HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT
DENGAN KEPUASAN PASIEN PADA PELAYANAN
KEPERAWATAN DI RSUD SIDIKALANG
SKRIPSI
Oleh:
Merliani Sigalingging
101101123
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien pada Pelayanan Keperawatan di RSUD Sidikalang
Nama : Merliani Sigalingging
NIM : 101101123
Jurusan : S-1 Ilmu Keperawatan Tahun Akademik : 2014
Abstrak
Komunikasi terapeutik perawat adalah komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan sehingga memberikan khasiat terapi bagi proses penyembuhan pasien. Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi. Pengumpulan data dilakukan melalui kuisioner yaitu kuisioner komunikasi terapeutik perawat dan kuisioner kepuasan pasien. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling. Penelitian ini dilakukan di RSUD Sidikalang dengan jumlah sampel 80 orang. Hasil analisa statistik secara komputerisasi didapatkan bahwa komunikasi terapeutik perawat dinyatakan puas sebanyak 88,8%, kepuasan pasien dinyatakan puas sebanyak 95%, dan untuk mengidentifikasi hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan di RSUD Sidikalang menggunakan uji korelasi Spearman Rank (Rho) dan diperoleh nilai r=0,376 dan nilai signifikasi (p) sebesar 0,001. Nilai ini lebih kecil dari level of significance(α)
0,01 (p<0,01), terdapat hubungan yang positif dengan interpretasi sedang antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan di RSUD Sidikalang.
Title : Therapeutic Nurses Communication Correlation Between Patients Satisfaction and Nursing Services in Sidikalang General Hospital
Name : Merliani Sigalingging Student’s ID Number : 101101123
Department : Bachelor of Nursing Academic Year : 2014
Abstract
Therapeutic nurses communication is done by a nurse at the time of nursing interventions that provide therapeutic benefits of healing process for patients. A satisfied patient is a patient’s level of feeling that arises as a result of the performance of health care after the patient compare it with what he expected. This study was conducted to identify the relationship between therapeutic communication done by nurse to meet patients needs in nursing services. Research has been designed as descriptive correlation. Data collection was conducted through a questionnaire, they are, therapeutic nurse communication and patient satisfaction questionnaires. The sampling technique used was Purposive Sampling. This research was carried out in Sidikalang general hospital with 80 people as sample. The result of computerized statiscal analysis showed that 88,8% was satisfied of therapeutic nurse communication, as much as 95% of patient expressed satisfaction, and to identify therapeutic communication links nurse to patient satisfaction in Sidikalang general hospital using Spearman Rank
correlation (Rho) and value of r=0,376 was obtained, and significant value (p) 0,001. This value is smaller than level of significance (α) 0,01 (p<0,01), there is
positive correlation showed in medium interpretation between therapeutic nurses communications and patients satisfaction in nursing services in Sidikalang general hospital.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi ini yang berjudul “Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan
Kepuasan Pasien pada Pelayanan Keperawatan di RSUD Sidikalang”. Skripsi ini
disusun sabagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan
dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Medan.
Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
2. Mula Tarigan, S.Kp, M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah menyediakan waktu serta memberikan arahan dan masukan
kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
3. Diah Arrum, S.Kep, Ns, M.Kep dan Roxana Devi Tumanggor, S.Kep,
Ns, M.Nurs selaku dosen penguji
4. Seluruh Dosen Pengajar S-1 Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara yang telah banyak mendidik penulis selama proses
5. Direktur dan seluruh staf di RSUD Sidikalang yang telah memberikan
izin penelitian dan memperlakukan penulis dengan baik selama
penelitian.
6. Para responden yang telah bersedia berpartisipasi selama proses
penelitian berlangsung.
7. Teristimewa kepada kedua orangtuaku ayahanda Japaet Sigalingging
dan ibunda Osdita Simamora, saudara ku tercinta Henri, Andreas, Veni
yang menjadi motivasi terbesar dalam penyelesaian skripsi ini dan
telah memberikan doa dan dukungan baik moril maupun materil
kepada peneliti.
8. Teman-teman terkasih yang penulis sayangi Nenci, Diman, Puji,
Dame, Frida, Yanti,ivan serta teman-teman seperjuangan KBK FKEP
2010 yang selalu mendukung dan memberi semangat.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak
kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu penulis
mengharapkan saran dan kritikan. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat
bermanfaat nantinya untuk pengembangan Ilmu Pengetahuan di bidang
keperawatan dan pihak-pihak yang membutuhkan.
Medan, Juli 2014
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Lembar Persetujuan Skripsi ... ii
Prakata ... iii
Daftar Isi ... v
Daftar Skema ... vii
Daftar Tabel ... viii
Abstrak ... ix
BAB 1 PENDAHULUAN . PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1
2. Rumusan Masalah Penelitian ... 4
3. Tujuan Penelitian ... 4
4. Hipotesis penelitian ... 5
5. Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Komunikasi Terapeutik ... 7
1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik ... 7
1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik ... 7
1.3 Jenis Komunikasi Terapeutik ... 8
1.4 Tahap Komunikasi Terapeutik ... 10
1.5 Teknik Komunikasi Terapeutik ... 15
1.6 Hambatan Komunikasi Terapeutik ... 16
2. Kepuasan pada Pelayanan Keperawatan ... 17
2.1 Defenisi Kepuasan ... 17
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pengguna jasa ... 17
2.3 Indikator Kepuasan Pasien pada pelayanan keperawatan ... 19
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL 1. Kerangka Konseptual Penelitian ... 21
2. Defenisi Operasional ... 22
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ...24
2. Populasi dan Sampel Penelitian...24
3. Lokasi dan Waktu Penelitian...25
4. Pertimbangan Etik ...26
5. Instrumen Penelitian ...27
6. Validitas dan Reliabilitas Instrumen...27
7. Pengumpulan Data...29
8. Analisa Data...29
2. Pembahasan...36
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan...43 2. Saran...44
DAFTAR PUSTAKA ... 46
LAMPIRAN
1. Inform Consent 2. Instrumen Penelitian 3. Surat Uji Validitas
4. Uji Reliabilitas Instrumen 5. Hasil SPSS
6. Uji Korelasi Variabel 7. Uji Normalitas Data 8. Jadwal Tentatif
DAFTAR SKEMA
Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien pada Pelayanan Keperawatan di RSUD
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2.1 Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 22
Tabel 4.8 Kriteria penafsiran korelasi ... 31
Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden
di RSUD Sidikalang (n=80) ...33
Tabel 5.1.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Komunikasi Terapeutik Perawat di RSUD Sidikalang pada bulan Maret – Mei
2014 (n=80)………...34
Tabel 5.1.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Kepuasan Pasien pada
Pelayanan Keperawatan di RSUD Sidikalang (n=80) ... 34
Tabel 5.1.4 Hasil Analisa Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien pada Pelayanan Keperawatan di
RSUD Sidikalang (n=80) ... 35
Judul : Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien pada Pelayanan Keperawatan di RSUD Sidikalang
Nama : Merliani Sigalingging
NIM : 101101123
Jurusan : S-1 Ilmu Keperawatan Tahun Akademik : 2014
Abstrak
Komunikasi terapeutik perawat adalah komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan sehingga memberikan khasiat terapi bagi proses penyembuhan pasien. Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi. Pengumpulan data dilakukan melalui kuisioner yaitu kuisioner komunikasi terapeutik perawat dan kuisioner kepuasan pasien. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling. Penelitian ini dilakukan di RSUD Sidikalang dengan jumlah sampel 80 orang. Hasil analisa statistik secara komputerisasi didapatkan bahwa komunikasi terapeutik perawat dinyatakan puas sebanyak 88,8%, kepuasan pasien dinyatakan puas sebanyak 95%, dan untuk mengidentifikasi hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan di RSUD Sidikalang menggunakan uji korelasi Spearman Rank (Rho) dan diperoleh nilai r=0,376 dan nilai signifikasi (p) sebesar 0,001. Nilai ini lebih kecil dari level of significance(α)
0,01 (p<0,01), terdapat hubungan yang positif dengan interpretasi sedang antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan di RSUD Sidikalang.
Title : Therapeutic Nurses Communication Correlation Between Patients Satisfaction and Nursing Services in Sidikalang General Hospital
Name : Merliani Sigalingging Student’s ID Number : 101101123
Department : Bachelor of Nursing Academic Year : 2014
Abstract
Therapeutic nurses communication is done by a nurse at the time of nursing interventions that provide therapeutic benefits of healing process for patients. A satisfied patient is a patient’s level of feeling that arises as a result of the performance of health care after the patient compare it with what he expected. This study was conducted to identify the relationship between therapeutic communication done by nurse to meet patients needs in nursing services. Research has been designed as descriptive correlation. Data collection was conducted through a questionnaire, they are, therapeutic nurse communication and patient satisfaction questionnaires. The sampling technique used was Purposive Sampling. This research was carried out in Sidikalang general hospital with 80 people as sample. The result of computerized statiscal analysis showed that 88,8% was satisfied of therapeutic nurse communication, as much as 95% of patient expressed satisfaction, and to identify therapeutic communication links nurse to patient satisfaction in Sidikalang general hospital using Spearman Rank
correlation (Rho) and value of r=0,376 was obtained, and significant value (p) 0,001. This value is smaller than level of significance (α) 0,01 (p<0,01), there is
positive correlation showed in medium interpretation between therapeutic nurses communications and patients satisfaction in nursing services in Sidikalang general hospital.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam meningkatkan
derajat kesehatan. Melalui sistem ini tujuan pembangunan kesehatan dapat
tercapai dengan cara efektif, efesien dan tepat sasaran. Keberhasilan sistem
pelayanan kesehatan tergantung dari berbagai komponen yang masuk dalam
pelayanan kesehatan diantara perawat, dokter atau tim kesehatan lain dimana satu
dengan yang lain saling menunjang (Hidayat, 2008).
Dalam sistem pelayanan kesehatan dapat mencakup pelayanan dokter,
pelayanan keperawatan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan
keperawatan merupakan bagian penting dalam pelayanan kesehatan, untuk itu
perawat diharapkan dapat memberikan pelayanan secara berkualitas. Pelayanan
keperawatan meliputi pelayanan dasar dan pelayanan rujukan. Dalam pelayanan
kesehatan dasar perawat memiliki tugas, di antaranya memberikan asuhan
keperawatan keluarga dan komunitas sedangkan pelayanan rujukan, perawat
memberikan asuhan keperawatan secara umum (Hidayat, 2008).
Institusi penyedia pelayanan kesehatan yang tersedia di masyarakat sangat
beragam, tergantung jenis pelayanan kesehatan yang tersedia pada institusi
tersebut misalnya RS Mata, RS Gigi, RS Umum, Puskesmas, dan sebagainya
(Muninjaya, 2011). Dalam institusi penyedia pelayanan kesehatan seperti rumah
sakit, kepuasan pasien adalah hal utama yang perlu diprioritaskan agar rumah
sakit dapat bertahan, bersaing dan mempertahankan pasar yang sudah ada. Salah
asuhan keperawatan adalah komunikasi. Komunikasi yaitu tata cara penyampaian
informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dalam menanggapi dengan cepat
keluhan-keluhan dari pasien terutama perawat dalam memberikan respon terhadap
keluhan pasien (Haryanti, 2000).
Di bidang kesehatan, ekspektasi atau kepentingan utama pasien dan
keluarganya adalah kesembuhan atau berfungsinya kembali tubuh pasien secara
normal dan pasien mampu melakukan kegiatan sehari-hari di rumah, di sekolah,
di tempat kerja, dan sebagainya. Pada saat terjadi interaksi antara petugas
kesehatan dengan pasien, akan selalu di awali situasi informasi yang tidak
seimbang (asymetrical atau disbalance information). Petugas kesehatan memiliki pengetahuan lebih banyak tentang penyakit dan jenis terapi yang akan digunakan
karena mereka mempelajari dari bangku pendidikan. Di sisi lain, pasien hanya
bisa merasakan proses terjadinya sakit dan kondisi kesakitannya. Karenanya,
faktor komunikasi verbal dan nonverbal dalam pelayanan memegang faktor kunci
utama yang akan menentukan keberhasilan pelayanan dan memenuhi kepuasan
pelanggan (kesembuhan pasien) (Muninjaya, 2011).
Komunikasi merupakan proses pertukaran informasi atau meneruskan makna
atau arti. Pada hakekatnya komunikasi merupakan alat untuk mengembangkan
hubungan. Dalam keperawatan, komunikasi merupakan alat bagi perawat untuk
mempengaruhi tingkah laku klien dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
Ketrampilan berkomunikasi merupakan critical skill yang harus dimiliki oleh seorang perawat dan merupakan integral dari asuhan keperawatan. Komunikasi
dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, komunikasi terapeutik
dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan
sehingga memberikan khasiat terapi bagi proses penyembuhan pasien
(Nurhasanah, 2009).
Komunikasi terapeutik terjadi apabila didahului hubungan saling percaya
antara perawat-klien. Dalam konteks pelayanan keperawatan, pertama-tama klien
harus percaya bahwa perawat mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam
mengatasi keluhannya. Selain itu, perawat harus mampu memberikan jaminan
atas kualitas pelayanan keperawatan agar klien tidak ragu, tidak cemas, pesimis,
dan skeptic dalam menjalani proses pelayanan keperawatan. Tidak jarang ditemukan klien menolak bila ditangani oleh salah satu perawat. Hal ini karena
klien ragu atas kemampuan yang dimiliki perawat. Untuk mengurangi keraguan
klien tersebut seharusnya perawat mempersiapkan diri sebelum bertemu dengan
klien. Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial
yang mencakup ketrampilan intelektual, teknikal, dan interpersonal yang
tercermin dalam perilaku caring atau kasih sayang dan cinta dalam
berkomunikasi dengan oranglain (Johnson, 1989 dalam Nasir, Muhith, Sajidin &
Mubarak, 2011). Menurut Achir Yani (1996) perawat yang memiliki ketrampilan
berkomunikasi secara terapeutik tidak hanya akan mudah menjalin hubungan rasa
percaya dengan klien, tetapi juga mencegah terjadinya masalah legal, memberikan
profesi keperawatan, serta citra rumah sakit (Nasir dkk., 2011). Pasien yang puas
akan berbagi rasa dan pengalaman mereka kepada teman, keluarga, dan tetangga.
Ini akan menjadi referensi yang baik kepada institusi penyedia pelayanan
kesehatan. Diduga, masih banyak petugas kesehatan yang kurang atau belum
memahami prinsip-prinsip kepuasan pelanggan termasuk prinsip-prinsip jaminan
mutu pelayanan kesehatan (Muninjaya, 2011).
Oleh karena itu peneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan
komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan
keperawatan di RSUD Sidikalang”.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
1.2.1 Bagaimana komunikasi terapeutik perawat pada pelayanan keperawatan di
RSUD Sidikalang?
1.2.2 Bagaimana kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan di RSUD
Sidikalang?
1.2.3 Adakah hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien
pada pelayanan keperawatan di RSUD Sidikalang?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi komunikasi terapeutik perawat pada pelayanan
keperawatan di RSUD Sidikalang
2. Mengidentifikasi kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan di RSUD
Sidikalang
3. Menganalisa hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan
pasien pada pelayanan keperawatan di RSUD Sidikalang
1.4 Hipotesis Penelitian
Ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan
pasien pada pelayanan keperawatan di RSUD Sidikalang
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1.5.1 Praktek Keperawatan
Diharapkan dari hasil penelitian ini akan dapat menjadi dasar bagi praktisi
keperawatan untuk meningkatkan pelayanan keperawatan.
1.5.2 Pendidikan Keperawatan
Sebagai informasi dalam pendidikan keperawatan tentang hubungan
komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien pada pelayanan
keperawatan di Rumah Sakit.
1.5.3 Penelitian Keperawatan
Dapat digunakan sebagai data tambahan pada pengembangan penelitian
1.5.4 Bagi Rumah Sakit
Sebagai informasi yang bermanfaat dan meningkatkan kinerja perawat
dalam melakukan komunikasi terapeutik untuk mencapai kepuasan pasien pada
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Komunikasi Terapeutik
2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik
Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communis yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau
lebih, sedangkan menurut Cherry dalam Stuart (1983), komunikasi berasal dari
kata communico yang artinya membagi (Nasir dkk., 2011).
Komunikasi secara umum adalah suatu proses pembentukan,
penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri
seseorang dan atau di antara dua atau lebih dengan tujuan tertentu. Definisi
tersebut memberikan beberapa pengertian pokok yaitu komunikasi adalah suatu
proses mengenai pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat
pada saat melakukan intervensi keperawatan sehingga memberikan khasiat terapi
bagi proses penyembuhan pasien (Nurhasanah, 2009).
2.1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik
Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat
dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak
memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang
memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi
Tujuan komunikasi terapeutik adalah : (1) membantu pasien dalam
memperbaiki dan mengendalikan emosi sehingga membantu mempercepat
penyembuhan dari upaya medis; (2) membantu pasien untuk memperjelas dan
mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk
mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada hal yang diperlukan; (3)
mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya; (4) memengaruhi orang lain, lingkungan fisik
dan dirinya sendiri; (5) memberikan pelayanan prima (service excellence atau tanpa cacat) sehingga dicapai kesembuhan dan kepuasan pasien; (6) menghasilkan
kepuasan semua pihak yang terlibat (win win solution bagi dokter, perawat, dan pasien) (Supriyanto & Ernawaty, 2010).
2.1.3 Jenis Komunikasi Terapeutik
Komunikasi ada tiga jenis yaitu verbal, tertulis, dan nonverbal yang
dimanifestasikan secara terapeutik:
Komunikasi Verbal, merupakan jenis komunikasi yang paling lazim
digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit, adalah dengan
pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka.
Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau
perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi
dan ingatan. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu
memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung. Komunikasi verbal
(3) arti denotatif dan konotatif yaitu harus hati-hati memilih kata-kata sehingga
tidak mudah untuk disalahartikan, (4) selaan dan kesempatan berbicara, (5) waktu
dan relevansi, (5) humor yang dapat merangsang produksi katekolamin dan
hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa
sakit, mengurangi ansietas, dan memfasilitasi relaksasi pernapasan (Potter &
Perry, 1993; Swansburg, 1990; Szilagyi, 1984; dan Tappen ,1995 dalam Musliha
& Fatmawati, 2010).
Komunikasi Tertulis, sering digunakan perawat saat berinteraksi dengan
dokter, petugas kesehatan lainnya, dan teman sejawat. Komunikasi tertulis yang
dilakukan perawat dengan klien terjadi bila klien dalam keadaan bisu atau ada
gangguan pada artikulasi karena penyakitnya (biasanya ada gangguan pada area
Brocha) (Nasir dkk., 2011).
Fungsi komunikasi tertulis adalah: (1) sebagai tanda bukti tertulis yang
otentik,misalnya persetujuan operasi; (2) alat pengingat/berpikir bilamana
diperlukan,misalnya surat yang telah diarsipkan; (3) dokumentasi historis; (4)
jaminan keamanan, misalnya surat keterangan jalan; dan (5) pedoman atau dasar
bertindak, misalnya surat perintah, surat keputusan (Musliha & Fatmawati, 2010).
Komunikasi nonverbal, merupakan penyampaian kode nonverbal yaitu
suatu proses pemindahan atau penyampaian pesan tanpa menggunakan kata-kata.
Cangara (2006) mendefinisikan bahwa penyampaian kode nonverbal biasa disebut
terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara yaitu pesan
yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar; (2)
Penampilan personal yaitu yang mempengaruhi persepsi klien terhadap
pelayanan/asuhan keperawatan yang diterima karena tiap klien mempunyai citra
bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat; (3) Paralanguage yaitu
intonasi atau nada suara, (4) Gerakan mata (eye gaze) yaitu mempertahankan kontak mata, (5) Kinesics yaitu gerakan tubuh yang menggambarkan sikap,
emosi, konsep diri, dan keadaan fisik, (6) Sentuhan (touching) namun harus
memperhatikan norma sosial (Nasir dkk., 2011).
2.1.4 Tahap Komunikasi Terapeutik
Menurut Potter & Perry (2005), ada empat tahap dalam komunikasi
terapeutik, yaitu:
a. Tahap Pra-interaksi
Sebelum melakukan pertemuan pertama dengan klien, perawat idealnya
mengulangi informasi mengenai klien. Informasi tersebut dapat meliputi riwayat
keperawatan atau medis, entri dalam catatan perawat mengenai catatan medis,
atau diskusi dengan perawat lainnya yang merawat klien. Fase pra interaksi adalah
waktu dimana perawat merencanakan pendekatan. Proses ini membantu
menghindari terjadinya stereotip pada klien dan membantu perawat untuk berpikir
mengenai nilai atau perasaan pribadi. Meskipun perawat mungkin merasa resah
mengenai klien, hal ini akan mempertajam proses mental dan membantu
Langkah akhir dari fase pra interaksi adalah untuk menentukan lokasi dan
menetapkan kapan pertemuan dengan klien dilakukan untuk pertama kalinya.
Lingkungan yang nyaman, tersendiri dan menarik akan mempercepat interaksi
interpersonal. Perawat juga menyediakan waktu yang cukup untuk diskusi.
b. Tahap Orientasi
Fase orientasi dimulai ketika perawat dan klien bertemu untuk pertama
kalinya. Fase ini menentukan bagaimana hubungan perawat-klien selanjutnya.
Perawat dan klien bertemu dan saling mengenal nama.
Pengujian, klien seringkali menguji perawat selama fase orientasi. Hal ini
disebabkan oleh kesulitan klien dalam memahami kebutuhan untuk membantu,
ketakutan untuk mengekspresikan perasaan yang sesungguhnya dan kecemasan
yang lebih besar daripada keinginan untuk berubah. Perawat yang sadar akan apa
yang menjadi ketakutan klien harus menunjukkan rasa percaya diri dan kompeten.
Perawat harus bersikap terbuka dan ingin tahu tentang masalah klien. Perawat
dapat menunjukkan keinginan untuk membantu dengan menjelaskan tindakan
yang diambil dan menunjukkan perawatan dengan baik.
Membangun Kepercayaan, seringkali klien mempercayai perawat
namun tidak sanggup untuk meminta bantuan. Ketika klien mulai mambagi
perasaan dan sikapnya dengan perawat, mereka menjadi mudah dikritik. Klien
harus menjadi nyaman dalam mengungkapkan informasi pribadi. Perhatian yang
menunjukkan sensitivitas dan memahami kebutuhan klien. Menunjukkan
perhatian adalah salah satu cara untuk menetapkan rasa percaya.
Mengidentifikasi Masalah dan Keberhasilan, Dalam pertemuan
pertama, perawat mulai mengkaji status kesehatan klien. Melalui observasi dan
interaksi, perawat mulai membuat kesimpulan diagnosa. Setelah masalah
diidentifikasi, perawat dan klien bersama-sama menentukan tujuan. Ketika klien
telah mampu ikut serta dalam penyusunan tujuan dan melihat keuntungan yang
diinginkan, intervensi perawatan akan menjadi lebih efektif.
Menjelaskan Peran, Setelah hubungan yang membantu dimulai, peran
harus ditetapkan. Hubungan yang membantu membutuhkan partisipasi dari kedua
belah pihak namun perawat memegang peran sebagai pemimpin. Memimpin tidak
berarti mengontrol dalam kesan yang bersifat manipulatif. Klien bertindak sebagai
penerima peran sebagai partisipan dalam perawatan.
Menetapkan Kontrak, Setelah tujuan dan peran didefenisikan dengan
jelas, perawat mungkin dapat menetapkan kontrak dengan klien. Umumnya fase
ini membutuhkan pertukaran verbal. Elemen kontrak meliputi lokasi, frekuensi
dan panjang kontak dengan klien dan durasi hubungan. Perawat tidak seharusnya
melakukan kontrak dengan cara yang terlalu formal tetapi harus memberikan garis
besar perjanjian dengan cara dimana ia menjelaskan harapan dan menyimpulkan
c. Tahap Kerja
Selama fase bekerja dari hubungan yang membantu, perawat berupaya
untuk mencapai tujuan selama fase orientasi. Perawat dan klien bekerja bersama.
Kemampuan komunikasi adalah pendorong klien untuk berkomunikasi dalam cara
yang dapat meningkatkan pertumbuhan mereka meliputi konfrontasi, kesiapan,
dan pemaparan diri.
Konfrontasi, Perawat membuat klien menyadari inkonsistensi dalam
tingkah laku atau pemikiran yang berhubungan dengan pemahaman diri. Teknik
ini membantu klien mengenali pertumbuhan atau berhadapan dengan hal-hal
penting.
Kesiapan, Perawat memfokuskan interaksi pada situasi sekarang antara
perawat dan klien. Klien belajar untuk memahami bagaimana mereka berinteraksi
dengan orang lain. Hal ini meliputi menarik perhatian pada tingkah laku atau
pernyataan klien.
Pemaparan Diri, Perawat menunjukkan pengalaman, pemikiran, ide, nilai
atau perasaan personal dalam konteks hubungan. Hal ini bukan terapi untuk
perawat. Hal ini akan menunjukkan kepada klien bahwa pengalaman mereka
dapat dipahami.
Memadukan Komunikasi dengan Tindakan Keperawatan, Tindakan
keperawatan dapat secara umum dibagi ke dalam empat kelompok: fisiologis,
kebutuhan fisik klien seperti nutrisi, eliminasi dan kenyamanan memiliki
visibilitas tinggi. Sebagian besar tindakan fisiologis bersifat non-verbal dan
dilakukan secara rutin. Visibilitas tinggi mereka membantu klien mengenali
perawat sebagai perilaku praktik yang baik.
Sebaliknya, tindakan keperawatan psikologis, sosioekonomik, dan
spiritual memiliki visibilitas yang rendah. Tindakan psikologis memenuhi
kebutuhan emosional. Tindakan sosioekonomik seperti mengarahkan klien pada
lembaga kesehatan komunitas, membantu klien dalam beradaptasi dengan
lingkungan. Tindakan spiritual membantu klien mendapatkan dukungan untuk
sistem kepercayaan mereka.
Pemberian dukungan emosional atau mendidik keluarga klien jelas
membutuhkan komunikasi efektif, dan juga prosedur asuhan keperawatan.
Melalui komunikasi, perawat dapat menunjukkan rasa percaya diri, kredibilitas
dan pengetahuan yang diharapkan klien. Komunikasi memudahkan semua
tindakan kesehatan perawat. Komunikasi terapeutik selama tugas dengan
visibilitas tinggi meningkatkan penerimaan dan pemahaman klien mengenai
prosedur, mengurangi kecemasan dan meningkatkan kepuasan klien dan
keinginannya untuk bekerja sama.
d. Tahap Terminasi
Pada tahap ini perawat mengakhiri pertemuan dalam menjalankan
dilakukan terminasi, klien menerima kondisi perpisahan tanpa menjadi regresi
(putus asa) serta menghindari kecemasan (Nasir,dkk.,2009).
Evaluasi Hasil yang Telah Dicapai, Hal vital pada masa pemutusan
adalah evaluasi hasil. Perawat mendorong dilakukannya pengkajian atas ketepatan
dan menentapkan hasil.
Perpisahan, Bergantung pada hubungan antara klien dan perawat, klien
mungkin akan merasa cemas atau ambivalen ketika perpisahan makin dekat.
Idealnya klien mengekspresikan perasaan mengenai perpisahan. Perawat
merencanakan waktu sehingga klien dapat membagi perhatian dan ketakutannya.
2.1.5 Teknik Komunikasi Terapeutik
Potter & Perry (2005) mengidentifikasi teknik komunikasi terapeutik
sebagai berikut: (1) menyimak dengan penuh perhatian yaitu merupakan metoda
non verbal untuk menunjukkan minat pada kebutuhan, pandangan dan masalah
klien; (2) menunjukkan penerimaan yaitu keinginan untuk mendengar seseorang
tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan; (3) mengajukan pertanyaan
yang berhubungan yaitu metoda langsung dari komunikasi untuk memperoleh
informasi spesifik mengenai klien; (4) parafrase yaitu mengulang pesan klien
dengan kata-kata perawat sendiri; (5) menjelaskan yaitu tindakan yang
menyatakan ulang sebuah pernyataan yang sudah di utarakan atau dikirimkan oleh
pengirim pesan; (6) fokus yaitu memusatkan informasi pada elemen atau konsep
kunci dari pesan yang dikirimkan; (7) menetapkan observasi yaitu cara perawat
laku selama komunikasi; (8) memberikan informasi; (9) mempertahankan
ketenangan; (10) menggunakan keasertifan (ketegasan) adalah mempertahankan
hak seseorang tanpa menyinggung oranglain yang tidak sepaham; (11)
penyimpulan yaitu pengulangan ringkas ide-ide utama yang telah didiskusikan.
2.1.6 Hambatan Komunikasi Terapeutik
Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat
klien terdiri dari lima jenis : (1) resisten yaitu upaya klien untuk tetap tidak
menyadari aspek penyebab kecemasan yang dialaminya dan sering merupakan
akibat dari ketidaksetiaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah
telah dirasakan. Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase
kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah; (2)
transferens adalah respon tidak sadar berupa perasaan atau perilaku terhadap
perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya dimasa
lalu; (3) kontertransferens, biasanya timbul dalam bentuk respons emosional,
hambatan ini berasal dari perawat yang dibangkitkan atau dipancing oleh sikap
klien; (4) pelanggaran batas, bisa terjadi jika perawat melampaui batas hubungan
yang terapeutik dan membina hubungan sosial ekonomi atau hubungan personal
dengan klien; (5) pemberian hadiah, tidak pantas bila setiap pemberian hadiah
2.2 Kepuasan pada Pelayanan Keperawatan
2.2.1 Definisi Kepuasan
Kepuasan pelanggan adalah tanggapan pelanggan terhadap kesesuaian
tingkat kepentingan atau harapan (ekspektasi) pelanggan sebelum mereka
menerima jasa pelayanan dengan sesudah pelayanan yang mereka terima.
Kepuasan pengguna jasa pelayanan keperawatan dapat disimpulkan sebagai
selisih kinerja institusi pelayanan keperawatan dengan harapan pelanggan (pasien
atau kelompok masyarakat) (Muninjaya, 2011).
Kepuasan pelanggan terjadi apabila apa yang menjadi kebutuhan,
keinginan, atau harapan pelanggan dapat dipenuhi. Kepuasan pelanggan adalah
perasaan senang atau puas bahwa produk atau jasa yang diterima telah sesuai atau
melebihi harapan pelanggan (Supriyanto & Ernawaty, 2010).
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai
akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien
membandingkannya dengan apa yang diharapkannya (Pohan, 2006).
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pengguna jasa
Menurut Muninjaya (2004) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kepuasaan pengguna jasa, anatara lain:
a. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan
diterimanya. Dalam hal ini, aspek komunikasi memegang peranan penting
b. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini
akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat
kepatuhan pasien (compliance).
c. Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral hazzard bagi pasien dan keluarganya. Sikap kurang peduli (ignorance) pasien dan keluarganya. “Yang penting sembuh” menyebabkan mereka menerima saja jenis perawatan dan tehnologi
kedokteran yang ditawarkan oleh petugas kesehatan. Akibatnya biaya
perawatan menjadi mahal. Informasi terbatas yang dimiliki oleh pihak
pasien dan keluarganya tentang perawatan yang diterima dapat menjadi
sumber keluhan pasien. Sistem asuransi kesehatan akan dapat mengatasi
masalah biaya kesehatan.
d. Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan
ruangan (tangibility).
e. Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (assurance). Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter juga termasuk pada
faktor ini.
f. Keandalan dan ketrampilan (reliability) petugas kesehatan dalam memberikan perawatan.
g. Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien
2.2.3 Indikator Kepuasan Pasien pada Pelayanan Keperawatan
Parasuraman, Zeithaml dan Berry menganalisis dimensi kualitas jasa
berdasarkan lima aspek komponen mutu pelayanan yang dikenal dengan nama
ServQual, meliputi:
1. Tangible (nyata)
Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya pada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan
sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah
bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. ini meliputi fasilitas
fisik (gedung, ruangan, dan lainnya), teknologi (peralatan dan perlengkapan yang
dipergunakan).
2. Reliability (keandalan)
Kemampuan untuk memberikan pelayanan keperawatan dengan tepat
waktu dan akurat sesuai dengan yang ditawarkan. Dari kelima dimensi kualitas
jasa, reliability dinilai paling penting oleh para pelanggan berbagai industri jasa.
3. Responsiveness (cepat tanggap)
Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan perusahaan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan, dan dengan penyampaian informasi yang jelas. Dimensi ini
dimasukkan ke dalam kemampuan petugas kesehatan menolong pasien dan
Dimensi ini merupakan penilaian mutu pelayanan yang paling dinamis. Harapan
pasien terhadap kecepatan pelayanan cenderung meningkat dari waktu ke waktu
sejalan dengan kemajuan teknologi dan informasi kesehatan yang dimiliki oleh
pasien. Pelayanan keperawatan yang responsif terhadap kebutuhan pelanggannya
kebanyakan ditentukan oleh sikap para front-line staff. Mereka secara langsung berhubungan dengan para pengguna jasa dan keluarganya, baik melalui tatap
muka, komunikasi non-verbal, langsung atau melalui telepon.
4. Assurance (kepastian)
Kriteria ini berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan dan sifat petugas
yang dapat dipercaya oleh pasien. Pemenuhan terhadap kriteria pelayanan ini akan
mengakibatkan pengguna jasa merasa terbebas dari risiko. Terdiri dari komponen:
komunikasi (Communication), kredibilitas (Credibility), keamanan (Security), kompetensi (Competence), dan sopan santun (Courtesy).
5. Empathy (empati)
Kriteria ini terkait dengan rasa kepedulian dan perhatian khusus staf
kepada setiap pengguna jasa, memahami kebutuhan mereka dan memberikan
kemudahan untuk dihubungi setiap saat jika para pengguna jasa ingin memperoleh
bantuannya. Peranan SDM kesehatan sangat menentukan mutu keperawatan
BAB 3
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian
Kerangka konsep membahas saling ketergantungan antarvariabel yang
dianggap perlu untuk melengkapi dinamika situasi atau hal yang sedang atau akan
diteliti (Hidayat, 2011). Kerangka konseptual dibawah ini bertujuan untuk
mengidentifikasi hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan
pasien pada pelayanan keperawatan di RSUD Sidikalang.
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Kepuasan Pasien :
1. Responsiveness 2. Reliability 3. Assurance 4. Empathy 5. Tangible Komunikasi Terapeutik :
3.2.1 Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 DesainPenelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi
untuk mengidentifikasi hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan
kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan di RSUD Sidikalang (Nursalam,
2009).
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian
4.2.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan
(Nursalam, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap
di RSUD Sidikalang. Jumlah pasien rawat inap dari Juli – September 2013
sebanyak 407 pasien (Rekam Medik RSUD Sidikalang, 2013).
4.2.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006).
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah pasien yang sedang menjalani
rawat inap di Instalasi Rawat Inap di RSUD Sidikalang atas dasar inklusi yaitu:
a. Tidak menderita penyakit jiwa
b. Pasien dalam keadaan sadar dan bisa diajak berkomunikasi
c. Pasien menjalani rawat inap minimal 1 hari/lebih atau maksimal 1
Penentuan besarnya sampel pada penelitian ini dengan
Rumus: N
n = ___________
1 + N (d)2
407
n = ___________
1 + 407 (0,1)2
n = 80,2761
n = 80 orang
Keterangan : n = besar sampel
N = besar populasi
d = tingkat kesalahan yang dipilih (d=10% atau 0,1)
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan mengambil sampel secara bebas, dimana peneliti dapat mengambil orang yang ditemui sebagai sampel
penelitian, dengan catatan orang tersebut memenuhi kriteria sampel penelitian.
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini dilaksanakan di RSUD Sidikalang Kabupaten Dairi
dengan pertimbangan bahwa rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit
pemerintah dan biaya terjangkau bagi masyarakat yang memerlukan jasa
Askes, sehingga banyak masyarakat yang menggunakan rumah sakit tersebut.
Waktu penelitian ini telah dilaksanakan pada September 2013 - Mei 2014.
4.4 PertimbanganEtik
Penelitian ini dilakukan setelah proposal penelitian selesai di uji dan
peneliti mendapatkan rekomendasi dari Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara. Selanjutnya mengirimkan surat pemohonan untuk mendapatkan
surat izin dari institusi dan rekomendasi dari Direktur RSUD Sidikalang.
Setelah mendapat izin dari Direktur RSUD Sidikalang, peneliti memulai
pengumpulan data dengan memberikan lembar persetujuan (Informed Consent) kepada pasien sebagai responden. Sebelum responden mengisi dan
menandatangani lembar persetujuan, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan
diri, menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur penelitian yang akan dilakukan.
Jika calon responden bersedia untuk dijadikan objek penelitian, maka calon
responden harus menandatangani lembar persetujuan. Jika calon responden
menolak untuk diteliti maka peneliti akan tetap menghormati haknya.
Untuk menjaga kerahasiaan (confidentiality) responden, peneliti hanya mencantumkan nomor responden pada masing-masing lembar pengumpulan atau
lembar observasi sebagai kode yang hanya diketahui oleh peneliti. Kerahasiaan
informasi responden dijamin oleh peneliti.
Penelitian ini telah dilaksanakan setelah mendapat izin dari Komisi Etik
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 3
bagian, yaitu : kuesioner data demografi, kuesioner komunikasi terapeutik dan
kuesioner kepuasan pasien.
Kuesioner data demografi terdiri dari inisial, usia, jenis kelamin, agama,
pendidikan dan pekerjaan.
Kuesioner untuk mengidentifikasi komunikasi terapeutik perawat dibuat
oleh peneliti yang terdiri dari 15 pertanyaan. Dalam penentuan scoring,
pernyataan diberi pilihan jawaban Selalu (SL) = 3, Jarang (J) = 2, Tidak Pernah
(TP) = 1. Total scoring untuk pernyataan komunikasi terapeutik adalah nilai
terendah adalah 15 dan nilai tertinggi adalah 45. Selanjutnya dianalisa dengan
skala likert (komunikasi kurang, komunikasi cukup, komunikasi baik). Dikatakan
komunikasi kurang jika skor bernilai 1-15, komunikasi cukup dengan skor 16-30,
komunikasi baik dengan skor 31-45.
Kuesioner untuk mengidentifikasi kepuasan pasien bersumber dari
kuesioner penelitian sebelumnya (Yahya, 2013) yang terdiri dari 19 pertanyaan.
Dalam penentuan scoring, pernyataan diberi pilihan jawaban Baik (B) = 3, Cukup
Baik (CB) = 2, Tidak Baik (TB) = 1. Selanjutnya dianalisa dengan skala likert
(tidak puas,cukup puas, puas). Dikatakan tidak puas jika skor 1-19, cukup puas
dengan skor 20-38, puas dengan skor 39-57.
4.6 Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kesahihan suatu
diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat
(Arikunto, 2005).
Uji validitas yang digunakan pada pengujian ini adalah validitas isi, yakni
sejauh mana instrument penelitian memuat rumusan-rumusan sesuai dengan isi
yang dikehendaki menurut tujuan tertentu. Uji validitas dilakukan dengan cara
mengkonsultasikan instrumen kepada 3 orang dosen dari bagian Keperawatan
Jiwa Fakultas Keperawatan USU dengan nilai CVI=1.
Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrument maka dilakukan
uji reliabilitas. Instrumen disebut reliabel jika instrument tersebut sudah baik,
dapat dipercaya dan dapat diandalkan (Arikunto, 2006). Uji reliabilitas adalah
suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan oleh orang yang berbeda
ataupun waktu yang berbeda (Setiadi, 2007). Uji reliabilitas instrument ini
bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan alat ukur. Alat ukur yang
baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang relative sama bila digunakan
beberapa kali pada kelompok subjek yang sama (Azwar, 2004). Uji reliabilitas
penelitian ini dilakukan terhadap responden yang memenuhi kriteria sampel
penelitian. Kemudian jawaban dari responden diolah dengan menggunakan
bantuan komputerisasi. Menurut Polit & Hungler (1995) bila dilakukan uji
reliabilitas diperoleh nilai cronbach’s alpha 0,70 atau lebih maka instrument dinyatakan reliabel.
Instrumen yang digunakan peneliti untuk kepuasan pasien berdasarkan
instrumen yang dibuat oleh Yahya (2013) dengan judul penelitian “Pengaruh
Terpadu (Rindu) RSUP H. Adam Malik Medan”. Pada uji reliabilitas penelitian
ini nilai cronbach’s alpha 0,951, dengan demikian seluruh item pertanyaan untuk
mengukur variabel penelitian dinyatakan valid dan reliabel sehingga layak
digunakan untuk penelitian.
Instrumen yang digunakan peneliti untuk komunikasi terapeutik perawat
berdasarkan instrument yang dibuat oleh peneliti. Pada uji reliabilitas penelitian
ini nilai cronbach’s alpha 0,857, dengan demikian seluruh item pertanyaan dinyatakan valid dan reliable sehingga layak digunakan untuk penelitian.
4.7 Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara:
Setelah mendapat izin dari Direktur RSUD Sidikalang, peneliti melaksanakan
pengumpulan data penelitian. Kemudian peneliti menentukan calon responden
yang sesuai dengan kriteria yang sebelumnya telah dibuat oleh peneliti. Peneliti
menjelaskan kepada responden mengenai maksud, tujuan, dan proses penelitian.
Untuk responden yang sudah bersedia, diminta untuk menandatangani lembar
persetujuan (informed consent). Responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti dan diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada bagian
atau hal-hal yang tidak dimengerti. Selanjutnya data yang diperoleh dikumpulkan
oleh peneliti untuk dianalisa.
4.8 Analisa Data
Setelah data semua terkumpul maka dilakukan analisa data melalui beberapa
a. Editing yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas maupun data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk.
b. Tahap kedua coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa.
c. Tahap ketiga processing yaitu memasukkan data dari kuesioner ke dalam program computer secara manual.
d. Tahap keempat atau tahap terakhir cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah dimasukkan, untuk memastikan ada kesalahan atau tidak.
e. Metode Statistik untuk analisa data yang digunakan adalah:
1. Statistik univariat, untuk mendeskripsikan data demografi, data
komunikasi, data kepuasan, data disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi dan persentase dan untuk menganalisa variabel independen dan
dependen akan ditampilkan dalam table frekuensi.
2. Bivariat Statistik, pada penelitian ini analisa data dengan metode statistik
bivariat digunakan untuk menganalisa hubungan antara komunikasi
terapeutik perawat, dengan kepuasan pasien. Keduanya variabel ini diuji
memakai skala ordinal dengan uji korelasi Spearman Rank (Rho) dengan
Untuk menafsirkan hasil pengujian statistik tersebut digunakan kriteria penafsiran
korelasi menurut Burns dan Grove (2001), sebagai berikut :
Tabel 4.8 Kriteria penafsiran korelasi
Nilai r Penafsiran
-0,1 sampai -0,3 Korelasi negatif rendah:
Hubungan negatif dengan interpretasi lemah
-0,3 sampai -0,5 Korelasi negatif sedang:
Hubungan negatif dengan interpretasi sedang
Di atas -0,5 Korelasi negatif tinggi:
Hubungan negatif dengan interpretasi kuat
0,1 sampai 0,3 Korelasi positif rendah:
Hubungan positif dengan interpretasi lemah
0,3 sampai 0,5 Korelasi positif sedang:
Hubungan positif dengan interpretasi sedang
Di atas 0,5 Korelasi positif tinggi:
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan dari pengumpulan
data terhadap 80 pasien rawat inap di RSUD Sidikalang. Penyajian hasil analisa
data dalam penelitian ini meliputi deskripsi karakteristik responden, komunikasi
terapeutik perawat, kepuasan pasien, dan korelasi komunikasi terapeutik perawat
dengan kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan di RSUD Sidikalang.
Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2014 sampai dengan Mei 2014 di RSUD
Sidikalang.
5.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian dibagi atas empat bagian yaitu distribusi karakteristik data
demografi responden, komunikasi terapeutik perawat, kepuasan pasien pada
pelayanan keperawatan, dan mengidentifikasi ada tidaknya hubungan komunikasi
terapeutik perawat dengan kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan di RSUD
Sidikalang.
5.1.1 Distribusi Karakteristik Data Demografi Responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden tertinggi
berdasarkan usia ada pada usia 18-40 tahun sebanyak 53 orang (66,2%),
responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 44 orang (55%), responden
beragama Kristen sebanyak 50 orang (62,5%). Berdasarkan latar belakang
33 orang (41,2%) dan responden yang pekerjaannya wiraswasta sebanyak 39
orang (48,8%).
Hasil penelitian tentang karakteristik demografi responden lebih jelas dapat
dilihat pada tabel 5.1.1 di bawah ini.
Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden di RSUD Sidikalang (n=80)
No Karakteristik Responden Frekuensi (n) Persentase (%)
5.1.2 Komunikasi Terapeutik Perawat di RSUD Sidikalang
Data distribusi frekuensi komunikasi terapeutik perawat di RSUD Sidikalang
yang dijelaskan dalam tabel 5.1.2 menunjukkan bahwa mayoritas pasien
menyatakan puas pada komunikasi terapeutik perawat yaitu sebanyak 71
responden (88,8%) sedangkan 9 responden (11,2%) menyatakan cukup puas pada
komunikasi terapeutik perawat di RSUD Sidikalang.
Tabel 5.1.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Komunikasi Terapeutik Perawat di RSUD Sidikalang pada bulan Maret – Mei 2014 (n=80)
Komunikasi Terapeutik Perawat
Frekuensi Persentase (%)
Komunikasi cukup
5.1.3 Kepuasan Pasien pada Pelayanan Keperawatan di RSUD Sidikalang
Data distribusi frekuensi kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan di
RSUD Sidikalang yang dijelaskan dalam tabel 5.1.3 menunjukkan bahwa 76
responden (95%) dari 80 menyatakan puas pada pelayanan keperawatan dan 4
responden (5%) menyatakan cukup puas pada pelayanan keperawatan di RSUD
Sidikalang.
Tabel 5.1.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Kepuasan Pasien pada Pelayanan Keperawatan di RSUD Sidikalang (n=80)
Kepuasan pasien Frekuensi Persentase
5.1.4 Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien
pada Pelayanan Keperawatan di RSUD Sidikalang
Hasil analisa statistik secara komputerisasi untuk mengidentifikasi hubungan
komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien pada pelayanan
keperawatan di RSUD Sidikalang menggunakan uji korelasi Spearman Rank
(Rho) dan diperoleh nilai r=0,376 dan nilai signifikasi (p) sebesar 0,001. Nilai ini
lebih kecil dari level of significance (α) yang tertera pada table sebesar 0,01 (p<0,01), ini berarti terdapat korelasi yang bermakna antara variabel yang diuji
yaitu terdapat hubungan yang sedang dengan arah yang positif antara komunikasi
terapeutik perawat dengan kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan di RSUD
Sidikalang. Ini berarti semakin terampil perawat dalam melakukan komunikasi
terapeutik maka semakin puas pula pasien rawat inap di RSUD Sidikalang.
Tabel 5.1.4 Hasil analisa hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan di RSUD Sidikalang (n=80)
Variabel 1 Variabel 2 R p-value Keterangan
Komunikasi Terapeutik
Kepuasan Pasien
0,376 0,001 Hubungan positif dengan interprestasi yang sedang.
5.2. Pembahasan
5.1.5 Komunikasi Terapeutik Perawat di RSUD Sidikalang
Dalam praktek keperawatan, komunikasi adalah suatu alat yang penting untuk
membina hubungan terapeutik dan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan
keperawatan. Sehingga komunikasi sangat penting karena dapat mempengaruhi
tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan.
Hasil analisa data mengenai komunikasi terapeutik perawat di RSUD
Sidikalang terhadap 80 orang responden menunjukkan bahwa sebanyak 88,8%
menyatakan komunikasi terapeutik perawat berada pada rentang kategori baik dan
11,2 % pada rentang kategori cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa perawat di
RSUD Sidikalang terampil dalam menerapkan komunikasi terapeutik.
Menurut Husna (2009) penerapan komunikasi terapeutik oleh perawat yang
efektif ini disebabkan karena kesadaran perawat yang makin meningkat tentang
pentingnya membina komunikasi yang efektif dan terbuka sehingga tercapai
hubungan saling percaya dengan pasien untuk dapat memahami permasalahan
pasien dan tepat dalam menanganinya.
Selama proses komunikasi berlangsung antara perawat dan pasien di RSUD
Sidikalang, umumnya pasien mengekspresikan kecemasan dan perasaannya
tentang penyakit yang dialaminya. Selain itu keluarga pasien juga merasa senang
selama proses komunikasi berlangsung dan mengajukan pertanyaan mengenai
hal-hal yang terkait dengan prosedur pengobatan pasien. Komunikasi terapeutik yang
diterapkan oleh perawat kepada pasien merupakan komunikasi terapeutik yang
teori Nurhasanah (2009) yang mengatakan komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi
keperawatan sehingga memberikan khasiat terapi bagi proses penyembuhan
pasien.
Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat
dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat dan klien. Bila perawat tidak
memperhatikan hal ini, hubungan perawat dan klien tersebut bukanlah hubungan
yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi
hubungan sosial biasa (Musliha & Fatmawati, 2010). Komunikasi terapeutik
bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan,
disengaja, dan merupakan tindakan profesional.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik perawat di
RSUD Sidikalang dalam kategori baik, yaitu di keempat tahap komunikasi
terapeutik yang meliputi tahap pra interaksi, tahap orientasi, tahap kerja dan tahap
terminasi. Namun masih terdapat hal yang harus mendapat perhatian dari perawat
terutama pada tahap orientasi yaitu penerapan komunikasi saat kontak antara
pasien dan perawat, sebab pada tahap ini masih ada pasien yang mengatakan
perawat tidak memperkenalkan diri, pernyataan pasien tentang ketidaksabaran
perawat dalam mendengar keluhan pasien dan keterlambatan perawat dalam
memberikan bantuan saat dibutuhkan oleh pasien.
Shalihah (2011) juga mengemukakan pada hasil penelitiannya bahwa pada
fase orientasi, hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang terjadi
bekerja keras untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan pada tahap orientasi.
Bekerja sama dengan pasien untuk berdiskusi tentang masalah-masalah yang
merintangi pencapaian tujuan.
2.2 Kepuasan Pasien
Hasil penelitian mengenai kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan
didapatkan bahwa dari 80 orang responden, mayoritas responden yaitu 95%
menyatakan puas dengan pelayanan yang telah diberikan oleh perawat. Kepuasan
pasien ini meliputi 5 indikator yaitu tangible (nyata), reliability (keandalan),
responsiveness (cepat tanggap), assurance (kepastian), empathy (empati).
Kepuasan yang dirasakan pasien rawat inap di RSUD Sidikalang
menunjukkan bahwa perawat sudah dapat memenuhi harapan-harapan pasien akan
pelayanan yang prima dan berkualitas.
Pelayanan prima pada dasarnya ditujukan untuk memberikan kepuasan
kepada pasien. Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit harus berkualitas dan
memiliki lima dimensi mutu yang utama yaitu : tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy. Disadari ataupun tidak, penampilan (tangibles) dari rumah sakit merupakan poin utama yang dilihat ketika pasien pertama kali mengetahui keberadaannya. Masalah kesesuaian janji (reliability), pelayanan yang tepat (responsiveness), dan jaminan pelayanan (assurance) merupakan masalah yang sangat peka dan sering menimbulkan konflik. Dalam
Menurut Soejadi (1996), pasien atau klien merupakan individu terpenting di
rumah sakit sebagai konsumen sekaligus sasaran produk rumah sakit. Di dalam
suatu proses keputusan, konsumen yaitu pasien, tidak akan berhenti hanya sampai
proses penerimaan pelayanan. Pasien akan mengevaluasi pelayanan yang
diterimanya tersebut. Hasil dari proses evaluasi itu akan menghasilkan perasaan
puas atau tidak puas (Nasution, 2010).
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai
akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien
membandingkannya dengan apa yang diharapkannya (Pohan, 2006).
Kepuasan pasien adalah ukuran utama yang dilihat oleh para peneliti untuk
mengidentifikasi bagaimana hubungan antara pasien terhadap struktur rumah sakit
dan proses keperawatan di rumah sakit (Daniel, 2012).
Jika pasien merasa puas terhadap pelayanan keperawatan yang mereka
peroleh ketika dirawat di rumah sakit, mereka akan datang kembali ketika
membutuhkan pelayanan keperawatan, baik untuk mereka sendiri ataupun untuk
keluarganya.
2.3 Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien
pada Pelayanan Keperawatan
Hasil analisa statistik secara komputerisasi untuk mengidentifikasi
hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien pada pelayanan
keperawatan di RSUD Sidikalang menggunakan uji korelasi Spearman Rank
(Rho) dan diperoleh nilai r=0,376 dan nilai signifikasi (p) sebesar 0,001. Nilai ini
(p<0,01), ini berarti terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang
diuji. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dengan
interpretasi sedang antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien
pada pelayanan keperawatan di RSUD Sidikalang. Semakin terampil perawat
dalam melakukan komunikasi terapeutik terhadap pasien, maka semakin tinggi
pula kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan di RSUD Sidikalang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat sudah terampil dalam
menerapkan komunikasi terapeutik kepada pasien rawat inap RSUD Sidikalang.
Hal ini berdampak pada tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan
di RSUD Sidikalang. Semakin sering perawat melakukan komunikasi terapeutik
kepada pasien rawat inap RSUD Sidikalang, maka tingkat kepuasan pasien pun
semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Moison dkk. (dalam Haryani,
2000), yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan
pasien adalah faktor komunikasi yaitu tata cara komunikasi yang diberikan pihak
penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan
pasien, memberikan penjelasan yang tepat dan akurat sesuai kebutuhan
klien/pasien.
Hal ini didukung oleh penelitian Husna dkk. (2009) yang menunjukkan bahwa
komunikasi terapeutik yang diterapkan oleh perawat di rumah sakit Siti Khodijah
mampu memberikan kepuasan kepada pasien selama dalam perawatan sehingga
perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Korelasi yang positif menerangkan bahwa
bila komunikasi terapeutik diterapkan secara konsisten oleh perawat didalam
kepuasan pasien akan pelayanan tersebut atau terdapat hubungan yang kuat antara
komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien.
Penelitian Sulhan dan Andiijuga (2004) juga menunjukkan bahwa semakin
sering komunikasi terapeutik yang diberikan oleh terapis pada pasien ketika
melakukan terapi pasien akan merasakan senang. Hal ini berarti semakin sering
komunikasi terapeutik yang diberikan terapis maka pasien merasa senang dan
puas, sebaliknya semakin tidak pernah komunikasi terapeutik yang diberikan
terapis kepada pasien maka pasien akan merasa kecewa dan tidak puas terhadap
komunikasi terapeutik terapis. Komunikasi terapeutik mempunyai peranan
penting dalam terapi, karena dengan komunikasi terapeutik yang baik terapis akan
mengetahui bagian tubuh mana yang mengalami rasa sakit, apa yang dirasakan
pasien dan apa yang diinginkan oleh pasien tersebut.
Hal ini di dukung juga oleh penelitian Bolla (2007) yang menunjukkan
bahwa adanya hubungan antara pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat
dengan tingkat kepuasan pasien. Menurut Achir Yani (1996) perawat yang
memiliki ketrampilan komunikasi terapeutik tidak hanya akan mudah menjalin
hubungan rasa percaya dengan klien, tetapi juga mencegah terjadinya masalah
legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan, serta citra
rumah sakit (Muninjaya, 2011).
Keterbatasan Peneliti
Desain deskriptif korelasi yang peneliti gunakan dalam penelitian ini
cenderung tidak jujur dan menjawab apa adanya karena berbagai alasan, sehingga
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian terhadap 80 responden tentang hubungan komunikasi
terapeutik perawat dengan kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan di
RSUD Sidikalang maka peneliti mengemukakan hasil penelitian sebagai
berikut :
a. Hasil penelitian secara rinci menunjukkan adanya hubungan komunikasi
terapeutik perawat dengan kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan.
b. Komunikasi terapeutik perawat dikategorikan baik yaitu sebanyak 71
responden (88,8%), sedangkan yang dikategorikan komunikasi cukup baik
sebanyak 9 responden (11,2%) dan tidak ada responden pada kategori
komunikasi kurang.
c. Kepuasan pasien dikategorikan puas yaitu sebanyak 76 responden (95%),
sedangkan dikategorikan cukup puas sebanyak 4 responden (5%) dan tidak
ada responden pada kategori tidak puas.
d. Hasil analisa statistik secara komputerisasi untuk mengidentifikasi
hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien pada
pelayanan keperawatan di RSUD Sidikalang menggunakan uji korelasi
bermakna antara dua variabel yang diuji. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang positif dengan interpretasi sedang antara
komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien pada pelayanan
keperawatan di RSUD Sidikalang. Semakin terampil perawat dalam
melakukan komunikasi terapeutik terhadap pasien, maka semakin tinggi
tingkat kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan di RSUD Sidikalang.
6.2 Saran
6.2.1 Praktek keperawatan
Diharapkan dari hasil penelitian ini, dapat meningkatkan kinerja pelayanan
keperawatan dan keterampilan perawat yang meliputi pengetahuan, sikap,
penampilan maupun teknis dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
6.2.2 Pendidikan Keperawatan
Melalui pendidikan keperawatan diharapkan meningkatkan ketrampilan
komunikasi terapeutik mahasiswa ilmu keperawatan melalui materi perkuliahan
dan skill lab untuk meningkatkan kepuasan pasien saat melakukan perawatan di
rumah sakit yang berdampak pada proses kesembuhan pasien.
6.2.3 Penelitian keperawatan
Desain deskriptif korelasi yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai
kelemahan antara lain hanya berupa kuesioner pertanyaan, responden cenderung
tidak jujur dan menjawab apa adanya karena berbagai alasan, maka untuk
penelitian lebih lanjut mengenai komunikasi terapeutik perawat dan kepuasan
6.2.4 Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan tidak membuat puas dari pihak manajemen
rumah sakit karena masih banyak aspek pelayanan yang perlu ditingkatkan agar
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2005). Manajemen Penelitian (Rev. ed.). Jakarta: Rineka Cipta
_________. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Rev.ed.). Jakarta: Rineka Cipta
_________. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, edisi 14. Jakarta: Rineka Cipta
Azwar, S. (2004). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset Bolla, I. N. (2007). Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat
dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Melati RSUD Subang. Skripsi. Cimahi: Achmad Yani
Dahlan, M.S. (2004). Statistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta: Bina Mitra Press
Damaris, F. (2006). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kecenderungan Depresi pada Klien Kanker yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara
Daniel, I. (2012). The Relationship between Nurse Staffing and Patient Satisfaction
in Emergency Departments. Dibuka pada website Diakses pada tanggal 17 Juli 2014.
Hidayat, A.A.A. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah edisi kedua. Jakarta: Salemba Medika
___________. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
___________. (2011). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika
Hurlock, E.B. (2004). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, edisi 5. Yogyakarta: Erlangga
Lynn. R. M. (1996). Determination and Quantification Of Content Validity.
Nursing Research, 362-365