• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI PEMILIH PEMULA TENTANG HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM MENGIKUTI PILKADA PROVINISI DI SMA NEGERI 1 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERSEPSI PEMILIH PEMULA TENTANG HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM MENGIKUTI PILKADA PROVINISI DI SMA NEGERI 1 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PERSEPSI PEMILIH PEMULA TENTANG HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM MENGIKUTI PILKADA PROVINISI

DI SMA NEGERI 1 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh

(Nyi Ayu Chairunnisa, Irawan Suntoro, M. Mona Adha)

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis tentang persepsi pemilih pemula tentang hak politik warga negara, persepsi pemilih pemula tentang pemilihan kepala daerah,dan tentang persepsi pemilih pemula tentang hak poltik warga negara dalam pemilihan kepala daerah di SMA Negeri 1 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, subjek yang diteliti merupakan siswa SMA Negeri 1 khusunya kelas XI yang berjumlah 272 orang. Sampel yang diambil untuk penelitian adalah 15% atau 41 orang. Pengumpulan data menggunakan tehnik angket, wawancara dan observasi. data dianalisis menggunakan rumus persentase. Hasil penelitian 1. Persepsi pemilih pemula tentang hak politik warga negara di SMA Negeri 1 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 masuk dalam katagori kurang paham, 2. Persepsi pemilih pemula tentang pemilihan kepala daerah masuk dalam katagori kurang baik, dan 3. Persepsi pemilih pemula tentang hak politik warga negara dalam mengikuti pilkada di SMA Negeri 1 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2012 pelaksanaan hak politik warga negara dalam mengikuti pemilihan kepala daerah menyatakan setuju.

(2)

PERSEPSI PEMILIH PEMULA TENTANG HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM MENGIKUTI PILKADA PROVINSI

DI SMA NEGERI 1 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh

NYI AYU CHAIRUNNISA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

1.4.Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ... 8

1.4.1. Tujuan Penelitian ... 8

1.4.2..Kegunaan Penelitian ... 8

a. Kegunaan Secara Teoritis ... 8

b. KegunaanSecaraPraktis ... 9

1.5 RuangLingkupPenelitian ... 9

1.5.1.RuangLingkupIlmu ... 9

1.5.2.RuangLingkupObjek ... 10

1.5.3.RuangLingkupSubjek ... 10

1.5.4.RuangLingkup Wilayah ... 10

1.5.5.Ruang Lingkup Waktu ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Deskripsi teoritis ... 11

2.1.1.Pengertian Persepsi ... 11

2.1.2.Pengertian Politik ... 14

A. Konsep Politik ... 16

B. Budaya Poltik ... 20

(4)

2.1.3.1. Hak Politik Warga Negara ... 31

1. Hak Sama Dalam Hukum... 31

2. Hak Sama Dalam Pemerintahan ... 32

2.1.4. Pemilihan Umum ... 37

2.1.5. Pemilih Pemula ... 40

a. Karakteristik Pemilih Pemula ... 41

b. Peran Pemilih Pemula ... 42

2.1.8. Kajian Penelitian Yang Relevan ... 50

2.2.Kerangka Pikir ... 51

3.4.Definisi Konseptual dan Oprasional ... 58

a. Definisi Konseptual ... 58

b. Definisi Oprasional ... 58

3.5. Rencana Pengukuran Variabel ... 60

3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 60

3.7. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 62

3.8. Teknik Analisis Data ... 65

3.9. Langkah-Langkah Penelitian... 66

1. Persiapan Pengajuan Judul... 66

2. Penelitian Pendahuluan... 66

3. Pengajuan Rencana Penelitian... 67

4. Pelaksanaan Penelitian... 68

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitia... 74

(5)

4.3.Pembahasan... 86 V. KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan... 89 5.2. Saran ... 90 DAFTAR PUSTAKA

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Tabel 1. Jumlah siswa yang termasuk calon pemilih pemula terdapat dikelas XII kelas IPA -IPS SMA N 1 Bandar Lampung

ahun ajaran 2012-2013 ... 6

2. Tabel 2. Jumlah siswa yang termasuk calon pemilih pemula terdapat dikelas XI kelas IPA-IPS SMA N 1 B.Lampung Tahun ajaran 2012-2013... 55

3. Tabel 3. Jumlah sampel calon pemilih pemula kelas XI IPA-IPS di SMA NEGERI 1 Bandar Lampung... 57

4. Tabel 4. Hasil Uji Coba Angket Kepada Sepuluh Orang Responden diluar Sampel Untuk Item Ganjil (X)... 69

5. Tabel 5. Hasil Uji Coba Angket Kepada Sepuluh Orang Responden diluar Sampel Untuk Item Genap (y)... 70

6. Tabel 6. Distribusi Antara Item ganjil (X) dengan Item Genap (Y) Mengenai Persepsi Pemilih pemula tentang Hak Politik Warga Negara dalam Mengikuti Pilkada Provinsi di SMA Negeri 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013... 70

7. Tabel 7: Distribusi Sarana Dan Prasarana SMA Negeri 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013... 77

8. Tabel 8. Distribusi frekuensi dari indikator pemahaman... 79

9. Tabel 9: Disrtribusi frekuensi dari indikator tanggapan... 82

(7)
(8)

Judul Skripsi : PERSEPSI PEMILIH PEMULA TENTANG HAK

POLITIK WARGA NEGARA DALAM

MENGKUTI PILKADA PROVINSI DI SMA NEGERI 1 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Nama Mahasiswa : Nyi Ayu Chairunnisa

No. Pokok Mahasiswa : 0913032013 Jurusan : Pendidikan IPS

Program Studi : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

PembimbingI Pembimbing II

Dr. Irawan Suntoro, M.S. M. Mona Adha, S.Pd, M.Pd. NIP 19560323 198403 1 003 NIP 197911172005011002

2. Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan IPS Ketua Program Studi PPKn

Drs. Hi. Buchori Asyik, M.Si. Drs. Holilulloh, M.Si

(9)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua :Dr. Irawan Suntoro, M.Si. ……….

Sekretaris :M. Mona Adha, S.Pd, M.Pd. ………..

Penguji

Bukan Pembimbing: Drs. Holilulloh, M.Si ………..

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003

(10)

PERSEMBAHAN

Dengan berlandaskan haturan syukur kepada ALLAH

SWT,kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda bukti dan

cinta kasih kepada :

“Kedua orang tuaku, ayah dan ibutercintayang selalu menjadi

semangat dalam

hidupku, kesabaran dan do’a dalam setiap sujudmu untuk

Menanti keberhasilanku serta harapan disetiap tetesan

Keringatmu demi keberhasilanku”

“Adikk

-adikku serta saudara-saudaraku tersayang, yang dengan

kasihnya selalu mendukung dan mendo’akanku”

“Teman

-teman PPKN 2009 yang selalu memberikan semangat dan

mendo’akan keberhasilanku”

“Dan Seseorang yang kelak akan mendapingiku mengarungi suka

duka dalam jalan

kehidupan”

Serta

(11)

R I W A Y A T H I D U P

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 7 Juni 1991. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Drs. Kiagus Arif dan Ibu Dra. Darmawati.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 2 Palapa, yang diselesaikan pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 25 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2006, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Bandar Lampung yang didelesaikan pada tahun 2009.

(12)

SANWACANA

Bismillaahirrahmaanirrahim,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Persepsi Pemilih Pemula Tentang Hak Politik Warga Negara Dalam Mengikuti Pilkada Provinsi Di SMA Negeri 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

(13)

2. Bapak Dr. Thoha B.S Jaya, M.S., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Arwin Ahmad, M.Si., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Bapak Drs. Hi. Iskandar Syah, M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

5. Bapak Drs. Hi. Buchori Asyik M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

6. Bapak Drs. Holilulloh, M.Si., selaku Ketua Program Studi PPKn Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung dan menjadi Pembimbing Akademik sekaligus menjadi Pembahas I, terima kasih untuk saran dan masukanya.

7. Bapak Hermi Yanzi. S.Pd, M.Pd., selaku pembahas II, terima kasih atas masukan, saran, dan kritikannya pada penulis.

8. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

9. Bapak dan Ibu staf tata usaha dan karyawan Universitas Lampung.

(14)

12. Siswa SMA Negeri 1 Bandar Lampung yang telah membantu penulis dalam mengadakan penelitian.

13. Teristimewa untuk kedua orang tuaku tercinta, Bapak Drs. Kiagus Arif dan Ibu Dra. Darmawati terima kasih atas keikhlasan, cinta dan kasih sayang, doa, motivasi, moral serta finansial yang tidak akan pernah terbayarkan. Untuk adik-adik ku, Nyayu Putri Istiqomah dan Nyayu Salwa Syafa Salsabila. Untuk nenek serta seluruh keluarga besarku terima kasih atas do’a, dukungan, bantuan, perhatian dan cinta kasih yang diberikan.

14. Sahabat-sahabat terbaikku Menik, Rina, Debi, Armalia, Hilda dan semua teman-teman PPKn Evi, Citra, Lida, Amel, Ajeng dan semua teman-teman ganjil dan genap yang tidak bisa disebutkan satu persatu semoga kebersamaan kita ini akan tetap selalu ada, walaupun kadang-kadang ada kesalahpahaman diantara kita namun kebersamaan dan kenangan tidak akan terlupakan.

15. Sahabat-sahabatku sejak masa sekolah Yudha, Agnes, Sari, Era, Dinny, Ida, Ryen, Avin, Anggy dan lain lain yang tak bisa ku sebutkan satu persatu terimakasih dukungan dan persahabatan ini.

(15)

tawanya.

18. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai.

Semoga amal baik yang telah Bapak/Ibu/Saudara/i serta teman-teman berikan akan selalu mendapatkan pahala dan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dari penyampaian maupun kelengkapannya. Segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan sebagai tolak ukur penulis dimasa yang akan datang. Penulis juga berharap semoga karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

BandarLampung, April 2013 Penulis,

(16)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, adalah:

Nama : Nyi Ayu Chairunnisa

NPM : 0913032013

Prodi/ Jurusan : PPKn/ Pendidikan IPS

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Bandar Lampung,April2013

(17)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara dengan sistem pemerintahan demokrasi yang dimana warga negara memiliki hak untuk ikut serta dalam pengawasan jalannya pemerintahan. Warga negara Indonesia berhak memilih para wakilnya di pemerintahan dengan cara pemilu atau pemilihan umum yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk sebagai bukti negara Indonesia adalah negara dengan sistem demokrasi yaitu pemerintahan dari rakyat untuk rakyat dan oleh rakyat.

Pelaksanaan pemilu dilaksanakan sebagai bukti bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan sesuai, Pasal 1 dan 2 Undang–Undang Dasar 1945. Pelaksanaan pemilu merupakan suatu bentuk partisipasi politik yang terjadi di masyarakat karena partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara dalam kegiatan yang legal dalam kehidupan politik untuk ikut serta mempengaruhi keputusan pemerintahan dan ikut serta memilih wakil-wakil rakyat dikursi pemerintahan.

(18)

masa depan suatu negara, menyalurkan aspirasi mereka dan bisa mempengaruhi kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah. Kegiatan seperti ini adalah cerminan penyelengaraan kekuasaan politik yang absah oleh rakyat. Berpartisipasi dalam politik dapat terlihat dari kegiatan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota partai politik atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen, dan lain-lain.

Pemilu juga merupakan kehendak rakyat atau keinginan rakyat agar ada perubahan dalam proses pemilihan pemimpin melalui pemilu dengan sistem yang lebih baik dan terbuka baik dalam pemilihan presiden maupun kepala daerah. Tiap pelaksanaan pemilu pasti akan terdapat pemilih pemula yang baru pertama kali mengikuti atau memiliki hak mereka hak pilih untuk ikut serta dalam pelaksanaan pemilu baik itu pemilu presiden ataupun pemilihan kepala daerah.

Pemilih pemula ini adalah mereka yang masih menjadi pelajar lebih tepatnya pelajar SMA yang sudah cukup umur. Pemilih pemula diharapkan sudah dapat ikut andil dalam pelaksanaan pemilu tersebut dan sudah mengerti akan pentingnya peranan mereka atau pemberian hak politik mereka dalam bentuk pemberian suara pilih mereka dalam pelaksanaan pemilu.

(19)

mereka miliki. Para pemilih pemula ini juga kurang merespon akan berita-berita tentang politik khususnya tentang pemilihan umum yang akan mereka ikuti sebagai salah satu hak politik warga negara yang mereka miliki.

Memperkenalkan hak politik warga negara terhadap para pemilih pemula atau pelajar ini perlu ada media sebagai penunjang untuk memperkenalkan hak politik itu sendiri kepada para pemilih pemula. Pemerintah mengantisipasi ketidaktahuan para pemilih pemula terhadap hak politik mereka dengan memberikan pendidikan pengetahuan hak dan kewajiban warga negara dalam kurikulum sekolah dalam hal ini pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang ada di sekolah dan disesuaikan dengan tingkat pendidikanya. Namun masalah yang ada terkadang sekolah atau guru hanya memberikan pengertian-pengertian dari apa yang ada dipelajaran saja tanpa memberikan pendekatan akan pentingnya ikut serta para pemilih pemula dalam pemilu yang akan dilaksanakan.

(20)

para pemilih pemula itu dapat menerima maksud dari iklan tersebut dengan baik. Disini peranan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dibutuhkan dalam memperkenalkan kegiatan pemilu kepada para pemilih pemula baik dari arti pemilu sampai dengan tata cara pelaksanaan pemilu yang akan mereka hadapi untuk pertama kali dengan KPU mengadakan workshop, atau simulasi pelaksanaan pemilu di sekolah-sekolah dengan begitu diharapkan para siswa yang telah menjadi pemilih pemula mengerti dan paham tentang pemilu dan tata cara pelaksanaan pemilu .

Peran orang tua juga dianggap mempunyai andil dalam pengetahuan yang dimiliki pemilih pemula tentang hak politik mereka ketika pelaksanaan pilkada. Seharusnya para orang tua memberi masukan kepada anak-anaknya tentang apa itu pilkada dan memberikan saran pada anak-anaknya yang sudah menjadi pemilih pemula dalam menentukan calon yang akan mereka pilih bukan memaksa untuk memilih yang sama atau mengikuti pilihan orang tua, tetapi orang tua memberikan masukan agar sang anak dapat memilih sesuai dengan hati nurani mereka atau mana yang menurut mereka paling baik untuk menjadi sosok pemimpin daerah.

(21)

Hasil jejak pendapat pasca pemungutan suara (aexit poll), pada pilkada gebernur DKI Jakarta (8 Agustus 2007), menunjukan orang tua adalah yang paling mempengaruhi pilihan para pemilih pemula, teman dan saudra juga ikut andil namun dengan presentasi yang kecil (Litbang Kompas, 2007 dalam Yulia Andhani 2012 : 5).

Fakta maraknya pemilih pemula yang enggan menggunakan hak pilih sesuai dengan temuan Lembaga Peduli Remaja (LPR Kriya Mandiri Solo yang melakukan jejak pendapat pada pemilih pemula di kota Solo tanggal, 19 Februari 2009). Menurut survei LPR potensi golput pemilih pemula di Solo cukup ttinggi, dari 340 responden yang dipilih secara acak dari sepuluh SMA dan SMK di Solo hanya 21,49% saja yang menyatakan siap memberikan suara mereka, sedangkan 60,51% menyatakan belum yakin apakah akan memilih atau tidak, artinya berpotensi golput dan 18% menyatakan tegas tidak memilih.

Hasil survei lainya juga pada pemilu 2009 menunjukan 67,55% pemilih pemula belum mengetahui secara pasti tahapan dan sistem pemilu. Tidak hanya itu sebanyak 76,40% bahkan mengaku tidak mengetahui jumlah konstan partai politik. Hal ini menunjukan bahwa tingkat ketertarikan pemilih pemula pada 2009 lalu masih sangat rendah. Sikap ini terlihat dari 90,01% responden menyatakan tidak bersedia turut serta dalam kegiatan kampanye (KPU Povinsi DKI Jakarta dalam Yulia Andhani 2012 : 5).

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan staf tata usaha SMA N 1

(22)

SMA N 1 Bandar Lampung, ia mengatakan bahwa jumlah siswa kelas XI seluruhnya berjumlah 272 siswa dengan pembagian sebagai berikut :

Tabel 1. Jumlah siswa yang termasuk pemilih pemula terdapat dikelas XI kelas IPA -IPS SMA N 1 Bandar Lampung Tahun ajaran 2012-2013

No Kelas Jumlah siswa

1 XI IPA 1 40 Siswa

2 XI IPA 2 39 Siswa

3 XI IPA 3 39 Siswa

4 XI IPA 4 39 Siswa

5 XI IPS 1 40 Siswa

6 XI IPS 2 40 Siswa

7 XI IPS 3 35 Siswa

JUMLAH SISWA 272 Siswa

Sumber : Salah satu staf tata usaha SMA N 1 Bandar Lampung

(23)

penulis berasumsi adanya perbedaan dan persamaan persepsi tentang hak politik warga negara dalam mengikuti pilkada.

Hasil wawancara dengan salah satu murid di SMA N 1 Bandar Lampung yang telah menjadi pemilih pemula saat pelaksanaan pilkada provinsi yang akan datang ia mengatakan bahwa ia belum mengerti dengan jelas tentang hak politik ia sebagai warga negara Indonesia dan peranan ia dalam pemilihan kepala daerah dimana ia berperan sebagai pemilih pemula.

Atas dasar hal inilah penulis tertarik untuk mengkaji dan meneliti tentang persepsi pemilih pemula tentang hak politik warga negara dalam mengikuti pilkada provinsi di SMA N 1 Bandar Lampung.

1.2. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas maka fokus penelitian ini adalah mengkaji persepsi pemilih pemula tentang hak politik warga negara dalam mengikuti pilkada di SMA N 1 Bandar Lampung.

1.3. Rumusan masalah

Berdasarkan identitas dan pembatasan masalah, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana persepsi pemilih pemula tentang hak politik warga negara. 2. Bagaimana persepsi pemilih pemula tentang pemilihan kepala daerah. 3. Bagaimana persepsi pemilih pemula tentang hak poltik warga negara

(24)

1.4. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.4.1. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang:

1.Persepsi pemilih pemula tentang hak politik warga negara. 2.Persepsi pemilih pemula tentang pemilihan kepala daerah.

3. Persepsi pemilih pemula tentang hak poltik warga negara dalam pemilihan kepala daerah.

1.4.2. Kegunaan Penelitian

a)Kegunaan Teoritis

(25)

b) Kegunaan Praktis

1. Bagi Calon Pemilih Pemula/Siswa

Secara praktis penelitian ini diharapkan agar siswa sendiri lebih paham tentang hak politik warga negara dengan demikian dapat turut serta menjalankan hak dan kewajiban warga negara dengan baik dalam mengikuti pemilihan umum baik pemilihan presiden maupun pemilihan kepala daerah.

2. Bagi Pendidikan

Sebagai suplemen tambahan bahan ajar bagi guru dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan di tingkat SMA kelas XI semester 1 dalam SK menganalisis budaya politik Indonesia, KD 1.4 menampilkan peran serta budaya politik partisipan.

3. Bagi Pemerintah

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemerintah dalam pelaksanaan dan pemberian informasi tentang pemilu khususnya kepada para pemilih pemula.

1.5.Ruang Lingkup

1.5.1. Ruang lingkup Ilmu

(26)

berkaitan dengan hak politik warga negara dan partisipasi politik waraga negara tentang dalam mengikuti pilkada provinsi.

1.5.2. Ruang Lingkup Subjek

Subjek dari penelitian ini adalah siswa siswi SMA N 1 Bandar Lampung yang sudah cukup umur menjadi pemilih pemula dalam pilkada provinsi tahun ajaran 2012/2013.

1.5.3. Ruang Lingkup Objek

Objek penelitian ini adalah persepsi pemilih pemula tentang hak politik warga negara dalam mengikuti pilkada provinsi 2013 di SMA N 1 Bandar Lampungtahun ajaran 2012/2013.

1.5.4. Ruang Lingkup Tempat

Ruang lingkup tempat atau wilayah kajian penelitian ini adalah SMA N 1 Bandar Lampung.

1.5.5. Ruang Lingkup Waktu

(27)

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Teoritis

2.1.1. Pengertian Persepsi

Manusia sebagai mahluk sosial memerlukan interaksi dengan lingkungan sekitar, dalam melakukan interaksi itu manusia sering melakukan persepsi dalam lingkungan masyarakatnya. Persepsi terhadap suatu objek akan berbeda pada masing-masing individu tergantung pada pengalaman, proses belajar, sosialisasi, cakrawala dan pengetahuan masing-masing individu tentang objek tertentu. Persepsi juga mencakup konteks kehidupan sosial, sehingga muncul yang disebut dengan persepsi sosial. Persepsi sosial merupakan suatu proses yang terjadi pada diri seseorang yang bertujuan untuk mengetahui, menginterpretasi, dan mengevaluasi orang lain yang dipersepsi, baik mengenai sifatnya, kualitasnya, ataupun keadaan lain yang ada dalam diri orang yang dipersepsi sehingga terbentuk gambaran mengenai orang lain sebagai ojek persepsi tersebut. Menurut Eva Latifa (2012: 64) “persepsi adalah proses mendeteksi

(28)

Menurut Bimo Walgito (2010: 99) “persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh proses pengindraan yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui indera atau proses sensoris namun proses itu tidak berhenti begitu saja melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan

proses persepsi”.

Menurut Sarlito, W Sarwono (2009: 51) “persepsi adalah pengalaman untuk membeda-bedakan, mengelompokan, memfokuskan dan sebagainya itu selanjutnya di interorestasi”.

Menurut Rakhmat Jalaludin (1998: 51) “persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan–hubungan yang diperoleh menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan”.

Menurut Sarlito, W Sarwono (2009: 90), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah:

1. Perhatian

Biasanya seseorang tidak menanamkan seluruh ransangan yang ada sekitarnya secara sekaligus tetapi akan memfokuskan perhatian pada satu atau dua objek saja. Perbedaan fokus ini menyebabkan perbedaan persepsi.

2. Set

Yaitu harapan seseorang akan ransangan yang timbul. Perbedaan set ini dapat menyebabkan perbedaan persepsi. 3. Kebutuhan

Kebutuhan sesaat maupun pada diri seseorang akan mempengaruhi persepsi orang tersebut.

4. Sistem Nilai

Sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat berpengaruh pula pada persepsi seseorang.

5. Ciri kepribadian

Misalnya A dan B bekerja disuatu kantor. A seorang yang penakut akan mempersepsikan alasannya sebagai tokoh yang menakutkan sedangkan si B seorang yang penuh percaya diri menganggap atasannya yang dapat diajak bergaul seperti orang biasa lainnya.

(29)

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, maka persepsi seseorang sangat menentukan prilaku seseorang tersebut karena persepsi yang negatif terhadap suatu objek akan mengakibatkan pandangan yang salah ataupun kurang tepat bagi seseorang dan sebaliknya persepsi yang positif terhadap suatu objek dapat mengakibatkan pandangan yang tepat bagi seseorang.

Terbentuknya persepsi seseorang terhadap sesuatu objek pada lingkungannya didasarkan pada stimulus atau situasi yang sedang dihadapinya. Berkenaan dengan itu Djamarah (2008:126) menyatakan:

Persepsi dapat terdiri dari suatu situasi yang hadir pada seseorang, disini seseorang menghadapi kenyataan yang harus dilihat dan diartikan Dengan demikian setelah seseorang mengetahui keadaan lingkungannya, semua itu diartikannya pada ingatan dan pikirannya. Pada gilirannya nanti orang tersebut kemudian mengartikan atau menginterprestasikan tentang lingkungan yang dihadapinya dan terakhir orang-orang tersebut akan memberikan umpan balik.

(30)

2.1.2. Pengertian Politik

Banyak pengertian tentang politik yang dikemukakan menurut para ahli ilmu politik dengan hanya melihat satu aspek politiknya saja. Perbedaan-perbedaan yang dijumpai pada setiap teori pada dasarnya mengacu kepada keadaan negara, kekuasaan dan pengambilan keputusan, kebijakaan, dan pembagian kekuasaan.

Pengertain politik menurut etemologinya adalah sebagai berikut :

1. Pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (sistem pemerintahan- dasar pemerintahan).

2. Segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain.

3. Cara bertindak dalam menghadapi dan menangani suatu masalah.

Para ahli kenegaraanpun mengemukakan pengertian politik secara berbeda-beda. Berikut ini pengertian politik menurut para ahli kenegaraan.

Menurut Harold Laswell dalam Miriam Budiardjo (2000: 11) “politik adalah masalah apa, mendapat apa, kapan dan bagaimana”.

(31)

Miriam Budiardjo (2000: 8) mendefinisikan bahwa ”politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu”.

Politik sebagai kegiatan merupakan usaha untuk membentuk dan menggunakan kekuasaan oleh orang–orang yang mengkhususkan diri untuk memikul tanggung jawab dalam hidup bermasyarakat yang terorganisir. Politik dalam arti lain adalah sikap, tindakan-tindakan warga negara yang bersifat “politis”. Bambang T. Purwanto et.al (2010: 3).

Menurut Karl W. Deutsch dikutip oleh Miriam Budiardjo (2000: 12)

“politik adalah pengambilan keputusan melaluli sarana umum”. (Politics

is the making of decisions by publics means)”.

David Easton seperti dikutip oleh Miriam Budiardjo (2000: 13) mengemukakan bahwa“politik adalah kehidupan politik yang mencakup bermacam-macam kegiatan yang mempengaruhi kebijaksanaan dari pihak yang berwenang yang diterima oleh suatu masyarakat dan yang mempengaruhi cara untuk melaksanakan itu”.

Konsep perjuangan kekuasaan, umumnya diakui sebagai suatu perjuangan yang menyangkut kepentingan suatu masyarakat. Dalam lingkup ini kekuasaan dibatasi sebagai kemampuan seseorang, atau suatu kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan perilaku.

(32)

A. Konsep Politik

1. Negara (State)

Roger H. Soltau seperti dikutip oleh Miriam Budiardjo (2000: 39) menyatakan bahwa “negara adalah alat (agency) atau wewenang (authority) yang rnengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan

bersama, atas nama masyarakat”.

Harold J. Laski dikutip oleh Miriam Budiardjo dalam (2000: 39) bahwa “negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung dari pada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu”.

Menurut Max Weber dikutip oleh Miriam Budiardjo (2000: 40) menyatakan bahwa “negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah”.

(33)

a. Negara memilki sifat-sifat , antara lain :

1. Sifat Memaksa

Yaitu mempunyai kekuasaan memakai kekerasan fisik secara legal. Sarana untuk itu adalah polisi, tentara, dan sebagainya. 2. Sifat Monopoli

Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dalam masyarakat.

3. Sifat Mencakup semua

Yaitu semua peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali. Misalnya undang-undang untuk semua.

b. Negara mempunyai unsur-unsur, antara lain : 1. Wilayah

2. Penduduk 3. Pemerintah 4. Kedaulatan

c. Tujuan Negara

Menurut Roger H. Soltau dikutip dalam Miriam Budiardjo (2000: 45) “tujuan negara adalah memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin.”

Harold J. Laski dikutip dalam Miriam Budiardjo (2000: 45),

(34)

dimana rakyatnya dapat mencapai terkabulnya keinginan-keinginan secara maksimal.”

Secara umum fungsi negara, yaitu :

a. Melaksanakan penertiban kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi.

b. Mengusahakan kesejahteraan rakyat. c. Pertahanan.

d. Menegakkan keadilan.

2. Kekuasaan (Power)

Miriam Budiardjo (2000: 35) “kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku”. Jadi, kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dan tujuan orang yang mempunyai kekuasaan. Sumber-sumber kekuasaan, Yaitu :

(35)

3. Pengambilan Keputusan (Decision Making)

Pengambilan keputusan mengandung arti pemilihan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia. Teori-teori pengambilan keputusan bersangkut paut dengan masalah bagaimana pilihan-pilihan semacam itu dibuat. Pembuat keputusan mungkin melakukan penilaian atas alternatif kebijaksanaan yang dipilihnya dari sudut seberapa pentingnya alternatif-alternatif itu bagi partai politiknya atau bagi kelompok-kelompok klien dari badan atau organisasi yang dipimpinnya.

Pembuatan kebijaksanaan negara sebagai keseluruhan proses yang menyangkut pengartikulasian dan pendefinisiaan masalah, perumusan kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dalam bentuk tuntutan-tuntutan politik, penyaluran tuntutan-tuntutan tersebut ke dalam sistem politik, pengupayaan pemberian sanksi-sanksi atau legitimasi dari arah tindakan yang dipilih, pengesahan dan pelaksanaan atau implementasi, monitoring dan peninjauan kembali (umpan balik).

4. Kebijakan (Policy)

(36)

untuk menunjang proses pengambilan kebijakan telah ada sejak manusia mengenal organisasi dan tahu arti keputusan.

Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti kebujakan. David Easton dikutip dalam Miriam Budiardjo (2000: 13) menyebutkan ”kebijakan pemerintah sebagai kekuasaan mengalokasi nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan.”

5. Pembagian (Distribution)

Secara harfiah pembagian kekuasaan adalah proses menceraikan wewenang yang dimiliki oleh negara untuk (memerintah, mewakili, mengurus, dsb) menjadi beberapa bagian yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif untuk diberikan kepada beberapa lembaga negara untuk menghindari pemusatan kekuasaan (wewenang) pada satu pihak atau lembaga.

B. Budaya Politik

Dalam kehidupan bernegara kita selalu berkaitan dengan kehidupan politik. Kehidupan politik tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Kita akan senantiasa bersingungan dengan politk.

(37)

Menurut Gabriel Almond dan Sidney Verba dalam kutipan oleh Bambang T. Purwanto et.al (2010: 7) ”budaya politik mengacu pada orientasi politik sikap terhadap sistem politik dan bagian-bagiannya yang lain serta sikap terhadap peranan kita sendiri dalam sistem tersebut.”

Menurut Robert Dahl dalam Rahman (2007: 267) ”kebudayaan politik sebagai salah satu sistem yang menjelaskan pola-pola yang berbeda mengenai pertentangan politik. Unsur budaya politik yang penting menurut Dahl adalah: orientasi pemecahan masalah, apakah pragmatis atau rasionalis. Orientasi terhadap aksi bersama apakah mereka bersifat kerja sama atau tidak (ko-operative atau non ko-operative). Orientasi terhadap sistem politik, apakah mereka setia atau tidak. Orientasi terhadap orang lain, apakah mereka dipercaya atau tidak.

Menurut Rahman (2007: 267) ”budaya politik merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat, dengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi,pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijaksanaan pemerintah, kegiatan partai-partai politik, perilaku aparat negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan memerintah”.

Jadi dapat ditarik kesimpulan tentang apa itu budaya politik dari teori-teori diatas adalah pola tingkah laku individu atau warga negara terhadap sebuah sistem baik perananya dan keikut sertaanya serta penolakanya pada sebuah pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sistem tersebut. Beberapa definisi budaya politik dapat kita lihat sebagai berikut dalam A. Rahman H. I (2007: 267) sebagai berikut:

(38)

b. Roy Macridis: budaya politik sebagai tujuan bersama dan peraturan yang harus diterima bersama.

c. Sanuel Beer: Budaya politik sebagai salah satu konsep dari empat sistem penting dalam analisa politik menyangkut didalamnya nilai-nilai keyakinan, sikap dan emosi tentang bagaimana pemerintahan harus dilaksanakan dan tentang apa yang harus dilakukan pemerintah. d. Lucian Pye melihat budaya politik terlebih pada aspek perkembangan

politik dinegara berkembang, dengan sistem pokok menyangkut wawasan politik, bagaimana hubungan antara tujuan, dan cara standar untuk penilaian aksi-aksi politik serta nilai-nilai yang menonjol bagi aksi politik.

e. Finer: lebih menekankan pada aspek legistimasi peraturan-peraturan, lembaga politik dan prosedur.

f. Budaya politik adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri sistem, pengetahuan, adat-istiadat, tahayul dan mitos. Kesemuanya dikenal dan diakui oleh sebagian besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain.

(39)

h. Hakekat dan sistem budaya politik yang menyangkut masalah nilai-nilai adalah prinsip dasar yang melandasi suatu pandangan hidup yang berhubungan dengan masalah tujuan.

i. Bentuk budaya politik menyangkut sikap dan norma, yaitu sikap terbuka dan tertutup, tingkat militansi seseorang terhadap orang lain dalam pergaulan masyarakat. Pola kepemimpinan (konformitas atau mendorong inisiatif kebebasan), sikap terhadap mobilitas (mempertahankan status Quo atau mendorong mobilitas, prioritas kebijaksanaan (menekankan ekonomi atau politik).

Sidney Verbha dalam kutipan oleh Bambang T. Purwanto et.al (2010: 7) mengatakan bahwa di dalam budaya politik terdapat komponen-konponen budaya politik yang berorientasi kepada warga negara, baik pengetahuan, sikap dan penilaian warga negara terhadap objek

a. Orientasi Kognitif

Orientasi kognitif berisikan pengetahuan dan kesadaran terhadap objek-objek politik atau berkaitan dengan segala sesuatu yang dipercaya oleh warga negara dengan dunia politik.

b. Orientasi Afektif

(40)

c. Orientasi Evaluatif

Orientasi ini adalah tingkat tertinggi dari pemahaman warga negara terhadap budaya politik. Seseorang yang sudah mencapat orientasi ini sudah mampu membuat keputusan dan berpendapat tentang objek politik,dengan berdasarkan informasi-informasi yang didapat bukan hanya dengan perasaanya saja.

C. Tipe-Tipe Budaya Politik

Berdasarkan orientasi budaya politik diatas maka sistem setiap budaya politik berbeda-beda perbedaan itu terdapat dalam tipe-tipe budaya politik.

Menurut gabriel Almond dan Sidney Verba budaya politik mempunyai tiga tipe yaitu, partisipan, subjek, dan parokial di kutipan oleh Bambang T. Purwanto et.al (2010: 11).

Jadi di Indonesia sendiri mengembangkan budaya politik partisipan hal ini dikarenakan sesuai dengan sistem politik demokrasi di Indonesia.

(41)

Karena itu sistem politik itu merupakan gabungan antara manusia yang menyangkut soal kekuasaan aturan dan wewenanng.

D. Sosialisasi Budaya Politik

Budaya politik merupakan produk dari sosialisasi politik. Sosialisasi budaya politik dimaksudkan untuk membentuk budaya politik warga negara. Adanya sosialisasi politik warga negara akan memiliki budaya politik.

Sosialisasi politik ialah, proses oleh pengaruh mana sesorang individu bisa mengenali sistem politik, yang kemudian menentukan sifat persepsi-persepsinya mengenai politik serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Sosialsisasi politik mecakup pemeriksaan mengenai lingkungan kultural, lingkungn politik, dan lingkungan sosial dari masyarakat individu bersangkutan juga mempelajari sikap-sikap politik serta penilainya terhadap politik.

Menurut Kenneth P. Langton dalam Bambang T. Purwanto et.al (2010:

18) ”mengatakan sosialisasi politik adalah dalam pengertian luas merujuk

pada cara masyarakat dalam mentransmisikan budaya politiknya dari generasi kegenerasi”.

(42)

Menurut Denniss Kavanagh dalam Bambang T. Purwanto et.al sosialisasi politik adalah “istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses dimana individu belajar tentang politik dan mengembangkan orientasinya terhadap politik”.

Maka sosialisai politik adalah proses belajar dari pengalaman tentang proses belajar idnividu terhadap politik yang tidak hanya antar individu itu sendiri tapi juga kepada kelompok .

Ramlan Surbakti dalam Tubagus Ali (2012: 46), membagi sosialisasi politik dari segi penyampaian pesan menjadi dua, sebagai berikut :

a. Pendidikan Politik

Pendidikan Politik merupakan suatu proses dialogis diantara pemberi dan penerima pesan. Pendidikan politik dilaksanakan dalam rangka pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai, norma, dan simbol politik yang dianggap ideal dan baik.

b. Indoktrinasi Pendidikan

(43)

E. Partisipasi Politik

Sosialisasi yang baik adalah melalui jalan pendidikan politik, karena dapat mendorong masyarakat untuk berubah dari budaya politik parokial-kaula menjadi budaya politik partisipan. Budaya politik partisipan membutuhkan partisipan yang aktif dari anggota masyarakat. Di era reformasi, partisipasi politik merupakan sebuah keharusan yang dibuka lebar-lebar dan telah menjadi tuntutan dari masyarakat itu sendiri. Apalagi dalam suatu negara demokrasi, bentuk pemerintahan dibangun dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Setelah para pemilih pemula mendapatkan informasi yang cukup melalui sosialisasi politik yang baik selanjutnya diharapkan dengan sudah diberikannya sosialisasi politik maka akan terjadi partisipasi politik. Tinggi rendahnya partisipasi masyarakat dalam berpolitik, menggambarkan tingkat sadar atau tidaknya masyarakat tersebut terhadap kehidupan politik di negara mereka. Jika tingkat kesadarannya tinggi, berarti masyarakat mengikuti dan paham akan kehidupan politik dan ingin ambil bagian di dalamnnya. Sebaliknya jika tingkat kesadarannya rendah, masyarakat cenderung acuh tak acuh terhadap politik di negaranya. Hal ini berdampak membuat cara pemerintahan yang tidak peka terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakatnya.

(44)

yaitu dengan jalan memilih pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung memengaruhi kebijakan pemerintah (Public Policy)”.

Norman H. Nie dan Sidney Verba dalam Tubagus Ali (2012: 46), menyatakan bahwa “partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang legal, yang sedikit banyak langsung bertujuan mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara atau tindakan-tindakan yang diambil oleh

mereka”.

Maka partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara dalam kegiatan yang legal dalam kehidupan politik untuk ikut serta mempengaruhi keputusan pemerintahan dan ikut serta memilih wakil-wakilnya dikursi pemerintahan.

a. Bentuk Partisipasi Politik

Jika mode partisipasi politik bersumber pada faktor “kebiasaan”

partisipasi politik di suatu zaman, maka bentuk partisipasi politik mengacu pada wujud nyata kegiatan politik tersebut. Samuel P. Huntington dan Joan Nelson (setabasri01.blogspot.com) membagi bentuk-bentuk partisipasi politik menjadi:

1. Kegiatan Pemilihan– yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu; 2. Lobby–yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi

pimpinan politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu;

(45)

4. Contacting– yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan

5. Tindakan Kekerasan (violence) – yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta,pembutuhan politik (assassination), revolusi dan pemberontakan.

Kelima bentuk partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson telah menjadi bentuk klasik dalam studi partisipasi politik. Keduanya tidak membedakan apakah tindakan individu atau kelompok di tiap bentuk partisipasi politik legal atau ilegal. Sebab itu, penyuapan, ancaman, pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk partisipasi politik adalah masuk ke dalam kajian ini.

Klasifikasi bentuk partisipasi politik Huntington dan Nelson relatif lengkap. Hampir setiap fenomena bentuk partisipasi politik kontemporer dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi mereka. Namun, Huntington dan Nelson tidak memasukkan bentuk-bentuk partisipasi politik seperti kegiatan diskusi politik, menikmati berita politik, atau lainnya yang berlangsung di dalam skala subyektif individu.

Penerapan budaya politik pasrtisipatif terwujud dalam bentuk, sebagai berikut :

a. Warga negara menggunakan hak-hak politiknya dengan penuh rasa tanggungjawab.

(46)

c. Berpartisipasi dalam pemilu.

d. Menggunakan hak pilih sesuai dengan aturan permainan yang berlaku

2.1.3. Hak dan Kewajiban Warga Negara

Dalam perspektif Rawls, keadilan berbicara tentang hubungan antara person moral yang bertujuan menjamin terwujudnya pemahaman setiap orang mengenai apa yang diyakini sebagai yang baik-baik pada tingkat interpersonal maupun pada tingkat sosial yang luas.

Dalam istilah Aristoteles dalam Andre (2005: 95) ”keadilan adalah kebajikan yang utuh dan lengkap karena ia tidak hanya berbicara mengenai kebaikan bagi pemilik kebajikan itu sendiri, tetapi keadilan juga menuntut pentingnya memperhatikan kebaikan orang lain”. Dengan demikian, keadilan sebagai fairness memang pada dasarnya merupakan suatu moralitas politik yang memberi perhatian pada distribusi hak dan kewajiban secara adil demi terciptanya suatu relasi yang saling menguntungkan di antara segenap warga masyarakat.

Kewajiban merupakan hal yang harus dikerjakan atau dilaksanakan, jika tidak dilaksanakan dapat mendatangkan sanksi bagi yang melanggarnya. Sedangkan hak adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu, namun kekuasaaan tersebut harus dibatasi oleh Undang-Undang. Pembatasan ini harus dilakukan agar pelaksanaan hak seseorang tidak sampai melanggar hak orang lain. Jadi pelaksanaan kewajiban dan hak haruslah seimbang.

(47)

menuntut warga negara menjalankan kewajibannya tanpa memenuhi hak-hak mereka.

Menurut Notonagorom dalam (http://7kuadrat.blogspot.) “hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya”.

“Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya

dibiarkan atau diberikan oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan”.

2.1.3.1. Hak Politik Warga Negara

Salah satu hak warga negara Indonesia adalah hak politik atau hak dalam bidang politik. Hak dan kewajiban berpolitik warga negara Indonesia telah diatur dalam Pasal 27 ayat 1 berbunyi “segala warga negara bersamaan kedudukanya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya, “pasal ini memuat dua hak yaitu hak dimata hukum dan pemerintahaan”.

a. Hak Sama Dalam Hukum

(48)

berhak untuk mendapatkan pembelaan. Setiap warga negara tidak bisa langsung dinyatakan bersalah sebelum melalui proses hukum di pengadilan.

b. Hak Sama Dalam Pemerintahan

Setiap warga negara tanpa terkecuali mempunyai hak yang sama dalam pemerintahan. Artinya, setiap warga negara dapat menduduki jabatan-jabatan apa saja dalam pemerintahan, apabila ia memenuhi syarat. Kewajiban warga negara termuat dalam Pasal 27 ayat 1 yaitu wajib menjunjung hukum dan pemerintahan. Hal ini berarti setiap warga negara Republik Indonesia mempunyai kewajiban menjunjung tinggi hukum dengan tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Selain itu kewajiban warga negara yaitu menghormati pemerintahan yang sah dengan cara tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah, tidak melakukan pemberontakan.

(49)

Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang tata cara mengemukakan pendapat dimuka umum.

Warga negara pun memiliki hak atas partisipasi politik yang sama. Suatu sistem demokrasi menghargai setiap orang sebagai makhluk moral dan rasional yang memiliki kebebasan dan tanggung jawab atas dirinya sendiri.

Suatu sistem demokrasi pada prinsipnya menolak setiap campur tangan tangan dari luar atas jalan hidup seseorang, dan pada saatnya yang sama menuntut bahwa hak individu untuk menentukan diri sendiri secara politis harus mendapat proritas dibandingkan dengan hak politik yang lainya. Hak yang sama atas partsisipasi politk sebagai sebuah prinsip terutama dimaksudkan untuk memberikan peluang agar semua warga secara aktif ikut serta dalam proses pengambilan keputusan politik. Perlunya konstitusi yang adil memperlihatkan bahwa prinsip partisipasi politik yang demokrasi dibangun dan dijalankan secara konstitusional. Sistem demokrasi yang seperti ini ditandai oleh dua pokok : Pertama, demokrasi konstitusional ditadai oleh suatu badan perwakilan yang dipilih melalui suatu pemilihan yang fair dan bertanggung jawab kepada pemilihnya.

(50)

kebebasan membentuk asosiasi politik. Perlu dicatat bahwa penekanan pada prinsip kebebasan dan kesamaan bagi semua warga negara sama sekali tidak dimaksud oleh Rawls dikutip dalam Andre (2005: 103) untuk menuntut suatu tingkat partisipasi yang sama besarnya bagi segenap warga. Rawls berpendapat bahwa nilai nilai kebebasan politik tidak sama untuk semua orang. Berkaitan dengan hal ini Rawls sangat menekankan pentingnya melihat orang sesuai dengan talenta serta kemauanya secara fair menggunakan setiap kesempatan serta akses politik yang tersedia bagi semua anggota masyarakat. Oleh karena itu, Rawls menegaskan dikutip dalam Andre (2005: 103) ”idealnya mereka yang mempunyai talenta serta yang memiliki motivasi yang sama seharusnya mempunyai kesempatan yang kurang lebih sama untuk meraih posisi-posisi kekuasaan politik tanpa memperhatikan kelas ekonomi dan sosial mereka”.

(51)

Menurut PBB pada piagam HAM tanggal 10, Desember 1948 dalam (http://blog.ub.ac.id/mustanginkimia) beberapa hak politik.

Hak untuk menpunyai dan menyatakan pendapat tanpa mengalami gangguan ( Pasal 19), hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara tenang (Pasal 20 ayat 1), hak untuk ikut serta dalam pemerintahan negara (Pasal 21 ayat 1 ), hak untuk ikut serta dalam pemilu yang dilakukan secara priode, serentak, wajar, bebas, dan rahasia (Pasal 21 ayat 3) dan lain-lain.

Menurut piagam PBB dan perjanjian hak-hak sipil dan politik serta definisi hak politik dapat diklasifikasikan menjadi tujuh macam hak politik:

1.Hak untuk memiliki dan menyatakan pendapat dengan tenang. 2. Hak untuk berserikat dan berkumpul.

3.Hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan negara. 4.Hak untuk ikut serta dalam pemilu.

5.Hak kebebasan menentukan status politik. 6.Hak untuk memilih dan dipilih.

7.Hak untuk mencalonkan diri dan memegang jabatan umum dalam negara.

(52)

apapun tidak bisa menghilangkan hak politik warga negara. Apalagi disebabkan oleh persoalan mekanisme atau prosedur demokrasi.

Selain itu, hak politik warga negara merupakan bagian hak konstitusi yang harus dilaksanakan, tanpa kecuali. Rakyat dalam kewajiban politik mempunyai hak sebagai berikut:

1. Ikut berpartisipasi dalam pemilihan umum

2. Ikut mengkritik dan membangun roda pemerintahan 3. Menjadi elemen penting dalam aspek politik

4. Berkewajiban mengikuti politik praktis

5. Berkewajiban mengikuti peraturan-peraturan politik yang telah ditetapkan negara dan siap menerima sanksi jika melanggar

(53)

2.1.4. Pemilihan Umum

Pemelihan umum menurut Indria dalam Rahman (2007: 147) disebut juga ”political market”. Artinya bahwa pemilihan umum adalah pasar politik tempat individu/masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontak sosial (perjanjian masyarakat) antara peserta pemilihan umum (partai politik) dengan pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih .

Pemilihan umum merupakan sarana mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangka dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Pemilihan umum hanya bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga perwakilan, melainkan juga suatu sarana untuk mewujudkan tata kehidupan negara yang dijiwai semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam negara kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan pemilihan umum dijelaskan bahwa ”pemilihan umum, selanjutnya disebut pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

(54)

negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Tujuan pemilihan umum menurut Undang-Undang No.12 Tahun 2003, tentang pemilihan umum DPR, DPD dan DPRD adalah, pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

Amanat konstitusi tersebut untuk memenuhi tuntutan perkembangan kehidupan politik, dinamika masyarakat, dan perkembangan demokrasi yang sejalan dengan pertumbuhan kehidupan berbangsa dan bernegara. Di samping itu, wilayah negara Indonesia yang luas dengan jumlah penduduk yang besar dan menyebar di seluruh nusantara serta memiliki kompleksitas nasional menuntut penyelenggara pemilihan umum yang profesional dan memiliki kredibilitas yang dapat dipertanggung jawabkan yaitu Komisi Pemilihan Umum.

(55)

Undang-Undang No.3 Tahun 1999, menurut Undang-Undang-Undang-Undang No. 12 Tahun 2003, menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 adalah :

1. Langsung, rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung dengan kehendak dan hati nuraninya tanpa perantara.

2. Umum, pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan Undang-Undang berhak mengikuti pemilu. Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan dan status sosial. 3. Bebas, setiap warga negara yang berhak memilih, bebas

menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Didalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak dan hati nurainya.

4. Rahasia, dalam memberikan suaranya pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak diketahui oleh orang lain kepada siapa suaranya diberikan.

(56)

semua pihak terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan Undang-Undang.

6. Adil, dalam penyelenggaraan pemilu, setiap penyelenggara pemilu dan semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak adil. Pemilih dan pasangan calon harus mendapatkan perlakuan yang adil serta bebas dari kecurangan pihak manapun.

2.1.5. Pemilih Pemula

Setiap akan melaksanakan pesta rakyat dalam memilih wakil rakyat atau yang kita sebut dengan pemilihan umum, sudah pasti akan adanya pemilih pemula disetiap pelaksanaan pemilu.

Menurut M. Rusli Karim dalam Tubagus Ali (2012: 102) menyatakan bahwa ”pemilih pemula adalah warga negara Indonesia yang belum memiliki pengalaman sama sekali menusuk tanda gambar organisasi politik”.

(57)

Menurut Pasal 19 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008, hak memilih warga negara dalam hal ini yaitu pemilih pemula diatur sebagai berikut :

1. Warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah atau pernah kawin mempunyai hak memilih.

2. Warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftar oleh penyelenggara pemilu dalam daftar pemilih.

Sedangkan menurut, Pasal 20 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 disebutkan bahwa untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih.

Jadi dapat disimpulkan menurut sumber diatas yang dimaksud dengan pemilih pemula adalah warga negara Indonesia yang pada saat pemungutan suara sudah mencapai umur 17 tahun atau sudah pernah menikah maka ia akan mendapatkan hak politiknya sebagai warga negara Indonesia untuk ikut serta dalam pemilu dan dapat memberikan hak pilihnya.

a. Karakteristik Pemilih Pemula

Pemilih pemula memiliki karakter yang berbeda dengan pemilih yang sudah terlibat pemilu periode sebelumnya yaitu :

(58)

2. Belum memiliki pengalaman memilih. 3. Memiliki antusias yang tinggi.

4. Kurang Rasional.

5. Biasanya adalah pemilih muda yang masih penuh gejolak dan semangat, dan apabila tidak dikendalikan akan memiliki efek terhadap konflik-konflik sosial di dalam pemilu

6. Menjadi sasaran peserta pemilu karena jumlahnya yang cukup besar.

7. Memiliki rasa ingin tahu, mencoba, dan berpartisispasi dalam pemilu, meskipun kadang dengan bebagai latar belakang yang rasional dan semu.

Pemilih pemula memiliki karakteristik yang berbeda tersebut membutuhkan pemikiran dan penanganan yang serius dalam pilkada dan pemilu mendatang.

b. Peran Pemilih Pemula

Pemilih pemula banyak memiliki peran di dalam pemilu baik pilkada maupun pemilu legislatif dan presiden. Sebagian besar pemilih pemula memiliki peran yang sangat besar secara kualitas dan kuantitas. Rata-rata memiliki usia yang cukup muda dan memiliki dinamika yang cukup tinggi.

(59)

nya sebagi orang yang memilih. Sedangkan pemilih pasif adalah orang yang dalam pemilu adalah merupakan orang yang dipilih.

Dasar memilih berupa hal-hal yang sifatnya emosional dan bukan berdasarkan visi dan misi calon atau partai yang dia dukung. Pemilih pemula banyak dimobilisasi dari semua kalangan kontestan. Hal ini akibat pendidikan politik yang kurang sejak masa orde baru yang terkenal dengan konsep depolitisasi. Karena depolitisasi ini memunculkan pobia di satu sisi dan eforia di satu sisi. Depolitisasi ini menyebabkan rendahnya kedewasaan politik rakyat terutama di kalangan pemilih pemula.

Peran Ormas, LSM, dan orsospol masih kurang dalam pendidikan politik bagi rakyat terutama generasi muda terutama generasi pra pemilih. Terutama sejak adanya larangan bagi pelajar untuk aktif dalam kegiatan politik dengan adanya depolitisasi dan pewadahan satu organ tunggal pelajar yaitu OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah). Pemilih pemula juga masih memiliki tugas belajar yang lebih penting dari kegiatan di luar belajar mereka.

2.1.6. Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA)

(60)

Menurut Zuhro, dkk (2009: 48) pilkada merupakan “momentum untuk melakukan suksesi kepemimpinan lokal sebagai wujud implementasi demokrasi yang partisipatif”.

Sedangkan menurut Jenedri M. Gaffar dalam Mahfud MD dkk (2012: XI) pilkada merupakan “salah satu memontum politik penting yang mengawali proses pembentukan dan penyelenggaraan pemerintah daerah”.

(61)

Menurut Djohan Djoherman dalam Anita, T Naingolan (2005: 20) sekurang-kurangnya ada lima implikasi penting kehadiran Pilkada terhadap menejemen pemerintahan daerah kedepan:

1. Pilkada berpotensi mengurangi kearoganan DPRD yang selama ini mengklaim diri sebagai satu satunya institusi pemegang langsung mandat rakyat, yaitu untuk memerintah (eksekutif). Lembaga DPRD lebih dikhususkan pada pelaksanaan fungsi legislasi,anggaran dan pengawasan kebijakan.

2. Pilkada berpoitensi membatasi kekuasaan dan kewenangan DPRD yang terlalu besar seperti memegang fungsi memilih, meminta pertanggung jawaban dan memberhentikan kepala daerah. Dengan demikian manuver anggota dewan berkurang, termasuk perilaku bidang politiknya miasalnya blac mail, meminta proyek dan fasilitas.

3. Pilkada berpotensi menghasilkan kepala daerah yang lebih bermutu, karena pemilihan langsung mendorong majunya calon dan menangnya calon kepala daerah yang kredibel dan akseptibel di mata masyarakat daerah, menguatkan derajat legitimasi dan posisi kepala daerah sebagai konsekuensi dari pemilih langsung oleh masyarakat.

4. Pilkada berpotensi menghasilkan pemerintahan yang stabil, produktif dan efektif, tidak gampang dirobohkan oleh politisi lokal, terhindar dari campur tanggan berlebihan atau invtervensi pemerintah pusat, tidak mudah dilanda krisis publik dan berpeluang melayani masyarakat secara lebih baik.

5. Pilkada berpotensi mengurangi praktek politik uang dalam proses pemilihan kepala daerah secara tidak langsung dan dalam proses penyampaian laporan pertanggung jawaban kepala daerah maupun pengangkatan seketaris daerah selama ini. Pilkada akan menaikan kembali citra lembaga Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat di samping melindungi kepala daerah dari jebakan pelaku kolutif dengan badan legislatif.

2.1.7. Komisi Pemilihan Umum (KPU)

(62)

adalah Penyelenggara Pemilu di provinsi dan kabupaten/kota.Wilayah kerja KPU meliputi seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia.

Secara institusional, KPU yang ada sekarang merupakan KPU ketiga yang dibentuk setelah pemilu demokratis sejak reformasi 1998. KPU pertama (1999-2001) dibentuk dengan Keppres No 16 Tahun 1999 yang berisikan 53 orang anggota yang berasal dari unsur pemerintah dan partai politik dan dilantik oleh Presiden BJ Habibie. KPU kedua (2001-2007) dibentuk dengan Keppres No 10 Tahun 2001 yang berisikan 11 orang anggota yang berasal dari unsur akademis dan LSM dan dilantik oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tanggal 11 April 2001. KPU ketiga (2007-2012) dibentuk berdasarkan Keppres No 101/P/2007 yang berisikan 7 orang anggota yang berasal dari anggota KPU Provinsi, akademisi, peneliti dan birokrat dilantik tanggal 23 Oktober 2007 minus Syamsulbahri yang urung dilantik Presiden karena masalah hukum.

A. Tugas dan Wewenang KPU

(63)

Dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang pemilihan umum dan Pasal 2 keputusan presiden Nomor 16 tahun 1999 tentang pembentukan komisi pemilihan umum dan penetapan organisasi dan tata kerja sekretariat umum komisi pemilihan umum, dijelaskan bahwa untuk melaksanakan pemilihan umum, KPU mempunyai tugas kewenangan sebagai berikut :

1. Merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan pemilihan umum;

2. Menerima, meneliti dan menetapkan partai-partai politik yang berhak sebagai peserta pemilihan umum;

3. Membentuk panitia pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI dan mengkoordinasikan kegiatan pemilihan umum mulai dari tingkat pusat sampai di tempat pemungutan suara yang selanjutnya disebut TPS;

4. Menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk setiap daerah pemilihan;

5. Menetapkan keseluruhan hasil pemilihan umum di semua daerah pemilihan untuk DPR, DPRD I dan DPRD II;

6. Mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil pemilihan umum;

7. Memimpin tahapan kegiatan pemilihan umum.

(64)

dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang pemilihan umum.

Sedangkan dalam pasal 11 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tersebut juga ditambahkan, bahwa selain tugas dan kewenangan KPU sebagai dimaksud dalam pasal 10, selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah pemilihan umum dilaksanakan, KPU mengevaluasi sistem pemilihan umum.

B. Visi dan Misi KPU

Komisi pemilihan umum Indonesia memiliki visi dan misi demi tercapainya keinginan serta tujuan di bentuknya KPU. Agar KPU dalam menjalankan tugasnya tetap baik adapun visi dan misi komisi pemilihan umum Indonesia sebagai berikut :

1. VISI

(65)

2. MISI

a. Membangun lembaga penyelenggara Pemilihan Umum yang memiliki kompetensi, kredibilitas dan kapabilitas dalam menyelenggarakan pemilihan umum.

b. Menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah, dewan perwakilan rakyat daerah, presiden dan wakil presiden serta kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, akuntabel, edukatif dan beradab;

c. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilihan umum yang bersih, efisien dan efektif;

d. Melayani dan memperlakukan setiap peserta pemilihan umum secara adil dan setara, serta menegakkan peraturan pemilihan umum secara konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

e. Meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang demokratis.

(66)

hukum, tim kerja logistik, tim kerja kampanye, dan tim kerja varivikasi calon dan penghitungan suara. Tim kerja ini memilki tugas-tugas seperti: 1. Bertanggung jawab terhadap persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian

kegiatan masing-masing tim kerja.

2. Melaksanakan koordinasi dengan korwil ( kordinator wilayah dalam memperlancar persiapan, pelaksanaan pilkada di wilayah masing-masing.

3. Mengkoordinasikan seluruh rencaana dan pelaksanaan kerja tim kerja kepada KPU Kota Bandar lampung.

Maka jelas pilkada diharapkan akan menghasilkan figur pemimpin yang aspiratif, berkualitas, dan legitimate yang akan lebih mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya. Harapan lain, pemilukada menjadi bagian integral dari akselarasi demokrasi di tingkat nasional. Artinya, demokrasi di tataran nasional akan bertumbuh kembang secara mapan jika pada tingkat lokal nilai-nilai demokrasi telah berakar kuat terlebih dahulu.

2.1.8. Kajian Penelitian Yang Relevan

Dalam penelitian yanmg dibuat oleh Ria S. Fatimah Muzzammil yang

berjudul “hubungan tingkat pemahaman konsep politik dalam materi

(67)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi korelasional. Dalam penelitian di atas, ada kemiripan variabel yang memiliki kemiripan adalah variabel konsep politik sedangkan dalam penelitian ini variabelnya hak politik warga negara . Perbedaan penelitian yang diatas dengan penelitin ini konsep politik adalah kseluruhan yang ada didalam politik sedangkan hak politik adalah bagian dari konsep politik.

2.2. Kerangka Pikir

Dalam menyelesaikan masalah besar atau kecil sudah tentu melihat terlebih dahulu masalah tersebut dari berbagai sudut pandai, agar lebih mudah menyelesaikan masalah tersebut dengan baik, sama halnya dengan penelitian ini memerlukan kerangka pikir sehingga dapat menjadi acuan dalam pembahasaan.

Menurut Seoerjono Soekanto dalam Dwi (2012: 36) mengatakan bahwa,

”kerangka pikir adalah konsep yang memerlukan abstraksi dari hasil

pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya berdimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti”.

(68)

Persepsi terhadap suatu objek akan berbeda pada masing-masing individu tergantung pada pengalaman, proses belajar, sosialisasi, cakrawala dan pengetahuan masing-masing individu tentang objek tertentu.\

Persepsi tentang hak politik warga negara akan mempengaruhi atau mendorong pendapat perilaku seseorang tentang politik dalam keikut sertaan pelaksanaan pilkada. Pendapat atau perilaku seseorang merupakan partisipasi politik.

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat ditarik kerangka pikir sebagai berikut.

BAGAN KERANGKA PIKIR

Gambar. Bagan 1 Kerangka Pikir Persepsi Tentang Hak

Politik 1. Pemahaman 2. Tanggapan 3. Harapan

Hak Politk Dalam PILKADA

1. Hak sama dalam hukum 2. Hak sama dalam

Gambar

Tabel 1. Jumlah siswa yang termasuk pemilih pemula terdapat dikelas XI kelas IPA -IPS SMA N 1 Bandar Lampung Tahun ajaran 2012-2013
Tabel.2. Jumlah siswa yang termasuk calon pemilih pemula terdapat          dikelas XI kelas IPA -IPS SMA N 1 B.Lampung Tahun       ajaran  2012-2013
Tabel 3. Jumlah sampel calon pemilih pemula kelas XI IPA-IPS di
Tabel 4. Hasil Uji Coba Angket Kepada Sepuluh Orang Responden diluar Sampel Untuk Item Ganjil (X)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Perombakan yang dilakukan pada tahun 1970an membuat bangunan pasar menjadi gedung modern bertingkat yang tidak menyisakan lagi bentuk bangunan lamanya, walaupun konsep pasar

Secara garis besar dicikan : Kehidupan keagamaan sudah mencapai kemantapan, cenderung mulai menerima pendapat keagamaan, mulai timbul pengakuan akan adanya kehidupan setelah

Penelitian ini bertujuan 1) Untuk mengetahui bentuk hubungan komunikasi antarpribadi yang terjalin antara guru dan siswa di kelas XII IPS 2 SMA Negeri 9 Marusu

Setelah dilakukan kategorisasi berdasarkan nilai median (data berdistribusi tidak normal) yakni puas dan tidak puas maka diperoleh hasil bahwa tingkat kepuasan pasien terhadap

Surat Izin Usaha Jasa Konsultansi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku dan SBU yang sesuai dengan paket pekerjaan;4. Akte pendirian perusahaan

Oleh karena itu, kehadiran pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang pertanian untuk memfasilitasi dan membentuk pola kemitraan agribisnis sayuran

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 96 ayat (4) dan Pasal 97 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki perilaku merokok (82,7%), terdapat 51,2% yang mengetahui adanya kawasan tanpa rokok pada