• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberdayaan Kelompok Disabilitas Melalui Kegiatan Ketrampilan Handicraft dan Woodwork Di Yayasan Wisma Cheshire Jakarta Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberdayaan Kelompok Disabilitas Melalui Kegiatan Ketrampilan Handicraft dan Woodwork Di Yayasan Wisma Cheshire Jakarta Selatan"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

WOODWORK DI YAYASAN WISMA CHESHIRE JAKARTA

SELATAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

Mia Maisyatur Rodiah 1110054000022

PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka ssaya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Oktober 2014

(5)

i

Pemberdayaan Kelompok Disabilitas Melalui Kegiatan Ketrampilan Handicraft dan Woodwork Di Yayasan Wisma Cheshire Jakarta Selatan

Pada dasarnya kelompok disabilitas merupakan bagian dari warga Negara yang memiliki hak, kewajiban serta peran yang sama dalam bernegara, namun hal tersebut belum begitu terihat nyata dalam kehidupan. Kurangnya akses pendidikan, pekerjaan dll menjadikan kelompok disabilitas sulit menjalani kehidupan seperti masyarakat umum lainnya. Salah satu upaya agar mereka bisa mendapatkan hak, kewajiban serta peran dalam bernegara adalah dengan cara diberdayakan. Pemberdayaan terhadap kelompok disabilitas merupakan upaya pemandirian bagi mereka agar tidak selalu bergantung kepada orang lain.

Salah satu bentuk pemberdayaan bagi kelompok disabilitas adalah melalui kegiatan ketrampilan, seperti halnya Yayasan Wisma Cheshire yang memberdayakan kelompok disabilitas melalui kegiatan ketrampilan handicraft dan woodwork. Melalui kegiatan ketrampilan tersebut para disabilitas mampu menjalani kehidupan yang mandiri seperti masyarakat pada umumnya. Dengan kegiatan ketrampilan ini mereka bisa terus melatih kemampuan serta bakat yang dimilikinya. Selain itu mereka bisa mendapatkan penghasilan dari ketrampilan tersebut.

(6)

ii

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan nikmat serta karunia yang tak terhingga kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik tanpa suatu kendala yang berarti. Sholawat beserta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, sebagai Nabi dan Rasul terakhir yang telah membimbing umatnya ke jalan yang benar yaitu jalan yang diridhai Allah SWT.

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Strata I (SI). Adapun skripsi ini penulis beri judul “Pemberdayaan Kelompok Disabilitas Melalui Kegiatan Ketrampilan Handicraft dan Woodwork Di Yayasan Wisma Cheshire Jakarta Selatan”

Penulis menyadari tanpa bimbingan, bantuan dan dukungan dari semua pihak, skripsi ini tidaklah mungkin dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, M.A. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta jajaran pembantu Dekan I, II, III Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Prof. Dr. H. Syamsir Salam, M.S Dosen Pembimbing skripsi penulis yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahannya secara detail dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini sehingga menjadi lebih sempurna.

4. Ibu Wati Nilamsari M.Si, selaku Ketua Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI).

(7)

iii penulis selama berada dibangku kuliah.

7. Orangtua dan segenap keluarga tercinta, yang senantiasa selalu memberikan doa, nasihat, semangat, motivasi, bimbingan dan kasih sayang yang tak terhingga serta dukungan moril maupun materiil, yang tak pernah putus.

8. Ibu Petty Eliot, Mas Fendo Parama Sardi, Ibu Poniati, yang telah mengizinkan serta memberi kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian skripsi di Yayasan yang sedang dikelolanya. Kepada Resident YWC, staf serta alumni yang telah bersedia meluangkan waktunya.

9. Teman seperjuangan Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam angkatan 2010 Nurul Vivi AP, Nurhandayani dan Resa Purnama, yang selalu menemani penulis dalam melakukan penelitian. Umu Salamah yang selalu menemani dan bimbingan bersama selama proses bimbingan. Serta Lilis Yunengsih, Badzlia R Framutami, Yulia Yusyunita, Sri Rahmayani, Vivih Rahmawati, Maya Indah J, Anisa Fatonah, Desia Cahya N, Ika Septi T, Tiflah Safitri, A. Septiawan, A. Suheri, Adiatma, M. Iqbal, A Taufik, Viqih Akbar, M Imamudin Arya, Fikri Dzulkarnain, Anfal, Ade Ramdhan, M. Irfan Jaya, Ujang Kosasih, Rendy Saputra, Rian, Abdul Basith, Yusuf, dll.

Semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu dengan iringan doa kepada Allah SWT, penulis menghaturkan banyak terimakasih yang tak terhingga atas segala dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, khususnya bagi penulis.

Jakarta, 17 September 2014

(8)

iv

1. Pengertian Pemberdayaan ... 22

(9)

v

5. Tahapan Pemberdayaan ... 32

B. Disabilitas ... 35

1. Pengertian Disabilitas ... 35

2. Jenis Disabilitas ... 37

3. Karakteristik Kelompok Disabilitas ... 38

4. Dampak Disabilitas Pada Identitas Diri ... 38

C. Ketrampilan ... 39

1. Pengertian Ketrampilan ... 39

2. Jenis Ketrampilan ... 41

BAB III : GAMBARAN UMUM ... 42

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 42

1. Letak dan Batas Wilayah Kelurahan Cilandak Barat ... 42

2. Topografi ... 42

3. Data Aparat Pemerintah Kelurahan Cilandak Barat ... 43

B. Gambaran Umum Yayasan Wisma Cheshire ... 44

C. Maksud dan Tujuan Didirikannya Yayasan Wisma Cheshire . 47 D. Visi dan Misi Yayasan Wisma Cheshire ... 47

E. Struktur Organisasi Yayasan Wisma Cheshire ... 49

F. Program Kegiatan Yayasan Wisma Cheshire ... 50

G. Kerjasama Yayasan Wisma Cheshire ... 51

H. Sumber Dana Yayasan Wisma Cheshire ... 51

I. Sasaran Pelayanan ... 52

J. Sarana dan Prasarana... 52

K. Rekrutmen Anggota/Resident ... 52

L. Kegiatan Sehari-hari Yayasan Wisma Cheshire ... 54

M. Aturan Umum warga Yayasan Wisma Cheshire ... 55

(10)

vi

BAB IV : ANALISIS DAN TEMUAN LAPANGAN YAYASAN WISMA

CHESHIRE DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN

KELOMPOK DISABILITAS ... 58

A. Pelaksanaan Kegiatan Pemberdayaan Kelompok disabilitas melalui Ketrampilan di Yayasan Wisma Cheshire (YWC) ... 58

1. Kegiatan Ketrampilan ... 58

2. Waktu Pelaksanaan Ketrampilan ... 58

3. Metode Ketrampilan ... 59

4. Proses Pembuatan Ketrampilan Woodwork dan Handicraft... 60

5. Produk Ketrampilan ... 63

6. Pemasaran Produk Ketrampilan ... 63

7. Tim Woodwok dan Handicraft ... 65

B. Pengaruh Kegiatan Pemberdayaan terhadap Kelompok Disabilitas (Resdient) Melalui Ketrampilan di Yayasan Wisma Cheshire ... 66

BAB V : PENUTUP ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA

(11)

vii

1. Tabel 1 Table Pegawai Kelurahan Cilandak Barat Tahun 2013 ... 43 2. Tabel 2 Jenis Disabilitas Yang diderita Anggota/Resident di Yayasan

Wisma Cheshire Berdasarkan Persentase dan Jenis Kelamin

Tahun 2014 ... 46 3. Tabel 3 Jadwal Kegiatan Sehari-hari Resident di Yayasan Wisma

Cheshire, Tahun 2014 ... 54 4. Tabel 4 Tabel Anggota/Resident di Yayasan Wisma Cheshire Tahun

2014 ... 57 5. Tabel 5 Tabel Pembagian Waktu Kegiatan Ketrampilan Resident

Dalam Satu Hari di Yayasan Wisma Cheshire Tahun 2014 ... 59 6. Tabel 6 Pelaksanaan Bazar Organisasi Ekspatriat dalam satu tahun di

yayasan wisma Cheshire berdasarkan jumlah pelaksanaannya ... 64 7. Tabel 7 Jenis Kegiatan Woodwork Pada Yayasan Wisma Cheshire

Berdasarkan Jenis Kelamin, Tahun 2014 ... 65 8. Tabel 8 Jenis Kegiatan Handicraft Pada Yayasan Wisma Cheshire

(12)

viii

DAFTAR GAMBAR

(13)

1

A. Latar Belakang Masalah

Kecacatan mental atau fisik terkadang membuat banyak orang merasa kurang beruntung dan psimis untuk menjalani berbagai kegiatan. Oleh karena itu penyandang cacat dipandang sebagai kelompok yang kurang beruntung karena dianggap tidak mampu mendapatkan keuntungan material dari kehidupan sosial, misalnya kesempatan untuk menikah, bekerja, berkeluarga, dll.

Berdasarkan hasil pendataan, jumlah penyandang disabilitas pada 9 provinsi di Indonesia sebanyak 299.203 jiwa, sekitar 67,33% disabilitas dewasa tidak memiliki keterampilan dan pekerjaan. Jenis keterampilan utamanya adalah pijat, pertukangan, petani, buruh dan jasa.1

Data tersebut menjelaskan bahwa mayoritas kelompok disabilitas tidak memiliki peluang untuk bekerja. Itu berarti secara tidak langsung kelompok disabilitas kehilangan sebagian haknya dalam bernegara. Peluang atau kesempatan untuk memiliki pekerjaan merupakan salah satu hak setiap warga didalam suatu Negara. Namun peluang dan akses pekerjaan di ranah publik bagi kelompok disabilitas seakan-akan tidak diperuntukkan bagi mereka. Sehingga melalui keterampilan yang dimilikinya, seolah-olah peluang bekerja para disabilitas hanya sebagai tukang pijat, petukangan, dll.

Survey terhadap penyandang cacat membuktikan ketidakpuasan mereka akan kehidupan sosial apa lagi mereka yang berusia lebih muda. Ini dikarenakan

1

Nawir, Expose Data Penyandang Cacat Berdasarkan Klasifikasi ICF Tahun 2009,

artikel di akses pada 27 September 2014,dari

(14)

2

mereka lebih menekankan pada hubungan mereka terhadap teman seusia dan gaya hidup yang relative lebih tergantung pada aktivitas diluar rumah untuk melakukan kontak social.2

Persepsi terhadap penyandang cacat sebagai orang yang tidak berguna, mengalir begitu saja sejak dari sedikitnya keterlibatan mereka dalam aktivitas ekonomi. Hal ini sebagai konsekuensi dari kegagalan mereka dalam menyesuaikan diri dengan kelompok mayoritas. Mereka terpola sedemikian rupa

sebagai orang yang “berbeda”. Terlebih lagi, reaksi kekagetan yang ditunjukkan

orang-orang terhadap “penyandang cacat” menstimulasi ketakutan yang mendalam, kegagalan mereka untuk menerima diri mereka seperti itu dan orang

lain yang secara sederhana melihat mereka sebagai orang lain”.3

Kelompok-kelompok tertentu yang mengalami diskriminasi dalam suatu masyarakat, seperti masyarakat kelas sosial ekonomi rendah, kelompok minoritas etnis, wanita, populasi lanjut usia, serta para penyandang cacat (disabilitas), adalah orang-orang yang mengalami ketidakberdayaan. Keadaan dan perilaku

mereka yang berbeda dari „keumuman‟ kerapkali dipandang sebagai „deviant‟

(penyimpang). Mereka seringkali kurang dihargai dan bahkan di cap sebagai orang yang malas, lemah, yang disebabkan oleh dirinya sendiri. Padahal ketidakberdayaan mereka seringkali merupakan akibat dari adanya kekurangadilan dan diskriminasi dalam aspek-aspek kehidupan tertentu.4

Kelompok disabilitas di Negara inipun nampaknya masih rentan dengan diskriminasi. Seringkali mereka di pandang rendah oleh sebagian besar

2

Kusmana, dan Siti Napsiyah, ed., Disabilitas Sebuah Pengantar, (Jakarta: PIC UIN

Jakarta, 2007), h.84-85.

3

Kusmana, dan Siti Napsiyah, ed., Disabilitas Sebuah Penganta.,h.14-17.

4

Edi Suharto, Mengembangkan Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT.

(15)

masyarakat, mereka dianggap sebagai orang yang berbeda dari masyarakat pada umumnya. Perlakuan tersebut menjadikan para disabilitas menerima berbagai ketidakadilan dari kehidupan sosial.

Pada kenyataannya kelompok disabilitas merupakan bagian dari warga Negara yang memiliki hak, kewajiban serta peran yang sama. Mereka perlu diupayakan untuk meningkatkan kesejahteraan sosialnya, sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat.5

Selain itu disebutkan pula dalam konvensi PBB mengenai hak-hak kelompok disabilitas (UNCRPD, 2007). Konvensi tersebut bertujuan untuk mempromosikan, melindungi dan memastikan kelompok disabilitas dapat menikmati secara penuh dan setara semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental serta mempromosikan penghargaan terhadap harkat dan martabat mereka.

Konvensi tersebut menandai sebuah „pergeseran paradigma‟ dalam perilaku dan pendekatan terhadap kelompok disabilitas. Kelompok disabilitas tidak dilihat sebagai obyek kegiatan amal, perlakuan medis, dan perlindungan sosial, namun dilihat sebagai manusia yang memiliki hak yang mampu mendapatkan hak-hak itu serta membuat keputusan terhadap hidup mereka sesuai dengan keinginan dan ijin yang mereka berikan seperti halnya anggota masyarakat lainnya.6 Untuk merealisasikan isi Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

5

Media Elektronik Sekretariat Negara Artikel diakses pada tanggal 09 februari 2014, dari http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_4_1997.pdf.

6

ILO, Mempromosikan Pekerjaan Layak Bagi Semua Orang: Membuka Kesempatan

(16)

4

1997 tentang kelompok disabilitas serta hasil konvensi PBB, maka kelompok disabilitas perlu diberdayakan.

Istilah keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa dengan individu-individu lainnya dalam masyarakat untuk membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Memberdayakan masyarakat adalah upaya memperkuat unsur-unsur keberdayaan itu untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang berada dalam kondisi tidak mampu dengan mengandalkan kekuatannya sendiri sehingga dapat keluar dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan atau proses memampukan dan memandirikan masyarakat.7

Pemberdayaan menurut Parsons adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadia-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempenggaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.8 Pemberdayaan menurut Parsons pada intinya dilakukan sebagai proses memampukan diri seseorang sehingga ia dapat berpartisipasi serta dapat berpengaruh dalam kehidupannya.

Upaya pemberdayaan masyarakat merupakan tuntutan utama pembangunan, ini terkait dengan teori sumberdaya manusia yang memandang mutu penduduk sebagai kunci utama pembangunan. Banyaknya penduduk bukan beban suatu

7

Anwar, Manajemen Pemberdayaan Perempuan, (Bandung: Alfabeta CV, 2007), h.1.

8

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis

(17)

bangsa bila mutunya tinggi, untuk itu pembangunan hakekat manusiawi hendaknya menjadi arah pembangunan dan perbaikan sumber daya manusia akan menumbuhkan inisiatif dan kewiraswastaan.9

Kemudian Rousoltone berpendapat bahwa Penyandang cacat/disabilitas secara spesifik, sangat rendah pada bidang profesi dan manajemen, dimana ini merupakan pekerjaan dengan pendapatan dan security atau kemapanan kerja yang lebih tinggi serta kesempatan promosi yang lebih menjanjikan. Akan tetapi, penyandang cacat memiliki angka tinggi pada pekerjaan yang berketerampilan dan berpenghasilan rendah dan pekerjaan yang tidak secure.10

Menurut Anwar dalam Human capital theory, manusia merupakan sumber daya utama, berperan sebagai subjek baik dalam upaya meningkatkan taraf hidup dirinya maupun dalam melestarikan dan memanfaatkan lingkungannya.11

Pada umumnya masyarakat mendambakan kondisi yang ideal yang merupakan tatanan kehidupan yang diinginkannya. Kondisi tersebut menggambarkan sebuah kehidupan yang disitu kebutuhan-kebutuhan dapat terpenuhi, suatu kondisi yang tidak lagi diwarnai kekhawatiran hari esok, kehidupan yang member iklim kondusif guna aktualisasi diri dan untuk terwujudnya proses relasi yang berkeadilan.12

Apabila kehidupan sekarang belum memenuhi kondisi ideal tersebut selalu ada dorongan usaha untuk mewujudkannya. Demikian juga apabila terdapat realitas yang dianggap menghambat tercapainya kondisi ideal tersebut, akan mendorong usaha untuk mengubah dan memperbaikinya. Dalam hal ini Chodak

9

Anwar, Manajemen Pemberdayaan Perempuan, h.1-3.

10

Kusmana, dan Napsiyah, ed., Disabilitas Sebuah Pengantar , h.73.

11

Anwar, Manajemen Pemberdayaan Perempuan, h.3.

12

Soetomo, Pembangunan Masyarakat; Merangkai Sebuah Kerangka, (Yogyakarta:

(18)

6

mencoba menganalisis realitas tersebut, ia menggunakan lima pendekatan dalam menjelaskan proses perkembangan masyarakat, salah satunya adalah perkembangan masyarakat terjadi karena tumbuhnya dorongan dan motivasi untuk berubah.13

Edward de Bono selalu mendalilkan bahwa di masa yang akan datang, orang harus lebih konstruktif. Untuk menjadi lebih konstruktif, manusia harus menjadi lebih kreatif.Persoalan dunia tidak menjadi semakin sederhana, melainkan semakin hari semakin bertumpuk, ruwet dan membikin pening kepala. Untuk itu manusia dituntut lebih kreatif dan konstruktif.14

Budaya disabilitas dibangun atas premis bahwa ada suatu kewajiban moral dan politis untuk menghargai perbedaan. Munculnya gerakan kesenian kaum penyandang cacat menandai suatu titik penting dalam tradisi menuju gambaran yang lebih positif tentang kaum penyandang cacat, dan suatu tanda yang jelas tentang kebangkitan politis mereka.15

Berkaitan dengan masalah tersebut, maka Yayasan Wisma Cheshire merupakan salah satu lembaga yang dapat mendorong, menggali, dan mengoptimalkan potensi dan kreatifitas kelompok disabilitas untuk mencapai kemandiriannya. Yayasan Wisma Cheshire adalah wadah bagi kelompok disabilitas seperti penyandang Pharaplegia, Polio, dan yang tidak bisa berjalan lainnya dengan tujuan membuka peluang dan kesempatan yang lebih besar bagi mereka untuk membuktikan potensi yang dimilikinya di masyarakat luas.

13

Soetomo, Pembangunan Masyarakat; Merangkai Sebuah Kerangka, h.17

14

Dra. Nanih Machendrawaty, M.Ag. dan Agus Ahmad Safei, M.Ag., Pengembangan

Masyarakat Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h.129.

15

(19)

Dengan adanya wadah tersebut diharapkan kelompok disabilitas dapat mengubah status sosialnya menjadi lebih baik dengan cara memandirikan kehidupannya melalui keterampilan dan skill yang mereka miliki. Kegiatan yang diterapkan di Yayasan Wisma Cheshire adalah, pertama, keterampilan handycraft dan woodwork, melalui keterampilan tersebut mereka mengasah bakat membuat kerajinan tangan dan kerajinan dari kayu. Kedua ada keterampilan tambahan melalui pendidikan kursus B. Inggris, dan Computer, dan olahraga melalui supporting program ini mereka dapat belajar serta mendapatkan hal lain tentunya.

Ketiga, ada program pendukung yang meliputi perawatan kesehatan serta rencana

pengembangan pribadi. Dan yang terakhir ada kegiatan Young Voice, kegiatan tersebut adalah kegiatan yang diadakan oleh para disabilitas muda khususnya, untuk menyerukan serta menyuarakan hak-hak yang sepatutnya mereka dapatkan. Seluruh program tersebut merupakan program yang diterapkan pada anggota (resident) yang dianggap berpotensi dan memiliki kemauan untuk belajar. Melalui program tersebut mereka bisa belajar untuk lebih mandiri dari sebelumnya, sehingga diharapkan mereka akan lebih siap untuk bermasyarakat.

Dari penjelasan tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai

“PEMBERDAYAAN KELOMPOK DISABILITAS MELALUI KEGIATAN

KETRAMPILAN HANDICRAFT DAN WOODWORK DI YAYASAN WISMA CHESHIRE JAKARTA SELATAN”.

B. Identifikasi Masalah

(20)

8

1. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama;

2. Penyandang cacat secara kuantitas cenderung meningkat, oleh karena itu perlu semakin diupayakan peningkatan kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat;

3. Dalam rangka terwujudnya kesamaan kedudukan, hak, kewajiban, dan peran sebagaimana tersebut di atas, dipandang perlu memberikan landasan hukum bagi upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat di segala aspek kehidupan dan penghidupan dalam suatu Undang-undang.16

Namun pada kenyataannya isi UUD tersebut belum begitu terealisasikan dalam kehidupan sosial. Sehingga ada beberapa masalah yang terlihat dalam kehidupan ini khususnya yang bersangkutan dengan para penyandang disabilitas, diantaranya:

1. Masyarakat pada dasarnya dapat memiliki kedudukan, hak, kewajiban, serta peran yang sama, tetapi pada kenyataannya kelompok disabilitas masih belum dapat merasakan hal tersebut, seperti kebanyakan kelompok disabilitas masih saja dipandang sebagai pengangguran, pemalas, tidak memiliki pekerjaan, tidak memiliki kegiatan dan keterampilan yang dapat dilakukan.

16

(21)

2. Sejauh ini kelompok disabilitas masih di pandang dan dianggap rendah oleh sebagian besar masyarakat karena kekurangannya yang membuat mereka merasa terbatas dalam melakukan berbagai hal sehingga mereka terlihat seperti tidak memiliki keahlian atau kegiatan dalam hidupnya. Hal tersebut yang kemudian membuat kelompok disabilitas merasakan ketidaknyamanan dalam bermasyarakat. Mereka lebih memilih untuk menghindar dan menjauhkan diri serta mereka enggan untuk melakukan kontak sosial dengan masyarakat lainnya.

Sehubungan dengan hal tersebut YWC menggagaskan beberapa program pemberdayaan yang diterapkan untuk kelompok disabilitas. Namun peneliti hanya membatasi penelitiannya pada pemberdayaan melalui keterampilan.

C. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti membatasi penelitian ini pada pemberdayaan melalui kegiatan keterampilan, masing-masing adalah:

a. Keterampilan handicraft b. Keterampilan woodwork

2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana pelaksanaan pemberdayaan kelompok disabilitas melalui kegiatan keterampilan handicraft dan woodwork?

(22)

10

D. Subyek dan Obyek Penelitian

1. Subyek Penelitian ini adalah kelompok disabilitas yang mengikuti kegiatan keterampilan handycraft dan woodwork di Yayasan Wisma Cheshire beserta pengurusnya. Diantaranya:

a. Ketua lembaga, dari ketua lembaga peneliti akan mendapatkan informasi mengenai Gambaran Umum Lokasi Penelitian, tujuan pendirian yayasan, kerjasama yayasan, sumber dana yayasan, sasaran pelayanan, dll.

b. Manager Program, dari Manager Program peneliti akan mendapatkan informasi mengenai program di yayasan, pelaksanaan dan langkah-langkah pembuatan keterampilan, produk yang dihasilkan serta pemasaran produk.

c. Ibu Asrama, dari Ibu Asrama peneliti akan mendapatkan informasi mengenai pengelolaan resident, perkembangan resident, sarana dan prasarana yayasan, jadwal kegiatan sehari-hari resident, kapasitas anggota di asrama.

d. Staf dan Resedent/kelompok disabilitas, peneliti akan mendapatkan informasi mengenai alasan resident masuk yayasan, perkembangan setelah masuk yayasan, respon resident terhadap kegiatan keterampilan di yayasan, hasil atau manfaat yang diperoleh dari kegiatan di yayasan.

(23)

2. Objek penelitian ini adalah pemberdayaan di Yayasan Wisma Cheshire melalui kegiatan keterampilan handicraft dan woodwork.

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mempelajari dengan seksama pelaksanaan pemberdayaan melalui keterampilan di Yayasan Wisma Cheshire

2. Untuk menjelaskan pengaruh pemberdayaan masyarakat terhadap kelompok disabilitas melalui kegiatan keterampilan di Yayasan Wisma Cheshire Jakarta Selatan.

F. Manfaat Penelitian

1. Secara akademis penelitian ini diharapkan:

a. Dapat memberikan kontribusi bagi jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, khususnya di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pemberdayaan penyandang cacat

b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber referensi dan tambahan pengetahuan dalam kerangka pengembangan pemberdayaan lainnya.

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan:

(24)

12

b. Memberikan wawasan, pengetahuan, dan pengalaman bagi peneliti khususnya, sehingga dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat

c. Diharapkan dapat memberi kontribusi kepada keluarga penyandang disabilitas akan pentingnya kegiatan keterampilan guna meningkatkan kreatifitas sehingga mereka dapat menumbuh kembangkan dan mengoptimalkan tingkat kreatifitas mereka dalam kehidupannya secara layak.

G. Metodologi penelitian

1. Pendekatan penelitian

Adapun pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menurut Hamidi (2010) adalah untuk mengetahui tentang makna (berupa konsep) yang ada dibalik cerita detail para responden dan latar social yang diteliti, peneliti dalam hal ini mengumpulkan data berupa cerita rinci dari para responden dan diungkap apa adanya sesuai dengan bahasa serta pandangan para responden.17

Bodgan dan Taylor mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau tulisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.Penelitian kulitatif dari sisi definisi lainnya dikemukakan bahwa hal itu merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk

17

Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif; Pendekatan Praktis Penulisan Proposal dan

(25)

menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu atau sekelompok orang.18

Oleh sebab itu dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif dan bermaksud untuk mendeskripsikan keadaan atau fenomena sebenarnya dari hasil penelitian mengenai “PEMBERDAYAAN KELOMPOK DISABILITAS MELALUI KEGIATAN KETRAMPILAN HANDICRAFT DAN WOODWORK DI YAYASAN WISMA CHESHIRE JAKARTA SELATAN”.

2. Lokasi Penelitian

Untuk menentukan lokasi yang akan diteliti, penelitian ini dilakukan secara purposive (ditunjuk/ditentukan) di Yayasan Wisma Cheshire yang berlokasi di Jl. Wijaya Kusuma, No.15a, Cilandak Barat, Jakarta Selatan.

Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena Yayasan Wisma Cheshire merupakan tempat pemberdayaan bagi kelompok disabilitas melalui kegiatan keterampilan handicraft dan woodwork. yang memberikan kesempatan dan peluang untuk para disabilitas agar tidak ketergantungan dan lebih mandiri dan untuk mengasah bakat yang mereka miliki.

3. Sumber data

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah hasil langsung dari penelitian yang dilakukan, diperoleh dari beberapa dokumentasi dan para informan yang ada di Yayasan Wisma Cheshire pada waktu penelitian. Data

18

Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya,

(26)

14

primer ini diperoleh melalui observasi atau pengamatan, wawancara dan studi dokumentasi.

b. Sumber Data Skunder

Data skunder adalah sumber-sumber pendukung dalam penelitian, serta data yang dikumpulkan melalui sumber-sumber informasi tidak langsung seperti data yang diperoleh dari catatan-catatan, buku, majalah, bulletin dan dokumen tertulis yang berhubungan dengan penelitian ini.

4. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data diperlukan untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan untuk dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan-permasalahan yang akan diteliti. Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan:

a. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu.Teknik observasi sering digunakan dalam penelitian kualitatif.19

Menurut Marshall, dalam Sugiyono (2010:64) menyatakan bahwa

“through observation, the researcher learn about behavior and the

19

Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, Metode dan Paradigma Baru, (Bandung,

(27)

meaning attached to those behavior”. Melalui observasi peneliti belajar

tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut.20

Dalam hal ini peneliti akan melakukan observasi agar peneliti mendapatkan data dan informasi yang objektif dalam kegiatan keterampilan. Keterampilan handicraft dan woodwork merupakan bentuk kegiatan dari pemberdayaan yang akan diteliti.

Observasi ini dilakukan untuk memperoleh gambaran kehidupan, dan perilaku serta kegiatan sehari-hari para penyandang disabilitas. Selain itu untuk mengetahui pelaksanaan pemberdayaan melalui keterampilan yang diterapkan oleh Yayasan Wisma Cheshire.

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (inteerviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh Loncoln dan Guba antara lain: mengonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dll.21

c. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi adalah teknik untuk mempelajari dan menganalisis bahan-bahan tertulis. Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian besar

20

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung, CV. Alfabeta, 2010), h.64

21

(28)

16

data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, catatan harian, cendera mata, laporan, artefak, foto dan sebagainya.22

Dari hasil studi dokumentasi, peneliti akan mendapatkan informasi mengenai visi dan missi yayasan, struktur organisasi yayasan, daftar nama-nama resident (anggota) yayasan, serta aturan umum yang diterapkan di yayasan.

5. Keabsahan Data (Triangulasi)

Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data diriberbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.23

Teknik keabsahan data dalam penelitian memiliki kriteria:24 a. Kredibilitas (derajat kepercayaan)

Dengan teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, hal itu dapat dicapai dengan jalan membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain. Dalam hal ini penulis membandingkan jawaban yang diberikan oleh sample yaitu para resident (disabilitas), pengurus, staf dan alumni Yayasan Wisma Cheshire (YWC) Jakarta Selatan. Selanjutnya penulis membandingkan hasil wawancara dengan data hasil pengamatan (Observasi).

b. Ketekunan dan pemusatan pengamatan

Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan cirri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang

22

Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, Metode dan Paradigma Baru, h.171.

23

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung, CV. Alfabeta, 2010), Cet. Ke-6,

h. 125

24

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan

(29)

sedang dicari, kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

c. Kepastian dengan teknik pemeriksaan audit

Disini pemastian bahwa sesuatu itu objektif atau tidak bergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat dan penemuan seseorang.

6. Analisis data

Dilihat dari tujuan analisis, maka ada dua hal yang ingin dicapai dalam analisis data kualitatif, yaitu: menganalisis proses berlangsungnya suatu fenomena social dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap proses tersebut. Selain itu untuk menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data, dan proses suatu fenomena social itu.25

Analisis data adalah proses yang dilakukan secara sistematis untuk mencari, menemukan dan menyusun transkip wawancara, catatan-catatan lapangan, dan bahan-bahan lainnya yang telah dikumpulkan peneliti dengan teknik-teknik pengumpulan data lainnya. Tahap-tahap kegiatan dalam menganalisis data kualitatif, tahap tersebut adalah:

a. Reduksi data, untuk memudahkan pemahaman terhadap data yang

diperoleh. Dalam tahap ini peneliti mencoba memilah data yang relevan dengan tujuan dan masalah penelitian. Tujuannya adalah untuk mencari tahu pola pemberdayaan masyarakat disabilitas melalui keterampilan dan untuk mengetahui manfaat serta hasil dari pemberdayaan tersebut.

25

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan

(30)

18

b. Penyajian data, Penyajian data ini digunakan sebagai bahan untuk

menafsirkan dan mengambil simpulan atau dalam penelitian kualitatif dikenal dengan istilah inferensi yang merupakan makna terhadap data yang terkumpul dalam rangka menjawab permasalahan.

c. Menarik simpulan/verifikasi. Simpulan tersebut merupakan

pemaknaan terhadap data yang telah dikumpulkan. Penarikan simpulan dilakukan dengan jalan membandingkan kesesuaian pernyataan responden dengan makna yang terkandung dalam masalah penelitian secara konseptual.26 Dan dalam tahapan ini peneliti akan menginterpretasikan data-data yang didapat berdasarkan teori yang digunakan dalam penelitian.

Namun dalam proses ini peneliti akan menggunakan analisis data dengan beberapa tahapan yaitu, Pertama membaca hasil kegiatan pengumpulan data, kedua, melengkapi data yang kurang, ketiga, menginterpretasikan data berdasarkan teori yang digunakan dalam penelitian.

H. Tinjauan Pustaka

Dalam penyusunan skripsi ini, sebelum penelitian lebih lanjut kemudian menyusunnya menjadi suatu karya ilmiah, maka langkah awal yang penulis tempuh adalah mengkaji terlebih dahulu skripsi-skripsi yang mempunyai mempunyai judul yang hampir sama dengan yang akan penulis teliti. dantaranya:

26

(31)

1. Judul : Pemberdayaan Penyandang Cacat Tunagrahita Oleh Yayasan Wahana Bina Karya Penyandang Cacat di Kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan

Penulis : Riyan Rusdiyanto/104054002094, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Lulus Tahun 2011

Isi Pokok : Skripsi ini membahas mengenai proses pemberdayaan penyandang cacat tunagrahita di Yayasan Wahana Bina Karya Penyandang Cacat serta keberlangsungan penyandang cacat tunagrahita dalam melaksanakan proses pemberdayaan tersebut.

2. Judul : Pengaruh Program Pemberdayaan Melalui Koperasi Simpan Pinjam Terhadap Peningkatan Penghasilan Anggota Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Di Kelurahan Duri Utara Kecamatan Tambora Jakarta Barat Penulis : Irhineu Dwi Wahyu Pratiwi/109054100022, Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Program Kesejahteran Sosial, Lulus Tahun 2014

(32)

20

I. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan skripsi ini, secara sistematis, penyususnannya dibagi kedalam empatbab, yang masing-masing bab terdiri dari sub-sub bab. Adapun sistematika penyusunan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Subjek dan Objek Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan. Dalam bab ini penulis berusaha mendeskripsikan secara umum tentang intisari keseluruhan skripsi ini.

Bab II Pengertian Judul yang meliputi: Pengertian Pemberdayaan, Tujuan Pemberdayaan, Indikator keberdayaan, Strategi Pemberdayaan, Tahapan Pemberdayaan, Pengertian Disabilitas, Karakteristik Penyandang Disabilitas, Dampak Disabilitas Pada Identitas Diri, Pengertian Ketrampilan, Jenis Ketrampilan.

(33)

Kegiatan Sehari-hari Yayasan Wisma Cheshire, Aturan Umum warga Yayasan Wisma Cheshire, Nama-nama Anggota Para Disabilitas di Yayasan Wisma Cheshire.

Bab IV Merupakan bentuk analisa terhadap temuan lapangan yang meliputi Pelaksanaan Kegiatan Pemberdayaan Kelompok disabilitas melalui Ketrampilan di Yayasan Wisma Cheshire (YWC), serta Pengaruh Kegiatan Pemberdayaan Melalui Ketrampilan terhadap Kelompok Disabilitas (Resdient) di Yayasan Wisma Cheshire

(34)

22

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Pemberdayaan

1. Pengertian Pemberdayaan

Upaya-upaya pembangunan untuk mensejahterakan rakyat banyak dilakukan oleh pemerintah maupun non pemerintah. Baik itu melalui peminjaman modal, pelatihan, keterampilan, pengembangan karakter, dll. Hal tersebut merupakan salah satu upaya untuk memberdayakan masyarakat agar dapat mencapai kehidupan yang lebih baik.

Istilah “pemberdayaan” adalah terjemahan dari istilah asing

empowerment. Secara leksikal, pemberdayaan berarti penguatan. Secara

teknis, istilah pemberdayaan dapat disamakan –atau setidaknya diserupakan- dengan istilah pengembangan. Bahkan dua istilah ini, dalam batas-batas tertentu bersifat interchangeable atau dapat dipertukarkan. Dalam pengertian lain, pemberdayaan atau pengembangan –atau tepatnya pengembangan sumber daya manusia- adalah upaya memperluas horizon pilihan bagi masyarakat. Ini berarti masyarakat diberdayakan untuk melihat dan memilih sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. Dengan memakai logika ini, dapat dikatakan bahwa masyarakat yang berdaya adalah yang dapat memilih dan mempunyai kesempatan untuk mengadakan pilihan-pilihan.1

Dalam Edi Suharto (2005:58) dijelaskan bahwa pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah

1

Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam; dari

(35)

sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas dalam mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; selain itu mampu menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.2

Menurut Kartasasmita dalam Anwar (2007:1), istilah keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa dengan individu-individu lainnya dalam masyarakat untuk membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Oleh sebab itu maka memberdayakan masyarakat adalah upaya memperkuat unsur-unsur keberdayaan itu untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang berada dalam kondisi tidak mampu dengan mengandalkan kekuatannya sendiri sehingga dapat keluar dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan, atau proses memampukan dan memandirikan masyarakat.3

Selain itu pemberdayaan menurut Gunawan Sumodiningrat dapat dilihat dari tiga sisi. Pertama, pemberdayaan menciptakan suasana atau iklim yang berkembang. Kedua, pemberdayaan untuk memperkuat potensi ekonomi atau daya yang dimiliki masyarakat. Ketiga, pemberdayaan melalui pengembangan ekonomi rakyat dengan cara melindungi dan mencegah

2

Edi Suharto, Mengembangkan Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT.

Rifka Aditama, 2005), h.58

3

(36)

24

terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta menciptakan kebersamaan dan kemitraan antara yang sudah maju dengan yang belum berkembang.4

Beberapa pengertian pemberdayaan menurut para ahli, diantaranya: a. Shardlow mengemukakan bahwa pada intinya pemberdayaan

membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.5

b. Biestek mengenai pemberdayaan, menurutnya prinsip ini pada intinya mendorong klien untuk menemukan sendiri apa yang harus ia lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia hadapi.6

c. McArdle lebih menitikberatkan pemberdayaan pada proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen melaksanakan keputusan tersebut. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan keharusan untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan mereka tanpa tergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal.7

4

Moh Aziz, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat: Paradigma Aksi Metodologi,

(Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2005), h. 136

5

Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan

Sosial, (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2002), 162

6

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan, Intervensi

Komunitas: Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2001), h. 33

7

Syamsir Salam, MS., dan Amir Fadhilah, S.Sos., M.Si., Sosiologi Pedesaan, (Jakarta:

(37)

Jika diruntut dari seluruh pengertian yang ada, penulis menyimpulkan bahwa pengertian pemberdayaan merupakan proses yang dilakukan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat melalui kemandiriannya dengan upaya menyediakan sarana yang dapat mengembangkan potensi atau bakat yang dimiliki masyarakat tersebut melalui berbagai kegiatan atau peluang yang ada, selain itu mereka dapat lebih aktif dan bisa berpartisipasi di dalam masyarakat, serta dilibatkan dalam pengambilan keputusan, dapat berpengaruh dalam lingkungannya dan mampu menyelesaikan segala permasalahan yang ada, agar terciptanya kesejahteraan bersama sesuai dengan harapan.

Pada intinya pemberdayaan fokus pada tiga hal, yaitu:

Pemberkuasaan, Penguatan kapasitas diri, dan Memandirikan. Ketiga hal

tersebut merupakan hal yang penting dalam proses pemberdayaan, dimana pemberkuasaan merupakan fase untuk menguatkan diri seseorang khususnya mereka yang rentan dan lemah serta mereka yang masih termarginalkan dalam kehidupan bermasyarakat, melalui partisifasi masyarakat yang bersangkutan agar tercipta kemampuan dan kekuasaan akan dirinya untuk akif dan ikut andil dalam kehidupan sosial melalui penguatan kapasitas diri dengan memanfaatkan skill atau kemampuan yang ada sehingga tercipta kemandirian. Tentu saja kegiatan pemberdayaan dilakukan demi terwujudnya taraf hidup yang lebih baik.

(38)

26

berani, dll. Semua hal tersebut akan terlaksana dengan baik jika masyarakat yang diberdayakan ikut berpartisipasi aktif untuk melakukan perubahan yang nyata dalam kehidupannya.

2. Tujuan Pemberdayaan

Tujuan dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk menciptakan kondisi yang dapat mendorong kemampuan masyarakat untuk memperoleh dan memanfaatkan hak-hak ekonomi, social, dan politik dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat.8

Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan social; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun social seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan social, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal maupun karena kondisi eksternal.9

Selain itu ada pula tujuan pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan, diantaranya adalah: Pertama, meningkatkan kualitas lingkungan permukiman melalui suatu upaya penanganan terpadu, baik dari aspek fisik, sarana dan prasarana, maupun kondisi social ekonomi masyarakatnya.

8

Ibid., h.77

9

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis

(39)

Kedua, pemberdayaan masyarakat untuk menumbuhkan inisiatif, kreatifitas dan jiwa kemandirian dalam pelaksanaan kegiatan peningkatan kesejahteraan dilingkungan tempat tinggalnya. Ketiga, meningkatkan kemampuan usaha dalam rangka pengembangan sumber pendapatan yang dapat menunjang perekonomian keluarga/warga.10

Dalam kaitan dengan hal ini, Payne mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan (empowerment), pada intinya ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan social dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya.11

Konsep pemberdayaan ada, karena adanya ketidakberdayaan. Bentuk ketidakberdayaan tersebut secara tidak langsung membuat dan membentuk masyarakat ketergantungan. Oleh sebab itu konsep atau strategi pemberdayaan cukup penting untuk menguatkan dan meningkatkan kemampuan masyarakat serta membentuk masyarakat yang mandiri. Biasanya pemberdayaan dibentuk didalam masyarakat melalui berbagai program dan kegiatan, dengan proses berkelanjutan dan bersifat partisipatif. Pada intinya tujuan pemberdayaan dilakukan melalui berbagai proses ini adalah untuk meningkatkan kapasitas masyarakat yang dianggap kurang

10

Rr. Suhartini, dkk., Model-Model Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS

Pelangi Aksara, 2005), h. 8

11

Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan, Intervensi Komunitas:

(40)

28

berdaya dengan memanfaatkan berbagai peluang melalui kemandiriannya. Selain itu tujuan pemberdayaan ini adalah sebagai bentuk penguatan bagi masyarakat, agar mereka mampu mempertahankan dan memperjuangkan apa yang menjadi hak-haknya sebagai warga masyarakat yang berdaulat, sehingga sampai pada kehidupan yang sejahtera.

3. Indikator Keberdayaan

Menurut Kiefer pemberdayaan mencakup tiga dimensi yang meliputi kompetensi kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif. Parson mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada:

a. Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan social yang lebih besar.

b. Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain.

c. Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan social, yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih menekan.12

12

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis

(41)

Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan beberapa indicator pemberdayaan yang mereka sebut sebagai Empowerment Index atau indeks pemberdayaan13:

a. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop, rumah ibadah, ke rumah tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian. b. Kemampuan membeli komoditas kecil: kemampuan individu

untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras, minyak tanah, minyak goring, bumbu); kebutuhan dirinya (minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, sampo). Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.

c. Kemampuan membeli komoditas besar: kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier seperti lemari pakaian, TV, radio, Koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnnya indicator diatas, poin tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.

13

(42)

30

d. Terlibat dalam keputusan-keputusan rumah tangga: mampu membuat keputusan secara sendiri maupun bersama suami/istri mengenai keputusan-keputusan keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah, pembelian kambing untuk diternak, memperoleh kredit usaha.

e. Kebebasan relative dari dominasi keluarga.

f. Kesadaran hokum dan politik: mengetahui salah seorang pegawai pemerintah desa/kelurahan; seorang anggota DPRD setempat; nama presiden; mengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan hokum-hukum waris.

g. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang

dianggap „berdaya‟ jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau

bersama orang lain melakukan protes, misalnya terhadap suami yang memukul istri; istri yang mengabaikan suami dan keluarganya; gaji yang tidak adil; penyalahgunaan bantuan social; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai pemerintah. h. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki

rumah, tanah, asset produktif, tabungan. Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya.

4. Starategi Pemberdayaan

(43)

a. Aras Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task

centered approach).

b. Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok biasanya dilakukan sebagai intervensi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

c. Aras Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai strategi system besar (large-system strategi), karena sasaran perubahan diarahkan pada system lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan social, kampanye, aksi social, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. System strategi besar memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serrta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.14

14

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT. Refika

(44)

32

Didalam Jim Ife dan Frank Tesoriero (2008) disebutkan beberapa strategi untuk mencapai pemberdayaan, diantaranya adalah:

a. Pemberdayaan melalui kebijakan dan perencanaan, dicapai dengan mengembangkan atau mengubah struktur-struktur dan lembaga-lembaga untuk mewujudkan akses yang lebih adil kepada sumber daya atau berbagai layanan dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.

b. Pemberdayaan melalui aksi social dan politik, menekankan pentingnya perjuangan dan perubahan politik dalam meningkatkan kekuasaan yang efektif.

c. Pemberdayaan melalui pendidikan dan penyadar-tahuan, menekankan pentingya suatu proses edukatif (dalam pengertian luas) dalam melengkapi masyarakat untuk meningkatkan keberdayaan mereka. Ini memasukkan gagasan-gagasan peningkatan kesadaran --membantu masyarakat memahami masyarakat dan sturuktur opresi, memberikan masyarakat kosakata dan keterampilan untuk bekerja menuju perubahan yang efektif dan seterusnnya.15

5. Tahapan Pemberdayaan

Sebagaimana disebutkan oleh Rr Suhartini dkk (2005: 135) ada beberapa tahapan yang seharusnya dilalui dalam melakukan pemberdayaan, diantaranya:

a. Membantu masyarakat dalam menemukan masalahnya.

15

Sastrawan Manullang, ed., Community Development: Alternatif Pengembangan

(45)

b. Melakukan analisis (kajian) terhadap permasalahan tersebut secara mandiri (partisipatif).

c. Menentukan skala prioritas masalah, dalam arti memilah dan memilih tiap masalah yang paling mendesak untuk diselesaikan.

d. Mencari cara penyelesaian masalah yang sedang dihadapi, antara lain dengancara sosio-kultural yang ada di masyarakat.

e. Melaksanakan tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.

f. Mengevaluasi seluruh rangkaian dan proses pemberdayaan itu untuk dinilai sejauh mana keberhasilan dan kegagalannya.16

Nampaknya tahapan yang disebutkan oleh Rr Suhartini diatas cukup berbeda dengan tahapan menurut Isbandi Ruknimto Adi (2001:173-178). Menurutnya tahapan yang dilakukan mencakup:

a. Tahap persiapan. Tahapan ini mencakup penyiapan petugas, dan penyiapan lapangan

b. Tahap Assesment. Tahap ini dilakukan untuk mengidentifikasi masalah/kebutuhan dan sumberdaya yang dimiliki klien

c. Tahap perencanaan alternative program atau kegiatan. Proses ini dilakukan untuk menemukan dan memecahkan permasalah yang ada, dan dilakukan secara partisiatif dengan melibatkan warga d. Tahap performulasian rencana aksi. Dalam tahapan ini seorang

pemberdaya berusaha menjadi fasilitator dengan membantu kelompok masyarakat untuk memformulasikan gagasan mereka sehingga dalam bentuk tulisan

16

(46)

34

e. Tahap pelaksanaan (Implementasi) program atau kegiatan. Ini merupakan tahapan yang paling penting dalam prosesnya

f. Tahap evaluasi. Kegiatan ini dilaksanakan dengan melibatkan warga karena tahapan ini merupaka proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap program yang sedang berjalan

g. Tahap terminasi. Ini merupakan tahap pemutusan hubungan secara formal dengan komunitas sasaran.17

Gambar 1

Tahapan Pemberdayaan

Sumber : Adi Isbandi Rukminto, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan, Intervensi Komunitas: Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, 2001

17

Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan, Intervensi Komunitas:

Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, h. 173-178

Persiapan

Assesment

Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan

Performulasian Rencana Aksi

Pelaksanaan Program atau Kegiatan

Evaluasi

(47)

B. Disabilitas

1. Pengertian Disabilitas

Masyarakat mengenal istilah disabilitas atau difabel sebagai seseorang yang menyandang cacat. Inilah yang secara kasat membuat kita mengartikan penyandang disabilitas sebagai individu yang kehilangan anggota atau struktur tubuh seperti kaki/tangan, lumpuh, buta, tuli, dan sebagainya. Dengan demikian disabilitas diidentikkan dengan kecacatan yang terlihat. Pembatasan makna disabilitas dengan kecacatan inilah yang menyebabkan undercoverage, sehingga pendataan disabilitas yang mengacu pada konsep kecacatan akan menghasilkan data yang underestimate.18

Dalam Convention on the Right of Person with Disabilities (CRPD) tahun 2007 di New York, Amerika Serikat, Negara di dunia telah menyepakati bahwa penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif. Penekanan makna disabilitas dalam konsep ini adalah adanya gangguan fungsi yang berlangsung lama dan menyebabkan terbatasnya partisipasi di masyarakat.19 Dalam kehidupan masyarakat, paling tidak terdapat dua macam dimensi dalam melihat sakit. Salah satunya melihat sakit sebagai gangguan biologis akibat dari suatu penyakit tertentu (disease) yang membuat organ-organ tubuh tidak berfungsi dengan sempurna. Segala bentuk pengobatan

18

BPS Dukung Hak Penyandang Disabilitas, artikel diakses pada 27 Oktober 2014 dari http://www.bps.go.id/aboutus.php?info=91

(48)

36

yang diberikan ditujukan untuk menghilangkan penyakit atau meredakan aktifitasnya sehingga semua kembali berfungsi normal.20

Di abad ke duapuluh hampir semua masyarakat Barat, menghubungkan disabilitas dengan kekurangan pikiran dan tubuh, yaitu meliputi orang pincang, duduk dikursi roda, menjadi korban keadaan seperti kebutaan, kekurangan pendengaran, sakit jiwa, dan gangguan jiwa.

Singkatnya disabilitas sebagai sebuah „tragedi personal‟ dan problem social

atau bahkan dianggap sebagai beban bagi sebagian masyarakat.21

Konvensi ILO menjabarkan disabilitas sebagai “seseorang yang

kemungkinan untuk mengamankan, mendapatkan, dan meningkatkan kondisi pekerjaan mereka secara substansial terkurangi sebagai akibat dari keterbatasan fisik atau mental yang terlihat.22

Adapun pengertian disabilitas yang dikemukakan oleh Disabled

People‟s International (DPI) adalah hilangnya atau terbatasnya kesempatan

untuk mengambil bagian dalam kehidupan normal didalam masyarakat dan tingkat yang sama dengan yang lain dikarenakan halangan fisik dan social.23

Sedangkan pengertian disabilitas menurut WHO adalah terbatasnya atau kurangnya (yang disebabkan oleh kekurangsempurnaan fisik) kemampuan untuk menjalankan aktivitas dalam cara yang dikategorikan normal untuk manusia.24

20

Sunyoto Usman, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2006), h.21

Kesempatan pelatihan dan Kerja bagi Penyandang Disabilitas, Artikel diakses pada 23 April 2014

23

Kusmana, dan Napsiyah, ed., Disabilitas Sebuah Pengantar , h.105

24

(49)

Pengertian disabilitas menurut penulis sendiri adalah seseorang yang menyandang keterbatasan fisik baik itu terjadi setelah dewasa ataupun semenjak lahir, yang mengakibatkan:

a. Ketidakberdayaan dalam menjalani kehidupan sosialnya b. Keterbatasan akses pendidikan, kerja, dll.

c. Keterbatasan dalam bersosialisasi

2. Jenis Disabilitas25

Dalam membahas mengenai disabilitas, tidak hanya berpacu pada keterbatasan fisik seperti orang dengan pengguna kursi roda saja, namun ada jenis lain yang termasuk pada disabilitas. Dalam istilah yang lebih umum, disabled world (http://www.disabled-world.com) memberikan delapan kategori disabilitas, diantaranya:

1. hambatan gerak dan fisik 2. disabilitas tulang belakang 3. disabilitas cedera kepala-otak 4. disabilitas penglihatan

5. disabilitas pendengaran

6. disabilitas kognitif atau belajar 7. gangguan psikologis

8. disabilitas takterlihat

25

(50)

38

3. Karakteristik Penyandang Disabilitas

Menurut data di AS menunjukan bahwa mereka berkemungkinan dua kali untuk hidup sendiri (menyendiri), memiliki tingkat yang lebih tinggi akan ketidakpuasan terhadap kehidupan social, mereka memiliki teman, tetangga, dan kerabat yang lebih sedikit dibandingkan mereka yang normal.

Dalam kajian yang telah dilakukan oleh Elizabeth Anderson dan Lynda Clarke Disability in Adolescence dalam Kusmana dan Napsiyah (2007: 85) menyebutkan bahwa anak-anak yang disable memiliki kehidupan yang lebih menyendiri, dan ketika mereka melakukan kegiatan diluar rumah, mereka lebih melakukan kegiatan yang dilakukan bersama anggota keluarga. Selain itu mayoritas anak dalam kelompok disabilitas ini hanya berhubungan dengan mereka yang juga memiliki kekurangan.26

Ketidak inginan untuk bersosialisasi bahkan tidak ingin keluar dari lingkungannya adalah salah satu karakteristik kelompok disabilitas. Mereka

sadar bahwa keadaannya bahwa keadaan fisiknya yang dianggap “berbeda”

akan menimbulkan kekagetan dan keanehan tersendiri untuk orang lain yang masih tabu dengan penyandang disabilitas. Respon masyarakat tersebutlah yang mengakibatkan kelompok disabilitas lebih memilih untuk tidak melakukan kontak social dengan masyarakat pada umumnya.

4. Dampak Disabilitas Pada Identitas Diri

Berdasarkan isu riset yang spesifik mengenai dampak disabilitas adalah pada identitas diri, shingga konsekwensinya berdampak pada aktivitas sehari-hari. Survey terhadap penyandang cacat membuktikan

26

(51)

ketidakpuasan mereka akan kehidupan social, apalagi bagi mereka yang berusia lebih muda, dimana pada usia tersebut seharusnya mereka lebih banyak berinteraksi dengan teman seusia mereka dan asik dengan gaya hidup yang cenderung lebih banyak melakukan aktivitas diluar rumah untuk melakukan kontak social, bahkan mereka seringkali mengalami perasaan isolasi yang begitu mendalam karena mereka kehilangan kontak dengan teman yang tidak disable. Selain itu mereka akan memiliki aspirasi kerja dan advis karir yang rendah, marginalisasi pada pasar tenaga kerja yang akan memberikan dampak pada sisi material. Usia meninggalkan rumah, menikah dan menjadi orang tua serta masuk keduania kerja lebih terlambat, kurangnya akses pada sarana umum atau lingkungan yang terbangun, serta pilihan dan kesempatan untuk berpartisipasi social yang terbatas.27

Dalam kehidupan social, disabilitas cukup memberikan dampak yang signifikan, tidak sedikit dari mereka yang merasa shock dan terpukul dengan

keadaannya yang dianggap “berbeda”. Banyak waktu yang mereka abaikan

hanya karna mereka tidak ingin bersosialisasi dengan masyarakat lainnya. Hal tersebut tidak lain karena banyak masyarakat yang menganggap kelompok disabilitas sebagai orang yang “berbeda”.

C. Keterampilan

1. Pengertian Keterampilan

Menurut Syamsuar Muchtar keterampilan adalah cara memandang siswa serta kegiatannya sebagai manusia seutuhnya, yang diterjemahkan dalam kegiatan belajar mengajar yang memperhatikan perkembangan

27

(52)

40

pengetahuan, nilai hidup serta sikap, perasaan dan keterampilan sebagai satu kesatuan baik berupa tujuan maupun sekaligus bentuk pelatihannya, yang akhirnya semua kegiatan belajar dan hasilnya tersebut tampak dalam bentuk kreatifitas. Sedangkan keterampilan menurut The Liang Gie adalah kegiatan menguasai sesuatu keterampilan dengan tambahan bahwa mempelajari keterampilan harus dibarengi dengan kegiatan praktik, berlatih dan mengulang-ulang suatu kerja. Seseorang yang memahami semua asas, metode, pengetahuan dan teori dan mampu melaksanakan secara praktis adalah orang yang memiliki keterampilan.28

Keterampilan adalah pelajaran yang berisi kemampuan konseptual, apresiatif dan kreatif produktif dalam menghasilkan benda produk kerajinan dan atau produk teknlogi yang memberikan penekanan pada penciptaan benda-benda fungsional dari karya kerajinan, karya teknologi sederhana, yang bertumpu pada keterampilan tangan. Keterampilan menjadi hal yang cukup penting dalam kehidupan, karena salah satu tujuan dari pendekatan melalui keterampilan adalah untuk mengembangkan sikap percaya diri, bertanggung jawab, dan rasa kesetiakawanan social dalam menghadapi berbagai problem kehidupan.29

Pengertian keterampilan menurut penulis adalah sebuah kemampuan atau skill yang dapat ditemukan pada setiap diri manusia. Keterampilan adalah hal yang harus dilatih dan terus di asah agar kemampuan yang

28

Amelia, Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pelatihan Keterampilan Teknisi

Handphone di Institu Kemandirian Dompet Dhuafa,(Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009), h.40-41

29

Ari Kurniawan, Peran Yayasan Kumala Dalam Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui

Pendidikan Keterampilan di Kelurahan Rawa Badak Utara Kecamatan Koja Jakarta Utara,

(53)

dimilikinya terus berkembang. Keterampilan erat kaitannya dengan praktik, biasanya keterampilan ini merupakan hal yang bersifat kreatif dan inovatif.

2. Jenis Keterampilan

Keterampilan dapat dikelompokan kedalam empat jenis, diantaranya: a. Keterampilan personal (personal skill) yang mencakup

keterampilan mengenai diri sendiri, keterampilan berpikir rasional dan percaya diri

b. Keterampilan social (social skill) seperti keterampilan melakukan kerjasama, bertenggang rasa dan tanggung jawab social

c. Keterampilan akademik (academic skill) adalah keterampilan yang berkaitan dengan melakukan penelitian, percobaan-percobaan dengan pendekatan ilmiah

d. Keterampilan vokasional (vocacional skill) adalah keterampilan yang berkaitan dengan suatu bidang kejuruan/keterampilan tertentu seperti bidang perbengkelan, menjahit, peternakan, pertanian, produksi barang tertentu.30

30

Sarifudin, Starategi Panti Sosial Development Center For Children (SDC) Dalam

(54)

42

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Letak dan Batas Wilayah Kelurahan Cilandak Barat

Kelurahan Cilandak Barat merupakan salah satu dari 5 (lima) kelurahan di wilayah kecamatan Cilandak Kota Administrasi Jakarta Selatan yang dibentuk berdasarkan surat keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1251 tahun 1985 dengan luas wilayah 604,60 Ha, dari luas wilayah tersebut ±453 Ha digunakan untuk perumaha, ±30,2 Ha digunakan untuk fasilitas umum, ±5,2 Ha digunakan untuk pemakaman, dan ±120 Ha digunakan untuk Jalan raya/lingkungan.

Kelurahan Cilandak Barat terbagi ke dalam 13 RW dan 148 RT yang berbatasan dengan:

- Sebelah Utara : Kel.Gandaria Selatan dan Kel.Cipete Selatan - Sebelah Timur : Kali Krukut Kel.Cilandak Timur

- Sebelah Selatan: Jl.Taman Wijaya Kusuma Kel.Pd.Labu

- Sebelah Barat : Kali Grogol Kel.Lebak Bulus & Kel.Pd.Pinang.1

2. Topografi

Kelurahan Cilandak Barat mempunyai jarak orbitasi sebagai berikut: - Jarak ke Kecamatan : 1,2 Km

- Lama jarak tempuh ke Kecamatan

dengan kendaraan bermotor : 10 menit

1

Gambar

Table Pegawai Kelurahan Cilandak Barat Tahun 2013  ..............  43
Gambaran Umum Yayasan Wisma Cheshire, Maksud dan Tujuan
Gambar 1 Tahapan Pemberdayaan
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemberdayaan Peternak Sapi Pesisir Garut Selatan Melalui Introduksi Pengetahuan Dalam Kegiatan Peningkatan Mutu Genetik Ternak (kasus di Kelompok Peternak Sapi Pasir Pogor

Kegiatan Kelompok Usaha Budidaya Rumput Laut (Kasus Pe/ani Rumput Laut di Desa Sidodadi,. Lampung

langkah penelitian yang dapat meningkatkan keterampilan motorik halus dilakukan dengan kegiatan melipat kertas, dengan menggunakan media kertas yang ukurannya cukup besar,

Pemberdayaan Kelompok Wanita Tani (KWT) Melalui Kegiatan Pemberian Nilai Tambah Olahan Jagung ( Zea mays L.) (Suatu Kasus Pada Kelompok Wanita Tani Cipta Lestari Di Desa Haurgeulis

SIMPULAN Pemberdayaan Masyarakat dalam Meningkatkan Keterampilan dan Pengetahuan Melalui Program kerja kelompok 19 KKM Untirta ,dengan dilaksanakannya Kegiatan Sosialisasi dan

Niamul Istiqomah,”Pengaruh Kegiatan Kolase Dengan Menggunakan Media Bahan Alam Terhadap Keterampilan Motorik Halus Pada Anak Kelompok B di Raudhatul Athfal Perwanida 1 Bandar Lampung