KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM
MENANGANI PERMASALAHAN PRT DI ARAB SAUDI
TAHUN 2006-2012
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
oleh:
Desty Purwanti
106083003626
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
KEBIJAKAN
PEMERINTAH INDONESIA
DALAM
MENANGANI PERMASALAHAN
PRT
DI ARAB
SAUDI
TAIIUN
2006.2012
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
oleh:
Desty
Purwanti
106083003626
Di Bawah Bimbingan:
Pembimbing
7-_:, /,
<--r/b
/'*
/
Agus Nilmada Azmi" M.Si
NIP: I 97808042009121002 NIP: 1 965 1 2121992031004
PROGRAM
STUDI
ILMU
HUBUNGAN
INTERNASIONAL
FAKULTAS
ILMU
SOSIAL DAN
ILMU
POLITTK
UNIVERSITAS
ISLAM
NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul :
KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN
1.
PRT DI ARAB SAUDI TAHI.IN 2006.2012
Merupakan karya hasil saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1
di
Universitas Islam Negeri(UnD
Syarif Hidayatullah Jakarta.Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan
ini
telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil asli karya saya atau merupakan hasil jipalakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
J akarta, 6 Desember 20 1 3
Desty Purwanti 2.
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi Menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama
: Desty PurwantiNirn
: 106083003626Program Studi : Hubungan Intemasional
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA
DALAM
MENANGANI PERMASALAHANPRT DI ARAB SAUDI TAHTIN 2006-2012 dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
J akarta, 6 Desember 20 I 3
Mengetahui,
Ketua/Sekretaris Program Studi
Menyetujui, Pembimbing
Agus Nilmada Azmi, M.Si NIP: 1 97808042009121002
+q
Agus Nilmada Azmi, M.Si
PENGESAHAN
PANITIA
UJIAN SKRIPSISKRIPSI
KEBIJAKAN
PEMERINTAH INDONBSIADAI,AM
MENANGANIMASALAH
PRT DI ARAB SAUDI TAHUN 2006.2012oleh Desty Purwanti
106083003626
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi
di
FakultasIlmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal tanggal 20 Desember 2013. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Intemasional.Ketua, Sekretaris,
Agus Nilmada Azmi, M.si
NIP : 1 9780 80 42009 121002
Penguji I,
Agus Nilmada Azmi, M.Si
MP:
1 97808042009121002Penguji II,
W
\--Febri Dirgantara Hasibuan, S.8.,
M.M
NIP:
t.l
/
ZAZ,t/^,4
Drs. Aiyub Mochsin,
M.A
NIP:020021540Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal20 Desember 2013 Ketua Program Studi Hubungan Internasional
FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta AL\ ,
Kiky
Rizky, M.Siv
ABSTRAK
Kondisi perekonomian di Indonesia yang tidak memadai membuat banyak warga
Indonesia bekerja menjadi PRT di Arab Saudi demi memenuhi kebutuhan hidup mereka
serta keluarganya. Lemahnya perlindungan HAM yang diberikan oleh pemerintah
menyebabkan banyaknya PRT Indonesia di Arab Saudi mengalami berbagai pelanggaran
HAM seperti kasus berupa penganiayaan, penyiksaan, pemerkosaan hingga pembunuhan
yang juga disebabkan karena ketidaktahuannya akan hak-hak mereka yang juga tidak
terpenuhi secara maksimal. Skripsi ini menjawab pertanyaan penelitian: apa kebijakan
pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahan PRT Indonesia di Arab Saudi tahun
2006-2012 ?
Penulis menggunakan konsep kebijakan luar negeri, diplomasi dan HAM. Skripsi ini
menggunakan metode kualitatif. Dengan tiga teknik dalam penulisan ini, yaitu teknik
pengumpulan data, teknik pengolahan data dan teknik analisa data. Teknik pengumpulan data
yakni diperoleh dari referensi buku, jurnal ilmiah, surat kabar dan dokumen. Teknik
pengolahan data yakni pengulis mengolahnya dengan cara memahami, serta melakukan
identifikasi. Teknik analisa data, pada teknik ini penulis menggunakan metode analisa
deskriptif, yaitu memaparkan atau menggambarkan fenomena yang telah diteliti kemudian
melakukan interpretasi atas data yang diperoleh.
Penelitian ini diawali dengan menjabarkan latar belakang dikeluarkannya kebijakan
pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahan PRT di Arab Saudi. Kemudian pada
bagian pembahasan, penulis menceritakan sejarah penempatan PRT ke luar negeri, sistem
ketenagakerjaan di Arab Saudi, permasalahan PRT illegal dan overstayer dan kebijakan
pemerintah Indonesia dalam menangani PRT yang bermasalah di Arab Saudi menjadi
bahasan terakhir yang penulis jabarkan. Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
Indonesia yaitu berupa dibentuknya lembaga BNP2TKI pada 2006, dibentuknya satgas TKI
pada 2011, Moratorium penempatan TKI khususnya PRT ke Arab Saudi yang diberlakukan
sejak tanggal 1 Agustus 2011 dan Memorandum of Understanding (MoU).
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robill’aalamiin, segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT
serta junjungan kita nabi Muhammad SAW yang telah memberikan rahmat, hidayah serta
kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul
“KEBIJAKAN
PEMERINTAH
INDONESIA
DALAM
MENANGANI
PERMASALAHAN PRT DI ARAB SAUDI TAHUN 2006-
2012”
. Selanjutnya, ucapan
terima kasih yang tak sanggup penulis gambarkan kepada kedua orang tua tercinta, Badrudin
dan Dra. Inne Fatimah. Terima kasih atas seluruh cinta dan kasih sayang yang telah diberikan
kepada penulis. Terima kasih tak terhingga atas berbagai bentuk dukungan tulus baik moril
maupun materi. Serta, dengan penuh pengertian dan kesabarannya memberikan kepercayaan,
memotivasi dan mendoakan penulis agar tetap sehat dan selalu semangat berjuang untuk
menuju pintu keberhasilan.
Lebih lanjut, penulis sangat menyadari bahwa terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik dalam bentuk
waktu, tenaga, ide dan pemikiran. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Prof. Dr. Bachtiar Effendy selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
2.
Kiky Rizky, M. Si selaku Ketua Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu
vii
3.
Agus Nilmada Azmi, M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Hubungan Internasional,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah, Jakarta. Serta sebagai dosen pembimbing skripsi penulis yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan, masukan serta
motivasi yang sangat berharga hingga selesainya penulisan skripsi ini.
4.
Pak Jajang dan Pak Amali yang sudah sangat banyak membantu dalam proses
administrasi penulis.
5.
Seluruh Bapak / Ibu Dosen Jurusan Hubungan Internasional (HI), Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mengajarkan
berbagai ilmu dan telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas sebagai
mahasiswi HI.
6.
Pak Zulfiyandi (Balitfo Depnakertrans), Mas Mustaqim dan Mas Wira (BNP2PRT)
terimakasih atas keramahannya dan bersedia meluangkan waktu untuk membantu
penulis mendapatkan data dan informasi terkait dengan skripsi penulis.
7.
Keluarga besar penulis yang selalu memberikan semangat kepada penulis.
Terimakasih kepada kakak tersayang yaitu Dikdik Permana Wigandi, S. Kom yang
selalu mewarnai hari-hari penulis dengan suka dan duka. Tidak lupa penulis
mengucapkan terimakasih kepada Bi Eti, Mang Dedi, Bang Atun, Mba Sri, Kaka
Dea, Abi, Ulil, Ika, Mang Agus, Teh Usi, Firda dan semua sanak saudara yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan semangat dan do’a
kalian selama ini kepada penulis.
8.
Sahabat-sahabat terbaik penulis. Telor Ceplok ( Diah, Dian, Christa ), Mpo Qory,
viii
Yeni dan Bang Anton yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian
skripsi dengan segala bantuan baik dalam bentuk tukar pikiran, perdebatan maupun
pencarian data. Serta yang selalu memotivasi, menyemangati dan menghibur penulis.
Dunia ini jadi lebih berwarna dengan adanya kalian brosis., hehee… ^_^
9.
Teruntuk sahabat penulis yang telah tiada (Alm.) Izzun Nahdliyah. Terimakasih telah
menjadi pendengar yang baik, yang dengan sabar mendengarkan semua curhatan
penulis. Terimakasih atas dukungan semangat, motivasi, do’a, serta pengertian dan
perhatianmu menemani hari-hari penulis dengan canda tawa. Penulis tidak akan
pernah melupakanmu. Kamu salah satu sahabat terbaik penulis. I really miss U., ^_^
10.
Teman-teman seperjuangan HI angkatan 2006 yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
11.
Semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak
dapat disebutkan satu persatu, terima kasih.
Terima kasih atas segala bantuan yang tidak ternilai harganya. Penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan kedepannya.
Jakarta, 6 Desember 2013
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK
………..
v
KATA PENGANTAR
……….
vi
DAFTAR ISI
………
ix
DAFTAR TABEL
………
xi
DAFTAR SINGKATAN
………....
xii
DAFTAR LAMP
IRAN………..
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
………....
1
B.
Rumusan Masalah
………..
6
C.
Kerangka Pemikiran
………
...
6
D.
Metode Penelitian
……….. 13
E.
Sistematika Penulisan
………
14
BAB II
GAMBARAN UMUM TKI DI ARAB SAUDI
A.
Sejarah Pengiriman TKI Ke Luar Negeri
………..
16
B.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi PRT Indonesia Bekerja Di
Luar Negeri
………
19
C.
Penempatan TKI Ke Arab Saudi
………..
.
21
BAB III
KONDISI KETENAGAKERJAAN DI ARAB SAUDI
A.
Sistem Ketenagakerjaan Di Arab Saudi
………
25
x
C.
Faktor-faktor Penyebab Permasalahan PRT Indonesia Di Arab
Saudi
………...
...
31
BAB
IV
KEBIJAKAN
PEMERINTAH
INDONESIA
DALAM
MENANGANI
PERMASALAHAN PRT DI ARAB SAUDI TAHUN 2006-2012
A.
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia (BNP2TKI)
………
41
B.
Satgas TKI
……….
.
43
C.
Moratorium Penempatan PRT Indonesia Ke Arab Saudi
………..
45
D.
Memorandum of Understanding (MoU)
………..
.
47
E.
Peran Perwakilan Republik Indonesia (RI) Di Luar Negeri Dalam
Melindungi PRT Di Luar Negeri
………
52
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan
………
55
DAFTAR PUSTAKA
………...
...
57
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Penempatan Tenaga Kerja Indonesia berdasarkan negara
21
penempatan tahun 2006
–
2012
Tabel 2.2. Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
22
Menurut Negara Tujuan Penempatan dan Sektor
[image:12.595.151.443.272.569.2]Tahun 2011
xii
DAFTAR SINGKATAN
AKAD
:
Antar Kerja Antar Daerah
AKAN
:
Antar Kerja Antar Negara
BKPTKI
:
Badan Koordinasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
BNP2TKI
:
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
BPPK
:
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan
HAM
:
Hak Asasi Manusia
ILO
:
International Labour Organitation
JTC
:
Joint Technical Committee
JWC
:
Joint Working Committee
KBRI
:
Kedutaan Besar Republik Indonesia
KKN
:
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
KUKW
:
Kantor Urusan Ketenagakerjaan Wanita
LSM
:
Lembaga Swadaya Masyarakat
MCN
:
Mandatory Consuler Notifikation
MoU
:
Memorandum of Understanding
PAP
:
Pembekalan Akhir Pemberangkatan
PJTKA
:
Penyalur Jasa Tenaga Kerja Asing
PJTKI
:
Penyalur Jasa Tenaga Kerja Indonesia
PK
:
Perjanjian Kerja
PLRT
:
Penata Laksana Rumah Tangga
PPTKIS
:
Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta
PPTKLN
:
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri
PRT
:
Pekerja Rumah Tangga
RI
:
Republik Indonesia
TKI
:
Tenaga Kerja Indonesia
TKW
:
Tenaga Kerja Wanita
UNIFEM
:
United Nation Development Fund for Women
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
Lampiran 2
Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Hak Semua Buruh Migran dan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Skripsi ini membahas kebijakan pemerintah Indonesia dalam menangani
permasalahan Pembantu Rumah Tangga (PRT) Indonesia di Arab Saudi dengan
periode tahun 2006
–
2012. Penulisan skripsi ini difokuskan pada kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia untuk menangani permasalahan PRT di
Arab Saudi. Penulis memilih periode tahun 2006
–
2012 karena pada tahun 2006
dibentuknya Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia (BNP2TKI) yang mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Pada periode tahun 2006
–
2012 ini tersiar
kabar berita mengenai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dialami oleh
PRT Indonesia di Arab Saudi di berbagai media cetak (surat kabar) dan media
elektronik (televisi dan internet).
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagaker
jaan disebutkan bahwa, “Tenaga k
erja adalah setiap orang yang
mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang/atau jasa baik untuk
me
menuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.”
Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Ind
onesia di Luar Negeri, “Tenaga
2
Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan
kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.”
Kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang masih memprihatinkan
ditandai dengan kondisi kemiskinan, pengangguran dan dunia pendidikan yang
belum dapat diakses oleh seluruh masyarakat. Lapangan kerja yang minim di
dalam negeri menyebabkan kesempatan kerja yang kecil dan besarnya angka
pengangguran di Indonesia. Jumlah pencari kerja yang tidak diimbangi dengan
lapangan kerja yang luas menyebabkan minat masyarakat Indonesia untuk
melakukan migrasi dan mencari kerja di luar negeri sebagai buruh migran guna
memenuhi kebutuhan mereka. Sebagian orang melakukan migrasi karena ia
menginginkan standar kehidupan yang lebih baik untuk diri dan keluarga mereka,
termasuk pekerjaan yang memberikan penghasilan yang lebih besar.
Salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah dalam mendayakan tenaga
kerja di Indonesia yaitu melalui kebijakan mengirimkan tenaga kerja Indonesia ke
luar negeri. Ada dua cara bagi TKI untuk dapat bekerja di luar negeri. Pertama
melalui jalur formal yang lazimnya dikelola oleh biro-biro penyalur tenaga kerja
dan memiliki izin resmi dari pemerintah. Kedua melalui jalur illegal, dimana para
TKI diselundupkan oleh oknum-oknum tertentu yang mengatasnamakan biro-biro
penyalur tenaga kerja. Disinilah akar permasalahannya, sebab ketika terjadi
tindakan tidak semestinya, pemerintah negara tempat TKI bekerja akan
menyalahkan TKI dan pemerintah Indonesia karena masuk secara illegal (Erwan
3
Calo/oknum Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) merekrut orang
yang akan diperkerjakan di luar negeri disektor informal contohnya pembantu
rumah tangga (PRT). Mereka direkrut dengan tidak mempunyai pendidikan,
pengalaman dan wawasan yang cukup. Hal inilah yang memicu terjadinya
rentetan permasalahan yang dialami oleh tenaga kerja Indonesia sebelum
berangkat, ditempat kerja, bahkan sampai kembali ke tanah air (Erwan 2007:169).
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) seringkali diseb
ut sebagai “Pahlawan
Devisa”, hal tersebut dikarenakan para pekerja
TKI ini mendatangkan banyak
pemasukan devisa bagi Indonesia. Selain itu TKI disebut dengan pahlawan devisa
negara ini dikarenakan pada penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri ini
telah menjadi salah satu sumber devisa. Tahun 2010 bank dunia memperkirakan
buruh migran Indonesia akan membawa remitansi sedikitnya 7,1 miliar dollar AS,
naik dari 6,7 miliar dollar AS di tahun 2009 (
www.nasional.kompas.com
).
Akan tetapi, disamping meningkatnya pendapatan devisa negara yang
sesungguhnya telah menimbulkan sisi negatif yang sangatlah merugikan bagi para
PRT yang bekerja di luar negeri yaitu permasalahan yang terjadi pada saat
penempatan seperti meningkatnya
People Smuggling
dan
Trafficking
yang
dilakukan oleh calo/oknum PJTKI illegal yang tidak memiliki izin resmi, dan
pelanggaran HAM terhadap pekerja migran (penganiayaan, hingga menyebabkan
seorang meninggal dunia) (
www.ilo.org
). Terkait remitansi yang didapat dari para
PRT tersebut, salah satunya seperti yang dinyatakan oleh Kedeputian
4
Indonesia (BNP2TKI) yang mencatat angka remitansi PRT dari Arab Saudi dari
Januari hingga Juni 2011 sebesar 1,1 milyar dollar AS (
www.bnp2tki.go.id
).
Beberapa permasalahan yang dialami para PRT selama periode tahun
2006-2012 antara lain: (1) Yanti Irianti TKW dari Cianjur. Yanti di eksekusi karena
diputuskan bersalah oleh Pengadilan Arab Saudi dalam tuduhan pembunuhan
terhadap majikannya di wilayah Assier, Arab Saudi, pada Juni 2006. Laporan
resmi versi Arab Saudi menyebutkan Yanti membunuh majikannya karena mau
mencuri perhiasan. eksekusi atas Yanti ini merupakan eksekusi hukuman mati
kedua di Arab Saudi dalam tahun 2008 (
www.antaranews.com
). (2) Darsem,
TKW legal dari Subang, dituduh membunuh majikan pada 2007 dan dijatuhi
hukuman mati (
www.gatra.com
). Namun kemudian pada 2011, Darsem mendapat
keputusan pemaafan dengan syarat harus membayar denda atau diyat senilai 2 juta
riyal atau sekitar Rp 4,7 miliar. Diyat ini dibayarkan dari APBD dan
penggalangan sumbangan (
www.tempo.com
).
(3) Ruyati, asal bekasi menjadi TKW legal sejak 2008, dihukum pancung
pada 17 Juni 2011 karena dituduh membunuh majikan perempuannya pada 2009
di Mekkah, Arab Saudi. Tidak ada pemberitahuan dari Arab Saudi mengenai
proses berlangsungnya hukuman (
www.wartamerdeka.com
). (4) Sumiati, asal
Nusa Tenggara Barat, merupakan TKW legal yang baru empat bulan menjadi
TKW di Arab Saudi melalui jalur resmi mengalami penyiksaan oleh majikannya
pada 8 November 2010. Setelah sepuluh hari kasus terungkap ke publik, majikan
Sumiati dijadikan tersangka dan dijatuhi hukuman. Namun akhirnya, majikan
5
(5) Kikim Komalasari, TKW asal Cianjur, ditemukan meninggal dunia pada 5
November 2010 di Arab Saudi karena disiksa oleh majikan. Setelah satu tahun
semenjak
meninggal,
jenazah
baru
dipulangkan
ke
Indonesia
(
www.wartapedia.com
).
Pemberitaan media mengenai kasus-kasus yang dialami oleh PRT di
negara-negara tujuan penempatan telah menuai berbagai komentar maupun penilaian
kritis dari publik setidaknya atas tiga poin penting: (1) kebijakan nasional
mengenai penempatan PRT ke luar negeri; (2) pengawasan terhadap praktek
penempatan; serta (3) tanggung jawab pemerintah dalam melindungi warga
negara di luar negeri, khususnya PRT (Teguh 2010: 44).
Pemberitaan media tentang kasus penganiayaan PRT, khususnya di Arab
Saudi, secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah
Indonesia tentang pengiriman PRT di luar negeri. Pemerintah Indonesia secara
resmi mengeluarkan kebijakan moratorium penghentian pengiriman TKI,
khususnya tenaga kerja informal atau domestik ke Arab Saudi untuk sementara
waktu sejak tanggal 1 Agustus 2011 (Suara Indonesia 2012: 6).
Tingginya tenaga kerja Indonesia yang bermasalah di Arab Saudi
mendorong pemerintah Indonesia dan Arab Saudi mengadakan pertemuan
Joint
Working Committee
(JWC), sebelum membahas pembuatan Nota Kesepakatan
Bersama (MoU/Memorandum of Understanding) tentang penempatan dan
perlindungan PRT (
www.migrantcare.net
). Dalam Pertemuan ini delegasi
Indonesia dipimpin oleh Jumhur Hidayat (Ketua BNP2TKI), sedangkan delegasi
6
Pertemuan ini menindaklanjuti hasil dari
statement of intent
antara pemerintah
Indonesia dan Arab Saudi pada 28 Mei 2011. Secara umum, usulan Indonesia
mencakup prinsip perlindungan, kerja sama, mekanisme perlindungan dan jangka
waktu pembahasan penyelesaian MoU, sedangkan pihak Arab Saudi
menyampaikan harapan bahwa kerja sama antara kedua negara bisa
menguntungkan kedua belah pihak (
www.migrantcare.net
).
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan dalam latar belakang tersebut, penulis membuat
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Apa kebijakan pemerintah Indonesia dalam menangani PRT Indonesia yang
bermasalah di Arab Saudi ?
C.
Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa konsep teori untuk
mendukung permasalahan yang sedang diteliti. Konsep-konsep tersebut yaitu,
kebijakan luar negeri, diplomasi dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Kebijakan Luar Negeri
Kebijakan luar negeri merupakan instrumen kebijakan yang dimiliki oleh
pemerintah suatu negara berdaulat untuk menjalin hubungan dengan aktor-aktor
lain dalam politik dunia demi mencapai tujuan nasionalnya. Tidak semua tujuan
7
hubungan dengan negara atau aktor-aktor lain dalam sistem internasional
(Aleksius 2008: 61).
Kebijakan luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibuat
oleh para pembuat keputusan negara dalam menghadapi negara lain atau unit
politik internasional lainnya, dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional
spesifik yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional. Kebijakan luar
negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara memang bertujuan untuk
mencapai kepentingan nasional masyarakat yang diperintahnya (Banyu Perwita
dan Yanyan 2005: 49).
Kebijakan luar negeri menekankan aksi atau tindakan atau kebijakan suatu
negara terhadap lingkungan eksternalnya dalam rangka memperjuangkan atau
mempertahankan kepentingan nasionalnya (Aleksius 2008: 61).
Mark R. Amstutz mendefinisikan kebijakan luar negeri sebagai,
explicit and
implicit actions of governmental officials designed to promote national interest
beyond a country’s territorial boundaries.
Dalam definisi ada tiga tekanan utama
yaitu tindakan atau kebijakan pemerintah, pencapaian kepentingan nasional dan
jangkauan kebijakan luar negeri yang melewati batas kewilayahan suatu negara.
Dengan demikian semua kebijakan pemerintah yang membawa dampak bagi
aktor-aktor lain di luar batas wilayahnya secara konseptual merupakan bagian dari
pengertian kebijakan luar negeri (Aleksius 2008: 64).
Menurut Rosenau, pengertian kebijakan luar negeri yaitu upaya suatu negara
melalui keseluruhan sikap dan aktivitasnya untuk mengatasi dan memperoleh
8
ditujukan untuk memelihara dan mempertahankan kelangsungan hidup suatu
negara (Banyu Perwita dan Yanyan 2005: 49).
James N. Rosenau menguraikan konsep
foreign policy
ke dalam tiga
pengertian yang berbeda baik substansi maupun cakupannya. Pada tingkat
pertama kebijakan luar negeri dipahami sebagai seperangkat prinsip atau orientasi
umum yang menjadi dasar pelaksanaan hubungan luar negeri suatu negara.
Kebijakan luar negeri juga bisa diartikan sebagai seperangkat rencana dan
komitmen yang menjadi pedoman bagi perilaku pemerintah dalam hubungan
dengan aktor-aktor lain di lingkungan eksternal. Akhirnya rencana dan komitmen
tersebut diterjemahkan ke dalam langkah atau tindakan yang nyata berupa
mobilisasi sumber daya yang diperlukan untuk menghasilkan suatu efek dalam
pencapaian tujuan (Aleksius 2008: 65-66).
Langkah pertama dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri mencakup
(Banyu Perwita dan Yanyan 2005: 50):
Menjabarkan pertimbangan kepentingan nasional ke dalam bentuk tujuan
dan sasaran yang spesifik.
Menetapkan faktor situasional di lingkungan domestik dan internasional
yang berkaitan dengan tujuan kebijakan luar negeri.
Menganalisis kapabilitas nasional untuk mengjangkau hasil yang
dikehendaki.
Mengembangkan perencanaan atau strategi untuk memakai kapabilitas
nasional dalam menanggulangi variable tertentu sehingga mencapai tujuan
9
Malaksanakan tindakan yang diperlukan.
Secara periodik meninjau dan melakukan evaluasi perkembangan yang
telah berlangsung dalam menjangkau tujuan atau hasil yang dikehendaki.
Diplomasi
Kata diplomasi berasal dari kata Yunani,
Diploum
yang artinya melipat (to
fold). Dokumen resmi yang bukan logam, yang memberikan hak istimewa tertentu
atau menyangkut perjanjian dengan bangsa asing disebut dengan
diplomas
. Isi
surat resmi negara yang berhubungan dengan bangsa asing yang dikumpulkan
dalam arsip disebut
diplomaticus
atau
diplomatique.
Dari kedua kata
diplomas
dan
diplomaticus
atau
diplomatique
kemudian berkembang menjadi
diplomasi
yakni segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia internasional. Orang-orang
yang terlibat dengan masalah/pekerjaan yang menyangkut hubungan dengan dunia
internasional disebut diplomat (Aiyub 2010:4).
Diplomasi berkaitan erat dengan proses kebijakan dan hubungan luar negeri
termasuk pada waktu perumusan, pelaksanaan dan evaluasi dari perumusan dan
pelaksanaannya. Dalam hal-hal tertentu pengertian diplomasi sama dengan politik
luar negeri. Namun secara spesifik dapat dibedakan, diplomasi berkaitan dengan
cara-cara dan mekanisme, sedangkan politik luar negeri menyangkut maksud dan
tujuan. Kebijakan luar negeri menyangkut substansi dan isi dari hubungan luar
negeri, sedangkan diplomasi mengenai masalah metodologi untuk melaksanakan
10
Konsep diplomasi juga menjadi salah satu cara untuk melaksanakan
penyelesaian masalah pelanggaran hak asasi manusia. Diplomasi menurut R. P.
Barston dalam bukunya “Modern Diplomacy” yaitu, diplomasi memberi masukan,
membentuk dan merupakan implementasi dari kebijakan luar negeri. Diplomasi
pada level internasional adalah memberi masukan kepada usaha perdamaian
dalam menyelesaikan pertikaian antara negara-negara dan aktor-aktor lain.
Diplomasi berkaitan dengan manajemen hubungan antar negara dan juga antar
dengan aktor-aktor lainnya (1997: 1). Jadi, secara tidak langsung diplomasi juga
merupakan elemen yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan kebijakan
luar negeri.
K.M pannikar menyatakan dalam bukunya
“The Principle and practice of
Diplomacy”,
yang menyatakan bahwa diplomasi dalam hubungannya dengan
politik internasional adalah seni mengedepankan kepentingan suatu negara dalam
hubungannya dengan negara lain (KM. Pannikar 1993: 3). Namun secara
konvensional, yang dimaksud dengan diplomasi adalah sebagai usaha suatu
negara-bangsa untuk memperjuangkan kepentingan nasional dikalangan
masyarakat internasional (KJ. Holsti 1984: 82-83).
Diplomasi juga digunakan dalam hubungan internasional untuk mencapai
suatu kepentingan nasional. Sedangkan, argumen yang dikemukan oleh Harold
Nicholson, yang menyatakan bahwa diplomasi adalah hal-hal yang mencakup
politik luar negeri, negosiasi, mekanisme pelaksanaan negosiasi, dan suatu cabang
11
Terdapat berbagai macam tipe diplomasi, yakni; diplomasi bilateral,
diplomasi multilateral, diplomasi komersial, diplomasi kebudayaan, diplomasi
ulang
–
alik, diplomasi puncak, diplomasi preventif, diplomasi publik, diplomasi
sumber daya dan lingkungan. Untuk penelitian ini penulis menggunakan
diplomasi bilateral. Diplomasi bilateral adalah diplomasi yang terjadi antara dua
negara melalui berbagai sarana, seperti; pertemuan dan/atau perundingan yang
dilakukan oleh kedua kepala negara/pemerintahan pada saat kunjungan resmi atau
kunjungan kerja, antara menteri luar negeri atau menteri-menteri lain yang terkait
dengan subyek pembicaraan dari kedua negara pada saat saling kunjungan atau di
forum khusus yang dibentuk oleh kedua negara. Para pelaku diplomasi bilateral
selain kepala negara/pemerintahan dan para menteri, dapat juga dilakukan oleh
para pejabat senior/diplomat yang ditunjuk oleh kedua negara (Aiyub 2010:44).
Untuk mencapai suatu pertahanan negara, maka dalam melaksanakan
diplomasi hal tersebut dapat dicapai dengan memperkuat hubungan antara negara
satu dengan negara lainnya. Melalui diplomasi setidaknya dapat menetralisirkan
permasalahan untuk menuju suatu bentuk kesepakatan antara Indonesia dengan
Arab Saudi.
Hak Asasi Manusia (HAM)
Terus berlarutnya permasalahan ketenagakerjaan Indonesia di luar negeri
dan permasalahan tentang segala bentuk upaya yang dilakukan oleh Pemerintah
Indonesia dalam rangka memberikan perlindungan HAM terhadap para PRT yang
12
berhubungan dengan permasalahan diatas yakni, Penulis menggunakan konsep
HAM dari berbagai bentuk pernyataan, seperti yang tercantum dalam Pasal 1 UU
No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi
“Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia”.
Hak asasi manusia menurut
Declaration Of Human Rights
1948 merupakan
hak yang melekat pada setiap manusia tanpa membeda-bedakan ras, warna kulit,
jenis kelamin, bahasa, agama, aliran politik, perbedaan pendapat, kebangsaan, asal
muasal secara sosial, kekayaan, tempat kelahiran maupun status seseorang
(Dzuriatun 2008: 46). Manusia harus saling menghargai dan menyayangi tanpa
membedakan ras, agama, suku dan status sosial ekonomi menjadi prinsip dalam
HAM (Dzuriatun 2008: 46).
Hak asasi juga diartikan sebagai hak yang dimiliki manusia yang telah
diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran dan kehadirannya di dalam
kehidupan masyarakat yang harus di hormati (Miriam 2001: 120). Hak manusia
mencakup tidak hanya hak politik/menyatakan pendapat namun juga mencakup
bidang ekonomi, sosial, budaya untuk dapat hidup bebas dari rasa takut dan
ancaman yang mengancam keselamatannya. Hak asasi ini tidak boleh dilanggar
13
Hak tenaga kerja berdasarkan
International Labour Organitation
(ILO)
terdapat pada pasal 2 Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan
Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi yang menyatakan bahwa
para pekerja dan pengusaha, tanpa perbedaan apapun, berhak untuk mendirikan
dan, menurut aturan organisasi masing-masing, bergabung dengan
organisasi-organisasi lain atas pilihan mereka sendiri tanpa pengaruh pihak lain.
D.
Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
kualitatif. Sedangkan tipe penelitian ini bersifat deskriptif dimana suatu metode
dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu
sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari
penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang ada (Nazir, 1988: 63).
Sedangkan menurut whitney (1960) dalam buku Mohammad Nazir, ia
mengatakan bahwa penelitian deskriptif yaitu mempelajari masalah-masalah
dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi
tertentu, termasuk tantangan hubungan, kegiatan, serta proses-proses yang sedang
14
Penelitian ini akan menggunakan metode pengumpulan data dengan studi
dokumen. Studi dokumen didapatkan dari :
1.
Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku, jurnal, laporan
penelitian, data pemerintahan dari kemnakertrans, BNP2PRT, dan data
dari LSM yang konsen pada isu buruh migran.
2.
Penelusuran melalui internet yaitu untuk mendapatkan data dan berbagai
informasi terkait dengan penelitian.
E.
Sistematika Penulisan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
B.
Rumusan Masalah
C.
Kerangka Pemikiran
D.
Metode Penelitian
E.
Sistematika Penulisan
BAB II
GAMBARAN UMUM TKI DI ARAB SAUDI
A.
Sejarah Pengiriman TKI Ke Luar Negeri
B.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi PRT Indonesia Bekerja Di Luar
Negeri
[image:28.595.113.451.279.564.2]15
BAB III KONDISI KETENAGAKERJAAN DI ARAB SAUDI
A.
Sistem Ketenagakerjaan Di Arab Saudi
B.
Permasalahan PRT Indonesia Di Arab Saudi
C.
Faktor-faktor Penyebab Permasalahan PRT Indonesia Di Arab Saudi
BAB
IV
KEBIJAKAN
PEMERINTAH
INDONESIA
DALAM
MENANGANI PERMASALAHAN PRT DI ARAB SAUDI TAHUN
2006-2012
A.
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia (BNP2TKI)
B.
Satgas TKI
C.
Moratorium Penempatan PRT Indonesia Ke Arab Saudi
D.
Memorandum of Understanding (MoU)
E.
Peran Perwakilan Republik Indonesia (RI) Di Luar Negeri Dalam
Melindungi PRT Di Luar Negeri
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan
16
BAB II
GAMBARAN UMUM TKI DI ARAB SAUDI
A.
Sejarah Pengiriman TKI Ke Luar Negeri
Perpindahan tenaga kerja
Indonesia antar pulau dan luar negeri tidak bisa
dipisahkan dari masa orde lama dan orde baru, bahkan sejak masa penjajahan di
tahun 1887. Pada tahun tersebut, tenaga kerja dikirim ke beberapa daerah jajahan
seperti Suriname, Kaledonia dan Belanda (Awani 2003: 34). Pada masa sebelum
kemerdekaan Indonesia, migrasi tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri
dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda melalui penempatan buruh kontrak ke
negara Suriname, Amerika Selatan, yang juga merupakan wilayah koloni Belanda
(
www.bnp2tki.go.id
). Pada masa kolonial di awal abad dua puluh, kebanyakan
pembuatan kebijakan ditujukan untuk meningkatkan produktifitas pertanian,
sehingga banyak tenaga kerja dari jawa dipindah ke luar Jawa. Kebijakan migrasi
yang dibangun pada masa penjajahan adalah suatu alat yang berguna untuk
menghasilkan tujuan dan kepentingan negara serta elit berkuasa (Komnas
Perempuan 2002: 4).
Geliat perusahaan jasa pengerah TKI pada era awal 1970-an terus
meningkat. Pada saat itu di kawasan Timur Tengah terjadi masa keemasan minyak
atau disebut
oil booming
, dengan ditemukannya cadangan minyak dalam jumlah
tidak sedikit dan dilakukan ekplorasi besar-besaran, yang menjadikan
negara-negara Arab di Timur Tengah utamanya Arab Saudi mendadak kaya raya (Tri
17
di Arab Saudi, sehingga membuka lapangan kerja yang begitu luas untuk diisi
berbagai pihak termasuk pada akhirnya mendorong arus pengiriman PRT ke Arab
Saudi. Namun demikian, peluang tersebut ditangkap oleh perusahaan jasa
pengerah TKI dengan hanya menempatkan PRT untuk pengguna perseorangan.
Kondisi migrasi berlanjut hingga memasuki masa kemerdekaan, orde lama,
orde baru dan reformasi. Tanggal 3 Juli 1947 merupakan hari bersejarah bagi
lembaga Kementerian Perburuhan dalam era kemerdekaan Indonesia. Melalui
Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1947 dibentuk lembaga yang mengurus
masalah perburuhan di Indonesia dengan nama Kementerian Perburuhan
(
www.bnp2tki.go.id
).
Migrasi juga tidak hanya terjadi secara nasional, namun internasional.
Fenomena migrasi juga dapat dilihat sebelum perang dunia II, banyak warga
negara Indonesia yang dikirim ke Malaysia, Guyana dan New Caledonia. Setelah
perang dunai II, mulai ada tenaga kerja yang bekerja di Singapura dan negara
lainnya. Perpindahan tenaga kerja Indonesia saat itu sebenarnya hanya untuk
mencukupi kebutuhan tenaga kerja di beberapa negara tersebut dan tidak masuk
dalam kebijakan pemerintah di bidang pekerjaan (Prijono 1999: 126). Salah satu
alasan mengapa fenomena migrasi tenaga kerja ini terjadi adalah karena negara
asal belum bisa menciptakan lapangan kerja yang kondusif serta penghasilan yang
mencukupi untuk kebutuhan hidup.
Pada awalnya pengiriman TKI dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda
dengan cara mengirim buruh kontrak ke negara Suriname, Amerika Selatan yang
18
kekurangan tenaga kerja untuk mengurus perkebunan karena budak asal Afrika
yang bekerja di perkebunan Suriname dibebaskan pertengahan 1863 sebagai
bentuk pelaksanaan dari politik penghapusan perbudakan. Gelombang pertama
TKI yang dikirim tiba di Suriname 9 Agustus 1890 dengan jumlah 94 orang.Mulai
saat itu pemerintah Hindia Belanda secara reguler mengirimkan TKI ke Suriname.
Pengiriman TKI ke Suriname oleh pemerintah Hindia Belanda berakhir pada 1939
dengan jumlah total mencapai 32.986 orang (
www.artikelbahasaindonesia.org
).
Arab Saudi menjadi tujuan pengiriman TKI karena ada hubungan religius
yang erat antara Indonesia dengan Arab Saudi yaitu melalui jalur ibadah haji.
Pada saat orang Indonesia melaksanakan ibadah haji mereka berinteraksi dengan
warga lokal Arab Saudi, bahkan ada yang kemudian menikah, menetap dan
membuka usaha di sana. Lambat laun hubungan semakin erat sampai kemudian
hari ada yang mengajak saudaranya ke Arab Saudi untuk bekerja
(
www.merdeka.com
).
Jumlah TKI yang tercatat pertama kali pada 1983, yakni sebanyak 27.671
orang. Mereka bekerja di delapan negara. Jumlah itu bertambah pada 1992 yang
mencapai 158.750 orang. Setelah 1980, pemerintah baru menetapkan regulasi
untuk mengatur pengiriman TKI karena pemerintah melihat nilai positif dan nilai
19
B.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi PRT Indonesia Bekerja Di Luar
Negeri
Pada mulanya mobilitas PRT ke luar negeri terjadi berdasarkan pada
prakarsa dan upaya dari PRT itu sendiri. Dampak positif dari kegiatan tersebut
adalah sebagai upaya untuk menanggulangi masalah pengangguran, meningkatkan
keterampilan kerja dan mendatangkan keuntungan berupa naiknya devisa negara
(Natalis 2005: 97).
Berbagai faktor yang mempengaruhi mobilitas PRT di luar negeri antara
lain (Mardjono 2007: 70) :
Kemudahan informasi, komunikasi dan transportasi, pengalaman kerja ke
luar negeri serta daya tarik upah yang lebih tinggi.
Terbukanya pasar kerja luar negeri dengan dominsai peran agen
penempatan yang lebih menjanjikan kemudahan memperoleh pekerjaan,
penghasilan tinggi dan proses cepat serta janji-janji keuntungan lainnya.
Kesenjangan birokrasi lintas sektoral dalam negeri dalam pelayanan
bekerja ke luar negeri serta masih lemahnya penegakan hukum.
Menurut Everett Lee, bahwa faktor utama seseorang melakukan migrasi
adalah faktor tempat asal, dalam arti orang yang gagal dalam ekonomi dan social.
Mereka berharap di tempat tujuan akan memperoleh pekerjaan dan penghasilan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diperoleh di daerah asalnya.
Orang-orang yang melakukan migrasi ini adalah mereka yang betul-betul potensial, yaitu
20
penduduk dipengaruhi oleh aktivitas ekonomi di suatu wilayah karena alasan
utama seseorang untuk berpindah adalah alasan ekonomi (Uke 2003: 327).
Salah satu faktor yang mendorong PRT bekerja di luar negeri, antara lain
karena tingginya upah yang akan diterima dibandingkan dengan upah di dalam
negeri. Upah yang ditawarkan cukup tinggi, berkisar antara 1 sampai 2 juta
rupiah. Bahkan ada yang memperoleh pendapatan sampai sekitar 10 juta rupiah,
tergantung dari jenis pekerjaan yang dilakukan. Juga tergantung dari negara tujuan
yaitu tergantung dari kesepakatan bersama antara pihak pengerah tenaga kerja
dengan pihak penerima tenaga kerja (Nurhayati 2003: 335).
Wilayah Timur Tengah menjadi salah satu tujuan yang disasar oleh
perempuan pencari kerja dan keluarganya khususnya bagi mereka yang tinggal di
wilayah dimana budaya agama (Islam) adalah lebih baik dari pada bekerja dengan
majikan yang beragama lain. Selain itu, khususnya di Arab Saudi, harapan bahwa
PRT bisa sekaligus menunaikan ibadah haji pun menjadi pertimbangan yang
penting. Harapan-harapan yang tinggi dieksploitir oleh pihak-pihak yang
mengambil keuntungan dari mereka (Sri 2007: 67).
Menjadi Tenaga Kerja di luar negeri harus memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 34
Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar
negeri (pasal 35), yaitu sebagai berikut:
1.
Berusia sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun kecuali bagi calon
yang akan dipekerjakan pada pengguna perseorangan sekurang-kurangnya
21
2.
Sehat jasmani dan rohani;
3.
Tidak dalam keadaan hamil;
4.
Berpendidikan sekurang-kurangnya lulus Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama (SLTP) atau sederajat.
C.
Penempatan TKI Ke Arab Saudi
Secara kultural tradisional, masyarakat Indonesia telah mempunyai jalinan
hubungan yang erat dengan masyarakat Arab Saudi sejak zaman penjajahan
Belanda, jauh sebelum sebelum kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Jalinan
hubungan tersebut dilatarbelakangi oleh persamaan budaya dalam keyakinan
beragama yang sama-sama pemeluk agama Islam (Makarim 2006). Sejak lama,
jema’ah haji Indonesia dari tahun ke tahun secara teratur selalu hadir dalam
musim haji tersebut yang jumlahnya terus bertambah. Dari proses perjalanan haji
ini, banyak jema’ah Indonesia yang t
idak mau pulang ke Tanah Air dan memilih
bermukim di Arab Saudi dengan alasan menuntut di bidang ilmu ke-Islaman dan
bahasa Arab serta mencari kehidupan yang lebih baik.
Hubungan tradisional ini terus berlanjut hingga saat ini. Bagi masyarakat
Indonesia, Arab Saudi merupakan tanah impian baik dari segi faktor religi,
keilmuan bidang ke-Islaman maupun dari segi ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari
terus meningkatnya jumlah jema’
ah umroh dan haji Indonesia setiap tahun, serta
menjadi negara tujuan pasokan PRT keluar negeri terbesar. Secara formal
22
pada tahun 1951 yang sampai saat ini dapat terjaga serta berjalan dengan baik
bahkan terus meningkat (Makarim 2006).
Arab Saudi merupakan negara tujuan penempatan yang menyerap tenaga
kerja Indonesia terbanyak dibanding dengan negara-negara tujuan penempatan
TKI yang lain. Namun, pada tahun 2012 terdapat penurunan angka penempatan
TKI, penurunan angka tersebut terjadi dikarenakan adanya moratorium
[image:36.595.82.556.316.748.2]penempatan TKI di sektor informal atau domestik.
Tabel 2.1
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia berdasarkan negara penempatan
tahun 2006
–
2012
No Negara Penempatan
Tahun
Jumlah 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
1. Arab Saudi 281.08 7
257.21 7
234.64
4 276.233 228.890 137.643 11.814 1.427.928 2. Malaysia 219.65
8
222.19 8
187.12
3 123.886 116.056 134.108 46.296 1.049.325 3. Taiwan 45.706 50.810 59.522 59.335 62.048 73.498 30.669 381.588 4. Singapore 28.661 37.469 21.807 33.077 39.623 47.781 20.430 228.875 5.
United Emirated Arab
22.685 28.184 38.092 40.391 37.337 39.857 14.274 220.820 6. Hongkong 20.100 29.973 30.204 32.417 33.262 50.283 18.237 214.476 7. Kuwait 24.600 25.756 29.218 23.041 563 2.723 693 106.594 8. Qatar 7.980 10.449 8.582 10.010 13.559 16.578 8.476 75.634 9. Yordania 10.978 12.062 11.155 10.932 5.695 134 29 50.985 10. Oman 5.210 7.150 8.309 9.700 9.259 7.292 3.375 50.295 11. Brunei
Darussalam 8.482 5.852 3.861 4.785 7.360 10.805 5.703 46.848 12. Korea
Selatan 4.035 3.830 8.134 1.890 7.596 11.390 6.399 43.274 13. Amerika
Serikat - 1.263 66 47 475 13.746 5.088 20.685 14. Bahrain 639 2.267 2.324 2.837 4.844 4.375 2.832 20.118 15. Syria - - - 1.155 6.381 4.222 1 11.759 16. Italia - 953 7 - 13 3.408 1.765 6.146 17. Jepang 36 96 232 362 233 2.508 1.441 4.908 18. Aljazair - - 499 453 609 1.084 563 3.208 19. Afrika
Selatan - 111 - - 12 2.009 786 2.918 20. Macao - 164 468 674 826 582 148 2.862
23
Arab Saudi merupakan negara yang menyerap TKI terbanyak di sektor
informal sebanyak 105.071 orang atau 33,09 % dari jumlah keseluruhan
penempatan TKI pada sektor informal dan ini didominasi oleh PRT perempuan
sebanyak 102.305 orang atau 97,37 % dari jumlah TKI sektor informal di negara
[image:37.595.112.513.324.550.2]tersebut (Pusdatinaker Kemnakertrans 2012: 46).
Tabel 2.2
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Menurut Negara Tujuan
Penempatan dan Sektor Tahun 2011 (orang)
Negara Tujuan
Penempatan
Sektor
Jumlah
Formal
Informal
Saudi Arabia
31.421
105.071
136.491
Malaysia
126.449
6.363
132.812
Taiwan
18.612
59.484
78.096
Hongkong
1.999
47.811
49.811
Singapore
9.290
38.031
47.320
United Arab Emirates
8.142
31.386
39.528
Qatar
3.942
12.512
16.454
United States
13.565
50
13.615
Korea Selatan
11.221
60
11.281
Brunei Darussalam
9.138
1.561
10.699
Lainnya
29.817
15.157
44.974
Jumlah
263.596
317.485
581.081
Sumber: BNP2TKI. Diolah Pusdatinaker
Adapun kelemahan sistem penempatan dan perlindungan PRT di Arab
Saudi, yaitu sebagai berikut (BNP2TKI 2013: 23):
1.
Tidak adanya kerjasama bidang ketenagakerjaan yang melindungi
tenaga kerja sektor domestik antara Pemerintah Arab Saudi dengan
24
2.
Kebijakan moratorium menyebutkan maraknya pengiriman PRT illegal
yang memanfaatkan visa umrah/kunjungan atau masuk melalui negara
ketiga (transit).
3.
Masih banyaknya Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta
(PPTKIS) yang menempatkan PRT secara non prosedural.
4.
Adanya kebijakan yang memungkinkan diubahnya visa umrah atau visa
kunjungan menjadi visa kerja di Arab Saudi.
5.
Masih banyaknya oknum yang memanfaatkan izin PRT cuti sebagai
modus menempatkan PRT di masa moratorium.
Secara umum masalah ketenagakerjaan tidak banyak berubah dari tahun ke
tahun yaitu masih lemahnya perlindungan terhadap PRT yang bekerja di luar
negeri. Namun demikian upaya pembenahan sistem maupun operasionalnya telah
dilakukan pemerintah Indonesia tanpa henti, meski hasil yang dicapai belum
sebagaimana yang diharapkan. Hal ini dapat dimengerti karena masalah
ketenagakerjaan sangat komplek dan menyangkut banyak pihak dengan
kepentingan yang berbeda (multidimensional). Dan, hingga saat ini penanganan
masalah ketenagakerjaan khususnya PRT belum menemukan solusi yang tepat
25
BAB III
KONDISI KETENAGAKERJAAN DI ARAB SAUDI
A.
Sistem Ketenagakerjaan Di Arab Saudi
Arab Saudi adalah sebuah negara luas di Timur Tengah yang memiliki
hubungan erat dengan Indonesia. Setiap tahun puluhan ribu orang Indonesia
bekerja di negara ini dengan sistem kontrak kerja. Kebanyakan tenaga kerja
Indoensia di Arab Saudi adalah wanita yang bekerja sebagai pembantu rumah
tangga (Komnas HAM: 22).
Arab Saudi adalah negara monarki yang berdasarkan hukum Islam. Raja
adalah penguasa eksekutif sekaligus pembuat undang-undang. Kerena itulah,
selain mempunyai kedudukan sebagai pemimpin politik, raja berperan juga
sebagai imam atau pemimpin agama. Negara ini praktis tidak memiliki
undang-undang dasar, karena sumber hukumnya adalah agama Islam. Sebuah badan yang
disebut Syariah membuat segala peraturan untuk ketertiban masyarakat. Tetapi
beberapa peraturan tertentu dibuat dengan dekrit raja (Komnas HAM 2005: 23).
Hal-hal yang menjadi tradisi kerja di Arab Saudi yaitu (Komnas HAM
2005: 29) :
1.
Wanita tidak boleh bergaul dengan dengan laki-laki bukan muhrimnya.
2.
Memberi senyum kepada pria selain keluarga dekat dianggap rendahan
(aib).
3.
Jangan menerima telepon tanpa seizin majikan, apalagi telepon dari pria.
26
5.
Mereka kadang-kadang menyebut kata bunuh, sapi, keledai tetapi tidak
berarti bahwa benar-benar mau dibunuh.
6.
Majikan akan tersentuh hatinya apabila Anda mengucapkan kalimat,
“semoga Allah merahmati kedua orang tuamu”, atau, “semoa Allah
memperpanjang umurmu
” (pada saat meminta gaji yang belum
dibayarkan).
7.
Majikan suka berterus terang dan tidak sembunyi-sembunyi. Apabila
mereka tidak menyukai anda akan mengatakan, “Saya tidak suka Anda
melakukan hal itu.”
8.
Tidak boleh berkencan, hubungan melalui telepon, menegur pria di
tempat umum dan menghubungi pria tanpa seizing majikan.
9.
Apabila mengikuti majikan menghadiri pesta, sebaiknya makan terlebih
dahulu di rumah karena makan malam pesta biasanya jam 01.00 sampai
02.00 dini hari.
10.
Jumlah anggota keluarga rata-rata antara 7 sampai 10 orang. Seringkali
orang tua atau saudara majikan tinggal serumah.
11.
Rumah tinggal biasanya luas dengan 10 kamar dan pekerjaan
diselesaikan oleh satu orang pembantu saja.
12.
Apabila kamar tidur terasa panas, anda dapat mencoba meminta kipas
angin pada majikan.
13.
Peraturan makan adalah majikan laki-laki yang pertama, lalu wanita dan
27
14.
Tata cara makan biasanya mereka menggunakan jari tangan bukan
dengan sendok.
15.
Pemerintah Arab Saudi sangat ketat melakukan razia kepada orang asing
yang
iqomah
(izin tinggal)-nya telah berakhir masa berlakunya. Pekerja
yang tidak bekerja pada majikan dan umrohan, ditangkap, didenda,
ditahan dan kemudian dideportasi.
Aturan-aturan buruh migran yang berlaku di Arab Saudi, antara lain sebagai
berikut (Komnas HAM 2005: 35) :
1.
Arab Saudi tidak memiliki undang-undang dasar seperti yang dimiliki
negara lain, yang dijadikan undang-undang dasar adalah agama Islam.
Kerena itu di Arab Saudi masih berlaku hokum pancung, potong tangan,
dan cambuk kepada para pelanggar hukum.
2.
Aturan tentang ketertiban masyarakat dibuat oleh sebuah lembaga yang
disebut Syariah dan berdasarkan dekrit raja.
3.
Kekuasaan kehakiman berada di tangan seorang kadi yang mengepalai
badan pengadilan. Namun kekuasaan seorang kadi hanya terbatas pada
persoalan hokum dan peraturan yang dikeluarkan oleh Syariah. Jika
kasusnya menyangkut peraturan yang diundangkan dengan dekrit raja,
maka yang berhak mengadili bukan kadi melainkan gubernur atau
28
B.
Permasalahan PRT Indonesia Di Arab Saudi
Indonesia adalah negara pengirim buruh migran yang menduduki peringkat
signifikan di Asia, yakni kedua setelah Philipina. Setidaknya saat ini ada 6 juta
buruh migran Indonesia yang bekerja di 42 negara tujuan yang berasal dari 361
kabupaten/kota dan 33 provinsi di seluruh Indonesia. Dari angka tersebut,
mayoritas bekerja di sektor domestik sebagai PRT (Pekerja Rumah Tangga)
migran dan memiliki kerentanan terhadap terjadinya praktek pelanggaran HAM
(Anis 2011: 413-414).
PPTKIS menurut Undang-Undang yang ada merupakan salah satu aktor
utama dalam penempatan buruh migran ke luar negeri, yaitu hampir 70% dari
keseluruhan proses migrasi tenaga kerja merupakan peran PPTKIS. Sehingga hal
ini menjadi salah satu sumber masalah. Perlu dilakukan perubahan pada peran
PPTKIS. Selama ini berdasarkan Undang-Undang yang ada, pendidikan pra
penempatan merupakan tanggung jawab PPTKIS dan seringkali menuai persoalan
karena pendidikan pra penempatan seringkali hanya diberikan secara formalitas
belaka (Anis 2011: 423-424).
Permasalahan yang dihadapi oleh PRT telah banyak dibahas oleh berbagai
pihak dari waktu ke waktu, baik di dalam maupun diluar negeri. Di tatanan
internasional, masalah PRT dibahas melalui kerangka bilateral, regional, maupun
29
Jumlah WNI yang tercatat di Perwakilan pada tahun 2010, berdasarkan data
Direktorat Perlindungan WNI dan BHI, sebanyak 1,1 juta orang. Dari 6.117 kasus
yang dialami PRT di Arab Saudi, melakukan pembunuhan 28 orang, gaji tidak
dibayar sebesar 26,82%, pekerjaan tidak sesuai Perjanjian Kerja (PK) 22,15%,
PRT tidak siap bekerja (11,41%), pelecehan seksual/pemerkosaan 10,44%,
penganiayaan 9,55%, sakit 7,06% dan meninggal dunia, hilang kontak, terancam
[image:43.595.100.526.346.734.2]hukuman berat/mati dan overstay 12,57% (BPPK Kemlu 2011: 42).
Tabel 3.1
PRT Bermasalah di Arab Saudi Berdasarkan Jenis Masalah Tahun 2008-2012
NO JENIS MASALAH
2008 2009 2010 2011 2012 (JUMLAH) (JUMLAH) (JUMLAH) (JUMLAH) (JUMLAH)
1
PHK Sepihak 8,457
7,672
10,850
4,123
1,679
2
Sakit Akibat
Kerja
5,085
6,229
8001
3681
1,573
3
Majikan
Bermasalah
1,493
767
2,192
3,996
2,175
4
Penganiayaan 1,509
2,411
2,342
1,031
531
5
Gaji
Tidak
Dibayar
1,996
1,016
1,607
1,031
1,044
6
Pelecehan
Seksual
1,039
1,561
1,978
1,282
537
7
Sakit Bawaan 490
1,532
974
1041
60
8
Dokumen
Tidak
Lengkap
613
739
1,063
769
240
9
Kecelakaan
Kerja
283
603
526
354
136
10
Pekerjaan
Tidak Sesuai
PK
332
258
393
217
176
30
12
Tidak
Mampu
Bekerja
60
93
387
66
44
13
Majikan
Meninggal
68
65
219
182
95
14
Membawa
Anak
51
18
95
296
143
15
Komunikasi
Tidak Lancar
56
92
212
80
16
16
Masalah
Lainnya
368
537
591
573
383
TOTAL
22,035
23,760
31,676
18,977
8,940
Sumber: BNP2TKI
KBRI Riyadh mencatat jumlah PRT yang menghadapi masalah pada tahun
2010 sebanyak 3.016 orang. Dari jumlah 3.016 kasus tersebut, sebanyak 2.814
kasus berhasil diselesaikan melalui: proses di Kantor Urusan Ketenagakerjaan
Wanita (KUKW) sebanyak 2.344 kasus (77,72%), pindah majikan melalui
Disnaker setempat atau PPTKAS 168 kasus (5,57%) dan penyelesaian langsung di
KBRI sebanyak 302 kasus (10,01%). Dari kasus berat yang dihadapi PRT di Arab
Saudi, eksekusi hukuman mati terhadap PRT sebanyak 2 orang, bebas dari
hukuman mati/mendapat keringanan 6 orang, masih menjalani proses peradilan 17
orang dan berhasil dibebaskan 3 orang (BPPK Kemlu 2011: 42).
Menakertrans Muhaimin Iskandar mengungkapkan keberadaan PRT
Overstayer
di Arab Saudi disebabkan antara lain karena PRT lari dari majikan
karena berbagai faktor, seperti tidak betah bekerja karena alasan tidak cocok
dengan majikan, beban kerja yang berlebihan dan lain-lain. Selain itu ada juga
yang tertipu oleh sindikat yang mempengaruhi dan menipu PRT dengan
31
keimigrasian yang sangat merugikan PRT tersebut. Selain itu Muhaimin
mengatakan proses pemulangan PRT
Overstayer
harus melalui karantina (Tarhil)
yang ditangani langsung oleh petugas imigrasi Arab Saudi. Tak hanya itu, tambah
Muhaimin PRT
Overstayer
yang akan pulang ke Indonesia harus menyelesaikan
segala permasalahan yang terkait kontrak kerja serta dipastikan tidak tersangkut
masalah dengan Kepolisian Arab Saudi sehingga dipastikan benar-benar clear dan
bebas masalah (
www.news.okezone.com
).
C.
Faktor-faktor Penyebab Permasalahan PRT Indonesia Di Arab Saudi
Sekitar 70-80% permasalahan yang dialami oleh PRT berasal dari dalam
negeri (Indonesia). Permasalahan ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti:
proses perekrutan yang masih didominasi oleh para calo/sponsor, pelatihan yang
tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa, koordinasi antar pemangku
kepentingan termasuk kementerian/lembaga terkait yang kurang memadai dan
tentu saja faktor sumber daya manusianya sendiri (BPPK Kemlu 2011: 5).
Kebutuhan pasar luar negeri akan tenaga kerja informal Indonesia
memunculkan dilemma tersendiri bagi pemerintah. Di satu sisi, pengiriman PRT
ke luar negeri menjadi solusi bagi tingginya tingkat pengangguran akibat
kurangnya ketersediaan lapangan kerja. Namun di sisi lain, kurangnya tingkat
pendidikan dan keterampilan menjadi penyebab utama banyaknya permasalahan
yang dihadapi PRT di luar negeri. Perbaikan kualitas sumber daya manusia
merupakan langkah perlindungan preventif yang utama untuk mengurangi
32
Secara garis besar, faktor yang menjadi penyebab utama timbulnya
permasalahan PRT, pada tiap-tiap proses penempatan, antara lain (BPPK Kemlu
2011: 6-13):
1.
Pada tahap rekruitmen.
a.
Dominasi peran calo/sponsor dalam proses perekrutan.
Proses rekruitmen yang masih didominasi oelh keterlibatan calo, dan
sekarang telah menjadi percaloan terstruktur, sulit untuk dihilangkan.
Bahkan infrastruktur penempatan PRT dianggap telah terdistorsi sehingga
sulit membedakan proses penempatan PRT secara prosedural dan
no-prosedural (illegal). Sponsor membantu menguruskan dan bahkan
memalsukan hampir semua persyaratan administrasi pendaftaran yang
diperlukan PRT dan calon PRT tinggal menandatanganinya. Pemalsuan
identitas diri ini seringkali menyulitkan PRT terutama ketika mereka
menghadapi masalah dan memerlukan perlindungan. Dibalik kemudahan
yang diberikan sponsor, sering terjadi praktek-praktek penipuan dan
pemerasan terhadap calon PRT.
b.
Mengutamakan kebutuhan negara penempatan tenaga kerja tanpa
mengindahkan rambu-rambu Undang-Undang.
UU No.39 tahun 2004 telah menyebutkan bahwasanya penempatan
PRT hanya dilakukan ke negara-negara yang memiliki MoU dengan
Indonesia. namun pada prakteknya, penempatan dilakukan juga ke
33
kebutuhan di negara tersebut yang sangat besar terhadap tenaga kerja
asing, terutama tenaga kerja sektor informal.
2.
Pada tahap pelatihan.
a.
Belum ditanganinya penyiapan tenaga kerja migran secara
profesional.
Lemahnya kualitas calon PRT antara lain disebabkan tidak semua PP