• Tidak ada hasil yang ditemukan

B5M1 KELOMPOK 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "B5M1 KELOMPOK 2"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Air merupakan komposisi utama dari tubuh manusia kurang lebih 60-70% tubuh manusia tersusun oleh air. Di dalam tubuh manusia air digunakan dalam berbagai proses yang menunjang fungsi tubuh. Di lain sisi air juga digunakan sebagai pelarut atau media yang digunakan untuk membuang zat-zat sisa metabolisme dan yang tidak di gunakan oleh tubuh. Air di keluarkan oleh tubuh melalui urine dan keringat. Media berupa keringat dan urine ini di kelurkan oleh tubuh sesuai dengan keadaan tubuh terutama suhu. Dimana ketika suhu naik atau panas maka pengeluaran air melalui keringat namun apabila suhu dingin maka pengeluaran air cenderung melalui urine. Mekanisme pembuatan urine lebih rumit di bandingkan dengan pembuatan keringat seperti yang telah di bahas di blok 3. Ada 3 fase dalam pembuatan urine yaitu filtrasi, reabsorbsi dan sekresi. Selain itu regulasi dari pengelauaran urine juga melibatkan medulla spinalis dan medulla oblongata. Oleh karena iru, dalam kesempatan kali ini kami akan menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan urine mulai dari regulasi sampai ekskresi dan yang berhubungan dengan materi modul 1 blok 5 ini.

B. Tujuan

1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan anatomi dari traktus uropoetika.

2. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan sistem dan mekanisme uropoetika.

(2)

BAB II

PEMBAHASAN

SKENARIO :

Dear diary, sampai kapan Samarinda banjir tiap kali hujan

Sebenarnya hari ini aku ingin bolos kuliah, karena sejak pagi hujan sangat deras. Aku khawatir kalau akan terjadi banjir. Untungnya saat berangkat mobilku dapat sampai dengan selamat di kampus FK Unmul. Tetapi pulang kuliah, yang kukhawatirkan menjadi kenyataan. Tiga kilometer dari rumah, lalu lintas sangat padat dan bergerak pelan akibat banjir. Udara yang dingin dan AC mulai membuatku merasa ingin kencing. Dua jam kemudian, mobilku hanya maju 1 kilometer dan rasa ingin kencingku semakin berat. Ah...seandainya bisa kuperintahkan renal untuk berhenti kerja selama macet ini. Dua jam berikutnya baru mobilku terbebas dari kemacetan dan bajir, tapi rasa ingin kencing sudah tidak tertahankan. Begitu sampai di rumah, aku segera berlari ke kamar mandi. Sayangnya uretraku sudah tidak mau berkompromi dengan otakku. Ia bersikukuh untuk merelaksasikan sphingter-nya saat aku baru membuka pintu kamar mandi.

STEP I

1. Renal

Merupakan nama lain dari ginjal. Ginjal adalah suatu organ ekskresi yang berada di bagian posterior abdomen dengan jumlah sepasang serta merupakan salah satu organ retroperitoneum.Yang bentuknya seperti kacang merah dengan posisi ginjal sebelah kanan lebih rendah dari pada ginjal sebelah kiri karena ginjal sebelah kanan tertekan oleh hepar.

2. Ureter

Merupakan saluran yang berasal dari vesica urinaria menuju saluran keluar tubuh.

3. Sphincter

(3)

STEP II

1. Mengapa faktor dingin mempengaruhi pengeluaran urin? 2. fungsi renal

3. mengapa penulis bisa menahan miksi selama 2 jam ? 4. efek menahan miksi?

5. faktor apa saja yng mempengaruhi miksi selain dingin ? 6. Bagaimana proses pembentukan urin?

7. organ-organ apa saja yang berperan dalam penyaluran urin?

STEP III

1. Mengapa faktor dingin mempengaruhi pengeluaran urin ?

a. Faktor dingin mengakibatkan vasokonstriksi pada pembuluh darah kulit sehingga pengeluaran air melalui keringat terhambat dan akhirnya di alihkn melalui miksi.

b. komposisi urine dan keringat ada yang sama seperti air dan ada juga yang berbeda seperti urea.

2. Fungsi renal antara lain:

a. Filtrasi darah

b. Menyimpan glikogen dan berperan dalam glukoneogenesis c. Mengatur keseimbangan cairan tubuh serta asam - basa. d. Mengjasilkan hormon seperti norepinefrin dan epinefrin. e. Penghasil vasopressin dan renin.

(4)

Dalam skstem perkemihan memiliki 2 katub yaitu spincter internus dan eksternus . Seperti di katan di atas bahwa sphincter internus bekerja secara involenter sedangkan sphincter eksternus bekerja secara volunter. Hala ini mengakibaykan apabila seseorang yang secara sadr belum ingin mengeluarkan urine maka sphincter eksternusnya akb mengalaminkontstriksi yang kuat yang menahan urin tersebut untuk keluar.

b. Adanya refleks ureter renalis

Refleks ini terjadi apabila dalam menahan miksi yang lama. Menahan miksi yang lama akan mengakibatkan timbul rasa nyeri yang berasal dari peregangang vesica urinari yng melebihi normal dimana regangan ini akan mengenai peritoneum sehingga muncul rasa nyeri. Rasa nyeri ini akn mengakibat terhambatnya penyaluran darah dari arteriol aferen sehingga ada reaksi penurunan proses dalam filtrasi ginjal.

4. efek menahan miksi?

a. Saraf bisa erjepit karena adanya peregangan yang berlebihan. b. Adanya gangguan pada elastisitas otot atau vesica urinaria. c. Mengakibatkan batu ginjal.

d. Infeksi saluran kemih.

5. faktor apa saja yng mempengaruhi miksi selain dingin ? a. Vesica urinaria penuh

Terdiri dari 3 tahap, Yaitu Filtrasi, Reabsorbsi dan Sekresi.

(5)

 Reabsorpsi

Sewaktu filtrat mengalir melalui tubulus, bahan bahan yang bermanfaat bagi tubuh akan dikembalikan lagi ke plasma kapiler peritubulus. Dari 180 liter plasma yang disaring perhari, sekitar 178,5 liter akan direabsorpsi dan sekitar 1,5 liter lainnnya akan mengalir ke pelvis ginjal untuk dikeluarkan menjadi urin.

 Sekresi

Sekresi adalah pemidahan selektif bahan bahan dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus. Setelah terjadi sekresi akan terbentuklah urin.

7. organ-organ yang berperan dalam penyaluran urin a. ginjal

b. Ureter

c. Vesica urinaria

d. Sphincter internus dan eksternus e. Uretra

f. Saluran keluar

Pada wanita saluran keluarnya lurus dan pendek sehingga rentan terjadi infeksi. Sedangkan pada laki-laki saluran keluarnya lebih panjang dan berkelok.

STEP IV

(6)

STEP V

1. Anatomi uropoetik

2. Mekanisme pembentukan urin - Regulasi

3. Mekanisme miksi STEP VI

Belajar Mandiri

Dalam tahap belajar mandiri ini, setiap individu kelompok melakukan kegiatan belajar baik mandiri maupun kelompok dengan mempelajari semua hal yang berkaitan dengan

learning objectives dari berbagai sumber referensi yang bisa didapat. Kegiatan belajar mandiri ini dilaksanakan dari hari Senin, 24 Maret 2014 sampai dengan hari Rabu, 26 Maret 2014.

STEP VII

1. Anatomi Uropoetik

PEMBENTUKAN

URINE

Organ dan Saluran :

a. Ginjal b. Ureter

c. Vesica Urinaria d. Ureter

MIKSI

MEKANISME FAKTOR YANG

(7)

a. Ren

Dua ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, di luar rongga peritoneum. Setiap ginjal orang dewasa beratnya kira-kira 150 gram dan kira-kira seukuran kepalan tangan. Sisi medial ginjal merupakan daerah lekukan yang disebut hilum tempat lewatnya arteri renalis dan vena renalis, cairan limfatik, suplai saraf, dan ureter yang membawa urin akhir dari ginjal ke kandung kemih, tempat urin disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal dilingkupi oleh kapsul fibrosa yang melindungi bagian dalamnya yangrapuh.

Jika ginjal dibagi dua dari atas ke bawah, dua daerah utama yang dapat digambarkan yaitu korteks di bagian luar dan medulla di bagian dalam. Medulla ginjal terbagi menjadi beberapa massa jaringan berbentuk kerucut yang disebut piramida ginjal. Dasar dari tiap dimulai dari perbatasan antara korteks dan medulla serta berakhir di papilla, yang menonjol ke dalam ruang pelvis ginjal, yaitu sambungan dari ujung ureter bagian atas yang berbentuk corong.

(8)
(9)

b. Ureter

Ureter adalah saluran yang menghubungkan ren ke vesica urinaria, letaknya retroperitoneal. Bentuknya menyerupai corong, dari ren besar dan terus mengecil menuju vesica urinaria. Panjangnya kurang lebih 25-35 cm. Terdapat dua ureter, yang masing-masing mengangkut urin dari ren menuju kandung kemih. Ureter berdinding otot polos.

Ada 3 penyempitan di ureter :

- Ketika pelvis renalis memasuki ureter

- Ketika melewati peralihan antara pars abdominalis & pars pelvis - Ketika memasuki vesica urinaria

c. Vesica urinaria (kandung kemih) Vesica urinaria adalah reservoir urin yang berdinding otot polos, atau bisa disebut otot detruksor, yang di dalamnya terdapat rugae sehingga bisa meregang sampai pada ambang batas tertentu.

Terdiri dari dua bagian utama: (1) bagian korpus, yang merupakan bagian utama kandung kemih, dan pengumpulan urin, serta (2) bagian leher berbentuk corong,

yang merupakan perluasan korpus kandung kemih, berjalan ke bawah dan ke depan menuju segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra.

Bagian bawah kandung kemih disebut juga uretra posterior. Terdapat dua sfingter, internus dan eksternus. Sfingter eksternus diatur secara volunteer, dan internus secara involunter.

(10)

Uretra adalah saluran akhir dari sistem uropoetik yang akan mengeluarkan urin dari dalam tubuh. Uretra pada wanita berukuran pendek dan lurus, berjalan langsung dari kandung kemih ke luar. Pada pria uretra jauh lebih panjang dan berjalan melengkung dari dari kandung kemih ke luar, melewati kalenjar prostat dan kemih.

Bagian-bagian sistem kemih setelah ginjal anyalah saluran dn reservoir untuk mengangkut urin ke luar. Setelah terbentuk di ginjal, urin tidak mengalami perubahan komposisi atau volume sewaktu mengalir ke hilir melalui sistem kemih sisanya.

Uretra di bedakan sesuai dengan jenis kelamin, yaitu Uretra Masculina dan Uretra Feminina.

- Uretra Masculina

Pada uretra pria, lumennya melebar di 3 bagian, pada pars prostatica, bulbus uretra, dan fossa navicularis.

- Uretra Feminina

Panjangnya hanya 4 cm. Uretra melekat pada dinding ventral vagina dan difiksasi pada os pubis oleh beberapa serabut dari ligamentum pubovesicale dan oleh penebalan dari fascia diaphragma superior.

2. Mekanisme Pembentukan Urin a. Filtrasi

Proses filtrasi adalah proses awal dari pembentukan urin. Selama filtrasi yang terjadi di nefron sekitar 20 persen plasma yang mengalir melalui ginjal difiltrasi dari glomerulus ke dalam kapsula bowman. Filtrasi ini bersifat impermeabel terhadap protein plasma. Membran kapiler glomerulus terdiri dari 3 lapisan, endotelium kapiler, membran basal dan sel epitelial (podosit).

Endotelium kapiler mempunyai ribuan lubang kecil yang disebut sebagai fenestra. Fenestra ini cukup besar namun mempunyai muatan negatif sehingga dapat menghambat filtrasi plasma.

(11)

dan protein plasma juga bermuatan negatif sehingga proteoglikan ini menolak protein dan mencegah protein plasma terfiltrasi.

Sel epitelial adalah permukaan terluar glomerulus, sel ini membentuk tonjolan-tonjolan yang disebut podosit. Di antara tonjolan-tonjolan ini terdapat celah pori-pori. Sel epitelial ini memiliki muatan negatif yang membantu mencegah filtrasi protein plasma.

Membran glomerulus secara umum lebih tebal dari membran kapiler lain dan juga memiliki pori-pori yang lebih banyak juga. Sehingga laju filtrasi dari glomerulus menuju kapsula bowman sangat cepat. Untuk air misalnya kapiler glomerulus 100 kali lebih permeabel daripada kapiler lain di tubuh. Meskipun laju filtrasi glomerulus tinggi, sawar dari membran glomerulus memiliki sifat yang selektif terhadap zat yang difiltrasi olehnya tergantung ukuran dan muatan listriknya.

Pori-pori membran glomerulus memiliki ukuran 8 nanometer (80 angstrom). Molekul yang lebih kecil dari pori-pori ini dapat masuk ke dalam kapsula bowman. Namun beberapa molekul yang ukurannya lebih kecil dari pori-pori membran ada yang tidak bisa difiltrasi. Hal ini dikarenakan pengaruh dari muatan listrik molekul tersebut dan muatan listrik membran glomerulus itu sendiri. Muatan listrik membran memiliki muatan negatif. Jika muatan negatif ini berhadapan dengan molekul yang sama-sama memiliki muatan negatif seperti albumin contohnya, karena sama-sama bermuatan negatif mengakibatkan timbulnya tolakan elektrostatis. Kemampuan inilah yang berperan penting dalam menyaring dan memilih zat apa yang dapat masuk dan tidak dapat masuk ke dalam kapsula bowman.

(12)

dalam kapsula bowman sangat rendah, tekanan osmotik koloid dalam kapsula bowman dianggap nol.

Tekanan yang menyebabkan terjadinya filtrasi dari glomerulus disebut sebagai tekanan filtrasi. Tekanan filtrasi ini didapatkan dari penjumlahan tekanan hidrostatik glomerulus, tekanan osmotik koloid glomerulus dan tekanan hidrostatik kapsula bowman. Tekanan hidrostatik di glomerulus besarnya sekitar 60 mmHg. Tekanan hidrostasis adalah tekanan yang mendorong terjadinya filtrasi. Sedangkan tekanan osmotik koloid glomerulus dan tekanan hidrostatis kapsula bowman cenderung melawan filtrasi. Hal ini disebabkan karena tekanan osmotik koloid glomerulus ditimbulkan akibat distribusi tak seimbang dari protein-protein plasma. Karena tidak bisa difiltrasi, maka protein plasma terdapat di glomerulus tetapi tidak terdapat di kapsula bowman. Hal ini menyebabkan terdapat perbedaan tekanan osmotik koloid di kedua tempat. Konsentrasi air yang lebih tinggi di dalam kapsula bowman menyebabkan air cenderung mengalir menuruni gradien konsentrasinya ke dalam kapiler glomerulus.

Perubahan tekanan hidrostatis glomerulus adalah yang paling berpengaruh terhadap GFR. Perubahan tekanan hidrostatis glomerulus dipengaruhi oleh dilatasi atau konstriksi (tahanan) dari arteriol aferen dan eferen serta dari tekanan arteri. Tekanan arteri yang meningkat cenderung meningkatan tekanan hidrostatis yang otomatis akan meningkatkan GFR.

Konstriksi dari arteriol aferen cenderung mengurangi aliran darah yang mengalir ke glomerulus dan mengurangi tekanan hidrostatik glomerulus yang secara otomatis mengurangi GFR. Sedangkan dilatasi dari arteriol aferen meningkatkan tekanan hidrostatis karena aliran darah yang masuk ke dalam glomerulus bertambah banyak sehingga meningkatkan GFR.

(13)

koloid glomerulus meningkat seiring peningkatan tahanan arteriol eferen. Bila dibiarkan tekanan osmotik koloid glomerulus akan meningkat melebihi tekanan hidrostatik glomerulus, sehingga pada akhirnya akan menurunkan GFR.

Stimulasi simpatis juga mengakibatkan penurunan GFR. Stimulasi simpatis ini mengakibatkan konstriksi arteriol ginjal dan menurunkan aliran darah ginjal yang secara langsung juga menurunkan GFR. Hal ini bersamaan dengan pengaruh epinefrin dan norepinefrin. Saat saraf simpatis bekerja, epinefrin dan norepinefrin dilepaskan ke dalam aliran darah. Kedua hormon ini mengakibatkan konstriksi arteriol aferen dan eferen sehingga menurunkan aliran darah ginjal dan GFR. Karena kedua hormon ini bekerja bersamaan dengan saraf simpatis, keduanya dianggap kurang penting terhadap perubahan GFR kecuali saat terjadi pendarahan hebat.

Selain itu ada endotelin yang dilepaskan oleh sel endotel saat terjadi kerusakan. Endotelin ini merupakan vasokonstriktor kuat. Hormon yang bekerja mempertahankan GFR adalah Angiotensin II. Hormon ini secara khusus mengkonstriksikan arteriol eferen sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi air dan natrium. Hal ini membantu menjaga GFR dalam keadaan normal.

* Pengaturan Otoregulasi

(14)

melakukannya dengan mengubah-ubah kaliber arteriol aferen, sehinggga resistensi terhadap aliran darah melalui pembuluh ini dapat disesuaikan. Sebagai contoh, jika LFG meningkatkan akibat peningkatan tekanan darah arteri makan tekanan filtrasi netto dan LFG dapat dikurangi ke normal oleh konstriksi arteriol aferen, yang menurunkan aliran darah ke dalam glomerulus. Penyesuaian local ini menurunkan tekanan darah glomerilis dan LFG ke normal

Sebaliknya, jika LFG turun akibat penurunan tekanan arteri maka tekanan glomerulus dapat ditingkatkan ke normal oleh vasodilatasi arteriol aferen, yang memungkinkan lebih banyak darah masuk meskipun tekanan pendorong berkurang. Peningkatan volume darah glomerulus meningkatkan tekanan darah glomerulus, yang pada gilurannya membawa LFG kembali normal.

terdapat dua mekanisme intrarenal yang berperan dalam otoregulasi: (1) mekanisme miogenik, yang berespons terhadap perubahan tekanan di dalam komponen vaskuler nefron, (2)mekanisme umpan balik tubule-glomerulus, yang mendeteksi perubahan aliran melalui komponen tubulus nefron.

(15)

-Mekanisme umpan-balik tubuloglomerulus melibatkan apparatus jukstaglomerulus, yaitu kombinasi khusus sel-sel tubulus dan vaskuler di daerah nefron tempat tubulus, setelah melengkung terhadap dirinya, berjalan melewati sudut yang dibentuk oleh arteriol aferen dan aferen sewaktu keduanya menyatu di glomerulus. Di dalam dinding arteriol pada titik kontak dengan tubulus, sel-sel otot polos secara khusus membentuk sel-sel granuler, yang disebut demikian karena sel-sel tersebut mengandung banyak granula sekretorik. Sel-sel tubulus khusus di daerah ini secara kolektif disebut sebagai makula densa. Sel-sel makula densa mendeteksi perubahan kecepatan aliran cairan di dalam tubulus yang melewati mereka.

- Apabila LFG meningkat akibat peningkatan tekanan arteri, cairan yang difiltrasi dan mencapai tubulus distal lebih banyak daripada normal. Sebagai respons, sel-sel makula densa mengeluarkan adenosine yang bekerja secara parakrin local pada arteriol aferen sekitar yang kemudian menyebabkan konstriksi arteriol aferen dan menurunkan aliran darah glomerulus serta memulihkan LFG ke normal. Dalam keadaan sebaliknya, ketika penyaluran ke tubulus distal berkurang karena penurunan spontan LFG akibat penurunan tekanan darah arteri, maka adenosine yang dikeluarkan oleh makula densa aferen sehingga aliran darah tubulus meningkat dan LFG kembali normal. Karena itu, melalui mekanisme TGF, tubulus suatu nefron mampu memantau kadar garam di cairan yang mengalir melaluinya dan mengatur laju filtrasi melalui glomerulusnya sendiri agar cairan di awal tubulus distal dan penyaluran garam konstan.

(16)

berkisar antara 80 sampai 180 mmHg. Di dalam rentang yang luas ini, penyesuaian-penyesuaian otoregulatorik instrinsik resistensi arteriol aferen dapat mengompensasi perubahan tekanan arteri, sehingga tidak terjadi fluktuasi LFG yang tidak diinginkan, walaupun tekanan glomerulus cenderung berubah mengikuti tekanan arteri. Tekanan arteri rata-rata normal adalah 93 mmHg, sehingga rentang ini mencakup perubahan beberapa saat tekanan darah yang menyertai aktivitas sehari-hari dan tidak berkaitan dengan kebutuhan ginjal mengatur ekskresi H2O dan garam. Otoregulasi penting karena pergeeseran LFG yang tidak diinginkan dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan zat-zat sisa yang dapat membahayakan tubuh. Karena paling tidak sebagian cairan yang difiltrasi pasti diekskresikan, jumlah cairan yang diekskresikan dalam urin secara otomatis meningkat jika LFG meningkat. Jika tidak terdapat otoregulasi, LFGakan meningkat dan H2O serta zat-zat terlarut akan terbuang pada saat kita berolahraga berat. Selain itu, jika LFG terlalu rendah, ginjal tidak akan mampu secara adekuat mengeliminasi zat-zat sisa, kelebihan elektrolit, dan bahan lain yang seharusnya diekskresikan. Jadi, otoregulasi meredam efek langsung perubahan-perubahan tekanan arteri yang seharusnya terjadi pada LFG, dan selanjutnya pada ekskresi H2O, zat terlarut, dan zat sisa.

Jika perubahan tekanan arteri rata-rata berlangsung di luar rentang otoregulasi, mekanisme-mekanisme tersebut tidak mampu melakukan kompensasi. Jadi, perubahan dramatis pada tekanan darah arteri rata-rata (<80 mmHg atau >180 mmHg) secara langsung menyebabkan tekanan kapiler glomerulus dan LFG menurun atau meningkat sesuai perubahan tekanan arteri.

(17)

Jika volume plasma berkurang-sebagai contoh , akibat perdarahan-maka penurunan tekanan darah arteri yang terjadi dideteksi oleh baroreseptor arkus aorta dan sinus karotis, yang memicu reflex saraf untuk meningkatkan tekanan darah kea rah normal. Respon reflex ini dikoordinasikan oleh pusat control kardiovaskular di batang otak dan terutama diperantarai oleh peningkatan aktivitas simpatis ke jantung dan pembuluh darah. Meskipun peningkatan curah jantung dan resistensi perifer total yang terjadi membantu meningkatkan tekanan darah menuju normal namun volume plasma tetap kurang. Dalam jangka panjang,volume plasma harus dipulihkan ke normal. Salah satu kompensasi untuk berkurangnya volume plasma adalah penurunan pengeluaran urin sehingga lebih banyak cairan yang ditahan di tubuh. Pengeluaran urin berkurang sebagian karena penurunan LFG; jika cairan yang difiltrasi berkurang maka tersedia untuk dieksresikan juga berkurang.

-Tidak ada mekanisme baru yang diperlukan untuk menurunkan LFG. LFG berkurang akibat respons refleks baroreseptor terhadap penurunan tekanan darah. Selama refleks ini, terjadi vasokonstriksi yang diinduksi oleh sistem simpatis di sebagian besar arteriol tubuh sebagai mekanisme kompensasi untuk meningkatkan resistensi perifer total. Di antara arteriol yang berkonstriksi sebagai respons terhadap refleks baroreseptor ini adalah arteriol aferen yang menyalurkan darah ke glomerulus. Arteriol aferen dipersarafi oleh serat vasokonstriktor simpatis jauh lebih banyak daripada persarafan untuk arteriol eferen. Sewaktu arteriol aferen berkonstriksi sebagai akibat dari peningkatan aktivitas simpatis, lebih sedikit darah yang mengalir ke glomerulus dibandingkan normal, sehingga tekanan darah kapiler glomerulus menurun. Terjadi penurunan LFG, kemudian menyebabkan pengurangan volume urin. Dengan cara ini, H2O dan garam yang seharusnya keluar dalam urin ditahan di dalam tubuh, membantu memulihkan volume plasma ke normal, sehingga penyesuaian-penyesuaian kardiovaskuler jangka pendek tidak lagi diperlukan.

(18)

secara refleks berkurang, sehingga terjadi vasodilatasi arteriol. Karena darah yang masuk ke glomerulus melalui arteriol aferen yang berdilatasi lebih banyak, tekanan darah kapiler glomerulus meningkat dan LFG juga meningkat. Yang ikut membantu peningkatan volume urin adalah penurunan reabsorpsi H2O dan garam oleh tubulus yang diatur secara hormonal. Melalui kedua mekanisme ginjal ini, peningkatan filtrasi glomerulus dan penurunan reabsorpsi H2O dan garam oleh tubulus, volume urin ditingkatkan dan kelebihan cairan dapat dieliminasi dari tubuh. Hilangnya rasa haus dan berkurangnya pemasukan cairan juga membantu memulihkan tekanan darah yang meningkat ke normal.

Laju filtrasi glomerulus juga bergantung pada koefisien filtrasi (Kf) selain pada tekanan filtrasi nettto. Selama bertahun-tahun Kf dianggap konstan, kecuali pada keadaan-keadaan penyakit dengan membran glomerulus menjadi lebih bocor dibandingkan normal. Riset-riset baru menunjukkan hal yang sebaliknya, yaitu bahwa Kf dapat berubah-ubah di bawah kontrol fisiologis. Kedua faktor yang menentukan Kf, luas permukaan dan permeabilitas kapiler glomerulus dapat dimodifikasi oleh aktivitas kontraktil di dalam membran.

Luas permukaan yang tersedia untuk filtrasi di dalam glomerulus dicerminkan oleh permukaan dalam kapiler glomerulus yang berkontak langsung dengan darah. Setiap berkas glomerulus disatukan oleh sel-sel mesangium. Sel-sel ini juga berfungsi sebagai fagosit dan mengandung elemen-elemen kontraktil (yaitu, filament mirip-aktin). Kontraksi sel-sel mesangium ini menutup sebagian dari kapiler filtrasi, sehingga luas permukaan yang tersedia untuk filtrasi di dalam berkas glomerulus berkurang. Jika tekanan filtrasi netto tidak berubah, penurunan Kf ini akan menyebabkan penurunan LFG. stimulasi simpatis menyebabkan sel-sel mesangium berkontraksi, sehingga hal ini menjadi mekanisme kedua (selain mendorong vasokonstriksi arteriol aferen) sistem simpatis untuk menurunkan LFG.

(19)

dan kedekatan foot process. Jumlah celah merupakan penentu permeatabilitas dan Kf tampaknya berada di bawah kontrol fisiologis.

b. Reabsorbsi

Semua konstituen plasma kecuali protein, tanpa pandang bulu difiltrasi bersama melalui kapiler glomerulus. Selain zat sisa dan kelebihan barang yang harus dikeluarkan oleh tubuh, cairan filtrasi juga mengandung nutrien, elektrolit, dan bahan lain yang dibutuhkan tubuh. Memang, melalui filtrasi glomerulus yang terus-menerus, jumlah dari bahan-bahan yang terfiltrasi per hari ini bahkan lebih besar daripada yang ada di tubuh. Bahan-bahan esensial yang terfiltrasi dikembalikan ke tubu melalui reabsorbsi tubulus, trasfer diskret bahan-bahan dari lumen tubulus ke dalam kapiler peritubulus.

Reabsorbsi tubulus adalah suatu proses yang sangat selektif. Semua konstituen kecuali protein plasma memiliki konsentrasi yang sama di filtrat glomerulus dan di plasma. Pada sebagian besar kasus, jumlah setiap bahan yang diserap adalah jumlah yang diperlukan untuk mempertahankan komposisi dan volume lingkungan cairan internal yang sesuai. Secara umum, tubulus memiliki kapasitas reabsorbsi yang besar untuk bahan-bahan yang dibutuhkan oleh tubuh dan kecil atau tidak ada untuk bahan-bahan yang tidak bermanfaat (Tabel 1). Karena itu, hanya sedikit, kalaupun ada, konstituen plasma yang terfiltrasi dan bermanfaat bagi tubuh terdapat di urin karena sebagian besar telah direabsorbsi dan dikembalikan ke darah. Hanya bahan esensial, misalnya elektrolit yang berlebihan yang disekresikan di urin. Untuk konstituen plasma esensial yang diatur oleh ginjal, kapasitas reabsorbsi dapat bervariasi tergantung pada kebutuhan tubuh. Sebaliknya, sebagian produk sisa yang terfiltrasi terdapat di urin. Bahan sisa ini, yang tidak bermanfaat bahkan berpotensi merugikan tubuh jika dibiarkan menumpuk, sama sekali tidak direabsorbsi. Zat-zat ini menetap di tubulus untuk dikeluarkan di urin. Sewaktu H2O dan bahan penting lain direabsorbsi, produk-produk sisa yang tertinggal di cairan tubulus menjadi sangat pekat.

(20)

reabsorbsi tubulus adalah luar biasa: Tubulus biasanya mereabsorbsi 99% dari H2O yang terfiltrasi (47 gal/hari), 100% gula yang terfiltrasi (2,5 lb/hari), dan 99.5% garam yang terfiltrasi (0,36 lb/hari).

Di seluruh panjangnya, dinding tubulus memiliki ketebalan satu sel dan terletak dekat dengan kapiler peritubulus yang mengelilinginya. Sel-sel tubulus yang berdekatan tiak berkontak satu dengan yang lain kecuali di tempat yang mereka disatukan oleh tau erat (tau kedap, tight junction) di tepi-tepi lateral dekat membran luminalnya,yang menghadap ke lumen tubulus. Cairan interstitium terletak di celah antara sel-sel yang berdekatan-ruang lateral-serta di antara tubulus dan kapiler. Membran basolateral

menghadap cairan interstitium di bagian basal dan tepi lateral sel. Taut erat umumnya menghambat bahan mengalir di antara sel sehingga bahan harus menembus sel untuk meninggalkan lumen tubulus dan masuk ke darah.

TAHAP-TAHAP TRASPOR TRANSEPITEL

Untuk dapat tereabsorbsi, suatu bahan harus melewati lima sawar terpisah:

Tahap 1 Bahan harus meninggalkan cairan tubulus dengan melewati membran luminal sel tubulus.

Tahap 2 Bahan harus melewati ditosol dari satu sisi sel tubulus ke sisi lainnya.

Tahap 3 Bahan harus melewati membran basolateral sel tubuus untuk masuk ke cairan interstisium.

Tahap 4 Bahan harus berdifusi melalui cairan interstisium.

Tahap 5 Bahan harus menembus dinding kapiler untuk masuk ke plasma darah. Keseluruhan rangkaian langkah ini dikenal sebagai transpor transepitel (“menembus epitel”).

REABSORBSI PASIF VERSUS AKTIF

(21)

dari lumen tubulus ke plasma bersifat pasif; yaitu tidak ada pengeluaran energi pada perpindahan netto bahan, yang terjadi mengikuti penurunan gradien elektrokimia atau osmotik. Sebaliknya, reabsorbsi aktif berlangsung jika salah satu dari tahap-tahap dalam transpor transepitel suatu bahan memerlukan suatu energi, bahkan jika keempat tahap lainnya bersifat pasif. Pada reabsorbsi aktif, perpindahan netto bahan dari lumen tubulus ke plasma terjadi melawan gradien elektrokimia. Bahan yang secara aktif direabsorbsi bersifat penting bagi tubuh, misal glukosa, asam amino, dan nutrien organik lainnya, serta Na+ dan elektrolit lain seperti PO43-. Di sini tidak secara spesifik dijelaskan proses reabsorbsi masing-masing bahan yang difiltrasi untuk dikembalikan ke plasma tetapi akan diperlihatkan contoh ilustratif mekanisme umum yagn berperan, setelah mula-mula kita menguraikan reabsorbsi Na+ yang penting dan unik.

Reabsorbsi natrium bersifat unik dan kompleks. Dari energi total yang dikeluarkan oleh ginjal, 80% digunakan untuk transpor Na+, yang menunjukkan pentingnya proses ini. Tidak seperti kebanyakan zat terlarut yang terfiltras, Na+ direabsorbsi hampir di sepanjang tubulus, tetapi dengan derajat berbeda-beda di bagian yagn berbeda-beda. Dari Na+ yang difiltrasi, 99,5% secara normal direabsorbsi, sekitar 67% direabsorbsi di tubulus proksimal, 25% di ansa Henle, dan 8% di tubulus distal dan koligentes. Reabsorbsi natrium memiliki peran penting berbeda-beda di masing-masing segmen tersebut, seperti akan tampak seiring dengan berlanjutnya pemahasan kita. Inilah sekilas peran-peran tersebut:

 Reabsorbsi natrium di tubulus proksimal berperan penting dalam reabsorbsi glukosa, asam amino, H2O, Cl-, dan urea.

 Reabsorbsi natrium di pars asendens ansa Henle, bersama dengan reabsorbsi Cl-, berperan sangat penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dengan konsentrasi dan volume bervariasi, bergantung pada kebutuhan tubuh untuk menghemat atau mengeluarkan H2O.

(22)

Natrium direabsorbsi di sepanjang tubulus kecuali di pars desendens ansa Henle. Nanti anda akan mempelajari makna dari pengecualian ini. Di seluruh segmen tubulus yang mereabsorbsi Na+, tahap aktif dalam reabsorbsi Na+, tahap aktif dalam reabsorbsi Na+ melibatkan pembawa Na+-K+ ATPase dependen energi yang terletak di membran basolateral sel tubulus. Pembawa ini sama dengan pompa Na+-K+yang terdapat di semua sel yang secara aktif mengeluarkan Na+dari sel. Sewaktu pompa basolateral memindahkan Na+keluar sel tubulus ke dalam lateral, konsentrasi Na+intrasel terjaga tetap rendah sementara konsentrasi Na+di ruang lateral terus meningkat; jadi, pompa ini memindahkanNa+ melawan gradien konsentrasi. Karena konsentrasi Na+intrasel dijaga tetap rendah oleh aktivitas pompa basolateral maka terbentuk gradien konsentrasi yang mendorong perpindahan pasif Na+ dari konsentrasinya yang lebih tinggi di lumen tubulus menembus batas luminal ke dalam sel tubulus. Sifat saluran Na+luminal dan/atau pengangkut yang memungkinkan perpindahan Na+dari lumen ke dalam sel bervariasi di berbagai bagian tubulus, tetapi bagaimana pun perpindahan Na+menembus membran luminal selalu merupakan proses pasif. Sebagai contoh, di tubulus proksimal, Na+, menyebrangi batas luminal melalui pembawa kotranspor yang secara bersamaan memindahkan Na+ dan suatu nutrien organik misalnya glukosa dari lumen ke dalam sel. Anda akan segera belajar lebih banyak tentang proses kotranspor ini. Sebaliknya, di duktus koligentes, Na+ menyebrangi batas luminal melalui suatu saluran Na+. Setelah masuk ke dalam selm melewati batas luminal melalui cara apapun, Na+secara aktif dikeluarkan ke ruang lateral oleh pompa Na+-K+ basolateral. Langkah ini sama di seluruh tubulus. Natrium terus berdifusi menuruni gradien konsentrasi dan konsentrasinya yang tinggi di ruang lateral ke dalam cairan interstitium sekitar dan akhirnya ke dalam pembuluh darah peritubulus. Karena itu, transpor netto Na+dari lumen tubulus ke dalam darah berlangsung dengan menggunakan energi.

(23)

Na+makan sebagian besar atau seluruh Na+yang terkontrol ini direabsorbsi, menghemat Na+tubuh yang seharusnya keluar melalui urin.

Beban/jumlah Na+di tubuh tercermin dalam volume CES. Natrium dan Cl -penyertanya membentuk lebih dari 90% aktivitas osmotik CES (NaCl adalah garam dapur). Ingatlah bahwa tekanan osmotik secara longgar dapat dianggap sebagai gaya yang menarik dan menahan H2O. Ketika beban Na+di atas normal dan karenanya CES meningkat maka kelebihan Na+ini menahan tabahan H2O, meningkatkan volume CES. Sebaliknya pun juga terjadi.

PENGAKTIFAN SISTEM RENIN-ANGIOSTENSIN-ALDOSTERON

Sel granular aparatus jukstaglomerulus mengeluarkan suatu hormon enzimatik, renin, kedalam darah sebagai respo penurunan NaCl/volume CES/tekanan darah. Fungsi ini tambahan dari peran sel makula densa aparatus jukstaglomerulus dalam otoregulasi. Tiga masukan berikut ke sel granular meningkatkan sekresi renin:

1. Berfungsi sebagai baroreseptor intrarenal. Mendeteksi jika penurunan tekanan terjadi.

2. Peka terhadap NaCl yang melewatinya di lumen tubulus.

3. Disarafi oleh sistem saraf simpatis. Peningkatan rangsang meningkatkan pengeluaran renin.

Sinyal-sinyal yang saling terkai tuntuk meningkatkan sekresi renin ini menunjukkan perlunya meningkatkan volume plasma. Dengan ini diperlukannya sistem ini.

FUNGSI SISTEM RENIN-ANGIOSTENSIS-ALDOSTERON

(24)

AMBANG GINJAL UNTUK GLUKOSA

Ambang ginjal bagi glukosa merupakan kadar plasma saat glukosa pertama muncul di dalam urin yang lebih dari jumlah sedikit yang normal. Akan dihitung bahwa ambang ginjal sekitar 300 mg/dl yaitu 375 mg/menit (TMG) dibagi dengan 125 ml/menit (GFR). Tetapi ambang ginjal sebenarnya sekitar 200 mg/dl plasma ateri, yang berhubungan dengan kadar plasma sekitar 180 mg/dl. (W.F. Ganong, 1992)

REABSORBSI KLORIDA

Ion klorida yang bermuatan negatif diabsorbsi secara pasif menuruni gradien listrik yang tercipta oleh reabsorbsi aktif ion natrium yang bersifat positif. Umumnya, ion klorida mengalir ke dalam sel tubulus. Jumlah Cl- yang direabsorbsi ditentukan oleh laju aktif Na+, dan tidak di kontrol langsung oleh ginjal.

REABSORBSI AIR

Air secara pasif direabsorpsi melalui osmosis di sepanjang tubulus. Dari H2O yang difiltrasi, 80% akan direabsorpsi di tubulus proksimal dan ansa henle. Kemudian sisa H2O sebanyak 20% akan direabsorpsi di tubulus distal dan duktus pengumpul dengan kontrol vasopressin.

REABSORBSI UREA

Urea merupakan produk akhir dari metabolisme protein. Ureum akan difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsobsi sebagian di kapiler peritubulus, dan urea tidak mengalami proses sekresi. Sebagian ureum akan direabsorpsi di ujung tubulus proksimal karena tubulus kontortus proksimal tidak permeable terhadap urea. Saat mencapai duktus pengumpul urea akan mulai direabsorpsi kembali.

(25)

Ion klorida yang bermuatan negatif akan direabsorpsi secara pasif mengikuti penurunan gradien reabsorpsi aktif dari natrium yang bermuatan positif. Jumlah Cl- yang direabsorpsi ditentukan oleh kecepatan reabsorpsi Na.

REABSORPSI KALIUM

Kalium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi secara difusi pasif di tubulus proksimal sebanyak 50%, 40% kalium akan direabsorpsi di ansa henle pars asendens tebal, dan sisanya direabsorpsi di duktus pengumpul.

REABSORPSI FOSFAT DAN KALSIUM

Ginjal secara langsung berperan mengatur kadar kedua ion fosfat dankalsium dalamplasma.Kalsium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, 40% direabsorpsi di tubulus kontortis proksimal dan 50% di reabsorpsi di ansa henle pars asendens. Dalam reabsorpsi kalsium di kendalikan oleh hormon paratiroid. Ion fosfat yang difiltrasi, akan direabsorpsi sebnayak 80% di tubulus kontortus proksimal kemudian sisanya akan di eksresikan ke dalam urin.

c. Sekresi

Sekresi Tubulus melibatkan transpor transepitel dengan langkah yang terbalik. Terdapat rute pemasukan kedua ke dalam tubulus untuk bahan-bahan tertentu, sekresi tubulus, pemindahan diskret bahan dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus, menjadi mekanisme pelengkap meningkatkan eliminasi bahan-bahan ini dari tubuh. Bahan-bahan terpenting yang disekresikan tubulus adalah ion hidrogen (H+), ion kalium (K+), serta anion dan kation organik yang banyak diantaranya adalah senyawa yang asing bagi tubuh.

 Sekresi ion hidrogen penting dalam keseimbangan asam basa

(26)

tubuh terlalu asam, maka sekresi H+ meingkat. Sebaliknya, sekresi H+berkurang jika konsentrasi H+ di cairan terlalu rendah.

 Sekresi ion kalium dikontrol oleh aldosteron

Ion kalium secara selektif berpindah dalam arah berlawanan di berbagai bagian tubulus; ion ini secara aktif disekresikan di tubulus proksimal dan secara aktif disekresikan di tubulus distal dan kolingetntes. Di awal tubulus ion kalium direabsorbsi secara konstan dan tanpa dikendalikan, sementara sekresi K+ di bagian distal tubulus bervariasi dan berada di bawah kontrol. Karena K+yang difiltrasi hampir seluruhnya di reabsorbsi di tubulus proksimal maka sebagian besar K+ di bagian distal nefron dan bukan dari filtrasi. Selama deplesi K+, sekresi K+ di bagian distal nefron berkurang sampai minimum sehingga hanya sebagian kecil dari K+ yang terfiltrasi yang lolos dari reabsorbsi di tubulus proksimal akan diekskresikan ke urin. Dengan cari ini, K+ yang seharusnya keluar dari urin ditahan tubuh. Sebaliknya ketika kadar K+ plasma meningkat, sekresi K+ disesuaikan sehingga terjadi penambahan K+ ke filtrat untuk mengurangi konsentrasi K+ plasma ke normal. Karena itu, sekresi K+ bukan filtrasi atau reabsorbsi K+ yang berubah-ubah di bawah kontrol untuk mengatur tingkat ekskresi K+ dan memelihara konsentrasi K+ plasma sesuai kebutuhan.

 Mekanisme Sekresi K+

(27)

secara aktif menginduksi sekresi netto K+dari plasma kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus bagian distal nefron.

 Kontrol Sekresi K+

Faktor yang paling mempengaruhi laju sekresi K+adalah aldosteron yang merupaka hormon perangsang sekresi K+oleh tubulus di akhir nefron sekaligus meningkatkan reabsorbsi Na+oleh sel-sel ini. Peningkatan konsentrasi K+plasma merangsang korteks adrenal untuk meningkatkan pengeluaran aldosteronnya, yang mendorong sekresi hingga akhirnya ekskresi kelebihan K+di urin. Sebaliknya penurunan konsentrasiK+plasma menyebabkan penurunan sekresi aldosteron dan penurunan sekresi K+ginjal yang dirangsang oleh aldosteron melalui jalur kompleks SRAA. Karena itu, sekresi aldosteron selalu mendorong reabsorbsi Na+dan sekresi K+. Karena itu, sekresi K+dapat secara tidak sengaja di tingkatkan akibat peningkatan aktivitas aldosteron yang di timbulkan oleh deplesi Na+, penurunan volume CES, atau penurunan tekanan darah arteri yang sama sekali tidak berkaitan dengan keseimbangan K+. Pengeluaran K+yang tidak sesuai dapat menyebabkan defisiensi K+.

(28)

Mikturisi atau berkemih adalah proses pengosongan kandung kemih yang diatur oleh 2 mekanisme yakni, Reflex berkemih & Kontrol volunter.

Refleks berkemih dicetuskan apabila reseptor-reseptor regang di dalam kandung kemih terangsang. Kandung kemih pada orang dewasa dapat

menampung sampai 250 atau 400 ml urin sebelum tegangan di dindingnya mulai meningkat untuk mengaktifkan reseptor regang. Semakin besar peregangan melebihi ambang ini, semakin besar pula tingkat pengaktifan reseptor. Serat-serat aferen dari reseptor regang membawa impuls ke korda spinalis dan

akhirnya, melalui antar neuron, merangsang saraf parasimpatis yang berjalan ke kandung kemih dan menghambat neuron motorik yang mempersarafi sfingter eksterna.

Stimulasi parasimpatis pada kandung kemih menyebabkan organ ini berkontraksi. Untuk membuka sfingter interna tidak diperlukan mekanisme khusus, perubahan bentuk kandung kemih sewaktu organ tersebut berkontraksi secara mekanis menarik sfingter interna menjadi terbuka. Secara simultan, sfingter eksterna melemas karena neuron-neuron motoriknya dihambat. Kedua sfingter terbuka dan urin terdorong keluar melalui uretra akibat gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi kandung kemih. Refleks berkemih ini, yang seluruhnya merupakan refleks spinal, juga mengatur pengosongan kandung kemih pada bayi. Segera setelah kandung kemih terisi dalam jumlah yang cukup untuk memicu refleks tersebut, bayi secara otomatis mengompol.

Pengisian kandung kemih, selain memicu refleks berkemih, juga menyebabkan timbulnya keinginan sadar untuk berkemih. Persepsi kandung kemih yang penuh muncul sebelum sfingter eksterna secara refleks melemas, sehingga hal tersebut memberi “peringatan” bahwa proses berkemih akan dimulai. Akibatnya,

Kontrol volunter terhadap berkemih dapat mengalahkan refleks berkemih, sehingga pengosongan kandung kemih dapat terjadi sesuai keinginan orang yang bersangkutan dan bukan pada saat pengisian kandung kemih pertama kali mencapai titik yang

(29)

inhibitorik refleks dari reseptor regang ke neuron-neuron motorik yang terlibat, sehingga otot-otot ini tetap berkontraksi dan urin tidak dikeluarkan.

Namun berkemih tidak dapat ditunda selamanya. Apabila isi kandung kemih terus bertambah, masukan refleks dari reseptor regang juga semakin meningkat. Akhirnya, masukan inhibitorik reflex ke neuron motorik sfingter eksternal menjadi semakin kuat, sehingga tidak lagi dapat dikalahkan oleh masukan eksitatorik volunter, yang mengakibatkan sfingter melemas dan kandung kemih secara tidak terkontrol dikosongkan.

Proses berkemih juga dapat secara sengaja dimulai, walaupun kandung kemih belum teregang, yakni oleh relaksasi volunter dari sfingter eksternal dan diafragma pelvis. Penurunan lantai panggul juga memungkinkan kandung kemiht urun, yang secara simultan membuka sfingter uretra interna dan meregangkan kandung kemih. Pengaktifan reseptor-reseptor regang selanjutnya menyebabkan kandung kemih berkontraksi melalui refleks berkemih. Pengosongan kandung kemih secara volunter dapat dibantu lebih lanjut oleh kontraksi dinding abdomen dan diafragma

pernapasan.Hal tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen yang selanjutnya “memeras” kandung kemih untuk mengosongkan isinya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

(30)

B. Saran

Semoga dengan penjelasan di atas dapat memudahkan dan membantu pembaca dalam memahami dan mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan sistem uropoetika serta mekanisme atau refleks mikturisi.. Dan tentunya kami sebagai penulis.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Setiap guru mengetahui mereka perlu mendorong murid-murid mereka supaya rajin belajar dan menjadi individu-individu yang baik peribadinya apabila dewasa nanti. Mereka juga

%iameter eritrosit eritrosit normal normal pada pada sediaan sediaan apus apus darah darah lebih lebih kurang kurang sama dengan diameter inti limfosit kecil.. sama

Penderita sindrom nevus displastik sindrom nevus displastik ternyata memiliki mola yang tidak ternyata memiliki mola yang tidak lazim, berukuran lebih besar dan

Berdasarkan paparan di atas maka proses inovasi pada tahapan perencanaan dapat kita lihat bahwa ada proses yang dilakukan dalam inovasi perencanaan Di MTsN Model

Kemudian kartu dikumpulkan kembali untuk dikocok ulang, dalam kategori kurang (K). 8) Keaktifan murid Menyimpulkan materi, dalam kategori cukup (C). Hasil observasi

Saya pernah merasakan kesulitan dalam mengajar bahasa Arab dengan durasi yang sempit ketika saya harus mengajar siswa yang low achiever , entah kemampuan menangkap pelajarannya

Use Case : buku serah kantung, daftar kantung, buat lap periodik, buat lap bulanan, buat lap kinerja harian, buat lap periodik incoming, buat lap hasil uji

pola hidup, perilaku, dan pandangan hidup (Harmaningrini, 2017:15-22). Rumusan masalah yang akan dipaparkan dalam penelitian ini ialah, bagaimanakah nilai religiositas