluran yang cepat. Ini berarti bahwa format modulasi dan coding
dapat dirubah berdasarkan variasi dari kondisi kanal, mengarah ke data rate yang lebih tinggi
untuk user dengan kondisi radio tertentu. Jika pada UMTS Release 99 yang menggunakan
hanya modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK), maka HSDPA menyediakan
kemampuan untuk menggunakan 16-QAM ketika saluran sedang dalam kondisi yang cukup
sempurna, sehingga dapat menaikkan data rate secara signifikan.
2.3.1.5Pengiriman Kembali (Retransmision)
Pengiriman kembali (retransmision) berdasarkan pada teknik Hybrid Automatic
Response reQuest (HARQ) yang mampu mengirimkan kembali paket-paket yang gagal
dalam sebuah window 10ms dan menjamin bahwa throughput TCP dalam keadaan tinggi.
Dengan menggunakan beberapa pendekatan tersebut, semua user, baik dekat atau jauh dari
base station dapat menerima data rate yang optimum. Gambar 2.9 menjelaskan arsitektur
jaringan HSDPA dan perbedaannya dengan WCDMA.
2.3.2 HSUPA (High Speed Uplink Packet Access)
Sama halnya dengan HSDPA untuk downlink, HSUPA didefinisikan sebagai radio
interface baru untuk komunikasi uplink. Tujuan kesemuanya adalah untuk meningkatkan coverage dan throughput bersamaan dengan mengurangi delay pada kanal transport uplinknya. Dari sudut pandang 3GPP, standard awalnya disetujui pada bulan Desember 2004,
dan aspek performansinya diselesaikan selama musim panas 2005. E-DCH (Enhanced
Dedicated Channel) adalah nama yang diadopsi dari 3GPP untuk HSUPA yang termasuk ke
dalam 3GPP Release 6.
Kemampuan-kemampuan utamanya yang diperkenalkan pada HSUPA adalah:
1. Dedicated channel uplink yang baru. Tidak seperti HSDPA, HSUPA berbasis pada
sebuah dedicated channel. Seri kanal baru diperkenalkan untuk keduanya, signaling
dan trafik, untuk menambah keseluruhan kemampuan uplink.
2. Pengenalan H-ARQ dimana menggunakan metode yang sama pada HSDPA untuk
error recovery pada layer fisik.
3. Penjadwalan cepat pada Node B yang mampu melakukan kontrol pada Node B,
dimana batasnya diatur oleh RNC, pengaturan dari transport format codes yang dapat
dipilih UE. Hal ini akan mampu meningkatkan coverage dan kapasitas di uplink.
2.4 Teknik Penjadwalan Trafik
Pada dasarnya, sistem penjadwalan trafik mengatur distribusi dari resources bagi user
pada kanal HS-DSCH yang digunakan secara share, dengan menentukan perilaku
keseluruhan dari sistem secara luas. Penjadwalan trafik yang cepat umumnya diterapkan
berdasarkan kondisi kanal untuk memaksimalkan aplikasi teknik AMC dan HARQ
sebelumnya, dan harus mempertimbangkan jumlah data yang menunggu (antrian) dan
Penjadwalan trafik melihat beberapa aspek dari kondisi multi-user yang beragam
sehingga data dari user tersebut dapat segera ditransmisikan ketika kondisi link radio
mengijinkan kecepatan data yang tinggi. Disamping itu, juga digunakan untuk mengatur
fairness level.
Jika awalnya, sistem penjadwalan ini di terapkan di Radio Network Controller (RNC),
maka pada sistem HSDPA ini sistem penjadwalan diterapkan di node B. Dimaksudkan untuk
mengantisipasi dalam menyeimbangkan kondisi kanal radio yang berubah secara cepat.
Dengan begitu, dapat mempermudah akses pada kanal radio. Dan dengan Time Transmision
Interval (TTI) yang lebih pendek, yaitu 2 ms, dari TTI sebelumnya pada Release ’99, 10 ms,
maka didapatkan kondisi kanal seketika yang lebih akurat. TTI tersebut merepresentasikan
periode dimana suatu set data blok dapat ditransmisikan melalui kanal fisik pada link radio.
Secara umum, algoritma penjadwalan digunakan untuk menentukan user yang paling
cocok untuk mengakses kanal sehingga dapat mengoptimalkan troughput, fairness, dan
delay. Algoritma penjadwalan trafik berdasarkan model kanalnya, dapat dikategorikan
menjadi 2 macam. Pertama, algoritma penjadwalan pada model kanal two-state on-off
Markov. Karena cukup sederhana, model kanal two-state Markov lebih cocok diaplikasikan
untuk menilai faktor keadilan (fairness) dari algoritma penjadwalan tersebut. Bagaimanapun
juga, model kanal two-state Markov ini mempunyai keterbatasan jika diaplikasikan pada
karakteristik kanal secara real. Kedua adalah algoritma penjadwalan pada model kanal
praktis yang lebih menekankan pada kondisi multi-user yang beragam. Beberapa teknik
penjadwalan tersebut diantaranya adalah Max SNR, Round Robin (RR), Proportional Fair
(PF), dan penjadwalan Fair Channel Dependent (FCD).
Berikut ini dijelaskan prinsip dan karakteristik dari masing-masing teknik
2.4.1 Maksimum SNR
Teknik penjadwalan ini mengurutkan semua user berdasarkan rasio Signal to Noise
Ratio (S/N) pada selang waktu tertentu. Didesain untuk mengalokasikan kanal bagi user
dengan nilai SNR yang paling bagus sehingga teknik ini paling baik dalam mendapatkan
troughput jaringan yang maksimum. Dalam hal ini, UE pada posisi yang baik akan memiliki troughput terbesar, namun akibatnya sistem tidak dapat melayani user dengan posisi yang
tidak begitu menguntungkan secara optimal (misal pada kondisi interferensi yang besar).
Oleh karena itu, maksimum SNR merupakan teknik penjadwalan yang sangat dipengaruhi
oleh kondisi kanal radio yang bervariasi.
2.4.2 Round Robin
Berbeda dengan maksimum SNR, teknik penjadwalan ini mengalokasikan kanal bagi
user dengan waktu pelayanan yang sama. Prinsip dasarnya dengan memilih user yang belum
dilayani untuk jangka waktu yang lama. Sehingga teknik penjadwalan ini lebih fair dari
maks-SNR, tetapi menghasilkan troughtput yang lebih kecil.
2.4.3 Proportional Fair
Teknik penjadwalan ini merupakan pengembangan dari teknik Maksimum SNR, yang
mampu meningkatkan performansi jaringan dari segi fairness, dan delay tetapi menurunkan
BAB III
PERANCANGAN DAN SIMULASI
3.1 Model Sistem
Pemodelan sistem HSDPA secara garis besar dapat digambarkan oleh blok diagram
berikut :
UPLINK DOWNLINK
Gambar 3.1 Diagram Blok dari Model Sistem
Dari Gambar 3.1 tersebut, user membangkitkan trafik yang nantinya diterima dan diolah
oleh node B. Kemudian dengan sistem penjadwalan tertentu, trafik – trafik tersebut akan
dijadwalkan sesuai dengan algoritma dari masing-masing penjadwalan trafik seperti delay
antrian, throughput dan packet loss dan jika ada sinyal yang diterima dari user mengalami
scattering karena adanya obstacle seperti gedung bertingkat dan kendaraan maka akan
dimodulasikan melalui kanal AWGN. Dan dari node B diolah dan dikirim kembali ke user.
Karena pada simulasi ini berorientasi pada pengaruh jarak, maka penyebaran UE dibedakan
berdasarkan jarak antara node-B dengan User Equipment (UE) itu sendiri, yaitu antara 0 - 1,6
km dengan interval jarak 0,1 km untuk mendapatkan nilai SNR yang relatif bervariasi. Model
sistem pada saat downlink ditunjukkan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Model Sistem pada saat Downlink
USER RAYLEIGH +
KANAL AWGN
NODE B
RAYLEIGH + KANAL AWGN
USER
NODE B RAYLEIGH +
KANAL AWGN
3.2 Aspek Propagasi
Sesuai dengan batasan masalah yang telah disebutkan pada Bab I, kanal downlink
yang akan dilakukan analisis hanya pada kasus single-cell saja. Dimana sebuah node B
melayani N buah terminal atau UE. Struktur kanalnya sendiri yaitu Single Broadband
Channel Shared (SBCS) yang mampu diakses oleh semua user secara Time Division Multiplexing (TDM). Node B akan memancarkan sinyal pilot, yang telah ditentukan
sebelumnya oleh protokol HSDPA, pada masing-masing posisi time slot. Kemudian setiap
user menentukan nilainya untuk mendapatkan gain kanal yang diinginkan. Dan
masing-masing penerima / user, mengirim kembali informasi tentang kondisi jaringannya
(transmision rate) dalam bentuk paramater CQI. Dari informasi CQI yang diterima oleh node
B ini, didapatkan kondisi kanal tiap user saat ini. Berdasarkan informasi kanal tersebut,
kemudian masing-masing teknik penjadwalan akan memilih satu dintara sekian user untuk
dilayani pada time slot selanjutnya. Paket dari user terpilih akan ditransmisikan dengan daya
penuh dari node B, dimana daya tersebut diasumsikan sama untuk semua user. Node B
nantinya hanya akan melakukan pengaturan terhadap transmision rate, tanpa memandang
adanya pengaturan daya (power control). Rate control itu sendiri dapat dilakukan dengan
berbagai teknik seperti modulasi ataupun coding adaptif. Model interaksi antara UE dengan
node-B tersebut, dapat ditunjukkan pada Gambar 3.3.
3.2.1 SNR (Signal to Noise Ratio)
Jika daya kirim node B adalah Pt [5], maka daya terima masing-masing user ke-j
diberikan sesuai persamaan :
Pj = hj 2Pt ………..……… (3.1)
Dimana hj adalah gain kanal. Gain kanal ini juga merepresentasikan efek dari
berbagai macam fenomena propagasi seperti scattering, dan absorbsi gelombang radio,
shadowing oleh objek-objek penghalang (obstacle), dan multipath fading. Gain kanal dari
sebuah node B kepada user-j dapat dituliskan dalam bentuk persamaan berikut [5] :
hj= cdj −αsjmj ……….……… (3.2)
Dimana :
c adalah konstanta gain antena pengirim dan penerima. dj adalah jarak antara node B dengan user-j.
α adalah pathloss ekponensial (diasumsikan sebesar 3.523 pada lingkungan urban).
sj adalah variabel random untuk efek shadowing (efek shadowing diasumsikan
mengikuti distribusi log-normal dengan mean = nol (zero-mean) dan variansi σ2,
dalam skala logaritmik).
mj adalah efek multipath fading yang dimodelkan sebagai variabel random
eksponensial dengan mean = 1, yang merepresentasikan kanal rayleigh fading.
Jika kita substitusikan persamaan 3.2 ke dalam persamaan 3.1 , akan didapat [5] :
Dikarenakan hanya bekerja pada skenario single-cell , maka interferensi sel lain
dianggap tidak ada. Sehingga dapat ditentukan nilai SNR dari user-j sebagai [5]:
SNR
Dimana Pn adalah daya noise total, termasuk didalamnya thermal noise dan
interferensi Gaussian lainnya. Kemudian didefinisikan nilai median dari SNR di tepi sel,
yaitu ρ, untuk merepresentasikan level daya noise dari lingkungan wireless yang dibahas.
Dari persamaan [5] :
Jika kita substitusikan persamaan 3.3 dan persamaan 3.6 ke dalam persamaan 3.4,
dimana D adalah radius/jari-jari sel, maka didapatkan nilai rata-rata SNR dari user-j sebagai
berikut [5] :
Dari asumsi tersebut didapat bahwa level daya terima mengikuti pola distribusi
eksponensial dan daya noise adalah konstan, sehingga SNR dapat dimodelkan pula sebagai
Nilai parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Parameter – parameter simulasi
Parameter Asumsi
Radius/ jari-jari sel 1.6 km
Jarak antara user dengan node B 0.1-1.6 km dengan interval 0.1 km
Daya pancar node B 20 W atau 43 dB
Pathloss eksponensial 3.523
Standard Deviasi dari Shadowing (σs) 8 dB atau 6.3
Median SNR di tepi sel (ρ) 0 dB
Daya background noise Disesuaikan dengan ρ
Mean dari multipath fading 1
3.2.2 CQI (Channel Quality Indicator)
Parameter CQI digunakan oleh node B sebagai indikator kualitas kanal dari masing
masing user yang dilayani. Parameter CQI tersebut merupakan hasil informasi feedback dari
tiap user seperti yang disebutkan sebelumnya, yaitu SNR. Nilai CQI dapat ditentukan dengan
persamaan berikut [6]:
CQI = min
Dimana, SNR (dB) menyatakan Signal Noise to Ratio (dalam desibel) dan nilai CQI
maksimum dari 22 yang bersesuaian untuk UE kategori 1-6.
Sesuai dengan persamaan tersebut, terlihat bahwa semakin besar nilai SNR, maka
semakin besar pula nilai CQI-nya. Setelah CQI tersebut diolah, Node B yang melayani
multiple-user tersebut akan memetakan ke dalam kombinasi jenis coding rate, skema
modulasi dan jumlah HS-PDSCH yang digunakan, dimana juga menentukan banyaknya
yang akan menjadi patokan bagi node B dalam pengiriman data. Pemetaan kombinasi skema
modulasi, TBS, dan juga jumlah HS-PDSCH yang digunakan.
3.2.3 Kanal Multipath Fading
Efek dari multipath fading terjadi karena sinyal yang diterima oleh user mengalami
scattering karena adanya obstacle, misalkan gedung bertingkat dan kendaraan. Sehingga
mengakibatkan fluktuasi daya di penerima, yang disebut fading. Seperti yang terlihat pada
Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Sinyal Multipath Fading di sisi penerima
Terlihat bahwa daya yang diterima adalah daya sesaat (instantaneous) yang
merepresentasikan efek dari small scale-fading, yaitu multipath fading. Untuk
merepresentasikan daya sesaat tersebut dapat didekati juga dengan menggunakan pendekatan
distribusi eksponensial. Sehingga pendekatan tersebut dapat dilihat dari data dan grafik
Tabel 3.2 Data efek multipath fading
Efek multipath fading
Jarak (km) Daya ternormalisasi (dB)
0.1 0.90484
0.2 0.81873
0.3 0.74082
0.4 0.67032
0.5 0.60653
0.6 0.54881
0.7 0.49659
0.8 0.44933
0.9 0.40657
1 0.36788
1.1 0.33287
1.2 0.30119
1.3 0.27253
1.4 0.2466
1.5 0.22313
Gambar daya sesaat dengan menggunakan pendekatan distribusi eksponensial dapat
dilihat pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5 Pendekatan Efek Multipath Fading
3.2.4 Kanal AWGN
Noise putih merupakan suatu proses stokatik yang terjadi pada kanal dengan
karakteristik memiliki rapat spektral daya noise merata di sepanjang range frekuensi.
Pemodelan kanal Additive White Gaussian Noise dapat diperlihatkan pada Gambar 3.6.
Sinyal kirim Sinyal terima
sm(t) + r (t) = sm(t) + n (t)
Noise n (t)
Gambar 3.6 Pemodelan Kanal AWGN
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6
jarak UE ke node-B (km)
Sinyal informasi, s m (t) yang ditransmisikan dari bagian transmiter akan diterima di
receiver dalam bentuk persamaan :
r(t)= s m (t) + n(t), 0 ≤ t ≤ T ... (3.9)
Dimana n(t) merupakan noise yang terjadi selama proses transmisi sinyal kirim
sampai diterima pada bagian receiver, dan T adalah perioda simbol kirim.
3.3 Sistem Penjadwalan Trafik
Sistem penjadwalan trafik mengatur distribusi dari resources bagi user pada kanal
yang digunakan. Penjadwalan trafik melihat beberapa aspek dari kondisi multi-user yang
beragam seperti generator trafik dan algoritma penjadwalan trafik.
3.3.1 Generator Trafik
Jaringan UMTS/ HSDPA yang dibahas tersebut melayani aliran data yang
diasumsikan sebagai transfer sisi downlink dengan nilai mean sesuai dengan bit rate kanal, μ
= 480 kbit/detik. Pola kedatangannya mengikuti pola distribusi Poisson dengan nilai λ = 2
aliran paket /detik sebagai representasi dari besar trafik pada komunikasi data. Dengan
ukuran paket = 1920 bit (sesuai dengan alokasi panjang bit tiap TTI pada Tabel 2.2).
3.3.2 Algoritma Penjadwalan Trafik
Algoritma penjadwalan digunakan untuk menentukan user yang paling cocok untuk
mengakses kanal sehingga dapat mengoptimalkan troughput, fairness, dan delay. Beberapa
teknik penjadwalan tersebut diantaranya adalah Max SNR, round robin, proportional fair.
Start
Jarak=0,1 km Waktu = 0
Kirim paket (60 paket) bit rate kanal, μ = 480 kbit/detik
nilai λ = 2 aliran paket /detik
Paket diterima oleh node B (masuk antrian)
Paket di prroses oleh node B Ambil paket dari
antrian
Paket benar (jumlah bit tidak melebihi ukuran Jumlah data yang benar/waktu
pengiriman bit
3.3.2.1 Round Robin
Penjadwalan round robin atau juga yang juga disebut fair time scheduling, melayani
semua sumber antrian yang tidak kosong dalam model round robin.
Prinsip dasarnya, yaitu “semua sumber antrian yang tidak kosong haruslah dilayani
terlebih dahulu sebelum melayani kembali satu user”[1] . Oleh karena itu, frame selanjutnya
tidak dapat melayani user yang sama pada frame itu juga, kecuali jika hanya ada satu sumber
antrian yang tidak kosong. Secara spesifik, penjadwalan ini akan menjadwalkan user-j pada
TTI ke-k jika [7]:
User-j = mod ( ( k-1 ), N ) + 1 ………..….. (3.10)
Dimana mod(.) adalah operator modulus dan N adalah jumlah user yang sedang aktif
dalam sistem. Dari persamaan tersebut terlihat bahwa teknik penjadwalan ini independen
terhadap kondisi propagasi maupun karakteristik kanal, sehingga tidak menganggap adanya
keragaman kondisi multi-user. Meskipun begitu, teknik ini lebih adil (fair) jika dibandingkan
dengan maksimum SNR.
3.3.2.2Maksimum SNR
Penjadwalan maksimum SNR selalu memilih user-j yang memiliki level SNR yang
maksimum. Pada permulaan TTI, penjadwalan ini membandingkan level SNR dari tiap-tiap
user, kemudian memberikan kemampuan kepada user-j dengan level SNR tertinggi untuk
mengakses kanal. Prinsip dasar dari sistem penjadwalan ini adalah “membolehkan bagi UE
dengan nilai SNR tertinggi untuk mengirimkan data hingga antrian dari UE tersebut kosong, kemudian data akan tiba untuk UE yang lain dengan nilai SNR yang lebih besar.” [1] .
Secara spesifik, teknik penjadwalan maksimum SNR akan memilih user-j jika [7]:
Dengan kata lain, teknik ini benar-benar memperhatikan kondisi propagasi dan
karakteristik kanal dan mendukung adanya keragaman (diversity) multi-user.
3.3.2.3Proportional Fair
Ide dasar dari algoritma ini adalah memilih user untuk dijadwalkan berdasarkan rasio
antara transfer rate user-j terhadap nilai rata-rata transfer rate, bagi user yang sedang aktif.
Rasio inilah yang kemudian didefinisikan sebagai preference metric. Secara spesifik,
penjadwalan Proportional Fair akan memilih user-j jika [7]:
user j max
) (
) (
rate j rate
……….. (3.12)
Dalam kasus khusus, dimana user memiliki nilai CQI yang identik atau dengan kata
lain preference metric yang sama, maka akan digunakan penjadwalan round robin.
3.3 Modulasi
Data digital urutan serial akan dipetakan menjadi simbol in-phase dan quadrature/
amplitude. Pemetaan yang digunakan tergantung pada jenis modulasi yang digunakan.
Dimana ada 2 tipe modulasi yang digunakan pada jaringan HSDPA ini, yaitu 16-QAM dan
QPSK. Sesuai dengan tabel CQI untuk kategori 1-6, penentuan modulasi yang akan
digunakan oleh UE bergantung pada nilai CQI masing-masing UE tersebut.
3.3.1 QPSK
QPSK memetakan data digital menjadi k bit (k = 2), sebanyak M symbol (M = 2k =
4), yaitu 00, 01, 11, 10. Modulasi QPSK digunakan pada daerah cakupan BTS dengan nilai
CQI antara 1-15. Dengan kata lain, modulasi ini hanya digunakan untuk user dengan kondisi
3.3.2 16-QAM
16-QAM memetakan data digital menjadi k bit (k = 4), sebanyak M symbol (M = 2k
= 16). Modulasi QAM digunakan pada daerah cakupan BTS dengan nilai CQI antara
16-30. Dengan kata lain, modulasi ini hanya digunakan untuk user dengan kondisi kanal yang
baik.
3.3.3 Parameter-Parameter Simulasi
Parameter-parameter yang akan dihitung pada simulasi ini adalah throughput, delay,
fairness dan packet loss.
3.4.1 Throughput
Nilai throughput sistem ditentukan dengan :
Throughput =
Dimana jumlah bit data dikirim merepresentasikan jumlah kanal HS-PDSCH yang
dialokasikan sesuai dengan nilai CQI dikali dengan jumlah bit maksimal yang boleh dikirim
sesuai dengan jenis modulasinya, sedangkan jumlah bit data error adalah akibat dari noise
AWGN. Sehingga throughput sistem adalah jumlah bit benar yang diterima dibandingkan
dengan waktu pengiriman bit. Dimana waktu pengiriman bit adalah waktu mulai bit dikirim
hingga waktu bit diterima.
Flowchart throughput pada simulasi ini diperlihatkan pada Gambar 3.8.
tidak
ya
Gambar 3.8 Flowchart throughput
Nilai throughput dihitung jarak yang telah ditentukan yaitu jarak antara 0.1 km
sampai 1.6 km. Dari flowchart ini, dihitung throughput pada jarak 0.1 km sampai 1.6 km dan
akan ditampilkan grafik throughput yang akan diperoleh dari simulasi ini.
Start
Jarak 0.1 km
Hitung throughput
Tampilkan grafik
throughput
Jarak + 0.1 km
Jarak > 1.6 km
3.4.2 Delay antrian
Delay yang akan ditentukan adalah delay waktu data saat berada dalam sistem
dikarenakan masing-masing teknik penjadwalan. Dengan kata lain, delay antrian diasumsikan
sebagai waktu data sebelum ditransmisikan dikurangi waktu masuk antrian. Atau dapat
ditentukan dalam persamaan :
Delay antrian = waktu sebelum transmisi waktu masuk
Untuk melihat waktu kedatangan data dari user berdasarkan jarak masingmasing user
terhadap node-B, maka :
t j =
c
dj
... (3.15)
Dimana:
t(j) adalah waktu data user-j sampai ke node-B
c adalah kecepatan rambat gelombang = 3 x 108 m/s = 3 x 105 km/s
Dan perbedaan waktu kedatangan data pada masing-masing jarak dapat juga diperoleh
dengan persamaan berikut :
∆t( j)=
c
dj
∆
Jika d j = 0.1 km, maka t( j) = 0,33 us. Apabila dibandingkan dengan waktu
pelayanan minimum sebesar = 1 TTI atau = 2ms, maka dapat diasumsikan data yang sampai
di node-B oleh masing-masing jarak adalah << waktu pelayanan. Atau dengan kata lain,
Sehingga model antriannya, dapat didekati dengan model antrian pada Gambar 3.9.
From node-B
HS-SCCH HS-PDSCH
serving time (n) serving time (n-1) serving time (2) serving time (1)
T out (n-1) T in (n-1) T out (1) T in (1) Tout (n) T in (n) T out (2) T in (2)
Gambar 3.9 Model Delay Antrian ketika di node-B
Berdasarkan Gambar 3.8 tersebut, maka akan ada beberapa parameter, yaitu :
1. Untuk n = 1 (data ke-1)
T in(1) = T HS-SCCH = 2 slot = 2/3 TTI
T out(1) = serving time (1) + T in(1)
Delay(1) = T out(1)
2. Untuk n = 2 (data ke-2)
T in(2) = T out(1)
T out(2) = serving time (2) + T in(2)
Delay(2) = T out(2), dst.
Sehingga delay antrian,
3. Untuk data ke-n
T in(n) = T out(n-1)
T out(n) = serving time (n) + T in(n) Control (n) Control (n-1)
Data (n) Data (n-1)
Control (2) Control (1)
Dimana :
THS-SCCH adalah waktu awal pengiriman kanal HS-SCCH
T in(n) adalah waktu data ke-n masuk antrian
T out(n) adalah waktu data ke-n meninggalkan antrian dan siap ditransmisikan.
Dengan demikian besar delay antrian user ke-n adalah :
Delay(n) = Tout(n) = serving time (n) + Tout(n-1) ……… (3.16)
Karena semua besar data dalam bentuk TTI, maka besar delay antrian dapat diamati
per TTI. Pada simulasi ini, notasi Kendall-nya adalah M/M/16, dimana 16 menyatakan
jumlah server yang disimulasikan, berdasarkan interval jarak yang dianalisa, yaitu antara 0.1
km hingga 1.6 km interval 0.1 km. Flowchart delay antrian diperlihatkan pada Gambar 3.10.
tidak
ya
Gambar 3.10 Flowchart delay antrian
Start
Jarak 0.1 km
Hitung delay antrian
Tampilkan grafik
delay antrian
Jarak + 0.1 km
Jarak > 1.6 km
Nilai delay antrian dihitung dari jarak yang telah ditentukan yaitu jarak antara 0.1 km
sampai 1.6 km. Dari flowchart ini, dihitung delay antrian pada jarak 0.1 km sampai 1.6 km
dan akan ditampilkan grafik delay antrian yang akan diperoleh dari simulasi ini.
3.4.3 Keadilan (Fairness)
Menurut Raj Jain, fairness dapat direpresentasikan dalam bentuk indeks [5]. Dimana
fairness index suatu sistem adalah :
Fairness Index (FI )=
(
)
2Xj menyatakan throughput yang terukur dinormalisasi terhadap throughput optimal.
X
j=
Dengan T j merupakan throughput user-j yang terukur,
Oj adalah throughput optimal dari 48ystem, untuk HSDPA kategori 1-6 = 3,6 Mbps.
N adalah banyaknya nilai throughput yang diukur.
Dijelaskan pula, bahwa fairness index memiliki batas nilai antara 0–1 % atau 0 – 100
%. Semakin tinggi indeksnya, maka semakin adil (fair) pula sistem tersebut.
Dengan menggunakan persamaan Raj Jain ini, maka dapat ditentukan seberapa fair
kah suatu teknik penjadwalan trafik dengan memanfaatkan parameter throughput yang telah
3.4.4 Packet Loss
Nilai packet loss dapat dinyatakan sebagai :
Packet Loss =
dikirim paket
Jumlah
diterima paket
Jumlah dikirim
paket
Jumlah −
………..……….. (3.19)
Dimana jumlah paket data dikirim sesuai dengan alokasi jumlah HS-PDSCH pada
masing-masing nilai CQI. Sedangkan jumlah paket diterima menyatakan jumlah paket yang
telah dimodulasi. Karena pada komunikasi data untuk lingkungan wireless, terjadinya
kongesti relatif lebih kecil daripada komunikasi berbasis wired. Maka penghitungan packet
loss dapat dianalogikan dengan jumlah bit data yang terkirim salah / error. Flowchart packet loss pada simulasi ini diperlihatkan pada Gambar 3.11.
tidak
ya
Gambar 3.11 Flowchart packet loss
Start
Jarak 0.1 km
Hitung packet loss
Jarak + 0.1 km
Jarak > 1.6 km
End
Tampilkan grafik
Nilai packet loss yang dihitung dari jarak yang telah ditentukan yaitu jarak antara 0.1
km sampai 1.6 km. Dari flowchart dapat dihitung packet loss pada jarak 0.1 km sampai 1.6
BAB IV
ANALISIS PERFORMANSI JARINGAN HIGH SPEED DOWNLINK PACKET
ACCESS (HSDPA) BERDASARKAN TEKNIK PENJADWALAN TRAFIK
Pada bab ini membahas hasil yang diperoleh setelah simulasi dilakukan.
Simulasi-simulasi yg dianalisis adalah SNR (dB), nilai CQI pada arah uplink, perbandingan throughput
pada masing teknik penjadwalan trafik, perbandingan delay antrian pada
masing-masing teknik penjadwalan trafik, perbandingan fairness pada masing-masing-masing-masing teknik
penjadwalan trafik, dan packet loss. Simulasi-simulasi yang dilakukan pada kondisi tanpa
ataupun dengan multipath fading.
4.1 Signal to Noise Ratio (SNR)
Hasil simulasi pada Signal to Noise Ratio (SNR) pada kondisi tanpa ataupun dengan
multipath fading diperlihatkan pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Nilai SNR pada kondisi dengan dan tanpa Multipath Fading
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6
-20 -10 0 10 20 30 40
SNR
jarak UE ke node-B (km)
S
NR (
d
B
)
Dari grafik pada Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa untuk kondisi kanal dengan fading
memiliki gradasi nilai SNR yang semakin tajam. Hal ini disebabkan karena pada efek
multipath fading, menentukan level daya penerimaan (signal) user. Sesuai dengan
karakteristik rayleigh fading, bahwa nilai level daya terima sesaat user akan sesuai dengan
distribusi eksponensial terhadap jarak user tersebut. Efek yang ditimbulkan oleh kanal
multipath fading mengalami penurunan yang lebih tajam, pada user dengan jarak lebih dari
0.5 km. Kondisi yang juga terlihat sangat jelas adalah semakin dekat jarak UE ke node-B,
maka semakin besar pula nilai SNR nya. Karena selain dipengaruhi oleh efek large-scale
fading (shadowing) dan small-scale fading (multipath fading), SNR juga adalah fungsi jarak
yang sangat mempengaruhi rugi-rugi (loss) propagasi.
4.2 Nilai CQI pada arah uplink
Untuk menentukan kombinasi mekanisme dan parameter transmisi data (besar
Transport Block Size (TBS), modulasi, ataupun jumlah HS-PDSCH), node-B membutuhkan
informasi mengenai keadaan kanal pada masing-masing user melalui nilai CQI nya. Berikut
ini akan dipaparkan nilai CQI yang didapat, berikut pemetaan terhadap kombinasi TBS, jenis
4.2.1 Nilai CQI Tanpa Kondisi multipath fading
Nilai CQI (Channel Quality Indicator) yang dihasilkan pada simulasi ini dengan
kondisi tanpa multipath fading diperlihatkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Pemetaan nilai CQI tanpa kondisi multipath fading
Jarak (km)
CQI
TBS (bit)
Jumlah HS-PDSCH Modulasi
0.1 22 7168 5 16-QAM
0.2 22 7168 5 16-QAM
0.3 22 7168 5 16-QAM
0.4 22 7168 5 16-QAM
0.5 22 7168 5 16-QAM
0.6 22 7168 5 16-QAM
0.7 22 7168 5 16-QAM
0.8 22 7168 5 16-QAM
0.9 22 7168 5 16-QAM
1 20 5887 5 16-QAM
1.1 18 4664 5 16-QAM
1.2 16 3565 5 16-QAM
1.3 15 3319 5 QPSK
1.4 13 2279 4 QPSK
1.5 12 1742 3 QPSK
1.6 10 1262 3 QPSK
Dari Tabel 4.1, user dengan jarak antara 0.1 km hingga 0.9 km masih memiliki
kombinasi (CQI, TBS, Jumlah HS-PDSCH, dan Modulasi) yang sama. Hal ini berarti, user
pada rentang jarak tersebut memiliki kondisi kanal yang sangat baik, sehingga pengiriman
data dapat dilakukan secara maksimal dengan menggunakan modulasi 16- QAM. Penurunan
dengan jarak antara 1.3-1.6 km, pengiriman data hanya dapat dilakukan dengan jumlah bit
pada TBS dan HS-PDSCH tertentu menggunakan modulasi QPSK. Dikarenakan user
tersebut memiliki kondisi kanal yang kurang baik.
4.2.2 Nilai CQI Dengan Kondisi multipath fading
Nilai CQI (Channel Quality Indicator) yang dihasilkan pada simulasi ini dengan
kondisi multipath fading diperlihatkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Pemetaan nilai CQI dengan kondisi multipath fading
Jarak (km)
CQI
TBS (bit)
Jumlah HS-PDSCH Modulasi
0.1 22 7168 5 16-QAM
0.2 22 7168 5 16-QAM
0.3 22 7168 5 16-QAM
0.4 22 7168 5 16-QAM
0.5 22 7168 5 16-QAM
0.6 22 7168 5 16-QAM
0.7 22 7168 5 16-QAM
0.8 21 6554 5 16-QAM
0.9 18 4664 5 16-QAM
1 15 3319 5 QPSK
1.1 13 2279 4 QPSK
1.2 11 1483 3 QPSK
1.3 9 931 2 QPSK
1.4 7 650 2 QPSK
1.5 5 377 1 QPSK
Sesuai dengan Tabel 4.2, user-user yang dikategorikan memiliki kualitas kanal yang
sangat baik adalah user yang terletak antara 0.1 km hingga 0.7 km dari node-B. Berbeda
dengan hasil CQI pada Tabel 4.1, efek multipath fading mulai terlihat pada user dengan jarak
diatas 0.8 km, dimana nilai CQI akan mengalami penurunan. Namun, penurunan yang drastis
terjadi ketika user berada antara 1.1 – 1.6 km.
Dengan kata lain, user tersebut memiliki kondisi kanal yang kurang baik untuk
dilakukan pengiriman data secara maksimal. Sehingga node-B hanya akan menggunakan
modulasi QPSK. Kasus terburuknya adalah bagi user yang berada di jarak 1.5 km hingga tepi
sel (1.6 km), karena hanya akan disediakan 1 HS-PDSCH dalam proses transmisi data dengan
jumlah TBS yang minimum.
4.3 Perbandingan Throughput Pada Masing-Masing Teknik Penjadwalan Trafik
Perbandingan throughput pada masing-masing teknik penjadwalan trafik tanpa
kondisi multipath fading dan dengan multipath fading dengan membandingkan
parameter-parameter seperti round robin, Max SNR dan proportional fair.
4.3.1 Throughput Tanpa Kondisi Multipath Fading
Hasil data yang diperoleh dari simulasi untuk throughput tanpa multipath fading dapat