• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Komite Audit Sebagai Struktur Corporate Governance dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility Dalam Sustainability Report: Studi Empiris Perusahaan Yang Terdaftar di Bei Periode 2010-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Komite Audit Sebagai Struktur Corporate Governance dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility Dalam Sustainability Report: Studi Empiris Perusahaan Yang Terdaftar di Bei Periode 2010-2014"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KOMITE AUDIT SEBAGAI STRUKTUR CORPORATE GOVERNANCE DAN PROFITABILITAS TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DALAM SUSTAINABILITY REPORT

(Studi Empiris Perusahaan yang Terdaftar di BEI Periode 2010-2014)

HALAMAN JUDUL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh: Ody Faisal NIM: 1111082000023

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

(2)

ii

PENGARUH KOMITE AUDIT SEBAGAI STRUKTUR CORPORATE

GOVERNANCE DAN PROFITABILITAS TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DALAM SUSTAINABILITY REPORT

(Studi Empiris Perusahaan yang Terdaftar di BEI Periode 2010-2014)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

Ody Faisal

NIM. 1111082000023

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Yahya Hamja Yusro Rahma, SE, M.Si NIP. 19490602 197803 1 001 NIP. 19800506 200801 2 016

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

Hari ini, 9 Februari 2016 telah dilakukan ujian komprehensif atas mahasiswa:

1. Nama : Ody Faisal

2. NIM : 1111082000023

3. Jurusan : Akuntansi

4. Judul Skripsi : Pengaruh Komite Audit Sebagai Struktur Corporate Governance dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility Dalam Sustainability Report. (Studi Empiris Perusahaan yang Terdaftar di BEI Periode 2010-2014)

Setelah mencermati dan memperlihatkan penampilan dan kemampuan yang

bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa

mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk

melanjutkan ketahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 11 Maret 2015

1. Dr. Rini., M.Si, Ak NIP.

( )

2. Atiqah, SE., M.Si NIP.

( )

(4)
(5)
(6)

vi

201

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS DIRI

1. Nama : Ody Faisal

2. Tempat, Tanggal Lahir : DKI Jakarta, 28 November 1993

3. Alamat : Jl.Puskesmas

No.73 Rt.004 Rw.03 Kelurahan : Setu Kecamatan: Cipayung Kotamadya: Jakarta Timur Kode pos :13880

4. Telepon : 081281183689

5. Email : faisal_ody@yahoo.co.id

odyuinjkt@gmail.com

II. PENDIDIKAN

1. SD Negeri 06 Pagi Jakarta (1999 – 2005)

2. SMP Negeri 217 Jakarta (2005 – 2008)

3. SMA Bina Dharma Jakarta (2008 – 2011)

4. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

– S1 Akuntansi

(2011 – 2016)

III. PENGALAMAN ORGANISASI

(7)

vii ABSTRACT

This research aims to find empirical evidences regarding the impact of the independence of Audit Committee, the expertise of Audit Committee, frequency of meetings Audit Committee, the number of Audit Committee, and profitability on disclosure of Corporate Social Responsibility in Sustainability Report.

This research use sample of all companies listed in Indonesia Stock Exchange during 2010-2014 period. The number of companies that had became in this research were consist of 11 companies with 5 years observation. This research based on purposive sampling methode. The total of research sample is 55 financial statements and sustainability report. Hypothesis in this research are tested by multiple regression analysis.

The results of this research indicate that independence of Audit Committee, the expertise of Audit Committee, frequency of meetings Audit Committee, and the number of Audit Committee do not impact on disclosure of Corporate Social Responsibility in Sustainability Report. Profitability give impact on the disclosure of Corporate Social Responsibility significantly.

Keywords: The independence of Audit Committee, the expertise of Audit Committee, frequency of meetings Audit Committee, the number of Audit Committee, profitability, disclosure of Corporate Social Responsibility, Corporate Governance.

This research aims to find empirical evidences regarding the impact of workload, auditor industry specialization and audit tenure on audit quality. This research also examine whether the audit committee can strengthen or weaken the impact of workload, auditor industry specialization and audit tenure on audit quality.

This research use sample of manufacturing industry which is listed in Indonesia Stock Exchange during 2011-2013 period. The number of manufacturing industry that had became in this study were consist of 70 companies with 3 years observation. This research based on purposive sampling methode. The total of research sample is 210 financial statements. Hypothesis in this research are tested by multiple regression analysis and MRA (Moderated Regression Analysis).

The results of this research indicate that workload and audit committee give impact on audit quality significantly. Auditor industry specialization and audit tenure do not impact on audit quality significantly. This research find evidence that interaction between workload and audit committee give impact on audit quality significantly. The interaction between the audit tenure and audit committee also give impact on audit quality significantly.

(8)

viii ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris mengenai pengaruh Komite Audit sebagai struktur Corporate Governance. Komite Audit pada penelitin ini menggunakan karakteristik Komite Audit seperti independensi Komite Audit, keahlian Komite Audit, frekuensi Rapat Komite Audit, jumlah Komite Audit, dan profitabilitas terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility dalam Sustainability Report.

Penelitian ini menggunakan sample semua perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2010-2014 yang berada di Indonesia.. Jumlah perusahaan manufaktur yang dijadikan sampel penelitian ini adalah 11 perusahaan dengan pengamatan selama 5 tahun. Penelitian ini berdasarkan metode purposive sampling. Total sampel penelitian ini adalah 55 laporan keuangan dan Sustainability Report. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Komite Audit sebagai struktur Corporate Governance yang memiliki karakteristik seperti independensi Komite Audit, keahlian Komite Audit, frekuensi Rapat Komite Audit, jumlah Komite Audit tidak berpengaruh terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility dalam Sustainability Report. Sedangkan disisi lain, profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility dalam Sustainability Report.

Kata kunci: independensi Komite Audit, keahlian Komite Audit, frekuensi Rapat Komite Audit, jumlah Komite Audit, profitabilitas, pengungkapan Corporate Social Responsibility, Corporate Governance

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris mengenai pengaruh workload, auditor spesialisasi industri, dan audit tenure terhadap kualitas audit. Penelitian ini juga akan menguji apakah komite audit dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh workload, auditor spesialisasi industri, dan audit tenure terhadap kualitas audit.

Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2011-2013. Jumlah perusahaan manufaktur yang dijadikan sampel penelitian ini adalah 70 perusahaan dengan pengamatan selama 3 tahun. Penelitian ini berdasarkan metode purposive sampling. Total sampel penelitian ini adalah 210 laporan keuangan. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda dan MRA (Moderated Regression Analysis).

(9)

ix

spesialisasi industri dan audit tenure tidakpengaruh terhadap kualitas audit. Penelitian ini menemukan bukti bahwa interaksi antara workload dengan komite

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum, Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillaahirabbil‟aalamiin.

Tiada kata yang patut saya sampaikan kecuali rasa syukur yang sedalam-dalamnya ke hadirat Allah SWT Sang Pencipta Alam Raya, Yang Maha Agung, Pengasih dan Penyayang yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Komite Audit Sebagai Struktur Corporate Governance dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility dalam Sustainability Report”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, rahmatan lil „alamiin yang telah mengubah kegelapan menjadi terang benderang bagi kehidupan ummat manusia di dunia maupun akhirat.

Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Kesuksesan dan keberhasilan saya dalam menyusun skripsi ini tak luput dari bantuan berbagai pihak, baik dari dosen, keluarga maupun rekan-rekan seperjuangan. Dengan segenap kerendahan dan ketulusan hati yang paling dalam, saya menyampaikan untaian beribu ucapan terima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-setingginya kepada : 1. Abah dan Mama tercinta, Syamsul Bahri dan Maryam. Terima kasih atas

untaian doa, cinta, kasih sayang, pengorbanan dan dukungannya baik moril maupun material yang telah diberikan selama ini, sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Ketiga kakak tercinta, Dian Agustian Hadi, Nurul el Badriyati dan Muhammad Iqbal Pahlefi, yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan untuk kesuksesan saya.

3. Amna Suresti yang merupakan seorang kekasih, motivator pribadi, sang calon pendamping wisuda yang tanpa henti selalu memberikan dukungan dan semangat untuk kesuksesan saya.

4. Bapak Dr. M. Arief Mufraini LC., MA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Yesi Fitria selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(10)

x

7. Bapak Dr. Yahya Hamja, selaku Dosen Pembimbing I yang senantiasa meluangkan waktunya untuk berdiskusi, memberi nasihat, semangat, motivasi dan bimbingan terbaiknya selama penulisan skripsi ini. Terima kasih atas ilmu yang telah Bapak berikan. Semoga Bapak lekas sembuh.

8. Ibu Yusro Rahma, SE., M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya untuk berdiskusi, memberi kritik dan saran, serta bimbingan terbaiknya selama penulisan skripsi ini. Terima kasih atas saran yang Ibu berikan selama proses penulisan skripsi sampai terlaksananya sidang skripsi.

9. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan bantuan kepada saya selama menempuh masa studi.

10. Rekan-rekan seperjuangan Akuntansi 2011. Terima kasih telah menjadi teman terbaik dalam menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sukses untuk kita semua.

11. Kepada pihak-pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Terima kasih telah banyak membantu, mendukung dan mendoakan saya dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Sehubungan dengan keterbatasan wawasan dan pengetahuan yang dimiliki, saya benar-benar menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak.

Wassalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, November 2015

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAHError! Bookmark not defined. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

ABSTRACT ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian... 13

D. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil ... 15

1. Teori Keagenan (Agency Theory) ... 15

(12)

xii

3. Signaling Theory ... 18

4. Teori Legitimasi ... 19

5. Komite Audit ... 20

6. Profitabilitas ... 32

7. Corporate Social Responsibility (CSR) ... 35

8. Sustainability Report ... 36

B. Keterkaitan Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis ... 42

1. Pengaruh Independensi Komite Audit Terhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report. ... 42

2. Pengaruh Keahlian Komite Audit Terhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report. ... 44

3. Pengaruh Frekuensi Rapat Komite Audit Terhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report. ... 45

4. Pengaruh Jumlah Anggota Komite Audit Terhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report ... 46

5. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report. ... 47

C. Penelitian Sebelumnya ... 50

D. Kerangka Berpikir ... 53

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 54

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 54

B. Metode Penentuan Sampel ... 54

C. Metode Pengumpulan Data ... 55

D. Metode Analisis Data ... 56

1. Statistik Deskriptif... 56

2. Uji Asumsi Klasik ... 56

3. Pengujian Hipotesis ... 60

(13)

xiii

BAB IV ANLISIS DAN PEMBAHASAN ... 68

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 68

B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 69

1. Analisis Statistik Deskriptif ... 69

2. Analisis Uji Asumsi Klasik ... 73

3. Hasil Uji Hipotesis ... 80

C. Pembahasan ... 86

1. Pengaruh Independensi Komite Audit Terhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report. ... 86

2. Pengaruh Keahlian Komite Audit Terhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report ... 89

3. Pengaruh Frekuensi Rapat Komite Audit Terhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report ... 91

4. Pengaruh Jumlah Anggota Komite Audit Terhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report ... 93

5. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report. ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

A. Kesimpulan ... 97

B. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA... 99

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

Tabel 2.1 Rumus Rasio Profitabilitas ... 34

Tabel 2.2 Hasil-Hasil Penelitian Sebelumnya ... 50

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel ... 67

Tabel 4.1 Rincian Perolehan Sampel Penelitian ... 69

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif ... 70

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Dengan Uji Kolmogorov-Smirnov ... 74

Tabel 4.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas Dengan Glejser ... 76

Tabel 4.5 Hasil Uji Run Test ... 79

Tabel 4.6 Hasil Uji Multikolinieritas Dengan Uji VIF ... 80

Tabel 4.7 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 81

Tabel 4.8 Hasil Uji F ... 82

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir ... 53

Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Dengan Grafik Histogram ... 75

Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Dengan Grafik Normal Plot ... 75

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

Lampiran 1 Item Pengungkapan CSR ... 104

Lampiran 2 Daftar Kode GRI ... 107

Lampiran 3 Sampel Data Penelitian ... 109

Lampiran 4 Perhitungan CSR ... 112

Lampiran 5 Perhitungan Variabel... 113

(17)

1

1BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Sejak abad ke-18, alat produksi didominasi oleh mesin. Dominasi mesin ini menimbulkan perubahan teknologi, sosial, ekonomi dan budaya. Revolusi ini melahirkan industri dan kapitalisme modern dimana uang memegang peranan yang sangat penting. Hal ini memberikan dampak yang besar bagi masyarakat, sosial dan lingkungan. Dampak positif dari revolusi ini telah meningkatkan mutu dan kualitas hidup masyarakat. Namun, disisi lain industri juga melahirkan kaum buruh dan kerusakan-kerusakan lingkungan seperti polusi udara, limbah pabrik, eksploitasi alam yang berlebihan dan lain sebagainya (Purnasiwi, 2010).

(18)

2 Pada akhirnya hal tersebut melahirkan konsep akuntansi yang dikenal sebagai Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial. Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial adalah ilmu Socio Economic Accounting (SEA) yang merupakan bidang ilmu akuntansi yang berfungsi mengidentifikasi, mengukur, menilai, melaporkan aspek-aspek social benefit dan social cost yang ditimbulkan oleh lembaga (Harahap, 2002). Perusahaan diharapkan tidak hanya mementingkan kepentingan manajemen dan pemilik modal (investor dan kreditor) saja, akan tetapi juga mementingkan tanggung jawabnya terhadap masyarakat dan lingkungan sosial. Tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat ini lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR).

Definisi CSR menurut World Bisnis Council for Sustainable Development (WBCD) merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia

(19)

3 Kasus Lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur pada tahun 2006 menjadi salah satu contoh perusahaan yang memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini dikarenakan PT Lapindo Brantas tidak memenuhi standar operasional pengeboran yang dilakukan oleh perusahaan. Dalam program tertulis, dinding harus dipasang hingga kedalaman 8.500 kaki, namun pada kenyataannya hal tersebut tidak dikerjakan oleh perusahaan, bahkan pengeboran terus dilakukan hingga kedalaman 9,297 kaki. Akibat dari dinding yang tidak dipasang hingga kedalaman tersebut maka tekanan air dari dalam terus naik ke atas dan mencari celah yang akhirnya menyembur tidak jauh dari sumur pengeboran (Suara Pembaruan, 2012)

Kasus Lumpur Lapindo mengakibatkan kerugian yang dialami oleh berbagai pihak. Protes warga datang terhadap pengeboran minyak dan gas di sejumlah daerah di Jawa timur karena warga mengalami ketakutan bencana Lumpur Lapindo akan terulang lagi. Akibatnya, banyak investor minyak dan gas yang mengalami kerugian karena terpaksa menghentikan kegiatan eksplorasinya. Hal ini kemudian dapat berdampak terhadap terganggunya iklim investasi di Jawa timur karena investor menjadi enggan untuk berinvestasi.

(20)

4 masyarakat sekitar. Masyarakat menuntut kompensasi atas kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan eksploitasi lingkungan yang berlebihan. Tuntutan masyarakat tersebut sudah sampai ketingkat DPR pusat yang terkait dampak negatif operasional perusahaan tersebut terhadap kondisi ekonomi, kesehatan dan lingkungan yang semakin memburuk (Mulyadi, 2003).

Menurut Anggraini (2006), saat ini kesadaran masyarakat akan peran perusahaan terhadap lingkungan sosial semakin meningkat. Skandal bisnis seperti kasus Enron dan WoldCom pada tahun 2001 serta beberapa kerusakan lingkungan yang terjadi seperti polusi, deplesi sumber daya, pencemaran lingkungan, hak dan status karawan membuat pertanggungjawaban sosial perusahaan akan semakin disoroti. Perusahaan diharapkan menciptakan hubungan timbal balik yang saling sinergis antara perusahaan dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

Hal ini didukung oleh hasil penelitian Harte dan Owen (1991) dalam Kolk (2003) bahwa pelaporan non financial issues (aspek sosial dan lingkungan) mengalami peningkatan selama tahun 1998-2002. Masyarakat membutuhkan informasi mengenai sejauh mana perusahaan telah melaksanakan aktivitas CSR dalam memenuhi hak-hak masyarakat luas. Menurut Clarie (1991), alasan dari keputusan untuk menyediakan informasi yang berkaitan dengan aspek sosial dan lingkungan yaitu pertimbangan stock

market, menentramkan masyarakat dan pemerintah, mengubah persepsi,

(21)

5 Pelaporan non financial issues (aspek sosial dan lingkungan) juga telah diatur dalam PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 1 tahun 2004 tentang Penyajian Laporan Keuangan, bagian Tanggung Jawab atas Laporan Keuangan paragraf 09, menyatakan bahwa perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.

(22)

6 Peraturan lain yang menyinggung CSR adalah UU no. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam UU no. 25 tahun 2007 dinyatakan bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Dengan adanya peraturan perundang-undangan tersebut, CSR menjadi sebuah konsep penting untuk dilaksanakan serta dilaporkan oleh perusahaan.

Dilling (2010) berpendapat bahwa setiap catatan atas kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility) yang dilakukan, dibuat, dan dipublikasikan oleh perusahaan dalam bentuk laporan keberlanjutan (sustainability reporting). Laporan ini telah dikembangkan untuk mencapai keseragaman

dalam penggungkapannya yang dikembangkan berdasarkan panduan yang diterbitkan oleh Global Reporting Initiative (GRI). Negara-negara di Eropa telah mewajibkan publikasi laporan ini berdasarkan standar. Laporan ini berisi semua kegiatan yang menyangkut pertanggungjawaban sosial kepada para stakeholder. Sustainability Report merupakan bentuk pertanggungjawaban yang didasarkan pada tiga aspek yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial yang dikenal dengan triple bottom line (Boyd, 2009).

(23)

7 meningkatkan brand image dan penjualan, memelihara kualitas kekuatan kerja, memperbaiki pembuatan keputusan pada isu-isu kritis, menangani resiko secara lebih efisien dan mengurangi cost jangka panjang. Namun menurut Runhaar dan Lafferty (2009) dalam hal penerapannya, seringkali motif perusahaan hanya sebatas karena adanya tuntutan peraturan dan menghindarkan pandangan yang buruk dari masyarakat.

Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Manajemen sejak tahun 2005 mengadakan Indonesia Sustainability Reporting Award (ISRA) dalam upaya meningkatkan daya saing melalui peningkatan transparansi dan akuntabilitas perusahaan. ISRA adalah penghargaan yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang telah membuat pelaporan atas kegiatan yang menyangkut aspek lingkungan dan sosial disamping aspek ekonomi untuk memelihara keberlanjutan (sustainability) perusahaan itu sendiri, baik yang diterbitkan secara terpisah maupun terintegrasi dalam laporan tahunan (annual report).

Menurut Wibisono (2007) implementasi CSR pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor terkait dengan komitmen pemimpin, penerapan Good Corporate Governance (GCG), ukuran perusahaan, kematangan umur

(24)

8 Penerapan mekanisme GCG menuntut perusahaan tidak hanya memperhatikan nilai ekonomi dari perusahaannya tetapi juga nilai tambah lain, seperti keseimbangan kepentingan stakeholder, dan kepatuhan terhadap peraturan serta norma yang berlaku atas kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan (Putri, 2013). Sehingga semakin baik penerapan GCG maka semakin baik pengungkapan CSR perusahaan (Handayani, 2007).

Awal bulan September 2015 ini, publik di gegerkan oleh kasus yang baru-baru ini dialami oleh PT. Pertamina Foundation atas dugaan korupsi dana CSR senilai Rp.160 Milyar. Dalam kasus ini, Direktur Ekskutif Pertamina Foundation, Nina Nurlina Pramono, telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Kasus ini masih dalam proses penyelidikan oleh Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dana CSR yang di korupsi tersebut sebenarnya digunakan kegiatan CSR PT. Pertamina Foundation dalam program gerakan menabung pohon, sekolah sobat bumi, serta sekolah sepak bola Pertamina. Dana CSR yang digunakan untuk program-program tersebut diragukan kebenarannya dan dindikasi sebagai lahan pencucian uang.

(25)

9 penanggungjawab. Komite Audit sebagai bagian dari Dewan Komisaris ikut andil bertugas membantu Komisaris dalam mengkaji kebijakan GCG secara menyeluruh yang disusun oleh Direksi perusahaan serta menilai konsistensi penerapannya, termasuk yang berkaitan dengan etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility).

Kasus PT. Pertamina Foundation yang kini sedang menjadi sorotan publik ini menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut. Berdasarkan kasus tersebut peneliti tertarik untuk meneliti sejauhmana peran Komite Audit sebagai struktur corporate governance, yang diukur dari independensi, keahlian, frekuensi rapat, dan jumlah anggota Komite Audit dapat mempengaruhi pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam sustainability report. Peran Komite Audit sebagai penggawas di harap dapat

membantu Dewan Komisaris dalam mengawasi pengganggaran, penggelolaan, serta pendistribusian dana CSR guna meminimalisir terjadinya penyelewengan dana CSR.

(26)

10 objektif yang dapat melindungi seluruh pemangku kepentingan dari tindakan agen yang menyimpang. Jika pengawasan Komite Audit telah dilakukan dengan efektif, maka pengelolaan perusahaan akan dilakukan dengan baik pula, dan manajemen akan menggungkapkan semua informasi yang ada termasuk tanggungjawab sosial.

Risty dan Sany (2015) menemukan bahwa keahlian Komite Audit tidak memberikan berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability report. Hal ini diindikasi bahwa organisasi yang melakukan pengungkapan sustainability report tidak sepenuhnya dilatarbelakangi karena adanya Komite

Audit yang memiliki keahlian di bidang akuntansi dan keuangan, sebaliknya perusahaan yang melakukan penerbitan sustainability report memiliki keahlian di luar di bidang akuntansi dan keuangan.

Yunita Prastiwi (2011) menemukan bahwa bahwa frekuensi rapat Dewan Komisaris dan frekuensi rapat Komite Audit tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap luas pengungkapan sustainability report. Penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Waryanto (2010), menemukan hasil yang menunjukkan temuan bahwa tidak terdapat hubungan antara frekuensi pertemuan dewan komisaris dengan pengungkapan informasi sosial perusahaan. Namun, Risty dan Sany (2015) dalam penelitiannya menunjukkan hasil yang berbeda bahwa frekuensi rapat Komite Audit berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability report.

(27)

11 menunjukkan hasil bahwa variabel profitabilitas dan leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Anggraini (2006) dalam penelitiannya menunjukkan hasil yang berbeda. Profitabilitas dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan informasi sosial.

Dari fenomena-fenomena yang terjadi dan dari hasil penelitian terdahulu terdapat beberapa variabel yang berpengaruh terhadap pengungkapan CSR masih menunjukan hasil yang berbeda, bahkan bertentangan dengan antara hasil penelitian yang satu dengan yang lainnnya. Hal inilah yang akan menjadi research gap dalam penelitian ini, sehingga sangat menarik dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan research gap tersebut.

Penelitian ini mengadopsi GRI (Global Reporting Initiative) versi 3.0 yang telah disesuaikan dengan kondisi pelaksanaan CSR di Indonesia sebagai item pengukur variabel dependen pada sustainability report perusahaan.

Penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Komite Audit Sebagai Struktur

Corporate Governance Terhadap Pengungkapan Corporate Social

Responsibility Dalam Sustainability Report. Studi Empiris Perusahaan yang

Terdaftar di BEI Periode 2010-2014”.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Risty dan Sanny (2015). Namun ada yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu sebagai berikut:

(28)

12 2. Penggungkapan sustainability report pada penelitian ini memfokuskan kepada aktifitas CSR yang penggukurannya mengadopsi GRI (Global Reporting Initiative) versi 3.0. Sedangkan penelitian sebelumnya hanya

menggunakan variabel dummy jika menerbitkan sustainability report. 3. Sempel yang digunakan dalam penelitian ini lebih luas yaitu mencakup

seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

4. Periode pada penelitian ini dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah independensi Komite Audit berpengaruh terhadap pengungkapan CSR dalam sustainability report?

2. Apakah keahlian Komite Audit berpengaruh terhadap pengungkapan CSR dalam sustainability report?

3. Apakah frekuensi rapat Komite Audit berpengaruh terhadap pengungkapan CSR dalam sustainability report?

4. Apakah jumlah anggota Komite Audit berpengaruh terhadap pengungkapan CSR dalam sustainability report?

(29)

13 C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut:

1. Menganalisis pengaruh independensi Komite Audit terhadap pengungkapan CSR dalam sustainability report.

2. Menganalisis pengaruh keahlian Komite Audit terhadap pengungkapan CSR dalam sustainability report.

3. Menganalisis frekuensi rapat Komite Audit terhadap pengungkapan CSR dalam sustainability report.

4. Menganalisis jumlah anggota Komite Audit terhadap pengungkapan CSR dalam sustainability report.

5. Menganalisis profitabilitas perusahaan terhadap pengungkapan CSR dalam sustainability report.

D. Manfaat Penelitian 1. Kontribusi Teoritis

a. Bagi Mahasiswa. Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah studi literatur terkait dengan pengaruh Komite Audit sebagai struktur

corporate governance terhadap pengungkapan Corporate Social

Responsibility dalam sustainability report.

(30)

14 lebih lanjut mengenai topik penggungkapan Corporate Social Responsibility dalam sustainability report ini.

2. Manfaat Bagi Praktisi

a. Dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana peran Komite Audit yang terdapat pada perusahaan terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility dalam sustainability report.

b. Dapat digunakan oleh perusahaan untuk digunakan sebagai referensi untuk pengambilan kebijakan oleh manajemen perusahaan mengenai pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan dalam laporan keuangan yang disajikan. Selain itu juga untuk memberikan sumbangan pemikiran tentang pentingnya penggungkapan Corporate Social Responsibility serta sebagai pertimbangan dalam penerapan Good Corporate Governance.

c. Dapat digunakan oleh investor dan calon investor untuk memberikan gambaran tentang laporan keuangan tahunan sehingga dijadikan sebagai acuan untuk pembuatan keputusan investasi. Penelitian ini diharapkan akan memberikan wacana baru dalam mempertimbangkan aspek-aspek yang perlu diperhitungkan dalam investasi yang tidak terpaku pada ukuran-ukuran moneter.

(31)

15

2BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil 1. Teori Keagenan (AgencyTheory)

Teori keagenan memberikan penjelasan mengenai hubungan agensi yaitu hubungan antara pemilik (principal) dengan manajemen (agent). Berikut beberapa pandangan mengenai teori keagenan menurut beberapa ahli ekonomi:

Jansen dan Meckling (1976) dalam Adityasih (2010) menyatakan teori keagenan merupakan hubungan kontrak antara pemilik (principal) dengan manajemen (agent) untuk melakukan beberapa jasa bagi pemilik berdasarkan pendelegasian wewenang dari pemilik kepada agen untuk mengambil keputusan bisnis bagi kepentingan pemilik. Hal tersebut memunculkan konflik sebab terdapat kecenderungan masing-masing pihak mementingkan kepentingannya.

(32)

16 Ujiyantho dan Bambang (2007) dalam Waryanto (2010) menyatakan bahwa terdapat tiga asumsi sifat manusia dalam teori keagenan yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse).

Jansen dan Meckling (1976) dalam Adityasih (2010) menjelaskan bahwa didalam hubungan antara pemilik dan manajemen memunculkan konflik kepentingan yang terjadi karena adanya pemisahan fungsi antara kepemilikan perusahaan dan pengendalian. Pemilik dan manajemen memiliki tujuan yang berbeda, dimana pemilik menginginkan pengembalian yang sebesar-besarnya dan secepat-cepatnya atas penyertaan modal kedalam perusahaan dengan melihat kenaikan proporsi dividen dari tiap tahun. Disisi lain manajemen memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan diri sendiri.

Menurut Putri (2013), konflik keagenan atau perbedaan kepentingan antara agen dan prinsipal dapat diatasi dengan menerapkan

corporate governance sebagai mekanisme yang mengatur dan

(33)

17 2. Teori Stakeholders

Menurut Ghozali dan Chariri (2007), keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan. Stakeholders menurut Wibisono (2009) merupakan pemangku kepentingan yaitu pihak atau kelompok yang berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap eksistensi atau aktivitas perusahaan, dan karenanya kelompok tersebut mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh perusahaan. Pihak-pihak yang termasuk stakehoders yaitu pemasok, pelanggan, pemerintah, masyarakat lokal, investor, karyawan, kelompok politik, asosiasi perdagangan dan lainnya. Keberadaan Stakeholders ini berperan menentukan keberhasilan perusahaan.

Teori stakeholders adalah teori yang menjelaskan mengenai tanggung jawab dan bagaimana perusahaan menciptakan nilai bagi organisasi dan lingkungannya. Tujuan dari teori ini adalah untuk menjelaskan sifat hubungan antara organisasi dan orang-orang yang memiliki kepentingan dalam operasi dalam hal kegiatan usaha organisasi (Benn dan Bolton, 2013).

(34)

18 stakeholder ditentukan oleh besar kecilnya kekuatan yang dimiliki

stakeholder atas sumber tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007).

Kekuatan tersebut dapat berupa kemampuan untuk membatasi pemakaian sumber ekonomi yang terbatas (modal dan tenaga kerja), akses terhadap media yang berpengaruh, kemampuan untuk mengatur perusahaan, atau kemampuan untuk mempengaruhi konsumsi atas barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan (Deegan, 2000 dalam Ghozali dan Chariri, 2007). Oleh karena itu, ketika sumber ekonomi perusahaan dikuasai oleh stakeholder, maka perusahaan akan bereaksi dengan cara yang memuaskan keinginan stakeholder (Ullman, 1982 dalam Ghozali dan Chariri, 2007). Perusahaan akan mempertimbangkan kepentingan dari para stakeholder, salah satunya dalam hal pertanggungjawaban aktifitas sosial perusahaan.

3. Signaling Theory

Teori sinyal merupakan teori yang menjelaskan tentang bagaimana perusahaan memberikan sinyal-sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Perusahaan yang memiliki kualitas baik dapat membedakan dirinya dengan perusahaan yang berkualitas buruk melalui sinyal yang ditunjukkan kepasar modal tentang kualitas kinerjanya. Sinyal yang diberikan oleh seorang manajer menggambarkan kondisi perusahaan yang dapat berbentuk negatif maupun positif (Spance, 1973).

(35)

19 yang dilakukan oleh manajer terhadap investor. Pemberian sinyal yang dilakukan oleh manajer untuk mengurangi asymmetric information, yang merupakan kondisi dimana manajer lebih mengetahui informasi lebih banyak dibanding dengan investor. Manajer sebenarnya mengetahui distribusi yang sebenarnya dari tingkat pengembalian laba perusahaan, tetapi investor tidak mengetahuinya (Ross, 1977). Hal ini yang menyebabkan terjadinya asymmetric information, dimana terdapat perbedaan informasi yang diterima oleh manajer dan investor, maka pemberian sinyal kepada pihak eksternal sangat penting sebagai upaya mengurangi terjadinya asymmetric information.

Penggungkapan CSR yang tepat dan sesuai harapan stakeholder digunakan sebagai sinyal goodnews yang diberikan kepada pihak manajemen kepada publik bahwa perusahaan memiliki prospek bagus di masa depan dan memastikan terciptanya sustainability development (Putri, 2013)

4. Teori Legitimasi

(36)

20 Menurut Wartick dan Mahon (1994) dalam Risty dan Sany (2015), kesenjangan legitimasi diakibatkan karena kinerja perusahaan yang berubah sementara harapan masyarakat terhadap kinerja perusahaan tetap sama, harapan masyarakat terhadap kierja perusahaan berubah, sementara kinerja perusahaan sendiri tetap sama dan baik kinerja perusahaan dan harapan masyarakat sama-sama berubah, tetapi bergerak kearah yang berbeda atau bergerak kearah yang sama tetapi waktunya berbeda.

Pengurangan dari gap legitimasi menurut O’Donovan (2002) dalam Djuataningsih dan Marsyah (2012) dapat dilakukan dengan memperluas wilayah kesesuaian antara operasi perusahaan dengan pengharapan masyarakat dengan cara melakukan strategi legitimasi dan melakukan pendekatan social disclosure. Social disclosure ini dilakukan dalam hal menanggapi ekspektasi masyarakat dan perubahan persepsi masyarakat terhadap organisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengkomunikasikan dalam bentuk laporan sustainability report yang berisi tanggung jawab perusahaan terhadap sosial dan lingkungan.

5. Komite Audit

Pengertian Komite Audit menurut Komite Nasional Kebijakan

Governance dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance

(37)

21 klien yang bertanggungjawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen.

Berikut ketentuan dan peraturan mengenai Komite Audit sebagai berikut:

a. Surat Edaran BAPEPAM No.SE-03/PM/2000 tentang pelaksanaan pembentukan Komite Audit bagi perusahaan go-public.

b. Keputusan Direksi BEJ No.Kep-339/BEJ/07-2001 tentang aturan jumlah dan kualifikasi keanggotaan Komite Audit.

c. Surat Keputusan Ketua BAPEPAM No.Kep-412/PM/2003 mengenai pedoman pembentukan Komite Audit.

d. Kep-117/M-MBU/2002 mewajibkan BUMN memiliki Komite Audit. e. Peraturan No.IX.1.5 mengenai pembentukan dan pedoman

Pelaksanaan Kerja Komite Audit dalam Lampiran Keputusan Ketua BAPEPAM No.29/PM/2004.

(38)

22 Peran dan tanggungjawab Komite Audit menurut Komite Nasional Good Corporate Governance (KNGCG, 2002) yaitu:

a. Pelaporan Keuangan

Peran dan tanggung jawab Komite Audit dalam pelaporan keuangan: 1) Pengawasan atas proses pelaporan keuangan dengan menekankan

agar standar dan kebijaksanaan keuangan yang berlaku terpenuhi. 2) Memeriksa ulang laporan keuangan apakah sudah sesuai dengan

standar dan kebijaksanaan tersebut dan apakah sudah konsisten dengan informasi lain yang diketahui oleh anggota Komite Audit. 3) Mengawasi audit laporan keuangan eksternal dan menilai mutu

pelayanan dan kewajaran biaya yang diajukan auditor eksternal. b. Manajemen Risiko dan Kontrol

Dalam hal manajemen risiko dan kontrol, peran dan tanggung jawab Komite Audit adalah:

1) Mengawasi proses manajemen risiko dan kontrol, termasuk identifikasi risiko dan evaluasi kontrol untuk mengecilkan risiko. 2) Mengawasi laporan auditor internal dan auditor eksternal untuk

memastikan bahwa semua bidang kunci risiko dan kontrol diperhatikan.

(39)

23

c. Corporate Governance

Tanggungjawab Komite Audit di bidang corporate governance adalah memberikan kepastian bahwa perusahaan tunduk pada undang-undang dan peraturan yang berlaku, dan mempertahankan kontrol yang efektif terhadap benturan kepentingan pegawai. Peran dan tanggung jawab Komite Audit harus termasuk juga:

1) Mengawasi proses corporate governance

2) Memastikan bahwa manajemen senior membudayakan GCG

3) Mengerti semua pokok persoalan yang mungkin dapat mempengaruhi kinerja finansial atau non-finansial perusahaan

4) Memonitor bahwa perusahaan tunduk pada tiap undang-undang dan peraturan yang berlaku

5) Mengharuskan auditor internal melaporkan secara tertulis hasil pemeriksaan corporate governance dan temuan lainnya

Struktur Komite Audit di Indonesia diatur dalam Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor Kep-41/PM/2003 tentang Peraturan Nomor IX.I.5: Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit adalah sebagai berikut:

a. Anggota Komite Audit diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Komisaris dan dilaporkan kepada Rapat Umum Pemegang Saham. b. Anggota Komite Audit yang merupakan komisaris independen

(40)

24 independen yang menjadi anggota Komite Audit lebih dari satu orang maka salah satunya bertindak sebagai ketua Komite Audit.

Rekomendasi yang dibentuk oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia 2002 adalah penting bahwa perusahaan harus

memperhatikan karakteristik yang dimiliki oleh setiap anggota Komite Auditnya. Hal ini disebabkan karakteristik komite akan berpengaruh pada peran Komite Audit dalam pemberian bantuan kepada Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugasnya tentang pengendalian internal dan pelaporan keuangan dan manajemen.

Persyaratan keanggotaan Komite Audit sesuai dengan Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor Kep-29/PM/2004 sebagai berikut: a. Memiliki intregitas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan dan

pengalaman yang memadai sesuai dengan latar belakang pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan baik.

b. Salah seorang dari anggota Komite Audit memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan.

c. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan di bidang lainnya.

(41)

25 e. Bukan orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam merencanakan, memimpin, atau mengendalikan kegiatan perusahaan dalam waktu enam bulan terakhir.

f. Tidak memiliki saham di perusahaan.

g. Tidak memiliki hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan dengan komisaris, direksi atau pemegang saham utama perusahaan.

h. Tidak memiliki hubungan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, yang berkaitan dengan kegiatan usaha perusahaan.

a. Independensi Komite Audit

Menurut Sukrisno (2012), Independensi artinya tidak mudah dipengaruhi, karena auditor melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa auditor tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapa pun, sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang dimiliki, auditor akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatanya.

Pengertian independensi juga terdiri dari tiga jenis yaitu:

(42)

26 2) Independensi dalam kenyataan/fakta (Independent In Fact) merupakan sikap auditor dalam menjalankan tugasnya selalu mematuhi kode etik internal auditor dan professional framework of internal auditor.

3) Independensi dalam pikiran (Independent In Mind) merupakan sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan professional auditor.

Dari ketiga pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa independensi yaitu sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, serta tidak bergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujurean dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan objektif. Independensi anggota Komite Audit dapat dilihat dari persyaratan keanggotaan Komite Audit, seperti tertuang dalam Peraturan No. IX.1.5 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja Komite Audit, lampiran ketua Bapepam No. 29/PM/2000.

Menurut Islahuzzaman (2012), Independensi adalah: “Auditor yang independen adalah auditor yang tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri auditor dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam audit. Independensi lebih banyak ditentukan faktor luar diri auditor.”

(43)

27 menimbulkan konflik kepentingan atau menimbulkan prasangka yang meragukan untuk dapat melaksanakan tugas dan profesinya secara objektif.

b. Keahlian Komite Audit

Keahlian Komite Audit merupakan professional yang mempunyai latar belakang pendidikan dan berpengalaman dalam bidang akuntansi dan auditing. Menurut Hiro Tugiman (2006) Peningkatan keahlian internal auditor secara signifikan dilakukan memalui program sertifikasi profesi, baik sertifikasi tingkat nasional maupun internasional.

Berdasarkan pendapat di atas untuk pengembangan keahlian Komite Audit dibutuhkan pelatihan, namun tetap mengikuti perkembangan zaman dan terus menjaga tingkat kemampuannya salama karier profesinya. Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PER-211/K/JF/2010 tentang standar keahlian auditor bahwa keahlian auditor adalah ukuran kemampuan minimal yang harus dimiliki auditor yang mencakup aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan/keahlian (skill), dan sikap perilaku (attitude) untuk dapat melakukan tugas-tugas dalam jabatan fungsional auditor dengan hasil baik.

(44)

28 melakukan tugas-tugasnya dengan baik. Keahlian seseorang juga memiliki pengaruh positif terhadap pekerjaan yang dilakukannya yaitu sejauh mana peran orang itu dapat dinilai sebagai individu dalam pengambilan keputusan dan efektif dalam penyelesaian pekerjaannya. c. Frekuensi Rapat Komite Audit

Dalam setiap audit committee charter yang dimiliki oleh masing-masing anggota, Komite Audit akan mengadakan pertemuan untuk rapat secara periodik dan dapat mengadakan rapat tambahan atau rapat-rapat khusus bila diperlukan. Pertemuan secara periodik ini sebagaimana ditetapkan oleh Komite Audit sendiri dan dilakukan sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan rapat Dewan Komisaris yang ditentukan dalam anggaran dasar perusahaan. Komite Audit biasanya perlu untuk mengadakan pertemuan tiga sampai empat kali dalam satu tahun untuk melaksanakan kewajiban dan tanggungjawabnya (FCGI, 2002).

Komite Audit juga dapat mengadakan pertemuan eksekutif dengan pihak-pihak luar keanggotaan Komite Audit yang diundang sesuai dengan keperluan atau secara periodik. Pihak-pihak luar tersebut antara lain komisaris, manajemen senior, kepala auditor internal dan kepala auditor eksternal. Hasil rapat Komite Audit dituangkan dalam risalah rapat yang ditandatangani oleh semua anggota Komite Audit.

(45)

29 pertemuan Komite Audit kepada Dewan Komisaris. Apabila Komite Audit menemukan hal-hal yang diperkirakan dapat mengganggu kegiatan perusahaan, Komite Audit wajib menyampaikannya kepada Dewan Komisaris selambat-lambatnya sepuluh hari kerja.

Laporan yang dibuat dan disampaikan Komite Audit kepada komisaris utama adalah:

1) Laporan triwulanan mengenai tugas yang dilaksanakan dan realisasi program kerja dalam triwulan bersangkutan.

2) Laporan tahunan pelaksanaan kegiatan Komite Audit.

3) Laporan atas setiap penugasan khusus yang diberikan oleh Dewan Komisaris.

(46)

30 persoalan yang mungkin dapat mempengaruhi kinerja keuangan atau non-keuangan perusahaan, memonitor bahwa perusahaan patuh pada tiap undang-undang dan peraturan yang berlaku, dan mengharuskan auditor internal melaporkan secara tertulis hasil pemeriksaan corporate governance dan temuan lainnya.

d. Ukuran Komite Audit

Ukuran Komite Audit merupakan salah satu karakteristik yang mendukung efektifitas kinerja Komite Audit dalam suatu perusahaan. Destika (2011) menyatakan bahwa karakteristik Komite Audit yang mendukung fungsi pengawasan terhadap manajemen (agen) agar tidak merugikan pemilik perusahaan (prinsipal) adalah ukuran Komite Audit. Karena dengan semakin besarnya ukuran Komite Audit akan meningkatkan fungsi monitoring pada Komite Audit terhadap pihak manajemen.

(47)

31 Sedangkan Task Force Komite Audit yang dibentuk oleh Komite Nasional Good Corporate Governance dan diwakili tim kerja dari FCGI untuk menyusun Pedoman Pembentukan Komite Audit yang Efektif tanggal 30 Mei 2002 sebagai berikut :

1) Dewan Komisaris harus membentuk suatu Komite Audit.

2) Harus ada ketentuan-ketentuan tertulis yang mengatur dengan jelas kewenangan dan tugas Komite Audit.

3) Tugas utama Komite Audit termasuk pemeriksaan dan pengawasan tentang proses pelaporan keuangan dan kontrol internal.

4) Anggota Komite Audit harus diangkat dari anggota Dewan Komisaris yang tidak melaksanakan tugas-tugas eksekutif dan paling sedikit terdiri dari tiga anggota.

Keanggotaan Komite Audit diatur dalam Surat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-339/BEJ/07/2001 bagian C, yaitu sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang anggota.

Dalam rekomendasi yang dibentuk oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2002) adalah penting bahwa

(48)

32 untuk itu Komite Audit bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya.

6. Profitabilitas

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam upaya meningkatkan nilai pemegang saham. Mahdiyah (2008) dalam Honimah (2011) profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham. Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial. Profitabilitas adalah hasil akhir bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan (Brigham dan Houston, 2006) dalam Dewa Sancahya (2010), dimana rasio ini digunakan sebagai alat pengukur atas kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan. Dengan demikian pengukuran profitabilitas suatu perusahaan menunjukkan tingkat efektifitas manajemen secara menyeluruh dan secara tidak langsung para investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis ini. Selain itu keuntungan (profitabilitas) sangat penting bagi perusahaan bukan saja untuk terus mempertahankan pertumbuhan bisnisnya namun juga memperkuat kondisi keuangan perusahaan.

(49)

33 untuk mengukur dan membandingkan kinerja profitabilitas adalah gross profit margin, operating profit margin, net profit margin, Return on Equity dan Return on assets.

Gross profit margin merupakan rasio profitabilitas yang

menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Gross profit margin merupakan presentase dari laba kotor dibandingkan dengan sales. Operating profit margin adalah rasio yang menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba sebelum adanya pajak dan bunga dari penjualan yang dilakukan. Rasio ini menggambarkan apa yang biasanya disebut "pure profit" yang diterima atas setiap rupiah dari penjualan yang dilakukan.

Operating profit disebut murni (pure) dalam pengertian bahwa

jumlah tersebut yang benar-benar diperoleh dari hasil operasional perusahaan dengan mengabaikan kewajiban-kewajiban finansial berupa bunga serta kewajiban terhadap pemerintah berupa pembayaran pajak. Net profit margin adalah rasio profitabilitas yang menghitung sejauh mana

perusahaan dalam menghasilkan laba setelah dipotong pajak dan bunga dari penjualan yang dilakukan. Semakin tinggi net profit margin, maka makin baik profitabilitas suatu perusahaan.

Return on equity (ROE) menunjukkan kemampuan manajemen

(50)

34 semakin baik karena berarti dividen yang dibagikan atau ditanamkan kembali sebagai retained earning juga akan makin besar.

Return on assets (ROA) menunjukkan kemampuan manajemen

perusahaan dalam menghasilkan income dari pengelolaan aset yang dimiliki untuk menghasilkan laba. Rasio ini menunjukkan seberapa besar efektivitas perusahaan dalam menggunakan asetnya. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin efektif penggunaan aktiva tersebut.

Kelima rumus rasio untuk menhitung profitabilitas ini dicantumkan pada Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1

Rumus Rasio Profitabilitas

Rasio Rumus

Gross Profit Margin GPM = Sales - Cost Of GoodSales

Sales

Operating Profit Margin OPM = Operating Profit

Sales

Net profit Margin NPM = Net profit After Tax

Sales

Return on Equity ROE = NetProfitAfterTax

StockholderEquity

Return on assets ROA = Netlncome

TotalAssets

Sumber: Dewa Sancahya (2010)

Pada penelitian ini profitabilitas perusahaan diukur dengan rasio return on assets yang diambil dari data keuangan perusahaan perbankan

(51)

35 7. Corporate Social Responsibility (CSR)

Pada dasarnya, CSR merupakan sebuah konsep tentang perlunya sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat dan stakeholder lainnya. Secara teoretik, CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para stakeholder-nya, terutama komunitas atau masyarakat disekitar wilayah kerja dan operasinya. CSR berusaha memberikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya. Sebagaimana dijelaskan oleh Darwin (2004) dalam Anggraini (2006) Pertanggungjawaban sosial adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya terhadap pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan demikian, operasi bisnis yang dilakukan oleh perusahaan tidak hanya berkomitmen dengan ukuran keuntungan secara finansial saja,tetapi juga harus berkomitmen pada pembangunan sosial ekonomi secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Definisi CSR dalam ISO 26000 (www.csrindonesia.com) adalah sebagai berikut:

Responsibility of an organization for the impact of its decisional

and activities on society and the environment through transparent and

ethical behaviour that is consistent with sustainable development and

welfare of society; takes into account the expectation of stakeholders; is in

compliance with applicable law and consistent international norms of

(52)

36 Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa CSR merupakan tanggung jawab perusahaan atau organisasi atas dampak yang ditimbulkan dari keputusan dan aktivitas yang telah diambil dan dilakukan oleh organisasi tersebut, melalui perilaku yang transparan dan etis. Berdasarkan konsep ISO 26000, penerapan tanggung jawab sosial perusahaan hendaknya terintegrasi pada seluruh aktivitas organisasi yang mecakup isu-isu pokok berikut ini:

a. Pengembangan Masyarakat b. Konsumen

c. Praktek Kegiatan Institusi yang sehat. d. Lingkungan

e. Ketenagakerjaan f. Hak Asasi Manusia

g. Organizational Governance

Dengan demikian, jika suatu perusahaan hanya berfokus pada isu-isu tertentu saja, misalnya perusahaan hanya peduli terhadap isu-isu lingkungan dan mengabaikan isu mengenai ketenagakerjaan atau isu-isu lainnya, maka perusahaan tersebut sesungguhnya belum melaksanakan tanggung jawab sosialnya secara utuh dan menyeluruh.

8. Sustainability Report

(53)

37 secara keseluruhan (Gray et.al., 1987 dalam Waryanto, 2010). Dengan mengungkapakan informasi-informasi mengenai operasi perusahaan sehubungan dengan lingkungan diharapkan perusahaan bisa mendapatkan kepercayaan dari masyarakat bahwa dalam melaksanakan aktivitasnya, perusahaan tidak hanya berfokus pada keuntungan semata melainkan perusahaan juga memperhatikan dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan.

Selain itu, Darwin (2007) dalam Waryanto (2010) menyatakan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial bertujuan untuk menjalin hubungan komunikasi yang baik dan efektif antara perusahaan dengan publik dan Stakeholder lainnya tentang bagaimana perusahaan telah mengintegrasikan

CSR dalam setiap aspek kegiatan operasinya. Pengungkapan kinerja lingkungan, sosial, dan ekonomi di dalam laporan tahunan atau laporan terpisah adalah untuk mencerminkan tingkat akuntabilitas, responsibilitas, dan transparasi perusahaan kepada investor dan stakeholder lainnya.

(54)

38 Pengungkapan kinerja lingkungan, sosial, dan ekonomi perusahaaan dapat dilakukan dengan mengungkapkan hal tersebut ke dalam laporan tahunan perusahaan atau mengungkapkannya ke dalam laporan yang terpisah. Mengungkapkan laporan CSR ke dalam Laporan tahunan lebih lazim dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Laporan tahunan merupakan alat yang digunakan oleh manajemen utnuk melakukan pengungkapan dan pertanggungjawaban kinerja perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk masyarakat. Para pengguna laporan tahunan seperti analis, investor, masyarakat dan lainnya membutuhkan informasi yang lengkap mengenai laporan tentang suatu perusahaan.

Namun, menurut Darwin, saat ini berkembang pelaporan perusahaan mengenai kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan yang berdiri sendiri dan terpisah dari laporan tahunan perusahaan, yang dikenal dengan sustainability report (SR). Sustainability report merupakan sebuah laporan yang tidak

hanya berpijak pada single bottom line, yaitu kondisi keuangan perusahaan saja tetapi berpijak pada triple bottom line, yaitu selain informasi keuangan juga menyediakan informasi sosial dan lingkungan.

(55)

39 Laporan keberlanjutan (sustainability report) harus benar-benar menunjukkan bahwa perusahaan yang melaporkannya diyakini telah berada pada kondisi keberlanjutan atau minimal telah berada di jalan yang tepat menuju ke kondisi tersebut. Tentu saja, untuk mengetahui apakah perusahaan telah sampai atau berada di jalan menuju keberlanjutan, diperlukan pemahaman atas apa itu perusahaan yang berkelanjutan. Jalal (2007) dalam Yunita Prastiwi (2011) ada empat konsep yang membangun keberlanjutan suatu perusahaan, yaitu pembangunan berkelanjutan, CSR, teori pemangku kepentingan, dan teori akuntabilitas perusahaan. Hanya perusahaan yang telah memenuhi berbagai kondisi yang dijelaskan oleh masing-masing konsep itulah yang bisa dikatakan telah menjadi perusahaan yang berkelanjutan.

Konsep pembangunan berkelanjutaan menjelaskan bahwa perusahaan adalah alat bagi manusia untuk mencapai tujuan bersama, yaitu keadilan intra dan antargenerasi dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Berikut manfaat yang diperoleh perusahaan yang menerbitkan sustainability report: a. Meningkatkan Citra Perusahaan

(56)

40 b. Disukai Konsumen

Hasil survei di Inggris menyatakan bahwa 60% konsumen akan membeli produk yang dipersepsikan sedikit merusak lingkungan (ramah lingkungan). Begitu pula sebaliknya, konsumen tidak akan membeli produk yang dipersepsikan dapat merusak lingkungan.

c. Diminati oleh Investor

Investor tidak hanya berfokus untuk mencarai return yang besar tetapi juga mencari perusahaan yang ramah lingkungan dan menjalankan tanggung jawab sosial.

d. Dipahami oleh Stakeholder

Dalam pembuatan sustainability report, perusahaan harus memahami para stakeholder-nya. Perusahaan harus membangun komunikasi dengan para stakeholder-nya. Dalam melakukan komunikasi, perusahaan perlu mengidentifikasi sifat dan kebutuhan stakeholder-nya. Dialog antara perusahaan dan para stakeholder-nya akan membantu perusahaan mengantisipasi berbagai isu yang mungkin terjadi, memenuhi kebutuhan stakeholder, dan membangun bisnis yang lebih baik.

Pengungkapan sustainability report dalam standar yang dikembangkan oleh GRI (Global Reporting Initiatives). Dalam standar GRI (GRI, 2006) indikator kinerja dibagi menjadi 3 komponen utama, yaitu: a. Indikator kinerja ekonomi meliputi:

(57)

41 3) Dampak ekonomi tidak langsung.

b. Indikator kinerja sosial meliputi:

1) Praktik Kerja: karyawan, hubungan manajemen dengan karyawan, keselamatan dan kesehatan kerja, kesempatan kerja.

2) Hak Asasi Manusia: praktik dan investasi pengadaan, non diskriminasi, kebebasan berserikat dan berkumpul, buruh anak, kerja paksa, keamanan praktik, masyarakat asli.

3) Masyarakat: komunitas, anti korupsi, kebijakan publik, kompetisi, kepatuhan

4) Tanggung jawab produk: kesehatan dan keamanan pelanggan, labeling produk dan jasa, komunikasi pemasaran, privasi konsumen.

c. Kinerja lingkungan

1) Bahan baku, Energi, Air. 2) Keanekaragaman hayati. 3) Emisi, sungai, dan limbah. 4) Produk dan jasa.

5) Ijin pelaksanaan. 6) Transportasi. 7) Pakaian kerja.

(58)

42 karena kendala-kendala seperti berikut (Witoelar, 2005) dalam Taufiq Sanjaya (2013):

a. Rendahnya Political Will

Pengungkapan sustainability report di Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary) bukan mandatory untuk itu dalam pelaporannya diperlukan political will yang kuat dari top management sebab mereka yang

menentukan kebijakan perusahaan. b. Tidak Ada Pengukuran Kinerja

Kinerja keuangan dapat diukur dengan menggunakan rasio-rasio keuangan. Rasio-rasio keuangan ini dapat secara langsung dihitung dari laporan keuangan, misalnya rasio likuiditas dan rasio solvabilitas. Kinerja sustainability report tidak dapat diukur secara langsung dari kegiatan

perusahaan. Tidak ada kepastian apakah kenaikan penjualan perusahaan merupakan pengaruh langsung dari adanya kegiatan sosial perusahaan. Namun, kendala ini dapat diatasi yaitu dengan membuat indikator-indikator atas dampak kegiatan perusahaan. Indikator ini biasanya bersifat nonkeuangan.

B. Keterkaitan Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis

1. Pengaruh Independensi Komite Audit Terhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report.

(59)

43 Komite Audit dibentuk oleh Dewan Komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsi Dewan Komisaris dalam melakukan mekanisme pengawasan terhadap manajemen (Surat Keputusan Ketua Bapepam KEP-29/PM/2004).

Putri (2013) berpendapat bahwa perusahaan yang memiliki Komite Audit yang independen cenderung lebih peka terhadap kinerja sosial dan mencegah tindakan yang menimbulkan pelanggaran lingkungan. Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007 Pasal 121 menjelaskan bahwa Komite Audit beranggotakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang berasal dari Dewan Komisaris Independen dan 2 (dua) orang anggota lainnya berasal dari luar emiten atau perusahaan publik.

Komite Audit independen merupakan Komite Audit yang tidak berasal dari pihak terafiliasi. Yang dimaksusd dengan terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Komite Audit harus terdiri dari individu-individu yang mandiri dan tidak terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola perusahaan, serta memiliki pengalaman untuk melaksanakan fungsi pengawasan secara efektif.

(60)

44 informasi perusahaan termasuk penggungkapan dalam laporan sustainability report.

Penelitian Said et, al. (2009) menemukan independensi Komite Audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap luas pengungkapan Corporate Social Responsibility. Berdasarkan analisis dan penelitian

terdahulu, maka hipotesis penelitian dinyatakan sebagai berikut:

Ha1: Independensi Komite Audit berpengaruh terhadap pengungkapan

CSR dalam Sustainability Report.

2. Pengaruh Keahlian Komite Audit Terhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report.

Dalam menjalankan perannya untuk membantu Dewan Komisaris melakukan mekanisme pengawasan laporan keuangan, pengendalian internal, pelaksanaan GCG, anggota Komite Audit harus mempunyai kompetensi di bidang keuangan dan atau akuntansi (financial literacy). Komite Audit berperan sebagai alat untuk me-rivew perusahaan dalam proses pengungkapan data keuangan dan proeses pengendalian internal.

Dengan demikian, keberadaan Komite Audit dengan kompetensi yang dimilikinya akan dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan. Menurut Forker (1992) dalam Said et. al. (2009), keberadaan Komite Audit dapat mengurangi biaya agensi dan meningkatkan pengendalian internal sehingga dapat meningkatkan kualitas pelaporan.

(61)

45 keahlian di bidang akuntansi atau keuangan berhubungan positif dengan kualitas pelaporan keuangan. Komite audit yang memiliki pengetahuan dan keahlian terkait proses penyusunan laporan keuangan dan audit internal sangat mungkin membatasi tindakan oportunistik yang dilakukan pihak manajemen. Hal ini berarti Komite Audit dapat mempengaruhi kualitas pelaporan perusahaan, termasuk laporan pengungkapan CSR.

Berdasarkan analisis dan penelitian terdahulu, maka hipotesis penelitian dinyatakan sebagai berikut:

Ha2: Keahlian Komite Audit berpengaruh terhadap pengungkapan CSR

dalam Sustainability Report.

3. Pengaruh Frekuensi Rapat Komite Audit Terhadap Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report.

Gambar

Gambar 2.1  Skema Kerangka Berpikir ...........................................................
gambaran tentang laporan keuangan tahunan sehingga dijadikan sebagai
Tabel 2.1
Tabel 2.2 Hasil-Hasil Penelitian Sebelumnya
+7

Referensi

Dokumen terkait

After all of the dominance, inequality, and power abuse are addressed through existential presupposition, there are also two supporting presupposed meaning based

Sedangkan penyajian makanan di ruang rawat inap dipengaruhi oleh faktor produsen yaitu pada kebijakan yang ada di rumah sakit untuk pelayanan di instalasi gizi, anggaran

Menurut UU No.4 pasal 22 tahun 1992 pemukiman kumuh adalah pemukiman tidak layak huni antara lain karena berada pada lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan tata

Berdasarkan hasil pemantauan yang dilaksanakan diidentifikasi berbagai kelemahan yang ada baik dalam implementasi SPIP, pencapaian tujuan organisasi, pengelolaan

Miskonsepi terakhir pada tabel ini sesuai dengan data menunjukan bahwa pada mahasiswa tingkat awal mengalami miskonsepsi dengan konsep bahwa Teori kinetik tidak

Menurut UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis

(1) Pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan Ujian nasional yang diikuti peserta didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan

Consensus building stakeholders untuk menyepakati program kolaborasi untuk penguatan budaya mutu. Program peer-mentoring dengan melibatkan community of practices