ABSTRAK
Bias Gender Pada Adopsi Internet oleh Guru SMK Swasta Di Kota Bandarlampung
(Studi pada Guru SMK Swasta Di Kota Bandar Lampung)
Oleh Deka Vivi Rosela
Kemampuan menguasai teknologi khususnya internet sering diyakini lebih dekat dengan identitas laki-laki, sehingga pengadopsian internet oleh perempuan sering lebih rendah. Sebagai tenaga pendidik, guru laki-laki maupun guru perempuan dituntut untuk sama dalam mengadopsi internet dalam kegiatan belajar mengajar. Tujuan penelitian ini: 1. Mengungkapkan adopsi internet oleh guru SMK Swasta di Bandarlampung yang senjang secara digital. 2. Mengetahui bias gender pada adopsi internet oleh guru SMK Swasta di kota Bandarlampung yang senjang secara digital. Teknik pengambilan sampel menggunakan rumus slovin sebanyak 119 guru di tiga SMK yaitu SMK 2 Mei, SMK Arjuna, dan SMK Dharmapala. Tipe penelitian ini termasuk pada penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan konstruk Technological Acceptance Model (TAM) yaitu persepsi kebermanfaatan internet (Perceived Usefulness/PU), persepsi kemudahan internet (Perceived Ease Of Use/PEOU), dan penggunaan internet sesungguhnya (Actual Usage).
Hasil penelitian pada adopsi internet antar SMK Swasta yang senjang secara digital menunjukan perceived usefulness internet guru yang tinggi (chi hitung 1,873 < chi tabel 18,31) dan perceived ease of use internet guru yang sedang (chi hitung 14,184 < chi tabel 18,31) tidak mengakibatkan tingginya actual usage internet guru (chi hitung 60,929 > chi tabel 43,77). Penelitian pada gender guru SMK Swasta di Bandarlampung yang senjang secara digital menunjukan perceived usefulness internet terhadap gender guru yang tinggi (chi hitung 0,156 < chi tabel 11,07) dan perceived ease of use internet terhadap gender guru yang tinggi (chi hitung 1,842 < chi tabel 11,07) mengakibatkan tingginya actual usage internet terhadap gender guru (chi hitung 18,606 < chi tabel 25,00). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada bias gender pada adopsi internet oleh guru SMK Swasta di kota Bandarlampung.
ABSTRACT
GENDER DIFFERENCES IN ADOPTION OF INTERNET BY SMK PRIVATE TEACHERS IN BANDARLAMPUNG
(Study On Private Vocational Teachers In Bandarlampung)
By
Deka Vivi Rosela
The skills related on technology especially internet often believed to be closer to men, remains internet adoption by women more likely to be lower. Empowering education, male or female teachers are expected to be equal in adopting internet in teaching and learning activity. The aims of this research are to understand: 1.Internet adoption by private SMK teachers in Bandarlampung with digital divide. 2.Gender differences on internet adoption by private SMK teachers in Bandarlampung with digital divide. Technique sampling uses slovin sets up 119 teachers in three SMK, SMK 2 Mei, SMK Arjuna and SMK Dharmapala, with descriptive method and quantitative approach. This research uses Technological Acceptance Model (TAM) constructs which are perceived usefulness, perceived ease of use and actual usage of internet.
The results show that internet adoption by private SMK teachers in Bandarlampung with digital divide reveals that high perceived usefulness internet of teachers (chi count 1,873 < chi table 18,31) and medium perceived ease of use internet of teachers (chi count 14,184 < chi table 18,31) does not seem affecting actual usage internet of teachers (chi count 60,929 > chi table 43,77). This also reveals that high perceived usefulness internet of gender teachers (chi count 0,156 < chi table 11,07) and medium perceived ease of use internet of gender teachers (chi count 1,842 < chi table 11,07) does seem affecting the high actual usage internet of gender teacher (chi count 18,606 > chi table 25,00). It can be concluded that there is no gender differences on internet adoption by private SMK teachers in Bandarlampung with digital divide.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandarlampung pada tanggal 18 Desember 1992. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara, buah hati dari pasangan Rasyid dengan Hesty Triwahyuni. Penulis menyelesaikan pendidikan SD Kartika II-5 Bandarlampung pada tahun 2004, SMP Negeri 2 Bandarlampung pada tahun 2007 dan SMA Negeri 2 Bandarlampung pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
PERSEMBAHAN
Salah satu yang paling melegakan mahasiswa adalah ketika kita
bisa menyelesaikan skripsinya. Alhamdulillah penulis merasakan
kelegaan ini. Terimakasih tak terhingga serta rasa syukur kepada Allah
SWT, terimakasih atas kejutan yang diberikan, pelajaran yang berharga,
dan kesempatan berdoa yang Kau berikan.
Kepeda keluarga tercinta, Mama dan Papa, adiku Aik dan Alin,
terimakasih atas segala kasih sayang dan perhatian yang kalian berikan,
terimakasih kita masih menjadi satu tim yang utuh, alasannya saya
Moto
D
o
M
ore
W
hat
M
ake
Y
ou
SANWACANA
Alhamdulillahhirobbil’alamin. Segala puji dan syukur penulis hanturkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan berkah dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktunya sesuai dengan harapan penulis dengan judul “Bias Gender Pada Adopsi Internet Oleh Guru SMK Swasta di Bandarlampung” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tak luput dari kesalahan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan yang lebih baik lagi nantinya. Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat dikemudian hari.
Berbekal pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki, tanpa adanya bantuan,dukungan, motivasi, dan semangat dari berbagai pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :
Komunikasi, untuk segala keramahan, kesabaran serta keiklasannya mendidik dan membantu mahasiswa selama ini.
3. Ibu Dra. Ida Nurhaida, M.Si selaku Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis serta bersedia memahami ketidak mengertian penulis dalam proses penyusunan skripsi 4. Ibu Dhanik Sulistyarini, S.Sos., MComn&MediaSt, selaku sekretaris jurusan Ilmu Komunikasi dan pembahas skripsi saya. Terimakasih atas masukan yang ibu berikan.
5. Ibu Anna Gustina S.Sos, selaku dosen pembimbing akademik penulis dan seluruh jajaran dosen FISIP Universitas Lampung khususnya jurusan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan bermanfaat selama penulis menuntut ilmu di jurusan ini.
6. Kepala SMK 2 Mei Bandarlampung, Kepala SMK Arjuna Bandarlampung dan Kepala SMK Dharmapala Panjang yang telah memberikan kesempatan penulis untuk melakukan penelitian.
9. Temen SD, SMP ( Pradita,Ditha,Nevia,Rine, kita masih bertahan sampe sekarang guys), temen SMA (Eka,Melisa Okta,Okti,Rika, saya masih ingat cerita bodoh kita dulu, walau sekarang terkadang kita lupa satu sama lain, semoga mimpi-mimpi dulu yang kita ceritakan tercapai semua ya) Spesial buat Fajar Ayu, kita temenan dari SMP sampe sekarang, saya masih berdoa semoga kita berdua bisa sukses ya jar hingga kita bisa bahagian orang tua kita, amin.
10.Dewi Alifia Febrianti,Tia Lidarni, Fitri Amalia, Putri Ariesta dan Rina Puteri Octarina, kalian temen terkreatif dan terkeren yang saya punya, terimakasih sudah menjadi bagian cerita saya selama kuliah, kelak kita akan susah kumpul bersama atau saling bercerita, doa saya semoga kita menjadi wanita sukses dan ibu yang hebat, terimakasih ya guys.
11.Ardika, Obi makasih bully nya selama ini, Ahong, kak Adit, Pandu, Azul, I, Nta, Ojan, Umar, Dio, Sigit, dan seluruh angkatan 2010, kalian luar biasa. Semoga kita masih bisa kumpul ya.
12.Buat temen-temen satu manajeman dewi, dwi, jerry, rina, hafiz, hesti, dendi, mbak susan, mbak balqis, esy, kak fendi terima kasih untuk sharring dan berbagi dalam pengerjaan skripsi.
yang baik saya akan ingat terus nasihat nya kak, kak ibo, kak doni, kak ali, kak radith, kak jes, kak jody, mba intan dll terimakasih atas bimbingannya selama ini.
15.Temen komunitas, Silvana yang mengenalkan RBAN dengan anak pulau tegal, Bernas dengan adek-adek baiknya farah faras ncip dll, terimakasih telah mengajarkan saya melihat dunia lebih luas.
16.Keluarga besar Triuno Photography, Pak Ardan, Kak Alan, Mba Ririn, Mba Yeni, dll terimakasih atas pelajaran selama beberapa bulan ini. 17.Keluarga besar HMJ Ilmu Komunikasi UNILA yang telah memberi
pengalaman berharga dan pertemanan yang sangat berarti. Sukses selalu buat HMJ Ilmu Komunikasi Unila!
18.Keluarga dan teman-teman KKN desa Menanga Siamang
19.Serta kepada anda yang membaca skripsi ini, semoga dapat berguna dan bermanfaat bagi anda dan yang lainnya.
Penulis,
ABSTRAK
C. Kesenjangan Digital (Digital Divide) dalam Adopsi Internet .... 18
1. Definisi Kesenjangan Digital ... 18
2. Kesenjangan Digital di Indonesia ... 18
3. Kesenjangan Digital pada Perempuan ... 21
D. Landasan Teori ... 23
1. Tinjauau Teoritis Technology Acceptance Model (TAM) ... 23
2. Persepsi Manfaat Menggunakan Internet (Perceived usefulness) ... 24
3. Persepsi Kemudahan Menggunakan Internet (Perceived ease of use)... 25
3. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ... 29
C.Identifikasi Variabel Penelitian ... 34
D.Definisi Konsep ... 34
J. Teknik Pengujian Instrumen Penelitian ... 47
K.Uji Hipotesis ... 49
L. Teknik Analisis Data ... 49
IV. GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. SMK 2 Mei Bandarlampung ... 51
B. SMK Arjuna Bandarlampung ... 55
C. SMK Dharmapala Bandarlampung ... 58
V. GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Uji Validitas ... 60
B. Uji Reliabilitas ... 64
C. Karakteristik Responden ... 66
D. Analisis Deskriptif Tabel Jawaban Responden ... 73
1. Persepsi Kebermanfaatan Menggunakan Internet ... 74
2. Persepsi Kemudahan Menggunakan Internet ... 83
3. Penggunaan Internet Sesungguhnya ... 93
E. Pengujian Hipotesis ... 106
F. Pembahasan Hasil Penelitian ... 113
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 117
B. Saran ... 118
Halaman TABEL
1. Indikator variabel Y ... 37
2. Hasil Sensus di SMK Swasta di Kota Bandarlampung... 40
3. Hasil Ratting Kategori Sekolah ... 42
4. Ukuran Kemantapan Alpha ... 49
5. Jumlah Guru SMK 2 Mei Bandarlampung ... 54
6. Keadaan Jumlah Guru Dan Karyawan SMK Arjuna ... 57
7. Keadaan Jumlah Guru Dan Karyawan SMK Dharmapala... 59
8. Uji Validitas Variabel Persepsi Kebermanfaatan Internet/PU ... 62
9. Uji Validitas Variabel Persepsi Kemudahan Internet/PEOU ... 63
10. Uji Validitas Penggunaan Internet Sesungguhnya/AU ... 61
11. Ikhtisar Uji Reliabilitas Kuesioner ... 65
12. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 66
13. Karakteristik Responden Berdasarkan Kepemilikan Gadget ... 67
14. Karakteristik Responden Berdasarkan Akses ke Internet ... 68
15. Karakteristik Responden Berdasarkan Rata-rata Mengakses ... 70
16. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Menggunakan Internet ... 71
17. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Responden ... 72
18. Analisis Persepsi Manfaat Menggunakan Internet ... 74
19. Analisis Tingkat Persepsi Kebermanfaatan Internet ... 78
20. Tingkat Persepsi Kebermanfaatan Internet Antar Sekolah ... 79
21. Tingkat Persepsi Kebermanfaatan Internet/PU Berdasarkan Jenis Kelamin ... 81
22. Analisis Tingkat Persepsi Kemudahan Internet ... 83
23. Analisis Tingkat Persepsi Kemudahan Internet / PEOU ... 88
24. Tingkat Persepsi Kemudahan Internet Antar Sekolah ... 89
25. Tingkat Persepsi Kemudahan Internet/PEOU Berdasarkan Jenis Kelamin ... 91
26. Penggunaan Internet Sesungguhnya Berdasarkan Gender... 93
27. Analisis Tingkat Penggunaan Internet Sesungguhnya ... 100
28. Tingkat Penggunaan Internet Sesungguhnya Antar Sekolah ... 101
29. Analisis Aktifitas Penggunaan Internet Sesungguhnya Berdasarkan Jenis Kelamin ... 106
30. Hipotesi Perbedaan Adopsi Internet Antara SMK Swasta di Bandarlampung ... 104
31. Hipotesis Perbedaan Adopsi Internet Antara Guru Perempuan dan Guru Laki-laki di SMK Swasta Bandarlampung Sekolah Berdasarkan Jenis Kelamin ... 106
DAFTAR BAGAN
Bagan Halaman
Halaman GAMBAR
1. Fasilitas Laboratorium SMP, SMA, SMK ... 19
2. Ketersediaan Fasilitas TIK di SMA-SMK ... 20
3. Kondisi Lab Komputer SMK 2 Mei ... 53
4. Kondisi Lab Komputer SMK Arjuna ... 56
5. Kondisi Lab Komputer SMK Dharmapala ... 58
6. Diagram Batang Analisis Persepsi Kebermanfaatan Internet ... 79
7. Diagram Batang Analisis Persepsi Kebermanfaatan Internet Antar Sekolah ... 80
8. Diagram Batang Analisis Persepsi Kebermanfaatan Internet Berdasarkan Jenis Kelamin ... 82
9. Diagram Batang Analisis Persepsi Kemudahan Menggunakan Internet ... 89
10. Diagram Batang Analisis Persepsi Kemudahan Menggunakan Internet Antar Sekolah ... 90
11. Diagram Batang Analisis Persepsi Kemudahan Menggunakan Internet/PEOU Berdasarkan Jenis Kelamin ... 92
12. Diagram Batang Analisis Tingkat Penggunaan Internet Sesungguhnya ... 101
13. Diagram Batang Analisis Tingkat Aktifitas Penggunaan Internet Sesungguhnya Antar Sekolah ... 102
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi jaringan internet telah mengubah paradigma dalam mendapatkan informasi dan berkomunikasi, yang tidak lagi dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu. Melalui keberadaan internet kita bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkan dimanapun dan kapanpun waktu yang diinginkan. Salah satu bidang yang tersentuh dampak perkembangan teknologi ini adalah dunia pendidikan. Sebagai sebuah sumber informasi yang hampir tak terbatas, maka jaringan internet memenuhi kapasitas dijadikan sebagai salah satu sumber pembelajaran dalam dunia pendidikan.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu jenis satuan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, terbukti bahwa SMK memiliki peran strategis dalam pendidikan ketenagakerjaan. Namun, akses internet ternyata belum merupakan realitas bagi sebagian SMK Swasta di Kota Bandarlampung, terutama akses internet untuk sekolah yang senjang secara digital. Hal ini kemungkinan disebabkan kurangnya infrastruktur, biaya deployment yang tinggi, internet kurang dikenal, dominasi bahasa Inggris di dunia maya, dan kurangnya manfaat internet dalam menangani isu-isu pembangunan.
Tuntutan yang harus dilaksanakan oleh guru dan sekolah dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi menghadapi berbagai kendala yang tidak sederhana. Masalah utama yang seringkali dihadapi oleh pihak sekolah dan guru adalah keterbatasan sumber daya, baik sumber daya fisik, sumber daya manusia maupun sumber belajar berbasis teknologi komputer dan telekomunikasi.
Studi Nurhaida dkk (2009) menemukan bahwa 43% SLTA yang ada di Kota Bandarlampung yang nota bene adalah ibu kota propinsi tidak memiliki laboratorium yang memadai, baik dari segi kualitas mapun jumlah. Banyak sekolah, utamanya SLTA swasta memiliki komputer kurang dari 10 unit, padahal siswa yang harus dilayani lebih dari 40 siswa. Padahal dalam program percepatan pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 (Inpres No.1 Tahun 2010) targetnya 40% SLTA dan 20% SLTP menerapkan sistem sekolah berbasis TIK.
Departemen Komunikasi dan Informasi telah melaksanakan Program Community Access Point (CAP) atau Warung Masyarakat Informasi (WARMASIF) yang memungkinkan akses internet di kantor pos. Sementara Kementerian Riset dan Teknologi juga telah mengembangkan Warung Informasi Teknologi (WARINTEK), yaitu perpustakaan umum dan fasilitas publik lain yang berbasis internet. Demikian juga Departemen Pendidikan Nasional juga mengembangkan Pusat TIK dengan penyediaan fasilitas internet di 500 sekolah menengah kejuruan (SMK). Melalui Jaringan Pendidikan Nasional (JARDIKNAS), Departemen Pendidikan Nasional juga telah membangun laboratorium komputer lengkap dengan akses internetnya di 6.500 sekolah.
siswa, kurikulum, maupun yang bersifat eksternal yang berhubungan dengan pemangku kepentingan (stakeholder).
Guru sebagai faktor utama dalam proses pendidikan di sekolah perlu mendapatkan perhatian lebih melalui kegiatan pelatihan dan pendidikan yang sistematis dalam penguasaan TIK. Guru yang dituntut harus dengan cepat memperbarui pengetahuan, keterampilan, dan kompetensinya dalam bidang TIK, ternyata tidak dapat begitu saja dengan mudah menguasai bidang TIK ini. Banyak kendala mulai dari faktor usia, dukungan sarana peralatan, kesempatan, dukungan kebijakan dari atasan, hingga ketersediaan infrastruktur di sekolah yang tidak merata dan tidak dengan mudah bisa disesuaikan.
Realitas saat ini guru-guru di Indonesia pada umumnya masih banyak yang belum mengimplementasikan TIK (internet) dalam pembelajaran. Di sisi lain, ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap dan memadai di suatu sekolah maupun yang merupakan milik pribadi guru, sering tidak diiringi dengan kemampuan para guru untuk memanfaatkannya sebagai media pendukung pembelajaran secara optimal, sehingga peralatan TIK tersebut masih terkesan hanya dijadikan pajangan sebagai simbol kekinian teknologi.
yang tersedia. Sementara bagi 250 guru SMK Kabupaten/Kota juga tersedia beasiswa untuk mendapatkan program S2 bagi guru SMK di empat perguruan tinggi negeri yang telah ditunjuk (Renstra Ditjen Dikmen 2010 : 74).
Menurut Kementrian Pemberdayaan Perempuan, bidang teknologi, khususnya TIK, masih sangat dekat dengan identitas laki-laki sedangkan perempuan sering kali hanya sebagai obyek. Sedangkan kuantitas jumlah perempuan hampir separuh dari penduduk Indonesia yang merupakan potensi jika diberdayakan dengan baik. Dalam bidang teknologi informasi (TI), perempuan sebenarnya tak kalah dibanding laki-laki. Sifat-sifat seperti kesabaraan, kepekaan, ketelitian, dan kepandaian berkomunikasi yang khas, menjadi kompetensi ‘mahal’ para perempuan untuk berkarier di bidang ini.
Menurut Mcguire (dalam Hermana, 2007 : 1) melaporkan hasil studi yang dilakukan oleh Academy for Educational Development bahwa dari sekitar 30 negara terlihat bahwa pengguna internet di negara-negara berkembang kurang dari 1 persen dari total populasi. Sedangkan perempuan pengguna internet hanya 22 persen di Asia, 8 persen di Amerika Latin , 6 persen di Timur Tengah dan hanya sedikit di Afrika.
keterbatasan lokasi fasilitas koneksi, norma budaya dan sosial, serta ketrampilan manajemen dan komputer yang tidak memadai.
Komputer dianggap sebagai budaya maskulin, bahkan perempuan jarang memilih karir pada bidang teknologi informasi atau teknologi secara umum, komputer dianggap sebagai hal teknis dan menganggap perempuan sulit untuk menggunakannya. Internet adalah bagian dari teknologi informasi sehingga ada anggapan bahwa pria cendrung lebih mahir berinternet dibandingkan perempuan.
Beberapa penelitian secara spesifik mencoba meneliti isu gender pada ketakutan dan perilaku terhadap komputer. Sebagai contoh, Qureshi dan Hoppel (dalam Nasution, 2008 : 2) membuktikan bahwa variabel-variabel demografi seperti gender, status, IPK, jurusan, pengalaman komputer sebelumnya, dan antisipasi masa depan mempengaruhi bagaimana perasaan pengguna terhadap komputer. Ditemukan bahwa laki-laki lebih cenderung tertarik untuk belajar tentang komputer (internet) dibandingkan dengan perempuan.
Harrison dan Rainer 1992 (dalam Nasution, 2008 : 2) meneliti perbedaan individual terhadap keahlian menggunakan komputer dan membuktikan bahwa gender, umur, pengalaman komputer sebelumnya, ketakutan terhadap komputer, dan gaya kognitif berkaitan dengan tingkat keahlian komputer. Laki-laki cendrung menggunakan computer ke tempat kerja dibandingkan perempuan, dan komputer dianggap sebagai orientasi pria
komputer secara berbeda. Pria lebih tertarik dalam menguasai perintah komputer dan ingin suara dan fitur dalam komputer dapat memperluas indra mereka. Perempuan cenderung berpikir bahwa komputer menyenangkan digunakan tetapi pria berfikir bahwa komputer dapat dikuasai. Sebaliknya, penelitian yang dilakukan oleh Parasuraman dan Igbaria (1990) dan Howard dan Smith (1986) (dalam Nasution, 2008 : 2) menunjukkan tidak adanya perbedaan gender terhadap ketakutan dan perilaku pada komputer.
Perbedaan penggunaan internet ini juga terjadi diantara guru laki-laki dengan guru perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian Van Djik bahwa pengadopsian teknologi lebih merupakan fenomena sosial (motivasi, keterampilan, penggunaan (usage) dan konsekuensinya). Keahlian menggunakan teknologi menyebabkan situasi orang yang memiliki keterbatasan ketrampilan akan terlambat dibandingkan dengan mereka yang memiliki kemampuan memilih dan memproses informasi.
B.Rumusan Masalah
Atas latar belakang yang diuraikan di atas, permasalahan yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ada perbedaan adopsi internet oleh guru SMK di Kota Bandarlampung yang senjang secara digital?
2. Apakah ada bias gender pada adopsi internet oleh guru SMK di Kota Bandarlampung yang senjang secara digital?
C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu :
1. Mengungkapkan adopsi internet oleh Guru SMK Swasta di kota Bandarlampung.
2. Mengetahui bias gender pada adopsi internet oleh guru SMK Swasta di kota Bandarlampung yang senjang secara digital.
D.Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini yaitu : 1. Secara teoritis
2. Secara praktis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Konsep Dasar Adopsi Internet 1. Pengertian Internet
Internet merupakan singkatan dari Interconnection Networking. Internet berasal
dari bahasa latin “inter” yang berarti antara. Secara kata perkata INTERNET
berarti jaringan antara atau penghubung, sehingga kesimpulan dari defenisi internet ialah merupakan hubungan antara berbagai jenis komputer dan jaringan di dunia yang berbeda sistem operasi maupun aplikasinya dimana hubungan tersebut memanfaatkan kemajuan komunikasi (telepon dan satelit) yang menggunakan protokol standar dalam berkomunikasi yaitu protokol TCP/IP (Transmission Control/Internet Protocol) Supriyanto (2008 : 60).
Internet dapat diartikan kumpulan dari beberapa komputer, bahkan jutaan komputer di seluruh dunia yang saling berhubungan atau terkoneksi satu sama lainnya. Media yang digunakan bisa menggunakan kabel/serat optic, satelit atau melalui sambungan telepon Harjono (2009 : 1).
berupa penyedia akses (provider) internet, sehingga internet sebagai media informasi dapat menjadi sarana yang efektif dan efisien untuk melakukan pertukaran dan penyebaran informasi tanpa terhalang oleh jarak, perbedaan waktu dan juga faktor geografis bagi seseorang yang ingin mengakses informasi.
Model koneksi internet itu sendiri dapat dilakukan pada komputer pribadi maupun jaringan LAN/WAN. Defenisi LAN/WAN menurut Nugroho, (2008 : 44) antara lain, LAN (Local Area Network) suatu jaringan yang terbentuk dengan menghubungkan beberapa komputer yang berdekatan yang berada pada suatu ruang atau gedung yang terkoneksi ke internet gateway. WAN (Wide Area Network) adalah format jaringan dimana suatu komputer dihubungkan dengan yang lainnya melalui sambungan telepon. Data dikirim dan diterima oleh atau dari suatu komputer ke komputer lainnya lewat sambungan telepon
Jaringan inetrnet sangat memberikan keuntungan yang bergam dimana dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk membantu kegiatan berbagai aspek kehidupan. Keuntungan lain yang diberikan jaringan internet, sehingga membuat internet diminati yaitu internet dapat digunakan sebagai media konfrensi dimana sejumlah orang dapat melakukan diskusi tanpa harus bertatap muka secara langsung satu dengan lainnya.
2. Adopsi Internet
proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran tidak akan berlangsung lama.
Penggunaan internet di Indonesia mengalami perkembangan pesat, terutama di kalangan dunia akademik dan praktek bisnis. Saat ini ada begitu banyak bentuk teknologi komunikasi yang menyebar dan diadopsi oleh masyarakat. Salah satunya adalah komputer atau personal computer (PC) notebook dan handphone. Dengan komputer ini orang-orang dapat mengakses internet. Dengan segala keunggulannya orang-orang semakin mengandalkan internet ini untuk memenuhi berbagai macam kebutuhannya, seperti informasi, hiburan, dan pelarian.
Sebagai salah satu bentuk teknologi komunikasi, internet menyebar melalui cara-cara yang berbeda. Fenomena penggunaan internet di Indonesia dapat dipotret dengan Technology Acceptance Model (TAM). TAM merupakan teori yang menjelaskan minat berperilaku menggunakan teknologi informasi. Teori tersebut dikembangkan oleh Davis (1989).
Di dalam penggunaan internet, para pengguna mempertimbangkan manfaat dan kegunaan internet tersebut. Pertimbangan seperti itu akan mempengaruhi persepsi para pengguna internet terhadap perilakunya. Kemudahan penggunaan teknologi informasi (internet) dan pemanfaatannya dalam pekerjaan masih menjadi perhatian penting dalam penelitian.
B.Tinjauan Tentang Bias Gender dan Adopsi Internet 1. Pengertian Gender
Gender dalam ilmu sosial diartikan sebagai pola relasi lelaki dan perempuan yang didasarkan pada ciri sosial masing-masing (Zainuddin, 2006 : 1). Sementara itu yang dimaksud dengan konsep gender menurut Astuti (2008 : 50) adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan karena dikonstruksikan secara sosial dan kultural. Karena konstruksi tersebut berlangsung, selama terus menerus dan dilanggengkan dalam berbagai pranata sosial maka seolah-olah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan tersebut merupakan sesuatu yang harus dimiliki oleh keduanya.
2. Pengertian Bias Gender
”Bias” dalam bahasa inggris diartikan sebagai “prasangka” yaitu pendapat atau
anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui/ menyaksikan/menyelidiki sendiri. Secara harfiah dalam bahasa Indonesia berarti yang menyimpang. Bias gender adalah cara pandang (idea) seorang perempuan terhadap laki-laki sesuai dengan anggapannya yang menyimpang, demikian juga sebaliknya. Prasangka itu sendiri mengandung arti terdapat hal yang tidak obyektif, jadi terdapat persepsi yang tidak obyektif pada diri perempuan maupun laki-laki terhadap lawan jenisnya.
Bias gender telah diyakini kebenarannya oleh laki-laki maupun perempuan dan diterima sebagai kodrat Tuhan yang tidak dapat diubah sehingga menjadi pedoman dalam bertingkah laku dalam keluarga maupun masyarakat yang lebih luas. Perbedaan gender tidak menjadi masalah selama tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Perbedaan gender seringkali melahirkan ketidakadilan baik bagi laki-laki maupun perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.
keadilan gender menjadi semakin mendesak, akses perempuan dan laki-laki harus mendapat kesempatan yang sama.
3. Bias Gender dalam Pendidikan
Rendahnya kualitas pendidikan diakibatkan oleh adanya diskriminasi gender dalam dunia pendidikan. Ada empat aspek yang disorot oleh Departemen Pendidikan Nasional mengenai permasalahan gender dalam dunia pendidikan yaitu akses, partisipasi, proses pembelaran dan penguasaan.
Pertama, yang dimaksud dengan aspek akses adalah fasilitas pendidikan yang sulit dicapai. Misalnya, banyak sekolah dasar di tiap-tiap kecamatan namun untuk jenjang pendidikan selanjutnya seperti SMP dan SMA tidak banyak. Di lingkungan masyarakat yang masih tradisional, umumnya orang tua segan mengirimkan anak perempuannya ke sekolah yang jauh karena mengkhawatirkan kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu banyak anak perempuan yang
„terpaksa‟tinggal di rumah.
Faktor yang kedua adalah aspek partisipasi dimana tercakup di dalamnya factor bidang studi dan statistik pendidikan. Dalam masyarakat kita di Indonesia, di mana terdapat sejumlah nilai budaya tradisional yang meletakkan tugas utama perempuan di arena domestik, seringkali anak perempuan agak terhambat untuk memperoleh kesempatan yang luas untuk menjalani pendidikan formal.
adalah materi pendidikan, seperti misalnya yang terdapat dalam contoh-contoh soal dimana semua kepemilikan selalu mengatas namakan laki-laki.
Menurut Menneg Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta, bahwa sampai tahun 2002, rata-rata lama sekolah anak perempuan sekitar 6,5 tahun dibandingkan anak laki-laki sekitar 7,6 tahun. Hingga tahun 2003, penduduk perempuan buta aksara usia 15 tahun ke atas mencapai 13,84 persen. Sedangkan penduduk laki-laki usia 15 tahun ke atas yang buta huruf sebesar 6,52 persen. Makin tinggi tingkat pendidikan, makin tinggi kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Namun yang tak boleh dilupakan adalah, bahwa walaupun perempuan hanya bergerak di arena domestik dan tugasnya adalah mendidik anak dan menjaga kesejahteraan keluarga, ia tetap harus berilmu untuk tugas itu.
Bias gender ini tidak hanya berlangsung dan disosialisasikan proses serta sistem pembelajaran di sekolah, tetapi juga melalui pendidikan dalam lingkungan keluarga. Jika ibu atau pembantu rumah tangga (perempuan) yang selalu mengerjakan tugas-tugas domestik seperti memasak, mencuci, dan menyapu, maka akan tertanam di benak anak-anak bahwa pekerjaan domestik memang menjadi pekerjaan perempuan.
4. Bias Gender dalam Adopsi Internet
maka perempuan akan menghindari teknologi informasi. Hal ini akan menyebabkan perempuan mengalami ketakunggulan di tempat kerja.
Teori skema gender menyatakan bahwa pembentukan karakter berdasarkan sex terjadi sejak masa kanak-kanak sebagai alat untuk encoding dan mengorganisir informasi mengenai lingkungan pendukung dari teori ini meyakini bahwa masyarakat menciptakan asosiasi antara komputer dan maskulinisme (Agosto, 2004 dalam Nasution 2008 : 3). Berdasarkan teori ini, walaupun teknologi informasi (internet) telah dikenalkan sejak dini baik pada perempuan maupun pria, pria akan melanjutkan ketertarikannya pada penggunaan teknologi informasi daripada perempuan, sehingga menciptakan senjangan gender baik dalam hal pengalaman maupun pengetahuan mengenai teknologi informasi.
Penelitian awal mengenai gender (Macoby & Jacklin, 1974) menemukan adanya perbedaan gender dalam beberapa area:
1. Pria lebih superior dalam penalaran visual spasial;
2. Pria lebih superior dalam keahlian kuantitatif dan pemecahan masalah;
3. Perempuan lebih superior dalam komprehensif verbal, kefasihan kata, dan komunikasi
4. Perempuan cenderung menghindari resiko (khususnya resiko ekstrim) dalam situasi ketakpastian (gambling)
5. Perempuan lebih mudah dibujuk untuk mengubah keputusan yang mereka buat; dan
C.Kesenjangan Digital (Digital Divide) dalam Adopsi Internet 1. Definisi Kesenjangan Digital
Menurut OECD tahun 2001 (1), kesenjangan penguasaan teknologi informasi (digital divide) didefinisikan sebagai berikut "....the gap between individuals, households, businesses and geographic areas at different socio-economic levels
with regard both to their opportunities to access information and communication
technologie (IT) and to their use of the Internet for a wide variety of activities".
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kesenjangan bukan hanya terjadi di tingkat bisnis dan geografi saja, tetapi juga mencakup kesenjangan di tingkat individu. Perbedaan target sasaran pengukuran tentunya memerlukan alat ukur yang sesuai dengan keperluannya.
Kesenjangan digital membahas mengenai kesenjangan antara individu yang memiliki akses dan yang mampu menggunakan teknologi komunikasi dan komputer secara efektif dengan individu yang tidak mampu serta tidak memiliki akses. Mengurangi kesenjangan digital berarti membahas mengenai pengaksesan internet dan sumber dayanya, penggunaan teknologi telekomunikasi dan komputer untuk bekerja, berkomunikasi, mencari informasi, membuat dan membentuk pengetahuan yang berfungsi efektif, dan pada akhirnya menciptakan sebuah komunitas yang lebih baik dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.
2. Kesenjangan Digital di Indonesia
Keterbatasan sarana dan prasarana ini berdampak pada ketimpangan kualitas hasil belajar peserta didik antarsatuan pendidikan. Berdasarkan data pokok pendidikan menengah tahun 2011, dari 11.535 SMA, ada 10,18 persen dari 142.525 ruang kelas yang rusak berat. Sementara dari 9.875 SMK, ada 9,68 persen dari 85.992 ruang kelas yang rusak berat. SMA yang memiliki perpustakaan baru 7.262 sekolah (66 persen), sedangkan SMK yang memiliki perpustakan lebih banyak, yaitu 6.337 sekolah (76 persen). Fasilitas laboratorium sebagai ajang praktek bagi peserta didik masih terbatas, seperti terlihat pada:
Gambar 1 : Fasilitas Laboratorium SMP, SMA, SMK
(Sumber:Kemdikbud 2010)
e-perpustakaan di SMA dan SMK masih di bawah 10 persen. Peningkatan sarana dan prasarana diperlukan agar satuan pendidikan dapat menyelenggarakan pelayanan paling tidak setara dengan standar pelayanan minimum.
Gambar 2 : Ketersediaan Fasilitas TIK di SMA-SMK
(Sumber:Kemdikbud 2010)
3. Kesenjangan Digital pada Perempuan
Karena teknologi ini begitu dahsyat dan maju, sehingga diharapkan dapat dapat menjembatani kesenjangan digital secara cepat, serta mengakibatkan teknologi menjadi semakin murah, sehingga teknologi ini diharapkan memberikan manfaat lebih bagi kaum miskin. Walaupun demikian, jika teknologi TIK ini tidak dengan cepat mengikutsertakan kaum marjinal dunia dengan memberikan manfaat utama bagi mereka, maka justru, teknologi ini akan membuat kaum marjinal semakin terpinggirkan. Dan karena dinegara berkembang kaum marjinal sebagaian besar adalah perempuan, maka kecuali dilakukan usaha untuk menghilangkan kesenjanagan, akan ada resiko bahwa TIK justru akan memperbesar kesenjangan gender dan dampak positif dari TIK justru tidak akan tercapai.
Sehingga pertanyaannya ialah apakah TIK juga memberikan dampak yang sama bagi perempuan dibanding manfaat dan kemudahan penggunaan bagi kaum laki laki. Hambatan dalam dunia TIK memberikan permasalahan yang lebih besar bagi perempuan tidak berbahasa Inggris, kurang kesempatan mendapatkan pelatihan dibidang komputer, beban pekerjaan rumah tangga yang cukup berat, ekonomi masih lemah, masih mengalami hambatan budaya, dan terakhir, konten dibidang TIK masih kurang relevan bagi kehidupan perempuan secara umum.
1. Angka buta huruf dan tingkat pendidikan
Perempuan memerlukan kemampuan membaca dan pendidikan untuk membuat pesan-pesan sederhana, navigasi internet, dan mengoperasikan beberapa software.Satu dari dua perempuan di negara berkembang masih buta huruf. Kemampuan perempuan di bidang komputer lebih rendah dibanding laki-laki.
2. Bahasa
Bahasa Inggris sangat dominan sebagai bahasa internet dan sebagai bahasa pengantar internasional. Faktor ini secara signifikan berdampak pada perempuan dan kelompok marjinal lainnya tanpa akses untuk memperoleh pendidikan formal yang memberi kesempatan untuk belajar inggris.
3. Waktu
Pada umumnya sebagian besar waktu perempuan dihabiskan pada tanggungjawabnya mengurus anak dan keluarga. Maka secara langsung perempuan tidak mempunyai cukup waktu untuk mempelajari internet atau baik di rumah, di kantor. Kurangnya waktu menjadi kendala kurangnya memperoleh informasi.
4. Norma sosial dan budaya
D.Landasan Teori
1. Tinjauau Teoritis Technology Acceptance Model (TAM)
Beberapa model telah dibangun untuk menganalisis dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi diterimanya penggunaan teknologi komputer, diantaranya yang tercatat dalam berbagai literatur dan referensi hasil riset dibidang teknologi informasi adalah seperti Theory of Reasoned Action (TRA), Theory of Planned Behavior (TPB), dan Technology Acceptance Model (TAM) (Mhd.Jantan.et.al,2001). Model TAM yang dikembangkan oleh Davis F.D (1989) merupakan salah satu model yang paling banyak digunakan dalam penelitian TI. Menurut Davis (1989), TAM memiliki dua konsep yaitu perceived usefulness dan perceived ease of use.
TAM bertujuan untuk menjelaskan dan memperkirakan penerimaan (acceptance) pengguna terhadap suatu sistem informasi. TAM menyediakan suatu basis teoritis untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan terhadap suatu tekhnologi dalam suatu organisasi. TAM menjelaskan hubungan sebab akibat antara keyakinan (akan manfaat suatu sistem informasi dan kemudahan penggunaannya) dan perilaku, tujuan/keperluan, dan penggunaan aktual dari pengguna/user suatu sistem informasi.
kemudahan penggunaan TI menjadikan tindakan/perilaku orang tersebut sebagai tolok ukur dalam penerimaan sebuah teknologi.
2. Persepsi Manfaat Menggunakan Internet (Perceived usefulness)
Davis.F.D (1989) mendefinisikan kemanfaatan (usefulness) sebagai suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa penggunaan suatu subyek tertentu akan dapat meningkatkan prestasi kerja orang tersebut. Berdasarkan definisi tersebut dapat diartikan bahwa kemanfaatan dari penggunaan komputer dapat meningkatkan kinerja, prestasi kerja orang yang menggunakannya.
Persepsi terhadap kemanfaatan didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana penggunaan suatu teknologi dipercaya akan mendatangkan manfaat. Kemanfaatan dengan estimasi dua faktor oleh Chin dan Todd (1995) dibagi menjadi dua kategori lagi yaitu kemanfaatan dan efektifitas, dengan dimensi-dimensi masing-masing yang dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kemanfaatan meliputi dimensi : (1) menjadikan pekerjaan lebih mudah (makes job easier), (2) Bermanfaat (usefull), (3) Menambah produktifitas (Increase productivity).
2. Efektifitas meliputi dimensi : (1) mempertinggi efektifitas (enchance my effectiveness), (2) mengembangkan kinerja pekerjaan (improve my job performance).
kepercayaan pengguna TI dalam memutuskan penerimaan TI, dengan satu kepercayaan bahwa penggunaan TI tersebut memberikan kontribusi positif bagi penggunanya. Seseorang mempercayai dan merasakan dengan menggunakan komputer sangat membantu dan mempertinggi prestasi kerja yang akan dicapainya, atau dengan kata lain orang tersebut mempercayai penggunaan TI telah memberikan manfaat terhadap pekerjaan dan pencapaian prestasi kerjanya. Manfaat (perceived usefulness) akan mempengaruhi minat berperilaku guru perempuan dan laki-laki untuk menggunakan TI.
3. Persepsi Kemudahan Menggunakan Internet (Perceived ease of use)
Davis, F.D (1989) mendefinisikan kemudahan penggunaan (ease of use) sebagai suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa komputer dapat dengan mudah dipahami. Menurut Venkatesh dan Morris (2000), kemudahan (Perceived Ease of Use) menggambarkan dampak atas tingkat perilaku melalui dua penyebab yaitu dampak langsung atas tingkat perilaku dan dampak tidak langsung atas perilaku melalui perceived usefulness.
Davis.F.D (1989) memberikan beberapa indikator kemudahan penggunaan TI antara lain meliputi:
1. Komputer sangat mudah dipelajari
2. Komputer mengerjakan dengan mudah apa yang diinginkan oleh pengguna 3. Keterampilan pengguna bertambah dengan menggunakan computer
4. Komputer sangat mudah untuk dioperasikan.
Berdasarkan telaah teoritis dan hasil-hasil pengujian empiris diatas, dapat disimpulkan bahwa penerimaan penggunaan TI juga turut dipengaruhi oleh kemudahan penggunaan TI, ini merupakan refleksi psikologis pengguna yang lebih bersikap terbuka terhadap sesuatu yang sesuai dengan apa yang dipahaminya dengan mudah. Kemudahan tersebut dapat mendorong seseorang untuk menerima menggunakan TI.
4. Penggunaan Internet Sesungguhnya (Actual Usage)
E. Tinjauan Tinjauan tentang Adopsi Internet, Gender, dan TAM 1. Penelitian Oleh Radiansyah (2010)
Judul penilitian ini adalah “Pengaruh Gender Terhadap Pola Adopsi Internet Oleh
Siswa SLTA di Bandarlampung”. Riset ini bertujuan untuk menggambarkan pola
adopsi internet oleh siswa Madrasah Aliyah di Bandarlampung, menemukan pola adopsi internet oleh Madrasah Aliyah disebabkan oleh koneksitas internet di sekolahnya, menyikap perbedaan pola adopsi internet antara siswa laki-laki dan siswi perempuan. Dalam penelitian ini digunakan 5 konstruk utama TAM dengan menambahkan gender sebagai variable eksternel, yaitu penerimaan penggunaan terhadap kemudahan penggunaan internet (Perceived Usefulness / PU), penerimaan terhadap kemudahan penggunaan internet (Perceived Ease of use / PEOU). Sikap terhadap penggunaan internet (Attitude Toward Behaviour), minat menggunakan internet (Behavioral Intention) penggunaan internet sesungguhnya (Actual System Usage) serta variable tambahan gender (Eksternal Variabel). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa dari 3 Madrasah Aliyah Negeri dan Swasta di Bandarlampung yaitu MAN 1 Bandar Lampung, MAS Al-Hikmah dan MAS AL-Asy‟ariyah Panjang. Sample melibatkan siswa responden sebanyak 194 siswa. Teknik penggambilan sample yang digunakan adalah cluster random sampling.
penelitian ini juga menunjukan tidak adanya perbedaan penerimaan pengguna terhadap manfaat internet/PU antara siswa perempuan dan laki-laki. Namun demikian ditemukan perbedaan antara siswa laki-laki yang lebih tinggi dari siswa perempuan dalam hal penerimaan terhadap kemudahan penggunaan /PEOU. Kemudian sikap dan minat terhadap pengguanaan internet di kalangan siswa laki-laki juga lebih tinggi dibandingkan perempuan.
2. Penelitian Oleh Poppy Ayu (2013)
Judul penilitian ini adalah “Pengaruh Gender terhadap Pola Adopsi Internet Oleh
Guru SMA Swasta di Bandarlampung”. Tujuan penelitian ini yaitu
Untuk analisis penelitian adalah guru di 3 sekolah tersebut, yang menjadi sampel penelitian yaitu 91 orang guru yang terdiri atas 41 orang laki-laki dan 50 orang perempuan. Data penelitian disajikan dalam tabel tunggal dan tabel silang dengan mengetahui frekuensi jawaban dan persentasenya. Hasil penelitian menunjukkan tidak ditemukan kecenderungan data bias gender untuk kepentingan profesi pola adopsi internet oleh guru. Begitu juga tidak ada kecenderungan perbedaan pola adopsi internet oleh guru di 3 sekolah yang senjang secara digital.
3. Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu
Secara metodis, penelitian ini hampir sama dengan penelitian kedua tersebut. Namun berbeda dalam subjek dan jumlah variable penelitian. Subjek dalam penelitian ini adalah guru SMK Swasta di Bandarlampung. Meskipun keduanya menggunakan teori TAM sebagai alat analisis penelitian mereka, kedua penelitian tersebut memiliki perbedaan satu sama lain, baik motode analisis data maupun jumlah variable penelitiannya. Penelitian Radiansyah (2010) metode penarikan sample yang digunakan adalah teknik Cluster Sampling karena bersifat homogen. Dalam penelitian ini sample dikelompokan menjadi 3 kategori yaitu :
1. Sekolah yang memilki rasio jumlah siswa dan laboraturium TIK yang baik dengan koneksi internet yang baik ( kategori 1).
2. Sekolah yang memilki rasio jumlah siswa dan laboraturium TIK yang cukup baik dengan koneksi internet yang kurang baik ( kategori 2).
Penelitian ini berupaya menggambarkan adopsi internet dikalangan guru SMK Swasta di Bandarlampung antara guru perempuan dan guru laki-laki. Perbedaan adopsi internet dikalangan guru yang berbeda berdasarkan kategori sekolah di atas mengungkapkan kesenjangan digital antar sekolah. Penelitian ini menggunakan teori TAM yaitu penerimaan terhadap manfaat internet (Perceived Usefullness) dan penerimaan terhadap kemudahan penggunaan internet (Perceived Ease Of Use) dan gender sebagai variabel eksternalnya.
F. Kerangka Pikir
Menurut Muhamad (2009 : 75) Kerangka pikir adalah gambaran mengenai hubungan antar variabel dalam suatu penelitian, yang diuraikan oleh jalan pikiran menurut kerangka logis. Menurut Riduwan (2004 : 25) kerangka berfikir adalah dasar pemikiran dari penelitian yang disintesiskan dari fakta-fakta, observasi dan telaah penelitian. Kerangka pikir memuat teori, dalil atau konsep-konsep yang akan dijadikan dasar dalam penelitian. Uraian dalam kerangka pikir ini menjelaskan antar variabel.
Penelitian ini mencoba mengetahui bias gender pada adopsi internet di kalangan guru SMK Swasta di Bandarlampung. Perbedaan adopsi internet di kalangan guru akan mengungkapkan adanya kesenjangan digita (digital divide) antara sekolah maupun antar guru (laki-laki atau perempuan).Salah satu teori tentang penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang dianggap sangat berpengaruh dan umumnya digunakan untuk menjelaskan penerimaan individual terhadap penggunaan teknologi informasi yaitu internet adalah model penerimaan teknologi Technology Acceptance Model (TAM) yaitu penerimaan kemanfaatan menggunakan teknologi informasi (perceived usefulness) dan penerimaan kemudahan menggunakan teknologi informasi (perceived ease of use) dan penggunaan sesungguhnya (Actual Usage).
G. Hipotesis
Hipotesis merupakan pegangan yang khas dalam menuntun jalan pikir penelitian Hipotesis harus ada untuk menentukan persoalan serta memadu jalan pikiran ke arah tujuan yang ingin dicapai sehingga hasil yang ingin diperoleh akan mengenai sasaran yang tepat (M.Nazir. 2005 : 24). Hipotesis juga merupakan sebuah gambaran yang memiliki referensi telah dirumuskan serta diterima untuk sementara dan dapat menerangkan fakta-fakta maupun kondisi yang sedang diamati untuk tujuan langkah penelitian.
Berdasarkan bagan kerangka pikir maka dapat ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban sementara masalah penelitian sebagai berikut :
1. Ho : Tidak ada perbedaan adopsi internet antar SMK Swasta di kota Bandarlampung
H1 : Ada perbedaan adopsi internet antar SMK Swasta di kota Bandarlampung
2. Ho : Tidak ada perbedaan adopsi internet antar guru perempaun dan laki-laki di SMK Swasta di kota Bandarlampung
H1 : Ada perbedaan adopsi internet antar guru perempaun dan laki-laki di SMK Swasta di kota Bandarlampung
3. Ho : Tidak ada perbedaan adopsi internet antar guru perempaun dan laki-laki di SMK Swasta yang senjang digital di kota Bandarlampung
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Tipe Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang pengaruh bias gender pada adopsi internet oleh guru SMA Swasta di kota Bandarlampung. Karena itu, tipe penelitian ini termasuk pada penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Isaac dan Michael menjelaskan penelitian deskriptif adalah melukiskan secara fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. Dengan metode deskriptif, kita menghimpun data, menyusun secara sistematis, faktual dan cermat. (Rakhmat, 1995 : 22).
B.Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penggumpulan data adalah metode survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Masri Singarimbun, 2006 : 3). Ciri khas penelitian ini adalah data dikumpulkan dari responden yang banyak jumlahnya dengan menggunakan kuesioner,
jumlah pengamatan sebanyak 3 SMK Swasta di kota Bandarlampung. Untuk mengetahui kesenjangan digital dilakukan sensus terhadap seluruh SMK Swasta yang ada di kota Bandar Lampung dengan mengobservasi:
1. Jumlah komputer yang dimiliki sekolah dan distribusinya (laboratorium, adminitrasi, ruang guru)
2. Koneksitas internet dan access point 3. Rasio murid dan komputer (laboratorium) 4. Jumlah guru perempuan dan laki-laki
C.Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel bebas, yaitu variabel yang di duga sebagai penyebab atau pendahulu
dari variabel yang lain (Rakhmat, 2001). Variabel bebas yaitu Bias Gender (variable X).
2. Variabel terikat, yaitu variabel yang di duga sebagai akibat atau yang dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya (Rakhmat, 2001). Variabel terikat yaitu Adopsi Internet oleh Guru SMK Swasta di Bandarlampung (variable Y).
D.Definisi Konsep
kejadian,dan keadaan kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial (Singarimbun & Effendi, 1995 : 33). Konsep dibentuk dengan kebutuhan untuk menguji hipotesis dan menyusun teori yang masuk akal, serta dapat diuji regularitasnya (Bungin, 2010 : 58). Definisi konsep dalam penelitian ini adalah:
1. Bias Gender
Bias gender adalah pembagian posisi dan peran yang tidak adil antara laki-laki dan perempuan. Ketidaksetaraan peluang dan kesempatan dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi antara laki-laki dan perempuan, kaya miskin, orang cacat dan tidak, desa kota, atau sifatsifat yang diletakkan pada laki-laki atau perempuan yang dibangun oleh sosial dan budaya
2. Adopsi Internet
Adopsi merupakan proses penerimaan pesan atau perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan (cognitive), sikap (affective) maupun keterampilan (psycho-motoric) pada diri seseorang. Internet adalah hubungan (koneksi) satu komputer ke komputer lainnya diseluruh dunia melalui server dan router terdedikasi. Adopsi Internet adalah keberterimaan pengguna terhadap teknologi informasi yaitu internet. Indikator dalam adopsi internet yaitu
a. Aktifitas responden di internet
E.Definisi Operasional
Menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (2001 : 123), definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Definisi operasional adalah seperangkat petunjuk yang lengkap mengenai apa yang akan diamati dan bagaimana mengukur suatu variabel (konsep) sehingga seseorang dapat menggolongkan gejala lingkungannya ke dalam berbagai kategori variabel (Walizer & Wienir, 1993 : 27). Dengan kata lain definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksana bagaimana mengukur suatu variabel. Definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang digunakan untuk membantu penelitian lain apabila ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995: 46). Adapun indikator dari definisi operasional dalam penelitian ini adalah :
1. Bias Gender ( Variabel X)
Variabel bias gender akan diukur dari pertanyaan jenis kelamin yaitu: a. Laki-laki
b. Perempuan
2. Adopsi Internet (Variabel Y)
Tabel 1. Indikator variabel Y ( Adopsi Internet)
No Variabel Dimensi Indikator
1 Persepsi
a. Pengguna merasa terbantu saat melakukan pekerjaan sebagai guru dengan menggunakan internet dan komputer.
b. Dengan komputer menyampaikan materi pengajaran menjadi lebih mudah
c. Dengan menggunakan fitur baru di internet dapat menyelesaikan tugas-tugas guru
d. Guru menggunakan internet untuk kepentingan profesional dan pribadi
c. Bahasa inggris menjadi kendala guru dalam berinternet.
d. Guru dapat mengirim dan membaca email.
e. Guru mampu browsing di internet f. Guru mampu bernavigasi di suatu
Lanjutan tabel 1
No Variabel Dimensi Indikator
3 Variabel Y
menjadi anggota sampel. Menurut Singarimbun dan Effendi (1987 : 108) populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga. Populasi dalam penelitian ini adalah 36 SMK Swasta di Kota Bandarlampung.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu dan terstruktur demi mendapatkan hasil yang ingin dicapai (Soekanto, 2007: 86). Sampel dilihat dengan cara stratifikasi berdasarkan penggunaan Teknologi, Informasi dan Komunikasi yaitu kepemilikan laboratorium dan koneksitas internet dari 36 SMK Swasta dan dipilih tiga SMK Swasta di Bandarlampung yang senjang secara digital yaitu SMK 2 Mei, SMK Arjuna, dan SMK Darmapala. Total sampel dalam penelitian ini sebanyak 139 guru, yaitu 90 guru dari SMK 2 Mei, 22 guru dari SMK Arjuna, dan 27 guru dari SMK Darmapala. Pemilihan tiga sekolah yang senjang secara digital melalui tahapan-tahapan yaitu:
1. Tahap pertama adalah Melakukan sensus terhadap SMK Swasta di Bandarlampung :
a. Jumlah komputer yang dimiliki sekolah dan distribusinya (lab, administrasi, dan ruang guru)
No Sekolah Jumlah
31 SMK YP 57 sekolahnya sudah tidak beroperasi
32 SMK PGRI 1 107 38 69 29 7 22 3 15 3 512
33 SMK Taruna 199 37 16
2 22 8 14 3 22 1 512
34 SMK Dwi
Pangga 70 20 50 15 5 10 4 23 5 512
35 SMK Persada Tidak Bersedia
36
SMK Taman Karya Madya Teknik 1
91 91 0 18 14 4 1 5 1 0
Tabel 3. Hasil Ratting Kategori Sekolah
Kategori 1
Nama Sekolah Rasio Speed Jumlah Guru
SMK 2 Mei 1 : 2 512 Kbps 90
SMK Gajah Mada 1 : 7 512 Kbps 46
SMK PGRI 2 1 :3 512 Kbps 52
Kategori 2
Nama Sekolah Rasio Speed Jumlah Guru
SMK BPK Penabur 1 : 5 1 Mbps 22
Nama Sekolah Rasio Speed Jumlah Guru
SMK Taruna 1 : 10 512 Kbps 22
Sumber : Riset data hasil penelitian 2014
2. Setelah di ratting tahap ke dua yaitu menentukan 3 sample dari 36 SMK Swasta dengan menempati 3 kategori yaitu
1. Sekolah yang memilki rasio jumlah siswa dan laboraturium TIK yang baik dengan koneksi internet yang baik. ( Kategori 1)
( SMK 2 Mei Bandarlampung)
2. Sekolah yang memilki rasio jumlah siswa dan laboraturium TIK yang cukup baik dengan koneksi internet yang kurang baik. ( Kategori 2) ( SMK Arjuna Bandarlampung )
3. Sekolah yang memilki rasio jumlah siswa dan laboraturium TIK yang kurang baik dengan koneksi internet yang kurang baik. ( Kategori 3) ( SMK Darma Pala Bandarlampung )
Pemilihan sampel sekolah dari ketiga kategori diatas berdasarkan perbandingan rasio jumlah komputer dan siswa yang paling tinggi pada kategori pertama dan terendah pada kategori kedua dan ketiga. Pemilihan sampel juga sesuai dengan pertimbangan observer dari masing-masing kategori.
3. Menentukan Unit Analisis
Rumus Slovin:
Keterangan; n = ukuran sampel N = ukuran populasi
e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang ditololerir. Batas kesalahan yang ditolelir ini untuk setiap populasi tidak sama, ada yang 1%, 2%, 3%, 4%,5%, atau 10%. Namun dalam penelitian ini akan diambil 5%.
G. Teknik Pengumpulan Data
Pemilihan teknik pengumpulan data harus disesuaikan dengan jenis data yang dibutuhkan. Berikut adalah teknik pengumpulan data yang ditempuh dalam penelitian kuantitatif:
1. Teknik Kuesioner
2. Dokumentasi
Dokumentasi adalah proses mengumpulkan data dari bank data tertentu yang dibutuhkan untuk meneliti. Dokumen adalah sesuatu yang diambil dari compile orang lain yang telah tersedia seumpama foto. Sementara itu, foto yang diambil sendiri saat penelitian akan masuk pada daftar hasil observasi.
H.Teknik Pengolahan Data
Setelah mengumpulkan data dari lapangan, maka tahap selanjutnya adalah mengadakan pengolahan data dengan teknik-teknik sebagai berikut:
1. Editing
Editing adalah proses pemeriksaan dan penyelesaian kembali data yang telah diisi atau dijawab oleh responden. Menurut Burhan Bungin (2008 : 165) editing adalah kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai menghimpun data di lapangan. Tahap editing adalah tahap memeriksa kembali data yang berhasil diperoleh dalam rangka menjamin keabsahannya (validitas) untuk kemudian dipersiapkan ketahap selanjutnya yaitu memeriksa hasil kuesioner yang telah diisi oleh responden.
2. Koding
kode dan dipindahkan dalam tabel kode atau buku kode. Dalam hal ini, peneliti mengklasifikasikan jenis pertanyaan dan diberikan kode untuk mempermudah pembaca dalam memahami penelitian ini.
3. Tabulasi
Tabulasi adalah mengelompokkan jawaban-jawaban yang serupa secara teratur dan sistematis untuk kemudian dihitung berapa banyak yang masuk ke dalam suatu katagori yaitu membuat table tunggal dan table silang. Tahap tabulasi adalah tahap mengelompokkan jawaban-jawaban yang serupa secara teratur dan sistematis. Tahap ini dilakukan dengan cara mengelompokkan jawaban-jawaban responden yang serupa. Melalui tabulasi data akan tampak ringkas dan bersifat merangkum.
I. Teknik Pemberian Skor
Penentuan skor untuk masing-masing jawaban adalah sebagai berikut:
1. Skor 2 merupakan nilai yang sangat diharapkan yang menunjukan jawaban ya 2. Skor 1 merupakan nilai yang diharapkan yang menunjukan jawaban tidak.
J. Teknik Pengujian Instrumen Penelitian
1. Uji Validitas
Validitas menunjukan sejauh mana suatu alat pengukuran itu mengukur apa yang ingin diukur (Singarimbun, 1995: 124). Uuji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas butir, dimana setiap pertanyaan dicari nilai indeks validitasnya dengan menggunakan rumus pearson product moment correlation.
Jika nilai indeks validitas butir ≤ 0,05, maka butir pertanyaan tersebut valid.
Rumus yang digunakan sebagai berikut:
∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ ∑ ∑
Keterangan :
r = Angka korelasi N = Jumlah responden
X = Skor pertanyaan atau pernyataan Y = Skor total sub variabel
Kemudian berdasarkan korelasi ini akan dikonsultasikan pada kriteria Guildford sebagai berikut :
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Dengan kata lain reliabilitas menunjukan konsisten suatu alat pengukuran di dalam mengukur gejala yang sama (Singarimbun, 1995 : 140).
Untuk mengukur tingkat reliabilitas instrument yang digunakan dalam penelitian ini menggunkan metode Alfa Cronbach. Standar yang digunakan dalam menentukan reliabel atau tidaknya suatu instrument penelitian umumnya adalah perbandingan antara nilai r hitung dengan r tabel pada taraf kepercayaan 95% atau tingkat signifikansi 5%. Apabila dilakukan pengujian reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach, maka nilai r hitung diwakili oleh nilai Alpha.
Rumus yang digunakan sebagai berikut :
[ ] [ ∑ ]
Keterangan :
α = Nilai reliabilitas
k = Jumlah item pertanyaan atau pernyataan
∑
Nilai varian masing – masing item
∑
= Nilai totalTingkat reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach diukur berdasarkan skala 0 sampai dengan 1 (Triton,2006 : 248 ). Ukuran kemantapan Alpha dapat
Tabel 4. Ukuran Kemantapan Alpha bisa dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan antara dua sampel yang saling independen dengan skala data minimal nominal. Uji ini baik digunakan jika jumlah samplenya cukup besar. Uji chi-square diterapkan pada kasus dimana akan diuji apakah frekuensi yang akan diamati (data observasi) untuk membuktikan atau ada perbedaan secara nyata atau tidak dengan frekuensi yang diharapkan. Uji hipotesis chi square pada penelitian ini, penulis menggunakan program SPSS.
L.Teknik Analisis Data
sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian.
BAB IV
GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN
A.SMK 2 Mei Bandarlampung 1. Profil SMK 2 Mei Bandarlampung
a. Nama Sekolah : SMK 2 Mei Bandarlampung
b. Alamat : Jalan Abdul Muis No.18 Gedung Meneng Bandarlampung
c. Telp : (0721) 703852
d. Email : smk2mei_bandarlampung@yahoo.com
SMK 2 Mei Bandar Lampung sebagai lembaga pendidikan yang memiliki tugas dan tanggung jawab kepada bangsa untuk mendidik anak bangsa yang berkualitas dan responsif terhadap kemajuan IPTEK di dunia global di era teknologi. Sekolah SMK 2 Mei telah berdiri sejak tahun 1962, setelah melalui proses yang panjang sejak tahun 1958. Di resmikan bersamaan HUT RI 17 Agustus 1962. Peresmian secara simbolisasi dilakukan oleh Danrem 43 Garuda Hitam, yaitu Bapak Letnan Kolonel Animan Achyar dengan membuka tabir
Pada tahun 1968, jurusan bangunan air dan bangunan gedung dinegrikan, maka SMKN 2 Bandarlampung yang ada sekarang ini adalah pecahan dari SMK 2 Mei.
Sejak berdirinya tahun 1962 sampai dengan sekarang, SMK 2 Mei berganti-ganti nama sesuai dengan situasi dan kondisi serta peraturan Departemen Pendidikan, dan secara silih berganti SMK 2 Mei juga berganti kepemimpinan. Dari tahun 2000 sampai sekarang SMK 2 Mei dipimpin oleh Bapak Hi. Jumadi S., S.Pd. dari Dinas Pendidikan Bandarlampung. Dan saat ini Yayasan 2 Mei sebagai wadah SMK 2 Mei Bandarlampung diketuai oleh Bapak Hi. Matt Al-Amin Kraying, S.H.
Internet menjadi media yang sangat penting untuk melihat dunia. SMK 2 Mei Bandar Lampung telah memiliki sarana ini, untuk itu kami akan menampilkan apa yang ada dan terjadi, sehingga dunia bisa melihat keadaan di lembaga kami. Berupa kegiatan prestasi dan kondisi dan kemajuan yang ada kepada semua pihak (http://smk2mei-bandarlampung.blogspot.com).
Gambar 3. Kondisi Lab Komputer SMK 2 Mei
Sumber : Hasil pra riset 2014
2. Visi dan Misi SMK 2 Mei Bandarlampung a. Visi SMK 2 Mei Bandarlampung
SMK 2 Mei bandarlampung sebagai sub sistem dari pendidikan nasional yang selalu mengutamakan pelayanan, masyarakat, meningkatkan mutu, fasilitas dan metode pembelajaran secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam mempersipakan tamatan tingkat menengah yang berkualitas, mandiri, profesional, dan berbudi pekerti luhur untuk menghadapi masa depan yang cerah, serta memiliki iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Misi SMK 2 Mei Bandarlampung
SMK 2 Mei Bandarlampung menuju sekoalah yang :
1. Unggul dalam Budi Pekerti serta memiliki Iman dan Taqwa 2. Unggul dalam Ilmu Pengetahuan
6. Unggul dalam Sumber Daya Manusia
7.Unggul dalam Berkarya untuk mencapai Sekolah Berstandar Nasional
3. Tujuan SMK 2 Mei Bandarlampung
Menciptakan sumber daya manusia yang siap berkompetisi dan siap bersaing di dunia kerja di era global.
4. Program Keahlian SMK 2 Mei
SMK 2 Mei Bandar Lampung bekerja sama dengan Dunia Usaha / Dunia Industri (DU/DI) dalam proses pembelajaran yaitu dalam program Praktek Industri. Data Industri sebagai berikut :
1 Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik 41 2 Teknik Audio Video 24
3 Teknik Mekanik Otomotif 32 4 Teknik Permesinan 29
5 Teknik Komputer dan Jaringan 14
Tabel.5 Jumlah Guru SMK 2 Mei Bandarlampung
NO Bidang Studi Jenis Kelamin Jumlah
Laki-Laki Perempuan
1. Eksak 38 13 51
2. Non Eksak 22 17 39
Jumlah 60 30 90
B.SMK Arjuna Bandarlampung 1. Profil SMK Arjuna Bandarlampung
a. Nama sekolah : SMK Arjuna
b. Alamat : Jl. Tulang Bawang No.35 Enggal, Tanjung Karang Pusat, Bandar Lampung
c. Telp : (0721) 2641462
SMK Arjuna merupakan sekolah yang menjadi bagian dari Yayasan Arjuna. Sekolah ini berdiri pada tahun 1996 dengan SK pendirian No.190/I.12 b1 tanggal 2 Oktober 1996. Berdiri pada masa penjajahan belanda sekolah ini
bernama “Arjuna School” . Dalam rangka mercerdaskan kehidupan bangsa
setelah kemerdekaan dibentuklah Yayasan Pemuda Pelajar Lampung (YP3L) pada tahun 1951 yang menaungi SMK Arjuna. Pada Perjalannya karena suatu dan lain hal Yayasan pemuda pelajar Lampung diganti namanya menjadi Yayasan Pendidikan Arjuna Lampung (YPAL) yang diprakarsai oleh Bapak Haji Alamsyah Ratu Prawiranegara selaku menteri agama RI.
Pengurus Yayasan Pendidikan Arjuna Lampung Adapun pengurus yayasan terdiri atas:
Ketua : H Hirzua Mulia M Caropeboka. Wakil Ketua : Khaidir Anwar Z Pagar Alam Sekretaris : Sutan Syahril, S.Sos
Bendahara : Rolie Firman, S.E Wakil Bendahara : Dra Yasin Sepahit Lidah Anggota : Nadirsyah Ram B.Sc