ABSTRACT
SETTING PERMISSIONS GEOTHERMAL MINING BUSINESS ACTIVITIES
By
Gigih Suci Prayudhi
Indonesia is a country which has a wealth of new and renewable sources of energy are multi-faceted, one was geothermal. But for the memanfaatkanya required permissions for in the legislation of Indonesia No. 27 of 2003 about geothermal in article 9 paragraph (1) States that the Minister issued by IUP, Governor, district/city and in accordance with their respective authority and DND is set in Act No. 41 and its implementation is set out in Government Regulation No. 59 in 2007 about geothermal mining business activities. Problems in the research is How national energy policy direction about geothermal? How the authority of the Central Government and the regions geothermal mining permissions? How do the stages and requirements of mining activity permit spending hot Earth?. This research uses the normative legal research methods that study of the substance of the legislation, analyzed by descriptive-analytical approach to legislation. the results showed that. In the national energy policy made by the Government about the Earth's heat by 5% to meet national energy needs by 2025. The authority of the Central Government in the management of geothermal mining, namely the granting of permission and supervision of geothermal mining region across the province. Provincial authorities in the management of geothermal mining, namely the granting of permission and supervision of mining in the area of geothermal across district/city. Authorities of the district/city in the management of geothermal mining, namely the granting of permission and supervision of mining the Earth's heat in the district/city; community empowerment in or around work areas in the district/city. Terms and stages that must be prepared by a business entity in Act No. 27 of 2003 has been determining the stages of development of geothermal mining business activities: a preliminary Survey, exploration, feasibility study, Exploitation and utilization. The advice given is the policy researcher who made the Government in utilizing geothermal energy as a substitute for fossil energy should be higher by 10% geothermal energy in Indonesia so as to meet national energy needs.
ABSTRAK
PENGATURAN PERIZINAN KEGIATAN USAHA PENAMBANGAN PANAS BUMI
OLEH
Gigih Suci Prayudhi
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber energi baru dan terbarukan yang beraneka ragam, salah satunya adalah panas bumi. Namun untuk memanfaatkanya diperlukan perizinan karena dalam Undang-Undang RI No. 27 Tahun 2003 tentang panas bumi dalam pasal 21 ayat (1) dinyatakan bahwa IUP dikeluarkan oleh Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing kemudian jg diatur dalam Undang-Undang No. 41 serta pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2007 tentang kegiatan usaha penambangan panas bumi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah arah kebijakan energi nasional tentang panas bumi?. Bagaimana kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam perizinan penambangan panas bumi? Bagaimana tahapan dan persyaratan pengeluaran izin kegiatan usaha penambangan panas bumi?. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu penelaahan terhadap substansi peraturan perundang-undangan, dianalisis secara deskriptif-analitis dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa. Dalam kebijakan energi nasional yang dibuat oleh pemerintah tentang panas bumi sebesar 5% untuk memenuhi kebutuhan energi nasional pada tahun 2025. Kewenangan pemerintah pusat dalam pengelolaan pertambangan panas bumi yaitu pemberian izin dan pengawasan pertambangan panas bumi pada wilayah lintas provinsi. Kewenangan provinsi dalam pengelolaan pertambangan panas bumi yaitu pemberian izin dan pengawasan pertambangan panas bumi di wilayah lintas kabupaten/kota. Kewenangan kabupaten/kota dalam pengelolaan pertambangan panas bumi yaitu pemberian izin dan pengawasan pertambangan panas bumi di kabupaten/kota; pemberdayaan masyarakat di dalam ataupun di sekitar wilayah kerja di kabupaten/kota. Persyaratan dan tahapan yang harus dipersiapkan oleh badan usaha dalam UU No. 27 Tahun 2003 telah menentukan tahapan-tahapan pengembangan kegiatan usaha penambangan panas bumi: Survey pendahuluan, Eksplorasi, Studi kelayakan, Eksploitasi dan Pemanfaatan. Saran yang diberikan peneliti adalah kebijakan yang dibuat pemerintah dalam memanfaatkan energi panas bumi sebagai pengganti energi fosil seharusnya lebih tinggi sebesar 10 % energi panas bumi di Indonesia sehingga dapat memenuhi kebutuhan energi nasional.
PENGATURAN PERIZINAN KEGIATAN USAHA
PENAMBANGAN PANAS BUMI
Oleh
Gigih Suci Prayudi
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Gigih Suci Prayudhi : Anak pertama dari empat bersaudara lahir dari pasangan Syahrul, S.E. dan Tati Yudhawati, S.E. mengenyam pendidikan Tk Aisyah Bustanul Al-fath tahun, SD N 1 Metro Pusat, SD N 6 Metro Pusat, SMP N 4 Gunung Sugih, SMA N 1 Gunung Sugih dan Lulus tanggal 13 Juni 2009 selanjutnya penulis yang sejak SMP bercita-cita menjadi penegak Hukum untuk mencapai itu penulis mendaftarkan diri pada seleksi PTN tanggal 1-2 Juli 2009 melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan mencantumkan pilihan pertama pada Fakultas Hukum Universitas Lampung Alhamdulillah pada 1 Agustus 2009 penulis diterima sebagai Mahasiswa Unila Fakultas Hukum.
Selama menjalani pendidikan tinggi di Fakultas Hukum di kampus Universitas Lampung penulis aktif dalam berbagai kegiatan mahasiswa anggota MPM U periode 2012-2013, Wakil Ketua 1 DPM U KBM Unila periode 2012-2013, Asisten pengacara publik di biro BKBH (Bidang Konsultasi dan Bantuan HUKUM) 2012-sekarang, Anggota MPM (MAJELIS PERWAKILAN MAHASISWA) 2011-2012, Anggota DMPF (DEWAN MAHASISWA PERWAKILAN FAKULTAS) perwakilan Fakultas Hukum 2011-2012, Kepala Departemen kaderisasi FOSSI Fak Hukum2011-2012, Pimpinan Redaktur WEH (Wahana Ekspresi Hukum) Fakultas Hukum 2011-2012, Anggota bidang eksternal PSBH (PUSAT STUDI dan BANTUAN HUKUM) 2011-2012, Staf Ahli Dagri BEM U Unila 2010-2011, kepala Biro Usaha Mandiri Fossi Fak Hukum 2010-2010-2011, Anggota KMB (KORPS MUDA BEM Universitas Lampung) 2009-2010, Anggota BIM (BADAN INTELEKTUAL MUDA) BEM Fakultas Hukum 2009-2010, Anggota FOSSI Fakultas Hukum 2009-2011, Anggota Mahkamah 2009-2010, Anggota PSBH (PUSAT STUDI dan BANTUAN HUKUM) 2009-2010.
Sebagai mahasiswa aktif, pelatihan yang pernah di ikuti:
Demokrasi Nirkekerasandalam Era Globalisasi (24 November 2010) di auditorium dam wisma atlet pahoman bandar lampung), Peserta TCT (Training Clon Tutor) dengan tema Tutor Berkualitas dan Berkomitmen Tinggi untuk membuat Generasi Qur'ani 2 Oktober 2010, Panitia seminar nasional seluruh indonesia dengan tema Korupsi Sebagai Bentuk Kejahatan Hak Asasi Manusia (17 Juni 2010), Lomba MCC (Mout Court Competition) di Universitas Indonesia/ peradilan semu nasional d universitas indonesia 05 Juni 2010 (saksi sandoro purba dan juru sumpah), Peserta FOR-CAP (Forum Calon Pemimpin dengan tema Kebersamaan Membangun Iklim Sosil Politik Dengan Generasi Muda Yang Fundamental, Berintelektual, Dan Bermasyarakat 14 Maret 2010, Peserta Surveyor dalam Pendataan Warga Dan Siswaa Miskin Bandar Lampung Yang Diadakan Oleh Walikota Bandar Lampung Drs.H. Herman HN, MM. 27 Desember 2010, Peserta PCM (Pesantren Cendikia Muslim) dengan tema Capai ketaqwaan dengan Al-quran 24-25 Desember 2009, Peserta Talk Show Pertamina Goes To Kampus Dengan Tema Cerdas Bersama Pertamina = Migas Untuk Negeri 28 Oktober 2009, Peserta OMMF (Orientasi Mujahid Muda Fossi Fak HUKUM) dengan tema Melalui Ommf Kita Kita Rekontruksi Paradigma Mahasiwa Menuju Generasi Yang Robbani 17 Oktober 2009, Panitia LKMMTM-SI (latihan kepimpinan menejemen tingkat menengah seluruh indonesia [lo]) 21 Maret 2009, Peserta LKMITD ( Latihan Kepemimpinan Manajemen Islam Tingkat Dasar) dengan tema Melalui LKMITD Kita Bentuk Pemimpin Yang Cerdas Dan Ber karakter 6-7 Maret 2010.
MOTO
“Teruslah Bergerak Buat Sejarah, Karena Diam Itu Bagiku Mati”
PERSEMBAHAN
Atas Ridho Allah SWT dan dengan segala kerendahan hati kupersembahkan
skripsiku ini kepada:
Kedua orang tuaku Syahrul, S.E. dan Tati Yudhawati, S.E.
Adik-Adikku tersayang Icar Minzarly, Alifia Anggeraini, Tasya Putri
Puan Faisol Rustam, Pakwan Saifullah, S.E., Ibutuan Haryati Putri, S.E.,
serta Alm iyang Agung Zubirman Hasan bin Rustam dan iyang edo Samsiah
Terimakasih untuk semua doa dan dukungannya dalam setiap
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil’alamin, Segala puji Bagi Allah SWT, Rabb semesta alam,
Sang Mengetahui dan Maha Melihat hamba-hambanya, Maha suci Allah, Dzat
pemilik atas seluruh ilmu tanpa batas. Dia-lah Penetap atas hukumnya yang Maha
Adil, Rabb yang Maha Mulia dan memuliakan kita diatas makhluk-Nya yang lain.
Rabb yang memberi kita jalan keluar dari keputusasaan.. Rabb yang Maha
Pengasih dan Penyayang...Yang menguasai segala sesuatu...Yang Maha
Berhendak... Yang Maha Memuliakan dan Menghinakan hamba-hamba yang
dikehendaki-NYA.
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan.?? (Ar
-Rahman:13) shalawat teriring salam senantiasa terlimpahkan kepada Baginda
Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan seluruh pengikutnya yang
senantiasa mengikuti jalan petunjuk-Nya. Amin. Hanya dengan kehendak-Nya
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaturan Perizinan Kegiatan Usaha Penambangan Panas Bumi” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
Bila masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk pengembangan dan
Dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari
berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung;
2. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H, selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi
Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu penulis
menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung;
3. Bapak Dr. Hieronymus Soerjatisnanta, S.H., M.H., selaku Pembimbing Satu
atas kesabaran dan kesediaan meluangkan waktu disela-sela kesibukannya,
mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan
kritik yang sangat berharga dalam proses penyelesaian skripsi ini;
4. Bapak Syamsir Syamsu, S.H., M.H., selaku Pembimbing Dua yang telah
bersedia untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya,
memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi
ini;
5. Bapak Dr. M. Akib, S.H., M.H., selaku Pembahas Satu, yang telah
memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;
6. Bapak Agus Triono, S.H., M.H., selaku Pembahas Dua, yang telah
memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;
7. Bapak F.X. Sumarja, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Akademik, yang
telah membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum
8. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang
penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta
segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi;
9. Segenap Murabbi tarbiyahku, Azmi Rahman Arif. S.H, Mochtar Hadi Saputra.
S.H, Prawoto. Spd, Agung Wibawa. S.Sos.I, M.Si., Dr. Dedy Hermawan,
S.Sos, M.Si., yang telah mengajarkanku begitu banyak tentang Ilmu Tauhid,
Aqidah dan Fiqih Islam selama ini. Semoga Allah membalas dengan
memberikan kepada kalian Jannahnya.
10.Teristimewa untuk kedua orangtuaku, Ibu Tati Yudhawati, S.E. dan Bapak
Syahrul, S.E. yang telah menjadi pahlawan terhebat dalam hidupku, yang tiada
hentinya melelahkan diri memberikan kasih sayang, semangat, dan doa yang
tak pernah putus untuk kebahagian dan kesuksesanku. Terimakasih atas
segalanya semoga kelak dapat membahagiakan, membanggakan, dan selalu
bisa membuat kalian tersenyum dalam kebahagiaan;
11.Kepada Puan Faisol Rustam, Pakwan Saifullah, S.E., Ibutuan Haryati, S.E,
terimakasih atas segalanya semoga kelak dinda dapat membahagiakan,
membanggakan, dan selalu bisa membuat kalian tersenyum dalam
kebahagiaan;
12.Adik-adikku tersayang Icar Minzarli, Alifia Anggeraini dan Tasya Putri yang
telah memberikan semangat dan motivasi serta untuk keceriaannya, tawa dan
tangis kecilnya. Semoga menjadi anak-anak yang bermanfaat dalam
melanjutkan estafet kebaikan untuk keluarga dimasa depan;
13.Sepupu-sepupuku Ajeng ayu saifa pratiwi, Nadia Febiola Pratiwi, Muhammad
alfurqon, yang senantiasa memberikan semangat dan dukungannya selama
ini. Semoga kelak kalian bisa menjadi anak-anak berguna bagi keluarga;
14.Kawan-Kawan SMP N 4 Gunung Sugih Yogi, ikbal, luther, aji, arif, hendri,
sunarto, andri, yulia, anis, alvi, arum, nova, novi kalian adalah kawan yang
memotivasi dalam menyelesaikan skripsi;
15.Kawan-kawan SMA N 1 Gunung Sugih agung, anjas, riko, andri, herul, dini,
rizki maysa, dwi vianida, siti mariani mutiara prima setia kalian adalah
kawan-kawan terbaik;
16.Teman seperjuangan Mabes Crew sekaligus Keluarga besar UKMF FOSSI FH
UNILA 2009, SM. Munawar Harun Alrasyid. S.H, Saputro Prayitno. S.H,
Muhammad Amin Putra. S.H, Sofyan Jailani. S.H, Syukri Romadhon. S.H,
Andhika Prayoga. S.H, Garda Arian Gunawan. S.H, Muhammad Yudho Safei,
S.H., Roni Septian Maulana, Pimal Ibrahim, Muhammad Gribaldi. S.H,
Hidayat Fadilah, Handi Alifta Mahendra, Riki Indra, Muhammad Faisal SF,
Raden Permata, M Tajudin, Ridho Abdilah Husin dan seluruh teman-teman
Fakultas Hukum’09 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan
dan kerjasamanya. Semoga kita semua sukses. Serta teruntuk Keluarga besar
UKMF FOSSI FH UNILA 2010-2013 serta para alumninya yang telah banyak
memberi inspirasi selama pendidikan di Fakultas Hukum ini;
17.Seluruh teman-teman KKN Tematik di Desa Negeri jumanten, Lampung
Timur, Winda yunika. S.H., Ita mayasari efendi, S.H, Handi Sihotang, S.H.
Agung, Dio, Gusti, Laili, Nuri, Dan, santoso;
18.Rekan-rekan seperjuangan di Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas
Alrasyid, Nurul Hidayati, Nofra, Nanik Pravita Sari, Dwi Guntoro, Dian
Arisetya, Ensya, Neneng, Roni Septian Maulana, Nurul Latifah, Ely Ulfa Sari,
Martini, Riko, Muhammad Yudho Syafe’i, Rulio, Chusna Nasution, Analia,
Wirna, Kartika, Ensya, Gamal Rizki, Gamal Rizki, Nur Halimah;
19.Keluarga besar UKMF PSBH, FOSSI FH UNILA, serta alumni pengurus
BEM UNILA “Kabinet Maju dan Berkarya”, yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung;
20.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan
dukungannya.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah
diberikan kepada penulis. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang
sederhana ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis
dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, 14 November 2013
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup ... 6
1.3 Tujuan dan... 7
1.4 Kegunaan Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan teoritis tentang perizinan... 9
2.1.1 Pengertian Perizinan ... 9
2.1.2 Unsur-Unsur Perizinan.……… 13
2.1.3 Objek Perizinan ……….... 14
2.1.4 Fungsi dan Tujuan Pemberian Izin ... 16
2.3.4 Bentuk dan Isi Izin ……….. 16
2.2 Energi Baru Terbarukan Panas Bumi... 18
2.2.1 Sumber Energi ... 18
2.2.2 Manfaat Energi Terbarukan Panas Bumi ... 20
2.2.3 Kelemahan dari Energi Terbarukan Panas Bumi ... 20
iii
2.3.1 Definisi Kegiatan Usaha Panas Bumi ... 24
2.3.2 Arah Kebijakan Energi Panas Bumi ...……….. 25
2.3.3 Kebijakan Energi Panas Bumi ...………... 27
2.3.4 Kedaulatan Energi Panas Bumi ……….. 28
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 32
3.2 Metode Penelitian ... 32
3.3 Sumber Data ... 33
3.4 Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 33
3.5 Analisis Data ...………. 33
BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Arah Kebijakan Energi Nasional Tentang Panas Bumi... 36
4.1.1 Perkembanagan Kebijakan Energi Nasional ... 41
4.1.2 Gambaran Umum Mengenai Potensi Panas Bumi... 47
4.1.3 Peluang dan Kendala Pengembanagn Panas Bumi... 52
4.1.4 Dampak Terhadap Terus Menerus di Eksplorasi Panas Bumi ... 55
4.1.5 Urgensi Perubahan Terhadap UU No. 27 Tahun 2003 ... 59
4.1.5.1 Kelemahan yang Terdapat dalam UU Panas Bumi ... 59
4.1.5.2 Bagian yang Harus di Revisi Dalam UU Panas Bumi ... 61
4.2 Kewenangan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Dalam Pemberian Izin Kegiatan Usaha Penambangan Panas Bumi ... 64
4.2.1 Sinkronisasi Antara UU Panas Bumi Dengan UU Pemda... 64
iv
4.2.3 Akibat Ketidak Sinkronan Kewenangan Dalam Memberikan Izin
Penambangan Panas Bumi... 74
4.2.4 Langkah Yang Harus Dilakukan Pemerintah guna memperbaiki sistem
Perizinan Panas Bumi ... 78
4.3 Persyaratan dan Tahapan Pengajuan Perizinan Kegiatan Usaha
Penambanagan Panas Bumi ... 82
4.3.1 Kelembagaan dalam perizinan kegiatan usaha penambangan
panas bumi ... 82
4.3.2 Persyaratan Umum Bagi Badan Usaha Dalam Mendapatkan Izin
Penambangan Panas Bumi ... 84
4.3.3 Alur Administrasi Dalam Pinjam Dan Pakai Kawasan Hutan
Untuk Survey dan Eksplorasi... ... 89
4.3.3.1 Persyaratan administrasi dalam peminjaman kawasan hutan
Untuk survey dan eksplorasi panas bumi... 90
4.3.3.2 Persyaratan Teknis Dalam Peminjaman Kawasan Hutan
Untuk Survey Dan Eksplorasi Panas Bumi ... 91
4.3.3.3 Prosedur Dalam Peminjaman Kawasan Hutan
Untuk Survey Dan Eksplorasi Panas Bumi... 91
4.3.3.4 Waktu dan biaya dalam peminjaman kawasan hutan
Untuk survey dan eksplorasi Panas Bumi... 92
4.3.4 Tahapan Pengajuan Pengembangan Panas Bumi ... .. 95
4.3.4.1 Tahapan Survey Pendahuluan ... 100
4.3.4.2 Tahapan Panitia Lelang Dalam Melelang Daerah Wilayah
v
4.3.4.3 Tahapan Eksplorasi Panas Bumi Oleh Badan Usaha ... 107
4.3.4.4 Tahapan Eksploitasi Panas Bumi Oleh Badan Usaha ... 108
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 109
5.1 Kesimpulan ... 109
5.2 Saran ... 111
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Potensi Energi Terbarukan yang ada di Indonesia ... 41
2. Status potensi energi panas bumi indonesia pada November 2009 .... 47
3. Data lokasi dan potensi panas bumi di provinsi lampung ... 49
4. Data Potensi Panas Bumi yang belum dimanfaatkan di Provinsi Lampung... 51
5. Tahapan Kegiatan Pengembangan Potensi PanasBumi di Provinsi Lampung... 57
6. Sinkronisasi Kewenangan memberikan Izin Berdasarkan UU 27 Tahun 2003... 66
7. Sinkronisasi Kewenangan berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 – PP 38 Tahun 2007... 67
8. Wilayah penugasan Survey Pendahuluan... 92
9. Matriks klasifikasi potensi energi panas bumi ... 97
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Konsep kebijakan energi nasional dan pembangunan nasional... 47
2. Status eksplorasi Lapangan panas bumi Indonesia tahun 2009.... 48
3. Alur pinjam pakai kawasan hutan untuk Kegiatan survey dan
eksplorasi... 90
4. Alur Kegiatan Operasional ... 94
5. Alur kegiatan penelitian dan Pengembangan Panas Bumi... 96
6. Alur pengusahaan Panas Bumi menurut UU No. 27 Tahun 2003
yang kegiatan Eksplorasi dilakukan oleh Pemerintah ... 99
7. Alur pengusahaan Panas Bumi menurut UU No. 27 Tahun 2003
yang kegiatan Eksplorasi dilakukan oleh badan usaha ... 99
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti
minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali
Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia
oleh para ahli energi diprediksi akan habis kurang lebih 20 tahun lagi.1 Untuk itu
perlu adanya alternative energi baru. Panas bumi adalah salah satu energi baru
yang sedang dikembangkan oleh para ahli, Panas Bumi adalah sebuah sumber
energi panas yang terdapat dan terbentuk di dalam kerak Bumi. Panas Bumi
adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan
batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya
tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem Panas Bumi dan untuk pemanfaatannya
diperlukan proses penambangan.2
Indonesia memiliki potensi sumber daya panas bumi sebesar 40% dari
potensi panas bumi yang ada di dunia yaitu berkisar 27.710 Mwe atau setara
dengan 219 Milyar barrel minyak bumi. Hingga saat ini dalam skala bauran energi
1
Siti sundari rangkuti, hukum lingkungan dan kebijaksanaan lingkungan nasional, airlangga university, surabaya, 2005, hlm 12-13
2
2
(energi mix) nasional, pemanfaatan panas bumi terutama untuk keperluan listrik
masih sangat kecil realisasi pengusahaannya yaitu sebesar 1.189 Mwe (sekitar 4,3
%), sedangkan target road map panas bumi sebesar 9.500 MW pada tahun 2025.3
Namun pemanfaatannya masih rendah, masih banyak pemikiran masyarakat
awam bahwa panas bumi itu berbahaya padahal justru sebaliknya energi panas
bumi merupakan energi bersih dan tidak mencemari lingkungan.
Dari total 29 gigawatt energi yang bisa dihasilkan, baru sekitar 1,2
gigawatt atau sekitar 4% yang baru dimanfaatkan oleh pemerintah. pemanfaatan
panas bumi relatif ramah lingkungan, terutama karena tidak memberikan
kontribusi gas rumah kaca, sehingga perlu didorong dan dipacu perwujudannya,
dan pemanfaatan panas bumi akan mengurangi ketergantungan terhadap bahan
bakar minyak sehingga dapat menghemat cadangan minyak bumi dan bahan
tambang lainnya. Penyelenggaraan kegiatan pertambangan Panas Bumi menganut
asas manfaat, efisiensi, keadilan, kebersamaan, optimasi ekonomis dalam
pemanfaatan sumber daya, keterjangkauan, berkelanjutan, percaya dan
mengandalkan pada kemampuan sendiri, keamanan dan keselamatan, kelestarian
fungsi lingkungan hidup, serta kepastian hukum termuat dalam Pasal 2 UU No.27
Tahun 2003 tentang Panas Bumi, Penyelenggaraan kegiatan pertambangan Panas
Bumi yang juga termuat dalam Pasal 3 UU No.27 Tahun 2003 tentang Panas
Bumi bertujuan:
3
3
a. mengendalikan pemanfaatan kegiatan pengusahaan Panas Bumi untuk
menunjang pembangunan yang berkelanjutan serta memberikan nilai tambah
secara keseluruhan; dan
b. meningkatkan pendapatan negara dan masyarakat untuk mendorong
pertumbuhan perekonomian nasional demi peningkatan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat.
Panas Bumi sebagai sumber daya alam yang terkandung di dalam Wilayah
Hukum Pertambangan Panas Bumi Indonesia merupakan kekayaan nasional, yang
dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Penguasaan Pertambangan Panas Bumi oleh Negara diselenggarakan oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Semua data dan informasi yang
diperoleh sesuai dengan ketentuan dalam IUP merupakan data milik negara dan
pengaturan pemanfaatannya dilakukan oleh Pemerintah.
Sesuai dengan UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, kewenangan
pemerintah pusat hanya menyediakan Wilayah Kerja Penambangan (WKP) panas
bumi untuk seterusnya diserahkan kepada pemda untuk melakukan tender dan
menetapkan pemenangnya. Berdasarkan UU panas Bumi, jika lapangan panas
bumi berada di kabupaten/kota maka WKP tersebut menjadi kewenangan bupati.
Sedangkan jika berada di antara dua kabupaten/kota (lintas kabupaten/kota), maka
menjadi kewenangan gubernur. Jika lapangannya berada di lintas provinsi, maka
menjadi kewenangan pemerintah pusat.4
4
4
Kegiatan operasional Panas Bumi meliputi:
a. Survei Pendahuluan;
b. Eksplorasi;
c. Studi Kelayakan;
d. Eksploitasi; dan
e. Pemanfaatan.
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangan
masing-masing melakukan Survei Pendahuluan dan/atau Pemerintah dapat
menugasi pihak lain untuk melakukan Survei Pendahuluan. Eksplorasi dapat
dilakukan oleh Pemerintah bisa juga dilakukan oleh Badan Usaha. Namun untuk
studi kelayakan dan eksploitasi sesuai pasal 10 UU No. 27 Tahun 2003 harus
dilakukan oleh badan usaha. Untuk Pemanfaatan Langsung yang berkaitan dengan
pemanfaatan energi Panas Bumi diatur dengan peraturan pemerintah sedangkan
Pemanfaatan tidak langsung yang berkaitan dengan pemanfaatan energi Panas
Bumi untuk pembangkit tenaga listrik untuk kepentingan umum atau kepentingan
sendiri dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di bidang ketenagalistrikan.5
Ketentuan mengenai luas Wilayah Kerja yang dapat dipertahankan pada
tahap Eksploitasi dan perubahan Luas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Panas
5
5
Bumi pada setiap tahapan Usaha Pertambangan Panas Bumi diatur dengan
peraturan pemerintah No 59 Tahun 2007.6
Data dari Menteri ESDM menyatakan sekitar 80% lokasi panas bumi di
Indonesia berasosasi dengan sistem vulkanik aktif, seperti Sumatera sebanyak 81
lokasi, Jawa 71 lokasi, Bali dan Nusa Tenggara 27 lokasi, Maluku 15 lokasi, dan
Sulawesi Utara tujuh lokasi. Sedangkan yang berada di lingkungan nonvulkanik
aktif, yaitu di Sulawesi sebanyak 43 lokasi, Bangka Belitung tiga lokasi.
Kalimantan tiga lokasi, dan Papua dua lokasi. Pemanfaatan Kecil Jika ditinjau
dari total potensi yang ada, pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia masih
sangat kecil, yaitu sekitar 3%. Pemanfaatan ini juga masih terbatas untuk
pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Sebagian besar PLTP pun masih
terkonsentrasi di Pulau Jawa (97%).
Issue di sektor pertambangan dan energi antara Lain :
a. Krisis kekurangan daya listrik
b. Rendahnya minat investor untuk menanamkan modal di bidang pertambangan
dan energi
c. Konflik/ kepentingan lahan antar sektor serta masyarakat
d. Persepsi masyarakat terhadap pengusahaan sumberdaya mineral adalah
merusak.
e. Lingkungan binaan masyarakat pada daerah rawan air dan rawan bencana
alam geologi.
f. Menurunnya daya dukungan lingkungan dalam pengembangan wilayah .
6
6
g. Pemberdayaan masyarakat dalam Pemanfaatan Energi dan sumber Mineral
belum maksimal
Selain issue diatas badan usaha juga mengalami hambatan dalam hal
perizinan penambangan panas bumi pemerintah berencana merevisi
undang-undang panas bumi nomor 27 tahun 2003 dilakukan karena DPR ingin
menghilangkan kata pertambangan dalam Undang-undang. Jika kata
"Pertambangan" masih ada, maka Kementerian Kehutanan masih memiliki hak
penuh terhadap izin lahan pengembangan panas bumi. saat ini Kementerian
kehutana masih memiliki kewenangan memberikan izin dan pelarangan terhadap
pihak yang akan melakukan eksploitasi pertambangan, sehingga dirasakan
banyaknya hambatan perizinan dengan dasar pasal 30 dalam Undang-undang
Kehutanan No 41 Tahun 2009, sedangkan menteri ESDM pun berhak meberikan
izin untuk mengeksploitasi dengan kewenangannya yang termuat dalam pasal 5
Undang-undang No 27 tahun 2003. Dengan adanya dua kewenangan pada dua
kementerian yang berbeda regulasi antara kementerian Energi Sumber Daya
Mineral dengan menteri Kehutanan dirasa semakin mempersulit dan
membingungkan Badan usaha dalam mendapatkan izin. Akibatnya eksploitasi
Panas bumi menjadi terhambat sehingga percepatan memperoleh energi
alternative pun semakin lama.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan terlebih dahulu, maka
penulis memberi judul “Pengaturan Perizinan Kegiatan Usaha Penambangan
Panas Bumi” untuk penelitian ini.
7
1. Bagaimanakah arah kebijakan energi nasional tentang panas bumi?
2. Bagaimana kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam perizinan
penambangan panas bumi?
3. Bagaimana tahapan dan persyaratan pengeluaran izin kegiatan usaha
penambangan panas bumi?
1.2.2 Ruang Lingkup
Ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini adalah arah kebijakan
energi nasional tentang panasbumi yan tertuang dalam Kebijakan Energi Nasional
(KEN) panas bumi sebagai pedoman dalam pengelolaan energi nasional, kewenangan
pemerintah pusat yang tertuang dalam UU No. 27 Tahun 2003 dan pemerintah
daerah dalam UU No. 32 Tahun 2004 ditingkat daerah khususnya Provinsi
Lampung, serta tahapan dan persyaratan pengeluaran izin kegiatan usaha
penambangan panas bumi baik dalam UU No. 32 Tahun 2009 dan meliputi
keilmuan bidang hukum yaitu Hukum Administrasi Negara.
1.3 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui arah kebijakan energi nasional tentang panas bumi
b. Untuk mengetahui pembagian kewenangan pemerintah pusat yang tertera
dalam UU No. 27 Tahun 2003 Tentang panas bumi dan pemerintah daerah dengan
UU No 32 Tahun 2004 dalam pemberian izin penambangan panas bumi.
c. Untuk mengetahui bagaimana tahapan dan persyaratan dikeluarkannya izin
kegiatan usaha penambangan penambangan panas bumi oleh pemerintah dalam
8
bidang pertambangan sesuai UU No. 27 tahun 2003, UU No. tentang panas bumi,
peraturan pemerintah Nomor 59 tahun 2007 tentang kegiatan usaha panas bumi,
peraturan menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 02 tahun 2009 tentang
pedoman penugasan survey pendahuluan.
1.4 Kegunaan penelitian
1.4.1 Kegunaan teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai
prosedur/ tahapan pengajuan perizinan oleh Badan Usaha sampai dengan
kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam mengeluarkan izin pertambangan
panas bumi dan akan mengetahui secara detail prosedur dikeluarkannya
pengelolaan izin pertambangan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
1.4.2 kegunaan praktis
Penelitian ini akan memberikan pengetahuan bagi semua pihak terutama terhadap
kebijakan pemerintah dalam mengeluarkan izin pertambangan panas bumi dan
sebagai bahan bacaan alternative dalam bidang hukum pertambangan Indonesia
terutama fakultas hukum untuk menambah wawasan dalam suatu kebijakan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Tinjauan Teoritis Tentang Perizinan 2.1.1 Pengertian Perizinan
Pembukaan UUD 1945 menetapkan dengan tegas tujan kehidupan
bernegara yang berdasarkan hukum, hal ini berarti bahwa hukum merupakan
supermasi atau tiada kekuasaan lain yang lebih tinggi selain hukum.Upaya
merealisasi Negara berdasarkan hukum dan mewujudkan kehidupan bernegara
maka hukum menjadi pengarah, perekayasa, dan perancang bagaimana bentuk
masyarakat hukum untuk mencapai keadilan. Berkaitan dengan hal tersebut perlu
adanya pembentukan peraturan dimana harus disesuaikan dengan perkembangan
masyarakat serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pengertian izin menurut devinisi yaitu perkenan atau pernyataan
mengabulkan. Sedangkan istilah mengizinkan mempunyai arti memperkenankan,
memperbolehkan, tidak melarang.Secara garis besar hukum perizinan adalah
hukum yang mengatur hubungan masyarakat dengan Negara dalam hal adanya
masyarakat yang memohon izin. Hukum perizinan berkaitan dengan Hukum
Publik Prinsip izin terkait dalam hukum publik oleh karena berkaitan dengan
10
persetujuan seperti halnya dalam pemberian izin khusus. Izin merupakan
perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang diaplikasikan dalam
peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ketentuan
perundang-undangan1.
Pengertian izin menurut devinisi yaitu perkenan atau pernyataan
mengabulkan. Sedangkan istilah mengizinkan mempunyai arti memperkenankan,
memperbolehkan, tidak melarang. Secara garis besar hukum perizinan adalah
hukum yang mengatur hubungan masyarakat dengan \ Negara dalam hal adanya
masyarakat yang memohon izin.
A). Perizinan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Dalam pengertian umum berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia,
perizinan diartikan sebagai hal pemberian izin. Sedangkan izin itu sendiri, dalam
kamus tersebut izin diartikan sebagai pernyataan mengabulkan (tidak melarang
dsb); persetujuan membolehkan. Dengan demikian, secara umum perizinan dapat
diartikan sebagai hal pemberian pernyataan mengabulkan (tidak melarang dsb)
atau persetujuan membolehkan.2
Dalam konteks yang lebih khusus yaitu dalam kamus istilah hukum, izin
(vergunning) dijelaskan sebagai perkenaan/izin dari pemerintah yang disyaratkan
untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi
yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak
dikehendaki.
1
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, hlm 57
2 Pusat Bahasa Depdikbud. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga.
11
b). Perizinan Menurut Undang-Undang
Di dalam Undang-undang no 32 tahun 2009 pada bab 1 tentang ketentuan
umum pada pasal 1 angka 35. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada
setiap orang yang melakukan usaha dan/ataukegiatan yang wajib amdal atau
UKL-UPL dalamrangka perlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup sebagai
prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. 36. Izin usaha dan/atau
kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha
dan/atau kegiatan.3
c). Perizinan Menurut Doktrin
1. N.M.Spelt dan J.B.J.M.Ten Berge, menyatakan bahwa secara umum izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau
peraturan pemerintah dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan
larangan perundang-undangan (izin dalam arti sempit). Berdasarkan pendapat
tersebut, dalam izin dapat dipahami bahwa suatu pihak tidak dapat melakukan
sesuatu kecuali diizinkan atau diberi izin. Artinya, kemungkinan seseorang
atau suatu pihak tertutup kecuali diizinkan oleh pemerintah. Dengan demikian
pemerintah mengikatkan perannya dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang
atau pihak yang bersangkutan.4
2. Van der Pot, menyatakan bahwa izin merupakan keputusan yang memperkenankan dilakukannya perbuatan yang pada prinsipnya tidak dilarang
oleh pembuat peraturan.5
3Di dalam Undang-undang no 32 tahun 2009 hal 7 pada bab 1 angka 35 dan 36
4
Pudyatmoko, Y. Sri. 2009. Perizinan. Problem dan Upaya Pembenahan. Jakarta : Grasindo. Hal : 7
5
12
3. Prajudi Atmosudirjo, menyatakan bahwa izin (vergunning) adalah penetapan yang merupakan dispensasi pada suatu larangan oleh undang-undang. Pada
umumnya pasal unadng-undang yang bersangkutan berbunyi, “dilarang tanpa
izin dan seterusnya.” Selanjutnya larangan tersebut diikuti dengan perincian
syarat-syarat, kriteria, dan sebagainya yang pelu dipenuhi oleh pemohon untuk
memperoleh dispensasi dari larangan, disertai dengan penetapan prosedur dan
petunjuk pelaksanaan (juklak) kepada pejabat-pejabat administrasi negara yang
bersangkutan.6
4. Syahran Basah, menyatakan bahwa izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal kongkrit
berdasarkan persyaratan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan.7
5. Bagir Manan, menyatakan bahwa izin dalam arti luas berarti persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperoleh
melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang.8
6. Ateng Syafrudin, menyatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh, atau sebagai
peniadaan ketentuan larangan umum dalam peristiwa kongkrit.9
6
13
2.1.2 Unsur-unsur perizinan
a. Instrumen yuridis
Izin merupakan instrument yuridis dalam bentuk ketetapan yang bersifat
konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau
mentapkan peristiwa konkret,sebagai ketetapan izin itu dibuat dengan ketentuan
dan persyaratan yang berlaku pada ketetapan pada umumnya;
b. Peraturan perundang-undangan
Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan hukum
permerintahan,sebagai tindakan hukum maka harus ada wewenang yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas legalitas,
tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah,oleh karena itu
dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang
yang diberikan oleh peraturan per UUan yang berlaku, karena tanpa adanya dasar
wewenang tersebut ketetapan izin tersebut menjadi tidak sah10.
c. Organ pemerintah
Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintah baik
di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.menurut sjahran basah,dari badan
tertinggi sampai dengan badan terendah berwenang memberikan izin;
d. Peristiwa kongkret
Izin merupakan instrument yuridis yang berbentuk ketetapan yang
digunakan oleh pemerintah dalam menghadapi peristiwa kongkret dan individual,
10
14
peristiwa kongkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang
tertentu , tempat tertentu dan fakta hukum tertentu11;
e. Prosedur dan persyaratan
Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang
ditentukan oleh pemerintah,selaku pemberi izin. Selain itu pemohon juga harus
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh
pemerintah atau pemberi izin.prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda
tergantung jenis izin, tujuan izin, dan instansi pemberi izin. Menurut soehino,
syarat-syarat dalam izin itu bersifat konstitutif dan kondisional, konstitutif, karena
ditentuakn suatu perbuatan atau tingkah laku tertentu yang harus (terlebih dahulu)
dipenuhi,kondisional, karena penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat serta
dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi12.
2.1.3 Objek Perizinan
1. BUMN
BUMN menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah badan usaha
yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
BUMN dapat pula berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan
barang atau jasa bagi masyarakat. Sejak tahun 2001 seluruh BUMN
dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh
11
Ibid Koesnadi Hardjasoemantri hal 59 12
15
seorang Menteri BUMN. BUMN di Indonesia berbentuk perusahaan perseroan,
perusahaan umum, dan perusahaan jawatan13.
2. BUMD
BUMD Adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh pemerintah daerah.
Kewenangan pemerintah daerah membentuk dan mengelola BUMD ditegaskan
dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah
dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom14.
3. SWASTA
Swasta dalam ekonomi suatu negara terdiri dari segala bidang yang tidak dikuasai
oleh pemerintah. Baik organisasi nirlaba maupun laba dapat termasuk swasta,
antara lain perusahaan, korporasi, bank, dan organisasi non-pemerintah lainnya,
termasuk juga karyawan yang tidak bekerja untuk pemerintah. Dalam sektor ini,
faktor-faktor produksi dimiliki oleh individual atau pribadi.
4. Koperasi/ Kelompok Masyarakat
Suatu perkumpulan yang beranggotakan orang- orang atau badan- badan yang
memberikan kebebasan masuk dan keluar menjadi anggota, dengan kerja sama
secara kekeluargaan menjalankan usaha, untuk mempertinggi kesejahteraan
anggotanya 15.
13
Dikutip dari I Made Arya Uatama, Sistem Hukum perizinan lingkungan Berwawasan
Lingkungan Hidup dalam Mewujudkan pembangunan Daerah yang berkelanjutan Disertasi, Unpad Bandung 2006, Hlm. 68
14
Ibid I Made Arya Uatama Hlm 69 15
16
2.1.4 Fungsi dan Tujuan pemberian izin
Selaku instrument pemerintah izin berfugsi selaku ujung tombak instrument
hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makur
itu dijelmakan. Mengenai tujuan perizinan secara umum adalah sebagai berikut :
f. Keinginan mengarahkan (mengendalikan sturen) aktivitas-aktivitas terentu
(misalnya izin bangunan);
g. Izin mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan);
h. Keinginan melindungi objek-objek tertentu (izin terbang,izin membongkar
pada monumen-monumen);
i. Izin hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di daerah padat
penduduk);
j. Izin memberikan pengarahan,dengan menyeleksi orang-orang dan
aktivitas-aktivitas (izin berdasarkan “drank en horecawet” dimana pengurus harus
memenuhi syarat-syarat tertentu).16
2.1.5 Bentuk dan Isi Izin
sesuai dengan sifnya,yang merupakan bagian dari ketetapan,izin selalu dibuat
dalam bentuk tertulis, sebagai ketetapan tertulis, secara umum izin memuat
hal-hal sebagai tersebut17:
1. Organ yang berwenang
dalam izin dinyatakan siapa yang memberikannya, biasanya dari kepala surat dan
penandantangan izin akan nyata organ mana yang memberikan izin.
16Pudyatmoko, Y. Sri. 2009. Perizinan. Problem dan Upaya Pembenahan. Jakarta
: Grasindo. Hal : 11
17
17
2. Yang dialamatkan
Izin ditujukan pada pihak yang berkepentingan, biasanya izin lahir setelah yang
berkepentingan mengajukan permohonan untuk itu, oleh karena itu keputusan
yang memuat izin akan dialamatkan pula kepada pihak yang memohon izin.
3. Dictum
Keputusan yang memuat izin,demi alasan kepastian hukum, harus memuat uraian
sejelas mungkin untuk apa izin itu diberikan.bagian keputusan ini, dimana
akibat-akibat hukum yang ditimbulkan oleh keputusan dinamakan dictum, yang
merupakan inti dari keputusan, memuat hak-hak dan kewajiban yang dituju oleh
keputusan itu.
4. Ketentuan-ketentuan, pembatasan-pembatasan dan syarat-syarat
Ketentuan ialah kewajiban-kewajiban yang dapat dikaitkan pada keputusan yang
menguntungkan. Pembatasan-pembatsan dalam izin member, memungkinan untuk
secara praktis melingkari lebih lanjut tindakan yang dibolehkan, pembatasan ini
merujuk batas-batas dalam waktu, tempat dan cara lain. Juga terdapat syarat,
dengan menetapkan syarat akibat-akibat hukum tertentu digantungkan pada
timbulnya suatu peristiwa dikemudian hari yang belum pasti, dapat dimuat syarat
18
5. Pemberi alasan
Pemberian alasan dapat memuat hal-hal seperti penyebutan ketentuan UU,
pertimbangan-pertimbangan hukum, dan penetapan fakta18.
6. Pemberitahuan-pemberitahuan tambahan
Pemberitahuan tambahan dapat berisi bahwa kepada yang dialamatkan
ditunjukkan akibat-akibat dari pelanggaran ketentuan dalam izin, seperti
sanksi-sanksi yang mungkin diberikan pada ketidakpatuhan. mungkin saja juga
merupakan petunjuk-petunjuk bagaimana sebaiknya bertidak dalam mengajukan
permohonan-permohonan berikutnya atau informasi umum dari organ
pemerintahan yang berhubungan dengan kebijaksanaannya sekarang atau
dikemudian hari.
2.2 Energi Baru Terbarukan Panas Bumi
Secara sederhana, energi adalah hal yang membuat segala sesuatu di
sekitar kita terjadi - kita menggunakan energi untuk semua hal yang kita lakukan.
Energi ada di semua benda: manusia, tanaman, binatang, mesin, dan
elemen-elemen alam (matahari, angin, air dsb). secara lebih ilmiah, energi menentukan
kapasitas di mana semua obyek yang ada harus melakukan tugasnya19.
2.2.1 Sumber Energi
Ada banyak sumber-sumber energi utama dan digolongkan menjadi dua
kelompok besar :
18
Ibid Pudyatmoko, Y. Sri Hal 37
19
19
1. Energi konvensional adalah energi yang diambil dari sumber yang hanya
tersedia dalam jumlah terbatas di bumi dan tidak dapat diregenerasi.
Sumber-sumber energi ini akan berakhir cepat atau lambat dan berbahaya bagi lingkungan.
2. Energi terbarukan adalah energi yang dihasilkan dari sumber alami seperti
matahari, angin, dan air dan dapat dihasilkan lagi dan lagi. Sumber akan selalu
tersedia dan tidak merugikan lingkungan.
Sumber-sumber energi konvensional tidak dapat tergantikan dalam waktu
singkat, itulah mengapa disebut dengan tidak terbarukan. Sumber-sumber energi
konvensional tidak ramah lingkungan; karena menimbulkan polusi udara, air, dan
tanah yang berdampak kepada Penurunan tingkat kesehatan dan standar hidup.
Energi terbarukan adalah sumber-sumber energi yang bisa habis secara alamiah.
Energi terbarukan berasal dari elemen-elemen alam yang tersedia di bumi dalam
jumlah besar, misal: matahari, angin, sungai, tumbuhan dsb20.
Energi terbarukan merupakan sumber energi paling bersih yang tersedia di
planet ini. Ada beragam jenis energi terbarukan, namun tidak semuanya bisa
digunakan di daerah daerah terpencil dan perdesaan. Tenaga Surya, Tenaga
Angin, Biomassa danTenaga Air adalah teknologi yang paling sesuai untuk
menyediakan energi di daerahdaerah terpencil dan perdesaan. Energi terbarukan
lainnya termasuk Panas Bumi dan Energi Pasang Surut adalah teknologi yang
tidak bisa dilakukan di semua tempat. Indonesia memiliki sumber panas bumi
yang melimpah; yakni sekitar 40% dari sumber total dunia. Akan tetapi
sumber-sumber ini berada di tempat-tempat yang spesifik dan tidak tersebar luas.
20
20
Teknologi energi terbarukan lainnya adalah tenaga ombak, yang masih dalam
tahap pengembangan21.
2.2.2 Manfaat energi terbarukan A. Tersedia secara melimpah
B. Lestari tidak akan habis
C. Ramah lingkungan (rendah atau tidak ada limbah dan polusi)
D. Sumber energi bisa dimanfaatkan secara
cuma-cuma dengan investasi teknologi yang sesuai
E. Tidak memerlukan perawatan yang banyak dibandingkan dengan
sumber-sumber energi konvensional dan mengurangi biaya operasi.
F. Membantu mendorong perekonomian dan menciptakan peluang kerja
G. 'Mandiri' energi tidak perlu mengimpor bahan bakar fosil dari negara
ketiga
H. Lebih murah dibandingkan energi konvensional dalam jangka panjang
Bebas dari fluktuasi harga pasar terbuka bahan bakar fosil
I. Beberapa teknologi mudah digunakan di tempat-tempat terpencil
J. Distribusi Energi bisa diproduksi di berbagai tempat, tidak tersentralisir22.
2.2.3 Kendala dari energi terbarukan
a. Biaya awal besar
b. Kehandalan pasokan Sebagian besar energi terbarukan tergantung kepada
kondisi cuaca.
c. Saat ini, energi konvensional menghasilkan lebih banyak volume yang bisa
21
d. Energi tambahan yang dihasilkan energi terbarukan harus disimpan,
karena infrastruktur belum lengkap agar bisa dengan segera menggunakan
energi yang belum terpakai, dijadikan cadangan di negara-negara lain
dalam bentuk akses terhadap jaringan listrik.
e. Kurangnya tradisi/pengalaman Energi terbarukan merupakan teknologi
yang masih berkembang
f. Masing-masing energi terbarukan memiliki kekurangan teknis dan
sosialnya send23
2.3 Sejarah Pertambangan Panas Bumi
Pertambangan Indonesia telah mengalami perkembangan dari berbagai
macam zaman, ada baiknya penulis terlebih dahulu memapaparkan secara singkat
sejarah Pertambangan Indonesia. Penetapan Hari Jadi Pertambangan dan Energi
diputuskan dalam Rapat Pimpinan (Rapim) DESDM yang berlangsung pada
tanggal 1 Nopember 2007 di Badan Geologi Bandung. diikuti oleh para Pejabat
Eselon I dan II DESDM dipimpin oleh Menteri Energi dan Surnber Daya Mineral.
Berdasarkan hasil penetapan tersebut. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
menyampaikan surat kepada Presiden No. 1349/04/ME~LS/2008 tanggal 26
Pebruari 2008 mengusulkan Hari Jadi Pertambangan dan Energi untuk ditetapkan
dalam Keputusan Presiden. Selanjutnya dengan Keputusan Presiden Repub1ik
Indonesia Nomor 22 tahun 2008 tanggal 27 September 2008 ditetapkan Hari Jadi
Pertambangan dan Energi adalah tanggal 28 September.24
22
Sejarah pertambangan dan energi sendiri di Indonesia dimulai dengan
kegiatan pertambangan yang dilakukan secara tradisional oleh penduduk dengan
seizin penguasa setempat atau tuan tanah. seperti, Raja, ataupun Sultan. Pada
tahun 1602 Pemerintah Kolonial Belanda membentuk VOC, mereka selain
menjual rempah-rempah juga mulai melakukan perdagangan hasil pertambangan,
pada tahun 1652 mulailah dilakukan penyelidikan berbagai aspek ilmu kealaman
oleh para ilmuwan dari Eropa.25 Pada tahun 1850 Pemerintah Hindia Belanda
membentuk Dienst van het Mijnwezen (Mijnwezenn-Dinas Pertambangan) yang
berkedudukan di Batavia untuk lebih mengoptimalkan penyelidikan geologi dan
pertambangan menjadi lebih terarah.26
Menjelang tahun 1920, sesuai dengan rencana Pemerintah Hindia Belanda
menjadikan Bandung sebagai ibukota Hindia Belanda, maka dilakukan persiapan
untuk memindahkan kantor Mijnwezen ke Bandung. Departement Burgerlijke Openbare Werken (Departemen Pekerjaan Umum) yang membawahi Mijnwezen
dan menempati Gedung Sate.27 Pada tahun 1922, lembaga Mijnwezen ini berganti
nama menjadi Dienst van den Mijnbouw.28 Pada Tahun 1928 Pemerintah Hindia
Belanda mulai membangun gedung Geologisch Laboratorium yang terletak di
jalan Wilhelmina Boulevard untuk kantor Dienst van den Mijnbouw dan
diresmikan pada tanggal 16 Mei 1929. selanjutnya gedung ini dipergunakan untuk
penyelenggaraan sebagian dari acara Pacific Science Congress ke IV. Gedung ini sekarang bernama Museum Geologi, yang berlamat di jalan Diponegoro No. 57
25
Perhapi. Mining Law Essentials. Perhapi, jakarta. 2011. Hlm. 4
23
Bandung.29 Dengan melewati berbagai zaman dengan segala kelebihan dan
kekurangannya pertambangan Indonesia sendiri memiliki corak pengelolaan yang
khas, seperti yang hak untuk mengelola lebih diberikan pada pihak asing dan
bangsa Indonesia sendiri hanya mendapatkan sedikit dari manfaat kekayaan perut
bumi Indonesia ini.
Beranjak pada paradigma baru kegiatan industri pertambangan modern
dewasa ini ialah mengacu pada konsep Pertambangan yang berwawasan
Lingkungan dan berkelanjutan. Yang dimaksud dengan asas berkelanjutan dan
bemawasan lingkungan adalah asas yang secara terencana mengintegrasikan
dimensi ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya dalam keseluruhan usaha
pertambangan mineral dan batubara untuk mewujudkan kesejahteraan masa kini
dan masa mendatang.
Indonesia berada di sabuk mineral (Rim of Fire) dengan potensi mineral
yang tinggi. Dan jika dibandingkan dengan negara lain di Asia, Indonesia
memimpin dalam produksi tembaga, emas, perak, nikel, timah dan batu bara.
Berdasarkan hasil Survey Pertambangan Indonesia yang dilakukan oleh PWC
(Price Waterhouse Coopers) tahun 2011, diperoleh gambaran bahwa dalam kurun waktu 2007 sampai 2011, secara umum produksi pertambangan Indonesia
mengalami kenaikan,30 Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan
kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau
batubara yang rneliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan
29
Loc.Cit. Perhapi. Hlm. 6
30
24
penjualan, serta kegiatan pascatambang.31 Menurut Pasal 34 Undang-undang
Noomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, usaha
pertambangan dikelompokkan atas :32
1. pertambangan batubara.
2. Pertambangan mineral radioaktif;
3. Pertambangan mineral logam;
4. Pertambangan mineral bukan logam; dan
5. Pertambangan batuan.
Sektor pertambangan, khususnya pertambangan mineral dan batubara,
mengalami bonanza atau masa puncak kejayaan pada era 2006 sampai dengan
akhir 2011 seiring dengan melambungnya harga minyak bumi dan motivasi dari
berbagai pihak untuk mencari dan memaksimalkan sumber energi selain minyak
dan gas bumi.33
2.4 Definisi Kegiatan Usaha Panas Bumi
Kegiatan usaha panas bumi adalah suatu kegiatan untuk menemukan
sumber daya panas bumi sampai dengan pemanfaatannya baik secara langsung
maupun tidak langsung yang meliputi kegiatan eksplorasi, studi kelayakan dan
eksploitasi.
31
Pasal 1 angka 1 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan.
32
Pasal 34 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
33
Nandang Sudrajat. Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum, Pustaka
25
2.5 Arah Kebijakan Energi panas Bumi
Pemerintah melalui menteri Energi Sumber Daya Mineral telah menentukan
Pokok-pokok Kebijakan Energi Nasional meliputi, arah kebijakan energi minyak
dan gas bumi, batubara, energi terbarukkan, energi terbarukkan bahan bakar
nabati (BBN), panas bumi, energi terbarukan surya, PLT tenaga laut dan arah
kebijakan energi terbarukan nuklir.
Lebih Khusus Pokok-pokok Kebijakan Energi Panas Bumi yaitu:
2. Meningkatkan ekplorasi panas bumi dan membuat perkiraan biaya yang
layak pada lokasi yang berbeda-beda.
3. Memastikan status tataguna lahan di hutan-hutan yang memiliki potensi
panas bumi.
4. Mengkaji implementasi peraturan perundang-undangan di sektor panas
bumi untuk mendekatkan sektor hulu dan hilir.
5. Melakukan penyempurnaan di dalam pengelolaan dan persyaratan tender
panas bumi, yang antara lain meliputi : Pendelegasian kepada PLN untuk
melaksanakan tender, pembagian resiko yang menguntungkan antara PLN
dan pengembang, harga jual dan mekanismenya serta pembinaan untuk
skala kecil dan penyehatan BUMN.
6. Meningkatkan kemampuan dalam negeri untuk mendukung kegiatan
26
2.6 Kebijakan Energi Panas Bumi
Pengembangan sumber panas bumi di Indonesia sebenarnya tergolong
sudah lama dilakukan. Berdasarkan catatan pengembangan sudah dilakukan sejak
jaman penjajahan Belanda. Pengembangan yang pertama dilakukan adalah
terhadap sumber panas bumi Kamojang, Garut, Jawa Barat. Hingga saat ini,
sumber panas bumi Kamojang masih bisa dimanfaatkan. Secara umum
pengembangan sumber panas bumi di Indonesia bisa dikelompokan ke dalam era
sebelum kemerdakaan, pra UU nomor 27 tahun 2003 dan era atau setelah
terbitnya UU nomor 27 tahun 2003. Saat usai kemerdekaan RI, pengembangan
sumber panas bumi bisa dikatakan berhenti atau tidak ada kegiatan.
Hal ini bisa dimaklumi karena, bangsa Indonesia ketika itu tengah
mengalam peperangan mempertahankan kemerdekaan. Pengembangan panas
bumi mulai dilakukan lagi pada tahun 1970-an atau era pra UU nomor 27 tahun
2003. Kegiatan pengembangan panas bumi berlangsung cukup intensif dengan
dikeluarkannya Keppres nomor 16 tahun 1974. Keppres ini menugaskan
Pertamina (saat itu belum ada UU Migas) untuk melaksanakan survei dan
eksplorasi sumber daya panas bumi khususnya di Jawa dan Bali. Sedang untuk
survei dan eksplorasi di luar Jawa-Bali dilakukan oleh pemerintah yang dilakukan
oleh Direktorat Vulkanologi. Survei dilakukan di pegunungan Kerinci Jambi dan
Lahendong, Sulawesi Utara. Kemudian pada tahun 1981 dikeluarkan Keppres
nomor 22 tahun 1981 dan Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi nomor
27
Berdasarkan ketentuan ini Pertamina diberi Kuasa Pengusahaan eksplorasi
dan eksploitasi sumber daya panas bumi di seluruh Indonesia untuk
membangkitkan listrik dan wajib menjual energi listrik yang dihasilkan kepada PT
PLN (Persero). Selain itu juga berlaku pula UU No. 44 Tahun 1960 dan UU No.
8 Tahun 1971. Pengeculian adalah dalam hal Pajak Perseroan dan Pajak Bunga,
Deviden dan Royalty. Ketentuan ini juga mengatur pajak pengusahaan sumber
daya panas bumi yaitu pajak 46 persen dari penerimaan bersih usaha hasil
pelaksanaan pengusahaan sumber daya panas bumi. Pada saat ini Pertamina
bersama kontraktor tergolong intensif melakukan eksplorasi sumber panas bumi.
Pada tahun 1991, pemerintah mengeluarkan Keppres No. 45 Tahun 1991 sebagai
penyempurnaan Keppres No. 22 Tahun 1981. Selain itu juga dikeluarkan Keppres
No. 49 tahun 1991 yang mencabut Keppres No. 22 Tahun 1981.
Berdasarkan ketentuan ini Pertamina dapat menjual energi uap atau listrik
hasil pengusahaan sumber daya panas bumi kepada PT PLN (Persero), instansi
lain, badan usaha nasional lain yang berstatus badan hukum termasuk koperasi.
Adapun pajak pengusahaan sumber daya panas bumi sebesar 34 persen dari
penerimaan bersih usaha hasil pelaksanaan pengusahaan sumber daya panas bumi.
Selanjutnya pada tahun 2000 dikeluarkan Keppres No. 76 Tahun 2000 yang
mencabut Keppres nomor 22 tahun 1981 dan Keppres No. 45 Tahun 1991.
Ketentuan yang lahir di era reformasi ini mencabut monopoli pengusahaan panas
bumi oleh Pertamina. Perlakuan sama terhadap semua pelaku bisnis geothermal di
Indonesia. Sedang untuk pajak masih berlaku ketentuan lama sebelum ada
28
Sebelum diberlakukan UU No. 27 Tahun 2003 diawali dengan
diterbitkannya KUBE tahun 1998 yang mengatur diversifikasi energi dan
intensifikasi pencarian sumber energi. Berdasarkan KUBE 1998 dilahirkan
Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2003. Pada sisi pengaturan Kebijakan Industri
Hulu dilakukan dengan meningkatkan inventarisasi dan evaluasi potensi melalui
eksplorasi secara intensif untuk mengubah status potensi sumber daya spekulatif
dan hipotetik menjadi cadangan terduga, mungkin dan terbukti. Pada tahun 2003
DPR dan Pemerintah berhasil menyelesaikan UU No. 27 Tahun 2003 tentang
Panas Bumi. Materi penting dari UU ini adalah memberikan kewenangan, peran
aktif dan peluang yang lebih besar kepada daerah untuk dapat mengelola sumber
daya panas bumi (aspek legislasi, perijinan dan pengawasan). Selain itu juga
diatur melalui peraturan turannnya bahwa pengusahaan sumber melalui proses
lelang Wilayah Kerja Panasbumi (WKP) sebelum mendapat Ijin Usaha
Pengusahaan (IUP).34
2.7 Kedaulatan Energi Panas Bumi
Pada tahun 2003 DPR dan Pemerintah berhasil menyelesaikan UU nomor
27 tahun 2003 tentang Panas Bumi. Materi penting dari UU ini adalah
memberikan kewenangan, peran aktif dan peluang yang lebih besar kepada daerah
untuk dapat mengelola sumber daya panas bumi (aspek legislasi, perijinan dan
pengawasan). Selain itu juga diatur melalui peraturan turannnya bahwa
pengusahaan sumber melalui proses lelang Wilayah Kerja Panasbumi (WKP)
sebelum mendapat Ijin Usaha Pengusahaan (IUP).
34
29
Pada tahun 2005, melalui Strategi Pengelolaan Energi pada
Pengembangan Industri Energi Nasional 2005 ditegaskan mengenai peningkatan
keamanan pasokan energi. Selain itu juga ditetapkannya target peningkatan
kontribusi sumber daya panas bumi dalam sasaran bauran energi nasional dari 2
persen pada tahun 2005 menjadi 5 persen (9500 Mwe) pada tahun 2025.
Kemudian, berbagai ketentuan dikeluarkan pemerintah untuk mendorong
pengembangan potensi sumber daya panas bumi. Seperti Permen ESDM nomor
005/2007 dan Permen ESDM No. 2/2009 mengenai penugasan Survei
Pendahuluan oleh Menteri kepada badan usaha yang dilaksanakan atas biaya dan
resiko sendiri. Permen ESDM No. 11/2008 tentang Tata Cara Penetapan WKP
Panas Bumi. Permen ESDM No.14/2008 tentang Harga Patokan Penjualan
Tenaga Listrik dari PLTP. Permen ESDM No. 269-12/26/600.3/2008 tentang
Biaya PokokPenyediaan Tenaga Listrik tahun 2008 yang disediakan oleh PT
PLN. Permen ESDM No. 05/2009 mengenai Pedoman Harga Pembelian Tenaga
Listrik oleh PT PLN dari Koperasi atau badan usaha lain. Serta Permen ESDM
nomor 11/2009 mengenai Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Panas
Bumi.
Secara umum, berdasarkan UU Panas Bumi dan beberapa Permen tersebut
memberikan kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah. Baik itu
menyangkut perijinan maupun aspek legilasi. Oleh sebab itu pemerintah daerah
dituntut menyiapkan Sumber Daya Manusia yang memadai guna menjalankan
pengawasan maupun pembinaan. Sedang pada Permen ESDM No. 11/2009
memuat mengenai jaminan kesungguhan yang besarnya sebesar 10 miliar dolar
30
perusahaan yang mengajukan ijin untuk mengembangkan panas bumi.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah memiliki kewenangan melakukan Survei
Pendahuluan (termasuk eksplorasi), perijinian, pembinaan dan pengawasan usaha
panas bumi sesuai kewenangan masing-masing. Hal ini bertujuan untuk
mendapatkan data yang dijadikan dasar penetapan WKP Oleh Menteri ESDM.
Selanjutnya, WKP inilah yang proses pelelangannya dilakukan oleh Pemerintah
Daerah. Untuk WKP yang berada di lokasi Kabupaten/Kota dilakukan Pemerintah
Kabupaten/Kota. Untuk yang berlokasi di antara wilayah Kabupaten/Kota
dilakukan Pemerintah Provinsi. Selanjutnya untuk yang berlokasi diantara dua
Provinsi dilakukan oleh Pemerintah Pusat.
Secara umum Penetapan WKP Panas bumi sebagaimana diatur dalam
Permen ESDM No. 11 tahun 2008 meliputi tingkat penyelidikan dan status lahan.
Tingkat penyelidikan bertujuan untuk mendapatkan data sudah dapat mendeliniasi
gambaran awal sistem panas bumi yang meliputi sumber panas, reservoir (luas
dan kedalaman), batuan tertutup, sifat fisik dan kimia fluida (temperatur dan unsur
kimia) dan daerah recharge dan discharge. Mengenai status lahan (tata ruang dan
penggunaan lahan) bahwa diluar kawasan konservasi (Taman Nasional) dan
daerah terlarang lainnya menurut Undang-Undang yang berlaku.
Selain melakukan Survei Pendahuluan, pemerintah juga memiliki hak
untuk menugaskan pihak lain untuk melakukan Survei Pendahuluan. Pada
dasarnya Survei Pendahuluan ini merupakan right Pemerintah, artinya bisa
diberikan kepada pihak lain atau dilakukan sendiri. Beberapa indikasi sumber
daya panas bumi di beberapa daerah telah diberikan kepada pihak lain untuk
31
berupa Survei Geologi, Geokimia dan Geofisika bisa didapatkan gambaran awal
sistem panas bumi. Baik itu mengenai dimensi reservoir, suhu atau temperatur
fluida dsbnya. Ini menunjukan bahwa manifestasi permukaan merupakan path
finder tentang keberadaan reservoir. Artinya, keberadaan sumber panas bumi
ditandai beberapa manifestasi dipermukaannya. Misalnya, jika ada sumber air
panas permukaan maka besar kemungkinan dibawah permukaan terdapat sumber
panas bumi.
Oleh sebab itu keberadaan sumber panas bumi sangat berbeda dengan
minyak dan gas bumi. Umumnya, keberadaan sumber daya migas lebih sulit di
duga dibanding sumber panas bumi. Antara terbentuk, terkumpul maupun
keberadaan migas memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi untuk mencarinya
dibanding sumber panas bumi. Asal sumber panas bumi tergolong dewasa, tidak