Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh :
Nur Laily
NIM : 1110051000024
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
iv
Agenda Media Dalam Pemberitaan Pemilu Presiden 2014 pada Koran Sindo Penelitian ini mengenai pemberitaan pemilu presiden 2014 di Koran Sindo. Koran Sindo memperoleh The 5th Indoensia Print Media Awards (IPMA) 2014 di Bengkulu. Koran ini merupakan koran Nasional peringkat ketiga dari Kompas, dan Jawa Pos, termasuk koran yang memberikan ruang terbanyak mengenai pemilu presiden sebanyak 2-3 halaman. Sindo memberikan kolom terbanyak mengenai hal politik khususnya tentang pemilu Presiden. Ini terkait dengan level agenda media dimana Koran Sindo memprioritaskan berita pemilu Presiden selama tiga minggu pada tanggal 13 Juni 2014 hingga 5 Juli 2014. Permasalahan ini menarik untuk diteliti untuk mengungkapkan agenda media dibalik berita hasil produksi Koran Sindo. Berita-berita yang diagendakan Koran Sindo kemudian mempengaruhi kecendrungan dalam pemilihan berita.
Berdasarkan konteks diatas terdapat dua rumusan masalah yaitu 1) Bagaimana politik redaksional Koran Sindo terhadap pemberitaan dua pasangan capres dan cawapres pada pemilu Presiden 2014? 2) Bagaimana karakteristik pesan yang diagendakan Koran Sindo dalam pemberitaan pasangan capres dan cawapres pada pemilu Presiden 2014? Metodologi yang digunakan adalah kualitatif dengan mewawancarai wakil Pemimpin Redaksi Koran Sindo dan wartawan harian Koran Sindo. Paradigma penelitian ini konstruktivis dan teknik analisisnya adalah model framing Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki.
Teori yang digunakan oleh peneliti adalah teori Agenda Setting. Terdapat tiga bagian dari teori ini yaitu agenda media, agenda publik, dan agenda kebijakan. Salah satu agenda yang peneliti gunakan adalah agenda media, dimana media memberikan tekanan dan pengaruh terhadap khalayak dengan menonjolkan berita pemilu Presiden 2014 secara terus-menerus sehingga khalayak tertarik untuk terus mengikuti berita tersebut. Penentuan agenda ini digunakan guna menghimpun kekuatan opini publik terhadap salah satu calon kandidat presiden dan wakil presiden.
Peneliti menemukan hasil penelitian sebagai berikut: 1) Berdasarkan wawancara peneliti dengan pihak wapemred dan wartawan Koran Sindo kedekatan Hary Tanoesoedibjo sebagai pemilik media dengan Prabowo memberikan pengaruh besar terhadap frekuensi dan konten berita pada Koran Sindo. 2) Karakteristik pesan Koran Sindo berdasarkan teknik analisis model Zhondang Pan baik dari segi analisis sintaksis, skrip, tematik dan retoris berita cenderung kepada sosok Prabowo-Hatta, misalnya saja dengan penggunaan headline seperti “Dukungan SBY Perkuat Prabowo-Hatta” dan “Rustriningsih
siap menangkan Prabowo”. Headline merupakan aspek wacana berita dengan tingkat kemenonjolan yang tinggi yang menunjukkan kecendrungan berita.
Dengan demikian, berita yang diagendakan Koran Sindo sejalan dengan politik redaksionalnya. Politik redaksional tidak terlepas dari campur tangan kebijakan pemilik media juga pemimpin redaksi. Sehingga Koran Sindo lebih menonjolkan dan menekankan pada pemberitaan Prabowo-Hatta dibandingkan dengan kandidat calon nomor 2, yaitu Jokowi-JK.
iv ABSTRAK Nur Laily
Agenda Media Dalam Pemberitaan Pemilu Presiden 2014 pada Koran Sindo Berawal dari asumsi media bahwa adanya korelasi yang kuat antara apa yang diagendakan oleh media massa dan apa-apa yang menjadi agenda publik menjadi akan semakin berpengaruh terhadap pemberitaan di media massa menjelang maupun akhir masa kampanye pemilu presiden, tak dapat dipungkiri jika kemudian asumsi media ini juga yang diterapkan oleh Koran Sindo. Penentuan agenda yang digunakan guna menghimpun kekuatan opini publik terhadap salah satu calon kandidat tertentu. Meski Sindo belum lama terbit, namun Sindo merupakan salah satu koran di Indonesia dengan pembaca terbanyak kedua setelah Kompas. Agar pemberitaan menjadi menarik, media tidak saja mengemas berita apa adanya. Namun, alasan framing dan juga politik redaksional yang kemudian akan sangat berpengaruh terhadap pemberitaan.
Berdasarkan konteks di atas tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan mengenai bagaimana politik redaksional Koran Sindo terhadap pemberitaan dua pasangan capres dan cawapres pada pemilu presiden 2014? Kemudian, bagaimana berita yang diagendakan Koran Sindo selama pemilu Presiden 2014?
Politik redaksional Koran Sindo menyebabkan adanya hubungan antara kebijakan redaksional dengan kelayakan berita bagi Sindo. Kebijakan inilah yang kemudian menjadi pondasi dasar bagi awak media Sindo dalam mencari, menulis, mengedit, dan menyajikan berita di Koran Sindo.
Teori yang digunakan oleh peneliti adalah teori agenda setting. Teori ini menjelaskan bahwa apa yang dianggap penting oleh media, maka akan dianggap penting juga oleh khalayak. sebagaimana pernyataan McCombs dan Shaw, bahwa ada korelasi antara kuat dan signifikan antara apa yang diagendakan oleh media massa dengan apa yang menjadi agenda publik.
Dalam teknik analisisnya, penulis menggunakan teknik analisis framing dengan model framing Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki, dan juga melakukan sesi wawancara dengan beberapa awak media Sindo. Berdasarkan teknik analisis yang digunakan, peneliti menemukan fakta bahwa cara pengemasan berita koran Sindo lebih banyak menonjolkan dan menekankan pada pemberitaan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sebagai kandidat calon presiden nomor 1. Hal ini sejalan dengan kebijakan redaksional koran Sindo sendiri, bahwasanya kedekatan antara owner sebagai salah satu pendukung Prabowo-Hatta memberikan porsi berita berlebih dibandingkan dengan kandidat calon nomor 2, yaitu Jokowi-JK.
Koran Sindo sebagai salah satu komunikator massa di Indonesia, sebaiknya tetaplah menjadikan diri sebagai wadah pendidikan moral dan politik untuk bisa menjadi netral, independen, dan pelaksana kontrol yang efektif. Mengurangi kecendrungan media terhadap politik tertentu dengan cara memperlihatkan sisi ketokohan, kharisma sosok kandidat calon presiden secara berimbang, tanpa mengesampingkan pemberitaan kandidat calon lainnya merupakan hal yang penting guna membentuk kondisi pencitraan politik yang sehat, sehingga menjadi faktor yang turut mempengaruhi perubahan perilaku pemilih.
v
Alhamdulillahirabbil‟alamiin atas keharibaan saya ucapkan dengan rasa
syukur dan nikmat iman yang telah diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya.
Shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah
memberikan contoh tauladan dan sunnah yang diajarkannya telah membawa
umatnya dari zaman jahiliah ke zaman yang lebih bermoral dan berbudaya seperti
saat ini.
Segala upaya dan kemampuan atas motivasi dan karunia-Nya akhirnya
saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Berbagai hambatan, tekanan, dan kesulitan
telah saya lewati. Ini menjadi pengalaman yang tak terlupakan sekaligus
pembelajaran saya bahwa untuk mencapai kesuksesan itu tidak mudah, butuh
proses jatuh bangun, keringat, dan kesakitan. Dalam kesempatan ini, saya ingin
menyampaikan ungkapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Dr. Arief Subhan, M. A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi. Suparto, M. Ed., Ph.D, selaku Wakil Dekan (Wadek) I, Drs.
Jumroni, M.Si, selaku Wakil Dekan (Wadek) II, Dr. Sunandar, M. Ag.,
selaku Wakil Dekan (Wadek) III.
3. Rachmat Baihaky, M.A., selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam yang telah berbagi ilmu dan motivasi untuk terus belajar dan Fita
Fathurokhmah, M. Si., selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan
vi
berbagi ilmu, memberikan motivasi dari awal proposal skripsi sampai
dengan hasil skripsi ini.
5. Ellies Sukmawati, ST, M.Si., selaku dosen Pembimbing Akademik dan
seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Seluruh staf
dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
membantu hal administrasi perkuliahan.
6. Skripsi ini saya dedikasikan untuk Muhammad Salim, Almarhum Bapak
saya yang tidak akan pernah bisa menyaksikan anaknya menjadi
wisudawati.
7. Kepada Maysaroh, Mamah tercinta sekaligus ayah, sahabat, dan teman
berbagi dalam segala kondisi apapun, baik suka maupun duka, dan Uwa
Saer sebagai sumber dorongan, semangat, dan inspirasi yang begitu berarti
dan tiada henti, hingga terselesaikannnya skripsi ini.
8. Adik-adik tersayang, Abu Akhfas, Siti Khofifah dan Siti Khodijah yang
telah banyak memberikan kebahagiaan dan arti hidup.
9. Guru terhormat, Ibu Dzaroh dan Buya Bisyri Imam yang telah
memberikan ajaran terbaik sepanjang masa.
10.Kepada Bazis Unit Administrasi Kota Jakarta Pusat yang telah
memberikan tempat bagi saya untuk bisa merasakan pengalaman kerja,
terkhusus bagi Bang Yayat yang tidak pernah lelah dibuat repot.
11.Keluarga besar KPI, terkhusus ichi KPI A 2010 : Nabila, Vina, Thalita,
vii
Jakpus yang begitu hebat khususnya Hasbi, dan Keluarga besar Ma‟had
Shighor Al-Islamy Al-Dauly, Ihya Shofos, IKAMASHI, IPNU & IPPNU
Cirebon, kakak sekaligus pendorong semangat, Bang Fani, Kak Tony, Kak
Ayank, Mba Wery, Aa Nana yang telah memberikan dukungan baik moril
maupun material, dan sahabat lainnya yang tak dapat disebutkan namanya
satu persatu.
Saya mohon maaf atas kesalahan dan kekurangan yang terdapat
dalam penelitian. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Jakarta, September 2014
viii
B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 10
1. Pembatasan Masalah ... 10
3. Subjek dan Objek Penelitian ... 19
4. Tahapan Penelitian ... 19
4. Agenda Setting Media Dalam Pembingkaian Pesan ... 40
B. Politik Redaksi Media ... 44
1. Definisi Politik Redaksi ... 44
2. Aspek Politik Redaksi ... 46
C. Konstruksi Sosial Realitas Berita ... 52
D. Berita ... 53
1. Definisi Berita ... 53
2. Jenis-jenis Berita ... 56
3. Nilai Berita ... 57
ix
E. Pemilu Presiden ... 61
1. Asas Pemilu Presiden ... 61
2. Mekanisme Pemilu Presiden ... 64
BAB III. GAMBARAN UMUM A. Profil Koran Sindo ... 68
B. Logo Koran Sindo ... 71
C. Visi dan Misi Koran Sindo ... 71
1. Visi Koran Sindo ... 71
2. Misi Koran Sindo ... 72
D. Profil Pembaca ... 74
E. Struktur Redaksi Koran Sindo ... 75
BAB IV. HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Politik Redaksional Koran Sindo dalam Pemberitaan 2 (Dua) Pasangan Capres-Cawapres 2014 ... 78
B. Agenda Media Koran Sindo dalam Pembingkaian Pesan (Framing) Berita Kedua Pasangan Capres-Cawapres 2014 ... 85
1. Bingkai (Framing) Koran Sindo Edisi Kamis, 3 Juli 2014 ... 88
2. Bingkai (Framing) Koran Sindo Edisi Jumat, 4 Juli 2014 ... 98
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 110
B. Saran ... 111 DAFTAR PUSTAKA
x
1. Model Framing Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki ... 23
2. Jenis Berita ... 56
3. Nilai Berita ... 57
4. Analisis Sintaksis Berita 1 ... 88
5. Analisis Skrip Berita 1 ... 93
6. Analisis Tematik Berita 1 ... 94
7. Analisis Retoris Berita 1 ... 96
8. Analisis Sintaksis Berita 2 ... 98
9. Analisis Skrip Berita 2 ... 101
10. Analisis Tematik Berita 2 ... 102
xi
DAFTAR GAMBAR
1. Skema Berpikir ... 16
2. Proses Analisis Data Kualitatif …... 22
3. Logo Koran Sindo ……... 71
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perhelatan pesta demokrasi akan selalu diwarnai dengan aroma
persaingan. Setiap partai menyiapkan diri untuk memamerkan dan menunjukkan
kepada masyarakat luas akan eksistensi keberadaan partai, salah satunya yaitu
melalui pemberitaan di media massa. Maka, tidak dapat kita pungkiri akan terjadi
banyak peristiwa di tengah-tengah masyarakat. Banyak peristiwa itu yang
kemudian menjadi isu pemberitaan di berbagai media massa. Ada topik
pemberitaan yang menyangkut peristiwa pemilu sendiri, tapi ada pula pemberitaan
mengenai berbagai kerusuhan yang mengikuti terjadinya kampanye. Perhelatan
pemilu lima tahunan ini, senantiasa ditandai oleh kontestasi citra antarkandidat
baik perorangan maupun partai.
Sejak era reformasi, pemilu dilakukan dalam sistem politik yang kian
demokratis, dimana persaingan politik antarkontestan kian terbuka. Tidak ada lagi
partai politik yang dianakemaskan atau memperoleh hak-hak privilige sehingga memungkinkan semua pihak bersaing meraih kekuasaan melalui kompetensi yang
sehat dan fair.1Fenomena ini tumbuh dan menguat, bahkan semakin mapan dalam realitas politik Indonesia masa kini sejak digaungkannya kebebasan pers di masa
jatuhnya Soeharto sebagai Presiden RI.
1
Faisal Baasir, Indonesia Pasca Krisis: Catatan Politik dan Ekonomi 2003-2004,
Tumbuh suburnya pers dengan adanya ketetapan proposional terbuka
menjadi kolaborasi yang indah antara pers dengan segala sesuatu yang berkaitan
tentang politik. Bahkan tradisi romantisme hubungan pers dengan organisasi
politik kemudian partai politik di Indonesia sudah dimulai sejak masa kebangkitan
nasionalisme. Namun, menurut Hamad tidak seluruh surat kabar menjadi corong
organisasi politik, tetapi beberapa lainnya menjadikan dirinya organ sebuah partai
atau organisasi politik.2
Kebebasan pers yang dirasakan di Indonesia tidak terlepas dari peran
penting Dewan Pers dan UNESCO (United Nation Educational, Scientific and
Cultural Organization) hingga sampai saat ini, yang kemudian dunia mengenal
dengan Hari Kemerdekaan Pers Sedunia yang selalu diadakan setiap setahun
sekali tepatnya pada tanggal 3 Mei.3
Sebagaimana kita ketahui, euforia pemilu pada tiap periode ke periode lainnya merupakan angin segar bagi awak media massa untuk saling
mengunggulkan diri dalam hal pemberitaan peristiwa-peristiwa yang terjadi di
sekitar kampanye termasuk pada pemilu presiden kali ini. Pada kenyataannya
peristiwa-peristiwa seputar pemilu mencakup salah satunya yaitu kampanye
memang merupakan informasi yang layak untuk dijual, dan merupakan laporan
pemberitaan yang banyak ditunggu khalayak. Karena hal ini merupakan wujud
dalam memenuhi kebutuhan akan informasi hajat orang banyak, dimana induvidu
bahkan sekelompok orang yang menjadi objek dalam pemberitaan tersebut
2
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa, (Jakarta: Granit, 2004), h.71.
3
dipercaya akan membawa pengaruh besar terhadap perubahan yang cukup
signifikan bagi kelangsungan Negara, menjadi lebih baikkah atau sebaliknya.
Berita yang berkaitan dengan kampanye pemilu dan yang kemudian diliput
oleh media membantu untuk mendefinsikan hal-hal yang dipikirkan orang dan
dicemaskan orang. Yang kemudian ini dinamakan sebagai penentuan agenda
(agenda setting). Ini terjadi saat media menciptakan kesadaran akan suatu isu melalui liputan-liputannya, yang menunjukkan arti penting dari isu tersebut.
Sosiolog Robert Park menulis pada 1920-an, mengutarakan teori yang
menolak gagasan populer bahwa media memberi tahu orang apa yang akan
dipikirkan. Seperti dikatakan Park, media lebih banyak menciptakan kesadaran
tentang suatu isu, bukan menciptakan pengetahuan atau sikap.4 Kemudian, konsep tersebut dikenal sebagai penentuan agenda (agenda setting).
Konsep teori agenda setting pertama kali dikemukakan oleh Walter
Lipmann pada konsep “The world outside and the picture in our head”. McCombs
dan Shaw sependapat dengan Lipmann. Menurut mereka, ada korelasi yang kuat
dan signifikan antara apa-apa yang diagendakan oleh media massa dan apa-apa
yang menjadi agenda publik.
Asumsi teori yang dimaksud ini adalah bahwa jika media memberi tekanan
pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk
menganggapnya penting. Jadi apa yang dianggap penting media, maka penting
juga bagi masyarakat. Dalam hal ini media diasumsikan memiliki efek yang
sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar bukan
dengan perubahan sikap dan pendapat.
4
Tingkat penonjolan ataupun penekanan berita dari sebuah media
mencakup beberapa level-level tertentu dalam penentuan agenda media,
diantaranya yaitu: 1) penciptaan kesadaran, hal ini bisa terjadi saat meliput berita
yang disebarluaskan di media secara spektakuler sehingga menjadi isu utama; 2)
menentukan prioritas, agenda seseorang akan terkena pengaruh bukan hanya dari
cara suatu berita ditampilkan atau disampaikan, tetapi juga waktu dan ruang yang
disediakan untuk berita itu; 3) mempertahankan isu, liputan terus menerus akan
membuat isu menjadi kelihatan penting.5
Pemberitaan di media massa terjadi melalui proses pesan yang sistematis
dan tersusun rapi, tidak semua pesan dapat dengan bebas diterima oleh khalayak,
namun harus melalui proses seleksi oleh wilayah pemilihan redaksi, pemilihan
pesan berlandasan pada dua kepentingan besar, penting menurut media dan
penting menurut khalayak. Jika salah satu unsur kepentingan tersebut tidak
terpenuhi maka pesan tidak akan disampaikan.6 Terlihat bahwa sedikit banyaknya media memberikan pengaruh kepada publik mengenai isu mana yang lebih
penting dibandingkan dengan isu lainnya. Kemudian kita menyebutnya dengan
agenda setting pada media massa. Salah satu aspek yang paling penting dari
konsep agenda media ini adalah masalah waktu pembingkaian pesan atas
fenomena-fenomena tersebut. Dalam artian bahwa tiap-tiap media memiliki
potensi-potensi agenda setting yang berbeda satu sama lainnya.
Dengan begitu, media berpotensi besar dalam menentukan agenda. Media
dapat mengubah dirinya menjadi salah satu agen bagi konstruksi sosial yang
mampu mendefinisikan realitas sesuai dengan kepentingannya. Bahkan, menurut
5
Ibid, h. 495-496.
6
Muttaqin dalam jurnal Dakwah dan Komunikasi menuturkan, bahwa media
dengan kemampuannya menafsirkan realitas menciptakan realitas baru yang
sesungguhnya berbeda atau tidak memiliki referensi yang pasti dalam kehidupan
nyata.7
Pemilu sebagai sebuah realitas sosial politik merupakan salah satu berita
politik yang selalu menarik media massa untuk diliput dan dijadikan bahan
pemberitaan. Bahkan, baik berita politik dan media seperti tidak dapat terpisahkan
karena saling bergantung satu sama lain dan merupakan salah satu warisan dari
presiden Roosevelt. Awalnya presiden Franklin D Roosevelt (FDR)
memperkenalkan apa yang ia sebut Fireside Chast pada tahun 1933. Roosevelt merupakan presiden pertama yang menggunakan media secara efektif untuk
mengalang dukungan publik. 8 Demikian pula yang kemudian dirasakan oleh pers dan persuratkabaran di Indonesia saat ini, perpaduan yang indah antara politik dan
media.
Faktanya, pemilihan Umum Juni 1999 membersitkan semacam daya mitos
bahwa melalui pemilu itulah, segala krisis, segala kemelut akan kita atasi
seakan-akan ada formula jampi-jampi pada pemilu. Karena itu, pemilihan umum menjadi
agenda yang sangat sentral dan strategis. Masyarakat pers bersama media massa,
lembaga masyarakat dan pemerintah terpanggil untuk menjelaskan agenda itu dan
memasyarakatkannya.9 Bahkan sampai menjadikannya sebagai agenda media.
7
Ahmad Muttaqin, Ideologi dan Keberpihakan Media Massa, Jurnal Ilmiah Komunikasi Makna, Vol.3 No.1, h.190.
8
Shirley Biagi, Media Impact: Pengantar Media Massa. Penerjemah Mochamad Irfan dan Wulung Wira Mehendra, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h.346.
9
Jakob Oetama, Pers Indonesia: Berkomunikasi Dalam Masyarakat Tidak Tulus,
Berita mengenai pemilu maupun kampanye senantiasa dikaitkan dengan
kekuatan media yang dapat mempengaruhi khalayaknya dalam hal orientasi dan
sikap politik warga. Karena itu, pemberitaan di sekitar peristiwa pemilu selalu
diwarnai konflik kepentingan dan pertarungan dalam hal mempengaruhi
penampilan berita di media massa. Tentu saja isi pemberitaan ini nantinya
mempunyai implikasi terhadap mereka yang menggunakan media tersebut.
Karena menyangkut fungsi dan peran media, baik sebagai sumber informasi
maupun sarana media komunikasi politik yang menghubungkan
kekuatan-kekuatan politik dengan khalayak luas.
Pemberitaan kampanye pemilu pada media massa tertuang dalam pasal 72
disebutkan bahwa kegiatan kampanye pemilu bisa dilakukan melalui berbagai
aktifitas seperti pertemuan terbatas, tatap muka, penyebaran melalui media cetak
dan media elektronik, penyiaran melalui radio dan atau televisi, penyebaran bahan
kampanye kepada umum, pemasangan alat peraga di tempat umum, dan lain
sebagainya.10
Saat media dihadapkan pada berita-berita kampanye pemilu, akan
menghadapi berbagai kepentingan. Hal ini dipertegas dalam Hamad bahwasanya
setiap media memiliki motivasi dan tujuan di balik teks yang dibuatnya, entah itu
motif ideologis, idealis, ekonomis maupun politis, hal mana dapat tertangkap dari
penggunaan ketiga instrumen pembentukan teks tersebut: penggunaan gaya
bahasa, strategi pengemasan dan soal pemuatan.11
10
Faisal Baasir, Indonesia Pasca Krisis: Catatan Politik dan Ekonomi 2003-2004,
(Jakarta: Anggota Ikapi, 2004), h.3.
11
Dengan begitu, persoalan bagi setiap media massa dewasa ini, baik cetak,
elektronik bahkan online memiliki kebijakan yang berbeda-beda dalam
menyeleksi informasi, memilih dan mengemas pemberitaannya. Unsur-unsur apa
yang ditonjolkan, dan unsur mana pula yang diabaikan dalam pemberitaan itu
menjadi pilihan jurnalistik yang berkait dengan kebijakan pengelola dan
kepentingan media.
Pemilihan Umum presiden di tahun 2014, merupakan pemilu yang berbeda
di tahun-tahun sebelumnya. Pada pemilu kali ini, Warga Negara Indonesia
dituntut untuk memilih calon pemimpin yang baru setelah masa jabatan Susilo
Bambang Yudhoyono sebagai Presiden selama dua periode di tahun 2004-2009
dan 2009-2014. Lebih-lebih kontestan pemilu dalam memperebutkan kursi RI 1,
hanya diperebutkan oleh dua calon kandidat pasangan capres dan cawapres yaitu
Prabowo-Hatta dan Jokowi-Jusuf Kalla. Seyogyanya, pemberitaan mengenai
pemilu merupakan angin segara bagi awak media, dan disadari maupun tidak,
keberpihakan media dalam menonjolkan salah satu kandidat takkan terhindarkan.
Sehingga, aroma pemberitaan di media kian memanas. Hal ini pula yang
menjadikan peneliti skeptis terhadap independensi salah satu surat kabar nasional yaitu Koran Sindo.
Koran Sindo terbit perdana, 30 Juni 2005 yang sebelumnya bernama Harian Seputar Indonesia. Dilahirkan oleh PT Media Nusantara Informasi (MNI),
subsidiary dari PT Media Nusantara Citra (MNC).12 Meski Koran Sindo belum lama berdiri, namun koran ini merupakan surat kabar yang patut diperhitungkan
baik dari prestasi yang diraih dengan surat kabar yang lebih dulu telah lama
12
berdiri. Dengan salah satu prestasinya yaitu Koran Sindo mampu menyabet berbagai penghargaan dari Ketua Umum Serikat Perusahaan Pers (SPS) Dahlan
Iskan dalam ajang The 5th Indonesia Print Media Awards (IPMA) 2014 di Bengkulu.13 Koran Sindo berhasil menyabet enam penghargaan sampul muka (cover) koran terbaik. Empat di antaranya gold winner dan dua yang lain silver winner. Bahkan, saat ini Koran Sindo telah menempati posisi nomor tiga secara nasional dan nomor dua di wilayah Jabodetabek.14
Begitu banyak media cetak memproklamirkan diri sebagai korannya
pemilu atau media yang konsen memuat berita-berita pemilu. Namun, surat kabar
Sindo-lah yang konsisten mengabarkan berita-berita mengenai kampanye pemilu,
baik saat pilkada DKI Jakarta, pileg maupun pilpres. Muatan-muatan berita ini
diberikan kolom dan halaman khusus yaitu pada “Rakyat Memilih”. Meski Koran Sindo bukan satu-satunya surat kabar yang memiliki konsentrasi terhadap pemilu. Ada beberapa sederetan surat kabar yang sama konsentrasi pemberitaannya
mengenai pemilu, salah satunya yaitu Media Indonesiadan Kompas. Koran Sindo memberikan 2-3 halaman muka khusus mengenai pemilu. Sedangkan, meski Kompas merupakan koran terbaik pertama dalam skala nasional hanya
memberikan 1 halaman khusus mengenai berita pemilu dan Media Indonesia 1
atau 2 halaman berita pemilu. Demikian jelas bahwa Koran Sindo menganggap penting betul akan agenda yang ditentukannya. Hal ini pula yang membuat
peneliti tertarik untuk mengambil subjek penelitian pada Koran Sindo.
13
Ibrahim Arsyad, Hari Pers Nasional - KORANSINDO Sabet Enam Penghargaan IPMA 2014, (http://www.koran-sindo.com/node/365813, 2014), diakses pada 9 Juni 2014, pkl 14.28 WIB.
14
Salah satu fenomena yang juga menarik dalam komunikasi politik adalah
penggunaan bahasa atau teks dalam berpolitik. Bahasa tidak bersifat netral atau
objektif, seperti yang diasumsikan Lingkaran Wina dan Ilmuwan Positivis.
Alih-alih, bahasa bersifat sewenang-wenang, ganda dan majemuk. Tidak ada satu
katapun yang mempunyai makna tunggal. Oleh karena itu, bahasa juga dapat
mencerminkan kepentingan pihak yang menggunakannya.15
Bahkan, persis seperti yang diungkapkan oleh Dr John C Merrill, guru
besar Universitas Missouri dalam bukunya The Imperative of Freedom, A Philosophy of Journalism Autonomy, kebebasan dan indepensi pers dalam melaksanakan tugasnya ditekan oleh kepentingan ekonomi yang menguasai pers
itu sendiri.16
Dalam kenyataanya pula, usaha media massa Indonesia dalam
mengungkap realitas, masih mengalami banyak persoalan. Ada kendala berasal
dari luar seperti dari struktur kekuasaan, dan masyarakat, dan ada pula dari dalam
pers itu sendiri, yaitu menyangkut kepentingan politik redaksi dan ekonomi
mereka.
Sebagaimana Gerbner dalam McQuail menuturkan, para komunikator
massa memang acapkali berada dalam situasi tertekan, tekanan itu berasal dari
berbagai kekuatan luar, termasuk dari klien, penguasa, pakar, institusi lain, dan
khalayak.17 Demikian, meski adanya keharusan pers untuk menjalankan tugas-tugas idealnya. Namun, pada waktu yang bersamaan kemampuan ekonomi pers
15
Deddy Mulyana, Komunikasi Politik Politik Komunikasi: Membedah Visi dan Gaya Komunikasi Praktisi Politik, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h.19.
16
Jakob Oetama, Perspektif Pers Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 1987), h. 31.
17
itu sendiri dapat berkembang sedemikian rupa, sehingga berpotensi menghimpit
peranan idealnya.
Fenomena ini yang kemudian menarik untuk diteliti oleh peneliti, dengan
keberpihakan media terhadap orientasi kekuatan politik tertentu, pengaruh
intervensi pemilik modal dan pengiklan dalam proses pemberitaan, bahkan
motivasi teks yang diproduksi oleh awak media, menjadikan berita yang masuk
pada meja redaksi harus disortir, berita mana yang layak maupun tidak layak
beredar, berita mana yang ditonjolkan maupun yang dibuang. Kemudian hal ini
yang menyebabkan ketidakberimbangan berita yang dikemas. Sehingga,
berdasarkan latar belakang diatas, maka skripsi penelitian ini saya beri judul “Agenda Media dalam Pemberitaan Pemilu Presiden 2014 Pada Koran
Sindo”.
B. Batasan Dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Bermacam-macam rubrik berita pada kolom dan halaman koran,
termasuk berita nasional, internasional, politik, ekonomi, lifestyle, olahraga dan lain sebagainya. Agar penelitian ini lebih terarah peneliti membatasi
fokus permasalahan pada kolom khusus pemilu yaitu „Rakyat Memilih‟ pada
Koran Sindo. hal ini berdasarkan, rubrik pada halaman „Rakyat Memilih‟ tepat dijadikan sumber penelitian karena memuat hal-ihwal mengenai
pemilihan umum presiden 2014.
Agenda setting memiliki tiga unsur penting diantaranya yaitu agenda
peneliti ambil, penelitian ini hanya ingin melihat agenda media. Hal ini tidak
terlepas dari kekurangan peneliti.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan
beberapa pertanyaan yang akan di jawab pada penelitian ini di antaranya
yaitu:
1) Bagaimana politik redaksional Koran Sindo dalam mengagendakan berita dua pasangan capres dan cawapres pada pemilu presiden 2014?
2) Bagaimana karakteristik pesan yang diagendakan Koran Sindo dalam pemberitaan dua pasangan capres dan cawapres selama pemilu Presiden
2014?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kecenderungan kebijakan redaksional dalam
pemberitaan peristiwa kampanye pemilu 2014 di Koran Sindo.
2. Untuk mengetahui karakteristik pesan yang telah diagendakan Koran Sindo terhadap pemberitaan dua pasangan capres dan cawapres selama kampanye pemilu Presiden 2014.
D. Manfaat Penelitian
Berkenaan dengan pokok permasalahan diatas, maka penelitian ini diharapkan kelak memberikan manfaat baik dari segi akademis maupun praktis
1. Manfaat Akademis
Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dalam
pengembangan kajian Ilmu Komunikasi dan Dakwah. Diharapkan pula
dapat menjadi referensi dan peningkatan wawasan akademis khususnya
dalam mengembangkan teori agenda setting media pada media cetak
melalui berita-berita yang disajikan dan dapat diadopsi ke dalam ranah
dakwah.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini sedikitnya memberikan manfaat masing-masing: (1)
memberikan sumbangsih dan masukan bagi perkembangan studi analisis
media massa, khususnya analisis framing; (2) dapat memberikan masukan
bagi ilmu komunikasi khususnya pada dunia jurnalistik di Indonesia, yakni
memberikan gambaran mengenai kecendrungan isi pesan media yang
mungkin disadari maupun tidak disadari kesan kebijakan redaksi media
memperlihatkan kedekatan pada kekuatan politik tertentu, inilah yang
kemudian lebih dikenal dengan politik redaksi; (3) dapat digunakan sebagai
bahan masukan dalam usaha meningkatkan profesionalisme pers di
Indonesia, khususnya dalam mengembangkan media massa yang netral
dalam pemberitaan.
E. Kerangka Berpikir
Teori Agenda Setting dikemukakan oleh McCombs dan DL Shaw dalam
Setting Funciton of Mass Media.18 Menurut Bungin, asumsi teori agenda setting adalah jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan
mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting.19 Media memiliki pengaruh besar dan kekuatan menampilkan isu-isu secara terus-menerus kepada
publik. Publik lalu terpengaruh dan menganggap isu tersebut menjadi penting
untuk dikonsumsi. Dengan kata lain, isu yang dianggap publik penting pada
dasarnya karena media menganggapnya penting. Media tidak mementingkan hasil
produksinya untuk mencerdaskan wawasan publik. Tidak lain ini dipengaruhi oleh
kebijakan politik redaksi dan ada unsur komersial.
Menurut McComb dan DL Shaw, teori agenda setting terbagi menjadi tiga
bagian, masing-masing:
1. Agenda media; agenda media harus diformat, proses akan memunculkan
masalah bagaimana agenda media ini terjadi pada waktu kali pertama
dengan dimensi yang berkaitan.20 Unsur-unsur yang meliputi agenda media ini mencakup sisi tingkat menonjolnya berita (visibility), juga tingkat menonjolnya berita bagi khalayak (audience salience), maupun menyangkut menyenangkan atau tidak menyenangkan (valence) cara pemberitaan Koran Sindo dalam memberitakan Pemilu Presiden 2014.
2. Agenda khalayak; agenda media dalam banyak hal memengaruhi atau
berinteraksi dengan agenda publik atau kepentingan isu tertentu bagi publik.
Pertanyaan ini memunculkan pertanyaan, seberapa besar kekuatan media
18The Evolution of Agenda SettingResearch: Twenty Five Years in The Market Place of Ideas, www4.ncsu.edu/MccombsShawnew.pdf/, artikel diakses pada 30 September 2014, pkl 12.45.
19
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2010), h.189.
20
mampu memengaruhi agenda publik dan bagaimana publik itu
melakukannya.21 Agenda khalayak meliputi akrab (familiarity) atau tidak akrab pemberitaan di tengah-tengah khalayak. Sisi familirity menyangkut keterdekatan (proximity) antara peristiwa dengan pembaca atau pemirsa dalam keseharian hidup mereka. Selain itu, berita yang diliput dan
diberitakan harus memiliki tingkat penonjolan pribadi (personal salience), dan menyangkut senang atau tidaknya khalayak terhadap pemberitaan dari
media (favorability).
3. Agenda kebijakan; agenda publik yang memengaruhi atau berinteraksi ke
dalam agenda kebijakan. Agenda kebijakan adalah pembuatan kebijakan
publik yang dianggao pentig bagi induvidu.22 Agenda kebijakan meliputi: pertama, yaitu dukungan (support) khalayak terhadap isu yang diberitakan oleh media. Kedua, dengan adanya dukungan khalayak terhadap pemberitaan memberikan peluang kepada kemungkinan kegiatan (likelihood of action) yang akan diberikan oleh media, misalnya saja media akan mengaungkan isu sedemikian rupa sehingga media menganggap penting isu
tersebut. Ketiga, kebebasan bertindak (freedom of action), yakni nilai kegiatan yang pasti akan dijalankan oleh pemerintah mengenai isu
pemberitaan yang mencuat di tengah-tengah masyarakat.
Berdasarkan penjelasan unsur-unsur agenda setting di atas, asumsi kajian
agenda setting menyebutkan bahwa khalayak perlu mendapat perhatian. Khalayak
dapat bebas memilih berita sesuai ideologi yang dimiliki masing-masing
khalayak. Pada agenda publik teori ini ingin melihat kekuatan dari media dan
21 Ibid, h.69.
kebebasan khalayak untuk memilih. Namun, perlu diingat bahwa perhatian
khalayak terhadap suatu pemberitaan tidak akan terbentuk saat media tidak
menentukan agenda pemberitaan yang dikehendakinya. Hal ini tidak terlepas dari
fungsi media massa sebagai penentu agenda, mempengaruhi opini publik, dan
juga mempengaruhi perilaku khalayak. Berdasarkan itu pula peneliti tertarik untuk
meneliti agenda media.
Menurut John Kingdon, terdapat tiga tahapan dalam proses agenda setting,
masing-masing (1) problem stream (membahas masalah yang perlu diperhatikan, krisis yang muncul, dan konseptualisasi masalah); (2) policy stream (kemampuan teknik terkait masalah kesiapan teknologi, pendapat masyarakat akan solusi dari
masalah); dan (3) political stream (unsur politik yang mempengaruhi solusi seperti keadaan negara, opini publik, pemilihan politik, dan kelompok
kepentingan).23
Media massa memiliki kekuatan tersendiri dalam mempengaruhi sistem
politik sehingga hubungan antara keduanya dipengaruhi dua hal. Pertama, bentuk dan kebijakan politik sebuah negara menentukan pola operasi media massa di
negara itu, dari kepemilikan media, tampilan isi media, sampai pengawasannya.
Dengan kata lain, sistem politik sebuah negara sangat memengaruhi
media. Kedua, media sering menjadi media komunikasi politik terutama oleh penguasa, atau sebagai power sharing (menyebar kekuasaan) oleh kelompok kepentingan politik. Hal ini perlu dikaji lebih mendalam dengan menggunakan
analisis framing. Beterson pada 1995 kali pertama menemukan analisis
23
framing.24Frame adalah bingkai, dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisasi pandangan politik, kebijakan, dan
wacana. Perbedaan frame terlihat pada peletakan berita (utama atau biasa),
volume berita, dan teknik kecendrungan pemberitaannya. Gaya berita dan opini
media yang ditawarkan juga bisa menjadi frame bagi khalayak untuk menentukan
sikap antarisu politik. Demikianlah, analisis framing mengedepankan perspektif
multidispliner untuk menganalisis fenomena atau aktivitas komunikasi.
Diharapkan frame yang digunakan untuk menganalisis penelitian ini mampu
mengkaji fenomena isi pemberitaan dan kebijakan redaksi politik
KoranSindo. Berikut adalah skema penelitian ini: Gambar 1.1. Skema Berpikir
24
Dalam penelitian ini teori agenda media dan metode analisis framing
digunakan untuk melihat bagaimana Koran Sindo memberikan penekanan dan penonjolan berita mengenai dua pasangan capres dan cawapres pada pemilu
presiden 2014 dengan melihat sisi kebijakan politik redaksi dan pesan pemilunya
dalam jangka waktu dua bulan yaitu pada bulan Juni 2014 sampai dengan Juli
2014.
F. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian berdasarkan desain
penelitian deskriptif analisis. Sedangkan metode penelitian yang digunakan
adalah metode kualitatif. Menurut Rahmat, desain penelitian dekriptif analisis
bertujuan mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan
gejala yang ada, mengidentifikasi masalah membuat perbandingan atau
mengevaluasi.25
Begitu juga Bogdan dan Taylor dalam Salam menjelaskan bahwa
metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku
yang dapat diamati.26 Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang
diselidiki27.
25
Jalaludin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006), h.25.
26
Syamsir Salam, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h.30.
27
Penelitian deskriptif ditekankan pada observasi dan suasana alamiah
(naturalistic setting), peneliti bertindak sebagai pengamat. Peneliti membuat kategori perilaku, mengamati gejala dan mencatatnya dalam buku observasi.28 2. Paradigma Penelitian
Menurut Bogdan dan Biklen dalam Kasiram mengartikan paradigma
sebagai kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama,
konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dalam penelitian.
Egon G. Guba dan Yvonna S. Lincoln dalam Kasiram mendefinisikan
paradigma: as the basic belief system or worldview that guides the investigator, not only in choices of method but in ontological, epistemilogical and methodological assumptions.29 Paradigma merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian, ia adalah alat yang mempermudah peneliti dalam
proses menyusun kerangka berpikir terhadap penelitian yang sedang
ditelitinya. Berdasarkan metodologi penelitian yang digunakan peneliti yaitu
metodologi penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis framing, maka
penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis.
Paradigma konstruktivisme menggangap kenyataan itu hanya bisa
dipahami dalam bentuk jamak, berupa konstuksi mental yang tak dapat
diraba, berbasis sosial dan pengalaman yang bersifat lokal dan spesifik
(ontologi). Peneliti dan subjek yang diteliti terkait erat secara timbal balik, sehingga penemuan dicipta seperti yang dikehendaki peneliti (epistemilogi). Cara menelitinya dengan menggunakan teknik hermeneutika dan
28
Jalaludin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006),h.25.
29
dibandingkan serta dilawankan dengan melalui tukar menukar bahasa daerah,
sehingga terjaring konstruksi konsensus yang lebih jelas (metodologi penelitian kulitatif).30
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dari penelitian ini ialah Koran Sindo. Koran Sindo mulai beroperasi hingga sekarang di Gedung Sindo, Jalan Wahid Hasyim, No.38,
Jakarta, 10340.
Sedangkan yang menjadi objek dari penelitian ini ialah berita-berita
mengenai kampanye pemilu presiden 2014 terhitung sejak Komisi Pemilihan
Umum (KPU) menetapkan masa kampanye pemilu terbuka pemilihan
presiden yaitu tertanggal 13 Juni 2014 hingga 5 Juli 2014.
Penulis memilih Koran Sindo, karena Koran Sindo merupakan salah satu dari sekian banyak surat kabar yang memiliki konsentrasi tinggi terhadap
pemilu baik pilkada, pileg maupun pilpres pada pemilu 2014. Selain itu,
Koran Sindo juga memberikan kolom dan halaman khusus mengenai pemberitaan pilpres yang sangat signifikan.
4. Tahapan Penelitian
a. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sutrisno dalam Maysyarah, adapun teknik pengumpulan data
yaitu dengan observasi teks, wawancara dan dokumentasi. Metode ilmiah,
observasi adalah suatu cara penelitian untuk memperoleh data sebagai
30
dalam bentuk pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena yang
diselidiki.31
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti ialah:
1) Observasi Teks
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi teks yaitu
pengamatan untuk menganalisis isi makna pesan yang terdapat di dalamnya,
kemudian dilakukan pengamatan secara sistematis dengan mengambil
beberapa sampel berita berdasarkan fenomena yang terdapat pada Koran Sindo edisi tanggal 13 juni hingga 4 Juli 2014
2) Wawancara
Wawancara adalah percakapan antara periset (seseorang yang
berharap mendapatkan informasi) dengan informan (seseorang yang
disumsikan mempunyai informasi penting tentang suatu objek).
Peneliti melakukan wawancara dengan pihak Koran Sindo yaitu Djaka Susila selaku Wapemred (Wakil Pemimpin Redaksi) Koran Sindo, dalam upaya mengetahui berita-berita kampanye yang telah disetting oleh awak media dalam jajaran redaksi dalam kebijakan redaksional Koran Sindo.
3) Dokumen
Selain melakukan observasi teks dan wawancara, peneliti juga akan
menghimpun data-data, dan kepustakaan yang ada kaitannya dengan
permasalahan yang akan diteliti.
31
b. Analisis Data
Pada prinsipnya analisis data merupakan sejumlah aktifitas yang dilakukan oleh peneliti ketika proses pengumpulan data atau informasi
berlangsung, sampai pada penarikan kesimpulan berupa konsep atau
hubungan antarkonsep.32
Analisis data kualitatif digunakan bila data-data yang terkumpul
dalam riset adalah data kualitatif. Data kualitatif dapat berupa kata-kata,
kalimat-kalimat atau narasi-narasi, baik yang diperoleh dari wawancara
mendalam maupun observasi.33
Data yang diperoleh pada penelitian kualitatif umumnya berasal dari hasil proses wawancara, observasi maupun dokumentasi. Data menurut
Lincoln dalam Hamidi ialah:
“Data are, so to speak, the constructions offered by or in the
sources; data analysis leads to a reconstruction of those constuctions”.34
Data yang diperoleh oleh peneliti di lapangan sebenarnya merupakan
hasil interaksi antara peneliti dan subjek penelitian, baik berupa induvidu
atau berasal dari situasi sosial. Karena itu data yang dideskripsikan peneliti
sebenarnya merupakan hasil rekonstruksi pikiran peneliti terhadap apa yang
teramati (konstruksi subjek penelitan).
Pada penelitian kualitatif hanya menggunakan teknik analisis non
statistik, karena data seluruhnya adalah data kualitatif. Adapun analisis data
32
Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif, (Malang: UMM Press, 2010), h.97.
33
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2008), h.194.
34
non statistik atau analisis data kualitatif prosedur analisisnya kurang
berstruktur seperti halnya pada analisis data kuantitatif. Pada umumnya
analisis data kualitatif menganalisis menurut isinya. Sedangkan teknik
analisis yang digunakan bisa dengan metode deduksi, induksi atau gabungan
dari keduanya, yang dikenal dengan analisis reflektif.35
Maka, secara garis besar proses analisis data kulitatif menurut
Berdasarkan pengumpulan dan analisis data, maka untuk kepentingan
analisis framing dilakukan secara langsung dengan mengidentifikasi wacana
berita berdasarkan pada model Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki. Data
35
Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), h.379.
36
hasil identifikasi tersebut dianalisis untuk melihat struktur sintaksis, skrip,
Model Framing Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki39
Struktur Perangkat
1.Skema berita Headline, lead, latar informasi, kutipan sumber, pernyataan,
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta: LkiS, 2008), h.256.
39
1. Robert N. Entman menyatakan bahwa framing adalah proses seleksi dari
berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih
menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan
informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu
mendapatkan alokasi lebih besar daripada sisi lain.40
2. Todd Gitlin menyatakan bahwa framing tak ubahnya strategi yang
digunakan untuk membentuk dan menyederhanakan suatu realitas kepada
khalayak pembaca. Yang kemudian, peristiwa-peristiwa tersebut
ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik
perhatian khalayak pembaca. Hal itu dilakukan dengan seleksi,
pengulangan, penekanan,dan presentasi aspek tertentu dari realitas.41
3. Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki mendefinisikan framing sebagai
strategi kosntruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang
digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan
dihubungkan dengan konvensi pembentukan berita.42
Menurut Sudibyo dalam Tamburaka, framing merupakan metode
penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari
secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan
penonjolan terhadap aspek-aspek tertentu, dengan menggunakan
40
Ibid, h.67.
41
Ibid, h.67.
42
istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan
alat ilustrasi lainnya43
Namun, secara umum framing merupakan pendekatan untuk
mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh
wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau
perspektif pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana
yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa kemana berita
tersebut.
Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson
tahun 1955. Mulanya, frame dimaknai dimaknai sebagai struktural
konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan
politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori
standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan
lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai
kepingan-kepingan prilaku (strips of behaviour) yang membimbing induvidu dalam membaca realitas.44
Dalam perspektif komunikasi, Nugroho dalam Sobur menyatakan
bahwa analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara, atau ideologi
media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi,
penonjolan dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih
menarik, lebih berarti atau perlu diingat, untuk mengiring interpretasi
43
Apiadi Tamburaka, Literasi Media: Cerdas Bermedia Khalayak Media Massa, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h.130-131.
44
khalayak sesuai perspektifnya. Jadi, framing adalah pendekatan untuk
mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh
wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau
perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian
mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa kemana berita
tersebut. Demikian, sebagaimana Imawan dalam Sobur menuturkan bahwa
berita menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi keberadaan subjek
sebagai sesuatu yang legitimate, objektif, alamiah, wajar atau tak
terelekkkan.45
Menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsepsi dari framing yang saling
berkaitan. Pertama, dalam konsepsi psikologi. Framing dalam konsepsi ini
lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam
dirinya. Demikian, framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif,
bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dam ditunjukkan dalam
skema tertentu. Framing dipahami sebagai struktur internal dalam alam
pikiran seseorang atau pribadi wartawan.
Kedua, konsepsi sosiologis. Pandangan sosiologis lebih melihat pada
proses internal seseorang, bagaimana induvidu secara kognitif menafsirkan
suatu peristiwa dalam cara pandang tertentu, maka pandangan sosiologis
lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas. Frame disini
dipahami sebagai proses bagaimana seseorang mengklasifikasikan,
45
mengorganisasikan dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti
dirinya dan realitas di luar dirinya.46
Saat kedua konsepsi ini digabung dalam satu model. Terdapat tiga
pihak yang saling berhubungan dalam membentuk frame pada suatu
pemberitaan, yaitu: wartawan, sumber dan khalayak. Pertama, proses konstruksi melibatkan nilai sosial yang melekat pada diri wartawan yang
tertanam dan mempengaruhi bagaimana realitas dipahami. Kedua, saat wartawan menulis dan mengkonstruksi berita, maka wartawan tidaklah
berhadapan dengan publik yang kosong, namun khalayak menjadi
pertimbangan dari wartawan. Ketiga, proses konstruksi ditentukan oleh proses produksi yang selalu melibatkan standar kerja, profesi jurnalistik, dan
standar profesional dari wartawan.
Cara wartawan atau media menonjolkan suatu berita dapat dilihat dari
bagaimana wartawan memakai secara strategis kata, kalimat, lead, hubungan antar kalimat, foto, grafik, dan perangkat lain untuk membantu
dirinya mengungkapkan pemaknaan mereka sehingga dapat dipahami oleh
pembaca. Frame juga dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks
berita, seperti kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat
tertentu ke dalam teks secara keseluruhan.
Dalam pendekatan ini, perangkat framing dibagi ke dalam empat
struktur bahasa sebagaimana pada tabel 3 Pertama, struktur sintaksis. Sintaksis berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peistiwa,
46
pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa ke dalam bentuk
susunan umum berita. Struktur semantik ini dapat diamati dari bagian berita
(lead yang dipakai, latar, headline, kutipan yang diambil, dan sebagainya). Kedua, struktur skrip. Skrip berhubungan dengan bagaimana wartawan mengisahkan atau menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Ketiga, struktur tematik. Tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan
menungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat
atau hubungan antarkalimat yang membentuk teks secara keseluruhan.
Keempat, struktur retoris. Retoris berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam berita.
d. Teknik Penulisan
Penulisan dalam penelitian ini mengacu pada buku pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Qualitiy Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. G. Tinjauan Pustaka
Setelah melakukan penelusuran koleksi skripsi pada perpustakaan umum dan perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis menemukan penelitian yang sama
namun sedikit berbeda yang menginspirasi dalam pengambilan penelitian ini yaitu
mengenai “Agenda Media Dalam Pemberitaan Pemilu Presiden 2014 Pada Koran
Sindo”. Adapun beberapa tinjauan pustaka tersebut ialah:
1. Skripsi karya Maysyarah, mahasiswi Komunikasi Penyiaran Islam
Aksi Terorisme Di Indonesia Dalam Surat Kabar Sindo”. Skripsi ini berisikan
bagaimana surat kabar Sindo mengkonstruk realitas suatu kejadian dalam hal
aksi terorisme yang terjadi di Indonesia yang dianggap menjadi berita yang
layak disuguhkan. Dari hasil penelitiannya, framing berita aksi terorisme pada
koran Sindo sejalan dengan konsep framing Robert N Entman.
Perbeedaan dengan penelitian milik Maysyarah adalah objek berita yang
digunakan. Penelitian terdahulu menggunakan berita aksi terorisme yang
terjadi di Indonesia. Sedangkan, peneliti menggunakan berita kampanye
pemilu Presiden 2014.
2. Skripsi karya Nurhasnah, Mahasiswi Konsentrasi Jurnalistik, UIN Jakarta,
lulusan tahun 2007 dengan judul “Kebijakan Redaksional Surat Kabar Media
Indonesia dalam Rubrik Editorial”. Skripsi ini berisikan bagaimana kebijakan
redaksional Surat Kabar Media Indonesia menganggap layak atau tidaknya
suatu berita tampil pada rubrik editorial. Hal ini tentunya juga bisa menjadi
bahan rujukan peneliti untuk mengetahui mekanisme redaksi Koran Sindo dalam menyajikan berita yang layak muat sepanjang pemilu 2014 ini.
3. Skripsi karya Desi Mauliza, mahasiswi Konsentrasi Jurnalistik, UIN Jakarta,
lulusan tahun 2013 dengan judul “Analisis Framing Pemberitaan Kampanye
Terbuka Pemilukada DKI 2012 Pada Harian Seputar Indonesia dan
Republika”. Skripsi ini berisikan bagaimana surat kabar Seputar Indonesia
dan Republika membingkai pemberitaan selama kampanye pemilukada DKI
2012, yaitu melalui berita yang ditampilkan kepada khalayak. Dimana
dalam mengkonstruk berita berdasarkan perspektif kedua media tersebut
melihat sebuah peristiwa dan memaknainya.
Perbedaan dengan penelitian milik Desi Mauliza adalah objek yang akan
diteliti. Perbedaan objeknya yaitu skripsi terdahulu menggunakan
berita-berita harian Seputar Indonesia dan Republika saat kampanye pemilukada
DKI 2012, dengan membandingkan antara berita-berita yang dikemas pada
harian Seputar Indonesi dan Republika. Sedangkan peneliti menggunakan
berita-berita selama pemilu presiden 2014 pada Koran Sindo tanpa adanya membandingkan (komparasi) dengan surat kabar lainnya. Peneliti melihat
kecendrungan analisis framing melalui observasi teks maupun melihat
kebijakan redaksional Koran Sindo.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembatasan skripsi ini, secara sistematis penulisannya
dibagi kedalam:
BAB I Pendahuluan. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, kerangka konsep, metodologi penelitian, tinjauan
pustaka, dan sistematika penelitian.
BAB II Landasan Teoritis. Bagian ini terdiri dari pembahasan tentang Teori
Agenda Setting, Konsep Agenda Media, Unsur-unsur Agenda
Setting, Tipe Agenda Setting, Agenda Setting Media dalam
Media, Definisi Berita, Jenis-jenis Berita, Nilai Berita, Kategori
Berita, Asas Pemilu Presiden, Mekanisme Pemilu Presiden.
BAB III Gambaran Umum; pada bab ini memaparkan mengenai profil
Koran Sindo, logo Koran Sindo, visi dan Misi Koran Sindo, profil pembaca serta struktur redaksi Koran Sindo.
BAB IV Analisis Data membahas tentang berita dan artikel mengenai
pemilihan umum Presiden pada Koran Sindo selama rentang waktu kampanye terbuka pemilu pilpres 2014 tertanggal 16 Juni sampai 5
Juli 2014. Hasil temuan dan analisis data dikaitkan dengan politik
redaksi dan agenda media yang dijalankan oleh Koran Sindo dalam memberitakan kedua pasangan capres dan cawapres pada pilpres
2014.
BAB V Penutup; bab ini berisi kesimpulan dan saran peneliti mengenai
LANDASAN TEORI
A. Teori Agenda Setting
1. Konsep Agenda Media
Konsep agenda media merupakan bagian dari teori agenda setting.
Konsep teori agenda setting pertama kali dikemukakan oleh Walter Lipmann
pada konsep “The world outside and the picture in our head”. Sependapat
dengan Lipmann, McCombs dan Shaw menyatakan bahwa ada korelasi yang
kuat dan signifikan antara apa yang diagendakan oleh media massa dan
apa-apa yang menjadi agenda publik. Kemudian teori ini diperkenalkan oleh
McCombs dan Shaw secara luas.
Teori agenda setting pertama kali diperkenalkan pada tahun 1973 oleh Maxwell McCombs dan Donald L Shaw dari School of Journalism, University of North Carolina lewat tulisannya The Agenda Setting Function of Mass Media. Teori ini mengakui bahwa media memberi pengaruh terhadap khalayak dalam pemilihan presiden melalui penayangan berita, isu, citra,
maupun penampilan kandidat itu sendiri. Menurut Becker & McLeod dan
Iyenger & Kinder dalam Canggara, mengakui bahwa meningkatnya
penonjolan atas isu yang berbeda bisa memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap opini publik.1
1
Dalam konteks politik, partai-partai dan para aktor politik akan
berusaha memengaruhi agenda media untuk mengarahkan pendapat umum
dalam pembentukan image.2 Dengan menonjolkan isu, citra, dan karakteristik tertentu kandidat, media ikut memberikan sumbangan yang signifikan dalam
melakukan konstruksi persepsi publik dalam pengambilan keputusan, apakah
akan ikut memilih dan siapa yang akan dipilih.
Para peneliti sebelum McCombs dan Shaw memiliki beberapa gagasan
yang mirip dengan hipotesis penentuan agenda. Menurut Kurt Lang dan
Gladys Engel Lang dalam Severin dan Tankard mengenai gagasan penentuan
agenda menyatakan bahwa:3
Media massa memaksakan perhatian pada isu-isu tertentu. Media massa membangun citra publik tentang figur-figur politik. Media massa secara konstan menghadirkan objek-objek yang menunjukkan apa yang hendaknya dipertimbangkan, diketahui dan dirasakan induvidu-induvidu dalam masyarakat.4
Mengutip definisi penentuan agenda yang dikemukakan oleh Dennis
McQuail bahwa:
Process by which the relative attention given to items or issues in news coverage influences the rank of public awwareness of issues and
2
Ibid, h. 124.
3
Werner J. Severin dan James W. Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa, (Jakarta: Kencana, 2009), h.264.
4
attribution of signifiicance. As an extension, effects on public policy may occur.5
Pernyataan lain dari tentang gagasan penentuan agenda juga berasal
dari pernyataan Bernard Cohen dalam Severin dan Tankard tentang kekuatan
pers:6
Surat kabar mungkin tidak sering berhasil memberi tahu orang apa yang harus dipikirkan, tetapi surat kabar luar biasa berhasil dalam memberi tahu pembacanya apa yang harus dipertimbangkan.7
Artinya, membentuk persepsi khalayak tentang apa yang dianggap
penting. Dengan teknik pemilihan dan penonjolan, media memberikan test case tentang isu apa yang lebih penting.8
Namun menurut Tamburaka, sejarah agenda setting sebenarnya sudah
ada sejak lama tanpa ada yang memperkenalnya terlebih dahulu, namun
sudah dipraktikkan oleh media massa khususnya media cetak seperti koran
atau majalah di era Penny Press.9
Asumsi dasar agenda setting itu sendiri didasari oleh dua hal, yaitu: pertama, baik pers maupun media tidak merefleksikan realitas yang sebenarnya, mereka menyaring dan membentuknya. Kedua, konsentrasi
5
Apriadi Tamburaka, Agenda Setting Media Massa, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), h.22.
6
Werner J. Severin dan James W. Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa, (Jakarta: Kencana, 2009), h.265.
7
Ibid, h.265.
8
Elvinaro Erdianto dan Lukiati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar,
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), h.74.
9
media terhadap beberapa isu dan subjek tertentu yang menjadikan isu tersebut
jauh lebih penting daripada isu yang lain.10 Sehingga, setiap media massa memiliki potensi besar dalam menyusun agenda medianya masing-masing
pada tiap pemberitaan dan memberikan efek pada khalayak.
Efek dari model agenda setting terdiri atas efek langsung dan efek
lanjutan (subsequent effects). Efek langsung berkaitan dengan isu: apakah isu ada atau tidak ada dalam agenda khalayak, dari semua isu, mana yang
dianggap paling penting menurut khalayak, sedangkan efek lanjutan berupa
persepsi (pengetahuan tentang peristiwa tertentu) atau tindakan seperti
memilih kontestan pemilu atau aksi protes.11
Fungsi penentuan agenda (agenda setting function) media mengacu kepada kemampuan media, dengan liputan berita yang diulang-ulang, yaitu
mengangkat pentingnya sebuah isu dalam benak publik.12 Sehingga, media tidak saja bergantung pada berita kejadian (news event), tetapi ia memiliki tanggung jawab untuk mengiring orang melalui agenda-agenda yang bisa
membuka pikiran mereka. Seperti yang dikatakan McCombs “the mass media may not be successful in telling people what to think, but the media are stunningly successful in telling audience what to think about”.
Berkenaan dengan itu, dengan teknik pemilihan dan penonjolan, media
memberikan petunjuk tentang isu mana yang lebih penting. Demikian, model
10
Agenda Setting Theory, artikel ini diakses pada 20 Agustus 2014, pkl 16.15 WIB, http://www.utwente.nl/cw/theorieenoverzicht/Theory%20clusters/Mass%20Media/Agenda-Setting_Theory/.
11
Elvinaro Erdianto dan Lukiati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar,
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), h.74.
12
agenda setting mengasumsikan adanya hubungan yang positif antara
penilaian yang diberikan media kepada suatu persoalan dengan perhatian
yang diberikan khalayak kepada persoalan itu. Singkatnya, apa yang dianggap
penting oleh media, akan dianggap penting pula oleh masyarakat. Begitu juga
sebaliknya, apa yang dilupakan oleh media, akan luput juga dari perhatian
masyarakat.13
Di Indonesia, beberapa surat kabar memiliki kelebihan dalam mengetengahkan isu-isu tertentu (agenda media) lewat tajuk rencana
(editorial), berita utama (headline), artikel yang khusus dibuat untuk itu, serta berita-berita hasil wawancara (talking news) dari narasumber yang kompeten.14
Pandangan lain dari Stephen D. Reese dalam Morrisan menyatakan, bahwa agenda media merupakan hasil tekanan (pressure) yang berasal dari luar dan dari dalam media itu sendiri. Dengan kata lain, agenda media
sebenarnya terbentuk berdasarkan kombinasi sejumlah faktor yang
memberikan tekanan kepada media seperti proses penentuan program
internal, keputusan redaksi dan manajemen serta berbagai pengaruh eksternal
yang berasal dari sumber nonmedia seperti pengaruh induvidu tertentu,
pengaruh pejabat pemerintah, pemasang iklan dan sponsor.15
13 Gun Gun Heryanto, “Marketing Politik di Media Massa dalam Pemilu 2009,” Jurnal
diakses pada 20 Agustus 2014, pkl 14.00 dari
ejournal.stainpurwokerto.ac.id/index.php/komunika/article/.../30/30.
14
Hafied Canggara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 125.
15