• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deteksi Kematangan Buah Melon Golden Apollo Menggunakan Parameter Sinyal Suara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Deteksi Kematangan Buah Melon Golden Apollo Menggunakan Parameter Sinyal Suara"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

DETEKSI KEMATANGAN BUAH MELON GOLDEN

APOLLO MENGGUNAKAN PARAMETER SINYAL SUARA

WAQIF AGUSTA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Deteksi Kematangan Buah Melon Golden Apollo Menggunakan Parameter Sinyal Suara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Waqif Agusta

(4)

RINGKASAN

WAQIF AGUSTA. Deteksi Kematangan Buah Melon Golden Apollo Menggunakan Parameter Sinyal Suara. Dibimbing oleh USMAN AHMAD dan I DEWA MADE SUBRATA.

Peningkatan produksi dan permintaan terhadap buah melon, khususnya melon Golden, belum diimbangi dengan penanganan panen dan pascapanen yang optimal. Penentuan waktu panen berdasarkan umur tanaman yang dilakukan secara serentak menyebabkan tingginya keragaman mutu buah saat panen.

Metode evaluasi perubahan kekerasan buah secara nondestruktif berdasarkan sinyal gelombang bunyi ketukan yang diterima oleh sensor piezoelektrik, mikrofon, maupun perangkat akselerometer telah banyak dilakukan terhadap berbagai jenis buah selepas panen. Di indonesia, metode ini masih terbatas pada kondisi konvensional yaitu dengan mengetuk buah menggunakan telapak tangan atau benda tertentu. Secara umum, penelitian ini bertujuan mengembangkan metode deteksi kematangan buah melon dengan gelombang suara yang dihasilkan oleh getaran. Lebih khusus, penelitian ini bertujuan: (1) Mempelajari hubungan respon impuls akustik buah melon Golden Apollo dengan parameter kematangan buah melon pada empat umur panen yang berbeda (46 hari setelah tanam (HST), 53 HST, 60 HST, dan 67 HST), (2) Menentukan parameter akustik yang berperan dalam klasifikasi buah melon dan mengklasifikasi buah melon berdasarkan tingkat kematangannya.

Sifat fisikokimia buah melon pada empat umur panen yang berbeda, (46 hari setelah tanam (HST), 53 HST, 60 HST, dan 67 HST) menunjukkan adanya perubahan. Kekerasan daging buah mengalami penurunan seiring dengan semakin tua umur panen. Rata-rata nilai TPT buah melon mengalami peningkatan, sedangkan rata-rata kadar air daging buah melon mengalami penurunan. Sementara itu, pengamatan respon ketukan pada buah melon menunjukkan nilai

short term energy (E) yang variatif. Frekuensi puncak (f) pada sinyal-sinyal hasil pengetukan buah melon cenderung mengalami penurunan pada umur panen 60 HST namun mengalami peningkatan pada umur 67 HST. Rata-rata nilai magnitudo (M) sinyal suara pada umur panen buah melon yang berbeda menunjukkan kecenderungan melemah seiring dengan semakin tua umur panen. Sementara itu, nilai Mo juga menunjukkan pola hubungan yang sama.

Hasil analisis korelasi menunjukkan, karakter sinyal gelombang suara berkorelasi terhadap umur panen buah melon dengan -0.500> r >0.500. Berdasarkan hasil analisis diskriminan, parameter gelombang suara yang mampu membedakan kematangan buah melon dengan baik adalah frekuensi (f), short term energy (E), dan Mo. Klasifikasi ulang ke dalam empat kelompok umur panen buah melon menggunakan fungsi diskriminan kuadratik menunjukkan kesalahan pengelompokan sejumlah 33%. Kesalahan pengelompokan pada dua tingkat kematangan berdasarkan nilai TPT sebesar 32%, dan kesalahan pengelompokan berdasarkan kelompok buah matang (67 HST) dan buah belum matang (46, 53, dan 60 HST) adalah sebesar 0%.

(5)

SUMMARY

WAQIF AGUSTA. Ripeness Detection on Golden Apollo Melon Using Acoustic Impulse Parameter. Supervised by USMAN AHMAD and I DEWA MADE SUBRATA.

Increasing in production and demand for melons, particularly Golden melon, has not been matched with the optimal harvest and postharvest handling. Simultaneously harvesting method based on the age of the plant causing the high diversity of fruit quality at harvest.

Non-destructive fruit firmness inspection by knocking the surface of fruit and receiving the signal using piezoelectric sensor, microphone, and the accelerometer devices has been carried out on various types of fruits after harvest. In Indonesia, the application of these methods is still limited to conventional term by tapping the fruit using hands or another particular object. This reseacrh aims to develop a method to predict the ripeness stage of Golden Apollo melon using audio signal parameters. More specifically, this research aims to (1) observe the relationship between acoustic impulse response parameters and the ripeness attributes of Golden Apollo melon at four different ages of harvest (46 DAP, 53 DAP, 60 DAP, and 67 DAP), (2) determine the acoustic parameters which well affecting the formulation of classification function and the classification results.

The result showed that, flesh firmness has decreased in line with the age of harvest. The average value of TSS increased in accordance with the age of harvest. Water content changed inversely to the age of harvest. The older the age of harvest, the lower water content available in flesh. While, the observation on acoustic impulse response of melon demonstrating fluctuative short term energy value. Frequency of the signal decreased in 60 DAP then raised up in 67 DAP. The change of magnitud and Mo value has similar pattern during melon ripening. They were decreased in line with the age of harvest.

The acoustic parameters correlated to the age of harvest (-0.500> r > 0.500). Based on the discriminant analysis, acoustic parameters which could predict melon ripeness well are the frequency (f), short-term energy (E), and Mo. Regrouping result into four ages of harvest by quadratic discriminant function showed 33% misclassification. While regrouping the samples into two groups, ripe and unripe based on TSS concentration and age of harvest (DAP), showed misclassification 32% and 0% respectively.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

DETEKSI KEMATANGAN BUAH MELON GOLDEN

APOLLO MENGGUNAKAN PARAMETER SINYAL SUARA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Juni 2015 ini ialah evaluasi nondestruktif produk pertanian, dengan judul “Deteksi Kematangan Buah Melon Golden Apollo Menggunakan Parameter Sinyal Suara”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Usman Ahmad, MAgr dan Bapak Dr Ir I Dewa Made Subrata, MAgr selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir I Wayan Budiastra, MAgr yang telah banyak memberi saran. Tak lupa juga kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menerima beasiswa BPPDN untuk pendidikan strata 2 (S2). Penghargaan penulis sampaikan kepada para teknisi dan laboran Bapak Sulyaden dan Baskara EN dari Laboratorium TPPHP TMB, staf Program Pascasarjana TMB Ibu Rusmawati dan Bapak Ahmad Mulyawatullah serta rekan-rekan TPP 2013 yang telah membantu dalam persiapan dan pelaksanaan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, almarhum ayah, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Melon (Cucumis melo L.) 3

Syarat Mutu Buah Melon 5

Metode Respon Impuls Akustik 6

Analisis Diskriminan 10

METODE 14

Waktu dan Tempat Penelitian 14

Bahan 14

Alat 14

Prosedur Penelitian 15

HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Pengukuran Parameter Kematangan Buah Melon 17

Respon Impuls Akustik Buah Melon 22

Korelasi Hasil Uji Respon Impuls Akustik terhadap Hasil Pengukuran

Parameter Kematangan Buah Melon 29

Pengelompokan Tingkat Kematangan Buah Melon 31

SIMPULAN DAN SARAN 37

Simpulan 37

Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 38

(12)

DAFTAR TABEL

1 Grup utama tanaman melon 3

2 Syarat mutu buah melon 6

3 Kesalahan klasifikasi diskriminan 13

4 Nilai koefisien korelasi Pearson antar parameter pengujian 30 5 Statistik uji multikolinieritas antarvariabel penduga 31

6 Hasil uji kesamaan matriks kovarian 32

7 Kesalahan klasifikasi diskriminan kuadratik pada empat kelompok

umur panen yang berbeda 34

8 Kesalahan klasifikasi diskriminan kuadratik pada dua kelompok kematangan yang berbeda berdasarkan nilai TPT 35 9 Kesalahan klasifikasi diskriminan kuadratik pada dua kelompok

kematangan yang berbeda berdasarkan umur panen 37

DAFTAR GAMBAR

1 Laju perkembangan dan laju respirasi buah klimakterik dan

nonklimakterik (Tadiello 2010) 4

2 Diagram alir prosedur penelitian 15

3 Skema pengujian respon impuls akustik buah melon 16 4 Sebaran data hasil pengukuran kekerasan daging buah melon Golden

Apollo pada umur panen yang berbeda 18

5 Rata-rata kekerasan daging buah melon Golden Apollo pada umur

panen yang berbeda 19

6 Sebaran data hasil pengukuran kandungan TPT buah melon Golden

Apollo pada umur panen yang berbeda 20

7 Rata-rata kandungan TPT dalam daging buah melon Golden Apollo

pada umur panen yang berbeda 20

8 Rata-rata kadar air buah melon Golden Apollo pada umur panen yang

berbeda 22

9 Spektrum sinyal suara ketukan terhadap buah melon Golden Apollo

berdomain waktu 23

10 Spektrum sinyal suara berdomain frekuensi 24

11 Rata-rata short term energy sinyal suara ketukan buah melon pada umur

panen yang berbeda 25

12 Rata-rata frekuensi dominan suara ketukan buah melon Golden Apollo

pada umur panen yang berbeda 26

13 Rata-rata Magnitudo maksimum suara ketukan buah melon pada umur

panen yang berbeda 27

14 Kurva power spectral density (PSD) dari sinyal suara ketukan buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda 28 15 Rata-rata nilai Mo suara ketukan buah melon Golden Apollo pada umur

panen yang berbeda 29

16 Hubungan antara kekerasan daging buah melon Golden Apollo

terhadap magnitudo dan Mo 30

(13)

18 Plot pengelompokan buah melon Golden Apollo berdasarkan empat

umur panen berbeda 34

19 Plot pengelompokan buah melon Golden Apollo berdasarkan nilai TPT 35 20 Plot pengelompokan buah melon Golden Apollo pada dua tingkat

kematangan berdasarkan umur panen 36

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur pembentukakn fungsi klasifikasi dengan analisis diskriminan 45 2 Diagram alir penghitungan nilai short term energi (E) sinyal suara 46 3 Kode pemrograman (source code) untuk penghitungan short term

energy sinyal (E) suara menggunakan Matlab 47 4 Diagram alir penghitungan nilai magnitudo (M) dan frekuensi (f) sinyal

suara ketukan buah melon 48

5 Kode pemrograman (source code) untuk penghitungan nilai magnitudo (M) dan frekuensi (f) sinyal suara menggunakan Matlab 49 6 Diagram alir penghitungan nilai zero moment power (Mo) sinyal suara

ketukan buah melon 50

7 Kode pemrograman (source code) untuk penghitungan nilai zero moment power (Mo) sinyal suara menggunakan Matlab 51

8 Statistik deskriptif hasil pengamatan 52

9 Analisis sidik ragam (ANOVA) 53

10 Hasil uji beda nyata Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf

kepercayaan 95% 54

11 Analisis diskriminan 55

12 Hasil validasi fungsi skor diskriminan menggunakan metode

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Melon (Cucumis melo L.) merupakan buah dari suku labu-labuan atau

Cucurbitaceae. Buah melon cukup populer sebagai buah meja, yang dimakan langsung atau sebagai bahan pengisi minuman. Ditinjau dari data produksi nasional, hasil panen total komoditas ini terus mengalami peningkatan, dari 85161 ton pada 2010 hingga 150347 ton pada 2014, yang juga mengindikasikan semakin meningkatnya jumlah permintaan pasar terhadap komoditas ini. Hal ini menunjukkan tingginya potensi pengembangan agribisnis buah melon. Saat ini, tersebar 94 varietas melon unggulan di Indonesia. Dari sejumlah varietas tersebut, yang paling banyak dibudidayakan adalah buah melon Golden. Melon Golden memiliki ciri: kulit luar tanpa jaring berwarna kuning cerah dan daging buah berwarna putih. Keunggulan buah ini selain penampilan luar yang menarik, bagian daging buah memiliki tekstur renyah dan rasa yang lebih manis.

Peningkatan produksi dan permintaan terhadap buah melon, khususnya melon Golden, belum diimbangi dengan penanganan panen dan pascapanen yang optimal. Panen serentak berdasarkan umur tanaman menyebabkan keseragaman tingkat kematangan buah saat panen masih sangat dipertanyakan. Kematangan buah dapat diidentifikasi berdasarkan perubahan sifat fisikokimianya. Salah satu parameter penting dalam penentuan kematangan adalah tingkat kekerasan daging buah. Seperti diketahui, daging buah akan semakin lunak seiring dengan bertambahnya umur buah tersebut, apalagi setelah buah dipanen.

Metode sederhana seperti pengetukan menggunakan telapak tangan atau benda lain, sering dilakukan oleh para petani. Namun, hal ini bersifat subjektif. Metode ini disebut metode respon impuls akustik. Pengembangan metode ini telah banyak dilakukan untuk meningkatkan akurasi pengamatan tingkat kematangan buah. Sri et al. (2007) mendeteksi tingkat kematangan buah semangka merah dengan menganalisis spektrum bunyi ketukan terhadap buah tersebut. Hasilnya menunjukkan semakin matang daging buah, maka semakin rendah frekuensi dominannya. Gomez et al. (2006) mengamati perubahan tingkat kematangan buah jeruk mandarin berdasarkan perubahan kekerasan selama penyimpanan menggunakan metode respon impuls akustik. Hasil penelitiannya mengindikasikan bahwa metode ini mampu mengidentifikasi dengan baik tingkat kematangan buah jeruk mandarin dan dapat dijadikan pengganti metode pengukuran secara destruktif. Kusumaliski (2015) melakukan analisis respon impuls akustik terhadap buah melon Cantaloupe pada dua umur panen yang berbeda, 54 dan 60 hari setelah tanam. Namun, hasil penelitiannya menunjukkan tidak terdapat perbedaan paramemeter kematangan pada kedua kelompok umur panen tersebut, begitu pula dengan parameter respon impuls akustik yang dihasilkan.

(16)

mengidentifikasi frekuensi alami buah menggunakan tumbukan bola pendulum berbahan kayu. He et al. (1994) mengembangkan pendulum sederhana untuk mempelajari spektrum gelombang dari buah semangka. Dalam penelitian tersebut,

power spectral density dianalisis mengguakan metode transformasi fourier (FFT). Stone et al. (1996) mengembangkan alat ukur portabel berbasis teknik impedansi sinyal akustik untuk menentukan tingkat kematangan buah semangaka di lahan. Sistem perekaman data dan komponen sensornya terdiri dari: sebuah probe silinder sebagai penerima sinyal akustik, amplifier, filter, unit akuisisi data, PC, dan batang pegangan. Dalam sistem ini, digunakan elemen keramik piezoelektrik sebagai sensor penerima sinyal.

Sugiyama et al. (1998) juga telah mengembangkan alat ukur portabel untuk mengidentifikasi kekerasan buah melon. Parameter yang diukur adalah kecepatan rambat gelombang pada buah yang diketuk menggunakan plunyer. Pada alat ini digunakan dua buah mikrofon sebagai penerima sinyal suara. Lü (2003) dan Rao

et al. (2004) telah mengembangkan suatu sistem untuk pemutuan buah semangka berbasis teknologi akustik. Sinyal suara diterima oleh mikrofon dan ditransformasi menjadi sinyal listrik. Kemudian sinyal listrik tersebut dikuatkan dan difilter oleh suatu sistem sirkuit dan sebuah papan akuisisi data. Papan akuisisi data yang digunakan adalah PCL-1800. Lestari dan Prawito (2013) juga telah merancang detektor kematangan buah melon menggunakan modul sensor suara LM386, mikrokontroler At-Mega 8535, dan program Labview 2011 untuk menampilkan data yang dihasilkan oleh sensor. Parameter yang diukur dalam sistem ini adalah amplitudo dan kecepatan rambat gelombang.

Di Indonesia, pengembangan metode ini masih terbatas. Penelitian-penelitian sebelumnya dilakukan untuk mendeteksi kematangan dan kelainan yang terjadi dalam daging buah setelah buah dipanen. Metode ini cukup baik untuk mendeteksi kondisi tersebut dan sangat membantu untuk kegiatan sortasi buah setelah panen. Bagaimana pun, untuk kelompok buah nonklimakterik, ketika buah dipanen pada kondisi belum matang optimum tentu akan merugikan produsen maupun konsumen. Sehingga sangat penting dilakukan pengembangan metode deteksi kematangan kelompok buah-buahan nonklimakterik yang lebih objektif dan cepat di lahan untuk menentukan waktu panen yang tepat.

Perumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini, yaitu: (1) Penentuan kematangan buah melon masih dilakukan secara subjektif yaitu dengan mengetuk buah menggunakan tangan dan secara fisik (warna kulit dan aroma buah) (2) Pengetukan pada permukaan buah melon akan menghasilkan bunyi yang khas, dan (3) Metode respon impuls akustik diasumsikan mampu menduga sifat fisikokimia buah melon dari karakter transmisigelombang yang dihasilkan.

Tujuan Penelitian

(17)

Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mempelajari hubungan respon impuls akustik buah melon Golden Apollo dengan parameter kematangan buah melon pada umur yang berbeda, (2) Menentukan parameter akustik yang berperan dalam klasifikasi buah melon Golden Apollo dan mengklasifikasi buah melon Golden Apollo berdasarkan tingkat kematangannya.

TINJAUAN PUSTAKA

Melon (Cucumis melo L.)

Tanaman melon termasuk famili Cucurbitaceae. Spesies ini memiliki keragaman yang tinggi dan banyak ditanam di wilayah tropis maupun subtropis (Nayar dan Singh 1994). Varietas melon dikelompokkan menjadi enam grup, di antaranya: Cantaloupensis (true cantaloupe melon), Reticulatus (netted melon), Inodorus (winter melon), Flexosus, Conomon, Dudain, dan Momordica (Robinson dan Decker-Walters 1999; Barlow 2007). Namun, dari enam grup tersebut, varietas melon dapat dikelompokkan menjadi tiga grup utama, yaitu: Cantaloupensis, Inodorus, dan Reticulatus (Saltveit 2011). Ketiga grup tersebut semuanya dapat dijumpai di Indonesia (Suwarno dan Sobir 2007). Tabel 1 menunjukkan karakteristik dan contoh spesies dari ketiga grup utama tanaman melon.

Tabel 1 Grup utama tanaman melon

Nama ilmiah Karakteristik

Cantaloupensis Permukaan kulit kasar dan berjala. Contoh: European cantaloupe dan Algerian melon

Inodorus Permukaan kulit halus tanpa jala. Canary melon, Casaba,

Kolkhoznitsa melon, Hami melon, honeydew, Navajo Yellow, Piel de Sapo/Santa Claus, sugar melon, tigger

(tiger) melon, dan Japanese melon

Reticulatus Muskmelon, dengan jala pada permukaan kulit. Contoh:

Bailan melon, North American cantaloupe, Galia, Ogen,

Persian, Sharlyn melons, varietas baru hasil persilangan, seperti: Crenshaw (Casaba X Persian), Crane (Japanese

X North American cantaloupe)

(18)

Kingdom : Plantarum

Perkembangan buah melon diawali setelah terjadinya penyerbukan. Pola Perkembangannya mengikuti pola kurva sigmoid sederhana seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Pembelahan sel terjadi secara seragam pada arah sumbu lateral sehingga dihasilkan buah berbentuk lonjong hingga bundar. Perkembangan ukuran sel menyebabkan perubahan ukuran buah dari waktu ke waktu. Perkembangan yang seragam ini menyebabkan penyebaran mineral terjadi secara merata pada setiap bagian buah, sehingga ketika terjadi kelainan fisiologis selama perkembangan buah, gejala yang muncul akan tampak tersebar di permukaan kulit buah secara merata (Saltveit 2011).

Gambar 1 Laju perkembangan dan laju respirasi buah klimakterik dan nonklimakterik (Tadiello 2010)

Kematangan buah melon ditandai dengan penurunan laju pertambahan ukuran dan bobot segar hingga mencapai ukuran dan bobot maksimum. Bersamaan dengan itu, terjadi peningkatan berat kering buah karena adanya

(19)

penurunan translokasi gula saat buah mendekati kondisi matang penuh. Pada grup Cantaloupensis dan Reticulatus akan muncul lapisan absisi pada tangkai buah yang menyebabkan buah terlepas dari tangkainya saat matang. Namun hal ini tidak terjadi pada grup Inodorus. Absisi fisiologis ini dapat terjadi pada semua jenis melon akibat dari tereduksinya fungsi sistem pembuluh (floem dan xylem) pada tangkai buah saat buah mencapai ukuran maksimum dan mulai matang.

Kemudahan memisahkan buah melon dari zona absisi merupakan salah satu indikator untuk menentukan buah telah siap dipanen atau belum. Kondisi ini tidak terjadi pada grup Inodorus. Ketiadaan zona absisi pada grup ini, mungkin menjelaskan keberagaman tingkat kematangan buah saat pemanenan. Cukup sulit untuk menduga kematangan buah melon grup Inodrus di lahan hanya dengan mengandalkan pengamatan visual (Saltveit 2011).

Buah melon memiliki ciri kematangan yang sangat variatif, hal ini terkait genotip termasuk sifat klimakterik dan nonklimakterik pada buah tersebut (Flores

et a.l 2002; Beaulieu 2005). Secara komersial, buah melon yang menunjukkan perilaku klimakterik memiliki umur simpan yang lebih singkat dan menghasilkan aroma yang lebih kuat dibandingkan buah melon yang bersifat nonklimakterik, karena komponen aroma diproduksi hanya pada proses yang bergantung pada keberadaan etilen. Biasanya, melon dari grup Cantaloupensis dan Reticulatus merupakan jenis melon yang bersifat klimakterik, sedangkan jenis melon dari grup Inodorus bersifat nonklimakterik. Kebanyakan melon bersifat klimakterik memiliki daging buah berwarna jingga, aroma yang kuat, dan pelunakan daging buah yang cepat selama pematangan. Melon nonklimakterik biasanya berdaging putih kehijauan, aroma yang lemah, dan perubahan kekerasan daging yang lambat selama penyimpanan, sehingga melon jenis ini memiliki umur simpan yang lebih panjang dibandingkan varietas klimakterik (Wang et al. 2011).

Melon Golden Apollo merupakan salah satu dari varietas honeydew melon

yang termasuk dalam grup Inodorus. Dalam perdangangan internasional, lebih dikenal sebagai Golden Honeydew melon. Golden Honeydew merupakan varietas hibrida yang merupakan hasil persilangan antara Canary melon dengan Honeydew melon (USDA 2006). Keduanya termasuk dalam grup Inodorus yang bersifat nonklimakterik.

Syarat Mutu Buah Melon

Buah melon dipanen berdasarkan tingkat kematangannya, bukan berdasarkan ukuran. Meskipun ukuran buah sangat berpengaruh terhadap daya pemasaran, kandungan padatan terlarut (contoh: gula) merupakan faktor utama penentu tingkat kematangan buah (Saltveit 2011). Kandungan gula dalam daging buah melon yang telah dipanen tidak mengalami peningkatan karena pada saat dipanen, buah yang telah matang tidak memiliki cadangan pati yang dapat dihidrolisis menjadi gula.

(20)

dikelompokkan berdasarkan kelas-kelas mutu, sehingga dapat diketahui masing-masing persyaratan dari kelas mutu tersebut. Syarat mutu melon disajikan pada Tabel 2. Untuk syarat mutu internal honeydew melon, California Grade Standard

US menentukan batas minimum total padatan terlarut dalam daging buah sebesar 10 oBriks saat buah melon dipanen.

Tabel 2 Syarat mutu buah melon

Kelas mutu Persyaratan

Kelas super Bebas dari kerusakan

Kelas 1 Kerusakan maksimum 10% dari total permukaan dan tidak memengaruhi isi buah

Kelas 2 Kerusakan maksimum 15% dari total permukaan dan tidak memengaruhi isi buah

Sumber: BSN: SNI 7783 (2013)

Metode Respon Impuls Akustik

Sejumlah peneliti telah mencoba untuk memverifikasi metode yang mempelajari tanggapan dari buah-buahan yang mengalami impuls akustik. Ada dua metode dasar yang telah dieksplorasi yaitu menggunakan frekuensi dan kecepatan suara (Sugiyama et al. 2005). Mizrach (1989) menyatakan bahwa kecepatan suara dapat digunakan untuk klasifikasi kematangan beberapa buah dan sayuran. Buah-buahan banyak mengandung air, dan air memiliki sifat merambatkan suara. Jumlah air yang dilalui gelombang suara akan memengaruhi waktu dan bunyi yang dihasilkan.

Dalam penanganan pascapanen melon, petani telah memiliki pengalaman dalam mengevaluasi kualitas melon secara fisik, namun dengan metode tersebut kurang diperoleh tingkat akurasi yang tinggi. Penyortiran secara manual membutuhkan waktu yang relatif lama. Beberapa peneliti telah memerhatikan permasalahan tersebut dan telah melakukan banyak riset pada pengukuran kualitas internal melon tanpa merusak buah dan dengan waktu yang lebih cepat. Metode pengukuran kualitas melon tersebut terdiri dari beberapa metode, antara lain: teknologi akustik, teknologi dinamis, teknologi listrik dan magnetik, x-ray and computed tomography, dan near infrared (NIR) spectroscopy. Metode-metode tersebut jika dibandingkan dengan metode manual dapat mengurangi biaya produksi, mempersingkat waktu, dan menghasilkan akurasi yang tinggi (Sun et al.

2010). Metode pengukuran akustik pertama kali dilakukan oleh Drake (1963) sedangkan untuk pengukuran akustik mekanik dilakukan oleh Duizer (2001) dan Roudaut et al. (2002). Menurut Taniwaki et al. (2010), kecepatan pemasakan buah melon jenis Miyabi-Haruaki dengan metode getaran akustik nondestruktif didasarkan atas indeks elastisitas (IE), dirumuskan dengan f2 m2/3, f adalah frekuensi kedua dari sampel dan m adalah massa sampel. Kecepatan pemasakan didefinisikan sebagai ΔIE/HST dengan nilai 0.36 x 104kg2/3 Hz2d-1. Penentuan kematangan secara nondestruktif ini dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kematangan optimum suatu buah untuk estimasi waktu panen.

(21)

mikrofon, maupun perangkat akselerometer telah banyak dilakukan terhadap berbagai jenis buah selepas panen, seperti: apel (Yamamoto et al. 1980; Chen H dan De Baerdemaeker 1993; Chen P et al. 1992), tomat (Duprat et al. 1997), alpukat (Peleg et al. 1990; Galili et al. 1998), pir (Wang 2004; Wang et al. 2004). Schotte et al. (1999) menggunakan respon impuls akustik untuk menganalisis kekerasan dan perubahan kekerasan buah tomat selama penyimpanan. Data yang dihasilkan melalui analisis tersebut lebih objektif dibandingkan kemampuan orang yang ahli dalam pengukuran fisik berdasarkan hubungan logaritmik. Metode ini memungkinkan untuk mengetahui tingkat kematangan tomat saat penyimpanan dan pengemasan serta untuk mengetahui terjadinya kerusakan pada tomat selama kegiatan produksi.

Mizrach et al. (1994) mengevaluasi sifat fisikokimia buah melon, seperti: kekerasan, berat kering, dan total padatan terlarut (TPT) berdasarkan karakter akustik buah melon tersebut. Hayashi et al. (1992) menemukan bahwa bentuk impuls gelombang akustik dapat digunakan untuk menduga tingkat kematangan buah melon dengan nilai korelasi (r) antara kecepatan transmisi gelombang terhadap kekerasan buah sebesar 0.83. Sugiyama et al. (1994) mempelajari hubungan antara kecepatan transmisi gelombang terhadap kekerasan buah melon. Hasil penelitian menunjukkan, kecepatan transmisi gelombang mengalami penurunan ketika buah melon semakin matang. Sementara itu, Kuroki et al.

(2006) mengembangkan instrumen berbasis teknik getaran akustik untuk mengevaluasi kematangan buah melon di dalam rumah kaca. Melon yang matang ditunjukkan dengan menurunnya kecepatan transmisi. Saat gelombang akustik mengenai produk pertanian, gelombang yang ditransmisikan bergantung pada karakteristik akustik dari produk pertanian. Karakteristik akustik antara lain koefisien atenuasi, kecepatan transmisi, impedansi akustik, dan frekuensi yang diperoleh dari transmisi gelombang akustik tersebut (Sun et al. 2010).

Haryanto (2002) melaporkan bahwa sifat akustik dapat membedakan tingkat ketuaan buah durian. Hal ini dilakukan melalui pengembangan model empiris untuk menentukan tingkat kematangan durian unggul secara nondestruktif menggunakan gelombang ultrasonik. Dari penelitiannya, disimpulkan bahwa sifat kecepatan gelombang dan atenuasi dapat digunakan untuk membedakan durian muda dan durian tua. Beberapa parameter sifat akustik berhubungan lebih erat dengan tingkat kekerasan. Atenuasi berbanding lurus terhadap ketuaan buah (3.1 dB/mm sampai 5.2 dB/mm) sedangkan kecepatan gelombangnya berbanding terbalik terhadap ketuaan buah (501 m/s sampai 422 m/s). Zerro Moment Power

(Mo) akan menurun sejalan dengan bertambahnya kematangan dan rusaknya buah durian.

(22)

Juansah (2006) membuat rancang bangun sistem pengukuran gelombang ultrasonik untuk penetuan mutu buah manggis. Kecepatan gelombang yang diperoleh sebesar 1125 m/s hingga 1350 m/s. Buah manggis yang telah matang memiliki kekerasan yang rendah, total padatan terlarut yang tinggi dan atenuasi yang rendah. Atenuasi yang diperoleh sebesar 0.08110 dB/mm hingga 0.08124 dB/mm. Nasution (2006) melakukan pengembangan sistem evaluasi manggis dengan gelombang ultrasonik. Kecepatan rambat gelombang menurun seiring bertambahnya tingkat ketuaan maupun jumlah total padatan terlarut.

Djamila (2010) berhasil menggunakan metode ultrasonik untuk pengukuran buah naga merah super pada aspek mutu fisikokimianya. Hasilnya, kecepatan rambat gelombang berkorelasi positif dengan kekerasan buah dan total kandungan asam sedangkan untuk total gula berkorelasi negatif. Bila dilihat dari umur panen maka kecepatan rambat gelombang ultrasonik akan menurun dengan meningkatnya umur panen. Sementara itu, koefisien atenuasi ikut meningkat. Atenuasi yang diperoleh sebesar 57.71 dB/m sampai 62.22 dB/mm sedangkan kecepatan rambat gelombangnya 614 m/s sampai 680 m/s.

Dalam analisis sinyal suara, terdapat beberapa fitur yang menunjukkan sifat dari sinyal tersebut. Beberapa fitur dapat dianalisis dari sinyal berdomain waktu, seperti short term energy (E), zero-crossing rate (ZCR), dan entropi. Untuk analisis lebih lanjut, spektrum sinyal berdomain waktu biasanya ditranformasi menggunakan metode transformasi fourier untuk memperoleh spektrum sinyal berdomain frekuensi. Beberapa fitur yang bisa dianalisis dari bentuk sinyal tersebut, antara lain: frekuensi (f), zero moment power (Mo), Spectral Centroid

(Ci), Spectral Spread (Si), dan lain-lain.

Short Term Energy (E)

Energi merupakan fitur audio berdomain waktu (Giannakopoulos dan Pikrakis 2014). Fitur ini bisa diperoleh dari sinyal tanpa proses transformasi. Untuk menghitung nilai energi sinyal, digunakan Persamaan 1 dan 2.

i ∑ x n

n

Dalam perhitungannya, energi dinormalkan dengan membaginya terhadap panjangnya frame sampel untuk menghindarkan adanya pengaruh panjang frame dalam analisis. Sehingga persamaannya menjadi:

i ∑ x n

n

dimana: E(i) = Energi sinyal jangka pendek

(23)

Short term energy digunakan dalam membedakan energi sinyal audio secara cepat. Fitur ini diharapkan mampu dengan cepat menangkap dan membedakan variasi tingkat energi sinyal dalam setiap pengambilan sampel.

Zero-Crossing Rate (ZCR)

Zero-crossing rate dari sebuah frame audio didefinisikan sebagai tingkat perubahan tanda dari sinyal pada frame tersebut. Dengan kata lain, ZCR jumlah dari berapa kali sinyal mengalami perubahan nilai, dari positif ke negatif dan sebaliknya, dibagi dengan panjang frame gelombang. Zerro-crossing rate dapat diinterpretasikan sebagai ukuran gangguan dari sinyal. Nilai ZCR didefinisikan berdasarkan Persamaan 3 (Giannakopoulos dan Pikrakis 2014).

i ∑ sgn[x n ] sgn[x n ]

n

dimana sgn ( ∙) adalah fungsi tanda atau fungsi signum, sebagai contoh:

sgn x n { x n x n

Entropi

Entropi jangka pendek dari suatu energi sinyal dapat diinterpretasikan sebagai pengukuran terhadap perubahan tingkat energi secara drastis yang terjadi pada suatu sinyal suara. Entropi, H(i), dapat dihitung menggunakan Persamaan 5 (Giannakopoulos dan Pikrakis 2014).

i ∑ej ∙ log ej j

dimana

ej su r me

short r me

short r me ∑ short r me

Ketiga fitur di atas merupakan fitur audio berdomain waktu, berikut adalah fitur audio berdomain frekuensi.

Frekuensi Maksimum (f) dan Magnitudo (M)

(24)

pada spektrum hubungan antara amplitudo terhadap frekuensi (Yamamoto et al.

1980).

Zero Moment Power (Mo)

Dengan mengetahui nilai Mo, kita dapat mengetahui besarnya jumlah energi yang dapat ditransmisikanm pada bahan yang dirambatkan gelombang. Nilai Mo ditentukan dari jumlah luasan di bawah kurva PSD (power spectral density) yang dapat dihitung menggunakan integrasi numerik. Power spectral density adalah hasil transformasi hubungan antara amplitudo dengan waktu perambatan gelombang suara (Haryanto 2002; Warji 2008). Ketika gelombang suara dirambatkan ke dalam medium, data sinyal gelombang (amplitudo terhadap waktu rambat) direkam, kemudian dianalisis dan diolah menggunakan metode FFT (Fast Fourier Transform) dengan bantuan program Matlab.

Spectral Centroid (Ci) dan Spectral Spread (Si)

Spectral centroid dan Sectral spread merupakan perhitungan sederhana terhadap posisi dan bentuk dari spektrum gelombang. Spectral centroid

merupakan titik pusat spektrum. Nilai dari spectral centroid (Ci) dari frame audio ke-i dinyatakan dengan Persamaan 8 (Giannakopoulos dan Pikrakis 2014).

i ∑ k i k

f k

∑ fk i k

Spectral spread merupakan sebaran spektrum di sekitar sentroid. Untuk menghitung nilai spectral spread, harus dihitung deviasi spektrum dari spectral centroid menggunakan Persamaan 9.

Semakin tinggi nilai spectral centroid menunjukkan suara yang semakin jelas. Sementara itu, Spectral spread menunjukkan bagaimana pola distribusi spektrum di sekitar specral centroid.

Analisis Diskriminan

Analisis diskriminan merupakan teknik multivariat yang berkaitan dengan pemisahan objek dalam kelompok yang berbeda dan mengalokasikan objek tersebut ke dalam suatu kelompok yang telah ditetapkan sebelumnya (Kurniasari

(25)

2011). Ada dua asumsi utama yang harus dipenuhi pada analisis diskriminan ini, yaitu: (1) Sejumlah p variabel penjelas harus terdistribusi normal multivariat, (2) Matriks varian-kovarian variabel penjelas berukuran p x p pada kedua kelompok

harus sama.

Model dasar analisis diskriminan dilambangkan dengan d. Model analisis diskriminan merupakan sebuah persamaan yang menunjukkan suatu kombinasi linier dari berbagai variabel independen yang ditunjukkan pada Persamaan 10.

d = b0 + b1x1 + b2x2 + b3x3 + …… + nxn (10) dimana: d = skor diskriminan

b = koefisien diskriminan atau bobot (0, 1, 2, ..., n) x = prediktor atau variabel independen (1, 2, 3, ..., n) Distribusi Normal Multivariat

Asumsi normal multivariat diperlukan untuk pengujian signifikansi dari variabel diskriminan dan fungsi diskriminan. Jika data tidak terdistribusi normal multivariat, maka hasil klasifikasi juga akan terpengaruh (Sharma 1996). Johnson dan Wichern 7 meny t k n p d k sus multiv ri t vektor peu h c k ‟ [X1, X2, ... Xp] mengikuti fungsi densitas probabilitas.

fk x

p| | e

( x | | x )

dimana -∞ < xk < ∞, k = 1, 2, ..., p yang diberi notasi Np( , ).

Metode untuk menilai normalitas dari sekumpulan data didasarkan pada kuadrat jarak tergeneralisasi

dij xij xi i xij xi i … l j … ni

dimana ni adalah jumlah objek pada populasi ke-i. Prosedur ini tidak terbatas pada kasus bivariat, tetapi dapat digunakan untuk semua p ngk h-langkah untuk membuat plot khi-kuadrat adalah:

1. Mengurutkan dari yang terkecil hingga terbesar seperti di ≤di ≤di ... ≤di ni.

2. Membuat plot pasangan (qc p ( j- ni) dij dimana qc p ( j- ni) adalah kuantil 100 j- ni untuk distribusi khi-kuadrat dengan derajat bebas p.

(26)

Kesamaan Matriks Varian-kovarian

Asumsi kesamaan matriks varian-kovarian dalam analisis diskriminan linier harus terpenuhi. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, maka akan berpengaruh terhadap signifikansi dan hasil klasifikasi. Ketika asumsi kesamaan matriks varian kovarian ditolak, dapat digunakan fungsi diskriminan kuadratik untuk fungsi klasifikasi (Sharma 1996; Johnson dan Wichern 2007). Uji yang digunakan untuk

kovarian dari g kelompok adalah homogen, sehingga fungsi yang dibentuk merupakan fungsi diskriminan linier. Jika C > xp p+ g- atau sig < rtiny H0 ditolak, maka matriks varian-kovarian dari g kelompok adalah heterogen sehingga fungsi yang dibentuk merupakan fungsi diskriminan kuadratik.

Uji Vektor Nilai Rataan

Pengujian terhadap vektor nilai rataan antar kelompok dapat dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

g

sedikitnya ada sepasang kelompok yang vektor nilai rataannya berbeda terhadap kelompok lain.

Uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah analisis variansi multivariat (MANOVA). Uji statistik ini digunakan untuk menghitung signifikansi perbedaan rataan secara bersama antar kelompok dengan dua atau lebih variabel terikat. Statistik uji yang digunakan dalam analisis MANOVA, antara lain: Pillai’s Trace, Wilk’s Lambda, Hotelling’s Trace, dan Roy’s Largest

(27)

Evaluasi Hasil Klasifikasi

Cara penting untuk menilai kinerja dari setiap prosedur klasifikasi adalah dengan menghitung tingkat kesalahan atau probabilitas kesalahan klasifikasi (Johnson dan Wichern 2007). Metode yang digunakan untuk menghitung probalitas kesalahan klasifikasi adalah apparent error rate (APER). Tingkat kesalahan dihitung menggunakan matriks confusion atau tabel kesalahan klasifikasi. Matriks ini menunjukkan jumlah keanggotaan aktual dan jumlah keanggotaan prediksi. Untuk n1 pengamatan dari 1 dan n2 pengamatan dari 2, matriks kesalahan klasifikasinya ditunjukkan oleh Tabel 3.

Tabel 3 Kesalahan klasifikasi diskriminan

Keanggotaan aktual Keanggotaan prediksi Jumlah

1 2

1 n1c n1M = n1 – n1c n1

2 n2M = n2 – n2c n2c n2

Apparent error rate (APER) dihitung menggunakan Persamaan 16.

n n + n+ n

n∙c merupakan jumlah klasifikasi tepat, n∙M merupakan jumlah kesalahan

klasifikasi sampel, sedangkan n1 dan n2 merupakan jumlah sampel pada masing-masing kelompok.

Validasi Fungsi Diskriminan

Untuk menguji ketepatan pengelompokan oleh fungsi diskriminan yang telah terbentuk, digunakan metode validasi silang (cross validation). Metode validasi silang merupakan metode validasi yang paling sederhana dan banyak digunakan untuk memperkirakan kesalahan dari suatu model dibandingkan metode validasi lainnya (Hastie et al. 2008). Metode ini baik digunakan untuk kondisi ketersediaan data yang terbatas. Validasi silang dilakukan dengan membagi rata sejumlah data menjadi K kelompok. Salah satu kelompok data digunakan untuk validasi terhadap model yang dibentuk oleh kelompok data yang tersisa. Iterasi dilakukan sebanyak K kelompok. Prosedur seperti ini disebut K-fold cross validation. Ketika membagi data menjadi 5 kelompok (K = 5), maka prosedur validasi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1 2 3 4 5

Train Train Validasi Train Train

(28)

keseluruhan data, maka nilai total kesalahan pediksi ditentukan menggunakan Persamaan 17

f ∑ yi

i

fk i xi

Pemilihan jumlah K biasanya adalah 5 atau 10. Ketika jumlah K = N, maka metode validasi silang ini disebut leave-one-out cross valodation. Pada kondisi ini k(i) = i dan untuk validasi data ke-i dibentuk fungi atau model menggunakan sejumlah N data kecuali data ke-i (Hastie et al. 2008).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Institut Pertanian Bogor pada Juni hingga Agustus 2015.

Bahan

Bahan utama yang digunakan adalah buah melon Golden Apollo yang diperoleh dari petani di daerah Sragen, Jawa Tengah. Buah melon yang digunakan terdiri dari empat umur panen, yaitu: 46 HST (hari setelah tanam), 53 HST, 60 HST, dan 67 HST dengan jumlah masing-masing 55 buah.

Alat

Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini adalah mikrofon, bandul,

notebook, rheometer, refractometer, timbangan digital, pita ukur, tali pengikat. ikrofon 4” hands free clip on mini lapel merek OEM tipe CM031 untuk menerima sinyal suara. Bandul yang berfungsi sebagai alat pengetuk berbentuk bola yang terbuat dari bahan akrilikberdiameter 4 cm dengan bobot 18 g, sebuah

(29)

Prosedur Penelitian

Persiapan Bahan

Sebelum dilakukan pengamatan di laboratorium, buah melon telah disortasi di lahan saat pemanenan. Sortasi dilakukan dengan memilih melon yang memiliki bobot 1 kg hingga 2 kg. Bobot buah melon yang relatif seragam diharapkan mampu mewakili populasi. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak empat kali. Hal ini menyesuaikan dengan umur panen yang diinginkan, yaitu 46 HST, 53 HST, 60 HST, dan 67 HST. Masing-masing waktu panen diambil sebanyak 55 buah melon sebagai sampel. Prosedur penelitian secara ringkas disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir prosedur penelitian Pengujian Respon Impuls Akustik

Untuk memperoleh parameter sinyal gelombang akustik pada masing-masing waktu panen, dilakukan perekaman suara ketukan terhadap buah melon. Setiap buah melon diketuk menggunakan bandul. Buah melon dan bandul diikat menggantung pada rangkaian besi dengan jarak 25 cm. Pengetukan dilakukan pada jarak 40 cm dengan pengulangan masing-masing sebanyak tiga kali. Ujung

Buah melon

Sortasi

Perekaman suara Pengukuran parameter kematangan buah melon (TPT, kekerasan, kadar air)

Analisis spektrum gelombang

Analisis data

Selesai Pengangkutan

Pengukuran dimensi dan bobot

(30)

mikrofon diletakkan 2 cm dari permukaan buah. Bandul dijatuhkan manual sesuai jarak yang sudah diatur untuk menghasilkan kekuatan pengetukan yang seragam. Pengukuran jarak dilakukan dengan cara mengetahui besarnya sudut pada busur derajat yang dipasang di atas bandul pengetuk atau sekitar 90°. Skema pengujian respon impuls akustik buah melon ditunjukkan oleh Gambar 3.

Gambar 3 Skema pengujian respon impuls akustik buah melon

Perekaman suara hasil pengetukan dibantu oleh perangkat lunak Audacity 2.0.5 dengan project rate 44.1 kHz. Sinyal suara hasil pengetukan terhadap setiap sampel direkam dalam satu project. Sehingga dalam satu spektrum gelombang yang ditampilkan oleh komputer terdapat tiga sinyal suara sebagai hasil dari tiga kali pengetukan oleh bandul. Untuk memudahkan analisis spektrum gelombang, sinyal-sinyal suara tersebut dipisahkan dan masing-masing disimpan dalam ekstensi file .wav.

Pengukuran Parameter Kematangan Buah Melon Kekerasan buah

Kekerasan daging buah melon diukur menggunakan rheometer. Bagian yang diukur adalah daging buah. Buah melon dibelah pada posisi membujur. Sebesar 1/10 bagian daging buah diambil untuk diukur kekerasannya. Sebelum digunakan, alat diatur pada kondisi mode: 20; R/H (hold): 10.00 mm; P/T (Press): 60 mm/m; Rep.1: 1 x 60h; Max 10 kg. Dengan menggunakan probe nomor 38 (Ø = 5 mm). Pengukuran kekerasan dilakukan pada tiga titik pada setiap bagian daging buah dengan lokasi di area pangkal, area tengah, dan area ujung buah melon.

Total padatan terlarut

Total padatan terlarut dalam daging buah diukur menggunakan digital refractometer, dimana daging buah melon dihaluskan terlebih dahulu dengan cara ditumbuk, kemudian diambil sarinya sebagai sampel pengujian. Selanjutnya sampel dituangkan di atas gelas objek yang terdapat pada refractometer, hingga nilai total padatan terlarut (TPT) dapat dilihat secara langsung pada display, skala pembacaan dalam satuan oBriks.

Mikrofon

Buah melon Bandul 40 cm

(31)

Kadar air (AOAC 2000)

Cawan yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam oven, didinginkan kemudian ditimbang. Sampel daging buah melon sebanyak 5 gram ditimbang dalam cawan, lalu dikeringkan dalam oven pada kisaran suhu 105 oC sampai 110 oC hingga berat bahan kering mencapai kondisi konstan. Kadar air bahan dihitung menggunakan Persamaan 11.

d r ir B x

dimana: A = Bobot cawan dan bahan sebelum dikeringkan (g) B = Bobot cawan dan bahan setelah dikeringkan (g) C = Bobot bahan sebelum dikeringkan (g)

Analisis Data

Analisis spektrum gelombang suara

Data suara hasil perekaman dianalisis dengan bantuan perangkat lunak Matlab untuk mendapatkan nilai parameter-parameter sinyal suara, sepeti: short term energy (E), frekuensi (f), magnitudo (M), dan zero moment power (Mo).

Nilai short term energy (E) dihitung langsung dari data suara yang ada, sedangkan nilai frekuensi (f), magnitudo (M), dan zero moment power (Mo) dihitung setelah dilakukan transformasi spektrum menggunakan metode transformasi fourier. Diagram alir penghitungan nilai short term energy (E), frekuensi (f), magnitudo (M), dan zero moment power (Mo) serta kode pemrogramannya disajikan pada Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 6.

Pembentukan fungsi klasifikasi

Pembentukan fungsi klasifikasi dilakukan dengan metode analisis diskriminan. Analisis diskriminan dilakukan untuk mengelompokkan data hasil pengukuran pada masing-masing kelompok umur panen. Dalam analisis diskriminan, variabel penduga yang digunakan adalah hasil pengukuran parameter sinyal akustik. Tidak semua variabel penduga dapat digunakan, variabel penduga yang dapat digunakan untuk membangun fungsi diskriminan adalah variabel-variabel dengan kelompok data yang memenuhi asumsi untuk pembentukan fungsi diskriminan. Prosedur pembentukan fungsi diskriminan ditunjukkan oleh Lampiran 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengukuran Parameter Kematangan Buah Melon

(32)

kadar air. Pengukuran dilakukan terhadap sampel yang sama yang telah dikenai uji respon impuls akustik.

Perubahan Kekerasan Daging Buah

Kekerasan sering dijadikan indikator dalam menentukan kematangan buah. Pengukuran kekerasan buah merupakan salah satu cara untuk menentukan waktu panen, dan untuk menentukan kapan pemasaran produk harus dilakukan (Duprat

et al. 1997). Kekerasan daging buah akan cenderung mengalami penurunan seiring dengan perubahan fase dari muda hingga fase pembusukan. Hasil pengukuran menunjukkan, sebaran nilai kekerasan daging buah melon Golden Apollo mengelompok sesuai dengan umur panennya seperti ditunjukkan oleh Gambar 4. Kekerasan daging buah umur 46 HST terlihat dengan jelas berkelompok pada nilai tertinggi. Nilai kekerasan daging buah berumur 53 HST hasil pengukuran menunjukkan masih dapat diamati perbedaannya terhadap kelompok lain. Sementara itu, kekerasan daging buah umur 60 HST dan 67 HST tersebar secara tidak teratur dan saling tumpang tindih. Hal ini menunjukkan keragaman kondisi buah sekaligus menunjukkan kondisi kekerasan daging buah yang tidak terlalu berbeda antara buah berumur 60 HST dan buah berumur 67 HST.

Gambar 4 Sebaran data hasil pengukuran kekerasan daging buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda

(33)

Lampiran 10 menunjukkan rata-rata kekerasan daging buah pada umur 60 HST berbeda secara signifikan terhadap kekerasan daging buah umur 46 HST namun tidak berbeda dengan kekerasan daging buah umur 53 HST dan 67 HST.

Gambar 5 Rata-rata kekerasan daging buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda

Miccolis dan Saltveit Jr. (1991) melakukan pengamatan perubahan morfologi dan fisiologi terhadap tujuh kultivar melon, di antaranya: Amarelo,

Golden Beauty Casaba, Honeydew, Honey Loupe, Juan Canary, Paceso, dan

Santa Claus Casaba. Hasil penelitian tersebut menunjukkan terjadinya perubahan kekerasan daging buah selama masa perkembangan buah setelah bunga mekar. Semua kultivar yang diamati mengalami penururnan kekerasan selama pengamatan. Hal ini terkait erat dengan proses fisiologis dalam buah yang sangat berpengaruh terhadap perubahan fase buah dari belum matang menjadi matang.

Perubahan tekstur dipengaruhi oleh perombakan dinding sel (Seymour dan Gross (1996). Komposisi NDF (selulosa, hemiselulosa, lignin) dan kandungan pektin merupakan komponen yang memengaruhi perubahan tekstur buah selama proses pematangan (Winarno 2002; Villanueva et al. 2004). Perubahan selama pematangan buah sering dikaitkan dengan perombakan enzimatis dinding sel oleh enzim pectinesterase, poligalakturonase, dan selulase serta modifikasi pektin pada dinding sel selama pematangan buah (Marin-Rodriguez et al. 2002; White 2002). Perubahan Jumlah Total Padatan Terlarut (TPT)

Kandungan TPT merupakan komponen utama dalam menentukan kematangan buah melon. TPT menunjukkan komponen padat terlarut dalam air yang terkandung dalam daging buah, yang secara tidak langsung mampu merepresentasikan tingkat kemanisan daging buah. Berdasarkan kondisi di lapangan, petani memanen buah melon secara serentak pada umur 60 HST dengan kandungan TPT yang diharapkan lebih dari 8.5 ºBriks.

Hasil pengukuran di laboratorium untuk buah melon Golden Apollo berumur 60 HST didapatkan rata-rata nilai TPT sebesar 8.59 ± 1.62 oBriks. Pengamatan dilakukan pada 55 sampel buah. Jika dilihat sebaran data secara keseluruhan, nilai TPT buah melon Golden Apollo yang diamati menunjukkan

(34)

tingkat keragaman cukup tinggi. Plot sebaran nilai TPT hasil pengukuran, seperti ditampilkan pada Gambar 6 menunjukkan buah melon Golden Apollo yang dipanen pada umur 60 HST tidak semuanya memenuhi persyaratan nilai TPT yang telah ditentukan (> 8.5 ºBriks). Bahkan buah yang dipanen tujuh hari kemudian (67 HST) juga menunjukkan hal yang sama. Sebanyak 15 sampel dari total 55 sampel buah pada umur panen 53 HST memiliki nilai TPT > 8.5 ºBriks. Sedangkan hasil pengukuran pada sampel buah berumur panen 60 HST dan 67 Apollo pada umur panen yang berbeda

(35)

Namun, jika dirata-ratakan, kandungan TPT buah melon Golden Apollo mengalami peningkatan sesuai dengan umur panennya (Gambar 7), yaitu dari 5.94 ± 0.73 ºBriks pada umur 46 HST hingga 8.94 ± 1.48 ºBriks pada umur 67 HST. Hal serupa juga dilaporkan oleh Miccoli dan Saltveit Jr. (1991). Tujuh kultivar melon yang diamati perkembangannnya setelah bunga mekar, terus mengalami peningkatan kandungan total padatan terlarut. Rata-rata nilai TPT ketujuh kultivar tersebut adalah 10.7 oBriks pada pengamatan hari ke-42 setelah bunga mekar.

Hasil penelitian Villanueva et al. (2004) terhadap dua kultivar muskmelon pada lima tingkat kematangan berbeda juga menunjukkan hal yang sama. Rata-rata nilai TPT melon yang diamati pada kondisi matang penuh (44 hari setelah buah muncul) adalah 15.05 oBriks. Di wilayah Eropa, batas minimum nilai TPT yang dianjurkan untuk melon adalah 8 oBriks, di bawah nilai tersebut buah melon biasanya tidak diterima di pasar (Zapata et al. 1989).

Hasil analisis sidik ragam, pada Lampiran 9, dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan p-value (0.000) < (0.05). Hal ini menunjukkan perbedaan umur panen berpengaruh nyata terhadap perubahan rata-rata kandungan TPT dalam daging buah melon Golden Apollo. Hasil uji lanjut menggunakan DMRT yang disajikan pada Lampiran 10 menunjukkan rata-rata kandungan TPT buah umur 60 HST berbeda secara signifikan terhadap buah umur panen 46 HST, namun tidak berbeda terhadap rata-rata kandungan TPT pada buah melon umur 60 HST dan 67 HST.

Selama fase pematangan pada proses perkembangan buah di lahan, tidak terjadi perubahan diameter buah namun terjadi peningkatan akumulasi gula dan berat kering buah (Bernadac et al. 1996). Meningkatnya rata-rata kandungan TPT dalam daging buah melon Golden Apollo dari umur panen 46 HST hingga 67 HST menunjukkan proses pematangan buah masih berlangsung. Perubahan ini terkait dengan komposisi pati dalam daging buah. Setelah dipanen, kandungan gula dalam daging buah melon tidak mengalami peningkatan, melon yang matang tidak memiliki persediaan pati yang dapat dihidrolisis menjadi gula (Saltveit 2011) sehingga sangat penting untuk memanen buah melon pada waktu yang tepat.

Perubahan Kadar Air Buah

(36)

Gambar 8 Rata-rata kadar air buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda

Secara umum penurunan kadar air dalam buah dipengaruhi oleh aktivitas fisiologisnya (respirasi) dan kondisi lingkungan (transpirasi). Jumlah air terikat berkaitan erat dengan tekanan turgor sel daging buah. Penurunan kadar air menunjukkan adanya penurunan turgor sel akibat menguapanya air bebas dan air terikat di dalam sel daging buah. Perubahan kadar air dalam buah berpengaruh terhadap perubahan kekerasan buah. Keberadaan air dalam sel mutlak dibutuhkan untuk membertahankan tekanan turgor sel.

Penurunan kadar air juga terjadi pada melon kultivar Piel de Sapo dan

Rochet. Penurunan kadar air ini terjadi pada setiap peningkatan fase kematangan buah melon tersebut. Kadar air terukur pada tingkat matang sempurna masing-masing sebesar 83.60% dan 84.7%, sedangkan saat buah masih pada fase mentah masing-masing sebesar 94.0% dan 93.4% (Villanueva et al. 2004).

Bentuk alami buah melon meminimumkan rasio luas permukaan terhadap volume buah, di samping itu kombinasi perkembangan sel kulit buah yang baik dan adanya lapisan lilin pada permukaan kulit buah dapat mengurangi kehilangan air dalam buah. Namun, perubahan yang terjadi pada dinding sel selama pematangan akibat adanya reksi biokimia menyebabkan pelunakan jaringan buah. Hal ini lah yang menyebabkan buah kehilangan kadar airnya (Saltveit 2011). Penguapan air yang terkandung dalam sel terjadi akibat adanya panas yang diperoleh dari lingkungan atau dari produk itu sendiri akibat adanya aktivitas respirasi (Ahmad 2013).

Respon Impuls Akustik Buah Melon

Pengujian ini dilakukan dengan bantuan sensor penangkap suara dan aplikasi perekaman suara menggunakan perangkat lunak Audacity. Pengambilan sampel gelombang dilakukan pada frekuensi 44.1 kHz. Artinya, dalam setiap detik didapatkan 44100 buah sampel sinyal. Nilai pengambilan sampel ini biasa digunakan dalam kegiatan analisis audio. Sinyal suara merupakan sinyal yang

(37)

tidak terbatas dalam domain waktu (infinite time interval). Suara manusia akan menghasilkan sinyal analog yang bersifat kontinyu.

Gambar 9 menunjukkan bentuk sinyal suara yang diperoleh dalam pengujian respon impuls akustik terhadap buah melon Golden Apollo. Spektrum sinyal suara yang diperoleh merupakan hubungan antara amplitudo ternormalkan yang tak berdimensi terhadap waktu perambatan gelombang dalam satuan detik. Spektrum sinyal suara hasil pegetukan buah melon dipotong masing-masing pada durasi satu detik untuk memudahkan proses penghitungan. Spektrum sinyal tersebut dapat dianalis secara matematis untuk mendapatkan komponen-komponen/fitur yang menunjukkan karakter dari sinyal suara hasil pengetukan. Hasil analisis ini sangat berguna dalam membedakan antara satu sinyal suara dengan sinyal suara yang lain.

Gambar 9 Spektrum sinyal suara ketukan terhadap buah melon Golden Apollo berdomain waktu

Untuk keperluan pemrosesan dalam transformasi fourier maka sinyal harus dibentuk dalam potongan-potongan waktu yang terbatas (finite time interval). Karena itu sinyal yang ada dipotong-potong dalam slot-slot interval waktu

(38)

tertentu. Berdasarkan pada teori penarikan sampel Nyquist, maka syarat dari frekuensi sampling adalah minimal dua kali frekuensi sinyal (Fpengambilan sampel x Fsinyal). Frekuensi sinyal tertinggi dalam penelitian ini didapatkan sebesar 521.35 Hz.

Gambar 10 Spektrum sinyal suara berdomain frekuensi

Spektrum sinyal suara pada Gambar 9 dapat langsung digunakan untuk menghitung nilai energi sinyal. Untuk analisis lebih lanjut, perlu dilakukan transformasi. Metode transformasi yang digunakan adalah metode transformasi

fourier untuk mengubah domain sinyal. Hasil tranformasi ini dapat digunakan dalam analisis selanjutnya untuk menentukan nilai frekuensi puncak, power spectral density,dan fitur audio lain yang berdomain frekuensi. Hasil transformasi

(39)

0

tampak jelas perbedaan spektrum gelombang pada buah melon Golden Apollo umur 67 HST. Spektrum gelombang yang terbentuk lebih rapat dibandingkan dengan tiga kelompok umur panen yang lain. Hal ini menunjukkan frekuensi suara yang lebih tinggi.

Fitur audio dikelompokkan menjadi dua, yaitu: fitur audio berdomain waktu dan fitur audio berdomain frekuensi. Salah satu fitur audio berdomain waktu adalah energi (short therm energy). Fitur audio berdomain waktu merupakan fitur audio yang didapatkan tanpa harus melakukan transformasi pada sinyal suara yang telah ada. Sedangkan untuk fitur audio berdomain frekuensi, untuk memperoleh nilainya harus dilakukan transformasi sinyal.

Perubahan Nilai Short Term Energy (E)

Dalam penelitian ini fitur audio yang dianalisis pada sinyal berdomain waktu adalah short term energy (energi jangka pendek). Short term energy

didapatkan menggunakan Persamaan (2). Hasil analisis short term energy pada setiap kelompok umur panen buah melon menunjukkan, semakin tua umur panen cenderung semakin besar energi sinyal suara yang ditangkap oleh mikrofon. Rata-rata energi sinyal hasil pengetukan buah melon Golden Apollo berkisar (7.47 ± 1.87) x 10-4 J sampai (44.05 ± 22.33) x 10-4 J. Gambar 11 menunjukkan besarnya rata-rata short term energy dari sinyal audio pengetukan buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda. Short term energy menunjukkan besarnya energi sinyal pada jangka waktu tertentu. Penentuan short term energy sangat berguna dalam mebedakan karakter suatu sinyal audio (Giannakopoulos dan Pikrakis 2014).

Gambar 11 Rata-rata short term energy sinyal suara ketukan buah melon pada umur panen yang berbeda

(40)

0 berbeda nyata terhadap rata-rata nilai short term energy (E) pada umur 67 HST. Perubahan Frekuensi (f)

Frekuensi sinyal diperoleh setelah dilakukan transformasi sinyal berdomain waktu menjadi sinyal berdomain frekuensi. Frekuensi puncak ditentukan saat magnitudo mencapai nilai maksimum. Penentuan frekuensi puncak merupakan metode paling sederhana untuk menganalisis suatu sinyal audio. Hal ini telah banyak diterapkan dalam penelitian-penelitian untuk membedakan tingkat kematangan buah. Secara teori frekuensi akan turun mengikuti semakin tuanya buah (Sri et al. 2007).

Rata-rata frekuensi puncak pada sinyal hasil pengetukan buah melon Golden Apollo ditunjukkan oleh Gambar 12. Rata-rata frekuensi suara ketukan cenderung mengalami penurunan dari 245.93 ± 51.89 Hz pada umur panen 46 HST hingga 207.48 ± 91.26 Hz pada umur panen 60 HST. Penelitian sebelumnya (Sri et al. 2007; Taniwaki et al. 2009; Taniwaki et al. 2010) menyatakan adanya penurunan frekuensi seiring dengan bertambahnya umur buah. Namun, hasil pengamatan pada 67 HST terjadi kenaikan rata-rata nilai frekuensi puncak (431.87 ± 66.94 Hz). Pola perubahan frekuensi suara hasil pengetukan serupa dengan pola perubahan nilai short term energy karena tinggi rendahnya frekuensi suatu gelombang berhubungan dengan tinggi rendahnya energi dari gelombang tersebut.

Gambar 12 Rata-rata frekuensi dominan suara ketukan buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda

(41)

0

Lingkungan perekaman suara telah diatur sedemikian rupa agar saat perekaman tidak ada suara lain yang terikut. Perbedaaan karakter spektrum gelombang suara pada kelompok buah melon umur 67 HST mengindikasikan perbedaan fisik buah melon yang merepresentasikan perbedaaan tingkat kematangan buah tersebut.

Perubahan Magnitudo (M)

Magnitudo merupakan simpangan terjauh dari suatu bentuk gelombang. Sinyal audio hasil pengetukan pada buah melon merupakan sinyal kontinyu nonsinusoidal. Berbeda dengan amplitudo, magnitudo merupakan besaran skalar sehingga nilainya merupakan nilai mutlak dari amplitudo. Magnitudo maksimum didapatakan saat simpangan sinyal gelombang mencapai nilai tertinggi.

Rata-rata nilai magnitudo pada sinyal-sinyal audio pada umur panen buah melon Golden Apollo yang berbeda menunjukkan kecenderungan melemah seiring dengan semakin tua umur panen (Gambar 13), yaitu dari 50.10 ± 2.59 dB pada umur panen 46 HST hingga 39.20 ± 2.82 dB pada umur panen 67 HST. Hasil analisis sidik ragam, pada Lampiran 9, dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan p-value (0.000) < (0.05). Hal ini menunjukkan perbedaan umur panen buah berpengaruh nyata terhadap perubahan rata-rata magnitudo (M) sinyal suara ketukan terhadap buah. Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT yang disajikan pada Lampiran 10, tidak ada perbedaan rata-rata nilai magnitudo (M) pada umur panen 46 HST, 53 HST, dan 60 HST. Namun ketiga nilai tersebut berbeda nyata terhadap rata-rata nilai magnitudo (M) pada umur 67 HST.

Gambar 13 Rata-rata Magnitudo maksimum suara ketukan buah melon pada umur panen yang berbeda

(42)

0 1000 2000 3000 4000 5000

Perubahan Nilai Zero Moment Power (Mo)

Kurva power spectral density (PSD) menunjukkan sebaran daya pada suatu spektrum gelombang. Parameter ini diperoleh dengan melakukan transformasi

fourier terhadap sinyal berdomain waktu sehingga didapatkan kurva (PSD) terhadap frekuensi, seperti ditunjukkan pada Gambar 14. Kurva tersebut menunjukkan sebaran energi dari sinyal suara ketukan buah melon. Kurva PSD pada buah berumur 46 HST, 53 HST, dan 60 HST menunjukkan pola yang hampir sama. Perbedaan pola terlihat pada kurva PSD buah melon berumur 67 HST. Terlihat dari kurva PSD 67 HST sebaran energi sinyal suara lebih terpusat dibandingkan kurva PSD yang lain.

Hasil kuantifikasi numerik terhadap luasan di bawah kurva PSD dinyatakan sebagai nilai Mo. Zero moment power (Mo) menunjukkan besarnya energi sinyal yang ditransmisikan atau diteruskan pada suatu medium. Rata-rata nilai Mo pada penelitian ini menunjukkan penurunan seiring dengan semakin tua umur panen buah (Gambar 15), yaitu dari 142.67 ± 53.13 pada umur panen 46 HST hingga 51.52 ± 14.35 pada umur panen 67 HST.

Gambar 14 Kurva power spectral density (PSD) dari sinyal suara ketukan buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda

(43)

0 50 100 150 200 250

46 53 60 67

Mo

Umur panen (HST)

a

a ab

b

buah durian, menyatakan bahwa nilai Mo semakin menurun seiring dengan semakin tua buah.

Gambar 15 Rata-rata nilai Mo suara ketukan buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda

Hasil analisis sidik ragam, pada Lampiran 9, dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan p-value (0.000) < (0.05). Hal ini menunjukkan perbedaan umur panen buah berpengaruh nyata terhadap perubahan rata-rata Mo sinyal suara ketukan terhadap buah melon. Hasil uji lanjut DMRT menunjukkan rata-rata Mo sinyal suara ketukan terhadap buah berumur 53 HST berbeda secara signifikan terhadap rata-rata Mo sinyal suara ketukan terhadap buah berumur 46 HST dan 67 HST namun tidak berbeda nyata terhadap rata-rata Mo suara ketukan terhadap buah berumur 60 HST.

Korelasi Hasil Uji Respon Impuls Akustik terhadap Hasil Pengukuran Parameter Kematangan Buah Melon

Hasil uji korelasi menunjukkan hubungan yang variatif antar parameter (Tabel 2). Namun, korelasi yang paling kuat adalah antara parameter pengukuran baik destruktif maupun nondestruktif terhadap umur panen buah melon. Rata-rata kererasan daging buah berkorelasi negatif terhadap umur panen buah dengan nilai r = -0.8301 pada signifikansi 0.05. Hal ini menunjukkan hubungan berbanding terbalik yang kuat antara kekerasan daging buah terhadap umur panen. Jika dibandingkan dengan dua parameter pengukuran destruktif lainya, yaitu TPT dan kadar air, seharusnya perubahan nilai kekerasan daging buah dapat dijadikan acuan yang lebih baik dalam menentukan umur panen optimum buah melon, meskipun secara tidak langsung, perubahan kekerasan daging buah berkorelasi pula dengan perubahan nilai TPT dan kadar air buah melon.

(44)

200

destruktif dan nondestruktif terbaik adalah antara magnitudo dan Mo terhadap kekerasan buah dengan nilai r masing-masing 0.51 dan 0.50 (Gambar 16).

Tabel 4 Nilai koefisien korelasi Pearson antar parameter pengujian

No. Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8 Korelasi positif nilai magnitudo terhadap kekerasan daging buah melon Golden Apollo menunjukkan adanya bubungan berbanding lurus di antara keduanya. Artinya, semakin rendah magnitudo sinyal audio hasil pengetukan pada buah menunjukkan tekstur daging buah yang semakin lunak. Sama halnya dengan hubungan yang ditunjukkan nilai Mo terhadap kekerasan daging buah. Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata kekerasan daging buah semakin rendah seiring bertambahnya umur panen. Hal ini terkait erat dengan fase perkembangan buah akibat aktivitas fisiologis yang terus berlangsung mulai dari munculnya buah hingga mencapai fase masak optimum, dimana, saat mencapai masak optimum inilah buah melon dapat dikonsumsi.

Gambar 16 Hubungan antara kekerasan daging buah melon Golden Apollo terhadap magnitudo dan Mo

Nilai magnitudo menunjukkan kuat lemahnya bunyi yang dihasilkan saat pengetukan buah. Semakin tua umur buah, semakin lunak tekstur daging buahnya. Jika dihubungkan dengan kuat lemahnya bunyi ketukan, kondisi tekstur objek yang semakin lunak menyebabkan intensitas bunyi semakin bisa diredam sehingga intensitas bunyi yang dipantulkan dan ditangkap oleh mikrofon akan semakin rendah.

Gambar

Gambar 1  Laju perkembangan dan laju respirasi buah klimakterik dan
Gambar 2  Diagram alir prosedur penelitian
Gambar 9  Spektrum sinyal suara ketukan terhadap buah melon Golden Apollo
Gambar 10  Spektrum sinyal suara berdomain frekuensi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jumhur Ulama berpendapat bahwa hakam yang dimaksud disini sama dengan hakim, oleh karena itu hakam dapat menghukum (memutus) perkara. Kewenangannya tidak terbatas untuk

Sehingga dari penjabaran latar belakang penelitian diatas, maka penelitian ini mengambil judul “Implementasi Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif LAKUPANDAI

a) Dari hasil uji eksistensi (uji F) menunjukkan bahwa model yang digunakan eksis yang artinya secara serempak variabel inflasi, Retribusi Daerah dan kemiskinan

Tidak hanya itu, modernisasi serta masalah perekonomian membuat semua lapisan masyarakat yang berada dalam lingkungan keraton berpikir lebih rasional, hal ini

Bu kategori Allah’a inanç açısından üçüncü bir kategori olan bilinemezci (agnostik) kategori olarak ele alınabilir. Evrim teorisi için de aynı ay- rım yapılabilir.

Adapun simpulan dari penelitian ini adalah: 1) Trichoderma mampu tumbuh dengan baik pada lapisan serasah. populasi yang tinggi selalu terdapat pada lapisan F diikuti

Tujuan penelitian untuk mengevaluasi kelahiran pedet sapi perah dengan indikator jumlah kelahiran jantan dan betina, lama kebuntingan dan bobot lahir sapi yang