• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Bimbingan Agama Bagi Anak Tunarungu di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Bambu Apus, Jakarta Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Metode Bimbingan Agama Bagi Anak Tunarungu di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Bambu Apus, Jakarta Timur"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

METODE BIMBINGAN AGAMA BAGI ANAK TUNARUNGU

DI PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA MELATI

BAMBU APUS

JAKARTA TIMUR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ilmu Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.)

Oleh

Ida Nurfarida

NIM: 104052001978

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

METODE BIMBINGAN AGAMA BAGI ANAK

TUNARUNGU DI PANTI SOSIAL BINA RUNGU

WICARA MELATI

BAMBU APUS - JAKARTA TIMUR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.)

Oleh

Ida Nurfarida 104052001978

Di Bawah Bimbingan:

Drs. Mahmud Jalal, M.A NIP. 19520422 198103 1 002

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (SI) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah) Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah) Jakarta.

Jakarta, 01 September 2009

Ida Nurfarida

(4)

ABSTRAK

Ida Nurfarida

Metode Bimbingan Agama Bagi Anak Tunarungu di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Bambu Apus, Jakarta Timur

Tunarungu adalah penyandang cacat yang paling mengalami kesulitan dalam memahami agama. Karena pendengaran yang merupakan alat penerima transformasi ilmu agama tidak bekerja semestinya. Maka itu, metode bimbingan agama sangat urgen diteliti, hal ini untuk mengetahui metode apa yang tepat untuk digunakan bagi tunarungu, dan sejauhmana keberhasilan metode tersebut dalam bimbingan Agama. Hal inilah yang diteliti dalam skripsi ini, dengan mengambil sekolah tunarungu yang dikelola Departeman Sosial sebagai objek dalam penelitian ini.

Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” adalah sekolah khusus bagi siswa yang mengalami kelainan/kekurangan dalam hal pendengaran. Oleh karena itu siswa tunarungu dalam menerima bimbingan agama harus dibedakan penanganannya agar tercapai maksud dari pemberian bimbingan agama tersebut. Untuk memberikan bimbingan agama pada siswa tunarungu diperlukan metode khusus karena keterbatasan mereka dalam berkomunikasi dan menerima rangsangan agar mudah difahami.

Tujuan atau metode penelitian ini untuk dapat memberikan bimbingan agama pada siswa tunarungu yang diperlukan metode yang mudah mereka tangkap dan dengan bahasa yang mudah mereka fahami. Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah bagaimana metode bimbingan agama bagi anak tunarungu di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”. Tujuannya adalah untuk mengetahui metode yang digunakan oleh sekolah dalam memberikan bimbingan ibadah maghdhah untuk siswa tunarungu. Teori yang ada di dalamnya adalah bimbingan agama, metode bibingan agama dalam setiap aspek, bentuk bimbingan ibadah. Juga ada teori tentang tunarungu, karakteristik tunarungu, media komunikasi tunarungu, dan perkembangan anak tunarungu.

(5)

KATA PENGANTAR

Pujian Yang Luhur hanya milik Dzat Yang Maha Agung, Allah SWT. Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat, Dia mengaruniakan penglihatan dan pendengaran pada hamba-hambaNya, agar hamba-hamba tersebut bersyukur, dan Dia menguji hamba-hambanNya, agar mereka bersabar.

Penelitian ini bertujuan mengungkap dan mendeskripsikan metode bimbingan Agama bagi tunarungu di salah satu tempat sosial di Jakarta. Dipilihnya tempat tersebut, karena ia merupakan tempat sosial yang dikelola oleh pemerintah, di bawah naungan departemen sosial. Harapannya, dengan mengadakan penelitian di tempat tersebut, dapat mempresentasikan tempat sejenis yang ada di indonesia.

Dalam proses penelitian ini, pastinya tidak sedikit rintangan dan hambatan yang penulis temukan, akan tetapi tantangan dan hambatan yang ada dapat penulis lalui dengan dengan tidak sukar. Ini karena bantuan dan dorongan dari dosen, kawan dan keluarga penulis yang selalu mendorong dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan penelitian ini. Maka itu dalam kesempatan ini penulis mengucapan terima kasih kepada

1. Dr.Arief, M.A, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Drs. Mahmud Jalal, M.A selaku Pembantu Dekan II (PUDEK II) sekaligus sebagai pembimbing skripsi yang selalu meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini. Dan juga Drs.Study Rizal, M.Ag. selaku Pembantu Dekan III (PUDEK III)

2. Drs.M.Lutfi, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) besarta Dra.Nasichah, M.Ag, selaku Sekretaris Jurusan BPI.

(6)

Perpustakaan Utama UIN Syarief Hidayatullah Jakarta yang telah fasilitas memadai atas buku-bukunya.

4. Pimpinan dan Pembimbing Panti Sosial Bina Rungu Wicara MELATI Jakarta Timur Ibu Sri Wuwuh P.Msi, ibu Sri Mulyati yang memberikan kesempatan pada penulis, untuk ikut serta mengabdi dan berdiskusi dengan siswa-siswi tunarungu.

5. Orang tua penulis Bpk. H. Drs Kusnadi, dan Ibu tercinta Hj. Rusydah, mereka berdua adalah pendorong kuat bagi penulis untuk selalu bersemangat menyelesaikan penelitian ini.

6. Kakak-kakak penulis khususnya Kak Aang Saeful Milah, M.A, Hj. Nendah Nurjanah S.Sos, M. Alwi Fachrurazi ST, Sari Rahmayanti.S.Pd.I, yang senantiasa memberikan motivasi dan bimbingan kepada penulis hingga selesainya skripsi ini.

7. Suamiku Fuad Hasan S.Ip atas pengertian yang diberikan kepada penulis, penulis haturkan terima kasih.

8. Kawan-kawan penulis Ade, Ciah, Dika, Amira, Luthfi, dan Saqy yang selalu bersedia menjadi kawan diskusi di setiap saat. Jazakumullah khairal jaza’[]

Jakarta, 01 Agustus 2009 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

BAB III GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA A. Sejarah Berdiri dan Perkembangannya………. 30

B. Visi, Misi, dan Tujuan………... ... 31

C. Program Panti……… 33

D. Sarana dan Prasarana ………... 36

E. Organisasi Pengurus……… 41

BAB IV METODE BIMBINGAN AGAMA ANAK TUNARUNGU DI PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA MELATI A. Identifikasi Informasi……… 40

B. Pelaksanaan Bimbingan Agama ……….. 43

C. Metode Bimbingan Agama Berdasarkan Klasifikasi Siswa ……… 48

D. Metode Bimbingan Agama Berdasarkan Materi……... 54

(8)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan……….. 64 B. Saran……… 65 DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Jakob Sumardjo, manusia adalah satu (mankeind is one), artinya kemanusiaan itu satu, dari dulu sampai sekarang. Karena pada dasarnya setiap manusia memiliki potensi atau daya-daya yang sama. Manusia itu memiliki perasaan, pikiran, insting dan kemauan. Tetapi meskipun demikian, dalam perkembangannya tidaklah sama, dan inilah yang menyebabkan manusia berkembang menjadi dirinya sendiri yang unik, yang beda dengan manusia lainnya. Namun perbedaan-perbedaan itu masih memiliki dasar yang sama, misalnya, manusia tidak menyukai kebohongan, pembunuhan, keserakahan dan kemunafikan.1

Manusia adalah makhluk mulia dan unik, yang diciptakan Allah SWT untuk beribadah pada-Nya. Dalam perjalanan hidup di dunia, manusia tidak akan terlepas dari berbagai ujian, baik itu yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Apapun bentuk ujiannya, manusia diharapakan oleh Allah SWT untuk bersabar dalam menghadapinya. Dalam pandangan agama Islam, keberadaan ujian adalah hal yang pasti bagi seluruh manusia, Allah SWT menyebutkan bentuk-bentuk ujian-Nya dalam firman-Nya;

! "

(10)

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (QS al-Baqarah [2] : 155)

Di antara ujian yang kerap dialami oleh sebagian manusia adalah kekurangan pada fungsi bagian organ tubuh, seperti kurang dalam pendengaran, penglihatan dan penciuman.

Tidak sedikit masyarakat khususnya di Indonesia yang diuji dengan kurangnya fungsi pendengaran pada organ tubuhnya. Menurut data tahun 2000 M, populasi penduduk Indonesia lebih kurang 220.000.000, enam juta diantaranya adalah penyandang tunarungu (bisu-tuli dan kurang mendengar) dari usia balita hingga lansia. Data ini menunjukkan presentasi populasi penyandang cacat cukup besar seiring pertambahan penduduk setiap tahun.

(11)

Karenanya pendengaran adalah anugerah teragung yang diberikan Allah SWT kepada manusia. Ini sesuai dengan Firman Allah SWT;

#

mengetahui sesuatu apapun dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur". (QS: An-Nahl: 78)

Setiap bayi yang lahir dari rahim ibunya, belum memiliki pengetahuan apa-apa tentang alam yang baru ditempatinya. Allâh SWT dengan kuasa dan kasih sayang-Nya membekalinya pendengaran, penglihatan dan hati. Kemudian dilengkapi dengan akal, agar ia mengenal dan memahami hakikat kehidupan.

Dengan mendengar, seseorang dapat belajar bahasa, khususnya bahasa lisan. Sehingga dengan kemampuan itu manusia dapat berkomunikasi, bersosialisasi, dan belajar dengan baik, yang akhirnya dapat digunakan untuk mengoptimalkan seluruh potensi yang dimilikinya. Ini sangat urgen karena pelaku utama atau pembuat sejarah di atas hamparan bumi ini adalah manusia. Tanpa diciptakannya manusia oleh Allah SWT tidak akan ada bahasa, pakaian, komputer dan lainnya, dengan kata lain jika tidak ada manusia tidak akan ada peradaban.2

Komunikasi adalah suatu bagian penting dalam hidup. Dengan berkomunikasi, kita berbagi informasi dengan orang lain, berbicara dan mendengarkan. Anak-anak belajar berkomunikasi sejak saat mereka dilahirkan.

(12)

Mereka mendengarkan dan mereka dapat mengenali suara orang tua mereka. Mereka juga belajar berbicara dengan meniru, bunyi-bunyi yang mereka, dengar. Anak-anak dengan gangguan pendengaran akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, karena mereka tidak bisa mendengar semua atau sebagian dari bunyi-bunyi di sekitarnya, termasuk suara mereka sendiri. Untuk lebih memahami pentingnya komunikasi dalam masyarakat,

Keterbatasan dalam pendengaran yang dialami oleh para penyandang tunarungu, adalah salah satu masalah besar yang dialami mereka dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan informasi dan teknologi. Karena akibat ketunarunguannya, mereka sulit mengembangkan kemampuan berbahasa untuk berkomunikasi secara efektif dan kreatif, salah satu faktornya adalah indera pendengarannya tidak dapat dimanfaatkan secara penuh. Sehingga ini merupakan kendala berarti dalam mengembangkan kepribadian, kecerdasan, dan penampilannya sebagai makhluk sosial.

Kehidupan anak tunarungu tidak bisa terlepas dari kehidupan anak-anak pada umumnya. Mereka pada intinya memiliki perasaan dan kebiasaan yang sebetulnya sangatlah menarik untuk diperhatikan. Disamping mereka memiliki rasa temperamental yang sangat tinggi, mereka juga memiliki rasa kepedulian yang luhur terhadap teman-teman mereka, karena mereka mengetahui dan merasakan masalah yang sama.

(13)

berdampingan dengan mereka. Pada umumnya anak tunarungu banyak mengalami masalah yang kompleks, yang berlatar belakang pada ketunaan yang disandangnya, disamping itu masih banyaknya pandangan orang tua terhadap anaknya yang menyandang ketunarunguannya itu sebagai beban yang berat, atau mereka yang bersikap apatis bahkan over protective. Sesungguhnya sikap-sikap yang demikian akan menghambat proses sosialisasi anak tunarungu untuk berinteraksi aktif di masyarakat, sehingga mereka akan merasa terasing di lingkungannya.

Masalah lain yang muncul akibat ketunarunguannya, yakni yang berkaitan dengan masalah kejiwaan. Dimana pada anak tunarungu seringkali dihinggapi perasaan kegoncangan akibat keterbatasan yang dimilikinya. Mereka beranggapan bahwa dirinya tidak berguna lagi, baik untuk dirinya maupun untuk orang lain.

(14)

Kegoncangan pada diri seseorang merupakan hambatan dan gangguan di dalam beraktivitas bagi penyandangnya. Tentu saja hal tersebut dapat menghambat perluasan pengalaman, gangguan emosi, dan perkembangan inteligensinya. Karena itu, anak tunarungu membutuhkan bantuan yang lebih dibandingkan dengan anak normal. Salah satu bentuk dari bantuan tersebut adalah berupa pemberian bantuan bimbingan agama.

Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan secara terus-menerus dan sistematis kepada individu dalam masalah yang dihadapinya. Agar tercapai kemampuan untuk memahami dirinya, kemampuan untuk menerima dirinya sesuai dengan potensi dan kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat .3

Bimbingan juga merupakan media yang memegang peranan penting dalam proses pendidikan terutama dalam rangka menumbuhkan rasa percaya diri. Menerima keadaan diri sebagai modal untuk menggali potensi serta mengembangkan kemampuan yang dimilikinya.

Salah satu hak hidup yang dimiliki oleh setiap manusia tidak terkecuali oleh anak yang mempunyai kebutuhan khusus adalah hak untuk mendapatkan pengajaran dan bimbingan. Hak untuk mendapatkan pengajaran dapat diperoleh di sekolah. Selain itu sekolah juga merupakan tempat pembentukan karakter serta sarana bersosialisasi untuk mempersiapkan diri menuju jenjang yang lebih tinggi.

(15)

Untuk memfasilitasi sekolah bagi anak berkebutuhan khusus termasuk tunarungu untuk mendapatkan pendidikan yang layak, maka pemerintah dibantu oleh pihak swasta membentuk sekolah luar biasa yang biasa disingkat SLB. Sekolah ini mempunyai cara serta kurikulum yang disesuaikan bagi anak berkebutuhan khusus agar dapat mandiri serta mensejajarkan diri dengan anak normal.

Pendidikan luar biasa bertujuan membantu anak didik yang menyandang kelainan fisik atau mental atau kelainan perilaku agar mampu mengembangkan sikap pengetahuan, dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat supaya mereka dapat memiliki kehidupan lahir dan batin yang baik.

Dari pihak pemerintah, terlihat ada upaya untuk mensejahterakan para penyandang cacat dan menempatkan mereka dalam posisi yang sama dengan orang normal lainnya, salah satunya dengan adanya hari internasional penyandang cacat atau yang disingkat dengan HIPENCA yang diperingati setiap tanggal 3 Desember yang ditetapkan melalui resolusi Dewan Perserikatan Bangsa-bangsa nomor 4713 1992.

Tujuan diselenggarakanya HIPENCA adalah mengoptimalkan kerjasama yang sinergis dalam rangka upaya mengukuhkan konsistensi dan kesadaran bersama untuk mewujudkan kesetaraan hak kedudukan dan peranan serta peluang yang lebih bermakna bagi penyandang cacat sebagai subjek di tengah masyarakat4.

4

(16)

Namun tidak cukup di situ saja, karena para penyandang cacat membutuhkan perhatian yang kongkrit dalam bentuk bimbingan yang intensif bagi mereka, karena bimbingan agama bertujuan untuk membantu pemecahan problem perseorangan dengan melalui keimanan menurut agamanya5.

Untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut, maka diperlukan adanya bimbingan agama yang dilakukan dengan kesabaran dan metode khusus dengan menggunakan bahasa-bahasa yang sederhana, agar dapat mudah dimengerti oleh anak tunarungu tesebut. Salah satu sarana dan prasarana untuk menunjang keberhasilan bimbingan agama tersebut, dapat berbentuk suatu lembaga formal maupun nonformal, seperti Pusat Sosial Bina Rungu Wicara “MELATI” Jakarta Timur ( selanjutnya dalam skripsi ini disebut PSBRW MELATI )

PSBRW MELATI merupakan suatu media bimbingan rehabilitasis anak penyandang cacat yang bukan hanya dalam bimbingan umum, namun juga pada bimbingan agama, mental dan spriritual. Dengan demikian anak tersebut selain memiliki pengetahuan umum yang luas juga memiliki agama yang kuat. Bimbingan agama yang dimaksud dalam skripsi ini adalah upaya yang dilakukan dalam kegiatan bimbingan agama melalui proses belajar mengajar, dimana bimbingannya dilakukan oleh Pembimbing Agama.

Wacana ini sungguh sangat menarik untuk diteliti, disamping karena berkenaan dengan penyandang tunarungu, juga karena berkaitan dengan bimbingan agama, sesuai dengan studi yang penulis tempuh. Untuk itu penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan metode bimbingan agama

5

(17)

melalui kegiatan mengajar yang dilakukan oleh Pembimbing Agama di PSBRW MELATI Cipayung Jakarta Timur.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Dari latar belakang masalah yang penulis kemukakan di atas, banyak hal yang patut dikaji dan ditemukan jawabannya, kemudian dideskripsikan dalam skripsi ini baik dari sisi bimbingan agama dan metodenya, juga berkaitan dengan PSBRW MELATI.

Dalam penelitian awal penulis, diketahui bahwa di dalam PSBRW MELATI terdapat ragam bimbingan, diantaranya bimbingan agama, bimbingan sosial, dan bimbingan keterampilan. Tentunya tidak semua bimbingan tersebut diteliti oleh penulis, karenanya penulis perlu membatasi masalah ini, yaitu sekitar bimbingan agama. Untuk itu dalam penelitian ini, penulis hanya meneliti metode bimbingan agama yang dilakukan pembimbing Agama di PSBRW MELATI. Pembimbing Agama yang di maksud adalah pembimbing yang melakukan bimbingan pada tingkat SMA. Dalam istilah objek tempat penelitian penulis disebut dengan kelompok kelas A.

(18)

2. Perumusan Masalah

Mengacu pada pembatasan masalah di atas, penulis membuat rumusan masalah yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah; Bagaimanakah pelaksanaan metode bimbingan agama anak tunarungu di PSBRW MELATI Cipayung, Jakarta Timur?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Dari sisi bidang ilmu pengetahuan yang penulis tempuh, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui metode apa yang digunakan pembimbing dalam pelaksanaan bimbingan agama pada anak asuh tunarungu, tentunya di PSBRW MELATI cipayung jakarta timur. Penelitian ini pastinya memiliki manfaat yang banyak, baik bagi penulis maupun masyarakat secara umum.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu: a. Teoritis

Secara teoritis penulis berharap hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi para peneliti selanjutnya, khususnya penelitian yang berkaitan dengan ilmu bimbingan anak tunarungu

b. Praktis

(19)

tunarungu. Sehingga dalam penelitian ini menjadi bahan rujukan dan pertimbangan bagi para pembimbing agama.

D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penulis beralasan karena data dan informasi yang di teliti adalah sekitar metode bimbingan agama pada anak tunarungu, penulis hanya mendeskripsikan metode-metode bimbingan agama yang dilaksanakan, kemudian menganalisanya secara kualitatif.

Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati.6 2. Subyek dan Obyek Penelitian

a. Subyek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah orang atau sekelompok orang yang dapat memberikan informasi. Didalam penelitian ini penulis mengambil subjek penelitian, mereka terdiri dari 1 orang Kepala Panti Sosial Bina Rungu Wicara yaitu Dra. Ign. Sri Wuwuh, P. Msi, 1 orang Pembimbing Agama Ibu Sri Mulyati, dan 2 Anak Tunarungu kelas A Yaitu Yogi, dan Norma.

b. Obyek Penelitian

6

(20)

Obyek dari penelitian ini adalah pelaksanaan metode bimbingan agama PSBRW MELATI, Cipayung Jakarta Timur. Jl. Gebangsari No.38 Bambu Apus Cipayung Jakarta Timur 13890. Telepon.021-8444274 Fax. 021-8454320.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini meliputi:

Pertama; Observasi7, dalam penelitian ini penulis mendatangi langsung yang menjadi tempat penelitian, kemudian memilih, dan melakukan pengamatan langsung di PSBRW MELATI, guna menyelami dan memperoleh gambaran yang jelas tentang pelaksanaan metode bimbingan agama dalam proses bimbingan di PSBRW MELATI, dalam penelitian ini penulis melakukan observasi selama 4 bulan untuk mengikuti proses bimbingan agama anak tunarungu.

Kedua; Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan cara dialaog dan tanya jawab kepada orang-orang yang berkompeten dan mempunyai kaitan dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara langsung secara mendalam dengan pembimbing yang ada di PSBRW MELATI, untuk mendapat data yang dibutuhkan. Penulis mewawancarai 1 kepala panti yaitu ibu Ign Sri Wuwuh, 1 Pembimbing Agama, yaitu ibu Sri Mulyati, dan 20 orang anak asuh.

7

(21)

Ketiga; Dokumentasi, yaitu penulis mencari keterangan dan bacaan yang dibutuhkan mengenai masalah terkait, melalui sumber-sumber yang ada, juga menelaah dokumen dan arsip yang dimilki PSBRW MELATI cipayung jakarta timur.

4. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data hasil observasi dan wawancara, penulis menginterpretasikan catatan yang ada, kemudian menyimpulkannya, setelah itu menganalisa kategori-kategori yang tampak pada data tersebut. Dimana seluruh data yang penulis peroleh dari hasil pengamatan dan wawancara, lebih dulu penulis kelompokkan sesuai dengan pesoalan yang telah ditetapkan lalu menganalisanya secara otomatis. Sedangkan teknis penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) yang dikeluarkan oleh CeQDA tahun 2007.

E. Tinjauan Pustaka

Ada berbagai hasil penelitian yang mempunyai hubungan dengan judul penulis, dan tidak terdapat judul yang sama dengan yang penulis ambil, yaitu Bimbingan Agama Anak Tunarungu Di PSBRW Melati Jakarta Timur . Adapun hasil penelitian yang mempunyai hubungan dengan judul penulis itu adalah:

(22)

skripsi ini ialah menggunakan metode individual, demonstrasi, oral, isyarat, dan dari hasil metode ini telah memberikan kontribusi dalam pembinaan akhlak siswa tunarungu;

Kedua: oleh Fitriyani dengan judul skripsi: “Metode Bimbingan Islam Dalam Pembinaan Akhlak Anak Yatim Di Panti Asuhan YAKIIN Larangan Tangerang”, hasil penelitian ini dari Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Tahun 2008, bahwa di dalam skripsi ini melakukan dengan dua metode yaitu inidividual dan kelompok. Pengguanaan metode individual dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara dan observasi kegiatan, sedangkan penggunaan metode kelompok dilakukan dengan menggunakan teknik ceramah, dialog atau tanya jawab dan pembagian kelompok; Ketiga: oleh Badriah dengan judul skripsi, “Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Dengan Kesehatan Mental Siswa MAN 12 Duri Kosambi Cengkareng jakarta Barat” hasil penelitian ini dari Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta Tahun 2008, bahwa di dalam skripsi ini tidak terdapat hubungan antara layanan bimbingan dan konseling dengan kesehatan mental siswa MAN 12

F. Sistematika Penulisan

(23)

BAB I. Pendahuluan. Berisi tentang kerangka umum penulisan skripsi, yaitu latar belakang masalah, Identifikasi dan rumusan masalah, tujuan dan Signifikansi penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II. Landasan Teoritis. Dalam bab ini akan dikaji mengenai metode bimbingan agama (Pengertian metode, pengertian bimbingan, dan pengertian agama), metode bimbingan agama, Tunarungu, (pengertian tunarungu dan ciri-ciri tunarungu).

BAB III. Gambaran Umum Panti Sosial Binarungu Wicara, Jakarta Timur. Dalam bab ini akan dideskripsikan sejarah berdiri dan perkembangan panti sosial Melati, visi dan misi dan tujuan panti sosial bina rungu wicara “Melati” jakarta timur.

BAB IV Berisi tentang gambaran umum informan yang menjadi objek penelitian, kemudian dalam bab ini penulis mendeskripsikan metode bimbingan agama panti sosial bina rungu wicara “Melati” Jakarta Timur.

(24)

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Metode

Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan apa yang dikehendaki, dan juga merupakan cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang direncanakan.8Sehubungan dengan upaya untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.9

Kata ‘metode’ berasal dari bahasa latin, methodus yang bermakna, cara atau jalan.10 Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa yunani yang bermakna jalan11. Kata ini terdiri dari dua suku kata; metha dan hodas yang berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.12 Menurut Arif Burhan,

“Metode menunjukkan pada proses, prinsip serta prosedur yang kita gunakan

untuk mendekati masalah dan mencari jawaban atas masalah tersebut

.

13

Senada

dengan Arif Burhan, M. Arifin mengatakan bahwa metode secara harfiyah adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan Dari definisi di atas dapat difahami bahwa metode dapat

8

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet.Ke-1, Edisi ke Tiga, h. 740.

9

Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta:PT.Gramedia, 1983),h 81.

10

Asman Ralby, Kamus Internasional, (Jakarta: Bulan Bintang: 1956), h. 318. 11

Mulia Tsg, Dkk, Ensiklopedia Indonesia jilid II, (Bandung: Van hoeve), h. 928. 12

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. Ke-1, h. 50

13

(25)

bersistem untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan14

B. Bimbingan Agama

1. Definisi Bimbingan Agama

Bimbinngan agama terdiri dari dua kata yaitu Bimbingan dan Agama. bimbinngan memiliki arti menuntun atau menjadi petunjuk jalan,15 merupakan hal yang urgen bagi manusia. Karena sebaik dan sepintar apapun manusia itu, tidak akan terlepas dari bimbingan, untuk itu setiap manusia dipastikan membutuhkan pembimbing. Hal senada juga diungkapkan Sukardi bahwa;

“Bimbingan adalah suatu proses bantuan yang diberikan kepada seseorang agar mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki, mengenali dirinya sendiri, mengatasi persoalan-persoalan sehingga mereka dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa bergantung kepada orang lain”.16

Tidak sampai di situ, untuk menemukan makna bimbingan, Prayitno memaknai bimbingan sebagai pemberian bantuan yang dilakukan orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu baik anak-anak, remaja, maupun dewasa, agar orang yang di bimbing dapat mengembangkan kemampuannya

14

Syahidin, Metode Pendidikan Qur’ani: Teori dan Aplikasi, (Jakarta:Misaka Galiza, 1999), Cet. Ke-1, h. 39

15 Khairul Umam dan A.Achyar Aminudin, Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung: CV.Pustaka setia, 1998), Cet-1, h. 9

16

(26)

sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada, dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.17

Dari beberapa definisi di atas dapat diambil beberapa definisi bimbingan agama sebagai berikut: Pertama, bimbingan merupakan suatu proses yang berkesinambungan sehingga bantuan ini diberikan secara sistematis, berencana, terus-menerus, dan terarah kepada tujuan. Dengan demikian kegiatan bimbingan bukanlah kegiatan yang dilakukan secara kebetulan, insidental, sewaktu-waktu, tidak sengaja atau kegiatan yang asal-asalan. Kedua, bimbingan merupakan proses membantu individu. Dengan kata “membantu” berarti dalam kegiatan bimbingan tidak terdapat adanya unsur paksaan. Dalam kagiatan bimbingan pembimbing tidak tidak memaksa individu untuk menuju ke suatu tujuan yang ditetapkan oleh pembimbing, melainkan pembimbing membantu mengarahkan anak bimbing ke arah suatu tujuan yang ditetapkan bersama-sama, sehingga anak bimbing dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Ketiga, bahwa bantuan diberikan kepada setiap individu yang memerlukannya di dalam proses perkembangannya. Hal ini mengandung arti bahwa bimbingan memberikan bantuannya kepada setiap individu, baik anak-anak, remaja, dewasa maupun orangtua.18

Dengan demikian dari beberapa definisi bimbingan agama di atas, maka penulis simpulkan bahwa bimbingan adalah proses membantu seorang individu

17

Prayitno, dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimibingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta), Cet. Ke-1, hal. 28.

18

(27)

yang mengalami permasalahan yang berhubungan dengan psikis, dimana dilakukan secara terus-menerus dan memiliki tujuan untuk membantu individu agar individu menemukan potensinya sehingga individu itu dapat hidup secara optimal dan mengatasi masalah-masalahnya secara mandiri serta mampu beradaptasi dengan baik bagi dirinya dan lingkungan sekitarnya.

Adapun agama memiliki dua pengertian, yaitu secara subyektif (pribadi manusia) dan secara obyektif: (a) Aspek Subyektif atau pribadi manusia. agama mengandung pengertian tentang tingkah laku manusia yang dijiwai oleh nilia-nilai keagamaan berupa getaran batin, yang dapat mengatur dan mengarahkan tingkah laku tersebut pada pola hubungan dengan masyarakat serta alam sekitar. Dari aspek inilah manusia dapat tingkah lakunya itu merupakan perwujudan (manifestasi) dari “pola hidup” yang telah membudaya dalam batinnya. Dimana nilai-nilai keagamaan telah membentuknya menjadi rujukan (referensi) dari sikap, dan orientasi hidup sehari-hari (b) Aspek Obyektif, agama dalam pengertian ini mengandung nilai-nilai ajaran Tuhan yang bersifat menuntun manusia kearah tujuan yang sesuai dengan kehendak ajaran tersebut19. Agama dalam pengertian ini belum masuk ke dalam batin manusia atau belum membudaya dalam tingkah laku manusia, karena masih berupa dokrin (ajaran) yang obyektif yang berada di luar manusia. Oleh karena itu, secara formal, agama dilihat dari aspek obyektif dapat diartikan sebagai peraturan yang bersifat ilahi (dari Tuhan) yang menuntun

19

(28)

orang-orang berakal budi ke arah ikhtiar untuk mencapai kesejahteraan hidup di dunia, dan memperoleh kebahagiaan di akhirat20 .

Dengan demikian, bimbingan agama adalah pemberian bantuan secara sistematis kepada individu yang mengalami permasalahan menyangkut masa kini dan masa depan dimana bantuan ini dalam bentuk pembinaan mental spiritual dengan pendekatan keagamaan melalui kekuatan iman dan taqwa pada Tuhan YME. Sehingga sasarannya adalah untuk membangkitkan daya rohaniahnya.

C. Metode Bimbingan Agama

Dalam bimbingan agama Islam banyak metode yang dapat dipergunakan: a. Metode Ceramah

Metode caramah adalah suatu metode didalam bimbingan dengan cara penyajian atau penyampaian informasi melalui penerangan dan penuturan secara lisan oleh pembimbing terhadap anak bimbing. Dalam mempelajari peraturan-peraturannya pembimbing dapat menggunakan alat-alat bantu, seperti: gambar, sket, peta, dan alat lainnya. Metode ini banyak sekali dipakai, karena metode ini mudah dilaksanakan.

b. Metode Tanya jawab

Metode tanya jawab adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru atau pembimbing mengajukan beberapa pertanyaan kepada anak bimbing tentang bahan pelajaran yang telah mereka baca sambil memperhatikan proses-proses berfikir diantara anak-anak bimbing.

20

(29)

Dengan metode tanya jawab diharapkan agar anak bimbing menjawab pertanyaan dengan jawaban tepat, berdasarkan fakta.

c. Metode Pemberian Tugas

Metode pemberian tugas adalah suatu cara mengajar dimana seorang pembimbing memberikan tugas-tugas tertentu kepada anak bimbing, sedangkan hasil tersebut diperiksa oleh pembimbing dan anak bimbing mempertanggungjawabkannya. Dalam pelaksanaan metode ini anak bimbing dapat mengerjakannya di rumah, perpustakaan, laboratorium atau di tempat lain untuk dipertanggungjawabkan pada pembimbing di kelas

d. Metode Sosiodrama

Metode sosiodrama adalah suatu cara penyajian bahan dengan cara memperlihatkan peragaan, baik dalam bentuk uraian maupun kenyataan. Metode ini digunakan dalam bimbingan agama islam, terutama tentang akhlak dan ilmu sejarah. Dengan metode ini anak bimbing kebih bisa menghayati tentang pelajaran yang diberikan, misalnya dalam menerangkan sikap seorang muslim terhadap fakir miskin atau dalam merekonstruksikan peristiwa sejarah islam, umpamanya tentang peristiwa di zaman nabi.

e. Metode Demonstrasi

(30)

barang atau benda. Didalam bimbingan agama metode ini banyak digunakan terutama dalam menerangkan tentang cara mengerjakan suatu ibadah, misalnya shalat, haji, tayamum dan sebagainya.21

Pemakaian metode-metode di atas, seorang pembimbing dapat memilih metode yang sesuai dengan bahan atau materi yang akan disampaikan.

D. Tunarungu

1. Pengertian Tunarungu

Tunarungu adalah peristilahan secara umum yang diberikan kepada anak yang mengalami kehilangan atau gangguan pendengaran, sehingga ia mengalami gangguan dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari.

Kata Tunarungu menunjukkan kesulitan pendengaran dari yang ringan sampai yang berat, yang digolongkan kedalam bagian tuli dan kurang dengar. Orang tuli bisa bisu tetapi orang bisu belum tentu tuli, sedangkan orang tuli disebut tuna rungu. Tuna rungu terdiri dari dua kata, yaitu tuna dan rungu. Tuna artinya luka, rusak, kurang, dan tiada memiliki. Sedangkan rungu berarti tidak dapat mendengar atau tuli.22 Menurut Moores, definisi ketunarunguan ada dua kelompok. Pertama, seorang dikatakan tuli (deaf) apabila kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 dB Iso atau lebih, sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik dengan ataupun tanpa alat

21

Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulis, 2001), Cet. Ke-3, h.108

22

(31)

bantu mendengar. Kedua, seseorang dikatakan kurang dengar (hard of hearing) bila kehilangan pendengaran pada 35 dB Iso sehingga ia mengalami kesulitan untuk memahami pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik tanpa maupun dengan alat bantu mendengar.23

Menurut Subarto, anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan pendengarannya, yang terjadi pada anak sebelum atau sesudah ia dapat berbahasa (pralingual atau pun postlingual), sehingga akibatnya ia tidak dapat berkomunikasi secara verbal. Karenanya dalam proses pendidikan, meskipun tuna rungu telah dibantu alat bantu dengar, anak tersebut tetap membutuhkan pelayanan pendidikan khusus oleh orang yang ahli dibidangnya24.

Anak tuna rungu terdiri dari jenis, tuli dan yang mendapat kekurangan pendengaran. Menurut Suheri HN dan Edi Purwanto, yang dimaksud dengan tuli adalah orang yang mengalami kesulitan dalam pendengaran, sehingga anak tidak mampu mengolah isi percakapan yang masuk melalui pendengaran sekalipun menggunakan alat bantu dengar. Adapun yang dimaksud kurang pendengaran adalah anak yang memerlukan alat bantu dengar, tetapi ia masih mampu mengolah isi percakapan yang masuk melalui pendengaran.25 Kauffman menjelaskan lebih lanjut bahwa tuli adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran baik memakai alat maupun tidak memakai alat. Kurang mendengar

23

Akhmad Sudrajad, Model Pembelajaran Tunarungu, (Jakarta: 2004), h. 2 24

BR. Anton Subarto, Penanganan anak Tunarungu pada Usia Sekolah: Makalah Simposium Sehari Lustrum IV SLB/B Santi Rama, (Jakarta: 29 September 1990), h.1

25

(32)

adalah seseorang menggunakan alat bantu dengar sisa pendengarannya yang cukup memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasa melalui alat pendengaran26.

Secara medis, menurut Sastrawinata ketunarunguan berarti kekurangan atau kehilangan pendengaran atau kemampuan mendengar yang disebabkan oleh perasaan dari sebagian atau seluruh alat-alat pendengaran. Sedangkan secara pedagogis tuna rungu adalah kekurangan atau kehilangan pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangan sehingga memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus.27

Dari definisi yang dikemukakan para ahli di atas, penulis memahami bahwa anak tunarungu adalah mereka yang kurang mampu atau tidak mampu mendengar suara atau bunyi pada batas tertentu, ini disebabkan dari tidak berfungsinya indera pendengarannya, yang didapat sejak lahir atau didapat dalam kehidupannya kemudian (setelah dewasa), dengan atau tanpa alat bantu dengar.

2. Faktor-faktor Penyebab Tunarungu

Menurut Abdoerahman, ketunarunguan bisa disebabkan oleh dua hal. Pertama, tuli akibat adanya gangguan atau kelainan pada telinga luar dan tengah. Kedua, akibat adanya gangguan pada telinga bagian dalam yang berhubungan dengan otak. Jelas tuli yang pertama bisa terjadi karena adanya kelainan bawaan, kecelakaaan, ada benda-benda asing di telinga. Sedang jenis tuli yang kedua bisa

26

Sri Sunny Sundari, Orped Umum II, Diktat, (Jakarta: Milik Pribadi, 2006), h. 6. 27

(33)

terjadi karena anak dilahirkan oleh ibu yang menderita Syphilis, ketidakserasian golongan darah ibu dan anak, faktor rhesus, dan kekurangan enzim dalam sel darah merah anak28.

Sedangkan menurut Mugiarsih CH.Widodo faktor-faktor penyebab tunarungu diantaranya: Pertama, Sebelum anak dilahirkan: Kelainan pendengaran karena faktor keturunan, terserang penyakit campak dan cacar air, waktu ibu mengandung mengalami infeksi atau keracunan darahnya. Kedua, Saat dilahirkan: rhesus ibu dan anak tidak sama, sel-sel darah ibu akan membentuk antibodi yang justru merusak sel darah anak, yang dapat mengakibatkan kelainan pendengaran, bayi pada waktu lahir dapat pertolongan dengan menggunakan alat tang, jepitan tang yang keras pada bagian penting dapat menyebabkan kerusakan susunan syaraf pendengaran, bayi yang prematur. Ketiga, Sesudah anak dilahirkan: infeksi atau luka-luka pada alat pendengaran, terserang penyakit panas yang tinggi yang dapat mempengaruhi fungsi pendengaran, misalnya malaria tropika, tyhpus, influenza, dan lain-lain29.

3. Ciri-ciri Khusus Tunarungu

Meskipun secara fisik anak tunarungu hampir sama dengan anak normal pada umumnya, namun anak tunarungu mempunyai ciri-ciri yang sering terjadi pada mereka. Dalam hal ini, Nur’aeni menyebutkan ciri-ciri tersebut di antaranya, Sering tampak bingung atau melamun, sering bersikap tak acuh, kadang bersikap

(34)

agresif, perkembangan sosialnya terbelakang, sering meminta agar mau mengulangi kalimatnya dan jika bersuara sering membuat suara-suara tertentu30.

Anak tunarungu juga mempunyai karakteristik yang khas dan sukar untuk diuraikan satu persatu secara mendetail. Walaupun demikian ada beberapa ciri khusus pada anak tunarungu yang dapat dilihat melalui aktivitasnya sehari-hari di antaranya: Pertama, dilihat dari segi Fisik: Cara berjalannya kaku dan agak membungkuk, Gerakan kaki dan tangannya cepat atau lincah, Gerakan mata cepat dan agak beringas, Pernafasannya pendek dan agak terganggu31. Kedua, segi Emosi dan sosial: karena kecacatan yang dimilkinya, seringkali anak tunarungu menafsirkan sesuatu secara negatif, sehingga hal tersebut sering mengakibatkan tekanan pada emosinya, yang membuat mereka menampilkan sikap menutup diri, Menunjukkan sikap kebimbangan dan keragu-raguan. Dalam segi sosial, anak tunarungu mempunyai karakteristik kurang bergaul, mempunyai perasaan rendah diri, merasa diasingkan oleh keluarga atau masyarakat, serta mempunyai perasaan curiga terhadap orang lain32.

Ketiga; kepribadian: Mereka kurang mempergunakan bahasa verbal sehingga mereka mengalami hambatan dalam mengekspresikan dirinya dalam kehidupan di masyarakat. Keempat, Perkembangan bahasa: Kemampuan bahasa terutama bahasa verbal amat erat dengan kemampuan mendengar, melalui bahasa verbal anak belajar mengekspresikan diri menemukan kejadian, tukar pikiran

30

Nur’aeni, Intervensi Dini Bagi Anak-anak Tunarungu Untuk SGPLB, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997), Cet. Ke-1, h. 119.

31

Depdikbud, Pendidikan Anak-anak Tunarungu Untuk SGPLB, (Bandung: Masa Baru, 1977), h. 14.

32

(35)

serta menerima nilai sosial lainnya. Kelima, Perkembangan Intelegensi: Perkembangan intelek sejalan dengan perkembangan bahasa. Terhambatnya perkembangan bahasa mengakibatkan keterbatasan informasi dan menghambat pencapaian pengetahuan secara teratur. 33

Dalam bentuk yang singkat Sastrawinata menyebutkan beberapa karakteristik anak tunarungu, diantaranya: Cara berjalannya agak kaku dan bungkuk, gerakan matanya cepat, agak beringas, gerakan kaki, tangannya sangat cepat dan lincah, pernafasannya pendek dan sangat terganggu, emosinya selalu bergejolak, kurang dapat bergaul, mudah marah dan berlaku agresif.34

4. Klasifikasi Tunarungu

Klasifikasi tunarungu ini sangat penting bagi orangtua, guru, atau lembaga lainnya yang mempersiapkan atau memberikan bimbingan tentang sesuatu hal pada anak tunarungu, dalam menentukan langlah-langkah, untuk membantu mengurangi masalah-masalah yang dihadapi anak tunarungu, sesuai dengan taraf ketunarunguannya. Adapun klasifikasi tunarungu menurut para ahli, yaitu:

Klasifikasi tunarungu menurut Sastrawinata adalah sebagai berikut, A. Ketunarunguan pada taraf 14-25 db (desibel), yaitu ketunarunguan taraf ringan/ anak tunarungu pada taraf ini dapat belajar bersama anak-anak umumnya dengan pemakain alat bantu dengar, penempatan yang benar dan pemberian-pemberian

33

Usup Ahlim Madyasukmana, Himpunan TentangDisaudia, (Jakarta: Akademi Terapi Wicara, Yayasan Institut Rehabilitasi Medis, 1991), h. 33.

34

(36)

bantuan lainnya. B. Ketunarunguan pada taraf 26-50 db, yaitu ketunarunguan pada taraf sedang, anak tunarungu pada taraf ini sudah memerlukan pendidikan khusus dengan latihan bicara, membaca ujaran, latihan mendengar dengan menggunakan alat bantu dengar. C. Ketunarunguan pada taraf 51-75 db, yaitu ketunarunguan taraf berat. Anak tunarungu pada taraf ini sudah harus mengikuti program pendidikan di Sekolah Luar Biasa, dengan mengutamakan pelajaran bahasa, bicara, dan membaca ujaran. Alat bantu dengar tidak dapat digunakan untuk bunyi klakson dan suara bising lainnya. D. Ketunarunguan pada taraf 76 db ke atas, yaitu ketunarunguan taraf sangat berat. Anak tunarungu pada taraf ini lebih memerlukan program pendidikan kejuruan, meskipun pelajaran bahasa dan bicara masih dapat diberikan kepadanya. Penggunaan alat bantu dengar sudah tidak bermanfaat lagi baginya.35 Menurut Moores, definisi ketunarunguan ada dua kelompok. Pertama, seorang dikatakan tuli (deaf) apabila kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 dB Iso atau lebih, sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik dengan ataupun tanpa alat bantu mendengar. Kedua, seseorang dikatakan kurang dengar (hard of hearing) bila kehilangan pendengaran pada 35 dB Iso sehingga ia mengalami kesulitan untuk memahami pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik tanpa maupun dengan alat bantu mendengar.

Adapun Klasifikasi Tunarungu menurut LC de Vreede dalam bukunya Speech Terapi Jilid I menguraikan sebagai berikut:

35

(37)

Derajat Kehilangan Intensitas bunyi Inplikasi Pendidikan Ringan 27 – 40 dB Mempunyai kesulitan

dengan bunyi dari kejauhan dan butuh tempat duduk yang baik serta terapi bicara.

Sedang 41 – 55 dB Mengerti percakapan, tetapi tidak dapat diskusi kelas. Membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara

(38)

bicara.

Mendalam 91 dB Sadar akan adanya bunyi dan getaran dianggap tunarungu.36

36

(39)

BAB III

GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA MELATI BAMBU APUS JAKARTA TIMUR

A. Sejarah Berdiri dan Perkembangannya

Tidak diragukan lagi, penyandang cacat rungu wicara adalah merupakan bagian dari anggota masyarakat, karenanya mereka juga mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam berkarya di masyarakat, untuk itu tidak dibenarkan, jika hak dan kesempatan tersebut dibatasi atau tidak dihiraukan oleh siapa pun. Dewasa ini sejatinya masyarakat lebih menerima dan memperhatikan keberadaan mereka, tentunya dengan meningkatkan kepeduliannya serta ikut mendukung dan memfasilitasi kebutuhan penyandang cacat rungu wicara, agar mereka lebih merasa berarti dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi, sehingga bakat dan kreativitas mereka dapat disalurkan pada tempatnya. Terlebih ini juga merupakan amanat UU No.4 tahun 1997 tentang penyandang cacat, sebagaimana tertuang dalam Bab III Pasal 5 dan 6 yang berbunyi : ‘Setiap penyandang cacat memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan’.

(40)

lanjut, yaitu harus adanya lembaga yang khusus memperjuangkan hak-hak mereka, dan mengelolanya secara profesional, sehingga harapan-harapan para penyandang cacat dapat dipenuhi dengan baik.

Di antara lembaga-lembaga yang konsen dalam menangani penyandang cacat, adalah lembaga rehabilitasi sosial penyandang cacat rungu wicara, PSBRW (Panti Sosial Bina Rungu Wicara) MELATI, ini merupakan unit Pelaksanaan Tekhnis (UPT) Departemen Sosial, yang berdiri pada bulan Juni tahun 1994, berdasarkan surat Keputusan Menteri Sosial No:6/HUK/199437, dengan tugas pokok; memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi Sosial yang bersifat kuratif, Rehabilitasi, Promotif dalam bentuk pelayanan dan bimbingan fisik, mental, sosial, latihan keterampilan, resosialisasi serta bimbingan lanjut. Di samping itu juga, lembaga ini merupakan pelaksana proses pengkajian dan penyiapan standar pelayanan, pemberian informasi dan rujukan. Sehingga setelah anak asuh mengikuti program di PSBRW MELATI, diharapkan mereka dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki38.

B. Visi, Misi, dan Tujuan

Layaknya sebuah lembaga profesional, lembaga ini juga memiliki Visi dan Misi yang jelas dan profesional.

(41)

a. Visi

Visinya adalah PSBRW (Panti Sosial Bina Rungu wicara) MELATI siap memfasilitasi penyandang cacat rungu wicara, sehingga menjadi manusia yang mandiri, mampu bersaing dan berkompetisi dalam sagala aspek kehidupan dan penghidupan pada tahun 2017.

b. Misi

Ini dapat tercapai, tentunya dengan misi yang berkualitas, di antara misinya adalah lembaga ini merupakan gerbang langkah pertama menuju dunia kerja yang syarat dengan persaingan kompetitif. Ini dibuktikan dengan tersedianya aksesibilitas fisik maupun nonfisik, peningkatan pelayanan yang prima dan tepat sasaran, pemerataan jangkauan pelayanan, terciptanya penerima manfaat yang mampu bersaing dalam dunia usaha/kerja, dan tersedianya SDM yang profesional.

c. Tujuan

(42)

sosial penyandang cacat rungu wicara, sehingga pelayanan yang diberikan akan terasa lebih bermanfaar dan berkualitas39.

C. Program Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Cipayung Jakarta Timur.

Sebuah lembaga profesional, tentunya memiliki program-program kegiatan yang sesuai dengan visi dan misinya. Dan program-program tersebut sepatutnya termanaje dengan baik, dengan memanaje urusan yang terkait, maka mengukur sebuah keberhasilan akan mudah dilakukan. Hal inilah mungkin yang mendorong lembaga penyandang cacat ini, membuat program-program bimbingan bagi mereka.

Di lembaga PSBRW MELATI ini terdapat beberapa bimbingan bagi anak asuh, ada bimbingan fisik dan agama, ada juga bimbingan sosial dan terakhir bimbingan keterampilan atau kerja. Untuk bimbingan pertama, yaitu fisik dan agama, lembaga ini menggunakan cara-cara jitu agar tujuan yang telah ditetapkan mudah tercapai, antara lain

1. Kegiatan bimbingan fisik dan mental meliputi: Belajar Agama, budi pekerti, kecerdasan, bahasa isyarat, pancasila dan kewiraan, bimbingan disiplin, bimbingan kebersihan diri dan lingkungan, speech therapy/bina wicara, bimbingan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI).

2. Melaksanakan pengelompokkan anak asuh untuk kegiatan bimbingan berdasarkan : Tingkat pendidikan, tingkat kecacatan anak asuh, hasil

39

(43)

assesment. Pengelompokkan ini di maksudkan agar pembimbing tepat dalam memberikan bimbingan fisik dan mental sesuai dengan kemampuan si anak asuh. 40

3. Membuat rencana kegiatan setiap bulan. Rencana kegiatan tiap bulan ini agar para pembimbing dapat mengevaluasi tiap kegiatan yang terjadi sebelumnya.

4. Melaksanakan monitoring kegiatan bimbingan. Monitoring ini bertujuan untuk melihat kemajuan dan keberhasilan anak asuh dalam kegiatan bimbingan fisik dan mental yang diberikan oleh pembimbing.

5. Melaksanakan rapat/pertemuan setiap bulan untuk bahan evaluasi dan perencanaan bimbingan.

6. Mengadakan test setiap tiga bulan untuk mengetahui data perkembangan anak asuh dalam menerima bimbingan. Ketujuh, menyelenggarakan sidang kasus anak asuh yang sedang mengalami penyimpangan perilaku dalam bimbingan fisik dan agama, sebagai penanggung jawab kegiatan Kepala Seksi Rehabilitasi sosial.

7. Mengadakan absensi anak asuh setiap bimbingan, sehingga apa yang terjadi pada anak asuh, akan mudah terpantau.

Bimbingan selanjutnya yang dilakukan dalam lembaga ini adalah bimbingan sosial, bimbingan sosial ini meliputi bimbingan kepramukaan, bimbingan kesenian, bimbingan perkoperasian, bimbingan karya wisata. Dalam

40

(44)

bimbingan tersebut, digunakan langkah-langkah komprehensif dalam mengasuh anak didik, langkah-langkah ini meliputi pengelompokkan anak asuh untuk kegiatan bimbingan berdasarkan: tingkat pendidikan, tingkat kecacatan, hasil assesment. Pengelompokkan ini bertujuan sama dengan bimbingan fisik dan mental. Untuk itu maka diperlukan perencanaan kegiatan bulanan dan memonitor kegiatan bimbingan tersebut secara intensif. Setelah itu para pengasuh melaksanakan rapat/pertemuan setiap bulan sebagai bahan evaluasi dan perencanaan program bimbingan. Dan bagi anak asuh diadakan tes tiap tiga bulan untuk mengetahui data dan perkembangan anak asuh dalam menerima bimbingan. Dan apabila dalam proses pembinaan terdapat kasus penyimpangan perilaku dalam bimbingan sosial, maka penanggung jawab kegiatan, Kepala Seksi Program dan Advokasi Sosial patut kerjasama dalam mengatasinya.

Bimbingan yang tidak kalah pentinganya adalah bimbingan keterampilan atau kerja, keterampilan yang dilaksanakan dalam lembaga ini adalah berupa keterampilan menjahit putra/putri, keterampilan kerajinan tangan, keterampilan pertukangan kayu, keterampilan salon kecantikan/tata rias wajah, keterampilan komputer, dan keterampilan Las. Dalam pelaksanaannya dilakukan pengelompokkan anak asuh untuk kegiatan bimbingan ini, yang berdasarkan pada: Hasil assesment atau vokasional, tingkat pendidikan anak asuh, tingkat kecacatan yang di sandang anak asuh.

(45)

kemampuan anak asuh dalam menerima materi keterampilan. Dan selanjutnya mereka mengadakan rapat pertemuan setiap bulan untuk bahan evaluasi dan perencanaan program bimbingan. Dan bagi anak asuh diadakan test setiap tiga bulan untuk mengetahui data dan perkembangan anak asuh dalam menerima bimbingan. Jika dalam proses bimbingan terdapat penyimpangan perilaku dalam bidang sosial, maka para penanggungjawab akan bermusyawarah untuk mencari solusi yang terbaik. Di samping membuat perencanaan setiap bulan, secara umum bimbingan sosial dan keterampilan ini telah dijadwalkan selama satu tahun.41

D. Sarana, Prasarana, dan Organisasi 1. Sarana Prasarana

Agar semua kegiatan dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien, maka disediakan sarana dan prasarana sebagai penunjang, antara lain: Pertama; Fasilitas Ruangan yang ada di panti sosial bina rungu wicara “MELATI” meliputi: Ruangan Kantor, Asrama Pria 4 Lokal, Asrama putri 3 lokal, Aula/ ruang serbaguna, Ruang Keterampilan 8 lokal, Ruang Belajar 3 lokal, Ruang makan, Ruang pamer, Work shop, Poliklinik, Guest house, Musholla, Pos satpam, Rumah dinas 7 lokal, Rumah pimpinan, Peralatan Speach Therapy, Peralatan tes pendengaran, Peralatan assesment, Sarana olah raga, MCK, Fasilitas listrik dan air. Sejumlah peralatan seperti: peralatan asrama, kantor, dapur, peralatan pelatihan keterampilan, peralatan kesenian, olah raga, ibadah, belajar, dan

lain-41

(46)

lain42. Selain fasilitas di atas, ada fasilitas yang tidak kalah pentingnya bagi anak asuh, yaitu: Tempat tinggal atau asrama, pakaian seragam, permakanan anak asuh, pelayanan kesehatan.Dalam proses kegiatan dalam lembaga ini, tentunya lembaga ini memerlukan SDM yang berkualitas dan dana yang cukup bagi proses bimbingan. Itu semua diperoleh dari APBN dan bantuan masyarakat yang peduli akan keberlangsungan penyandang cacat, agar mereka mendapatkan hak yang sama dengan yang lainnya.

E. Organisasi Panti Sosial Bina Rungu Wicara “MELATI” 1. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi Instalasi Produksi Panti Sosial Bina Rungu

42

(47)

Setiap lembaga sudah tentu memiliki orang-orang yang bertugas dalam bidangnya masing-masing, adapun orang-orang yang memiliki tugas dalam lembaga PSBRW MELATI Jakarta Timur ini, meliputi: Pertama, Kepala Panti. Kepala panti ini bertugas melaksanakan tugas-tugas manajerial dan teknis operasional pelayanan dan rehabilitasi sosial sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua, Kepala Sub bagian Tata Usaha bertugas melakukan urusan surat-menyurat, kepegawaian, keuangan, perlengkapan rumah tangga serta kehumasan. Ketiga, Kepala Seksi Program dan Advokasi Sosial bertugas penyusunan dan program, pemberian informasi dan advokasi, pengkajian dan penyiapan standar pelayanan serta melakukan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelayanan dan rehabilitasi sosial.

Keempat, kepala seksi Rehabilitasi Sosial bertugas melakukan registrasi, observasi, identifikasi, pemeliharaan jasmani dan penetapan diagnosa, perawatan, bimbingan pengetahuan dasar pendidikan, mental, sosial, fisik, keterampilan, resosialisasi, penyaluran, dan bimbingan lanjut.43 Kelima, kepala Instalasi Produksi. Kepala instalasi produksi ini kedudukannya di bawah perintah kepala

43

(48)

seksi rehabilitasi sosial. Keenam, Kelompok Jabatan Fungsional. Kelompok jabatan fungsional adalah orang-orang yang terjun langsung dalam mengurus pelayanan anak, yang bisa di sebut juga sebagai pembimbing dari bimbingan yang ada di PSBRW MELATI.44

44

(49)

BAB IV

METODE PEMBIMBING DALAM MEMBIMBING ANAK TUNARUNGU DI PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA MELATI

A. Identifikasi Informan

Dalam meneliti pelaksanaan metode bimbingan agama bagi tunarungu di sekolah Melati, penulis menggali informasi dari beberapa informan, antara lain;

1. Kepala Panti PSBRW MELATI.

Nama : Dra. Ign. Sri Wuwuh P. M.Si T.tgl. lahir : Denpasar 8 November 1959 Pendidikan : S2 STIP Widuri

(50)

2. Pembimbing Agama

Nama : Sri Mulyati

T.tgl. Lahir : Cirebon, 24 September 1962

Pendidikan : D3 bidang studi Tarbiyah, IAIN Cirebon.

Panggilan akrabnya adalah bu Mul, nama itulah yang biasa digunakan di lingkungan sekolah Melati, untuk memudahkan orang lain berkomunikasi dengannya. Enam belas tahun beliau sudah menjadi pekerja sosial sebagai pembimbing Agama di PSBRW MELATI, karenanya secara umum beliau sudah menguasai, dan memahami bagaimana harus bersikap kepada anak didiknya. Sehingga anak didik pun lebih mudah mamahami apa yang diajarkan bu Mul, dan hasil dari bimbingan agama yang bu Mul ajarkan selama ini kepada para anak didiknya, hasilnya antara lain; anak didik dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Dilihat dari pengalamannya dalam mengajar yang mencapai belasan tahun lamanya sebagai pembimbing agama dan juga berdasarkan latar belakang pendidikan agama yang beliau ambil, dapat disimpulkan bahwa bu Mul adalah seorang guru yang berkompeten dalam mengajar, mendidik, membimbing dan mentransformasi ilmu pengetahuan pada anak tunarungu.45

3. Anak didik atau siswa dari laki-laki dan perempuan, yang dari segi umur,

45

(51)

pekerjaan orang tua dan status sosialnya berbeda. Mereka adalah;

a. Siswa dari laki-laki bernama Yogi, Yogi adalah anak pertama dari dua

bersaudara. Orang tuanya yang meminta Yogi untuk masuk PSBRW MELATI.46 Saat ini usia yogi adalah dua puluh dua [22] tahun. Ketulian Yogi terdeteksi ketika memasuki usia lima tahun, dimana Yogi mengalami panas tinggi dan kejang-kejang. Dari sisi klasifikasi sebab ketunarunguan, Yogi ini tergolong pada penyebab sesudah melahirkan, karena terserang penyakit panas yang tinggi yang dapat mempengaruhi fungsi pendengaran Yogi.47 Secara medis tingkat ketulian Yogi berkisar 40 db, ini tergolong tunarungu sedang, dimana pada taraf ini memerlukan pendidikan khusus dengan latihan bicara, membaca ujaran, dan latihan mendengar dengan menggunakan alat bantu dengar.48 Yogi sudah menamatkan sekolah di SMU umum, dari pendidikan tersebut Yogi mampu menangkap materi-materi yang disampaikan oleh pembimbing agama dengan mudah, selain cerdas Yogi juga mempunyai jiwa kepemimpinan dan rasa toleransi yang tinggi, sehingga Yogi dijadikan sebagai ketua kelas. Dalam pergaulan dengan guru dan teman-temannya Yogi cukup baik.49 Ayah Yogi bekerja sebagai seorang PNS di Jakarta, dari segi ekonomi keluarga Yogi termasuk keluarga yang mampu.

46

Wawancara Pribadi dengan Sri Mulyati, Pembimbing Agama Anak Tunarungu PSBRW Melati, 14 Agustus 2008

47

Mugiarsih CH.Widodo, Perbedaan Media Komunikasi Total dan Oral Terhadap Keterampilan Mmbaca dan Menulis Siswa di Kelas 1 SLB Bagian Tunarungu, Tesis sarajan Psikologi, (Jakarta: Perpustakaan UI, 1995), h.4

48

Emon Sastrawinata. Pendidikan Anak Tunarungu. (Jakarta: P dan K, 1997), h.10 49

(52)

b. Informan dari siswi adalah Norma, tempat tanggal lahir di Bekasi, pada 14

Desember, usia Norma sekarang 19 tahun. Norma mengalami ketulian sejak lahir. Konon ini disebabkan sejak dalam kandungan, ibunya sering jatuh dan hipertensi, dengan penyebab tersebut telinga bagian dalam yang behubungan dengan otak Norma mengalami gangguan.50 Akibat ia mengalami cacat rungu total, sehingga penggunaan alat bantu dengarpun sudah tidak bermanfaat lagi baginya.51 Meskipun demikian ia mampu mengikuti pelajaran bahasa, bicara, dan membaca ujaran, karena sebelumnya Norma adalah tamatan SMP LB. Dalam hal pemberian materi agama Norma agak sulit menangkap dengan cepat dan mudah, sehingga pembimbing harus memberikan materi yang berulang-ulang hingga Norma mampu memahami materi tersebut.52 Orang tua Norma termasuk kurang mampu, ayah Norma bekerja sebagai Petani, dan ibu Norma bekerja sebagai pedagang nasi uduk. Dalam pergaulan dengan guru dan teman-temannya Norma sedikit pemalu dan kurang percaya diri (PD).

B. Pelaksanaan Bimbingan Agama Pada Anak Tunarungu

1. Subyek; subyek dari bimbingan Agama di PSBRW MELATI ini

Murdiati Busono, Pendidikan Anak Tunarungu, (Ikip Yogyakarta, 1993), h. 29 52

(53)

pembimbing atau guru Agama. Secara profesionalitas, idealnya pembimbing agama adalah orang yang memilik kemampuan, keahlian di bidang agama. Ini dimaksudkan agar apa yang diajarkan tidak menyimpang dari ajaran yang benar. Selain menguasai di bidang agama, ia juga mesti menguasai metode komunikasi yang tepat bagi siswa tunarungu. Karena pastinya, akan sangat berbeda cara komunikasi antara tunarungu dan bukan tunarungu. Dalam hal ini, sebagai mana yang penulis jelaskan di awal, bahwa pembimbing agama di PSBRW Melati adalah Ibu Mul, sejauh pengamatan penulis beliau adalah sosok yang mumpuni dalam tugas mulia ini.

2. Obyek bimbingan; obyek dari bimbingan Agama di PSBRW Melati ini adalah

pelaksana metode bimbingan agama di PSBRW MELATI bagi anak tunarungu.

3. Materi bimbingan

Materi dari bimbingan agama ini adalah Tauhid, Fiqih; yang meliputi shalat,

zakat dan puasa, Akhlak dan Iqra (baca al-Qur’an).

4. Metode bimbingan a. Metode individu

(54)

ketelitian, seperti pada bimbingan baca al-Qur’an atau Iqra’. Dan juga jika didapati siswa yang membutuhkan penanganan khusus.

Metode ini digunakan ketika pembimbing agama yaitu bu Mul sedang mengajarkan bacaan Iqra. Pelaksanaannya dilakukan dengan perorangan karena bacaan iqra itu sulit apabila dilakukan secara berkelompok. Contohnya pada saat anak tunarungu menulis materi fiqih, bu Mul memanggil satu-persatu anak tunarungu untuk membaca iqra.

Dengan menggunakan metode individual, anak didik akan melihat bibir bu Mul, dan juga sebaliknya bu Mul melihat apa yang digerakkan mimik anak tunarungu. Apakah sudah benar atau belum. Jika belum, maka diulang pada hari berikutnya, dan jika anak tunarungu sudah mampu membaca iqra dengan benar, maka bu Mul memberikan materi iqra selanjutnya. Jadi metode ini sangat efektif dilakukan walaupun membutuhkan waktu yang lama. Karena sesuai dengan kemampuan mereka, sebagaimana diketahui bahwa kemampuan mereka berbeda-beda ada yang cepat, sedang dan lambat.53

b. Metode kelompok

Metode kelompok ini dilakukan oleh pembimbing agama yaitu Ibu Mul, jika materi yang akan diajarkan dapat dilakukan secara bersama-sama, metode ini banyak dilakukan oleh Ibu Mul. Di antara kelebihannya, ketika proses pelaksanaan bimbingan, antara satu siswa dengan siswa lain dapat saling

53

(55)

memperhatikan dan membetulkan, jika ditemukan kesalahan pada kawannya, seperti dalam praktek shalat.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan, PSBRW MELATI secara organisasi dan personal memiliki kualitas yang kreatif. Dalam proses pelaksanaan bimbingan agama, PSBRW MELATI berusaha bertindak sebagai orangtua. Pertama yang pembimbing lakukan adalah mendekatkan diri secara personal dengan melakukan metode individual agar anak tunarungu mendapatkan bimbingan agama secara jelas dan dapat di fahami oleh anak tunarungu.

Para pembimbingpun melakukan bimbingan dengan metode kelompok inipun bisa dilakukan pada kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan, seperti yang ada dalam program kegiatan, misalnya program bimbingan agama yang mulai dari pagi sampai siang hari. Program keterampilan dan kursus-kursus, demonstrasi, ceramah dan tanya jawab yaitu penyampaian materi oleh pembimbing dengan cara memotivasi para anak tunarungu sehingga mereka mampu mencurahkan dan menanyakan masalah yang dirasakan belum mengerti, baik masalah kehidupan maupun masalah belajar.

Dengan metode personal, diharapkan pembimbing dapat memberikan bimbingan dan penanganan yang tepat bagi anak tunarungu. Seperti memberikan teori yang sesuai dengan kemampuan anak tunarungu.

(56)

iqra, kegiatan berjemaah seperti sholat berjemaah, aqidah, fiqih, akhlak, dan pengetahuan umum. Sedangkan materi pokok yang diberikan pembimbing bersumber dari Al-Qur’an dan hadits.

Dengan metode personal dan kelompok ini, PSBRW MELATI menggunakan dua pendekatan yaitu berupa kekeluargaan dan pemahaman terhadap agama. Kekeluargaan dalam arti agar lebih intens dalam mendengar, mengarahkan dan membimbing anak tunarungu dalam belajar agama.

Pemahaman agama dimaksudkan agar pemahaman tentang agama dan sikap anak tunarungu dapat dikontrol dan didisiplinkan dengan nilai-nilai agama sehingga perilakunya dapat lebih santun dan bermartabat54.

5. Waktu Bimbingan Agama

Pelaksanaan bimbingan agama dilakukan pada tiap hari selasa pukul 08.00 WIB. Bimbingan hanya dibimbing oleh satu orang pembimbing yaitu ibu Mul, ibu Mul bertugas memberikan materi bimbingan agama selama dua jam.

6. Tempat Bimbingan Agama

Tempat merupakan komponen yang paling mendasar dari suatu aktivitas atau kegiatan bimbingan dan pembinaan. Adapun tempat yang digunakan untuk melaksanakan program bimbingan agama di PSBRW MELATI berpusat di dua tempat, yaitu aula dan ruang belajar. Aula digunakan sebagai pusat bimbingan

! ) 4 % / ' ' ( ' / '

(57)

agama dalam aspek ceramah, sedangkan ruang belajar digunakan untuk kegiatan pemberian materi dalam bentuk iqra, fiqih, dan lain sebagainya.

C. Metode Bimbingan Agama Berdasarkan Klasifikasi Siswa

Klasifikasi ini penting untuk diteliti, sebagai gambaran awal tentang kondisi siswa- siswi tunarungu di PSBRW MELATI. Sehingga dengan mengetahui kondisi sesungguhnya, pola bimbingan agama pun dapat disesuaikan dan dibedakan antara satu kondisi dengan kondisi siswa lainnya.

1. Anak Asuh Kelas A Berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Jumlah

1 Laki-laki 15 Orang 2 Perempuan 5 Orang55

Dari data di atas, diketahui bahwa anak asuh Kelas A PSBRW MELATI di tahun 2007/2008 lebih banyak laki-laki daripada siswi perempuan. Keseluruhan anak asuh di PSBRW MELATI tahun 2007/2008 berjumlah 100 orang, dari 100 anak asuh itu anak laki-laki berjumlah 65 orang, dan anak asuh perempuan berjumlah 35 orang. Hal ini menunjukkan bahwa siswa laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Menurut informasi yang penulis dapati, hal ini terjadi karena orangtua yang memiliki anak tunarungu lebih banyak mendaftarkan anak laki-lakinya dari pada anak perempuan. Ini dikarenakan kebanyakan dari orang

(58)

tua merasa anak perempuan lebih pantas berada di rumah, untuk membantu ibu mereka, dari pada berada di Panti.

Di PSBRW MELATI, dalam proses bimbingan Agama, anak laki-laki dan anak perempuan disatukan dalam satu kelas, proses bimbingannya pun tidak dibedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam proses bimbingan agama bagi anak tunarungu tidak dibatasi oleh gender. Hal ini berbeda dengan proses bimbingan keterampilan, dalam bimbingan ini anak laki-laki dan anak perempuan tidak disamakan, karena keterampilan yang harus dimiliki oleh mereka memiliki perbedaan-perbedaan.

Dari sisi peraturan, setiap siswa memiliki pandangan beragam tentang peraturan yang ditetapkan oleh pembimbing di PSBRW MELATI. Menurut sebagian anak laki-laki aturan yang ada di PSBRW adakalanya menyenangkan dan adakalanya juga tidak menyenangkan. Menurut mereka, di antara peraturan yang tidak menyenangkan adalah dilarangnya setiap siswa dari PSBRW MELATI. Adapun peraturan yang mereka anggap menyenangkan adalah bolehnya siswa melakukan pacaran dengan anak asuh perempuan PSBRW MELATI.

Gambar

gambar gerakan shalat. Siswa hanya melihat gambar dan menirukannya. Biasanya

Referensi

Dokumen terkait

Seperti yang sering dibicarakan di masyarakat, ternyata data yang diperoleh.. dari respon jawaban peserta didik yang menjadi sampel pada bagian ketiga, yaitu sikap/ perilaku

gedung tertentu dan/atau kegiatan penyelenggaraan yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan, dapat disampaikan melalui Tim Ahli Bangunan Gedung atau

pekerjaannya di Indonesia semenjak larangan yang berlaku mulai tanggal 6 Juni 1960 (surat keputusan Ketua Dewan Angkutan Laut tanggal 13 April 1960 No. 1 tahun

PENGEMBANGAN TES TERTULIS PADA MATERI PENGANTAR KIMIA MENGGUNAKAN MODELTRENDS IN INTERNATIONAL MATHEMATICS AND SCIENCE STUDY(TIMSS).. Universitas Pendidikan Indonesia |

Disamping itu, pupuk organik sangat berperan dalam memperbaiki (1) sifat fisik tanah yaitu memperbaiki kemantapan agregat dan warna tanah, (2) sifat kimia tanah

Arsitektur pembangunan aplikasi IoT untuk rumah cerdas berbasis Android pada Gambar 2 ini menjelaskan seorang pengguna dapat menggunakan sebuah perangkat telepon pintar

Berdasarkan proses pelelangan pengadaan Barang/jasa bagian Layanan Pengadaan Sekretariat Daerah Kabupaten Buton Selatan Tahun Anggaran 2017, penawaran saudara dinyatakan

[r]