DEPOSITO TERHADAP JUMLAH KREDIT DAN JUMLAH
SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI)
(Studi Kasus Pada 10 Bank Umum Devisa Nasional)
Skripsi
Oleh: IRMA APRIANTI NIM: 105081002575
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dana pihak ketiga seperti: tabungan, giro dan deposito terhadap jumlah kredit dan jumlah sertifikat bank indonesia (SBI), dengan menggunakan metode Regresi Berganda yang terlebih dahulu sebelum data diolah ke regresi berganda data-data tersebut ditransformasikan terlebih dahulu kedalam bentuk logaritma (log) yang lebih dikenal dengan log linier. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 10 bank devisa nasional dengan menggunakan metode purposif sampling.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh antara variabel deposito terhadap kredit dan variabel giro terhadap jumlah sertifikat bank Indonesia (SBI). Penelitian juga menunjukkan tidak terdapat hubungan antara variabel tabungan dan giro terhadap variabel kredit, serta tidak terdapat hubungan antara variabel tabungan dan deposito terhadap jumlah sertifikat bank Indonesia (SBI).
Kata Kunci : Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Kredit, Deposito, Giro, dan Tabungan.
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Industri Perbankan memegang peranan sangat penting bagi pembangunan
ekonomi, sebagai Financial Intermediary yang menghubungkan unit ekonomi
surplus dengan unit ekonomi defisit, industri perbankan menjadi sangat
dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi nasional, terutama dalam membiayai
aktifitas yang berhubungan dengan uang. Pada perkembangan selanjutnya sektor
perbankan semakin memainkan peranan penting dalam pembangunan ekonomi
Indonesia, industri perbankan merupakan industri yang paling mengalami
perkembangan yang cukup pesat, baik dari sisi volume usaha, mobilisasi dana
masyarakat maupun pemberian kredit.
Hal ini sebagai akibat dari deregulasi dalam dunia perbankan yang
dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia pada tahun 1983 yang
sungguh sangat mempengaruhi pola dan strategi manajemen bank baik di sisi
passiva maupun di sisi aktiva bank. Diawali dengan diluncurkannya Paket
Kebijakan 27 Oktober 1988 (PAKTO) yang mencakup bidang keuangan, moneter
dan perbankan. Kebijakan di bidang perbankan antara lain meliputi pemberian
kemudahan-kemudahan dalam membuka kantor bank, dan Lembaga Keuangan
Bukan Bank, memperkenankan pendirian bank-bank swasta baru antara lain
dengan penetapan syarat modal disetor minimal Rp10 milyar, juga memberikan
kesempatan untuk mendirikan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dengan modal
minimum Rp50 juta, dan memperingan persyaratan bagi bank menjadi bank
devisa.
Setelah diluncurkannya deregulasi tersebut, dalam kurun waktu 1988-1996
bisnis perbankan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pada
akhir tahun 2002 perbankan menguasai sekitar 90,46% pangsa pasar sektor
keuangan di Indonesia. Berdasarkan data Biro Riset InfoBank, industri perbankan
menguasai 90,46 persen pangsa pasar keuangan di Indonesia, diikuti oleh industri
asuransi 3,38 persen, dana pensiun 3,01 persen, industri pembiayaan 2,32 persen,
sekuritas 0,65 persen, dan pegadaian 0,20 persen, (Supriyanto, 2003).
Situasi ini mendorong industri perbankan untuk lebih kreatif dan inovatif
dalam mengembangkan dan memperoleh sumber-sumber dana baru. Dengan
liberalisasi perbankan tersebut, industri perbankan dapat mengatasi hambatan
yang sebelumnya menimbulkan represi sector keuangan dan system keuangan
negara, sehingga menyebabkan bisnis perbankan berkembang pesat dengan
persaingan yang semakin ketat dan semarak.
Dengan bertambahnya jumlah bank, persaingan untuk menarik dana dari
masyarakat semakin meningkat. Semua bank berlomba untuk dapat menarik dana
dari masyarakat sebanyak-banyaknya dan menyalurkannya kembali kepada
masyarakat yang membutuhkan baik untuk tujuan produktif atau konsumtif.
Karena bagi sebuah bank, dana merupakan instrumen yang sangat penting dan
sekali. Berdasarkan pengalaman di lapangan dan bukti-bukti empiris, dana bank
yang berasal dari modal sendiri dan modal cadangan hanya sebesar 7% sampai
dengan 8% dari total aktiva Bank.
Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat merupakan sumber dana
terbesar yang paling memberikan pemasukan terbesar yang bisa mencapai 80%
sampai dengan 90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank. Dana yang
dihimpun dari masyarakat biasanya disimpan dalam bentuk tabungan, giro, dan
deposito. Selain dari tiga macam bentuk simpanan pihak ketiga tersebut yaitu
tabungan, giro dan deposito, masih terdapat beberapa macam dana pihak ketiga
lainnya yang diperoleh bank, akan tetapi, dana-dana ini sebagian besar berbentuk
dana sementara yang sukar disusun perencanaannya karena bersifat sementara.
Dari berbagai sumber dana yang berhasil dihimpun oleh bank, kemudian bank
menyalurkannya kembali kepada masyarakat secara efektif dan efisien.
Dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat sebagian besar dialokasikan
untuk kredit. Karena kegiatan pemberian kredit merupakan rangkaian kegiatan
utama suatu bank, dimana pemberian kredit merupakan tulang punggung kegiatan
perbankan. Bila kita amati neraca bank, akan terlihat bahwa sisi aktiva bank akan
didominasi oleh besarnya jumlah kredit yang diberikan, sedangkan bila kita
perhatikan laporan Laba Rugi bank, akan terlihat bahwa sisi pendapatan bank
akan didominasi oleh besarnya pendapatan dari bunga dan provisi kredit. Ini
dikarenakan aktivitas bank yang terbanyak akan berkaitan erat secara langsung
ataupun tidak langsung dengan kegiatan perkreditan.
Karena hampir semua kegiatan perekonomian masyarakat membutuhkan
bank sebagai fasilitas kreditnya, sebagaimana fungsi bank sebagai intermediary
antara unit surplus dan unit defisit, dimana melalui pemberian kredit bank dapat
menjalankan fungsinya sebagai penghubung unit ekonomi surplus dengan unit
ekonomi defisit, dan dengan pemberian kredit pula akan banyak usaha
pembayaran nasabah melalui rekening bank sehingga tujuan dari pemberian kredit
tersebut, juga untuk keamanan bank yaitu keamanan untuk nasabah penyimpan
sehingga dengan melalui kredit, bank akan menambah dana dengan sendirinya.
Karena kredit yang aman dapat memberikan dampak yang positif bagi bank yaitu
kepercayaan masyarakat pada bank akan bertambah.
Namun saat ini, dimana industri perbankan menghadapi situasi
perekonomian yang seolah tidak menentu dan penuh dengan ketidakpastian,
ditambah dengan kasus kredit macet (Non Performing Loan) yang semakin marak
akhir-akhir ini, pemberian kredit macet oleh bank kepada masyarakat semakin
berkurang dan tersendat, dan kalangan perbankan menjadi lebih berhati-hati
dalam mengatur alokasi dananya pada kredit. Oleh karena itu, kalangan industri
perbankan saat ini cenderung lebih menyukai untuk mengalokasikan dananya
dalam bentuk cadangan sekunder yang dalam hal ini dialokasikan pada surat-surat
berharga terutama pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang diterbitkan
oleh bank Indonesia sebagai pengakuan utang jangka pendek (1-3 bulan) dengan
sistem diskonto atau bunga. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan salah satu
rupiah. Dengan menjual SBI, bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang
primer yang beredar. Karena Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tidak dibatasi oleh
permintaan atau kelebihan likuiditas sementara perbankan, sedangkan tingkat
suku bunga lebih menjanjikan dengan tingkat resiko yang rendah daripada alokasi
pada pemberian kredit untuk masyarakat.
Selain itu Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dianggap tidak terbatas,
pasarnya luas dan tingkat diskontonya tidak dapat dipengaruhi oleh salah satu
bank manapun yang ikut lelang. Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap
penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan system lelang. Sejak
awal juli 2005, Bank Indonesia (BI) menggunakan mekanisme ‘BI rate’ (suku
bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI
untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang
digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan.
Penempatan dana dalam Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tersebut dapat
memberikan pendapatan kepada bank yang setiap saat dapat dijadikan uang tunai
tanpa mengakibatkan kerugian pada bank sehingga dalam hal ini bank
mendapatkan dua manfaat sekaligus yaitu untuk menjaga likuiditas dan
meningkatkan profitabilitas bank.
Sehubungan dengan hal-hal yang melatarbelakangi masalah tersebut
diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh mengenai seberapa
besar pengaruh tabungan, giro dan deposito terhadap jumlah kredit yang diberikan
oleh suatu bank dan jumlah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang diedarkan, yang
dituangkan dalam skripsi ini yang berjudul “Analisis Pengaruh Jumlah Tabungan,
B. PERUMUSAN MASALAH
Tidak ada yang menyangsikan bahwa pemberian kredit bagi masyarakat
disamping merupakan fungsi utama bank, juga merupakan sumber utama
pendapatan pada umumnya, bahkan tidak jarang pemberian kredit tersebut juga
membawa dampak berupa meningkatnya dana simpanan masyarakat dalam
berbagai bentuk tabungan, giro dan deposito. Tetapi ketika Bank Indonesia
mengeluarkan kebijakan kenaikan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
maka sebagian besar industri perbankan mengalokasikan dananya pada Sertifikat
Bank Indonesia (SBI) daripada menyalurkannnya kembali kepada masyarakat
dalam bentuk kredit.
Berdasarkaan uraian tersebut diatas, maka permasalahan dalam penulisan
tugas akhir ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh jumlah tabungan, giro dan deposito masyarakat
terhadap perkembangan jumlah kredit yang diberikan secara simultan ?
2. Bagaimana pengaruh jumlah tabungan, giro dan deposito masyarakat
terhadap perkembangan jumlah kredit yang diberikan secara parsial ?
3. Bagaimana pengaruh jumlah tabungan, giro dan deposito masyarakat
terhadap jumlah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) secara simultan ?
4. Bagaimana pengaruh jumlah tabungan, giro dan deposito masyarakat
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Untuk menyelesaikan penulisan tugas akhir ini, penulis merasa perlu untuk
mengadakan penelitian ini, adapun tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis pengaruh jumlah tabungan, giro dan deposito
masyarakat terhadap perkembangan jumlah kredit yang diberikan secara
simultan
2. Untuk menganalisis pengaruh jumlah tabungan, giro dan deposito
masyarakat terhadap perkembangan jumlah kredit yang diberikan secara
parsial
3. Untuk menganalisis pengaruh jumlah tabungan, giro dan deposito
masyarakat terhadap jumlah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) secara
simultan
4. Untuk menganalisis pengaruh jumlah tabungan, giro dan deposito
masyarakat terhadap jumlah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) secara parsial
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kredit
Kredit dilihat dari sudut bahasa adalah berasal dari bahasa latin “credere”
yang artinya percaya, dalam arti apabila seseorang atau sesuatu badan usaha
mendapatkan fasilitas kredit dari bank, maka orang atau badan usaha tersebut
telah mendapatkan kepercayaan dari bank pemberi kredit (Kasmir, 2002:101).
Berdasarkan pengertian yang diberikan oleh Undang-Undang No. 10
Tahun 1998 yang menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu terteneu dengan jumlah
bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan (Pasal 1 angka 11).
Sedangkan pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (Kasmir, 2002:102).
Sedangkan yang dimaksud dengan Jumlah Kredit yang Diberikan adalah
total keseluruhan Kredit yang disalurkan atau diberikan kepada masyarakat oleh
Pemberian kredit pada nasabah adalah merupakan sumber keuntungan dan
merupakan sumber pendanaan bank terlebih lagi bagi bank-bank yang belum
berstatus bank devisa, oleh karenanya pemberian kredit tersebut pasti secara terus
menerus dilakukan oleh bank dalam kesinambungan operasionalnya. Pada
akhirnya pemberian kredit sudah menjadi fungsi utama bank, fungsi utama
perbankan Indonesia adalah penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
Namun pada sisi lain, penyaluran dana dalam bentuk kredit kepada
a. Kepercayaan, yang berarti bahwa setiap pelepasan kredit, dilandaskan
dengan adanya keyakinan oleh bank bahwa kredit tersebut akan dapat
dibayar kembali oleh debiturnya sesuai dengan jangka waktu yang telah
diperjanjikan.
b. Waktu, yang berarti bahwa antara kredit oleh bank dengan pembayaran
kembali oleh debitur tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan,
melainkan dipisahkan oleh tenggang waktu.
c. Risiko, yang berarti bahwa setiap pelepasan kredit jenis apapun akan
terkandung risiko didalamnya, yaitu risiko yang terkandung dalam jangka
waktu antara pelepasan kredit dengan pembayaran kembali, hal ini berarti
semakin panjang jangka waktu kredit semakin tinggi risiko kredit
tersebut.
d. Prestasi, yang berarti bahwa setiap kesepakatan terjadi antara bank dengan
debiturnya mengenai suatu perjanjian kredit maka pada saat itu pula akan
terjadi suatu prestasi dan kontra prestasi.
1. Jenis-jenis Kredit (Kasmir, 2002:109)
Dalam praktek saat ini, ada 2 (dua) jenis kredit yang diberikan oleh bank
kepada nasabahnya, yaitu kredit ditinjau dari segi tujuan penggunaannya dan
kredit yang ditinjau dari jangka waktunya.
a. Kredit ditinjau dari segi kegunaannya dapat berupa:
1) Kredit Investasi, yaitu kredit yang digunakan untuk keperluan
perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru atau
untuk keperluan rehabilitasi. Contoh kredit investasi misalnya
untuk membangun pabrik atau membeli mesin-mesin. Pendek
kata masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relative
lebih lama.
2) Kredit modal kerja, yaitu kredit yang digunakan untuk
keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya.
Sebagai contoh kredit modal kerja diberikan untuk membeli
bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya
b. Kredit ditinjau dari segi tujuan kredit:
1) Kredit produktif, yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-
usaha yang menghasilkan barang dan jasa sebagai kontribusi
dari pada usahanya, kredit ini terdapat 2 (dua) kemungkinan,
yaitu: kredit modal kerja dan kredit Investasi, kredit modal
kerja yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai kebutuhan
usaha, termasuk guna menutupi biaya produksi dalam rangka
peningkatan produksi atau penjualan. Kredit Investasi yaitu
kredit yang diberikan untuk pengadaan barang, modal atau jasa
yang dimaksudkan untuk menghasilkan suatu barang dan
ataupun jasa bagi usaha yang bersangkutan.
2) Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada orang
perorangan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif masyarakat
umumnya.
3) Kredit Perdagangan, yaitu kredit yang digunakan untuk
perdagangan, biasanya untuk membeli barang dagangan yang
pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang
dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada suplier
atau agen-agen perdagangan yang akan membeli barang dalam
jumlah besar. Contoh kredit ini misalnya kredit ekspor impor.
c. Kredit ditinjau dari jangka waktu, dapat berupa:
1) Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang diberikan dengan tidak
melebihi jangka waktu 1 (satu) tahun.
2) Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang diberikan dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun tetapi tidak lebih dari 3 (tiga)
tahun.
3) Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang diberikan dalam
jangka waktu lebih dari 3 (tiga) tahun.
d. Kredit dilihat dari segi jaminan, yaitu:
1) Kredit dengan jaminan, yaitu kredit yang diberikan dengan
suatu jaminan, jaminan tersebut dapat berbentuk barang
berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. Artinya
setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan
yang diberikan si calon debitur.
2) Kredit tanpa jaminan, yaitu kredit yang diberikan tanpa
jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan
dengan melihat prospek usaha dan karakter serta loyalitas atau
nama baik si calon debitur selama ini.
2. Unsur-Unsur Kredit (Kasmir, 2002:10)
Adapun unsur-unsur dalam pemberian kredit yang terkandung dalam
pemberian kredit adalah sebagai berikut:
a. Kepercayaan
Kepercayaan merupakan suatu keyakinan bagi pemberi kredit
benar diterima kembali di masa yang akan datang sesuai jangka waktu
kredit.
b. Kesepakatan
Kesepakatan dituangkan dalam suatu perjajian dimana masing-
masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.
Kesepakatan ini kemudian dituangkan dalam akad kredit dan
ditandatangani kedua belah pihak sebelum kredit dikucurkan.
c. Jangka Waktu
Setiap kredit yang diberiakan memiliki jangka waktu tertentu,
jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah
disepakati.
d. Resiko
Akibat adanya jangka waktu, maka pengembalian kredit akan
memungkinkan suatu resiko tidak tertagihnya suatu kredit atau kredit
macet dalam suatu pemberian suatu kredit.
e. Balas Jasa
Balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan atas pemberian
suatu kredit. Dalam bank konvensional balas jasa dikenal dengan nama
bunga, bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasa ditentukan
dengan bagi hasil.
3. Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit
Prinsip kehati-hatian (Prudential Principle) terdapat pada pasal 2 Undang-
Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 menegaskan bahwa Perbankan Indonesia
dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan
prinsip kehati-hatian. Lebih lanjut penjelasan umum Undang-Undang tersebut
menguraikan bahwa prinsip kehati-hatian harus dipegang teguh sedangkan
ketentuan mengenai kegiatan usaha bank perlu disempurnakan terutama yang
berkaitan dengan penyaluran dana termasuk didalamnya peningkatan peranan
analisis mengenai dampak lingkungan bagi perusahaan berskala besar dan atau
berisiko tinggi (Arie, 2001:6)
Pengertian prinsip kehati-hatian sendiri adalah prinsip pengendalian risiko
melalui penerapan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku
secara konsisten. Penilaian kredit oleh bank dapat dilakukan dengan berbagai
cara untuk mendapatkan keyakinan tentang nasabahnya, seperti melalui prosedur
penilaian yang benar.
Kriteria penilaian yang dilakukan oleh bank dilakukan dengan analisis 5 C
dan 7 P (Kasmir, 2002 :117), yaitu sebagai berikut:
1. Character
Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan
diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini dapat tercermin dari
latar belakang si nasabah, baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun
keadaan keluarga, hoby dan sosial standingnya. Ini semua merupakan ukuran
“kemauan” membayar.
2. Capacity
Untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dalam bidang bisnis yang akan
dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur dengan
kemampuannya dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah.
Begitu pula dengan kemampuannya dalam menjalankan usahanya selama ini.
Pada akhirnya akan terlihat “kemampuannya” dalam mengembalikan kredit
yang disalurkan.
3. Capital
Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat laporan keuangan
(neraca dan laporan laba rugi) dengan melakukan pengukuran seperti dari segi
likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan ukuran lainnya. Capital juga harus
dilihat dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini.
4. Colleteral
Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik
ataupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan.
Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi suatu masalah
maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.
5. Condition
Dalam menilai suatu kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan
politik sekarang dan di masa yang akan dating sesuai sektor masing-masing,
serta prospek usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek
yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.
Kemudian penilaian kredit dengan metode analisis 7 P adalah sebagai berikut:
1. Personality
Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkahlaku sehari-hari
maupun masa lalunya. Personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah laku,
dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah.
2. Party
Yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau
golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya.
Sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu dan akan
mendapatkan fasilitas yang berbeda dari bank.
3. Perpose
Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk
jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit dapat
bermacam-macam. Sebagai contoh apakah untuk modal kerja atau investasi,
konsumtif atau produktif dan lain sebagainya.
4. Prospect
Yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang
menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau
sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas kredit yang dibiayai
tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi akan tetapi juga
5. Payment
Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah
diambilnya atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit.
Semakin banyak sumber penghasilan debitur maka akan semakin baik.
Sehingga jika salah satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh sektor
lainnya.
6. Profitability
Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba,
Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau akan
semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan diperolehnya.
7. Protection
Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan
perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang atau
jaminan asuransi.
4. Aspek-Aspek Dalam Pemberian Kredit
Disamping menggunakan 5 C dan 7 P, maka penilaian suatu kredit layak
atau tidak untuk diberikan dapat dilakukan dengan menilai seluruh aspek yang
ada. Penilaian dengan seluruh aspek yang ada dikenal dengan nama studi
kelayakan usaha. Aspek-aspek yang dinilai antara lain:
1. Aspek yuridis/hukum
Yang dinilai dalam aspek ini adalah nasabah legalitas badan usaha serta izin-
izin yang dimiliki perusahaan yang mengajukan kredit. Penilaian dimulai
dengan akte pendirian perusahaan, sehingga dapat diketahui siapa-siapa
pemilik dan besarnya modal masing-masing pemilik.
2. Aspek Pemasaran
Dalam aspek ini yang kita nilai adalah permintaan terhadap produk yang
dihasilkan sekarang ini dan dimasa yang akan datang.
3. Aspek Keuangan
Aspek yang dinilai adalah sumber-sumber dana yang dimiliki untuk
membiayai usahanya dan bagaimana penggunaan dana tersebut.
Disamping itu hendaknya dibuatkan cash flow daripada keuangan
perusahaan.
4. Aspek Teknis/Operasi
Aspek ini membahas masalah yang berkaitan dengan produksi seperti
kapasitas mesin yang digunakan, masalah lokasi, lay out ruangan dan
mesin-mesin termasuk jenis mesin yang digunakan.
5. Aspek Manajemen
Untuk menilai struktur organisasi perusahaan, sumberdaya manusia yang
dimiliki serta latar belakang pengalaman sumberdaya manusianya.
Pengalaman perusahaan dalam mengelola berbagai proyek yang ada dan
pertimbangan lainnya.
6. Aspek Sosial Ekonomi
Menganalisis dampaknya terhadap perekonomian dan masyarakat umum
meningkatkan pendapatan masyarakat, tersedianya sarana dan prasarana
dan lain sebagainya.
7. Aspek Amdal
Menyangkut analisis terhadap lingkungan baik darat, air atau udara jika
proyek atau usaha tersebut dijalankan. Analisa ini dilakukan secara
mendalam apakah apabila kredit tersebut disalurkan maka proyek yang
akan dibiayai akan mengalami pencemaran lingkungan di sekitarnya.
5. Pembatasan Pemberian Kredit
Dalam pemberian kredit oleh bank Indonesia (BI) kepada debitur pada
hakikatnya mengandung resiko, artinya risiko terhadap kemungkinan kemacetan
atas pelunasan pinjaman. Salah satu cara untuk mengantisipasi hal tersebut adalah
dengan membatasi jumlah pinjaman yang diberikan oleh bank (legal lending
timing) yang harus dipatuhi oleh setiap bank.
Berdasarkan surat keputusan Direksi Bank Indonesia nomor
31/177/Kep/Dir tanggal 31 Desember 1998 tentang Batas Maksimum Pemberian
Kredit Bank Umum. Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum (BMPK)
pada dasarnya adalah suatu ketentuan yang membatasi bank untuk menyediakan
sejumlah dana kepada pihak tertentu, baik terkait maupun tidak terkait, baik
secara kelompok maupun individual (perorangan ataupun perusahaan), yang
secara total tidak melebihi rasio tertentu terhadap modal bank.
Dalam hal ini penyediaan dana untuk pihak terkait dengan dibatasi sebesar
maksimum 10% dari modal bank, sedangkan untuk pihak tidak terkait dibatasi
maksimum sebesar 30% dari modal bank. Dengan demikian semua penyediaan
dana yang melebihi rasio tersebut dianggap sebagai pelanggaran atau pelampauan
BMPK.
Pembatasan penyediaan dana ini dimaksudkan agar bank dapat berfungsi
sebagai lembaga intermediasi secara efektif dan optimal melalui penyaluran kredit
kepada seluruh lapisan masyarakat dan tidak terfokus pada kelompok atau
individual tertentu apalagi terkait dengan bank.
Dengan melakukan penyebaran penyaluran kredit atau pemberian
pembayaran berdasarkan prinsip syariah serta penyebaran berbagai bentuk
penyediaan dana perbankan lainnya, maka lebih dimungkinkan terjadinya
pemerataan penyaluran kredit atau pemberian pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah kepada pengusaha kecil dan menengah, dan tidak terpusat pada nasabah
debitur besar atau kelompok nasabah debitur tertentu khususnya yang berkaitan
dengan pihak terkait dengan bank.
Pemberian kredit yang hanya terkonsentralisasi hanya kepada beberapa
orang saja mengandung risiko tinggi karena bank akan tergantung kepada
beberapa orang tersebut. Risiko ini akan lebih besar apabila diberikan kepada
perusahaan-perusahaan orang dalam, karena pada umumnya kredit demikian ini
diberiakn secara kurang wajar, artinya penilaian kreditnya dilakukan secara
kurang objektif, persyaratan biasanya lebih longgar dibandingkan dengan kredit
lainnya, dan pada saat perusahaan grup orang dalam tersebut mengalami
kesulitan, bank tidak mampu bertindak secara lugas dan tegas (Usman, 2001:
Pelanggaran terhadap ketentuan BMPK dapat dikarenakan sanksi
kewajiban membayar, sanksi administratif dan sanksi pidana. Disamping sanksi
administratif terhadap dewan komisaris, direksi, pegawai bank, pemegang saham
maupun pihak terafiliasi dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam
pasal 49 ayat (2) huruf b, pasal 50 dan 50 A Undang-Undang No. 7 tahun 1992
tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10
tahun 1998 karena melakukan pelanggaran tidak melaksanakan action plan yang
telah disetujui oleh Bank Indonesia, setelah diperingatkan untuk melaksanakannya
oleh Bank Indonesia sebanyak 2 kali (Arie, 2001: 12).
Pengawasan oleh bank Indonesia terhadap pelanggaran dan atau
pelampauan BMPK merupakan salah satu prioritas yang dimasukkan dalam
penilaian rencana bisnis bank. Masalah BMPK sering mengemuka dalam
masyarakat karena penyaluran dana masyarakat dalam bentuk kredit dianggap
sangat sensitif yang menyangkut rasa keadilan dalam upaya meningkatkan
pemerataan yang terkait dengan penggerakan ekonomi rakyat. Oleh karena itu
bank Indonesia harus memberlakukan ketentuan BMPK secara konsisten antara
lain dengan memaksa bank untuk melakukan tindakan nyata guna menyelesaikan
masalah BMPK (Arie, 2001: 13).
Demikian pentingnya ketentuan BMPK dalam operasional perbankan,
sehingga bank-bank yang melanggar BMPK dapat dipastikan memiliki non
performing loan (kredit bermasalah) cukup besar yang menimbulkan kesulitan
yang akan membahayakan kelangsungan usahanya. Untuk mengatasi hal tersebut
Bank Indonesia dapat melakukan beberapa tindakan antara lain pemegang saham
menambah modal, mengganti pengurus dan lain-lain. Selanjutnya dalam hal
tindakan-tindakan yang dilakukan Bank Indonesia tidak dapat mengatasi kesulitan
yang dihadapi bank, maka Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan
melikuidasi bank baik melalui penyelenggaraan RUPS maupun melalui penetapan
pengadilan. Dari pengamatan, sejumlah bank yang dilikuidasi pada tanggal 1
November 1997 dan di “beku operasi”kan pada bulan Maret dan April 1999,
sebagian besar terpaksa dilakukan tindakan tersebut karena pelanggaran ketentuan
BMPK (Arie, 2001: 13).
6. Prosedur Dalam Pemberian Kredit (Kasmir, 2002: 123)
Prosedur pemberian kredit secara umum dapat dibedakan antara pinjaman
perseorangan dengan pinjaman oleh suatu badan hukum, kemudian dapat pula
ditinjau dari segi tujuannya apakah untuk komsumtif atau produktif.
Secara umum akan dijelaskan prosedur pemberian kredit oleh badan
hukum sebagai berikut:
1. Pengajuan berkas-berkas
Pemohon kredit mengajukan permohonan kredit yang dituangkan dalam
suatu proposal. Kemudian dilampirkan dengan berkas-berkas lainnya yang
dibutuhkan.
2. Penyelidikan berkas pinjaman
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah berkas yang diajukan sudah
3. Wawancara I
Merupakan penyelidikan kepada calon peminjam dengan langsung
berhadapan dengan calon peminjam, untuk meyakinkan apakah berkas-
berkas tersebut sesuai dan lengkap seperti dengan yang bank inginkan.
4. On the Spot
Merupakan kegiatan pemeriksaan ke lapangan dengan meninjau berbagai
obyek yang akan dijadikan usaha atau jaminan. Kemudian hasil on the
diberikan atau ditolak, keputusan kredit biasanya merupakan keputusan
team.
7. Penandatanganan akad kredit/perjanjian lainnya
Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari diputuskannya kredit, maka
sebelum kredit dicairkan maka terlebih dahulu calon nasabah
menandatangani akad kredit, mengikat jaminan dengan hipotik dan surat
perjanjian atau pernyataan yang dianggap perlu.
8. Realisasi kredit
Realisasi kredit diberikan setelah penandatanganan surat-surat yang
diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang
bersangkutan.
9. Penyaluran/penarikan dana
Adalah pencairan atau pengambilan uang dari rekening sebagai realisasi
dari pemberian kredit dan dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit
yaitu secara sekaligus atau secara bertahap.
B. Sertifikat Bank Indonesia
Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah
yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu
pendek dengan sistim diskonto. Bank Indonesia melakukan penjualan SBI melalui
lelang dengan sistim Stop-out Rate (SOR), yaitu tingkat diskonto yang
dihasilkkan dari lelang dalam rangka mencapai target jumlah SBI yang akan dijual
oleh Bank Indonesia.
Lelang SBI adalah penjualan SBI yang dilakukan oleh Bank Indonesia
yang didasarkan atas target kuantitas dalam rangka pelaksanaan kebijakan
pengendalian moneter. Pelaksanaan lelang SBI yang dilaksanakan oleh bank
Indonesia disebut juga sebagai perdagangan di pasar perdana, sedangkan kegiatan
perdagangan yang dilakukan di luar pasar perdana disebut pasar sekunder.
- Transaksi SBI merupakan operasi dalam rangka kontraksi moneter
(penyerapan likuiditas).
- SBI diterbitkan dengan pecahan (denominasi) Rp 50 juta, Rp 100 juta, Rp
200 juta, Rp 500 juta, Rp 1 miliar, Rp 2 miliar, Rp 5 miliar, Rp 10 miliar,
Rp 20 miliar, Rp 50 miliar, dan Rp 100 miliar.
- Transaksi SBI dilaksanakan secara mingguan (setiap hari rabu atau hari
kerja berikutnya apabila hari rabu adalah hari libur). Dilaksanakan mulai
pkl. 08.00 wib sampai dengan pkl. 14.00 wib.
- Jangka waktu (tenor) SBI adalah 1, 3,6 dan 12 bulan yang dinyatakan
dalam jumlah hari dan dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai
dengan jatuh tempo.
- Penyelesaian (settlement) dari transaksi ini pada hari kerja berikutnya (one
day settlement).
- Peserta lelang SBI adalah bank dan pialang (pasar uang dan modal) yang
ditunjuk oleh bank Indonesia.
- Sistem yang digunakan dalam lelang ini adalah system Stop-out Rate
(SOR), yaitu tingkat diskonto yang dihasilkan dari lelang dalam rangka
mencapai target jumlah SBI yang akan dijual oleh Bank Indonesia.
- Rencana target kuantitas lelang berupa target indikatif dan rinciannya
menurut jangka waktu (tenor) yang diumumkan 1 hari kerja sebelum hari
pelaksanaan lelang.
1. Sertifikat Bank Indonesia Repo
Sertifikat Bank Indonesia Repo adalah transaksi jual beli SBI atas dasar
sisa jangka waktu SBI yang bersangkutan dan penjual wajib membeli kembali
SBI yang bersangkutan sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan.
Maksud dari SBI repo adalah untuk membantu bank pemilik SBI yang
mengalami kekurangan likuiditas dimana bank tidak berhasil mendapatkan dana
dari pasar uang antar bank (PUAB).
Ciri-ciri operasional transaksi SBI Repo adalah sebagai berikut:
- Jangka waktu SBI Repo adalah 1 hari kerja.
- Transaksi SBI Repo dilaksanakan dari pkl. 15.00 wib sampai dengan pkl.
16.00 wib.
- Peserta transaksi SBI Repo hanyalah bank umum (bukan BPR).
- Penyelesaian (settlement) SBI Repo adalah pada hari kerja yang sama
(same day settlement).
- Penetapan tingkat diskonto SBI Repo didasarkan pada rata-rata tertimbang
tingkat suku bunga rata-rata PUAB pagi selam 5 (lima) hari kerja terakhir
ditambah policy rate.
C. Tabungan
Pengertian tabungan menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10
syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet
giro, dan atau alat lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
Pengertian penarikan hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu
yang disepakati maksudnya adalah untuk menarik uang yang disimpan di rekening
tabungan antar satu bank dengan bank lainnya berbeda, tergantung dari bank yang
mengeluarkannya. Hal ini sesuai pula dengan perjanjian yang telah dibuat antara
bank dengan nasabah, apabila nasabah menyimpan uang di Bank maka nasabah
tersebut secara otomatis menyetujui perjanjian tersebut.
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya tidak terikat pada jangka
waktu tertentu. (Ritonga, Ekonomi jilid 2, hal 100)
Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia (ensiklopedia bebas) tabungan
adalah sebagian pendapatan masyarakat yang tidak dibelanjakan disimpan sebagai
cadangan guna berjaga-jaga dalam jangka pendek.
1. Sarana Penarikan
Untuk menarik dana yang ada di rekening tabungan dapat digunakan
berbagai sarana atau alat penarikan, antara lain:
a. Buku Tabungan
Merupakan buku yang dipegang oleh nasabah. Buku tabungan
berisi catatan saldo tabungan,, transaksi penarikan, transaksi penyetoran,
dan pembebanan-pembebanan yang mungkin terjadi pada tanggal tetentu.
b. Slip Penarikan
Merupakan formulir untuk menarik sejumlah uang dari rekening
tabungannya. Didalam formulir penarikan nasabah cukup menulis nama,
nomor rekening, jumlah uang serta tanda tangan nasabah. Formulir
panarikan ini disebut juga slip penarikan dan biasanya digunakan
bersamaan dengan buku tabungan.
c. Kwitansi
Kuitansi juga merupakan formulir penarikan dan juga merupakan
bukti penarikan yang dikeluarkan oleh bank yang fungsinya sama dengan
slip penarikan. Alat ini juga dapat digunakan secara bersamaan dengan
buku tabungan.
d. Kartu Plastik
Yaitu sejenis kartu kredit yang terbuat dari plastik yang dapat
digunakan untuk menarik sejumlah uang dari tabungan, baik di bank
maupun di mesin Automated Teller Machine (ATM). Mesin ATM ini
bisanya tersebar di tempat-tempat yang strategis.
D. Giro
Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, Giro adalah simpanan yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro,
Sedangkan pengertian simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh
masyarakat kepada bank dalam bentuk giro, deposito berjangka, tabungan atau
yang dapat dipersamakan dengan itu.
Pengertian dapat ditarik setiap saat maksudnya bahwa uang yang sudah
disimpan di rekening giro tersebut dapat ditarik berkali-kali dalam sehari, dengan
catatan dana yang tersedia masih mencukupi. Kemudian juga harus memenuhi
persyaratan lain yang ditetapkan oleh bank yang bersangkutan.
Sedangkan pengertian penarikan adalah diambilnya uang tersebut dari
rekening giro sehingga menyebabkan giro tersebut berkurang yang ditarik secara
tunai atau non tunai (pemindahbukuan). Penarikan secara tunai adalah dengan
menggunakan cek dan penarikan non tunai adalah menggunakan bilyet giro (BG).
Jenis-jenis penarikan untuk menarik dana yang tertanam di rekening giro
adalah sebagai berikut:
1. Cek (Cheque)
Cek adalah surat perintah untuk mengadakan pembayaran sejumlah
uang tanpa syarat kepada bank yang memelihara rekening giro nasabah
tersebut, untuk membayar sejumlah uang kepada pihak yang disebutkan di
dalamnya atau kepada pemegang cek tersebut. Artinya bank harus
membayar kepada siapa saja yang membawa cek ke bank yang
memelihara rekening nasabah tersebut untuk diuangkan sesuai dengan
persyaratan yang telah ditetapkan baik secara tunai atau pemindahbukuan.
2. Bilyet Giro (BG)
Giro Bilyet adalah surat perintah nasabah kepada bank penyimpan
dana untuk memindah bukukan sejumlah dana dari rekening yang
bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank
yang sama atau pada bank lainnya.
Pemindahbukuan pada rekening bank yang bersangkutan artinya
dipindahkan dari rekening nasabah pemberi bilyet giro kepada nasabah
penerima bilyet giro. Sebaliknya jika dipindahbukukan ke rekening di
bank yang lain, maka harus melalui proses kliring ke bank.
3. Alat Pembayaran Lain
Adalah surat perintah kepada bank yang dibuat secara tertulis pada
kertas yang ditandatangani oleh pemegang rekening atau kuasanya untuk
membayar sejumlah uang tertentu kepada pihak lain pada bank yang sama
atau bank lain.
Surat Perintah Pembayaran adalah perintah tertulis dari pihak nasabah
kepada bank untuk melakukan pembayaran dengan cara memindahkan
dana dari rekening yang bersangkutan.
Surat perintah ini dapat bersifat tunai atau pemindahbukuan. Apabila
surat perintah pembayaran ditunjukkan melalui proses kliring. Apabila
ditunjukkan pada bank yang sama maupun di lain kota, lewat fasilitas
transfer.
Surat perintah pembayaran lainnya juga dapat berbentuk surat kuasa
seseorang untuk melakukan penarikan atas rekeningnya. Surat kuasa ini
haruslah memenuhi beberapa persyaratan, seperti tanda tangan kedua
belah pihak, penerima dan pemberi kuasa, bukti diri dan materai.
Pemberian kuasa ini disebabkan pemberi kuasa berhalangan karena suatu
hal.
a. Perbedaan Cek dan Bilyet Giro
Diantara cek dan bilyet giro yang sama-sama merupakan sarana untuk
menarik uang yang ada di rekeningnya terdapat beberapa perbedaan. Perbedaan
ini hanyalah terletak pada fungsi kedua alat pembayaran tersebut.
Perbedaan yang dimaksud antara lain:
Sumber: Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Kasmir, (2001:71).
Penarikan simpanan (saldo) rekening giro dapat dilakukan pada setiap saat
dengan menggunakan cek dan bilyet giro. Cek dan bilyet giro disebut uang Giral,
dapat digunakan sebagai alat penukar sepanjang pihak ketiga bersedia
menerimanya.
Transaksi Giro (demand deposit) selalu dicatatat dalam sebuah kartu
(buku) yang disebut rekening giro (rekening Koran). Kartu Prima Nota Giro
adalah kartu catatan pertama atas mutasi-mutasi giro setelah dokumen diterima.
E. Deposito
Simpanan deposito merupakan simpanan jenis ketiga yang dikeluarkan
oleh bank. Berbeda dengan dua jenis simpanan sebelumnya dimana simpanan
deposito mengandung unsur jangka waktu (jatuh tempo) lebih panjang dan tidak
dapat ditarik setiap saat atau setiap hari.
Menurut Undang-Undang No.10 tahun 1998 deposito adalah simpanan
yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan
perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.
Penarikan hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu maksudnya adalah
jika nasabah deposan meyimpan uangnya untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan, maka
uang tersebut baru dapat dicairkan setelah jangka waktu tersebut berakhir dan
sering disebut tanggal jatuh tempo.
Sarana atau alat untuk menarik uang yang disimpan di deposito sangat
tergantung dari jenis depositonya. Artinya setiap jenis deposito mengandung
beberapa perbedaan sehingga diperlukan sarana yang berbeda pula. Sebagai
contoh untuk deposito berjangka menggunakan bilyet deposito, sedangkan untuk
3 Bunga dibayar pada saat jatuh waktu Bunga dibayar pada saat pembukaan
4 Nilai nominal ditentukan oleh deposan Nilai nominal ditentukan oleh bank
5 Penyimpanan dapat berbentuk rupiah
atau uang asing
Penyimpanan hanya dalam bentuk rupiah
Sumber: Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Kasmir, (2001:71).
d. Deposit On Call
Deposit On Call merupakan deposito yang berjangka waktu minimal 7
(tujuh) hari dan paling lama kurang dari satu bulan. Diterbitkan atas nama
dan biasanya dalam jumlah yang besar misalnya 50(lima puluh) juta
rupiah (tergantung bank yang bersangkutan).
Pencairan bunga dilakukan pada saat pencairan deposit on call dan
sebelum deposit on call dicairkan terlebih dahulu 3 (tiga) hari sebelumnya
nasabah sudah memberitahukan bank penerbit. Besarnya bunga biasanya
dihitung perbulan dan biasanya melakukan negosiasi antara nasabah
dengan pihak bank.
F. Penelitian Sebelumnya
Nurwulan Satiani (2008) dalam penelitiannya Analisis Pengaruh Tingkat
Suku Bunga Dana Pihak Ketiga pada PT. Bank Negera Indonesia (persero) Tbk,
yang telah menghasilkan kesimpulan bahwa berdasarkan hasil analisis tingkat
suku bunga dan pihak ketiga terhadap dana pihak ketiga deposito terdapat dua
variabel tingkat suku bunga yang berpengaruh signifikan terhadap peningkatan
atau penurunan deposito yaitu tingkat suku bunga giro rupiah sebesar
Rp.1.855.502,585 dan tingkat suku bunga deposito valuta asing sebesar Rp.
5.908.402,551.
Variabel tingkat suku bunga dana pihak ketiga yang berpengaruh terhadap
giro adalah variabel tingkat suku bunga deposito rupiah dengan besar pengaruh
setiap peningkatan atau penurunan tingkat suku bunga sebesar satu persen adalah
sebesar Rp.1.391.844,270.
Adapun variabel tingkat suku bunga dana pihak ketiga yang dianggap
berpengaruh terhadap tabungan adalah variabel tingkat suku bunga deposito
valuta asing yaitu setiap ada peningkatan atau penurunan tingkat suku bunga
deposito valuta asing akan menurunkan atau meningkatkan jumlah tabungan
sebesar Rp.2.628.614,152, sedangkan variabel tingkat suku bunga dana pihak
ketiga yang berpengaruh terhadap jumlah dana pihak ketiga secara keseluruhan
adalah tingkat suku bunga deposito rupiah dengan besar pengaruh setiap ada
peningkatan atau penuruan tingkat suku bunga deposito rupiah adalah sebesar
Rp.2.460.465,977.
Rushadi (2007) dalam penelitiannya Analisis Strategi Penghimpunan
Dana Masyarakat (Giro, Tabungan, Deposito) pada Bank BNI telah menghasilan
kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan yang menyebutkan bahwa
Strategi Fungsional yang dilakukan Bank BNI dalam menghimpun dana
masyarakat yaitu: Meningkatkan daya saing dengan Marketing Mix, Memperbaiki
sarana penunjang yang meliputi, Sumber Daya Manusia, Penyempurnaan Struktur
Organisasi, Informasi Teknologi, Perubahan yang berorientasi pada produk
Landasan konsep penelitian ini adalah konsep manajemen Strategik yang
telah diaplikasikan dalam industri perbankan. Menurut teori bank akan dapat
menarik dana masyarakat dengan baik apabila menerapkan strategi tersebut di atas
dan strategi pelayanan. Karena pada saat sekarang kunci keberhasilan suatu bank
sangat tergantung pada pelayanan. Strategi fungsional tidak akan berhasil kalau
tidak ditunjang oleh strategi pelayanan. Teknik Analisis data menggunakan
konsep manajemen strategi yang dirumuskan oleh Thomas J. Kihcelen dan David
Hunger dengan maksud untuk menjelaskan bagaimana proses perumusan strategi
yang dilakukan oleh Bank BNI.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ternyata dalam mengimplementasikan
konsep strategi tersebut di atas terdapat penyimpangan-penyimpangan. Dari hasil
temuan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi bank-bank khususnya
Bank BNI dalam menentukan strategi penghimpunan dana masyarakat untuk
waktu yang akan datang.
M. Y. Dedi Haryanto dan Riyatno (2007) telah melakukan penelitian
tentang Pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia dan Nilai Kurs Terhadap
Risiko Sistematik Saham Perusahaan di BEJ, penelitian tersebut menyebutkan
bahwa Risiko sistematis (risiko pasar) merupakan risiko yang berkaitan dengan
perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan. Jadi perubahan pasar akan
mempengaruhi variabilitas return suatu investasi (kondisi makro). Tingkat suku
bunga SBI dan kurs terbukti mempengaruhi risiko sistematis saham namun
hasilnya tidak konsisten pada dua karakteristik industri yang berbeda. Pada
perusahaan manufaktur hanya kurs yang mempengaruhi risiko saham sedangkan
pada perusahaan non manufaktur suku bunga SBI yang mempengaruhi risiko
sistematis saham.
Selain itu hasil menunjukkan bahwa hubungan antara suku bunga SBI dan
risiko sistematis saham adalah negatif. Hasil ini berbeda dengan penjelasan yang
semestinya yaitu jika suku bunga naik maka return investasi yang terkait dengan
suku
bunga (misal deposito) juga akan naik. Akibatnya minat investor akan berpindah
darisaham ke deposito. Kemungkinan fenomena ini menunjukkan bahwa investor
di Indonesia tidak suka risiko atau risk averse.
Emilianshah Banowo dan Budi Hermana (2005) dengan judul penelitian
Hubungan Equivalent Rate simpanan mudhorobah dengan Sertifikat Wadiah dan
Sertifikat Bank Indonesia, telah menghasilan kesimpulan dari penelitian yang
telah dilakukan yang menyebutkan bahwa pergerakan Equivalent Rate simpanan
mudhorobah untuk jangka panjang relatif stabil, tetapi dalam jangka pendek
perubahannya relatif fluktuatif, selama kurun waktu 34 bulan pergerakan
Equivalent Rate simpanan mudhorobah cenderumg menurun.
Perkembangan Equivalent Rate secara umu sama polanya dengan
pergerakan SWBI, tetapi relatif berbeda dengan pergerakan SBI yang relatif
lancar dengan kisaran yang lebih luas. Hasil analisis ketujuh model regresi diatas
secara umum menunjukan bahwa nisbah simpanan mudhorobah berhubungan
dengan instrumen moneter bank Indonesia, baik SBI maupun SWBI. Tetapi
simpanan mudhorobah untuk semua jangka waktu tidak menunjukan hubungan
Anita Febryani dan Rahadian Zulfadin dengan judul penelitian Analisis Kinerja Bank Devisa Dan Bank Non Devisa Di Indonesia (2003), penelitian
tersebut membahas tentang analisis mengenai perbandingan tingkat efisiensi pada
industri perbankan yang dilakukan dengan melakukan pengujian empiris terhadap
tingkat efisiensi antara bank pemerintah, bank swasta nasional dan swasta asing
serta bank publik menunjukkan bahwa bank publik mempunyai tingkat efisiensi di
atas rata-rata seluruh bank, sedangkan tingkat efisiensi bank pemerintah dan bank
swasta nasional secara keseluruhan berada di bawah rata-rata seluruh bank.
G. Hipotesis
Hipotesis statistik dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tabungan, giro, dan deposito berpengaruh terhadap jumlah kredit. Maka
perumusan hipotesis sebagai berikut:
a. Ho: Tabungan, giro, dan deposito = 0 tidak terdapat pengaruh terhadap
jumlah kredit yang disalurkan. (Tolak)
b. Ho: Tabungan = 0 tidak terdapat pengaruh terhadap jumlah kredit yang
disalurkan. (Tolak)
c. Ho: Giro = 0 tidak terdapat pengaruh terhadap jumlah kredit yang
disalurkan. (Tolak)
d. Ho: Deposito= 0 tidak terdapat pengaruh terhadap jumlah kredit yang
disalurkan. (Tolak)
2. Tabungan, giro, dan deposito berpengaruh terhadap jumlah Sertifikat Bank
Indonesia (SBI). Maka perumusan hipotesis sebagai berikut:
a. Ho: Tabungan, giro, dan deposito = 0 tidak terdapat pengaruh terhadap
jumlah Sertifikat Bank Indonesia (SBI). (Tolak)
b. Ho: Tabungan = 0 tidak terdapat pengaruh terhadap jumlah Sertifikat
Bank Indonesia (SBI). (Tolak)
c. Ho: Giro = 0 tidak terdapat pengaruh terhadap jumlah Sertifikat Bank
Indonesia (SBI). (Tolak)
d. Ho: Deposito= 0 tidak terdapat pengaruh terhadap jumlah Sertifikat
Bank Indonesia (SBI). (Tolak)
H. Kerangka Pemikiran
Dana yang dihimpun dari masyarakat merupakan sumber dana terbesar
yang paling diandalkan oleh bank yang bisa mencapai 80% sampai dengan 90%
dari seluruh dana yang dikelola oleh bank. Sebagian besar dana yang berhasil
dihimpun dari masyarakat disimpan dalam bentuk tabungan, giro dan deposito.
Dari berbagai sumber dana yang berhasil dihimpun oleh bank, kemudian bank
menyalurkannya kembali kepada masyarakat secara efektif dan efisien.
Dana yang dihimpun dari masyarakat sebagian besar dialokasikan untuk
kredit, dimana pemberian kredit merupakan transaksi perbankan yang
memberikan pendapatan yang cukup besar bagi bank itu sendiri. Namun saat ini
dimana industri perbankan menghadapi situasi perekonomian yang seolah tidak
menentu dan penuh dengan ketidakpastian, pemberian kredit oleh bank kepada
Pengalaman kredit macet akhir-akhir ini telah memacu kalangan
perbankan untuk lebih mengalokasikan dananya dalam bentuk cadangan sekunder
yang dalam hal ini dialokasikan pada surat-surat berharga terutama pada Sertifikat
Bank Indonesia (SBI). Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan salah satu
mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai
rupiah. SBI tidak dibatasi oleh permintaan atau kelebihan likuiditas sementara
perbankan, sedangkan tingkat suku bunga lebih menjanjikan dengan tingkat resiko
yang rendah daripada alokasi pada pemberian kredit untuk masyarakat.
Tahapan-tahapan dalam penelitian ini adalah penentuan populasi.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh bank devisa nasional yang terdaftar di
Bank Indonesia, sedangkan sampel (10 bank devisa nasional) di pilih berdasarkan
kriteria-kriteria yang ditentukan berdasarkan metode Purposive Sampling. Setelah
sampel terpilih selanjutnya mengumpulkan data-data yaitu data mengenai jumlah
tabungan, giro, deposito, jumlah kredit dan SBI 10 bank devisa nasional
berdasarkan sampel dimulai dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008.
Data jumlah tabungan, giro, deposito, dan jumlah kredit diperoleh dari
laporan neraca 10 sampel bank devisa nasional yang diperoleh dari direktori
perbankan yang terdapat di perpustakaan Bank Indonesia dan dari situs internet
Bank Indonesia (www.bi.co.id), dan data SBI diperoleh dari situs internet Bank
Indonesia (www.bi.co.id). Setelah data terkumpul dan dimasukkan (input) dengan
menggunakan Microsoft exel maka selanjutnya di lakukan metode regresi dengan
terlebih dahulu mentranformasi data ke dalam bentuk logaritma (log) kemudian
dilakukan analisis regresi berganda dengan asumsi klasik multikoliniearitas,
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui seberapa besar pengaruh
dana pihak ketiga (tabungan, giro, deposito) terhadap jumlah kredit yang
disalurkan dan jumlah sertifikat Bank Indonesia, Dana pihak ke-tiga (tabungan,
giro, deposito) adalah dana yang paling besar memberikan profit kepada suatu
bank, dan dengan demikian pengaruh atas ke-tiga variabel tersebut sangat menarik
untuk dianalisa. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode regresi berganda dengan terlebih dahulu mentransformasikan data
kedalam bentuk logaritma (log) yang dikenal dengan sebutan log linear, metode
penelitian selama 5 tahun sejak tahun 2004 sampai 2008. Periode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah tahunan (yearly), baik tabungan, giro ataupun
deposito, jumlah kredit dan jumlah SBI.
B. Metode Penentuan Sampel 1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Bank devisa yang
tercatat di Bank Indonesia (BI) dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir
dimulai dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. Bank devisa adalah bank
melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing. Bank devisa dapat
menawarkan jasa-jasa bank yang berkaitan dengan mata uang asing tersebut
seperti transfer ke luar negeri, jual beli valuta asing, transaksi export impor,
dan jasa-jasa valuta asing lainnya.
2. Sampel
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 10 Bank Devisa
nasional dengan periode penelitian dimulai dari tahun 2004 sampai dengan
tahun 2008. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode Purposive Sampling, dengan kriteria yang telah ditentukan oleh
peneliti.
Seluruh bank devisa nasional yang tercatat di Bank Indonesia,
peneliti akan melakukan penyaringan sampel dengan kriteria sebagai berikut:
a. Bank yang diteliti terdaftar di Bank Indonesia sebagai bank devisa
nasional sejak periode 2004 sampai periode 2008.
b. Bank yang diteliti adalah bank devisa yang memperoleh peringkat 10
teratas bank berdasarkan jumlah aset (Bank Rating Based on Asset) sejak
periode 2004 sampai periode 2008.
c. Bank yang diteliti adalah bank devisa yang memperoleh peringkat 10
teratas bank berdasarkan jumlah dana pihak ketiga (Bank Rating Based on
Third Party Funds) sejak periode 2004 sampai periode 2008.
d. Bank yang diteliti adalah bank devisa yang memperoleh peringkat 10
teratas bank berdasarkan kredit (Bank Rating on Credit) sejak periode
2004 sampai periode 2008.
Tabel 3.1 Tabel Hasil Penyaringan Sampel
Daftar Nama-Nama Bank Devisa Nasional Hasil Penyaringan Sampel
Peringkat 10 teratas bank
devisa berdasarkan kredit
(Bank Rating on Credit) sejak
periode 2004 sampai periode
2008.
10 Bank PT.Bank Central Asia, PT.Bank Danamon
Indonesia, PT.Bank Internasional
Indonesia, PT.Bank Permata, PT.Bank
Niaga, PT.Lippo Bank, PT.Pan Indonesia
Bank, PT.Bank Mega, PT.Bank Bukopin,
PT.Bank NISP.
Maka setelah dilakukan pemilihan sampel berdasarkan metode Purposive
Sampling, sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 10 Bank Devisa
nasional, yaitu PT.Bank Central Asia, PT.Bank Danamon Indonesia, PT.Bank
Internasional Indonesia, PT.Bank Permata, PT.Bank Niaga, PT.Lippo Bank,
PT.Pan Indonesia Bank, PT.Bank Mega, PT.Bank Bukopin, dan PT.Bank NISP.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua kegiatan
pengumpulan data, yaitu:
1. Data Sekunder
Peneliti menggunakan data sekunder berupa data runtun waktu
(time series) dengan skala tahunan (yearly) yang diambil dari sumber data
tahunan historis jumlah kredit dan jumlah Sertifikat Bank Indonesia yang
listed dan dipublikasikan Bank Indonesia pada web site www.bi.go.id dan
data tahunan yang diperoleh di perpustakaan Bank Indonesia dengan
rentan waktu dari periode tahun 2004 sampai periode tahun 2008.
2. Library Research
Adapun untuk landasan teori dan konsep serta survey dan
penelitian sebelumnya peneliti mengumpulkan dan mengambil melalui
buku-buku, jurnal, artikel, dan media massa seperti majalah dan surat
D. Metode Analisis Data
1. Analisis Regresi Berganda
Karena variabel bebas yang diteliti lebih dari satu maka penelitian
ini menggunakan model regresi linear berganda untuk membentuk
hubungan antar variabel terikat dan variebel bebas. Regresi linear
berganda ini menggunakan tingkat keyakinan (signifikansi) sebesar =
5%.
Berdasarkan permasalahan dan perumusan hipotesis yang telah
disajikan dimana data yang digunakan terlebih dahulu ditransformasikan
ke dalam bentuk logaritma (log), maka teknik analisis yang digunakan
b. Untuk Pengaruh terhadap Jumlah SBI
Ln Y = a + ln b1 x1 + ln b2 x2 + ln b3 x3 + e
Dimana:
a = konstanta
b1… …b3 = koefisien regresi x1…..x3
x1 = tabungan
x2 = giro
x3 = deposito
Y = Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Ln = Transformasi bentuk logaritma.
Dari hasil pengolahan data akan dilakukan analisis secara
deskriptis dan pembuktian hipotesis.
1) Informasi Dari Hasil Analisis Berganda
a) R-squared yaitu menunjukkan kemampuan model. Seberapa
besar pengaruh dari variabel independent (bebas) terhadap
variabel dependent (terikat).
b) Adjusted R-squared nilai R2 yang sudah disesuaikan. Semakin banyak variabel independent yang dimasukkan ke dalam
persamaan, akan semakin memperkecil Adjusted R-squared.
c) Durbin-watson star nilai uji durbin Watson, digunakan untuk
mengetahui apakah ada autokorelasi (hubungan antar residual).
d) F-statistic adalah uji serempak berpengaruh semua variabel
independen.
2. Uji Asumsi Klasik
Menurut pendapat Algifari (2003:83) mengatakan: “model regresi
yang diperoleh dari metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary least square)
merupakan model regresi yang menghasilkan estimator linear yang bias
yang terbaik (Best linear Unbias Estimator/BLUE)”. Kondisi ini akan
terjadi jika dipenuhi beberapa asumsi uji asumsi klasik. Diantaranya:
a. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas berarti adanya hubungan linier yang kuat
antar variabel bebas yang satu dengan yang lain dalam model regresi.
Model regresi yang baik adalah tidak memiliki korelasi
linear/hubungan yang kuat antara variabel bebasnya. Jika dalam
model regresi terdapat gejala Multikolinearitas, maka model regresi
tersebut tidak dapat menaksir secara tepat sehingga diperoleh
kesimpulan yang salah tentang variabel yang diteliti.
Pengujian gejala Multikolinearitas dengan cara
mengkorelasikan variabel bebas yang satu dengan variabel bebas
yang lain dengan menggunakan program SPSS for Windows.
Imam Ghazali (2005) megukur Multikolinearitas dapat dilihat
dari nilai tolerance dan Varian Inflation Factor (FIV). Model regresi
dikatakan tidak terdapat masalah Multikolinearitas apabila
mempunyai angka tolerance diatas 0,10 dan mempunyai VIF dibawah
angka 10.
b. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi variabel dependen, independen atau keduanya terdistribusi
normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data
normal atau mendekati normal.
Menurut Singgih Santoso (2004-142) ada beberapa cara
mendeteksi normalitas dengan melihat penyebaran data (titik) pada
sumbu diagonal dari grafik. Dasar pengambilan keputusan dalam uji
normalitas adalah:
i. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti garis
diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
ii. Jika data menyebar dari garis diagonal dan atau mengikuti arah
garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas.
c. Uji Autokorelasi
Istilah autokorelasi (autocorrelation) menurut Maurice G.
Kendall dan William R. Buckland, A Dictionary of Statistical term
:”Correlation between members’s of series of observation oedered in
time (as in time series data) or space (as cross-section data)”. Jadi
autokorelasi merupakan korelasi antara anggota seri observasi yang
disusun menurut urutan waktu (seperti data time series) atau menurut
urutan tempat (seperti data cross section) atau korelasi pada dirinya