• Tidak ada hasil yang ditemukan

THE STUDY PHYSICOCHEMICAL AND ORGANOLEPTIC CHARACTERISTIC OF INSTANT ARTIFICIAL RICE PROCESSED FROM HEAT – MODIFIED PURPLE SWEET POTATO FLOUR KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK BERAS TIRUAN INSTAN DARI TEPUNG UBI JALAR UNGU TERMODIFIKASI FISIK SECA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "THE STUDY PHYSICOCHEMICAL AND ORGANOLEPTIC CHARACTERISTIC OF INSTANT ARTIFICIAL RICE PROCESSED FROM HEAT – MODIFIED PURPLE SWEET POTATO FLOUR KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK BERAS TIRUAN INSTAN DARI TEPUNG UBI JALAR UNGU TERMODIFIKASI FISIK SECA"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

THE STUDY PHYSICOCHEMICAL AND

ORGANOLEPTIC CHARACTERISTIC OF INSTANT

ARTIFICIAL RICE PROCESSED FROM HEAT

MODIFIED

PURPLE SWEET POTATO FLOUR

By

ZUKRYANDRY

The main component of purple sweet potato flour is starch. This sweet potato starch, as other native starches has some disadvantages when applied in food products. One method to improve the starch characteristics is through physical modification using heat treatment. This study was proposed to determine the effect of different heating on the characteristics of purple sweet potato flour and its instan artificial rice. This experiment was arranged in a complete randomized block design with single factor and 4 replications. The treatment was heating time at 90°C for 0, 15, 30, 45, 60, and 75 minutes. The parameters observed were starch and amylose content of modified purple sweet potato flour. Other observations were the bulk density, water absorption index, water solubility index of raw artificial instant rice, and sensory properties of cooked instant artificial rice. The best cooked instant artificial rice was analyzed further for its dietary fiber, volatile components, hardness, the morphological structure using SEM, anthocyanin content and calor/energy value. The results showed that heat treatment for 30 minute applied on fresh purple sweet potatoes before they are precessed into flour gave the best instant rice characteristics. These characteristics were described as liked slightly, and contained 9.93 % moisture, 0.26 % ash, 2.65 % protein, 0.88 % fat, 179.09 cal /g, of 3.92 % dietary fiber, 411,67 g hardness and 32.81 mg/100 g of anthocyanin.

(2)

ABSTRAK

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK

BERAS TIRUAN INSTAN DARI TEPUNG UBI JALAR UNGU

TERMODIFIKASI FISIK SECARA PEMANASAN

Oleh ZUKRYANDRY

Komponen utama dalam tepung ubi jalar ungu adalah pati. Sebagaimana pati alami dari sumber lainnya, pati ubi jalar mempunyai beberapa kelemahan terutama adalah tekstur ketika diaplikasikan dalam produk olahan. Salah satu metode untuk memperbaiki karakteristik pati adalah dengan cara modifikasi fisik secara pemanasan, sehingga pati akan tergelatinisasi sebagian, terdegradasi atau terfragmentasi menjadi polimer yang lebih pendek rantainya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama pemanasan pada proses modifikasi terhadap kandungan pati dan amilosa tepung ubi jalar ungu dan mengetahui pengaruh lama pemanasan pada proses modifikasi terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik beras tiruan instan berbahan baku tepung ubi jalar ungu yang telah dimodifikasi. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan faktor tunggal 4 ulangan. Faktor tunggal yang diuji berupa suhu pemanasan 90°C selama 0, 15, 30, 45, 60, dan 75 menit. Pengamatan yang dilakukan adalah kadar pati dan kadar amilosa tepung ubi jalar ungu tergelatinisasi sebagian, analisis densitas kamba, Indeks Penyerapan Air (IPA) dan Indeks Kelarutan Air (IKA), dan sifat sensori (beras ubi jalar ungu dan nasi ubi jalar ungu). Beras ubi jalar terbaik dilakukan analisis proksimat, analisis nilai kalori, kadar serat pangan, analisis komponen volatil, analisis tingkat kekerasan, analisis morfologi struktur granula tepung menggunakan SEM dan analisis kadar antosianin. Hasil penelitian menunjukkan beras tiruan instan perlakuan pemanasan pada suhu 90oC selama 30 menit memiliki skor penerimaan keseluruhan agak disukai, kadar air 9.93 %, kadar abu 0.26 %, kadar protein 2.65 %, kadar lemak 0.88 %, nilai kalori/energi 179.09 kal/g, kadar serat pangan 3.92 %, kekerasan 411,67g dan kadar antosianin 32,81 mg/100 g.

(3)

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK

BERAS TIRUAN INSTAN DARI TEPUNG UBI JALAR UNGU

TERMODIFIKASI FISIK SECARA PEMANASAN

Oleh ZUKRYANDRY

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAINS

pada

Program Pascasarjana Magister Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rajabasa, Bandar Lampung pada tanggal 4 Desember 1977. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara buah hati pasangan Bapak H. Tarbin Syukri B.A (alm) dan Ibu Hj. Zainuba Muslimin.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Sejahtera IV pada tahun 1986, Sekolah Dasar di SD Sejahtera IV Bandar Lampung pada tahun 1992, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Tanjung Karang pada tahun 1995, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Tanjung Karang pada tahun 1998.

(8)

SANWACANA

Alhamdulillahi rabbil„aalamiin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat, petunjuk serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul “Kajian Sifat Fisikokima dan Organoleptik Beras Tiruan Instan dari Tepung Ubi Jalar Ungu Termodifikasi Fisik Secara Pemanasan”. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Ir. Siti Nurdjanah, M.Sc., Ph.D., selaku pembimbing pertama dan

pembimbing akademik atas saran dan bimbingannya dalam proses penelitian dan penyelesaian tesis penulis.

2. Ibu Ir. Neti Yuliana, M.Si., Ph.D., selaku pembimbing kedua dan Ketua Program Studi Magister Teknologi Industri Pertanian atas saran dan bimbingannya dalam proses penelitian dan penyelesaian tesis penulis.

3. Bapak Dr. Ir. Subeki, M.Si, M.Sc., selaku pembahas atas saran, bimbingan dan evaluasinya terhadap karya tesis penulis.

4. Bapak Dr. Ir. Suharyono, AS, M.S., atas saran dan bimbingan terhadap karya tesis penulis.

5. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pengajar, staf administrasi dan Pranata Laboratorium Pendidikan di Program Studi Magister Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

(9)

dan menyelesaikan tesis.

8. Seseorang yang selama ini telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan tesis.

9. Keluarga besar Magister Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung khususnya angkatan 2012, Bapak-bapak, Ibu-ibu, kakak-kakak, mbak-mbak, dan adik-adik angkatan atas bantuan dan kebersamaannya selama ini.

Penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala amal dan kebaikan semua pihak di atas dan tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak terkait. Aamiin.

Bandar Lampung, Juni 2014 Penulis,

(10)

DAFTAR ISI

D. Karakteristik Tepung Ubi Jalar Ungu ... 13

E. Karbohidrat Ubi Jalar ... 14

(11)

10. Analisis Tingkat Kekerasan ... 44

11. Analisis Morfologi Struktur Granula Tepung ... 44

12. Analisis Kadar Antosianin ... 45

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu ... 46

B. Analisis Kadar Pati dan Analisis Kadar Amilosa ... 49

C. Proses Pembuatan Beras Berbahan Baku Tepung Ubi Jalar Ungu ... 55

D. Analisis Beras Ubi Jalar Ungu ... 57

1. Analisis Densitas Kamba ... 57

2. Analisis Indeks Penyerapan Air (IPA) dan Indeks Kelarutan Air (IKA) ... 59

E. Uji Organoleptik ... 63

1. Warna ... 64

2. Aroma ... 70

3. Tekstur ... 75

4. Penerimaan Keseluruhan ... 77

5. Penentuan Formulasi Terbaik ... 82

F. Analisis Proksimat dan Nilai Kalori ... 86

G. Analisis Kadar Serat Pangan ... 91

H. Analisis Komponen Volatil... 92

I. Analisis Tingkat Kekerasan ... 96

J. Analisis Morfologi Struktur Granula Tepung Beras Ubi Jalar ... 97

K. Analisis Kadar Antosianin ... 101

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 104

B. Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 106

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data produksi ubi jalar menurut Kabupaten/Kota di Provinsi

Lampung Tahun 2009-2012 (dalam ton) ... 8

2. Kandungan Gizi Ubi Jalar Ungu ... 11

3. Komposisi Kimia Tepung Ubi Jalar Ungu ... 12

4. Perbandingan Amilosa dan Amilopektin ... 17

5. Perlakuan Lama Pemanasan terhadap Kadar Pati dan Kadar Amilosa Tepung Ubi Jalar Ungu ... 50

6. Perlakuan Lama Pemanasan terhadap Densitas Kamba Beras Ubi Jalar Ungu ... 57

7. Perlakuan Lama Pemanasan terhadap Indeks Penyerapan Air (IPA) dan Indeks Kelarutan Air (IKA) Beras Ubi Jalar Ungu ... 60

8. Uji Duncan (DNMRT) Perlakuan Lama Pemanasan terhadap Warna Beras Ubi Jalar Ungu (Uji Hedonik) ... 64

9. Uji Duncan (DNMRT) Perlakuan Lama Pemanasan terhadap Warna Beras Ubi Jalar Ungu (Uji Skoring)... 66

10. Uji Duncan (DNMRT) Perlakuan Lama Pemanasan terhadap Warna Nasi Ubi Jalar Ungu (Uji Hedonik) ... 66

11. Uji Duncan (DNMRT) Perlakuan Lama Pemanasan terhadap Warna Nasi Ubi Jalar Ungu (Uji Skoring) ... 67

12. Uji Duncan (DNMRT) Perlakuan Lama Pemanasan terhadap Aroma Beras Ubi Jalar Ungu (Uji Hedonik) ... 71

(13)

14. Uji Duncan (DNMRT) Perlakuan Lama Pemanasan terhadap

Aroma Nasi Ubi Jalar Ungu (Uji Hedonik) ... 72 15. Uji Duncan (DNMRT) Perlakuan Lama Pemanasan terhadap

Aroma Nasi Ubi Jalar Ungu (Uji Skoring) ... 73 16. Uji Duncan (DNMRT) Perlakuan Lama Pemanasan terhadap

Tekstur Nasi Ubi Jalar Ungu (Uji Hedonik) ... 76 17. Uji Duncan (DNMRT) Perlakuan Lama Pemanasan terhadap

Tekstur Nasi Ubi Jalar Ungu (Uji Skoring) ... 76 18. Uji Duncan (DNMRT) Perlakuan Lama Pemanasan terhadap

Penerimaan Keseluruhan Beras Ubi Jalar Ungu (Uji Hedonik) .... 79 19. Uji Duncan (DNMRT) Perlakuan Lama Pemanasan terhadap

Penerimaan Keseluruhan Beras Ubi Jalar Ungu (Uji Skoring) ... 80 20. Uji Duncan (DNMRT) Perlakuan Lama Pemanasan terhadap

Penerimaan Keseluruhan Nasi Ubi Jalar Ungu (Uji Hedonik) ... 80 21. Uji Duncan (DNMRT) Perlakuan Lama Pemanasan terhadap

Penerimaan Keseluruhan Nasi Ubi Jalar Ungu (Uji Skoring) ... 81 22. Tabulasi Data Hasil Uji Fisikokimia terhadap Tepung Ubi Jalar

Ungu ... 83 23. Tabulasi Data Hasil Uji Organoleptik Metode Hedonik

Terhadap Beras Ubi Jalar Ungu... 83 24. Tabulasi Data Hasil Uji Organoleptik Metode Skoring Terhadap

Beras Ubi Jalar Ungu ... 84 25. Tabulasi Data Hasil Uji Organoleptik Metode Hedonik

Terhadap Nasi Ubi Jalar Ungu ... 84 26. Tabulasi Data Hasil Uji Organoleptik Metode Skoring Terhadap

Nasi Ubi Jalar Ungu ... 85 27. Data Hasil Analisis Proksimat terhadap Beras Ubi Jalar Ungu .... 86 28. Hasil Analisis GC-MS Komponen Volatil Beras Ubi Jalar Ungu

Formulasi Terbaik (Pemanasan 30 Menit) ... 93 29. Data Kurva Kalibrasi Larutan Amilosa Standar menggunakan

Alat Spektrofotometer UV-Vis Merk HACH DR/2010 ... 115 30. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Kadar Pati

(14)

31. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Kadar

Amilosa Tepung Ubi Jalar Ungu... ... 118 32. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Densitas

Kamba Beras Ubi Jalar Ungu... ... 120 33. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Indeks

Penyerapan Air (IPA) Beras Ubi Jalar Ungu... 122 34. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Indeks

Kelarutan Air (IKA) Beras Ubi Jalar Ungu... .... 124 35. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Warna

Beras Ubi Jalar Ungu (Uji Hedonik)... ... 126 36. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Warna

Beras Ubi Jalar Ungu (Uji Skoring)... ... 128 37. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Warna Nasi

Ubi Jalar Ungu (Uji Hedonik)... ... 130 38. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Warna Nasi

Ubi Jalar Ungu (Uji Skoring)... ... 132 39. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Aroma

Beras Ubi Jalar Ungu (Uji Hedonik)... ... 134 40. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Aroma

Beras Ubi Jalar Ungu (Uji Skoring)... ... 136 41. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Flavor Nasi

Ubi Jalar Ungu (Uji Hedonik)... ... 138 42. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Flavor Nasi

Ubi Jalar Ungu (Uji Skoring)... ... 140 43. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Tekstur

Nasi Ubi Jalar Ungu (Uji Hedonik)... ... 142 44. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Tekstur

Nasi Ubi Jalar Ungu (Uji Skoring)... ... 144 45. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Penerimaan

Keseluruhan Beras Ubi Jalar Ungu (Uji Hedonik)... . 146 46. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Penerimaan

(15)

47. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Penerimaan Keseluruhan Nasi Ubi Jalar Ungu (Uji Hedonik)... ... 150 48. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Penerimaan

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Alur Pengembangan Konsumsi Pangan ... 6

2. Pohon Industri Ubi Jalar ... 10

3. Struktur Kimia Amilosa (A) dan Amilopektin (B) ... 16

4. Perubahan Granula Pati selama Pengolahan ... 19

5. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu ... 27

6. Diagram Alir Proses Pembuatan Beras Tiruan Instan dari Tepung Ubi Jalar Ungu ... 29

7. Ubi Jalar Ungu Varietas Ayamurasaki ... 46

8. Ubi Jalar Ungu Hasil Perlakuan ... 47

9. Tepung Ubi Jalar Ungu ... 49

10. Kurva Kalibrasi Amilosa Standar ... 50

11. Beras Ubi Jalar Ungu ... 56

12. Histogram Perlakuan Lama Pemanasan terhadap Warna Beras Ubi Jalar Ungu ... 64

13. Histogram Perlakuan Lama Pemanasan terhadap Warna Nasi Ubi Jalar Ungu ... 65

14. Histogram Perlakuan Lama Pemanasan terhadap Aroma Beras Ubi Jalar Ungu ... 70

(17)

16. Histogram Perlakuan Lama Pemanasan terhadap Tekstur Nasi

Ubi Jalar Ungu………. ... 75

17. Histogram Perlakuan Lama Pemanasan terhadap Penerimaan Keseluruhan Beras Ubi Jalar Ungu ... 78

18. Histogram Perlakuan Lama Pemanasan terhadap Penerimaan Keseluruhan Nasi Ubi Jalar Ungu ... 79

19. Hasil Analisis GC-MS Komponen Volatil Beras Ubi Jalar Ungu Formulasi Terbaik (Pemanasan 30 Menit) ... 95

20. Scanning Electron Microscope (SEM) Granula Pati Ubi Jalar Ungu Pemanasan 30 Menit pada Berbagai Perbesaran ... 98

21. Scanning Electron Microscope (SEM) Granula Tepung Ubi Jalar Ungu Pemanasan 30 Menit pada Berbagai Perbesaran ... 98

22. Scanning Electron Microscope (SEM) Granula Tepung Beras Ubi Jalar Ungu Pemanasan 30 Menit pada Berbagai Perbesaran……… ... 99

23. Sortasi Ubi Jalar Ungu Ayamurasaki ... 154

24. Pencucian Ubi Jalar ... 154

25. Pengupasan Ubi Jalar ... 155

26. Pengirisan Ubi Jalar ... 155

27. Proses Gelatinisasi Sebagian ... ... 156

28. Proses Pengeringan ... 156

29. Proses Penepungan ... 157

30. Proses Pengemasan ... 157

31. Penimbangan Sampel ... 158

32. Penyiapan Larutan Kimia ... 158

33. Pengadukan Sampel ... 159

34. Sentrifugasi Sampel ... 159

(18)

36. Pengamatan Spektroofotometer UV-Vis ... 160

37. Uji Organoleptik (Hedonik)... 161

38. Uji Organoleptik (Skoring) ... 161

39. Penimbangan Tepung Ubi Jalar ... 162

40. Proses Pencampuran Adonan ... 162

41. Proses Pengadonan ... 163

42. Proses Pemipihan ... 163

43. Proses Pengukusan ... 164

44. Proses Pencetakan ... 164

45. Proses Pengeringan ... 165

46. Beras Ubi Jalar Ungu ... 165

47. Timbangan Analitik ... 166

48. Spektrofotometer Uv-Vis ... 166

49. Oven ... 167

50. Furnace ... 167

51. Desikator ... 168

52. Shaker ... 168

53. Form Penilaian Uji Hedonik Beras Ubi Jalar Ungu ... 169

54. Form Penilaian Uji Skoring Beras Ubi Jalar Ungu ... 170

55. Form Penilaian Uji Hedonik Nasi Ubi Jalar Ungu ... 171

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1. Data Kurva Kalibrasi Larutan Amilosa Standar menggunakan

Alat Spektrofotometer UV-Vis Merk HACH DR/2010 ... 115 2. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Kadar Pati

Tepung Ubi Jalar Ungu... 116 3. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Kadar

Amilosa Tepung Ubi Jalar Ungu... ... 118 4. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Densitas

Kamba Beras Ubi Jalar Ungu... ... 120 5. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Indeks

Penyerapan Air (IPA) Beras Ubi Jalar Ungu... 122 6. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Indeks

Kelarutan Air (IKA) Beras Ubi Jalar Ungu... .... 124 7. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Warna

Beras Ubi Jalar Ungu (Uji Hedonik)... ... 126 8. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Warna

Beras Ubi Jalar Ungu (Uji Skoring)... ... 128 9. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Warna Nasi

Ubi Jalar Ungu (Uji Hedonik)... ... 130 10. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Warna Nasi

Ubi Jalar Ungu (Uji Skoring)... ... 132 11. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Aroma

Beras Ubi Jalar Ungu (Uji Hedonik)... ... 134 12. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Aroma

Beras Ubi Jalar Ungu (Uji Skoring)... ... 136 13. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Flavor Nasi

(20)

14. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Flavor Nasi

Ubi Jalar Ungu (Uji Skoring)... ... 140

15. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Tekstur Nasi Ubi Jalar Ungu (Uji Hedonik)... ... 142

16. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Tekstur Nasi Ubi Jalar Ungu (Uji Skoring)... ... 144

17. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Penerimaan Keseluruhan Beras Ubi Jalar Ungu (Uji Hedonik)... . 146

18. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Penerimaan Keseluruhan Beras Ubi Jalar Ungu (Uji Skoring)... ... 148

19. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Penerimaan Keseluruhan Nasi Ubi Jalar Ungu (Uji Hedonik)... ... 150

20. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut terhadap Penerimaan Keseluruhan Nasi Ubi Jalar Ungu (Uji Skoring)... .. 152

23. Sortasi Ubi Jalar Ungu Ayamurasaki154 24. Pencucian Ubi Jalar ... 154

25. Pengupasan Ubi Jalar ... 155

26. Pengirisan Ubi Jalar ... 155

27. Proses Gelatinisasi Sebagian ... ... 156

28. Proses Pengeringan ... 156

29. Proses Penepungan ... 157

30. Proses Pengemasan ... 157

31. Penimbangan Sampel ... 158

32. Penyiapan Larutan Kimia ... 158

33. Pengadukan Sampel ... 159

34. Sentrifugasi Sampel ... 159

35. Analisis Kadar Pati ... 160

(21)

37. Uji Organoleptik (Hedonik)... 161

38. Uji Organoleptik (Skoring) ... 161

39. Penimbangan Tepung Ubi Jalar ... 162

40. Proses Pencampuran Adonan ... 162

41. Proses Pengadonan ... 163

42. Proses Pemipihan ... 163

43. Proses Pengukusan ... 164

44. Proses Pencetakan ... 164

45. Proses Pengeringan ... 165

46. Beras Ubi Jalar Ungu ... 165

47. Timbangan Analitik ... 166

48. Spektrofotometer Uv-Vis ... 166

49. Oven ... 167

50. Furnace ... 167

51. Desikator ... 168

52. Shaker ... 168

53. Form Penilaian Uji Hedonik Beras Ubi Jalar Ungu ... 169

54. Form Penilaian Uji Skoring Beras Ubi Jalar Ungu ... 170

55. Form Penilaian Uji Hedonik Nasi Ubi Jalar Ungu ... 171

(22)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Masalah

Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan pengembangan produk olahan dengan penyajian yang cepat dan mudah diperoleh, salah satunya melalui pengembangan beras tiruan sebagai pengganti beras. Kecenderungan konsumsi masyarakat terhadap beras menyebabkan sumber makanan pokok lain dari kelompok serealia dan umbi-umbian kurang dimanfaatkan secara optimal. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah melalui diversifikasi pangan pokok. Pada hari pangan tahun 2010, pemerintah mencanangkan program ketahanan pangan dengan cara penganekaragaman pangan (diversifikasi). Banyaknya sumber daya pangan lain selain beras yang berpotensi tetapi kurang dimanfaatkan sebagai makanan pokok memungkinkan diversifikasi pangan dapat diwujudkan. Produk beras tiruan instan dari ubi jalar ungu dikembangkan untuk menghasilkan produk pangan alternatif makanan pokok yang praktis, murah biaya pembuatannya dan juga diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bahan pangan ubi jalar ungu.

(23)

formulasi pencampuran bahan yang terdiri dari bahan tinggi pati (tepung ubi-ubian), sumber protein (kacang-kacangan) dan bahan pengikat untuk dapat mempertahankan bentuk fisik seperti beras (Kusuma, 2008).

Penelitian mengenai preferensi konsumen produk beras tiruan instan dari ubi jalar ungu ini dilakukan berdasarkan tingginya peluang pengembangannya sebagai alternatif makanan pokok. Keunggulan dari produk beras tiruan instan dari ubi jalar ungu adalah produk baru yang belum pernah dikembangkan sebelumnya. Ubi jalar ungu yang diolah menjadi tepung dan diaplikasikan dalam produk beras tiruan instan menjadi lebih tahan lama dan mudah dalam penggunaannya. Pengolahannya sederhana sehingga dapat diadopsi oleh masyarakat secara mudah.

Komponen utama dalam tepung ubi jalar ungu adalah pati, sehingga diperlukan perbaikan karakteristik tepung ubi jalar ungu dengan cara memodifikasi patinya. Salah satu metode untuk memperbaiki karakteristik pati adalah dengan cara gelatinisasi sebagian pati sehingga pati akan terdegradasi atau terfragmentasi menjadi polimer yang lebih pendek rantainya. Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah berupa lama waktu pemanasan terbaik untuk mendapatkan tepung ubi jalar ungu yang akan menghasilkan beras tiruan instan dengan sifat fisikokimia dan kualitas organoleptik terbaik.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

(24)

2. Mengetahui pengaruh lama pemanasan pada proses modifikasi terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik beras tiruan instan ubi jalar ungu.

1.3. Kerangka Pemikiran

Pati alami sangat terbatas penggunaannya dalam industri pangan karena memiliki sifat viskositas yang tinggi, sangat kohesif, tidak stabil pada suhu tinggi, dan tidak stabil jika diaplikasikan pada makanan dengan pH rendah (Smith, 1982). Berkembangnya ilmu pengetahuan tentang struktur molekul pati, menyebabkan para ahli melakukan modifikasi struktur pati. Pati dimodifikasi dengan tujuan untuk mempermudah penggunaannya dalam industri pangan, lebih stabil dalam proses, dan lebih baik teksturnya. Keunggulannya antara lain adalah sifat fungsionalnya yang tidak dimiliki oleh pati yang tidak termodifikasi, ketahanannya dalam kondisi proses berskala besar, dan sifatnya yang konsisten sehingga proses dapat dikendalikan.

(25)

Modifikasi secara fisik menggunakan pemanasan pada suhu 90oC dipilih karena pada suhu tersebut dapat mendegradasi atau menggelatinisasi sebagian pati tapioka (Surfiana, 2013), sehingga menyebabkan perubahan sifat fungsional seperti viskositas, kelarutan dalam air, swelling power dan amilosa, selain itu juga diharapkan dapat mempertahankan kandungan fenol sekaligus antosianin dan aktivitas antioksidan dari tepung modifikasi yang dihasilkan. Pemanasan dilakukan pada taraf waktu 15, 30, 45, 60, dan 75 menit dengan harapan adanya waktu yang tepat agar pati tidak tergelatinisasi total dan degradasi antosianin dapat diminimalisir.

Beras tiruan instan dapat diproduksi secara praktis, murah tetapi cukup asupan kalorinya. Penelitian sebelumnya oleh Isnaeni (2007) telah menghasilkan beras ubi jalar putih instan dengan formula terbaik terdiri dari tepung ubi jalar 25%, air 73%, dan dekstrin 1.97%.

(26)

Sedangkan menurut Maccarone et al. (1985), penurunan warna antosianin disebabkan oleh berbagai bahan kimia dan sistem enzimatik.

1.4. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Lama pemanasan ubi jalar ungu berpengaruh terhadap kandungan pati dan kandungan amilosa tepung ubi jalar ungu termodifikasi.

2. Lama pemanasan tepung ubi jalar ungu termodifikasi berpengaruh terhadap sifat fisikokimia (densitas kamba, indeks penyerapan air, indeks kelarutan air, dan sifat sensori) beras tiruan instan.

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Beras Tiruan Instan

Beras tiruan instan merupakan beras yang dapat dibuat dengan teknik tertentu dari bahan-bahan seperti umbi-umbian dan serealia yang bentuk maupun komposisi gizinya mirip seperti beras. Beras ini dibuat sebagai salah satu langkah atau upaya diversifikasi pangan. Bahan untuk pembuatan beras tiruan instan bisa berasal dari serealia atau umbi-umbian yang merupakan sumber karbohidrat. Pembuatan beras tiruan instan dengan bahan baku lokal selaras dengan program Kementerian Pertanian untuk tahun 2015 yang dijelaskan secara sederhana lewat skema pada Gambar 1.

“ NASI”

Consumer NASI KUDAPAN MIE, ROTI, (SNACK) PASTA

“BERAS CAMPUR”

Processing BERAS “ BERAS

NON TEPUNG TEPUNG PADI “ TERIGU

On Farm PADI UBI, BIJI-BIJIAN GANDUM LOKAL IMPORT

2015 70 % 15 % 15 % 2009 78 % 5 % 17 %

(28)

Berdasarkan Gambar 1, dapat dilihat bahwa sampai tahun 2015 mendatang, nasi akan tetap menjadi ciri khas utama makanan pokok penduduk Indonesia, sehingga bentuk beras merupakan bentuk terbaik dalam upaya diversifikasi pangan dibandingkan bentuk lainnya seperti roti dan mie.

Proses pengolahan beras tiruan instan terutama bertujuan untuk memperoleh struktur (berpori-pori) sehingga mempermudah rehidrasi, yaitu kemampuan dalam penetrasi dari proses pemasakan atau pengukusan yang diberikan kepada beras menjadi lebih cepat penyiapan menjadi nasi berlangsung dalam waktu pendek. Perbedaan kadar air, waktu dan suhu pengolahan, kondisi pengeringan, serta tahap proses yang lain dapat menghasilkan beras tiruan instan yang berbeda (Hartomo dan Widiatmoko, 1992).

Beras masak (nasi atau beras setengah masak) dapat dikeringkan dengan beberapa cara. Produk akhir yang dihasilkan akan bersifat kering, berbutir-butir, tidak menggumpal dan mempunyai volume kira-kira 1,5 – 3 kali dari volume beras awal yang digunakan. Beras tiruan instan yang dihasilkan diharapkan dapat siap dihidangkan dalam waktu relatif singkat melalui pemasakan atau pengukusan (Hartomo dan Widiatmoko, 1992).

B. Ubi Jalar

(29)

dengan sentra produksi ubi jalar terbesar di Kabupaten Lampung Tengah dengan jumlah produksi sebesar 9.777 ton atau 20,58 persen dari total produksi ubi jalar di Provinsi Lampung. Data produksi ubi jalar menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung Tahun 2009-2012, disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Produksi Ubi Jalar Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung Tahun 2009-2012 (dalam Ton)

Kabupaten / Kota Tahun

2009 2010 2011 2012

Kabupaten Lampung Barat 3.499 3.788 4.093 5.888

Kabupaten Tanggamus 4.774 4.065 4.890 6.919

Kabupaten Lampung Selatan 9.192 9.893 7.985 6.816

Kabupaten Lampung Timur 6.882 4.227 6.562 6.738

Kabupaten Lampung Tengah 11.094 9.979 9.786 9.777

Kabupaten Lampung Utara 2.740 4.233 7.228 7.388

Kabupaten Way Kanan 3.771 2.882 3.190 2.075

Kabupaten Tulang Bawang 3.565 4.278 4.557 6.778

Kabupaten Pesawaran 1.713 1.021 1.524 2.928

Kabupaten Pringsewu 1.812 1.222 1.583 1.720

Kabupaten Tulang Bawang Barat 197 342 411 557

Kabupaten Mesuji 101 112 125 256

Kota Bandar Lampung 697 622 661 1.082

Kota Metro 349 482 388 310

Sumber: Lampung dalam Angka (BPS, 2013)

(30)

satu alternatif untuk mendampingi beras menuju ketahanan pangan. Sistematika (taksonami) tumbuhan, tanaman ubi jalar dapat di klasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantea

Devisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotylodonnae Ordo : Convolvulales Famili : Convolvulaceae Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea Batotas (Rukmana, 1997)

(31)
(32)

Ubi jalar ungu mengandung pigmen antosianin yang lebih tinggi daripada ubi jalar jenis lain. Selain itu, ubi jalar ungu juga memiliki kandungan nutrisi lainnya yang tidak sedikit. Beberapa zat penting yang terkandung di dalam ubi jalar ungu diantaranya adalah vitamin A, vitamin C, vitamin B1, zat besi, kalsium, lemak, protein, serat kasar, fosfor, dan riboflavin (Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan, 2002). Senyawa antosianin yang tinggi pada umbi ini memiliki tingkatan kestabilan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ubi jalar lainnya. Kandungan gizi ubi jalar ungu setiap 100 g dapat dilihat pada Tabel 2, sebagai berikut:

Tabel 2. Kandungan Gizi Ubi Jalar Ungu

Kandungan Kimiawi Jumlah Warna kulit Ungu Warna daging Ungu Kadar air (%) 61,64 Kadar abu (%) 1,62

Kadar protein (%) 4,40 Kadar lemak (%) 0,75

Kadar karbohidrat (%) 93,23 Sumber: Astawan dan Widowati (2005)

C. Tepung Ubi Jalar Ungu

(33)

meliputi pembersihan, pengupasan, pengirisan, dan pengeringan sampai kadar air tertentu kemudian ditepungkan.

Pengolahan ubi jalar ungu menjadi tepung memberikan beberapa keuntungan seperti meningkatkan daya simpan, praktis dalam pengangkutan dan penyimpanan, dan dapat diolah menjadi beraneka ragam produk makanan (Winarno dan Aman, 1981). Tepung ubi jalar ungu dapat digunakan untuk produk roti, makanan bayi, permen, saus, makanan sarapan, makanan ringan, biskuit, reconstituted chips, dan lain sebagainya. Komposisi kimia tepung ubi jalar ungu

dapat dilihat pada Tabel 3, sebagai berikut:

Tabel 3. Komposisi Kimia Tepung Ubi Jalar Ungu

Komponen Jumlah Air (%) 7,00 Protein (%) 5,12 Lemak (%) 0,50

Karbohidrat (%) 85,26 Abu (%) 2,13

Serat Kasar (%) 1,95

Kalori (kal/100 g) 366,89 Sumber: Antarlina (1998)

(34)

dan sesuai kebiasaan konsumsi masyarakat saat ini sehingga menunjang program diversifikasi konsumsi pangan. Karakterisasi sifat tepung sangat diperlukan untuk menyusun formulasi produk yang sesuai dengan mutu yang ditargetkan. (Merdiyanti, 2008).

D. Karakteristik Tepung Ubi Jalar Ungu

Pengolahan ubi jalar ungu menjadi tepung merupakan salah satu upaya pengawetan ubi jalar ungu. Selain itu juga merupakan upaya peningkatan daya guna ubi jalar ungu supaya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan (Winarno dan Aman 1981). Pengolahan ubi jalar menjadi tepung memberi beberapa keuntungan seperti meningkatkan daya simpan, praktis dalam pengangkutan dan penyimpanan, dan dapat diolah menjadi beraneka ragam produk makanan (Winarno, 1981). Tepung ubi jalar mempunyai beberapa kelebihan yaitu tahan lama, fleksibel, dan dapat diperoleh sepanjang tahun akan tetapi beberapa peneliti melaporkan bahwa tepung ubi jalar mempunyai beberapa kelemahan antara lain sifat reologi yang tidak elastis dan rapuh (Yadav et al., 2007, Sugiyono et al., 2011). Kelemahan tepung ubi jalar ini juga diduga terdapat pada tepung ubi jalar ungu.

(35)

metode yang paling murah dan sederhana sehingga lebih umum digunakan untuk memodifikasi pati. Prinsip proses modifikasi pati secara fisik adalah dengan cara precooking (pemasakan awal) pada suhu di atas suhu gelatinisasi pati, dilanjutkan

dengan drying (pengeringan) untuk mengubah sebagian atau seluruh granula (butiran) pati. Menurut Kearsley and Dziedzic (1995), pati ubi jalar memiliki kisaran suhu gelatinisasi 52-64oC.

Hasil penelitian Hidayat et al. (2010), menunjukkan bahwa tepung ubi kayu yang diproses menggunakan metode pragelatinasi parsial akan memiliki karakteristik kelarutan dan daya serap air yang lebih tinggi, serta viskositas yang lebih rendah. Penelitian lebih lanjut diperlukan dalam bentuk aplikasi tepung ubi kayu yang diproses menggunakan metode gelatinisasi parsial sebagai bahan baku pada pengolahan aneka produk pangan.

E. Karbohidrat dalam Ubi Jalar

(36)

1. Pati Ubi Jalar

Sebagian besar karbohidrat pada pati ubi jalar terdapat dalam bentuk pati. Komponen lain selain pati adalah serat pangan dan beberapa jenis gula yang bersifat larut seperti maltosa, sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Sukrosa merupakan gula yang banyak terdapat dalam ubi jalar. Total gula dalam ubi jalar berkisar antara 0.38% hingga 5.64% dalam berat basah (Sulistiyo, 2006). Granula pati ubi jalar berbentuk poligonal dengan kandungan amilosa dan amilopektin berturut-turut adalah 20% dan 80% (Swinkels, 1985). Pati ubi jalar memiliki derajat pembengkakan 20-27 ml/gram, kelarutan 15-35%, dan tergelatinisasi pada suhu 75-88ºC untuk granula berukuran kecil (Moorthy, 2000).

Pati merupakan polisakarida yang tidak mempunyai rasa manis dan merupakan jenis karbohidrat yang paling sering digunakan sebagai sumber energi dalam bentuk makanan pokok serta dalam bentuk jenis makanan lain. Dalam keadaan murni pati bewarna putih, tidak berbau dan tidak berasa (Winarno, 1997).

Pati adalah homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik. Menurut Murhadi (2005) jenis pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk, ukuran, letak hilum yang unik, dan juga dengan sifat birefringent yaitu kemampuan granula pati merefleksikan cahaya terpolarisasi, sehingga secara mikroskopik terlihat sebagai kristal hitam putih. Sifat pati berbeda-beda tergantung dari panjang rantai C-nya serta lurus atau bercabang rantai molekulnya.

Pati terdiri dari dua fraksi yaitu:

(37)

2. Amilopektin, polimer berantai cabang dengan ikatan  (1,4) D-glukosa dan percabangannya dengan ikatan  (1,6) D-glukosa (Winarno,1997).

Struktur kimia amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Kimia Amilosa (A) dan Amilopektin (B) Sumber : Tharanathan, 2005

Amilosa bersifat hidrofilik karena terdapat gugus hidroksil pada molekulnya dimana gugus ini bersifat polar dan memiliki derajat polimerisasi 350-1000. Rantai lurus terdiri dari amilosa cenderung membentuk susunan paralel satu sama lain saling berikatan melalui ikatan hidrogen. Jika hal ini terjadi, maka afinitas amilosa terhadap air akan menurun karena adanya ikatan antar molekul (Sihombing, 1993 dalam Apriyani, 2005).

(38)

diperoleh kristal butanol-amilosa yang terpisah dan dapat dipisahkan dengan cara pengeringan atau sentrifuge. Amilopektin memiliki struktur yang bercabang, pati akan mudah mengembang dan membentuk koloid dalam air.

Amilopektin mempunyai bentuk globular yang memperlihatkan peningkatan pembengkakan dan viskositas yang lebih tinggi daripada amilosa dalam larutan. Hal ini menunjukkan bahwa struktur molekul amilopektin lebih kompak dalam larutan (Glicksman, 1969). Perbandingan amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan Amilosa dan Amilopektin

Faktor pembeda Amilosa Amilopektin

Struktur Tidak bercabang Bercabang Panjang 250 – 2500 unit 15- 25 unit Derajat polimerisasi 1000 10.000-100.000 Reaksi dengan iodin biru merah

Kestabilan tidak stabil stabil Retrogradasi cepat lambat Sumber : Fennema (1996)

2. Gelatinisasi Pati

(39)

dalam granula, sehingga air dapat masuk kedalam pati dan pati akan mengembang. Granula pati dapat terus mengembang dan pecah sehingga tidak bisa kembali pada kondisi semula. Perubahan sifat inilah yang disebut dengan gelatinisasi. Suhu pada saat butir pati pecah disebut suhu gelatinisasi (52 - 80OC). Granula pati memiliki sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga dibawah mikroskop terlihat kristal hitam putih. Sifat ini disebut birefringent. Pada waktu granula pati mulai pecah karena proses gelatinisasi, sifat birefringent akan hilang (Winarno, 2002).

Suhu gelatinisasi adalah suhu pada saat mulai terjadi kenaikan viskositas suspensi pati bila dipanaskan. Suhu tersebut dinamakan suhu awal gelatinisasi. Apabila suhu terus meningkat, akan terjadi peningkatan gelatinisasi maksimum. Peristiwa gelatinisasi terjadi karena adanya pemutusan ikatan hidrogen sehingga air masuk kedalam granula pati dan mengakibatkan pengembangan granula (Smith, 1982).

(40)

Gambar 4. Perubahan Granula Pati selama Pengolahan Sumber : Eliasson, 2004

3. Serat Pangan

Serat pangan (dietary fiber) merupakan bagian dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil (Winarno, 2002). Dietary fiber pada umumnya merupakan karbohidrat atau polisakarida, dengan demikian serat pangan adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dicerna secara enzimatis (enzim yang dikeluarkan manusia) sehingga tidak digolongkan sebagai sumber zat gizi makanan (Linder, 1992). Konsumsi serat yang dianjurkan perhari untuk orang dewasa adalah 30 gram (Jahari dan Sumarno, 2001). Menurut Bradburry dan Holloway (1988) yang dikutip Djuanda (2003), kandungan serat pangan ubi jalar secara umum 1.64 % (bb). Nurdjanah (2011) melaporkan bahwa limbah padat ekstraksi pati ubi jalar, suweg dan uwi mengandung serat pangan berupa pektin (12.5 – 40 %), hemiselulosa (18 – 43 %) dan selulosa (34 – 53 %).

(41)

adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan serat kasar yaitu asam sulfat 1.25 % dan natrium hidroksida 1.25 %. Kandungan serat kasar memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan serat pangan karena asam sulfat dan natrium hidroksida mempunyai kemampuan lebih besar untuk menghidrolisis komponen-komponen makanan dibandingkan dengan enzim-enzim pencernaan (Muchtadi, 1989).

Berdasarkan sifat kelarutannya di dalam air, serat pangan (dietary fiber) dibedakan menjadi dua kelompok yaitu yang bersifat larut air (Soluble Dietary Fiber atau SDF) dan bersifat tidak larut air (Insoluble Dietary Fiber atau IDF). SDF diartikan sebagai serat pangan yang dapat larut dalam air hangat atau panas serta dapat terendapkan oleh air yang telah tercampur dengan empat bagian etanol. IDF diartikan sebagai serat pangan yang tidak larut dalam air panas atau air dingin. Gabungan dari serat pangan yang larut air dan serat pangan yang tidak larut air disebut total serat pangan (Total Dietary Fiber atau TDF). Termasuk kedalam serat yang larut air adalah gum, musilase, pektin dan beberapa hemiselulosa larut air sedangkan serat yang bersifat tidak larut air adalah selulosa, lignin, sejumlah kecil lilin dan kitin tanaman dan sebagian besar hemiselulosa.

(42)

pencernaan seperti sembelit, mempercepat transit bahan makanan di usus dan meningkatkan volume feses sehingga dapat mencegah penyakit kanker kolon dan divertikulosis serta dapat digunakan untuk mengontrol berat badan (Prosky and De Vries, 1992).

F. Pati Termodifikasi

Upaya untuk memodifikasi pati umumnya ditujukan untuk memperbaiki kelemahan karakter granula pati tersebut sehingga diharapkan dapat diperoleh granula pati yang lebih tahan terhadap berbagai perlakuan pada tahapan pengolahan selanjutnya.

Menurut Miller et al. (1996) terdapat beberapa alasan perlu dilakukan modifikasi pati yaitu: memodifikasi karakteristik pati selama pemasakan, menurunkan kecenderungan terjadinya retrogradasi selama tahap pengolahan, meningkatkan kestabilan pasta pati, menurunkan kecenderungan terjadinya sineresis pasta atau gel pati, memperbaiki kejernihan pasta atau gel pati, memperbaiki tekstur pasta atau gel pati, memperbaiki kemampuan untuk membentuk lapisan film, memperbaiki daya adhesi dan menambah gugus hidrofobik untuk stabilisasi emulsi.

(43)

Modifikasi pati dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain cross linking, konversi dengan hidrolisis asam, cara oksidasi, dan derivatisasi kimia. Sifat-sifat yang diinginkan dari modifikasi pati adalah pati yang memiliki viskositas yang stabil pada suhu tinggi dan rendah, daya tahan terhadap tekanan mekanis yang baik, serta daya tahan terhadap kondisi asam dan suhu sterilisasi (Wirakartakusumah, 1981).

Modifikasi fisik meliputi perlakuan panas dan uap terkendali seperti pemanasan lalu didinginkan (annealing), dan perlakuan uap misalnya disintegrasi seluruh granula oleh pregelatinisasi, baik dengan ekstrusi, drum drying, atau spray-drying (Bergthaller, 2000). Proses modifikasi pati dapat dilakukan dengan menggunakan panas yang akan menghasilkan gugus kimia baru dan atau perubahan bentuk, ukuran, serta molekul pati. Penyangraian pati juga merupakan salah satu bentuk modifikasi pati dengan panas.

(44)

G. Antosianin

Ubi jalar ungu mengandung antosianin berkisar ± 519 mg/100 g berat basah. Kandungan antosianin yang tinggi pada ubi jalar ungu dan stabilitas yang tinggi dibanding antosianin dari sumber lain membuat tanaman ubi jalar ungu sebagai pilihan yang lebih sehat dan sebagai alternatif pewarna alami (Kumalaningsih, 2008).

Ubi jalar ungu juga berpotensial dimanfaatkan sebagai bahan pangan fungsional karena memiliki antosianin, pigmen yang menyebabkan daging umbi berwarna ungu, yang mempunyai aktivitas antioksidan alami. Antioksidan alami yang terkandung pada ubi jalar ungu dapat menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal bebas dalam tubuh yang diyakini sebagai penyebab penuaan dini dan beragam penyakit yang menyertainya seperti penyakit kanker, jantung, tekanan darah tinggi, dan katarak. Radikal bebas dihasilkan dari reaksi oksidasi molekuler dimana radikal bebas yang akan merusak sel dan organ-organ yang kontak dengannya (Sibuea, 2003).

(45)

pewarna bunga dan buah-buahan. Antosianin peka terhadap panas dimana kerusakan antosianin berbanding lurus dengan kenaikan suhu yang digunakan (Markakis, 1982). Terlebih jika pada pemanasan pH 2-4 maka kerusakan antosianin akan semakin cepat.

(46)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium THP Unila, Laboratorium THP Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung. Analisis dilakukan di Laboratoium Analisis Flavor Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi Kab. Subang Jawa Barat, Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Cimanggu Bogor dan Laboratorium Sentral Universitas Negeri Malang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret – Desember 2013.

B. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah single rotary drum cooker (hasil modifikasi di laboratorium), ayakan standar Tyler 80 mesh, alat sawut, alat penepung tipe hammer mill, cabinet dryer, spektrofotometer Kruss Optronic Germany single beam, spektrofotometer UV-Vis merk HACH DR/2010, timbangan analitik, oven, desikator, tanur, sokhlet, vortex dan centrifuge, polarized light microscope, texture analyzer CT-03, Gas Chromatography,

(47)

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ubi jalar ungu yang diperoleh dari Balai Pelatihan Pertanian Propinsi (BPP) Lampung. Bahan-bahan kimia (aquades, HCl, NaOH, H2SO4, asam sitrat, petroleum benzene, iod, amilum,

phenolphthalein) dan amylose from potato (Sigma A0512-250 mg).

C. Metode Penelitian

Penelitian berupa faktor tunggal, disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan empat ulangan. Faktor yang dikaji adalah lama pemanasan pada suhu 90°C yang terdiri dari 6 taraf yaitu tanpa pemanasan (L0), 15 menit (L1), 30 menit (L2), 45 menit (L3), 60 menit (L4), dan 75 menit (L5). Data dianalisis dengan sidik ragam untuk mendapat penduga ragam galat dan ada tidaknya perbedaan antar perlakuan. Data yang diperoleh dianalisis lebih lanjut dengan uji Duncan pada taraf 5 %.

Tepung ubi jalar ungu yang dihasilkan dari semua perlakuan tersebut kemudian dilanjutkan dengan aplikasinya pada pembuatan beras tiruan instan . Penentuan metode pembuatan beras tiruan instan dimodifikasi dari penelitian Kusuma (2008), dilakukan dengan tahapan pengukusan, pencetakan dan pengeringan.

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Proses Pembuatan Tepung Ubi jalar Ungu

(48)

dengan proses pemanasan menggunakan single rotary drum cooker (hasil modifikasi di laboratorium) pada suhu 90oC dengan perlakuan tanpa pemanasan (L0), pemanasan 15 menit (L1), pemanasan 30 menit (L2), pemanasan 45 menit (L3), pemanasan 60 menit (L4) dan pemanasan 75 menit (L5). Setelah pemanasan, sampel dikeluarkan untuk dikeringkan dalam pengering kabinet pada suhu 60oC hingga kadar air mencapai 10%. Penepungan dilakukan setelah sampel dingin (sesuai suhu ruang) menggunakan hammer mill, dan diayak menggunakan ayakan dengan lubang berukuran 80 mesh (metode ini merupakan pengembangan dari Hidayat et al., 2010). Diagram alir proses pembuatan tepung ubi jalar ungu dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu Pengering kabinet pada suhu 60oC (kadar air mencapai 10%)

Penepungan menggunakan hammer mill

Pemanasan 90ºC dengan singlerotary drum cooker (0, 15, 30, 45, 60, dan 75 menit) Penirisan

Penyawutan (ketebalan 1 mm)

Tepung ubi jalar ungu Pengayakan (80 mesh) 1 kg ubi jalar ungu setiap perlakuan

Pencucian sampai bersih

(49)

2. Proses Pembuatan Beras Tiruan Instan dari Tepung Ubi Jalar Ungu

Proses pembuatan beras tiruan instan dari tepung ubi jalar ungu diawali dengan mencampur tepung ubi jalar ungu hingga homogen dengan cara mengocoknya dalam kantung plastik selama beberapa menit. Sebelum ditambahkan air, tepung tersebut diayak lagi dengan ayakan tepung agar tidak ada bahan yang masih menggumpal. Jumlah air yang ditambahkan sebanyak 100% dari tepung. Proses berikutnya adalah pengadukan hingga merata dilanjutkan dengan pemipihan menggunakan alat pencetak mie setebal 5 mm kemudian dilakukan pengukusan selama 10 menit.

(50)

Gambar 6. Diagram Alir Proses Pembuatan Beras Tiruan Instan dari Tepung Ubi Jalar Ungu

Pendinginan (diangin-anginkan)

Pencetakan Pengukusan 10 menit

Pengadukan

Pemipihan 5 mm

BERAS UBI JALAR

250 g tepung ubi jalar ungu setiap perlakuan

Pencampuran dengan air 1 : 1

Pengovenan 50ºC selama 4-5 jam

NASI UBI JALAR MATANG

Pengamatan

Pengukusan selama 15 menit

(51)

E. Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan terhadap karakteristik tepung ubi jalar ungu meliputi analisis kadar pati dan kadar amilosa. Tepung ubi jalar ungu tergelatinisasi sebagian setiap perlakuan dilanjutkan dengan proses pembuatan beras tiruan instan. Beras tiruan instan yang dihasilkan kemudian dilakukan analisis densitas kamba, Indeks Penyerapan Air (IPA) dan Indeks Kelarutan Air (IKA), dan sifat sensori (beras ubi jalar ungu dan nasi ubi jalar ungu). Beras tiruan instan terbaik kemudian dilakukan analisis proksimat, analisis nilai kalori, kadar serat pangan, analisis komponen volatil, analisis tingkat kekerasan, analisis morfologi struktur granula tepung dan analisis kadar antosianin.

1. Analisis Kadar Pati

Analisis kadar pati dilakukan berdasarkan metode Luff Schoorl (AOAC 1997) untuk semua perlakuan tepung ubi jalar ungu.

a. Pembuatan Larutan Luff Schoorl

Sebanyak 25 g CuSO4.5H2O diusahakan bebas besi, dilarutkan dalam 100 ml air,

50 g asam sitrat dilarutkan dalam 50 ml air, dan 388 g soda murni (Na2CO3.10H2O) dilarutkan dalam 300-400 ml air mendidih. Larutan asam sitrat

dituangkan dalam larutan soda sambil dikocok hati-hati. Selanjutnya, ditambahkan larutan CuSO45H2O. Sesudah dingin ditambahkan air sampai 1 liter.

(52)

b. Persiapan Contoh

Sampel sebanyak 0.1 g ditimbang dalam Erlenmeyer 300 ml, dan ditambah 50 ml aquades dan 5 ml HCl 25 %, kemudian dipanaskan pada suhu 100°C selama 3 jam. Setelah didinginkan, suspensi dinetralkan dengan NaOH 25 % sampai pH 7. Pindahkan secara kuantitatif dalam labu takar 100 ml, kemudian tepatkan sampai tanda tera dengan aquades. Larutan ini kemudian disaring kembali dengan kertas saring.

c. Analisis Contoh

Sebanyak 25 ml filtrat dari persiapan contoh pada sub bab b, ditambah 25 ml larutan Luff-Schoorl (sub bab a) dalam Erlenmeyer. Blanko disiapkan dengan cara mencampur 25 ml larutan Luff Schoorl dengan 25 ml aquades. Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin balik, kemudian dididihkan. Pendidihan larutan dipertahankan selama 10 menit. Selanjutnya cepat-cepat didinginkan dan ditambah 15 ml KI 20% dan dengan hati-hati ditambah larutan H2SO4 (26.5%)

sebanyak 25 ml. Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1 N

memakai indikator pati sebanyak 2-3 ml. Untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi maka sebaiknya pati diberikan pada saat titrasi hampir berakhir.

d. Perhitungan Kadar Pati

(53)

Kadar Pati (% bk) = x 0.9

Pengukuran kadar amilosa dilakukan secara iodometri berdasarkan reaksi antara amilosa dengan senyawa iod yang menghasilkan warna biru (Yuan, 2008). Pertama-tama dilakukan pembuatan kurva standar amilosa dengan menggunakan amilosa murni sebanyak 40 mg yang dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan dengan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1M. Campuran dipanaskan dalam air mendidih (95oC) selama 10 menit kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml. Gel ditambahkan dengan aquades dan dikocok, kemudian ditepatkan hingga 100 ml dengan aquades.

Larutan diatas diambil dengan pipet masing-masing sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml lalu dimasukkan dalam labu takar 100 ml dan diasamkan dengan asam asetat 1 N sebanyak 0,2, 0,4, 0,6, 0,8 dan 1,0 ml. Kedalam masing-masing labu takar ditambahkan 2 ml larutan iod dan aquades sampai tanda tera. Larutan digoyang-goyang dengan menggunakan tangan hingga merata dan dibiarkan selama 20 menit, kemudian diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis merk HACH DR/2010 pada panjang gelombang 620 nm, dibuat kurva hubungan antara kadar amilosa dengan serapannya.

(54)

etanol 95% dan 9 ml NaOH 1M. Campuran dipanaskan dalam air mendidih (95oC) selama 10 menit hingga terbentuk gel dan selanjutnya seluruh gel dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml. Gel ditambahkan dengan air dan dikocok, kemudian ditepatkan hingga 100 ml dengan air. Sebanyak 5 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1 ml asam asetat 1 N, 2 ml larutan iod 0,01 N (berangsur-angsur) serta aquades sampai tanda tera dan dikocok kemudian dipanaskan dengan penangas air pada suhu 30oC selama 20 menit, lalu diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 620 nm. Serapan yang diperoleh diplotkan pada kurva standar untuk memperoleh konsentrasi amilosa contoh. Kadar amilosa dihitung berdasarkan persamaan kurva standar amilosa.

Keterangan:

A = Absorbansi sampel pada panjang gelombang 620 nm S = Slope atau kemiringan pada kurva standar

FP = Faktor pengenceran, yaitu 0,002 W = Berat sampel (g)

3. Analisis Densitas Kamba

Densitas kamba diukur menurut Khalil (1999) untuk semua perlakuan beras ubi jalar yang dihasilkan. Sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur sampai volumenya

Kadar Amilosa (%) = x 100%

(55)

mencapai 50 ml kemudian beratnya ditimbang. Densitas kamba dinyatakan dalam satuan kg/m3 atau g/ml.

Densitas kamba = (berat gelas ukur+sampel) – berat gelas ukur kosong 50 ml

4. Analisis Indeks Penyerapan Air (IPA) dan Indeks Kelarutan Air (IKA)

(56)

IPA = berat awal ( A )

berat air yang terserap ( B )

IKA = berat awal supernatant ( C ) berat akhir supernatant ( D )

5. Uji Organoleptik

Uji organoleptik berupa uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan, didalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan. Disamping itu panelis juga mengemukakan skor dengan melakukan uji skoring. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut sebagai skala hedonik 1-5 yaitu sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak suka (3), suka (4) dan sangat suka (5). Skala Hedonik dapat direntangkan menurut skala yang dikehendaki. Dalam analisisnya skala hedonik ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan adanya skala hedonik ini secara tidak langsung uji dapat digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan (Rahayu, 1998).

(57)

Pengujian dilakukan dengan uji organoleptik menggunakan metode skoring terhadap beras ubi jalar dan nasi ubi jalar matang yang dihasilkan oleh 30 panelis meliputi warna (skala 1 menunjukkan sangat tidak ungu, skala 2 tidak ungu, skala 3 agak ungu, skala 4 ungu, dan skala 5 yang menunjukkan sangat ungu), flavor (skala 1 menunjukkan sangat tidak khas ubi jalar, skala 2 tidak khas ubi jalar, skala 3 agak khas ubi jalar, skala 4 khas ubi jalar, dan skala 5 yang menunjukkan sangat khas ubi jalar), tekstur (skala 1 menunjukkan sangat tidak keras, skala 2 tidak keras, skala 3 agak keras, skala 4 keras, dan skala 5 yang menunjukkan sangat keras) dan penerimaan keseluruhan (skala 1 menunjukkan sangat tidak suka, skala 2 tidak suka, skala 3 agak suka, skala 4 suka, dan skala 5 yang menunjukkan sangat suka).

Beras ubi jalar terbaik ditentukan berdasarkan angka dalam penilaian. Panelis memberikan nilai terhadap atribut mutu beras ubi jalar. Beras ubi jalar yang mempunyai nilai paling tinggi dinyatakan sebagai produk beras ubi jalar terbaik dan selanjutnya dianalisis secara kimia dan fisik.

6. Analisis Proksimat

Analisis proksimat beras ubi jalar terbaik meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat.

a. Analisis Kadar Air

(58)

selama 6 jam. Cawan didinginkan dan ditimbang, kemudian dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar air (%bb) = a-(b-c) X 100% a

Kadar air (%bk) = a-(b-c) X 100% (b-c)

Keterangan :

a = berat sampel awal (g)

b = berat sampel akhir dan cawan (g)

c = berat cawan (g)

b. Analisis Kadar Abu

Analisis kadar abu (AOAC, 1995) bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu 550°C. Sejumlah 3-5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya. Kemudian cawan dan sampel tersebut dibakar dengan pemanas listrik dalam ruang asap sampai sampel tidak berasap dan diabukan pada tanur pengabuan pada suhu 550°C sampai dihasilkan abu yang berwarna abu-abu terang atau bobotnya telah konstan. Selanjutnya kembali didinginkan di desikator dan ditimbang segera setelah mencapai suhu ruang.

Kadar abu sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

(59)

c. Analisis Kadar Protein

Analisis kadar protein (AOAC, 1995) ditetapkan dengan menggunakan metode Mikro-Kjeldahl. Mula-mula sampel ditimbang 1 g dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian ditambahkan 50 mg HgO, 2 mg K2SO4, 2 ml H2SO4, batu

didih, dan didihkan selama 1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah larutan didinginkan dan diencerkan dengan aquades, sampel didestilasi dengan penambahan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3 (dibuat dengan campuran: 50 g

NaOH + 50 ml H2O + 12.5 g Na2S2O3. 5H2O). Hasil destilasi ditampung dengan

Erlenmeyer yang telah berisi 5 ml H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2

bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metil biru 0.2% dalam alkohol). Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Hasil yang diperoleh adalah dalam total N, yang kemudian dinyatakan dalam faktor konversi 6.25. Kadar protein dihitung berdasarkan rumus:

Kadar protein (%) = (ml HCl- ml blanko) NHCl x 14.007 x 100 x 6.25 mg sampel

d. Analisis Kadar Lemak

(60)

sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut dalam labu lemak didestilasi, labu yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C sampai pelarut menguap semua.Setelah didinginkan dalam desikator, labu lemak tersebut ditimbang sampai memperoleh bobot yang konstan. Kadar lemak dihitung dengan rumus:

Kadar lemak (%) = bobot lemak (g) x 100 % bobot sampel (g)

e. Analisis Kadar Karbohidrat

Analisis kadar karbohidrat (AOAC, 1995) sampel dihitung secara by difference yaitu dengan mengurangi 100% kandungan gizi sampel dengan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Nilainya dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut:

Kadar karbohidrat (%) = 100 % - (Kadar Air + Kadar Abu + Kadar Protein + Kadar Lemak)

7. Analisis Nilai Kalori

(61)

dengan panjang tertentu antara kedua ujung katoda/anoda dengan sample selanjutnya memasukkan mangkok yang berisi sample tersebut ke dalam silinder aluminium dan ditutup rapat.

Tahap berikutnya adalah mengalirkan gas (N2) ke dalam silinder tersebut hingga

penuh (pada tekanan tertentu) dan alat ini akan bekerja secara otomatis. Memasukkan slinder yang berisi sample tersebut ke dalam bak bomb kalorimeter yang sebelumnya telah diisi aquades 2 liter, lalu ditutup dengan rapat. Pembakaran dimulai dengan menekan tombol start hingga beberapa saat (sekitar 20 menit). Membuka penutup bak, kemudian mengeluarkan slinder sampel dan mengeluarkan mangkok sampel dari slinder. Sisa kawat yang terlilit di ujung katoda/anoda yang tidak terbakar kemudian diukur. Residu yang kemungkinan mengandung asam di dalam slinder dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer (gunakan pembilas aquades) untuk kemudian dititrasi menggunakan natrium karbonat 0,0709 N (3,76 gr Na2CO3 dilarutkan dalam 1 liter aquades) dan

dan indikator metyl orange. Mengakhiri penggunaan alat dengan menekan tombol off (untuk memutuskan arus listrik). Untuk mengetahui nilai panas kotor pada pembakaran (gross heat of combustion) data- data tersebut dapat dimasukkan dalam rumus dibawah ini:

Hg = tW – e1- e2-e3 m

dimana:

(62)

Keterangan :

Hg = energi panas pada pembakaran

W = energi yang ekuivalen pada calorimeter

e1 = koreksi dalam kalori unuk panas pada pembentukan nitrit acid (NHO3)

e2 = koreksi dalam kalori untuk panas pada pembentukan sulfur acid (H2SO4)

e3 = koreksi dalam kalori untuk panas pada pembakaran kawat (wire) m = massa pada sampel

a = waktu pada saat pembakaran

b = waktu saat temperatur naik 60% dari total kenaikan suhu c = waktu saat kenaikan temperatur sudah konstan

ta = temperatur saat kondisi a tb = temperatur saat kondisi b tc = temperatur saat kondisi c

r2 = temperatur per menit, saat temperature telah naik selama 5 menit (sebelum terjadi pembakaran)

r1 = temperatur per 5 menit, setelah waktu c (nilainya berharga negatif) c1 = standar alkali yang digunakan dalam titrasi acid (ml)

c2 = persen sulfur dalam sampel

c3 = banyaknya fuse wire yang digunakan dalam pembakaran (cm)

8. Analisis Kadar Serat Pangan

(63)

ditambahkan 20 ml aquades dan pH diatur menjadi 1,5 dengan menambahkan HCl 4 M. Selanjutnya ditambahkan 100 mg pepsin, ditutup dan diinkubasi pada suhu 40°C dan diagitasi selama 60 menit. Kemudian ditambahkan 20 ml aquades dan pH diatur menjadi 6,8 lalu ditambahkan 100 mg pankreatin, ditutup dan diinkubasi pada suhu 40°C selama 60 menit sambil diagitasi dan terakhir pH diatur dengan HCl menjadi 4,5. Selanjutnya disaring dengan crucible kering (porositas 2) yang telah ditimbang bobotnya yang mengadung celite kering (bobot diketahui), lalu dicuci dua kali dengan aquades.

Residu (serat makanan tidak larut/IDF): Sampel dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95 % dan 2 x 10 ml aceton, lalu dikeringkan pada suhu 105°C sampai berat tetap (sekitar 12 jam) dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D1). Kemudian diabukan dalam tanur 500°C selama minimal 5 jam dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (I1).

(64)

9. Analisis Komponen Volatil

Analisis komponen volatil (USEPA, 1996) metode nomor 8270C dilakukan pada produk beras ubi jalar terbaik. Metode ekstraksi komponen volatil flavor yang dilakukan adalah Linkes-Nicerson yang merupakan gabungan destilasi dan ekstraksi dengan pelarut secara simultan. Sampel sebanyak 300 gram dihancurkan, ditambahkan aquades 700 ml dan standar internal 1:4 diklorobenzena sebanyak 0,13 ml dengan konsentrasi 1 g dalam 100 ml dietil eter dan ditempatkan pada labu sampel, lalu dipanaskan pada suhu 100ºC dan diekstraksi pada suhu 45ºC selama 2 jam terhitung setelah air mendidih. Sampel diekstraksi pada saat yang bersamaan pada alat ekstraksi linkes nicerson.

Hasil ekstraksi ditambahkan Na2SO4 anhidrat sebanyak 1-2 sendok makan untuk

mengikat air dan disaring. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan kembali dengan gas N2 hasilnya diperangkap menggunakan solid phase micro extraction kemudian

disuntikkan ke alat Gas Chromatography Mass Spectrophotometry (GC-MS) GC Agilent 7890A, MS Agilent 5975 C inert XL EI/CI with Triple-Axis Detector. Hasil analisis komponen volatil berasal dari database library NIST (08) yang berisi 220.460 spektrum dari 192.108 macam senyawa kimia. Parameter GC-MS yang digunakan adalah:

a. Injector 25ºC

b. Carrier gas helium 0.8ml/mnt

c. Oven Program 40 °C for 0 min then 4 °C/min to 220 °C for 10 min d. MS temperatur 28ºC

(65)

10. Analisis Tingkat Kekerasan

Analisis terhadap tingkat kekerasan (Judy, 2012) terhadap beras ubi jalar terbaik dilakukan dengan menggunakan alat texture analyzer. Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan respon tingkat kekerasan (hardness) beras ubi jalar menggunakan Texture Analyzer CT-03 (merek Brookfield). Prinsip dari analisis ini secara kuantitatif menyatakan besarnya beban (gram) yang dibutuhkan untuk menghancurkan bahan yang akan dianalisis. Semakin keras bahan, maka beban yang dibutuhkan juga semakin besar.

Prosedur penggunanan alat sebagai berikut: texture analyzer yang sudah terhubung dengan komputer dinyalakan. Dimensi sampel (lebar 70 mm dan diameter 15 mm), jenis compression, dan tension dimasukkan pada software texture analyzer. Bentuk dan ukuran probe (TA-38), jarak yang ditempuh (3 mm),

triggerload (5 g), dan hold time (5 s) disesuaikan dengan ukuran sampel. Hasil yang didapat berupa data kekerasan (g) yang menunjukkan beban maksimal penekanan tiap waktu untuk jarak tertentu.

11. Analisis Morfologi Struktur Granula Tepung

Morfologi struktur granula tepung (Hoover and Manuel, 1996) terhadap beras ubi jalar terbaik dilakukan dengan cara menghaluskan sampel tepung kemudian diletakkan dalam circular aluminium stubs yang dilengkapi double sided sticky tape serta dilapisi oleh suatu lapisan tipis (20 nm) yang terbuat dari emas, lalu

(66)

12. Analisis Kadar antosianin

Analisis kadar antosianin ditentukan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Jeandet et al. (1995) sebagai berikut: 1 g sampel produk beras ubi jalar terbaik yang sudah dihaluskan ditambah 30 ml ethanol yang mengandung 0.1 % HCl selanjutnya diekstrak (ultrasonik 30 menit pada suhu ruang) kemudian di sentrifuge 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil dan diatur menjadi pH 1 dengan HCl 1 M, selanjutnya dimasukkan kedalam labu takar dan ditera sampai volume 50 ml. Sampel diukur dengan spektrofotometer Kruss Optronic Germany single beam pada panjang gelombang 535 nm.

Perhitungan:

Mg/gr = abs spl x fp x 1/w : 98,2

Keterangan:

Abs spl = pembacaan pada panjang gelombang 535 nm Fp = faktor pengenceran

W = berat sampel

(67)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Perlakuan lama pemanasan pada suhu 90oC berpengaruh nyata terhadap sifat fisikokimia tepung ubi jalar ungu terhadap kadar pati dan kadar amilosa. Kandungan pati tepung ubi jalar ungu perlakuan tanpa pemanasan sebesar 39.51 %, perlakuan pemanasan selama 15 menit sebesar 33.07%, perlakuan pemanasan selama 30 menit sebesar 35.89 %, perlakuan pemanasan selama 45 menit sebesar 34.52 %, perlakuan pemanasan selama 60 menit sebesar 35.31 % dan perlakuan pemanasan selama 75 menit sebesar 34.92 %. Kadar amilosa tepung ubi jalar ungu secara berturut turut yaitu sebesar 28.356 % (tanpa pemanasan), 21.673 % (pemanasan 15 menit), 22.029 % (pemanasan 30 menit), 24.202 % (pemanasan 45 menit), 24.169 (pemanasan 60 menit) dan 24.298 % (pemanasan 75 menit),

(68)

pemanasan menggunakan pada suhu 90oC selama 30 menit (Perlakuan L2) dengan skor penerimaan keseluruhan agak suka – suka.

3. Beras ubi jalar ungu perlakuan pemanasan pada suhu 90oC selama 30 menit (Perlakuan L2) memiliki kadar air 9.93 %, kadar abu 0.26 %, kadar protein 2.65 %, kadar lemak 0.88 %, nilai kalori 179.09 kal/g.dan kadar serat pangan 3.92 % dan kadar antosianin 32,81 mg/100 g.

B. Saran

Gambar

Gambar 1.
Tabel 1.  Data Produksi Ubi Jalar Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung  Tahun 2009-2012 (dalam Ton)
Tabel 2. Kandungan Gizi Ubi Jalar Ungu
Tabel 3. Komposisi Kimia Tepung Ubi Jalar Ungu
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam pemenuhan informasi bagi rumah tangga usaha pertanian di Kecamatan

Etika merupakan cabang dari ilmu filsafat yang berbicara tentang praktik manusiawi, atau tentang tindakan atau perilaku manusia sebagai manusia. Etika bertujuan untuk

VI SDN 16 Mataram melalui penerapan strategi pembelajaran portofolio merupakan permasalahan dari penelitian ini. Tujuannya adalah 1) Menemukan upaya peningkatan kemampuan

Upaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usaha atau ikhtiar yang dilakukan oleh pemerintah Kecamatan Geumpang Kabupaten Pidie dalam mengatasi peredaran narkoba di

Berdasarkan persentase rekapitulasi analisis faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa pada pembelajaran IPS kelas V Se-Gugus 7 Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru

Menurut Bambang (2002) mengatakan bahwa analisis wacana dapat dikatakan sebagai disiplin ilmu tersendiri yang asal usulnya dapat ditelusuri pada dasawaarsa

Untuk harga material dan upah tenaga kerja didapat dari hasil wawancara dengan pihak pelaksana proyek.. Untuk bobot biaya langsung secara umum sebesar 85% dari RAB,dan biaya tidak

Temuan yang diperoleh dalam kajian penelitian tentang pengaruh motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap kinerja guru SMK Muhammadiyah Salatiga adalah: (1) Motivasi kerja