ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SEKOLAH BAGI PERKEMBANGAN TANGGUNG
JAWAB SISWA KELAS XI SMA STELLA DUCE II,
YOGYAKARTA.Judul ini dipilih berdasarkan keprihatinan akan pelaksanaan proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) sebagai sarana pembentuk pribadi siswa belum dapat mencapai hasil yang maksimal. Kenyataan menunjukkan bahwa sering kali Pendidikan Agama Katolik dipandang sebelah mata, dimana para siswa terkadang acuh tak acuhdan menganggap Pendidikan Agama Katolik hanya sebagaipemenuhan nilai. Moral anak juga mengalami kemerosotan yang cenderung melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Kurangnya penghayatan para siswa terhadap materi yang telah diterima mengakibatkan perkembangan pribadi dan imannya belum terbentuk secara maksimal. Keadaan ini disebabkan oleh Pendidikan Agama Katolik di sekolah belum mampu menjawab tujuan Pendidikan Agama Katolik itu sendiri, sehingga proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik belum berhasil membentuk para siswa menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Peranan guru dalam Pendidikan Agama Katolik juga dituntut untuk dapat mendampingi para siswa mencapai tujuan bersama, dimana kreatifitas dan variasi dalam mengelola materi menjadi faktor yang sangat mendukung bagi para siswa dalam mengembangkan pribadi.
Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah memberikan penjelasan tentang peranan Pendidikan Agama Katolik dalam mengembangkan tanggung jawab siswa kelas XI SMA Stella Duce II Yogyakarta. Oleh karena itu, untuk menjawab masalah ini penulis mengumpulkan data yang akurat dengan menyebarkan kuesioner kepada para siswa kelas XI SMA Stella Duce II Yogyakarta. Penelitian tersebut sudah dilaksanakan dan kemudian hasilnya dijabarkan dalam pembahasan.
ABSTRACT
The title of the writing is THE ROLE OF THE CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION IN THE DEVELOPMENT OF THE SENSE OF RESPONSIBILITY OF THE CLASS XI STUDENTS OF STELLA DUCE II HIGH SCHOOL OF YOGYAKARTA. The bacground behind the title chosen is because of the whole learning process of the Catholic Religious Education as medium individual formation is not reaching the maximum outcome yet as it should be.
The fact we are facing is that the Catholic Religious Education is oftenly looked as an unimportance subject by the students. It is just for their school grade fullfilment. The consequence is the students lack of in giving their attention when the subject is taught. And of course, it will continue to the lack of their comprehension in life. When it is lacking in comprhension it will also affect faith and individual development. At the end of these serial consequences, the problem of morality is found, that the students tend to commit bad deeds.
The situation above shows us that the goal of the learning process of the Catholic Religious Education needs improving to make the students become more responsible. And for that, the role of a teacher is also demanded in order to gain the common goal. Here, creativity and variation of teaching become a main factor to support the students to develop their personality.
PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SEKOLAH BAGI PERKEMBANGAN TANGGUNG JAWAB SISWA KELAS XI
SMA STELLA DUCE II YOGYAKARTA S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Benny Kusumawati NIM: 081124015
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
iii
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
almarhum ayahku tercinta Petrus Sukapjo,
ibuku Monica Partinah,
teman-teman angkatan 2008,
v
MOTTO
“Ia menjadi pohon kehidupan bagi orang yang memegangnya, siapa yang berpegang padanya akan disebut berbahagia”.
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 18 Juli 2014
Penulis
vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Benny Kusumawati
NIM : 081124015
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, penulis memberikan wewenang bagi
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulis yang berjudul
PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SEKOLAH BAGI PERKEMBANGAN TANGGUNG JAWAB SISWA KELAS XI SMA STELLA DUCE II, YOGYAKARTA beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian penulis memberikan kepada Perpustakaan Universitas
Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalandata, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa
perlu meminta ijin maupun memberikan royalti kepada penulis, selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 18 Juli 2014
Yang menyatakan,
viii
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SEKOLAH BAGI PERKEMBANGAN TANGGUNG JAWAB SISWA KELAS XI SMA STELLA DUCE II, YOGYAKARTA.Judul ini dipilih berdasarkan keprihatinan akan pelaksanaan proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) sebagai sarana pembentuk pribadi siswa belum dapat mencapai hasil yang maksimal. Kenyataan menunjukkan bahwa sering kali Pendidikan Agama Katolik dipandang sebelah mata, dimana para siswa terkadang acuh tak acuhdan menganggap Pendidikan Agama Katolik hanya sebagaipemenuhan nilai. Moral anak juga mengalami kemerosotan yang cenderung melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Kurangnya penghayatan para siswa terhadap materi yang telah diterima mengakibatkan perkembangan pribadi dan imannya belum terbentuk secara maksimal. Keadaan ini disebabkan oleh Pendidikan Agama Katolik di sekolah belum mampu menjawab tujuan Pendidikan Agama Katolik itu sendiri, sehingga proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik belum berhasil membentuk para siswa menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Peranan guru dalam Pendidikan Agama Katolik juga dituntut untuk dapat mendampingi para siswa mencapai tujuan bersama, dimana kreatifitas dan variasi dalam mengelola materi menjadi faktor yang sangat mendukung bagi para siswa dalam mengembangkan pribadi.
ix
ABSTRACT
The title of the writing is THE ROLE OF THE CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION IN THE DEVELOPMENT OF THE SENSE OF RESPONSIBILITY OF THE CLASS XI STUDENTS OF STELLA DUCE II HIGH SCHOOL OF YOGYAKARTA. The bacground behind the title chosen is because of the whole learning process of the Catholic Religious Education as medium individual formation is not reaching the maximum outcome yet as it should be.
The fact we are facing is that the Catholic Religious Education is oftenly looked as an unimportance subject by the students. It is just for their school grade fullfilment. The consequence is the students lack of in giving their attention when the subject is taught. And of course, it will continue to the lack of their comprehension in life. When it is lacking in comprhension it will also affect faith and individual development. At the end of these serial consequences, the problem of morality is found, that the students tend to commit bad deeds.
The situation above shows us that the goal of the learning process of the Catholic Religious Education needs improving to make the students become more responsible. And for that, the role of a teacher is also demanded in order to gain the common goal. Here, creativity and variation of teaching become a main factor to support the students to develop their personality.
The main problem in this writing is to explain the role of the role of the Catholic Religious Education in the development the sense of responsibility of the Class XI Students of Stella Duce II High School of Yogyakarta. Thus, to find the answer of the problem, the accurate data were strongly needed. And for this reason, the questionnairs were given to the students class XI of Stella Duce II High School of Yogyakarta. After that, the data were analyzed. Other resources used were books related. This study was to get the informations and ideas of teaching for the teachers.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena limpah berkat dan
kasihNya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SEKOLAH BAGI PERKEMBANGAN TANGGUNG JAWAB SISWA KELAS XI SMA STELLA DUCE II, YOGYAKARTA.
Skripsi ini ditulis sebagai bentuk keterlibatan penulis akan perkembangan
proses pembelajaran pendidikan agama katolik di jaman sekarang dan masa yang
akan datang. Tujuan pendidikan agama katolik adalah agar siswa memiliki
kemampuan membangun hidup yang semakin beriman, sehingga mampu
menghayati imannya dalam kehidupan sehari-hari, di dalam maupun di luar
sekolah. Dengan memiliki iman yang utuh, maka pribadi siswa tersebut akan
terbentuk dengan baik. Selain itu, skripsi ini disusun untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama proses penulisan dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
seluruh bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis dengan rendah hati mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Drs. F.X. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. selaku Kaprodi IPPAK Universitas
Sanata Dharma yang telah menyetujui penulisan skripsi ini.
2. Dra. Y. Supriyati, M.Pd. selaku dosen pembimbing utama yang selalu
xi
saran yang sangat berguna selama proses penyelesaian skripsi dan dengan
penuh kesabaran membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A. selaku dosen wali dan sekaligus dosen penguji
kedua yang sudah mendampingi penulis sampai selesainya penulisan skripsi
ini.
4. Drs. L. Bambang Hendarto Y., M.Hum. selaku dosen penguji ketiga yang
memberikan perhatian serta dukungan dalam menyelesaikan penulisan skripsi.
5. Segenap staf dosen dan seluruh staf karyawan prodi IPPAK Universitas Sanata
Dharma yang secara tidak langsung selalu memberikan dorongan kepada
penulis.
6. Kepada Ayah (Almarhum) dan Ibu tersayang, kakak, teman-teman angkatan
2008, semua pihak dan segenap keluarga yang turut memberikan cinta,
semangat dan doanya.
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna.Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para
pembaca yang berguna demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Yogyakarta, 18 Juli 2014
Penulis
xii
DAFTAR ISI
JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR SINGKATAN ... xv
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 6
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penulisan ... 6
F. Manfaat Penulisan ... 7
G. Metode Penulisan... 7
H. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II. PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH DAN TANGGUNG JAWAB SISWA KELAS XI SMA STELLA DUCE II YOGYAKARTA ... 10
A. Pendidikan Agama Katolik ... 10
1. Pendidikan... 11
a. Pengertian Pendidikan pada Umumnya ... 11
b. Tujuan Pendidikan ... 14
xiii
2. Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 17
a. Pengertian Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 17
b. Tujuan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 21
c. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Katolik ... 22
d. Konteks Pendidikan Agama Katolik di Sekolah... ... 23
e. Proses Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 25
f. Peranan Guru Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 27
B. Perkembangan Tanggung Jawab ... 30
1. Perkembangan ... 30
a. Pengertian Perkembangan ... 30
b. Ciri-ciri Perkembangan ... 31
2. Tanggung Jawab dan Kepribadian ... 32
a. Pengertian Tanggung Jawab ... 32
b. Jenis Tanggung Jawab... 34
c. Pengertian Kepribadian ... 37
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian... 38
e. Hubungan Tanggung Jawab dan Kepribadian ... 39
f. Kesadaran Moral yang Terbentuk ... 41
g. Kepribadian yang Matang ... 43
h. Kepribadian yang Bertanggung Jawab ... 44
C. Peranan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah bagi Perkembangan Tanggung Jawab Siswa ... 46
1. Pendidikan Agama Katolik Membentuk Kedewasaan Iman ... 46
2. Pendidikan Agama Katolik Membentuk Tanggung Jawab ... 48
D.Gambaran Keadaan SMA Stella Duce II Yogyakarta ... 49
1. Sejarah Singkat SMA Stella Duce II Yogyakarta ... 49
2. Tujuan, Visi dan Misi SMA Stella Duce II Yogyakarta ... 52
3. Keadaan Siswi SMA Stella Duce II Yogyakarta ... 54
4. Kegiatan Belajar Mengajar PAK di SMA Stella Duce II Yogyakarta ... 55
xiv
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH BAGI PERKEMBANGAN TANGGUNG JAWAB SISWA SMA
BAB IV. UPAYA PENINGKATAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SEKOLAH BAGI PERKEMBANGAN TANGGUNGJAWABSISWA KELAS XI SMA STELLA DUCE II YOGYAKARTA ... 80
A. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 81
B. Usulan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 82
BAB V. PENUTUP ... 93
A. Kesimpulan ... 93
B. Saran ... 95
DAFTAR PUSTAKA ... 97
LAMPIRAN ... 99
Lampiran 1: Surat Persetujuan dari Kaprodi ... (1)
Lampiran 2: Surat Penelitian dari Sekolah ... (2)
Lampiran 3: Kuesioner Penelitian ... (3)
Lampiran 4: Daftar Nama Siswa Kelas XI IPS 1 ... (7)
Lampiran 5: Daftar Nama Siswa Kelas XI IPS 2... (8)
xv
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Ams : Amsal
B. Singkatan Resmi Dokumen-dokumen Gereja
GE : Gravissimum Education, Dekrit Konsili Vatikan II tentang
Pendidikan Kristiani, tanggal 4 Desember 1963
C. Singkatan Lain-lain
Art : Artikel
BPS : Buku Panduan Sekolah
CB : Carolus Borromeus
DIY : Daerah Istimewa Yogyakarta
ESDC : English Speaking and Debet Club
HCS : Hollandsch Chinneses School
Komkat : Komisi Kateketik
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
OSIS : Organisasi Siswa Intra Sekolah
PAK : Pendidikan Agama Katolik
RI : Republik Indonesia
RPP : Rencana Program Pembelajaran
xvi SD : Sekolah Dasar
SK : Surat Keputusan
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMAK : Sekolah Menengah Atas/Kejurusan
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SPG : Sekolah Pendidikan Guru
Sr : Suster
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fenomena pendidikan Indonesia saat ini terkadang merisaukan bagi para
pemerhati pendidikan. Pendidikan sering kali disepelekan. Pendidikan dalam arti
sepenuhnya sangat sulit dicapai. Bahkan kenyataannya, pendidikan yang baik dan
berkesinambungan saat ini jarang sekali diselenggarakan baik dalam pendidikan
formal maupun non formal.
Sekolah Katolik merupakan bagian dari tugas penyelamatan Gereja,
khususnya untuk pendidikan iman. Namun dalam kenyataannya, sekolah
mengalami begitu banyak masalah dalam proses pendidikan. Banyaknya pengaruh
dalam masa remaja itu sendiri cukup membahayakan proses pembentukan
kepribadian, khususnya tanggung jawab peserta didik tersebut seperti mencontek,
tawuran atau perkelahian antar sekolah, membuat kelompok geng dalam sekolah,
mengkonsumsi narkoba, minum-minuman keras, nonton video porno yang
berakibat pada seks bebas, pergaulan tidak sehat, dll. Padahal sekolah mempunyai
tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja,
tetapi juga mencakup tanggung jawab pendidikan secara luas. Itu berarti
pendidikan tidak hanya berkutat pada pengetahuan tetapi juga mencakup mendidik
pribadi.
Dalam hal ini guru tidak hanya mengajar tetapi juga berperan sebagai
pembentuk kepribadian. Guru atau pendidik dituntut untuk lebih memperhatikan
berarti. Dalam pengertian ini, berarti proses pendidikan merupakan penciptaan
penyesuaian antara pengetahuan dan nilai-nilai yang harus dimiliki tiap individu
untuk menjadi pribadi yang matang. Karena itu, harus tetap dijaga keseimbangan
antara pengetahuan dan nilai-nilai yang diberikan.
Pendidikan agama wajib menyalurkan pengetahuan yang mampu
memotivasi peserta didik untuk menjalin dan mengembangkan hubungan dengan
Tuhan. Pengajaran agama juga harus memberi peluang kepada pembentukan sikap
dalam diri siswa tersebut. Bagi sekolah katolik, Pendidikan Agama Katolik di
sekolah merupakan bagian dari pelayanan sabda. Hidup dan iman peserta didik
yang menerima Pendidikan Agama Katolik di sekolah haruslah ditandai dengan
perubahan yang terus menerus. Perubahan yang terus menerus ini akan menentukan
bagaimana kualitas diri dan mutu kepribadian seseorang, sehingga keberhasilan
dalam hidup dapai dicapai dengan baik (Riberu, 2004: 24).
Sekolah seharusnya mampu membimbing peserta didik untuk dapat
mengerti, mendalami serta mewujudnyatakan nilai-nilai moral yang menjadi
penunjang dalam pembentukan diri peserta didik tersebut. Tanggung jawab
merupakan salah satu nilai moral yang sangat penting dalam kehidupan ini.
Tanggung jawab berarti melaksanakan sebuah pekerjaan atau kewajiban dalam
keluarga, di sekolah, maupun di tempat bekerja dengan sepenuh hati dan
memberikan yang terbaik (Lickona, 2012: 72).
Tanggung jawab dan kesadaran yang dimiliki oleh seseorang akan
menentukan bagaimana seseorang dapat mempertanggungjawabkan sikap dan
tindakan yang dilakukannya. Kesadaran yang tinggi tentu menandakan seseorang
menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna,
damai dan bermartabat. Pendidikan agama mengusahakan pengembangan sikap
hidup orang beriman. Puncak pengembangan ini adalah terbentuknya hati nurani
dengan kesadaran moral tinggi. Dalam silabus Pendidikan Agama Katolik juga
mengatakan bahwa pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia
serta peningkatan potensi spiritual (Komkat KWI, 2007: 11). Karena itu
pelajaran-pelajaran yang diberikan dalam pendidikan kiranya sanggup menjawab tuntutan
ini.
Gravissimum Educationis juga menegaskan bahwa sekolah memiliki makna
istimewa tersendiri dari segala upaya pendidikan yang ada. Sekolah Katolik
memiliki tujuan yang khas yakni menciptakan lingkungan hidup bersama di
sekolah yang dijiwai semangat Injil, kebebasan dan cinta kasih, serta membantu
peserta didik dalam mengembangkan kepribadian mereka secara lebih utuh (GE,
art. 5).
Menjadi pribadi matang dan mandiri berarti pribadi yang mengenal
kemampuan dan kewajiban sosialnya, sehingga kelak dapat berperan aktif sebagai
warga masyarakat yang bertanggung jawab. Perwujudan semua hal diatas tentunya
menjadi hal mendasar yang dimiliki oleh sekolah Katolik yang mengusahakan
pendidikan yang bersifat utuh, yang memperkembangkan seluruh aspek hidup
manusia yang berhubungan dengan nilai-nilai kemanusiaan (Heryatno Wono
Wulung, 2008: 12). Sekolah Katolik wajib menyelenggarakan Pendidikan Agama
Katolik yang bervisi spiritual, yakni dengan mengedepankan hal yang berhubungan
Sekolah SMA Stella Duce II Yogyakarta merupakan sekolah Katolik yang
memiliki pendidikan yang bervisi spiritual. Pendidikan yang bervisi spiritual
berarti Pendidikan Agama Katolik secara konsisten terus berusaha
memperkembangkan kedalaman hidup peserta didik, memperkembangkan jati diri
atau inti hidup mereka. SMA Stella Duce II Yogyakarta memiliki visi untuk
menjadi lembaga pendidikan yang didasari oleh relasi yang berbelarasa untuk
membantu para siswa membentuk diri menjadi pribadi yang utuh, bermoral baik,
berkemampuan intelektual memadai, cerdas, mandiri, kreatif, terampil, memiliki
wawasan kebangsaan dan semangat berbelarasa terhadap sesama manusia terutama
yang miskin, tersisih, dan menderita.
Visi yang dimiliki oleh SMA Stella Duce II Yogyakarta diatas ingin
memaparkan pentingnya mempersiapkan peserta didik yang memiliki kepribadian
utuh dan beriman. Selain itu, para siswa juga dibantu untuk memiliki watak yang
baik, bersikap jujur, adil, dan berbudi pekerti luhur dengan memberikan perhatian
khusus terhadap pendidikan nilai khususnya nilai-nilai Kristiani, sehingga mampu
ambil bagian dalam kehidupan bermasyarakat, mengambil bagian dalam keadilan,
perdamaian, dan penyelamatan lingkungan hidup.
Pendidikan Agama Katolik berperan penting dalam menciptakan
penyesuaian antara pengetahuan dan nilai-nilai yang harus dimiliki. Karena itu,
kedudukan Pendidikan Agama Katolik pun harus mendapat tempat dan tidak dapat
digantikan. Pertanyaannya, apakah Pendidikan Agama Katolik saat ini masih
sanggup menjawab tuntutan pendidikan pada umumnya? Dengan dapat menjawab
pertanyaan ini, Pendidikan Agama Katolik memperlihatkan kedudukannya dalam
bukan hanya pengetahuan melainkan juga sanggup membentuk kematangan pribadi
bagi peserta didik secara utuh. Dan tentunya keberhasilan ini sangat bergantung
pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam mencapai tujuan
tersebut. Berdasarkan gambaran Pendidikan Agama Katolik dan perkembangan
kepribadian di SMA Stella Duce II Yogyakarta, maka penulis merasa tertarik untuk
memberi judul karya ilmiah ini PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SEKOLAH BAGI PERKEMBANGAN TANGGUNG JAWAB SISWA KELAS XI SMA STELLA DUCE II YOGYAKARTA.
B. Identifikasi Masalah
Pendidikan Agama Katolik masih sering dipandang sebelah mata, peserta
didik terkadang lebih suka fokus ke mata pelajaran tertentu dan menomorduakan
Pendidikan Agama Katolik. Pendidikan Agama Katolik hanya dianggap sebagai
permenuhan nilai semata. Proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik
terkadang kurang bahkan menjauh dari tujuan Pendidikan Agama Katolik,
sehingga proses itu tidak berhasil menjadikan peserta didik menjadi pribadi yang
matang dan bertanggung jawab. Moral anak mengalami kemerosotan bukan dalam
pengetahuan melainkan perilaku, khususnya tanggung jawab peserta didik tersebut
seperti mencontek, tawuran atau perkelahian antar sekolah, membuat kelompok
geng dalam sekolah, mengkonsumsi narkoba, minum-minuman keras, nonton video
porno yang berakibat pada seks bebas, pergaulan tidak sehat, dll. Peran guru dan
proses Pendidikan Agama Katolik terkadang masih kurang mampu menyentuh dan
menyapa diri peserta didik dengan masih ditemukan banyak sikap dan perilaku
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang ada dalam skripsi ini, maka penulis
tidak membahas semua permasalahan yang ada. Oleh karena itu, penulis
membatasi masalah yang akan difokus pada PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SEKOLAH BAGI PERKEMBANGAN TANGGUNG JAWAB SISWA KELAS XI SMA STELLA DUCE II YOGYAKARTA.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan pokok dapat
dirumuskan dalam pertanyaan penulisan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Pendidikan Agama Katolik?
2. Apa yang dimaksud dengan perkembangan tanggung jawab?
3. Bagaimana pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di SMA Stella Duce II
Yogyakarta mampu membentuk tanggung jawab siswa dalam kegiatan, baik di
sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari?
E. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah:
1. Memaparkan apa yang dimaksud dengan Pendidikan Agama Katolik.
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan perkembangan tanggung jawab.
3. Memperoleh gambaran mengenai pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik
dalam mengembangkan tanggung jawabnya sebagai siswa di SMA Stella Duce
F. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang akan dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Memberikan sumbangan gagasan dan hasil penulisan bagi dalam
meningkatkan tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah bagi
perkembangan tanggung jawab dirinya dalam kegiatan di sekolah maupun di
luar sekolah.
2. Menemukan dampak positif Pendidikan Agama Katolik dalam pengembangan
tanggung jawab siswa kelas XI SMA Stella Duce II Yogyakarta.
3. Mendapatkan pemahaman pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik dan
perkembangan yang dialami oleh siswa dalam tanggung jawabnya sebagai
siswa secara lebih utuh.
G. Metode Penulisan
Metode dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode survey, yaitu
metode yang menganalisis suatu data yag ditinjau dari dua hal antara kenyataan
dan ketentuan yang ada. Metode ini digunakan untuk memahami peranan PAK
dalam hubungannya dengan perkembangan tanggung jawab ini Dengan metode ini
pula, maka akan diperoleh gambaran sejauh mana siswa kelas XI SMA Stella Duce
II Yogyakarta dapat menemukan peranan Pendidikan Agama Katolik (PAK) demi
pengembangan kematangan pribadi mereka. Dalam karya ini juga mencoba
memahami apa yang menjadi hambatan para siswi untuk dapat menemukan
peranan PAK dalam mengembangkan pribadi mereka yang utuh dan bertanggung
H. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas, penulis menyampaikan
pokok-pokok sebagai berikut:
Bab I merupakan bab pendahuluan. Bab pendahuluan terdiri dari latar
belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah,
tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Dalam bab II penulis akan menguraikan empat bagian, pada bagian pertama
mengenai peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah yang mencakup
pengertian pendidikan pada umumnya, tujuan pendidikan, unsur-unsur pendidikan,
pengertian, tujuan, ruang lingkup, peranan, konteks, proses Pendidikan Agama
Katolik di sekolah dan peranan guru Pendidikan Agama Katolik. Bagian kedua
mengenai perkembangan tanggung jawab yang mencakup pengertian
perkembangan, ciri-ciri perkembangan, pengertian tanggung jawab, pengertian
kepribadian, faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian, jenis-jenis tanggung
jawab, hubungan tanggung jawab dengan kepribadian, kesadaran moral yang
terbentuk, kepribadian yang matang, kepribadian yang bertanggung jawab. Bagian
ketiga menguraikan gambaran keadaan SMA Stella Duce II Yogyakarta yang
mencakup sejarah singkat, tujuan, visi dan misi, keadaan siswi, kegiatan belajar
mengajar PAK di SMA Stella Duce II Yogyakarta. Dan bagian ke empat
menguraikan latar belakang penelitian.
Bab III menguraikan metodologi penelitian yang mencakup tujuan
penelitian, manfaat penelitian, jenis penelitian, metode penelitian, tempat dan
waktu, responden, instrumen, variabel, hasil penelitian, pembahasan penelitian
Bab IV menguraikan upaya peningkatan pelaksanaan Pendidikan Agama
Katolik (PAK) di sekolah bagi perkembangan tanggungjawab siswa kelas XI SMA
Stella Duce II Yogyakarta yang memuat usulan program berupa RPP untuk
meningkatkan pemahaman bahwa Pendidikan Agama Katolik memiliki peranan
yang sangat penting bagi perkembangan tanggung jawab remaja menuju pribadi
yang lebih utuh, baik di sekolah maupun dalam kehidupan sehari
Bab V sebagai bab penutup akan menguraikan kesimpulan dan saran bagi
BAB II
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH DAN TANGGUNG JAWAB SISWA KELAS XI SMA STELLA DUCE II YOGYAKARTA
A. Pendidikan Agama Katolik di Sekolah
Pendidikan Agama Katolik merupakan hal pokok yang memiliki pengaruh
besar di dalam lingkup sekolah, khususnya dalam membantu peserta didik
meningkatkan iman dan kepribadiannya menjadi dewasa, baik dalam lingkup
sekolah, masyarakat maupun keluarga. Dewasa dalam pengertian menyeluruh
yakni dewasa dalam usianya, pikirannya, perasaannya, kemauannya, sehingga
bertingkah laku dewasa serta memiliki tanggung jawab yang tinggi dalam setiap
perkataan dan tingkah lakunya. Pendidikan Agama Katolik sebagai pendidikan
iman juga diharapkan mampu menjadi jembatan untuk menanamkan nilai-nilai
kehidupan sekaligus menjadi solusi pemecahan masalah yang dihadapi para siswa.
Pemahaman lebih luas mengenai Pendidikan Agama Katolik akan lebih
jelas dalam pembahasan lebih lanjut. Pada bab ini akan diuraikan dalam dua
bagian, bagian pertama mengenai peranan Pendidikan Agama Katolik yang
mencakup pengertian pendidikan pada umumnya, tujuan pendidikan, pengertian,
tujuan, ruang lingkup, peranan, proses Pendidikan Agama Katolik di sekolah dan
peranan guru Pendidikan Agama Katolik. Bagian kedua mengenai perkembangan
tanggung jawab yang mencakup pengertian perkembangan, pengertian tanggung
jawab, pengertian kepribadian, hubungan tanggung jawab dengan kepribadian,
kesadaran moral yang terbentuk, kepribadian yang matang, kepribadian yang
1. Pendidikan pada Umumnya
a. Pengertian Pendidikan pada Umumnya
Pada dasarnya, setiap pendidikan merupakan sebuah proses yang memiliki
tujuan untuk membantu seseorang dalam mempersiapkan dirinya berkembang di
tengah-tengah masyarakat serta meningkatkan hubungannya dengan Sang Pencipta.
Makna sejati dari sebuah pendidikan itu sendiri adalah sebuah usaha bersama
dalam proses yang terorganisir untuk membantu manusia mengembangkan dirinya
dan menyiapkan diri dalam mengambil bagian dari masyarakat dan di hadapan
Tuhan (Mardiatmadja, 1986: 19).
Tilaar (1999: 28) juga menegaskan bahwa pendidikan merupakan suatu
proses berkesinambungan. Proses tersebut mengimplikasikan bahwa di dalam
setiap peserta didik memiliki kemampuan-kemampuan sebagai makhluk yang
hidup di tengah-tengah masyarakat. Kemampuan-kemampuan tersebut misalnya
berupa dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan yang ada pada diri manusia
tersebut. Proses ini merupakan suatu proses yang berjalan terus menerus bersamaan
dengan adanya interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Perkembangan yang terus
berjalan ini tidak boleh mengesampingkan sesama manusia serta lingkungan di
sekitar. Karena proses pendidikan yang berkesinambungan dari seorang manusia
tidak pernah akan selesai.
Pendidikan tidak akan berhenti ketika seseorang telah melewati masa-masa
pendidikan di sekolah, dibangku kuliah maupun menjadi seorang yang dewasa.
Akan tetapi, proses itu akan terus berkembang selama ada interaksi antara manusia
dengan sesamanya serta lingkungan alamnya. Dalam proses itu juga seseorang
harus dimengerti, dimanfaatkan, dihargai dan dicintai, serta menyadari apa yang
telah menjadi tugas-tugas serta kewajiban yang harus dilakukannya sehingga
mampu membawanya pada lingkungan sekitar, sesamanya manusia dan Tuhan,
sebagai pedoman dalam hidupnya.
Manusia memiliki dunia yang tak terbatas, ia tidak terikat pada
lingkungannya, tetapi terbuka terhadap dunia, ia bisa memiliki
pengalaman-pengalaman baru. Hampir seluruh tata kelakuan manusia merupakan hasil dari
proses belajar, pilihan dan kebiasaan. Hal ini mengharuskan seorang manusia untuk
dapat membangun dunianya, budayanya, pengalamannya, perilakunya dan tata
perilakunya sendiri. Semuanya ditentukan oleh kemanusiaanya sendiri sebagai
seorang manusia. Dalam arti luas, maka pendidikan merupakan sebuah proses
belajar untuk menyesuaikan diri dengan dunianya dan membangun dunianya atau
kebudayaannya.
Alam dan manusia merupakan satu kesatuan yang struktural. Melalui
kebudayaan, manusia membudayakan alam dan melalui alam seorang manusia
diduniakan. Relasi manusia dengan lingkungannya atau dunianya itu menjadi relasi
yang diperantarakan pada saat manusia menciptakan alat-alat untuk menguasai dan
mengendalikan lingkungannya. Kebudayaan tidak hanya mengatur tingkah laku
manusia, tetapi juga membatasi kemungkinan-kemungkinan manusia sehingga
manusia tetap bisa menciptakan kebudayaan bagi dunianya sendiri.
Tujuan dari pendidikan adalah membantu peserta didik untuk dapat
menyerap kebudayaan, dimana sebuah kebudayaan harus terus menerus dihasilkan
dan dihasilkan kembali oleh manusia. Pendidikan bukan merupakan sebuah
Pendidikan yang otentik adalah pendidikan dalam kebebasan, pendidikan yang
membuka peluang sebesar-besarnya bagi seorang peserta didik, sehingga peserta
didik dapat mengeksplorasikan sendiri dan memilih untuk ambil bagian di dalam
pendidikan (Sastrapratedja, 2001: 10).
Tilaar (1999: 28) mengutip pandangan Ki Hadjar Dewantara dalam salah
satu pidatonya pada Kongres Pendidikan Antar Indonesia Tahun 1949 mengatakan
bahwa pendidikan dan pengajaran adalah usaha kebudayaan semata-mata, bahwa
perguruan itu ialah persemaian benih-benih kebudayaan bangsa Indonesia. Hal ini
mengartikan bahwa lembaga pendidikan bukan hanya mengajar untuk menjadikan
orang pintar, tetapi mendidik berarti menuntun tumbuhnya budi pekerti dalam
kehidupan agar menjadi manusia berpribadi beradab dan bersusila.
Pelaksanaan pendidikan itu sendiri berlangsung di dalam keluarga,
perguruan dan masyarakat luas. Dari sudut pandang perguruan, ada pendidikan
formal, informal dan nonformal. Pendidikan formal berlangsung di
lembaga-lembaga perguruan. Pendidikan informal berlangsung sebagai kursus-kursus, di
luar sistem persekolahan resmi. Sedangkan pendidikan nonformal adalah
pendidikan-pendidikan yang secara umum dilakukan oleh lembaga-lembaga
nonperguruan dalam masyarakat misalnya televisi, radio, dan sebagainya
(Mardiatmaja, 1986: 50).
Dalam proses perkembangan hidup manusia diberi kebebasan menemukan
siapa dirinya secara tepat, dimana mereka selalu berhubungan dengan segala hal
yang ada di dalam dirinya maupun di luar dirinya. Dengan demikian pendidikan
tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Karena proses pendidikan merupakan
b. Tujuan pendidikan
Semua orang dari suku, kondisi atau usia mana pun, berdasarkan martabat
mereka selaku pribadi, mempunyai hak yang tidak dapat diganggu gugat atas
pendidikan. Dalam Dokumen Konsili Vatikan II menegaskan bahwa tujuan
pendidikan dalam arti sesungguhnya ialah mencapai pembinaan pribadi manusia
dalam perspektif tujuan terakhirnya demi kesejahteraan kelompok-kelompok
masyarakat, mengingat bahwa manusia termasuk anggotanya, dan bila sudah
dewasa ikut berperan menunaikan tugas kewajibannya (GE, art. 1).
Dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan, anak-anak dan kaum
remaja perlu dibantu untuk menumbuhkan secara laras-serasi bakat pembawaan
fisik, moral dan intelektual mereka. Dengan demikian mereka setapak demi setapak
akan mencapai kesadaran bertanggung jawab yang kian penuh, dan kesadaran itu
akan tampil dalam usaha terus menerus untuk dengan seksama mengembangkan
hidup mereka sendiri (GE, art. 1).
Pada dasarnya tujuan pendidikan itu sendiri tidak terlepas dari pendidikan
yang berada dalam konteks kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, tujuan
pendidikan merupakan kongruen dengan visi masyarakat di mana pendidikan itu
berada. Karena proses pendidikan mengandalkan nilai-nilai hidup di dalam
masyarakat, dengan sendirinya bahwa pendidikan itu merupakan perwujudan dan
penghayatan dari nilai-nilai tersebut (Tilaar, 1999: 30).
Mardiatmadja (1986: 51) mengutip pandangan menurut GBHN, bahwa
tujuan pendidikan ada empat: yaitu pengembangan pribadi, pengembangan warga
negara, perkembangan kebudayaan dan pengembangan bangsa. Dari keempat
kognitif, segi afektif, dan segi konatif. Dari masing-masing segi harus terus
dikembangkan agar budi peserta didik lebih mampu berkembang agar sikap hatinya
semakin tumbuh seimbang dan kehendak dalam tingkah lakunya semakin baik.
Dengan demikian tujuan pendidikan tidak hanya melulu pada menyalurkan
pengetahuan semata, akan tetapi sekaligus berperan dalam mengembangkan
potensi-potensi dalam diri peserta didik untuk belajar terus menerus.
Arah pendidikan sering kali memakai istilah sebagai pemberdayaan
manusia. Pemberdayaan atau empowerment berkaitan dengan pengertian power
yang berarti kekuatan. Di dalam istilah empowerment, power diartikan sebagai
daya untuk berbuat, kekuatan bersama, dan kekuatan dari dalam. Pendidikan
bertujuan membentuk diri peserta didik menurut ketiga kekuatan tersebut. Daya
untuk berbuat merupakan kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan
sesuatu, sehingga ia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan,
memecahkan masalah-masalah, bekerja dan mampu membangun ketrampilan dan
pengetahuan yang ada di dalam dirinya.
Pendidikan merupakan usaha untuk membantu membangun kekuatan
bersama, agar peserta didik membangun solidaritas atas dasar tujuan dan
pengertian yang sama untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi guna
menciptakan kesejahteraan bersama. Dengan demikian, pendidikan mampu
membangun suatu komunitas persaudaraan yang memperhatikan kepentingan
semua pihak. Kekuatan spiritual yang muncul dari dalam diri seseorang merupakan
hal yang paling penting karena kekuatan inilah yang mampu membuat manusia
lebih manusiawi. Dalam hal ini pembentukan harga diri dan penghargaan terhadap
c. Unsur-unsur Pendidikan
Pendidikan yang dilaksanakan tentu memiliki unsur-unsur penting yang
saling berhubungan satu dengan lainnya. Unsur-unsur pendidikan itu sendiri antara
lain:
1) Peserta Didik
Peserta didik adalah subjek didik yang akan diproses untuk menjadi
manusia dewasa yang memiliki kepribadian dan watak yang diharapkan, yaitu
watak yang memiliki kepribadian dan akhlak mulia. Seorang pendidik harus
mampu memahami setiap karakteristik peserta didik agar dapat membawa peserta
didik ke arah yang lebih dewasa. Setiap peserta didik memiliki potensi untuk
mengembangkan minat dan bakat yang dimilikinya (Mohamad Surya, 2010: 28).
2) Pendidik
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
pendidikan. Sebagai seorang pendidik harus memiliki kewibawaan yang mampu
memberikan pancaran untuk mengakui, menerima dan menuruti dengan penuh
pengertian. Pendidik memiliki peran untuk membantu perkembangan peserta didik
itu sendiri, karena mereka menjadi salah satu faktor utama dalam menentukan
baik-buruknya proses pelaksanaan di sekolah (Mohamad Surya, 2010: 28).
3) Materi dan Alat Pendidikan
Materi atau bahan menjadi faktor utama dalam mencapai tujuan pendidikan
yang diterima dan dipahami oleh peserta didik harus menggunakan alat atau
metode dalam melakukan komunikasi antara pendidik dan peserta didik (Mohamad
Surya, 2010: 28).
4) Situasi Pendidikan
Situasi berlangsungnya proses pendidikan sangat menentukan keberhasilan
pencapaian tujuan pendidikan. Proses berlangsungnya pendidikan perlu memiliki
lingkungan yang mendukung, yakni lingkungan yang nyaman sehingga proses
pendidikan tidak terganggu. Situasi pendidikan yang dimaknai secara fisik, antara
lain: gedung sekolah, halaman, tempat tinggal, teman sebaya, kelompok belajar,
dan sebagainya. Secara psikologis seperti: suasana hening, tidak bising, nyaman
dan perasaan gembira (Mohamad Surya, 2010: 28).
2. Pendidikan Agama Katolik di Sekolah
a. Pengertian Pendidikan Agama Katolik di Sekolah
Agama merupakan suatu pedoman hidup yang sangat penting bagi
kehidupan manusia, dimana agama membantu seseorang menemukan makna hidup
yang lebih mendalam. Dalam tujuan pendidikan tidak hanya ditekankan pada segi
agama seperti hukum, ajaran-ajarannya, upacara dan lain sebagainya, namun juga
dapat menghayati relasi yang terjalin dengan Tuhan. Oleh karena itu sekolah
memiliki peranan dalam membantu mewujudkan tujuan hidup seseorang dalam hal
iman. Heryatno Wono Wulung (2008: 23) menuliskan bahwa Pendidikan Agama
Katolik dipahami sebagai proses pendidikan dalam iman yang diselenggarakan
peserta didik agar semakin beriman kepada Tuhan Yesus Kristus sehingga
nilai-nilai Kerajaan Allah sungguh terwujud di tengah-tengah hidup mereka.
Dalam silabus Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah
Atas/Kejuruan (SMA/SMK) menegaskan bahwa:
Pendidikan Agama Katolik adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan siswa untuk memperteguh iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama untuk mewujudkan persatuan nasional (Komkat KWI, 2007: 11).
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa Pendidikan Agama Katolik
merupakan upaya sadar dan terencana untuk membantu siswa berkembang menjadi
dewasa dalam semua segi kehidupannya. Pendidikan agama dimaksudkan untuk
membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, memiliki budi pekerti yang baik dan peningkatan dalam imannya.
Seseorang tidak akan memiliki iman yang kuat hanya dengan memiliki buku-buku
pengetahuan agama, doa-doa permohonan, kitab suci, atau pun teori-teori agama
yang telah diterima, namun dengan menghayati pengalaman-pengalaman dalam
hidupnya maka akan semakin mampu mendalami tujuan hidupnya.
Seorang yang beriman adalah orang yang mampu melihat, menyadari,
menghayati kehadiran Allah dalam hidupnya, dan berusaha melaksanakan
kehendak Allah dalam kehidupan sehari-hari. Iman merupakan pusat hidup
kepribadian seseorang dimana semakin dalam iman yang dimiliki akan semakin
mempengaruhi kepribadian orang tersebut. Seseorang yang beriman dewasa akan
memiliki keyakinan dan motivasi yang tinggi di dalam hidupnya serta berani
hal-hal penting dan yang tidak penting dalam hidupnya. Misalnya memiliki
kerendahan hati untuk mengakui kesalahan dan mampu untuk memaafkan.
Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan salah satu usaha untuk
membantu peserta didik menjalani proses pemahaman, pergumulan, dan
penghayatan iman dalam konteks hidup sehari-hari. Proses semacam ini diharapkan
semakin memperteguh dan mendewasakan iman peserta didik. Peran Pendidikan
Agama Katolik sebagai jembatan, jalan bagi para peserta didik untuk sampai pada
penghayatan iman mereka dalam kenyataan hidup seahri-hari. Iman yang dewasa
diartikan sebagai iman yang berkembang semakin matang secara penuh karena
mencakup segi pemikiran, hati dan praksis (Komkat KWI, 2007: 11).
Pendidikan iman di sekolah merupakan proses pendewasaan iman
diharapkan mampu membantu memperkembangkan iman peserta didik secara
seimbang. Oleh karena itu, Pendidikan Agama Katolik juga tidak pernah
membatasi perhatiannya hanya kepada kegiatan rohani yang terpisah dari
kenyataan hidup lainnya. Sebaliknya Pendidikan Agama Katolik harus mampu
mendorong peserta didik untuk mengambil bagian di dalam penindasan serta
ketidakadilan. Pendidikan Agama Katolik di sekolah perlu mempelopori
terwujudnya kebebasan agar para peserta didik dapat dibantu mengambil keputusan
hidup yang sungguh-sungguh keluar dari hati nuraninya.
Yan Riberu (2004: 25) juga menulis bahwa pendidikan agama ini juga
mengusahakan pengembangan sikap hidup orang beriman. Puncak pengembangan
ini berupa terbentuknya hati nurani dengan kesadaran moral yang tinggi. Para
pendidik agama wajib mendorong para peserta didik melalui proses demi proses
kebiasaan melainkan menurut kesadaran yang berasal dari diri sendiri. Pendidikan
agama dikatakan berhasil bukan karena mampu mengalihkan ajaran-ajaran pokok
agama, melainkan pendidikan agama yang mampu mengembangkan sikap-sikap
hidup seseorang yang senantiasa dibimbing hati nuraninya melakukan sesuatu
dengan penuh kesadaran moral tinggi.
Pendidikan agama di sekolah hendaknya tampil sebagai mata pelajaran
yang penting, dengan tuntutan dan kepentingan yang sama dengan
pelajaran-pelajaran yang lainnya. Pendidikan agama harus mampu menyampaikan pesan dan
peristiwa Kristiani dengan kesungguhan dan kedalaman yang sama dengan apa
yang disampaikan oleh disiplin lainnya. Pendidikan agama hendaknya tidak hanya
ditempatkan sebagai pelajaran tambahan di sekolah, melainkan sebagai hal dasar
yang memiliki peran sangat penting di dalam kegiatan sekolah yang mampu
membentuk kepribadian para peserta didik. Melalui cara ini, penyajian pesan-pesan
Kristiani mampu mempengaruhi cara memahami asal mula dunia, pengertian
sejarah, dasar nilai-nilai etis, fungsi agama dalam budaya, tujuan manusia dan
hubungannya dengan alam.
Pendidikan agama di sekolah dikembangkan dalam konteks sekolah yang
berbeda-beda, hal ini tergantung dari pandangan pribadi masing-masing guru
namun tetap mempertahankan sifat khas pendidikan agama sehingga tetap mampu
menanggapi tujuannya (Sutarjo Adisusilo, 2012: 40). Hidup dan iman peserta didik
yang menerima pendidikan agama di sekolah ditandai dengan perubahan yang
terus-menerus. Pendidikan agama disekolah juga perlu memperhitungkan
fakta-fakta untuk dapat mencapai tujuannya. Bagi peserta didik yang percaya, pendidikan
Bagi peserta didik yang sedang mencari atau yang ragu-ragu, juga dapat
menemukan pendidikan agama kemungkinan untuk menemukan apa artinya iman
yang tepat kepada Yesus Kristus, dan memberikan mereka kesempatan untuk
menguji pilihan mereka sendiri secara lebih dalam. Sedangkan bagi peserta didik
yang tidak percaya, pendidikan agama hanya bersifat pewartaan missioner injil,
dimana katekese akan mendewasakan iman mereka.
b. Tujuan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah
Dalam buku silabus Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah
Atas/Kejuruan (SMA/SMK) menjabarkan bahwa Pendidikan Agama Katolik pada
dasarnya bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan membangun hidup
yang semakin beriman. Tujuan Pendidikan Agama Katolik adalah untuk membantu
naradidik menghayati imannya di dalam hidup sehari-hari, sehingga mereka
sungguh-sungguh menjadi orang Katolik yang imannya dewasa (Heryatno Wono
Wulung, 2008: 23). Tujuan Pendidikan Agama Katolik itu sendiri tidak dapat
dibatasi dalam lingkup sekolah, tetapi juga menyangkut bagaimana memberikan
pendidikan iman di tengah-tengah masyarakat.
Tujuan Pendidikan Agama Katolik yang diterapkan di sekolah maupun di
luar sekolah haruslah bersifat utuh yang mampu mencakup seluruh aspek hidup
beriman peserta didik, baik itu segi kognitif, afeksi dan praksis. Pendidikan di
dalam iman membantu memperkembangkan seluruh aspek secara seimbang
sehingga memiliki arah pendidikan yang bersifat konatif. Bersifat konatif berarti,
tujuan pendidikan di dalam iman sudah diolah dan dipertimbangkan
supaya semakin setia serta konsisten mewujudkannya di dalam kenyataan hidup
sehari-hari. Pendidikan bertujuan untuk membantu peserta didik memiliki
kesadaran kritis yang reflektif dan mampu berpikir sendiri, juga menolong mereka
untuk menjadi lebih peka pada kebutuhan komunitas dan lingkungannya sehingga
memiliki wawasan yang luas (Heryatno Wono Wulung, 2008: 23).
Ignatia Esti Sumarah (2003: 39) juga menulis pandangan Konsili Vatikan II
bahwa pendidikan agama yang diberikan di sekolah Katolik bertujuan
menanamkan pendidikan moral menciptakan lingkungan hidup yang dijiwai oleh
semangat injil, kebebasan dan cinta kasih sehingga membantu peserta didik dalam
mengembangkan kepribadiannya. Cita-cita Pendidikan Agama Katolik menurut
iman Katolik adalah sebagai arah menuju jalan keselamatan di tengah-tengah
segala masalah dan pergumulan hidup sehari-hari seseorang (GE art. 7 dan 8).
Konsili Vatikan II juga menegaskan bahwa sekolah Katolik merupakan
sebuah lembaga pendidikan resmi demi mengembangkan bakat, minat, dan
kemampuan peserta didik agar mereka dapat tumbuh menjadi pribadi yang matang
dan mandiri. Tujuan Pendidikan Agama Katolik itu sendiri mencakup
pengembangan pribadi yang utuh, membentuk kesadaran etis dan sosial, lebih
bertanggung jawab, mampu memilih secara bebas dan benar, serta menyiapkan
para peserta didik untuk membuka diri terhadap kenyataan hidup dan semakin
mampu memaknai hidup.
c. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Katolik
Komkat KWI (2007: 12) membagi ruang lingkup pembelajaran PAK
1) Pribadi Siswa
Dalam aspek pribadi siswa dibahas tentang pemahaman diri sebagai laki-laki dan perempuan yang memiliki kemampuan dan keterbatasan, kelebihan dan kekurangan dalam hal berelasi dengan sesama serta lingkungan sekitarnya.
2) Yesus Kristus
Dalam aspek Yesus Kristus dibahas bagaimana meneladani pribadi Yesus Kristus yang mewartakan Allah Bapa dan Kerajaan Allah. Dengan meneladani Yesus, diharapkan para peserta mampu menjadi pribadi yang lebih baik dalam bertingkah laku dan bertutur kata.
3) Gereja
Dalam aspek Gereja dibahas arti dan makna Gereja, yang sebagai persekutuan murid-murid Yesus dipanggil serta diutus menjadi pewarta, saksi dan pelaksana karya keselamatan Allah, serta bagaimana mewujudkan kehidupan menggereja dalam realitas hidup sehari-hari.
4) Kemasyarakatan
Dalam aspek kemasyarakatan dibahas secara mendalam hidup bersama dalam masyarakat sesuai dengan Firman/Sabda Tuhan, ajaran Yesus dan ajaran Gereja, atas dasar keyakinan, bahwa kehadiran Yesus dan Gereja-Nya di dunia bukan hanya untuk Gereja tetapi untuk semua orang.
d. Konteks Pendidikan Agama Katolik di Sekolah
Konteks Pendidikan Agama Katolik akan menjabarkan dua pendekatan
yaitu sosialisai dan edukasi. Sosialisasi merupakan proses dimana kita menjadi diri
sendiri dengan berinteraksi dengan orang lain, dengan aturan dan nilai hidup yang
diikuti, serta pola tingkah laku yang diharapkan oleh lingkungan sosial itu sendiri.
Sedangkan edukasi adalah sebagai proses dimana kita dengan sadar mendidik diri
sendiri dan peserta didik agar secara bersama mengalami perkembangan hidup
yang utuh. Sosialisasi dan edukasi itu sendiri antara lain:
1) Sosialisasi Menuju Pribadi yang Lebih Matang
Sosialisasi merupakan proses yang berlangsung seumur hidup di mana
kita diajak untuk bisa beradaptasi pada sistem nilai yang dianut dan norma-norma
hidup yang berlaku di masyarakat (Heryatno Wono Wulung, 2008: 44). Manusia
tetap berperan sebagai subyek yang bebas dalam berpikir, mengambil keputusan
dan bertindak menurut hati nuraninya. Di dalam Pendidikan Agama Katolik di
sekolah kesadaran diri sebagai subyek perlu ditegaskan dan ditekankan. Selain hal
itu, perlunya meningkatkan hubungan yang berkaitan dengan masyarakat dan
individu, antara kenyataan sosial dan kesadaran perseorangan.
2) Sosialisasi Menuju Hidup Beriman yang Dewasa
Untuk menjadi orang beriman kristiani yang mantap dan dewasa kita perlu
berinteraksi dan bersosialisasi dengan hidup sesama jemaat lainnya (Heryatno
Wono Wulung, 2008: 46). Melalui interaksi tersebut iman seseorang akan dibentuk
dan dikembangkan. Penyelenggaraan Pendidikan Agama Katolik di sekolah harus
bertitik tolak pada kebutuhan peserta didik sehingga mampu mengarahkan mereka
menjadi orang Katolik yang sungguh beriman.
3) Proses Sosialisasi Memerlukan Edukasi yang Bersifat Kritis
Pendidikan Agama Katolik bukan hanya proses sosialisasi, tetapi juga
proses edukasi yang kritis yang memberdayakan. Pendidikan Agama Katolik juga
berusaha supaya dapat meningkatkan hubungan yang bersifat dialektis antara
jemaatnya dengan warga dan begitu pula sebaliknya. Perkembangan iman juga
merupakan proses dialektis. Oleh sebab itu, Pendidikan Agama Katolik yang
diselenggarakan di sekolah perlu meningkatkan proses sosialisasi yang bersifat
e. Proses Pendidikan Agama Katolik di Sekolah
Setiap sekolah Katolik wajib menyelenggarakan Pendidikan Agama Katolik
yang bervisi spiritual, yakni dengan mengedepankan hal-hal yang berhubungan
dengan inti hidup manusia. Pendidikan yang bervisi spiritual itu dapat terwujud
apabila suasana sekolah Katolik juga dijiwai oleh cinta kasih dan kebebasan injili.
Kebebasan injili merupakan kebebasan sejati, dimana mengalir dari hati nurani
seseorang dengan berani mengatakan “ya” baik kepada sabda Allah, kehidupan
sesama maupun dirinya sendiri. Pendidikan Agama Katolik di sekolah tidak hanya
mengejar prestasi akademis dan berhenti pada pengetahuan saja, melainkan secara
utuh memperkembangkan nilai-nilai kejujuran, kepekaan, kepedulian,
kebijaksanaan, dan hati nurani peserta didik.
Pendidikan diharapkan tidak hanya menyebarkan informasi, akan tetapi
juga memberikan inspirasi hidup kepada para peserta didik antara lain bagaimana
menghadapi kenyataan hidup di masa sekarang dan menjawab tantangan di masa
depan. Pendidikan Agama Katolik diharapkan mampu membantu para peserta
didik semakin terampil dalam menemukan makna hidup dari kenyataan sehari-hari.
Elemen dasariah dari pendidikan itu sendiri adalah perkembangan atau perwujudan
diri yang terus menerus. Sikap dasar terus menerus belajar dan
memperkembangkan diri ini perlu ditekankan karena sifat manusia yang terus
berkembang, sejarah hidup manusia yang tidak pernah berhenti dengan ada
perubahan-perubahan pada dunia dan globalisasi pada masa sekarang (Heryatno
Wono Wulung, 2008: 15).
Simon Rachmadi (2001: 84) menulis bahwa refleksi merupakan komunikasi
secara lebih mendalam. Proses refleksi itu sendiri merupakan cara membaca
pengalaman hidup nyata, agar para peserta didik mampu melihat sisi-sisi angugerah
ilahi yang membangkitkan iman di dalam dirinya. Untuk sampai pada komunikasi
pengalaman iman itu sendiri, orang membutuhkan kemampuan berefleksi dan
ketrampilan dalam memaknai kenyataan hidup yang dialami sehari-hari.
Dengan adanya komunikasi tentu akan saling memperkaya dan
meneguhkan pengalaman iman para peserta yang lain pula. Namun semua
penilaian tersebut tidak semata-mata menghitung seberapa banyak informasi yang
bisa dihafal, melainkan bagaimana kesungguhan hati para peserta didik di dalam
melakukan refleksi dan terus menerus mendalaminya secara lebih mendalam lagi
komunikasinya dengan Allah di dalam hidup sehari-hari. Sebagai komunikasi
iman, Pendidikan Agama Katolik perlu menekankan sifatnya yang menekankan
pada tindakan menuju penghayatan iman yang lebih “baik”.
Pendidikan Agama Katolik menekankan proses perkembangan iman,
peneguhan serta perwujudan cinta kasih. Sehingga suasana kebersamaan,
kesalingan serta penghargaan pada masing-masing pribadi sangat penting untuk
diciptakan di dalam kelas atau pun dalam kegiatan pembinaan yang lain. Suasana
sekolah semacam ini mampu membuat peserta didik merasa martabatnya
dihormati, permasalahan hidupnya dipahami, pertanyaan dan keluhannya
diperhatikan. Selain itu, mereka juga dibantu menemukan identitas diri dan
perannya di dalam lingkungan sekolah dan masyarakat. Di samping itu, suasana
kelas yang menggembirakan perlu ditekankan agar tidak membosankan dan
menekan. Dengan memiliki visi dan suasana semacam ini, maka tujuan Pendidikan
f. Peranan Guru Pendidikan Agama Katolik di Sekolah
Kelayakan pendidikan dapat diukur dari ketersediaan sarana dan prasarana
belajar, media dan sumber belajar, serta guru yang professional. Guru adalah orang
yang memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik dalam lembaga
pendidikan formal, yaitu sekolah. Untuk menjadi guru yang professional, guru
harus mampu menjalankan tugasnya secara professional, mampu membelajarkan
peserta didiknya baik dalam materi maupun praktek tentang pengetahuan yang
dikuasainya dengan baik. Beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai
tenaga pendidik, antara lain:
a) sebagai pekerja professional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih, b) sebagai pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki, c) sebagai petugas kemasyarakatan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik. Peran guru seperti ini menuntut pribadi guru harus memiliki kemampuan manajemen kelas yang baik, teknis, serta keikhlasan bekerja yang dilandaskan pada panggilan hati untuk melayani orang lain (Mohamad Surya, 2010: 8).
Guru merupakan penanggung jawab utama dalam pendidikan formal di
sekolah. Sebagai seorang pendidik, guru menjadi tokoh, teladan dan identifikasi
bagi para peserta didik dan lingkungannya. Masyarakat menempatkan guru pada
tempat yang terhormat dalam kehidupan masyarakat, yakni di depan memberi
teladan, di tengah-tengah membangun, dan di belakang memberikan dorongan dan
motivasi (ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani).
Kedudukan seperti itu merupakan tantangan untuk para guru, bukan saja di depan
kelas melainkan juga di tengah masyarakat. Oleh karena itu, guru harus memiliki
kualitas pribadi yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin
Memahami peserta didik, cara mereka berkembang dan cara mereka belajar
merupakan hal yang sangat penting agar pengajaran yang dilaksanakan oleh guru
menjadi efektif. Pengetahuan guru tentang tumbuh kembang peserta didik
membantu guru dalam mengatur kelas agar efektif, membantu dalam memilih
latihan-latihan yang tepat untuk peserta didik, mengarahkan proses pembelajaran,
dan menjaga agar siswa tetap termotivasi untuk belajar. Guru harus memiliki
pengetahuan tentang perkembangan yang terjadi dari berbagai aspek, yakni aspek
fisik, sosial, emosional, kognisi dan linguistik. Guru yang demikian tahu
bagaimana cara membantu peserta didik agar mereka dapat belajar tentang hal yang
tepat pada saat yang tepat dan dengan cara yang tepat, sehingga mereka dapat
mencapai kemajuan yang maksimal (Linda, 2009: 14)
Menjadi seorang guru berarti mendampingi peserta didik secara total dalam
berproses menjadi pribadi yang utuh. Yustiana (2012: 33) beliau juga menulis
bahwa guru Katolik dipanggil untuk membentuk pribadi peserta didik sehingga
peserta didik siap berperan dalam kehidupan bermasyarakat, mengambil bagian
dalam perubahan dan perbaikan struktur sosial agar tercipta peradaban manusia
yang bermartabat. Guru secara terus menerus berdaya upaya dalam pembentukan
pribadi peserta didik secara utuh dan mengembangkan sikap tanggung jawab dan
kepedulian terhadap masyarakat terutama masyarakat yang kurang diperhitungkan.
Guru menjadi penggerak dalam perubahan sosial yang diwujudkan melalui
pembinaan utuh peserta didik sehingga mampu mengemban tanggung jawab,
menggunakan kebebasan secara tepat, dan terlibat aktif dalam kehidupan
masyarakat. Para guru juga perlu mengetahui cara menciptakan kelas yang penuh
Memiliki profesi sebagai guru agama Katolik bukanlah tugas yang mudah,
tugas ini merupakan suatu panggilan dariNya yang mempercayakan diri kita untuk
mendampingi peserta didik menemukan imannya yang utuh dalam hidupnya
sehingga mampu mengantar peserta didik menuju kematangan iman yang sejati.
Melalui sikap meneguhkan, menyemangati, mengasihi, memperhatikan serta
mendampingi merupakan sikap yang harus kita miliki sebagai bentuk tanggapan
kita terhadap panggilan menjadi seorang guru agama Katolik. Menjadi seorang
guru agama Katolik tentunya harus memiliki spiritualitas dalam diri sehingga lebih
mudah bagi kita masuk dalam kehidupan peserta didik.
Spiritualitas seorang guru itu sendiri nampak dalam semangat, sikap dasar
dan gaya hidup sebagai murid-murid-Nya berakar pada relasi yang intim dan
mendalam diri kita dengan hidup Yesus Kristus. Relasi penuh kepercayaan dan
persahabatan pribadi dengan Yesus Kristus merupakan dasar dan sumber
spiritualitas guru agama Katolik (Heryatno Wono Wulung, 2008: 103).
Pengalaman dikasihi dan mengasihi Yesus Kristus inilah yang menjadi dorongan
bagi guru agama Katolik dalam mengembangkan sikap mengasihi para peserta
didik yang memiliki masalah dalam hidup pribadinya. Kehebatan Yesus dalam
menghadapi para murid dapat menjadi contoh dalam menjalin interaksi dan
komunkasi dengan peserta didik.
Proses penyelenggaraan Pendidikan Agama Katolik menjadi sarana
komunikasi pengalaman bahwa peserta didik dicintai oleh Yesus dan menjadi
sarana untuk bersama-sama semakin menyadari dan menghayati kehadiran kasih
Yesus di dalam kehidupannya. Membantu para peserta didik menemukan makna
agama Katolik harus mampu memberikan dirinya serta melayani siapa saja yang
membutuhkan, terutama para peserta didik yang memiliki masalah serta banyak
kesulitan dalam hidupnya. Dengan demikian, guru agama Katolik semakin mampu
menyadari cinta kasih Yesus Kristus yang berlimpah dalam hidup sehari-hari.
B. Perkembangan Tanggung Jawab
1. Perkembangan
a. Pengertian Perkembangan
Monks, dkk (1984: 1) mengatakan bahwa perkembangan menunjukkan
suatu proses tertentu, yaitu suatu proses yang menuju ke depan dan tidak begitu
saja dapat diulang kembali. Dalam perkembangan pribadi terjadi
perubahan-perubahan yang sedikit banyak bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali.
Perkembangan memiliki kesamaan dengan istilah pertumbuhan. Hal ini ingin
menunjukkan bahwa seseorang bertambah dalam berbagai kemampuannya yang
bermacam-macam, bahwa ia lebih mengalami perubahan-perubahan dalam
hidupnya. Istilah perkembangan itu sendiri lebih dapat mencerminkan sifat-sifat
yang khas mengenai gejala-gejala psikologis yang nampak.
Perkembangan itu sendiri dapat diartikan juga sebagai “Suatu proses
perubahan dalam diri individu atau organisme, baik secara fisik (jasmani) maupun
non fisik (rohani) menuju pada tingkat kedewasaan atau kematangan yang
berlangsung secara berkesinambungan (Syamsu Yusuf, 2011: 1). Perkembangan
juga berhubungan dengan proses belajar, khususnya mengenai isinya. Isi itu sendiri
mengenai apa yang akan berkembang berkaitan dengan tingkah belajar. Selain itu
perkembangan itu sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa perkembangan merupakan proses yang kekal dan tetap
yang menuju ke arah suatu struktur tingkah laku yang lebih tinggi, berdasarkan
proses pertumbuhan, kemasakan dan belajar.
b. Ciri-ciri Perkembangan
Perkembangan dalam diri manusia sangat mempengaruhi pada aspek fisik
maupun non fisik, kedua aspek ini merupakan hal yang berhubungan satu sama lain
(Syamsu Yusuf, 2011: 3). Perkembangan itu sendiri memiliki beberapa ciri seperti
berikut ini:
1) Terjadinya perubahan ukuran dalam (a) aspek fisik: perubahan tinggi dan berat badan serta organ-organ tubuh lainnya; dan (b) aspek psikis: semakin bertambahnya penbendaharaan kata dan matangnya kemampuan berpikir, mengingat, serta menggunakan imajinasinya. Perkembangan fisik dan psikis turut mempengaruhi perkembangan dalam diri manusia itu sendiri.
2) Terjadinya perubahan proporsi dalam (a) aspek fisik: proporsi tubuh anak berubah sesuai dengan fase perkembangannya, dan pada usia remaja proporsi tubuh anak mendekati proporsi tubuh usia dewasa; dan (b) aspek psikis: perubahan perhatiannya dari yang tertuju kepada dirinya sendiri perlahan-lahan beralih kepada orang lain, khususnya kepada teman sebaya. Perubahan-perubahan ini mengacu pada perkembangan sosialnya dengan lingkungan sekitar .
3) Lenyapnya tanda-tanda lama dalam (a) aspek fisik: lenyapnya kelenjar anak-anak yang terletak di bagian dada, rambut halus, dan gigi susu; dan (b) aspek psikis: lenyapnya masa mengoceh, bentuk gerak-gerik kanak-kanak seperti merangkak dan perilaku impulsif (melakukan sesuatu sebelum berpikir). Perkembangan ini mengarah pada perubahan bentuk badan dan juga perkembangan manusia dari tahun ke tahun