• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKUNTANSI SYARIAH AKAD MUSYARAKAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "AKUNTANSI SYARIAH AKAD MUSYARAKAH"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

AKUNTANSI SYARIAH

AKAD MUSYARAKAH

Di susun oleh:

Prista Dianta :

01101403001

(2)
(3)

Latar Belakang

Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tidak saja bagaimana cara berhubungan dengan Maha Pencipta, tetapi juga aspek hubungan antar manusia dalam bermasyarakat. Islam adalah sistem yang menyeluruh, yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ajaran Islam tentang ekonomi cukup banyak, baik dalam Al Qur’an, Sunnah, maupun ijtihad para ulama. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian Islam dalam masalah ekonomi sangat besar. Ayat yang terpanjang dalam Al Qur’an justru berisi tentang masalah perekonomian, Ayat yang terpanjang itu ialah ayat 282 dalam surah Al Baqarah, yang menurut “Ibnu Arabi ayat ini mengandung 52 hukum/masalah tentang ekonomi”.

Nabi Muhammad menyebut, ekonomi adalah pilar pembangunan dunia. Dalam berbagai hadis ia juga menyebutkan bahwa para pedagang (pebisnis) sebagai profesi terbaik, bahkan mewajibkan ummat Islam untuk menguasai perdagangan. “Hendaklah kamu kuasai bisnis, karena 90% pintu rezeki ada dalam bisnis”. (Hadis Riwayat (HR.) Ahmad) ”Sesungguhnya sebaik-baik usaha/profesi adalah usaha perdagangan (HR. Baihaqi). Demikian besarnya penekanan dan perhatian Islam pada ekonomi, karena itu tidak mengherankan jika ribuan kitab Islam membahas konsep ekonomi Islam.

Kitab-kitab fikih senantiasa membahas topik-topik mudharabah, musyarakah, musahamah,

murabahah, ijarah, wadi’ah, wakalah, hawalah, kafalah, jialah, ba’i salam, istisna’, riba, dan ratusan konsep muamalah lainnya. Selain dalam kitab-kitab fiqh, terdapat karya-karya ulama klasik yang sangat melimpah dan secara panjang lebar membahas konsep dan ilmu ekonomi Islam, seperti: “Abu Yusuf dengan manajemen sistem pengelolaan Al Khoroj; Muhammad bin al Hasan As Saibani dengan kitab Al Kasab; dan Abu Ubaid dengan kitab Al Amwal.

Menjelang abad 21, muncul kesadaran baru umat Islam untuk mengembangkan kembali kajian ekonomi Syariah. Ajaran Islam tentang ekonomi, kembali mendapat perhatian serius dan berkembang menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Pada era tersebut lahir dan muncul para ahli ekonomi Syariah yang handal dan memiliki kapasitas keilmuan yang memadai dalam bidang

(4)

keuangan adalah suatu sistem yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam. Islam memiliki prinsip-prinsip ekonomi sebagai berikut:

1) Pemilik mutlak dari semua jenis sumber daya adalah Allah.

2) Islam menjamin kepemilikan publik yang diwakili oleh Negara atas industri yang menyangkut hajat hidup orang banyak;

3) Islam mengakui kepemilikan pribadi pada batas - batas tertentu yaitu sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

4) Pandangan Islam terhadap harta adalah: harta sebagai titipan (amanah), harta sebagai perhiasan yang memungkinkan manusia menikmatinya dengan baik asalkan tidak berlebihan karena akan menimbulkan keangkuhan, kesombongan dan kebanggaan diri, harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut bagaimana mendapatkan dan membelanjakannya, harta sebagai bekal ibadah.

5) Pemilikan harta harus diupayakan melalui usaha atau mata pencaharian yang halal dan sesuai dengan aturan-Nya.

6) Semua harta (sumber daya) yang diamanatkan itu akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat nanti.

PEMBAHASAN

(5)

1) Menurut 4 madzhab

a) Secara etimologi

 Al-Musyarakah atau “Asy-Syirkah” berarti “percampuran” atau percampuran

antara sesuatu dengan yang lainnya (Lihat: Ibn Mandzur, Lisan Al-’Arab (10/448, Az-Zubaidi, Taj al-’arus (7/148).

b) Secara terminologi: 1. Hanafiah

 Al-musyarakah adalah akad yang dilakukan oleh dua orang yang bersyirkah

(bekerjasama) dalam modal dan keuntungan (Ibn ‘Abidin, Radd al-mukhtar ‘ala ad-dur al-mukhtar (3/364).

 Percampuran dua bagian orang -atau lebih- yang melakukan kerjasama tanpa

ada keistimewaan satu sama lain (al-Jurjani, at-ta’rifat (111).

2. Malikiah: Al-musyarakah adalah suatu keizinan untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang bekerjasama terhadap harta mereka (Ad-dardir, Hasyiah ad-dasuki (3/348)

3. Syafi’iah: Al-musyarakah adalah adanya ketetapan hak atas sesuatu bagi dua orang–atau lebih-yang melakukan kerjasama dengan cara yang diketahui (masyhur) (Al-khathib, Mughni al-muhtaj (2/211)

4. Hanabilah: Al-musyarakah adalah berkumpul dalamsuatu hak dan perbuatan atau tindakan (Ibn Qudamah, al-mughni (5/109)

2) Menurut Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK Np. 106 musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing – masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan kontribusi dana.

3) Menurut DR. Jafril Khalil yang dimaksud dengan musyarakah adalah akad antara dua orang atau lebih dengan menyetorkan modal dan dengan keuntungan dibagi sesama mereka menurut porsi yang disepakati.

(6)

memberikan konstribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.

B. Landasan hukum Al-musyarakah

a) Al-Quran:

Al-Qur’an: Surat Al An-Nisaa’: 12: (… maka mereka berserikat pada sepertiga);

Al-Qur’an: Surat Shaad: 24: (Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian berbuat zhalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan beramal sale).

Al-Qur’an: Surat Al Maidah, Ayat 2: (tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa).

Maksud dari pada ayat ini adalah Allah SWT telah berfirman agar manusia saling tolong menolong dan bersama-sama berusaha untuk suatu tujuan yang baik , dengan kata lain Musyarakah adalah sebuah bentuk usaha atas dasar saling tolong-menolong antara sesama manusia dengan tujuan mendapatkan profit/laba, oleh sebab itu Prinsip dari musyarakah ini sangat dianjurkan dalam agama Islam.

Al-Qur’an Surat Al-Sad Ayat 24 : (Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali kepada orang–orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, dan amat sedikitlah mereka ini).

(7)

Sunnah: Nabi Muhammad SAW, dalam bentuk Hadist Qudsi mengatakan

bahwa Allah telah berfirman: (Aku pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya).

Hadist ini memberikan indikasi bahwa Allah akan selalu menjaga setiap bisnis partner beserta usaha/bisnis bersama mereka. Untuk itu setiap Muslim dianjurkan untuk dapat melakukan kerjasama bisnis, dengan catatan setiap mitra/partner adalah orang yang jujur dan menghormati hak masing-masing dari para mitra bisnisnya.

b) Al-Hadits : Dalam sejumlah hadits Rasulullah disebutkan bahwa ketika beliau diutus, banyak masyarakat di sekitarnya mempraktikkan kerjasama dalam bentuk musyarakah dan Rasulullah membolehkan transaksi tersebut, seperti hadits- hadits di bawah ini:

HR. Abu Daud no. 2936 (kitab al-buyu’) dan al-Hakim Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda: (sesungguhnya Allah Azza wa jallah berfirman: Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhiananti lainnya). Hadits tersebut menurut At-Turmuzi adalah hadits “hasan”sedang Imam Al-Hakim mengkategorikan sebagai hadits sahih.

HR. At-Turmuzi dari Amr bin “Auf: (Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang dapat meharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin selalu terikat dengan syarat-syarat yang mereka telah tentukan, kecuali syarat-syarat yang dapat mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram).

HR. Al-Bukari: (Allah akan ikut membantu doa untuk orang berserikat, selama di antara mereka tidak saling menghiananti).

(8)

HR. At-Thabrani dari Ibn Umar, Rasulullah bersabda: (Tiada kesmpurnaan iman bagi setiap orang yang tidak beramanah, tiada shalat bagi yang tidak bersuci).

c) Al-Ijma’ (Konsensus): Para tokoh ulama sepanjang zaman telah melakukan ijma’ (consensus) terhadap legitimasi al-wadi’ah, karena kebutuhan manusia

terhadap hal tersebut jelas terlihat.

d) Secara Rasio

Para Ulama sepakat bahwa Syarikah Al-Enan itu HALAL. Sedangkan Syarikah Al-Abdan, Al-Muwadlah dan Al-Wujuh itu HARAM menurut SyafiI dan HALAL menurut

Hanafi. Dan menurut Maliki, Syarikah Al-Abdan dan Al-Muwafadlah adalah HALAL sedangkan Syarikah Al-Wujuh itu HARAM. Dalam menjalankan Musyarakah terdapat konsep Wakalah, yaitu setiap pemegang saham merupakan pemilik syarikah itu dan berhak menjalani projek berkenaan bagi dirinya, dan para pemegang saham lainnya merupakan wakil, karena itu setiap pemegang saham diharuskan bisa menjadi wakil.

(9)

C. Rukun dan Ketentuan Syaria dalam Akad Musyarakah 1. Unsur-unsur yang harus ada dalam akad Musyarakah

a) Pelaku terdiri dari para mitra

b) Objek musyarakah berupa modal dan keerja c) Ijab Qabul

d) Niisbah keuntungan (bagi hasil)

2. Ketentuan Syariah

a) Pelaku : Mitra harus cakap hokum dan balig b) Objek musyarakah

c) Modal

 Modal yang diberikan harus tunai.

 Aset yang diserahkan dapat berupa uang tunai, emas, asset perdanggan atau

asset tak berwujud seperti hak paten dan lisiensi.

 Apabila modal yang diserahkan dalam bentuk non kas, maka harus ditentukan

nilai tunai nya terlebih dahulu dan harus disepakati bersama.

 Jumlah pembagian untung harus ditentukan saat melakukan perjanjian

Musyarakah

 Modal tersebut dicampur dan menjadi milik bersama para pemegang saham

tanpa dibedakan hak milik seseorang dengan yang lain.

 Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan pemegang saham untuk syarikat itu

dinilai secara berbeda (tidak bercampur) dan boleh dicampur saat pembagian untung.

 Jumlah saham antara semua pihak tidak harus sama.

d) Kerja

 Partisipasi mitra merupakan dasar pelaksanaan Musyarakah

(10)

 Setiap mitra bekerja atas dirinya atau mewakili mitra

 Meskipun porsi mitra yang satu dengan yang lainnya tidak harus sama, mitra

yang bekerja lebih banyak boleh meminta bagian keuntungan lebih besar.

e) Ijab qabul

 Ijab qabul disini adalah pernyataan tertulis dan ekspresi saling ridha antara

para pelaku akad. f) Nisbah

 Pembagian keuntungan harus disepakati oleh para mitra.

 Perubahan nisbah harus disepakati para mitra.

 Keuntungan yang dibagi tidak boleh menggunakan nilai proyeksi akan tetapi

harus menggunakan nilai realisasi keuntungan.

3. Adapun syarat sah akad ada 2 (dua) yaitu:

a) Obyek akadnya berupa tasharruf, yaitu aktivitas pengelolaan harta dengan melakukan akad-akad, misalnya akad jual-beli;

b) Obyek akadnya dapat diwakilkan (wakalah), agar keuntungan syirkah menjadi hak bersama di antara para syarîk (mitra usaha) (An-Nabhani, 1990: 146).

Musyarakah boleh dilakukan antara individu atau antara badan tertentu:

a) Perkongsian antara individu dalam Musyarakah dapat terbatalkan/terfasakh dengan cara menarik diri, gila terus menerus, atau meninggal

b) Pembagian untung dalam Musyarakah adalah menurut jumlah saham yang disetujui saat perjanjian

c) Beban kerugian yang tidak disengaja ditanggung menurut jumlah saham masing-masing

(11)

Pihak yang diberi tugas proyek Musyarakah itu boleh melakukan segala urusan yang berkaitan dengan proyek tersebut, kecuali hal-hal yang bisa menyebabkan keraguan pemegang saham lain terhadap dirinya, seperti mencampur harta syarikah dengan hartanya, melakukan musyarakah dengan pihak lain tanpa izin dari pemegang saham lain, memberi hutang kemana-mana dari harta syarikah tanpa izin, karena itu jika ia melakukan hal-hal yang disebutkan tadi, maka tanggung jawabnya akan berpindah dari amanah menjadi jaminan.

Semua proyek Musyarakah harus HALAL menurut Islam. Setiap pemegang saham boleh memindah hak milik sahamnya kepada orang lain. Dalam pemindahan hak milik saham seperti tadi, terdapat suatu cara yang dilakukan beberapa Bank Islam yang disebut Musyarakah yang berakhir dengan pemilikan salah satu pihak. Contohnya : Bank Islam bermusyarakah dengan seorang pengembang perumahan setelah proyek selesai, lalu pihak pengembang membeli semua saham Bank Islam dalam syarikat itu dengan harga yang disetujui. Dengan itu, maka semua harta syarikat tersebut menjadi milik pengembang.

D. Jenis-jenis Al-musyarakah: Jenis Al-musyarakahada dua:

1) Musyarakah pemilikan (Syirkat Al-amlak): yaitu persekutuan (kerjasama partnership)

antara dua orang atau lebih dalam kepemilikan salah satu barang dengan salah satu sebab kepemilikan. musyarakah ini dapat tercipta karena warisan, wasiat, hibah, jaul beli atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan suatu asset oleh dua orang atau lebih.

Musyarakah pemilikan ini oleh ahli fiqh dibagi lagi menjadi dua:

 Syirkah ikhtiyar atau perserikatan yang dilandasi pilihan orang yang berserikat,

(12)

 Syirkah ijbari (perserikatan yang muncul secara paksa bukan atas keinginan orang

yang berserikat); yaitu sesuatu yang ditetapkan menjadi milik dua orang atau lebih tanpa kehendak mereka, seperti harta warisan yang diterima karena adanya kematian dari salah satu keluarga. Status kepemilikan secara hukum menurut fukaha adalah menjadi milik masing-masing yang berserikat sesuai haknya dan bersifat berdiri sendiri.

2) Musyarakah akad/kontrak (syirkat al-’uqud): yaitu akad kerjasama antara dua orang

atau lebih dan bersepakat untuk berserikat dalam modal dan keuntungan. Musyarakah akad terbagi menjadi:

Syarikah Al-Mufāwadah adalah transaksi kerjasama antara dua orang atau lebih, dimana setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana (modal) dan berpartisipasi dalam kerja/usaha, masing-masing setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Kata “Mufawadah” adalah “Musawah”. Jumhur ulama (Hanafiah, Malikiah dan Hanabilah) membolehkan dengan syarat memiliki porsi yang sama baik dalam berperan pada modal, hutang dan pelaksanaan operasional. Sementara Syafi’iah tidak membolehkan, karena ada percampuran pada modal, menurutnya keuntungan merupakan, sehingga tidak boleh ada perserikatan pada hasil cabang kalau tidak ada persekutuan pada asalnya.

Syarikah Al-‘Inām adalah kontrak antara dua orang atau lebih, dimana setiap pihak memberikan porsi dari kesulurahan dana dan berpartisipasi dalam kerja, dengan kesepakatan berbagi dalam keuntungan dan kerugian. Bagian masing-masing pihak tidak harus selalu sama, sesuai dengan kesepakatan mereka.

Ulama fiqh secara Ijma’ membolehkan bentuk transaksi seperti ini. Landasannya, Rasulullah saw pernah melakukan kerjasama seperti ini dengan Al-Saib bin Syarik kemudian para sahabatnya melegitimasi kerjasama tersebut. Namun para ulama fiqh klasik memberikan ketentuan-ketentuan yang berpariasi dalam kerjasama tersebut:

(13)

Malikiah: mensyaratkan adanya izin bertindak atas nama kerjasama tersebut dari ke dua pihak;

Hanafiah: mensyaratkan adanya ijab-qabul untuk menjadi representative,sehinga ada amanah dalam mengembangkan usaha (modal) kerjasama tersebut.

3) Syarikah Al-‘Amâl adalah kontrak kerja sama antara dua orang sepropesi untuk

menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan, seperti kerjasama para dokter, advokasi, dan kerjasama seprofesi lainnya. Kerjasama ini sering juga disebut “syarikah al-abdân” atau “syarikah ash-shanâi”.

Malikiah: Mensyaratkan adanya kesepakatan dalam jenis usaha dan tempat kerja;  Ulama klasik lainnya: Tidak menetapkan syarat semacam itu, namun Hanafiah

menganggap tidak boleh melakukan kesepakatan kerjasama semacam ini untuk

amlk ‘ammah dan bahkan mereka cenderung mengkategorikannya sebagai

syarikah Ml-mufawadah.

4) Syarikah al-Wujuh adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih yang tidak

memiliki modal, namun memiliki “reputasi dan prestise baik” atau ahli dalam bisnis. Dengan reputasi dan prestise itu, ia membeli barang dengan bentuk kredit lalu menjualnya secara tunai. Hasil (keuntungan dan kerugian) dari kerjasama tersebut dibagi berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh setiap mitra. Kontrak kerjasama seperti ini tidak memerlukan modal, karena hanya didasarkan atas kepercayaan dan jaminan tersebut. Kerjasama seperti ini lazim disebut sebagai syarikah al-mafâlis

(syarikah piutang).

 Ulama klasik Malikiah, Syafi’iah, Zhahiriah cenderung tidak membolehkan;

 Hanafiah dan Hanabilah: menganggapnya boleh.

5) Syarikah Al-Mudhārabahadalah bagian dari kontrak kerjasama yang banyak dipraktikan

(14)

Syafi’iah: kerjasama berbentuk mudharabah ini tidak boleh dilakukan kecuali berbentuk “uang tunai” bukan barang;

Jumhur Ulama: membolehkan dengan uang tunai, barang yang bernilai atau yang lainnya.

 Dalam proyek perbankan dikenal beberapa aplikasi di antaranya: “pembiayaan proyek” dan “modal venture”.

 Dalam “pembiayaan proyek”, Al-musyarakah biasanya diaplikasikan untuik pembiayaan proyek, dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.

 Sedangkan “modal venture” pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan

melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, Al-musyarakah diterapkan dalam skema modal venture. Penanaman modal dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan setelah itu pihak bank melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.

Referensi

Dokumen terkait

selain itu setiap transaksi yang terjadi di puskesmas mampu mengelola data inventory puskesmas.. sistem ini juga mampu berperan untuk menjembatani antara puskesmas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis burung milik beberapa penggemar burung dan di sebuah penangkaran burung di Jakarta telah terinfeksi virus avian influenza..

Hamabatan-hambatan dlam pelaksanaan pemerian ganti kerugian dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalur rel kereta api di Kota Lhokseumawe adalah ahambatan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari perhitungan kinerja berdasarkan return dan risiko emas dibandingkan saham-saham JII selama periode 6 tahun dari tahun 2008 sampai dengan 2013

Gaya kepemimpinan yang memiliki sikap visioner atau melihat ke depan dan percaya penuh pada visi yang dimilikinya, memiliki berkontribusi terhadap variabel gaya

Sebagaimana pernyataan responden: Keadaan masyarakat muslim dalam membangun kebersamaan umat beragama lain, mengisyaratkan bahwa kebersamaan merupakan sesuatu yang sangat pen- ting

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nyalah akhirnya laporan seminar Tugas Akhir dengan judul “Audit Sistem

Lean dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan ( waste ) atau aktifitas aktifitas