• Tidak ada hasil yang ditemukan

YIELD TRIALS OF SOME GENOTYPES OF LOWLAND RICE( Oryza sativa L.) IN TWO DIFFERENT LOCATIONS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "YIELD TRIALS OF SOME GENOTYPES OF LOWLAND RICE( Oryza sativa L.) IN TWO DIFFERENT LOCATIONS"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan pertanian Indonesia. Hal ini terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan bahan pangan sebagianbesarpenduduk Indonesiayaitu beras. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia 1,66% per tahun.Dengan laju pertumbuhan sebesar itu,maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 288 juta (Totok,2008). Jumlah penduduk yang sedemikian besar memerlukan daya dukung bahan pangan yang besar pula karena tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia tergolong sangat tinggi mencapai 139 kg per kapita per tahun (Poskota online, 2011).

(2)

2

beras ditahun-tahun yang akan datang sekaligus semakin mengukuhkan posisi Indonesia sebagai salah satu negara pengimpor beras terbesar di dunia. Ditinjau dari sisi kedaulatan,hal ini tentu tidak menyenangkan karena akan menyebabkan negara kita semakin bergantung kepada kekuatan asing.

Hingga periode Juli 2011 Badan Pusat Statistik (BPS) telah mencatat nilai impor beras Indonesia pada tahun tersebut telah mencapai 829 juta dollar US atau sekitar Rp 7,04 triliun. Uang sebanyak ini digelontorkan pemerintah untuk mendatangkan 1,57 juta ton beras dengan rincian : 892,9 ribu tondari Vietnan, 665,8 ribu ton dari Thailand, 1.869 ribu ton dari Cina, 1,146 ribu ton dari India, 3,2 ribu ton dari Pakistan, dan 3,2 ribu tondari beberapa negara lain (Balipost, 2011)

Produksi padi nasional tahun 2010 mencapai 66,411 juta ton gabah kering giling (GKG) (BPS. 2011). Tingkat produktivitas padi di Indonesia sekitar 4,57 ton GKG per hektar.Produktivitas ini masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negera-negara penghasil padi dunia seperti Mesir 9,99 ton per hektar, USA 7,44 ton per hektar, Jepang 6,65 ton per hektar, Korea Selatan 6,57 ton per hektar, dan China 6,26 ton per hektar GKG (FAOSTAT, 2007 dalam IRRI, 2007). Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah masih rendahnya animo masyarakat dalam menggunakan varietas unggul baru, serta rendahnya upaya eksplorasi potensi genetik melalui program pemuliaan tanaman (Kush, 2002).

(3)

dalam budidaya tanaman merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan produksi. Padi varietas unggul umumnya mempunyai daya hasil yang tinggi dan stabil dari waktu ke waktu. Walaupun ada beberapa varietas padi yang tidak mampu berkembang dengan baik disemua sentra produksi. Hal ini merupakan tantangan dari program pemuliaan tanaman dalam rangka mendapatkan varietas unggul yang produksinya stabil dan dapat ditanam pada lokasi maupun musim tanam yang berbeda.

Upaya untuk menghasilkan varietas unggul bermutu dilakukan melalui program pemuliaan tanaman. Secara garis besar perakitan varietas unggul mencakup tiga tahapan penting yaitu: membangun dan perluasan keragaman genetik, seleksi, dan uji daya hasil (Mc. Kenzie,et al., 1987). Tahapan evaluasi uji daya hasil merupakan tahapan pemuliaan tanaman yang paling banyak memerlukan dana dan tenaga. Dari tahapan ini akan dipilih galur atau genotipe unggul yang dapat dilepas sebagai varietas unggul baru dengan cara membandingkan genotipe unggul dengan varietas standar.

(4)

4

menggunakan beberapa genotipe, setiap genotipe akan memiliki potensi genetik yang berbeda-beda, dan perbedaan ini akan menimbulkan keragaman penampilan. Masing-masing karakter akan diwariskan mengikuti potensi genotipe yang dimilikinya. Keragaman fenotipe merupakan jumlah dari keragaman yang disebabkan oleh genotipe dan keragaman yang ditimbulkan oleh lingkungan.

Rasio dari ragam genotipe terhadap ragam fenotipe dinyatakan sebagai konsep heritabilitas. Heritabilitas dinyatakan dalam bilangan pecahan (desimal) yang nilainya berkisar antara 0 sampai 1. Hertabilitas dengan nilai 0 berarti keragaman fenotipe hanya disebabkan oleh pengaruh lingkungan, sedangkan heritabilitas dengan nilai 1 menunjukkan bahwa keragaman fenotipe hanya disebabkan oleh pengaruh genotipe. Nilai yang mendekati 1, menunjukkan bahwa heritabilitas semakin tinggi, dan sebaliknya semakin mendekati 0,nilai heritabilitas semakin rendah.

Keeratan hubungan antarkarakter merupakan gejala umum yang terjadi pada tanaman, hal ini dinyatakan sebagai korelasi. Pengetahuan tentang korelasi antarkarakter tanaman merupakan sesuatu yang sangat berharga karena dapat dipergunakan dalam program seleksi (Chozin et al., 1993). Mengingat banyaknya karakter yang harus dipertimbangkan dalam suatu korelasi, maka seleksi tak langsung yang menggunakan korelasi menjadi tidak sederhana.

(5)

diperlukan informasi tentang kemampuan pertumbuhan dan daya hasil melalui uji daya hasil yang dilakukan pada lokasi berbeda. Dengan uji daya hasil akan diketahui potensi genetik sebuah genotipe, besarnya pengaruh lingkungan terhadap genotipe, dan interaksi antara genotipe dan lingkungan (Allard, 1960). Percobaan ini dilakukan untuk menjawab perumusan masalah sebagai berikut :

1) Bagaimanakeragaan pertumbuhan dan daya hasil genotipe yang ditanam pada dua lokasi berbeda?

2) Bagaimana keragaman karakter pertumbuhan dan komponen hasilnya? 3) Bagaimana heritabilitas karakter pertumbuhan dan komponen hasilnya? 4) Bagaimana korelasi antarkarakterpertumbuhan dan komponen hasil dengan

daya hasilnya?

5) Bagaimana stabilitas daya hasil genotipe yang diuji pada dua lokasi berbeda?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, maka dibuat tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Mengetahui keragaan karakter pertumbuhan dan daya hasil genotipe padi sawah yang ditanam pada dua lokasi berbeda.

2. Menentukan keragaman karakter pertumbuhan, komponen hasil, dan daya hasil.

3. Menentukan nilai duga heritabilitas karakter pertumbuhan, komponen hasil, dan daya hasil.

(6)

6

5. Menentukan stabilitas daya hasil genotipe tersebut.

C. Manfaat Penelitian

Dengan diketahuinya keragaan karakter pertumbuhan dan daya hasil masing-masing genotipe, diharapkan dapat memberi masukan terhadap pengembangan padi varietas unggul baru, sekaligus mendukung Program Ketahanan Pangan Nasional.

D. Landasan Teori

Dalam rangka menyusun penjelasan teoritis terhadap pertanyaan yang telah dikemukakan, penulis mengajukan landasan teori sebagai berikut : salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi padi sawah adalah melalui penggunaan varietas unggul. Kegiatan perakitan varietas unggul harus terus dilakukan untuk mendapatkan tanaman padi yang mempunyai daya hasil tinggi dan mampu beradaptasi pada berbagai lokasi. Tujuan utama program pemuliaan tanaman padi sawah adalah peningkatan produksi(Carsono, 2008).

(7)

malai 200-250 bulir, umur panen berkisar 110-130 hari, potensi daya hasilnya dapat mencapai 13-15 ton per hektar (Dingkuhn, et al., 1991)

Untuk mengevaluasi karakter pertumbuhan dan daya hasil dari genotipe-genotipe harapan dilakukan uji daya hasil (UDH). Tahapan UDH meliputi : uji daya hasil pendahuluan, uji daya hasil lanjut, dan uji multilokasi (Permana, 2010). Keragaan karakter pertumbuhan dan daya hasil yang penting untuk diketahui pada UDH adalah : tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, panjang malai, umur berbunga, umur panen, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, persen gabah isi per malai, bobot gabah per malai, bobot 1000 biji, dan potensi hasil tanaman per hektar (Sugiono dan Arifin, 2009).

Daya hasil merupakan kombinasi dari pengaruh genotipe, lingkungan, dan interaksi antara genotipe x lingkungan. Setiap genotipe akan mempunyai tingkat adaptasi yang berbeda-beda terhadap lingkungan tumbuhnya. Usaha untuk mengetahui seberapa jauh peran lingkungan pada suatu karakter tanaman dilakukan dengan memisahkan pengaruh genotipe dan lingkungan serta interaksinya (Poespodarsono, 1988).Genotipe yang berbeda akan menunjukkan penampilan yang berbeda setelah berinteraksi dengan lingkungan tertentu. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman (Tarjoko,et al.,1996).

(8)

8

besarnya ragam genetik terhadap ragam fenotipik (Martono, et al., 2010). Nilai duga heritabilitas digolongkan tinggi bila (h2> 50%), sedang (20% < h2< 50%), dan rendah (h2<20%). Nilai heritabilitas yang tinggi pada sebuah karakter menunjukkan pengaruh genetik lebih lebih dominan dibandingkan pengaruh lingkungan, hal ini menggambarkan bahwa karakter yang diamati stabil dan mudah diwariskan (Rahmah, 2011). Seleksi terhadap karakter unggul dengan nilai heritabilitas yang tinggi akan menjamin keberhasilan pada generasi berikutnya, dengan kata lain seleksi yang dilakukan berlangsung efektif (Poehlman dan Sleeper, 1995).

Untuk mengetahui keeratan hubungan antarkarakter dilakukan dengan analisis korelasi. Korelasi antarkarakter dapat dipergunakan untuk mendukung proses kegiatan seleksi. Bila sebuah karakter berkorelasi dengan daya hasil, maka karakter tersebut dapat dijadikan sebagai karakter yang dipertimbangkan dalam proses seleksi. Karakter jumlah anakan produktif, panjang malai, bobot 1000 butir, berkorelasi positif dengan hasil gabah (Sutaryo,et al.,2005). Karakter jumlah anakan, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, dan jumlah gabah per malai juga berkorelasi positif dengan hasil (Aryana, 2007).

(9)

lingkungan. Genotipe yang stabil akan memberikan tanggap hasil yang relatif sama meskipun lingkungan tumbuhnya berbeda. Dengan kata lain memiliki keragaan yang tetap pada berbagai lingkungan. Sebaliknya genotipe yang tidak stabil akan memberikan tanggap yang berbeda pada lingkungan yang berbeda. Kestabilan suatu genotipe ditunjukkan oleh potensi produksi dan sifat agronomi lainnya (Rasyad dan Idwar, 2010). Genotipebaru padi sawah yang dibutuhkan untuk meningkatkan produksi adalah genotipe yang mempunyai daya hasil tinggi,dapat ditanam pada sebaran lokasi yang luas, dan memerlukan masukan yang relatif sedikit (low input) (Satoto dan Suprihatno, 1998)

E. Kerangka Pemikiran

Setiap genotipe yang didapatkan dari persilangan antartetua berbeda memiliki potensi genetik yang berbeda-beda. Potensi genetik yang berbeda akan menimbulkan keragaan yang berbeda pada lingkungan tumbuh yang sama. Perbedaan potensi genetik akan menghasilkan keragaan pertumbuhan dan daya hasil yang berbeda. Genotipe akan merespon lingkungan tumbuhnya dalam bentuk karakter pertumbuhan dan hasil sesuai dengan potensi genetik yang dimiliki. Adanya perbedaan keragaan pertumbuhan dan hasil akan menimbulkan keragaman.

(10)

10

lingkungan lebih berpengaruh dibandingkan faktor genetiknya, sedangkan genotipe dengan nilai duga heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berpengaruh dari faktor lingkungan.

Potensi kemunculan suatu karakter dipengaruhi oleh karakter yang lain. Hal ini terjadi karena adanya gen berangkai (lingkage). Ekspresi dari salah satu gen berangkai akan mempengaruhi karakter yang lain. Ekspresi sebuah karakter diatur dan dikendalikan oleh gen yang sama atau pasangan gen pada beberapa lokus (Pleotropi). Pengaruh pleotropiakan menentukan ada tidaknya keeratan hubungan antarkarakter pada setiap genotipe. Keeratan hubungan antar karakter dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi.

Daya hasil tanaman padi sawah dipengaruhi oleh faktor genotipe, lingkungan, dan interaksi genotipe dan lingkungan.Padi sawah dapat tumbuh pada lingkungan dataran rendah sampai dataran tinggi. Perbedaan ketinggian akan diikuti dengan perbedaan lingkungan tumbuh seperti suhu dan intensitas sinar matahari. Padi sawah yang ditanam pada lokasi berbeda akan menunjukkan tanggapan pertumbuhan dan daya hasil sesuai dengan potensi genetik yang dimiliki.

(11)

Gambar 1. Bagan alir kerangka pemikiran

F. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan,maka dibuat hipotesis sebagai berikut :

1. Terdapat keragaman keragaan karakter pertumbuhan dan daya hasil genotipe padi sawah yang ditanam pada dua lokasi berbeda.

2. Terdapat keragaman genetik yang luas pada karakter pertumbuhan, komponen hasil, dan daya hasil yang diamati

Genotipe Baru

Lokasi Lokasi

Uji Daya Hasil

Keragaan Keragaan

Studi Genetik

Keragaman

Stabilitas

(12)

12

3. Terdapat nilai duga heritabilitas yang tinggi pada karakter karakter pertumbuhan, komponen hasil, dan daya hasil yang diamati

4. Terdapat keeratan hubungan antara karakter pertumbuhan, komponen hasil, dan daya hasil

(13)
(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Padi

Padi (Oryza sativa L.) adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia.Tanaman ini tersebar luas diberbagai belahan dunia. Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia.Tanaman padi dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan ke dalam Divisio : Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Class: Monocotyledoneae, Ordo : Poales,Famili : Graminae, Genus : OryzaLinn, Spesies : Oryza sativa L. (Grist, 1960).

Tanaman padi tergolong tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun dari ruas-ruas. Rumpun tanaman padi terbentuk dari anakan yang biasanya tumbuh pada dasar batang. Pembentukan anakan padi terjadi secara bersusun mulai dari batang pokok yang menumbuhkan anakan pertama, anakan kedua tumbuh dari anakan pertama, anakan ketiga tumbuh pada buku anakan kedua dan seterusnya. Semua anakan memiliki bentuk yang serupa dan membentuk perakarannya sendiri (Luh, 1991).

(15)

terpendek terdapat dibagian bawah batang dan sangat sulit dibedakan sebagai ruas yang berdiri sendiri (Grist, 1960)

Pada buku bagian bawah dari ruas tanaman padi, tumbuh daun pelepah yang membalut ruas sampai buku bagian atas. Tepat pada posisi buku bagian atas ujung dari daun pelepah memperlihatkan adanya percabangan. Cabang yang terpendek menjadi ligula (lidah daun) dan bagian terpanjang dan terbesar menjadi daun kelopak yang memiliki bagian auricle pada sebelah kiri dan kanan. Daun kelopak yang terpanjang dan membalut ruas paling atas disebut daun bendera. Tepat pada posisi daun pelepah teratas yang menjadi lidah daun dan daun bendera muncul ruas yang akan menjadi bulir padi(Siregar, 1981).

Bunga padi adalah bunga telanjang yang dilengkapi dengan perhiasan bunga, berkelamin dua jenis dengan bakal buah berada diatasnya. Benang sari berjumlah 6 buah, tangkai sari pendek dan tipis, kepala sari besar serta mempunyai dua kandung serbuk. Putik mempunyai dua tangkai putik dengan dua buah kepala putik yang berbentuk malai dengan warna umumnya putih atau ungu (Departemen Pertanian, 1993).Pada dasar bunga terdapat ladicula (daun bunga yang telah berubah bentuk). Ladicula mempunyai fungsi mengatur pembuahan pada palea, pada waktu berbungabagian ini menghisap air dari bakal buah, sehingga mengembang. Perubahan bentuk ini mendorong lemma dan palea terpisah dan terbuka (Hasyim, 2000).

(16)

15

setelah penyerbukan dan pembuahan. Lemma dan palea akan membentuk sekam atau kulit gabah (Departemen Pertanian, 1983).

Secara umum padi dikatakan sudah siap untuk dipanen apabila bulir gabahnya sudah menguning hingga 80% dan tangkainya sudah menunduk. Tangkai padi dapat merunduk karena sarat dengan bulir gabah isi (bernas). Untuk lebih memastikan padi sudah siap dipanen dapat dilakukan dengan cara manual yaitu menekan bulir gabah, bulir yang sudah keras berisi menunjukkan siap untuk dipanen (Andoko, 2002).

Padi dapat tumbuh pada iklim yang beragam, mulai dari daerah tropis hingga subtropis pada kisaran 45o LU dan 45o LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan empat bulan (Ristek, 2008). Di dataran rendah padi dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 650 m dpl dengan kisaran temperatur rata-rata harian22 – 27oC sedangkan didataran tinggi tanaman padi masih dapat tumbuh pada ketinggian 650-1500 mdpl dengan kisaran temperatur rata-rata harian 19 – 23oC. Tanaman padi dapat tumbuh baik di daerah yang bersuhu panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan adalah 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan. Curah hujan yang dikehendaki pertahun sekitar 1500-2000 mm (Warintek Kab. Bantul, 2008)

(17)

gabah menjadi hampa. Hal ini terjadi karena bakal biji tidak membuka. Temperatur yang rendah pada saat tanaman padi memasuki fase bunting dapat menyebabkan rusaknya pollen dan menunda pembukaan tepung sari (Luh, 1991)

Tanaman padi sawah menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan lapisan olah 18 – 22 cm dengan tingkat keasaman antara pH 4,0 – 7,0. Penggenangan pada lahan sawah akan mengubah pH tanah menjadi netral (7,0). Pada tanah berkapur dengan pH 8,1 – 8,2 tanaman padi masih mampu tumbuh tetapi produksinya rendah. Tanah sawah yang mempunyai persentase fraksi pasir dalam jumlah besar, kurang baik untuk tanaman padi, sebab tekstur ini mudah meloloskan air ( Lopulisa, 2005 ).

B. Perakitan Varietas Unggul Bermutu

Produktivitas tanaman padi dapat ditingkatkan melalui perbaikan lingkungan tumbuh dan genetik.Perbaikan lingkungan tumbuh meliputi perbaikan fisik dan kimia tanah, mutu benih, ketersediaan air, pengendalian organisme pengganggu tanaman, teknologi panen, dan pascapanen. Perbaikan genetik dapat dilakukan melalui penggunaaan varietas unggul yang dirakit melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Tahapan perakitan varietas unggul melalui metode pemuliaan tanaman secara garis besar mencakup tiga tahapan penting yaitu : membangun keragaman genetik, seleksi, dan uji daya hasil (McKenzieet al, 1987).

(18)

17

Chakraborty (2001), kemampuan produksi tanaman dapat ditingkatkan 20 – 25 persen dengan terlebih dahulu dilakukan pengembangan komponen hasil utamanya. Setelah didapatkan genotipe harapan dari hasil perakitan, selanjutnya dilakukan pengujian terhadap genotipe tersebut pada lokasi yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya tentang karakter pertumbuhan dan hasil dari genotipe baru tersebut. Menurut Sugeng (2001) karakter yang harus dimiliki oleh padi varietas unggul adalah : produksi tinggi, umur tanaman pendek, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, tahan rebah dan tidak mudah rontok, mutu beras baik, dan rasanya enak.

C. Memperluas Keragaman Genetik

Keragaman genetik tanaman padi dapat dibangun atau diperluas melalui : eksplorasi, introduksi, hibridisasiseksual, hibridisasi somatik, mutasi induksi, dan rekayasa genetika. Eksplorasi dan koleksi plasma nutfah bertujuan untuk mencari dan mengumpulkan bahan-bahan tanaman dari berbagai tempat, baik di dalam maupun luar negeri, untuk dijadikan sumberdaya genetik berbagai karakter penting yang diperlukandalam program perakitan varietas unggul bermutu.

(19)

aromanya yang wangi. Kultivar tersebut adalah Rojolele di Jawa Tengah, Pandan Wangi di Jawa Barat, Solok di Sumatera Barat dan Mandi di Sulawesi Selatan, (Soemartono et al, 1992).

Plasma nutfah dari luar daerah atau luar negeri dapat dimasukkan ke suatu daerah atau Negara melalui proses introduksi. Plasma nutfah hasil eksplorasi dan introdusi dapat dilepas sebagai varietas unggul bermutu setelah dievaluasi atau dapat juga digunakansebagai donor sifat unggul dalam persilangan (hibridasi). Varietas Siampat (C4-63) adalah contoh varietas yang berasal dari introdusi (Filipina) yang mempunyai ketahanan terhadap penyakit virus tungro. Varietas ini mempunyai ciri tinggi 110 cm, umur 120-125 hari, rasa nasi enak, dan mutu beras baik. C4-63 dapat ditanam sebagai padi sawah dan gogorancah.

Persilangan merupakan tahap awal dari kegiatan pembentukan varietas. Tujuan dilakukannya persilangan adalah untuk menggabungkan karakter unggul yang berasal dari dua tetua atau lebih ke dalam satu genotipe. Sebelum dilakukan persilangan, perlu dilakukan pemilihan tetua yang mempunyai karakter seperti yang diharapkan. Menurut Harahap (1982), ada beberapa metode persilangan buatan yang dapat dilakukan untuk mendapatkan varietas unggul padi yaitu : silang tunggal atau single cross (SC), silang puncak atau top cross (TC), silang ganda atau double cross (DC), silang balik atau back cross (BC), dan persilangan

multi cross (MC).

(20)

19

mempunyai keunggulan mutu beras baik, gabah berukuran panjang dan ramping, rasa nasi enak. Kekurangannya adalah tipe batangnya berserak, tanamannya tinggi (145-165 cm), mudah rebah, dan berumur dalam (155 – 160 hari) (Soemartono, 1992)

D. Seleksi

Varietas unggul diperoleh sebagai hasil seleksi dari populasi yang memiliki keragaman genetik yang tinggi. Seleksi bertujuan meningkatkan frekuensi gen dan genotipe karakter unggul yang diinginkan. Keberhasilan atau efektivitas seleksi bergantung pada tingkat keragaman genetik suatu populasi. Seleksi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Seleksi langsung adalah pemilihan genotipe unggul berdasarkan pengamatan atau evaluasi secara langsung karakter yang menjadi tujuan seleksi. Sebaliknya dalam seleksi tidak langsung, pengamatan dilakukan terhadap karakter-karakter yang dinilai memiliki hubungan dengan tujuan akhir program pemuliaan.

(21)

antarkaraktertersebut, dan 3) untuk memperoleh kejelasan dan kepastian apakah hubungan tersebut signifikan atau tidak (Somantri dan Muhidin, 2006).

E. Keragaman

Keanekaragaman sifat individu setiap populasi dinamakan variabilitas (keragaman). Keragaman pada populasi tanaman mempunyai arti yang sangat penting dalam program pemuliaan tanaman. Ukuran luas sempitnya keragaman dinyatakan dengan variasi (variations) yaitu besarnya simpangan dari nilai rata-rata. Munculnya variasi disebabkan oleh adanya faktor keturunan (genetik) dan pengaruh lingkungan. Variasi yang timbul karena faktor genetik bersifat dapat diturunkan (heritable variations), dan variasi yang terjadi karena adanya pengaruh lingkungan bersifat tidak dapat diturunkan (non-heritable variations). Penampilan (fenotipik) suatu karakter di dalam suatu populasi ditentukan oleh varians genetik, varians lingkungan, dan varians interaksi genetik dan lingkungan (Knight, 1978 dalam Fehr, 1987). Jika fenotipik sepenuhnya disebabkan oleh faktor lingkungan, maka seleksi pada populasi tersebut tidak akan membawa perubahan secara genetik, sehingga tidak membawa kemajuan genetik. Adanya variabilitas genetik merupakan landasan bagi pemulia untuk memulai program perbaikan kultivar.

(22)

21

dilaksanakan, sebaliknya bila variabilitas genetik sempit, maka seleksi tidak dapat dilaksanakan karena populasi relatif seragam.

Besarnya keragaman genetik suatu karakter dalam populasi diduga melalui besaran varians genetik ( , sedangkan besaran keragaman fenotip suatu karakter diduga melalui besaran varians fenotip ( yang merupakan penjumlahan varians genetik, varians interaksi genetik dan lingkungan ( , dan varians lingkungan . Proporsi antara varians genetik dengan varians fenotip disebut heritabilitas. Heritabilitas dapat dijadikan dasar untuk melakukan prose seleksi genotipe.

F. Pendugaaan Heritabilitas

Keragaman yang teramati pada sesuatu karakter harus dapat dibedakan apakah disebabkan oleh faktor genetik atau faktor-faktor lingkungan. Diperlukan suatu pernyataan yang bersifat kuantitatif antara peranan faktor genetik terhadap faktor-faktor lingkungan dalam memberikan penampilan akhir fenotipe yang diamati. Konsep heritabilitas berasal dari suatu usaha untuk menjelaskan apakah perebedaan yang tampak di antara individu-individu tanaman disebabkan oleh perbedaan komponen genetik atau perbedaan fenotip saja (Hanson, 1963). Heritabilitas mempunyai pengertian luas dan sempit. Heritabilitas dalam arti luas diukur dengan persamaan:

(23)

adalah total ragam genotipe dan adalah total ragam lingkungan. Heritabilitas dalam arti luas digunakan untuk mengetahui seberapa besar keragaman genotipe pada populasi yang beragam (Poespodarsono, 1988). Nilai heritabilitas yang tinggi dapat digunakan sebagai dasar seleksi untuk memperbaiki karakter sebuah genotipe.

Nilai duga heritabilitas dalam arti sempit dihitung dengan menggunakan varians aditif (Fehr, 1987). Heritabilitas dalam arti sempit maksimum sama dengan heritabilitas dalam arti luas. Secara teori heritabilitas dalam arti sempit memberikan indikasi derajat kemiripan antara tetua dengan keturunannya (Allard, 1960 dalam Sprague, 1966).Heritabilitas dalam arti sempit diukur dengan persamaan :

ad alah ragam aditif, sedangkan dan didefinisikan sebagai ragam genotipe dan ragam lingkungan. Heritabilitas dalam arti sempit digunakan untuk memperbaiki karakter tanaman dari hasil persilangan. Pada suatu persilangan akan terjadi penyatuan gen dari tetua yang berbeda, sehingga akan muncul interaksi yang dapat memberikan nilai tambah pada karakter yang dikendalikan.

(24)

23

heritabilitas dalam arti sempit lebih tepat untuk digunakan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan seleksi dalam suatu populasi kawin acak (Baker, 1986).

Besar kecilnya nilai heritabilitas ditentukan oleh: 1) karakteristik populasi, 2) sampel genotipe yang dievaluasi, 3) metode estimasi, 4) keekstensifan evaluasi genotipe, 5) ketidakseimbangan pautan, dan 6) pelaksanaan percobaan (Fehr, 1987). Heritabilitas digolongkan menjadi tiga yaitu: rendah, sedang, dan tinggi. Berdasarkan panduan umum Stansfield (1988), kategori tinggi bila nilainya lebih dari 50%, sedang bila nilainya 20%-50%, dan rendah bila kurang dari 20%.

G. Uji Daya Hasil

Evaluasi atau pengujian karakter agronomi khususnya daya hasil merupakan tahap pemuliaan tanaman yang paling banyak memerlukan dana dan tenaga. Tujuan pengujian adalah untuk memilih galur atau genotipe unggul yang diharapkan dapat dilepas sebagai varietas unggul baru dengan cara membandingkan genotipe-genotipe unggul dengan varietas standar. Kriteria penilaian didasarkan pada sifat atau karakter yang memiliki nilai ekonomi, misalnya daya hasil. Dalam pengujian perlu diperhatikan besarnya interaksi antara genotipe dan lingkungan untuk menghindari kehilangan genotipe-genotipe unggul dalam kegiatan seleksi. Uji daya hasil terdiri dari tiga tahap yaitu uji daya hasil pendahuluan (UDHP), uji daya hasil lanjutan (UDHL), dan uji multilokasi (UM) (Kasno, 1992).

(25)

berupa barisan tunggal dan terdiri dari dua ulangan. Galur yang terpilih akan diuji dalam UDHL. UDHL pada tanaman padi mengevaluasi 15-30 galur dan terdiri dari 3-4 ulangan selama dua musim di beberapa lokasi. UM merupakan tahap akhir dari rangkaian kegiatan pemuliaan, jumlah galur lebih sedikit (10-15 galur) dan diuji pada lokasi dan musim yang lebih banyak daripada UDHL.

Lokasi yang digunakan untuk uji multilokasi harus mewakili seluruh daerah yang menjadi sentra produksi padi. Uji multilokasi dilakukan minimal pada delapan lokasi dan dilakukan dalam dua musim tanam sehingga akan didapat 16 data percobaan (Permana, 2010). Percobaan adaptasi pada beberapa lokasi umumnya mempunyai gugus perlakuan yang sama dan menggunakan rancangan percobaan yang sama (Gomez dan Gomez, 1995).

Uji multilokasi bertujuan untuk mendapatkan tanaman yang mempunyai produksi lebih tinggi dari varietas pembanding (Sugiono dan Arifin, 2009). Genotipe harapan yang hasilnya nyata lebih tinggi dari varietas lokal atau varietas pembanding dapat dicalonkan sebagai varietas unggul untuk daerah tersebut (Sumarno, 1993). Prosedur uji multilokasi merupakan tahap akhir dalam kegiatan pengujian daya hasil tanaman untuk mendapatkan genotipe harapan yang akan dilepas sebagai calon varietas unggul baru.

H. Keeratan Hubungan Antarkarakter

(26)

25

Karakter tanaman baik morfologis, anatomis maupun fisiologisperlu dipelajari. Kenyataan menunjukkan bahwa diantara karakter yang ada pada tanaman sering kali berhubungan satu dengan yang lain. Adanya hubungan diantara karakter tanaman sangat membantu usaha pemuliaan tanaman,khususnya dalam kegiatan seleksi. Agar langkah-langkah yang ditempuh dalam usaha pemulian tanaman dapat berjalan dengan tepat, maka derajat hubungan yang ada antarkarakter perlu diketahui. Untuk itu diperlukan adanya data-data pendukung yang akurat.

Dalam kegiatan seleksi, korelasi antarkarakter tanaman memiliki arti yang sangat penting. Untuk mengestimasi suatu karakter tertentu dapat digunakan sebagai penduga terhadap suatu karakter lain yang relatif mudah diamati. Seleksi akan efektif bila terdapat hubungan yang erat antarkarakter penduga dengan karakter yang dituju dalam satu program seleksi.

Nilai koefisien korelasi antarkarakter tanaman bervariasi, yaitu berkisar antara -1 sampai +1. Terdapat dua macam nilai koefisien korelasi yaitu koefisien korelasi positif dan koefisien korelasi negatif. Korelasi positif bila bertambahnya karakter yang satu bersamaan dengan bertambahnya karakter yang lain. Korelasi negatif bila bertambahnya karakter yang satu bersamaan dengan berkurangnya karakter yang lain. Sedangkan apabila koefisien korelasi = 0 berarti tidak ada hubungan sama sekali antara kedua karakter tersebut (Sudjana, 1983)

(27)

untuk menentukan derajat hubungan antara x dan y jika hubungan itu memang ada atau diasumsikan ada (Sudjana, 1983).

Ditinjau dari hubungan antarkarakter, korelasi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu; 1. Korelasi sederhana, yaitu bila satu sifat dipengaruhi oleh satusifat yang

lain, misalnya panjang malai dengan banyaknya gabah per malai pada tanaman padi.

2. Korelasi partial, yaitu bila dua sifat dipengaruhi oleh sifat-sifat yang lain, misalnya tingginya produksi dipengaruhi oleh bobot malai dan serangan penyakit.

3. Korelasi berganda, yaitu bila satu sifat dipengaruhi oleh banyak sifat yang lain, misalnya daya hasil dipengaruhi oleh sifat banyak anakan, ketahanan rebah, ketahanan terhadap hama penyakit, respon terhadap pemupukan, dan sebagainya.

I. Stabilitas

(28)

27

yang bervariasi (Singh dan Chaudhary, 1979).Varietas yang stabil akan menunjukkan penampilan yang konsisten walaupun ditanam pada lingkungan yang berbeda (Poespodarsono, 1989).

Sebelum dilepas menjadi varietas baru, genotipe harapan harus melalui pengujian yang ketat. Genotipe yang terpilih dari proses seleksi harus dievaluasi pada berbagai lingkungan. Dari kegiatan ini akan dihasilkan varietas baru yang tetap berpotensi walaupun ditanam pada kondisi lingkungan yang berbeda-beda.

Eberhart dan Russell (1966) mengembangkan model persamaan untuk menganalisis stabilitas sebagai berikut:

Yij = µi+ βi Ij+ ij Yij = rata-rata varietas i pada lingkungan j

µi = koefisien regresi yang merupakan respon varietas i terhadap lingkungan beragam

βi Ij = indek lingkungan yang diperoleh dari rata-rata varietas pada lingkungan j dikurangi rata-rata seluruh populasi ij = penyimpangan dari regresi varietas i pada lingkungan j

(29)
(30)

III. BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur, dengan ketinggian 60 m dpl, jenis tanah Podsolik Merah Kuning, suhu rata-rata harian 26,86⁰C; 2) Desa Wonorejo,Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Tanggamus dengan ketinggian 600 m dpl, jenis tanah Andosol, dengan suhu rata-rata harian 24,15⁰C, pada bulan Desember 2011 sampai dengan April 2012.

B.Alat dan Bahan

Alat yang dipergunakan pada penelitian ini adalah : traktor tangan, cangkul, sabit, golok, sprayer, gembor, nampan plastik, ember, gelas ukur, timbangan duduk, timbangan analitik, oven, moisturetester, dan sprayer solo.

(31)

C. Metode Penelitian

Percobaan disetiap lokasi disusun menggunakan Rancangan Kelompok Teracak Sempurna (RKTS) dengan perlakuan faktor tunggal dan tiga ulangan. Rincian perlakuannya adalah sebagai berikut : 1. IPB 3S, 2. IPB 4S, 3. IPB 5R, 4. IPB 6R, 5. IPB 117-F-7-2-1, 6. IPB 117-F-7-7-1, 7. IPB 117-F-14-4-1, 8. IPB 117-F-15-4-1, 9. IPB 117-F-20-1-117-F-15-4-1, 10. IPB 117-F-80-2-117-F-15-4-1, 11. Ciliwung, dan 12. Ciherang. Petak percobaan berukuran 3 m x 4 m dengan tataletak dapatdilihatpadalampiran Gambar 5 dan 6. Data hasil pengamatan dianalisis homogenitasnya dengan uji Barlet. Analisis ragam per lokasi dipergunakan untuk mengetahui keragaan karakter pertumbuhan dan daya hasil serta komponen hasil. Analisis ragam gabungan dilakukan untuk mengetahui keragaman genetik. Model linier analisis gabungan RKTS (Gomez dan Gomez, 1985) adalah sebagai berikut:

Yijk = µ + Lk+ βi/k+ Gj+ (GL)kj + ijk

Yijk = nilai pengamatan dari ulangan ke-i, genotipe ke-j, dan lingkungan ke-k

µ = nilai rata-rata umum Lk = pengaruh lingkungan ke-k

βi/k = pengaruh ulangan ke-i dalam lingkungan ke-k Gj = pengaruh genotipe ke-j

(GL)kj = pengaruh interaksi lingkungan ke-k dengan genotipe ke-j ijk = pengaruh galat percobaan lingkungan ke-k, genotipe ke-j,

(32)

31

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan Lahan

Lahan sawah dibajak dua kali dan digaru satu kali menggunakan traktor tangan, kemudian dibuat petak-petak percobaan dan dilengkapi dengan saluran drainase. Ukuran petak percobaan 3m x 4 m dibuat sebanyak 36petak sesuai dengan jumlah satuan percobaan untuk setiap lokasi. Saluran pengairan dirancang mengelilingi setiap ulangan percobaan untuk memudahkan pemasukan dan pengeluaran air selama pertumbuhan tanaman. Sebelum dilakukan penanaman,lahan terlebih dahulu digenangi selama 2 hari dengan tujuan untuk memastikan tidak terjadi kebocoran pematang dan membentuk lapisan kedap air, kemudian air dikeluarkan satu hari sebelum penanaman.

2. Pesemaian, Penanaman, dan Pemeliharaan

(33)

Penanaman dilakukan menggunakan bibit berumur 21 hari setelah sebar. Bibit ditanam sedalam 2 cm dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm berjumlah 3 batang per rumpun. Pupuk dasar diberikan pada saat tanam terdiri dari : 1/3 dosis Urea, seluruh dosis SP36 dan KCl. Pupuk Urea susulan diaplikasikan pada saat tanaman berumur 3 minggu setelah tanam, dan susulan kedua umur 6 minggu setelah tanam.Dosis pupuk yang digunakan adalah 300 kg Urea 300 kg, 200 kg SP36, dan 100 kg KCl per hektar. Pengendalian hama, penyakit, dan gulma dilakukan menggunakan pestisida dan disesuaikan dengan kondisi tanaman di lapangan.

3 Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman sampel pada setiap petak satuan percobaan yang ditentukan secara acak. Peubah yang diamati adalah:

a.Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah sampai pada ujung daun tanaman tertinggi. Pengukuran dilakukan pada saat tanaman memasuki fase pertumbuhan vegetatif, umur 50 hari setelah tanam (hst).

b.Jumlah anakan, dilakukan dengan menghitung jumlah anakan yang terdapat pada setiap rumpun tanaman. Penghitungan dilakukan pada saat tanaman memasuki fase pertumbuhan vegetatif, umur 50hst. pada tanaman sampel yang digunakan untuk mengukur tinggi tanaman.

(34)

33

d. Panjang malai (cm), diukur mulai dari leher dasar sampai ujung malai, dilakukan pada saat menjelang panen

e.Jumlah gabah isi per malai pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah gabah berisi per malai pada saat panen.

f. Jumlah gabah hampa per malai, pengamatan dilakukan dengan menghitung gabah hampa per malai pada saat panen.

g.Persen gabah isi per malai (%), pengamatan dilakukan dengan menghitung persentase gabah berisi per malai pada saat panen, dengan rumus banyaknya gabah berisi dalam satu malai dibandingkan jumlah seluruh gabah dalam satu malai kemudian dikalikan 100%.

h.Bobot 1000 biji (gram), pengukuran dilakukan dengan menimbang bobot 1000 biji gabah pada saat panen.

i.Bobot gabah per malai (gram), ditimbang bobot gabah per rumpun pada saat panen kemudian dibagi dengan jumlah malainya.

j. Umur berbunga (hst), dihitung pada saat tanaman memasuki fase berbunga sebesar 50% .

k.Umur panen (hst), dihitung pada saat tanaman memasuki fase pemasakan sebesar 80%.

l. Bobot kering brangkasan, diamati pada waktu panen dengan menimbang brangkas setelah dikeringkan dan dioven selama 48 jam pada suhu 70⁰C. m. Potensi hasil (ton per hektar), ditimbang bobot hasil 10 rumpun tanaman yang

(35)

GKP =

GKG (KA 14%)=

GKP

GKP : gabah kering panen, GKG : gabah kering giling, KA : kadar air.

E. Analisis data

1. Analisis ragam

Tahapan analisis ragam yang dilakukan pertama adalah melakukan analisis ragam pada masing-masing lokasi. Analisis ragam terhadap semua karakter dilakukan pada masing-masing lokasi, dibedakan menjadi karakter pertumbuhan dan daya hasil (Tabel 1) dan karakter komponen hasil (Tabel 2). Analisis ragam masing-masing lokasi dilakukan mengikuti metode yang dikemukakan oleh Singh dan Chaudhary (1979) sebagai berikut:

Tabel 1. Model analisis ragam dan kuadrat tengah harapan masing-masing lokasi ==========================================================

Sumber Keragaman DB KT KT Harapan

_________________________________________________________________

Ulangan r-1

Genotipe g-1 M1 +

Galat (g-1)(r-1) M2

_________________________________________________________________ Keterangan, r : banyaknya ulangan, g : banyaknya genotipe, ragam galat,

(36)

35

Untuk mengetahui perbedaan nilai tengah perlakuan dengan varietas pembanding (Ciliwung dan Ciherang) digunakan uji Least Significant Increase (LSI). Seperti yang dikemukakan oleh Baihaki( 2000), sebagai berikut:

LSI = tα √ , r = banyaknya ulangan

Analisis ragam kedua adalah melakukan analisis ragam gabungan dari dua lokasi dengan menggunakan model seperti yang dikemukakan oleh Gomez dan Gomez (1995) sebagai berikut :

Tabel 2. Model analisis ragam gabungan dua lokasi dalam satu musim

========================================================= Keterangan, r : banyaknya ulangan, l : banyaknya lokasi, g : banyaknya genotipe,

ragam genotipe, : ragam interaksi genotipe x lingkungan, : ragam galat

Tahap ketiga menghitung keragaman dari interaksi genotipe x lingkungan(G x L) menggunakan pendekatan Hallauer dan Miranda (1995) dengan menghitung ragam fenotipik ), ragam genotipik ( ), dan ragam interaksi ( ) sebagai berikut: = / rl)

= (M3– M2) / rl = (M2– M1) / r

(37)

Koefisien keragaman genetik diduga berdasarkan ragam genotipik ( ). Luas atau sempitnya nilai keragaman genetik suatu karakter ditentukan berdasarkan standar deviasi ragam genetik dan ragam fenotip untuk beberapa lokasi dalam satu musim. Standar deviasi ragamnya diduga menggunakan persamaan Hallauer dan Miranda (1995) dalam Rahmah (2011) sebagai berikut :

[ ]

[ ]

Apabila ragam genetik ( ) > 2 dikategerikan luas, dan bila ragam genetiknya < 2 dikategorikan sempit. Untuk ragam fenotipik, apabila ragam fenotipik ( ) > 2 dikategerikan luas, dan bila ragam fenotipik ( < 2 dikategorikan sempit. M3 adalah kuadrat tengah genotipe, M2 adalah kuadrat tengah genotipe x lokasi, r adalah banyaknya ulangan, l adalah banyaknya lokasi, db g adalah derajat bebas genotipe, dan db gl adalah derajat bebas genotipe x lokasi.

2. Heritabilitas

Nilai duga heritabilitas dihitung menurut persamaan Stanfield (1983) sebagai berikut:

(38)

37

= heritabilitas dalam arti luas (broad sense), dugaan varians genetik, dan . Nilai duga heritabilitas (H) dibagi menjadi tiga kelas yaitu : tinggi apabila nilai H > 0,5; sedang apabila nilai 0,2 ≤ H ≤ 0,5;

dan rendah apabila nilai H < 0,2.

3. Korelasi

Korelasi antarkarakter pertumbuhan, komponen hasil, dan daya hasil dianalisis menggunakan rumus korelasi sederhana dari Singh dan Chaudary (1979) sebagai berikut:

rxy = koefisien korelasi antara karakter x dan y cov(x.y) = peragam karakter x dan y

) = ragam karakter x

ragam karakter y

Untuk melihat perbedaannya digunakan persamaan berikut: t = √

√ , t tabel = t α,(n-2)

Bila t hitunglebihbesardari t tabel, berartikorelasinyata. Langkah penghitungan analisis korelasi dan signifikasinya dilakukan dengan menggunakan bantuan

(39)

4. Stabilitas

Uji stabilitas dilakukan bila terdapat interaksi antara genotipe dan lokasi. Stabilitas dihitung menggunakan model Eberhart dan Russell (1966), dengan persamaan linier sebagai berikut:

: rata-rata galur ke i pada lingkungan ke j, : rata-rata galur ke i pada semua lingkungan, : koefisien regresi galur ke i terhadap indek lingkungan, = Indek lingkungan yaitu : simpangan rata-rata semua galur pada suatu lingkungan dari rata-rata umum yang diperoleh dari persamaan :

∑ ∑ ∑ , ∑

= Deviasi regresi untuk galur ke i pada lingkungan ke j

Genotipestabilpadasemualingkunganapabilamemenuhikriteria: b = 1 danSd = 0. Untuk menentukan genotipe yang mempunyai daya hasil tertinggi digunakan uji BNJ taraf 5% dengan persamaan sebagai berikut :

(40)

39

(41)
(42)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Sepuluh genotipe mempunyai karakter tinggi tanaman di atas varietas Ciliwung dan Ciherang,namun jumlah anakan dan anakan produktifnya tidak lebih banyak. Genotipe IPB 3S dan IPB 4S mempunyai umur berbunga dan umur panen lebih cepat. Genotipe IPB 117-F-14-4-1 mempunyai bobot kering brangkasan lebih tinggi dari Ciliwung di Lampung Timur dan genotipe IPB 117-F-7-2-1 mempunyai karakter bobot kering brangkasan lebih tinggi dari Ciherang di Tanggamus. Genotipe IPB 6R mempunyai daya hasil lebih tinggi dari Ciliwung di Lampung Timur.

2. Karakter tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, dan jumlah gabah hampa per malai mempunyai keragaman yang luas. Karakter umur berbunga, umur panen, persen gabah isi per malai, bobot 1000 biji, bobot kering brangkasan, dan daya hasil mempunyai keragaman genetik yang sempit.

(43)

4. Karakter bobot kering brangkasan berkorelasi dengan daya hasil, karakter tinggi tanaman, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, dan jumlah gabah hampa per malai berkorelasi positif terhadap karakter bobot gabah per malai.Karakter jumlah anakan dan jumlah anakan produktif berkorelasi negatif terhadap karakter bobot gabah per malai.

5. Semua genotipe mampu menunjukkan daya hasil yang baik di kedua lokasi. Genotipe IPB 6R mempunyai daya hasil tertinggi 10,02 ton per hektar di Lampung Timur dan genotipe IPB 117-F-7-7-1 mempuyai daya hasil tertinggi 10,46 ton per hektar di Tanggamus.

B. Saran

(44)
(45)
(46)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Pertanaman

Pertumbuhan tanaman padi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan makro antaralain : curah hujan, intensitas sinar matahari, suhu, dan kesuburan tanah. Curah hujan dan suhu adalah kondisi lingkungan yang sangat dominan dalam menentukan karakteristik cuaca di Indonesia (Sipayung, 2000). Informasi tentang kondisi cuaca disuatu daerah perlu diketahui untuk menentukan dan merancang pola tanam dan pascapanen terkait dengan budidaya tanaman padi sawah. Untuk menentukan saat tanam padi sawah yang tepat perlu dipertimbangkan penerapan pola tanam yang sudah diterapkan pada masa-masa sebelumnya.

(47)

ketinggian di dua lokasi penelitian. Suhu rata-rataharian di Lampung Timur (26,86⁰C)lebih tinggi dari Tanggamus (24,15⁰C). Suhu berpengaruh terhadap proses metabolisme pertumbuhan tanaman. Tanaman padi dapat tumbuh pada kisaran suhu rata-rata 15⁰C -- 35⁰C (Chakraborty, 2001). Perbedaan rentang suhu akan mempengaruhi karakteristik pertumbuhan tanaman. Pada kisaran suhu rata-rata yang optimal (25⁰C) tanaman padi akan tumbuh dengan normal. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan difusi CO2terhambat dan proses fotosintesis terganggu (Yang et al.,2002 dalam Rahmah,2011).

Kendala yang dihadapi di Lampung Timur adalah adanya serangan hama tikus dan burung pada saat tanaman memasuki fase generatif. Tindakan penanggulangan dilakukan dengan memberikan umpan racun tikus dan pemasangan pagar plastik di lokasi penelitian untuk mencegah serangan berkelanjutan. Kendala di Tanggamus adalah terjadinya penurunan curah hujan pada saat tanaman memasuki fase pertumbuhan vegetatif. Penurunan curah hujan pada bulan Februari-- Maret sesuai dengan kecenderungan rata-rata curah hujan bulanan selama 31 tahun terakhir (Gambar 7).

(48)

B. Keragaan Karakter Pertumbuhan dan Daya Hasil

Keragaan karakter pertumbuhan dan daya hasil genotipe yang diuji memperlihatkan penampilan yang baik di semua lokasi, seperti disajikan pada Gambar 2. Nilai rata-rata semua karakter pertumbuhan menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% dan 1%. Karakter daya hasil di Lampung Timur berbeda nyata pada taraf 5%, sementara di Tanggamus tidak nyata. Hasil pengamatan karakter pertumbuhan dan daya hasil disajikan pada pada Tabel 3.

Karakter tinggi tanaman 10 genotipe yang diuji di kedua lokasi menunjukkan perbedaan yang nyata dengan varietas pembanding (Ciliwung dan Ciherang) pada taraf 5%. Di Lampung Timur 4 genotipe mempunyai tinggi tanaman diatas 100cm yaitu: IPB4S (101,87cm), IPB6R (100,33cm), IPB 117-F-7-7-1 (101,23cm), dan IPB 117-F-15-4-1 (101,47cm). Di Tanggamus tidak terdapat genotipe yang tinggi tanamannya diatas 100 cm. Genotipe padi sawah di Lampung Timur mempunyai laju pertumbuhan vegetatife yang tinggi dari Tanggamus. Jumlah anakan rata-rata genotipe di Lampung Timur 18,90 batang per rumpun sedangkan di Tanggamus 18,24 batang per rumpun.

(49)

Fase Generatif LT 5 mst LT

3 mst LT

Fase Generatif TGM 5 mst TGM

3 mst TGM

brangkasan genotipe IPB 117-F-14-4-1 (78,40 gram) di Lampung Timur nyata lebih berat dibandingkan Ciliwung. Di Tanggamus bobot kering brangkasan genotipe IPB 117-F-7-2-1 (83,23 gram) nyata lebih berat dibandingkan Ciherang.

Gambar 2. Keragaan pertumbuhan tanaman di Lampung Timur dan Tanggamus (mst:minggu setelah tanam, LT:Lampung Timur, TGM:Tanggamus)

(50)

Tabel 3. Rata-rata karakter pertumbuhan dan daya hasil genotipe di Lampung Timur dan Tanggamus

TT : Tinggi tanaman (cm), JA : Jumlah anakan (batang per rumpun), UB : Umur berbunga (hst), UP : Umur panen (hst), BK : Bobot kering brangkasan (gram), DH : Daya hasil (ton per hektar)., *: Berbeda nyata pada taraf 5%, **: Berbeda nyata pada taraf 1%, tn: Tidak berbeda nyata, ab : Berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan Ciliwung dan Ciherang, a : Berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan Ciliwung, cd : erbeda nyata lebih cepat dibandingkan Ciliwung dan Ciherang, c : Berbeda nyata lebih cepat dibandingkan Ciliwung, d : Berbeda nyata lebih cepat dibandingkan Ciherang pada Uji LSI taraf 5%.

(51)

dibandingkan dengan genotipe yang di Lampung Timur. Genotipe di Tanggamus rata-rata berbunga pada umur 72 hst dan dipanen pada umur 103,72 hst. Dua genotipe yang mempunyai umur berbunga dan umur panen lebih cepat dari Ciliwung dan Ciherang yaitu : IPB 3S : 68,33 hst dan 99,00 hst serta IPB 4S : 70,33 hst dan 99,33 hst.

Adanya perbedaan umur berbunga dan umur panen genotipe di Lampung Timur dan Tanggamus, diduga karena adanya perbedaan suhu akibat perbedaan ketinggian dua lokasi penelitian.Lokasi penelitian Lampung Timur terletak pada ketinggian 60m dpl mempunyai suhu rata-rata 26,86⁰C, sedangkan lokasi Tanggamus berada pada ketinggian 600m dpl dengan suhu rata rata 24,15⁰C.Suhu tinggi yang didukung oleh ketersediaan air yang cukup akan mendorong laju transpirasi dan absorpsi air berjalan seimbang. Dalam kondisi demikian, sel penjaga dan sel-sel yang mengelilinginya bersifat turgid sehingga stomata membuka. Karbondioksida berdifusi secara cepat ke dalam daun dan proses fotosintesis berlangsung dengan laju tinggi, sehingga laju pertumbuhan vegetatif genotipe di Lampung Timur berjalan lebih dominan dibandingkan di Tanggamus. Hal ini terlihat pada karakter perumbuhan tinggi tanaman dan jumlah anakan.

(52)

sejalan dengan kenaikan suhu seperti yang diharapkan. Fotosintat yang dihasilkan dari proses fotosintesis akan langsung digunakan untuk pertumbuhan tanaman dan hanya sedikit yang disimpan. Pertumbuhan vegetatif aktif ditandai dengan adanya proses pembelahan sel yang cepat, pemanjangan sel, dan deferensiasi sel membentuk jaringan baru. Fase pertumbuhan vegetatif memrlukan karbohidrat untuk penebalan dinding sel pelindung pada jaringan batang dan akar. Bila laju pembelahan sel, perpanjangan sel, dan pembentukan jaringan berjalan dengan cepat, pertum buhan batang, daun dan akar juga berjalan dengan cepat (Harjadi, 1989). Karakter tinggi tanaman dan jumlah anakan di Lampung Timur (94,39 cm dan 18,90) lebih tinggi dibandingkan Tanggamus (89,11 cm dan 18,24). Penampilan karakter tinggi tanaman dan jumlah anakan di Lampung Timur tidak diikuti dengan pertambahan biomassanya. Bobot kering brangkasan genotipe di Lampung Timur justru lebih rendah (58,76gram) dibandingkan Tanggamus (68,78gram).

Respon pertumbuhan vegetatif yang cepat pada suhu tinggi, menyebabkan umur berbunga dan umur panen genotipe di Lampung Timur lebih cepat dibandingkan genotipe di Tanggamus yang mempunyai suhu rata-rata lebih rendah.Menurut Yang et al. (2002) dalam Rahmah (2011) tanaman serealia akan merespon cekaman suhu tinggi dengan proses penuaan yang lebih cepat.

(53)

genotipe di Lampung Timur. Dengan umur tanaman yang lebih lama dan hasil pertumbuhan tanaman yang lebih baik, kemampuan memproduksi fotosintat genotipe di Tanggamus menjadi lebih besar. Penumpukan hasil fotosintesis lebih dominan dibandingkan penggunaannya, sehingga rata-rata daya hasil genotipenya lebih tinggi dibandingkan Lampung Timur.Menurut Bintari (2006), padi sawah yang ditanam di daerah lebih tinggi akan mempunyai fase pertumbuhan vegetatif lebih lama namun fase pertumbuhan generatifnya lebih cepat.

Karakter daya hasil genotipe di Lampung Timur berbeda nyata pada taraf 5%, genotipe IPB 6R (10,02 ton per hektar) nyata lebih tinggi dari varietas Ciliwung . Enamgenotipe mempunyai daya hasil lebih tinggi dari rata-rata umumnya 8,01 ton per hektar. Genotipe-genotipe tersebut adalah IPB 4S: 8,60 ton per hektar, IPB 5 R : 8,46 ton per hektar, IPB 117-F-7-2-1 : 8,05 ton per hektar, IPB 117-F-7-7-1 : 8,63 ton per hektar, IPB 117-F-15-4-1 : 8,42 ton per hektar, dan IPB 117-F-80-2-1 : 8,07 ton per hektar.

Uji serentak karakter daya hasil di Tanggamus tidak berbeda nyata pada taraf 5%.Tidak terdapat genotipe yang daya hasilnya nyata lebih tinggi dari Ciliwung dan Ciherang, namun rata-rata umumnya mencapai 9,21 ton per hektar. Daya hasil tanaman serealia juga ditentukan oleh periode akumulasi biomassa selama pertumbuhan. Semakin lama umur tanaman, maka semakin besar produksi biomassa dan hasil panennya (Rahmah, 2011).

(54)

dari bahan induk abu vulkan dan bahan organik (Kaunang, 2008). Tanah andosol tergolong tanah yang relatif muda dibandingkan dengan tanah Latosol maupun Podsolik. Jenis tanah di lokasi penelitian Lampung Timur adalah Podsolik Merah Kuning (PMK). Tanah PMK tergolong jenis tanah yang sudah lanjut, kemampuan daya resap airnya yang rendah, tingkat kesuburan rendah, dan peka terhadap erosi (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Tanaman padi sawah memerlukan dukungan unsur hara esensial untuk proses pertumbuhannya. Hara esensial tersebut adalah N, P,K, Na, dan Ca.Dari hasil analisis laboratorium terhadap beberapa hara esensial diketahui bahwa tanah di lokasi Tanggamus mempunyai kandungan hara lebih baik dibandingkan tanah Lampung Timur menurut kriteria Hardjowigeno (2003). Hasil analisis yang lebih lengkap terdapat pada Tabel 9.

(55)

berperan membuat tanaman lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit (Raufet al., 2000).Untuk meningkatkan kandungan unsur hara esensial dalam tanah dapat dilakukan dengan menambahkan pupuk buatan atau pupuk organik dengan memperhatikan kebutuhan tanaman. Kelebihan, kekurangan, dan waktu aplikasi pemupukan yang tidak tepat berpotensi menurunkan hasil tanaman padi (Walker dan Street, 2003)

Produksi biomassa tanaman padi sangat ditentukan oleh suplai unsur hara N. Kebutuhan unsur hara makro P dan K pada padi sawah sangat tergantung dari suplai unsur hara N. Menurut Harada dan Yamazaki (1993), pertumbuhan akar padi sawah yang mendapat pemupukan N jauh lebih berkembang dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemupukan N. Sebaliknya penggunaan pupuk lain, seperti P dan K dilaporkan tidak banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan. Dengan jenis tanah dan tingkat ketersediaan hara yang lebih baik, maka produksi biomassa genotipe di Tanggamus lebih tinggi dibandingkan Lampung Timur. Hal ini terlihat dari bobot kering brangkasan dan daya hasil rata-ratanya (Tabel 3).

(56)

C. Keragaan Karakter Komponen Hasil

Karakter komponen hasil yang diamati pada penelitian ini adalah : jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, persen gabah isi per malai, bobot 1000 biji, dan bobot gabah per malai. Keragaan rata-rata karakter komponen hasil dua lokasi disajikan pada Tabel4.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semua karakter komponen hasil berbeda nyata pada uji F secara serentak taraf 1% di masing-masing lokasi. Keragaan karakter jumlah anakan produktif genotipe di Lampung Timur berkisar 10,8 – 24,67 batang per rumpun dengan rata-rata 16,23 batang per rumpun.

Genotipe yang mempunyai jumlah anakan produktif paling sedikit adalah IPB 117-F-80-2-1 sebesar 10,80 batang per rumpun dan genotipe yang mempunyai jumlah anakan produktif paling banyak adalah IPB 117-F-14-4-1 sebesar 21,27 batang per rumpun. Di Tanggamus karakter jumlah anakan produktif berkisar 10,80 – 17,13 batang per rumpun. Genotipe dengan jumlah anakan produktif terbanyak adalah IPB 117-F-14-4-1 (16,87 batang per rumpun) dan genotipe yang mempunyai jumlah anakan produktif paling sedikit adalah IPB 117-F-7-7-1 (10,8 batang per rumpun). Secara keseluruhan karakter jumlah anakan produktif 10 genotipe yang diuji tidak ada yang lebih banyak dibandingkan varietas Ciliwung dan Ciherang.

(57)

Tabel 4. Rata-rata karakter komponen hasil genotipe di Lampung Timur dan Tanggamus

JAP : jumlah anakan produktif, PM : panjang malai, JGIPM : jumlah gabah isi per malai, JGHPM : jumlah gabah hampa per malai, PGIPM : persen gabah isi per malai, B1000 : bobot 1000 butir, BGPM : bobot gabah per malai, ** : berbeda nyata pada taraf 1%, ab : Berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan Ciliwung dan Ciherang, a : Berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan Ciliwung, b : Berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan Ciherang pada Uji LSI taraf 5%.

(58)

Panjang malai beberapa genotipe di Lampung Timur nyata lebih panjang dibandingkan dengan varietas Ciliwung dan Ciherang pada ujiLSI taraf 5%. Genotipe IPB 4S (28,00cm) dan genotipe IPB 117-F-14-4-1 (28,27cm) nyata lebih panjang dari Ciliwung pada uji LSI taraf 5%, sedangkan genotipe IPB 5R (29,13cm), IPB 7-7-1 (30,88cm), IPB 15-4-1 (29,63cm), IPB 117-F-20-1-1 (30,10cm), dan IPB 117-F-80-2-1 (30,80cm) nyata lebih panjang dibandingkan dengan Ciliwung (24,20cm) dan Ciherang (25,47cm).

Keragaan karakter panjang malai genotipe di Tanggamus seluruhnya nyata lebih panjang dibandingkan dengan varietas Ciliwung dan Ciherang.Genotipe dengan malai terpanjang adalah IPB 117-F-15-4-1 (28,97cm), sedangkan genotipe dengan genotipe terpendek adalah IPB 117-F-14-4-1 (25,80cm), walaupun demikian panjang malai genotipe tersebut masih nyata lebih panjang dibandingkan dengan varietas Ciliwung pada uji LSI taraf 5%. Keragaan panjang malai genotipe yang diuji ditampilkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Keragaan panjang malai genotipe di Lampung Timur dan Tanggamus Lampung Timur

(59)

Keragaan karakter jumlah gabah isi per malai genotipe yang ditanam di dua lokasi menunjukan perbedaan yang nyata. Karakter jumlah gabah isi per malai 9 genotipe di Lampung Timur nyata lebih tinggi dibandingkan Ciliwung dan Ciherang. Genotipe yang keragaan karakter jumlah gabah isi per malainya tidak nyata adalah IPB 3S (123,73 bulir). Genotipe yang mempunyai jumlah gabah isi per malai paling tinggi adalah IPB 6R yang mencapai 262,47 bulir.

Keragaan karakter jumlah gabah isi per malai genotipe di Tanggamus semuanya nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan Ciliwung dan Ciherang. Genotipe IPB 117-F-14-4-1 (192,80 bulir), hanya nyata dengan kontrol Ciliwung, sedangkan 9 genotipe lainnya nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan Ciliwung dan Ciherang. Karakter jumlah gabah isi per malai 9 genotipe tersebut bahkan melebihi jumlah angka 200 bulir per malai dan yang paling tinggi adalah genotipe IPB 6R dengan jumlah 261,40 bulir per malai.

(60)

Untuk karakter persen gabah isi per malaigenotipe di Lampung Timur berkisar antar 72,27% -- 91,51%, dengan rata-rata 84,55%. Genotipe yang mempunyai persen gabah isi per malai tertinggi adalah IPB 5R sebesar 91,51 dan terendah adalah IPB 117-F-20-1-1 sebesar 72,27%. Di Tanggamus persen gabah isi per malai berkisar antara 77,25% -- 94,55% dengan rata-rata 84,50%. Nilai rata-rata ini hampir sama dengan nilai rata-rata persen gabah isi per malai di Lampung Timur. Genotipe yang mempunyai persen gabah isi per malai tertinggi adalah IPB 117-F-14-4-1 sebesar 94,55% dan terendah adalah genotipe IPB 117-F-7-2-1 sebesar 77,25%.

(61)

Bobot 1000 biji yang ditampilkan oleh genotipe yang diuji masuk dalam kategori genotipe dengan ukuran biji sedang hingga besar. Menurut Badan Pengendali Bimas (2010),kriteria ukuran biji padi yang didasarkan pada bobot 1000 butir adalah sebagai berikut : kategori kecil bila kurang dari 20 gram, kategori sedang antara 20 -- 25 gram, dan besar bila lebih dari 25 gram. Keragaan fisik bentuk gabah masing-masing genotipe tersaji pada Gambar 4.

Keragaan karakter bobot gabah per malai masing-masing genotipe di kedua lokasi menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji F serentak taraf 1%. Rata-rata bobot gabah per malai di Lampung Timur 4,8 gram, sedangkan di Tanggamus adalah 6,46 gram.

Gambar 4. Bentuk gabah masing-masing genotipe

(62)

malai tertinggi untuk lokasi Lampung Timur terdapat pada genotipe IPB IPB 6R sebesar 6,45 gram dan di Tanggamus genotipe IPB 4Ssebesar 7,91 gram.

Adanya perbedaan keragaan karakter bobot gabah per malai di kedua lokasi menunjukkan adanya pengaruh faktor lingkungan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata penampilan bobot gabah per malai di Tanggamus (6,46 gram) lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata bobot gabah per malai di Lampung Timur (4,80 gram). Karakter bobot gabah per malai merupakan salah satu komponen hasil yang dipengaruhi oleh periode akumulasi biomassa selama pertumbuhan.

(63)

D. Analisis Ragam Gabungan Parameter Genetik

Analisis ragam gabungan dilakukan setelah dilakukan uji homogenitas ragam galat pada masing-masing lokasi (Sastrosupadi, 1999). Syarat untuk dapat dilakukannya analisis ragam gabungan adalah ragam galatnya harus homogen (Rahmah, 2011). Hasil analisis ragam gabungan tersaji pada Tabel 5. Genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap karakter tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, umur berbunga, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, persen gabah isi per malai, bobot 1000 biji, dan bobot gabah per malai. Terhadap karakter umur panen, bobot kering brangkasan berpengaruh nyata, dan terhadap karakter daya hasil tidak berbeda nyata.

(64)

Lokasi berpengaruh nyata terhadap karakter : jumlah anakan produktif, umur berbunga, umur panen, panjang malai, dan jumlah gabah isi per malai. Terhadap karakter tinggi tanaman, jumlah anakan, persen gabah isi per malai, bobot 1000 biji, bobot kering brangkasan, dan daya hasil tidak berpengaruh nyata pada taraf 5%.

Interaksi genotipe dan lokasi (G x L) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, umur berbunga, umur panen, jumlah gabah isi per malai, bobot gabah per malai, dan bobot kering brangkasan pada taraf nyata 5% dan 1%. Terhadap karakter jumlah anakan, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah hampa per malai, persen gabah isi per malai, bobot 1000 biji, dan daya hasil tidak nyata.

Adanya interaksi pada beberapa karakter pertumbuhan menunjukkan adanya perubahan tanggapan dari genotipe yang sama pada lokasi yang berbeda. Menurut Baihaki dan Wicaksono (2005), adanya perbedaan lingkungan tumbuh tidak menjamin suatu genotipe dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada semua lokasi atau sebaliknya. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan adanya interaksi genotipe dengan lingkungan pada area yang luas.

(65)

Tabel 6. Rata-rata gabungan karakter pertumbuhan dan komponen hasil

TT : Tinggi tanaman (cm), JA : Jumlah anakan (batang per rumpun), JAP : Jumlah anakan produktif (batang per rumpun), UB : Umur berbunga (hst), UP : Umur panen (hst), PM : Panjang malai (cm), JGIPM : Jumlah gabah isi per malai (butir), JGHPM : Jumlah gabah hampa per malai (butir), PGIPM : Persen gabah isi per malai, B1000 : Bobot 1000 biji (gram), BGPM : Bobot gabah per malai (gram), BK : Bobot kering brangkasan (gram), DH : Daya hasil (ton per hektar).

Genotipe TT JA JAP UB UP PM JGIPM JGHPM PGIPM B1000 BGPM BK DH

IPB 3S 94,67 15,13 12,63 59,67 93,83 26,69 163,73 39,40 80,81 30,22 5,27 45,87 7,50 IPB 4S 99,83 15,85 12,67 60,67 95,67 27,52 194,03 37,73 84,17 30,88 6,28 66,33 9,45 IPB 5R 97,68 15,57 12,60 65,50 98,33 28,82 234,23 23,50 91,22 26,72 6,34 64,93 9,21 IPB 6R 95,97 18,88 14,93 67,00 99,17 28,46 261,93 31,73 89,22 23,97 6,54 69,97 9,79 IPB 117-F-7-2-1 92,30 18,55 13,83 69,33 103,83 26,65 188,07 41,83 82,77 28,38 5,53 67,68 7,84 IPB 117-F-7-7-1 96,08 13,57 12,23 61,67 96,33 29,64 212,10 52,27 79,91 29,64 6,56 69,27 9,55 IPB 117-F-14-4-1 90,67 22,33 19,07 61,83 100,00 27,03 167,43 16,67 90,75 26,41 4,52 78,25 8,71 IPB 117-F-15-4-1 95,83 14,25 13,80 61,00 96,83 29,30 207,17 56,03 79,22 29,33 6,49 63,62 8,66 IPB 117-F-20-1-1 93,33 15,05 12,83 63,00 99,33 29,35 190,53 57,43 76,35 32,79 6,28 62,07 8,53 IPB 117-F-80-2-1 96,18 14,00 10,83 61,17 96,33 29,35 203,93 55,37 79,12 30,28 6,59 50,67 7,79 Ciliwung 70,65 30,38 19,90 64,83 99,67 23,72 129,30 12,67 91,19 27,11 3,61 59,95 7,53 Ciherang 77,75 29,28 20,80 61,50 99,50 24,97 116,97 14,00 89,57 29,70 3,59 66,63 8,78 Rata-rata 91,75 18,57 14,68 63,10 98,24 27,62 189,12 36,55 84,52 28,79 5,63 63,77 8,61

(66)

yang diuji berkisar 93,83 – 103,83 hst, genotipe IPB 3S tercepat dan genotipe IPB 117-F-7-2-1 terlama. Daya hasil genotipe yang diuji berkisar antara 7,50 -- 9,79 ton per hektar, genotipe IPB 3S mempunyai daya hasil terendah dan genotipe IPB 6R mempunyai daya hasil tertinggi.

Koefisien keragamaan (KK) untuk semua karakter pertumbuhan dan komponen hasil adalah kecil (< 20%). Nilai KK yang kecil menunjukkan bahwa keragaman yang ditimbulkan dari kesalahan atau faktor yang tidak dapat dikendalikan kecil. Sebaliknya nilai KK yang semakin tinggi menunjukkan bahwa ketelitian dari sebuah percobaan semakin rendah. Dengan demikian, pengujian daya hasil beberapa genotipe padi sawah yang telah dilakukan mempunyai derajat ketelitian yang cukup tinggi dalam pengambilan data (Gomez dan Gomes, 1995).

E. Keragaman dan Heritabilitas

(67)

Tabel 7. Pendugaan ragam genetik, ragam fenotipik, standar deviasi, dan

Seleksi terhadap genotipe dan fenotipe akan berjalan efektif bila dilakukan terhadap karakter yang mempunyai nilai ragam genetik luas. Sebaliknya seleksi tidak akan berjalan efektif bila dilakukan terhadap genotipe yang mempunyai keragaman genetik sempit. Hal ini sejalan dengan pendapat Poespodarsono (1988), apabila nilai keragaman sempit kegiatan seleksi tidak dapat dilaksanakan karena individu dalam populasi relatif seragam.

(68)

panen, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, persen gabah isi per malai, bobot 1000 biji, bobot gabah per malai, dan bobot kering brangkasan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saleh (2007). Karakter daya hasil mempunyai nilai duga heritabilitas sedang. Heritabilitas sedang pada karakter daya hasil menunjukkan bahwa faktor lingkungan masih berpengaruh terhadap karakter tersebut. Karakter daya hasil merupakan karakter kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen. Seleksi terhadap karakter daya hasil akan lebih efektif bila dilakukan pada generasi lanjut.

Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa keragaan karakter tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor genetik. Karakter yang mempunyai nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih dominan dibandingkan dengan faktor lingkungan. Seleksi terhadap karakter yang mempunyai nilai heritabilitas tinggi dapat dilakukan pada generasi awal (Wicaksono, 2001). Menurut Poehlman dan Sleeper (1995), seleksi terhadap karakter unggul dengan nilai heritabilitas tinggi akan menjamin diperolehnya keunggulan pada generasi berikutnya sehingga seleksi yang dilakukan berlangsung efektif.

F. Keeratan Hubungan Antarkarakter

Gambar

Gambar 1.  Bagan alir kerangka pemikiran
Tabel 1.  Model analisis ragam dan kuadrat tengah harapan masing-masing lokasi
Tabel 2.  Model analisis ragam gabungan dua lokasi dalam satu musim
Tabel 3.  Rata-rata karakter pertumbuhan dan daya hasil genotipe di Lampung Timur dan Tanggamus
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lihat HB Sumardi, Berbagai Permasalahan Pembelajaran Membaca Permulaan pada Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Bantul, PGSD, (t.t, t.p., t.th), 4.. Peran

Diksi pamilihan têmbung ing salêbêtipun cakêpan têmbang Campusari basa Jawi ingkang dipun-ginakakên kaliyan pambiwara Campursari Sangkuriang guyon maton wontên ing

Penelitian tentang efek air perasan buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia.. [Christm &amp; Panz] Swingle) terhadap fungsi kognitif pada perempuan dewasa adalah

karena adanya pemisahan warna latar depan dan warna latar belakang, aspek kedua yaitu gaya tulisan formal yang digunakan pada website Shopee menunjukkan bahwa Shopee

Laporannya sebagai berikut: “Ketika saya pergi ke tokonya untuk menerima candah sesuai janjinya dalam Waqf-i-Jadid, ia berkata kepada saya: ‘Saya menderita di hari-hari ini

Penelitian ini menerapkan metode kualitatif deskriptif yang berbasis pada evaluasi terhadap kondisi eksisting dengan menggunakan parameter kebijakan dalam wujud

Pelaksanaan sintak INSTAD dijaga dengan baik menggunakan lembar observasi yang telah dikemukakan di depan, hal yang mungkin menjadi penyebabnya adalah deduksi

Selain itu konsepsi estetika Hindu nyatanya memiliki keterkaitan pada fungsi pendidikan dan makna pendidikan yang memberikan gambaran bahwa secara realita