• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi Tubuh Buah Dan Aktivitas Antioksidan Miselium Dan Tubuh Buah Isolat Tropis Lentinus Dan Pleurotus.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produksi Tubuh Buah Dan Aktivitas Antioksidan Miselium Dan Tubuh Buah Isolat Tropis Lentinus Dan Pleurotus."

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

i

PRODUKSI TUBUH BUAH DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

MISELIUM DAN TUBUH BUAH ISOLAT TROPIS

Lentinus

DAN

Pleurotus

HENNY SULISTIANY

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Produksi Tubuh Buah dan Aktivitas Antioksidan Miselium dan Tubuh Buah Isolat Tropis Lentinus

dan Pleurotus adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing

dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Henny Sulistiany

(4)

iv

RINGKASAN

HENNY SULISTIANY. Produksi Tubuh Buah dan Aktivitas Antioksidan Miselium dan Tubuh Buah Isolat Tropis Lentinus dan Pleurotus. Dibimbing oleh LISDAR I. SUDIRMAN dan OKKY SETYAWATI DHARMAPUTRA.

Jamur sudah sejak lama digunakan sebagai sumber makanan dan obat khususnya di Jepang dan Tiongkok. Ketertarikan yang tinggi terhadap jamur disebabkan oleh rasa dan aromanya yang enak dan kandungan nutrisinya yang tinggi. Lentinus dan Pleurotus merupakan jamur pelapuk kayu kelas

Basidiomycetes. Kedua genus ini memiliki kemampuan memanfaatkan limbah

lignoselulosa sebagai media produksinya. Salah satu limbah padat yang tersedia berlimpah di Indonesia adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Pemanfaatan TKKS sebagai media budi daya jamur dapat menjadi salah satu solusi pengelolaan limbah padat di perkebunan kelapa sawit.

Banyak spesies Lentinus dan Pleurotus telah diteliti dan memiliki berbagai macam nilai obat termasuk sebagai antioksidan. Hingga saat ini, tidak banyak laporan mengenai produksi tubuh buah dan aktivitas antioksidan pada isolat

Lentinus dan Pleurotus tropis. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan

mengetahui pertumbuhan dan produksi tubuh buah beberapa isolat Lentinus tropis yaitu isolat LSC7, LSC9, LU11, LC4, LC6, LJKG1 dan Pleurotus tropis isolat HS pada media serbuk gergajian kayu sengon (Paraserianthes falcataria) (SGS), TKKS dan campuran kedua media tersebut (C) dengan perbandingan masing-masing 1:1, meneliti aktivitas antioksidan dan kadar fenolik total ekstrak miselium dan tubuh buah 7 isolat tersebut. Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap yaitu produksi miselium, pembuatan bibit jamur, budi daya jamur, ekstraksi miselium dan tubuh buah dengan pelarut metanol, penentuan aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH dan penentuan kadar fenolik total menggunakan metode Folin-Ciocalteu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya isolat LSC9 dan HS yang berhasil dibudidayakan pada ketiga media produksi sedangkan isolat lainnya tidak berhasil memproduksi tubuh buah. Secara umum, isolat LSC9 dan HS mampu tumbuh dan memproduksi tubuh buah pada media SGS, TKKS dan C. Namun berdasarkan semua parameter pengamatan, media terbaik untuk pertumbuhan dan produksi tubuh buah isolat LSC9 dan HS masing-masing adalah media SGS dan C dengan nilai efisiensi biologi 50.88% untuk isolat LSC9 pada media SGS dan 88.86% untuk isolat HS pada media C. Meskipun demikian, TKKS tetap dapat digunakan sebagai media alternatif untuk produksi tubuh buah kedua isolat tersebut.

Semua ekstrak miselium dan tubuh buah isolat Lentinus dan Pleurotus

(5)

v

Kadar fenolik total ekstrak tubuh buah berkisar 4.42 ± 0.07-5.36 ± 0.07 mg GAE/g ekstrak dan ekstrak miselium berkisar 0.40 ± 0.002-6.99 ± 0.21 mg GAE/g ekstrak dan yang tertinggi diperoleh dari ekstrak miselium isolat LC4.

(6)

vi

SUMMARY

HENNY SULISTIANY. Production of Fruiting Body and Antioxidant activity of mycelial and fruiting body of isolates of tropical Lentinus and Pleurotus. rotting fungi belong to Basidiomycetes. Both groups of mushrooms have ability to utilize lignocellulosic waste as substrate production. One of the solid waste which available in huge quantity in Indonesia is oil palm empty fruit bunch (TKKS). The utilization of TKKS as a substrate for mushroom cultivation can be one suitable solution for the management of solid waste in oil palm plantation.

Some species of Lentinus and Pleurotus have been studied and they possesses a variety of medicinal value, including as an antioxidant. Until now, there are not many reports about the production of fruiting body and antioxidant activity in isolates of tropical Lentinus and Pleurotus. Therefore, this study was conducted to determine the growth and fruiting body production of several isolates of tropical Lentinus i.e. LSC7, LSC9, LU11, LC4, LC6, LJKG1 isolates and tropical Pleurotus HS isolate on sengon sawdust (Paraserianthes falcataria) (SGS substrates), TKKS substrates and mixture of both substrates (C substrates) with proportion 1:1 respectively, to examine the antioxidant activites and total phenolic contents of mycelial and fruiting body extracts. This study were consisted of several steps, they were production of mycelia, preparation of spawn, mushroom cultivation, extraction of mycelia and fruiting body using methanol, determination of antioxidant activity using DPPH method and determination of total phenolic contents using Folin-Ciocalteu method.

The results showed that only LSC9 and HS isolates where successfully cultivated in all substrates while the other isolates did not produce any fruiting body. In general, LSC9 and HS isolates could grow and produce fruiting body on SGS, TKKS and C substrates. But, based on all observation parameters, SGS and C substrates were the best one for the growth and fruiting body production of LCS9 and HS isolates respectively with biological efficiency values of 50.88% for LSC9 isolate cultivated on SGS substrates and 88.86% for HS isolate cultivated on C substrates. Nevertheless, TKKS can be used as alternative substrates for fruiting body production of both isolates.

(7)

vii

Total phenolic contents of fruiting body extracts ranged between 4.42 ± 0.07-5.36 ± 0.07 mg GAE/g extract and mycelial extracts ranged between

0.40 ± 0.002-6.99 ± 0.21 mg GAE/g extract and the highest total phenolic contents was obtained from mycelial extracts of LC4 isolate.

(8)

viii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

ix

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Mikrobiologi

PRODUKSI TUBUH BUAH DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

MISELIUM DAN TUBUH BUAH ISOLAT TROPIS

Lentinus

DAN

Pleurotus

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)

x

(11)
(12)

xii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan dari bulan September 2013 sampai dengan September 2014 ini berjudul Produksi Tubuh Buah dan Aktivitas Antioksidan Miselium dan Tubuh Buah Isolat Tropis

Lentinus dan Pleurotus.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Lisdar I. Sudirman dan Ibu Prof Dr Okky Setyawati Dharmaputra selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada penguji luar komisi Ibu Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MscAgr dan Ketua Program Studi Mikrobiologi Ibu Prof Dr Anja Meryandini, MS atas saran dan nasehatnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) atas beasiswa tesis yang telah diberikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Prof Dr Ir Suharsono, DEA sebagai Kepala PPSHB IPB yang telah memberikan fasilitas laboratorium; Ibu Prof Dr Latifah K. Darusman sebagai Kepala LPPM IPB dan Ibu Dr Irma Isnafia Arief, SPt, MSi atas izin yang diberikan untuk melakukan analisis sampel penelitian.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayahanda Paino dan Ibunda Sariyem atas doa terbaik dan dukungan finansialnya serta untuk semua keluarga tercinta: Mbak Ii, Mbak Riri, Bang Eka, Epi, Andi, Edo, Hilya, Fathih dan Nuha. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Pak Iwa, Pak Engkus, Pak Kusnadi, Pak Ivan, Mbak Wiwi, Mbak Ebi dan Mbak Eli atas bantuan yang telah diberikan. Buat teman-teman di laboratorium: Eka, Mbak Nita, Septi, Mbak Gina, Mas Dayat; buat sahabat Mikrobiologi 2012: Mbak Hamtini, Mbak Ayun, Ira, Rahmi, Aar dan Fathin; buat sahabat HIMMPAS; buat Khusnul, Mawar dan Bika; dan buat semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

(13)

xiii

Limbah Lignoselulosa sebagai Media Budi Daya Jamur 3

Jamur Lentinus dan Pleurotus 3

Radikal Bebas 4

Senyawa Antioksidan 4

Metode DPPH (Difenil Pikril Hidrazil) 5

Senyawa Fenolik 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Hasil 18

Pembahasan 25

SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 38

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

1 Pertumbuhan dan perkembangan jamur Lentinus dan Pleurotus pada

berbagai jenis media 7

2 Studi antioksidan pada beberapa jamur kelas Basidiomycetes 9 3 Kuantifikasi berbagai senyawa antioksidan pada jamur 12

4 Jenis senyawa fenolik berbagai spesies jamur 13

5 Nilai IC50 aktivitas peredaman DPPH dan kadar fenolik total dari ekstrak miselium dan tubuh buah isolat tropis Lentinus dan Pleurotus 25

DAFTAR GAMBAR

1 Reaksi antara difenil pikril hidrazil (a) dengan atom hidrogen dari senyawa antioksidan membentuk difenil pikril hidrazin (b) 6 2 Tubuh buah jamur Lentinus isolat LSC7 (a) dan LU11 (b) pada media

campuran serbuk gergajian kayu sengon dan tandan kosong kelapa sawit (C) yang memiliki bentuk seperti kelompok polipor (polypore) 19 3 Tubuh buah jamur Lentinus isolat LSC9 pada media serbuk gergajian

kayu sengon (SGS), a: tubuh buah muda dengan annulus (cincin) palsu (tanda panah), b dan c: tubuh buah dewasa, d: lamela, tangkai jamur

dan cincin palsu (tanda panah 1, 2, 3) 19

4 Tubuh buah jamur Pleurotus isolat HS pada media serbuk gergajian kayu sengon (SGS), a: tubuh buah muda, b: tubuh buah dewasa, c: tangkai jamur (tanda panah), d: lamela (tanda panah) 20 5 Bobot basah tubuh buah (BB) dan efisiensi biologi (EB) Lentinus isolat

LSC9 (a) dan Pleurotus isolat HS (b) pada 3 jenis media. SGS: serbuk gergajian kayu sengon (Paraserianthes falcataria), TKKS: tandan kosong kelapa sawit, C: campuran media SGS dan TKKS (1:1). Huruf yang berbeda pada gambar yang sama menunjukkan perbedaan yang

nyata (p<0.05) 22

6 Fase pertumbuhan Lentinus isolat LSC9 (a) dan Pleurotus isolat HS (b) pada 3 jenis media. SGS: serbuk gergajian kayu sengon

(Paraserianthes falcataria), TKKS: tandan kosong kelapa sawit,

C: campuran media SGS dan TKKS (1:1), FV: fase vegetatif, FG: fase generatif, MPP: masa pertumbuhan dan perkembangan. Huruf yang berbeda pada gambar yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata

(p<0.05) 22

7 Rataan laju produktivitas (LP) Lentinus isolat LSC9 (a) dan Pleurotus

isolat HS (b) pada 3 jenis media. SGS: serbuk gergajian kayu sengon

(Paraserianthes falcataria), TKKS: tandan kosong kelapa sawit,

C: campuran media SGS dan TKKS (1:1). Huruf yang berbeda pada gambar yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) 23 8 Rataan jumlah tudung (JT) dan rataan diameter tudung jamur (DT)

Lentinus isolat LSC9 (a) dan Pleurotus isolat HS (b) pada 3 jenis

(15)

xv

TKKS: tandan kosong kelapa sawit, C: campuran media SGS dan TKKS (1:1). Huruf yang berbeda pada gambar yang sama menunjukkan

perbedaan yang nyata (p<0.05) 23

9 Persentase aktivitas peredaman DPPH ekstrak miselium dan tubuh buah isolat tropis Lentinus dan Pleurotus pada berbagai konsentrasi 24 10 Korelasi kadar fenolik total ekstrak miselium dan tubuh buah isolat

tropis Lentinus dan Pleurotus dengan nilai IC50 aktivitas antioksidan 29

DAFTAR LAMPIRAN

1 Komposisi media pertumbuhan jamur 38

2 Hasil uji statistik parameter pengamatan pada pertumbuhan dan

produksi tubuh buah Lentinus isolat LSC9 39

3 Hasil uji statistik parameter pengamatan pada pertumbuhan dan

produksi tubuh buah Pleurotus isolat HS 43

4 Contoh perhitungan aktivitas antioksidan ekstrak miselium dan tubuh buah isolat tropis Lentinus dan Pleurotus menggunakan metode DPPH 47 5 Contoh perhitungan kadar fenolik total ekstrak miselium dan tubuh

buah isolat tropis Lentinus dan Pleurotus menggunakan metode

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jamur sudah sejak lama digunakan sebagai sumber makanan dan obat, khususnya di Jepang dan Tiongkok (Akyuz dan Kirbag 2009). Pada tahun 2013 produksi jamur edibel di seluruh dunia mencapai 9.9 juta ton (FAOSTAT 2014). Sebagian besar jamur yang diproduksi adalah Agaricus bisporus, Lentinula

edodes dan Pleurotus spp. Ketertarikan masyarakat yang tinggi terhadap jamur

disebabkan oleh rasa dan aromanya yang enak (Ola et al. 2013), dan kandungan nutrisinya yang tinggi. Jamur kaya akan protein, mineral, vitamin B, D dan K, sejumlah kecil vitamin A dan C, serta mengandung lemak dan energi yang rendah (Manzi et al. 2001; Mattila et al. 2001).

Lentinus spp. dan Pleurotus spp. merupakan jamur pelapuk kayu kelas

Basidiomycetes. Kedua genus ini mampu memanfaatkan limbah lignoselulosa

sebagai media produksinya. Berbagai spesies Lentinus spp. dilaporkan dapat memproduksi tubuh buah pada media serbuk gergajian kayu karet dan tandan kosong kelapa sawit (Leong dan Fauzi 1996), jerami gandum, jerami padi dan campurannya (Atri dan Lata 2013), kayu Spondias mombin dan Citrus sinensis

(Adesina et al. 2011) sedangkan Pleurotus spp. dilaporkan berhasil dibudidayakan pada jerami gandum (Kirbag dan Akyuz 2008), serbuk gergajian kayu mangga (Pathmashini et al. 2008), jerami asparagus (Wang et al. 2012), bahkan pada media kertas kosong dan kertas yang sudah dicetak (Fernandes et al. 2015).

Salah satu limbah padat yang tersedia berlimpah di Indonesia adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). TKKS adalah residu limbah lignoselulosa yang merupakan produk sampingan dari proses pengolahan buah kelapa sawit menjadi minyak sawit kasar di pabrik. Produksi TKKS diperkirakan mencapai 20.7 juta metrik ton per tahun (Isroi et al. 2012). Pemanfaatan TKKS sebagai media produksi jamur dapat menjadi salah satu solusi pengelolaan limbah padat di daerah perkebunan kelapa sawit, menjaga keseimbangan alam (lingkungan) dan bermanfaat secara ekonomi. Sudirman et al. (2011) melaporkan penggunaan TKKS untuk memproduksi tubuh buah Pleurotus isolat F.

Lentinus spp. dan Pleurotus spp. berpotensi untuk dimanfaatkan dalam

bidang industri dan kesehatan. Lentinus spp. yang telah diteliti sebelumnya di antaranya L. crinitus mampu mendekolorisasi dan mendegradasi pewarna tekstil reaktif biru 220 (Niebisch et al. 2010), L. tuberregium memiliki aktivitas antimikrob terhadap Salmonella thypi, S. flexineri dan Micrococcus luteus

(Manjunathan dan Kaviyarasan 2011), L. tuberregium juga dimanfaatkan di Malaysia untuk mengobati penyakit diare terutama pada anak-anak (Sumaiyah et al. 2007), disentri dan batuk (Chang dan Lee 2004) sedangkan Pleurotus spp. berpotensi sebagai antiaterosklerosis, antitumor, antiinflamatori, meningkatkan imunitas, antihipolipidemik, antihipertensi dan memiliki aktivitas prebiotik (Kang

et al. 2004; Kim et al. 2004; Mori et al. 2008; Synytsya et al. 2009; Jang et al.

2011; Chen et al. 2012; Choi et al. 2013; Ma et al. 2014).

Lentinus spp. dan Pleurotus spp. juga memiliki aktivitas antioksidan.

(18)

2

ekstrak air panasnya dan terdeteksi mengandung 7 senyawa fenolik di antaranya asam galat, asam klorogenat, vanilin, naringin, naringenin, formononetin dan biokanin-A (Yoon et al. 2011). Sementara itu, Lin et al. (2014) melaporkan adanya aktivitas peredaman DPPH yang tinggi dari ekstrak tubuh buah P. eryngii. Ekstrak tersebut terdeteksi mengandung senyawa fenolik, flavonoid, karotenoid dan tokoferol.

Beberapa isolat Lentinus dan Pleurotus tropis asal Indonesia mampu memproduksi tubuh buah dan menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap beberapa mikrob uji. Sudirman (2009) melaporkan bahwa isolat HS dapat memproduksi tubuh buah pada serbuk gergajian kayu karet, serbuk gergajian kayu

Albazia falcataria, jerami padi dan campuran masing-masing serbuk gergajian

tersebut dengan jerami padi. Selain itu, ekstrak tubuh buah, ekstrak media dan ekstrak miselium isolat HS menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap

Bacillus subtilis dan 4 galur Escherichia coli enteropatogen. Menurut Sudirman

(2005) ekstrak filtrat dan miselium isolat LC4 dan LC6 juga memiliki aktivitas penghambatan terhadap B. subtilis dan dideteksi paling sedikit menghasilkan 1 senyawa antimikrob. Namun belum ada laporan mengenai pertumbuhan dan produksi tubuh buah beberapa isolat Lentinus dan Pleurotus tropis asal Indonesia pada limbah lignoselulosa lain seperti TKKS, demikian pula aktivitas antioksidan dan kadar fenolik total dari ekstrak miselium dan tubuh buahnya, sehingga sangat menarik untuk dikaji.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui pertumbuhan dan produksi tubuh buah

Lentinus isolat LSC7, LSC9, LU11, LC4, LC6, LJKG1 dan Pleurotus isolat HS

pada media serbuk gergajian kayu sengon (Paraserianthes falcataria), TKKS dan campuran kedua media tersebut dengan perbandingan masing-masing 1:1, meneliti aktivitas antioksidan dan kadar fenolik total ekstrak miselium dan tubuh buah 7 isolat tersebut.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pemanfaatan TKKS sebagai media budi daya jamur selain serbuk gergajian kayu sengon yang sudah secara umum digunakan sebagai media budi daya jamur kayu di Indonesia. Penelitian ini juga dapat memberikan informasi awal terkait potensi isolat tropis

(19)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Limbah Lignoselulosa sebagai Media Budi Daya Jamur

Limbah organik terutama bahan lignoselulosa dihasilkan setiap tahun melalui aktivitas pertanian, kehutanan dan berbagai kegiatan industri. Menurut Chukwurah et al. (2013) limbah pertanian merupakan bahan yang paling ideal untuk media produksi jamur. Komponen utama dari limbah lignoselulosa yang digunakan untuk pertumbuhan dan produksi tubuh buah jamur adalah selulosa, hemiselulosa, lignin (Buswell et al. 1996) dan nitrogen (Chukwurah et al. 2013).

Serbuk gergajian kayu sengon (SGS) dan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan produk sampingan kehutanan dan industri minyak kelapa sawit. SGS mengandung selulosa 48.33%, hemiselulosa 16.75% dan lignin 27.28% sedangkan TKKS mengandung selulosa 45.95%, hemiselulosa 16.49% dan lignin 22.84% (Darnoko 1993).

Jamur tidak memiliki klorofil seperti halnya tanaman sehingga tidak dapat melakukan proses fotosintesis. Jamur menghasilkan enzim ekstraseluler untuk mendegradasi bahan organik kompleks menjadi lebih sederhana sehingga dapat diserap oleh jamur untuk nutrisinya. Rajarathnam et al. (1992) melaporkan bahwa

Pleurotus spp. tidak membutuhkan proses pengomposan media produksi karena

memiliki kompleks enzim seperti selulase, hemiselulase, ligninase, peroksidase, lakase, protease dan lainnya. Pertumbuhan dan produksi tubuh buah jamur pada media lignoselulosa bergantung pada kemampuan jamur untuk memanfaatkan senyawa organik dari media produksi sebagai sumber nutrisinya.

Jamur Lentinus dan Pleurotus

Lentinus merupakan genus yang termasuk dalam ordo Polyporales, famili

Lentinaceae yang tersebar di berbagai kawasan tropis dan subtropis. Tubuh

buahnya makroskopik dengan struktur liat, kokoh dan tahan lama (Pegler 1983). Jamur ini memiliki ciri-ciri bentuknya seperti payung, ukurannya sedang, warnanya beragam, permukaan tudungnya halus, berbulu atau bersisik, bagian tengah tudungnya melengkung ke bawah (depressed) dan berlekuk ke dalam

(umbilicate), posisi tangkainya tidak berada di tengah (eksentrik), lamelanya rapat

dan turun mencapai tangkai (decurrent), sporanya berwarna putih (Pegler dan Young 1983). Sebagian besar spesies Lentinus dapat dimakan kecuali yang memiliki tekstur yang keras (Karunarathna et al. 2011). Beberapa spesies jamur ini telah dikonsumsi oleh masyarakat di berbagai negara seperti L. squarrosulus di Nigeria (Okhuoya et al. 2010), L.lepideus di China, Jepang dan Korea (Yoon et al. 2011) sedangkan spesies yang dapat ditemukan dan dapat dimakan di Indonesia adalah L. tuberregium dan L. badius yang dikonsumsi oleh masyarakat Papua Barat (Sudirman 2005). Lentinus dapat dimakan karena mengandung nutrisi yang baik seperti karbohidrat, protein, lemak, mineral mikro dan makro, vitamin dan serat (Gulati et al. 2011).

Pleurotus adalah genus yang termasuk dalam ordo Agaricales, famili

(20)

4

jamur tiram (oyster) (Jose dan Janardhanan 2000). Jamur Pleurotus menempati urutan ke-3 dalam produksi jamur pangan dunia setelah jamur kancing putih dan shiitake (Gyorfi dan Hajdu 2007). Jamur Pleurotus banyak dibudidayakan di seluruh dunia karena pertumbuhan miseliumnya cepat, siklus hidupnya singkat, tidak mudah terserang penyakit, kemampuan adaptasinya tinggi terhadap kondisi lingkungan dan biaya produksinya rendah (Bonatti 2004; Synytsya et al. 2009).

Pleurotus isolat HS yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tubuh buah dan

jejak spora berwarna putih, aromanya harum dan aman untuk dikonsumsi. Berdasarkan hasil identifikasi dengan metode molekuler, isolat HS merupakan

P. ostreatus f. florida (Sudirman LI 15 Januari 2015, komunikasi pribadi).

Spesies jamur kelas Basidiomycetes, khususnya genus Lentinus dan

Pleurotus dilaporkan mampu tumbuh pada berbagai jenis media produksi dengan

efisiensi biologi yang bervariasi. Demikian pula dengan parameter lainnya seperti fase vegetatif, fase generatif, jumlah tudung jamur, diameter tudung jamur dan lain-lain. Pertumbuhan dan perkembangan jamur Lentinus dan Pleurotus pada berbagai jenis media disajikan pada Tabel 1. Selain berpotensi dibudidayakan, spesies jamur kelas Basidiomycetes juga dilaporkan memiliki potensi sebagai nilai obat, di antaranya sebagai antioksidan (Tabel 2).

Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya sehingga bersifat sangat reaktif. Radikal bebas diproduksi secara alamiah pada proses metabolisme normal tubuh manusia. Berbagai faktor seperti radiasi sinar X dan sinar ultraviolet, polusi udara akibat asap kendaraan bermotor, gas buang dari pabrik, asap rokok, kondisi cekaman, sakit dan olahraga berlebihan bisa memicu terbentuknya radikal bebas di dalam tubuh. Jika jumlahnya berlebihan, maka radikal bebas dapat merusak membran sel, asam nukleat (DNA), protein dan lipid sehingga menyebabkan terjadinya cekaman oksidatif dan menimbulkan efek sitotoksik yang berbahaya (Fang et al.

2002). Kerusakan oksidatif ini dapat dikaitkan dengan timbulnya berbagai macam penyakit degeneratif seperti katarak, kanker, aterosklerosis, jantung, diabetes dan penuaan (Yang et al. 2002).

Senyawa radikal terdiri atas beberapa jenis yaitu radikal oksigen yang disebut kelompok oksigen reaktif (reactive oxygen species/ROS), kelompok nitrogen reaktif (reactive nitrogen species/RNS), radikal sulfur dan radikal karbon. Superoksida, alkoksil, peroksil, nitrogen dioksida dan hidroksil merupakan contoh senyawa radikal oksigen sedangkan fenildiazin adalah contoh senyawa radikal nitrogen. Thiyl termasuk golongan radikal sulfur dan triklorometil termasuk radikal karbon.

Senyawa Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang dapat menetralisir radikal bebas. Tubuh manusia dapat menghasilkan senyawa antioksidan seperti enzim endogenous

(21)

5 dan catalase (CAT) (Omar et al. 2011). Antioksidan dari luar seperti vitamin C, vitamin E, beta karoten dan polifenol dibutuhkan jika radikal bebas terlalu banyak di dalam tubuh. Sumber antioksidan dari luar dapat berupa antioksidan alami dan sintetik. Rempah-rempah, teh, cokelat, dedaunan, biji-bijian serelia, sayuran, enzim dan protein merupakan sumber antioksidan alami (Zuhra et al. 2008). Sumber antioksidan sintetik dapat berupa butylated hydroxy anisole (BHA),

butylated hydroxy toluene (BHT), propyl gallate (PG) dan tert-butylated hydroxy

quinine (TBHQ). Saat ini penggunaan antioksidan sintetik mulai dibatasi karena

dapat meningkatkan terjadinya karsinogenesis (Amarowicz et al. 2000; Botterweck et al. 2000).

Antioksidan berperan penting bagi tubuh manusia dalam menetralisir radikal bebas, menghalangi terjadinya cekaman oksidatif, kerusakan jaringan dan timbulnya penyakit degeneratif. Adanya senyawa antioksidan di dalam tubuh dapat memutuskan rantai radikal bebas, mencegah reaksi fenton, mengkatalisis proses oksidasi molekul, mencegah terbentuknya radikal bebas, mengubah radikal bebas yang reaktif menjadi tidak reaktif, memperbaiki jaringan atau sel yang telah dirusak oleh radikal bebas dan menyediakan lingkungan yang baik, sehingga mendorong antioksidan bekerja secara optimal di dalam tubuh.

Metode DPPH (Difenil Pikril Hidrazil)

DPPH adalah metode yang umum digunakan untuk menentukan aktivitas antioksidan dalam meredam radikal bebas karena sederhana, mudah, memberikan hasil yang cepat (Huang et al. 2005), hanya memerlukan sedikit sampel dan tidak membutuhkan banyak reagen seperti uji yang lain. DPPH (C18H12N5O6) yang memiliki massa molekul relatif (Mr) sebesar 394.33 g mol-1 merupakan radikal sintetik yang stabil dalam pelarut polar seperti etanol dan metanol (Molyneux 2004). DPPH sensitif terhadap cahaya, oksigen, pH dan jenis pelarut yang digunakan (Ozcelik et al. 2003).

DPPH akan bereaksi dengan atom hidrogen dari senyawa antioksidan membentuk difenil pikril hidrazin. Atom hidrogen yang dilepaskan oleh senyawa antioksidan akan membuat DPPH tereduksi dan menyebabkan peluruhan warna DPPH dari ungu ke kuning (Molyneux 2004). Reaksi antara DPPH dengan antioksidan membentuk difenil pikril hidrazin disajikan pada Gambar 1. Aktivitas antioksidan pada suatu sampel dinyatakan dengan nilai IC50 (inhibition

concentration). IC50 adalah konsentrasi ekstrak yang mampu meredam radikal

(22)

6

+ ZH

+ Z

(a)

Gambar 1 Reaksi antara difenil pikril hidrazil (a) dengan atom hidrogen dari senyawa antioksidan membentuk difenil pikril hidrazin (b) (Molyneux (Molyneux 2004)

(23)

7

Tabel 1 Pertumbuhan dan perkembangan jamur Lentinus dan Pleurotus pada berbagai jenis media

No Jamur Media Efisiensi biologi

(%) Parameter pertumbuhan Pustaka 1 Lentinus

squarrosulus

Serat kelapa sawit

Tandan kosong kelapa sawit

Serbuk gergajian kayu jati putih (Gmelina arborea) Serbuk gergajian kayu mahoni (Khaya ivorensis)

Berturut-turut sesuai urutan media pada kolom (500 g media):

Serbuk gergajian kayu Mansonia altissima

Serbuk gergajian kayu Piptadeniastrum africanum

Serbuk gergajian kayu Nesogordonia papaverifera

Serbuk gergajian kayu Combretodendron macrocarpum

Serbuk gergajian kayu Terminalia sp. Serbuk gergajian kayu Khaya ivorensis

Serbuk gergajian kayu Brachystegia nigerica

4.27

3 Lentinus cladopus Jerami gandum Jerami padi

Campuran jerami padi dan gandum (1:1)

31.66 12.76 33.35

Berturut-turut sesuai urutan media pada kolom (500 g media):

FG: 7-8, 13-15, 9-15 hari WMP: 16, 19, 14 hari

Atri dan Lata (2013)

4 Pleurotus isolat HS Serbuk gergajian karet dan jerami padi (R) dengan berbagai perbandingan:

R1 (100:0), R2 (75:25), R3 (50:50), R4 (25:75), R5 (0:100)

Serbuk gergajian Albazia falcataria dan jerami padi (A) dengan berbagai perbandingan:

A1 (100:0), A2 (50:50), A3 (25:75)

69-72

57-70

Kisaran rataan untuk semua perlakuan: FV: 12-14 hari (1000 g media) FG: 55-161 hari

BB: 107-186 g/kantong

Sudirman (2009)

5 Pleurotus isolat F Serbuk gergajian kayu sengon (PFS), tandan kosong kelapa sawit (EFB), campuran kedua media tersebut (1:1) (M)

152-167 (tertinggi PFS)

Kisaran rataan untuk semua perlakuan: FV: 25-31 hari (500 g media)

FG: 86-101 hari

MPP: 111-132 hari (terpendek EFB: 111 hari) BB: 190-209 g/kantong (tertinggi PFS: 209 g/kantong)

JT: 31-34 buah DT: 4.1-4.7 cm

(24)

8

Berturut-turut sesuai urutan media pada kolom (500 g media):

7 Pleurotus ostreatus Serbuk gergajian kayu mangga yang diinokulasi dengan berbagai jenis bibit jamur

11.99-30.76 FV: 21-32 hari

BB: 21.57-55.37 g/kantong (800 g media)

Pathmashini et al. (2008) 8 Pleurotus abalonus Jerami asparagus 20.6-40.0 72-140 g/kantong (650 g media) Wang et al.

(2012)

Pleurotus geesteranus

56.9-66.3 199-232 g/kantong

9 Pleurotus ostreatus Jerami gandum (WS) + limbah kertas (WP) (50:50)

WS (100)

Serbuk gergajian kayu Fagus orientalis (S) + campuran daun hazelnut (Corylus avellana, C. maxima, C. colurna) (LH) (50:50)

10 Pleurotus ostreatus f. sp. florida (P-184)

Pulp/bubur buah kopi (Coffea arabica) Kulit buah kakao

(25)

9

Tabel 2 Studi antioksidan pada beberapa jamur kelas Basidiomycetes

No Spesies jamur Asal ekstrak Uji IC50 DPPH (mg mL-1) Pustaka

1 Volvariella volvaceae, Lentinula edodes, Pleurotus ostreatus,

3 Pleurotus ostreatus, P. sajor-caju Ekstrak air atau etanol tubuh buah

DPPH, FRAP 11.56 dan 13.38 (ekstrak air) 31.75 dan 58.44 (ekstrak etanol)

Chirinang dan Intarapichet (2009) 4 Lentinus lepideus Ekstrak aseton, metanol

atau air panas tubuh buah

DPPH - Yoon et al. (2011)

5 Ganoderma lucidum, G. tsugae, Coriolus versicolor

6 Boletus edulis, B. pseudosulphureus, B. erythropus var. erythropus, Suillus luteus, Macrolepiota procera var. procera, Pleurotus ostreatus, P. dryinus, Chlororhyllum rhacodes, Amanita rubescens var. rubescens, Lepista nuda, L. personata, Leccinum scabrum, Russula nigricans, R. vinosa, Agaricus bisporus, Lactarius volemus, L. piperatus

Ekstrak metanol tubuh buah

DPPH, FRAP Berturut-turut sesuai urutan spesies jamur pada kolom:

3.95, 7.88, 9.26, 4.76, 7.91, 11.07, 24.71, 11.18, 11.35, 16.2, 16.91, 18.74, 19.40, 21.26, 19.51, 21.37, 24.12,

Keles et al. (2011)

7 Grifola frondosa Ekstrak etanol, air panas atau air dingin tubuh 17.36 (ekstrak air panas), 19.42 (ekstrak air dingin)

(26)

10

9 Agaricus bisporus, Hypsizigus marmoreus, Volvariella volvaceae, Flammulina velutipes, Pleurotus eryngii, P. ostreatus, Lentinula edodes, Hericium erinaceus

Ekstrak etanol tubuh buah

DPPH - Fu et al. (2002)

10 Sarcoscypha coccinea, Cantharellus cibarius, Coprinus atramentarius, C. comatus, Bovista plumbea

Ekstrak etanol tubuh buah

DPPH - Wani et al. (2010)

11 Boletus edulis, Morchella esculenta, Pleurotus sajor-caju, P. ostreatus,

Agrocybe cylindrica

Ekstrak air tubuh buah DPPH, superoxide free radical scavenging activity, hydroxyl radical scavenging activity

- Boda et al. (2012)

12 Leucopaxillus giganteus, Sarcodon imbricatus, Agaricus arvensis

Ekstrak metanol tubuh buah

DPPH, reducing power, hemolysis inhibition, β-carotene bleaching

Berturut-turut sesuai urutan spesies jamur pada kolom: 1.44, 1.67, 3.50

Barros et al. (2007)

13 Lentinus edodes Ekstrak metanol atau air miselium

TEAC - Wu dan Hansen (2008)

14 Hericium erinaceus Ekstrak metanol tubuh buah dan miselium

DPPH, FRAP, β-carotene bleaching method

3.75 (tubuh buah dikering oven), 5.81 (tubuh buah dikeringbeku), 8.67 (tubuh buah segar), method, TBARS inhibition, hemolysis inhibition

Berturut-turut sesuai urutan spesies jamur pada kolom:

5.37, 6.22, 6.39, 9.61, 15.85

Barros et al. (2008)

DPPH: 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl; FRAP: ferric reducing ability of plasma; DETBA: 1,3-diethyl-2-thiobarbituric acid; SOD activity: super oxide dismutase activity; POX

(27)

11 Senyawa Fenolik

Senyawa fenolik merupakan senyawa aromatik yang memiliki 1 atau lebih cincin aromatik dengan 1 atau lebih gugus hidroksil (Ferreira et al. 2009). Senyawa fenolik banyak ditemukan pada sayuran, buah-buahan dan berbagai sumber makanan diet manusia. Senyawa tersebut terdiri atas subkelas yang berbeda di antaranya flavonoid, asam fenolat, lignin, tanin dan polifenol teroksidasi sehingga memberikan keragaman dalam strukturnya. Senyawa fenolik secara alami terakumulasi sebagai produk akhir dari jalur shikimat dan asetat yang hadir dalam bentuk molekul sederhana (asam fenolat, fenilpropanoid, flavonoid) hingga senyawa polimer tinggi (lignin, melanin, tanin).

Senyawa antioksidan utama yang ditemukan pada jamur adalah senyawa fenolik golongan asam fenolat. Senyawa lain seperti asam askorbat, tokoferol dan karotenoid terdapat dalam kadar yang rendah. Senyawa fenolik berperan membuat senyawa radikal menjadi non-radikal dengan mendonorkan atom hidrogen atau elektron untuk berikatan dengan radikal bebas. Senyawa fenolik juga memiliki kemampuan dalam mengkhelat logam. Semakin banyak gugus hidroksil yang dimiliki oleh senyawa fenolik, maka aktivitas antioksidannya juga akan semakin tinggi (Rangkadilok et al. 2007).

Metode Folin-Ciocalteu adalah metode yang sering digunakan untuk mengevaluasi kandungan senyawa fenolik total, biasanya dinyatakan setara dari senyawa standar tertentu seperti katekin, asam galat, asam tanat, asam klorogenat, asam kafeat, asam protokatekuat, asam vanilat dan asam ferulat. Alasan penggunaan asam galat sebagai senyawa standar dalam metode ini karena asam galat memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi dari kelompok asam trihidroksibenzoat dengan adanya 3 gugus hidroksil (Ferreira et al. 2009).

(28)

12

Tabel 3 Kuantifikasi berbagai senyawa antioksidan pada jamur

No Spesies jamur Senyawa fenolik Tokoferol Asam askorbat β-karoten Pustaka dalam Ferreira

et al. (2009)

1 Agaricus bisporus 0.54a - - - Kim et al. (2008)

2 Amanita rubescen 0.49a - 0.03a - Ribeiro et al. (2006);

Ribeiro et al. (2007)

3 Boletus edulis 10.19c - - - Puttaraju et al. (2006)

4 Cantharelus cibarius 2.00c 3.00 x 10-5a 0.42a - Puttaraju et al. (2006);

Agrahar et al. (2005)

5 Helvella crispa 34.65c - - - Puttaraju et al. (2006)

6 Lentinus edodes 0.01a - 0.25a - Mattila et al. (2001)

7 Pleurotus djamor 13.22c - - - Puttaraju et al. (2006)

8 P. sajor-caju 14.43c - - - Puttaraju et al. (2006)

9 Ramaria botrytis 0.36a 2.50 x 10-4b 0.27c 0.01c Barros et al. (2008)

10 Termitomyces heimii 37.00c - - - Puttaraju et al. (2006)

11 T. mummiformis 19.20c - - - Puttaraju et al. (2006)

12 T. tylerance 17.88c - - - Puttaraju et al. (2006)

13 Auricularia mesenterica - 9.45c 1.63c - Mau et al. (2001)

14 Verpa conica - 1.90c - 0.01c Elmastas et al. (2007)

15 Ganoderma lucidum - 1.19c - - Mau et al. (2002)

(29)

13

Tabel 4 Jenis senyawa fenolik berbagai spesies jamur

No Senyawa fenolik Spesies jamur Pustaka dalam Ferreira

et al. (2009)

1 Asam benzoate Agaricus blazei, Sparassis crispa, Phellinus linteus Kim et al. (2008) 2 Asam

p-hidroksibenzoat, asam protokatekuat

Agaricus bisporus (putih), A. bisporus (cokelat), Lentinus edodes Mattila et al. (2001)

3 Asam galat, asam gentisat, asam tanat

Termitomyces heimii, T. mummiformis, T. microcarpus, T. shimperi, T. tylerance,

Lactarius deliciosus, L. sangifluus, Pleurotus sajor-caju, P. djamor, Hydnum repandum,

Lentinus squarrosulus, Morchella conica, M. anguiticeps, Russula brevepis, Macrolepiota

procera, Cantherallus clavatus, Auricularia polytricha, Helvella crispa

Puttaraju et al. (2006)

4 Asam 5-sulfosalisilat Flammulina velutipes, Sparassis crispa, Phellinus linteus, Ganoderma lucidum Kim et al. (2008)

5 Asam veratrat Sparassis crispa Kim et al. (2008)

6 Asam p-kumarat Cantharellus cibarius Valentao et al. (2005)

7 Asam kafeat Fistulina hepatica Ribeiro et al. (2007)

8 Mirisetin Pleurotus ostreatus, Agaricus bisporus, A. blazei, Ganoderma lucidum Kim et al. (2008)

9 Katekin Lentinus edodes, Agaricus blazei, Ganoderma lucidum Kim et al. (2008)

10 Naringin Pleurotus ostreatus, P. eryngii, Agaricus bisporus, Ganoderma lucidum, Ionotus obliquus Kim et al. (2008)

(30)

14

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2013 sampai dengan September 2014 di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB. Budi daya jamur dilakukan di rumah jamur Departemen Biologi Fakultas MIPA IPB, analisis antioksidan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka (LPSB) IPB, dan analisis kadar fenolik total di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB.

Isolat

Isolat jamur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lentinus isolat LSC7, LSC9, LU11, LC4, LC6, LJKG1 dan Pleurotus isolat HS. Semua isolat berasal dari Bogor, kecuali isolat LJKG1 dari Sumatera Utara, Indonesia. Isolat LC4 dan LC6 merupakan isolat hasil fusi antara hifa monokariotik dari 2 spora tunggal. Spora tunggal tersebut diperoleh dari tubuh buah L. cladopus (isolat LC) yang dibudidayakan pada media serbuk gergajian kayu. Isolat LSC7, LSC9, LU11, LJKG1 dan HS merupakan isolat yang berasal dari kultur jaringan tubuh buah jamur. Semua isolat tersebut adalah hasil isolasi dan koleksi Prof Dr Lisdar I. Sudirman, PPSHB IPB.

Prosedur Penelitian

Peremajaan Isolat Jamur

Enam isolat Lentinus diremajakan pada media Malt Extract Pepton Agar

(MEPA) (Lampiran 1) di dalam cawan petri (diameter 9 cm), kemudian diinkubasi pada suhu 35 oC selama 7 hari. Pleurotus isolat HS diremajakan pada media Potato Sucrose Agar (PSA) (Lampiran 1) di dalam cawan petri (diameter 9 cm), kemudian diinkubasi pada suhu ruang (± 29 oC) selama 10 hari.

Produksi Miselium

Miselium diperoleh dari kultur cair 6 isolat Lentinus dan isolat HS. Sebanyak 1 potong inokulum masing-masing isolat Lentinus berdiameter 6 mm hasil peremajaan pada media MEPA diinokulasikan pada permukaan media Malt

Extract Peptone Broth (MEPB) (Lampiran 1) sebanyak 100 mL di dalam labu

erlenmeyer (volume 250 mL) sedangkan isolat HS diinokulasikan pada media

Potato Sucrose Broth (PSB) (Lampiran 1) pada volume yang sama. Kultur 6 isolat

Lentinus diinkubasi pada suhu 35 oC dalam keadaan statik selama 30 hari

(31)

15 Pembuatan Bibit Jamur

Bibit jamur masing-masing isolat dibuat dengan menggunakan biji jagung. Sebanyak 1 kg biji jagung direbus dengan 450 mL air leding hingga setengah matang kemudian ditempatkan di dalam botol (volume 250 mL) sebanyak 185 g dan disterilisasi menggunakan autoklaf (suhu 121 oC, tekanan 1.5 bar) selama 20 menit. Biji jagung yang telah steril diinokulasi dengan isolat setiap jamur sebanyak 3 koloni jamur masing-masing berukuran 2x1 cm hasil peremajaan pada media MEPA (isolat Lentinus) dan PSA (isolat HS) kemudian diinkubasi pada suhu 35 oC (isolat Lentinus) dan suhu ruang (± 29 oC) (isolat HS) hingga seluruh media jagung dipenuhi miselium jamur.

Budi Daya Jamur

Semua isolat jamur dibudidayakan pada media serbuk gergajian kayu sengon (SGS), tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan campuran kedua media tersebut (C) dengan perbandingan masing-masing 1:1. Khusus untuk TKKS, sebelum digunakan terlebih dahulu dicacah hingga berbentuk serabut kasar kemudian digiling dengan mesin penggiling menjadi serabut yang lebih kecil dengan diameter sekitar 3-4 cm. Serabut tersebut direndam di dalam air leding selama semalam, kemudian dicuci hingga bersih dan ditiriskan dalam karung plastik (polipropilena) dengan cara digantung selama lebih kurang 6 jam (Alhidayatullah et al. 2014).

Pada setiap jenis media ditambahkan 15% dedak padi, 1.5% gipsum dan 1.5% kapur (CaCO3), kemudian dicampur dengan air leding hingga kadar airnya mencapai sekitar 70-75% (Stamets 1993). Penentuan kadar air dilakukan menggunakan metode oven dengan cara mengeringkan sampel di dalam oven (105 oC) sampai beratnya konstan. Kadar air media produksi ditentukan menggunakan rumus: berat basah-berat kering/berat basah x 100%.

(32)

16

Ekstraksi Miselium

Miselium setiap isolat dipisahkan dari filtrat kulturnya kemudian dibilas dengan akuades 20 mL sebanyak 3 kali (Elisashvili et al. 2004). Ekstraksi dilakukan berdasarkan Sudirman (2009). Miselium dihaluskan dengan mortar kemudian diekstraksi 3 kali dengan 100 mL metanol dan diagitasi selama 24 jam pada rotary shaker dengan kecepatan 115 rpm pada suhu 25 oC. Filtrat dipisahkan dari residu dengan fritted glass filter 17G4 dengan bantuan pompa vakum. Filtrat hasil ekstraksi dikumpulkan kemudian dikeringkan dengan rotary evaporator

pada suhu bak 40 oC. Ekstrak kering tersebut dilarutkan kembali ke dalam metanol hingga konsentrasi 20 mg mL-1 dan disimpan di dalam freezer pada suhu 4 oC hingga digunakan untuk analisis.

Ekstraksi Tubuh Buah

Tubuh buah setiap isolat jamur dikeringkan menggunakan oven pada suhu 40 oC kemudian dihaluskan menggunakan blender. Ekstraksi dilakukan berdasarkan Mau et al. (2002). Sebanyak 5 g bubuk jamur diekstraksi 3 kali menggunakan 100 mL metanol dengan agitasi pada suhu 25 oC selama 24 jam. Filtrat hasil penyaringan dengan fritted glass filter 17G4 dikumpulkan kemudian dikeringkan dengan rotary evaporator pada suhu bak 40 oC. Ekstrak kering tersebut selanjutnya dilarutkan kembali dalam metanol hingga konsentrasi 20 mg mL-1 dan disimpan di dalam freezer (suhu 4 oC) hingga digunakan untuk pengujian tahap selanjutnya.

Penentuan Aktivitas Antioksidan

Aktivitas antioksidan dianalisis dengan metode DPPH berdasarkan Salazar-Aranda et al. (2011). Asam askorbat digunakan sebagai senyawa antioksidan pembanding (konsentrasi 0.001-0.01 mg mL-1). Sebanyak 500 µL ekstrak miselium atau tubuh buah dengan konsentrasi 0.3125, 0.625, 1.25, 2.5 dan 5 mg mL-1 ditambahkan dengan 500 µL DPPH. Campuran tersebut diguncang keras lalu diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang dalam keadaan gelap. Absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Aktivitas peredaman dihitung dengan menggunakan rumus:

Aktivitas peredaman (%) = A-B x 100

A

Keterangan:

A: Absorbansi kontrol (DPPH dalam etanol) B: Absorbansi sampel

Aktivitas antioksidan dinyatakan sebagai IC50 (Lampiran 4). Penentuan Kadar Fenolik Total

(33)

17 akuades. Larutan kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Absorbansi (y) diukur pada panjang gelombang 765 nm menggunakan spektrofotometer. Pengukuran absorbansi setiap ekstrak dilakukan sebanyak 3 ulangan dengan cara yang sama. Kadar fenolik total dinyatakan sebagai mg gallic

acid equivalents (GAE)/g ekstrak (Lampiran 5). Kadar fenolik total dihitung

dengan rumus:

kadar fenolik total (nilai x) x volume total sampel x pengenceran bobot sampel

Analisis Data

Data parameter budi daya ditampilkan sebagai rataan ± standard error mean

(SEM) dari 10 ulangan sedangkan data aktivitas antioksidan, IC50 dan kadar fenolik total masing-masing dari 3 ulangan. Data dianalisis menggunakan

analyses of variance (ANOVA) dan diuji lanjut dengan Duncan’s Multiple Range

Test (DMRT) menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan SPSS Statistics

(34)

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Budi Daya Jamur

Tidak semua isolat berhasil tumbuh dan memproduksi tubuh buah pada media serbuk gergajian kayu sengon (SGS), tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan campuran kedua media tersebut (C). Isolat LSC7, LU11, LC4, LC6 dan LJKG1 tidak berhasil dibudidayakan sedangkan isolat LSC9 dan HS dapat tumbuh dan memproduksi tubuh buah pada ketiga media yang digunakan.

Kontaminasi media produksi isolat LC4, LC6 dan LJKG1 saat inkubasi adalah salah satu sebab kegagalan isolat tersebut memproduksi tubuh buah. Kontaminasi ditimbulkan oleh adanya Trichoderma, Neurospora crassa dan cendawan lainnya. Namun demikian, ada beberapa kantong plastik dari ketiga isolat ini yang berhasil melalui fase vegetatif, tetapi miselium yang dihasilkan tipis dan pada saat kantong plastik dibuka, lama-kelamaan miselium menghilang sehingga gagal produksi. Dua isolat lainnya yaitu isolat LSC7 dan LU11 menghasilkan tubuh buah yang tidak normal seperti kelompok polipor (polypore) (Gambar 2). Oleh karena itu, penyediaan media SGS dan TKKS sebaiknya dalam keadaan segar dan belum lama tersimpan di tempat penyimpanan bahan baku agar mengurangi kontaminasi saat budi daya.

Jamur yang berhasil dibudidayakan yaitu Lentinus isolat LSC9 dan

Pleurotus isolat HS. Calon tubuh buah (primordium) isolat LSC9 berbentuk bulat

berwarna krem dengan sedikit warna cokelat muda di bagian tengah bulatan, selanjutnya primordium berkembang dan dilengkapi dengan annulus (cincin) palsu ketika muncul ke permukaan media. Tubuh buah dewasa isolat LSC9 berwarna cokelat krem seperti daun kering, beraroma seperti kayu, berukuran relatif besar dengan diameter tudung 8.35-10.17 cm, tepi tudung jamurnya bergelombang dengan tekstur yang licin dan liat, lamelanya rapat, tangkainya sangat pendek berukuran 1.59-2 cm yang dilengkapi dengan cincin palsu (Gambar 3). Tubuh buah isolat HS berwarna putih, berdaging, tidak liat tapi tidak cepat rusak, memiliki aroma yang baik seperti genus Pleurotus pada umumnya, berukuran sedang dengan diameter tudung 5.95-6.68 cm, panjang tangkai jamurnya berkisar 2.99-4.86 cm (Gambar 4).

Produksi Tubuh Buah Lentinus Isolat LSC9

(35)

19

Gambar 2 Tubuh buah jamur Lentinus isolat LSC7 (a) dan LU11 (b) pada media campuran serbuk gergajian kayu sengon dan tandan kosong kelapa sawit (C) yang memiliki bentuk seperti kelompok polipor (polypore)

Gambar 3 Tubuh buah jamur Lentinus isolat LSC9 pada media serbuk gergajian kayu sengon (SGS), a: tubuh buah muda dengan annulus (cincin) palsu (tanda panah), b dan c: tubuh buah dewasa, d: lamela, tangkai jamur dan cincin palsu (tanda panah 1, 2, 3)

(a) (b)

3 2

1

(a) (b)

(36)

20

Gambar 4 Tubuh buah jamur Pleurotus isolat HS pada media serbuk gergajian kayu sengon (SGS), a: tubuh buah muda, b: tubuh buah dewasa, c: tangkai jamur (tanda panah), d: lamela (tanda panah)

Bobot basah (BB) isolat LSC9 pada semua media berkisar antara 36.88-63.60 g per kantong dengan rataan BB pada media SGS lebih tinggi dan berbeda nyata secara statistik terhadap kedua media lainnya dengan nilai 63.60 g per kantong dari 6 kali panen sedangkan rataan BB pada media TKKS dan C masing-masing 43.02 dan 36.88 g per kantong dari 3-4 kali panen. Hasil yang sama diperlihatkan oleh efisiensi biologi (EB). EB tertinggi ditunjukkan oleh media SGS dengan nilai 50.88% dan berbeda nyata secara statistik terhadap kedua media lainnya sedangkan EB pada semua media yang diamati berkisar antara 29.51-50.88% (Gambar 5a dan Lampiran 2).

Kisaran fase vegetatif (FV), fase generatif (FG), masa pertumbuhan dan perkembangan (MPP) pada semua media masing-masing 15.5-22.8 hari, 99.6-128.8 hari dan 115.1-148.3 hari dengan FV, FG dan MPP terpendek pada media TKKS dengan rataan berturut-turut 15.5, 99.6 dan 115.1 hari (Gambar 6a).

Sama halnya dengan BB dan EB, laju produktivitas (LP) isolat LSC9 pada media SGS juga lebih tinggi dari media TKKS dan C dengan nilai masing-masing 0.43, 0.38 dan 0.26 g/hari dan secara statistik LP pada media SGS dan TKKS berbeda nyata terhadap media C (Gambar 7a dan Lampiran 2).

Jumlah tudung jamur (JT) pada media SGS lebih banyak dan berbeda nyata secara statistik dari kedua media lainnya yaitu 12.1 buah sedangkan JT pada semua media berkisar antara 4.9-12.1 buah. Diameter tudung jamur (DT) pada ketiga media tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05) dengan kisaran

a

(a) (b)

(37)

21 8.35-10.17 cm. Isolat LSC9 memiliki rataan DT tertinggi pada media C dengan nilai 10.17 cm (Gambar 8a dan Lampiran 2).

Produksi Tubuh Buah Pleurotus Isolat HS

Isolat HS juga dapat tumbuh dan memproduksi tubuh buah pada semua media yaitu SGS, TKKS dan C, namun berdasarkan semua parameter pengamatan, media C merupakan media terbaik untuk pertumbuhan dan produksi tubuh buah isolat HS.

BB isolat HS pada semua media berkisar antara 80.59-111.07 g per kantong dengan BB pada media C dan SGS lebih tinggi dari media TKKS dengan nilai masing-masing 111.07 dan 106.74 g per kantong. Hasil yang sama ditunjukkan oleh EB. EB pada media C dan SGS juga lebih tinggi dari media TKKS dengan nilai berturut-turut 88.86 dan 85.39% sedangkan EB pada semua media berkisar antara 64.47-88.86%. Secara statistik, BB dan EB isolat HS pada media C tidak berbeda nyata dengan media SGS, namun berbeda nyata terhadap media TKKS (Gambar 5b dan Lampiran 3).

FV, FG dan MPP isolat HS pada semua media masing-masing berkisar antara 21.3-29.3 hari, 51.2-71.7 hari dan 72.5-101 hari dengan FV, FG dan MPP terpendek ditunjukkan oleh media C dengan nilai berturut-turut 21.3, 51.2 dan 72.5 hari (Gambar 6b).

LP tertinggi ditemukan pada media C dengan nilai 1.54 g/hari diikuti media SGS dan TKKS dengan nilai masing-masing 1.19 dan 0.79 g/hari (Gambar 7b).

(38)

22

isolat LSC9 (a) dan Pleurotus isolat HS (b) pada 3 jenis media. SGS: serbuk gergajian kayu sengon (Paraserianthes falcataria), TKKS: tandan kosong kelapa sawit, C: campuran media SGS dan TKKS (1:1). Huruf yang berbeda pada gambar yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)

Gambar 6 Fase pertumbuhan Lentinus isolat LSC9 (a) dan Pleurotus isolat HS (b) pada 3 jenis media. SGS: serbuk gergajian kayu sengon

(Paraserianthes falcataria), TKKS: tandan kosong kelapa sawit, C:

campuran media SGS dan TKKS (1:1), FV: fase vegetatif, FG: fase generatif, MPP: masa pertumbuhan dan perkembangan. Huruf yang berbeda pada gambar yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)

(a) (b)

(39)

23

Gambar 7 Rataan laju produktivitas (LP) Lentinus isolat LSC9 (a) dan Pleurotus

isolat HS (b) pada 3 jenis media. SGS: serbuk gergajian kayu sengon

(Paraserianthes falcataria), TKKS: tandan kosong kelapa sawit, C:

campuran media SGS dan TKKS (1:1). Huruf yang berbeda pada gambar yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)

Gambar 8 Rataan jumlah tudung (JT) dan rataan diameter tudung jamur (DT)

Lentinus isolat LSC9 (a) dan Pleurotus isolat HS (b) pada 3 jenis

media. SGS: serbuk gergajian kayu sengon (Paraserianthes

falcataria), TKKS: tandan kosong kelapa sawit, C: campuran media

SGS dan TKKS (1:1). Huruf yang berbeda pada gambar yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)

(a) (b)

(40)

24

Ekstrak miselium isolat LSC7 Ekstrak miselium isolat LSC9 Ekstrak miselium isolat LU11 Ekstrak miselium isolat LC4 Ekstrak miselium isolat LC6 Ekstrak miselium isolat LJKG1 Ekstrak miselium isolat HS Ekstrak tubuh buah isolat LSC9 Ekstrak tubuh buah isolat HS

Aktivitas Antioksidan dan Kadar Fenolik Total

Aktivitas antioksidan ekstrak miselium dan tubuh buah isolat Lentinus dan

Pleurotus disajikan pada Gambar 9 dan contoh perhitungannya pada Lampiran 4.

Semua ekstrak memiliki kemampuan meredam radikal DPPH. Ekstrak tubuh buah isolat LSC9 menunjukkan aktivitas paling tinggi dalam meredam radikal DPPH dengan nilai 85.67% pada konsentrasi 5 mg mL-1 sedangkan aktivitas peredaman DPPH terendah ditunjukkan ekstrak miselium LSC7 dengan nilai 45.09% pada konsentrasi yang sama. Sementara itu, vitamin C sebagai senyawa antioksidan pembanding dapat meredam DPPH sebesar 70.54% pada konsentrasi 0.01 mg L-1, bahkan pada konsentrasi 0.001 mg L-1 masih menunjukkan aktivitasnya dengan meredam radikal DPPH sebesar 18.78%.

Nilai IC50 masing-masing ekstrak bervariasi. Secara umum, ekstrak tubuh buah memperlihatkan aktivitas peredaman DPPH lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak miseliumnya. IC50 terendah (aktivitas antioksidan paling tinggi) ditunjukkan ekstrak tubuh buah isolat LSC9 (0.07 ± 0.19 mg mL-1) diikuti ekstrak tubuh buah isolat HS, ekstrak miselium isolat LC6, LSC9, LC4, LU11, HS, LJKG1 dan LSC7. Kadar fenolik total tertinggi dihasilkan oleh ekstrak miselium isolat LC4 dengan nilai 6.99 ± 0.21 mg GAE/g ekstrak sedangkan terendah ditunjukkan oleh ekstrak miselium isolat LSC7 dengan nilai 0.40 ± 0.002 mg GAE/g ekstrak (Tabel 5) dan contoh perhitungannya pada Lampiran 5.

(41)

25 Tabel 5 Nilai IC50 aktivitas peredaman DPPH dan kadar fenolik total dari ekstrak

miselium dan tubuh buah isolat tropis Lentinus dan Pleurotus

Pembahasan

Semua isolat Lentinus diremajakan pada media MEPA dengan suhu inkubasi 35 oC sedangkan isolat HS diremajakan pada media PSA pada suhu ruang (± 29 oC). Perbedaan penggunaan media peremajaan dan suhu saat inkubasi didasarkan pada penelitian sebelumnya. Rosa (1996) melaporkan bahwa isolat

Lentinus memiliki miselium lebih lebat dan pertumbuhan lebih cepat ketika

diinkubasi pada suhu 35 oC pada media MEPA sedangkan Noverita (2005) melaporkan bahwa pertumbuhan miselium isolat HS lebih optimal di media PSA pada suhu ± 29 oC.

Budi daya jamur merupakan salah satu cara untuk mengetahui karakter fisiologi masing-masing isolat. Secara umum, budi daya jamur terdiri atas beberapa tahap yaitu preparasi media, sterilisasi, inokulasi, inkubasi, pemunculan tubuh buah dan pemanenan. Keberhasilan budi daya jamur dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya media produksi, kualitas biakan murni pada cawan petri, kualitas bibit jamur, proses sterilisasi, prinsip aseptik pada keseluruhan proses budi daya dan faktor lingkungan. Jika salah satu faktor tersebut tidak diperhatikan dengan baik maka berbagai kemungkinan akan terjadi seperti kontaminasi, terhambatnya pertumbuhan jamur atau kualitas produksi jamur yang dihasilkan buruk. Kualitas tubuh buah yang dihasilkan dan kualitas produksi hasil budi daya dapat ditentukan dari berbagai parameter seperti bobot basah tubuh buah (BB), efisiensi biologi (EB), fase vegetatif (FV), fase generatif (FG), masa pertumbuhan dan perkembangan (MPP), laju produktivitas (LP), jumlah tudung jamur (JT) dan diameter tudung jamur (DT). Produksi jamur dikatakan baik jika BB, EB dan LP jamur tinggi serta FV, FG dan MPP jamur pendek/singkat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa serbuk gergajian kayu sengon (SGS), tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan campurannya (C) dapat dijadikan media produksi tubuh buah isolat LSC9 dan HS. Isolat LSC9 memiliki BB dan EB tertinggi pada media SGS sedangkan HS pada media C. EB adalah parameter yang umum digunakan untuk mengevaluasi budi daya jamur (Fernandes et al.

2015). Produksi jamur dikatakan baik jika nilai EB nya lebih dari atau sama dengan 70%. Nilai EB dapat mencapai lebih dari 100%. EB yang tinggi menunjukkan kemampuan jamur yang baik dalam menggunakan media

Asal ekstrak Isolat Lentinus IC50 aktivitas peredaman

(42)

26

produksinya (Madan et al. 1987). Hal itu berarti isolat LSC9 memiliki kemampuan yang kurang baik dalam menggunakan SGS, TKKS dan C karena nilai EB pada ketiga media produksi kurang dari 70% sedangkan isolat HS memiliki kemampuan yang baik dalam menggunakan media C dan SGS (nilai EB lebih dari 70%). Perbedaan kemampuan ini diduga kedua isolat (LSC9 dan HS) memiliki enzim ekstraseluler yang berbeda. Enzim ekstraseluler berfungsi sebagai pemecah senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga nutrisi yang terkandung pada media dapat digunakan jamur untuk pertumbuhannya. Rajarathnam et al. (1992) melaporkan bahwa Pleurotus spp. memiliki enzim ekstraseluler yang sangat kompleks.

EB isolat LSC9 pada media SGS lebih tinggi dari EB pada beberapa jenis

Lentinus yang ditumbuhkan pada berbagai media seperti L. squarrosulus pada

media serbuk gergajian kayu Mansonia altissima (4.27%) (Ayodele et al. 2007),

L. cladopus yang dibudidayakan pada media campuran jerami gandum dan jerami

padi (33.35%) (Atri dan Lata 2013). Sedangkan nilai EB isolat HS pada media C dalam penelitian ini lebih tinggi dari EB isolat HS yang sebelumnya telah ditumbuhkan pada media serbuk gergajian karet, jerami padi dan campuran kedua media tersebut (69-72%) serta media serbuk gergajian Albazia falcataria dan campuran serbuk gergajian tersebut dengan jerami padi (57-70%) (Sudirman 2009). Namun EB isolat LSC9 dan HS pada media SGS, TKKS dan C pada penelitian ini lebih rendah dari EB Pleurotus isolat F (152-167%) yang ditumbuhkan pada media yang sama (Sudirman et al. 2011).

FV isolat LSC9 pada ketiga media (15.5-22.8 hari) lebih pendek dari isolat HS (21.3-29.3 hari) namun FG isolat HS (51.2-71.7 hari) lebih pendek dari isolat LSC9 (99.6-128.8 hari). Rataan FV dan FG isolat LSC9 paling pendek pada media TKKS, sementara isolat HS pada media C. Cepat lambatnya FV, FG dan MPP bergantung pada masing-masing spesies jamur. Faktor nutrisi pada media produksi, kemampuan lignoselulolitik masing-masing isolat jamur dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi pertumbuhan jamur pada media produksinya.

Laju produktivitas (LP) dihitung berdasarkan perbandingan total BB dan MPP. Jika BB isolat jamur tinggi dan MPP singkat, maka LP yang dihasilkan tinggi. LP isolat HS (0.8-1.48 g/hari) pada ketiga media lebih tinggi dari LP isolat LSC9 (0.25-0.43 g/hari). Isolat HS merupakan isolat yang telah diteliti pada berbagai media produksi dan diketahui menunjukkan pertumbuhan yang baik. Secara umum, isolat LSC9 dan HS mengalami penurunan BB setiap kali panen. Menurut Hammel (1993), penurunan BB dari panen ke panen disebabkan oleh berkurangnya nutrisi dan adanya berbagai metabolit sekunder yang kemungkinan bersifat racun bagi miselium jamur.

JT isolat LSC9 yang terbentuk sedikit, namun DT nya besar sedangkan JT isolat HS banyak tetapi DT nya kecil. Untuk isolat LSC9, dalam 1 tangkai jamur hanya terdapat 1 tudung jamur sedangkan tubuh buah isolat HS berkerumun

(clustered) sehingga terdiri atas beberapa tudung jamur. JT dan DT yang

(43)

27 (2011), semakin luas daerah yang dibuka maka JT yang terbentuk akan semakin banyak, namun DT akan semakin kecil. Yildiz et al. (2002) menambahkan bahwa DT yang dihasilkan juga bergantung pada pencahayaan. Jika jamur tumbuh pada kondisi pencahayaan yang kurang, maka DT yang dihasilkan kecil, tangkai jamur panjang dan hasil panen cenderung rendah.

Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan menggunakan metode DPPH. Prinsip dasar analisis antioksidan menggunakan metode DPPH adalah donor atom hidrogen dari senyawa antioksidan dalam ekstrak yang akan ditangkap oleh radikal DPPH sehingga warna larutan DPPH akan memudar dari ungu menjadi kuning. Hasil uji aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa aktivitas peredaman DPPH tertinggi diperlihatkan oleh ekstrak tubuh buah isolat LSC9 dan HS, kemudian berturut-turut ekstrak miselium isolat LC6, LSC9, LC4, LU11, HS, LJKG1 dan LSC7. Ekstrak tubuh buah menunjukkan aktivitas peredaman yang lebih tinggi dari keseluruhan ekstrak miselium yang diujikan, hal ini terlihat dari nilai IC50 yang kecil. Hasil yang sama dilaporkan oleh Reis et al. (2012) bahwa berbagai ekstrak tubuh buah dari beberapa spesies jamur yaitu Pleurotus

ostreatus, P. eryngii, Lentinula edodes dan Agaricus bisporus putih dan cokelat

memberikan aktivitas peredaman DPPH yang lebih tinggi dari ekstrak miseliumnya dengan kisaran IC50 ekstrak tubuh buah dan miselium kelima jamur tersebut masing-masing 2.29 ± 0.06-8.67 ± 0.12 mg mL-1 dan 7.82 ± 0.56- 58.13 ± 3.02 mg mL-1.

Aktivitas peredaman DPPH yang diperoleh ekstrak metanol tubuh buah isolat LSC9 dan HS lebih tinggi dari ekstrak air miselium Lentinus squarrosulus

(14.29 mg mL-1) (Omar et al. 2011), ekstrak air tubuh buah Pleurotus ostreatus

dan P. sajor-caju (IC50 masing-masing 11.56 dan 13.38 mg mL-1) (Chirinang dan

Intarapichet 2009), ekstrak etanol tubuh buah Pleurotus pulmonarius, P. djamor

var roseus dan P. ostreatus (IC50 masing-masing 4.20, 5.50 dan 7.50 mg mL-1)

(Arbaayah dan Umi 2013). Bahkan aktivitas peredaman kedua ekstrak tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan ekstrak jamur lain yang bermanfaat secara luas sebagai jamur pangan dan obat seperti ekstrak air panas tubuh buah

Ganoderma lucidum, Lentinula edodes, Volvariella volvaceae dan Auricularia

(44)

28

hidrogen untuk radikal bebas sehingga menghentikan terjadinya reaksi berantai pada proses oksidasi lipid tahap awal. Dimitrios (2006) menambahkan bahwa senyawa fenolik terkenal dengan sifat redoksnya sehingga memungkinkan bertindak sebagai pereduksi, peredam radikal bebas, pendonor hidrogen dan peredam oksigen singlet.

Berdasarkan hasil analisis, ekstrak metanol miselium isolat LC4 memiliki kadar fenolik total tertinggi dengan nilai 6.99 ± 0.21 mg GAE/g ekstrak. Kadar fenolik total pada ekstrak ini lebih tinggi dari ekstrak air miselium Lentinus

squarrosulus (0.39 mg GAE/g ekstrak) (Omar et al. 2011) dan ekstrak metanol

miselium Pleurotus ostreatus (5.19 ± 0.14 mg GAE/g ekstrak) (Reis et al. 2012). Peran kunci senyawa fenolik sebagai peredam radikal bebas telah banyak diteliti di antaranya oleh Barros et al. (2008) bahwa senyawa fenolik dilaporkan menjadi komponen senyawa antioksidan utama yang ditemukan pada jamur sedangkan likopen, asam askorbat dan β-karoten hanya ditemukan dalam kadar yang rendah. Reis et al. (2011) juga telah meneliti senyawa yang berperan sebagai antioksidan pada beberapa spesies jamur dan didapatkan hasil bahwa kandungan senyawa fenolik lebih tinggi dari asam askorbat, tokoferol dan karotenoid.

Apabila kadar fenolik total dengan IC50 pada Tabel 5 dibuat grafik korelasi maka diperoleh hubungan kadar fenolik total berbanding terbalik dengan nilai IC50 (Gambar 10). Semakin tinggi kadar fenolik totalnya maka nilai IC50 semakin rendah. Nilai IC50 yang rendah menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi. Hal itu berarti aktivitas antioksidan dari ekstrak miselium dan tubuh buah jamur semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kadar fenolik total. Reis

et al. (2011) melaporkan bahwa jamur Fomitopsis pinicola memiliki konsentrasi

(45)

29

y = -1.5096x + 9.5853 R² = 0.3228

0 5 10 15 20 25

0 2 4 6 8

IC

50

(mg

mL

-1 )

Kadar fenolik total (mg GAE/g ekstrak)

(46)

30

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Isolat jamur yang berhasil dibudidayakan dari 7 isolat tropis Lentinus dan

Pleurotus adalah Lentinus isolat LSC9 dan Pleurotus isolat HS. Media terbaik

untuk pertumbuhan dan produksi tubuh buah Lentinus isolat LSC9 dan Pleurotus

isolat HS masing-masing adalah media serbuk gergajian kayu sengon

(Paraserianthes falcataria) (SGS) dan campuran media serbuk gergajian kayu

sengon dan tandan kosong kelapa sawit (1:1) (C) dengan nilai efisiensi biologi (EB) berturut-turut 50.88% dan 88.86%. Meskipun demikian tandan kosong kelapa sawit (TKKS) tetap dapat digunakan sebagai media produksi tubuh buah kedua isolat jamur tersebut. Ekstrak miselium dan tubuh buah semua isolat jamur mampu meredam radikal difenil pikril hidrazil (DPPH). Aktivitas peredaman radikal DPPH tertinggi diperoleh ekstrak tubuh buah Lentinus isolat LSC9 dengan nilai inhibition concentration 50 (IC50) 0.07 ± 0.19 mg mL-1 sedangkan kadar fenolik total tertinggi ditunjukkan oleh ekstrak miselium Lentinus isolat LC4 dengan nilai 6.99 ± 0.21 mg GAE/g ekstrak.

Saran

Gambar

Gambar 1 Reaksi antara difenil pikril hidrazil (a) dengan atom hidrogen dari
Tabel 1 Pertumbuhan dan perkembangan jamur Lentinus dan Pleurotus pada berbagai jenis media
Tabel 2 Studi antioksidan pada beberapa jamur kelas Basidiomycetes
Tabel 3 Kuantifikasi berbagai senyawa antioksidan pada jamur
+7

Referensi

Dokumen terkait

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP) BARANG/JASA.. KELOMPOK KERJA JASA KONSULTANSI-1

Faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian yang menjadi kasus di pengadilan agama antara lain disebabkan antara lain pologami yang tidak benar, krisis akhlak, cemburu,

Ada dua kemungkinan yang ditempuh oleh remaja ketika berhadapan dengan nilai-nilai sosial tertentu, yaitu menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut atau

Hasil kajian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi peluang anak Balita jatuh pada kondisi kemiskinan absolut adalah disebabkan karena

insisional babi yang diterapi mesh bedah polipropilen dengan atau tanpa asam hyaluronat. sebelum dan

3 bertanggung jawab langsung kepada Kepala Laboratorium terkait dengan pengembangan dan pelaksanaan program kerja Laboratorium, Setiap tahun dilakukan perekrutan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosi karyawan terhadap budaya organisasi dengan studi kasus pada PT Astra Internaional Tbk – Isuzu

Data dalam penelitian ini adalah data primer atau data yang diperoleh melalui pengukuran langsung oleh peneliti yang bukan berasal dari data yang telah ada, data