STRATEGI PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
ANAK BERKESULITAN BELAJAR KELAS IIIA
SD NEGERI KEPATIHAN SURAKARTA
TAHUN PELAJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Oleh :
NUR AFIFAH
K5107028
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
STRATEGI PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
ANAK BERKESULITAN BELAJAR KELAS IIIA
SD NEGERI KEPATIHAN SURAKARTA
TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Oleh :
NUR AFIFAH
K5107028
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Khusus
Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
ABSTRAK
Nur Afifah. STRATEGI PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA ANAK BERKESULITAN BELAJAR KELAS IIIA SD NEGERI KEPATIHAN SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Maret. 2011.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatan Hasil Belajar Matematika Anak Berkesulitan Belajar melalui Strategi Pembelajaran Tutor Sebaya. Penelitian ini dilaksanakan di kelas IIIA SD Negeri Kepatihan Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Subjek yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini berjumlah 5 siswa berkesulitan belajar terdiri atas 3 laki-laki dan 2 perempuan. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik tes. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif kuantitatif.
ABSTRACT
Nur Afifah.PEER TUTORING LEARNING STRATEGY TO IMPROVE THE MATHEMATICS LEARNING ACHIEVEMENT IN LEARNING DISABILITY IIIA GRADERS OF SD NEGERI KEPATIHAN SURAKARTA IN THE SCHOOL YEAR OF 2010/2011.Skripsi, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University. March. 2011.
The objective of this research is to improve The Mathematics Learning Achievement In Learning Disability with Peer Tutoring Learning Strategy. This research was taken place in IIIA graders of SD Negeri Kepatihan Surakarta in the school year of 2010/2011.
This study employed classroom action research. The subjects of research in this classroom action research were 5 students with learning disability consisting of 3 boys and 2 girls. The method of data collection was technique test. The technique of analyzing data was a descriptive quantitative analysis.
MOTTO
Membina serta Meningkatkan Selendang Persaudaraan
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan untuk:
¾ Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan
segalanya, semoga Allah SWT memberikan
kebaikan dan kemuliaan di dunia dan akhirat
¾ Mas Gita Setyawan Uma
¾ Kak Ari, Kak Intan, Kak Iyo, Kak Danang, Kak
Ninda, Kak Arif
¾ Sahabatku Rahma, Christin, Winda, Ita
¾ Kak Maya dan semua saudaraku
¾ Rekan-rekan PPL di SLB E Bhina Putera: Anjar,
Dhita, Maria, Dini, Aji, Abas
¾ Teman-teman PKh angkatan 2007
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan berkah-Nya skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk
memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian
penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya
kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk
bantuannya, disampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan
ijin penelitian guna menyusun skripsi ini
2. Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si, Pembantu Dekan 1 Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan
ijin penelitian guna menyusun skripsi ini
3. Drs. Amir Fuady, M.Hum, Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin
penelitian guna menyusun skripsi ini.
4. Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd, Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP UNS
Surakarta, yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi
5. Drs. Abdul Salim Choiri, M.Kes, Ketua Program Studi Pendidikan Khusus
FKIP UNS yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi
6. Drs. Gunarhadi, M.A, Ph.D, Pembimbing I yang dengan sabar telah
memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan
7. Sugini, M.Pd, Pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis menyelesaikan skripsi
ini
8. Drs. Sudakiem, M.Pd, pembimbing akademik yang telah memberikan
9. Marji Astuti, S.Pd, Kepala Sekolah SD Negeri Kepatihan Surakarta yang telah
memberikan ijin penelitian
10.Jamiati, A.Ma, selaku Guru Kelas IIIA SD Negeri Kepatihan Surakarta yang
selalu meluangkan waktu guna terselesaikannya penelitian
11.Dumadimarning,A.Ma. Pd, selaku Guru Kelas IIIB SD Negeri Kepatihan
Surakarta yang telah membantu jalannya penelitian ini
12.Segenap Bapak/Ibu dosen Program Studi Pendidikan Khusus yang telah
memberikan bekal ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan
penulisan skripsi ini
13.Berbagai pihak yang telah membantu penulis demi lancarnya penulisan skripsi
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penyusunan skripsi ini telah berusaha semaksimal mungkin, namun
penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan karena
keterbatasan penulis. Dengan segala rendah hati penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan juga dunia pragmatika.
Surakarta, 10 Maret 2011
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGAJUAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT... vi
HALAMAN MOTTO ... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR BAGAN ... xv
DAFTAR GRAFIK ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Hasil Penelitian ... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Kajian Pustaka 1. Kajian tentang Anak Berkesulitan Belajar a. Pengertian Anak Berkesulitan Belajar ... 5
b. Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar ... 8
c. Klasifikasi Anak Berkesulitan Belajar ... 12
e. Hambatan dan Kebutuhan Khusus Anak Berkesulitan
Belajar ... 23
2. Kajian tentang Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar ... 25
b. Faktor Pengaruh Strategi Pembelajaran ... 28
c. Hasil Belajar Anak Berkesulitan Belajar ... 29
3. Kajian tentang Strategi Pembelajarn Tutor Sebaya dalam Pembelajaran Matematika a. Pengertian Strategi Pembelajaran ... 30
b. Pengertian Tutor Sebaya ... 33
c. Pembelajaran Matematika ... 41
4. Strategi Pembelajaran Tutor Sebaya untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Anak Berkesulitan Belajar ... 48
B. Hasil-hasil Penelitian Sebelumnya ... 50
C. Kerangka Berfikir ... 51
D. Hipotesis Tindakan... 52
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 53
B. Subjek Penelitian ... 55
C. Data dan Sumber Data ... 56
D. Teknik Pengumpulan Data ... 56
E. Uji Validitas ... 59
F. Teknik Analisis Data ... 61
G. Indikator Keberhasilan ... 61
H. Prosedur Penelitian ... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian ... 63
B. Hasil Penelitian ... 71
C. Pembahasan ... 73
B. Implikasi ... 81
C. Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 82
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jadwal penelitian dan waktu penelitian ... 55
Tabel 2. Rancangan Pelaksanaan Siklus ... 62
Tabel 3. Daftar Hasil Belajar Sementara Tutee (ABB) ... 64
Tabel 4. Daftar Hasil Belajar Sementara Tutor ... 65
Tabel 5. Daftar Hasil Belajar Siklus I ... 71
Tabel 6. Daftar Hasil Belajar Siklus II ... 72
Tabel 7. Daftar Hasil Belajar Siklus III ... 72
Tabel 8. Peningkatan Hasil Belajar Tutee (ABB) ... 73
Tabel 9. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Ad ... 74
Tabel 10. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kn ... 75
Tabel 11. Peningkatan Hasil Belajar Siswa D ... 77
Tabel 12. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Rk ... 78
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 1. Peningkatan Hasil Belajar Siswa ... 48
Bagan 2. Kerangka Berfikir ... 52
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 1. Siklus I ... 71
Grafik 2. Siklus II ... 72
Grafik 3. Siklus III ... 72
Grafik 4. Peningkatan Hasil Belajar Tutee (ABB) ... 73
Grafik 5. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Ad ... 75
Grafik 6. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kn ... 76
Grafik 7. Peningkatan Hasil Belajar Siswa D ... 77
Grafik 8. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Rk ... 78
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. KKM ... 87
Lampiran 2. Daftar kelompok tutorial ... 88
Lampiran 3. Kisi-kisi soal tes ... 89
Lampiran 4. Rencana Proses Pembelajaran (RPP) ... 91
Lampiran 5. Soal Evaluasi Siklus I ... 95
Lampiran 6. Soal Evaluasi Siklus II ... 101
Lampiran 7. Soal Evaluasi Siklus III ... 107
Lampiran 8. Kunci Jawaban Evaluasi Siklus I ... 113
Lampiran 9. Kunci Jawaban Evaluasi Siklus II ... 115
Lampiran 10. Kunci Jawaban Evaluasi Siklus III ... 117
Lampiran 11. Foto Kegiatan Penelitian ... 119
Lampiran 12. Permohonan ijin research / try out kepada rektor UNS di Surakarta... ... 123
Lampiran 13. Permohonan ijin menyusun skripsi kepada dekan c.q pembantu dekan 1 FKIP-UNS di Surakarta ... 124
Lampiran 14. Surat keputusan dekan FKIP tentang ijin penyusunan skripsi/ makalah ... 125
Lampiran 15. Surat kepada kepala sekolah SD Negeri Kepatihan untuk mengadakan research ... 126
commit to user
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan mata pelajaran yang sangat diperlukan bagi
kehidupan. Matematika berfungsi sebagai alat yang digunakan dalam berbagai
ilmu dan kehidupan. Jika dicermati pada setiap aspek kehidupan manusia tidak
lepas dari asas yang berlaku atau dipelajari dalam matematika dan pada gilirannya
akan mempermudah dalam pemecahannya. Salah satu contohnya saat kita
berbelanja di supermarket atau saat belajar mata pelajaran fisika pasti akan
menemukan penggunaan simbol matematika. Penggunaan simbol yang bervariasi
dan rumus yang beragam akan menuntut siswa untuk lebih berfikir menemukan
cara bagaimana menguasai semua konsep dalam matematika. Begitu pentingnya
mata pelajaran matematika untuk kehidupan, maka banyak dibuka Bimbingan
Belajar khusus Matematika seperti kumon dan berbagai cara jitu untuk
mempermudah penguasaan konsep matematika seperti jarimatika, sempoa, dsb.
Banyak siswa tidak suka dengan mata pelajaran matematika. Dari hasil
pembagian angket pada siswa kelas 3 SD Negeri Kepatihan Surakarta menyatakan
70% tidak menyukai mata pelajaran matematika. Berbagai alasan siswa
diantaranya adalah siswa menganggap matematika tidak bermanfaat karena
matematika hanya berlaku dengan penyajian yang berbentuk angka-angka. Selain
itu, siswa merasa bosan saat pembelajaran matematika berlangsung. Guru hanya
menuntut siswa untuk tenang dan diam selama proses pembelajaran berlangsung
sehingga tidak terjadi pola interaksi antara guru dan siswa.
Selain proses pembelajaran Matematika yang kurang menyenangkan,
kemampuan siswa dalam memahami, mengerti, dan menganalisis suatu materi
(khususnya matematika) sangat berbeda-beda sehingga menyebabkan hasil belajar
matematika siswa rendah. Hasil kajian dokumen dan wawancara dengan guru
kelas IIIA SD Negeri Kepatihan Surakarta, peneliti menemukan beberapa siswa
dengan hasil belajar rendah serta tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM). Bahkan ada siswa yang membutuhkan bantuan orang lain atau
membutuhkan pelayanan khusus dalam proses pembelajaran untuk memahami
suatu materi. Anak tersebut masuk di dalam kategori anak berkesulitan belajar.
Anak berkesulitan belajar dapat ditemui pada kelas-kelas awal, salah satunya
adalah kelas 3 SD. Seperti yang disaPSDLNDQ6XQDUGL³6HEDJLDQEHVDU
dari siswa yang mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran terdapat di
kelas-kelas awal adalah anak secara pedagogis disebut Berkesulitan Belajar Spesifik DWDXVHULQJGLNHQDOGHQJDQ'LVIXQJVL 0LQLPDO2WDN´$QDk berkesulitan belajar dapat ditemui hampir di setiap sekolah, bahkan setiap kelas bisa dipastikan
menemukan anak berkesulitan belajar.
Prevalensi anak berkesulitan belajar yang ditemukan mencapai 6,2% dari
populasi yang ada. Hal tersebut merupakan hasil analisis berdasarkan penelitian
yang dilakukan Sunardi di tahun 2000. Sedangkan Anton Sukarno (2006: 45) PHQ\HEXWNDQ ³SUHYDOHQVL VLVZD EHUNHVXOLWDQ EHODMDU GLSHUNLUDNDQ VHEHVDU HQDP EHODV GDUL SRSXODVL VLVZD VHNRODK´ 8QWXN PHQHQWXNDQ VLVZD WHUJRORQJ anak berkesulitan belajar dapat dengan cara melihat nilai atau hasil belajar dalam
kurun waktu tertentu.
Alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar
matematika anak berkesulitan belajar adalah dengan mengubah strategi
pembelajaran saat pembelajaran matematika berlangsung. Guru hanya perlu
mengubah strategi yang awalnya ceramah menjadi strategi yang dapat
menciptakan pola interaksi edukasi yang sesuai dengan kondisi yang ada. Salah
satu cara yang bisa digunakan adalah dengan menerapkan strategi tutor sebaya.
Tutor Sebaya merupakan salah satu strategi pembelajaran untuk membantu
memenuhi kebutuhan peserta didik dengan pendekatan kooperatif, dimana
terdapat rasa saling menghargai dan mengerti dibina diantara peserta didik yang
bekerja sama sehingga Anak Berkesulitan Belajar dapat mengikuti pembelajaran
dengan hasil belajar sesuai harapan.
Tutor Sebaya merupakan salah satu jenis pembelajaran kooperatif.
Menurut Eggen dan Kauchak dalam Isjoni (2010: 10) mendefinisikan
guru agar siswa saling membantu dalam mempelajari sesuatu. Maheady, Harper
dan Mallete menyebutkan Class-Wide Peer Tutoring (CWPT) adalah suatu
strategi pembelajaran dimana siswa diajari oleh teman sebaya yang dilatih dan
diawasi oleh guru kelas (Tina Diandani : 2009).
Dengan demikian, Tutor Sebaya sebagai strategi pembelajaran
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika Anak Berkesulitan
Belajar. Dari penjelasan di atas, maka peneliti mengangkat penelitian yang
berjudul ³Strategi Pembelajaran Tutor Sebaya Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Matematika Anak Berkesulitan Belajar Kelas IIIA SD Negeri
Kepatihan Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011´
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
masalah pokok dalam penelitian tindakan kelas ini dapat dirumuskan sbb:
Apakah penggunaan Strategi Pembelajaran Tutor Sebaya dalam Pembelajaran
Matematika di kelas IIIA SD Negeri Kepatihan Surakarta dapat meningkatkan
Hasil Belajar Anak Berkesulitan Belajar?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
Untuk meningkatkan Hasil Belajar Matematika Anak Berkesulitan Belajar melalui
Strategi Pembelajaran Tutor Sebaya di kelas IIIA SD Negeri Kepatihan Surakarta
tahun Pelajaran 2010/2011.
D. Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis
b.Untuk menambah pengetahuan dan informasi bagi guru maupun calon
guru agar memperhatikan Strategi yang digunakan dalam pembelajaran
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
c.Untuk menambah referensi kajian mengenai Anak Berkesulitan Belajar
bagi perkembangan Ilmu Pendidikan pada umumnya dan Ilmu Pendidikan
Khusus pada khususnya.
2. Manfaat praktis
a. Bagi siswa:
1) Untuk menambah pengalaman variasi strategi dalam pembelajaran
matematika di kelas IIIA SD Negeri Kepatihan Surakarta tahun
pelajaran 2010/2011.
2) Untuk mencari solusi yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa di
kelas IIIA SD Negeri Kepatihan Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.
b. Bagi guru:
1) Untuk menambah pengalaman guru dan meningkatkan hasil belajar
Matematika dengan Strategi Pembelajaran Tutor Sebaya.
2) Untuk meningkatkan kepedulian guru terhadap Anak Berkesulitan
commit to user
BAB IIKAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kajian Pustaka
1. Kajian tentang Anak Berkesulitan Belajar
a. Pengertian Anak Berkesulitan Belajar
3DGD XPXPQ\D ³NHVXOLWDQ´ PHUXSDNDQ VXDWX NRQGLVL WHUWHQWX \DQJ ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai tujuan,
sehingga diperlukan usaha untuk mengatasinya. Anak yang mengalami
kesulitan dalam kegiatan belajar sering disebut anak berkesulitan belajar. ³6HWLDSLQGLYLGXPHPDQJWLGDNDGD \DQJVDPD3HUEHGDDQLQGLYLGXDO ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar di kalangan
anak didik. Dalam keadaan di mana anak didik/ siswa tidak dapat belajar VHEDJDLPDQD PHVWLQ\D LWXODK \DQJ GLVHEXW GHQJDQ NHVXOLWDQ EHODMDU´ $EX Ahmadi dan Widodo Supriyono, 2004: 77)
Definisi kesulitan belajar khusus (specific learning disability) yang
telah disetujui oleh pemerintah federasi adalah suatu gangguan pada satu atau
lebih proses psikologi dasar yang meliputi pemahaman atau penggunaan
bahas, lisan atau tulisan, yang dapat diwujudkan dengan kemampuan yang
tidak sempurna dalam mendengar, berfikir, berbicara, membaca, menulis,
mengeja, atau melakukan perhitungan matematis. (Smith, 2006: 75)
Namun, definisi Federal tersebut tidak dapat diterima begitu saja.
National Joint Committee on Learning Disability (NJCLD), suatu kelompok
yang terdiri dari perwakilan beberapa organisasi profesional, PHPSXEOLNDVLNDQ VXDWX GHILQLVL DOWHUQDWLI ³NHVXOLWDQ EHODMDU learning disability) adalah suatu istilah umum yang mengacu pada beragam kelompok
gangguan yang terlihat pada kesulitan dalam menguasai dan menggunakan
kemampuan mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, berfikir, atau
Banyak pihak yang ingin mendefinisikan Anak Berkesulitan Belajar,
salah satunya Balitbang Dikbud. Anak berkesulitan belajar didefinisikan
sebagai anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas
akademik khusus maupun umum, baik disebabkan oleh adanya disfungsi
neurologis, proses psikologis dasar maupun sebab-sebab lain sehingga prestasi EHODMDUQ\DUHQGDKGDQDQDNWHUVHEXWEHUHVLNRWLQJJLWLQJJDONHODV´ (Munawir Yusuf, 2005: 59)
/DLQ KDOQ\D GHQJDQ 0XO\DGL ³.HVXOLWDQ EHODMDU GDSDW diartikan sebagai suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang ditandai
adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar.
Hambatan-hambatan ini mungkin disadari dan mungkin juga tidak disadari oleh orang
yang mengalaminya, dan dapat bersifat sosiologis, psikologis, ataupun ILVLRORJLVGDODPNHVHOXUXKDQSURVHVEHODMDUQ\D´
Sedangkan Kamus Merriam Webster mendefinisikan anak berkesulitan
belajar sebagai berikut:
"any of various conditions (as dyslexia) that interfere with an individual's ability to learn and so result in impaired functioning in language, reasoning, or academic skills and that are thought to be caused by difficulties in processing and integrating information"
Public Law juga mendefinisikan kesulitan belajar (learning diabilities),
sebagai gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang
terlibat dalam memahami atau menggunakan bahasa lisan atau tertulis. Hasil
gangguan tersebut dalam masalah dalam keterampilan tersebut dan
kemampuan seperti mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis,
ejaan, atau melakukan perhitungan matematis.
Smith dan Dowdy dalam Strichart, Stephen dan Mangrum II, Charles
(1993: 1) menggambarkan ketidakmampuan belajar sebagai kegagalan
pemecahan dalam urutan pengambilan informasi (input), membuat informasi
(proses), dan menggunakan informasi (output). Siswa dengan
ketidakmampuan belajar mungkin mengalami kerusakan pada suatu titik
dalam urutan ini.
Tidak kurang dari 40 istilah dan 40 definisi untuk menjelaskan/
mengartikan istilah Anak Berkesulitan Belajar. Bahkan setiap istilah diartikan
berbeda oleh setiap ahli, salah satunya Mulyadi (2010: 6-7) memilih beberapa
istilah dan mendefinisikannya untuk menggambarkan kesulitan belajar
mempunyai pengertian luas, diantaranya:
1) Learning Disorder (ketergangguan belajar)
Suatu keadaan yang dialami seseorang saat proses belajar mengajar,
timbul gangguan karena respon yang bertentangan. Akibat dari
gangguan tersebut adalah hasil belajar yang dicapai lebih rendah dari
potensi yang dimiliki sehingga terganggunya prestasi belajar.
2) Learning Disabilities (ketidakmampuan belajar)
Suatu keadaan yang dialami seorang siswa menunjukkan
ketidakmampuan dalam belajar bahkan menghindari belajar, sehingga
hasil belajarnya di bawah potensi intelektualnya.
3) Learning Disfunction (ketidakfungsian belajar)
Suatu keadaan siswa yang menunjukkan gejala tidak berfungsinya
proses belajar dengan baik meskipun pada dasarnya tidak ada
tanda-tanda subnormalitas mental, gangguan alat indera, atau
gangguan-gangguan psikologis lainnya.
4) Under Achiever (prestasi di bawah kemampuan)
Suatu keadaan siswa yang memiliki tingkat potensi intelektual di atas
normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
Suatu keadaan siswa yang lambat dalam proses belajarnya sehingga
membutuhkan waktu dibandingkan dengan murid yang lain yang
memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
Dalam penelitian Sunardi (2000: 70) kesulitan belajar merupakan
istilah umum yang menunjuk kepada kelompok kelainan heterogen, ditandai
dengan kesulitan penguasaan dan penggunaan kemampuan mendengar,
berbicara, membaca, menulis, bernalar, dan berhitung. Kelainan ini bersifat
instrinsik, diduga disebabkan oleh disfungsi sistem syaraf pusat dan bukan
merupakan akibat langsung dari kecacatan lain ataupun dari faktor lingkungan
meskipun terjadi secara bersamaan. Disebutkan pula bahwa anak berkesulitan
belajar sebagian besar ditemukan di kelas-kelas awal/ kelas rendah.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat penulis simpulkan anak
berkesulitan belajar adalah suatu kondisi yang dialami siswa berupa hambatan
dalam menerima pelajaran sehingga hasil belajar mereka rendah. Anak
Berkesulitan belajar ini sering ditemui di kelas rendah ditandai dengan
kesulitan dalam penggunaan kemampuan mendengar, berbicara, membaca,
menulis, berfikir dan berhitung sehingga memerlukan usaha tertentu untuk
mengatasinya.
b. Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar
Karakteristik utama kesulitan belajar menurut Sunardi (2000: 70) DGDODK³DGDQ\DSHUEHGDDQPHQFRORNDQWDUDSRWHQVLGDQSUHVWDVL´'DODPKDO ini perbedaan antara hasil tes prestasi dengan hasil tes intelegensi.
Ada banyak ahli yang menyebutkan karakteristik siswa dengan
ketidakmampuan belajar. Salah satunya Taylor, et al (2009: 99) menyebutkan
ada 10 karakteristik umum yang tampak dari seorang anak berkesulitan
belajar, diantaranya sebagai berikut:
1) Hiperaktif (hyperactivity)
2) Gangguan persepsi motorik (perceptual-motor impairments)
4) Lemah dalam mengoordinasi secara umum (general coordination
deficits)
5) Gangguan pemusatan perhatian (disorder of attention)
6) Impulsif (impulsivity)
7) Gangguan berfikir dan mengingat (disorders of memory and thinking)
8) Kesulitan belajar spesifik (specific learning disabilities)
9) Gangguan wicara dan pendengaran (disorders of speech and hearing)
10)Tanda neorologi tampak samar (neurological signs)
Sedangkan Munawir Yusuf (2005: 43) menyebutkan beberapa
karakteristik Anak Berkesulitan Belajar dilihat dari gejala yang tampak,
sebagai berikut:
1) Tidak dapat mengikuti proses pembelajaran seperti teman yang lain
2) Sering terlambat bahkan tidak mau menyelesaikan tugas
3) Menghindari tugas-tugas yang agak berat
4) Ceroboh dan kurang teliti dalam menyelesaikan tugas khususnya
5) Acuh tak acuh atau masa bodoh
6) Menampakkan semangat belajar rendah
7) Tidak mampu berkonsentrasi
8) Perhatian terhadap suatu objek singkat
9) Suka menyendiri, sulit menyesuaikan diri
10)Murung
11)Suka memberontak, agresif
12)Hasil belajar rendah
Berbeda lagi dengan Anton Sukarno (2006: 75) ia mengatakan
karakteristik kesulitan belajar tampak pada beberapa symtom diantaranya
sebagai berikut:
1) Gangguan perhatian: hiperaktif dan mudah beralih perhatian
2) Ketidakmampuan menentukan strategi untuk belajar dan
3) Lemah dalam kemampuan gerak: antara koordinasi gerakan baik dan
kasar serta persoalan spasial
4) Permasalahan persepsi: perbedaan stimulus pendengaran, penglihatan,
closure dan cequensi pendengaran dan penglihatan
5) Kesulitan bahasa lisan, pendengaran dan kemampuan linguistik
6) Kesulitan membaca: pengkodean, keterampilan dasar membaca dan
membaca komprehensif
7) Kesulitan menulis: mengeja, mengarang
8) Kesulitan matematika dalam berhitung, menentukan waktu dan ruang
9) Tingkah laku sosial yang kurang pantas, seperti: persepsi sosial dan
tingkah laku emosi
Beberapa penjelasan tentang karakteristik Anak Berkesulitan Belajar
belum dapat diterapkan pada seluruh anak yang teridentifikasi sebagai anak
berkesulitan belajar karena aspek perkembangan. Karakteristik Anak
Berkesulitan Belajar menurut Sutjihati Somantri (2007: 200-201)
dikelompokkan menjadi 4 berdasarkan aspek perkembangan, diantaranya:
1) Aspek kognitif
Masalah-masalah kemampuan bicara, membaca, menulis,
mendengarkan, berpikir, dan matematis semuanya merupakan
penekanan terhadap aspek akademik atau kognitif. Tidak jarang anak
yang mengalami kesulitan membaca menunjukan kemampuan
berhitung yang tinggi. Hal tersebut membuktikan bahwa anak
berkesulitan belajar memiliki kemampuan kognitif yang normal, akan
tetapi kemampuan tersebut tidak berfungsi secara optimal sehingga
terjadi keterbelakangan akademik yakni terjadinya kesenjangan antara
apa yang mestinya dilakukan anak dengan apa yang dicapainya secara
nyata.
2) Aspek bahasa
Masalah bahasa anak berkesulitan belajar menyangkut bahasa reseptif
memahami bahasa. Sedangkan bahasa ekspresif adalah kemampuan
mengekspresikan diri secara verbal. Di dalam proses belajar
kemampuan berbahasa merupakan alat untuk memahami dan
menyatakan pikiran.
3) Aspek motorik
Masalah motorik anak berkesulitan belajar biasanya menyangkut
keterampilan motorik-perseptual yang diperlukan untuk
mengembangkan keterampilan meniru pola. Kemampuan ini sangat
diperlukan untuk menggambar, menulis atau menggunakan gunting.
Keterampilan tersebut sangat memerlukan koordinasi yang baik antara
tangan dan mata yang dalam banyak hal koordinasi tersebut tidak
dimiliki anak berkesulitan belajar.
4) Aspek sosial dan emosi
Terdapat 2 karakteristik sosial-emosional anak berkesulitan belajar
ialah: kelabilan emosional dan ke-impulsif-an. Kelabilan emosional
ditunjukakan oleh sering berubahnya suasana hati dan temperamen.
Ke-impulsif-an merujuk kepada lemahnya pengendalian terhadap
dorongan-dorongan untuk berbuat sesuatu.
Meskipun belum ada kesepakatan dalam merumuskan karakteristik
anak berkesulitan belajar, penulis dapat menyimpulkan dari beberapa
pandangan menurut para ahli bahwa karakteristik anak berkesulitan belajar
sebagai berikut:
1) Mengalami gangguan pemusatan perhatian (perhatian terhadap satu
objek singkat)
2) Mengalami gangguan dalam berfikir dan mengingat
3) Mengalami gangguan dalam emosi
4) Hiperaktif dan impulsif
5) Mengalami kesulitan belajar spesifik seperti membaca, menulis dan
berhitung
7) Terlambat bahkan tidak menyelesaikan tugas
8) Sering menghindari tugas
9) Ceroboh dan kurang teliti
10)Hasil belajar rendah
c. Klasifikasi Anak Berkesulitan Belajar
Munawir Yusuf (2005: 58) kembali mengelompokkan Anak
Berkesulitan Belajar berdasarkan faktor penyebab menjadi 4 jenis diantaranya:
1) Anak yang sebenarnya IQ nya rata-rata atau di atas rata-rata tetapi
hasil belajarnya rendah karena faktor eksternal, disebut sebagai anak
yang mengalami hambatan belajar
2) Anak yang sebenarnya IQ nya rata-rata atau di atas rata-rata tetapi
mengalami kesulitan dalam bidang akademik tertentu (misal:
membaca, menulis, berhitung) tidak seluruh mata pelajaran, diduga
karena faktor neurologis, disebut sebagai anak yang mengalami
kesulitan belajar spesifik
3) Anak yang prestasi belajarnya rendah tetapi IQ nya sedikit di bawah
rata-rata disebut dengan anak lamban belajar
4) Anak yang prestasi belajarnya rendah disertai adanya
hambatan-hambatan komunikasi sosial, sedangkan IQ nya jauh di bawah rata-rata
disebut retardasi mental atau tunagrahita
Sutjihati Somantri (2007: 202-205) juga mengklasifikasikan Anak
Berkesulitan Belajar berdasarkan sebab-sebab kesulitan belajar akan tetapi
sedikit berbeda dengan pendapat Yusuf diantaranya sebagai berikut:
1) Minimal Brain Dysfunction (ketidakfungsian otak secara minimal)
Merupakan kondisi gangguan syaraf minimal yang dialami anak
menunjukkan pada kesulitan dalam persepsi, konseptualisasi, bahasa,
memori, pengendalian perhatian, impulsive (dorongan), fungsi
motorik. Dengan kondisi yang dialami anak tersebut menyebabkan
2) Aphasia
Merupakan kondisi yang dialami anak dalam penguasaan bahasa.
Sering dilihat (didengar) anak gagal menguasai ucapan-ucapan bahasa
yang bermakna pada usia sekitar 3 tahun. Kegagalan bicara tersebut
dapat dikarenakan dari faktor ketulian, keterbelakangan mental,
gangguan organ bicara atau faktor lingkungan.
3) Dyslexia
Merupakan kondisi yang dialami anak dalam kecakapan membaca.
Disleksia atau ketidakcakapan membaca adalah jenis lain gangguan
belajar.
4) Kelemahan Perseptual/ perseptual motorik
Merupakan kondisi anak yang mengalami kesulitan dalam menyatakan
ide.
Sedangkan Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, (2004: 78)
mengklasifikasi anak berkesulitan belajar menjadi empat macam, yaitu
sebagai berikut:
1) Dilihat dari jenis kesulitan belajar
a) berat
b) sedang
2) Dilihat dari bidang studi yang dipelajari
a) sebagian bidang studi
b) seluruh bidang studi
3) Dilihat dari sifat kesulitannya
a) bersifat permanen
b) bersifat sementara
4) Dilihat dari segi faktor penyebabnya
a) Faktor intelegensi
Secara garis besar, Mulyono Abdurrahman (2003: 11) dan Munawir
Yusuf (2005: 60-66) mengklasifikasikan kesulitan belajar ke dalam dua
kelompok, yaitu:
1) Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan
(developmental learning disabilities). Mencakup:
a) Gangguan perkembangan motorik dan persepsi
b) Gangguan perkembangan bahasa dan komunikasi
c) Gangguan penyesuaian perilaku sosial
d) Kesulitan belajar kognitif
2) Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities).
Menunjuk kepada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi
akademik sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kesulitan belajar
jenis ini sangat berkaitan erat dengan mata pelajaran yang didapat di
bangku sekolah. Meskipun sekolah mengajarkan berbagai mata
pelajaran atau bidang studi, klasifikasi kesulitan belajar akademik
tidak dikaitkan dengan semua mata pelajaran atau bidang studi
tersebut. Berbagai literatur yang mengkaji kesulitan belajar hanya
menyebutkan tiga jenis kesulitan belajar akademik sebagai berikut:
a) Kesulitan belajar membaca (Disleksia)
Kesulitan belajar membaca sering disebut disleksia. Jamila
Muhammad (2008: 140) mengemukakan anak penderita disleksia
adalah anak yang menghadapi kesulitan dalam membaca, menulis
dan mengeja. Sedangkan menurut Gearheart dalam Shodig (tanpa WDKXQ ³GLVOHNVLD PHUXSDNDQ NHVXOLWDQ PHPEDFD EHUDW \DQJ disertai oleh gangguan persepsi visual dan problem-problem dalam PHQXOLV´ 0HQXUXt Le Fanu, James (2006: 53) disleksia terjadi pada 5 sampai 10 persen dari seluruh anak di dunia dan cenderung
dialami oleh anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan.
Anak yang mengalami disleksia menurut Le Fanu, James (2006:
53) dan Shodig (tanpa tahun: 5) akan menunjukkan tanda-tanda
(1)Membaca dengan amat sangat lambat dan terkesan tidak yakin
atas apa yang ia ucapkan;
(2)Menggunakan jarinya untuk mengikuti pandangan matanya
yang beranjak dari satu teks ke teks berikutnya;
(3)Melewatkan beberapa suku kata, kata, frasa atau bahkan
baris-baris dalam teks;
(4)Menambahkan kata-kata atau frasa-frasa yang tidak ada dalam
teks yang dibaca;
(5)Membolak-balik susunan huruf atau suku kata dengan
memasukkan huruf-huruf lain;
(6)Salah melafalkan kata-kata yang sedang ia baca, walaupun
kata-kata tersebut sudah akrab;
(7)Mengganti suku kata dengan kata lainnya, sekalipun kata yang
diganti tidak memiliki arti yang penting dalam teks yang
dibaca;
(8)Membuat kata-kata sendiri yang tidak mempunyai arti;
(9)Mengabaikan tanda-tanda baca.
Sedangkan menurut Ott dalam Jamila Muhammad (2008: 142)
menguraikan ciri-ciri disleksia:
(1)Perkembangan penuturan dan bahasa lambat
(2)Kemampuan mengeja lemah
(3)Kemampuan membaca lemah
(4)Keliru membedakan kata yang hampir sama
(5)Sulit mengikuti arahan
(6)Sulit dalam menyalin tulisan
(7)Sulit mengeja dengan benar
(8)Sering melupakan huruf yang ada pada awal kata
(9)Sering menambah huruf pada akhir kata
(10) Bermasalah dalam penyusunan huruf
(12) Daya ingat lemah
(13) Sulit membuat abstraksi terhadap suatu kata
(14) Selalu menggerakkan tangan dengan terlampau cepat
(15) Lambat dalam menulis
(16) Tulisan buruk dan sulit dibaca
(17) Koordinasi lemah
(18) Sulit memegang pensil dengan benar
b) Kesulitan belajar menulis (Disgrafia)
Kesulitan belajar menulis disebut juga disgrafia. Menurut Jamila
Muhammad (2008: 137) disgrafia adalah masalah pembelajaran
spesifik yang berdampak terhadap kesulitan dalam menyampaikan
hal yang ada dalam pikiran dalam bentuk tulisan, yang akhirnya
menyebabkan tulisannya menjadi buruk. Tanda-tanda anak yang
mengalami masalah disgrafia:
(1)Anak-anak dapat berkomunikasi dengan baik tetapi
menghadapi masalah dalam kemampuan menulis
(2)Menggunakan tanda baca yang tidak benar, ejaan yang salah,
mengulang kalimat atau perkataan yang sama
(3)Salah dalam mengartikan pertanyaan yang diberikan
(4)Sulit menulis nomor menurut urutannya
(5)Tidak konsisten dalam membuat tulisan yang berfariasi dalam
kemiringan huruf dan ukuran tulisan
(6)Kalimat atau kata tidak ditulis lengkap dan sering terdapat
huruf atau kata yang terlewat
(7)Garis dan batas halaman kertas tidak sama antara satu halaman
dengan halaman yang lain
(8)Jarak antar kata tidak konsisten
(9)Menggenggam alat tulis dengan sangat erat
(10) Sering bicara sendiri saat menulis
(11) Selalu memperhatikan tangan jika sedang menulis
c) Kesulitan belajar menghitung (Diskalkulia)
Kesulitan belajar berhitung disebut juga diskalkulia. Masalah
diskalkulia menurut Jamila Muhammad (2008: 134) adalah
masalah yang memberi dampak terhadap operasi penghitungan
dalam matematika. Mereka mengalami kelemahan dalam proses
pengamatan dan mengingat fakta dan rumus untuk menyelesaikan
perhitungan matematika. Tanda-tanda diskalkulia menurut Jamila
Muhammad (2008: 134) adalah:
(1)Sulit menyusun nomer berdasarkan orientasi ruang dan tidak
bisa membedakan antara kiri dan kanan
(2)Sulit memahami konsep matematika dalam kalimat
(3)Keliru mengenali yang bentuknya hampir sama
(4)Mengalami masalah dalam menggunakan kalkulator
(5)Tidak mengalami masalah dalam membaca dan biasanya pintar
dalam mata pelajaran ilmu pasti dan seni
(6)Sulit mengingat dan memahami konsep waktu dan arah
(7)Sulit untuk mengingat nama orang lain
(8)Kemampuan matematika rendah dan memiliki kesulitan dalam
aktifitas yang berhubungan dengan penghitungan uang
(9)Tidak dapat mengingat konsep matematika, seperti rumus dan
faktor dasar dalam operasi hitung matematika
Sedangkan menurut Lerner dalam Mulyono Abdurrahman (2003:
259-262) kekeliruan umum yang dilakukan oleh anak berkesulitan
belajar matematika adalah:
(1)Kekurangan pemahaman tentang simbol
Kondisi ini dialami anak saat mengahadapi soal seperti
« «atau «í4=7. Kesulitan semacam ini umum
(2)Nilai tempat
Anak belum memahami nilai tempat seperti satuan,
puluhan, ratusan, dan seterusnya. Ketidakpahaman tentang nilai
tempat akan semakin mempersulit anak jika anak berhadapan
dengan lambang bilangan basis bukan sepuluh.
(3)Penggunaan proses yang kelir
Kekeliruan dalam penggunaan proses perhitungan dapat
dilihat pada:
(a) Mempertukarkan simbol-simbol
(b) Jumlah satuan dan puluhan ditulis tanpa memperhatikan
nilai tempat
(c) Semua digit ditambahkan bersama
(d) Digit ditambahkan dari kiri ke kanan dan tidak
memperhatikan nilai tempat
(e) Dalam menjumlahkan puluhan digabungkan dengan
satuan
(f) Bilangan yang besar dikurangai bilangan yang kecil tanpa
memperhatikan nilai tempat
(g) Bilangan yang telah dipinjam nilai tempatnya
(4)Perhitungan
Anak yang belum mengenal dengan baik konsep
perkalian tetapi akan mencoba menghafalkan perkalian maka
timbul kekeliruan jika hafalannya salah.
(5)Tulisan yang tidak terbaca
Ada anak yang tidak dapat membaca tulisannya sendiri
karena bentuk tulisan yang tidak tepat atau tidak lurus
mengikuti garis akibatnya anak mengalami kekeliruan karena
d. Faktor Penyebab Anak Bekesulitan Belajar
Menentukan penyebab kesulitan belajar tidaklah mudah karena
memiliki parameter yang sangat luas. Penyebab yang paling sering dikenal
dan diteliti saat ini dapat dikelompokkan menjadi 3 neurologi, genetik, dan
faktor penyebab lingkungan (Taylor, et al 2009: 98).
Lask dan Reber dalam Muhibbin Syah (2009: 186) menyebutkan
kesulitan belajar siswa tidak hanya disebabkan oleh minimal brain disfungsi,
yaitu gangguan ringan pada otak melainkan masih banyak penyebab lainnya.
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004: 77) juga menyebutkan bahwa
kesulitan belajar tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah
(kelainan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor
non-intelegensi, dengan kata lain IQ tinggi belum tentu menjamin keberhasilan.
Ada beberapa faktor menurut Munawir Yusuf (2005: 44-51) yang
menjadi penyebab anak mengalami problem belajar. Secara umum dijelaskan
sebagai berikut: (digolongkan menjadi faktor perbedaan individual)
1) Perbedaan tingkat kecerdasan
Perbedaan tingkat kecerdasan yang dapat dilihat dari IQ dengan
standart pengukuran dan alat ukur tertentu
2) Perbedaan kreativitas
Seperti halnya kecerdasan (IQ), kreativitas juga dapat diukur dengan
menggunakan tes tertentu
3) Perbedaan kelainan atau cacat fisik
Kelainan atau cacat fisik dapat menyebabkan anak menjadi kesulitan
belajar.
4) Perbedaan kebutuhan khusus
Setiap anak yang memiliki kebutuhan khusus sering kali juga
mengalami kesulitan dalam belajar.
5) Perbedaan pertumbuhan dan perkembangan kognisi
Perbedaan pertumbuhan dan perkembangan kognisi dapat dilihat dari
hasil belajar siswa.
Perbedaan ekonomi dan budaya seseorang dapat menyebabkan anak
mengalami kesulitan belajar.
Sedangkan menurut Muhibbin Syah (2009: 184-185) anak yang
mengalami kesulitan belajar berawal dari keterabaiannya anak yang termasuk
kategori di luar rata-rata. Penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah pada
umumnya hanya ditujukan kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata,
sehingga siswa yang berkemampuan kurang menjadi terabaikan. Dengan
demikian, siswa-VLVZD\DQJEHUNDWHJRUL³GLOXDUUDWD-UDWD´LWXWLGDNPHQGDSDW
kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya.
Dari sini kemudian muncul anak berkesulitan belajar yang tidak hanya
menimpa siswa berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa
yang berkemampuan tinggi juga. Berikut ini faktor-faktor tertentu yang
menjadi penyebab terhambatnya pencapaian kinerja akademik sesuai harapan.
1) Faktor Intern Siswa
Faktor intern siswa yaitu keadaan yang muncul dari dalam diri siswa
sendiri, meliputi gangguan psiko-fisik siswa diantaranya:
a) Bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya
kapasitas intelektual/ intelegensi siswa
b) Bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan
sikap
c) Bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti
tergangguanya alat-alat indera pengelihat dan pendengar
2) Faktor Ekstern Siswa
Faktor ekstern siswa yaitu keadaan yang datang dari luar diri siswa
meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak
mendukung aktivitas belajar siswa, diantaranya:
a) Lingkungan keluarga, contohnya ketidakharmonisan hubungan
antara ayah dan ibu dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga
b) Lingkungan masyarakat, contohnya wilayah perkampungan kumuh
c) Lingkungan sekolah, contohnya kondisi dan letak gedung sekolah
yang buruk (dekat pasar) dan kondisi guru serta alat-alat belajar
yang berkualitas rendah.
Faktor tersebut merupakan faktor umum, sedangkan faktor khusus
menurut Reber dalam Muhibbin Syah (2009: 186) berupa sindrom psikologis
learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) yang
berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan
psikis yang menimbulkan kesulitan belajar disleksia, disgrafia, dan
diskalkulia.
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004: 78-79) juga
menggolongkan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar ke dalam dua
golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Akan tetapi berbeda
penjelasan dengan apa yang dikemukakan Syah diatas. Antara lain sebagai
berikut:
1) Faktor intern, merupakan faktor yang muncul dari dalam diri manusia
itu sendiri yang meliputi:
a) Faktor fisiologis, yang disebabkan oleh kondisi fisik. Seperti :
sakit, kurang sehat, dan cacat tubuh
b) Faktor psikologis, yang disebabkan karena rohani seseorang.
Seperti: intelegensi, bakat, minat, motivasi, kesehatan mental, dan
tipe khusus siswa.
2) Faktor ekstern, merupakan faktor yang muncul dari luar manusia,
meliputi:
a) Faktor-faktor non-sosial
(1) Keluarga
(a) Orang tua: cara mendidik anak, Hubungan anak-orang tua,
contoh dan bimbingan dari oran tua
(b)Suasana rumah
(c) Ekonomi keluarga
(a) Guru: pemilihan strategi dan metode pembelajaran
(b)Fasilitas sekolah
(c) Kondisi gedung
(d)Kurikulum
(e) Waktu dan tingkat kedisiplinan sekolah
b) Faktor-faktor sosial
(1) Mass Media: bioskop, TV, surat kabar, majalah, komik, dsb
(2) Lingkungan Sosial: pemilihan teman bergaul, tetangga, dan
aktifitas masyarakat
Sedangkan menurut Mulyono Abdurrahman (2003: 13) faktor
penyebab kesulitan belajar (learning disabilities) adalah faktor internal dan
faktor eksternal.
1) Faktor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis
2) Faktor eksternal, diantaranya:
a) kekeliruan/ ketidaktepatan guru dalam pemilihan strategi
pembelajaran
b) pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi
belajar anak, dan
c) pemberian penguatan (reinforcement) yang tidak tepat
Akan tetapi, Mulyono Abdurrahman menegaskan bahwa penyebab utama
kesulitan belajar datang dari faktor eksternal.
Lain halnya yang disampaikan oleh Anton Sukarno (2006: 85-87)
menyebutkan ada empat faktor yang menyebabkan anak mengalami kesulitan
belajar. Faktor-faktor tersebut adalah:
1) Neurologis
Bermacam-macam faktor dapat menyebabkan kerusakan syaraf
sehingga menimbulkan kesulitan belajar. Kerusakan disebabkan oleh
beberapa hal yaitu: posisi janin yang tidak normal, anoxia (kekurangan
2) Hambatan Kematangan (maturation delay)
3) Genetik
Abnormalisasi genetik yang diwariskan oleh orang tua kepada anak
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kesulitan belajar.
4) Lingkungan
Dari beberapa faktor penyebab yang telah disebutkan di atas, dapat
penulis simpulkan bahwa faktor penyebab anak berkesulitan belajar dibagi
menjadi dua yaitu: faktor internal yang datang dari diri individu anak sendiri
salah satunya disfungsi minimal otak dan faktor eksternal yang datang dari
luar atau lingkungan contohnya keluarga.
e. Hambatan dan Kebutuhan Khusus Anak Berkesulitan Belajar
National Joint Committe on Learning Disabilities (NJCLD) dalam Mulyono
Abdurrahman (2003: 7) menetapkan bahwa Hambatan Perkembangan Belajar adalah
³VXDWX LVWLODK XPXP \DQJ EHUNHQDDQ GHQJDQ KDPEDWDQ SDGD NHORPSRN KHWHURJHQ
yang benar-benar mengalami kesulitan dalam memahami dan menggunakan
NHPDPSXDQSHQGHQJDUDQELFDUDPHPEDFDPHQXOLVEHUILNLUDWDXPDWHPDWLN´
Menurut Mulyadi (2010: 8) dalam bukunya Diagnosis Kesulitan
Belajar menyebutkan hambatan pada anak berkesulitan belajar dapat
ditunjukkan dan dilihat dari tingkah laku. Tingkah laku yang dimaksud dalam
proses pembelajaran baik langsung maupun tidak langsung. Ciri-ciri tingkah
laku yang merupakan pernyataan menifestasi gejala kesulitan belajar antara
lain:
1) Menunjukkan hasil belajar rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai
oleh kelompokknya atau di bawah potensi yang dimiliki.
2) Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.
Mungkin ada murid yang sudah berusaha untuk belajar dengan giat,
3) Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar. Selalu
tertinggal dari teman-temannya dalam meyelesaikan tugas sesuai
dengan waktu yang ditentukan.
4) Menunjukkan sikap yang kurang wajar seperti: acuh tak acuh,
menentang, berpura-pura, dusta, dsb.
5) Menunjukkan tingkah laku yang kurang wajar seperti: membolos,
datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di
dalam maupun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak tertib
dalam kegiatan belajar-mengajar, mengasingkan diri, tidak mau
bekerjasama, dsb.
6) Menunjukkan gelaja emosional yang kurang wajar seperti: pemurung,
mudah tersinggung, pemarah, kurang gembira, tidak sedih dan
menyesal dalam menghadapi nilai rendah, dsb.
Sedangkan Smith, D. J (2006: 80) menyebutkan masalah-masalah yang
ditemukan pada anak berkesulitan belajar sebagai berikut:
1) Masalah bahasa (language problem)
2) Masalah perhatian dan aktifitas (attention and activity problem)
3) Masalah ingatan (memory problem)
4) Masalah kognitif (cognitive problem)
5) Masalah sosial emosi (social and emotional problem)
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa Anak
berkesulitan belajar memiliki banyak hambatan khususnya dalam proses
pembelajaran diantaranya sebagai berikut:
1) Hambatan dalam memahami dan menggunakan kemampuan
mendengar, berbicara, membaca, menulis, berfikir atau berhitung.
2) Hambatan dalam berbahasa, perhatian, mengingat, kognitif, sosial
3) Hambatan yang ditunjukkan dengan hasil belajar rendah, lambat
dalam menyelesaikan tugas, menunjukkan sikap, tingkah laku dan
emosi yang tidak wajar.
2. Kajian tentang Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
1) Pengertian Belajar
%HODMDU PHQXUXW 6ODPHWR GLGHILQLVLNDQ VHEDJDL ³6XDWX proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu VHQGLULGDODPLQWHUDNVLGHQJDQOLQJNXQJDQ´
Pandangan Skinner tentang belajar dalam Dimyati dan Mujiono
(2009: 9) adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya
menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responsnya
menurun. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut:
a) Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons
pebelajar
b) Respons si pebelajar, dan
c) Konsekuensi yang bersifat menguatkan konsekuensi tersebut.
Sedangkan pengertian belajar menurut Gagne masih dalam
Dimyati dan Mujiono (2009: 10) merupakan kegiatan yang kompleks.
Belajar terdiri atas 3 komponen penting, yaitu: kondisi eksternal, kondisi
internal, dan hasil belajar. Dan terdiri atas 3 tahap yang meliputi 9 fase.
Tahapan tersebut diantaranya:
a) Persiapan untuk belajar
b) Pemerolehan dan unjuk perbuatan (performansi)
c) Alih belajar
Tak ketinggalan, Piaget juga mengartikan belajar sebagai
interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut
mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka
fungsi intelek semakin berkembang. (Dimyati dan Mujiono, 2009: 9)
Menurut Aunurrahman (2009: 33) belajar merupakan sebagian
besar aktivitas di dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bukunya
menyebutkan pengertian belajar dari beberapa ahli sebagai berikut:
a) Burton merumuskan belajar sebagai perubahan tingkah laku pada
diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan
individu dan individu dengan lingkungannya.
b) H.C. Witherington mengemukakan bahwa belajar adalah suatu
perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai
suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,
kepribadian atau pengertian.
c) James O. Whittaker mengemukakan belajar adalah proses dimana
tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau
pengalaman.
d) Abdillah berpendapat bahwa belajar adalah suatu usaha sadar yang
dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui
latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif,
afektif dan psikomotirik untuk memperoleh tujuan tertentu.
Lain halnya dengan Syaiful Bahri dan Azwan Zain (2002: 13) yang PHQGHILQLVLNDQ EHODMDU VHEDJDL ³VHUDQJNDLDQ NHJiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut NRJQLWLIDIHNWLIGDQSVLNRPRWRU´
Dari beberapa pengertian belajar di atas, dapat penulis simpulkan
bahwa belajar merupakan kegiatan sehari-hari yang mempunyai
tahapan-tahapan tersendiri dilakukan dengan sadar sehingga terjadi perubahan
tingkah laku yang merupakan hasil interaksi diri sendiri dengan
2) Pengertian Hasil Belajar
Kegiatan yang dilakukan seseorang dengan sadar sehingga
menimbulkan perubahan tingkah laku disebut belajar. Dalam segi
pendidikan, perubahan tingkah laku tersebut salah satunya adalah nilai,
merupakan hasil belajar yang dicapai setelah proses pembelajaran.
Seperti halnya yang disampaikan oleh Herman Panoe (2007: 725)
menyebutkan pengertian dari beberapa ahli, seperti:
a) Dick dan Reiser, Gronlund dalam menyatakan bahwa hasil belajar
adalah sejumlah kemampuan yang dimiliki siswa sebagai hasil
kegiatan pembelajaran.
b) Gagne yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah kapasitas atau
kemampuan yang diperoleh dari belajar.
0HQXUXW 1DQD 6XGMDQD GDODP $]L] 6DSSH ³KDVLO belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat belajar yang
mencakup aspek kognitif, afektif dan psLNRPRWRU´.HWLJDPHUXSDNDQVDWX
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan mencakup beberapa jenjang
yaitu:
a) Aspek kognitif adalah kemampuan intelektual yang mencakup
jenjang:
(1)Pengetahuan
(2)Pemahaman
(3)Penerapan
(4)Analisis
(5)Sintesis
(6)evaluasi
b) Aspek afektif adalah perasaan, emosi, atau nilai. Afektif memiliki
jenjang:
(1)Penerimaan
(2)Tanggapan
(4)Pengorganisasian
(5)pemeran
c) Aspek psikomotor adalah kemampuan yang mengutamakan gerak
perilaku yang melibatkan pemahaman yang dimiliki. Aspek
psikomotor memiliki jenjang:
(1)Persepsi
(2)Kesiapan
(3)Respon
(4)Mekanisme
(5)respon kompleks
(6)penyesuaian
(7)kreatifitas
Dari beberapa pengertian hasil belajar di atas, dapat penulis
simpulkan bahwa hasil belajar merupakan suatu kemampuan yang
diperoleh siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran berupa perubahan
tingkah laku yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
b. Faktor Pengaruh Strategi Pembelajaran
Hasil belajar juga disebut prestasi belajar diperoleh dari proses belajar
yang terungkap melalui evaluasi belajar. Hasil belajar dipengaruhi dan
tergantung beberapa faktor. Menurut Carrol dalam Aziz Sappe (2006: 142)
hasil belajar dalam suatu bidang bergantung kepada ketabahan atau
kesempatan untuk belajar dan relatif terhadap bakat pada suatu bidang studi,
di samping itu dipengaruhi pula oleh beberapa hal yang minat, sikap, perhatian
dan motivasi. Motivasi belajar biasanya sangat tergantung pula pada
pendekatan dan model belajar yang digunakan dalam proses belajar, karena itu
pendekatan berkaitan erat pula dengan hasil belajar yang dicapai. Salah satu
pendekatan yang diyakini dapat meningkatkan hasil belajar adalah cooperative
learning.
pembelajaran Matematika. Dalam mengaktifkan siswa, guru dapat memberikan bentuk-bentuk soal yang mengarah pada jawaban konvergen, disvergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan. (Parwoto, 2007: 176)
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pemilihan
strategi pembelajaran yang tepat sangat berpengaruh dan menunjang
peningkatan hasil belajar siswa.
c. Hasil Belajar Anak Berkesulitan Belajar
Berdasarkan Hambatan dan Kebutuhan khusus Anak Berkesulitan %HODMDU GL DWDV PHQXUXW 0XO\DGL ³DQDN EHUNHVXOLWDQ EHODMDU menunjukkan beberapa ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan
manifestasi gejala kesulitan belajar di antaranya hasil belajar rendah di bawah
rata-UDWDNHODVGLEDQGLQJGHQJDQWHPDQODLQQ\D´+DOWHUVHEXWVHVXDLGHQJDQ
data yang penulis peroleh dari SD Negeri Kepatihan Surakarta pada tahun
2008 dimana menunjukkan 10% dari populasi mempunyai hasil belajar rendah
dan juga data dari SD Negeri Petoran Surakarta pada tahun pelajara 2010/2011
terdeteksi 54 siswa (sekitar 11%) yang mengalami kesulitan dalam belajar dan
kesemuanya mempunyai nilai yang lebih rendah dari teman lainya atau di
bawah KKM SD Negeri Petoran Surakarta. Selain itu, sebuah penelitian yang
dilakukan Anton Sukarno (2006: 70) menunjukkan hasil 50% anak
berkesulitan belajar berprestasi di bawah hasil belajar yang diharapkan.
Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, dapat penulis simpulkan
bahwa hasil belajar anak berkesulitan belajar lebih rendah dibandingkan
dengan teman yang lain (teman sekelas) maka sesuai dengan karakteristik
anak berkesulitan belajar yang mana menyebutkan bahwa salah satu
karakteristik anak berkesulitan belajar adalah mempunyai hasil belajar yang
rendah dengan berbagai faktor penyebab yang salah satu di antaranya adalah
pemilihan dan penerapan strategi pembelajaran yang digunakan guru dalam
3. Kajian tentang Strategi Pembelajaran Tutor Sebaya
dalam Pembelajaran Matematika
a. Pengertian Strategi Pembelajaran
Made Wena (2009: 2) mengartikan strategi pembelajaran berarti cara
dan seni untuk menggunakan semua sumber dalam upaya membelajarkan
siswa. Sebagai suatu cara, strategi pembelajaran dikembangkan dengan
kaidah-kaidah tertentu sehingga membentuk suatu bidang pengetahuan
tersendiri. Sebagai suatu bidang pengetahuan, strategi pembelajaran dapat
dipelajari dan kemudian diaplikasikan dalam kegiatan belajar mengajar.
Sedangkan sebagai suatu seni, strategi pembelajaran kadang-kadang secara
implisit dimiliki oleh seorang tanpa pernah belajar secara formal tentang ilmu
strategi pembelajaran.
Sedangkan Strichart, Stephen dan Mangrum II, Charles (1993: 1)
mengatakan, strategi belajar membantu siswa menguasai informasi materi
pelajaran dan membantu mereka menunjukkan penguasaan mereka dalam
berbagai cara. ³study strategies help student master subject matter
information and help them demonstrate their mastery in a variety of ways´.
Hamzah Uno (2007: 1) dalam bukunya Model Pembelajaran
mengemukakan beberapa pengertian strategi pembelajaran menurut beberapa
ahli, diantaranya sebagai berikut:
a) Kozna secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat
diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat
memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju
tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.
b) Gerlach dan Ely menjelaskan bahwa strategi pembelajaran merupakan
cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan metode pembelajaran
dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Selanjutnya dijabarkan
bahwa strategi pembelajaran dimaksud meliputi sifat lingkup dan
urutan kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman
c) Gropper mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan
pemilihan atas berbagai jenis latihan tertentu yang sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Ia menegaskan bahwa setiap
tingkah laku yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik dalam
kegiatan belajarnya harus dapat dipraktekkan.
Lain halnya dengan Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2008: 8)
dalam bukunya Strategi Pembelajaran Bahasa mengemukakan beberapa
pengertian strategi pembelajaran menurut beberapa ahli, diantaranya sebagai
berikut:
a) Menurut Subyantoro dkk, strategi belajar mengacu pada perilaku dan
proses berfikir yang digunakan oleh peserta didik, yang
mempengaruhi apa yang dipelajari, termasuk proses mememori dan
metakognitif.
b) Menurut Mujiono mengatakan bahwa strategi pembelajaran memiliki
dua dimensi sekaligus. Pertama, strategi pembelajaran pada dimensi
perancangan. Kedua, strategi pembelajaran pada dimensi pelaksanaan.
c) Menurut Zaini dan Bahri strategi pembelajaran mempunyai
pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha
mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan
pembelajaran, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan
pengajar dan peserta didik dalam mewujudkan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.
Ada empat strategi dasar dalam pembelajaran, yaitu:
(1)mengidentifikasi apa yang diharapkan,
(2)memilih system pendekatan,
(3)memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik
pembelajaran,
Menurut Deshler dan Schumaker dalam Parwoto (2007: 95) tentang
strategi pembelajaran adalah teknik-teknik, prinsip-prinsip, atau aturan-aturan
yang memungkinkan siswa untuk belajar, memecahkan masalah, dan
menyelesaikan tugas-tugas secara mandiri. Seel dan Richey mendefinisikan
strategi pembelajaran sebagai rincian (spesifikasi) dari seleksi pengurutan
peristiwa dan kegiatan dalam pelajaran. Sedangkan Dick dan Carey
mengatakan bahwa strategi pembelajaran menjelaskan komponen-komponen
umum dari suatu set materi pembelajaran dan prosedur yang akan digunakan
bersama materi tersebut untuk menghasilkan hasil belajar tertentu pada siswa.
Jika dikaitkan dengan konteks pembelajaran, strategi pembelajaran
dapat diartikan sebagai berikut:
a) Sistem pendekatan belajar-mengajar utama yang dipandang paling
efektif guna mencapai sasaran tersebut, sehingga dapat dijadikan
pegangan oleh para guru dalam merencanakan dan mengorganisasikan
kegiatan belajar-mengajar atau pengalaman belajar (learning
experience) siswa
b) Prosedur, metode dan teknik pembelajaran (teaching method) yang
dapat dijadikan pegangan oleh para guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran (Parwoto, 2007: 95).
Strategi pembelajaran berkenaan dengan bagaimana penyajian materi
pelajaran agar dapat meningkatkan hasil belajar. Suatu pembelajaran harus
memenuhi kriteria:
a) Daya tarik
b) Daya guna (efektivitas)
c) Hasil guna (efisiensi)
Strategi pembelajaran adalah suatu cara yang dipilih pendidik untuk
membantu peserta didik dalam mencapai tujuan seperti memecahkan masalah
b.
Pengertian Tutor SebayaSebelum membahas tutor sebaya alangkah baiknya kita membahas
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) karena tutor sebaya termasuk
dalam pembelajaran kooperatif.
Lie dalam buku Isjoni (2010: 16) menyebutkan:
Cooperative learning dengan istilah gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Lebih jauh dikatakan, cooperative learning hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri atas 4-6 orang saja.
Pembelajaran Kooperatif merupakan pendekatan alternatif baru dalam
sistem kelas reguler yang mendukung penyerapan antara siswa berkebutuhan
khusus dengan siswa normal lainnya dalam pembelajaran yang mana
kedua-duanya juga sama berpeluang mengalami kesulitan belajar. Pembelajaran
kooperatif melibatkan sebuah pendekatan tim untuk mendukung siswa yang GLSDGXNDQDQWDUDDQDNEHUNHEXWXKDQNKXVXVGHQJDQVLVZDODLQ\DQJ³QRUPDO´ Hal ini disampaikan oleh Parwoto (2007: 107).
6ODYLQ GDODP ,VMRQL PHQ\HEXWNDQ ³cooperative learning merupakan model pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, di mana pada
saat itu guru mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam
kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya
(peer tutoring´
Dari segi bahasa, sesuai yang dimuat dalam Kamus Besar Bahasa ,QGRQHVLD NDWD WXWRU PHPSXQ\DL DUWL ³RUDQJ \DQJ PHPEHUL SHODMDUDQ PHPELPELQJNHSDGDVHVHRUDQJDWDXVHMXPODKNHFLOVLVZD´
Kata sebaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti
sama umurnya (tuanya). Istilah tutor sebaya karena yang menjadi tutor adalah
siswa yang mempunyai umur atau usia yang hampir sama atau sebaya. Istilah LQLXQWXNPHPEHGDNDQ³WXWRUVHUXPDK´\DLWXSHQJDMDUDQ\DQJGLODNXNDQROHK orang tua, kakak atau anggota keluarga yang lain yang bertempat tinggal
serumah dengan siswa tersebut. Selain itu dapat juga untuk membedakan
dengan tutor yang dilakukan oleh staf pengajar yang lain bukan dari siswa. ,VFKDN6:GDQ:DUMLPHQJDUWLNDQWXWRUVHEDJDL³RUDQJ yang memberikan bimbingan belajar kepada siswa yang mengalami kesulitan EHODMDU´'LMHODVNDQMXJDEDKZD para siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami bahan yang dipelajarinya, mendapat bantuan dari teman
sekelasnya sendiri yang telah tuntas (mastery) terhadap bahan tersebut.
'LMHODVNDQ MXJD ROHK 2UQVWHLQ HW DO ³peer tutoring is assignment of students to help one another on a one-to-one basis or in small groups in a variety of situations´ 0HQXUXW GLD WXWRU VHED\D DGDODK menugaskan seorang siswa untuk menolong temannya. Siswa yang ditugasi
untuk menolong siswa lain (temannya) merupakan siswa yang sudah paham
materi (spesifik)/ sudah tahu pelajaran sepenuhnya (tuntas) dan telah
memahami pelajaran yang telah diajarkan akan dipasangkan dengan siswa \DQJPHPEXWXKNDQEDQWXDQ³A student who has mastered specific material or who has completed a lesson and has shown understanding of the material is paired with a student who needs help´
Sejalan dengan pemikiran yang lain, Orlich et al (1998: 267)
mendefinisikan Tutor sebaya sebagai strategi yang paling sering digunakan
untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar atau kesulitan dalam
pengolahan informasi dengan setingan kelompok sangat kecil (biasanya empat
atau lebih sedikit) dan berfokus pada kisaran yang sempit bahan. Dijelaskan
juga bahwa strategi tutor sebaya banyak digunakan guru seperti mata pelajaran
membaca, matematika, ekonomi rumah, seni, dan bisnis untuk instruksi
Dari beberapa pengertian diatas, dapat penulis simpulkan bahwa
Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak
digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada
siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang
ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, tidak dapat bekerja sama dengan
orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain. Tutor sebaya
merupakan pendekatan kooperatif bukan kompetitif termasuk dalam salah satu
model pembelajaran cooperative learning, jigsaw, yang mana pelaksanaannya
dalam bentuk kelompok yang terdiri dari 4-6 orang dengan kemampuan
akademik yang heterogen. Tutor sebaya lebih menekankan kerja sama,
antarsiswa, kelas dibagi menjadi kelompok belajar yang terdiri dari
siswa-siswa yang bekerja sama dalam suatu perencanaan kegiatan mengajar dengan
tutor sebaya. Setiap kelompok diharapkan dapat saling bekerja sama secara
sportif satu sama lain dan bertanggung jawab kepada dirinya maupun kepada
anggota dalam satu kelompok. Tujuannya untuk membantu memenuhi
kebutuhan siswa dengan cara memberdayakan kemampuan siswa yang
memiliki daya serap tinggi untuk melatih teman-teman yang belum faham.
Istilah tutor digunakan untuk anak yang berperan sebagai guru sedangkan
tutee adalah siswa lain yang berkesulitan belajar.
1) Macam-macam Tutor Sebaya
Menurut Ornstein et al (2000: 320) ada 3 jenis peer tutoring, yaitu:
a) Students tutor other whithin the same class
Tipe ini baik tutor maupun tutee dalam satu kelas yang sama.
b) Older students tutor students in lower grades outsiteof class
Tipe ini mempunyai ciri tutor lebih tua usia/ jenjang
sedangkan tutee usia/ jenjang di bawah tutor
c) Two student work together and help each other as equals whit
learning activities