• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gejala Pruritus pada Pasien Hemodialisis Reguler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gejala Pruritus pada Pasien Hemodialisis Reguler"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI GEJALA PRURITUS

PADA PASIEN HEMODIALISIS REGULER

Oleh:

HERNA WAHYUNI

110100327

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI GEJALA PRURITUS

PADA PASIEN HEMODIALISIS REGULER

KARYA TULIS ILMIAH INI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT MEMPEROLEH KELULUSAN SARJANA KEDOKTERAN

Oleh:

HERNA WAHYUNI

110100327

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gejala Pruritus pada Pasien Hemodialisis Reguler

Nama : Herna Wahyuni NIM : 110100327

Pembimbing Penguji I

(dr. Riri Andri Muzasti M.Ked Sp.PD) (dr. Andika Sitepu Sp.JP(K)) NIP. 19792242008122000 NIP. 197911122008011004

Penguji II

(dr. Terapul Tarigan Sp.A(K)) NIP. 195508251983122001

Medan, 05 Januari 2015 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Pruritus adalah salah satu gejala yang paling mengganggu pada pasien Hemodialisis (HD). Menurut sebagian sumber, lebih dari separuh pasien yang menjalani HD mengeluhkan berbagai tingkat pruritus. Mekanisme yang mendasari terjadinya pruritus kurang dipahami.

Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi gejala pruritus pada pasien HD reguler.

Metode penetilian ini dengan menggunakan pendekatan potong lintang.Data diambil menggunakan kuesioner berdasarkan 5-D itch scale untuk mengetahui adanya pruritus, dan hasil pemeriksaan laboratorium pasien Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan. Jumlah responden adalah 80 pasien.

Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi pruritus pada pasien HD reguler adalah 50%, dengan kelompok terbanyak mengalami gejala ringan sebanyak 22 orang (55%). Analisa bivariat menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala pruritus yaitu forsfor (p = 0.024) dan CaxP (p = 0.001). Namun setelah diuji dengan analisa multivariat, CaxP yang tinggi memiliki peranan paling dominan terhadap pruritus pada pasien HD reguler dengan resiko sebesar 17 kali (p = 0.008).

(5)

ABSTRACT

Pruritus is one of the most complained symptom among patients with routine hemodialysis (HD). According to studies, more than half of HD patients complained varied degree of pruritus. Underlying mechanism of pruritus is not well understood.

This study aims to assess factors related to pruritus in regular HD patients.

The design of this study using cross sectional method. Data were obtained using 5-D itch scale based questionnaire to measured pruritusand medical record laboratory results among Rasyida Hemodialysis center. Number of subjects studied is 80 patients.

Study result showed that prevalence of pruritus in regular HD patients is 50%, the highest frequency was found in 22 patients (55%) with mild pruritus. Bivariate analysis showed that several factors were related to incidence of pruritus, such as phosphor (p = 0.024) and CaxP (p = 0.001). Meanwhile after tested with multivariate analysis, the high CaxP have most dominant role of pruritus in the regular HD patients with risk by 17 times (p = 0.008).

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gejala Pruritus pada Pasien Hemodialisis Reguler” sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Kedokteran.

Penulis menyadari penyusunan karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan atas bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Riri Andri Muzasti, M.Ked, Sp.PD selaku dosen pembimbing yang telah

memberi banyak arahan, petunjuk dan masukan dalam langkah-langkah penulisan sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. 3. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang

telah membantu dan memberi ilmu.

4. Orang tua dan keluarga penulis yang telah memberikan semangat, dukungan

dan doa kepada penulis.

5. Sahabat-sahabat penulis yang bersama-sama telah membantu dan saling

mendukung.

6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak

langsung.

Penulis menyadari karya tulis ilmiah penelitian ini tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan selanjutnya. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Penulis

Herna Wahyuni

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN …...………... i

ABSTRAK ……… ii

ABSTRACT ………. iii

KATA PENGANTAR ………. iv

DAFTAR ISI ..……….……….… v

DAFTAR TABEL ……..……….. viii

DAFTAR GAMBAR ………...………. ix

DAFTAR LAMPIRAN ….………... x

DAFTAR SINGKATAN ………... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ……… 1

1.1. Latar Belakang ……….... 1

1.2. Rumusan Masalah ……….... 4

1.3. Tujuan Penelitian ………. 4

1.4. Manfaat Penelitian ………... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………... 6

2.1. Hemodialisis ……….... 6

2.1.1. Definisi dan Proses Kerja ……….. 6

2.1.2. Epidemiologi ……….. 8

2.1.3. Indikasi……….... 9

2.2. Pruritis ……….. 9

2.2.1. Definisi ………... 9

2.2.2. Klasifikasi ……….. 10

2.2.3. Prevalensi pruritus pada HD ………... 10

2.2.4. Patofisiologi pada Pasien HD ……… 11

2.2.5. Faktor yang Mempengaruhi Pruritus ………. 12

(8)

2.2.4.2. Parameter laboratorium ………. 13

2.2.6. Penilaian Pruritus ……….... 14

BAB 3 KERANGKA KOMSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ……. 15

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ………... 15

3.2. Definisi Operasional ………... 16

3.3. Hipotesis ……….. 18

BAB 4 METODE PENELITIAN ………. 19

4.1. Rancangan Penelitian ……….. 19

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ……….. 19

4.3. Populasi dan Sample Penelitian ……….. 19

4.4. Kerangka Penelitian ……… 21

4.5. Metode Pengumpulan Data ………. 21

4.6. Metode Analisa Data ………... 22

4.7. Ethical Clearance …...………. 23

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHAN ………. 24

5.1. Hasil ………...…. 24

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ……….. 24

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Individu ………... 24

5.1.3. Distribusi Kejadian Pruritus pada Pasien HD …………... 26

5.1.4. Hubungan Gejala Pruritus Terhadap Pasien HD ………... 27

5.2. Pembahasan ……….. 30

5.2.1. Usia ………... 30

5.2.2. Jenis Kelamin ……… 30

5.2.3. Frekuensi dan Lama HD …..………. 30

5.2.4. Kalsium dan Fosfor HD ……… 31

5.2.5. Produk Kalsium-Fosfor (CaxP) ………...…. 31

(9)

BAB 6 KESIMULAN DAN SARAN ……… 33

6.1. Kesimpulan ………. 33

6.2. Saran ………... 33

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Komposisi Dialisat ….……….. 8

5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien HD ………….. 25

5.2. Distribusi Kejadian Pruritus Selama HD ………... 27

5.3. Distribusi Frekuensi Derajat Pruritus ……… 27

5.4. Distribusi Responden Menurut Variabel Dependen:

Gejala Pruritus dan Variabel Independen: Usia, Jenis

Kelamin, Lama HD, Frekuensi HD, Kalsium, Fosfor, CaxP,

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Skema proses hemodialisis ……….………... 7

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Kuesioner Pruritus (5-D Skala Pruritus)

Lampiran 3 Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Lampiran 4 Surat Izin Penelitian

Lampiran 5 Data Induk

(13)

DAFTAR SINGKATAN

BUN : Blood Urea Nitrogen

CaxP : Kalsium-Fosfor

DOPPS : Dialysis Outcome and Pracite Patterns Study

ESRD : End Stage Renal Disease

HD : Hemodialisis

IRR : Indonesia Renal Registy

PGK : Penyakit Ginjal Kronik

PTH : Parathyroid Hormone

TKK : Test Kliren Kreatinin

URR : Urea Reduction Ratio

USRDS : United State Renal Data System

(14)

ABSTRAK

Pruritus adalah salah satu gejala yang paling mengganggu pada pasien Hemodialisis (HD). Menurut sebagian sumber, lebih dari separuh pasien yang menjalani HD mengeluhkan berbagai tingkat pruritus. Mekanisme yang mendasari terjadinya pruritus kurang dipahami.

Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi gejala pruritus pada pasien HD reguler.

Metode penetilian ini dengan menggunakan pendekatan potong lintang.Data diambil menggunakan kuesioner berdasarkan 5-D itch scale untuk mengetahui adanya pruritus, dan hasil pemeriksaan laboratorium pasien Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan. Jumlah responden adalah 80 pasien.

Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi pruritus pada pasien HD reguler adalah 50%, dengan kelompok terbanyak mengalami gejala ringan sebanyak 22 orang (55%). Analisa bivariat menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala pruritus yaitu forsfor (p = 0.024) dan CaxP (p = 0.001). Namun setelah diuji dengan analisa multivariat, CaxP yang tinggi memiliki peranan paling dominan terhadap pruritus pada pasien HD reguler dengan resiko sebesar 17 kali (p = 0.008).

(15)

ABSTRACT

Pruritus is one of the most complained symptom among patients with routine hemodialysis (HD). According to studies, more than half of HD patients complained varied degree of pruritus. Underlying mechanism of pruritus is not well understood.

This study aims to assess factors related to pruritus in regular HD patients.

The design of this study using cross sectional method. Data were obtained using 5-D itch scale based questionnaire to measured pruritusand medical record laboratory results among Rasyida Hemodialysis center. Number of subjects studied is 80 patients.

Study result showed that prevalence of pruritus in regular HD patients is 50%, the highest frequency was found in 22 patients (55%) with mild pruritus. Bivariate analysis showed that several factors were related to incidence of pruritus, such as phosphor (p = 0.024) and CaxP (p = 0.001). Meanwhile after tested with multivariate analysis, the high CaxP have most dominant role of pruritus in the regular HD patients with risk by 17 times (p = 0.008).

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Fungsi ginjal amatlah vital bagi kelangsungan homeostasis tubuh. Ginjal berperan besar dalam mempertahankan homeostasis dengan mengatur konsentrasi plasma, khususnya elektrolit dan air, dan membuang semua bahan sisa metabolik. Mengingat fungsi tersebut, kerusakan ginjal bisa berarti masalah bagi pasien (Sherwood, 2011). Salah satunya adalah pruritus yang menjadi masalah paling mengganggu pada pasien hemodialisis (HD) (Akhyani et al, 2005).

Prevalensi penyakit ginjal kronik (PGK) didunia menurut United State Renal Data System (USRDS) pada tahun 2009 adalah sekitar 10-13 % (Ma’shumah,

2014). Sedangkan di Indonesiamenurut laporan Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2009 tercatat sebanyak 5.450 pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis, dimana pada tahun 2010 meningkat menjadi 8.034 penderita dan pada tahun 2011 telah menjadi 12.804 penderita (Santoso, 2012). Sementara di RSUP H. Adam Malik Medan didapatkan total pasien HD pada Februari 2013 sebanyak 197 pasien dengan jumlah tindakan hemodialisis sebanyak 1.081 (Maruli, 2013).

Hemodialisis adalah proses dimana terjadi difusi partikel terlarut (salut) dan air secara pasif melalui kompartemen cair yaitu darah menuju kompartemen cairan dialisat melewati membran semi permeabel dalam dialiser (Price and Wilson, 2005). Tujuan utama hemodialisis adalah menghilangkan gejala uremia seperti pruritus, kelebihan cairan, dan ketidakseimbangan elektrolit yang lazim terjadi pada pasien PGK tahap akhir.

Pruritus adalah salah satu gejala yang paling mengganggu pada pasien HD. Menurut sebagian sumber, lebih dari separuh pasien yang menjalani HD mengeluhkan berbagai tingkat pruritus (Akhyani et al, 2005).

(17)

dengan derajat berat pada 37.1%, derajat sedang pada 11.4%, dan derajat ringan pada 51.4% pasien. Penelitian lain yang dilakukan oleh Stahle-Backdahl et al (1988), mendapatkan pruritus 66% pada pasien HD, dengan derajat parah pada

8%, sedang pada 24%, dan ringan pada 34%. Szepietowski et al (2002) di Polandia mendapatkan 40.8% pasien mengalami pruritus. Kato et al (2000) di Jepang, mendapatkan 74% pasien HD mengeluhkan pruritus. Benchikhi et al (2003) mendapatkan 74.4% pasien HD di Moroc mengalami pruritus.

Penelitian yang dilakukan Wicaksono (2009) di RSCM Jakarta terhadap 108 pasien HD didapatkan 54 pasien (50%) mengeluhkan adanya pruritus, dengan sebagian besar berderajat ringan (32.4%), sisanya berderajat sedang (13.9%) dan berat (3.7%). Hasil penelitian yang dilakukan Riza (2012) di RSUP H. Adam Malik Medan menunjukan bahwa dari 78 responden yang menjalani HD mengalami pruritus sebanyak 55 orang (70.5%), 23 orang (41.8%) mengalami derajat sedang, 18 orang (32.7%) berderajat ringan dan 14 orang (25.5%) berderajat berat.

Baru-baru ini, Urbonas et al (2001) melihat tren penurunan prevalensi pruritus pada pasien HD dan menghubungkannya dengan perhitungan yang lebih tepat dari dosis HD berdasarkan Kt / v atau pengukuran kreatinin, pengenalan dializer baru dengan permukaan yang lebih besar serta penggantian serat cuprophane dengan yang lebih biokompatibel yang terbuat dari polisulfon dan amyl nitrit.

Mekanisme yang mendasari terjadinya pruritus kurang dipahami. Banyak teori yang berkembang saat ini seperti akibat hiperparatiroidisme sekunder, kelainan divalention, histamin, sensitisasi alergi, proliferasi sel mast kulit, anemia defisiensi besi, hypervitaminosis A, xerosis, neuropati dan perubahan neurologis, keterlibatan sistem opioid (understimulation dari reseptor κ atau berlebih dari reseptor μ), sitokin, asam empedu serum, oksida nitrat, atau beberapa kombinasi dari ini. (Akhyani et al, 2005)

(18)

2000).

Xerosis terlihat pada sebagian besar pasien pada HD dan dapat menyebabkan pruritus (Urbonas et al, 2001). Xerosis disebabkan oleh peningkatan kadar

vitamin A, atrofi kelenjar keringat dan kelenjar sebasea, sekresi keringat terganggu, dan hidrasi kulit terganggu.Dalam sebuah penelitian prevalensi xerosis pada pasien pruritus dan non-pruritus adalah 61.4% dan 66%, dan tidak menemukan adanya hubungan antara xerosis dan pruritus (Akhyani et al, 2005).

Dalam sebuah studi, pruritus cenderung terjadi pada pasien yang sudah lama menjalani HD. Szepietowski et al (2002) menunjukkan hubungan signifikan antara total skor pruritus dan durasi HD. Tetapi tidak ada studi manapun yang telah menemukan kebenaran faktor mana yang paling menyebabkan pruritus pada pasien HD (Razeghi et al, 2008). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pruritus tidak dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, dan lama HD (Kato et al, 2000; Mesic E et al, 2004 ). Walaupun begitu, penelitian yang di lakukan

Narita et al (2006) menunjukan bahwa pruritus paling banyak dialami oleh pria. Sebuah studi yang dilakukan Kentaro, didapatkan ada hubungan yang signifikan antara pruritus dan usia, dimana usia yang lebih muda dari 30 tahun dikaitkan dengan risiko lebih rendah untuk pruritus (Tajbakhsh et al, 2013).

Dalam penelitian Akhyani et al (2005) tidak ada perbedaan yang signifikan antara pruritus dan pasien non pruritus HD menurut umur, jenis kelamin, penyakit ginjal yang mendasari, alkali fosfatase serum, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin yang serupa dengan penelitian sebelumnya. Durasi dialisis lebih panjang pada pasien dengan pruritus parah. Hal ini mungkin disebabkan oleh durasi yang lebih lama dari dialisis berkorelasi dengan faktor risiko yang signifikan lainnya seperti tingginya tingkat BUN dan paratiroid hormon (PTH) (Narita et al, 2006).

(19)

setelah dilakukan paratiroidektomi (Chou et al, 2000).

Momose et al (2004), menemukan peningkatan konsentrasi ion kalsium dalam lapisan terdalam epidermis yang menunjukkan gradien ion kalsium terganggu

pada kulit. Peningkatan kadar serum magnesium, fosfor dan kalsium telah diusulkan oleh beberapa peneliti terlibat dalam uremik pruritus.

Neuropati secara signifikan lebih sering pada pasien dengan pruritus dengan menunjukkan angka 63,8%. Dalam studi Mesic et al (2004) terlihat secara signifikan neuropati lebih sering pada pasien HD dengan pruritus.

Oleh karena parameter yang berhubungan dengan pruritus masih kontroversi maka peneliti tertarik untuk mengetahui parameter klinik dan laboratorium yang berhubungan dengan gejala pruritus pada pasien HD reguler.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : apakah faktor-faktor yang mempengaruhi gejala pruritus pada pasien HD reguler?

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum :

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi gejala pruritus pada pasien HD reguler.

1.3.2 Tujuan Khusus :

a. Untuk mengetahui prevalensi gejala pruritus pada pasien HD reguler. b. Untuk mengetahui derajat distribusi pruritus pada pasien HD reguler. c. Untuk mengetahui hubungan usia dengan gejala pruritus pada pasien

HD reguler.

d. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan gejala pruritus pada

pasien HD reguler.

e. Untuk mengetahui hubungan lama HD dengan gejala pruritus pada

pasien HD reguler.

(20)

pada pasien HD reguler.

g. Untuk mengetahui hubungan kadar kalsium dengan gejala pruritus pada pasien HD reguler.

h. Untuk mengetahui hubungan kadar fosfor dengan gejala pruritus pada

pasien HD reguler.

i. Untuk mengetahui hubungan kadar kalsium-fosfor dengan gejala

pruritus pada pasien HD reguler.

j. Untuk mengetahui hubungan kadar Blood Urea Nitrogen (BUN)

dengan gejala pruritus pada pasien HD reguler.

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Bidang pendidikan :

Menambah informasi kepada tenaga medis tentang parameter klinik dan laboratorium yang berhubungan dengan gejala pruritus pada pasien HD reguler.

1.4.2 Bidang penelitian :

Sebagai dasar-dasar untuk penelitian selanjutnya mencari parameter lain yang berhubungan dengan gejala pruritus pada pasien HD reguler.

1.4.3 Bidang pelayanan masyarakat :

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hemodialisis

2.1.1. Definisi dan Proses Kerja

Hemodialisis adalah proses dimana terjadi difusi partikel terlarut (salut) dan air secara pasif melalui kompartemen cair yaitu darah menuju kompartemen cairan dialisat melewati membran semipermeabel dalam dialiser. Hemodialisis dan dialisis peritoneal merupakan dua teknik utama yang digunakan dalam dialisis, dan prinsip dasar kedua teknik itu sama yaitu difusi zat terlarut dan air dari plasma ke larutan dialisis sebagai respons terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu (Price and Wilson, 2005).

Pada suatu membran semipermeabel yang diletakkan di antara darah penderita pada suatu sisi dan larutan yang sudah diketahui susunannya (dialisat atau bak dialisis) pada sisi satunya, maka substansi yang dapat menembus membrane akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Bila kadar kalsium dalam darah tinggi dan kadar kalsium dalam dialisat rendah, maka kalsium akan bergerak keluar dari darah masuk ke dialisat. Ultrafiltrasi (pembuangan air) dapat dilakukan dengan cara menciptakan perbedaan tekanan hidrostatik (contoh, meningkatkan tekanan positif dalam kompartemen darah secara mekanik). Perbedaan tekanan hidrostatik yang timbul menyebabkan perpindahan air dari darah menuju ke dialisat (Price and Wilson, 2005).

Sistem dialisis terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk cairan dialisis. Darah mengalir dari penderita melalui tabung plastik (jalur arteri), lalu ke hollow fiber (serabut berongga) pada alat dialisis dan kembali ke penderita

(22)

di sepanjang membran dialisis melalui proses difusi dan ultrafiltrasi (Price and Wilson, 2005).

Gambar 2.1. Skema proses hemodialisis (Ahmad, 2011).

Komposisi cairan dialisat diatur sedemikian rupa mendekati komposisi ion darah normal. Komposisi dialisat yang umum adalah Na+, K+, Ca++, Mg++, Cl-, asetat, dan glukosa. Urea, Kreatinin, asam urat, dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke dalam cairan dialisis karena unsur-unsur ini tidak terdapat dalam cairan dialisis (Price and Wilson, 2005).

Tabel 2.1. Komposisi Dialisat (Price and Wilson, 2005)

Komposisi Dialisat

Komponen mEq/L

Natrium 138-145

Kalium 0-4,0

Klorida 100-107

Kalsium 2,5-3,5

Magnesium 0,4-1,0

Asetat 30-37

Glukosa * 100-250*

(23)

Pada proses dialisis terjadi aliran darah di luar tubuh. Pada keadaan ini akan terjadi aktivasi sistem koagulasi darah dengan akibat timbulnya bekuan darah. Karena itu pada dialisis diperlukan pemberian heparin selama dialisis berlangsung

(Rahardjo et al, 2009).

Akses vaskular hemodialisis bertujuan sebagai jalan masuknya ke sistem vaskular penderita dengan optimal. Darah yang harus keluar dan masuk tubuh penderita dengan kecepatan 200 sampai 400 ml/menit. Akses vaskular di klasifikasikan menjadi dua yaitu, eksternal (biasanya sementara) dan internal (permanen). Pirau arteriovenosa (AV) ekternal atau sistem kanula diciptakan dengan menempatkan ujung kanula dari Teflon dalam arteri (biasanya arteri radialis) dan sebuah vena yang berdekatan. Ujung kanula di sambugkan dengan selang karet silikon dan suatu sambunga Teflon melengkapi pirau. Sedangkan pada permanen dilakukan pemasangan Fistula AV. Fistula AV dibuat melalui anastomosis arteri secara langsung ke vena (biasanya arter radialis dan vena sefalika pergelanagn tangan) (Price and Wilson, 2005).

Kecukupan dosis hemodialisis yang diberikan diukur dengan istilah adekuasi dialisis. Adekuasi diukur dengan menghitung urea reduction ratio (URR) dan (KT/V). URR dihitung dengan mencari rasio hasil pengurangan kadar ureum predialisis dengan kadar ureum pascadialisis dibagi kadar ureum pascadialisis. Pada hemodialisis 2 kali seminggu dialisis dianggap cukup bila URR-nya lebih dari 80%. Cara lain dengan menghitung KT/V dengan memasukan nilai ureum pradialisis dan pascadialisis, berat badan pradialisis dan pascadialisis. Pada hemodialisis 3 kali seminggu KT/V dianggap cukup bila lebih besar atau sama dengan 1.8 (Rahardjo et al, 2009).

Hemodialisis rumatan biasanya dilakukan tida kali seminggu, dan lama

pengobatan berkisar dari 3 sampai 5 jam, bergantung pada jenis sistem dialisis yang digunakan dan keadaan penderita (Price and Wilson, 2005).

2.1.2. Epidemiologi

(24)

(Ma’shumah, 2014). Sedangkan di Indonesia menurut laporan Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2009 tercatat sebanyak 5.450 pasien gagal ginjal yang

menjalani hemodialisis, dimana pada tahun 2010 meningkat menjadi 8.034

penderita dan pada tahun 2011 telah menjadi 12.804 penderita (Santoso, 2012). Sementara di RSUP H. Adam Malik Medan didapatkan total pasien HD pada Februari 2013 sebanyak 197 pasien dengan jumlah tindakan hemodialisis sebanyak 1.081 (Maruli, 2013).

2.1.3. Indikasi

Menurut Rahardjo et al (2009), pada umumnya indikasi dialisis pada PGK adalah bila laju filtrasi glomerulus (LFG) sudah kurang dari 5 ml/menit, yang di dalam praktek dianggap demikian bila test kliren kreatinin (TKK) < 5 mL/menit. Keadaan pasien yang hanya mempunyai TKK < 5 mL/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila di jumpai salah satu dari hal dibawah ini :

• Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata • K ureum > 6 mEq/L

• Ureum darah > 200mg/dL • pH darah < 7,1

• Anuria berkepanjangan ( > 5 hari)

Fluid overloaded

2.2. Pruritus 2.2.1. Definisi

(25)

Pruritus adalah salah satu gejala yang paling mengganggu pada pasien HD. Menurut sebagian sumber, lebih dari separuh pasien yang menjalani HD mengeluhkan berbagai tingkat pruritus (Akhyani et al, 2005).

2.2.2. Klasifikasi

Klasifikasi pruritus menurut Akhyani et al (2005) adalah:

• Ringan: pruritus episodik dan lokal tanpa gangguan dalam pekerjaan sehari-hari dan tidur.

• Sedang: pruritus umum dan terus menerus tanpa gangguan tidur. • Parah: pruritus umum dan terus menerus dengan adanya gangguan

tidur.

2.2.3. Prevalensi Pruritus pada HD

Banyak penelitian yang menemukan gejala pruritus pada pasien PGK yang menjalani HD. Antara lain yang di lakukan oleh Akhyani et al (2005) pada 167 pasien yang menjalani HD, dimana pruritus ditemukan pada 41.9% pasien, dengan derajat berat pada 37.1%, derajat sedang pada 11.4%, dan derajat ringan pada 51.4% pasien. Penelitian lain yang dilakukan oleh Stahle-Backdahl et al (1988), mendapatkan pruritus 66% pada pasien HD, dengan derajat parah pada 8%, sedang pada 24%, dan ringan pada 34%. Szepietowski et al (2002) di Polandia mendapatkan 40.8% pasien mengalami pruritus. Kato et al (2000) di Jepang, mendapatkan 74% pasien HD mengeluhkan pruritus. Benchikhi et al (2003) mendapatkan 74.4% pasien HD di Moroc mengalami pruritus.

Penelitian yang dilakukan Wicaksono (2009) di RSCM Jakarta terhadap 108 pasien HD didapatkan 54 pasien (50%) mengeluhkan adanya pruritus, dengan sebagian besar berderajat ringan (32.4%), sisanya berderajat sedang (13.9%) dan berat (3.7%). Hasil penelitian yang dilakukan Riza (2012) di RSUP H. Adam

(26)

2.2.4. Patofisiologi Pruritus pada Pasien HD

Mekanisme yang mendasari terjadinya pruritus kurang dipahami. Banyak teori yang berkembang saat ini seperti akibat hiperparatiroidisme sekunder,

kelainan divalention, histamin, sensitisasi alergi, proliferasi sel mast kulit, anemia defisiensi besi, hypervitaminosis A, xerosis, neuropati dan perubahan neurologis, keterlibatan sistem opioid (understimulation dari reseptor κ atau berlebih dari reseptor μ), sitokin, asam empedu serum, oksida nitrat, atau beberapa kombinasi dari ini (Akhyani et al, 2005).

Xerosis terlihat pada sebagian besar pasien pada HD dan dapat menyebabkan pruritus. Xerosis kulit biasanya disebabkan karena retensi vitamin A karena berkurangnya fungsi ginjal untuk mengsekresikan zat ini. Maka vitamin A akan menumpuk di jaringan subkutan kulit. Vitamin yang terlalu berlebihan ini akan menyebabkan atrofi kelenjar sebasea dan kelenjar keringat sehingga kulit menjadi kering dan gatal (Akhyani et al, 2005; Wicaksono, 2009).

Kadar histamin yang dihasilkan sel mast pada pasien pruritus uremik lebih tinggi dibandingkan dengan pada pasien non-pruritus. Sel mast pada dermis terletak berdekatan ke saraf aferen C neuron terminal, dan interaksi antara struktur ini berperan penting dalam mediasi pruritus. Jumlah sel mast pada pruritus uremik lebih banyak dibandingkan pada orang normal dan berkaitan dengan peningkatan kadar hormon paratiroid plasma (Pardede, 2010).

Pada kulit pasien dialisis terdapat kadar kalsium, magnesium, dan fosfat yang tinggi. Magnesium berperan dalam modulasi konduksi saraf serta pelepasan histamin dari sel mast. Kalsium juga berperan pada terjadinya pruritus melalui degranulasi sel mast. Kalsium dan magnesium darah dalam kadar tinggi akan berikatan dengan fosfat sehingga membentuk kristal. Kristal ini akan berdeposit di

kulit dan menimbulkan rangsangan terhadap serabut saraf c yang akan menyebabkan sensasi gatal. Kondisi hiperfosfatemia, hiperkalsemia, dan hipermagnesium juga bisa disebabkan karena hiperparatiroid sekunder (Wicaksono, 2009; Akhyani et al, 2005; Pardede, 2010).

(27)

a. The Immuno-hypothesis

Mekanisme imunologi berperan penting dalam patogenesis pruritus uremik. Banyak faktor yang mungkin terlibat, penyebab yang paling mungkin

adalah IL-2 yang disekresikan oleh limfosit Th1 teraktivasi. Telah dilaporkan bahwa pemberian IL-2 intradermal menimbulkan efek pruritogenik yang cepat tetapi lemah. Penelitian pendahuluan multisenter menetapkan bahwa diferensiasi Th-1 lebih menonjol pada pruritus uremik dibandingkan dengan tanpa pruritus uremik. Hasil ini dapat mendukung hipotesis bahwa keadaan inflamasi dapat menyebabkan pruritus uremik.

b. The opoid hypotesis

Stimuli inflamatori yang disebabkan oleh uremia dan dialisis akan menyebabkan peningkatan diferensiasi limfosit Th1 dan supresi itch-reducing – κ receptor atau peningkatan μ-reseptor di kulit pasien yang menjalani dialisis. Namun hingga saat ini, hipotesis ini belum dapat dibuktikan. Imunomodulator dan obat antagonis reseptor-κ telah terbukti sangat membantu pada pruritus yang berat.

2.2.5. Faktor yang Mempengaruhi Pruritus 2.2.5.1. Parameter Klinik

1. Usia

Sebuah studi yang dilakukan Kentaro, didapatkan ada hubungan yang signifikan antara pruritus dan usia, dimana usia yang lebih muda dari 30 tahun dikaitkan dengan risiko lebih rendah untuk pruritus (Kentaro et al, 2001). Beberapa penelitian lain menyebutkan bahwa pruritus tidak dipengaruhi oleh faktor usia (Kato et al, 2000; Mesic E et al, 2004).

2. Jenis Kelamin

(28)

3. Frekuensi dan Lama HD

Stahle-Backdahl et al (1988) pruritus cenderung terjadi pada pasien yang sudah lama menjalani HD. Dalam sebuah studi yang dilakukan Altmeyer (1982)

menjelaskan tidak ada signifikan hubungan jangka waktu yang panjang dengan terjadinya pruritus, karena dari hasil yang di dapatkan 23 pasien dengan dialisis jangka pendek (2-3 tahun) 78% mengeluhkan pruritus, sementara itu terlihat hanya 43% dari 28 pasien dengan dialisis jangka panjang (> 8 tahun).

2.2.5.2. Parameter Laboratorium 1. Kalsium dan Fosfor

Kadar kalsium normal adalah 8.6-10.3 mg/dL, sedangkan kadar fosfor normal adalah 2.7-4.5 mg/dL (Akhyani et al, 2005). Momose et al (2004), menemukan peningkatan konsentrasi ion kalsium dalam lapisan terdalam epidermis yang menunjukkan gradien ion kalsium terganggu pada kulit. Peningkatan kadar serum magnesium, fosfor dan kalsium telah diusulkan oleh beberapa peneliti terlibat dalam uremik pruritus. Sebuah studi telah menemukan penurunan terjadinya pruritus uremik dengan dialisat rendah kalsium (Kyriazis et al 2000). Menurut Kentaro et al (2001), hiperkalsemia (≥ 9.7mg/dl) dan

hiperfosfatemia (≥ 5.6mg/dl) diakui sebagai faktor risiko untuk pruritus uremik parah.

2. Produk Kalsium-fosfor

Kadar produk kalsium-fosfor normal adalah <55 mg2/dl2 (Singh, 2012). Dalam studi DOPPS (Dialysis Outcomes and Practice Patterns Study) dengan ukuran sampel yang besar dari 17.034 pasien dari tujuh negara, hubungan independen dan kuat yang terlihat antara tingginya kadar kalsium fosfor (> 80 mg2/dl2) dengan uremic pruritus (Gatmiri et al, 2012).

3. Hormon Paratiroid (PTH)

(29)

hiperparatiroidisem sekunder. Selain itu tingkat serum kalsium, fosfor, kalsium-fosfor (Ca-P), alkaline phosphatase, dan PTH berubah secara signifikan setelah dilakukan paratiroidektomi (Chou et al, 2000).

4. Blood Urea Nitrogen (BUN)

Kadar BUN normal adalah 8-20 mg/dL (Akhyani et al, 2005). Peningkatan BUN dipengaruhi oleh lamanya hemodialisis. Tingkat rata-rata BUN secara signifikan lebih tinggi pada pasien dengan pruritus parah, dan analisisa multiple logistic regression menunjukkan bahwa tingkat tinggi BUN merupakan faktor risiko yang signifikan untuk pruritus uremik parah. Hal ini mungkin menunjukkan bahwa sebagian besar pasien dengan pruritus uremik parah dalam keadaan underdialysis, meskipun Kt / V tidak berbeda. Kt / V tidak menghapusan molekul berukuran sedang dan besar yang mungkin bertanggung jawab untuk terjadi uremik pruritus (Narita, 2006). Menurut Kentaro et al (2001) azotemia (BUN ≥ 81.2mg/dL) diakui sebagai faktor risiko untuk pruritus uremik parah.

2.2.6. Penilaian Pruritus

(30)

BAB 3

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Skema 3.1. Kerangka konsep penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi gejala pruritus pada pasien HD reguler dari parameter klinik dan laboratorium. Parameter klinik mencangkup seperti umur, jenis kelamin, lama HD, dan

frekuensi HD. Sedangkan parameter laboratorium mencangkup kalsium, fosfor, kalsium-fosfat, BUN dan PTH.

Faktor-faktor yang mempengaruhi: Parameter klinik:

1. Usia

2. Jenis kelamin 3. Lama HD 4. Frekuensi HD

Parameter laboratorium: 1. Kalsium

2. Fosfor

3. Kalsium-fosfor 4. BUN

(31)

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Pasien Hemodialisis Reguler

Pasien hemodialisis reguler adalah pasien yang telah menjalani

hemodialisis lebih dari 3 bulan di klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan saat penelitian dilakukan.

3.2.2. Parameter Klinik

1. Usia adalah usia pasien HD yang diteliti di klinik Spesialis Ginjal dan

Hipertensi Rasyida Medan.

2. Jenis kelamin adalah jenis kelamin pasien HD yang diteliti di klinik

Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan. Cara ukur : rekam medik.

Alat ukur : kuesioner. Kategori : laki-laki,

perempuan. Skala ukur : nominal.

3. Lama HD adalah lama pasien menjalani HD yang akan diteliti di klinik

Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan. Cara ukur : rekam medik.

Alat ukur : kuesioner. Kategori : < 48 bulan

≥ 48 bulan. Skala ukur : ordinal.

4. Frekuensi HD adalah frekuensi pasien menjalani HD yang diteliti di

klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan. Cara ukur : rekam medik.

(32)

Kategori : 2 kali seminggu, 3 kali seminggu. Skala ukur : ordinal.

3.2.3. Parameter Laboratorium

1. Serum kalsium adalah kadar kalsium dalam darah pasien HD dari hasil

laboratorium.

Cara ukur : rekam medik. Alat ukur : kuesioner.

Kategori : hipokalsemia (<8,6 mg/dL), normal (8,6-10,3 mg/dL), hiperkalsemia (>10,3 mg/dL). Skala ukur : ordinal.

2. Serum fosfor adalah kadar fosfor dalam darah pasien HD dari hasil

laboratorium.

Cara ukur : rekam medik. Alat ukur : kuesioner.

Kategori : normal (< 4,5 mg/dL)

Tinggi (≥ 4,5 mg/dL). Skala ukur : ordinal.

3. Produk kalsium-fosfor adalah kadar produk kalsium-fosfor dalam

darah pasien HD dari hasil laboratorium. Cara ukur : rekam medik.

Alat ukur : kuesioner.

Kategori : normal (< 55 mg2/dl2) tinggi (> 55 mg2/dl2) Skala ukur : ordinal.

4. BUN adalah kadar BUN dalam darah pasien HD dari hasil laboratorium.

Cara ukur : rekam medik. Alat ukur : kuesioner.

(33)

Tinggi ( 44 mg/dL). Skala ukur : ordinal.

3.2.4. Gejala Pruritus pada Pasien HD

Gejala pruritus pada pasien HD adalah rasa gatal yang mengganggu pada pasien HD. Gatal merupakan suatu hasil stimulasi gradasi ringan pada serat saraf (Wicaksono, 2009).

Cara ukur : menggunakan kuesioner yang diisi oleh pasien HD. Alat ukur : kuesioner berdasarkan 5-D itch scale

Kategori : derajat Ringan (5-11), derajat Sedang (12-18), derajat Berat (19-25). Skala ukur : ordinal.

3.3. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan antara umur dengan gejala pruritus pada pasien HD reguler. 2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan gejala pruritus pada pasien HD

reguler.

3. Ada hubungan antara lama HD dengan gejala pruritus pada pasien HD reguler.

4. Ada hubungan antara frekuensi HD dengan gejala pruritus pada pasien HD reguler.

5. Ada hubungan antara kadar kalsium dengan gejala pruritus pada pasien HD reguler.

6. Ada hubungan antara kadar fosfor dengan gejala pruritus pada pasien HD

reguler.

7. Ada hubungan antara kadar produk kalsium-fosfor dengan gejala pruritus

pada pasien HD reguler.

8. Ada hubungan antara kadar BUN dengan gejala pruritus pada pasien HD

(34)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penilitian

Metode penetilian ini dengan menggunakan cross sectional study yaitu untuk mencari hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dengan variabel tergantung (efek) dengan melakukan pengukuran sesaat. Keuntungan yang utama desain cross-sectional adalah desain ini relative murah, mudah, dan hasilnya cepat dapat diperoleh (Sastroasmoro, 2011).

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan, dengan alasan klinik tersebut memiliki banyak pasien HD dan fasilitas HD yang cukup lengkap untuk penelitian ini. Waktu penelitian dilakukan

pada bulan September – Oktober 2014.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menjalani terapi HD di klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.

4.3.2. Teknik Penarikan Sampel

Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan Simple Random Sampling atau pengambilan sampel secara acak sederhana yaitu pengambilan

sampel dimana setiap anggota / unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012).

4.3.3. Besar Sampel

Rumus ukuran sampel untuk cross sectional study adalah sebagai berikut (Lilyana, 2008):

�=��−� �⁄

(� − �)

(35)

Keterangan:

n = Besar Sampel

�1−�/2 = Nilai Z pada derajat kemaknaan (biasanya 95% = 1.96)

P = Proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi, bila tidak diketahui proporsinya ditetapkan 50% (0.50)

d = Derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan: 10% (0.10).

Perhitungan: �1−�/2 = 1.96

P = 70.5%  0.705 (Riza, 2012)

d = 0.1

� =(1,96)

2× 0,705 × (10,705)

(0,1)2

= 79,89≈80 orang

Rumus besar sampel diatas merupakan rumus besar sampel untuk estimasi proporsi (Lilyana, 2008). Bedasarkan perhitungan di atas didapatkan besar sampel yang dibutuhkan adalah 80 orang.

4.3.4. Kriteria Inklusi dan Eklusi a. Kriteria Inklusi

a. Pasien menjalani HD reguler selama minimal 3 bulan. b. Mengisi kuesioner dengan lengkap.

c. Memiliki data laboratorium dengan lengkap. b. Kriteria Eklusi

(36)

4.4. Kerangka Penelitian

4.5. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. a. Data primer pada penelitian ini adalah kuesioner. Intrumen penelitian

berdasarkan 5-D itch scale.

Pasien

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Sampel

• Parameter klinik : 1. Usia

2. Jenis kelamin 3. Lama HD 4. Frekuensi HD

• Parameter laboratotium: 1. Kalsium

2. Fosfor

3. Produk kalsium-fosfor

4. BUN

Analisa Data Data Rekam

Medik

Kuesioner 5-D Itch Scale

(37)

b. Data sekunder pada penelitian ini adalah rekam medik. Instrumen penelitian adalah hasil laboratorium yang terdiri dari kadar kalsium, fosfor, kalsium-fosfat, dan BUN.

4.6. Metode Analisa Data

Data yang akan diperoleh dianalisi secara statistik dengan program SPSS. 4.6.1. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk melihat gambaran atau deskripsi dari setiap variabel yang diteliti yaitu pruritus, umur, jenis kelamin, lama HD, frekuensi HD, kadar kalsium, kadar fosfor, kadar kalsium-fosfat, dan kadar BUN. 4.6.2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk menguji hipotesis hubungan antara setiap variabel independen yang diteliti dengan variabel dependen. Analisis bivariat akan dilakukan dengan menggunakan uji Chi Square two-tailed. Uji Chi Square hanya dapat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan dua variabel. Derajat kemaknaan (α) yang digunakan adalah 0.05, dengan tingkat kepercayaan 95%. Keputusan dari hasil uji statistik menggunakan p value. Nilai p atau p value diperlukan untuk mengetahui sampai sejauh mana perbedaan yang terjadi (bermakna atau tidak bermakna) antara 2 kategori atau lebih yang dibandingkan. Jika p value ≤ α (0,05) maka Ho ditolak atau ada hubungan yang bermakna di antara kedua variabel, sebaliknya jika p value > α (0,05) maka Ho gagal ditolak atau tidak ada hubungan yang bermakna di antara kedua variabel. Jika ada nilai Expected (harapan) kurang dari 5, maka nilai p yang digunakan adalah nilai p dari

Fisher’s Exact Test. Tetapi jika tidak ada nilai E < 5, maka nilai p yang digunakan

adalah nilai p dari Continuity Correction (Lilyana, 2008).

4.6.3. Analisa Multivariat

(38)

terhadap kualitas hidup. Pada penelitian ini untuk melakukan analisa multivariate akan digunakan metode regresi logistik.

4.7. Ethical Clearance

Ethical clearance atau kelayakan etik adalah keterangan tertulis yang

diberikan oleh komisi etik penelitian untuk penelitian yang melibatkan makhluk hidup serta manusia, hewan dan tumbuhan, dimana dinyatakan bahwa suatu proposal riset layak dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan. Pada penelitian ini, kuesioner akan diberikan kepada pasien yang menjalani HD reguler di klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan jika ethical clearence pada penelitian ini sudah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran USU.

4.7.1. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti harus memperhatikan masalah etika penelitian yang meliputi:

1. Lembar Persetujuan Responden (Informed Consent)

Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang diteliti. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian yang dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data, bila subjek menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden.

2. Tanpa Nama (Anonymity)

Dalam menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, cukup dengan memberi kode pada masing-masing lembar tersebut.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

(39)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan yang beralamat di Jalan D.I Panjaitan No. 144, Medan. Klinik ini telah berdiri sejak tanggal 10 November 1995 dan pada saat penelitian ini dilakukan terdapat 243 pasien aktif melakukan HD reguler. Semula berbentuk badan hukum yayasan dan kemudian diubah menjadi badan hukum perseroan terbatas dan terdaftar dengan nama “PT. NURANI UMMI RASYIDA MEDAN’.

Sejak November 2010, KSGH Rasyida telah terakreditasi Manajemen Mutu ISO 9001:2008 oleh SAI GLOBAL dengan nomor registrasi 28282 yang berlaku selama 3 tahun dan telah diakreditasi ulang sampai November 2016.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Individu

Penelitian dilakukan terhadap 80 pasien yang menjalani HD di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien HD

Variabel Mean±STD n(%) Nilai Normal

Usia 53.7±13.0

< 50 tahun 29 (36.3%)

≥ 50 tahun 51 (63.8%)

Jenis kelamin

Laki-laki 52 (65%)

Perempuan 28 (35%)

Lama HD 43.9±32.5

< 48 bulan 4 (5%)

(40)

Frekuensi HD

2 kali seminggu 46 (57.5%)

3 kali seminggu 34 (42.5%)

Kalsium 8.5±0.9 8,6-10,3 mg/dL

Hipokalsemia 44 (55%)

Normal 35 (43.8%)

Hiperkalsemia 1 (1.3%)

Fosfor 4.8±1.6 2,7-4,5 mg/dL

Rendah-normal 34 (42.5%)

Tinggi 46 (57.5%)

CaxP 41.9±18.6 < 55 mg2/dl2

Normal 67 (83.8)%

Tinggi 13 (16.3%)

BUN 44.4±5.4 8-20 mg/dL

Rendah-normal 37 (46.3%)

Tinggi 43 (53.8%)

Berdasarkan tabel 5.1. didapatkan sebagian besar pasien yang menjadi responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 52 orang (65%), sedangkan yang

berjenis kelamin perempuan yaitu 28 orang (35%). Rata-rata responden yang menjalani HD banyak yang berusia ≥ 50 tahun 51 orang (63.8%), sedangkan usia < 50 tahun sebanyak 29 orang (36.3%), dengan nilai rata-rata (53.7±13.0). Lama

HD paling banyak pada kelompok ≥ 48 bulan sebanyak 76 orang (95%), sedangkan pada kelompok < 48 bulan sebanyak 4 orang (5%), dengan nilai rata-rata (43.9±32.5). Frekuensi HD paling banyak pada kelompok 2 kali seminggu yaitu 46 orang (57.5%), sisanya pada kelompok 3 kali seminggu yaitu 34 orang (42.5%).

(41)

pemeriksaan fosfor menunjukkan sebagian besar adalah pasien memiliki kadar fosfor yang tinggisebanyak 46 orang (57.5%), diikuti dengan kadar fosfor yang rendah-normal sebanyak 34 orang (42.5%), dengan nilai rata-rata (4.8±1.6).

Kebanyakan responden memiliki kadar CaxP yang normal yaitu 67 orang (83.8)%, sedangkan pada kadar yang tinggi 13 orang (16.3%), dengan nilai rata-rata (41.9±18.6). Pada pemeriksaan kadar BUN, berdasarkan nilai normal yang ditetapkan semua responden mempunyai kadar BUN yang tinggi dengan nilai rata-rata (44.4±5.4), oleh karena itu pada penelitian ini digunakan kategori berdasarkan nilai mean dan median, yaitu kategori rendah-normal ˂ 44 dan kategori tinggi ≥ 44. Jumlah responden dengan BUN kategori rendah -normal yaitu 37 orang (46.3%) dan yang kategori tinggi yaitu 43 orang (53.8%).

5.1.3. Distribusi Kejadian Pruritus pada Pasien HD

Tabel 5.2. Distribusi Kejadian Pruritus Selama HD

Mengalami Pruritus n %

Ya 40 50

Tidak 40 50

Total 80 100

Data menunjukkan dari 80 responden yang mengalami pruritus selama hemodialisis sebanyak 40 orang (50%) dan yang tidak mengalami pruritus selama hemodialisis sebanyak 40 orang (50%).

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Derajat Pruritus

Derajat Pruritus n %

Ringan 22 55

Sedang 14 35

Berat 4 10

(42)

Berdasarkan tabel 5.3. didapatkan dari 40 responden yang mengalami pruritus selama HD, sebanyak 22 orang (55%) yang mengalami derajat ringan, sementara 14 orang (14%) yang mengalami derajat sedang, dan sisanya 4 orang

(10%) yang mengalami derajat berat.

5.1.4. Hubungan Gejala Pruritus Terhadap Pasien HD 5.1.4.1. Analisa Bivariat

Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Variabel Dependen: Gejala Pruritus dan Variabel Independen: Usia, Jenis Kelamin, Lama HD, Frekuensi HD, Kalsium, Fosfor, CaxP, dan BUN.

Variabel Nilai Pruritus

p Tidak Ada Pruritus Pruritus

(43)

Fosfor

Rendah-normal 22 64.7 12 35.3

0.024

Tinggi 18 39.1 28 60.9

CaxP

Normal 39 58.2 28 41.8

0.001

Tinggi 1 7.70 12 92.3

BUN

Rendah-normal 16 43.2 21 56.8

0.262

Tinggi 24 55.8 19 44.2

Hubungan Usia dengan Gejala Pruritus

Responden yang mengalami gejala pruritus dengan usia dibawah 50 tahun sebanyak 13 orang, sedangkan pada usia ≥ 50 tahun 27 orang. Hasil uji statistik

diperoleh p value = 0.485 maka disimpulkan tidak ada hubungan antara usia dengan gejala pruritus pada pasien HD reguler.

Hubungan Jenis Kelamin dengan Gejala Pruritus

Responden yang mengalami gejala pruritus dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 25 orang sedangkan pada perempuan sebanyak 15 orang. Hasil uji statistik diperoleh p value = 0.639 maka disimpulkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan gejala pruritus pada pasien HD reguler.

Hubungan Lama HD dengan Gejala Pruritus

Responden yang mengalami gejala pruritus dengan lama HD kurang dari

(44)

Hubungan Frekuensi HD dengan Gejala Pruritus

Responden yang mengalami gejala pruritus dengan frekuensi HD 2 kali seminggu sebanyak 24 orang, sedangkan yang frekuensi HD 3 kali seminggu

sebanyak 16 orang. Hasil uji statistik diperoleh p value = 0.651 maka disimpulkan tidak ada hubungan antara frekuensi HD dengan gejala pruritus pada pasien HD reguler.

Hubungan Kadar kalsium dengan gejala pruritus

Responden yang mengalami gejala pruritus dengan kadar kalsium yang hipokalsemia sebanyak 18 orang, sedangkan yang kadar kalsium normal sebanyak 21 orang, dan yang kadar kalsium hiperkalsemia sebanyak 1 orang. Pada uji statistik, dikarenakan terdapat 2 cell yang mempunyai frekuensi harapan (expected count) kurang dari 5 maka digunakan uji Fisher’s Exact Test, dan didapatkan p

value = 0.115 maka disimpulkan tidak ada hubungan antara kadar kalsium dengan

gejala pruritus pada pasien HD reguler.

Hubungan Kadar Fosfor dengan Gejala Pruritus

Responden yang mengalami gejala pruritus dengan kadar fosfor yang rendah-normal sebanyak 12 orang , sedangkan yang kadar fosfor tinggi sebanyak 28 orang. Hasil uji statistik diperoleh p value = 0.024maka disimpulkan ada hubungan signifikan antara kadar fosfor dengan gejala pruritus pada pasien HD reguler.

Hubungan Kadar CaxP dengan Gejala Pruritus

Responden yang mengalami gejal pruritus dengan kadar CaxP yang

(45)

Hubungan Kadar BUN dengan Gejala Pruritus

Responden yang mengalami gejala pruritus dengan kadar BUN yang rendah-normal sebanyak 21 orang, sedangkan kadar yang tinggi 19 orang. Hasil

uji statistik diperoleh p value = 0.262 maka disimpulkan tidak ada hubungan antara kadar BUN dengan gejala pruritus pada pasien HD reguler.

5.1.4.2. Analisa Multivariat

Hasil bivariat menghasilkan p value < 0.25, maka variabel tersebut langsung masuk tahap multivariat. Dalam analisis multivariat ini digunakan model analisa Backward Wald yaitu dimana yang tidak signifikan langsung dikeluarkan. Berdasarkan hasil analisa didapatkan CaxP yang tinggi memiliki faktor resiko 17 kali lebih besar di banding dengan kadar CaxP yang normal dengan nilai p = 0.008.

5.2. Pembahasan 5.2.1. Usia

Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan usia yang paling banyak mengalami

pruritus di antara usia ≥ 50 tahun 27 orang. Ini serupa dengan penelitian yang dilakukan Kentaro et al (2001), dimana usia yang lebih muda dari 30 tahun dikaitkan dengan risiko lebih rendah untuk pruritus.

Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p value = 0.485, dimana tidak ada hubungan usia dengan gejala pruritus pada pasien HD reguler. Beberapa penelitian lain juga menyebutkan bahwa pruritus tidak dipengaruhi oleh faktor usia (Kato et al, 2000; Mesic E et al, 2004).

5.2.2. Jenis Kelamin

(46)

Berdasarkan hasil analisa bivariat didapatkan p value = 0.639 yaitu tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan gejala pruritus pada pasien HD. Beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa pruritus tidak dipengaruhi oleh

jenis kelamin (Akhyani et al, 2005; Urbonas et al, 2001).

5.2.3. Frekuensi dan Lama HD

Berdasarkan tabel 5.4, kelompok lama HD terbanyak yang mengalami gejala pruritus pada pasien HD yaitu pada kelompok ≥ 48 bulan sebanyak 37 orang. Hal ini sejalan dengan penelitian Stahle-Backdahl et al (1988), dimana pruritus cenderung terjadi pada pasien yang sudah lama menjalani HD. Berdasarkan hasil analisa bivariat didapatkan p value = 0.305 yaitu tidak ada hubungan lama HD dengan gejala pruritus pada pasien HD. Dalam sebuah studi

yang dilakukan Altmeyer (1982) juga menjelaskan tidak ada signifikan hubungan jangka waktu yang panjang dengan terjadinya pruritus.

Frekuensi HD paling terbanyak terdapat pada kelompok kunjungan 2 kali seminggu yaitu sebanyak 24 orang dengan nilai p value = 0.651 yaitu tidak ada hubungan frekuensi HD dengan gejala pruritus pada pasien HD reguler. Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Szepietowski et al (2002), menunjukkan hubungan signifikan antara total skor pruritus dan durasi HD.

5.2.4. Kalsium dan Fosfor

Frekuensi kadar kalsium yang paling banyak pada rensponden yang mempunyai nilai kalsium normal yaitu sebanyak 21 orang dengan nilai p value = 0.115 yaitu tidak ada hubungan kadar kalsium dengan gejala pruritus pada pasien

HD reguler. Penelitian yang dilakukan Akhyani et al (2005) juga tidak menemukan hubungan yang signifikan antara kalsium dan fosfor dengan pruritus uremik.

(47)

dilakukan oleh Kentaro et al (2001), dimana hiperfosfatemia (≥ 5.6mg/dl) diakui sebagai faktor risiko untuk pruritus uremik parah dan hiperkalsemia (≥ 9.7mg/dl) juga menjadi salah satu faktor risiko.

5.2.5. Produk Kalsium-Fosfor (CaxP)

Pada pasien dengan produk kalsium-forfor yang tinggi hampir semua pasien (92.3%) mengalami pruritus dibandingkan pada pasien produk kalsium-forfor yang normal, dengan nilai p value = 0.001, dimana ada hubungan yang signifikan antara CaxP dengan gejala pruritus pada pasien HD reguler. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Gatmiri et al (2012) dimana didapatkan hubungan kuat terlihat antara tingginya kadar kalsium fosfor (> 80 mg2/dl2) dengan uremic pruritus.

5.2.6. BUN

Pada tabel 5.4 didapatkan yang paling banyak mengalami gejala pruritus pada pasien yang kadar BUN normal-rendah yaitu 21 orang. Menurut Kentaro et al (2001) azotemia (BUN ≥ 81.2mg/dL) diakui sebagai faktor risiko untuk

pruritus uremik parah, hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang didapatkan.

(48)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Dari80 responden, yang mengalami gejala pruritus pada pasien HD reguler

sebanyak 40 orang (50%), dengan gejala ringan 22 orang (55%), derajat sedang 14 orang (14%), dan gejala berat 4 orang (10%).

2. Berdasarkan analisa bivariat didapatkan faktor-faktor yang berhubungan

dengan gejala pruritus pada pasien HD reguler adalah kadar fosfor (p = 0.024)dan kadar CaxP (p = 0.001).

3. Pada faktor usia, jenis kelamin, lama HD, frekuensi HD,kalsium dan BUN

tidak didapatkan hubungan yang signifikan terhadap gejala pruritus pada pasien HD reguler.

4. Berdasarkan analisa multivariat didapatkan kadar CaxP yang tinggi memiliki faktor resiko 17 kali lebih besar di banding dengan kadar CaxP yang normal dengan nilai p = 0.008.

6.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:

1. Dalam bidang penelitian, perlu banyak dilakukan penelitian serupa dengan desain penelitian yang lebih baik untuk mencari faktor lain yang menyebabkan pruritus pada pasien HD.

2. Untuk tenaga medis disarankan untuk lebih memperhatikan masalah

pruritus pada pasien HD mengingat tingginya prevalensi angka kejadiannya.

Untuk pasien disarankan agar mengurangi intek makanan yang mengandung kadar fosfor dan CaxP yang tinggi serta mengonsumsi obat pengikat fosfor untuk

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, I., 2011. Antikuagulan pada Hemodialisis. Internal Medicine Blog.

Available from: http://internis.wordpress.com/2011/01/27/antikoagulan-pada-hemodialisis. [Accessed 3 Mei 2014]

Akhyani, M., Ganji, M.R., Samadi, N., Khamesan, B., dan Daneshpazhooh, M., 2005. Pruritus in hemodialysis patients. BMC dematology. 5:7.

changes in long-term dialysis patients. Pubmed.

Benchikhi, H., Moussaid, L., Doukaly, O., Ramdani, B., Zaid, D., Lakhdar, H., 2003. Hemodialysis-related pruritus. A study of 134 Moroccans.Nephrologie. 24:127-31.

Chou, F.F., Ho, J.C. Huang, S.C, Sheen-chen S.M., 2000. A study on pruritus after parathyroidectomy for secondary hyperparathyroidism. J Am Coll

Surg. 190:65-70

Elman, S., Hynan, L.S., Gabriel, V., Mayo, M.J., 2010. The 5-D itch scale: a new measure of pruritus. Br J Dermatol. 162:587-593

Gatmiri, S.M., Mahdavi-Mazdeh, M., Lessan-Pezeshki, M., Abbasi, M., 2012. Uremic Pruritus and Serum Phosphorus Level. Nephrology Research

Center Iran.

Kato, A., Hamada, M., Maruyama, T., Maruyama, Y., dan Hishida, A., 2000. Pruritus and Hydration State of Stratum Corneum in Hemodialysis

Patients. American journal of nephrology. 20:437-42.

Kentaro, O., et al, 2001. Risk factors for uremic pruritus in long-term hemodialysis patients. Journal of Japanese society for dialysis therapy.

Kyriazis, J., Glotsos, J.,

86.

(50)

Ma’shumah, N., 2014. Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Ureum,

Kreatinin dan Kadar Hb Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK)

dengan Hemodialisa (HD) Rawat Jalan di Rumah Sakit Tugurejo

Semarang, digiblid unimus. Tesis.

Maruli, R., 2013. Pengaruh Pembalikan Double Lument Catheter Terhadap Adekuasi Dialisis Pada Pasien Hemodialisa Rumah Sakit Umum Pusat H.

Adam Malik Medan. Tesis.

Mesí, E., et al., 2004. Clinical Characteristics Of Pruritus In Hemodialysis Patients. Acta Med Croatica. 58:377-80.

Mettang, T., Pauli-Magnus, C., Alscher, D.M., 2002. Uraemic pruritus – new perspectives and insights from recent trials.
Nephrol Dial Transplant. 17:1558-63.

Momose, A., et al, 2004. Calcium ions are abnormally distributed in the skin of hemodialysis patients with uraemic pruritus.
Nephrol Dial Transplant. 19:2061.

pruritus in chronic hemodialysis patients. Kidney Int. 69:1626-32.

Notoatmodjo, S., 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 120-129.

Pardede, S.O., 2010. Pruritus Uremik. Sari Pediatri. Available from:

http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/11-5-7.pdf. [Accessed 1 Mei 2014]. Price, S. A., dan Wilson, L.M.C., 2014. Patofisiologi: Konsep Klinik

Proses-Proses Penyakit Ed. 6, Vol. 2. Jakarta: EGC, 971-976.

Rahardjo, P., Susalit E., Suhardjono, 2009. Hemodialisis. In: Sudoyono, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. Ilmu Penyakit Dalam

Jilid 1 Ed. 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 1050-1052.

Razeghi, E., Tavakolizadeh, S., dan Ahmadi, F., 2008. Inflammation and Pruritus in Hemodialysis Patients. Saudi Journal of Kidney Disease and

Transplantation. 19:62-66.

(51)

Santoso, M.B., 2012. Hubungan Dukungan Sosial dan Kualitas Hidup Pasien

Hemodialisis Rutin dengan Jaminan dan Tanpa Jaminan Kesehatan di

Kota Bandung, media unpad. Tesis.

Sasroasmoro, S., dan Ismael, S., 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kesehatan Ed. 4. Jakarta : Sagung Seto, 131-144

Sherwood, L., 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem: Sistem kemih. Edisi 6. Jakarta: EGC, 553-597

Singh, S., Upadhyay-Dhungel, K., Aryal, G., 2012. Value of Calcium and Phosphorous in chronic kidney disease patients under hemodialysis: A

retrospective study. Journal of Pathology of Nepal. 2:293-296.

Stahle-Backdahl, M., Hagermark, O., Lins, L.E, 1988. Pruritus in patient on maintenance hemodialysis. Acta Med Scand. 224:55-60.

Szepietowski, J.C., Sikora, M., Kusztal, M., Salomon, J., Magott, M., Szepitowski, T., 2002. Uremic pruritus: a clinical study of maintenance hemodialysis patients. J Dermatol. 29:621-6.

Association between pruritus and serum concentrations of parathormone,

calcium and phosphorus in hemodialysis patients. Saudi Journal of Kidney

Disease and Transplantation. 24: 702-706.

Urbonas, A., Schwartz, R.A., Szepietowski, J.C., 2001. Uremic pruritus-an update.American Jurnal of Nephrol. 21:343-350.

Virga, G., Visentin, I., La Milia, V., Bonadonna, A., 2002. Inflammation and pruritus in hemodialysis patients.Nephrol Dial Transplant. 17:2164-2169.

Wicaksono, K.P, 2009. Hubungan kadar kalsium serum dengan derajat pruritus

pada pasien hemodialisis kronik di bangsal hemodialisis rumah sakit

(52)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Herna Wahyuni

NIM : 110100327

Tempat, Tanggal Lahir : Banda Aceh, 28 Juni 1993

Agama : Islam

Alamat : Jl. Puri no. 2B Medan Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat Email : wahyuniherna@yahoo.com Riwayat Pendidikan :

1. TK Pertiwi, Lhokseumawe 1997 – 1999

2. SD Negri 4,Lhokseumawe 1999 – 2005

3. SMP Negri 1, Lhokseumawe 2005 – 2008

4. SMA Yayasan Pendidikan

Shafiyyatul Ammaliyah 2008 – 2011

5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2011 – sekarang

(53)

Lampiran 2

KUESIONER PRURITUS (5-D Skala Pruritus)

Durasi : selama 2 pekan terakhir, berapa jam anda merasa gatal-gatal? a. Kurang dari 6 jam/ hari

b. 6-12 jam/hari c. 12-18 jam/hari

d. 18-23 jam/hari e. sepanjang hari

Petunjuk : selama 2 pekan terakhir, apakah gatal-gatal anda berkurang atau semakin parah dibandingkan bulan lalu?

a. Sembuh sama sekali b. Jauh lebih baik meskipun

masih ada

c. Agak baikan meskipun masih

ada

d. Tidak ada lagi e. Semakin parah

Tidak teratasi : nilai dampak gatal-gatal anda pada aktifitas berikut selama 2 pekan terakhir.

1. Tidur :

a. Tidak pernah mempengaruhi tidur

b. Sekali-sekali sukar tidur c. Sering kali sukar tidur

d. Sukar tidur dan sekali-sekali terbangun di tengah malam e. Sukar tidur dan sering

terbangun di tengah malam

2. Mengisi waktu/ bergaul : a. Tidak mempengaruhi

aktifitas ini

b. Jarang sekali mempengaruhi

aktifitas ini

c. Sekali-sekali mempengaruhi

aktifitas ini

d. Sering sekali mempengaruhi aktifitas ini

e. Selamanya mempengaruhi

(54)

3. Kerja rumah/ kerja sambilan : a. Tidak mempengaruhi

aktifitas ini

b. Jarang sekali mempengaruhi

aktifitas ini

c. Sekali-sekali mempengaruhi

aktifitas ini

d. Sering sekali mempengaruhi aktifitas ini

e. Selamanya mempengaruhi

aktifitas ini

4. Bekerja/ sekolah : a. Tidak mempengaruhi

aktifitas ini

b. Jarang sekali mempengaruhi

aktifitas ini

c. Sekali-sekali mempengaruhi

aktifitas ini

d. Sering kali mempengaruhi

aktifitas ini

e. Selamanya mempengaruhi

aktifitas ini

Pendistribusian : beri tanda pada kotak terjadinya gatal-gatal di bagian tubuh selama 2 pekan terakhir. Jika tidak ada dalam daftar dibawah ini, pilih salah satu yang terdekat.

 Kepala

 Kaki bagian bawah  Ujung kaki/jari kaki  Tapak kaki

 Tapak tangan

 Ujung tangan/ jari tangan  Tangan bagian bawah

 Tangan bagian atas

 Benda-benda yang tersentuh/ pakaian (mis: ikat pinggang, pakaian dalam)

(55)

Tingkat : sebutkan angka rata-rata intensitas kegatalan anda selama 2 pekan terakhir ini.

Tidak Ringan Sedang Berat Sangat

gatal gatal

Keterangan :

o Tidak gatal : tidak adanya rasa gatal. (Angka intensitas 0)

o Ringan : rasa gatal yang terjadi sekali-sekali di lokasi tertentu saja dan tidak

mengganggu aktifitas sehari-hari dan tidur. (Angka intensitas 1-3) o Sedang : rasa gatal yang terjadi terus menerus di seluruh tubuh tapi tidak

menggangu aktifitas sehari-hari dan tidur. (Angka intensitas 4-6)

o Berat : rasa gatal yang terjadi terus menerus diseluruh tubuh dan mengganggu

aktifitas tidur. (Angka intensitas 7-9)

o Sangat Gatal : rasa gatal parah yang terjadi terus menerus diseluruh tubuh dan

(56)

Lampiran 3

INFORMED CONSENT

PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI GEJALA PRURITUS PADA PASIEN HEMODIALISIS REGULER

Selamat siang kepada Bapak/Ibu sekalian. Peneliti : Herna Wahyuni NIM : 110100327 Fakultas : Kedokteran

Saya mahasiswi selaku peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara akan melakukan penelitian yang berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gejala Pruritus pada Pasien Hemodialisis Reguler”.

Arti dari Pruritus adalah rasa gatal, dimana salah satu komplikasi dari hemodialisis adalah Pruritus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan parameter klinik dan laboratorium dengan gejala pruritus pada pasien hemodialisis reguler. Sehingga penelitian ini berguna untuk meningkatkan pengetahuan Bapak/Ibu terhadap komplikasi yang terjadi setelah melakukan hemodialisis dan juga berguna bagi klinik kesehatan untuk lebih mengoptimalkan penatalaksanaan pruritus.

Penelitian ini dilakukan dengan pemberian kuesioner dan melihat rekam medik pasien. Kuesioner adalah lembar pertanyaan yang berhubungan dengan pruritus yang berisi 8 pertanyaan. Rekam medik digunakan untuk melihat data laboratorium yang diperlukan untuk penelitian.

(57)

Oleh karena itu peneliti ingin meminta kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi sampel penelitian dan disertakan dalam data penelitian. Data individu dalam peneltian akan dijaga kerahasiaannya dan tidak dipublikasikan.

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis kelamin : Pekerjaan :

Dengan ini menyatakan BERSEDIA/TIDAK BERSEDIA* untuk menjadi sampel dalam penelitian “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gejala Pruritus pada Pasien Hemodialisis Reguler” dan disertakan dalam data penelitian.

Medan, 2014 Yang membuat pernyataan

(58)
(59)
(60)
(61)

Lampiran 5

DATA INDUK

No

Responden Usia

Lama HD

Frekuensi

HD Kalsium Fosfor CaxP BUN Pruritus 11001.00 74.00 48.00 3.00 8.70 2.70 23.49 42.00 11.00

11002.00 53.00 40.00 2.00 8.40 4.50 37.80 41.00 12.00

11003.00 56.00 36.00 2.00 8.00 6.50 52.00 40.00 0.00

11004.00 52.00 48.00 3.00 8.00 5.20 41.60 37.00 11.00

11005.00 56.00 108.00 3.00 8.70 4.50 39.15 40.00 0.00

11006.00 40.00 4.00 2.00 8.60 5.50 47.30 40.00 8.00

11007.00 49.00 84.00 3.00 10.20 5.40 55.08 38.00 6.00

11008.00 51.00 96.00 3.00 9.60 4.70 45.12 42.00 0.00

11009.00 60.00 24.00 3.00 8.90 4.20 37.38 49.00 11.00

11010.00 64.00 36.00 3.00 8.00 3.90 31.20 40.00 0.00

11011.00 33.00 24.00 2.00 8.60 7.50 64.50 40.00 10.00

11012.00 65.00 36.00 3.00 12.70 11.90 151.1

3 41.00 17.00

11013.00 65.00 110.00 3.00 8.20 6.00 49.20 46.00 9.00

11014.00 36.00 108.00 2.00 8.20 5.40 44.28 43.00 10.00

11015.00 39.00 18.00 3.00 8.80 5.80 51.04 45.00 0.00

11016.00 63.00 3.00 2.00 9.20 4.00 36.80 48.00 19.00

11017.00 72.00 15.00 3.00 9.10 4.90 44.59 44.00 8.00

11018.00 60.00 24.00 2.00 8.30 4.10 34.03 44.00 0.00

11019.00 68.00 36.00 2.00 8.30 4.40 36.52 42.00 12.00

Gambar

Gambar 2.1. Skema proses hemodialisis (Ahmad, 2011).
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien HD
Tabel 5.2. Distribusi Kejadian Pruritus Selama HD
Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Variabel Dependen: Gejala Pruritus dan

Referensi

Dokumen terkait

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press..

Kemampuan komputer untuk menyelesaikan pekerjaan tidak hanya dibidang komputasi, pengolahan data, multimedia dan informasi melainkan dapat digunakan untuk interface yang

Namun, fakta ini tidak semata-mata terjadi di industri humas, melainkan di hampir semua industri.Tujuan dari artikel ini adalah untuk menganalisa permasalahan yang

ﻰﻓ ﺱﺎﻨﺠﻟﺍ .( ﺎﺳﺎﻨﺟ ﻪﻤﻜﺣﻭ ﻪﻧﺎﻴﺑ ﻦﻣ ﺭﺎﺘﺨﻤﻟﺍ ﺏﺎﺘﻜﻟﺍ ﺪﺟﻮﻳ ﻢﻟﻭ , ﻡﺎﺘﻟﺍ ﺮﻴﻏ ﺱﺎﻨﺟ ﻲﻫ.. Kajian Jinas merupakan bagian dari Ilmu Balaghah, khusunya pada

Biaya tambahan disini yang kami maksud adalah apabila memesan dengan cara manual atau lewat Blocker yang pastinya akan menaikan harga resmi dari PT menjadi lebih tinggi. Kami

Melakukan konstruksi realitas model peta analog, artinya membuat pemberitaan secara faktual dan eksklusif, serta tidak dibuat-buat dan mengikuti alur (Soekanto, 2014), serta

Universitas Sumatera Utara.. Kajian Jinas merupakan bagian dari Ilmu Balaghah, khusunya pada Ilmu Badi’, bagian Muhassinatul Lafzhi. Dalam pembahasan Jinas hal yang menarik

Kebiasaan dalam pengelolaan pembuatan kue rumahan di Desa Lampanah memiliki kebiasaan kurang baik, hal ini di sebabkan karena pengelolaan kue rumahan oleh