• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien pada Pelayanan Keperawatan di RSUD Sidikalang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien pada Pelayanan Keperawatan di RSUD Sidikalang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS 2.1Konsep Komunikasi Terapeutik

2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik

Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communis yang berarti

membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau

lebih, sedangkan menurut Cherry dalam Stuart (1983), komunikasi berasal dari

kata communico yang artinya membagi (Nasir dkk., 2011).

Komunikasi secara umum adalah suatu proses pembentukan,

penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri

seseorang dan atau di antara dua atau lebih dengan tujuan tertentu. Definisi

tersebut memberikan beberapa pengertian pokok yaitu komunikasi adalah suatu

proses mengenai pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan.

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat

pada saat melakukan intervensi keperawatan sehingga memberikan khasiat terapi

bagi proses penyembuhan pasien (Nurhasanah, 2009).

2.1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik

Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat

dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak

memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang

memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi

(2)

Tujuan komunikasi terapeutik adalah : (1) membantu pasien dalam

memperbaiki dan mengendalikan emosi sehingga membantu mempercepat

penyembuhan dari upaya medis; (2) membantu pasien untuk memperjelas dan

mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk

mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada hal yang diperlukan; (3)

mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan

mempertahankan kekuatan egonya; (4) memengaruhi orang lain, lingkungan fisik

dan dirinya sendiri; (5) memberikan pelayanan prima (service excellence atau

tanpa cacat) sehingga dicapai kesembuhan dan kepuasan pasien; (6) menghasilkan

kepuasan semua pihak yang terlibat (win win solution bagi dokter, perawat, dan

pasien) (Supriyanto & Ernawaty, 2010).

2.1.3 Jenis Komunikasi Terapeutik

Komunikasi ada tiga jenis yaitu verbal, tertulis, dan nonverbal yang

dimanifestasikan secara terapeutik:

Komunikasi Verbal, merupakan jenis komunikasi yang paling lazim

digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit, adalah dengan

pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka.

Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau

perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi

dan ingatan. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu

memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung. Komunikasi verbal

yang efektif harus sesuai dengan hal-hal berikut: (1) jelas dan ringkas, (2)

(3)

(3) arti denotatif dan konotatif yaitu harus hati-hati memilih kata-kata sehingga

tidak mudah untuk disalahartikan, (4) selaan dan kesempatan berbicara, (5) waktu

dan relevansi, (5) humor yang dapat merangsang produksi katekolamin dan

hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa

sakit, mengurangi ansietas, dan memfasilitasi relaksasi pernapasan (Potter &

Perry, 1993; Swansburg, 1990; Szilagyi, 1984; dan Tappen ,1995 dalam Musliha

& Fatmawati, 2010).

Komunikasi Tertulis, sering digunakan perawat saat berinteraksi dengan

dokter, petugas kesehatan lainnya, dan teman sejawat. Komunikasi tertulis yang

dilakukan perawat dengan klien terjadi bila klien dalam keadaan bisu atau ada

gangguan pada artikulasi karena penyakitnya (biasanya ada gangguan pada area

Brocha) (Nasir dkk., 2011).

Fungsi komunikasi tertulis adalah: (1) sebagai tanda bukti tertulis yang

otentik,misalnya persetujuan operasi; (2) alat pengingat/berpikir bilamana

diperlukan,misalnya surat yang telah diarsipkan; (3) dokumentasi historis; (4)

jaminan keamanan, misalnya surat keterangan jalan; dan (5) pedoman atau dasar

bertindak, misalnya surat perintah, surat keputusan (Musliha & Fatmawati, 2010).

Komunikasi nonverbal, merupakan penyampaian kode nonverbal yaitu suatu proses pemindahan atau penyampaian pesan tanpa menggunakan kata-kata.

Cangara (2006) mendefinisikan bahwa penyampaian kode nonverbal biasa disebut

juga bahasa isyarat atau bahasa diam (silent language). Komunikasi nonverbal

(4)

terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara yaitu pesan

yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar; (2)

Penampilan personal yaitu yang mempengaruhi persepsi klien terhadap

pelayanan/asuhan keperawatan yang diterima karena tiap klien mempunyai citra

bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat; (3) Paralanguage yaitu

intonasi atau nada suara, (4) Gerakan mata (eye gaze) yaitu mempertahankan

kontak mata, (5) Kinesics yaitu gerakan tubuh yang menggambarkan sikap,

emosi, konsep diri, dan keadaan fisik, (6) Sentuhan (touching) namun harus

memperhatikan norma sosial (Nasir dkk., 2011).

2.1.4 Tahap Komunikasi Terapeutik

Menurut Potter & Perry (2005), ada empat tahap dalam komunikasi

terapeutik, yaitu:

a. Tahap Pra-interaksi

Sebelum melakukan pertemuan pertama dengan klien, perawat idealnya

mengulangi informasi mengenai klien. Informasi tersebut dapat meliputi riwayat

keperawatan atau medis, entri dalam catatan perawat mengenai catatan medis,

atau diskusi dengan perawat lainnya yang merawat klien. Fase pra interaksi adalah

waktu dimana perawat merencanakan pendekatan. Proses ini membantu

menghindari terjadinya stereotip pada klien dan membantu perawat untuk berpikir

mengenai nilai atau perasaan pribadi. Meskipun perawat mungkin merasa resah

mengenai klien, hal ini akan mempertajam proses mental dan membantu

(5)

Langkah akhir dari fase pra interaksi adalah untuk menentukan lokasi dan

menetapkan kapan pertemuan dengan klien dilakukan untuk pertama kalinya.

Lingkungan yang nyaman, tersendiri dan menarik akan mempercepat interaksi

interpersonal. Perawat juga menyediakan waktu yang cukup untuk diskusi.

b. Tahap Orientasi

Fase orientasi dimulai ketika perawat dan klien bertemu untuk pertama

kalinya. Fase ini menentukan bagaimana hubungan perawat-klien selanjutnya.

Perawat dan klien bertemu dan saling mengenal nama.

Pengujian, klien seringkali menguji perawat selama fase orientasi. Hal ini disebabkan oleh kesulitan klien dalam memahami kebutuhan untuk membantu,

ketakutan untuk mengekspresikan perasaan yang sesungguhnya dan kecemasan

yang lebih besar daripada keinginan untuk berubah. Perawat yang sadar akan apa

yang menjadi ketakutan klien harus menunjukkan rasa percaya diri dan kompeten.

Perawat harus bersikap terbuka dan ingin tahu tentang masalah klien. Perawat

dapat menunjukkan keinginan untuk membantu dengan menjelaskan tindakan

yang diambil dan menunjukkan perawatan dengan baik.

Membangun Kepercayaan, seringkali klien mempercayai perawat namun tidak sanggup untuk meminta bantuan. Ketika klien mulai mambagi

perasaan dan sikapnya dengan perawat, mereka menjadi mudah dikritik. Klien

harus menjadi nyaman dalam mengungkapkan informasi pribadi. Perhatian yang

(6)

menunjukkan sensitivitas dan memahami kebutuhan klien. Menunjukkan

perhatian adalah salah satu cara untuk menetapkan rasa percaya.

Mengidentifikasi Masalah dan Keberhasilan, Dalam pertemuan pertama, perawat mulai mengkaji status kesehatan klien. Melalui observasi dan

interaksi, perawat mulai membuat kesimpulan diagnosa. Setelah masalah

diidentifikasi, perawat dan klien bersama-sama menentukan tujuan. Ketika klien

telah mampu ikut serta dalam penyusunan tujuan dan melihat keuntungan yang

diinginkan, intervensi perawatan akan menjadi lebih efektif.

Menjelaskan Peran, Setelah hubungan yang membantu dimulai, peran harus ditetapkan. Hubungan yang membantu membutuhkan partisipasi dari kedua

belah pihak namun perawat memegang peran sebagai pemimpin. Memimpin tidak

berarti mengontrol dalam kesan yang bersifat manipulatif. Klien bertindak sebagai

penerima peran sebagai partisipan dalam perawatan.

Menetapkan Kontrak, Setelah tujuan dan peran didefenisikan dengan jelas, perawat mungkin dapat menetapkan kontrak dengan klien. Umumnya fase

ini membutuhkan pertukaran verbal. Elemen kontrak meliputi lokasi, frekuensi

dan panjang kontak dengan klien dan durasi hubungan. Perawat tidak seharusnya

melakukan kontrak dengan cara yang terlalu formal tetapi harus memberikan garis

besar perjanjian dengan cara dimana ia menjelaskan harapan dan menyimpulkan

(7)

c. Tahap Kerja

Selama fase bekerja dari hubungan yang membantu, perawat berupaya

untuk mencapai tujuan selama fase orientasi. Perawat dan klien bekerja bersama.

Kemampuan komunikasi adalah pendorong klien untuk berkomunikasi dalam cara

yang dapat meningkatkan pertumbuhan mereka meliputi konfrontasi, kesiapan,

dan pemaparan diri.

Konfrontasi, Perawat membuat klien menyadari inkonsistensi dalam tingkah laku atau pemikiran yang berhubungan dengan pemahaman diri. Teknik

ini membantu klien mengenali pertumbuhan atau berhadapan dengan hal-hal

penting.

Kesiapan, Perawat memfokuskan interaksi pada situasi sekarang antara perawat dan klien. Klien belajar untuk memahami bagaimana mereka berinteraksi

dengan orang lain. Hal ini meliputi menarik perhatian pada tingkah laku atau

pernyataan klien.

Pemaparan Diri, Perawat menunjukkan pengalaman, pemikiran, ide, nilai atau perasaan personal dalam konteks hubungan. Hal ini bukan terapi untuk

perawat. Hal ini akan menunjukkan kepada klien bahwa pengalaman mereka

dapat dipahami.

Memadukan Komunikasi dengan Tindakan Keperawatan, Tindakan keperawatan dapat secara umum dibagi ke dalam empat kelompok: fisiologis,

(8)

kebutuhan fisik klien seperti nutrisi, eliminasi dan kenyamanan memiliki

visibilitas tinggi. Sebagian besar tindakan fisiologis bersifat non-verbal dan

dilakukan secara rutin. Visibilitas tinggi mereka membantu klien mengenali

perawat sebagai perilaku praktik yang baik.

Sebaliknya, tindakan keperawatan psikologis, sosioekonomik, dan

spiritual memiliki visibilitas yang rendah. Tindakan psikologis memenuhi

kebutuhan emosional. Tindakan sosioekonomik seperti mengarahkan klien pada

lembaga kesehatan komunitas, membantu klien dalam beradaptasi dengan

lingkungan. Tindakan spiritual membantu klien mendapatkan dukungan untuk

sistem kepercayaan mereka.

Pemberian dukungan emosional atau mendidik keluarga klien jelas

membutuhkan komunikasi efektif, dan juga prosedur asuhan keperawatan.

Melalui komunikasi, perawat dapat menunjukkan rasa percaya diri, kredibilitas

dan pengetahuan yang diharapkan klien. Komunikasi memudahkan semua

tindakan kesehatan perawat. Komunikasi terapeutik selama tugas dengan

visibilitas tinggi meningkatkan penerimaan dan pemahaman klien mengenai

prosedur, mengurangi kecemasan dan meningkatkan kepuasan klien dan

keinginannya untuk bekerja sama.

d. Tahap Terminasi

Pada tahap ini perawat mengakhiri pertemuan dalam menjalankan

(9)

dilakukan terminasi, klien menerima kondisi perpisahan tanpa menjadi regresi

(putus asa) serta menghindari kecemasan (Nasir,dkk.,2009).

Evaluasi Hasil yang Telah Dicapai, Hal vital pada masa pemutusan adalah evaluasi hasil. Perawat mendorong dilakukannya pengkajian atas ketepatan

dan menentapkan hasil.

Perpisahan, Bergantung pada hubungan antara klien dan perawat, klien mungkin akan merasa cemas atau ambivalen ketika perpisahan makin dekat.

Idealnya klien mengekspresikan perasaan mengenai perpisahan. Perawat

merencanakan waktu sehingga klien dapat membagi perhatian dan ketakutannya.

2.1.5 Teknik Komunikasi Terapeutik

Potter & Perry (2005) mengidentifikasi teknik komunikasi terapeutik

sebagai berikut: (1) menyimak dengan penuh perhatian yaitu merupakan metoda

non verbal untuk menunjukkan minat pada kebutuhan, pandangan dan masalah

klien; (2) menunjukkan penerimaan yaitu keinginan untuk mendengar seseorang

tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan; (3) mengajukan pertanyaan

yang berhubungan yaitu metoda langsung dari komunikasi untuk memperoleh

informasi spesifik mengenai klien; (4) parafrase yaitu mengulang pesan klien

dengan kata-kata perawat sendiri; (5) menjelaskan yaitu tindakan yang

menyatakan ulang sebuah pernyataan yang sudah di utarakan atau dikirimkan oleh

pengirim pesan; (6) fokus yaitu memusatkan informasi pada elemen atau konsep

kunci dari pesan yang dikirimkan; (7) menetapkan observasi yaitu cara perawat

(10)

laku selama komunikasi; (8) memberikan informasi; (9) mempertahankan

ketenangan; (10) menggunakan keasertifan (ketegasan) adalah mempertahankan

hak seseorang tanpa menyinggung oranglain yang tidak sepaham; (11)

penyimpulan yaitu pengulangan ringkas ide-ide utama yang telah didiskusikan.

2.1.6 Hambatan Komunikasi Terapeutik

Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat

klien terdiri dari lima jenis : (1) resisten yaitu upaya klien untuk tetap tidak

menyadari aspek penyebab kecemasan yang dialaminya dan sering merupakan

akibat dari ketidaksetiaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah

telah dirasakan. Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase

kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah; (2)

transferens adalah respon tidak sadar berupa perasaan atau perilaku terhadap

perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya dimasa

lalu; (3) kontertransferens, biasanya timbul dalam bentuk respons emosional,

hambatan ini berasal dari perawat yang dibangkitkan atau dipancing oleh sikap

klien; (4) pelanggaran batas, bisa terjadi jika perawat melampaui batas hubungan

yang terapeutik dan membina hubungan sosial ekonomi atau hubungan personal

dengan klien; (5) pemberian hadiah, tidak pantas bila setiap pemberian hadiah

(11)

2.2 Kepuasan pada Pelayanan Keperawatan

2.2.1 Definisi Kepuasan

Kepuasan pelanggan adalah tanggapan pelanggan terhadap kesesuaian

tingkat kepentingan atau harapan (ekspektasi) pelanggan sebelum mereka

menerima jasa pelayanan dengan sesudah pelayanan yang mereka terima.

Kepuasan pengguna jasa pelayanan keperawatan dapat disimpulkan sebagai

selisih kinerja institusi pelayanan keperawatan dengan harapan pelanggan (pasien

atau kelompok masyarakat) (Muninjaya, 2011).

Kepuasan pelanggan terjadi apabila apa yang menjadi kebutuhan,

keinginan, atau harapan pelanggan dapat dipenuhi. Kepuasan pelanggan adalah

perasaan senang atau puas bahwa produk atau jasa yang diterima telah sesuai atau

melebihi harapan pelanggan (Supriyanto & Ernawaty, 2010).

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai

akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien

membandingkannya dengan apa yang diharapkannya (Pohan, 2006).

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pengguna jasa

Menurut Muninjaya (2004) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

kepuasaan pengguna jasa, anatara lain:

a. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan

diterimanya. Dalam hal ini, aspek komunikasi memegang peranan penting

(12)

b. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini

akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat

kepatuhan pasien (compliance).

c. Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber

moral hazzard bagi pasien dan keluarganya. Sikap kurang peduli

(ignorance) pasien dan keluarganya. “Yang penting sembuh”

menyebabkan mereka menerima saja jenis perawatan dan tehnologi

kedokteran yang ditawarkan oleh petugas kesehatan. Akibatnya biaya

perawatan menjadi mahal. Informasi terbatas yang dimiliki oleh pihak

pasien dan keluarganya tentang perawatan yang diterima dapat menjadi

sumber keluhan pasien. Sistem asuransi kesehatan akan dapat mengatasi

masalah biaya kesehatan.

d. Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan

ruangan (tangibility).

e. Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (assurance).

Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter juga termasuk pada

faktor ini.

f. Keandalan dan ketrampilan (reliability) petugas kesehatan dalam

memberikan perawatan.

g. Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien

(13)

2.2.3 Indikator Kepuasan Pasien pada Pelayanan Keperawatan

Parasuraman, Zeithaml dan Berry menganalisis dimensi kualitas jasa

berdasarkan lima aspek komponen mutu pelayanan yang dikenal dengan nama

ServQual, meliputi:

1. Tangible (nyata)

Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam

menunjukkan eksistensinya pada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan

sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah

bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. ini meliputi fasilitas

fisik (gedung, ruangan, dan lainnya), teknologi (peralatan dan perlengkapan yang

dipergunakan).

2. Reliability (keandalan)

Kemampuan untuk memberikan pelayanan keperawatan dengan tepat

waktu dan akurat sesuai dengan yang ditawarkan. Dari kelima dimensi kualitas

jasa, reliability dinilai paling penting oleh para pelanggan berbagai industri jasa.

3. Responsiveness (cepat tanggap)

Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan perusahaan untuk

membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada

pelanggan, dan dengan penyampaian informasi yang jelas. Dimensi ini

dimasukkan ke dalam kemampuan petugas kesehatan menolong pasien dan

(14)

Dimensi ini merupakan penilaian mutu pelayanan yang paling dinamis. Harapan

pasien terhadap kecepatan pelayanan cenderung meningkat dari waktu ke waktu

sejalan dengan kemajuan teknologi dan informasi kesehatan yang dimiliki oleh

pasien. Pelayanan keperawatan yang responsif terhadap kebutuhan pelanggannya

kebanyakan ditentukan oleh sikap para front-line staff. Mereka secara langsung

berhubungan dengan para pengguna jasa dan keluarganya, baik melalui tatap

muka, komunikasi non-verbal, langsung atau melalui telepon.

4. Assurance (kepastian)

Kriteria ini berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan dan sifat petugas

yang dapat dipercaya oleh pasien. Pemenuhan terhadap kriteria pelayanan ini akan

mengakibatkan pengguna jasa merasa terbebas dari risiko. Terdiri dari komponen:

komunikasi (Communication), kredibilitas (Credibility), keamanan (Security),

kompetensi (Competence), dan sopan santun (Courtesy).

5. Empathy (empati)

Kriteria ini terkait dengan rasa kepedulian dan perhatian khusus staf

kepada setiap pengguna jasa, memahami kebutuhan mereka dan memberikan

kemudahan untuk dihubungi setiap saat jika para pengguna jasa ingin memperoleh

bantuannya. Peranan SDM kesehatan sangat menentukan mutu keperawatan

Referensi

Dokumen terkait

Unsur/strata yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi: unsur bunyi, unsur arti (satuan arti), unsur objek, unsur dunia, dan unsur

Pengembangan Model Pengawet Alami dari Ekstrak Lengkuas (Languas galaga) Kunyit (Curcuma domestica) dan Jahe (Zingiber officinale) sebagai Pengganti Formalin pada

Selain itu, pengendara yang memiliki keyakinan yang tinggi bahwa dirinya sendiri merupakan pihak yang paling mungkin menyebabkan kecelakaan, cenderung menunjukkan

Bab III akan menyajikan argumentasi yang lebih substansial atas keharusan verifikasi faktual partai politik calon peserta pemilu 2019 kepada semua partai politik

Untuk dilakukan penelitian tentang kesiapan Sumatera Barat dalam mengembangkan P2TP2, berkaitan dengan beberapa persoalan diantaranya potensi, kondisi komponen terkait,

Data yang dikumpulkan melalui kuesioner ini akan membantu proses pengelompokan mahasiswa menurut tingkat keterampilan berbicara Bahasa Inggris dan menyediakan gambaran dasar

Melalui kegiatan membaca teks “Kegiatan Saat Jam Istirahat” pada salindia yang diberikan melalui google form , peserta didik dapat mengidentifikasi ungkapan atau

Jika anda ingin mengprint gambar sesuai dengan kertas yang di inginkan dan gambar yang ada Jika anda ingin mengprint gambar sesuai dengan kertas yang di inginkan dan gambar yang