• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penagruh Kesiapan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Barat Menerapkan E-Government Terhadap Efektivitas Pelayan Sistem Informasi Pemilu (studi kasus Pada Pemilihan Gubenur)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penagruh Kesiapan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Barat Menerapkan E-Government Terhadap Efektivitas Pelayan Sistem Informasi Pemilu (studi kasus Pada Pemilihan Gubenur)"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

vi

Implementation of e-Government has become a part in the administration of Elections (Elections), but the factors supporting e-Government in the General Elections Commission (KPU) of West Java Province is still inadequate. West Java Provincial Election Commission in enhancing information services gubernatorial election, utilizing the Election Information System application (SIPemilu), but in practice the information produced SIPemilu not been able to provide information quickly, accurately and transparently.

The purpose of this study was to determine the readiness of e-Government, service effectiveness and influence of the West Java Provincial KPU readiness of the effectiveness of service SIPemilu in the gubernatorial election. This study uses the theory of Indrajit to determine the readiness of the West Java Provincial Election Commission implementing e-Government and the theory of Amsyah used to determine the effectiveness SIPemilu services, as well as the base which shows

the influence of the West Java Provincial KPU readiness implementing e-Government on the effectiveness of service SIPemilu, in this research based on

the opinions of Kasiyanto.

The method used is a research method explanative by using quantitative approach.Researchers took the population in this study as many as 52 people. To obtain population data and samples from around the West Java Provincial Election Commission officials as many as 52 people, then executed by the Census.

(2)

v

Penerapan e-Government telah menjadi bagian dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu), akan tetapi faktor-faktor penunjang e-Government pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Barat masih kurang memadai. KPU Provinsi Jawa Barat dalam meningkatkan pelayanan informasi Pemilihan Gubernur, memanfaatkan aplikasi Sistem Informasi Pemilu (SIPemilu), namun dalam pelaksanaannya informasi yang dihasilkan SIPemilu belum mampu memberikan pelayanan informasi secara cepat, tepat dan transparan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kesiapan penerapan e-Government, efektivitas pelayanan serta pengaruh kesiapan KPU Provinsi Jawa Barat terhadap efektivitas pelayanan SIPemilu dalam Pemilihan Gubernur. Penelitian ini menggunakan teori dari Indrajit untuk mengetahui kesiapan KPU Provinsi Jawa Barat menerapkan e-Government dan teori dari Amsyah yang digunakan untuk mengetahui efektivitas pelayanan SIPemilu, serta sebagai dasar yang menunjukkan adanya pengaruh kesiapan KPU Provinsi Jawa Barat menerapkan e-Government terhadap efektivitas pelayanan SIPemilu, dalam penilitian ini bersumber pada pendapat dari Kasiyanto.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksplanatif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Peneliti mengambil populasi dalam penelitian ini sebanyak 52 orang. Guna memperoleh data populasi dan sampel dari seluruh aparatur KPU Provinsi Jawa Barat sebanyak 52 orang, maka dilaksanakan dengan cara Sensus.

Kesiapan KPU Provinsi Jawa Barat menerapkan e-Government termasuk

dalam kategori baik dengan hasil persentase sebesar 74,02%. artinya e-Government siap diterapkan dengan baik pada KPU Provinsi Jawa Barat.

Efektivitas pelayanan SIPemilu dalam Pemilihan Gubernur termasuk dalam kategori baik dengan hasil persentase sebesar 74,00% artinya pelayanan SIPemilu dapat dilaksanakan dengan baik dalam Pemilihan Gubernur. Berdasarkan hasil perhitungan statistik diperoleh nilai koefisien korelasi rank spearman sebesar 0,590 artinya tingkat hubungan antara variabel kesiapan KPU Provinsi Jawa Barat menerapkan e-Government (variabel X) dengan efektivitas pelayanan Sipemilu dalam Pemilihan Gubernur (variabel Y) berada pada kategori Cukup Kuat.

(3)

1 I.1. Latar Belakang Masalah

Pemanfaatan Teknologi informasi dan Komunikasi (TIK) pada pemerintahan atau dikenal dengan istilah electronic Government (e-Government) telah dikembangkan dalam berbagai bentuk aplikasi Sistem Informasi (SI) dan menjadi penunjang dalam pelaksanaan tugas pemerintahan di era globalisasi sekarang ini. Kemajuan TIK membawa perubahan dalam pelaksanaan kerja pemerintahan di Indonesia. TIK dipergunakan karena memiliki berbagai kelebihan yang menguntungkan dibandingkan dengan menggunakan cara tradisional dalam melakukan interaksi dan penyempaian informasi. Proses interaksi antara pemerintah dengan masyarakat, pelaku bisinis dan antar pemerintahan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat dan tepat. Pengembangan aplikasi SI dan pelaksanaan kerja secara elektronik, dilaksanakan pada masing-masing instansi pemerintahan guna mewujudkan proses interaksi dan penyampaian informasi yang lebih baik..

(4)

Sistem Informasi (GDSI) KPU (sumber: Buku I GDSI KPU). Pembangunan infrastruktur dan sistem TIK untuk kepentingan Pemilu dibangun mulai dari KPU tingkat Pusat hingga tingkat Provinsi dan tingkat Kabupaten atau Kota. KPU membangun infrastruktur dan sistem TIK pada masing-masing tingkat guna menunjang penyampaian informasi dan proses kerja secara elektronik.

Tujuan KPU membangun infrastruktur dan sistem TIK, diantaranya untuk mengumpulkan dan mempublikasikan hasil perolehan suara Pemilu dari seluruh wilayah pemilihan dengan cepat, akurat, dan transparan. Pemanfatan TIK penting untuk mengatasi kendala kondisi geografis yang sangat beragam dan tersebar. Penyampaian informasi yang cepat dan akurat memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk ikut secara langsung mengawasi proses perhitungan suara. Masyarakat dapat langsung memantau adanya penyimpangan atau perbedaan dalam perolehan suara dan melaporkan adanya perbedaan tersebut kepada pihak yang bersangkutan.

(5)

Gubernur, khususnya dalam penghitungan suara dapat dilaksanakan dengan lebih cepat, akurat, dan transparan.

Konsep e-Government yang diterapkan KPU Provinsi Jawa Barat masih terkendala oleh berbagai faktor yang menunjang pada tahap pelaksanaannya. Kendala yang dihadapai mulai dari kemampuan infrastruktur TIK, kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), ketersediaan anggaran, regulasi, hingga perubahan proses kerja secara manual yang masih dijadikan prioritas menjadi hambatan untuk melaksanaan e-Government secara optimal. Upaya KPU provinsi Jawa Barat untuk menyelenggarakan proses pelaksanaan Pemilihan Gubernur dengan lebih cepat, tepat, dan transparan melalui pemanfaatan TIK menjadi terkendala.

Infrastruktur TIK yang dimiliki KPU Provinsi Jawa Barat diperlukan untuk menjangkau berbagai lapisan, baik KPU Kabupaten/Kota maupun masyarakat di wilayah Provinsi Jawa Barat. Proses pengiriman dan pengolahan data dari seluruh KPU Kabupaten/Kota akan terkendala dengan adanya masalah sarana dan prasarana penunjang TIK serta kemampuan akses yang belum memadai. Kemampuan infrastruktur telekomunikasi yang kurang maksimal sedangkan kapasitas yang diperlukan cukup besar menjadi hambatan dalam pelaksanaan kerja secara elektronik dengan lebih baik.

Kemampuan SDM di bidang TIK berperan penting untuk melaksanakan proses kerja secara elektronik pada KPU Provinsi Jawa Barat. Proses kerja secara elektronik harus dioperasikan oleh aparatur yang benar-benar memahami proses

(6)

e-Government yang dikembangkan oleh KPU Provinsi Jawa Barat, menjadi sulit untuk dilaksanakan karena masalah keterbatasan kuantitas dan kualitas aparatur yang memiliki kemampuan di bidang TIK. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, bahwa KPU Propinsi Jawa Barat dibantu oleh Sekretariat KPU Propinsi Jawa Barat. SDM aparatur yang ada pada Sekretariat KPU Propinsi Jawa Barat sebagian besar adalah Pegawai Negeri Sipil yang bukan berlatarbelakang pendidikan dari bidang TIK (Data Sub Bagian SDM KPU Propinsi Jawa Barat 2010).

Kendala kuantitas dan kualitas SDM di bidang TIK yang masih terbatas memerlukan adanya perangkat hukum/regulasi untuk mengatasinya. Perangkat hukum sebagai pedoman yang jelas bagi KPU Provinsi Jawa Barat menuntun pelaksanaan e-Government agar berjalan secara kondusif. Pemanfaatan TIK dalam Pemilu terkait sekali dengan pertukaran dan penyampaian informasi. Perangkat hukum yang jelas memberikan jaminan keamanan informasi yang dikelola oleh KPU Provinsi Jawa Barat. Perangkat hukum yang masih bersifat umum memberikan penafsiran yang beragam dalam pelaksanaan e-Government ditingkat instasi pemerintahan. KPU Provinsi Jawa Barat dalam memanfaatkan TIK pada Pemilihan Gubernur sudah sepatutnya ditunjang oleh perangkat hukum yang lebih jelas dan spesifik.

Perangkat hukum yang secara khusus mengatur pemanfaatan TIK, dapat

dijadikan dasar untuk menerapkan, memelihara dan mengembangkan e-Government oleh KPU Provinsi Jawa Barat. Penerapan e-Government

(7)

dan aplikasi e-Government, harus terpelihara dan dikembangkan agar tetap

berjalan dan berkembang. Penerapan, pemeliharaan dan pengembangan e-Government harus ditunjang oleh sumber dana dan anggaran yang jelas dan sah.

KPU Propinsi Jawa Barat tidak seperti instansi pemerintahan daerah yang memiliki keleluasaan untuk memperoleh sumber dana yang cukup dalam menerapkan e-Government.

Penerapan e-Government pada KPU Provinsi Jawa Barat dilaksanakan dengan segala kemampuan infrastruktur, SDM, perangkat hukum dan anggaran yang kurang memadai, serta pelaksanaan sistem kerja yang sebagaian besar masih dilaksanakan secara manual. Upaya KPU Provinsi Jawa Barat untuk mewujudkan konsep sistem manajemen dan proses kerja secara elektronik belum menunjukkan adanya perubahan yang signifikan dengan masih dilaksanakannya sitem manajemen dan proses kerja secara manual. Pelaksanaan sistem manajemen dan proses kerja yang berbasis elektronik memerlukan adanya kesadaran dan keinginan untuk mengubah cara kerja, cara berpikir dan bersikap (perubahan paradigma) dari para pelaksananya. Pelaksanaan kerja secara manual telah biasa dilaksanakan sehingga lebih dipahami oleh aparatur KPU Provinsi Jawa Barat daripada dilaksanakan secara elektronik.

(8)

konektivitas dan penggunaan TIK yang besar dalam pelaksanaan Pemilihan Gubernur, menunjukkan bahwa KPU Provinsi Jawa Barat harus benar-benar siap menerapkan e-Government secara optimal.

Kesiapan KPU Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan e-Government

menjadi faktor yang penting pada tahap pelaksanaannya. Pelaksanaan e-Government pada KPU Provinsi Jawa Barat dilaksanakan dengan

mengembangkan aplikasi pendukung Pemilihan Gubernur. Pengembangan aplikasi e-Government untuk menunjang Pemilihan Gubernur dikembangkan dengan segala kesiapan yang dimiliki KPU Provinsi Jawa Barat. Aplikasi e-Government yang digunakan untuk meningkatkan pelayanan informasi Pemilu

tersebut dikenal dengan nama Sistem Informasi Pemilu (SIPemilu).

(9)

Informasi Pemililihan Gubernur sangat diperlukan oleh masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan di wilayah Jawa Barat. Proses pengumpulan dan penyampaian informasi Pemilihan Gubernur yang berjalan dengan cepat, akurat dan transparan memberikan kejelasan kepada semua pihak yang bersangkutan. Volume pekerjaan KPU Provinsi Jawa Barat dalam proses pengumpulan dan penyampaian informasi Pemilihan Gubernur cukup luas. Informasi yang disampaikan oleh KPU Provinsi Jawa Barat diperoleh dari seluruh Kabupaten dan Kota se-Jawa Barat. Penggunaan SIPemilu dengan ditunjang dengan TIK, memungkinkan volume pekerjaan dalam Pemilihan Gubernur dapat dilaksanakan dengan lebih cepat dan transparan.

Pelaksanaan pemilihan Gubernur yang transparan dan dapat di awasi oleh berbagai pihak yang berkepentingan merupakan langkah KPU Provinsi Jawa Barat untuk mengmbalikan citra dan kepercayaan publik terhadap lembaga Negara atau Pemerintahan. Informasi Pemilihan Gubernur yang disampaikan KPU Provinsi Jawa Barat harus diproses secara akurat. Akurasi hasil pengolahan data yang tepat mendukung upaya KPU Provinsi Jawa Barat dalam mewujudkan transparansi pada Pemilihan Gubernur. Penggunaan SIPemilu dengan ditunjang oleh TIK memudahkan masyarakat untuk mengakses informasi Pemilihan Gubernur. Informasi Pemilihan Gubernur melalui melalui situs http://www.kpu.jabarprov.go.id dapat dipantau secara transparan.

(10)

Penyampaian informasi Pemilihan Gubernur melalui situs http://www.kpu.jabarprov.go.id, dapat diakses oleh siapa saja, khususnya oleh seluruh masyarakat Jawa Barat. Kesalahan sekecil apapun dan kurangnya keamanan informasi yang dihasilkan SIPemilu dapat menimbulkan keresahan dikalangan masyarakat.

Pengalaman pada Pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun 2008 menunjukkan upaya KPU Provinsi Jawa Barat dalam meningkatkan pelayanan informasi melalui pemanfaatan SIPemilu, masih terkendala. Masyarakat masih sulit mendapatkan pelayanan informasi penghitungan suara melalui media website KPU Provinsi Jawa Barat. Informasi penghitungan suara tidak langsung di sampaikan melalui situs http://www.kpu.jabarprov.go.id. Masyarakat yang ingin mengetahui hasil sementara penghitungan suara, harus datang ke kantor KPU Provinsi Jawa Barat. Penyampaian informasi melalui situs http://www.kpu.jabarprov.go.id. tidak berjalan dengan cepat, disamping itu munculnya kendala pengaksesan yang sulit dilakukan oleh masyarakat. (sumber: kupalima.wordpress.com, 14/04/2008).

(11)

Permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan Pemilihan Gubernur tahun 2008, menunjukkan bahwa pelayanan informasi melalui pemanfaatan SIPemilu belum terlaksana secara efektif. Sistem manajemen dan proses kerja secara elektronik yang ditunjang oleh aplikasi SIPemilu dikembangkan dan dilaksanakan dengan segala kesiapan yang dimiliki KPU Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan e-Government. Faktor kesiapan KPU Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan e-Government yang kurang memadai, menyebabkan pelayanan SIPemilu kurang berjalan dengan efektif pada tahap pelaksanaan Pemilihan Gubernur Jawa Barat.

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, peneliti berinisiatif untuk mengambil judul Pengaruh Kesiapan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Barat Menerapkan E-Government terhadap Efektivitas Pelayanan Sistem Informasi Pemilu (Studi Kasus Pada Pemilihan Gubernur).

I.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka fokus permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Apakah kesiapan KPU Provinsi Jawa Barat menerapkan e-Government? 2. Apakah efektivitas pelayanan SIPemilu dalam pemilihan Gubernur?

(12)

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh kesiapan KPU Provinsi Jawa Barat menerapkan e-Government terhadap efektivitas pelayanan SIPemilu dalam pemilihan Gubernur.

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengetahui kesiapan KPU Provinsi Jawa Barat menerapkan e-Government.

2. Untuk mengetahui efektivitas pelayanan SIPemilu dalam pemilihan Gubernur. 3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh kesiapan KPU Provinsi Jawa Barat

menerapkan e-Government terhadap efektivitas pelayanan SIPemilu dalam pemilihan Gubernur.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan yang bersifat teoritis dan praktis, sebagai berikut:

1. Kegunaan bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman, wawasan, pengetahuan dan memberikan pemahaman mengenai pengaruh kesiapan KPU Provinsi Jawa Barat menerapkan e-Government terhadap efektivitas pelayanan SIPemilu dalam pemilihan Gubernur.

2. Kegunaan Teoritis

(13)

teori-teori mengenai Konsep e-Government, Sistem Informasi Daerah serta Sistem Kepartaian dan Pemilu, yang peneliti gunakan dan relevan dengan permasalahan penelitian ini.

3.Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini mudah-mudahan dapat dijadikan pertimbangan dan masukan dalam rangka penerapan e-Government, khususnya bagi KPU Provinsi Jawa Barat dalam mengimplementasikan SIPemilu dalam Pemilihan Gubernur selanjutnya.

1.5. Kerangka Pemikiran

E-Government pada dasarnya dapat menampakan dirinya dalam berbagai bentuk dan ruang lingkup. e-Government sering digambarkan atau dideskripsikan secara beragam oleh masing-masing individu atau komunitas. Hal ini disebabkan karena penerapan aplikasi e-Government memiliki ruang lingkup yang luas.

Menurut Akadun dalam bukunya yang berjudul Teknologi Informasi Administrasi, menjelaskan bahwa:

“e-Government memiliki spektrum yang luas. Oleh karena itu perlu dibagi menjadi e-Government dalam level makro dan e-Government dalam level

mikro. Pada level makro, kita membicarakan strategi nasional e-Government, kebijakan yang diperlukan, kaitannya dengan cakupan

yang lebih luas (internasional), keterlibatan multi sektor baik nasional maupun internasional, kepentingan nasional, integrasi bangsa. dalam level mikro adalah strategi instansional, terfokus pada aplikasi , cakupan terbatas, keterlibatan sektor dalam skala lokal, pusat perhatiannya pada operasi egove itu sendiri dan bagaimana model kinerja akan dirancang dan dilaksanakan” (akadun, 2009:142).

(14)

nasional untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan. Strategi nasional e-Government mencakup kepentingan negara dan integrasi bangsa. e-Government pada level mikro merupakan pelaksanaan dari strategi nasional e-Government. Penerapan e-Government dilaksanakan oleh masing-masing instani. e-Government pada tingkat instansi dikembangkan berupa aplikasi. Implementasi aplikasi e-Government dikembangkan untuk mendukung tugas dan fungsi masing-masing instansi pemerintahan.

E-Government di level mikro merupakan strategi masing-masing instansi pemerintahan. e-Government pada level mikro lebih terfokus pada pemanfaatan aplikasi sistem informasi. Pengembangan aplikasi sistem informasi digunakan untuk mendukung tugas dan fungsi masing-masing instansi pemerintahan.

Nugroho dalam bukunya yang berjudul Sistem Informasi Manajemen menyebutkan bahwa e-Government adalah pengembangan aplikasi sistem informasi dan telekomunikasi di lingkungan pemerintahan (Nugroho, 2008:165).

Berdasarkan pengertian diatas, e-Government adalah pemanfaatan aplikasi Sistem Informasi dan Telekomunikasi dalam pemerintahan. Sstem Informasi Teknologi dikembangkan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing instansi pemerintahan. Instansi pemerintahan memiliki ruang lingkup tugas dan fungsi yang berbeda-beda. Pengembangan Sistem Informasi dan Telekomunikasi bertujuan agar TIK dapat digunakan secara efektif sesuai dengan tugas dan fungsinya.

(15)

harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Tingkat kesiapan suatu daerah atau instansi pemerintahan merupakan faktor yang harus diperhitungkan. Kesiapan suatu daerah atau instansi pemerintahan dalam menerapkan e-Government menjadi hal penting yang harus ada.

Indrajit dalam bukunya yang berjudul e-Government in Action, menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menentukan tingkat kesiapan sebuah daerah untuk menerapkan e-Government, yaitu sebagai berikut:

1. Infrastruktur; 2. konektivitas;

3. Kesiapan sumber daya manusia; 4. Ketersediaan anggaran;

5. perangkat hukum; 6. Perubahan paradigma. (Indrajit, 2005:8)

(16)

Amsyah dalam bukunya yang berjudul Manajemen Sistem Informasi mengemukakan bahwa efektivitas adalah sebagai berikut:

“Kegiatan mulai dengan adanya fakta kegiatan sehingga menjadi data, baik yang berasal dari hubungan dan transaksi internal dan eksternal maupun berasal dari hubungan anatarunit dan di dalam unit itu sendiri. Berikutnya dilakukan pengolahan data agar menjadi informasi yang sesuai dengan keperluan unit masing-masing, siap digunakan kapan saja dan di mana saja, dengan kuantitas dan kualitas yang terjamin baik, dan yang paling penting adalah pengolahan dengan biaya yang sesuai.” (Amsyah, 2005:130).

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka suatu kegiatan dikatakan efektif apabila output sesuai dengan yang diperlukan. Output merupakan hasil kegiatan dari unit-unit yang berkerja sama. Setiap unit kerja memberikan fakta kegiatan berupa data. Hubungan kerja yang dibentuk oleh setiap unit menunjukan adanya sistem kerja. Sistem kerja digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas yang ada dalam suatu organisasi. Kegiatan yang dilakukan sistem kerja harus menghasilkan output sesuai dengan yang diperlukan.

Amsyah menyebutkan indikator efektivitas pelayanan sistem informasi sebagai berikut:

1. Volume pekerjaan 2. Akurasi

3. Informasi tepat waktu 4. biaya.

(Amsyah, 2005:131)

(17)

bagi para pemakainya. Keempat, peningkatan biaya, yaitu pemilihan alternatif biaya operasional dan biaya bahan baku yang ekonomis.

Winarno dalam bukunya yang berjudul Sistem Informasi Manajemen, menjelaskan bahwa sistem informasi adalah sebagai berikut:

“Sekumpulan komponen yang saling bekerja sama, yang digunakan untuk mencatat data, mengolah data, dan menyajikan informasi untuk para pembuat keputusan agar dapat membuat keputusan dengan baik”. (Winarno, 2006:1.6).

Pengertian di atas menjelaskan bahwa sistem informasi itu merupakan suatu alat atau aplikasi pendukung kerja. Sistem informasi digunakan untuk mencatat data, mengolah data dan menyajikan informasi. Sistem informasi akan berjalan jika memiliki sekumpulan komponen yang mendukungnya. Sekumpulan komponen dalam sistem informasi bekerjasama menghasilkan informasi dengan lebih baik. Unit-unit kerja dalam sistem kerja memerlukan informasi yang tepat, akurat dan relevan. Sistem informasi dapat digunakan untuk menghasilkan Informasi dengan lebih baik. Informasi diperlukan untuk membuat keputusan yang lebih baik.

Pendapat yang dijadikan dasar oleh peneliti untuk memperkuat asumsi adanya pengaruh kesiapan KPU Provinsi Jawa Barat menerapkan e-Goverment terhadap efektivitas pelayanan SIPemilu adalah

(18)

Peneliti melakukan penelitian dengan memfokuskan kepada dua variabel yaitu X dan Y. Kerangka pemikiran yang dikemukakan dapat dilihat Secara singkat dalam model kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 1.1

Bagan Model Kerangka Teori

Gambar model kerangka pemikiran di atas, menunjukan pengaruh antara Variabel X yaitu penerapan e-Government terhadap Variabel Y yaitu efektivitas pelayanan SIPemilu. Variabel X penerapan e-Government merupakan variabel yang mempengaruhi (independen) atau menjadi sebab timbulnya variabel Y (dependen) efektivitas pelayanan SIPemilu. Sehingga ini Penelitian ini mengemukakan dua variabel yang terkait dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Variabel Bebas atau Independen(X) : Data yang menjadi variabel bebas (X)

dalam penelitian ini adalah penerapan e-Government.

2. Variable Terikat atau Dependen (Y) : Data yang menjadi variabel terikat (Y) adalah efektivitas pelayanan SIPemilu.

Penerapa e-Government

3. Informasi tepat waktu 4. Biaya.

(19)

Operasionalisasi variabel dalam penelitian ini, yaitu tentang pengaruh kesiapan KPU Provinsi Jawa Barat terhadap efektivitas pelayanan SIPemilu. Operasionalisasi variabel tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1

Operasionalisasi Variabel

Variabel Indikator Sub indikator

Variabel X

1. Jaringan komunikasi; 2. Perangkat komputer;

1. Proses kerja baru; 2. Inisiatif pelaksanaan

TI;

(20)

Variabel Indikator Sub Indikator

1. Kapasitas kerja; 2. Hubungan kerja; 3. Beban kerja. 1.Tepat guna;

2.Sesuai dengan Fakta. 1.Mudah diakses;

Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

“Kesiapan KPU Provinsi Jawa Barat menerapkan e-Government memiliki pengaruh yang positif terhadap efektivitas pelayanan SIPemilu dalam Pemilihan Gubernur”

Hipotesis statistik yang diajukan adalah: 1.H0

2. H

: “tidak terdapat pengaruh kesiapan KPU Provinsi Jawa Barat menerapkan e-Government terhadap efektivitas pelayanan SIPemilu dalam Pemilihan Gubernur”.

1: “terdapat pengaruh kesiapan KPU Provinsi Jawa Barat menerapkan e-Government terhadap efektivitas pelayanan SIPemilu dalam Pemilihan Gubernur”.

1.6. Metodologi Penelitian 1.6.1. Metode Penelitian

(21)

bahwa penelitian eksplanatif adalah “bertujuan membangun penjelasan mengenai faktor-faktor serta mekanisme yang menyebabkan terjadinya fenomena yang diteliti”.(Purwanto, 2007:32).

Penelitian eksplanatif bertujuan untuk membangun penjelasan mengenai faktor-faktor serta mekanisme yang menyebabkan terjadinya fenomena yang diteliti. Peneliti menggunakan metode penelitian eksplanatif, dimaksudkan untuk membangun penjelasan mengenai kesiapan KPU Provinsi Jawa Barat menerapkan e-Government terhadap efektivitas pelayanan SIPemilu. Penelitian dilakukan melalui observasi, studi pustaka, penyebaran angket dan wawancara pada aparatur KPU Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan metode penelitian yang digunakan, maka peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif menurut Sugiyono diartikan sebagai:

“Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivism, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah diterapkan.” (Sugiyono, 2009:14).

(22)

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan cara-cara untuk memperoleh data dan keterangan yang diperlukan dalam penelitian., maka peneliti melakukan pengumpulan data untuk menunjang penelitian sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi yang dilakukan peneliti yaitu dengan melakukan pengamatan secara langsung di lokasi KPU Provinsi Jawa Barat. Observasi non-partisipan ini merupakan pengumpulan data dengan cara peneliti berada di luar subjek yang diteliti dan tidak ikut dalam kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan, sehingga peneliti dapat lebih mudah mengamati tentang data dan informasi yang diharapkan dalam menganalisis dan mengambil kesimpulan.

2. Angket

Merupakan Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menyebarkan angket yang berisi pernyataan tertulis kepada para responden yang dalam hal ini adalah aparatur KPU Provinsi Jawa Barat. Angket dibuat dalam bentuk pertanyaan yang bersifat tertutup yang telah diberi skor dan setiap objek diminta untuk memilih salah satu alternatif jawaban yang telah ditentukan.

3. Studi pustaka

(23)

4. Wawancara

Peneliti melakukan wawancara langsung dengan pihak-pihak yang terkait di KPU Provinsi Jawa Barat untuk menunjang informasi yang dibutuhkan dan mempunyai hubungan langsung dengan masalah yang tengah diteliti.

1.6.3 Populasi dan Sampel

Arikunto mengungkapkan bahwa “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian” (Arikunto, 1998:130). Populasi merupakan obyek atau subyek yang berada pada suatu wilayah yang memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Populasi yang digunakan adalah aparatur KPU Provinsi Jawa Barat. Jumlah Populasi sumber daya manusia yang diambil berdasarkan data dari KPU Provinsi Jawa Barat yang berlaku pada tahun 2010 sebanyak 52 Aparatur. Angket akan dibagikan kepada 52 Aparatur sebagai responden yang berada di KPU Provinsi Jawa Barat dengan pembagian sebagai berikut:

Tabel 1.2 Jumlah Populasi

Aparatur KPU Provinsi Jawa Barat

No. Nama Bagian/Bidang Jumlah

1. Komisionis Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Barat 5

2. Sekretaris 1

2. Bagian Program, Data Organisasi dan SDM 13

3. Bagian Keuangan, Umum dan Logistik 20

4. Bagian Hukum Teknis dan HUPMAS 13

Jumlah 52

(Sumber: Sub Bag. Organisasi dan SDM KPU Provinsi Jawa Barat, 2010)

(24)

Jawa Barat, maka dalam penelitian ini dilaksanakan dengan cara Sensus. Menurut Kristianto (2010:5), Sensus adalah cara pengumpulan data dan informasi, jika keseluruhan unit didalam populasi dilakukan pengamatan, dengan kata lain sensus dapat dikatakan sebagai suatu pencatatan/perhitungan yang lengkap. Sensus memberikan hasil data dengan nilai sebenarnya (true value atau parameter).

1.6.4 Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa kuantitatif. Teknik pengumpulan data hasil kuesioner dalam penelitian kuantitatif, menggunakan skala Likert dimana alternatif jawaban nilai positif 5 sampai dengan 1. Pemberian skor dilakukan atas jawaban pertanyaan, baik dengan penerapan e-Government (variabel X) maupun efektivitas pelayanan SIPemilu (variabel Y). Jawaban setiap item angket yang menggunakan skala likert yang berupa data ordinal mempunyai gradasi sangat positif yang dapat berupa kata-kata sebagai berikut :

Tabel 1.3

Penentuan Pemberian Nilai Skor Likert

Jawaban pertanyaan Skor

Sangat Setuju (SS) 5

Setuju (ST) 4

Kurang Setuju (KS) 3

Tidak Setuju (TS) 2

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 (Sumber : Sugiyono, 2009:94)

(25)

melakukan perhitungan statistik dengan menggunakan komputer. Kelebihan dari program ini adalah dapat melakukan analisis data lebih cepat dan tepat untuk perhitungan statistik dari yang mulai sederhana hingga rumit sekalipun.

Kemudian dengan teknik pengumpulan angket, maka masing-masing item pertanyaan yang diperoleh dari 52 aparatur responden tersebut misalnya sebagai berikut:

Aparatur Responden Alternatif jawaban

2 orang menjawab SS

18 orang menjawab ST

20 orang menjawab KS

7 orang menjawab TS

5 orang menjawab STS

Berdasarkan skor yang telah ditetapkan dapat dihitung sebagai berikut : Jumlah skor untuk 2 orang yang menjawab SS = 2 x 5 = 10 Jumlah skor untuk 18 orang yang menjawab ST = 18 x 4 = 72 Jumlah skor untuk 20 orang yang menjawab KS = 20 x 3 = 60 Jumlah skor untuk 7 orang yang menjawab TS = 7 x 2 = 14 Jumlah skor untuk 5 orang yang menjawab STS = 5 x 1 = 5

Total Skor = 161

Berdasarkan tabel tanggapan, maka untuk menghitung presentase masing-masing tanggapan responden dapat dicari menggunakan rumus berikut ini:

Frek. Masing-masing tanggapan responden x 100% Jumlah keseluruhan Frek

Misal berdasarkan skor yang diperoleh di hitung sebagai berikut: 2 (responden yang menjawab SS) X 100% = 3,85%

52 responden

(26)

20 (responden yang menjawab KS) X 100% = 38,46%

Kemudian ditentukan rentang skor setiap item pertanyaan yang mewakili variabel X dan Variabel Y. Kriteria pengklasifikasian yang peniliti gunakan, mengacu pada ketentuan-ketentuan yang dikemukakan oleh Husein Umar (2004:164), dimana rentang skor diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

m

m = Jumlah alternatif jawaban tiap item

Selanjutnya untuk menetapkan peringkat dalam setiap variabel penelitian dapat dilihat dari perbandingan antara skor aktual dengan skor ideal. Skor aktual diperoleh melalui hasil perhitungan seluruh pendapat responden sesuai klasifikasi bobot yang diberikan (1,2,3,4 dan 5). Berdasarkan ketentuan ini, maka kriteria pengklasifikasian mengenai variabel Penerapan e-Government dan Efektivitas Pelayanan SIPemilu adalah sebagai berikut:

Rs = 52(5-1) 5

Rs = 41,6 = 42

(27)

perhitungan seluruh pendapat responden sesuai klasifikasi bobot yang diberikan (1,2,3,4 dan 5). Berdasarkan ketentuan tersebut, maka untuk memberikan pengklasifikasian terhadap total Skor pernyataan variabel X dan variabel Y, dapat dilihat pada Tabel 1.4 sebagai berikut:

Tabel 1.4 Kriteria Pengklasifikasian

Kesiapan KPU Provinsi Jawa barat menerapan e-Government dan Efektivitas Pelayanan SIPemilu per-item pertanyaan

Variabel Jumlah Skor Jumlah

Item Rentang Pengklasifikasian Tertinggi Terendah

Penerapan

e-Government 260 52 18

Sangat Tidak Baik (52-<94) Tidak Baik (94-<136)

Sangat Tidak Baik (52-<94) Tidak Baik(94-<136) Cukup Baik (136-<178) Baik (178-<220)

Sangat Baik(220-<262) (Husein Umar, 2004:164)

(28)

a) Perhitungan Skor Aktual Variabel X Bobot tertinggi 5 x 52 x 18=4680 Bobot terendah 1 x 52 x18 = 936

Selisih Bobot tertinggi- Bobot terendah = 4680-936

= (3744/5 x 52 x18)x 100% = 0,8 x100 %

= 80% Interval skor = 80% : 5 = 16%

b) Perhitungan Skor Aktual Variabel Y Bobot tertinggi 5 x 52 x 9=2340 Bobot terendah 1 x 52 x 9= 468

Selisih Bobot tertinggi- Bobot terendah = 2340-468

= (1872/5 x 52 x9)x 100% = 0,8 x100 %

= 80% Interval skor = 80% : 5 = 16%

Tabel 1.5

Kriteria Persentase Skor Tanggapan Responden Terhadap Skor Ideal

No % Jumlah Skor Kriteria 1 20.00% – 36.00% Tidak Baik 2 36.01% – 52.00% Kurang Baik 3 52.01% – 68.00% Cukup 4 68.01% – 84.00% Baik 5 84.01% – 100% Sangat Baik (Sumber: Narimawati, 2007:85)

(29)

Mengingat data yang digunakan peneliti adalah data ordinal, maka untuk mencari besarnya korelasi antara variabel bebas dengan variabel terikat dapat digunakan rumus analisis korelasi non-parametris yaitu korelasi Rank Spearman sebagai berikut:

Dimana:

Rs = Koefisien korelasi Rank Spearman

Di2 = Perbedaan ranking antara variabel X dan Variabel Y n = Banyaknya responden

(Arikunto, 1998:262)

Setelah koefisien korelasi rank spearman (rs) diperoleh, kemudian dilanjutkan dengan melakukan pendistribusian (rs) kedalam pengujian uji t untuk menguji tingkat signifikansi korelasi tersebut, dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Jika nilai r > 0, artinya terjadi hubungan linear positif, yaitu semakin besar nilai variabel X (independent), maka semakin besar pula nilai variabel Y (dependent).

2. Jika nilai r < 0, artinya terjadi hubungan linear negatif, semakin kecil nilai variabel X (independent), maka semakin kecil nilai variabel Y (dependent).

3. Jika nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel X (independent) dengan variabel Y (dependent).

(30)

4. Jika nilai r =1 atau -1, artinya terjadi hubungan linear sempurna yaitu berupa garis lurus untuk r yang semakin mengarah angka 0, maka garis semakin tidak lurus.

Peneliti menggunakan pedoman untuk menginterpretasi nilai korelasi, sebagai berikut:

Tabel 1.6

Interpretasi Tingkat Hubungan Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat Rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Cukup Kuat

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat Kuat

Sumber : Riduwan (2003:228)

Rumusan pengujian hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah mengenai ada atau tidaknya pengaruh antara variabel yang diteliti. Pengujian signifikasi hubungan antara variabel perlu di uji signifikasinya. Untuk mengetahui pengaruh antara kedua variabel terhadap hubungan yang saling mempengaruhi antara variabel X dan Y.

Pasangan data yang akan diuji berdasarkan data adalah sebagai berikut: H0

H

: ρ = 0 artinya, variabel X (penerapan e-Government) tidak ada pengaruh terhadap variabel Y (efektivitas pelayanan SIPemilu).

1

Untuk mengetahui Ho diterima atau ditolak, digunakan uji signifikansi yaitu: : ρ≠ 0 artinya, variabel X (penerapan e-Government) ada pengaruh terhadap

variabel Y (efektivitas pelayanan SIPemilu).

a. Jika t hitung > t tabel 0,01 (dk = n-2) maka H0 ditolak, H1 b. Jika t hitung < t tabel 0,01 (dk = n-2) maka H

(31)

Gambar 1.2

Uji daerah Penerimaan dan penolakan Hipotesis

Daerah penolakan H0

Daerah penolakan H0

-t tabel

0

t table

Daerah penerimaan H0

(Sugiyono, 2009:258)

Ada atau tidaknya pengaruh perubahan antara variabel penerapan e-Government terhadap variabel efektivitas pelayanan sistem informasi Pemilu

dilakukan penghitungan dengan rumus analisa koefisien determinasi sebagai berikut:

KD = r 2 Keterangan:

x 100%

KD : koefisien determinasi r : koefisien korelasi (Narimawati, 2007:89)

1.6.5 Uji Validitas Dan Uji Reliabilitas

Uji validitas instrumen dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh instrumen penelitian mampu mencerminkan isi sesuai dengan hal dan sifat yang diukur. Artinya, setiap butir instrumen telah benar-benar menggambarkan keseluruhan isi atau sifat bangun konsep yang menjadi dasar penyusunan instrumen.

(32)

tinggi validitas suatu alat test maka alat tersebut semakin mengenai pada sasarannya, atau semakin menunjukan apa yang seharusnya diukur. Syarat untuk mengetahui pertanyaan yang valid dan yang tidak valid yaitu dengan tingkat singnifikan r kritis = 0,22, apabila alat ukur tersebut berada kurang dari 0,22 maka butir pernyataan tersebut tidak valid. Pengujian validitas dalam penelitian ini, peneliti menggunakan bantuan program SPSS 17.0 for Windows.

Adapun penguji statistik mengacu pada kriteria :

 r hitung < r kritis

Uji keandalan (reliabilitas) digunakan untuk menguji kekonstanan dan ketepatan hasil pengukuran kuisioner yang erat hubungannya dengan masalah kepercayaan (Nazir, 1999:234). Suatu taraf tes dikatakan mempunyai kepercayaan bila tes tersebut memberikan hasil yang tepat. Uji realibitas merupakan syarat mutlak untuk menentukan pengaruh variabel yang satu terhadap yang lainnya.

Pengujian reliabilitas penelitian menggunakan rumus Alpha – Cronbach. yaitu melalui variasi skor butir pernyataan dengan variasi total skor keseluruhan butir pertanyaan dengan rumus sebagai berikut:

2r

= reliabilitas untuk seluruh instrumen b

(Sumber : Sugiyono, 2009:131)

(33)

1.7. Lokasi dan Jadwal Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kantor KPU Provinsi Jawa Barat Jl. Garut No. 11 Telp. 7278809-7278812, Fax. 7215894-7206157 Bandung. Adapun waktu penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.7 Jadwal Penelitian Waktu

Kegiatan

Tahun 2010 2011

Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb

Penyusunan rancangan Judul Penyusunan Usulan Penelitian

Seminar Usulan Penelitian

Pengumpulan Data

(34)

32 2.1 Definisi Komisi Pemilihan Umum

Menurut Jimly Asshiddiqie dalam bukunya yang berjudul

“Komisi Pemilihan Umum adalah lembaga negara yang menyelenggarakan pemilihan umum di Indonesia, yakni meliputi Pemilihan Umum Anggota DPR/DPD/DPRD, Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Komisi Pemilihan Umum tidak dapat disejajarkan kedudukannya dengan lembaga-lembaga negara yang lain yang kewenangannya ditentukan dan diberikan oleh UUD 1945. Bahkan nama Komisi Pemilihan Umum belum disebut secara pasti atau tidak ditentukan dalam UUD 1945, tetapi kewenangannya sebagai penyelenggara pemilihan umum sudah ditegaskan dalam Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 yaitu Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Artinya, bahwa Komisi Pemilihan Umum itu adalah penyelenggara pemilu, dan sebagai penyelenggara bersifat nasional, tetap dan mandiri (independen)” (Asshiddiqie, 2006:236-239).

Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia mendefinsikan Komisi Pemilihan Umum Sebagai Berikut:

(35)

lembaga-lembaga negara yang telah ditentukan dalam UUD 1945. Kewenangan komisi pemilihan umum sebagai penyelenggara pemilihan umum, hanya ditegaskan dalam Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 yaitu Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Komisi pemilihan umum dengan demikian adalah penyelenggara pemilihan Umum, dan sebagai penyelenggara yang bersifat nasional, tetap dan mandiri (independen).

Menururt Saldi Isra (2010) bahwa eksistensi Komisi pemilihan umum

sebagai berikut:

“Secara normatif, eksistensi KPU untuk menyelenggarakan pemilu diatur di dalam Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa penyelenggara pemilu oleh suatu komisi pemilihan umum. Kata suatu pada UUD 1945 menunjukkan makna subjek yang kabur dan tidak jelas, lain halnya dengan makna kata sebuah yang disebutkan pada kekuasaan

kehakiman oleh sebuah MA dan MK” (Saldi Isra - mahkamahkonstitusi.go.id).

Berdasarkan penjelasan di atas kedudukan komisi pemilihan umum tidak dapat disejajarkan dengan lembaga-lembaga negara lain yang kewenangannya ditentukan dan diberikan oleh UUD 1945. Hal tersebut disebabkan karena dalam Pasal 22E UUD 1945, nama Komisi Pemilihan Umum tidak disebutkan secara eksplisit dan tidak ditulis dengan huruf kapital. Nama Komisi Pemilihan Umum baru disebutkan secara pasti dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

Penjelasan mengenai eksistensi komisi pemilihan umum, lebih lanjut dijelaskan oleh Lukman Hakim sebagai berikut:

(36)

Penjelasan di atas menyebutkan bahwa komisi pemilihan umum merupakan suatu komisi negara. Posisi komisi pemilihan umum secara hierarki adalah sebagai lembaga penunjang atas lembaga utama. Kedudukan Komisi pemilihan umum dengan demikian tidak dapat disejajarkan dengan lembaga-lembaga negara yang telah ditentukan dalam UUD 1945.

Natabaya mengemukakan bahwa penafsiran mengenai posisi komisi pemilihan umum sebagai lembaga penunjang, dijelaskan sebagai berikut:

“penafsiran organ UUD 1945 terkelompok ke dalam dua bagian, yaitu main state organ (lembaga negara utama), dan auxiliary state organ (lembaga penunjang atau lembaga bantu). Komisi Pemilihan Umum merupakan organ konstitusi yang masuk dalam auxiliary state organ” (Natabaya, 2008:213).

Berdasarkan teori organ negara di atas, Komisi Pemilihan Umum merupakan auxiliary state body, yaitu penunjang atas lembaga negara utama (main state organ). Komisi Pemilihan Umum secara hierarki termasuk dalam kategori auxiliary state organ yang kedudukannya sejajar dengan Menteri Negara, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara, Komisi Yudisial, Komisi Ombudsman Indonesia dan Bank Sentral. Komisi pemilihan umum menunjang lembaga-lembaga negara utama sebagai penyelenggara pemilihan umum di negara Indonesia.

(37)

Definisi di atas menyebutkan bahwa penyelenggara pemilihan umum adalah lembaga khusus yang menangani proses pemilihan umum. Komisi pemilihan umum merupakan lembaga khusus yang menangani proses pemilihan umum di Indonesia. Komisi pemilihan umum sesuai dengan amanat UUD 1945 merupakan lembaga khusus penyelenggara pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.

(38)

2.2 Definisi Pemilihan Umum

Pengisian lembaga perwakilan dalam praktek ketatanegaraan lazimnya dilaksanakan melalui Pemilihan Umum. Pasca perubahan amandemen UUD 1945, semua anggota lembaga perwakilan dan bahkan presiden serta Kepala Daerah dipilih dengan mekanisme Pemilihan Umum. Pemilihan umum menjadi agenda yang diselenggarakan secara berkala di Indonesia.

Ibnu Tricahyo dalam bukunya yang berjudul Reformasi Pemilu, mendefinisikan Pemilihan Umum sebagai berikut:

”Secara universal Pemilihan Umum adalah instrumen mewujudkan kedaulatan rakyat yang bermaksud membentuk pemerintahan yang absah serta sarana mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan rakyat” (Tricahyo, 2009:6).

Definisi di atas menjelaskan bahwa pemilihan umum merupakan isntrumen untuk mewujudkan kedaulatan rakyat, membentuk pemerintahan yang absah serta sebagai sarana mengartikulasi aspirasi dan kepentingan rakyat. Negara Indonesia mengikutsertakan rakyatnya dalam rangka penyelenggaraan negara. Kedaulatan rakyat dijalankan oleh wakil rakyat yang duduk dalam parlemen dengan sistem perwakilan (representative democracy) atau demokrasi tidak langsung (indirect democracy). Wakil-wakil rakyat ditentukan sendiri oleh rakyat melalui Pemilu (general election)

Soedarsono mengemukakan lebih lanjut dalam bukunya yang berjudul Mahkamah Konstitusi Pengawal Demokrasi, bahwa yang dimaksud dengan pemilihan umum adalah sebagai berikut:

(39)

“Pemilihan umum adalah syarat minimal bagi adanya demokrasi dan diselenggarakan dengan tujuan memilih wakil rakyat, wakil daerah,

presiden untuk membentuk pemerintahan demokratis” (Soedarsono, 2005:1).

Penjelasan di atas menyebutkan bahwa pemilihan umum merupakan syarat minimal adanya demokrasi yang bertujuan memilih wakil-wakil rakyat, wakil daerah, presiden untuk membentuk pemerintahan demokratis. Kedaulatan rakyat dijalankan oleh wakil-wakil rakyat yang duduk di dalam lembaga perwakilan. Kedaulatan rakyat atas penyelenggaraan pemerintahan dijalankan oleh presiden dan Kepala Daerah yang juga dipilih secara langsung. Anggota legislatif maupun Presiden dan Kepala Daerah karena telah dipilih secara langsung, maka semuanya merupakan wakil-wakil rakyat yang menjalankan fungsi kekuasaan masing-masing. Kedudukan dan fungsi wakil rakyat dalam siklus ketatanegaraan yang begitu penting dan agar wakil-wakil rakyat benar-benar bertindak atas nama rakyat, maka wakil rakyat tersebut harus ditentukan sendiri oleh rakyat, yaitu melalui pemilihan umum.

Menurut Jimly Asshidiqqie pentingnya penyelenggaraan Pemilihan Umum secara berkala tersebut dikarenakan beberapa sebab diantaranya sebagai berikut:

1) pendapat atau aspirasi rakyat cenderung berubah dari waktu ke waktu; 2) kondisi kehidupan masyarakat yang dapat juga berubah;

3) pertambahan penduduk dan rakyat dewasa yang dapat menggunakan hak pilihnya;

4) guna menjamin regulasi kepemimpinan baik dalam cabang eksekutif dan legislatif. (Asshidiqqie, 2006:169-171).

(40)

Pemilihan umum menjadi sarana untuk menyalurkan aspirasi rakyat. Kondisi kehidupan rakyat yang cenderung berubah memerlukan adanya mekanisme yang mewadahi dan mengaturnya yaitu melalui proses pemilihan umum. Setiap penduduk dan rakyat Indonesia yang telah dewasa memiliki hak untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum. Regulasi kepemimpinan baik cabang eksekutif maupun legislatif akan terlaksana secara berkala dengan adanya pemilihan umum.

2.3 Definisi Sistem Informasi

Sistem informasi menjadi sebuah bentuk penerapan TIK yang dikembangkan dalam sebuah organisasi. Penerapan/penggunaan sistem informasi pada dasarnya digunakan untuk mendukung sebuah organisasi dalam mengumpulkan dan mengolah data dan menyediakan informasi. Sistem informasi apabila diperhatikan terdiri dari dua struktur kata yaitu Sistem dan Informasi. Penjelasan mengenai sistem dan informasi perlu diketahui untuk memperjelas pengertian sistem informasi secara lebih terperinci.

Menurut Sutabri dalam bukunya Analisa Sistem Informasi, mengatakan bahwa suatu sistem secara sederhana dapat dijelaskan sebagai:

“suatu kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen atau variabel-variabel yang terorganisasi, saling berinteraksi, saling bergantung satu sama lain dan terpadu” (Sutabri, 2004:3).

(41)

komponen atau variabel memiliki keterkaitan dan berjalan secara terpadu. Keterkaitan dari setiap unsur, komponen atau variabel tersebut berjalan secara bersama-sama dalam mencapai tujuan.

Penjelasan tersebut di atas sejalan dengan pengertian sistem yang dijelaskan oleh Wing Wahyu Winarno dalam bukunya yang berjudul Sistem Informasi Manajemen. Menurut Winarno yang dimaksud dengan sistem adalah sekumpulan komponen yang saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Masing-masing komponen memiliki fungsi yang berbeda dengan yang lain, tetapi tetap dapat bekerja sama (Winarno, 2006:1.4). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa suatu sistem merupakan sekumpulan komponen, unsur atau variabel yang berjalan secara terpadu dan saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan.

Jogiyanto dalam bukunya yang berjudul Sistem Teknologi Informasi, menjelaskan bahwa Informasi (information) adalah data yang diolah menjadi bentuk yang berguna bagi para pemakainya (Jogiyanto, 2005:36).

(42)

Penjelasan tersebut di atas sejalan dengan pengertian informasi yang dikemukakan oleh Sutanta, sebagai berikut:

“suatu informasi merupakan hasil pengolahan data sehingga menjadi bentuk yang penting bagi penerimana dan mempunyai kegunaan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang dapat dirasakan akibatnya secara langsung saat itu juga atau secara tidak langsung pada saat mendatang” (Sutanta, 2003:10).

Sehubungan dengan penjelasan di atas, maka pada dasarnya suatu informasi merupakan hasil dari pengolahan data yang diolah sehingga menjadi bentuk yang berguna bagi pemakainya. Pengolahan data tersebut dilaksanakan dalam suatu sistem. Sekumpulan komponen saling bekerjasama untuk mengolah data menjadi sesuatu bentuk yang berguna bagi pemakainya. Berdasarkan pengertian mengenai sistem, data dan informasi, maka apabila digabungkan menjadi sistem informasi akan diperoleh pengertian yaitu sekumpulan komponen yang digunakan secara terpadu untuk mengolah data menjadi sesuatu yang berguna bagi pemakainya.

Sehubungan dengan penjelasan mengenai sistem dan informasi, maka sistem informasi dapat disimpulkan menurut Azhar Susanto sebagai berikut:

“Sistem informasi adalah kumpulan dari sub-sub sistem baik pisik maupun non pisik yang saling berhubungan satu sama dan bekerja sama secara harmonis untuk mencapai satu tujuan yaitu mengolah data menjadi informasi yang berguna” (Azhar Susanto,2004:55).

(43)

informasi merupakan pengolahan data menjadi informasi yang berguna untuk bagi para penggunanya.

Winarno dalam bukunya yang berjudul Sistem Informasi Manajemen, menjelaskan bahwa sistem informasi adalah sebagai berikut:

“Sekumpulan komponen yang saling bekerja sama, yang digunakan untuk mencatat data, mengolah data, dan menyajikan informasi untuk para pembuat keputusan agar dapat membuat keputusan dengan baik” (Winarno, 2006:1.6).

Pengertian di atas menjelaskan bahwa sistem informasi itu merupakan suatu alat atau aplikasi pendukung kerja. Sistem informasi digunakan untuk mencatat data, mengolah data dan menyajikan informasi. Sistem informasi akan berjalan jika memiliki sekumpulan komponen yang mendukungnya. Sekumpulan komponen dalam sistem informasi bekerjasama menghasilkan informasi dengan lebih baik. Unit-unit kerja dalam sistem kerja memerlukan informasi yang tepat, akurat dan relevan. Sistem informasi dapat digunakan untuk menghasilkan Informasi dengan lebih baik. Informasi diperlukan untuk membuat keputusan yang lebih baik.

2.4 Penerapan E-Government

2.4.1 Pengertian Penerapan E-Government

(44)

menghadapi tantangan dan persaingan di era globalisasi. Penerapan e-Government telah menjadi salah satu cara yang dilakukan oleh instansi pemerintahan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Riant Nugroho menjelaskan bahwa, penerapan pada prinsipnya adalah cara yang dilakukan agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan (Nugroho, 2003:158).

Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa penerapan merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Individu atau kelompok melaksanakan cara tertentu untuk mengatasi permasalahan dalam mewujudkan tujuannya. Instasi Pemerintahan melaksanakan cara-cara tertentu untuk mencapai tujuan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.

Penerapan merupakan sebuah kegiatan yang memiliki tiga unsur penting dan mutlak dalam menjalankannya. Adapun unsur-unsur penerapan meliputi :

1. Adanya program yang dilaksanakan;

2. Adanya kelompok target, yaitu masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut;

3. Adanya pelaksanaan, baik organisasi atau perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan maupun pengawasan dari proses penerapan tersebut (Wahab, 1990:45).

Unsur-unsur penerapan yang disebutkan di atas meliputi program, kelompok target dan pelaksana. Unsur yang pertama dari penerapan adalah adanya program yang dilaksanakan yaitu mempraktekan e-Government. Unsur yang kedua adalah adanya kelompok target, yaitu masyarakat yang menjadi

sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat dengan dipraktekannya e-Government tersebut. Unsur yang ketiga yaitu Adanya pelaksanaan, baik

(45)

E-Government pada dasarnya dapat menampakan dirinya dalam berbagai bentuk dan ruang lingkup. E-Government sering digambarkan atau dideskripsikan

secara beragam oleh masing-masing individu atau komunitas. Pengertian e-Government yang beraneka ragam tersebut disebabkan karena e-Government memiliki ruang lingkup yang luas.

Menurut Akadun dalam bukunya yang berjudul Teknologi Informasi Administrasi, menjelaskan sebagai berikut:

“E-Government memiliki spektrum yang luas. Oleh karena itu perlu dibagi menjadi e-Government dalam level makro dan e-Government dalam level

mikro. Pada level makro, kita membicarakan strategi nasional e-Government, kebijakan yang diperlukan, kaitannya dengan cakupan

yang lebih luas (internasional), keterlibatan multi sektor baik nasional maupun internasional, kepentingan nasional, integrasi bangsa. Dalam level mikro adalah strategi instansional, terfokus pada aplikasi , cakupan terbatas, keterlibatan sektor dalam skala lokal, pusat perhatiannya pada operasi e-Government itu sendiri dan bagaimana model kinerja akan dirancang dan dilaksanakan” (Akadun, 2009:142).

Berdasarkan penjelasan tersebut, untuk memahami pengertian e-Government perlu dibagi kedalam dua level yaitu e-Government level makro

dan mikro. E-Government pada level makro merupakan bagian dari strategi

nasional untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan. Strategi nasional e-Government mencakup kepentingan negara dan integrasi bangsa. E-Government

(46)

UNDP (United Nation Development Programme) mendefinisikan e-Government secara lebih sederhana, yaitu sebagai berikut:

“E-Government is the application of Information and Comunicat-ion Technology (ICT) by government agencies”. E-Government adalah penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT- Information and Communicat-ion Technology) oleh pihak pemerintahan.” (UNDP dalam Indrajit, 2006:2).

Berdasarkan pengertian di atas, e-Government adalah penggunaan TIK oleh pihak pemerintahan. Penggunaan TIK oleh pihak pemerintahan merupakan bagian dari strategi nasional. Pemanfaatan TIK bertujuan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan di berbagai bidang dan instansi harus berjalan dengan baik. Kemajuan TIK dapat dimanfaatkan untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik.

M. Khoirul Anwar dan Asianti Oetojo S menjelaskan e-Government sebagai berikut:

“E-Government merupakan suatu sistem untuk penyelenggaraan pemerintahaan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi terutama yang berkaitan dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat.” (Anwar dan Oetojo, 2003:136).

E-Government seperti yang dijelaskan di atas, pada dasarnya adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam suatu sistem penyelenggaran pemerintahan. Penggunaan teknologi informasi ini kemudian menghasilkan hubungan dan memperluas akses publik untuk memperoleh informasi sehingga akuntabilitas pemerintah meningkat.

(47)

aplikasi sistem informasi. Pengembangan aplikasi sistem informasi digunakan untuk mendukung tugas dan fungsi masing-masing instansi pemerintahan.

Nugroho menyebutkan bahwa penerapan e-Government adalah pengembangan aplikasi sistem informasi dan telekomunikasi di lingkungan pemerintahan (Nugroho, 2008:165).

Penjelasan di atas menyebutkan bahwa penerapan e-Government adalah pemanfaatan aplikasi Sistem Informasi dan Telekomunikasi dalam pemerintahan. SIT dikembangkan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing instansi pemerintahan. Instansi pemerintahan memiliki ruang lingkup tugas dan fungsi yang berbeda-beda. Pengembangan aplikasi Sistem Informasi dan Telekomunikasi bertujuan agar TIK dapat digunakan secara efektif sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Dharma Setyawan Salam menyebutkan bahwa tujuan utama e-Government adalah sebagai berikut:

(48)

Manfaat diterapkannya e-Government menurut Al Gore sebagai berikut: 1. Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para

stakeholder-nya terutama dalam hal kinerja efektivitas dan efisiensi di berbagai kehidupan bernegara;

2. Meningkatkan transparansi, kontrol, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan;

3. Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi, dan interaksi yang dikeluarkan pemerintah maupun stakeholder-nya untuk keperluan aktivitas sehari-hari;

4. Memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang berkepentingan;

5. Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara cepat dan tepat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan dengan berbagai perubahan global dan trend yang ada;

6. Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah dalam proses pengambilan berbagai kebijakan publik secara merata dan demokratis. (dalam Indrajit, 2006:5)

Pendapat di atas, menyebutkan bahwa penerapan e-Government yang tepat guna secara signifikan akan memperbaiki kualitas kehidupan suatu masyarakat, meningkatkan transparansi, mengurangi biaya administrasi serta menciptakan masyarakat informasi dalam kehidupan sehari-hari. Implementasi dari konsep e-Government harus dilaksanakan secara serius yang akhirnya akan memberikan keunggulan bagi citra pemerintahan.

2.4.2 Faktor-Faktor Penentu Penerapan E-Government

(49)

Perkembangan dan implementasi TIK pada organisasi merupakan sebuah fenomena yang mempengaruhi kinerja organisasi, namun menurut Hendra Gunawan menjelaskan bahwa dalam penerapan TIK banyak organisasi yang tidak mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan TIK dalam sebuah organisasi, lebih lanjut beliau menyebutkan faktor-faktor penting tersebut yaitu sebagai berikut:

“Secara umum faktor penting yang mempengaruhi implementasi TIK secara optimal adalah Infrastruktur dan Sumber Daya Manusia (SDM)” (Gunawan, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan TIK dalam suatu organisasi, berdasarkan pernyataan di atas secara umum yaitu terdiri dari infrastruktur dan SDM. Suatu organisasi dalam menerapkan e-Government harus memiliki infrastruktur baik teknologi informasi maupun teknologi komunikasi. Pelaksanaan e-Government dapat dilaksanakan dengan adanya infrastruktur yang menunjang. Infrastruktur yang telah disiapkan tinggal dioperasikan oleh SDM yang ada dalam organisasi. SDM yang ada dalam organisasi harus memiliki keahlian dan pemahaman akan pelaksanaan kerja dengan menggunakan TIK tersebut.

Makhdum Priyatno menegaskan bahwa terkait dengan kerangka dan pelaksanaan e-Government sebuah organisasi harus memahami lebih jauh bahwa sebagai berikut:

(50)

harus di fahami lebih jauh dan tidak dianggap sebagai penggunaan elektronik semata. Seluruh SDM dan pihak terkait harus benar-benar memahami dan mampu merubah paradigma yang ada didalam organisasi agar pelaksanaan e-Government dapat berjalan dengan baik.

Penyelenggaraan pemerintahan dalam bentuk sistem organisasi jaringan dengan memanfaatkan TIK, tidaklah mudah pada tahap pelaksanaannya. Muncul berbagai hambatan yang dihadapi instasi atau daerah dalam pelaksanaannya. Pelaksanaan konsep e-Government sering terkendala akibat masalah kesiapan suatu instasi atau daerah dalam menerapkan konsep tersebut.

Akadun menyebutkan bahwa hambatan yang sering muncul pada tahap pelaksanaan e-Government diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kuantitas dan kualitas SDM dalam bidang TIK belum memadai; 2. Sarana dan prasarana penunjang e-Government yang belum memadai; 3. Masih overlapping-nya struktur organisasi e-Government; dan

4. Ketidakpastian peruntukan anggaran e-Government. (Akadun, 2009:144-145)

(51)

disiapkan. Penerapan e-Government, sesederhana apapun tentunya memerlukan anggaran dana dan biaya yang mencukupi. Kepastian sumber anggaran biaya diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan e-Government tersebut.

Penerpan konsep e-Government, pada tahap pelaksanaannya tidak terlepas dari adanya pertukan informasi sehingga harus ada perangkat hukum yang menjaminnya. Instansi pemerintahan sendiri, dalam melaksanakan segala aktivitasnya memerlukan dasar hukum yang jelas. Konsep e-Government pada

tahap pelaksanaannya, maka dengan dasar hukum yang jelas pelaksanaan e-Government dapat berjalan secara kondusif.

Indrajit dengan lebih jauh menyebutkan bahwa terdapat faktor-faktor yang menentukan tingkat kesiapan sebuah daerah untuk menerapkan e-Government, yaitu sebagai berikut:

1. Infrastruktur; 2. konektivitas; 3. Kesiapan SDM;

4. Ketersediaan anggaran; 5. Perangkat hukum; 6. Perubahan paradigma. (Indrajit, 2005:8)

Kesiapan suatu daerah atau instansi pemerintahan untuk menerapkan e-Government terkait dengan faktor-faktor tersebut di atas, yaitu sebagai berikut: 1. Infrastruktur;

(52)

target atau prioritas pengembangan e-Government yang telah disepakati. Potensi dan kemampuan atau status pengembangan infrastruktur dilokasi atau instansi yang akan menerapkan e-Government harus benar-benar dipertimbangkan. 2. Konektivitas;

Kesiapan suatu instansi pemerintahan untuk menerapkan konsep e-government dapat diketahui dari tingkat konektivitas dan penggunaan TI yang digunakannya. Pemanfaatan beraneka ragam TIK dalam kegiatan sehari-hari akan menunjukan sejauh mana kesiapan instansi Pemerintahan untuk menerapkan konsep e-Government (Indrajit, 2005:9). Instansi pemerintahan memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda sehingga membutuhkan pemanfaatan TIK yang berbeda pula. Instansi Pemerintahan yang mampu memanfaatkan beraneka ragam TIK dalam kegiatan sehari-harinya, maka instansi tersebut sudah siap untuk menerapkan konsep e-Government.

3. Kesiapan SDM;

SDM yang bekerja di lembaga pemerintahan pada dasarnya merupakan “pemain utama” atau subyek di dalam inisiatif e-Government (Indrajit, 2005:9). Berkenaan dengan hal tersebut, maka tingkat kompetensi dan keahlian SDM akan sangat berperan penting dalam penerapan e-Government. Instansi pemerintahan dalam menerapkan e-Government harus didukung oleh SDM yang memiliki keahlian di bidang TIK.

4. Ketersediaan anggaran;

(53)

memiliki jaringan sumber dana yang cukup untuk membiayai penerapan e-Government. Lembaga pemerintahan harus memiliki ketersediaan dan dan

anggaran untuk biaya operasional, pemeliharaan, dan pengembangan e-Government.

5. Perangkat hukum;

Konsep e-Government berkaitan erat dengan usaha pendistribusian dan penciptaan data/informasi dari satu pihak ke pihak lain. Masalah keamanan data/informasi dan hak cipta intelektual diantaranya merupakan hal yang perlu dilindungi oleh undang-undang dan perangkat hukum yang berlaku (Indrajit, 2005:9). Lembaga pemerintah harus memiliki perangkat hukum yang dapat menjamin terciptanya mekanisme e-Government yang kondusif. Penerapan e-Government perlu didukung oleh perangkat hukum yang dapat menjamin suatu lembaga pemerintahan untuk menerapkannya.

6. Perubahan paradigma.

Penerapan e-Government pada hakikatnya merupakan suatu proyek change management yang membutuhkan adanya keinginan untuk mengubah paradigma dan cara berpikir. Perubahan paradigma ini akan bermuara pada dibutuhkannnya kesadaran dan keinginan untuk mengubah cara kerja, bersikap perilaku, dan kebiasaan sehari-hari (Indarajit, 2005:9). Pimpinan dan pegawai pemerintahan

(54)

2.5 Efektivitas Pelayanan 2.5.1 Pengertian Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Pelaksanaan suatu program, kegiatan atau misi tertentu dapat dikatakan efektif apabila dapat dilaksanakan dan berjalan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

Mahmudi dalam bukunya Manajemen Kinerja Sektor Publik menjelaskan efektivitas, sebagai berikut:

“Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan” (Mahmudi, 2005:92). Berdasarkan penjelasan di atas bahwa efektivitas berfokus pada outcome (hasil), program, atau kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan atau dikatakan spending wisely. Hubungan arti efektivitas dapat dilihat secara jelas pada Gambar 2.1 sebagai berikut:

Gambar 2.1 Hubungan Efektivitas

(Sumber: Mahmudi, 2005:92.)

Menurut Gambar 2.1 di atas bahwa dalam efektivitas yang dipentingkan adalah semata-mata hasil atau tujuan yang dikehendaki. Efektivitas

OUTCOME Efektivitas =

(55)

menggambarkan seluruh siklus input, proses dan output. Efektivitas mengacu pada hasil guna daripada suatu organisasi, program atau kegiatan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Efektivitas merupakan ukuran mengenai berhasil tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang direncanakannya.

Amsyah dalam bukunya yang berjudul Manajemen Sistem Informasi mengemukakan bahwa efektivitas adalah sebagai berikut:

“Kegiatan mulai dengan adanya fakta kegiatan sehingga menjadi data, baik yang berasal dari hubungan dan transaksi internal dan eksternal maupun berasal dari hubungan anatarunit dan di dalam unit itu sendiri. Berikutnya dilakukan pengolahan data agar menjadi informasi yang sesuai dengan keperluan unit masing-masing, siap digunakan kapan saja dan di mana saja, dengan kuantitas dan kualitas yang terjamin baik, dan yang paling penting adalah pengolahan dengan biaya yang sesuai.” (Amsyah, 2005:130).

Pengertian efektivitas yang dikemukakan di atas menujukan pada pencapaian hasil kegiatan (output) sesuai dengan yang diperlukan. Output yang diperoleh bersumber dari fakta kegiatan. Fakta kegiatan dijadikan data yang diperoleh dari setiap unit kegiatan. Data yang telah diolah harus menjadi informasi yang berguna. Informasi yang dihasilkan harus berguna bagi setiap unit yang memerlukannya. Setiap unit dapat menggunakan informasi tersebut kapanpun, dan dimanapun. Kuantitas dan kualitas informasi yang dihasilkan harus terjamin dengan baik. Proses pengolahan informasi harus dapat dilaksanakan dengan biaya yang sesuai.

(56)

berupa data. Hubungan kerja yang dibentuk oleh setiap unit menunjukan adanya sistem kerja. Sistem kerja digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas yang ada dalam suatu organisasi. Kegiatan yang dilakukan sistem kerja harus menghasilkan output sesuai dengan yang diperlukan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, bahwa konsep efektivitas merupakan suatu konsep yang bersifat multidimensional. Efektivitas dapat didefinisikan sesuai dengan dasar ilmu yang dimiliki. Kata efektif sering dicampuradukkan dengan kata efisien yang memiliki arti berbeda dengan kata efektif . Kegiatan yang dilakukan secara efisien belum tentu efektif.

Menurut pendapat Markus Zahnd dalam bukunya Perancangan Kota Secara Terpadu mendefinisikan efektivitas dan efisiensi, sebagai berikut:

“Efektivitas yaitu berfokus pada akibatnya, pengaruhnya atau efeknya, sedangkan efisiensi berarti tepat atau sesuai untuk mengerjakan sesuatu dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga dan biaya” (Zahnd, 2006:200-2001).

Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa efektivitas lebih memfokuskan pada akibat atau pengaruh sedangkan efisiensi menekankan pada ketepatan mengenai sumber daya, yaitu mencakup anggaran, waktu, tenaga, alat dan cara supaya dalam pelaksanaannya dapat berjalan dengan benar.

2.5.2 Pengertian Pelayanan

(57)

mesin secara fisik, danmenyediakan kepuasan pelanggan.

Menurut Poerwadarminto, pelayanan secara epistimologi dapat diartikan sebagai berikut :

“ Berasal dari kata “layan” yang berarti membantu menyiapkan atau mengurus apa-apa yang diperlukan seseorang , kemudian pelayanan dapat diartikan sebagai , perihal atau cara melayani service atau jasa , sehubungan dengan jual – beli barang atau jasa” (Poerwadarminta, 1995:571).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa kegiatan pelayanan adalah perihal atau cara melayani servis atau jasa. Pelayanan merupakan suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik.

Pelayanan pada dasarnya ditunjukan untuk memenuhi mutu dan kualitas dalam hal pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan dalam bidang pelayanan publik. Pemerintah dalam bidang layanan publik mempunyai peran yang sangat berpengaruh sekali untuk seluruh masyarakat. Pelayanan yang diberikan pemerintah semakin terasa dengan adanya kesadaran antara masyarakat dan pemerintah itu sendiri. Sadu Wasistiono mendefinisikan pelayanan publik sebagai berikut:

“Pelayanan publik adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah atau pun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pelayanan guna memenuhi kebutuhan atau kepentingan masyarakat” (Wasistiono, 2001:51-52).

Gambar

Gambar model kerangka pemikiran di atas, menunjukan pengaruh antara
Tabel 1.1 Operasionalisasi Variabel
Tabel 1.2 Jumlah Populasi
Tabel 1.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

d) Hasil analisis kondisi sarana informasi wisata lebih banyak (58% responden) yang mengatakan tidak berfungsinya karena akses jalan yang tidak memenuhi standar

pengetahuan responden tentang cara pencegahan demam typoid nampak bahwa ada 2 (6,66) responden yag memberi jawaban tidak benar yaitu mencegah demam typiod dengan

Untuk likuiditas saham tidak terdapat perbedaan likuiditas saham hari-hari sebelum dan saat pengumuman stock spllit , saat dan hari-hari sesudah pengumuman stock

(2003) yang menguji secara empiris hubungan antara komposisi dan ukuran komite audit terhadap kualitas pelaporan keuangan memperoleh bukti empiris bahwa setelah

Berdasarkan data yang diperoleh, bentuk ekspresi penerimaan pada percakapan di dalam kos terbagi menjadi empat bentuk, yaitu bentuk ekspresi penerimaan dengan ujaran Ya dan

OK. Video Jakarta International Video Art Festival 2003, telah memberi pelajaran berharga bagi ruangrupa, terutama bagaimana meletakan seni video dalam medan seni rupa Indonesia.

– Kondisi-kondisi gawat yang memerlukan penanganan cepat dari tenaga kesehatan, seperti serangan jantung dan stroke, serta terjadi penurunan kadar gula darah yang