DAMPAK PENINGKATAN EKONOMI INDONESIA
MELALUI DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS DENGAN CINA
TAHUN 2005-2011
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
Michella Desri Viollita
208083000006
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ABSTRAK
Penelitian ini menganalisa mengenai dampak peningkatan ekonomi Indonesia melalui deklarasi kemitraan strategis dengan Cina pada tahun tahun 2005-2011. Penelitain ini bertujuan untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan Indonesia dalam meningkatkan perekonomiannya yang dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan Cina dalam sektor penanaman investasi asing, minyak dan gas. Dari penelitian ini ditemukan bahwa pengaruh serta dampak dari kerjasama dagang yang dilakukan Indonesia dengan China melalui kesepakatan hubungan bilateral Indonesia-Cina telah meningkatkan perekonomian masing-masing negara. Selain itu, kebijakan tersebut juga memiliki arti khusus dalam memperbaiki hubungan diplomasi kedua negara, yang terjadi pasca pembekuan hubungan diplomatik di era orde lama. Kemudian, konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepentingan nasional, dari konsep ini didapatkan kesimpulan bahwa Indonesia memiliki kepentingan nasional untuk mendapatkan dukungan negara dengan ekonomi stabil seperti China. Sementara berdasarkan persepektif liberal mengenai ekonomi politik internasional terlihat bahwa Indonesia berusaha untuk melakukan pertukaran antara individu dalam ekonomi domestik dan internasional dengan tujuan untuk menciptakan kondisi ekonomi yang bebas dan tidak dibatasi. Dengan menggunakan konsep-konsep tersebut, hasil yang diperoleh dalam penelitian ini ialah bahwa dampak dari peningkatan hubungan kerjasama dengan Cina dapat membawa pengaruh yang menguntungkan bagi Indonesia di sektor ekonomi-perdagangan. Selain itu, kedua negara juga
mendapatkan kemudahan-kemudahan serta privilege yang dapat mengembangkan perekonomian
dimasing-masing negara. Pemilihan periodesasi 2005-2011, dilakukan karena pada tahun 2005 merupakan momentum awal pengembangan dan peresmian kerjasama Indonesia-Cina secara lebih terbuka di depan publik. Kemudian, setelah terjadinya peresmian kerjasama kedua negara tersebut terjadi peningkatan perekonomian di Indonesia dengan pesat. Setelah itu, dari tahun 2008 sampai tahun 2011 Indonesia mulai mengalami peningkatan ekonomi yang didapat dari kerjasama kedua negara melalui deklarasi kemitraan strategis. Sementara setelah tahun 2011 dampak yang menguntungkan bagi Indonesia semakin menurun yang disebabkan adanya konflik internal terkait dengan adanya perjanjian tersebut.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan hanya bagi Allah S.W.T , pemelihara seluruh alam semesta, yang atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam, semoga selalu tersampaikan kepada nabi Muhammad SAW, yang selalu menjadi tauladan sejati di dunia ini. Dengan demikian, penulis mampu memnyelesaikan skripsi yang berjudul “Dampak Peningkatan Ekonomi Indonesia melalui Deklarasi Kemitraan Strategis dengan Cina tahun 2005-2011
”.
Tugas akhir ini, penulis selesaikan demi memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Program Studi Hubungan Internasional. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini bukanlah tujuan akhir dari belajar, karena menekuni sebuah ilmu adalah sesuatu kajian yang tidak terbatas. Selesainya skripsi ini, pastilah tidak terlepas dari dorongan semangat dan bantuan dari banyak pihak. Dengan demikian, penulis ingin mengungkapkan rasa terima kasih serta penghargaan kepada :
1. Bapak M. Adian Firnas, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan
waktu serta pendapat-pendapat yang sangat membantu penulis dalam mengembangkan isi dari penelitian skirpsi ini.
2. Kedua orang tua dari penulis yaitu, Ibu Hj. Dewi Susilawati M.Pd dan Bapak Ir. Jasari
Majasir (Alm) serta segenap keluarga besar Bapak H. Sumardi Syarif, merupakan beloved
family dari penulis yang telah memberikan banyak dukungan moral, dan mental dan doa yang
tulus untuk penulis dalam menyelesaikan tahap-tahap penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Harya K. Sidharta, selaku Kepala Bagian Asia Pasifik, BPPK Kemlu bagian
ASPASAF, dan Bapak Mangantar yang juga dibagian ASPASAF, yang sudah mengizinkan penulis untuk mendapatkan data-data akurat mengenai Deklarasi Kemitraan Strategis Indonesia-Cina.
4. Bapak Gudadi B. Sasongko, KASUBDIT EKUBANG II, Direktorat Asia Timur dan Pasifik,
sangat berterima kasih atas waktu serta bantuannya untuk memberikan bantuan dalam wawancara dengan penulis mengenai opini dan wawasan beliau terhadap upaya Indonesia untuk meningkatkan kerjasama ekonomi dengan Cina melalui DKS Indonesia-Cina pada tahun 2005-2011.
5. Bapak Armein Daulay M,Si., selaku dosen dan juga orang tua kedua penulis di kampus, yang telah banyak membantu penulis untuk mengumpulkan bahan dan data-data yang akurat mengenai skripsi ini.
6. Penguji skripsi, Bapak Teguh Santosa M.A dan Bapak Febri Dirgantara Hasibuan M.M
7. Bapak Kiky Rizky, M.Si, selaku Ketua Prodi Hubungan Internasional, dan Bapak Agus
Nilmada Azmi, M.Si, selaku Sekretaris prodi Hubungan Internasional.
8. Bapak/Ibu Dosen Prodi Hubungan Internasional diantaranya Bapak Nazaruddin Nasution,
SH, M.A., Bapak M. Adian Firnas, M.Si., Ibu Mutiara Pertiwi, M.A., Ibu Friane Aurora M.Si., dan juga seluruh staf Dosen di Prodi Hubungan Internasional FISIP UIN Syarif Hidayatullah, yang selama masa pendidikan sudah banyak mengajarkan dan mengarahkan penulis dalam bidang keilmuan Hubungan Internasional.
9. Mi Chico, Mark Mishin, mucho te quiero mi amor mio, y muchos gracias por su apoyo,
siempre me, y espiritu cuando me estoy poniendo en mi diario, apoyan cuando estoy
consiguiendo dares por vencido, dan su amor todos los dias.. ma armastand sind, Kallis.
10.Sahabat terdekat penulis yakni, Sabrina K. Wardhani, Kak Fayza Hasan, Angel Sam Putri,
Puspita Lestari, Hanimal Indol Macumbal, Oleg Kopilov, Anthony Quimbo Esguerra, Sehar Sarwar Rajput, Martina Cervenkova, Pacha Wilmer, dan Kak Lia Herlina, yang telah banyak memberikan dorongan semangat, kasih sayang, perhatian, dan pesan-pesan filosofi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
11.Teman-teman Prodi Hubungan Internasional, khususnya kelas C angkatan 2008, selaku
teman sekelas penulis yang sama-sama berjuang dalam penulisan skripsi.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang sudah banyak membantu peulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dengan limpahan rahmat serta berkah-Nya, semoga karya penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca baik kalangan pelajar maupun yang lainnya.
Jakarta,
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PERNYATAAN LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK ………v
KATA PENGANTAR ……….....vi
DAFTAR ISI ……….....x
DAFTAR TABEL ………xi
DAFTAR GRAFIK ………...xii
DAFTAR PETA ………..xiii
DAFTAR LAMPIRAN ………...xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………..1
B. Pertanyaan Penelitian ………..7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………7
D. Tinjauan Pustaka ………...9
E. Kerangka Teori ………..11
F. Metode Penelitian ………..20
G. Sistematika Penulisan ………22
B. Dinamika Hubungan Kerjasama Ekonomi Indonesia-Cina pada Era Orde Baru
hingga Masa Normalisasi Hubungan Diplomatik ………..30
C. Langkah-langkah yang dilakukan Indonesia dalam Mempererat Kerjasama
Ekonomi dengan Cina Pasca Masa Normalisasi Hubungan Diplomatik 37
BAB III ANALISIS DAMPAK PENINGKATAN KERJASAMA EKONOMI
INDONESIA-CINA MELALUI DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS TAHUN 2005-2011
A. Faktor eksternal dan Internal yang mempengaruhi peningkatan kerjasama
ekonomi bilateral Indonesia-Cina tahun 2005-2011 ……….44
B. Dampak-dampak yang didapatkan Indonesia melalui meningkatkan hubungan
kemitraan perdagangan dengan Cina dalam Deklarasi Kemitraan Strategis tahun
2005-2011 ………58
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan ……….67
DAFTAR PUSTAKA ………xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Total Nilai Perdagangan Indonesia dengan Negara Mitra Strategis ………….5
Tabel 2 Neraca Perdagangan Indonesia-Cina ………..32
Tabel 3 Harga Tarif Pajak Perdangan Bilateral Indonesia-Cina ………..40
Tabel 4 Investasi Cina di Indonesia pada tahun 2006-2010 ………42
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1 Ekspor Non-Migas Indonesia Menurut Negara Tujuan di Asia Pasifik ……..63
DAFTAR PETA
Peta 1 Rantai Perdagangan Minyak Dunia ………56
Peta 2 Jalur Perdagangan Asia Pasifik ………..32
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Press Release, makalah Dubes Sudrajat, Duta Besar LBBP-RI untuk RRT : Mengisi
Kemitraan Strategis RI-RRT dengan Partisipasi Pemangku Kepentingan yang Lebih
Luas ………xxi
Lampiran 2 Surat Edaran Menteri Keuangan RI Mengenai Pelaksanaan EHP
………xxii
Lampiran 3 Arsip Kementrian Luar Negeri Indonesia, BPPK ASPASAF, MoU Deklarasi Bersama
antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Cina mengenai Kemitraan Strategis,
Dalam tiga bahasa : Indonesia, Hanyu Piyi (mandarin), Inggris
……….xxiii
Lampiran 4 Arsip Kementrian Luar Negeri Indonesia, BPPK ASPASAF, MoU Plan of Action for
The Implimentation of The Joint Declaration on Strategic Partenership Between The
Government of Republic of Indonesia and The Government of The People’s Republic
of China ………..xxiv
Lampiran 5 Transkip Wawancara Penulis dengan Gudadi B. Sasongko, Kasubdit Ekubang II
Direktoran Asia Timur dan Pasifik ……….xxv
Lampiran 6 Kerangka Kesepakatan Tentang Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara ASEAN dan RRC ………xxvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hubungan bilateral Indonesia-Cina mengalami dinamika yang cukup panjang. Selama lebih
dari 60 tahun, Indonesia-Cina saling mengenal satu sama lain. Hubungan kedua negara ini resmi
dibuka pada tanggal 28 Maret 1950, yaitu kurang lebih setahun setelah Cina memproklamasikan
kemerdekaannya1. Bertepatan pada tanggal 19 April 1950, Indonesia-Cina menjalin hubungan
diplomatik. Kemudian lima tahun setelah itu, dibentuk Perhimpunan Persahabatan
Indonesia-Cina pada tahun 1955. Peristiwa tersebut merupakan awal dari kerjasama antar kedua negara2.
Namun, hubungan dua negara ini sempat terputus yang disebabkan oleh Cina yang dipandang
terlalu mencampuri masalah internal negara di Indonesia terkait dengan peristiwa Gerakan 30
September oleh Partai Komunis Indonesia atau yang lebih di kenal sebagai G 30 S/PKI ,
sehingga secara resmi pada tahun 1966 kabinet Ampera di era Orde Baru menutup Perhimpunan
Persahabatan Indonesia-Cina dan mulai berlaku kembali pada tahun berikutnya yakni pada tahun
1967. Selama kurang lebih dua puluh tahun hingga era 1970-an kedua negara tidak melakukan
hubungan diplomasi di semua sektor pemerintahan.
Namun, pada era 1980-an hubungan bilateral yang sempat terputus tersebut menunjukkan
perbaikan3. Hal ini ditunjukkan pada tanggal 29 Januari 1984, yakni di awali dengan kunjungan
bilateral yang dilakukan oleh Kamar Dagang Indonesia (KADIN) dibawah pimpinan Sukamdi
Sahid Gitosadjono mengadakan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Cina di
1
1 oktober 1949 merupakan hari kemerdekaan Republik Rakyat China (RRC)
2
Kompas. Jum’at 30 April 2010
3
2
Singapura untuk membahas hubungan dagang kedua negara. Peristiwa tersebut menjadi awal
dari sejarah perbaikan hubungan diplomatik antara Indonesia-Cina. Dengan pertemuan tersebut
maka, menjadi tolak ukur kedua negara untuk lebih memperjelas hubungan kerjasama di bidang
perdagangan yang ditujukkan untuk meningkatkan volume perekonomian pada masing-masing
negara dan kemudian pada tanggal 5 Juli 1985 di Hotel Shangri-La Singapore maka disetujui
kesepakatan hubungan dagang Indonesia-Cina.
Selain itu, China memiliki pandangan bahwa Indonesia merupakan sebuah negara yang
berperan besar dalam tatanan perdamaian negara-negara berkembang di kawasan Asia Tenggara.
Maka, dalam pernyataan mantan Mentri Luar Negri (MenLu) Cina, Qian Qichen bahwa
sesungguhnya perdamaian dan stabilitas di Asia Tenggara sangat bergantung pada
perkembangan kerjasama antara Indonesia dan Cina. Selain itu, semenjak Cina melakukan
perubahan kebijakan yakni Reformasi Pintu Terbuka (gaige kaifang4) merupakan pembangunan
kembali hubungan diplomatic Cina dengan dunia internasional. Kemudian, terkait dengan hal
tersebut Cina juga membutuhkan lingkungan internasional yang baru pasca pembekuan
hubungan diplomatik dengan negara-negara lainnya. Selain itu, Cina juga sedang
mengembangkan “charm diplomacy” yakni sebuah model diplomasi untuk menepis persepsi
ancaman dengan mengembangkan soft power yang tertuang melalui sikap yang bersahabat dan
menghargai persepsi negara-negara di seluruh dunia, terutama di Asia, Afrika, dan Amerika
Latin5.
Di era tahun 2000-an, Menteri Luar Negeri Indonesia Alwi Shihab melakukan kunjungan
ke Beijing untuk menemui Meteri Luar Negeri Cina Tang Jiaxuan dalam rangka menandatangani
4
Qian Qichen, Ten Episodes in China’s Diplomacy (New York : Harper Collins,2005), hal.89. Dalam tulisan : Tuty Enoch, Merangkul Cina : Hubungan RI-Cina, Secara Historis, Dinamis!. 2009. Hal 35
5
3
pernyataan bersama tentang pengarahan kerja sama bilateral pada masa mendatang. Kemudian,
berlanjut oleh PM Cina Wen Jiabao yang menghadiri Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT)
Tiongkok-ASEAN ke-7 di Bali pada tahun 20036. Dalam konfrensi tersebut, Wen Jiabao
menyatakan bahwa Cina secara resmi bergabung dalam Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama
Asia Tenggara. Selain itu tercetus gagasan untuk membentuk Deklarasi Bersama Kemitraan
Strategis Indonesia-Cina yang berfokus dalam bentuk kerja sama di sektor Politik-Keamanan,
Ekonomi-Pembangunan dan Sosial-Budaya dari kedua negara.
Maka, dari deklarasi tersebut menjadi awal kerjasama yang lebih kuat mengenai hubungan
kemitraan di sektor ekonomi antar kedua negara. Pada tanggal 25 April 2005 Indonesia yang
diwakili langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Cina diwakili oleh Presiden
Hu Jintao menandatangani MoU pertama Deklarasi Kemitraan Strategis antara kedua negara.
Dalam kesepakatan tersebut disepakati 3 aspek pemerintahan yang ingin ditingkatkan yaitu
ekonomi, keamanan dan pembangunan. Kemitraan Strategis itu sendiri ditujukan dalam
mewujudkan hubungan yang tidak memihak dan tidak tertutup. Sejak saat itu, hubungan kedua
negara semakin erat. Dalam bidang kerja sama ekonomi, menurut data dari kementrian
Perdagangan Cina, volume perdagangan RI-Cina pada tahun 2007 naik 31,2% dibanding tahun
2006, nilai ekspor ke Cina sebesar AS$12,61 miliar dan impor AS$12,4 miliar. Pada tahun 2004,
volume perdagangan bilateral baru mencapai AS$13,46 miliar, naik mencapai AS$16,8 miliar
dan AS$19,06 miliar pada tahun 2005 dan 2006. Target AS$20 miliar yang ditetapkan untuk
tahun 2008 sudah tercapai setahun lebih awal ketika volume perdagangan mencapai AS$24,9
6
4
miliar pada tahun 20077. Dari data tersebut, menunjukkan bahwa hubungan kerjasama
Indonesia-Cina ini diharapkan dapat mempromosikan perdamaian, stabilitas dan kemakmuran rakyatnya
dalam bernegara dan bekerja sama bagi negara-negara lainnya8.
Selanjutnya, pangsa pasar Indonesia yang ada di Cina juga terjadi peningkatan sejak tahun
2005 yakni 1,2% dari tahun sebelumnya hanya mencapai 0,8% dan terus meningkat di tahun
2006 menjadi 1,4%. Hal ini terbukti bahwa dampak perjanjian dari Deklarasi Kemitran Strategis
tersebut, menujukkan surplus bagi kedua negara yang cukup signifikan. Dari tahun 2004, total
perdagangan yang dihasilnya mencapai US$8.70 milyar, hingga 4 tahun setelahnya meningkat
melebihi 100% dari angka sebelumnya menjadi US$26.88 milyar. Peristiwa ini meyakinkan Cina
untuk terus mengembangkan serta meningkatkan penanaman modalnya di Indonesia. Dengan
demikian, Cina juga dapat sekaligus memperbaiki citra di hadapan Indonesia pasca pembekuan
hubungan diplomatik kedua negara tersebut9.
Berdasarkan oleh dampak positif yang ditunjukkan bagi kedua negara dari deklarasi
pertama di tahun 2005, maka pada tanggal 21 Januari 2010, deklarasi Kemitraan Strategis
Indonesia-Cina yang kedua sebagai bentuk perpanjangan periode hingga tahun 2015 yang akan
datang, dengan fokus kerjasama yang lebih luas dan signifikan serta tahap peninjauan ulang
untuk terus memperbaiki dan meningkatkan hubungan bilateral kedua negara. Kemudian, dari
kesepakatan tersebut juga diharapkan agar hubungan Indonesia-Cina tidak lagi dipengaruhi oleh
sejarah sentimen ras, dan ideologi masing-masing negara, tetapi lebih berfokus dan konsisten
pada kerj sama yang dapat saling menguntungkan di berbagai bidang khususnya perekonomian
negara dan pangsa pasar Indonesia-Cina maupun sebaliknya. Keuntungan dari kesepakatn ini
7
Sudrajat, “China RelationsAlmost in Honeymoon State: Indonesia, “Jakarta Post, (14 April 2008). Dalam tulisan: Zainuddin Djafar, (2009) ,“ Hubungan Perdagangan Indonesia-Cina: Diperlukan Redesigningyang Baru”,(
Merangkul Cina)
8
Arsip Kementrian Luar Negri RI di Beijing, tahun 2012
9
5
dilandasi oleh peningkatan yang terjadi pada volume perdagangan Indonesia ke Cina dalam
jangka tiga tahun, yaitu tepatnya meningkat dari US$15 milyar pada tahun 2005 menjadi US$20
milyar pada 200810.
Tercatat pada kurun waktu Januari-September 2010, nilai perdagangan Indonesia-Cina
telah mencapai US$30,237 milyar dan sudah melampaui volume perdagangan tahun 2009
sebesar US$28,3 milyar11. Dengan demikian diharapkan nilai perdagangan kedua negara tersebut
dapat terus meningkat. Disamping itu pemerintah Cina juga telah memberikan bantuan keuangan
kepada Indonesia sebanyak US$1,8 milyar untuk proyek infrastruktur sebagai bentuk rasa
kepedulian Cina dalam membantu serta bekerja sama pada sektor pembangunan di Indonesia12.
TABEL 1
Total Nilai Perdagangan Indonesia dengan Negara Mitra Strategis Total Nilai Perdagangan (milyar US$)
Akbar, Tuang. Dalam Skripsi berjudul : Perkembangan Investasi Cina di Luar Negri-Studi Kasus: Investasi Cinadi Indonesia tahun 2001-2007.
11
Sumber data statistic Kementrian Perdagangan RI tahun 2011
12
6
6 India 8.2 12.1 46.9
7 Jepang 27.0 35.1 29.9
8 Perancis 1.5 2.0 30.9
9 Republik Korea 12.8 18.5 44.8
10 Rusia 1.1 1.6 41.9
11 Turki 0.9 1.3 50.9
Sumber Data : Arsip Kementrian Luar Negri RI Badan Pengembangan dan Pengkajian Kebijakan (BPPK) di
kawasan Asia Pasifik dan Afrika (ASPASAF) tahun 2012
Dari data diatas, menunjukkan bahwa arus perdagangan Indonesia dengan negara
kemitraan strategis kian meningkat. Dari peningkatan angka yang di raih Indonesia terhadap
Cina merupakan bentuk pencapaian maximal. Dibandingkan dengan negara-negara lainnya
selain Cina, Indonesia tidak memiliki latar belakang masalah diplomatik seperti yang terjadi
pada Indonesia-Cina di era Orde Baru. Maka mengingat bahwa Indonesia-Cina pernah
mengalami dinamika permasalah hubungan diplomatik di masa lalu, maka dengan peningkatan
arus perdagangan tersebut adalah bukti bahwa kedua negara berhasil memperbaiki hubungan
bilateral Indonesia-Cina melalui jalur perdagangan. Selain itu, dari data diatas tersebut juga
menunjukkan netralisasi pasca pembekuan hubungan diplomatik kedua negara tersebut berjalan
dengan cukup baik. Hal ini terlihat melalui kerjasama antara Indonesia-Cina pada sektor
ekonomi, yakni arus perdagangan kedua negara tersebut mencapai 36,1% dalam jangka waktu
satu tahun.
Dengan demikian, poros hubungan kerjasama antara kedua negara ini semakin yakin untuk
mengembangakan potensi peningkatan volume perdagangan bilateral Indonesia-Cina. Dengan
7
sebaliknya, mempertegas bahwa kedua negara memang saling membutuhkan dalam memajukan
total volume perdagangan pada masing-masing negara. Indonesia yang memiliki kepentingan
untuk mengembangkan potensial-potensial yang ada didalam negri untuk terus melakukan
peningkatan produktifitas yang lebih baik. Kemudian, begitupun dengan Cina yang memang
melihat Indonesia sebagai negara yang berpotensi besar serta berperan penting di kawasan Asia
Tenggara karena letak geografis yang strategis dan banyaknya kepulauan di Indonesia yang
menyimpan beragam potensi pasar yang akan membantu Cina untuk meningkatkan produktifitas
pasar di negaranya.
B. Pertanyaan Penelitian
1. Apa dampak yang didapatkan Indonesia pada peningkatan ekonomi negara melalui
deklarasi kemitraan strategis dengan Cina ditahun 2005-2011?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Pada penulisan ini, bertujuan untuk menganalisis bagaimana dua negara yang memiliki
dinamika sejarah yang panjang dan tidak selalu berjalan baik, menjadi mitra strategis bagi kedua
negara untuk melakukan hubungan bilateral yang kuat tanpa menyinggung kendala serta konflik
yang dihadapi di masa lalu. Yakni, Indonesia dengan Cina memiliki sejarah konflik mengenai
hubungan diplomatik yang sempat terputus terkait gerakan kelompok pemberontak pada
pemerintahan Indonesia dengan tuntutan untuk menjadikan negara tersebut menganut faham
komunis, yang pada saat itu Cina memiliki faham yang sama. Maka dalam kasus tersebut
membangkitkan rasa persaudaraan komunisme timbul antara kelompok yang ada di Indonesia
8
Indonesia dalam memperbaiki ketegangan diplomatik dengan Cina dapat berubah menjadi
hubungan yang erat dalam tujuan yang sama yakni untuk memajukan masing-masing negara
dengan saling menguntungkan dan dapat mensejahterakan rakyat dengan tidak memiliki musush
dengan negara tetangga.
Selain itu, apa dampak yang dapat dibawa Indonesia dengan menjalin kerjasama
kemitraan dengan Cina pada sektor pengembangan ekonomi negara. Karena, dapat dilihat bahwa
negara tersebut, merupakan negara yang mampu bertahan pada krisis global yang melanda dunia
dengan menurunnya sumber kas negara. Namun, Cina tetap konsisten pada tingkat ekonomi yang
stabil bahkan melebihi dari standarisasi ekonomi yang berimbang13. Maka, diperlukan analisis
yang lebih mengenai bagaimana Indonesia dapat meyakinkan Cina untuk mempertahankan
hubungan kerjasama yang lebih dekat serta turut mengembangkan peningkatan ekonomi bagi
kedua negara.
Dengan demikian, penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik dalam
tataran teoritis serta tataran praktis. Serta dapat berguna tidak hanya bagi ilmu ekonomi (Basic
Research) saja tetapi juga dapat memberikan sumbangan terhadap pemikir praktisi (Applied
Research). Bagi basic research, penulisan ini dapat memberikan penambahan teori serta
pemikiran bagi kalangan pelajar ilmu ekonomi politik internasional khususnya dibidang
perdagangan bebas dan perjanjian ekonomi dalam hubungan bilateral. Kemudian, bagi applied
research, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran serta pendapat bagi Kementrian,
Departemen, maupun Institusi yang membutuhkan banyak pendapapendapat tentang bagaimana
Indonesia mengupayakan mengembangan ekonomi dengan bekerjasama dengan Cina pada jalur
13
9
bilateral melalui perjajian-perjanjian internasional yang terkait peningkatan perdagangan ekspor,
impor dan investasi.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam buku I. Wibowo dan Syamsul Hadi yang berjudul “Merangkul Cina: Hubungan
Indonesia-Cina Pasca Soeharto” yang menuliskan beberapa kutipan dari banyak pandangan
tokoh politik juga ekonomi yang menjabarkan tentang tantangan serta peluang yang dapat
diambil oleh Indonesia dalam menjalin kerjasama ekonomi dengan Cina melalui Deklarasi
Kemitraan Strategis tersebut. Di buku ini, penulis menceritakan bagaimana langkah-langkah
yang dilakukan Indonesia untuk mendekatkan diri dengan Cina, agar dapat terjalin kembali
kemitraan ekonomi serta politik agar dapat memperlancar kegiatan kenegaraan kedua negara.
Berlandaskan pada hal tersebut, penulis juga menjabarkan dinamika perkembangan ekonomi
yang dicapai Indonesia setelah kembali bersahabt dengan Cina, dimulai dari era Orde Lama
hingga pasca Orde Baru 14. Dalam buku ini, terangkum beragam perspektif yang di pakai dalam
menjabarkan sejarah serta proses perbaikan hubungan diplomatik antara Indonesia-Cina. Seperti
contohnya, beberapa memakai pandangan liberalis yang mendukung adanya perdagangan bebas
di Asia khususnya poros bilateral bagi Indonesia dengan Cina melalui deklarasi kemitraan
strategis tersebut, namun ada pula beberapa tokoh yang memakai pandangan merkantilis dengan
menghitung serta menganalisis untung-rugi yang akan dialami oleh Indonesia jika melakukan
hubungan kerjasama regional secara bilateral dengan Cina. Dengan perbedaan cara pandang
yang terangkum pada konteks serupa inilah yang membuat buku “Merangkul Cina: Hubungan
Indonesia-Cina Pasca Soeharto” ini menjadi bahan dalam mempertimbangkan masalah
14
10
Indonesia yang berkeinginan menjalin hubungan baik dengan Cina melalui kerjasama kemitraan
strategis kedua negara demi satu tujuan yang sama yakni memajukan perekonomian di negara
masing-masing.
Kemudian, adapun buku yang ditulis oleh Daniel Pambudi dan Alexander C. Chandra,
yang berjudul Garuda Terbelit Naga : Dampak Kesepakatan Perdagangan Bebas Bilateral
ASEAN-China terhadap Perekonomian Indonesia. Pada buku ini, di terangkan bagaimana
dampak yang didapat oleh Indonesia baik positif maupun negatif. Dari sisi positif, Indonesia
menjadi lebih kompetitif dalam memproduksi serta menjual produk-produk dalam negri untuk
dipasarkan ke negara-negara lain, kemudian dari sisi negatif, Cina menguasai kelemahan
Indonesia yakni produk-produk mentah (rare good) yang tidak dapat dimanfaatkan secara
maksimal untuk diolah menjadi produk-produk jadi (well good), karena Cina membeli hampir
seluruh bahan mentah yang dimiliki Indonesia dengan tarif yang dua kali lipat lebih tinggi 15.
Dengan demikian, buku ini memberikan pengarahan yang lebih spesifik, khususnya bagaimana
menyikapi kemajuan Cina di bidang ekonomi dengan berbagai pertimbangan tantangan dan
potensi yang dapat di gunakan oleh Indonesia agar dapat juga memajukan strandarisasi produk
dalam negeri ke tingkat yang lebih baik. Serta dapat menjadikan Cina sebagai acuan agar
Indonesia belajar untuk bangkit dari negara berkembang menjadi negara maju untuk masa yang
akan datang, bukan menjadi negara yang terus bergantung dengan negara maju lainnya.
Lalu, makalah yang ditulis oleh Duta Besar Indonesia untuk Cina Sudrajat16,
menyatakan bahwa kerjasama yang dilakukan Indonesia dengan Cina, khususnya di bidang
15
Pambudi, Daniel dan Alexander C. Chandra, “ Garuda Terbelit Naga: Dampak Kesepakatan Perdagangan Bebas Bilateral ASEAN-China terhadap Perekonomian Indonesia. Menteng, Jakarta Pusat : Institute for Global Justice. 2006
16
Press release : seminar “Kemitraan RI-RRT dalam Bingkai Kepentingan Nasional dan Regional Suatu Telaah
11
peningkatan infrastruktur ekonomi negara ialah untuk mengisi dan mengembangkan kemitraan
strategis dalam hubungan kerja bilateral yang saling menguntungkan. Terlebih dalam kondisi
krisis global saat ini, Indonesia dan Cina termasuk negara yang memiliki ketahanan dan
pertumbuhan ekonomi yang kuat. Besarnya potensi kawasaan kedua negara ini, akan dapat
memengaruhi kontinuitas pertumbuhan ekonomi, baik bagi Indonesia maupun Cina. Akses pasar,
bahan baku, jumlah populasi, dan kedekatan geografis, merupakan fakor yang menjadikan
kerjasama kemitraan strategis di bidang ekonomi bagi kedua negara ini dapat mengambil
keuntungan besar serta dapat mewujudkan hubungan bilateral yang baik17.
Kemudian, dari ketiga sumber diatas dapat dilihat perbedaannya dengan penulisan skripsi
ini. Pada skripsi ini, penulis hanya memakai perspektif liberalisme dalam memandang
penignkatan ekonomi politik suatu negara secara lebih liberal. Kemudian, turut mendukung
adanya perdagangan bebas yang ada di kawasan ASEAN khususnya Indonesia-Cina. Namun,
bentuk dukungan ini pun bukan berarti penulis tidak mempertimbangkan resiko yang akan
mengancam sektor perekonomian domestic dalam bersaing dengan negara-negara mitra
strategisnya dalam melakukan perdagangan bebas tersebut. Dalam pondasi penulisan ini, penulis
berpandangan bahwa Indonesia membutuhkan Cina untuk dapat meningkatkan volume
perdagangan yang ada di dalam negri agar dapat menembus pasar internasional, dan begitupun
sebaliknya. Dengan adanya bantuan dari Cina sebagai aktor pendukung, seperti dikatakan oleh
K.J Holsti yang tertulis pada kerangka teori dalam skripsi ini, yakni dengan adanya bantuan
17
12
negara maju sebagai pendukung penuh suatu negara yang meminta bantuan untuk turut
mempromosikan kepentingan suatu negara kepada negara tujuan lainnya18.
Selain itu, penulis juga menjelaskan upaya-upaya yang di lakukan Indonesia demi
mendekatkan diri dengan Cina tanpa menyinggung rasa sentimen yang sempat terjadi pada kedua
negara saat pembekuan hubungan diplomatik di era Orde Baru hingga era netralisasi, sampai
pada saat di berlakukannya deklarasi kemitraan strategis yang membuat Indonesia-Cina
meyakinkan langkahnya untuk melanjutkan hubungan kerjasama bilateralnya lebih erat lagi.
Kemudian, faktor-faktor yang mempengaruhi Indonesia dalam menegasakan hubungan
kerjasama ini dengan dibuatnya MoU tentang kesepakan kerjasama di bidang ekonomi untuk
memajukan infrastruktur dalam negri khususnya jalur perekonomian yang ada di dalam negri
untuk dapat lebih kompetitif.
E. Kerangka Teori
Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, penulis menggunakan konsep Kepentingan
Nasional, dan Perspektif Liberal mengenai Ekonomi Politik Internasional dalam membantu
penulis untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut.
E.1 Kepentingan Nasional
Kepentingan Nasional (National Interest) adalah tujuan-tujuan yang ingin dicapai
sehubungan dengan kebutuhan bangsa/negara atau sehubungan dengan hal yang dicita-citakan.
Dalam hal ini kepentingan nasional yang relatif tetap dan sama diantara semua negara/bangsa
18
13
adalah keamanan (mencakup kelangsungan hidup rakyatnya dan kebutuhan wilayah) serta
kesejahteraan. Kedua hal pokok ini yaitu keamanan (Security) dari kesejahteraan (Prosperity).
Kepentingan nasional diidentikkan dengan dengan “tujuan nasional”. Contohnya kepentingan pembangunan ekonomi, kepentingan pengembangan dan peningkatan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) atau kepentingan mengundang investasi asing untuk mempercepat laju
industrialisasi19. Kemudian, kepentingan nasional juga merupakan istilah esensial yang wajib
dikaji dalam fenomena-fenomena hubungan internasional oleh kalangan pemikir hubungan
internasional secara luas. Selain itu, kepentingan nasional dapat digunakan untuk
menggambarkan dan mendukung kebijakan-kebijakan tertentu20.
Menurut Charles dan Abdul Said, mendefisikan bahwa kepentingan nasional merupakan
suatu tindakan yang diaplikasikan dari perencanaan jangka panjang dan dilakukan oleh setiap
negara dengan memperlakukan setiap mitra kerjasamanya secara berlanjut. Hal ini, di tunjang
dengan terus mengupayakan hubungan tersebut tetap berjalan baik dalam jangka waktu yang
lama dan dapat meyakinkan negara mitra untuk mempertahankan kerjasama tersebut dapat
menguntungkan masing-masing kepentingan setiap negara menuju target yang diinginkan21.
K.J Holsti mengidentifikasikan kepentingan nasional dalam tiga klasifikasi yaitu core
values, middle-range objective, dan long-range goals22. Core Values adalah suatu hal yang
bersifat sangat vital dari suatu negara yang biasanya berhubungan dengan kedaulatan dan
keamanan. Kepentingan ini dibuat agar negara bisa tetap survive dan menjaga existensi
negara. Hal-hal yang menyangkut pada kegiatan ini, ialah:
19
Dikutip dari : Riffiths Martin, dan Terry O’Callaghan. 2002. International Relations: The Key Concepts, (Routledge: New York & London hal 203.
20
Ibid
21
Vandana, „Theory of International Politics”, Christ Church College : Kampur University. Hal 131
22
14
i) Keamanan Nasional
Merupakan tujuan utama dari kebijakan luar negri suatu negara yakni hal ini menyangkut
pada ideologi serta kepercayaan yang ada pada masyarakat negaranya untuk dapat menyetujui
suatu kebijakan keamanan negara, tanpa timbulnya silang pendapat maupun perbedaan keinginan
yang akan di tetapkan oleh aktor pemerintah dengan tujuan yang diinginkan dari masyarakat
negara tersebut23.
ii) Pembangunan Ekonomi
Menurut Holsti, pembangunan ekonomi merupakan tindakan untuk menaikkan
ketertarikan negara lain pada kegiatan ekonomi negara tersebut agar dapat menjalin kerjasama
baik dalam jalur bilateral maupun multilateral dalam bidang perekonomian negara. Hal ini selalu
di fokuskan untuk menyamakan standar ekonomi negara tersebut pada level standar
internasional. Dalam hal kepentingan ini, bidang ekonomi lebih di utamakan daripada
memasukkan politik ekonomi suatu negara pada tahap pembangunan perekonomian negara24.
A. Middle-Range Objective itu biasanya menyangkut perbaikan perekonomian pada suatu
negara. Pada klasifikasi ini, juga termasuk juga :
a) Ketertarikan Kelompok Penekan
Keberadaan kelompok ini, merupakan fenomena baru dalam dunia politik dalam
mencapai kepentingan politik negaranya. Kelompok ini, dapat mempengaruhi kebijakan politik
luar negri negara lain untuk dapat menyetujui dan bersedia menjalin kerjasama dengan negara
tersebut. Negara yang daapt menjadi kelompok penekan ini, haruslah negara yang telah diakui
kekuatannya dan dampak yang dapat ditimbulkan negara tersebut kepada dunia internasional.
Hal ini terwujud dari penghormatan negara lain atas keberhasilan negaranya. Selain itu,
23
ibid
24
15
kelompok ini dapat menjadi pendukung penuh suatu negara yang meminta bantuannya untuk
turut mempromosikan kepentingan negaranya tersebut kepada negara tujuan lainnya.
b) Kerjasama Non-Politik
Pada kenyataanya, dalam dunia hubungan internasional memiliki kerjasama dengan
lembaga maupun institusi non-politik ternyata lebih diperlukan sekarang ini. Sasaran utama
dalam kebijakan luar negri ini ialah untuk mencapai kepentingan nasional dalam bidang
ekonomi, budaya, dan sosial. Kegiatan tersebut, terwujud daalm bantuan pembangunan
perekonomian negara dari menarik pelajar luar negri untuk belajar di negara tersebut dan mereka
akan diberikan pelayan dengan standar yang tinggi agar dapat mengejar cita-cita mereka di
negara tersebut dengan tujuan untuk menunjukkan citra negara yang peduli akan pendidikan dan
pelajar pertukaran negara agar tercipta perdamaian serta kestabilan antar negara yang
bersangkutan.
c) Promosi Monumen Kenegaraan
Hal ini ditujukan untuk memperkenalkan lambang suatu negara kepada dunia
internasional yang bertujuan untuk menunjukkan citra bangsa tersebut dari setiap arti pada
bentuk pada monument tersebut. Dengan adanya monument pada suatu negara, dapat menaikkan
simpati negara lain untuk tertarik untuk mejalin kerjasama dengan negara yang bersangkutan.
Tidak hanya pada monument kebangsaan, tetapi juga monument ini menyangkut bentuk bela
sungkawa untuk makam massal, ataupun bangunan yang dihormati atas peristiwa yang
bersejarah. Kegiatan ini dilakukan demi mencapai kepentingan nasional melalui diplomasi
16
d) Ekspansi Kenegaraan
Merupakan kebijakan pemerintah untuk mencapai kepentingan negaranya demi
melindungi kawasan negara bangsa tersebut. Hal ini, menyangkut harga diri bangsa agar dapat
terlepas dari segala bentuk penjajahan dari negara lain yang mana dapat mengancam kestabilan
perekonomian dan perpolitikan negara tersebut.
B. Long-Range Goals yang mana kepentingan ini bersifat ideal, seperti mewujudkan
Perdamaian dan ketertiban dunia25. Selain itu, hal ini juga difokuskan kepada pembangunan
kembali sistem intrenasional suatu negarauntuk mengarah kearah yang lebih baik dan dapat
mengembangkan potesial-potensial yang ada agar dapat dipergunakan secara maksimal dengan
tujuan untuk dapat menyeimbangkan perekonomian dan sistem pemerintahan negara tersebut
demi mencapai negara maju.
Kemudian, kepentingan nasional sering dijadikan tolak ukur atau kriteria pokok bagi para
pengambil keputusan (decision makers) masing-masing negara sebelum merumuskan dan
menetapkan sikap atau tindakan. Bahkan setiap langkah kebijakan luar negeri (Foreign Policy)
perlu dilandaskan kepada kepentingan nasional dan diarahkan untuk mencapai serta melindungi
apa yang dikategorikan atau ditetapkan sebagai ”Kepentingan Nasional”26.
Menurut Morgenthau, ”Kepentingan nasional adalah kemampuan minimum negara untuk
melindungi, dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur dari gangguan negara lain.
Dari tinjauan ini para pemimpin negara menurunkan kebijakan spesifik terhadap negara lain
yang sifatnya kerjasama atau konflik”27 .
25
Holsti, Kalevi Jaako. 2004. Internationa Relations. GOEL Publishing. Meerut. hal 12.
26
T.May Rudy,(2002) Study Strategis dalam transformasi sistem Internasional Pasca Perang dingin, Refika Aditama, Bandung, hal 116
27
17
E. 2 Perspektif Liberal mengenai Ekonomi Politik Internasional
Kemunculan perspektif ini pada awalnya sebagai alternatif yang diajukan oleh pengkritik
merkantilisme, yang dipelopori oleh Adam Smith dan David Ricardo dengan menentang
pengendalian ekonomi domestik dan internasional yang berlebihan. Perpektif liberal ini
mengajukan argumen bahwa cara yang paling tepat untuk meningkatkan kekayaan nasional
adalah justru dengan membiarkan pertukaran antara individu dalam ekonomi domestik dan
internasional berjalan secara bebas dan tidak dibatasi. Konsep ini didasarkan pada gagasan
kedaulatan pasar dalam proses ekonomi dan mengasumsi adanya keselarasan kepentingan
alamiah dia antara manusia dan bangsa dimana individu adalah aktor utama yang berperilaku
rasional dalam usaha memaksimalkan perolehan keuntungan. Selain itu, kaum liberal juga yakin
bahwa demi memenuhi kepentingan nasional setiap bangsa harus bersikap terbuka dan
koorperatif dalam hubungan ekonomi dengan negara lain28.
Sangat penting untuk difahami, bahwa apa yang disebut dengan politik internasional
secara kontemporer banyak menimbulkan pertentangan pendapat di antara kalangan para ahlinya
sendiri. Dalam pandangan Edward J Harpham dan Alan Stone dalam buku mereka yang
berjudul Political Economy of Public Policy (1982), misalnya menyebutkan beberapa hal yang
menyangkut pertentangan tersebut sebagai bagian dari usaha untuk menarik perhatian dari
pakar-pakar ilmu politik yang memiliki orientasi beberbeda, yang memberi dasar dan
pengetahuan-pengetahuan pada pelopor-pelopor Ekonomi Politik. Namun dengan demikian, dari manapun
28
18
asal-usul aliran dan kelompoknnya, pada sdasarnya memeiliki suatu pondasi yang sama yakni
untuk melahirkan sebuah pemikiran baru demi memajukan kesejahteraan di setiap negara29.
Selain itu, menurut Adam Smith yang merupakan pelopor paham liberalisme dalam isi
bukunya yaitu Wealth of Nations (1776). Di dalam Wealth of Nations, Smith menjelaskan bahwa
adanya Invisble Hand di dalam pasar. Dalam lingkup Ekonomi Politik Internasional, liberalisme
adalah ideologi yang menganggap bahwa pasar dan mekanisme independennya merupakan
elemen yang paling efektif untuk mengatur hubungan ekonomi, baik dalam negeri maupun
internasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, efisiensi maksimum, dan kesejahteraan
individual maupun sosial30. Liberalisme menolak intervensi negara dalam masalah perekonomian
hal itu dianggap sebagai intervensi terhadap kebebasan individu ataupun perusahaan-perusahaan
privat sebagai aktor sentral yang berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan. Perekonomian yang bebas, progresif, interdependen, kooperatif
positive-sumgame tersebut dengan demikian akan berperan besar bagi maksimalisasi kesejahteraan
global31.
Menurut Morgenthau, dalam Politics Among Nations menyebutkan bahwa ekonomi
adalah salah satu unsur penting dari national power, gagasan utama pespektif ini ialah
subordinasi aktivitas ekonomi ke dalam pencapaian kepentingan politik dan pembangunan
negara32. Senada dengan Morgenthau, Robert Gilpin juga berpendapat dalam the Political
29
Ikbar, Yanuar, 2007, Ekonomi Politik Internasional-Konsep dan Teori (bab.2). Bandung: PT Refika Aditama.
Hal. 63
30Gilpin, Robert. 1987. “The Political Economy of International Relations.” New Jersey: Priceton University Press.
Di unduh tanggal 10 april 2013
(http://books.google.co.id/books?id=mblpQgAACAAJ&dq=Robert+Gilpin&hl=id&sa=X&ei=NHn3UamVFcTW rQf7v4HYDQ&ved=0CDMQ6AEwAQ)
31
Burchill, Scott and Linklater, Andrew. 1996. “Theories of International Relations”.New York : ST Martin’s Press.
32
Morgenthau, Hans J. 1987. “Politics Among Nations : The Struggle for Power and Peace”. New York : Alfred A.
19
Economy of International Relations menjelaskan bahwa nasionalisme adalah perspektif yang
meyakini bahwa aktivitas-aktivitas ekonomi seharusnya bertujuan untuk pembangunan den
keuntungan negara33. Dengan kata lain, perspektif ini menciptakan sistem perdagangan baru
yakni, perdagangan pasar bebas yang memberikan keleluasaan jalur perdagangan antar negara,
baik secara individu-individu, individu-perusahaan, maupun perusahaan-perusahaan34.
Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada Harmonized
Commodity Description and Coding System (HS) dengan ketentuan dari World Customs
Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. Penjualan produk antar negara tanpa pajak
ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Selain itu, Perdagangan bebas dapat juga
didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah)
dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di
negara yang berbeda35. Dengan demikian, sistem ekonomi politik muncul sebagai tatanan
kepentingan nasional yang menggabungkan dari kepentingan ekonomi dan politik suatu negara.
Dalam penggunaannya secara tradisional, istilah ekonomi politik dipakai sebagai sinonim atau
nama lain dari istilah ilmu ekonomi. Fokus dari studi ekonomi politik adalah
fenomena-fenomena ekonomi secara umum, yang bergulir serta dikaji menjadi lebih spesifik , yaitu
menyoroti interaksi antara faktor-faktor ekonomi dan faktor-faktor politik. Namun, dalam
perkembangan yang berikutnya, istilah ekonomi politik selalu mengacu pada adanya interaksi
antara aspek ekonomi dan aspek politik. Adanya kelemahan instrumental ini menyebabkan
banyak kalangan ilmuwan dari kedua belah pihak-berusaha untuk mempertemukan titik
33
Gilpin, Robert. 1987. “ThreeIdeologies of Political Economy”, dalam the Political Economy of International
Relations, Princeton: Princeton University Press, hal. 25-64
34
Ibid
35
Ikbar, Yanuar. 2006. Ekonomi Politik Internasional – Konsep dan Teori (Jilid I). Bandung: PT Refika Aditama..
Dalammakalah : Alrista Ayu Candra Sari. (2012). “Dampak Perdagangan Bebas (Globalisasi) terhadap politik
20
temunya, sehingga para ilmuwan ini berusaha untuk mencoba mengkaji hal ini dengan
menggunakan pendekatan-pendekatan dalam ekonomi politik36.
Dalam upaya memaksimalkan studi mengenai ekonomi politik, juga tidak boleh terlepas
dari sistem ekonomi di negara yang bersangkutan. Terkait dengan hal tersebut, setidaknya dalam
berbagai jenis yang ada, terdapat dua sistem ekonomi besar dunia yang dibagi menjadi dua
kategori pokok, yakni sistem ekonomi yang berorentasi pasar (ekonomi liberal) dengan sistem
ekonomi terencana atau yang lebih dikenal sebagai sistem ekonomi terpusat (sosialis)37.
F. Metode Penelitian
Penulis melakukan penelitian dengan kualitatif, yakni suatu penelitian yang dilakukan
dengan metode historis, studi kasus, dalam penyajian data-data yang lebih akurat untuk diteliti.
Metode kualitatif didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati38. Metode ini memiliki
tujuan untuk menggambarkan suatu fenomena tertentu atau untuk menentukan ada tidaknya
keterkaitan antara suatu gejala dengan gejala lainnya yang relevan dengan permasalahan yang
ada di dalam penelitian.Penulis menggunakan data primer dan data sekunder.Teknik
pengumpulan data yang dilakukan adalah studi kepustakaan (library research). Studi
kepustakaan ini dilakukan di perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan UI, dan
Perpustakaan Badan Pengkaji dan Pelaksanaan Kebijakan Kemlu, Selain itu, digunakan pula
berbagai buku sebagai rujukan, dan beberapa dokumen, serta bulletin pada surat kabar, atau
36
Ikbar, Yanuar.( 2007). Ekonomi Politik Internasional 2- Implementasi Konsep dan Teori.Bandung: PT Refika . Dalammakalah : Alrista Ayu Candra Sari. (2012). “Dampak Perdagangan Bebas (Globalisasi) terhadap politik
ekonomi di Indonesia serta Antisipasinya” . Universitas Jember : Fisip
37
Ibid
38
21
jurnal. Lalu, penulis juga memanfaatkan situs internet resmi sebagai salah satu data yang
digunakan dalam penelitian ini.
Kemudian, untuk mengumpulkan data juga melakukan wawancara kepada pihak
Indonesia yakni dari Kementrian Luar Negeri Indonesia di bagian BPPK (Badan Pengkaji dan
Pelaksaan Kebijakan) ASPASAF (Asia Pasifik dan Afrika) serta dari pihak Cina yakni dari
22
E.2 Perspektif Liberalis mengenai Ekonomi Politik Internasional
F. Metode Penelitian
G. Sistematika Penulisan
Daftar Pustaka
BAB II HUBUNGAN EKONOMI INDONESIA-CINA PRA-DEKLARASI
KEMITRAAN STRATEGIS
A. Pola perkembangan hubungan kerjasama ekonomi Indonesia-Cina pada era Orde Lama
B. Dinamika hubungan kerjasama ekonomi Indonesia-Cina pada era Orde Baru hingga masa
normalisasi hubungan diplomatik
C. Langkah-langkah yang dilakukan Indonesia dalam mempererat kerjasama ekonomi
dengan Cina pasca masa normalisasi hubungan diplomatik
BAB III ANALISIS DAMPAK PENINGKATAN EKONOMI INDONESIA MELALUI DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS DENGAN CINA TAHUN 2005-2011
A. Faktor eksternal dan Internal yang mempengaruhi peningkatan kerjasama ekonomi
bilateral Indonesia-Cina tahun 2005-2011
I. Faktor-faktor Dalam Negeri Indonesia
a. Geografis
23
II. Faktor-faktor Luar Negeri Indonesia
a. Dukungan dari ASEAN
b. Hubungan ASEAN dan Cina
c. Politik Ekonomi Cina
B. Dampak-dampak yang didapatkan Indonesia melalui meningkatkan hubungan kemitraan
perdagangan dengan Cina dalam Deklarasi Kemitraan Strategis tahun 2005-2011
a. Deklarasi Kemitraan Strategis 2005-2010
b. Deklarasi Kemitraan Strategis 2010-2015
24
BAB II
HUBUNGAN EKONOMI INDONESIA-CINA PRA-DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS
A. Pola Perkembangan Hubungan Kerjasama Ekonomi Indonesia-Cina pada era Orde
Lama
Pada era Orde Lama sistem pemerintahannya lebih dikenal dengan sebutan masa
pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia (1945-1965). Dimasa ini, Indonesia menggunakan
dua pola yang dipakai untuk menjalankan perekonomian negara yakni, sistem ekonomi liberal
dan komando39. Pada sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan prinsip-prinsip kebebasan
dan netral dalam perekonomian negara. Hal ini, di tujukan agar Indonesia dapat mengembangkan
diri menjadi masyarakat yang dinamis, kompetitif serta layak untuk merdeka. Dalam memilih
negara yang tepat untuk menjalin kerjasama perdangan ini, Soekarno memandang Cina sebagai
negara yang strategis untuk mengawali kerjasama dalam bidang ekonomi bagi negara Indonesia.
Namun, sistem ini bahkan membuat keadaan Indonesia yang pada saat itu baru mendapatkan
kemerdekaan di tahun 1945, menjadi semakin memburuk40.
Hal ini disebabkan oleh karena Indonesia belum bisa bersaing dengan Cina dalam
perdagangan bebas yang diterapkan Indonesia pada saat itu. Pengusaha lokal yang dimiliki
Indonesia di era tersebut, masih lemah dan minimnya pengalaman dalam melakukan
perdagangan bebas dengan Cina yang lebih memahami struktur jalur perdagangan bebas, baik
39
Tuty Enoch Muas, (2009). Merangkul Cina : Hubungan RI-Cina, Secara Historis, Dinamis!. Hal. 25
40
25
secara bilateral maupun multilateral41. Terbukti pada 20 Maret 1950, di Indonesia terjadi
pemotongan nilai mata uang (Sanering) untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar harga
barang menjadi turun. Kemudian, Program Benteng (Kabinet Natsir), yang ditujukan untuk
menumbuhkan wiraswastawan pribumi, serta dapat mendorong importir nasional agar bisa
bersaing dengan perusahaan impor asing. Dengan cara membatasi impor barang tertentu dan
memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi, serta memberikan kredit pada
perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan
ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung
konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi42.
Lalu Sistem ekonomi Ali-Baba dalam kabinet Ali Sastroamijoyo I, yang diprakarsai Mr
Iskak Cokrohadisuryo, untuk penggalangan kerjasama antara pengusaha Cina dan pengusaha
pribumi. Dalam program ini, pengusaha non-pribumi (Cina) diwajibkan memberikan
latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit serta lisensi bagi
usaha-usaha swasta nasional. Namun, program ini juga tidak berjalan dengan baik, disebabkan
pengusaha pribumi kurang berpengalaman dalam bidang perdagangan, sehingga hanya dijadikan
alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah43. Mengingat bahwa Cina telah lebih
dulu menjalin kerjasama dagang dengan negara barat seperti Amerika Serikat dan Eropa, maka
melakukan persaingan serta kompetisi dengan Cina merupakan suatu hal yang terlalu dini bagi
Indonesia yang pada saat itu baru mendapatkan kemerdekaan dan memulai untuk
mengembangkan diri sebagai bangsa yang merdeka. Walaupun Cina juga baru
memproklamasikan kemerdekaannya empat tahun setelah Indonesia (1945) yakni pada 1
41
I. Wibowo, (1999) . Retrospeksi dan Rekontekstualisasi Masalah Cina. 205
42
Zainuddin Djafar. (2009). Merangkul Cina : Hubungan Perdagangan Indonesia : Diperlukan Redesigning yang Baru. hal. 73
43
26
Oktober 1949, namun pengalaman bekerjasama dengan negara asing telah dilakukan Cina sejak
masa Dinasty Ming44. Berlandasakan dari hal tersebut, di tahun 1955 Indonesia mengalihkan
sistem ekonomi liberal ke sistem ekonomi komando45.
Dengan demikian, Indonesia memiliki peluang untuk belajar lebih memahami pola
perdagangan dengan negara-negara kemitraan dalam melakukan hubungan dagang, baik secara
bilateral maupun multilateral. Bagi Soekarno, Cina merupakan negara mitra yang berpotensi
besar untuk mengawali kemajuan ekonomi negara, dikarenakan letak geografis antar Indonesia
dan Cina memilikii poros jalur perdagangan yang sangat strategis untuk melakukan hubungan
dagang46. Pada sistem ekonomi komando ini, hubungan bilateral kedua negara terlihat semakin
erat. Hal ini terbukti dengan disepakatinya pembukaan hubungan diplomatik secara resmi oleh
Soekarno pada April tahun 1955 di Jakarta, sebagai permulaan untuk menjalin kerjasama
bilateral dengan negara lain. Kemudian, lima tahun setelah dibukanya jalur kerjasama kedua
negara tersebut, Indonesia berpandangan bahwa Cina berpotensi untuk menjadi negara Super
Power yang dapat mendorong perekonomian domestik menjadi lebih berkembang dan meningkat
di masa yang akan datang47. Maka pada tahun 1955, Indonesia membentuk Perhimpunan
Persahabatan Indonesia-Cina sebagai wadah untuk memfokuskan diri dalam mengembangkan
infrastruktur perekonomian dalam negeri hingga dapat menarik investor Cina untuk dapat
menanamkan modalnya di perusahaan Indonesia.
Selain itu, Cina memang menempatkan dirinya untuk menjalin kerjasama perdagangan
hanya dengan kelompok sosialis di kawasana blok timur. Mengingat Indonesia yang dipimpin
44
Dinasty Ming (1368-1644) merupakan era kejayaan bangsa Cina dalam membangun kedaulatannya sebagai bangsa yang lebih bermatabat, berpendidikan, serta unggul dalam menjalankan sistem pemerintahan. Dalam bidang perdagangan, Dinasti Ming terkenal dengan wilayah dagang yang telah pasar internasional dengan luas. Dengan demikian Cina tidak lagi di anggap termasuk dalam bangsa Mongol, bangsa Machu, ataupun suku-suku yang belum memiliki pemerintahan yang maju dan lebih teratur seperti yang telah berjalan di Cina (Beijing)
27
oleh Soekarno pada saat itu, menganut paham NASAKOM (Nasional Agama Komunis)
memiliki kesamaan ideologi yang juga di pakai Cina dalam menjalankan sistem
pemerintahannya. Di masa tersebut, Cina di dominasi oleh Partai Komunis Cina (PKC) dan
Indonesia juga memiliki Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai salah satu partai yang kuat di
dalam pemerintahan. Berlandasakan dengan kesaman paham tersebut, Cina meyakinkan diri
untuk terus menguatkan hubungan kemitraan dengan Indonesia sebagai rekan kerjasama
perdagangan. Hal ini, terlihat dari terciptanya poros Jakarta-Peking (Beijing) yang di buat pada
era 1960an48.
Adapun alasan yang diajukan Soekano dalam pemebentukan poros ini, ialah karena posisi
negara Indonesia yang pada saat itu sebagai negara yang baru merdeka, membutuhkan banyak
bantuan modal asing, Namun apabila menggantungkan diri pada negara besar seperti Amerika
Serika (USA) dan Inggris akan semakin mempersulit keuangan dalam negeri, karena besarnya
bunga dan persyaratan yang memberatkan pemerintah. Sehingga Indonesia perlu mencari negara
donor yang mampu memberikan bantuan dengan persyaratan yang mudah yaitu Cina dan
termasuk pula Uni Soviet. Karena kedua negara tersebut, khususnya Cina menawarkan bunga
yang lebih rendah, serta persyaratan yang lebih mudah untuk diambil Indonesia untuk mencari
dana bantuan dari negara asing49. Selain itu, tindakan Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) yang dianggap tidak adil. Sebagai negara yang baru merdeka, anggapan bangsa lain
mengenai suara yang diajukan oleh bangsa Indonesia tidak pernah didengarkan maupun di
pertimbangkan, karena dianggap sebagai negara baru yang belum mengerti dan paham dalam
48
Dalam Zainuddin Djafar. Ibid. hal 73-75
49
28
diskusi ketata negaraan secara global. Dalam status bangsa yang tidak dipandang penuh oleh
PBB menjadikan Indonesia berusaha untuk mendapatkan perhatian Cina serta Uni Soviet sebagai
negara kuat lainnya yang dapat mendukung dan membantu Indonesia agar dapat menaikkan
harga dirinya sebagai bangsa yang berdaulat serta bermartabat di depan negara asing lainnya
serta membuat suara Indonesia juga dapat di dengar dan jadi bahan pertimbangan oleh PBB
dalam diskusi kenegaraan50.
Memasuki tahun 1962, hubungan Indonesia-Cina semakin menunjukkan keharmonisan.
Pada masa itu, Cina masih memakai kebijakan luar negri yang tertutup dan tidak banyak
menjalin kerjasama dengan negara asing. Selain itu, Cina menutup diri untuk tidak bermitra
dengan negara-negara yang ada di blok Barat untuk menjalankan arus pemerintahan dalam dan
luar negrinya, di segala sektor pemerintah. Indonesia yang memiliki kesamaan faham yang
dipakai Soekarno pada saat itu, sejalan dengan ideologi Cina yang komunisme. Dengan
demikian, kedekatan yang diberikan kepada Indonesia menjadikan hal tersebut merupakan
perlakuan istimewa, dengan membuka peluang untuk mempererat jalinan kerjasama ekonomi di
Indonesia. Hal ini ditujukkan dengan dibangunnya proyek Games of the New Emerging Forces
(GANEFO) untuk meningkatkan perekonomian negeri agar dapat memaksimalkan manfaat
sumber daya alam (SDA) serta sumber daya manusia (SDM) yang ada di Indonesia langsung di
bawah komando Presiden Soekarno dan Presiden mao Zedong serta PM Cina Chou Enlai51.
Hubungan baik tersebut terjalin cukup singkat, hingga timbulnya gerakan pemberontakan
yang di pelopori oleh partai komunis di Indonesia pada Oktober 1965, yang melibatkan
pembunuhan massal oleh sebagian besar warga Indonesia yang menginginkan untuk memiliki
pmiliter partai sendiri seperti yang ada di Cina (PKC). Dengan demikian, Gerakan 30 September
50
Dalam Zainuddin Djafar . ibid hal 81
51
29
atau lebih dikenal dengan peristiwa G 30S PKI mempengaruhi fokus Indonesia yang baru akan
membangun negara yang stabil, menjadi bangsa yang terpecah menjadi beberapa kelompok
maupun kesatuan. Dalam kelangsungan peristiwa pemberontakan ini, Cina dianggap membantu
arus perdagangan alat utama sistem senjata (ALUTSISTA) yang di pakai PKI dalam melakukan
pemberontakannya. Selain itu, Cina juga menyokong bantuan militer yang ada pada PKC untuk
turut melaksanakan kegiatan pemberontakan oleh PKI. Hal ini, dilandasi masih dengan alasan
kesamaan faham. Maka tindakan membantu partai komunis di Indonesia, sama dengan
membantu sesama komunis serta memperluas wilayah dengan faham komunisme lainnya bagi
Cina (PKC).
Dengan alasan serta tuduhan yang di tujukan kepada Cina, mengenai turut campur tangan
terhadap masalah dalam negeri yang ada di Indonesia di anggap terlalu mendalam dan bahkan
memperburuk keadaan. Masalah, pemberontakan yang dilakukan PKI pada Indonesia membuat
Cina bertindak terlalu jauh dari batas privasi kenegaraan yang ada bagi bangsa Indonesia. Maka
pada saat orde lama runtuh dan di gantikan dengan orde baru di tahun 1966, Indonesia menutup
Perhimpunan Persahabatan dengan Cina. Keputusan ini, dianggap tepat untuk membatasi serta
memperingatkan PKC akan tindakan mereka yang sudah terlalu dalam ikut campur masalah
dalam negeri bangsa Indonesia. Memasuki pergantian pemerintahan maka orde lama pun di
gantikan dengan orde baru yang di pimpin oleh Jendral Soeharto sebagai pemimpin negara
Indonesia yang baru. Dengan pergantian kepemimpinan ini, maka berubah pula pola hubungan
kerjasama Indonesia-Cina yang dulu di prakarsai oleh Presiden Soekarno, berubah menjadi
pemutusan hubungan diplomatik dengan Cina pada tahun 30 Oktober 196752. Dengan
berlandaskan alasan tersebut, Indonesia semakin mempertegas bahwa Cina tidak dapat turut
mengambil alih masalah dalam negeri sebuah negara lain untuk membantu apapun bagi kegiatan
52
30
apapun yang dilakukan kelompok pemberontakan yang ada di Indonesia khususnya secara lebih
mendalam dan mendominasi.
B. Dinamika Hubungan Kerjasama Ekonomi Indonesia-Cina pada Era Orde Baru
hingga Masa Normalisasi Hubungan Diplomatik
Memasuki era orde baru (1968-1998), Indonesia menfokuskan diri kepada pembangunan
infrastruktur pemerintahan. Dibawah pimpinan Presiden Soeharto, perekonomian negara pun
turut beralih kepada sistem ekonomi pembangunan yang bertujuan untuk menembus pasar
internasional lebih luas. Terkait hubungan dagang Indonesia-Cina yang sempat terputus karena
pemasalahan politik oleh G 30 S/ PKI, belum melunturkan rasa sentimen Soeharto untuk
memperbaiki jalinan kerjasama dengan Cina. Terlebih lagi, pada era ini terjadi deskriminasi
kelompok yang ditujukkan kepada etnis tionghoa (Cina) yang ada di Indonesia. Kelompok
tersebut, dianggap perpanjangan tangan golongan komunis di Cina untuk meluaskan daerah
kekuasaannya demi mencapai kesamaan faham yakni Komunisme53. Hal ini, jelas melanggar
peraturan kenegaraan yang tercantum dalam Dasa Sila Bandung bulir ke empat, lima dan enam,
yakni : 4) Tidak melakukan campur tangan atau intervensi dalam persoalan dalam negeri negara
lain. 5) menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendirian
maupun secara kolektif yang sesuai dengan Piagam PBB, lalu 6) a. Tidak menggunakan
peraturan-peratura dan pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah
satu negara-negara besar, b. Tidak melakukan campur tangan terhadap negara lain54.
Dengan demikian, tindakan yang dilakukan Cina dalam membantu alat-alat militer yang
di pakai PKI untuk melawan Indonesia menuju faham komunisme adalah pelanggaran besar
53
Gitosardjono, Sukamdi Sahid, (2006), Dinamika Hubungan Indonesia-TIongkok di era Kebangkitan Asia, Jakarta : Lembaga Kerjasama Ekonomi, Sosial, dan Budaya Cina.
54
31
yang meliputi tiga poin dalam norma ketata negaraan suatu bangsa. Dengan terputusnya
hubungan diplomatik kedua negara, maka langkah yang di ambil Indonesia dalam mengalihkan
persoalan tersebut ialah berfokus pada pembangunan infrastruktur negara yang tercipta dalam
rencana kerja Pembangunan Lima Tahun (PELITA) di tahun 1969. Program kerja ini dibagi
menjadi lima tahap, yakni PELITA I (1969-1974) bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
sandang dan pangan serta infrastruktur dengan penekanan pada bidang pertanian, yang pada saat
itu, Indonesia memang kekurangan bahan pangan yakni beras sebagai makanan pokok yang
dibutuhkan masyarakat. Kemudian, PELITA II (1974-1979) berfokus pada peningkatan
pembangunan pulau-pulau di Jawa, Bali dan Madura melalui transmigrasi. Dimasa masa orde
baru, perpecahan suku-suku merupakan masalah penting yang harus diperbaiki pasca G 30
S/PKI. Tindakan partai komunis tersebut, telah memecah belah masyarakat pribumi menjadi
kelompok-kelompok pemberontak yang menghancurkan infrastruktur negara dengan skala yang
besar55. Maka, dengan melakukan transmigrasi penduduk akan membantu masyarakat pribumi
kembali dapat memulai kehidupan yang baru demi terciptanya masyarakat yang damai dan
beragam sesuai semboyan bangsa Indonesia yakni Bhinneka Tunggan Ika yang artinya walau
berbeda-beda namun tetap satu bangsa.
Berlanjut hingga ke PELITA III (1979-1984) yakni bergulir pada kepentingan negara
dalam menekan peningkatan industry padat karya dan ekspor. Maka, di tahap ini, Indonesia
mulai memikirkan untuk memperbaiki jalinan kerjasama dengan Cina. Mengingat bahwa
kebutuhan ekpor-impor memerlukan dukungan dan kerjasama kepada negara besar, serta
memiliki potensi ekonomi yang cukup kuat. Maka, Indonesia memilih Cina sebagai mitra
strategis dalam melancarkan kegiatan peningkatan perekonomian negeri.
55
32
Walaupun hubungan kedua negara masih terputus, tetapi dalam prakteknya
barang-barang asal Cina tetap dapat masuk ke Indonesia. Hal ini, merupakan tindakan dari jasa perantara
negara ketiga. Jenis barang seperti mesin-mesin pertanian, barang-barang elektornik, dan
obat-obatan, diimpor melalui Singapura, serta Hongkong. Kemudian, jenis bahan kimia atau bahan
baku industri farmasi diimpor melalui negara-negara Eropa Barat56. Dengan perantara negara
ketiga itulah, yang menybabkan perdagangan Indonesia-Cina tetap berlangsung walaupun kedua
pihak membekukan hubungan diplomatik secara bilateral.
Kemudian, dari adanya ketentuan baru dari pemerintah Orde Baru seperti yang tertuang
dalam SK Mendagkop RI tahun 1967, memerintahkan untuk menghentikan ekspor barang
Indonesia ke Cina, sementara impor melalui negara ketiga tetap berjalan. Dengan kebijakan yang
tidak seimbang tersebut, jelas menguntungkan pihak Cina secara ekonomis. Seperti pada tahun
1970-an terlihat kesenjangan neraca perdagangan antara Indonesia-Cina yang dapat dilihat dari
tabel dibawah ini.
Murkan, Munawar. (1984). Skripsi : Kemungkinan-kemungkinan Pencairan Hubungan Diplomatik Indonesia-RRC (Suatu Analisa terhadap Sikap Indonesia). Jakarta : Universita Indonesia. Kompas, 27 April 1978
57